kondisi geologi sumteng
DESCRIPTION
gsagsaTRANSCRIPT
2. Kondisi Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)
Tektonik Regional, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan
sedimentasi tersier. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah
merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah
lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang
tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan
Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus
memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun
batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan
Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara .
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di
bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan
diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam,
sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke
arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang
mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al.,
1981 dalam Wibowo, 1995).
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah
adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng
yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong
dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini
dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan
batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi
tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan
yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik
(inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir
sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang
berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al.,
1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh
lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat
pengaruh struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan
Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari
graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada
daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Lineasi ini telah
dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme Plio-
Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu
komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di
daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan
menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat
laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan
zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan
aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah
terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga
lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir
fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif
tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari
arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah
timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur
berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih
dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode
sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode
sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif
dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan.
Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later
basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan
dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya
inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah
Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan
regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di
bawahnya.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai
pada awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half
graben yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen
berupa greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik.
Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning &
Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
Rift (Siklis Pematang),Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada
fase tektonik ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang
tersusun oleh batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka
warna. Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik
memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin
dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju
fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan
diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
1. Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir
kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit.
Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari
banyaknyamuddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
2. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna
yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di
beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan
formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan
kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–
konglomerat diendapkan oleh prosesfluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah
formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada
bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan
oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang
cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
3. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown
Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit
batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal
dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya,
formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben
menjauhidepocenter (gambar 6).
4. Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama
berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan
kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan
beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta
pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang
dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan
formasi mencapai 600 m.
5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan
aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau
sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi
formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.
Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir
(Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi
Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.
Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen.
Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok
Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
(Siklis Sihapas transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari
Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini
tersusun oleh batuan klastika lingkunganfluvial-deltaic sampai laut dangkal.
Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari
gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi
batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan,
dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan
litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan padafluvial-channel lingkungan braided
stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang
bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al.,
1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen
bawah.
2. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-
sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih
100 m.
3. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit
interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya,
formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih
menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.
4. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi
Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum
mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.
(Formasi Telisa transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi
tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya.
Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke
arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih
dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik
– Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan
Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi
fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini
mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.
(Formasi Petani regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan
dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf
dalam batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme
kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik
yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan
penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di
beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi
Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak
tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai
1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.
Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari
pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-
Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun
menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang
tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel,
lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.
Cekungan Sumatra TengahCekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur. Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995 dalam www.google.co.id/cekungan sumatera). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara. Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Petroleum System Sumatera Tengah
Source Rock Sumber utama akumulasi minyak di cekungan Sumatera Tengah adalah serpihan lakustrin dari Formasi Kelompok serpih Pematang/Kelesa. Unit-unit sumber ini merupakan lapisan tertekan terhadap sebuah rangkaian graben rift berumur paleogen dengan sumber utama tak lebih dari trend arah utara-selatan. Distribusi lapisan batuan sumber sampai graben ini sangat dipengaruhi oleh morfologi struktur, gelombang sedimen, posisi graben dan lakustrin yang terhubung dengan variasi fasies. Meskipun batuan sumber paling baik berasosiasi dengan fasies lakustrin energi rendah, unit sumber lakustrin dangkal juga terbentuk. Vairasi faises sampai unit-unit sumber memiliki timah terhadap bermacam-macam minyak yang dikembangkan. Reservoir Pada cekungan Sumatera Tengah, reservoir terdapat pada Kelompok Sihapas dan Pematang. Baik bagian atas maupun bawah formasi Sihapas, batupasir merupakan penghasil minyak pada daerah Lalang dan Mengkapan, namun hanya batupasir bagian bawah Formasi Sihapas yang sesuai dengan ilmu pengetahuan saat ini, menjadi cukup tebal dan berkelanjutan untuk menyediakan aspek komersil yang sangat penting. Reservoir Sihapas bagian bawah umumnya bersih, batupasir berkuarsa, mengandung sedikit glaukonit, lempung detrital, feldspar dan fragmen batuan. Porositas secara umum baik dengan rata-rata 25% pada daerah Lalang dan agak sedikit di daerah Mengkapan bagian dalam. Seal Sebuah penutup untuk mengidentifikasikan rangkaian reservoir adalah interbedded batulanau dan batulempung yang terlihat sampai masing-masing formasi. Sebelumnya belum terlihat tanda-tanda adanya minyak atau resapan gas, jika ada dapat mengindikasikan baik kurang dan terobosan penutup cekungan Sumatera Tengah. Secara regional, serpih di atas Formasi Telisa menyediakan penutup atas untuk akumulasi minyak sampai pasri Kelompok Sihapas. Hasil dari sumur Lalang adalah serpih pada kelompok Sihapas biasanya tidak efektif sebagai penutup intraformasi. Migrasi
Migrasi terjadi sepanjang retakan, sesar dan ketidakselarasan. Susunan keseluruhan struktur graben telah ditunjukkan oleh arah migrasi, baik primer maupun sekunder. Migrasi yang terjadi adalah hidrokarbon keluar dari sumber ke arah flexural hinge graben sepanjang garis tepi batas sesar.
USGS PROVINCE: Central Sumatra Basin (3808) GEOLOGIST: L.S. Smith-Rouch
TOTAL PETROLEUM SYSTEM: Brown Shale-Sihapas (380801)
ASSESSMENT UNIT: Pematang/Sihapas Siliciclastics (38080101)
DESCRIPTION: The assessment unit describes oil and minor gas fields from Eocene and lower Oligocene syn-rift lacustrine sequences that are rich in organic matter. Siliciclastic reservoirs consist of alluvial fan deposits along graben-bounding faults and post-rift deltaic and fluvial sandstones. Late Miocene to Pliocene compression formed anticlinal traps for the oil and gas accumulations. Probable biogenic gas accumulations in the upper Miocene Petani Formation are included with this assessment unit.
Unit penilaian menggambarkan ladang minyak dan gas kecil dari Eosen dan Oligosen bawah syn-rift sekuen endapan lakustrin yang kaya bahan organik. Reservoir Siliciclastic terdiri dari deposit aluvial fan di sepanjang graben- sesar bounding dan post-rift delta dan batupasir fluvial. kompresi Miosen Akhir sampai Pliosen membentuk trap Anticlinal untuk minyak dan gas akumulasi. Kemungkinan Akumulasi gas biogenik di Formasi Petani Miosen atas disertakan dengan unit penilaian.
SOURCE ROCKS: The Eocene-lower Oligocene Brown Shale is the main source rock. In the grabens, the thickness of the source rock interval is 220 m or more. The total organic carbon (TOC) values of the Brown Shale average 5 percent and may be as high as 20 percent. The kerogen consists of >96 percent amorphous freshwater algae of high molecular weight araffin with hydrogen index (HI) values higher than 300. The middle and upper parts of the Brown Shale are oil prone whereas the lower part of the Brown Shale is more gas prone.
Eosen-Oligosen bawah Brown Shale adalah source rock utama. Dalam grabens, ketebalan interval source rock adalah 220 m atau lebih. nilai-nilai karbon organik total (TOC) Brown Shale rata-rata 5 persen dan mungkin setinggi 20 persen. Kerogen terdiri dari> 96 persen air tawar ganggang amorf (amorphous freshwater algae ) dari berat molekul tinggi araffin dengan nilai indeks hidrogen (HI) lebih tinggi dari 300. Bagian tengah dan atas dari Brown Shale adalah minyak cenderung sedangkan bagian bawah Brown Shale lebih cenderung. gas
MATURATION: The main phase of hydrocarbon generation occurred in latest Miocene to early Pliocene time. The oil window in the Aman basin is located at depths between 2000 and 3200 m. The geothermal gradient (~50°C/km) in the Central Sumatra basin is higher than in other Sumatra basins.
Tahap utama pembentukan hidrokarbon terjadi di saat Miosen akhir sampai Pliosen awal. oil Window di cekungan Aman terletak pada kedalaman antara 2000 dan 3200 m. Gradien geothermal (~ 50 ° C / km) di Sumatera Tengah basin lebih tinggi daripada di cekungan Sumatera lainnya.
MIGRATION: Migration occurred in the latest Miocene and continues into the present. Dominant vertical migration and local lateral migration is restricted to the pods of mature source rocks in the grabens.
Migrasi terjadi di Miosen akhir dan berlanjut ke masa kini. Migrasi vertikal yang dominan dan migrasi lateral yang lokal dibatasi dengan source rock pods matang dalam grabens
RESERVOIR ROCK: The main reservoir rocks are fluvial, deltaic, and tidal flat sandstones in the late Oligocene and early Miocene Sihapas Group. The sandstone reservoir sequence ranges from 150 to 450 m thick. Also, Eocene and lower Oligocene Pematang Group alluvial fan siliciclastics are good reservoirs.
batuan reservoir utama adalah fluvial, delta, dan batupasir tidal datar di Oligosen akhir dan awal Miosen Kelompok Sihapas. Rentang tebal. sekuens reservoar batupasir 150-450 m Juga, Eosen, dan Oligosen bawah Kelompok Pematang silisiklastika aluvial fan adalah Reservoir yang baik.
TRAPS AND SEALS: Traps are formed by late Miocene and Pliocene compressional tectonism accompanying uplift of the Barisan Mountains. The compressional stresses continue to the present day. Structural trap styles are faulted anticlines, wrench-faulted anticlines (flower structures), and graben-bounding rollover anticlines. Locally, facies-change and truncation stratigraphic traps are present. The lower and middle Miocene Telisa Shale of marine origin, equivalent to and overlying the Sihapas Group, is the regional seal. A 25-m thick paleosol in the Pematang Group is a good seal in some grabens as are thin marine shales within the Sihapas Group.
Trap dibentuk oleh Miosen akhir dan Pliosen kompresional uplift tectonism yang menyertai dari Pegunungan Barisan. Tekanan kompresional berlanjut sampai hari ini. model struktural trap merupakan tersesarkan anticlines, wrench-faulted anticlines (struktur flower), dan graben-bounding anticlines rollover. Secara lokal, fasies-perubahan dan pemotongan stratigrafi trap saat sekarang. Miosen bawah dan menengah Telisa Shale berasal dari marine, dan setara dengan melapisi Kelompok Sihapas, adalah seal Regional. Sebuah paleosol 25-m tebal di Kelompok Pematang adalah seal yang baik di beberapa grabens seperti serpih marine tipis dalam Grup Sihapas.
Trap
Struktur Rahma dan Nala merupakan suatu jebakan faulted anticlinal structure. Dua struktur ini dipisahkan oleh suatu sesar yang emrupakan sesar antitetik sehingga secara geologi dua struktur ini merupkan kompartemen yang berbeda antara satu sama lainnya. Seasr utama yang berarah baratlaut-tenggara merupakan sesar mendatar menganan yang membatasi bagian barat struktur Rahma dan Nala. Luas area tutupan struktur Rahma dan Nala adalah sekitar 407 acre.
Resesrvoar
Reservoir yang berkembang berasal dari batupasir Formasi Bekasap. Batupasir formasi Bekasap merupakan fasies estuary yang terendapkan pada daerah transisi-marine yang diendapkan selama periode transgresif pada masa Miosen Awal hingga Miosen Akhir. Batupasir ini memiliki property reservoir yang baik dengan kisaran porositas 25-35 % dan
permeabilitas 780-980 mD. Pada log GR, batupasir Fm. Bekasap dicirikan dengan pola log relative blocky dengan ketebalan reservoir antara 5-35ft dan ukuran butir pasir halus hingga pasir sedang.
Source rock
Kelompok Pematang merupakan batuan sedimen tertua yang diendapkan tidak selaras diatas batuan dasar yang berrumur Eosen sampai Oligosen. Kelompok Pematang terdirri dari Fm. Lower Red Beds, Fm. Brownshale dan Fm. Upper Red Beds yang tdisusun oleh material klastik darat dan material asal danau yang kaya akan bahan organic, sehingga kelompok batuan ini merupakan batuan induk bagi hidrokarbon yang ada di cekungan Sumatera tengah.
Timing dan Migrasi
Bengkalis graben terletak di timur lapangan Rahma dan Nala. Brown shale dari Fm. Pematang yang terndapkan pada Bengkalis graben merupakan batuan induk penghasil hidrokarbon yang mengisi lapangan minyak disekitarnya. Kedalaman Bengkalis graben berkisar antara 2500 ms=14500ft dan memanjang hingga 150km berarah utara-selatan dan lebar lebih dari 2-km. berdasarkan hal tersebut, bengkalis graben memiliki volume batuan induk yang besar dan profil kematangan yang tinggi. Kematangan batuan induk diperkirakan mulai pada 45 jt thn yang lalu. Volume dan kematangan batuan induk telah terbukti di daerah penelitian dimana lapngan penelitian termasuk salah satu struktur yang terletak dalam jalur migrasi minyak dari bengkalis graben