konjungtivitis vernalis

Upload: walid-kuncoro

Post on 30-Oct-2015

206 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANKonjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum. (Sidarta Ilyas, 2006)Keratitis merupakan radang kornea. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superficial, intersisial, atau profunda. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. (Sidarta Ilyas, 2006)Keratokonjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivits musim kemarau, adalah penyakit bilateral yang jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun- tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman. (Daniel G. Vaughan, 2000)Alergen sulit dilacak, namun pasien keratokonjuntivitis vernalis kadang-kadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin. (Daniel G. Vaughan, 2000)BAB II

TINJAUAN PUSTAKAANATOMI KONJUNGTIVAKonjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.8Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar kebawahnya.8 Gambar 1. Konjungtiva palpebra

Histologi :Lapisan epitel konjungtiva Terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superficial Mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.Stroma konjungtiva Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.7Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

Gambar 2. Anatomi mataANATOMI KORNEA

Tinjauan Anatomi dan Fisiologi Kornea Kornea dalam bahasa latin Cornum yang berarti tanduk adalah bagian anterior dari mata, jernih dan merupakan jendela sinar sehingga sinar dapat masuk ke dalam bola mata. Permukaannya mempunyai lengkung teratur, mengkilap, dan licin oleh air mata. Ketebalannya relatif sama diseluruh bagian yaitu di tepi 0.65 mm dan 0.54 mm di pusat dengan diameter rata-rata pada dewasa 12 mm.1,2

Jaringan kornea terdiri atas lima lapisan, yaitu (dari luar ke dalam) : 1,2,3,41. Epitel Kornea

Terdiri dari 5 lapisan sel skuamosa, yang tersusun sangat rapi dan merupakan lanjutan dari epitel konjungtiva bulbi. 1. Membran Bowman

Letaknya di bawah epitel dan terdiri dari lamel-lamel tanpa sel atau nukleus dan merupakan modifikasi dari jaringan stroma. 2. Jaringan Stroma

Terdiri dari jaringan yang tersusun sejajar dan sangat rapi dan 90% ketebalan kornea adalah jaringan stroma. Karena inilah, kornea menjadi sangat jernih. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast yang terletak di antara serat kolagen stroma. 3. Membran Descemet

Merupakan membran aseluler yang bersifat sangat elastik dengan ketebalan 40m dan merupakan batas posterior dari stroma kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. 4. Endotel

Berasal dari mesothelium, berlapis satu dengan bentuk heksagonal. Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea memperoleh nutrisi melalui difusi dari pembuluh darah di limbus kornea yaitu batas antara sklera dan kornea, cairan akuos dan air mata. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan membran semipermeabel. Keadaan kedua lapisan ini sangat penting untuk mempertahankan kejernihan kornea. Permukaan kornea juga dapat menyerap oksigen dari atmosfer yang larut ke dalam air mata. 1,2 Epitel kornea merupakan sawar yang andal bagi mikroorganisme yang akan masuk kornea. Tetapi kalau epitel terkena trauma dan rusak, maka membran Bowman menjadi kultur yang sangat baik untuk bermacam-macam mikroorganisme, terutama Pseudomonas Aeruginosa. Membran Descemet menahan mikroorganisme tetapi tidak terhadap jamur.2,3DEFINISIKeratokonjungtivitis vernal (VKC) adalah suatu penyakit mata alergi yang terutama mengenai anak muda. Gejala paling umum adalah gatal, fotofobia,, rasa terbakar, dan mata berair. Tanda paling umum dapat berupa giant papillae, keratitis superficial, dan hiperemis konjungtiva. (Bonini et all, 2004)

EPIDEMIOLOGIKeratokonjungtivitis lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada perempuan, pada usia 5-25 tahun. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hampIr selalu lebih parah selama musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada di musim dingin. (Vaughan et all, 2000: Wijana, 1993)Pasien dengan VKC sering memiliki riwayat keluarga atau pengobatan penyakit atopi, seperti asma, rhinitis, dan eczema. Meskipun, VKC tidak dikaitkan dengan tes kulit positif atau RAST pada 42-47% pasien mengkonfirmasi bahwa VKC tidak sepenuhnya merupakan penyakit yang dimediasi IgE. (Bonini et all, 2004)KLASIFIKASITerdapat dua bentuk utama keratokonjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu :

1.Bentuk palpebra. Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan besegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

2. Bentuk Limbal. Yaitu VKC yang ditandai dengan hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (Sidarta Ilyas, 2006)

Gambar 1. Giant papil di konjungtiva tarsalis superior pada tipe palpebra (Medscape, 2011)Gambar 2. Trantas dot di limbus superior pada tipe limbal ( Medscape, 2011)

ETIOLOGI

Keratokonjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Keratokonjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. (Medicastore, 2009)PATOFISIOLOGI

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran Cobble Stone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. (Dian Ibnu Wahid, 2009)GAMBARAN HISTOPATOLOGIK

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.

Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar .

Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 510 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi.

Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner- Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit

GEJALA DAN TANDAVKC adalah inflamasi kronik bilateral dari konjungtiva yang ditandai dengan hiperemis, kemosis, fotofobia dan sekret mukoid filamentosa atau berserat-serat. Gatal, fotofobia, rasa terbakar dan mata berair adalah gejala utama pada mata. Pasien juga mengeluh mata sering merah setelah terpapar stimulus nonspesifik. Penemuan ini didukung laporan sebelumnya yang menunjukkan adanya hipereaktifitas mukosa konjungtiva terhadap sinar matahari, debu, angin dan faktor iklim lainnya. (Bonini et all, 2004)Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler.

Gambar 3. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di konjungtiva tarsalis superior. (ncbi, 2009)Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik- bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini.

Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak konjungtiva. (Daniel G. Vaughan, 2000)Kornea hampir selalu mengalami kerusakan dengan keratitis superficial atau adanya ulkus kornea (3-11%), baik sentral ataupun para sentral. Ulkus dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang ringan. (Bonini et all, 2004; Wijana, 1993)

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata.(4) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas. (Dian Ibnu Wahid, 2009)Saat ini, penentuan IgE total dan spesifik, ataupun skin test tidak dapat dijadikan pemeriksaan laboratorium tambahan, karena lebih dari 50% pasien dengan VKC hasilnya negatif. (Bonini et all, 2004)DIAGNOSIS BANDING

Ada beberapa inflamasi pada mata yang juga perlu diketahui berkaitan dengan proses imunologik, suatu reaksi yang juga mendasari terjadinya keratokonjungtivitis vernal. Diantaranya adalah :1. Konjungtivitis Demam Jerami

Merupakan radang konjungtiva non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (Hay Fever) atau suatu rhinitis alergika. Biasanya ditemukan riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, mata berair, mata merah, dan mengatakan seakan-akan matanya tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat penambahan sedikit pembuluh darah pada konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat. Mungkin terdapat sedikit sekret mata.

Perbedaan dengan keratokonjungtivitis vernal adalah pada pemeriksaan kerokan konjungtiva, sulit ditemukan eosinofil, selain dari gambaran klinis yang tampak. (Vaughan et all, 2000)

2. Keratokonjungtivitis Atopik

Pasien dermatitis atopic sering juga menderita keratokonjungtivitis atopic. Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, sekret mata berlendir, mata merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritematosa, dan konjungtia tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun letaknya berbeda dengan keratokonjungtivitis vernal karena sering berkembang dan ditemukan pada palpebra inferior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi terjadi berulang kali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan tajam penglihatan sangat menurun. Penyakit ini mungkjn disertai keratokonus. Biasanya ada riwayat atopi (demam jerami, asma, eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopi sejak bayi. Keratokonjungtivitis atopic berlangsusng berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.

Kerokan konjungtiva menunjukkan eosinofil mungkin tidak sebanyak keratokonjungtivitis vernal. Keratokonjungtivitis atopik terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan keratokonjungtivitis vernal, biasanya lebih dari 25 tahun.

3. Konjungtivitis Giant PapillaeKonjungtivitis giant papillae dengan gejala dan tanda mirip dengan keratokonjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang memakai mata buatan dari plastik atau lensa kontak. Ini mungkin merupakan penyakit dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang kaya basofil. Mungkin dengan komponen IgE humoral. PENATALAKSANAAN Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. (Daniel G. Vaughan, 2000) Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya. Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :

1. Tindakan Umum

Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut antara lain: Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak. Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter; Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari; Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen

Kompres dingin di daerah mata

Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;

Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai climato-therapy.

2. Terapi topikal

Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya. Dekongestan Antihistamin NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs) Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat efektif. Antibakteri

Siklosporin Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l%.

3. Terapi Sistemik

Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 23 tablet 4 kali sehari selama 12 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin. Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis

4. Tindakan Bedah

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. ( Optometry, 2009)PROGNOSIS

Pasien dengan Keratokonjungtivitis Vernal pada umumnya mengalami resolusi spontan dari penyakit setelah masa pubertas tanpa ada gejala lanjutan atau komplikasi visual. Bagaimanapun juga, ulkus kornea, dilaporkan berkembang pada sekitar 9.7% pasien, begitu juga dengan katarak dan glaucoma yang dapat mengakibatkan gangguan visus permanen.

Faktor prognosis negatif, telah dilaporkan bahwa ukuran dari Giant Papillae secara langsung berkaitan dengan kemungkinan menetapnya atau memburuknya gejala dan bahwa tipe bulbar dari VKC memiliki prognosis jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan dengan tipe tarsal. Fibrosis konjungtiva ditemukan pada konjungtiva tarsal superior dianggap sebagai evolusi natural dari giant papillae. BAB IIIKESIMPULAN

Keratokonjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Keratokonjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.

Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots pada tipe limbal dan Coble stone pada tipe tarsal. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal.

Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Gangguan penglihatan muncul apabila ada keterlibatan kornea seperti keratitis superficial maupun ulkus kornea. Selain itu juga terdapat komplikasi berupa katarak dan glaucoma yang juga berakibat menimbulkan gejala sisa berupa gangguan penglihatan. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID, steroid, stabilisator sel mast, dll; obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKAIlyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 133-134.

Vaughan, Daniel G., 2000. Oftalmologi Umum edisi ke-4. Jakarta : Penerbit Widya Medika, hlm : 115-116. Williams, Lippincott. 2011. Cuur Opin Allergy Clin Immunol. Available on: http://www.medscape.com/viewarticle/749609_3. ( Diakses Mei 2012)Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Available on: http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html. (Diakses Mei 2012)PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Awailable on:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses Mei 2012) Wahid, Dian Ibnu. Konjungtivitis Vernalis. Available on :

http://diyoyen.blog.friendster.com/2009/05/konjungtivitis-vernalis/. (Diakses Mei 2012) Optometry. Vernal Keratoconjunctivitis. Available on :

http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7cc5b3_schmid20010223.pdf. (Diakses Mei 2012)

Bonini,S, Coassin, M, Aronni S et all. 2004. Vernal Keratokonjunctivitis. Interdiciplinary Center for Biomedical Research (CIR) Laboratory of Ophthalmology University of Rome, Italy. Wijana, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata Ed rev Cet-6. Jakarta: Abadi Tegal14