konsep dasar asuhan keperawatan snh
DESCRIPTION
snhTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK
OLEH:
KADEK AYU ASTRI NOVITASARI, S.Kep
14.901.0951
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda – tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala – gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vascular (Hendro Susilo, 2006).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak
(Sudoyo Aru, 2009).
Stroke non hemoragik (iskemik) adalah gangguan peredaran darah pada otak
yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark
atau iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat. Tidak terjadi perdarahan
dan kesadaran umumnya baik. Stroke non hemoragik terjadi karena penurunan aliran
darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada sebagian
jaringan otak.
2. Epidemiologi
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern
saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan
maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung meningkat setiap tahun , bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif. Sroke, dapat menyerang setiap usia, bertambahnya usia, makin
tinggi usia seseorang ,makin tinggi kemungkinan terkena serangan srtoke.
Di Indonesia, belum ada data epidemiologis srtoke yang lengkap, tetapi proporsi
penderita sroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan
survey kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai Rumah Sakit di 27 provinsi di
Indonesia. Hasil survey itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai
1986, dari 0,72% penderita pada 1984 menjadi 0,89% penderita pada 1986.
Sroke atau cerebrovaskular accident, merupakan penyebab invaliditas yang
paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun. Di Negara industry, stroke
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan.
3. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :
a. TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam
waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu..
c. Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
d. Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanen
4. Etiologi
a. Trombosis Serebri
Trobosis serebri ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orng tua
yang sering tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebri. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak :
1) Arteriosklerosis
Arteroskerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan dan elastisitas didinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
arterosklerosis bermacam – macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut ; lumen arteri menyempit dan dan menyebabkan
berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadi thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi
lemah dan terjadi aneurisme kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan vikositas/hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebri.
3) Arteritis ( radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli : katup – katup jantung
yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark miokardium, fibrilasi,
dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan kecil. Endokarditis oleh bakteri dan
non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan – gumpalan pada
endokardium.
5. Faktor Risiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
a. Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga
dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah
khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga Berdampak
juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
f. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
h. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
i. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
j. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
6. Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor – faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
local (thrombus, emboli, spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia,
karena gangguan paru – paru dan jantung). Arteroskerosis sering kali merupakan faktor
penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis tempat aliran darah dan akan lambat / terjadi turbelensi.
Trobus dapat peah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan :
a. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan
b. Udema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang – kadang sudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena thrombosis biasanya tidak fotal, jika tidak terjadi perdarahan pasif.
Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh
darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, tau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini dapat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma peah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture arterosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebri yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dan keseluruhan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak / peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri
atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus
kaudatus, falamus dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak
terganggunya drainase otak.
Elemen – elemen vasoaktif darah yang keluar serta kastrade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron – neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lebar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebral dengan volume antara 30cc-60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75% tetapi volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
Pathway
Faktor – faktor risiko stroke
Ateroskerosis, Katup jantung rusak, miokard, Aneurisma, hiperkoagulasi, Arteritis infark,fibrilasi,endokarditis malformasi, Arteriovenous
Trombosis Penyumbatan pembuluh darah otak o/ Perdarahan cerebral bekuan darah, lemak & udara intracranial
Pembuluh darah Emboli serebral Perembesan darah ke oklusi dlm parenkim otak
Iskemik jaringan Infark otak, edema &
herniasi otakEdema & kongesti Defisit neurologis sekitar
Infark Kehilangan kontrol Peningkatan TIK Kemampuan batuk Disfungsi serebral volunteer menurun, kurang Bahasa & mobilitas fisik & komunikasi . hemiplegia & Herniasi falks produksi secret . hemiparesis serebri & foramen magnum
Kompresi batang otak Disarkia disfasia,
apraksia Koma Depresi saraf kardiovaskular
dan pernapasan
Intake nutrisi Kelemahan Disfungsi tdk adekuat fisik umum kandung kemih &
saluran pencernaan
Kematian
Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Otak Hambatan Mobilitas Fisik
Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas
Hambatan Komunikasi
Verbal
Gangguan Eliminasi Urine dan Disfungsi Motilitas
Gastrointestinal
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
Defisit Perawatan Diri (ADL)
Stroke non hemoragik
Tingkat kesadaran disfungsi persepsi sensori spasial dan kehilangan sensorik
bed rest
Penekanan Jaringan setempat
Iskemik pada jar. di hipotalamus
Gangguan termoregulasi
tubuh
Hipertermi
Suhu tubuh meningkat
Kurang terpajan terhadap informasi
Defisiensi Pengetahuan
Ansietas
Perubahan Persepsi Sensori
Kerusakan Intregitas Kulit
7. Gejala Klinis
a. Awitan (onset) : Sub- akut
b. Waktu ( saat terjadi awitan): Mendadak
c. Peringatan :Bangun pagi / istirahat.
d. Nyeri Kepala: ±50% TIA
e. ± terjadi kejang
f. Tidak terjadi muntah
g. Kadang kesadaran menurun atau koma
h. Tidak terjadi kaku kuduk
i. Tidak terjadi edema pupil
j. Tidak terjadi perdarahan retina
k. Terjadi bradikardi pada hari ke -4
l. Penyakit lain : tanda adanya arteriosklerosis di retina, koroner, perifer, emboli,
pada kelainan kutub, fibrilasi, bising karotis.
m. Angiografi : oklusi stenosis
n. CT scan : Densitas berkurang (lesi Hipodensi)
o. Jika dilakukan pemeriksaan mata menggunakan opthalmoskop didapatkan
fenomena silang silver wire art.
8. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi nafas seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke
dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran
composmetis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan . Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovelemik
yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi TD > 200mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologist bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral ( sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pengkajian
terfokus dan lebih lengkapa dibandingkan dengan pengkajian system lainnya.
d. B4 ( Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, ketidakmampuan
untuk menggunakan sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan tehnik steril. Inkotinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 ( Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menalan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya inkotinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron atas melintas, gangguan
control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga
dikaji tanda – tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena
pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda – tanda
vital: meningkatnya tekanan darah. Dan denyut nadi bervariasi.
Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadarn kita merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk mendeteksi
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lajut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
g. Status Mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik dimana pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
h. Fungsi Intelektual : Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
i. Kemampuan Bahasa : Penurunan kemampuan bhasa tergantung dari daerah lesi
yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area wernickle)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
( area broca ) didaptkan disfagia ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan cepat dan bicaranya tidak lancer. Distarsia
( kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertangguang jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia ( ketidakmapuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya ) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
j. Lobus Frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tingggi mungkin rusak. Disfungsi ini ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa , dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka.
k. Hemisfer : Stroke hemisfer kanan mrnyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati,
kelainan lapang pandang sebelah kanan, difagia global, afasia, dan mudah
frustasi.
Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I : Biasanya pada klien sroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II : Biasanya persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual – spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) yang terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c. Saraf III, IV,VI : Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot – otot
okularis didapatkan penurunankemampuan gerakan konjgat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V : Pada keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot
– otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Saraf XI : Tidak ada Antrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal Fungsi
Pemeriksaan Likuoryang merahbiasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,
sedangkan perdarahan yang keil biasnya nlikuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari –hari pertama.
c. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darahdapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur
turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
d. CT scan : Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hipertensi fokal, kadang – kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
e. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat hemoragik.
f. USG Droppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
g. EEG (Elektroenchepalography)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
10. Komplikasi
a. Dalam hal imobilisasi : Infeksi pernapasan, nyeri tekan, kontipasi, dan
tromboflebitis
b. Dalam hal paralisis : Nyeripada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas,
dan terjatuh.
c. Dalam halb kerusakan otak : epilepsy dan sakit kepala
d. Hidrosefalus
11. Prognosis
Menurut Chusid (2006) prognosis thrombosis cerebri ditentukan oleh lokasi dan
luasnya infark, juga keadaan umum pasien. Umumnya makin lambat penyembuhannya,
maka semakin buruk prognosisnya. Pada emboli cerebri, prognosis ditentukan juga dengan
adanya emboli dalam organ – organ yang lain. Bila pasien dapat mengatasi serangan yag
akut, prognosis kehidupannya membaik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita
dapat berjalan lagi dan mengurus dirinya.
12. Therapy/ Tindakan Penanganan
a. Pengobatan konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secarapercobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetozolamid, papaverin arterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
Antigregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan aggregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
b. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
13. Penatalaksanaan Medis
a. Berusaha menstabilkan tanda- tanda vital dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan
lender, oksigenasi, kalu perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
b. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangn memakai kateter.
c. Menempatkan pasien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan – latihan
gerak pasif.
14. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang
– orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko sebanyak mungkin, seperti
kebiasaan merokok, hipertensi dan stenosis di pembuluh carotid, mengatur pada makan
yangsehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta
olahraga secara teratur.
Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American
Stroke Association Council, Council on Cardiovascular radiologi and Intervention
memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai
penyakit yang ditimbulkan oleh arterosklerosis, penggunaan senyawa anti – trombotik
untuk kardioembolisme dan senyawa anti – keeping darah bagi kasus non-
kardioembolisme, diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection,
patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, stroke saat kehamilan, stroke akibat
pengguanaan hormone pasca menopause, hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes dan
konsumsi obat – obatan dan lain – lain.
B. KONSEPDASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada lansia), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register dan diagnosis medis dan kaji akan masalah
emosional, Bartel Indeks, GDS, SPSMQ.
b. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat px bangun pagi/ istirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala ± 50 %
pada stroke non hemoragik TIA, biasanya px dengan stroke non hemoragik
jarang mengalami mual muntah. Selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau ganguan fungsi otak yang lain. Stroke non hemoragik juga dapat terjadi
kejang sampai tidak sadar. Adanya penurunan dan perubahan pada tingkat
kesadaran dalam hal perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsive dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus ,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral ynag
lama, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspiri, vasodilator, obat – obat
adiktif
dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat – obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat anti hipertensi, antilipidia, penghambat beta
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat Penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
e. Pengkajian (Bio – psiko – sosio – cultural - spiritual)
1) Aktivitas/ istirahat
Adanya kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis terdapat ganguan
tonus otot dan gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
Adanya hipertensi arterial, disritmia, desiran pada karotis dan aorta yang
abnormal.
3) Integritas Ego
Ditemukan adanya emosi yang labil dan kesulitan untuk
mengekspresikan diri, perasaan tidak berdaya dan putus asa.
4) Eliminasi
Ditemukan adanya perubhan pola berkemih seperti inkotinensia urine
maupun anuria, distensi abdomen (pada perabaan kandung kemih
berlebihan).
5) Status nutrisi
Didapatkan anoreksia, mual dan muntah fase peningkatan TIK,
kehilangan sensasi pada lidah (rasa kecap), pipi, tenggorokan, disfagia
(kesulitan menelan)
6) Neuro sensori
Sinkope/pusing (sebelum serangam CSV/selama
TIA).Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan
TIA yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang
lain.), sisi yang terkena terlihat seperti “mati / lumpuh”, penglihatan
menurun , seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler), penglihatan ganda(diplopia) atau gangguan yang lain.
Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik kontralateral (pada sisi tubuh
yang berlawanan) pada ekstrimitas dan kadang – kadang pada ipsilateral
(yang satu sisi) pada wajah. Status mental/ tiingkat kesadaran : tingkat
kesadarannya biasanya sadar jika penyebabnya adalah thrombosis yang
bersifat alami.
7) Nyeri / kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda – beda (karena arteri
karotis terkena). Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
pada otot/fasia.
8) Pernapasan
Otot – otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru – paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapisitas
pernafasan maksimun menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
alveoli ukuranya melebear dari biasa dan jumlahnya berkurang. O2 pada
arteri menurun menjadi 75mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti,
kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan pegas, dinding, dada,
dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
9) Keamanan
Motorik / Sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi terhadap orientasi tempat tubuh
(stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke
kanan) . Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Sfingter
pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, berkurangnya laus
pandangnya, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
pengelihatan.
10) Interaksi social
Masalah bicara , ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11) Penyuluhan / Pembelajaran
Bantuan dalam hal transportasi, olahraga (senam lansia), penyiapan
makanan, perawatan diri secara mandiri, tindakan mencegah
kecelakaan, dan memelihara keseimbangan istirahat/tidur.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Hambatan mobilitas fisik b/d hemiparese, kelemahan neuromuscular pada
ekstremitas
b. Hambatan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area berbicara
pada hemisfer otak
c. Hipertermi b/d iskemik jaringan hipotalamus
d. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan sensori, penurunan penglihatan
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan neuromuscular , menurunnya kekuatan
dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
f. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d penurunan kesadaran, imobilitas,
asupan cairan yang tidak adekuat
g. Gangguan eliminasi urine b/d lesi pada neuron motor atas
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot
dalam mengunyah dan menelan
j. Kerusakan integritas kulit b/d tirah baring yang lama
k. Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi
informasi, kurang mengingat, bahkan tidak mengenal sumber informasi.
l. Ansietas b/d ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan
m. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d oklusi otak, vasospasme
dan edema otak
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan & kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam
diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya, dengan kriteria hasil :
1) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
2) Tidak terjadi kontraktur sendi , meningkatnya kekuatan otot, klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Kaji mobilitas yang ada &observasi
terhadap peningkatan klerusakan.
Kaji secara teratur fungsi motorik
Mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas
Inspeksi kulit bagian distal tiap hari
pantau kulit & membrane mukosa
terhadap iritasi, kemerahan / lecet -
lecet
Deteksi diri adanya yang sirkulasi &
hilang sensasi risiko tinggi kerusakan
integrasi kulit kemungkinan
komplikasi imobilitasasi
MANDIRI
Ubah posisi klien tiap 2 jam
(terlentang, miring)
Menurunkan risiko terjadinya
iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang
tertekan, dan menghindari dekubitus.
Lakukan gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit
Otot volunter akan kehilangan tonus
& kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
HEALTH EDUCATION (HE)
Ajarkan klien untuk melakukan
latuhan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit
Gerakan aktif memberikan massa,
tonus & kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung &
pernapasan
KOLABORASI
Kolaborasikan dengan fisioterafi
untuk latihan fisik klien
Peningkatan kemampuan dalam
mobilitas ekstrimitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari
tim fisioterafi
Berikan obat relaksan otot,
antispasmodic sesuai indikasi
seperti baklofen dantrolen
Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan spashsitas pada
ekstremitas yang terganggu.
b. Tujuan & kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan …x 24 jam, diharapkan
klien dapat menunjukkan pengertian terhadap komunikasi verbal, mampu
mengekspresikan perasaannya< mampu menggunakan bahsa isyarat dengan
kjriteria hasil :
1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi,
klien mampu merespo setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Kaji tipe disfungsi misalnya klien
tidak mengerti tentang kata – kata
Membantu menentukan kerusakan
area pada otak & menentukan
atau masalah bicara atau tidak
mengerti bahasa sendiri
kesulitan klien dengan sebagian /
seluruh proses komunikasi , klien
mungkin mempunyai masalah
dalam mengertikan kata – kata
(afasia, area wernicke, &
kerusakan pada area broca)
Perhatikan percakapan klien &
hindari berbicara secara sepihak
Memungkinkan klien dihargai
karena kemampuan intelektualnya
masih baik
MANDIRI
Katakan untuk mengikuti perintah
secara sederhana seperti tutup
matamu dan lihat ke pintu
Untuk menguji afasia reseptif
Perintahkan klien untuk
menyebutkan nama suatu benda
yang diperhatikan
Menguji afasia ekspresif misalnya
klien dapat mengenal benda
tersebut tetapi tidak dapat
menmyebutkan namanya.
HEALTH EDUCATION (HE)
Ajarkan pengunjung berkomunikasi
denngan kien misalnya membaca
surat membicarakan kluarga
Menurunkan isolasi social &
mengefektifkan komunikasi
KOLABORASI
Konsultasikan ke ahli terapi bicara Mengkaji kemampuan verbal
individual & sensorik, motorik &
fungsi kognitif untuk
mengidentifikasikan desfisit &
kebutuhan terapi
c. Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ...x 24 jam, diharapkan suhu tubuh pasien kembali normal dengan
kriteria hasil:
1) Pasien tidak mengeluh badanna panas.
2) Akral tidak teraba panas.
3) Kulit pasien tidak kemerahan.
4) Pasien tidak menggigil.
5) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 – 37,5 0C).
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Observasi tanda-tanda vital pasien
terutama suhu.
Mengukur tanda-tanda vital
digunakan sebagai acuan untuk
menentukan intervensi
selanjutnya.
MANDIRI
Berikan kompres hangat Mengurangi panas dengan
pemindahan panas secara kondusi
Anjurkan px minum yang banyak,
2-3 liter per hari
Minum dapat menurunkan suhu
tubuh pasien.
HEALTH EDUCATION (HE)
Anjurkan pasien menggunakan
pakaian yang tipis.
Pakaian tipis dapat mempermudah
menyerap keringat.
KOLABORASI
Kolaborasi dalam pemberian obat
antipiretik.
Obat antipiretik dapat
menurunkan panas tubuh.
Delegatif dalam pemberian cairan
parenteral.
Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh pasien karena pasien akan
lebih banyak kehilangan cairan
jika suhu tubuhnya meningkat.
d. Tujuan & kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x
24 jam, diharapkan ganguan persepsi sensori dapat diatasi dengan kriteria
hasil :
1) Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran & fungsi perceptual,
mengetahui perubahan dalam kemampuan & adanya keterlibatan
residual, mendemonsrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
defisit hasil.
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Lihat kembali proses patologis
kondisi individual
Kesadaran akan tipe / daerah yang
terkena membantu dalam
mengkaji / mengantisipasi deficit
spesifik & perawatan
Evaluasi adanya gangguan
penglihatan. Catat adanya
penurunan lapang pandang ,
perubahan ketajaman persepsi
(bidang horishontal/ vertikal),
adanya diplopia (pandangan ganda)
Munculnya gangguan penglihatan
dapat berdampak negative
terhadap kemampuan px untuk
menerima lingkungan &
mempelajari kembali keterampilan
motorik & meningkatkan risiko
terjadinya cedera
MANDIRI
Dekati px dari daerah penglihatan
yang normal. Biarkan lampu
menyala letakkan benda dalam
jangkauan lapang penglihatan yang
norma. Tutup mata yang sakit jika
perlu
Pemberian pengenalan terhadap
adanya aorang / benda yang dapat
membantu masalah persepsi ,
mencegah px dari terkejut.
Ciptakan lingkungan yang
ssederhana pindahlkan perabotan
yang membahayakan
Menurunkan / membatasi jumlah
stimulasi penglihatan yang
mungkin dapat menimbulkan
kebingungan terhadap interpretasi
lingkungan.
HEALTH EDUCATION (HE)
Ajarkan px untuk mengamati
kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu
Penggunaan stimulasi penglihatan
& sentuhan membantu
mengintegrasikan kembali sisi
yang sakit
e. Tujuan & kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan …x 24 jam,
diharapkna terjadi peningkatan perilaku px dalam perawatan diri dengan
kriteria hasil :
1) Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri , klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan tingkat kemampaun , mengidentifikasi personal / masyarakat yg
dapat membantu
INTERVENSI RASIONALISAI
OBSERVASI
Kaji kemampuan & tingkat penurunan
dalam skala 0 -4 untuk melakukan
ADL
Membantu dalam
mengantisipasi
&merencanakan pertemuan
kebutuhan individual
Kaji kemampuan komunikasi untuk
BAK. Kemampuan menggunakan
urinal pispot. Antarkan ke kamar
mandi bila kondisi memungkinkan
Ketidakmampuan
berkomunikasi dengan
perawat dapat menimbulkan
masalah pengosongan
terkandung kemih oleh karena
masalah neurogenik
MANDIRI
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
klien & bantu bila perlu
Bagi klien dalam keadaan
cemas & tergantung hal ini
dilakukan untuk mencegah
frustasi & harga diri klien
Beri kesempatan untuk menolong diri
seperti menggunakan kombinasi pisau,
garpu, sikat dengan pegangan panjang ,
dll
Mengurangi ketergantungan
HEALTH EDUCATION (HE)
Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan
minum & meningkatkan aktivitas
Meningkatkan latihan &
menolong mencegah
konstipasi
KOLABORASI
Pemberian suposituria & pelumas
feses/ pencahar
Pertolongan utama terhadap
fungsi usus atau defekasi
Konsultasikan ke dokter terapi okupasi Untuk mengembangkan terapi
dan melengkapi kebutuhan
khusus
f. Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan …. X 24
jam, diharapkan motilitas gastrointestinal dapat berfungsi dengan normal,
dengan kriteria hasil :
1) Klien dapat defekasi secara spontan & lancar tanpa menggunakan obat,
konsistensi feses lembek terbentuk, tidak teraba massa pada kolon
(scibala), bising usus normal (15 – 30 x/menit)
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Catat adanya distensi abdomen &
auskultasi peristaltik kontraindikasi
Distensi & hilangnya peristaltic
usus merupakan tanda bahwa
fungsi defekasi hilang yang
kemungkinan berhubungan
dengan kehilangan persarafan
paristaltik usus besar dengan
tiba – tiba
MANDIRI
Bila klien mampu minum, berikan
asupan cairan yang cukup (2 liter/
hari) jika tidak ada kontraindikasi
Masukan cairan adekuat &
membantu mempertahankan
konsistensi fese yang sesuai
pada usus& membantu
eliminasi regular
Lakukan mobilitas sesuai dengan
keadaan klien
Aktivitas fisik regular
membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus otot
abdomen & merangsang nafsu
makan & peristaltic
HEALTH EDUCATION (HE)
Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab
konstipasi
Klien dan keluarga akan
mengerti tentang penyebab
konstipasi
Berikan penjelasan pada klien Diet seimbang tinggi
untuk makan makanan yang
mengandung serat
kkandungan serat merangsang
peristaltic & eliminasi reguler
KOLABORASI
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak feses
(laksatif, suposituria, edema)
Pelunak feses meningkatkan
efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi
g. Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24
jam, diharapkan yang eliminasi urine dapat diatasi dengan kriteria hasil :
1) Mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai kebutuhan
individu
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Observasi dan catat frekuensi
berkemih
Menentukan apakah kandung kemih
dikosongkan dan saat kapan intervensi
itu diperlukan
MANDIRI
Lakukan palpasi terhadap
adanya distensi kandung kemih
Dapat menandakan adanya
inkontinensia urine
Tingkatkan pemberian cairan Mempertahankan fungsi ginjal
Berikan stimulasi terhadap
pengosongan urine dengan
mengalirkan air, letakkan iar
hangat dan dingin secara
bergantian pada daerah
suprapubis, letakkan tangan
dalam air bhangat sesuai
kebutuhan
Meningkatkan proses perkemihan
dengan merelaksasikan sfingter urine
KOLABORASI
Lakukan kateterisasi terhadap
residu urine setelah berkemih
sesuai kebutuhan, Pasang/
pertahankan kateter folley
Kateter interrmitten atau yang terus
menerus mungkin diperlukan selama
beberapa hari pasca operasi sampai
terjadi penurunan pada proses
sesuai dengan kebutuhan pembengkakan
h. Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan …x 24
jam , diharapkan px mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan
jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi , dengan kriteria hasil :
1) Bunyi nafaas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar , selang trakea
bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi
penumpukkan secret di saluran nafas , RR 16 – 20 x/menit
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Kaji keadaan jalan nafas Obstruksi mungkin dapat
disebabkan oleh akumulasi sekret
Evaluasi pergerakan dada &
auskultasi suara nafas pada kedua
paru (bilsteraal)
Pergerakan dada yang simetri
dengan suara napas yang keluar
dan paru – paru menandakan
jalan nafas tidak terganggu
MANDIRI
Atur / ubah posisi secara teratur
(tiap j2 jam)
Mengatur pengeluaran secret dan
ventilasi segmen paru – paru ,
mengurangi resiko atelektasis
Berikan minum hangat jika
keadaan memungkinkan
Membantu pengenceran secret,
mempermudah pengeluaran
sekret
HEALTH EDUCATION (HE)
Ajarkan klien untuk metode yang
tepat untuk mengontrol batuk &
batuk efektif
Batuk yang tidak terkontrol
adalah melelahkan & tidak
efektif, menyebabkan frustasi
Ajarkan klien tindakan untuk
menurunkan viskositas sekresi,
mempertahankan hidrasi yang
adekuat, meningkatkan masukan
cairan 1000 – 1500 cc/hari bila
tidak terjadi kontraindikasi
Untuk menghindari pengentalan
dari secret atau mosa pada
saluran nafas bagian atas
KOLABORASI
Pemberian obat –obat
bronkodilator sesuai indikasi
seperti aminofilin, metaproteranol
sulfat (alupen), adoetarin
hidrochlorida (brontiosol)
Mengatur ventilasi dan
melepaskan secret karena
relaksasi otot/bronkospames
i. Tujuan dan kriteria hsil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x
24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
1) Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde lepass. BB meningkat 1 kg. HB dan
albumin dalam bats normal
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Observasi tekstur atau turgor
kulit
Mengeahui status nutrisi px
Observasi intake & output
nutrisi
Mengetahui keseimbangan nutrisi
px
Observasi posisi dan
keberhasilan sonde
Untuk menghindari risiko infeksi /
iritasi
MANDIRI
Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang
nafsu makan
Tentukan kemampuan klien
dalam mengunyah , menelan,
dan reflex untuk batuk
Untuk menetapkan jenis makanan
yang akan berikan pada klien
Mulailah untuk memberikan
makan per oral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat
menelan air
Makan lunak / cairan kental mudah
untuk mengendalikannya di dalam
mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi
Berikan makan sedikit tapi
sering
Untuk memenuhi nutisi px agar px
tidak muntah / mengeluarkan
makanan yang ada di perut
KOLABORASI
Berikan cairan melalui IV atau
makanan melalui sselang
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti &
juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut
j. Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …
x24 jam, diharapkan px mampu mempertahankan keutuhan kulit, dengan
kriteria hasil :
1) Klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda – tanda kemerahan
atau luka
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan & palpasi area sekitar
terhadap kehangatan &
pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
Hangat dan kelunakan merupakan
tanda kerusakan jaringan
MANDIRI
Anjurkan untuk melakukan
latihan ROM dan mobilisasi jika
mungkin
Meningkatkan aliran darah ke semua
daerah
Ubah posisi setiap 2 jam Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari
trauma , padas terhadap kulit
Mempertahankan keutuhan kulit
HEALTH EDUCATION (HE)
Anjurkan px untuk melakukan
perubahan posisi sesering
mungkin ditempat tidur ataupun
sewaktu duduk
Meningkatkan sirkulasi sistemik &
perifer dan menurunkan tekanan
pada kulit, mengurangi kerusakan
kulit.
KOLABORASI
Berikan terapi kinetic/matas,
berikan tekanan sesuai
kebutuhan
Meningkatkan sirkulasi sistemik,
perifer dan menurunkan tekanan
pada kulit, mengurangikerusakan
kulit
k. Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …
x24 jam, diharapkan px mampu mengenali kondisi, prognosis, dan
pengobatannya, dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan,
mengidentifikasi hubungan dari tanda atau gejala terhadap kondisi,
memulai perubahan gaya hidup atau perilaku yang tepat,
mengidentifikasi perilaku yang stress dan metode khusus untuk
menghadapinya.
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Identifikasi dan diskusikan risiko
timbulnya bahaya yang tidak nyata
dan terapi alternatif
Klien tidak menerima dengan tidaka
adanya kesembuhan dari standar
penanganan yang dialakukan dan
akan mencari sumber lain yng
memberikan kesembuhan.
Diskusikan mengenai posisi tubuh
yang normal
Menurunkan regangan otot leher dan
lengan, serta menghilangkan
ketegangan tubuh.
MANDIRI
Anjurkan klien untuk menyediakan
waktu agar dapat relaksasi.
Perasaan berlebihan mengakibatkan
lupa untuk memikirkan penerimaan
diri yang dapat memperberat sakit
kepala.
Anjurkan untuk menggunakan
aktivitas otak dengan benar, missal,
mencintai dan tertawa.
Pengeluaran penghilang nyeri tubuh
alamiah (endorphin) membantu klien
menurunkan nyeri.
Anjurkan klien untuk selalu
memperhatikan sakit kepala yang
dialami dan faktor presipitasi
Memberi kesempatan me-
ngidentifikasi atau mengendalikan
faktor yang menjadi pencetus akibat
sakit kepala.
Bantu klien mengidentifikasi faktor
predisposisi, seperti stress, emosi,
suhu yang berlebihan, alregi
terhadap makanan atau lingkungan.
Menghindari faktor untuk mencegah
berulangnya atau kambuhnya
serangan.
HEALTH EDUCATION (HE)
Berikan informasi mengenai
penyebab sakit kepala, penanganan
dan hasil yang diharapkan.
Pemahaman terhadap informasi
membantu menentukan pilihan,
belajar mengatasi masalah, dan
meningkatkan harga diri.
KOLABORASI
Diskusikan dengan tim dokter ttg
etiologi sakit kepala bial diketahui
Mempengaruhi pemilihan terhadap
penanganan dan berkembang kearah
proses penyembuhan.
Diskusikan tentang obat dan efek
sampingnya.
Klien menjadi sangat ketergantungan
obat dan tidak mengenali bentuk
terapi lain.
l. Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24
jam diharapkan kecemasan hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
1) Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasikan penyebab/ faktor
yang mempengaruhinyadan menyatakan ansietas berkurang / hilang
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Kaji tada verbal & nonverbal
kecemasan, dampingii klien &
lakukan tindakan bila
Reaksi verbal / nonverbal dapat
menunjukkkan rasa agitasi, marah
menunjukkan perilaku merusak dan gelisah
MANDIRI
Bantu klien mengekspresikan
perasaan marah, kehilangan &
takutt
Cemas berkelanjutan dapat
memberikan dampak pada serangan
jantung selanjutnya
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah menurunkan kerja sama
& mungkin memperlambat
penyembuhan
Mulai melakukan tindakan,
untuk mengurangi kecemasan.
Beri lingkungann yang tenang
& suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal
yang tadak perlu
Tingkatkan control sensasi px Kontrol sensasi px dalam
menurunkan ketakutan dengan cara
memberikan informasi tentang
keasaan klien
HEALTH EDUCATION
(HE)
Berikan penjelasan hubungan
antara proses penyakit dan
gejalanya
Meningkatkan pemahaman,
mengurangi rasa takut karena
ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas
Berikan petunjukmengenai
sumber – sumber penyokong
yang ada seperti keluarga,
konselor profesionaldan
sebagainya
Memberikan jaminan bahwa
bantuan yang diperlukan adalah
penting untuk meningkatkan /
menyongkong mekanisme koping
px
m. Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x 24
jam diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal , dengan
kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah , tidak ada keluhan nyeri kepala & kejang
2) GCS 4,5,6 pupil isokor , reflek cahaya (+), TTV normal (nadi : 60 –
100 x/menit suhu : 36 - 36, 7 ®c , RR : 16 – 20 x/menit)
INTERVENSI RASIONALISASI
OBSERVASI
Monitor tanda – tanda status
neurologis dengan GCS
Dapat mengurangi kerusakan otak
lebih lanjut
Monitor tanda – tanda TTV seperti
TD, nadiu, suhu, dan frekunsi
pernapassan serta hati –
hatihipertensi sistolik
Pada keadaan normal, otoregulasi
mempertahankan keadaan TD
sistemik berubah secara fluktuasi
Monitor asupan dan pengeluaran Hipertermi dapat menyebabkan
peningkattan IWLn dan
meningkatkan risiko dehidrasi
terutama pada passion yang tidak
sadar, mual yang menurunkan asupan
per oral
Pantau / catat status neurologis
sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya / standar
Mengetahui kecendrungan tingkat
kesadaran dan potensial meningkat
TIK dan mengetahui lokasi, luas dan
kemajuan/resduksi kerusakan ssp
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk,
kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
okulomotor (III)dan berguna dalam
menentukan apakah batng otak
tersebut masih baik
MANDIRI
Baringkan pasien (tirah baring) total
demgam posisi tidur terlentang
tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intracranial
akan dapat menyebaabkan resiko
terjadinya herniasi otak
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung
Rangsangan aktivitas yang meningkat
dapat meningkatkan kenaikan TIK
Tentukan faktor – faktor yang
berhubungan dengan keadaan /
penyebab khusus selama koma/
Mempengaruhi penetapan intervensi
kerusakan /kemunduran tanda / gejala
neurologis/kegagalan
penurunan perfusi serebral an
potensial terjadinya peningkatan
TIK
memperbaikinya setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan.
HEALTH EDUCATION (HE)
Berikan penjelasan kepada keluarga
klien tentang sebab – sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Keluarga lebih berpartisipasi dalam
proses penyembuhan
Berikan penjelasan kepada klien
untuk menghindari batuk dan
mengejan berlebihan
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intracranial
dan potensial terjadi peradangan
ulang.
KOLABORASI
Berikan terapi sesuai instruksi
dokterseperti
steroid,
aminofel,
\antibiotik
Menurunkan permaebilitas kapiler
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolic / konsumsi
sel dan kejang
Monitor AGD bila diperlukan
pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis
disertai dengan pelepasan O2 pada
tingkat sel
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat
5. Evaluasi
a. Hambatan mobilitas fisik b/d hemiparese /hemiplagi , kelemahan
neuromuskula pada ekstremitas
1) Klien dapat ikut seta dalam program latihan
2) Tidak tejadi kontraktur sendi
3) Menungkatnya kekuatan otot
4) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
b. Hambatan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak
1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secaa verbal maupun
isyarat
c. Hipertermi b/d iskemik pada jaringan hipotalamus
1) Pasien melaporkan tidak panas
2) Akral tidak panas, kulit tidak kemerahan
3) Suhu tubuh dalam rentang normal (36, 5 – 37,5 0C)
d. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan sensorik, penuunan penglihatan
1) Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran & fungsi perceptual
2) Mengakui peubahan dalam kemampuan & adanya keterlibatan residual
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap / deficit
hasil
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan
& kesadaran
1) kien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri
2) klien mampu melakukan aktivitas perawatan dii sesuai denga tingkat
kemampuan
3) Mengidentifikasi personal / masyarakat yang dapat membantu
f. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d penurunan kesadaran, imobilitas,
asupan cairan yang tidak adekuat
1) Klien dapat defekasi secara spontan & lancar tanpa menggunakan obat
2) Konsistensi fese klien lembek berbentuk
3) Tidak teraba mukosa klien pada kolon (scibala)
4) Bising usus klien normal (15 – 30 x/menit)
g. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) b/d lesi pada neuron motor
atas
1) Klien dapat mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai
kebutuhan individu
h. Ketidakefektifan besihan jalan nafas b/d akumulasi secret
1) Bunyi napas klien terdengar bersih
2) Ronkhi klien sudah tidak terdengar
3) Selang trakea klien bebas sumbatan
4) Klien menunjukkan batuk yang efektif
5) Tidak ada lagi penumpukan secret di saluran napas klien
6) RR klien 16 – 20 x/menit
i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan otot
dalam mengunyah & menelan
1) Turgor kulit klien baik
2) Asupan klien dapat masuk sesuai kebutuhan
3) Klkien memiliki kemampuan menelan
4) Sonde klien dilepas
5) BB klien meningkat
6) Hb & albumin klien
j. Kerusakan integritas kulit b/d tirah baring yang lama
1) Klien mau berpartisipasi dalam pencegahan luka
2) Klien mengetahui penyebab & cara pencegahan luka
3) Klien tidak mengalami tanda – tanda kemerahanatau luka
k. Defisiensi pengetahuan b/d kurang mejanan/ kurang mengingat, tidak
mengenal informasi, keterbatasan kognitif.
1) Klien mengerti tentang kondisi dan pengobatannya.
2) Klien mengerti bahwa terdapat hubungan dari tanda gejala terhadap
kondisinya.
3) Sudah terjadi perubahan gaya hidup atau berperilaku yang tepat.
4) Klien mampu mengatasi stress dan menerapkan metode khusus untuk
menghadapinya.
l. Ansietas b/d ancaman , kondisi sakit & perubahan kesehatan
1) Klien dapat mengenal perasaannya
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab/ faktor yang mempengaruhinya
& menyatakan ansietas berkurang / hilang
m. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d oklusi otak, vasospasme &
edema otak.
1) Klien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyen kepala & kejang
3) GCS : 4,5,6
4) Pupil isokor, cahaya (+)
5) TTV nomal (nadi 60 – 100x/menit, suhu 36 – 36,7 ®c, RR = 16 – 20
x/menit)
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Neurologi.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Stanhope,M.2007. Buku Saku Keperawatan Komunitas : Pengkajian, Intervensi, dan
Penyuluhan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Stockslager, J.L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2 : Jakarta : EGC
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3 Edisi Keempat.
Jakarta : Internal Publishing