konsep dan askep halusinasi
DESCRIPTION
mkloiTRANSCRIPT
LaporanPendahuluanDepartemenMental Health Nursing
HALUSINASI
Oleh
AviefDestianPurnama
105070200111001
Kelompok 12
Ruang23 J
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN MENTAL HEALTH NURSING
HALUSINASI
A. KONSEP HALUSINASI
Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai
ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap
stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang
respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
RentangResponNeurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaaptif
- Pikiran logis - Pikiran kadang -Kelainan pikiran
menyimpang
- Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi
- Emosikonsisten - Emosiberlebihandengan -
Tidakmampumengatur
Pengalamankurangemosi
- Perilaku sosial - Perilaku ganjil - Ketidak
teraturan
- Hubungan sosial - Menarik diri - Isolasi sosial
(Stuart & Laraia 2005)
Keterangan Gambar :
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif berupa :
a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
hati sesuai dengan pengalaman.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
kekacauan/mengalami gangguan.
b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain atau hubungan dengan orang lain.
3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya.
Respon maladaptif yang sering ditemukan meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
di terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan yang negatif mengancam.
Gejala psikosis dikelompokkan memjadi 5 kategori utma fungsi otak :
kognitif, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisai yang saling berhubung,
perilaku yang berhubungan dengan masalah proses informasi termasuk pada
semua askpe memori, perhatian, bentuk dan isi bicara, pengambilan
keputusan dan isi pikir (waham dan pola pikir primitive). Persepsi mengacu
pola indetifikasi dan interprestasi awal dari situasi stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui pancaindra. Perilaku berhubungan dengan
masalah-masalah persepsi yaitu halusinasi, ilusi, dan deporsanalisasi
(Stuart,2002)
Perilaku yang berhubungan dengan emosi dapat diekspresikan secara
berlebihan (hiperekspresi) atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang
sesuai. Individu yang mengalami skizofrenia mempunyai masalah yang
berhubungan dengan hipoeksresi diantaranya : tidak enak dipandang,
membingungkan, sulit diatasi dan sulit di [ahami oleh orang lain.
Perilaku yang berhubungan dengan gerakan diantaranya gerakan mata
abnormal, menyeringi, langkah yang tidak normal, apraksia dan ekoprasi.
Perubahan perilaku meliputi agresi/agitasi, perilaku streotip, impulsive dan
afolisi. Perilaku yang berhubungan dengan sosialisai dianaranya menarik diri,
harga diri rendah, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi dan perubahan
kualitas hidup (Stuart, 2002)
B. DEFINISI HALUSINASI
1. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui pancaindera
tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana
pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi
pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien.
2. Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana individu
atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan
dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang.
(Carpenito,2000)
3. Halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi di mana terjadi jika
seseorang merasakan sensori persepsi yang salah tentang sesuatu, atau
merasakan suatu pengalaman yang sebenarnya tidak terjadi tetapi
dianggap terjadi (Videbeck, 2004).
4. Halusinasi juga didefinisikan sebagai persepsi (kesan yang dibentuk otak
sebagai hasil dari informasi tentang dunia luar yang dikirim balik oleh
panca indera) dan sensori (deteksi sensasi oleh sel-sel saraf) yang
bersifat palsu/tidak benar (Williams dan Paula, 2003).
5. Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
6. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari,
2001).
7. MenurutVarcarolis,
halusinasidapatdidefinisikansebagaiterganggunyapersepsisensoriseseora
ng, dimanatidakterdapat stimulus (Yosep, Iyus, 2009).
8. Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
C. PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan
yang berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam
pencapaian tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan
menyebabkan seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan
terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang
mal adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai
berikut :Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia:
lesi pada area frontal temporal dan limbic paling berhubungan dengan
perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan gejala
skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya kepada lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
untuk mass depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia.hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stressor juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang
mal adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak
yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara efektif menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa
tidak nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993
menyebutkan bahwa hakikat keberadaan seorang individu sebagai
mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
dimensi fisik
dimensi emosional
dimensi intelektual
dimensi sosial
dimensi spiritual
D. TAHAPAN HALUSINASI
1. Menurut Janice clack (1962)
Tahapan halusinasi antara lain :
a. Tahap Comforting (Ansietassebagaihalusinasimenyenangkan)
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan
berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressor dengan koping
imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman
Perilaku klien : menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik
b. TahapanConderming (Ansietasberathelusinasimemberatkan
Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasakan mendengarkan sesuatu, klien merasa
takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa yang dia rasakan
sehingga timbul perilaku menarik diri
Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah. Rentang perhatian menyempit, asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
c. Tahap Controlling
(Ansietasberatpengalamansensorimenjadiberkuasa)
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang
timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga
menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian / sedih .
Perilaku klien : kemampuan yang dikendalikan halusinasi akan
lebih diikuti kesukaran berhubungan dengan orang lain. Rentang
perhatian hanya beberapa detik atau menit adanya tanda-tanda fisik.
Ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu memetuhi peraturan.
d. Tahap Conquering (umumnyamenjadileburdalamhalusinasi)
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam
apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau timbul
perilaku suicide.
Perilaku klien : perilaku tremor akibat panik, potensi kuat
suicida/nomicide aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti
perilaku kekerasan, agitasi yang komples, tidak mampu berespons
lebih dari 1 orang
(Stuart dan Laraia, 2001)
2. Menurut Stuart and Sundeen alih bahasa Hamid (1995 : 328-329):
a. Tahap I
1) Menenangkan-Ansietas (Tahap Sedang)
2) Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Orang yang
berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan
pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu
mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut
dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi.
b. Tahap II
1) Menyalahkan-Ansietas (Tahap Berat)
2) Secara umum halusinasi menjijikan. Pengalaman sensori bersifat
menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai
kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan
dirinya dari sumber yang dipersepsikan. Individu mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang
lain.
c. Tahap III
1) Mengendalikan-Ansietas (Tahap Berat)
2) Pengalaman sensori menjadi penguasa. Orang yang berhalusinasi
menyerah untuk melawan penglaman halusinasi dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman sensori berakhir.
d. Tahap IV
1) Menaklukan-Ansietas (Tahap Panik)
2) Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi. Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika
individu tidak mengikuti perintah; halusinasi bisa berlangsung
dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi
terapeutik
3. Menurut harber, hal 607-609
a. Tahap 1 (non psikotik )
1) Pada Tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
2) Karakteristik
Mengalamai kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan
ketakutan
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran
3) Perilaku yang muncul
Tersenyum atau tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II (non psikotik )
1) Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat ecemasn berat. Secara umum halusinasi yang
ada dapat menyebabkan antipasti
2) Karakteristik
Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan
oleh pengalaman tersebut
Mulai merasa kehilangan control
Menarik diri dari orang lain
3) Perilaku yang muncul
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah
Perhatian terhadap lingkungan menurun.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun
Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara
halusinasi dan realita
c. Tahap III (psikotik)
1) Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi
2) Karakteristik
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
Isi halusinasi menjadi atraktif
Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
3) Perilaku yang muncul
Klien menuruti perintah halusinasi
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan sedikit dan sesaat
Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
Klien tampak tremor dan berkeringant
d. Tahap IV (psikotik)
1) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya dan biasanya klien
terlihat panic
2) Perilaku yang sering mucul
Risiko tinggi menciderai
Agitasi/ Kataton
Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbul perubahan persepsi halusinasi biasanya diawali
dengan seseorang yang menarik diri dari lingkunganya karena
orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien memiliki
halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya menyuruh pada
kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan
E. TANDA DAN GEJALA HALUSINASI
1. Menurut Mary C. Townsend, 1998
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan
merasa sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
2. Karakteristik halusinasi menurut (Stuart and Laraia, 2003)
Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara
kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar
giometris, gambar karton dan atau panaroma yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan/ sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, feses
umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke,
tumor, kejang/dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,
benda mati atau orang lain
Kinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera
(arteri), pencernaan makanan
Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri
F. PENATALAKSANAAN MEDIS :
1) Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya
untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong
dalam pengobatan psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada
reseptor sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan
kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserfina dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin
dan anti kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma
sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan
obstruksi saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya
system limbic dan system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan
otonomik yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung,
febris, ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan
kesadaran.
2) Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan
langsung mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik
adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt. Cara kerja ini belum diketahui secara
jelas, namun dapat dikatakan bahwa therapy ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta
sprei pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan
membalutnya. Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai
menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah,
mengamuk
c. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana
klien tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan
perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak
lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3) Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk
mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas
atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai
media pelaksana.
Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah
sebagai berikut :
Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi
tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasi.
Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan
bantuan perawat.
Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa
yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan
kepada individu dengan membantunya memahami gejala yang
dialaminya atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu
untuk mengendalikan penyakitnya, meminta bantuan dan
diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat.
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan
nada bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada
klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat
akan membantu.
Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan
dasar klien seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi
yang sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran,
perasaan dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan
dengan halusinasi yang dialaminya.
Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara
halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi
kemampuan individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
A. POHON MASALAH
Tidakefektifnyakopingindividu
↓
Gangguan konsep diri :Hargadirirendah
IsolasiSosial: Menarikdiri Menurunnyamotivasiperawatandiri
↓ ↓
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Defisit perawatan diri
↓
Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
B. DIAGNOSA
1. Gangguan Sensori Persepsi: Pendengaran berhubungan dengan menarik
diri
2. Isolisasi Sosial berhubungan dengan harga diri rendah
3. ResikoMencederaiDiriberhubungandenganhalusinasipendengaran
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA 1 GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: PENDENGARAN
BERHUBUNGAN DENGAN MENARIK DIRI
TUJUAN KRITERIA HASIL
setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 5 x
pertemuan klien dapat
mendiskusikan isi halusinasi
dan dapat mendefinisikan
dan mengurangi terjadinya
halusinasi
Klien dapat mengakui bahwa halusinasi
terjadi pada saat ansietas meningkat
secara ekstrem
Klien dapat mengatakan tanda-tanda
peningkatan ansietas dengan
menggunakan teknik tertentu untuk
memutus ansietas tersebut.
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Obsevasi pasien dari tanda-tanda 1. Intervensi awal akan
halusinasi sikap seperti mendengarkan
sesuatu,bicara atau tertawa sendiri,
terdiam ditengah-tengah pembicaraan)
mencegah respons agresif
yang diperintah dari
halusinasinya
2. Hindari menyentuh pasien sebelum
perawat mengisyaratkan kepada pasien
bahwa perawat juga tidak apa-apa bila
doperlakukan seperti itu
2. Pasien dapat saja
mengartikan sentuhan
sebagai suatu ancaman
dan berespons dengan
cara yang agresif
3. Sikap menerima akan mendorong
pasien untuk menceritakan isi
halusinasinya dengan perawat
3. Hal ini penting untuk
mencegah kemungkinan
terjadinya cedera terhadap
pasien atau orang lain
karena adanya perintah
dari halusinasi
4. Jangan dukung halusinasi. Gunakan
kata-kata ” suara tersebut: dari pada
kata-kata “ mereka” yang secara tidak
langsung akan memvalidasi hal
tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa
perawat tidak sedang membagikan
persepsi perawat. Katakan “ mesikpun
saya menyadari bahwa suara-suara
tersebut nyata untuk anda, saya sendiri
tidak mendengarkan suara-suara yang
berbicara apapun:.
4. Perawat harus jujur kepada
pasien sehingga pasien
menyadari bahwa
halusinasi tersebut adalah
tidak nyata
5. Coba untuk menghubungkan waktu
terjadinya halusinasi dengan waktu
meningkatnya ansietas. Bantu pasien
untuk mengerti hubungan ini
5. Jika pasien dapat belajar
untuk menghentikan
peningkatan ansietas,
halusinasi dapat dicegah
6. Coba untuk mengalihkan pasien dari
halusinasinya
6. Keterlibatan pasien dalam
kegiatan-kegiatan
interpersonal dan jelaskan
tentang situasi kegiatan
tersebut, hal ini akan
menolong pasien untuk
kembali kepada realita.
DIAGNOSA 2 ISOLISASI SOSIAL BERHUBUNGAN DENGAN HARGA
DIRI RENDAH
TUJUAN KRITERIA HASIL
setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 5 x
pertemuan:
Pasien dapat
menyadari
penyebab isolasi
sosial
Pasien dapat
berinteraksi
dengan orang lain
serta lngkungan
Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial,
keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan
orang lain
Klien dapat membuat rencana kegaiatan yang
realistis sesuai kemauan dan kemampuan klien
Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam
meningkatkan harga dirinya
INTERVENSI RASIONALISASI
TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
1. Beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya,
dan bimbing klien
mengungkapkan perasannya
dengan menggunakan
pertanyaan terbuka)
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
dengan cara mengurangi stimulus
eksternal yang berlebihan dalam
interaksi
1. Dengan mengungkapkan
perasannya beban klien akan
berkurang
2. Lingkungan yang tenang mampu
membantu klien dalam
memfokuskan pikirannya
TUK 2:Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
1. Diskusikan kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki klien
2. Hindari memberi penilaian negatif
3. Diskusikan kemampuan yang
1. Memotivasi klien memandang
dirinya secara positif
2. penilain negatif semakin
menambah rasa tidak percaya
masih dimiliki klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-
hari
diri klien
3. Kemampuan dalam
melaksanakan kegiatan
meningkatkan harga diri klien
TUK 3:Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan
kerugian berinteraksi dengan orang lain
1. Tanyakan pendapat pasien
tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
2. Tanyakan apa yang menyebabkan
pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
3. Diskusikan keuntungan bila pasien
mempunyai banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
4. Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
1. Memberikan informasi tentang
respon sosial dan keyakinan
klien sebagai dasar tindakan
koping yang adaptif
2. Mengetahui respon maladaptif
dari pasien dan berusaha
memperbaikinya
3. Mengetahui kopinmg dari klien
dan berusaha menguatkan
koping yang adaptif dari pasien
4. Memperbaiki koping yang
maladaptif dari pasien
TUK 4:Klien dapat membuat rencana kegaiatan yang realistis sesuai
kemauan dan kemampuan klien
1. Bimbing klien untuk dapat
menentukan keinginanya dalam
beraktivitas( berolahraga,merawa
t diri)
2. Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain
3. Berikan kesempatan pasien
mempraktekan cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat
1. Memberikan klien gambaran
tentang kemampuannya
2. memberikan role model bagi klien
sehingga mudah bagi klien untuk
melakukan kegiatan/berinteraksi
3. Memberikan klien gambaran
tentang kemampuannya dan
penilain terhadap dirinya
TUK 5:Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam meningkatkan harga
dirinya
1. Anjurkan keluarga untuk dapat
memotivasi klien untuk
melakukan aktivitas
1. Keluarga mempunyai arti yang
penting bagi klien
2. Mendukung klien dalam
2. Anjurkan agar keluarga dapat
menyediakan fasilitas yang
terkait dengan kegiatan
melakukan aktivitasnya
DIAGNOSA 3 RESIKO MENCEDERAI DIRI
BERHUBUNGAN DENGAN
HALUSINASIPENDENGARAN
TUJUAN KRITERIA HASIL
Setelahdiberikanintervensikeperawat
anselama 2 x pertemuan,
Klientidakmencideraidiri sendiri dan
dapat mengendalikan halusinasinya.
Kliendapatmembinahubungansalin
gpercaya
Kliendapatmengenalhalusinasi
Kliendapatmengontrolhalusinasi
Klienmendapatdukungan dari
keluargadalammengontrolhalusina
si
Klien
memanfaatkanobatdenganbaik
INTERVENSI RASIONALISASI
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
1. Bina hubungan saling percaya
• Salam terapeutik
• Perkenalkan diri
• Jelaskan tujuan interaksi
• Buat kontrak yang jelas
• Menerima klien apa adanya
• Kontak mata positif
• Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa
empati.
1. Hubungan saling percaya
sebagai dasar interaksi
yang terapeutik antara
perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh
klien sebagai bukti bahwa
klien mempercayai
perawat
3. Empati perawat akan
meningkatkan hubungan
terapeutik perawat-klien
TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Adakan kontak secara sering dan singkat
Observasi tingkah laku verbal dan non
verbal klien yang terkait dengan
1. Mengurangi waktu
kosong bagi klien untuk
halusinasi (sikap seperti mendengarkan
sesuatu, bicara atau tertawa sendiri,
terdiam di tengah – tengah
pembicaraan).
Terima halusinasi sebagai hal yang nyata
bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
Identifikasi bersama klien tentang waktu
munculnya halusinasi, isi halusinasi dan
frekuensi timbulnya halusinasi.
Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya ketika halusinasi muncul.
Diskusikan dengan klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi.
menyendiri.
2. Mengumpulkan data
intervensi terkait dengan
halusinasi.
3. Memperkenalkan hal
yang merupakan realita
pada klien.
4. Melibatkan klien dalam
memperkenalkan
halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien
sebagai data intervensi
keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien
mengenali tingkah
lakunya saat halusinasi.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Identifikasi tindakan klien yang positif.
Beri pujian atas tindakan klien yang
positif.
Bersama klien rencanakan kegiatan
untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Diskusikan ajarkan cara mengatasi
halusinasi.
Dorong klien untuk memilih cara yang
disukai untuk mengontrol halusinasi.
Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
Dorong klien untuk melakukan tindakan
yang telah dipilih.
Diskusikan dengan klien hasil atau upaya
yang telah dilakukan.
Beri penguatan atas upaya yang telah
berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada
keluhan klien tentang cara yang dipilih.
1. Mengetahui cara – cara
klien mengatasi
halusinasi baik yang
positif maupun yang
negatif.
2. Menghargai respon atau
upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam
menentukan rencana
intervensi.
4. Memberikan informasi
dan alternatif cara
mengatasi halusinasi
pada klien.
5. Memberi kesempatan
pada klien untuk
memilihkan cara sesuai
kehendak dan
kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa
percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas
upaya yang telah
dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam
menghadapi masalah
halusinasi lanjutan
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
1. Diskusikan dengan klien tentang obat
untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa
klien minum obat sesuai program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek
dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek
dan efek samping obat
1. Memberikan informasi
dan meningkatkan
pengetahuan klien
tentang efek obat
terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien
meminum obat secara
teratur.
3. Mengobservasi efektivitas
program pengobatan.
4. Memastikan efek obat –
obatan yang tidak
diharapkan terhadap
klien.
TUK 5 :Klienmendapatdukungankeluarga dalam mengendalikan halusinasi.
1. Bina hubungan saling percaya dengan
klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang
halusinasi dan tindakan yang dilakukan
keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang
baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga
1. Sebagaiupayamembinahu
bungan terapeutik dengan
keluarga.
2. Mencari data awal untuk
menentukan intervensi
selanjutnya.
3. Penguatan untuk
menghargai upaya
tentang : halusinasi, tanda – tanda dan
cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang
positif.
keluarga.
4. Memberikan informasi
dan mengajarkan
keluarga tentang
halusinasi dan cara
merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sudden .1988.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Towsend, Mary C .1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Stuart, G.W., dan Laraia, 2003. Principles and practice of psychiatric Nursing.St.
Louis: Mosby year book.