kondisi muslim & respon pemerintah australia terhadap isu islamophobia
TRANSCRIPT
Kondisi Muslim & Respon Pemerintah Australia Terhadap Isu
Islamophobia
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Dalam
Mata Kuliah Studi Kawasan Australia & Pasifik
Oleh:
Muhammad Darmawan Ardiansyah
NIM: 1112113000007
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Dinamika globalisasi yang santer terdengar sejak berakhirnya perang dingin antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet mulai mengubah wajah konstelasi dunia internasional. Dunia
internasional yang semula didominasi oleh aktor negara selama era sebelum dan ketika
perang dingin berubah total. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan mulai munculnya aktor-
aktor baru non-negara dalam sistem internasional.
Titik tolak perubahan ini mulai memuncak pada saat terjadinya peristiwa serangan 9/11
ke daratan AS. Sejak saat itu terjadi rotasi kebijakan luar negeri dalam skala besar bagi
seluruh negara di dunia, untuk menyesuaikan dirinya dengan doktrin ‘War Against
Terrorism’ yang dicanangkan oleh AS sejak peristiwa serangan tersebut. Kegiatan terorisme
berlandaskan pemahaman jihad yang salah kaprah, membuat umat Islam di seluruh dunia
merasakan penderitaan yang luar biasa, baik itu dalam bentuk fisik maupun psikologis.
Dikaitkannya gerakan terorisme dengan ajaran-ajaran yang ada di dalam agama Islam,
khususnya jihad, memberikan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap muslim di
seluruh penjuru dunia. Dampak terbesar dari hal tersebut dirasakan oleh para penduduk
muslim yang menjadi minoritas di sebuah negara, khususnya negara-negara Barat. Banyak
sekali diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum muslim minoritas di negara-negara
tersebut, baik itu dilakukan oleh aparatur negara ataupun rakyat sipil.
Timbulnya berbagai tindak diskriminasi di negara-negara Barat terhadap umat Islam
minoritas memunculkan fenomena Islamophobia.1 Definisi dari Islamophobia itu sendiri
adalah ketakutan atau kebencian terhadap Islam, dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Dengan kata lain hal ini menyatakan bahwa terdapat diskriminasi terhadap pihak muslim,
baik itu dalam segi sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini didasarkan pada
pemahaman bahwa Islam adalah ideologi yang keras dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
dianut oleh Barat.
Tidak terkecuali di belahan bumi Australia, di mana mayoritas penduduknya
merupakan para imigran Barat yang telah menetap lama di wilayah tersebut. Walaupun
secara geografis wilayah ini terletak sangat jauh dari belahan bumi Eropa, akan tetapi
1 Quraishi, Muzammil, ”Muslims and Crime: A Comparative Study”, Asghate Publishing Ltd, United Kingdom, 2005, hal. 60.
warisan-warisan budaya Barat yang telah melekat dalam diri mereka tidak terhapuskan begitu
saja. Adanya keterikatan historis ini menjadikan wilayah ini secara tidak langsung menjadi
Barat-nya Eropa di wilayah Asia-Pasifik.
Hal ini akan menyebabkan fenomena Islamophobia yang menjangkiti belahan bumi
Eropa akan menyebar juga di wilayah Australia yang notabene merupakan bekas
pembuangan orang-orang Eropa di Asia-Pasifik. Tentunya sejak booming-nya fenomena
Islamophobia di Australia, memberikan dampak buruk bagi kehidupan umat Islam yang
tinggal di sana. Dampak buruk tersebut dapat berupa bentuk-bentuk diskriminasi yang telah
saya sebutkan di atas.
Banyak sekali pemberitaan media lokal Australia maupun media internasional yang
tidak henti-hentinya memberikan pemberitaan mengenai hal tersebut. Seperti pemberitaan
yang dilakukan oleh The Guardian mengenai perusakan masjid-masjid di Australia,
pelecehan baik psikis maupun fisik terhadap perempuan muslim yang menggunakan hijab,
serta ancaman pembunuhan terhadap tokoh-tokoh muslim di negara tersebut.2
Seharusnya hal ini menjadi perhatian bagi pemerintah Australia untuk ikut turut campur
dalam menangani kasus diskriminasi terhadap penduduk muslim. Akan tetapi, yang tejadi
malah pemerintah cenderung menekan, bahkan membatasi ruang gerak penduduk muslim
melalui aturan-aturan yang diberlakukan oleh pemerintah Australia sendiri. Bahkan penduduk
muslim hanya dijadikan alat pendongkrak suara pada saat pemilihan umum dilakukan.
Janji-janji manis dari beberapa partai Australia kepada muslim hanya digunakan untuk
mengamankan jumlah perolehan kursi mereka di parlemen. Akan tetapi, keberhasilan mereka
dalam mengamankan kursi di parlemen tidak diiringi dengan penepatan janji-janji yang telah
mereka berikan pada kelompok-kelompok Islam.3 Tentunya hal ini menimbulkan
kekecewaan bagi umat Islam di Australia, akibat ketiadaan representasi suara mereka di
dalam parlemen untuk menjaga kepentingan umat Islam di Australia (Dalam hal ini
persamaan dan kebebasan hak sesuai HAM). Sehingga diskriminasi-diskriminasi sosial
terhadap muslim cenderung susah untuk dihilangkan. Bahkan ada beberapa anggota parlemen
2 Oliver Milman, ”Islamophobia: Tony Abbott urged to speak out against attacks on Muslims”, http://www.theguardian.com/world/2014/sep/23/islamophobia-tony-abbott-urged-to-speak-out-against-attacks-on-muslims. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015, pukul 14:12.3 Sally Neighbour, ”Muslim lobby group backs Libs in Labor strongholds”, http://www.theaustralian.com.au/national-affairs/state-politics/muslim-lobby-group-backs-libs-in-labor-strongholds/story-e6frgczx-1226010987975. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015, pukul 15:19.
Australia yang aktif bersuara dalam pembentukan kebijakan-kebijakan yang cenderung anti-
Islam.4
B. Metodologi Penelitian.
Dalam makalah ini, penulis menggunakan perspektif Liberalisme. Adapun perspektif
Liberalisme itu sendiri memiliki asumsi yaitu, bahwa dalam sistem internasional terdapat
aktor negara dan non-negara yang keduanya bisa saja saling mempengaruhi.5 Dengan kata
lain, Liberalisme menyatakan bahwa aktor non-negara juga memiliki porsi yang sama
pentingnya seperti yang dimiliki oleh aktor negara.
Dalam konteks ini penulis ingin menggunakan kerangka pemikiran Liberalisme sebagai
landasan dalam menjelaskan berbagai fenomena terkait Islamophobia yang melanda negara-
negara Barat dan sekutunya, khususnya Australia. Dapat dilihat bahwa pengaruh terorisme
sangat kuat sekali dalam mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri suatu negara. Hal
ini dikarenakan ancaman serta dampak dari terorisme yang sangat besar. Sehingga sebuah
negara, khususnya Australia memberikan porsi perhatian yang khusus bagi permasalahan ini
untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.
C. Pertanyaan Penelitian.
Dalam penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
potensi anti-Islam yang ada di negara Australia. Penulis juga ingin mengetahui respon atau
reaksi dari pemerintah Australia, dalam hal ini parlemen Australia terkait fenomena
Islamophobia yang terjadi di negara tersebut. Maka dari itu, penulis mengajukan pertanyaan
masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana kondisi umat Islam di Australia?
2) Seberapa besar potensi anti-Islam di Australia?
3) Bagaimana respon pemerintah Australia terkait fenomena tersebut?
4 Helen Davidson, ”Burqa wearers banned from Australian parliament’s public galleries”, http://www.theguardian.com/australia-news/2014/oct/02/new-rules-ban-burqa-wearers-from-parliaments-open-public-galleries. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 15:42.5 Robert Jackson & Georg Sorensen, ”Pengantar Studi Hubungan Internasional”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hal. 144.
PEMBAHASAN
A. Sejarah kedatangan Imigran muslim ke Australia.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai permasalahan penduduk imigran, khususnya
imigran muslim di Australia. Penulis ingin terlebih dahulu mengenalkan sejarah awal
kedatangan imigran muslim ke negara ini. Umat muslim mulai memasuki wilayah Australia
di akhir abad ke-19. Tepatnya pada tahun 1870 para Imigran muslim ini berdatangan untuk
bekerja sebagai penunggang unta. Keahlian tersebut digunakan oleh para imigran muslim
untuk membangun fasilitas-fasilitas di daerah semi-gurun untuk para tuan tanah pada saat
itu.6
Kekuatan dan ketahanan unta dalam mengakses wilayah-wilayah yang sulit dijangkau
tersebut menjadi pintu pembuka bagi kedatangan imigran muslim lainnya ke negara ini.
Inilah awal mula kedatangan umat muslim di tanah Australia. Sejak saat itu, mulai terjadi
gelombang besar kedatangan penduduk Imigran muslim. Tujuan mereka bermigrasi ke
Australia tentunya adalah mencari kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi, hal yang
terpenting adalah mencari wilayah yang aman dan jauh dari potensi terjadinya konflik.
Selain itu, sesuai dengan asumsi yang diberikan oleh Tariq Ramadan,7 keinginan
muslim untuk bermigrasi ke negara-negara Barat, termasuk Australia adalah karena negara-
negara Barat dapat memenuhi kriteria HAM lebih baik daripada negara-negara muslim
sendiri. Kriteria tersebut yakni:
1) Hak untuk hidup.
2) Hak untuk berkeluarga.
3) Hak untuk mendapat tempat tinggal.
4) Hak atas pendidikan.
5) Hak untuk bekerja.
6) Hak dalam memperoleh keadilan.
7) Hak untuk berasosiasi.
Tingginya penghargaan HAM di negara-negara Barat (Australia) memberikan daya
tarik tersendiri bagi para imigran yang berasal dari negara muslim untuk menetap disana. Hal
6 Bilal Cleland, ”Muslims In Australia: A Brief History”, The Islamic Council of Victoria Website Journal, hal 15.7 Salih Yucel,”Is Islam Part of the Problem or Solution: An Australian Immigrant Experience”, Monash University, Turkish Journal of Politics, Vol. 2, No. 1, 2011, hal 104.
ini dikarenakan kondisi serta rezim pemerintahan di negara muslim yang cenderung otoriter
dan kurangnya perhatian pemerintah dalam memenuhi hak-hak masyarakatnya.
B. Kebijakan pemerintah Australia terhadap Imigran pasca 9/11.
Seperti yang telah kita ketahui, peristiwa 9/11 menjadikan negara-negara di dunia,
khususnya barat dan sekutu, cenderung untuk lebih meningkatkan keamanan negaranya
masing-masing, tidak terkecuali Australia. Sebagai sekutu AS tentunya Australia memiliki
alasan yang sama untuk segera meningkatkan keamanan negaranya dari ancaman-ancaman
yang tidak diinginkan, terutama ancaman terorisme.
Perlu diketahui bahwa sebelum terjadinya peristiwa 9/11, Australia cenderung lebih
fleksibel dan terbuka terhadap kedatangan para imigran di negara tersebut. Akan tetapi, pasca
terjadinya peristiwa tersebut, pemerintah Australia cenderung lebih selektif terhadap para
imigran yang datang. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pengetatan dan penjagaan di
wilayah-wilayah perbatasan serta menelusuri asal-usul identitas para imigran yang ingin
menjadi warga negara Australia. Tentunya pemerintah Australia memprioritaskan
pengamanan wilayah perbatasan dalam rangka untuk mencegah ancaman yang mungkin saja
berasal dari para imigran tersebut.8
Selain itu juga pemerintah Australia juga membentuk lembaga khusus yang menangani
perihal terorisme. Australian Secret Intelligence Organisation (ASIO) dan Australian
Federal Police (AFP) menjadi andalan pemerintah Australia dalam menangani kasus
terorisme sekaligus menjadi sorotan atas tindakan dan perlakuannya yang cenderung
mengabaikan nilai-nilai HAM.9 Hal ini dapat kita lihat dari undang-undang terorisme
Australia (Terrorism Bill) yang memperketat pengawasan terhadap organisasi atau siapapun
seperti, petani, serikat/organisasi, mahasiswa, aktivis lingkungan, dan bahkan demonstran
yang terlibat protes jika diduga terlibat jaringan tersebut bisa di penjara seumur hidup.10
Memprihatinkan sekali melihat perluasan otoritas pihak terkait yang melanggar batas-
batas kehidupan normal masyarakat Australia. Di mana tindakan-tindakan tersebut
diperbolehkan walaupun harus melanggar nilai-nilai HAM atas dasar pencegahan bahaya
8 Matt McDonald, “Constructing Insecurity: Australian Security Discourse and Policy InternationalRelations Post – 2001”, Journal of International Relation, Vol. 19, No. 3, 2005, hal 297. 9 Jenny Hocking, “Counter-Terrorism and the Criminalisation of Politics: Australia’s New Security Powers of Detention, Proscription and Control”, Australian Journal of Politics and History, Vol. 49, No. 3, hal. 356. 10 George Williams, “Australian Values and the War against Terrorism”, University of New South Wales Law Journal, Vol. 26, No. 1, 2003, hal. 194.
terorisme. Tentunya hal ini akan membuat pihak umat muslim merasa diintai setiap waktu,
menimbulkan kecemasan berlebihan yang berdampak pada kesehatan psikologis.
Adanya rotasi kebijakan luar negeri serta kebijakan keamanan yang sangat signifikan
dari pemerintah Australia dapat kita lihat dari terjadinya insiden kapal Tampa.11 Dengan
alasan keamanan nasional, Perdana Menteri John Howard, melakukan pelanggaran HAM
terhadap para penumpang kapal Tampa yang ingin bermigrasi ke Australia. Pelanggaran yang
dilakukan oleh pihak Australia cenderung mengabaikan keselamatan penumpang, sehingga
menimbulkan indikasi terjadinya pelanggaran HAM pada saat peristiwa itu terjadi.
Jika kita perhatikan lebih lanjut, respon Australia terhadap permasalahan migrasi ilegal
atau bisa disebut juga people smuggling, lebih ditujukan dalam upaya meminimalisir
ancaman-ancaman terorisme yang mungkin saja datang sewaktu-waktu. Berdasarkan asumsi
tersebut, pemerintah Australia melakukan segala upaya dalam menangani permasalahan-
permasalahan berkaitan dengan keamanan negara yang berpotensi menjadi celah bagi pihak-
pihak terorisme untuk melancarkan aksinya.
Selain ancaman terorisme, migrasi ilegal juga memiliki potensi dalam menimbulkan
permasalahan lainnya, seperti:
1) Stabilitas sosial: meningkatnya fenomena Islamophobia di Australia akan menjadi
pemicu yang kuat bagi terciptanya gangguan stabilitas sosial di negara tersebut.
Kebencian atau ketakutan terhadap para imigran muslim akan memberikan dampak
sosial berupa diskriminasi sosial terhadap pihak muslim minoritas, ataupun adanya
upaya balas dendam dari pihak muslim terhadap warga Australia. Hal-hal di atas
dapat saja terjadi jika pemerintah Australia tidak tanggap dalam merespon
permasalahan tersebut.
2) Budaya: Bentrokan budaya atau kultur mungkin saja dapat terjadi antara pihak
pendatang dengan pihak pribumi. Akan ada anggapan bagi penduduk pribumi bahwa
mereka memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada pihak pendatang berdasarkan
identitas asli mereka sebagai warga negara. Selain itu, perbedaan budaya, bahasa,
agama, adat kebiasaan, dan lain sebagainya bisa menjadi pemantik yang efektif dalam
menciptakan bentrokan tersebut.
11 Annabel Crabb, ”Tampa Enters Australian Waters With 433 Asylum Seekers On Board”, http://www.abc.net.au/archives/80days/stories/2012/01/19/3412121.htm. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 15:50.
3) Keamanan sosial: Seperti yang telah kita ketahui, bahwa dimanapun imigran gelap
susah untuk mencari pekerjaan yang tetap di negara tujuannya. Hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki identitas yang sah, sehingga untuk mencari pekerjaan pasti
akan mengalami hambatan yang luar biasa. Bukan tidak mungkin jika para imigran
tersebut cenderung untuk berbuat kriminal akibat dari sulitnya mereka dalam
mengakses pekerjaan.12
C. Sentimen pemerintah Australia terhadap imigran Muslim.
Pasca terjadinya serangan 9/11 dan pemboman di London, Perdana Menteri Australia,
John Howard menegaskan bahwa para imigran harus memahami dan menganut nilai-nilai
kehidupan yang ada di Australia.13 Dia juga berkomentar: “There is a fragment [of the
Muslim community] which is utterly antagonistic to our kind of society you can’t find any
equivalent in Italian, or Greek, or Lebanese, or Chinese or Baltic immigration to Australia.
There is no equivalent of raving on about jihad”.14
Dapat kita pahami dari pernyataan Howard di atas bahwa ada sebagian dari masyarakat
Australia (umat muslim) untuk menentang nilai-nilai yang ada di Australia. Menurutnya,
kaum muslim cenderung bersifat antagonis terhadap nilai-nilai kehidupan yang ada di
Australia. Sifat tersebut ditunjukkan dengan adanya keinginan dari pihak muslim untuk
menegakkan syariat Islam di wilayah Australia.
Sebenarnya isu muslim menjadi ancaman bagi nilai-nilai Australia sudah didengungkan
oleh beberapa pihak yang anti-Islam jauh sebelum terjadinya peristiwa 9/11. Di mana pihak
ini melihat bahwa imigran muslim berpotensi menimbulkan ancaman terhadap nilai-nilai
yang ada di Australia.15 Akan tetapi, suara anti-Islam mereka belum terdengar kencang
sampai terjadinya serangan 9/11.
Sentimen pemerintah Australia yang lain juga ditunjukkan oleh menteri pendidikan
Australia pada saat itu, Brendan Nelson yang menyatakan: ”We want them to understand our
history and our culture, the extent to which we believe in mateship and giving another person
12 Janet Phillips, ”Muslim Australians”, http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Library/Publications_Archive/archive/MuslimAustralians. Diakses pada tanggal 3 Desember 2014, pukul 16:30.13 Jennifer E. Cheng, ”Promoting ‘National Values’ In Citizenship Tests In Germany & Australia. A Response To The Current Discourse On Muslims?”, Macquarie University, Hal 57. 14 Ibid.15 Salih Yucel, ”Is Islam Part of the Problem or Solution: An Australian Immigrant Experience?”, Monash University, Turkish Journal of Politics, Vol. 2, No. 1, 2011, hal 100.
a fair go if people don’t want to support and accept and adopt and teach Australian values
then, they should clear off”.16
Jika kita perhatikan lebih lanjut, argumen-argumen di atas yang dikemukakan oleh para
pejabat pemerintahan Australia menunjukkan bahwa isu sentimen terhadap muslim sangat
tinggi sekali pada saat itu. Ketakutan terhadap gerakan Islam fundamentalis yang berlebihan
membuat pemerintah Australia memonitor aspek-aspek kehidupan umat muslim di
wilayahnya. Salah satunya pendidikan, di mana sekolah-sekolah Islam wajib memberikan
pemahaman terhadap murid-muridnya mengenai nilai-nilai kehidupan di Australia.
Alasan pemerintah Australia menyasar aspek pendidikan adalah karena aspek tersebut
merupakan sisi yang sangat strategis dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan di Australia.
Dengan menanamkan nilai-nilai Australia sejak kecil, maka diharapkan pengaruh-pengaruh
Islam fundamentalis yang ada dalam darah mereka dapat diminimalisir, sehingga tidak
menimbulkan ancaman yang besar bagi rakyat Australia secara keseluruhan.
Selain daripada itu, Danna Vale, anggota parlemen federal Australia memberikan
pernyataan yang sangat mengejutkan terkait masalah imigrasi. Menurutnya, jika kebijakan
keimigrasian tidak diubah dan dibiarkan seperti itu, dia memprediksi bahwa tidak lama lagi,
sekitar kurang lebih 50 tahun, Australia akan menjadi negara Muslim.17 Tentunya pernyataan
tersebut mengejutkan bagi kalangan pejabat di parlemen. Apalagi asumsi yang dikemukakan
berkaitan dengan Islamophobia yang bisa saja menimbulkan diskriminasi kebijakan terhadap
para imigran muslim di negara tersebut.
Beberapa politikus dari partai Liberal, seperti Bronwyn Bishop dan Sophie Panopoulus
memberikan pernyataan terkait pelarangan hijab di sekolah.18 Mereka berpendapat bahwa
penggunaan hijab di sekolah-sekolah harus dilarang. Menurut keduanya, penggunaan hijab
tidak merepresentasikan pendidikan di sekolah. Di mana sekolah mengajarkan kebebasan
berpikir sedangkan orang yang memakai hijab menurut mereka masih belum bisa
mengekspresikan kebebasan yang sebenarnya.
16 Alice Aslan, ”Islamophobia in Australia”, Agora Press, Australia, 2009, hal 5.17 Mark Chipperfield, ”Will be Muslim in 50 Years”, http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/australiaandthepacific/australia/1510565/Australia-will-be-Muslim-in-50-years.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 13:01.18 Louise Yaxley, ”Bronwyn Bishop calls for hijab ban in school”, http://www.abc.net.au/worldtoday/content/2005/s1448343.htm. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 13:21.
Akan tetapi, usulan ini segera ditolak oleh perdana menteri John Howard.19 Menurutnya
penggunaan hijab bukanlah isu yang harus dipermasalahkan. Karena setiap orang di Australia
berhak untuk mengekspresikan dirinya selama itu tidak mengganggu pihak lain. Dan
penggunaan hijab adalah menunjukkan kebebasan seorang muslimah untuk mengekspresikan
kehendak yang diinginkannya.
Jika kita perhatikan lebih lanjut, dapat kita simpulkan bahwa tidak semua pejabat
pemerintah anti terhadap Islam. Walaupun mereka berasal dari satu partai, itu tidak menjamin
mereka memiliki pandangan yang sama. Tentunya perdana menteri John Howard pasti
mempertimbangkan terlebih dahulu sebuah usulan sebelum menolak atau menyetujui usulan
tersebut. Apalagi terkait masalah sensitif seperti diskriminasi agama terhadap muslim. Jika
perdana menteri John Howard menyutujui usulan-usulan di atas, secara tidak langsung dia
telah mengkhianati nilai-nilai Australia yang multikulturalisme dan penuh toleransi.
D. Kondisi umat Muslim di Australia saat ini.
Berita internasional akhir-akhir ini diwarnai dengan kasus penyanderaan yang terjadi di
sebuah cafe di Sydney.20 Penyanderaan pengunjung cafe dilakukan oleh seorang imigran
muslim yang berasal dari Iran. Kejadian tersebut telah menewaskan dua korban sandera serta
pelaku sendiri. Peristiwa ini tentunya telah mencoreng nama Islam kembali di daratan
Australia. Padahal Islam tidak pernah mengajarkan untuk melakukan tindakan-tindakan
terorisme terhadap penduduk sipil. Stigma negatif terhadap Islam yang mulai memudar sejak
terjadinya rangkaian peristiwa terorisme di tahun 2000-an, muncul kembali akibat terjadinya
peristiwa tersebut.
Serangan 9/11 yang telah melibatkan pihak kepolisian, militer, aspek politik, hukum,
dan ideologi dalam melawan terorisme, khususnya terorisme Islam, menjadikan Islam
momok yang menakutkan hingga saat ini.21 Apalagi dengan terjadinya peristiwa di atas yang
melibatkan identitas Islam di dalam aksinya. Hal ini memberikan kontribusi yang besar
dalam memunculkan kembali Islamophobia di Australia.
19 Brendan Nicholson, ”PM rejects headscarves ban”, http://www.theage.com.au/news/national/pm-rejects-headscarves-ban/2005/08/29/1125302511538.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 13:32.20 Ben Doherty, ”Hostages in the Sydney cafe siege: ‘We’re not getting out of here’”, http://www.theguardian.com/australia-news/2014/dec/16/hostages-in-the-sydney-siege-were-not-getting-out-of-here. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 19:32.21 Rohan Davis, ”Civil Aviation Security: The ideologies the Australian Government subscribes to when identifying terrorists”, International Journal of Criminal Justice Sciences, Vol. 5, No. 2, 2010, hal 252.
Akan tetapi, tragedi tersebut tidak membuat perdana menteri Tony Abbot untuk
menyalahkan Islam sebagai dalang dalam aksi terorisme ini.22 Walaupun kejadian ini
meningkatkan wacana anti-Islam di negara tersebut,23 tidak membuat warga Australia
seluruhnya membenci Islam dan mendiskriminasi mereka dari kehidupan sosial masyarakat
Australia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan dari rakyat Australia terhadap
komunitas Muslim Australia dengan menolak isu Islamophobia dengan hashtag
#illridewithyou di berbagai media sosial, khususnya twitter.24
Kepedulian masyarakat Australia terhadap komunitas muslim di negara tersebut
menunjukkan bahwa tingkat toleransi terhadap muslim sudah mulai meningkat. Dengan
adanya dukungan-dukungan dari masyarakat Australia yang masif memberikan harapan besar
bagi masyarakat muslim untuk selalu menyuarakan kebenaran tentang apa itu Islam.
Walaupun ruang gerak Muslim Australia terbatas, dengan memanfaatkan dukungan dari
masyarakat Australia di atas diharapkan pemahaman mengenai Islam bukanlah agama teroris
dapat segera tertanam di benak masyarakat Australia secara kesuluruhan. Sehingga isu
Islamophobia tidak terus-menerus menghantui komunitas muslim di negara tersebut.
22 Lenore Taylor, “Sydney siege: Abbot refuses to blame Islam for Man Haron Monis’s actions”, http://www.theguardian.com/australia-news/2014/dec/17/sydney-siege-abbott-refuses-to-blame-islam-for-man-haron-moniss-actions. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 19:54.23 Mohamed Taha, “’No-one sits next to me anymore’: Australian Muslim women on how their lives have changed”, http://www.abc.net.au/news/2014-10-02/australian-muslim-women-talk-about-how-their-lives-have-changed/5786374. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 20:09.24 Mairi Mackay, “Hostage siege: Australians stand up to Islamophobia with #illridewithyou”, http://www.cnn.com/2014/12/15/world/asia/australia-hostage-illridewithyou/. Diakses pada tanggal 3 Januari 2014, pukul 20:16.
KESIMPULAN
Peristiwa 9/11 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap toleransi muslim
di seluruh dunia, khususnya di Australia. Munculnya wacana Islamophobia di negara-negara
Barat tentunya sangat merugikan sekali bagi umat Islam di dunia. Menurunnya toleransi
beragama, terutama terhadap umat Islam akibat peristiwa 9/11 menimbulkan diskriminasi
dalam berbagai aspek bagi muslim-muslim yang tinggal di negara-negara Barat.
Di Australia sendiri, isu Islamophobia juga meningkat dengan pesat. Pemerintah
Australia mulai melakukan kegiatan monitoring yang sangat ketat terhadap kelompok-
kelompok yang berpotensi memberikan ancaman terhadap negara tersebut, khususnya
kelompok/komunitas muslim yang tinggal di sana. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan
bagi komunitas muslim di negara tersebut, karena tidak bisa bebas dalam melakukan kegiatan
mereka sehari-hari.
Walaupun pemerintah Australia melancarkan kebijakan-kebijakan yang sangat ketat
dalam rangka membatasi pergerakan kelompok teroris di negara tersebut, akan tetapi secara
eksplisit pemerintah Australia tidak memberlakukan kebijakan yang diskriminatif terhadap
umat Islam di negaranya. Banyaknya komentar negatif yang keluar dari mulut pejabat
Australia yang ditujukan kepada umat Muslim, tidak berarti pemerintah Australia
menerapkan kebijakan-kebijakan publik yang diskriminatif terhadap umat Muslim.
Bila pemerintah Australia menerapkan kebijakan-kebijakan yang cenderung
diskriminatif terhadap umat Muslim, tentunya akan mencederai nilai-nilai kehidupan yang
ada di Australia sendiri. Sehingga secara tidak langsung pemerintah Australia menyatakan
bahwa Australia bukanlah tempat yang pas bagi multikulturalisme dan kehidupan sosial yang
penuh toleransi. Banyak sekali usulan kebijakan-kebijakan yang cenderung diskriminatif
terhadap Islam ditolak. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan masyarakat Australia untuk
melakukan tindakan yang diskriminatif terhadap muslim di kehidupan sosial.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Australia mulai sadar akan perbedaan Islam dan
terorisme. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak terjadi diskriminasi-
diskriminasi sosial terhadap umat Islam di negara tersebut. Dengan kenyataan sosial yang ada
di negara-negara Barat, khususnya Australia, mengenai perlakuan masyarakat terhadap umat
Islam, seharusnya organisasi-organisasi internasional Islam seperti OKI, memberikan
penyuluhan mengenai apa itu Islam, agar isu Islamophobia tidak berkembang terus menerus.
Sehingga umat muslim di seluruh dunia dapat hidup dengan aman dan nyaman tanpa takut
akan adanya diskriminasi sosial terhadap mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aslan Alice, ”Islamophobia in Australia”, Agora Press, Australia, 2009.
Jackson Robert & Sorensen Georg, ”Pengantar Studi Hubungan Internasional”, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2009.
Quraishi, Muzammil, ”Muslims and Crime: A Comparative Study”, Asghate Publishing Ltd,
United Kingdom, 2005.
Jurnal:
Cleland Bilal, ”Muslims In Australia: A Brief History”, The Islamic Council of Victoria
Website Journal, 2002.
Davis Rohan, ”Civil Aviation Security: The ideologies the Australian Government subscribes
to when identifying terrorists”, International Journal of Criminal Justice Sciences, Vol.
5, No. 2, 2010.
E. Cheng Jennifer, ”Promoting ‘National Values’ In Citizenship Tests In Germany &
Australia. A Response To The Current Discourse On Muslims?”, Macquarie
University, 2009.
Hocking Jenny, “Counter-Terrorism and the Criminalisation of Politics: Australia’s New
Security Powers of Detention, Proscription and Control”, Australian Journal of Politics
and History, Vol. 49, No. 3, 2003.
McDonald Matt, “Constructing Insecurity: Australian Security Discourse and Policy
International Relations Post – 2001”, Journal of International Relation, Vol. 19, No. 3,
2005.
Williams George, “Australian Values and the War against Terrorism”, University of New
South Wales Law Journal, Vol. 26, No. 1, 2003.
Yucel Salih,”Is Islam Part of the Problem or Solution: An Australian Immigrant
Experience”, Monash University, Turkish Journal of Politics, Vol. 2, No. 1, 2011.
Website:
Chipperfield Mark, ”Will be Muslim in 50 Years”,
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/australiaandthepacific/australia/
1510565/Australia-will-be-Muslim-in-50-years.html. Diakses pada tanggal 3 Januari
2015, pukul 13:01.
Crabb Annabel, ”Tampa Enters Australian Waters With 433 Asylum Seekers On Board”,
http://www.abc.net.au/archives/80days/stories/2012/01/19/3412121.htm. Diakses pada
tanggal 3 Januari 2015, pukul 15:50.
Davidson Helen, ”Burqa wearers banned from Australian parliament’s public galleries”,
http://www.theguardian.com/australia-news/2014/oct/02/new-rules-ban-burqa-wearers-
from-parliaments-open-public-galleries. Diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul
15:42.
Doherty Ben, ”Hostages in the Sydney cafe siege: ‘We’re not getting out of here’”,
http://www.theguardian.com/australia-news/2014/dec/16/hostages-in-the-sydney-siege-
were-not-getting-out-of-here. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 19:32.
Mackay Mairi, “Hostage siege: Australians stand up to Islamophobia with #illridewithyou”,
http://www.cnn.com/2014/12/15/world/asia/australia-hostage-illridewithyou/. Diakses
pada tanggal 3 Januari 2014, pukul 20:16.
Milman Oliver, ”Islamophobia: Tony Abbott urged to speak out against attacks on Muslims”,
http://www.theguardian.com/world/2014/sep/23/islamophobia-tony-abbott-urged-to-
speak-out-against-attacks-on-muslims. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015, pukul
14:12.
Neighbour Sally, ”Muslim lobby group backs Libs in Labor strongholds”,
http://www.theaustralian.com.au/national-affairs/state-politics/muslim-lobby-group-
backs-libs-in-labor-strongholds/story-e6frgczx-1226010987975. Diakses pada tanggal 2
Januari 2015, pukul 15:19.
Nicholson Brendan, ”PM rejects headscarves ban”,
http://www.theage.com.au/news/national/pm-rejects-headscarves-ban/
2005/08/29/1125302511538.html. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 13:32.
Phillips Janet, ”Muslim Australians”,
http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_
Library/Publications_Archive/archive/MuslimAustralians. Diakses pada tanggal 3
Desember 2014, pukul 16:30.
Taha Mohamed, “’No-one sits next to me anymore’: Australian Muslim women on how their
lives have changed”, http://www.abc.net.au/news/2014-10-02/australian-muslim-
women-talk-about-how-their-lives-have-changed/5786374. Diakses pada tanggal 3
Januari 2015, pukul 20:09.
Taylor Lenore, “Sydney siege: Abbot refuses to blame Islam for Man Haron Monis’s
actions”, http://www.theguardian.com/australia-news/2014/dec/17/sydney-siege-
abbott-refuses-to-blame-islam-for-man-haron-moniss-actions. Diakses pada tanggal 3
Januari 2015, pukul 19:54.
Yaxley Louise, ”Bronwyn Bishop calls for hijab ban in school”,
http://www.abc.net.au/worldtoday/content/2005/s1448343.htm. Diakses pada tanggal 3
Januari 2015, pukul 13:21.