konsep ketuhanan dalam bhagavad gita
TRANSCRIPT
KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Mohammad Hafidz Hidayat P
NIM : 11150321000031
PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
i
ABSTRAK
Mohammad Hafidz Hidayat Putra
11150321000031
Konsep Ketuhanan Dalam Bhagavad Gita
Setiap kepercayaan yang ada di dalam suatu agama pasti menitik beratkan
kepada pembahasan tentang Tuhan. Namun banyak perbedaan pandangan
mengenai persoalan atau konsep Ketuhanan yang ada di setiap agama. Ada yang
mempercayai Tuhan itu melalui berbagai bentuk dan juga simbol. Ada pula yang
mempercayai bahwa Tuhan itu tidak berwujud dan tidak bisa disamakan dengan
apapun. Konsep Ketuhanan yang ada di dalam agama Hindu cukup membuat
bingung benak para penganut agama lain, dan membuat penganut agama lain
bertanya-tanya sosok Tuhan seperti apa yang dipercayai dan disembah oleh para
penganut agama Hindu.
Di dalam kitab Bhagavad Gita dijelaskan bahwasanya sosok Tuhan Yang
Maha Esa itu hanyalah satu. Sosok Tuhan yang tidak berwujud dan tidak bisa
dilacak oleh penglihatan kita sebagai manusia. Namun Tuhan yang jauh
(transendent) mewujudkan dirinya dalam berbagai bentuk agar bisa dikenali oleh
para pengikutnya.
Pada penelitian kali ini penulis melakukan penelitian dengan cara kajian
pustaka atau yang di kenal (Library Research). Melalui Library Research ini
penulis memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan judul atau topik
yang sedang di bahas. Disamping itu penulis juga menggunakan data-data yang di
perlukan, baik primer atau sekunder. Adapun data primer yang penulis dapat
adalah Srimad Bhagawad Gita, Pemikiran Hindu, serta melakukan wawancara
langsung dengan kepala dan wakil kepala Pasraman Pura Amrta Jati, Cinere.
Sedangkan untuk data sekunder penulis menggunakan buku-buku atau jurnal yang
masih berkaitan dengan topik yang sedang di bahas.
Dari hasil penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa, agama Hindu
bukanlah agama yang mempercayai banyak Tuhan atau dewa. Di dalam agama
Hindu dikenal sosok Brahman atau Tuhan yang Maha Esa. Para penganut agama
Hindu memang mengakui adanya dewa-dewa di dalam agamanya, akan tetapi
sosok dewa ini bukanlah yang paling tinggi, melainkan hanya manifestasi atau
wujud dari pada yang Tunggal yaitu Brahman.
Kata Kunci: Bhagavad Gita, Tuhan, Hindu.
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan nikmat-Nya,
yang telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Salawat dan salam senantiasa teriring untuk Nabi Muhammad SAW
beserta para sahabat dan keluarganya.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Hermawati, MA, selaku dosen pembimbing yang begitu tulus dan
sabar dalam memberikan bimbingan serta ilmunya kepada penulis
khusunya selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan kesehatan serta kelancaran rezeki.
2. Bapak Prof. Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasehat akademik,
terimakasih sudah bersedia untuk meluangkan waktunya dan memberikan
masukan serta arahan mengenai judul skripsi yang akan penulis kaji.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA., selaku
rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dr. Yusuf Rahman, MA.,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
4. Bapak Syaiful Azmi, MA., dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Studi Agama-Agama yang sangat ramah
iii
dalam menyambut kami para mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki
keperluan dengan jurusan.
5. Ibu Hj. Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag., yang sudah bersedia meluangkan
waktunya untuk menguji proposal skripsi penulis.
6. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA., yang bersedia meluangkan waktunya
untuk menguji ujian komprehensif penulis.
7. Seluruh staf dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi Agama-
Agama, Bapak Prof. Ridwan Lubis, Bapak Prof. Ikhsan Tanggok, Ibu
Marjuqoh, MA., Bapak Ismatu Ropi, Ph.D., Bapak M. Nuh Hasan, MA.,
Bapak Dadi Darmadi, MA., dan Bapak Dr. Amin Nurdin, MA., yang mana
telah memberikan ilmunya selama penulis mengecam pendidikan di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah membalas seluruh kebaikan
yang telah Bapak, Ibu dosen berikan kepada penulis.
8. Seluruh staf karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah membantu selama penulis berada di Fakultas
Ushuluddin.
9. Ayahanda tercinta M. Hidayat Alfie Syahrine, S.S., S.H., dan Ibunda
tersayang Darwani Yahya yang telah merawat dan membesarkan penulis
dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang teramat dalam. Tak
lupa pula Kakak kandung penulis Emil Ratna Hidayati, S.S yang selalu
memberikan semangat dan motivasi. Dan juga Kakak ipar penulis Nova
Hadi Syahputra, S.S., M.M., yang selalu menyemangati selama proses
penulisan skripsi ini.
iv
10. Bapak I. Wayan Swastawa, M.Pd., M.Si., selaku Kepala Pasraman Pura
Amrta Jati Cinere, yang telah bersedia membantu penulis untuk
memberikan informasi terkait penelitian ini
11. Bapak Karnadi, S.Pd.H., M.Si., selaku Wakil Kepala Pasraman Pura
Amrta Jati Cinere, yang telah bersedia membantu penulis untuk
memberikan informasi terkait penelitian ini.
12. Seseorang yang sangat sabar menemani penulis dalam 3 tahun terakhir,
Silvia Audita Putri, S.E., sosok yang selalu mensupport dan memberikan
motivasi yang tinggi.
13. Alwin Ramadani selaku sahabat penulis yang telah membantu dalam
penelitian ini.
14. Seluruh teman-teman Jurusan Studi Agama-Agama angkatan 2015,
terimakasih telah mau bekerja sama dan berproses selama 4 tahun ini.
Semoga kekompakan dan tali silaturahmi ini tak pernah putus.
15. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Hukum Universitas Pamulang
angkatan 2016, khususnya kelas kariyawan, Bripda Nurdin Taufik Aditya,
Bripda Ryan Pradani, Briptu Arif Arianto, Abang Komaruddin yang selalu
memotivasi penulis dan juga selalu memberikan semangat selama proses
penulisan skripsi ini. dan teman-teman yang lainnya yang mungkin tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
16. Teman-teman KKN “KREATIF 88” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang pernah bekerja sama selama satu bulan penuh dan memberikan
v
kenangan serta mengajarkan arti kebersamaan khususnya untuk diri
penulis pribadi.
Manusia adalah tempat salah dan dosa, dengan setulus hati penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca ketika ada kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharap kritik dan
saran yang membangun sebagai proses pembelajaran. Akhir kata penulis
mengucapkan banyak terimakasih.
Tengerang Selatan, 10 Agustus 2019
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7
D. Manfaat penelitian ............................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
F. Metedologi Penelitian ......................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12
BAB II GAMBARAN UMUM BHAGAVAD GITA
A. Sejarah Bhagavad Gita ......................................................................... 15
B. Ajaran-ajaran Bhagavad Gita .............................................................. 21
C. Kedudukan dan Peranan Bhagavad Gita ............................................. 29
BAB III KONSEP UMUM TENTANG KETUHANAN DALAM
AGAMA HINDU
A. Tuhan Dalam Teks-teks Suci .............................................................. 34
B. Sifat Ketuhanan Personal dan Impersonal .......................................... 40
C. Pandangan Tentang Monoteisme ........................................................ 43
D. Pandangan Tentang Politeisme ........................................................... 48
BAB IV ANALISIS TUHAN DALAM BHAGAVAD GITA
A. Brahman Aspek Kebenaran Yang Mutlak .......................................... 51
B. Konsep Nirguna Brahman ................................................................... 56
C. Konsep Saguna Brahman .................................................................... 59
D. Pandangan Tentang Ketuhanan Menurut Penganut Hindu Modern .... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 66
B. Saran .................................................................................................... 68
vii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 69
LAMPIRAN ................................................................................................... 74
A. Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian ........................................ 74
B. Lampiran 2 : Surat Keterangan Wawancara ........................................ 75
C. Lampiran 3 : Pedoman Wawancara .................................................... 77
D. Lampiran 4 : Hasil Wawancara ........................................................... 81
E. Lampiran 5 : Foto Penelitian dan Foto Kitab Bhagavad Gita ............. 87
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama dan manusia adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti
yang diyakini oleh umat Islam dan umat beragama pada umumnya.1 Pada
faktanya, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya pegangan atau pedoman yang
menjadi acuan dalam hidup. Karenanya, ia cenderung berusaha mengisi hidupnya
dengan cara dan jenis pedoman hidup apapun, meski pedoman tersebut beserta
nilai-nilai yang dikadungnya itu keliru dan menyesatkan. Pada saat itu, kehidupan
intelektualnya tidak diisi dengan keyakinan yang masuk akal dan ajaran yang
sehat. Dalam keadaan demikian, agama dapat menjadi pegangan hidup dan
intelektual dengan ajaran yang sehat dan mampu menyelamatkan seseorang dari
dorongan kecenderungan ke arah kesia-siaan dalam menjalani kehidupan
Disamping itu agama juga mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Selain
memberikan pedoman hidup yang bersifat spiritual, agama juga mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan.
Keyakinan agama mengajarkan kepada manusia bahwa pengetahuan tak
terbatas merupakan sumber dari keteraturan alam yang berlaku di jagat raya ini
(yang menjadi dasar dari teori ilmu pengetahuan), yang diibaratkan sebagai
sebuah buku maha besar yang dikarang seorang sarjana yang sangat cerdas. Setiap
halamannya yang berisi serangkaian paragraph dan kalimat, mengandungi cahaya
1 Djam‟anuri, “Agama Kita, Perspektif Sejarah Agama-agama” (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta bekerjasama dengan LESFI, 2000) h. 2.
2
kebenaran yang mendorong kita untuk mempelejari dan merenungkannya.
Demikian peran agama yang telah menggerakan peradaban manusia. Proses
terbentuknya kehidupan manusia sepanjang sejarah hingga saat ini, tidak dapat
dilepaskan dari peran agama. Dengan keimanan, agama telah mampu
mengarahkan kehidupan yang baik, berkemajuan dan keharmonisan.2
Di satu pihak, satu kelompok berkeyakinan bahwa Tuhan maha kuasa dan
maha mutlak sehingga secara wajib mampu mengatasi segala sesuatu, inilah yang
kemudian disebut paham transendent. Sementara di pihak lain, gagasan bahwa
Tuhan menciptakan dunia dan menguasainya melalui „kehadiran‟ Tuhan di dunia
bahkan hadir di dalam sejarah dunia dan manusia disebut sebagai paham
immanensi.3 Bhagavad Gita dianggap oleh orang-orang Hindu dewasa ini sebagai
kitab wahyu karena mengandung perwahyuan Krishna, sebagai inkarnasi Tuhan.4
Kompleksitas kedudukan Tuhan dalam konsepsi Hindu (Terlebih di Bali
dan Indonesia pada umumnya) semakin tidak mudah dijelaskan dan dipahami oleh
pihak lain dengan diberikannya ruang bagi konsepsi desa, kala, patra dalam
pelaksanaan upacaranya.5 Dalam teks-teks kuno, Brahman berarti yang “kudus”
dan oleh karena itu apa saja yang suci, entah sebuah formula atau sebuah
nyanyian atau tindakan pengurbanan disebut brahman. karena yang kudus,
sebagaimana tampak dalam upacara pengurbanan dianggap menjadi ikatan yang
2 Nazwar, Peranan Agama Dalam Kehidupan Manusia dalam
http://palembang.tribunnews.com/2016/06/16/peranan-agama-dalam-kehidupan-manusia diakses
tanggal 16 Juni 2016. 3 Mohamad Anas, “Menyingkap Tuhan Dalam Ruang LOCAL WISDOM” jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam Vol. 6 No. 2 Desember 2012, h. 392. 4 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: KANSIUS, 1995) h. 91.
5 IBG Yudha Triguna, “Konsep Ketuhananan dan Kemanusiaan Dalam Hindu” vol.1
no.18 Mei 2018, h.72.
3
menghubungkan manusia yang sementara ini dengan yang abaadi, brahman
dipakai untuk menandai yang abadi sebab dia mengatasi ruang dan waktu, namun
menampakkan diri dalam dunia yang fenomenal (profan).6 Secara Original, ajaran
Catur Marga merupakan suatu konsep ajaran yang memuat empat jalan utama
dalam menuju Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Adapun keempat jalan
tersebut adalah: Bhakti Marga, Jnana Marga, Karma Marga, Raja Marga.7
Dalam ajaran Bhakti Yoga ada salah satu guru yang paling terkenal dia
adalah seorang pujangga mistik dari abad keenam belas bernama Tulsidas. Selama
masa-masa awal dari hidup perkawinannya, dia sangat mengasihi istrinya dan
dekat kepadanya hingga dia tidak dapat berada jauh, darinya bahkan untuk satu
hari, sampai-sampai istrinya tersebut berkomentar: “Betapa lekatnya dirimu pada
diriku! Seandainya saja engkau dapat mengalihkan kelekatanmu itu kepada
Tuhan, engkau akan dapat meraihnya dalam waktu singkat saja.” Tulsidas
menerima saran istrinya itu dengan sungguh-sungguh dan hal tersebut berhasil.
Bhakta membayangkan Tuhan dengan cara yang berbeda dari kaum jnana. Di
dalam jnana yoga, gambaran utamanya adalah lautan “ada” yang abadi yang
mendasari atau ada di balik riak-riak diri kita yang fana. Karena dibayangkan
seperti itu, Tuhan bersifat impersonal, atau transpersonal, sebab kepribadian
(menjadi pasti) kelihatannya bersifat sementara atau fana sedangkan Tuhan Jnanik
6 Dhavamony, Fenomenologi Agama, h. 92.
7 Putu Sabda Jayendra, “Ajaran Catur Marga Dalam Tinjauan Kontsruktivisme dan
Relevansinya Dengan Empat Pilar Pendidikan Unesco” Jurnal Peneltian Agama 2017, h. 74.
4
itu abadi. Bagi kaum bhakti, yang menganggap perasaan lebih penting daripada
pemikiran, Tuhan kelihatan berbeda dalam setiap aspek yang disorot.8
Agama adalah ajaran Kehadiran Tuhan, yang terkandung dalam kitab suci
yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan
untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya meliputi unsur kepercayaan
kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional. Ada
beberapa alasan yang melatar belakangi manusia untuk memiliki agama, karena
agama merupakan sumber moral, karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
Maka dari itu Tuhan merupakan aspek esensial dalam setiap Agama. Oleh karena
itu ilmu tentang Tuhan jadi tema menarik dalam Studi Agama-agama. Kata
“Bhagavad” berarti Tuhan atau Tuhan Yang Maha atau Bhagavan dalam bahasa
Sansekerta. “Gita” berarti nyanyian. Jadi Bhagavad-Gita berarti Nyanyian Tuhan
atau Kidung, Suci, karena dinyanyikan oleh Bhagavan Sri Krishna sendiri.9
Di antara lima mata pelajaran pokok dalam Bhagavad-gita dibuktikan
bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Krsna, Brahman, Tuhan yang mahakuasa, atau
Paramatma atau Yang Mahabesar. Para makhluk hidup mempunyai sifat seperti
Tuhan Yang Mahakuasa, Misalnya, Tuhan harus mengendalikan kegiatan alam
semesta material dan lain sebagainya sebagaimana akan dijelaskan dalam bab-bab
terakhir dari Bhagavad Gita. Tuhan Yang Maha Esa adalah pengemudi dan segala
sesauatu bekerja dibawah perintah beliau. Para Jiva atau para makhluk hidup
8 Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015) h.
45. 9 Ramananda Prasad, Intisari Bhagavad Gita Untuk Siswa dan Pemula, (T.tp: Media
Hindu, t.t) h. 2-4.
5
sudah punya sifat sama seperti beliau, begitu pula kita para makhluk hidup,
sebagai bagian Tuhan yang Mahakuasa. Isvara atau Bhagavan, Sri Krishna, yang
mempunyai sifat sama seperti Beliau, semua mempunyai sifat-sifat Tuhan Yang
Maha Esa dalam jumlah yang kecil sekali. Semua ini karena kita adalah bagian
dari Beliau.
Kita berusaha mengendalikan alam, seperti saat ini kita sedang berusaha
mengedalikan antariksa atau planet-planet. Ada kecenderungan untuk
mengendalikan karena kecenderungan itu ada dalam Diri Krishna. Tetapi
walaupun kita cenderung menguasai alam, hendaknya kita mengetahui bahwa kita
bukan Yang Mahakuasa. Hal ini dijelaskan dalam Bhagavad Gita. Makhluk hidup
dijelaskan sebagai prakrti atau alam yang rendah. Makhluk hidup dijelaskan
sebagai prakrti yang utama. prakrti bersifat perempuan, dan ia selalu dikendalikan
oleh Tuhan seperti hal nya kegiatan seorang istri yang dikendalikan suaminya.
Prakrti selalu tunduk, dikuasai oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Para makhluk hidup
dan alam kedua-duanya dikuasai dan dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.10
Dalam agama Hindu, Brahman adalah realitas Ultimate yang memayungi
sekaligus memasuki sendi-sendi kehidupan. Untuk menuju pada suatu titik
tertinggi, dalam metode filosofis Plato dibutuhkan tangga yang harus dipijak
setahap demi setahap sehingga tercapaii pada titik akhir yang tak terasumsikan
lagi. Pada tangga inilah terdapat singgasana Brahman. Bagimana hubungan antara
dunia tertinggi (Brahman) dengan realita hidup, dengan menganalogikan konsep
dunia ideanya Plato.
10
Sri-Srimad A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya
terj Hanuman Sakti (The Bhaktivendata Book Trust International, Inc, 2006), h. 8.
6
Ketika masyarakat melakukan segala aktivitasnya dalam koridor ideologi
agama Hindu, maka jiwa dari masing-masing individu akan menghubungkannya
kepada dunia tertinggi tersebut melalui idea-idea yang berada pada setiap tangga
sebagai titik pijak menuju idea tertinggi Brahman. Jiwa dengan pengertian
pengetahuannya akan sampai pada dunia Brahman. Aktivitas setiap individu
menggerakkan dan mengakibatkan jiwa ingat aka nasal yaitu realitas dan nilai
tertinggi tersebut. Pembacaan atau penghyatan atas realitas tertinggi (Brahman) di
dunia yang selalu berubah, akan menghasilkan multi subjek tergantung dari sudut
pandang masing-masing subjek (dalam agama Hindu, Tuhanpun bermanifestasi
dalam beragam bentuk untuk memudahkan manusia mengenali diriNya). Dalam
agama Hindu, Istilah Yang Maha Kuasa adalah Brahman. Adapun dewa-dewa dan
dewi-dewi adalah cerminan dari sifat-sifat Yang Maha Kuasa tadi. Tuhan bisa
berwujud ikan, matahari, bulan, atau benda-benda angkasa seperti planet, dan juga
dalam bentuk manusia atau bentuk spiritual seperti Wisnu dalam empat bentuk.
Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan ini adalah untuk
memudahkan manusia untuk memahami Yang Maha Kuasa (Brahma, Wisnu, dan
Siwa) bukanlah tiga aspek yang berbeda dan berdiri sendiri, tapi tiga aspek yang
berbeda dari Yang Maha Esa.11
Tuhan di dalam Bhagavad Gita juga dibahas
secara mendua, yaitu dalam konsep Nirguna Brahman dan Saguna Brahman.
Nirguna Brahma adalah sisi transendensi atau pemahaman monoteistik dalam
Hindu. Saguna Brahman adalah salah satu jalan atau cara menghayati dan
11
Muliadi, “Relasi Tuhan dan Manusia” Jurnal Agama dan Lintas Budaya vol. 1 no.2
Maret 2017, h.110-122.
7
meyakini Tuhan dalam berbagai aspek manifestasi-Nya, baik dalam manifestasi-
Nya sebagai dewa-dewa atau sebagai reinkarnasi Tuhan (avatar).12
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Untuk mendalami permasalahan mengenai konsep Ketuhanan dalam
Bhagavad Gita dan bagaimana pandangan mengenai kedudukan Bhagavad Gita di
kalangan penganut Hindu modern, maka penelitian yang penulis lakukan yaitu
studi lapangan dan melakukan studi kepustakaan untuk mendeskripsikan
persoalan tersebut. Agar pembahasan dalam penelitian kali ini tidak melebar,
maka dalam menyusun skripsi ini penulis merumuskan beberapa masalah yang
menjadi landasan dari penelitian dan pembahasan skripsi yang penulis ajukan
yaitu:
1. Bagaimana konsep Ketuhanan dalam agama Hindu menurut Bhagavad
Gita?
2. Bagaimana pandangan tentang Ketuhanan menurut penganut Hindu
modern?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka penelitian bertujuan sebagai berikut :
12
Tri Kurniawan Pamungkas “Bhagavad Gita dan Pendakian Menuju Tuhan” dalam
http://lsfcogito.org/bhagavad-gita-dan-pendakian-menuju-tuhan/ diakses taanggal 9 September
2017.
8
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep Ketuhanan dalam agama Hindu
menurut Bhagavad Gita.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tentang Ketuhanan menurut
penganut Hindu modern.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka penelitian ini memiliki manfaat antara lain :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan data ilmiah dan juga mampu memperkaya wawasan tentang
konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita
b. Manfaat Praktis
Hasil penenlitian ini di harapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para
mahasiswa/mahasiswi khususnya jurusan Studi Agama-agama agar lebih
objektif lagi dalam menginterpretasikan hasil karya orang lain, dan juga
hasil penelitian ini dapat menjadi acuan atau rujukan bagi para peneliti
selanjutnya dengan tema atau judul yang serupa.
c. Manfaat Akademis
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan akhir perkuliahan guna memperoleh gelar Sarjana Agama
(S.Ag) jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh ini penulis telah melakukaan penelusuran, dan belum menemukan
seseorang yang meneliti tentang konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita. Namun
penulis menemukan tulisan yang menyerupai tema tentang “Konsep Ketuhanan
Dalam Agama Hindu”
Pandangan Penulis Muslim Indonesia tentang Konsep Ketuhanan Agama
Hindu, yang ditulis oleh Yuliana sebagai skripsi pada Jurusan Studi Agama-
Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018. pada
tulisan ini diungkapkan bahwasanya konsep ketuhanan yang ada di dalam agama
Hindu adalah Politeisme. Walaupun kebanyakan orang menganggap agama Hindu
pemuja banyak dewa, disini penulis akan coba menjelaskan bagaimana konsep
ketuhanan dalam Agama Hindu menurut kitab Bhagavad Gita yang mana terdapat
unsur Monoteisme atau kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Yang kedua, buku tentang Srimad Bhagawad Gita yang di karang oleh I
Wayan Maswinara. Dalam buku ini di jelaskan tentang ajaran-ajaran jalan
pencapaian kepada Tuhan. Dan juga di dalam buku ini terdapat pembahasan
tentang ketuhanan dalam agama Hindu.
F. Metedologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada Penelitian kali ini penulis menggunakan metode kualitatif karena
tidak menggunakan angka atau statistik dalam pengolahan data. Sifat dari
penelitian ini adalah Deskriptif Analitik. Yang dimaksud Deskriptif ialah upaya
10
pengolahan data yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar
dapat dipahami orang lain. Sedangkan Analitik adalah menguraikan sesuatu
dengan cermat serta lebih terarah.13
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah mendapatkan data dalam penelitian kali ini penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data antara lain adalah dengan cara
melakukan wawancara terstruktur, dalam wawancara terstruktur peneliti telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa saja yang akan diperoleh dari
narasumber. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara terstruktur, peneliti
telah menyiapkan daftar pertanyaan secara sistematis.14
Yang kedua dengan studi kepustakaan (Library research) di sebut
penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku,
ensklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya.15
3. Pendekatan Penelitian
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
pendekatan Historis. Dengan pendekatan historis, suatu studi berusaha menelusuri
asal-usul dan pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan melalui
periode-periode perkembangan historis tertentu menilai peranan kekuatan-
13
Samsul Hafid, “Etika Alam dan Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat Modern”
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019) h.
10. 14
Sugiyo, “Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung : ALFABETA, 2007) h. 64. 15
Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan” Jurnal Iqra, vol 8 no.1 Mei 2014, h. 68.
11
kekuatan yang dimiliki agama untuk memperjuangkan (mempertahankan) dirinya
selama periode-periode itu. Interpretasi historis telah dibenarkan dengan daya
tarik dokumentasi dan dengan klaim bahwa peristiwa-peristiwa historis
diinterpretasikan sebagai hasil peristiwa-peristiwa historis lain atau sebagai hasil
kekuatan-kekuatan manusia.16
Melalui pendekatan historis ini dapat membantu
penulis dalam memahami sejarah serta perkembangan Bhagavad Gita di kalangan
penganut agama Hindu.
Pendekatan yang kedua yaitu Pendekatan Teologis, dalam rentang sejarah
yang cukup lama merupakan pendekatan yang paling dominan dan paling
berpengaruh dalam Studi Agama dan Studi agama-agama (Perbandingan Agama),
bahkan hingga hari ini meskipun tidak lagi mendominasi. Selama berabad-abad,
teologi dianggap sebagai “Ratu Ilmu Pengetahuan (Queen of the Sciences),”
terutama di dunia Yahudi, Kristen dan Islam. Inilah pendekatan yang bersifat
normatif dan subyektif. Dengan pendekatan ini seorang penganut suatu agama,
apakah itu Kristen, Islam atau agama lain ketika membuat studi teologis biasanya
ia melakukan satu dari dua hal: pertama studi internal. Dalam hal ini, seorang
sarjana/peneliti agama adalah orang dalam (insider) yang berusaha secara aktif
dalam kegiatan ilmiah nya untuk mepromosikan keunggulan agamanya serta
mempertahankannya dari ancaman atau serangan orang lain. Kedua, eksternal.
Dalam hal ini seorang peneliti atau penganut agama tertentu melakukan kajian
16
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,
2015) h. 15-16.
12
terhadap agama/keyakinan orang lain untuk “menilai” dan “menghakiminya”
dengan ukuran agama sang peneliti.17
Dengan menggunakan pendekatan ini dapat membantu penulis untuk
mengetahui pemahaman teologis di kalangan penganut Hindu dan mencoba untuk
menginterpretasikan nilai-nilai teologis yang berhubungan langsung dengan
konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita itu sendiri.
4. Sumber Penelitian
Dalam hal ini peneliti memiliki dua sumber yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan melalui
pihak pertama, biasanya dapat melalui wawancara, jejak dan lain-lain. Sedangkan
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara membaca,
mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur,
buku-buku serta dokumen.18
G. Sistematika Penulisan
untuk sampai kepada pemahaman yang menyeluruh dan mempermudah
penjabaran Proposal Skripsi ini, penulis menggunakkan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab pertama, merupakan pertanggung jawaban akademis dam metodologi
dari Proposal skripsi ini yang memuat latar belakang permasalahan, faktor-faktor
dan fenomena apa yang melatar belakangi sehingga penulis merasa tertarik untuk
17
Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 20. 18
Dwi Kartini “Tinjauan Atas Penyusunan Laporan Keungan Pada Young Enterpreuner
Academy Indonesia Bandung” Jurnal Riset Akutansi vol. 8 no.2 oktober 2016, h. 23.
13
mengangkat tema ini, dan secara implisit latar belakang permasalahan untuk
menghilangkan kesalah pahaman arti yang tercantum dalam judul, pokok
permasalahan yang memuat inti permasalahan dalam membahas Proposal Skripsi
ini. Tujuan penulis sebagai target yang ingin dicapai, Tinjauan Pustaka penulis
lain yang membahas judul ini. Metode penelitian sebagai langkah untuk
menyusun Proposal Skripsi ini secara benar, terarah, dan diakhiri dengan
sistematika penulisan skripsi untuk memudahkan pembaca dalam memahami
skripsi ini.
Bab kedua, membahas sejarah kitab ini, Bhagavaad Gita, beserta fungsi
dan peranan kitab Bhagavad Gita bagi umat Hindu yang akan diuraikan dalam bab
ini. Uraian pada bab ini sangat penting, utamanya terkait latar belakang sejarah
serta perkembangan kitab ini, bagi penganutnya secara khusus.
Bab tiga, pada bab ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan tentang
bagaimana pemahaman Ketuhanan dalam agama Hindu, ditinjau dari teks dan
sloka-sloka dalam kitab Bhagavad Gita dan juga kitab lain yang ada didalam
agama Hindu. Akan dibahas pula dalam Bab ini mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pokok persoalan dalam tulisan ini. Hal-hal yang
berhubungan tersebut antara lain adalah persoalan tentang sifat Tuhan yang
Personal dan Impersonal.
Bab keempat, menjelaskan tentang analisis konsep Ketuhanan dalam
Bhagavad Gita. Pokok bahasan ini diawali dengan tinjauan umum tentang Tuhan,
sebagai konsep awal, kemudian akan dilanjutkan dengan telahan terhadap
Bhagavad Gita untuk menemukan bagaimana kitab suci ini berbicara tentang
14
Ketuhanan dan juga pandangan para penganut Hindu modern tentang Ketuhanan
itu sendiri.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil
penelitian untuk memberikan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang
dirumuskan pada masalah diatas. Memberikan saran-saran serta himbauan yang
berguna bagi penelitian selanjutnya dalam tema dan pembahasan yang sama.
15
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG BHAGAVAD GITA
A. Sejarah Bhagavad Gita
Dengan tidak adanya ajaran Agama, mungkin manusia tidak tahu untuk
apa sebenarnya dia hidup ini dan apa pula tujuan, serta bagaimana pula caranya
hidup. Agama memberikan pengetahuan tentang tujuan dan bagimana caranya
hidup. Seperti seorang yang masuk dalam gua yang dalam dan gelap, karena tidak
dapat melihat apa yang ada dihadapannya, disamping dia akan lambat bergerak,
kemungkinan juga akan terperosok, ditambah lagi dengan ketakuan, dan
kegelapan, ketakutan itu timbul dari ketidak tahuan. Demikian kitab suci atau
agama hendaknya dipegang sebagai obor untuk menerangi jalan didalam
kegelapan, agar kita tahu mana yang patut dan mana yang tidak patut untuk
dipijak.1
Dalam beberapa literatur, dikatakan bahwa agama Hindu kira-kira
terbentuk 1500 SM, yang didasarkan pada Teori Invansi Arya yang sekarang tidak
dipergunakan lagi. Menurut teori ini bangsa Arya pada zaman Weda datang dari
India tengah, yang menyerbu India sekitar tahun 1500 SM. Berdasarkan bukti
arkeologi dan kesusastraan, cendikiawan modern telah menyebutkan bahwa tidak
ada invansi Arya dan orang-orang zaman Rg Weda yang menyebut diri mereka
Aryan (kata Arya dalam bahasa Sansekerta berarti kebijaksanaan), merupakan
1 Cundamani, Pengantar Agama Hindu (Yayasan Wisma Karya Jakarta, 1987) h. 11.
16
penduduk asli India dan merupakan salah satu etnik grup sejak 6500 SM atau
bahkan lebih awal lagi.2
Sanatana Dharma3 berkembang dari zaman pra-sejarah di India dalam
bentuk pantheon agama Monotheisme (contohnya memuja satu Tuhan dalam
berbagai cara dan bentuk). Sementara itu sejumlah kelas sosial muncul dalam
masyarakat Hindu dalam bentuk upacara agama yang besar-besaran, pengorbanan
binatang, pelaksanaan sistem kasta yang terlalu kaku dan pernyataan kesuperioran
para Brahmana dari kasta yang lainnya. Dalam periode yang ditandai dengan
adanya pemberontakan, Buddhisme dan Jainisme yang muncul di India.
Buddhisme mendominasi selama sekitar 1000 tahun (200 SM - 800 M).
Bagaimana pun juga, pengaruhnya di India perlahan-lahan terkikis karena
perselisihan dalam organisasinya dan pertahanan yang dibuat oleh para Sanatanis
(pengikut Sanatana Dharma).
Munculnya Buddhisme, bagaimana pun juga telah membuka mata para
Sanatanis. Mereka dapat menerima pesan dari reinkarnasi Dewa Visnu. Pesan
Buddha tentang persahabatan yang mendalam (Mahamaitri) dan kasih yang tak
terbatas (mahakaruna) terhadap sesama mahluk yang kemudian dimasukan dalam
Sanatana Dharma sebagai Bhakti (Pengabdian) Yoga. Pemujaan terhadap Dewa
Siva, Ibu Mulia, Sri Rama dan Sri Krsna melalui Bhakti Yoga menjadi sangat
popular diantara para penganut Hindu. Sekitar 700 M, Adi Sankaracarya (Seorang
suci yang terkenal, seorang filsuf, dan juga cendekiawan) memerankan peranan
2 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafatnya
(Surabaya : Paramita, 2003) h. 3-4. 3 Sanatana Dharma berarti agama atau jalan yang bersifat abadi dan sejati yang bersumber
dari Sang Hyang Widhi (Brahman).
17
penting dalam melawan pergerakan Buddhisme dan memegang teguh Sanatana
Dharma di India. Ia juga membawa ajaran dari Bhagavad Gita.4
Bhagavad Gita muncul lebih kemudian dari pada gerakan-gerakan besar
yang dipresentasikan kitab-kitab Upanisad dan lebih awal dari periode
perkembangan formulasi-formulasi serta sistem-sistem filsafat sutra.5 Dua kata
Bhagavad dan Gita berarti “Lagu dari Tuhan”. Bhagavad Gita, bagimana pun juga
bukan lirik tetapi puisi filsafat yang ditulis oleh Rsi Vyasa, pengumpul dari cerita
Mahabarata. Untuk saat ini Bhagavad Gita terdiri dari Bab 23 sampai 40 dari
bagian Bhismaparva dalam epos Mahabarata.
Bhagavad Gita telah memberikan inspirasi bagi banyak orang Hindu
karena komposisinya, Bhagavad Gita juga telah memberikan inspirasi bagi
banyak pemikir Barat seperti Henry David Thoreau (1817-1860)6, dan Ralph
Waldo Emerson (1803-1882)7. Walaupun waktu dari penulisan Bhagavad Gita ini
tidak jelas, tetapi ajarannya tidak pernah ketinggalan zaman, sehingga waktu yang
tepat kapan kitab ini muncul bukanlah hal yang penting. Teks yang asli dari
Bhagavad Gita dalam Bahasa Sansekerta, tetapi terjemahannya tersedia dalam
berbagai bahasa di dunia.8 Penerjemah pertama Bhagavad Gita ke dalam bahasa
Inggris dibuat oleh Charles Wilkins 1785.9
4 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya : Paramita, 2003) h. 4.
5 S. Radhakrishnan, Bhagawadgita (Jogjakarta : IRCiSoD, 2009) h. 20.
6 Henry David Thoreau adalah seorang penulis dan filsuf asal Amerika Serikat. Dia juga
anggota dari kelompok para penulis yang bernama New England Transcendentalist. Henry David
Thoreau lahir pada tahun 1817 d i Concord, Amerika serikat dan meninggal pada tahun 1862. 7 Ralph Waldo Emerson adalah seorang esais Amerika Serikat dan penyair pemimpin
gerakan transendentalisme pada pertengahan abad 19. Ia lahir pada tahun 1803 di Boston, Amerika
serikat dan meninggal pada tahun 1882. 8 Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88-89.
9 Sir Charles Wilkins adalah seorang tokoh orientalis dan juru ketik bahasa Inggris. Lahir
di Inggris pada tahun 1749 dan meninggal pada tahun 1836.
18
Bhagavad Gita termasuk kitab yang cukup penting dalam Agama Hindu.
Bhagavad Gita (yang juga disebut dengan Gita) adalah dialog spiritual antara
Krishna, (Inkarnasi Tuhan dalam Hindu), dan Arjuna (salah satu dari pahlawan
dalam Mahabarata). Bhagavad Gita melambangkan sebuah ringkasan dari ajaran
Upanisad, terkadang ini disebut dengan Upanishad dari Upanishad.10
Bhagavad Gita telah dikenal selama berabad-abad sebagai salah satu kitab
suci agama Hindu, yang memiliki otoritas yang sama dengan kitab-kitab
Upanisad dan Brahma Sutra, ketiganya secara bersama-sama membentuk tiga
serangkai prinsip utama (prasthana traya). Para guru Wedanta diharuskan untuk
membenarkan ajaran istimewa mereka dengan mengambil otoritas dari ketiganya
ini dan menulis ulasannya dalam megemukakan bagimana naskah tersebut
mengajarkan titik pandang khusus mereka. Kitab-kitab Upanishad mengandung
banyak gagasan yang berbeda-beda tentang hakekat Yang Mutlak dan hubungan-
Nya dengan dunia ini. Brahma Sutra yang demikian singkat dan tidak jelas itu
telah dipergunakan untuk menghasilkan berbagai ragam penafsiran.11
Bhagavad Gita memberikan pandangan yang lebih konsisten sehingga para
pengulas yang berniat untuk menafsirkan naskah untuk tujuan mereka sendiri,
menjadi bertambah sulit. Setelah penolakan ajaran Buddha di India, muncul sekte
yang berbeda-beda, terutama adalah Adwaita atau non-dualis dan Wisistadwaita
atau non-dualis terbatas, Dwaita atau dualisme dan Suddhadwaita atau non-
dualisme murni. Berbagai ulasan tentang Bhagavad Gita ditulis oleh para guru
dalam menyokong tradisi mereka sendiri (sampradaya) dan dalam membuktikan
10
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88. 11
I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawad Gita (Surabaya : Paramita, 2003) h. 63.
19
ketidak beneran pendapat yang lainnya. Para pengulas ini mampu menemukan
didalam Bhagavad Gita, sistem pemikiran dan metafisika keagamaan mereka,
karena penyusun Bhagavad Gita menyarankan bahwa satu kebenaran abadi yang
kita cari sebagai sumber kebenaran lainnya, tak dapat disimpulkan dalam satu
rumusan tunggal saja. Lagi pula, dari mempelajari dan merenungkan kitab suci,
kita mendapatkan banyak sekali kebenaran hidup dan pengaruh spiritual,
sebanyak yang kita mampu terima12
Dari konstruksi kuno dan referensi internalnya, kita dapat menyimpulkan
bahwa secara pasti Bhagavad Gita merupakan karya dari abad sebelum Masehi.
Masanya dapat ditetapkan kurang lebih pada abad ke-5 SM, walaupun naskahnya
mungkin telah mengalami pergantian pada masa sesudah itu. Kita tidak
mengetahui nama penyusun Gita ini karena hampir semua kitab yang berasal dari
kepustakaan awal India bersifat anonim ( tanpa nama penyusun). Tetapi penyusun
Bhagavad gita ini dianggap dilakukan oleh Rsi Vyasa, penyusun legendaris dari
kitab Mahabarata.13
Masih diperdebatkan bahwa sang guru, Sri Krishna, tidak menyampaikan
700 sloka ini kepada Arjuna di medan perang ia hanya mengatakan beberapa
macam permasalahan saja yang kemudian diperinci oleh si pencerita ke dalam
karya yang luas ini Menurut Garbe14
, Bhagavad Gita ini aslinya merupakan ajaran
Samkhya-yoga, yang mencampurkan pemujaan Krsna – Wasudewa dan pada abad
ke-3 SM ia disesuaikan dengan tradisi Wedik dengan penyamaan Krishna dengan
12
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 63-64. 13
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 61. 14
Richard Garbe, Tokoh Indologis asal German, yang telah memberikan kontribusi yang
signifikan pada studi Samkhya Yoga dan Bhagavad Gita. lahir pada tahun 1857 di Bredow,
German. dan meninggal pada tahun 1927 di Tubingen, German.
20
Wisnu. Teori Garbe ini umumnya ditolak. Beberapa pendapat lain menyatakan
bahwa Bhagavad Gita lahir antara tahun 400 – 500 SM. Namun demikian kejadian
historisnya diperkirakan sekitar 3500 tahun sebelum M.
Rudolf Otto15
memastikan bahwa Bhagavad Gita merupakan “pragmen
epic gemilang dan tidak termasuk dalam kepustakaan ajaran apapun”. Itu
merupakan kesungguhan krishna untuk tidak menyatakan dogma transenden
apapun tentang pembebasan tetapi untuk memberinya (Arjuna) kehendak untuk
melakukan pelayanan khusus dari kehendak yang Maha Kuasa yang memutuskan
takdir atas peperangan ini. Otto percaya bahwa risalah ajaran disisipkan disini.
Pendapat yang berbeda-beda ini muncul dari kenyataan bahwa di dalam Bhagavad
Gita disatukan aliran-aliran pemikiran filosofis dan agamis yang tersebar serta
aliran yang berliku-liku dan nampak nya banyak pertentangan kepercayaan
dikerjakan kedalam kesatuan sederhana ini. untuk menemukan kebutuhan jaman,
dalam semangat Hindu yang sebenarnya, yang keseluruhannya merenungkan
anugerah Tuhan.16
Kata orang alim, Bhagavad Gita itu sebetulnya surat kebajikan, pelajaran
tentang etik. yang mana didalam nya diajarkan beberapa pengetahuan tentang
Yoga. Yang dimaksud Yoga itu adalah suatu ikhtiar memperhubungkan diri
dengan Tuhan, mempersatukan manusia dengan dasar yang sedalam-dalamnya.
15
Rudlof Otto adalah seorang teolog sekaligus filsuf German yang terkemuka. Dia
dianggap sebagai salah satu cendikiawan agama paling berpengaruh pada awal abad ke-20. Lahir
di Peine, German Utara pada tahun 1869 dan meninggal di Marburg, German pada tahun 1937. 16
Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 62.
21
Maka ilmu Yoga itu menunjukan metode (cara) untuk melawan segala gangguan
dunia, sehingga jiwa kita tinggal tetap, bersih, mulia.17
B. Ajaran-ajaran Bhagavad Gita
Pembelajaran tentang Bhagavad Gita menyangkut pengertian tentang lima
kenyatan pokok. Pertama-tama ilmu pengetahuan tentang Tuhan dijelaskan,
kemudian kedudukaan pokok makhluk hidup, atau para jiva. Ada isvara yang
berarti kepribadian yang mengendalikan dan para jiva yakni para makhluk hidup
yang dikendalikan. Kalau makhluk hidup mengatakan bahwa dirinya tidak
dikendalikan melainkan dirinya bebas, itu berarti bahwa dia tidak waras. Makhluk
hidup dikendalikan dalam segala hal, sekurang-kurang nya dalam kehidupan yang
terikat. Jadi, dalam Bhagavad Gita pembelajaran menyangkut isvara atau Tuhan
Yang Mahakuasa dan para jiva yaitu para makhluk hidup yang dikendalikan .
Prakrti (alam material) Kala (jangka waktu kehidupan seluruh alam semesta) dan
karma (kegiatan) juga dibicarakan. Manifestasi alam semesta penuh dengan
bermacam-macam kegiatan. Semua makhluk hidup sibuk dalam berbagai
kegiatan. Dari Bhagavad Gita kita harus mempelajari apa arti Tuhan Yang Maha
Esa, para makhluk hidup, praktri manifestasi alam semesta, bagaimana alam
semesta dikendalikan oleh waktu dan bagaimana kegiatan makhluk hidup.18
Kita ditempatkan di dunia yang dapat dilihat atau dunia material, dan
dunia ini juga lengkap dengan sendirinya, karena menurut filsafat Sankhya, dua
puluh empat unsur yang merupakan manifestasi sementara alam semesta material
17
Amir Hamzah, Bhagawad-Gita (Jakarta : Dian Rakyat, 1992) h. 6. 18
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 7.
22
ini diatur sepenuhnya untuk menghasilkan bahan-bahan yang lengkap yang
dibutuhkan untuk memelihara dan menghidupkan alam semesta ini.19
Untuk memahami pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam Bhagavadgita,
perlu diketahui keseluruhan isi Bhagavad Gita terdiri atas 18 bab dimana tiap-tiap
bab membahas secara khusus. Keseluruhan isi bab Bhagavad Gita dapat
disimpulkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Bab I, memulai pandangan ajaran bersandar pada dialektika teori konflik
mengenal hakekat yang dialami oleh manusia.
Bab II, Krsna yang menanggapai pandangan dan perasaan yang dialami oleh
Arjuna.
Bab III, membahas dasar-dasar penegertian Karma Yoga yang dibedakan dari
ajaran Samnyasa Yoga.
Bab IV, menguraikan tentang Jnana Yoga, yang telah berkai-kali disampaikan Sri
Krsna kepada umat manusia untuk menjadikannya manusia-manusia bijak dalam
tujuan pengembaraan kehidupannya.
Bab V, Bhagavad Gita dengan judul Karma Samnyasa Yoga, pada intinya
mencoba memprbandingankan antara dua sistem jalan menuju kesempurnaan,
yaitu karma samnyasa disatu pihak Yoga dibagian kedua.
Bab VI, adalah uraian tentang makna Dhyana Yoga sebagai satu sistem dalam
Yoga.
19
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 14.
23
Bab VII, intinya adalah membahas Jnana dan Vijnana. Jnana artinya ilmu
pengetahuan dan Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan itu.
Bab VIII, adalah Aksara Yoga, yaitu tentang hakekat sifat kekekalan Tuhan Yang
Maha Esa.
Bab IX, membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul Raja
Vidya Raja Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan
raja dari semua ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan.
Bab X, Vibhuti Yoga mencoba memberi penjelasan tentang sifat hakekat Tuhan
yang absolut secara empiris dimana disimpulkan hakekat absolut transdental
sebagai akibat hakekat tanpa permulaan – pertengahan – akhir.
Bab XI, Visparupa Darsana Yoga sebagai uraian penjelasan lebih lanjut dari
ajaran Vibhuti Yoga mencoba menjelaskan bentuk manifestasinya secara nyata
dengan menyadari persamaan itu maka terjawablah misteri yang ada pada
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hakekat Yang Maha Ada.
Bab XII, Bhakti Yoga dimana manusia bersembah sujud kepada Tuhan Yang
Maha Esa ada dua hal yang ingin dipertanyakan oleh Arjuna, yaitu : Menyambah
Tuhan dalam Wujudnya yang abstrak dan Menyembah Tuhan dalam wujud nyata,
misalnya mempergunakan nyasa dan pratima berupa arca atau mantra.
Bab XIII, yaitu Ksetra – Ksetrajna Vibhaga Yoga merupakan bab yang membahas
hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan hakekaat purusa
dan prakrti (pradhana) sebagai nama rupa.
24
Bab XIV, membahas triguna, sesuai dengan judulnya yaitu guna traya (tiga
macam guna). Ketiga macam guna yang dimaksud yaitu sttvam – rajas – tamas.
Bab XV, membahas pengertian purusa sebagai asal dari semua ciptaan.
Bab XVI, Daivasura Sampad Vibhaga Yoga pada intinya membahas hakekat
tingkah laku manusia yang dikenal sebagai perbuatan bai dan perbuatan buruk.
Bab XVII, sesuai menurut judulnya yaitu Srddha Traya Vibhaga Yoga bertujuan
untuk menyakinkan agar berkenyakinan akan tiga hal yaitu triguna.
Bab XVIII, yaitu bab terakhir adalah Samnyasa Yoga. Bab ini merupakan
kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan pelaksanaan agama yang
tertinggi yaitu brahma nirvana sebagai Sumumbonum dengan kesimpulan ini
maka jelas kepada kita Bhagavad Gita mencoba mendorong Arjuna untuk
bertindak tanpa ragu dan tidak mengikatkan diri pada apa kewajiban itu dan apa
pula akibatnya, melainkan bertindak dan pasrah kepada Tuhan sebagai Yang
Maha mengatur sehingga dengan demikian rasa berdosa itu dapat diatasi.20
Ada beberapa ajaran terkait Bhagavad Gita, termasuk ajaran bhakti marga,
Ajaran bhakti marga adalah ajaran yang langsung diterima dan ril mencari Tuhan,
ajaran alamiah, ajaran yang mudah diterima dan dilaksanakan oleh orang awam,
ajaran yang sejak dari permulaan pertengahan dan akhir tetap bergerak di dalam
getaran cinta kasih. Ajaran bhakti adalah ajaran yang mudah dilaksanakan oleh
segala tingkat dan sifat manusia. Baik orang miskin, maupun orang kaya, orang
pandai maupun orang kurang pengetahuan, petani pedangang, maupun pejabat
20
Gede Pudja, Bhagavad Gita (Pancamo Veda) (Surabaya : Paramita, 1999) h. xiv-xxviii.
25
pemerintahan semuanya bisa menempuh jalan ini. Seorang bhakti (penganut
bhakti marga) adalah orang yang penuh cinta kasih, cinta kepada Tuhan, cinta
kepada alam semesta ciptaan Tuhan ini.21
Dalam Bhagavad Gita dapat ditemukan juga pembahasan terkait filsafat,
atau yang biasa dikenal filsafat Bhagavad Gita. Berikut point-point yang dapat
diringkas didalam filsafat Bhagavad Gita, yaitu :
1. Kenyataan yang mutlak memiliki dua aspek, transedental (impersona) dan
ada dimana-mana (persona).
2. Dalam Aspeknya yang transenden, Kenyataan yang mutlak adalah
Brahman dari Advaita Vedanta, yang tidak dapat dibedakan, tidak dapat
didekati, tidak berbentuk dan tidak memiliki atribut.
3. Dalam aspeknya yang immanen (selalu ada), Kenyataan yang mutlak
adalah Tuhan, pencipta, penjaga, pengendali, dan pemimpin moral dari
jagat raya.22
Kitab Bhagavad Gita memuat banyak sekali ajaran yang dapat dijadikan
pedoman bagi manusia untuk menjadikan dirinya menjadi pribadi yang semakin
berkualitas. Salah satu ajaran yang termuat dalam kitab Bhagavad Gita ialah
mengenai sebuah falsafah atau pandangan hidup yang dapat dijalankan oleh
21
Novita Nurul Aini, “Bhakti Dalam Hinduisme Dan Mahabbah Dalam Sufisme”
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h.
15. 22
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 91.
26
masyarakat agar dapat mencapai tujuan tertinggi dalam hidupnya. Ajaran tersebut
ialah ajaran mengenai cara mencapai kesempurnaan hidup.23
Komentar tentang Bhagavad Gita sangat banyak karena tiap aliran filsafat
di India telah menemukan sistem metafisika yang mereka anut dalam Bhagavad
Gita dan setiap filsuf atau orang suci mengambil inspirasi dari satu sumber yang
sama. Jadi Bhagavad Gita berisi permata dari semua bentuk dan sistem pemikiran
religius, tetapi tidak bisa dibatasi pada sistem metafisika atau agama tertentu.24
Semangat toleransi merupakan ciri utama dari semua ajaran India. Mereka
lebih memperlihatkan semangat harmoni dari pada konflik, sintesis dan teloransi
dari pada oposisi dan sekterianisme. Tuhan tak terbatas, tak terbatas pada
aspekNya, dan tak terbatas pula cara mencapaiNya. Kita baca dalam Rg Veda
“Ekam Sat Vipra Bahudha Vadanti” “Kebenaran hanya satu, orang-orang
bijaksana memanggilNya dengan berbagai nama”. Pada dasarnya Bhagavad Gita
menekankan pengetahuan Sang Diri atau Tuhan sebagai satu-satunya tujuan
hidup.25
Sabda agung Bhagavad Gita ini, walaupun kata-katanya sederhana namun
kebenaran didalamnya, tidak mudah untuk diikuti dan diinsafi. Penyerahan diri
pada Tuhan, tinggal dalam Tuhan, Kirshna yang sebenarnya. Dulu, baik Jnana
Yoga maupun Bhakti Yoga yang ditekankan, namun dewasa ini Karma Yoga yang
ditekankan dalam ajaran pokok Bhagavad Gita. Tetapi kenyataannya Sri Krishna
23
Doni Dwi Hartanto, Endang Nurhayati, “Falsafah Hidup Bhakti Marga Yoga Dalam
Naskah Serat Bhagawad Gita” Vol 6, September 2017, h. 65-66. 24
I Nyoman Ananda, Agama Veda Dan Filsafat (Surabaya : Paramita, 2006) h. 104. 25
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 105.
27
tidak pernah menekankan salah satu dari Yoga-Yoga itu sebagai yang paling
utama, sebaliknya masing-masing Yoga sama pentingnya dengan yang lain26
Secara keseluruhan Bhagavad Gita menekankan pelaksanaan kewajiban
hidup dengan hati yang bebas dari keterikatan dan pikiran pemerolehan hal-hal
duniawi, dan membaktikan diri secara menyeluruh untuk memuja Tuhan.27
Sesungguhnya Bhagavad Gita mengajarkan kita agar mempunyai pandangan
dalam hidup ini.28
Dalam kepercayaan Hindu, epos Mahabarata juga dikenal sebagai kitab
Weda yang ke-V (Regweda ke-I, Samaweda ke-II, Yayurweda ke-III, dan
Atharweda-IV), dikarenakan mengandung Bhagavad Gita yang dipandang sebagai
Al-Qur’an atau Kitab Injilnya penganut agama Hindu, dan ajaran-ajaran Bhisma
kepada Pandawa yang termahsyur dalam Santiparwa dan Anusasanaparwa.29
Mahatma Gandhi menyatakan bahwa instisari ajaran Bhagavad Gita
adalah kerja tanpa pamerih.30
Beberapa prinsip besar ajaran agama yang
ditemukan Gandhi dalam Bhagavad Gita adalah pertama, Samakhava; yang
berarti bahwa seseorang tidak boleh merasa terganggu karena perasaan sakit atau
senang. Mereka harus berusaha meraih hak tanpa khawatir gagal atau berharap
sukses. Gandhi selalu menghindari usaha yang menghalalkan segala cara, dan ia
memberi perhatian besar tentang bagaimana mendatangkan perubahan. Prinsip
26
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 106. 27
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 108. 28
Nyoman S. Pendit, Bhagavad Gita, (T.tp : Lembaga Penyelenggara Penterjemahan Dan
penerbit Kitab Suci Weda Dan Dhammapada Departemen Agama R.I, 1967) h. xxviii. 29
Nyoman S. Pendit, Mahabharata Sebuah Perang Dahsyat Di Medan Kurushetra
(Jakarta : Bharata, 1993) h. xxiii-xxiv. 30
M. Syamsul Hadi, “Konsep Kasta Dalam Bhagavad Gita” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, Universitas islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2009) h. 36-37.
28
kedua, Aparigraha berarti sikap tak memiliki terhadap kebendaan. Kekayaan
spiritual dapat diraih dengan menjadi miskin dan bersih - tanpa memiliki
limpahan harta. Prinsip Ketiga, Ahimsa berarti tidak menyakiti segala yang
bernyawa, ia takkan membunuh atau mengizinkan membunuh kepada siapa saja,
baik untuk kepentingan makhluk tersebut maupun untuk dirinya sendiri.31
Bhagavad Gita mengajarkan bahwa kita harus menyucikan kesadaran ini
yang dicemari secara material. Dalam kesadaran yang murni kegiatan kita akan
digabungkan dengan kehendak isvara, dan itu akan membahagiakan diri kita.
tidak dimaksudkan agar kita menghentikan segala kegiatan kita. Melainkan
kegiatan kita harus disucikan dan kegiatan yang sudah disucikan disebut bhakti.32
Ada beberapa tokoh yang memberikan pandangan betapa pentingnya
kitab Bhagavad gita :
1. Jawaharlal Nehru - Perdana Mentri India
Bhagavad-Gita memberi landasan spiritual bagi keberadaan umat manusia.
Ia adalah panggilan (bagi seluruh umat manusia ) untuk berkarya dan menunaikan
kewajibannya di dunia dengan tetap memperhatikan tujuan spiritual semesta yang
jauh lebih penting dan mulia.
2. Herman Hesse - Penulis/filsuf Jerman
Kehebatan Bhagavad Gita terletak pada kemampuannya untuk
menjelaskan kebijakan hidup dengan sangat indah, sehingga filsafat pun berbunga
menjadi kepercayaan yang hidup.
31
I Ketut Wisarja, Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan (Surabaya : Paramita,
2007) h. 70-71 32
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11.
29
3. Rudolph Steiner - Filsuf Barat
Untuk memahami pesan Bhagavad-Gita yang begitu mulia dan halus, jiwa
kita harus berada pada gelombang yang sama dengannya.
4. Adolf Huxley - Filsuf Barat
Bhagavad Gita menjelaskan evolusi batin manusia dengan sangat jelas dan
sistematis, evolusi batin yang dapat mengangkat derajat manusia. Ia adalah intisari
dari filsafat perenial yang paling jelas dan lengkap. karena itu, ia penting bagi
seluruh umat manusia, bukan bagi India saja.
5. Vivekananda – Pujangga besar India
Cara untuk menggapai kesempurnaan hidup dengan bekerja tanpa
pamerih, itulah yang dijelaskan oleh Krishna dalam Bhagavad Gita33
C. Kedudukan Dan Peranan Bhagavad Gita
Bhagavad Gita juga bernama Gitoupanisad. Bhagavad Gita adalah hakekat
segala pengetahuan Veda dan salah satu di antara Upanisad-upanisad yang paling
penting dalam kesusastraan Veda.34
Bhagavad Gita merupakan sebuah kitab yang
penting kedudukannya didalam tradisi Hindu. Walaupun secara historis
penyusunannyaa terjadi sesudah kitab-kitab Veda, esensi dan popularitasnya tidak
kalah dengan kitab-kitab tersebut. Uniknya, meskipun tidak termasuk bagian dari
Veda, Bhagavad Gita secara kanonik telah terkodifikasi ke dalam kitab Sruti.
Lebih jauh dari itu, Bhagavad Gita tidak hanya popular dalam kalangan Hindu
33
Anand Krishna, Bhagavad Gita (Jakarta : Pusat Studi Veda Dan Dharma, 2004) h. xvi. 34
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 2.
30
saja, tetapi banyak sekali dihormati dan dibaca oleh kalangan luas, baik oleh ahli
sastra, ahli agama, dan filsafat, dengan beragam interpretasi dan tendensi.35
Bhagavad Gita dikenal sebagai Nyanyian Tuhan, Nyanyian Surga. Ia
bukan suatu karya esoterik yang dimaksudkan untuk dipahami oleh mereka yang
terinisiasi secara khusus saja, tetapi juga merupakan bait-bait sloka popular yang
bahkan membantu mereka-mereka “yang tersesat di wilayah kejamakan dan
keaneka ragaman ini”. Ia memberikan gagasan pada aspirasi para penziarah dari
segala sekte, yang mencari dan menapak jalan batin menuju pencerahan, Yang
begitu dalam menyentuh realitas dimana manusia berjuang, gagal dan menang.
Jutaan orang hindu, selama berabad-abad telah menemukan ketenangan dan
kenyamanan dalam kitab suci yang hebat ini, yang menyatakan secara tepat
dengan kata-kata yang menembus prinsip-prinsip esensial dari agama spiritual
yang tidak tergantung pada kenyataan-kenyataan yang tak berdasar, dogma-
dogma yang tidak ilmiah ataupun khayalan yang menyesatkan.36
Dengan sejarah kekuatan spiritualnya yang lama, bahkan hingga sekarang
ini, ia bertindak selaku sinar pencerah bagi semua orang yang akan menerima
pencerahan melalui pendalaman kebijaksanaannya, menyentuh dunia yang lebih
luas dan lebih dalam. Peperangan-peperangan hanyalah alegoris yang
mengantarkan penyajian pendidikan etika dan moralitas kehidupan. Ia merupakan
faktor pembentuk yang sangat ampuh dalam memperbaharui kehidupan spiritual
dan telah mengukuhkan tepat yang pasti diantara kitab-kitab suci agung dunia ini.
35
Tri Kurniawan Pamungkas, “Berkenalan Dengan Bhagavad Gita” dalam
http://lsfcogito.org/bhagavad-gita/ diakses tanggal 17 Maret 2016. 36
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58.
31
Perlu dicatat disini bahwa Gita pada awalnya telah mempengaruhi secaara luas
kepada Cina, Jepang dan belakangan ini ke Negara-negera Barat. Menarik untuk
mengamati bahwa pejabar esmii dari “the German Faith,” J.W.Hauner, seorang
sarjana Sanskrit yang bertindak sebagai seorang misonaris selama beberapa tahun
di India, menempatkan Bhagaavad Gita inti dari keyakinan bangsa Jerman.
Beliau menyebutnya, “sebuah karya abadi yang sangat penting” Beliau juga
menyatakan bahwa buku tersebut, “memberi kita bukan saja penglihatan batin
yang mendalam yang sah bagi segala jaman dan bagi segala kehidupan
keagamaan, tetapi juga menagandung sajian klasik dari salah satu tahapan sejarah
keagamaan Indo-Jerman yang sangat penting . . . . Ia menunjukan kepada kita
jalan mengenai sifat esensial dan karakteristik dasar dari agama Indo-Jerman.”37
Bhagavad Gita disebut sebagai sebuah Upanisad, karena inspirasi
utamanya diambil dari kelompok kitab suci istimewa, yaitu kitab-kitab Upanisad.
Walaupun Bhagavad Gita memberi kita visi kebenaran yang impresif dan
mendalam; walaupun ia membuka jalan baru bagi pikiran manusia, ia menerima
anggapan sebagai bagian dari tradisi generasi masa lalu dan yang ditanamkan
dalam bahasa yang dipergunakannya. Ia mengkristalisasi dan mengkonsentrasikan
pemikiran dan perasaan yang sedang berkembang diantara manusia-manusia
pemikir dari jamannya.38
Orang yang selalu sibuk berpikir tentang paham-paham jasmani tidak
dapat mengerti kedudukannya. Bhagavad Gita disabdakan untuk membebaskan
orang dari paham hidup yang yang bersifat jasmani, dan Arjuna menempatkan
dirinya dalam kedudukan ini untuk menerima keterangan tersebut dari Tuhan.
Orang harus dibebaskan dari paham hidup yang bersifat jasmani; itulah kegiatan
yang harus dilakukan terebih dahulu oleh seorang rohaniawan. Orang yang ingin
bebas dan mencapai pembebasan terlebih dahulu harus belajar bahwa dirinya
37
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58. 38
Maswinara, Bhagawad Gita, h. 60.
32
bukan badan jasmani. Mukti atau pembebasan berarti bebas dari kesadaran
material.39
“Gita sastram idam punyam, yah pathet prayatah puman, visnoh padam
avanpnoti bhaya-sokadi-varjitah”. Bhagavad Gita ini menurut tokoh ajaran Saiva
Dharma, Maharesi Sankaracarya adalah kitab suci yang sangat suci. Orang-orang
yang tekun membacanya setiap hari, dia akan terbebaskan dari “Bhaya” atau
kecemasan, ketakutan, kesedihan dan kesengsaraan. Mengingat Bhagavad Gita
merupakan kitab suci yang selain memberikan pengetahuan-pengetahuan mulia.
Bhagavad Gita juga memiliki daya penyucian yang luar biasa.40
Kelebihan Bhagavad Gita dari kitab-kitab suci lain adalah Bhagavad Gita
menekankan kerja di dunia, dan mendesak manusia agar tidak berhenti bekerja
untuk kebaikan orang lain. Kita akan lihat ketika kita mendiskusikan Karma
Yoga. Bagaimana kerja dijadikan sarana penyucian diri pencapaian Brahma-
Nirvana. Setelah mencapai kesempurnan dalam Yoga, seseorang tidak berhenti
bekerja walaupun tiada lagi yang ia ingin peroleh dari kerja.41
Bhagavad Gita adalah mutiara dari semua aliran falsafah dan agama yang
ada dalam kepercayaan Hindu. Ia mengandung kebeneran dan metafisika dalam
berbgai aspek dan dan mengemban setiap bentuk pemikiran. Tuhan tidak terbatas
pula aspek-aspekNya. Karena itu, tidak terbatas pula jalann untuk mencapainya,
seperti kata Krisna kepada Arjuna “Jalan mana pun yang ditempuh manusia
kearah ku, semua kuterima. Dari mana-mana mereka menuju jalanKu”
39
Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11. 40
Darmayasa, “Mengenali Bhagavad Gita sebagai Pancamo Veda” dalam
http://phdi.or.id/artikel/mengenali-bhagavad-gita-sebagai-pancamo-veda diakses tanggal 12
Februari 2017. 41
Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 140.
33
Bagi pemikir Barat, Bhagavad Gita yang merupakan sintesa dan penuh
toleransi agak ganjil karena pelaksanaan ajaran-ajarannya ditentukan oleh masing-
masing penganutnya. Yang lebih ganjil lagi, dalam masyarakat Hindu tertata rapi,
masing-masing orang mencari jalan sendiri untuk memberi arti pada hidupnya
dan melepaskan diri dari belenggu Karmapala lewat jalan kerohanian yang
dipilihnya.42
Karya-karya besar seperti Bhagavad Gita bukanlah literatur biasa. Bukan
pula karya klasik yang biasa dibaca ulang beberapa kali saja. Karya besar seperti
ini adalah panduan untuk seumur hidup.43
Betapa pentingnya kedudukan kitab
Bhagavad Gita bagi para penganut agama Hindu, banyak makna filosofis yang
tersirat dalam Bhagavad Gita yang seharusnya bisa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
42
Nyoman S. Pendit, BhagavadGita (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. xii. 43
Anand Krishna, Kebijakan Bhagavad Gita Bagi Generasi Y (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2017) h. 19.
34
BAB III
KONSEP UMUM TENTANG KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU
A. Tuhan Dalam Teks Suci
sastrayonitvat: Kitab Suci sebagai alat dari pengetahuan yang benar. Kitab
suci (sajalah) jalan menuju kepada pengetahuan yang benar (dalam hubungannya
dengan Brahman, pemaparan seperti yang diceritakan pada sutra 2 membenarkan
hal ini).
(Sutra ini juga dapat ditafisrkan dengan jalan lain. Telah dikatakan dalam Sutra 2
bahwa brahman, yang merupakan penyebab kejamakan alam semesta ini, dengan
sendirinya maha tau. Sutra ini membenarkan hal itu. Kalau demikian maka dia
seharusnya dibaca : “(Brahman yang mahatau dan mahakuasa dari) keberadaan-
Nya menjadi sumber naskah suci ini. “Kitab suci sendiri menyatakan bahwa
Yang Kuasa sendiri yang menghembuskan nafas Veda ini. Karena itu Dia yang
telah menciptkan naskah suci ini, yang mengandung pengetahuan yang
mengagumkan ini tak dapat tidak pasti mahatahu dan mahakuasa).1
Sutra ini membuat lebih jelas gagasan yang dikemukakan pada sutra 2.
Bila masih ada keraguan tentang Brahman sebagai asal mula dan lain-lain dari
dunia yang ditetapkan oleh otoritas naskah suci, dan bukan karena penyimpulan
dan lain-lain, yang berdiri sendiri dari hal tersebut, sutra ini memperjelas bahwa
sruti sajalah satu-satunya yang merupakan bukti tentang Brahman.
Brahman adalah sesuatu yang telah ada, sehingga Dia juga dapat dipahami
dengan jalan pengetahuan lain yang benar, yang terpisah dengan naskah suci.
Brahman tidak memiliki bentuk dan lain-lain sehingga tak akan dapat dipahami
dengan persepsi langsung. Disamping itu, pada karakteristik yang terpisah, seperti
asap dari apinya. Dia tak dapat ditetapkan dengan penyimpulan atau analogi
1 Svami Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan (Surabaya:
Paramita, 2004) h. 74.
35
(upamana). Karena itu dia hanya dapat dipahami melalui naskah suci. Kitab suci
sendiri berkata: “Dia yang tidak mengetahui tentang naskah suci, tak akan dapat
memahami Brahman.” Tak dapat diasingkan, seperti yang benar juga memiliki
bidang, tetapi hanya setelah Brahman ditetapkan oleh naskah suci – sebagai
pelengkap dari padanya dan bukan berdiri sendiri darinya.2
Naskah-naskah Vedanta hanya mengacu kepada Brahman saja, sebab
semuanya itu menjadikan brahman sebagai topik pembicaraan, Tujuan utama dari
suatu ajaran dikumpulkan dari karakteristik berikut; (1) Permulaan dan
kesimpulan, (2) pengulangan, (3) kekhususan materi topik, (4) hasil, (5) pujian,
dan (6) penalaran. Keenam hal ini membantu untuk mencapai tujuan
sesungguhnya dari pekerjaan apapun. Dalam bab 6 Chandogya Upanishad
misalnya, Brahman merupakan tujuan utama dari seluruh paragraf, sebab keenam
karakteristiknya tertuju pada Brahman.3
Mula-mula Brahman berarti doa dan kemudian kekuatan gaib yang
terkandung dalam doa. Karena dalam agama Brahmana korban dan doa dinilai
tinggi sekali, maka arti Brahman pun menjadi sangat tinggi pula. Dalam ajaran
Upanishad, Brahman dianggap sebagai yang menyebabkan adanya dan
berlangsungnya segala sesuatu yang ada. Brahman pula yang meyababkan segala
gerakan dan perubahan. Brahman menjadi semacam “jiwa alam semesta”. Hal ini
diungkapkan dalam Mundaka Upanishad III, 1 : 7, 8 sebagai beikut “Brahman
adalah yang tertinggi, Dia adalah cahaya, dia di luar pemikiran. Dia yang lebih
pandai dari yang terpandai. dia lebih jauh dari yang terjauh, dan dia lebih dekat
2 Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan, h. 75.
3 Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan, h. 76.
36
dari yang terdekat. Dia bertempat pada Padma hati segala wujud. Mata tidak
mampu memandang dan melihat-Nya, indera tidak mampu mencapai-Nya. dia
digapai bukan dengan kekerasan dan bukannya dengan upacara korban.4
Di dalam Brahman kita menemukan bahwa dunia yang berubah-ubah ini
adalah ekspresi parsial yang tidak sempurna. Brahman adalah sumber dan
penopang alam semesta ini. Taittiriya Upanishad mengatakan, “ Carilah ia dari
mana semua yang ada ini lahir, dan dimana semua ini dilahirkan, hidup dan
kedalam mana semua ini masuk setelah peleburan, itulah Brahman”
Brahman, sebagai segala sumber kekuatan, seperti kekuatan api untuk
membakar, kekuatan air untuk mebasahi, kekuatan indera manusia untuk bekerja,
djelaskan secara alegoris di dalam Kena Upanishad. Sebaliknya Brahman yang
transendental diuraikan di dalam Brihadaranyaka Upanishad, “Inilah Brahman
tanpa sebab dan akibat, tanpa segala sesuatu didalamnya ataupun di luarnya”.5
Kena Upanishad juga menjelaskan bahwasanya yang tidak dapat dilihat oleh
mata, tapi yang membuat mata bisa melihat, disebut Brahman. Menurut
Upanishad ini, Brahman adalah intisari dari semua benda dan makhluk di dunia
ini. Brahman di luar jangkauan dari pikiran dan kecerdasan6
Para filsuf India tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang diajarkan
Veda. Mungkin kita bisa mengatakan bahwa mereka memberikan pengetahuan
tentang Brahman, dan menekankan bahwa pekerjaan adalah sarana untuk
mencapai pengetahuan itu. Jika kita telah disucikan dengan yadnya dan kerja
4 Rahmat Fajri dkk, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Belukar, 2012) h. 80-81.
5 I Nyoman Ananda, Agama Veda dan Filsafat (Surabaya : Paramita, 2006) h. 44-45.
6 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafatnya
(Surabaya : Paramita, 2003) h. 29.
37
tanpa pamrih, baru kita menjadi pantas untuk menerima pengetahuan Brahman.
Karena itulah Veda dibagi menjadi dua bagian Karma Kanda menyangkut kerja,
dan Jnana kanda, penyangkut pengetahuan. Upanishad, bagian akhir Veda (juga
disebut Vedanta, berarti akhir Veda), mencangkup bagian yang berhubungan
dengan pengetahuan.7
Kitab Uphanishad merupakan bagian penting dari kitab-kitab Veda
(Caturveda Samitha). Kitab Upanishad memberikan wejangan tentang rahasia
tertinggi terhadap umat manusia. Kitab-kitab ini berisi intisari dari kitab-kitab
Veda dan merupakan dasar kebenaran spiritual bagi seseorang yang mencari
pencerahan spiritual. Secara khusus kitab Upanishad mengandung ajaran filsafat.8
Salah satu konsekwensi yang ditarik oleh Upanishad-upanishad dari
ajarannya tentang hakekat yang terdalam dari segala yang ada ialah pernyataan,
bahwa segala rupa itu hanya” “maya” belaka. Yang dimaksudkan dengan kata
maya itu ialah pengertian “lamunan” atau fatamorgana. Apabila dunia pada
hakekatnya yang sedalam-dalamnya itu satu, maka seluruh keanekaragaman semu
dari pada segala hal itu hanyalah lamunan, maya belaka. “Orang yang mahir di
dalam Upanishad-upanishad melihat segala sesuatu itu, sebagaimana ia
memandang mimpi dan kesilauan.”. demikian tertulis dalam suatu bagian dari
Upanishad. Ada kalanya dikatakan secara demikian: “Brahman, yang tidak
bermutu itu masuk, ke dalam serba-banyak, di mana ia memainkan peranan
ilahinya. Pada suatu saat permainan ilahi ini berkahir, lalu semuanya tenggelam
kembali ke dalam Brahman”. “Tahu akan hal ini membuat manusia kaya dan
7 Ananda, Agama Veda dan Filsafat, h. 24-25.
8 I Made Titib, “Pengantar Weda” ( Surabaya : Paramita, 2003) h. 113.
38
tenteram. Ini lebih berharga dari pada yang lain-lainnya”. Secara demikianlah
diterangkan di dalam Upanishad-upanishad ajaran tentang “adwaita”, yakni ajaran
yang menyatakan bahwa Brahman dan Atman “tidak dua” adanya.9
Dalam RgVeda 1.164.46 dinyatakan wujud Tuhan dalam konsep Saguna
Brahman hadir sebagai wujud para Dewa seperti: Agni, Yama, Matariswa. Dalam
lontar Wrshaspati Tattwa, konsep Tuhan dalam saguna Brahman dinyatakan
sebagai Sadasiwa. Tuhan dalam konsep Sadasiwa adaalah Ia yang mempunyai
empat kekuatan atau kemahakuasaan. (cadu sakti).10
Sesungguhnya, pada masa permulaan dari zaman yang tertua, yang ada
diseluruh Alam Semesta ini, hanyalah Diri Brahman (Tuhan Yang Maha Esa)
yang Maha Tak Terbatas, yang tidak dibatasi oleh apa pun, baik disebelah Timur,
disebelah Selatan, disebelah Barat, disebelah Utara, di Atas, di Bawah, maupun
disetiap arah penjuru. Sesungguhnya, bagi Diri Beliau itu, arah Timur dan arah
sebelah Penjuru Mata angina yang lainnya, serta arah yang lainnya lagi, pun
bagian Bawah, bagian Atas, tidak ada.
Keadaan atau sifat-sifat Sang Roh Maha Agung, (Maha-Atman) itu tidak
dapat dibayangkan. Beliau tidak dilahirkan, tidak dapat difikirkaan. Bagi Beliau,
Maha Ruang yang meliputi seluruh bagian dari Alam Semesta ini merupaan Roh-
nya (Akastaman). Pada waktu terjadi Maha Pralaya (Kiamat Besar), yang ada,
yang tetap bangun kesadarannya, hanya Diri beliau saja. Dari Ruang yang maha
luas dari Alam Semesta itu, yang membangunkan Alam Semesta yang
keadaannya bagikan suatu masa fikiran yang maha besar, yang masih dalam
9 A.G Honig, Ilmu Agama, (Jakarta : Gunung Mulia, 2009) h. 113.
10 I Made Adi Brahman, “Korelasi Ajaran Cadu Sakti Dengan Catur Yoga” jurnal
Penelitan Agama vol. 3 no. 2, 2017, h. 11.
39
keadaan tidur, adalah Sang Roh Maha Agung (Tuhan Yang Maha Esa). Seluruh
isi Alam Semesta ini, yang mencipta dengan fikiran-fikiran-Nya, adalah Sang Roh
Maha Agung itu.11
Ajaran untuk mencapai kemanunggalingan atau penyatuan kembali yang
murni dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) adalah sebagai berikut ini:
Pengaturan Napas (Pranayama), Penarikan kesadran indria dari dunia luar
(Pratyahara), Meditasi (Dhayana), Konsentrasi (Dharana), Kontemplasi (Tarka),
atau kadang-kadang disamakan dengan Savikalpaka-Samadhi = Samadhi atau
meditasi masih dengan ikatan pada Fikiran), dan Absorpsi (Samadhi) (Meditasi
tingkat sangat tinggi, yang kadang-kadang disamakan dengan Nir-Vakalpaka-
Samadhi, yaitu Meditasi tanpa terikat lagi kepada Fikiran). Inilah yang dinamai
Ke-Enam Bagian dari Yoga.12
Di dalam pemikiran Hindu terdapat dua aliran yang sangat berlainan yang
berhubungan dengan Tuhan. Pertama adalah aliran keesaan, dan kedua adalah
aliran perbilangan. Pada orang-orang Hindu bilangan Tuhan amatlah besar.
Sebagaimana yang telah disebutkan, bagi mereka tiap-tiap satu kekuatan mutlak,
masing-masing dapat memberikan faedah atau membahayakan, seperti air, api,
sungai-sungai, dan gunung-gunung. Dialah Tuhan yang mereka harapkan
pertolongannya pada masa-masa kesulitan. Mereka menyeru Tuhan-tuhan itu
supaya memberkati keturunan dan harta benda mereka yang terdiri dari, binatang-
11
Sugiarto, Maitri Upanisad (T.tp: Markas Besar Tentara Nasional Indoneisa Angkatan
Laut, t.t) h. 46 12
Sugiarto, Maitri Upanisad, h. 47
40
binatang ternak, barang-barang, makanan, dan buah-buahan serta menolong
mereka dalam masa kesulitan.13
B. Sifat Ketuhanan Personal dan Impersonal
Tuhan merupakan prima causa (penyebab atau faktor utama) yang bersifat
mutlak karena harus ada sebagai asal atau sumber atas semua yang ada. Tanpa ada
Tuhan tidak ada ciptaan ini.14
Untuk mengenal dan mengetahui Tuhan kita
memerlukan nama, penggambaran tentang sifat, hakekatnya atau apa saja yang
dapat memberi keterangan yang jelas dalam membantu untuk mengahayati Tuhan
itu. Setiap kali kita menyebut nama Tuhan pikiran kita dipaksa untuk berpikir
tentang Tuhan dalam segala kemampuan pikir kita untuk mengenalnya.15
Bagi mereka yang tinggi pengetahuan rohaninya, Tuhan Yang Maha Esa
digambarkan dalam pikirannya sebagai Impersonal God (tanpa wujud baik dalam
pikiran maupun dalam kata-kata) sedangkan bagi yang pemahamannya sederhana,
Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai Personal God, berpribadi dan
dibayangkan sebagai wujud-wujud yang agung, maha kasih, maha besar dan lain
sebagainya. Pada umumnya umat beragama menyembah Tuhan Yang Maha Esa
yang personal ini. Penggambaran dalam alam pikiran manusia umumnya sebagai
yang serba mulia, suci, luhur, tinggi dan jauh.16
Kata Brahman (adalah bentuk neutrum dari Brahma) yang berarti; yang
tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari diri-
13
Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar Di India (Jakarta : Bumi Aksara, 1998) h. 25-26. 14
Gede Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya) (Jakarta : Mayasari, 1977) h. 13. 15
Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya), h. 14-15. 16
I Made Titib, Pengantar Weda, h. 92.
41
Nya, dan sejenisnya. Ciptaan-Nya muncul dari diri-Nya, seperti halnya Veda yang
mucul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahma sebagai pencipta jagat
raya didukung oleh sakti-Nya yang disebut Sarasvati, dewi pengetahuan dan
kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila
disebut sebagai Brahma, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa
sebagai pencipta, dengan demikian Brahma saat ini adalah Tuhan Yang
Berpribadi (Personal God). Brahma digambarkan berwajah empat (Caturmukha)
dan lain-lain. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan Yang
Tidak Berwujud dalam alam pikiran manusia (Impersonal God) sedang disebut
Brahma, ketika ia telah mengambil wujud dalam menciptakan alam semesta
beserta segala isinya17
.
Keberadaan Tuhan menurut Naiyayikas18
disebut bahwa Tuhan bersifat
pribadi dalam artian wujud Tuhan dapat ditangkap oleh pemikiran, perasaan dan
dapat diberi atribut sehingga adanya Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, dan
pelebur semua termasuk sifat Tuhan yang pribadi (Personal God).19
Dalam
Bhagavad Gita VII - 5
aperyam itas tv anyam prakrtim viddhi me param, jiva-bhutam maha-baho
yayedam dharyate jagat
Artinya :
Ini adalah unsur alam-Ku yang lebih rendah. Ketahuilah unsur alam-Ku
yang lebih tinggi lainnya, yang merupakan sang roh, yang menyangga
alam dunia ini, wahai Mahabaho (Arjuna).
17
I Wayan Sudarma, “Sang Hyang Widhi (Personal dan Impersonal Godhead)” dalam
http://artadharma.blogspot.com/2012/09/sanghyang-widhi-personal-impersonal.html diakses
tanggal 8 September 2012. 18
Naiyayikas, merupakan nama dari salah satu dari enam aliran hindu ortodoks (astika) 19
I Gusti Ngurah Elga Pra Sutrawan, “Komperasi Filsafat Ketuhanan Nyaya Darsana
Dengan Baruch Spinoza” Jurnal Penelitian Agama Hindu, vol. 1 no. 2 oktober 2017, h. 502
42
Yang tertinggi juga disebut Iswara, sebagai Tuhan berpribadi dari alam semesta
ini, yang mengandung jiwa sadar (ksetrajna) dan unsur alam yang tidak sadar
(ksetra). Keduanya ini dianggap sebagai aspek-Nya yang lebih tinggi (para) dan
aspek yang lebih rendah (apara) Ia merupakan nyawa dan wujud dari setiap
makhluk.20
Bila kita mengkaji tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) di dalam
kitab suci dan kitab-kitab Vedanta, maka kita menemukan 2 pandangan yang
berbeda tentang Brahman, yakni sebagai Yang Tidak berwujud, dan yang
berwujud seperti dijelaskan dalam kitab-kitab Vedanta (Upanishad). Berdasarkan
penjelasan dalam kitab Brahma Sutra21
, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah
yang menjadikan alam semesta dan segala yang terdapat di dalamnya.22
Aliran ketuhanan dalam Upanishad mengajarkan bahwa Tuhan senantiasa
tinggal dalam keabadianNya tetap bekerja di dunia kita ini. Tuhan menguasai
seluruh alam semesta dan semua yang ada di dalamnya adalah milikNya. Dalam
Bhagavad Gita kencenderungan ketuhanan ini berkembang menjadi paham
ketuhanan yang penuh, dan manusia tidak lagi secara esklusif melihat ke dalam
untuk mencari dasar abadi dari jiwanya, tetapi beralih ke luar untuk bertemu
TuhanNya yang transenden. Tujuan ideal hidup manusia bukan lagi persekutuan
jati diri individual dengan Tuhan Yang Mutlak, ilahi yang tertinggi, Tetapi
20
I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawad Gita (Surabaya : Paramita, 2003) h. 284. 21
Tentang Kitab Suci atau sastra agama sebagai sumber atau ajaran, untuk memahami
Tuhan Yang Maha Esa, kitab Brahma Sutra, secara tegas menyatakan: Sastrayonitvat (I. 1. 3),
yang artinya: kitab suci (Veda) dan sastra agam adalah sumber untuk memahaminya-Nya. Lebih
jauh dalam kitab yang sama dinyatakan: Tatu Samanvayat (I. 1. 3) yang artinya: Tetapi Dia
(Brahman hanya dapat diketahui dari kitab suci dan bukan dengaan bebas dalaam arti yang lain),
karena hal itu merupakan penjelasan yang utama (dari semua kitab-kitab Vedanta). 22
I MadeTitib, “Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu (Surabaya : Paramita,
2003) h. 13.
43
penyatuan dan penyerahan total dari jati diri individual kepada Tuhan yang penuh
cinta dan kuasa. Maka Yang Ilahi bisa berupa Yang Mutlak (Brahman).23
Dalam kitab-kitab Upanishad, Brahman adalah yang abadi sekaligus
sumber dari segenap alam fenomenal; Dia adalah diri yang terdalam di dalam
hakikat manusia. Terutama dalam kitab-kitab Upanishad yang lebih awal disana
terdapat identifikasi antara diri terdalam manusia dengan yang Mutlak yang tak
mengubah dan mengontrol seluruh alam semesta. Meskipun kencenderungan
nondualis ini ditemukan sebagai suatu tema pokok mereka yang terus diulang,
namun kecenderungan kearah konsep tentang Ada tertinggi dalam pengertian
personal berbeda dari alam semesta dan dari diri manusia.
C. Pandangan Tentang Monoteisme
Kata monoteisme berasal dari kata Yunani, yaitu monon yang berarti
“tunggal”, dan theos yang berarti “Tuhan”. Jadi, monoteisme adalah kepercayaan
atau paham bahwa Tuhan adalah satu atau tunggal dan berkuasa penuh atas segala
sesuatu.24
Ada suatu Kecerdasan Kosmos yang ada di dalam semua hal dan
menembus semua hal. Ini adalah zat yang sesungguhnya. Darinya semua berasal.
Ia adalah Zat Cerdas atau Bahan Akal. Ia adalah Tuhan. Jika tidak ada zat, tidak
akan ada kecerdasan; jika tidak ada zat, tidak akan ada apa-apa.25
23
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: KANSIUS, 1995) h. 101-
102. 24
Ali Imron Sejarah Terlengkap Agama-Agama Dunia Dari Masa Klasik Hingga
Modern (Yogyakarta : IRCISoD, 2015) h. 15 25
Wallace D. Wattles, Mencapai Hidup Dengan Keagungan (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2007) h. 17.
44
Tuhan adalah Raja atau Pemimpin seluruh alam semesta ini. Beliau adalah
Pengendali dan Penguasa tertinggi. Dalam menjalankan „kepemimpinannya‟
Tuhan menciptakan makhluk-makhluk yang diberi kemampuan ilahi untuk
bertugas dalam pengendalian alam semesta ini. Para makhluk itu diantaranya
adalah dewa.26
Tuhan adalah sumber pertama dari semua ciptaan ini. Antara
pencipta (Tuhan) dengan yang dicipta tidaklah sama kedudukannya. Artinya
Tuhan tidak sama dengan Dewa. Dewa diciptakan olehNya setelah menjadikan
semua alam semesta ini berikut isinya.27
Menurut kitab Bhagavad Gita, dewa bukanlah Tuhan, hasil pemujaan
kepada dewa bersifat terbatas dan hanya sementara.28
Dalam Bhagavad Gita 9.23
ye py anya-devata-bhakta yajante sraddhayanvitah te pi mam eva
kaunteya yajanty avidhi-purvakam
Artinya:
Orang yang mejadi penyembah dewa-dewa dan menyembah dewa-dewa
itu penuh kepercayaan, sebenarnya mereka menyembah-Ku, tetapi mereka
berbuat demikian dengan cara yang keliru.29
Agama Hindu adalah agama yang Monotheisme atau percaya akan satu
Tuhan. Konsepsi tentang pengertian Keesaan Tuhan telah ada dalam Pustaka Suci
Veda. Semua orang beragama mufakat dalam mengartikan Tuhan sebagai Yang
Maha Tinggi, tetapi arti dari Yang Maha Tinggi itu berbeda-beda menurut
keyakinan agama masing-masing. Namun yang jelas menurut konsepsi
Monotheisme, Tuhan tidak boleh dicampurkan dengan hal-hal dunia, karena
Tuhan itu satu adanya, dan tidak dapat dibagi-bagikan kemuliaanya.
26
Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka (Yogyakarta : Narayana Smrti Press,
2006) h. 15. 27
Gede Pudja, Sraddha (Jakarta : Mayasari, 1984) h. 28. 28
Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka, h. 17. 29
Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka, h. 18.
45
Menurut Veda, Tuhan adalah Maha kuasa, Maha Ada, dan menjadi
sumber dari segala yang ada dan tiada. Kepercayaan akan Keesaan Tuhan dalam
Veda dapat dilihat dari rumusan-rumusan ayat atau mantera yang terdapat di
dalam Rg Veda. dalam mantera-mantera tersebut sifat-sifat Keesaan Tuhan
digambarkan dengan berbagai sebutan mula-mula Purusa (tak terbatas), kemudian
Hiranyagarbha (pencipta semua makhluk), Prajaspati (asal mula semua makhluk),
Pita (ayah dari semua yang ada).30
Doa-doa yang menyeru Tuhan kebanyakan terdapat dalam Atarwa-Weda,
yaitu Weda yang termuda di antara keempat macam Weda yang ada itu.31
(Rig
Weda, Sama Weda, Yayur Weda).
Doa-doa yang terkandung dalam Weda meliputi tingkatan doa yang paling
primitif yang bergerak naik ke tingkatan kesangsian akan adanya Tuhan Maha Esa
dan sempurna atas keyakinan dan keinsafan akan ke Esaan Tuhan yang Maha
Kuasa itu. Weda juga mengajarkan bahwa Tuhan itulah yang mencurahkan alas
tempat susu dari bulu, agar menjadi bersih. Dialah tiangnya alam ini dan Dialah
yang memiliki doa fajar, dimana segala ahli hukama membaca tasbih memujanya.
Suma, yaitu sumber kebersihan akan tetap ada, demikian juga sumber kebahagian
dengan bejana-bejana korban dan ia kelihatan mengembangkan doa seperti
lembu-lembu jantan mendatangi lembu-lembu betina.32
30
Gde Sara Sastra, Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu (Surabaya : Paramita,
2005) h. 44 31
Syamsuddin Abdullah dkk, Fenomenologi Agama, (Proyek Pembinaan Prasarana dan
Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 183/1984) h. 93 32
Abdullah dkk, Fenomenologi Agama, h. 93
46
Tuhan Maha Esa adalah merupakan pokok keyakinan di dalam agama
Brahma itu. Akan tetapi Tuhan Maha Esa itu dinyatakan meresapi seluruh alam
dan berada pada seluruh alam :
Brahman is supreme. He is self-luminous. He is beyond all thought.
Subtler than the subtlest is He, farthest than the farthest, nearer te nearest.
He resides in the lotus of the hearth of every being. (Brahman itu maha
agung. Dia cemerlang sepanjang zatnya. Dia berada di luar seluruh
pemikiran. Dia maha gaib dari yang paling gaib, maha jauh dari yang
paling jauh, maha dekat dari yang paling dekat. Dia bersemayam di dalam
seroja hati setiap makhluk)
Uphanishad, Mundaka
Dari petikan ayat Upanishad di atas, diantara sekian banyak ayat lainnya,
dapat disaksikan bahwa keyakinan yang murni di dalam Agama Brahma itu
berasaskan keesaan Ilahi yang murni ( Pure Monotheisme)33
Umat Hindu wajib meyakini atau beriman terhadap Hyang Widhi
(Brahman), bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Adil dan
Bijaksana, Maha Esa, serta Maha Segala-galanya. Dia memiliki kuasa atas segala
pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta dengan segala isinya. Hal ini
dijelaskan dalam Bhagavad Gita X.20 :
Aham atma gudakesa, sarva bhutasya sthutah aham adis cha, madyam
eka, bhutanam anta eva cha. (Aku adalah jiwa yang bersemayam dalam
hati semua insani. Wahai Gudakesa Aku adalah permulaan pertengahan
dan akhir dari semua mahkluk dan yang ada ini)
Menurut ajaran Hindu, Tuhan Yang Maha Esa tidak terjangkau oleh
pikiran dan indra, yang gaib disebut berbagai nama sesuai dengan jangkauan
pikiran, namun Dia hanya satu; tunggal ada-Nya.34
33
Joesoef Sou‟yb, “Agama-Agama Besar Di Dunia” ( Jakarta : PT Al Husna Zikra, 1996)
h. 45.
47
Menurut Pudja35
, konsep ketuhanan dalam agama Hindu disebut
brahmawidya, yang artinya sama dengan teologi, yaitu ilmu yang mempelajari
tentang Tuhan. Pudja juga menambahkan bahwa dalam agama Hindu, Brahman
berarti Tuhan, gelar yang diberikan kepada Tuhan sebagai Dzat yang
memeberikan kehidupan kepada semua ciptaan-Nya; Dia adalah Dzat Yang Maha
Kuasa.36
Dengan banyaknya pecinta Tuhan dalam Hindu, jelaslah motivasi utama
monoteisme mereka lebih bersifat religius dari pada filosofis dan lebih didasarkan
pada pengalaman religius yang khusyuk dari pada akal yang murni, meskipun akal
digunakan juga untuk membenarkan pengalaman mereka. Tampaknya mereka
mencari dan menentukaan Tuhan Pribadi yang berkenan membalas cinta dengan
cinta, dan mengabulkan devosi mereka dengan rahmat.37
Monoteisme idealistis (segala sesuatu dikembalikan pada satu asas, yaitu
Brahman dan Atman). Brahman (sebab adanya dunia, berada dalam segala
sesuatu) dan Atman (zat yang sejati, hakikat manusia) Di dalam Atman itulah,
Brahman imanen.38
34 Ali Imron, “Sejerah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia” ( Yogyakarta : IRCISoD,
2015) h. 89. 35
Gede Pudja, lelaki Bali ini dilahirkan di Mataram, Lombok. Ayahnya Made Tarka,
adalah bendaharawan daerah Mataram. Pudja mendapat kepercayaan untuk menagajar bahasa
Sanskerta pada murid kelas 1 di tempatnya bersekolah. Keahliannya pada bahasa Sanskerta itu
membuat Ia merampungkan tidak kurang dari 15 buah kitab tuntunan agama Hindu, hasil
terjemahan antara lain; Sama Weda, Reg Weda. 36
Imron, Sejarah Terlengakap Agama-Agama Di Dunia, h. 89 37
Devamony, “Fenomenologi Agama” h. 127 38
Ali Anwar, Tono Tp, “Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat” (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005) h. 75
48
D. Pandangan Tentang Politeisme
Politeisme adalah bentuk penyembahan terhadap makhluk-makhluk gaib
yang memiliki nama dan bertugas mengatur jalannya jagat raya, yaitu para dewa.
Dalam kepercayaan ini para dewa mempunyai tugas tertentu dan sifat-sifat
kepribadian yang jelas,. Keberadaan para dewa ini berbeda halnya dengan roh
karena memiliki kekuasaan dan disembah secara umum; tidak sepertii roh yang
biasanya hanya disembah oleh suku atau keluarga tetentu.39
Konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada
kebutuhan dan selera dari para pemuja-Nya, Dia dapat terlihat dalam suatu wujud
yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut.
Dia juga dapat menjelmakan Diri-Nya di antara makhluk manusia untuk
membimbingnya menuju Tuhan-Nya. Dan penjelmaan ini merupakan sutu proses
berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya
perlu.
Kemudian, ada aspek Tuhan lainnya sebagai Yang Mutlak, yang biasanya
disebut sebagai „Brahman‟ yang berarti besar tak terbatas. Dia adalah
Ketakterbatasan itu sendiri. Namun, Dia juga bersifat immanen pada segala yang
tercipta.40
Politeisme Hindu walaupun kelihatannya jelas, tetapi masih merupakan
teka-teki misterius yang akan tetap berlanjut demikian sampai ia dipandang dalam
perspektif yang benar. Ada tiga aspek terhadap politheisme ini. Tiga keyakinan
utama tentang pemujaan devata – Trimurti yang terdiri dari Brahma, Visnu, Siva –
39
Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia, h. 14 40
Svami Harshananda, “Dewa-Dewi Hindu” ( Surabaya : Paramita, 2007) h. 3
49
bersama dengan pendampingnya, membentuk aspek pertama. Disini segala
pemujaan wujud devata dianggap sebagai aspek berbeda-beda dari Tuhan Yang
Mahaesa, Isvara. Devata-devata minor seperti Ganesha dan Kumara, membentuk
aspek kedua. Walaupun para devata ini kadang-kadang juga dilukiskan sebagai
aspek Tuhan Tertinggi, umumnya kedudukannya lebih rendah ketimbang trimurti
tersebut. Dengan demikian mereka itu menyatakan manifestasi terbatas dari
Tuhan. Lokapala (penjaga dunia) yang disebut sebagai Dikpala (penjaga arah
mata angin) seperti indra, Varuna, Agni dan lain sebagainya menempati aspek
ketiga.41
Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi
kekekuataan suci guna kesempurnaan hidup para makhluk. Dewa itu bukan Sang
Hyang Widhi atau Brahman, ia hanyalah merupakan sinarnyaNya. Kata Dewa
berasal dari Sanskerta : DIV, yang artinya Sinar.42
Pernyataan Sri Krsna dalam Bhagavad Gita IV. 11 dan VII. 21, bahwa Dia
sebagai Penguasa Tertinggi akan menanggapi para bhakti-Nya dalam bentuk
pemujaan apapun dan jalan pendekatan apapun, hal ini dapat menjadi, dasar
filosofi khas Hinduisme, dan bagi politeisme ini. Dengan demikian Tuhan dapat
menjadi segala-galanya bagi seluruh umat manusia dan manusia sendiri dapat
memohon apapun kepada-Nya.43
Terkait konsep Tuhan dalam agama Hindu yang erat dengan sebutan
politeisme, nyatanya sepanjang sejarah telah menyatakan beberapa perspektif
tentang sifat ketuhanan atau realitas tertinggi yang menyatakan dewa-dewa dalam
41
Harshananda, Dewa-Dewi Hindu, h. 4 42
t.p, Upadeca (Denpasar : Parisada Hindu Dharma, 1968) h. 17. 43
Harshananda, Dewa-Dewi Hiindu, h. 5
50
mitologi Hindu adalah manifestasi Tuhan dalam fungsi tertentu. Oleh karena
kekuasaan dan fungsi Tuhan demikian luas dan dalam, maka Tuhan mewujudkan
diri dalam wujud dewa-dewa. Dengan kata lain, dewa-dewa adalah ciptaan Tuhan
seakan-akan dewa-dewa itu terpisah dengan Tuhan, padahal sesungguhnya
mereka adalah bagian integral dari kebesaran Tuhan.44
Memuja dewa bukan seperti menyembah Tuhan Yang Maha Esa,
melainkan hanya menghormati dewa-dewa itu. Sebagian penganut Hindu
menganggap dewa-dewanya sebagai “malaikat”. Pada hakekatnya dewa bukanlah
Tuhan, dan di atas dewa-dewa itu ada yang lebih tinggi, yaitu Sang Hyang Widhi
atau Brahman. Jadi ketika yang dipuja adalah dewa yang terkenal, itu harus
dipahami bahwa mereka itu hanyalah sebagai manifestasi dari Yang Mahaesa.
44
Syamsul Bakhri, Ahmad Hidayatullah “Desakralisasi Simbol Politeisme Dalam Silsilah
Wayang: Sebuah kajian Living Qur‟an dan Dakwah Walisongo di Jawa” jurnal kajian sosial
keagamaan, vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2019, h. 18-19.
51
BAB IV
ANALISIS TUHAN DALAM BHAGAVAD GITA
A. BRAHMAN ASPEK KEBENARAN YANG MUTLAK
Ada aspek Tuhan yang mutlak yang biasa disebut sebagai “Brahman”
yang berarti besar tak terbatas. Dia adalah Ketakterbatasan itu sendiri. Namun,
Dia juga bersifat immanen pada segala yang tercipta.1 Kata Brahman berarti
“rohani.” Tuhan bersifat rohani, dan sinar dari badan rohani disebut brahmajyoti.2
Dalam Bhagavad Gita Sri Krishna adalah personifikasi, penjelmaan Hyang
Widhi, Tuhan yang maha kuasa (Brahman) yang turun kedunia di kala umat
manusia dilanda keruntuhan pegangan hidup dan kehancuran moral. Sri Krishna
mengajarkan manusia untuk bekerja, sebab bekerja adalah sama dengan tindakan
hukum. Berehenti bekerja adalah melawan tindakan hukum alam. Disiplin kerja
adalah bekerja ditunjukan kepada hukum alam itu sendiri. Hukum alam dalam
agama Hindu adalah Brahman. Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Berbakti kepada Brahman, Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa
adalah disiplin hidup manusia yang paling utama. Kerja apapun yang dilakukan
manusia tanpa disiplin hidup berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa , semuanya
akan sia-sia.3 Karna Brahman adalah sebab adanya dunia material ini. Brahman
1 Syafieh, “Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur‟an” Jurnal At-Tibyan, Vol. 1 No. 1 Januari-
Juni 2016, h. 148 2 Brahmajyoti adalah sinar atau cahaya dari panacaran Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)
atau Tuhan yang maha Esa. lihat Swami Prapuphada, Bhagavad Gita Menurut Asli Nya, h. 20 3 Nyoman S. Pendit, “Aspek-Aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan Kebajikan”
(Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1993) h. 75
52
yang tidak tampak itu berada dalam segala sesuatu yang digambarkan seperti
garam yang dilarutkan di dalam air.4
Brahman yang dicapai oleh mereka yang melalui jalan para dewa tak dapat
menjadi brahman Tertinggi. Mereka hanya mencapai saguna brahman. Brahman
Tertinggi meliputi segalanya, sebagai sang Diri batin bagi semuanya. Brahman
seperti itu tak dapat dicapai, sebab Dia merupakan sang Diri dari setiap orang.
Apa yang disebut sebagai realisasi Brahman Tertinggi tiada lain adalah pelepasan
kebodohan tentang-Nya.
Dalam Reg Weda dijelaskan bahwa Tuhan itu satu, dari segala sesuatu
yang belum ada, namun beliau telah ada. Tuhan (Brahman) itu tidak bisa dikenali
wujud dan bentuk seperti apa. Kemudian beliau berkehendak ingin menciptakan,
yang pertama kali diciptakan oleh beliau adalah wujud nya sendiri yang disebut
Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Jadi sesungguhnya ketiga Dewa ini
berasal dari yang Tunggal yaitu Brahman.5
Om Twam Siwah Twam Mahadewaah, Iswarah Parameswara, Brahma
Wisnuca Rudrasca, Purusah Parikirtitah,
Artinya:
Engkau disebut Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma dan
Wisnu dan juga Rudra. Engkau adalah asal mula dari segala yang ada6.
Rgveda : 2.12.5
4 Harun hadiwijono, “Agama Hindu dan Budha” (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,
2009) h. 25 5 Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta jati Cinere.
6 Elicia Dwi Pratama, “Mantra dan Sloka Ke Esaan Tuhan Menurut Hindu” dalam
http://eliciadwipratama.blogspot.com/2015/07/mantram-dan-sloka-ke-esaan-tuhan.html diakses
tanggal 27 Juli 2015.
53
Pada pernyataan sloka diatas, bahwasanya asal mula dewa-dewa yang ada
di dalam kepercayaan Agama Hindu itu dari yang satu, yaitu Brahman. Walaupun
Tuhan mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk, tetapi Tuhan
tetap satu tiada dua.
Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan yang Tidak berwujud dalam alam
pikiran manusia, sedangkan disebut Brahma, ketika Ia telah mengambil wujud
dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.7 ada perbedaan antara
God dan Godhead seperti perbedaan langit dan bumi. God disini adalah Tuhan
Trinitas atau yang biasanya dikenal dalam Hindu (Tri Murti). Sedangkan Godhead
adalah asal usul dari God. Dalam tradisi Adwaita Vedanta, Godhead ini disebut
dengan Brahman, atau yang lebih tepat lagi disebut dengan Nirguna Brahman,
yakni Brahman yang paling tinggi.8
Brahman adalah suprakosmis, yang mengatasi ruang dan waktu. Ia
merupakan Roh Universal, paramatman, yang menjiwai bentuk-bentuk dan
pergerakan kosmis ini.9 Brahman hanya dapat didefinisikan dalam istilah
keberadaan. Karena Ia melampaui segala macam sebutan khususnya segala
pembedaan dari subyek, obyek dan kegiatan pengenalan, maka Ia tak dapat
dianggap sebagai bersifat personal.10
Bagian terkecil dari Brahman adalah atma
atau roh yang ada di dalam diri manusia.
Atma adalah merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi yang
merupakan sumber kehidupan semua makhluk hidup dialam semesta. karena ia
7 Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, h. 16-17
8 Agus Hasan Budiyanto, “Tentang Realitas Dari Segala Sesuatu”, Jurnal Filsafat, Vol.
28 No. 1 Februari 2018, h. 19. 9 Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 72.
10 Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 64.
54
bersemayam kedalam tubuh setiap makhluk, untuk menjiwai badan rokh, sehingga
kelihatan ada kehidupan di alam semesta ini.11
Sifat atma ini bisa dirasakan
melalui kesucian dan keheningan pikiran.12
Sesungguhnya hati nurani umat
manusia ini suci, seperti halnya sifat-sifat Paramatman, Tuhan Yang Maha Esa,
jiwa dari seluruh alam semesta. Atma adalah subyek yang tetap ada di tengah-
tengah segala yang berubah.
Untuk menyadari diri sebagai Atma secara sempurna dan mutlak, maka
terlebih dahulu kita harus menghancurkan semua ilusi pikiran maya.13
Tahap
pengahancuran semua ilusi dalam atma dengan mutlak disebut dengan nirvikalpa
samadhi. Tingkat nirvikalpa samadhi hanya dapat dicapai melalui latihan rohani
yang intensif dan atas karunia Tuhan. Sebagai roh, manusia tampak lemah,
sebagai obyek kelahiran dan kematian, tetapi dengan bimbingan alam, melalui
kelahiran, dan kematian berulang-ulang, melalui pengalaman hidup, latihan rohani
dan karunia Tuhan, maka setiap roh pasti akan mencapai masa depan yang amat
gemilang. Setiap roh berpotensi untuk mencapai kepribadian tertinggi yaitu
Brahman.14
Bila Atma meninggalkan badan, maka makhluk itu akan mati. Atma yang
menghidupi badan disebut jiwatman, Jiwatman dapat dipengaruhi oleh karma,
hasil perbuatan di dunia ini. Karena Atma tidak akan selalu kembali ke asalnya,
11
Putu Sudarsana, “Ajaran Agama Hindu (Upacara Pitra Yadyna)” (Denpasar : Yayasan
Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 2002) h. 3 12
Putu Sudarsana, “Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi)” (Denpasar :
Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 1998) h. 14. 13
Maya adalah kekuatan yang memungkinkan untuk mengahasilkan sifat alam yang
dapat berubah. lihat Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 86. 14
Svami Vivekananda, “Vedanta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini” (Surabaya :
Paramita, 2007) h. xxvi-xxvii.
55
yaitu Paramatma.15
Setiap makhluk hidup terdiri dari dua unsur; yaitu unsur
jasmani dan unsur rohani. Tujuan hidup utama umat Hindu adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan batin yang terdalam, yakni adanya persatuan antara
Atma dan Brahman yang disebut Moksa. Untuk melepas diri dari dunia maya
tersebut, seseorang harus berusaha memperbaiki karmanya atau perbuatannya agar
Atmanya mengalami kesucian dan dapat bersatu kembali dengan Brahman.
Manusia akan merasa bahagia setalah Atmanya kembali dalam keadaan suci dan
seterusnya bersatu dengan Brahman.16
Paham tentang Tuhan sebagai sesuatu kekuatan yang berkuasa atau
sebagai Brahman yang tidak bersifat pribadi dapat dicapai oleh orang yang berada
di dalam tenaga rendah Tuhan, tetapi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak
dapat dipahami kecuali seseorang berada dalam kedudukan rohani.17
Brahman
adalah aspek yang sangat mutlak, dalam Bhagavad Gita Krishna pun menyatakan
Tuhan (Brahman) adalah yang satu dan tiada duanya. Namun Brahman memiliki
berbagai manifestasi. Cara mempelajari tentang Brahman yang tidak bersifat
pribadi hanya dengan cara hidup bersama guru kerohanian dan membaktikan diri
untuk Brahman dan tidak berhubungan suami isteri sama sekali. Dengan cara itu
mereka bisa menginsafi realitas tertinggi Brahman.
15
Djam‟annur, Agama kita Perspektif Sejarah Agama-Agama, h. 51. 16
A. Nirwana, “Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu, Jurnal Al-
Adyaan, Vol. 1, No. 2 Desember 2015, h. 100. 17
Prabhupada, Bhagavad Gita menurut Aslinya, h. 501.
56
B. KONSEP NIRGUNA BRAHMAN
Nirguna Brahman, yaitu Brahman tanpa atribut. Ini diterima sebagai
sesuatu yang satu dan tidak berbeda, yang tetap statis dan dinamis dan merupakan
prinsip mutlak yang menggaris bawahi jagat raya. “Brahman adalah Ia yang kata-
katanya tidak dapat diungkapakan, dan yang mana tidak dapat digapai oleh
pikiran kita yang membingungkan” ungkap Taittiriya Upanisad.18
Nirguna
Brahman bukanlah objek doa, tetapi objek meditasi dan pengetahuan yang tidak
bisa digambarkan dengan apapun.
Pada wilayah ini tidak mengizinkan pemuja-Nya untuk membanyangkan
Tuhan yang Tak Terpikirkan (Acintya) sebagai apapun Sungguh sangat sulit
membayangkan bagaimana cara memuja Tuhan yang Tidak Terbayangkan. Kitab
suci Hindu dengan lugas menggambarkan wilayah Tuhan yang Nirguna Brahman
(Bhagavadgita X.2,XII.5).
kleso dhikataras tesam avyaktasakta-cetasam avyakta hi gatir dukham
dehevadbhir avapyate
Artinya :
Orang yang pikirannya terikat pada aspek yang Mahakuasa yang tidak
berwujud dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam
displin itu selalu sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan.
Menurut Chandogya Upanisad, segalanya yang dapat dilihat dan tidak
dapat dilihat yang berasal dari Brahman. Ini menyatakan bahwa jagat raya terlahir
dari Keberadaan (Brahman) dan tidak keberadaan (kehampaan atau kekosongan)19
18
Dalam Taittiriya Upanisad menyatakan bahwa jagat raya ini berasal dari Brahman: “
Dari Brahman muncul akasa (energy gravitasi); dari akasa muncul vayu (energi kinetik); dari vayu
muncul tejja (penyinaran); dari teja muncul apah (energi listrik) dan dari apah muncullah prthvi
(magnet)”. lihat Pandit, Pemikiran hindu, h. 30 19
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 31
57
Dalam konsep Nirguna Brahman, ada aspek yang harus diketahui tentang sosok
Tuhan yang transdental atau impersona, zat yang menciptakan dari ketidak adaan.
Beliau adalah maha sempurna, Beliau murni tidak terpengaruh oleh
kekuatan prakerti. Beliau maha besar, Beliau mampu mengisi ruang yang sekecil
apapun namun juga Beliau mampu memenuhi jagad raya, Beliau berada di mana-
mana dan Maha mengetahui segalanya.20
Dalam Bhagavad Gita sendiri dikatakan
na me viduh sura-ganah prabavarin na maharsayah aham adir hi
devanam maharsinam ca sarvasah
Artinya :
Baik para dewa maupun resi-resi yang mulia tidak mengenal asal mula
maupun kehebatan-Ku, dalam segala hal, Aku adalah sumber dewa-dewa
dan resi-resi.
Pada pernyataan sloka diatas, Tuhan memiliki wilayah yang tidak bisa
dijangkau oleh manusia. Bahkan para resi sekalipun tidak mengetahui sosok
Tuhan yang (Transendental), Tuhan yang tidak beratribut dan tidak memiliki sifat.
Sangat sulit untuk membayangkan bagaimana pemujaan kepada Tuhan yang tak
terbayangkan.
Yang dimaksud Transendental adalah maha abstrak, tidak dapat ditangkap
oleh kekuatan panca indra, beliau Maha Pencipta, Maha Kuasa, mengatur alam
semesta dengan kodrat kemaha kuasaan-Nya. Beliau tiada awal, pertengahan dan
akhir, sering juga disebut “hana tan hana” wujud yang ada namun tiada.21
Sebab apapun yang kita kenal didunia ini adalah terbatas. sehingga tak
dapat menjadi karakteristik Brahman yang tak terbatas. Sesuatu yang terbatas
tidak bisa mendefinisikan sesuatu yang tak terbatas. Disamping itu naskah tak
20
Sudarsana, Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi), h. 12 21
Sudarsana, Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyaang Widhi), h. 11-12
58
dapat memberi batasan kepada Brahman, sebab kemutlakannya lebih dari pada
yang lain. Dengan mempertimbangkan bahwa dunia yang kita alami tak dapat
memberi batasan pada Brahman sebagai sifat-Nya22
Brahman tidak dapat dilepaskan dengan perantara sesuatu yang terbatas,
maka Brahman dikenal sebagai neti-neti yang berarti bukan ini bukan itu. Dipihak
lain Upanisad menyatakan bahwa Brahman memiliki sifat-sifat dan merupakan
sumber dari segala sesuatu. Terhadap pernyataan Upanisad ini Sankara23
memberi
penjelasan, bahwa Brahman memiliki dua wujud yaitu Para Brahman dan Apara
Brahman. Para Brahman adalah perwujudan Brahman yang absolut tanpa sifat,
tanpa bentuk, tanpa perbedaan dan tanpa perubahan. Dalam wujud seperti itu
Tuhan disebut Nirguna Brahman. Tuhan dalam sifat Nirguna Brahman tidak
didukung dengan maya, tanpa pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.
Sedangkan Apara Brahman adalah perwujudan Brahman yang memiliki sifat-sifat
dan pembatasan. Apara Brahman terjadi untuk manusia dalam pemujaannya
terhadap Tuhan.24
Dalam konsep Nirguna Brahman, Tuhan tidak bisa digambarkan dengan
sesuatu. Ia sosok yang tidak dilahirkan dan tidak bisa di beri batasan dengan sifat-
sifat tertentu. Brahman adalah penyebab adanya dunia ini dan semua mahkluk
yang ada di alam ini adalah ciptaan nya.
22
Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang ketuhanan, h. 15. 23
Sankara, atau yang lebih dikenal Adi Sankaracharya. Beliau merupakan salah satu
tokoh filsafat dan teologi Hindu yang terkenal dari India. Doktrin Advaita Vedanta merupakan
sumbangan utama Sankara, Beliau juga telah menulis ulasan-ulasan Upanishad, Brahma Sutra dan
Bhagavad Gita. 24
Wirabadra Prabhu, “Filsafat Advaita Dari Adi Sankaracharya” dalam
http://www.narayanasmrti.com/2011/10/filsafat-advaita-dari-adi-sankaracharya/ diakses tanggal 11
Oktober 2011.
59
C. KONSEP SAGUNA BRAHMAN
Pemahaman tentang Saguna Brahman adalah Tuhan dalam bentuk pribadi
yang merupakan dasar konsep Trimurti.25
Saguna Brahman disebut juga Tuhan
dalam bentuk yang imanen. Tuhan dalam bentuk yang imanen berarti Tuhan
dalam sifatnya yang terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sesuatu yang ada
dalam alam imanen berarti sesuatu yang ada dalam alam pikiran yang dapat
diketahui. Tuhan yang imanen disebut juga sebagai Tuhan yang berpribadi
(Personal God) diketahui berbagai sifat ada padanya.26
Perbedaan antara Tuhan dan dewa bisa di lihat dari kata „god‟ yang digunakan
untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan istilah „demigod‟ digunakan
untuk menyebut dewa. kata demi adalah awalan bahasa latin yang berarti
„setengah, sebagian‟. jadi, kata demigod arti harfiahnya adalah „setengah Tuhan‟
atau „sebagian Tuhan‟. ini untuk menunjukan bahwa dewa adalah makhluk-
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki sifat dan kemampuan „setengah‟ atau
„sebagian‟ dari „kemampuan‟ yang dimiliki oleh Tuhan.27
Dewa-dewa Trimurti
yang ada dalam kepercayaan Agama Hindu merupakan bentuk manifestasi atau
bagian dari Sang Hyang Widhi atau Brahman.
Tiga wujud dari Sang Hyang Widhi adalah Brahma, Wisnu, dan juga Siwa.
Ketiga dewa Trimurti berhubungan langsung dengan tiga guna dalam permainan
kosmis dalam penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan (mengembalikan
25
Khotimah, “Agama Hindu” (Riau : Daulat Riau Anggotaa IKAPI, 2013) h. 41 26
I ketut Bantas, “Tuhan yang Maha Esa”, Modul Pendidikan Agama Hindu. h. 1.9. 27
Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka (Yogyakarta : Narayana Smrti Press,
2006) h. 14.
60
ciptaannya ke asalnya). Wisnu melambangkan satwam (tenang, kasih sayang),
Siwa melambangkan tammas (lamban dan nafsu), dan Brahma berdiri antara
keduanya ini dan melambangkan sifat rajas (dinamis, keras dan rajin).28
a. Brahma
Salah satu dari manifestasi utama Tuhan yang maha Esa adalah Brahma,
Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Brahma
adalah dewa yang menduduki tempat pertama dalam susunan dewa-dewa
Trimurti, sebagai dewa pencipta alam semesta. Mitologi tentang Brahma muncul
pertama kali dan berkembang pada jaman Brahmana. Brahma dianggap sebagai
perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul dengan
sendirinya.29
Brahma biasanya dilambangkan dengan wajah yang berjanggut dan
memiliki empat wajah, dan juga merupakan dewa yang memiliki empat tangan. Ia
membawa rangakaian bunnga di tangan kanannya, sebuah buku ditangan kirinya.
Empat wajah melambangkaan pengetahuan dari keempat Veda (Rg Veda, Sama
Veda, Yajur Veda dan Athrva Veda). ini adalah bagian paling penting dalam diri
Brahma. Sehingga empat wajah memiliki maakna baahwa Brahma adalah sumber
dari semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk menciptakan alam semesta.30
b. Visnu
28
Khotimah, Agama Hindu, h. 47. 29
Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 189-190. 30
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 200
61
Manifestasi utama-Nya yang lain adalah Sang Hyang Visnu. Visnu
manifestasi Tuhan yang Maha Esa memelihara jagat raya dan segala isinya. Ia
yang menghidupkan segalanya. Visnu adalah salah satu devata yang sangat
penting dipuja di dalam Veda. Ia memasuki setiap obyek makhluk hidup dan
meliputi segalanya.31
Dewa Visnu melambangkan aspek kenyataan yang Mutlak
(Brahman dalam Upanisad) yang memelihara dan menjaga semua benda dan
makhluk di dunia ini.
Dewa Visnu secara umum dilambangkan dalam tubuh manusia dengan
empat tangan. Ditangannyaa ia digambarkan memegang kerang. Ia memakai
mahkota, dua anting, sebuah kalung bunga (mala), pada lehernya. Ia memiliki
tubuh yang biru dan memakai pakaian berwarna kuning. Empat tangan
melambangkan empat arah dan menandakan bahwa Dewa ada dimana-mana dan
selalu ada. Dua tangan di depan melambangkan kegaiatan dari dewa yang dapat
dilihat dalam dunia fisik dan dua tangan di belakang melambangkan aktifitas
pikiran dan intelek. Bagian samping melambangkan aktifitas hati yaitu cinta,
kebaikan, dan kasih.32
c. Siva
Hyang Siva adalah Tuhan Maha Esa sebagai pelebur kembali alam
semesta dan segala isinya.33
Siwa dianggap memiliki tanggung jawab besar
31
Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 218-219. 32
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 203. 33
Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, h. 239-240
62
terhadap penyerapan alam semesta. Ia merupakan perwujudan dari sifat yang
memiliki kecenderungan menuju pembubaran dan pelenyapan.34
Dalam patungnya, dewa Siva digambarkan dalam bentuk manusia
tubuhnya telanjang dan dipenuhi dengan abu. Tubuh yang telanjang
melambangkan bahwa Ia bebas dari keterikatan pada benda material di dunia.
Karena kebanyakan benda-benda akan menjadi abu ketika dibakar, abu
melambangkan intisari dari semua benda dan makhluk di dunia. Abu pada tubuh
dewa melambangkan bahwa Ia adalah sumber dari seluruh penciptaan yang
berasal dari dalam dirinya.35
Wilayah teologi Saguna Brahman ini mewakili wilayah teologi yang
berusaha untuk menggambarkan Tuhan, sebagai yang memiliki atribut di antara
Tuhan yang lain sesuai dengan peran atau fungsi-Nya. Namun dalam wilayah
teologi Saguna Brahman masih ada rasa enggan untuk mengeksplisitkan Tuhan
yang pribadi sebagai Tuhan yang paling mutlak, Dikarenakan ada paham yang
menyatakan bahwasnya Tuhan itu memiliki wilayah nya sendiri yang tidak bisa
dijangkau oleh manusia (Nirguna Brahman).
Dengan demikiaan teologi Tuhan yang Maha Kuasa atau objek yang
melampaui realitas, direalisasikan melalui simbol-simbol yang berkenaan dengan
sifat-sifat tertentu yang ada pada-Nya (Saguna). Sehingga dapat bertemu dengan
34
Khotimah, Agama Hindu, h. 53. 35
Pandit, Pemikiran Hindu, h. 207
63
Tuhan dalam (Saguna) hanya metodis, namun di dalamnyaa terdapat sebuah
kebenaran yang, “tak terbantahkan”.36
D. Pandangan Tentang Ketuhanan Menurut Penganut Hindu Modern
Dari beberapa kalangan yang tidak mengenal Agama Hindu secara
mendalam mengatakan bahwasanya Agama Hindu menyembah banyak Dewa.
Tetapi pada kenyataannya Agama Hindu hanya mengenal satu Tuhan. Di dalam
Bhagavad Gita pun telah dijelaskan melalui beberapa sloka yang menyatakan
Tuhan itu satu, tidak ada dua nya tidak bisa dilukiskan dan tidak bisa di
gambarkan. Ia adalah Ida Sang Hyang Widhi atau Brahman. Ketika Brahman
ingin menciptkan alam ini dia mengambil bagian dalam proses terjadinya
penciptaan, Maka Ia disebut Brahma, Ketika Tuhan berhasil menciptakan alam
semesta ini beserta isinya maka hasil ciptaan nya akan dipelihara dan dijaga.
Ketika Tuhan berhasil memelihara dan menjaga hasil ciptaan nya maka ia disebut
Wisnu. Setelah berlangsung nya kehidupan yang ada di alam ini, maka Tuhan
ingin mengambil kembali hasil ciptaan nya untuk diperbaharui, ketika Tuhan
mengambil kembali hasil ciptaan nya maka Ia diberi sebutan Siwa. Jadi
sesungguhnya ketiga dewa ini berasal dari yang satu yaitu Brahman.37
Konsep
Ketuhanan di dalam Agama Hindu sendiri menganut paham Ketuhanan Yang
Maha Esa. Artinya Tuhan itu satu dan tunggal. Memang di dalam Agama Hindu
36
Ida Bagus Rai Adnyana, “Teologi Ketuhanan Hindu” dalam
http://prajanitijabar.org/berita/teologi-ketuhanan-hindu.html diakses tanggal 6 Januari 2016. 37
Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere.
64
mengenal banyak dewa tetapi pada dasarnya dewa-dewa yang banyak ini adalah
yang tunggal.38
Ada beberapa jalan yang bisa ditempuh untuk mendekatkan diri dengan
Tuhan yang pertama dengan jalan Bhakti Yoga. Bhakti yoga adalah jalan menuju
Tuhan dengan mengedepankan rasa cinta yang tulus, pemujaan dengan ikhlas dan
menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam Bhagavad Gita
Krishna mengatakan ada banyak cara untuk mencapai Tuhan yaitu dengan
mempelajari ilmu pengetahuan, bekerja tanpa pamrih, dan melakukan yoga.39
Yang kedua dengan menempuh jalan Karma Yoga, atau dengan jalan perbuatan.
Seperti bekerja, tetapi yang ditekankan dalam ajaran karma yoga ini adalah
bekerja yang dilakukan semata-mata untuk Tuhan dan tidak mengharapkan
keuntungan pribadi. Pengabdian ini ditujukan hanya untuk Brahman dengan rasa
ikhlas dan tulus. Dan yang selanjutnyaa adalah jalan Jnana Yoga. Penekanan
jnana yoga lebih kepada pengetahuan, bagaimana seseorang bisa merealisasikan
pengetahuan nya tentang Brahman dan bisa menginsafi diri atman yang ada
didalam diri kita, karena didalam diri manusia ada bagian dari percikan Brahman.
seperti yang dijelaskan di dalam Atharva Veda yaitu (Ayam Atma Brahman) Atma
adalah Brahman. Dikarenakan tujuan akhir umat Hindu adalah bersatu kembali
dengan Brahman, maka kita harus tau bagaimana jalan menuju-Nya.40
Untuk bisa mengaplikasikan nya dikehidupan sehari-hari, seseorang perlu
ketekunan untuk mengejerkan nya. Karena pelaksanaan nya tidak bisa di lakukan
hanya dengan beberapa kali saja. Perlu kesabaran dan niat yang besar untuk
38
Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere. 39
Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere. 40
Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere
65
menjalani nya. Salah satu nilai filosofis yang ada di dalam Bhagavad Gita
menjelaskan ketika seseorang fokus dengan tujuannya dan dapat mengahadirkan
Tuhan dalam setiap doanya, maka tujuan itu akan tercapai. Maka begitu juga
dengan penerapan ajaran yoga ini. Ketika seseorang bisa menjalani dengan tekun
dan fokus ajaran-ajaran yoga ini maka tujuan untuk mencapai kepada Brahman
akan terjadi.41
Brahman adalah aspek yang tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia,
karna keberadaan nya yang tidak bisa di tangkap oleh penglihatan fisik. Dengan
ingin mengetahui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan utama
keinsafan rohani. Seseorang harus melepaskan ikatannya terhadap keduniawian.
dan membhaktikan diri sepenuhnya untuk Tuhan.42
Pada dasarnya agama Hindu hanya mengenal satu Tuhan yaitu Sang
Hyang Widhi atau Brahman. Jadi sangat salah ketika ada yang berpendapat
bahwasanya penganut Hindu menyembah banyak dewa atau banyak Tuhan.
Penganut Hindu tetap pecaya kepada yang satu, yang tunggal dan tidak berwujud.
Dewa-dewa di dalam agama Hindu dipecayai sebagai bentuk dari manifestasi atau
perwujudan Ida Sang Hyang Widhi yang ingin mengambil peranan dalam
terciptanya dunia ini beserta isinya.43
41
Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere 42
Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere 43
Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bhagavad Gita adalah dialog spiritual antara Sri Krishna (Inkarnasi Tuhan
dalam agama Hindu) dan Arjuna (salah satu dari pahlawan dalam Mahabarata).
Ajaran yang terdapat di dalam Bhagavad Gita mencakup tentang Pengetahun
Yang Mutlak, dan jalan untuk mencapai kepada yang satu, yaitu Brahman.
Bhagavad Gita tergolong dalam kitab Sruti atau Pancama Veda (Veda yang
kelima). Penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam agama Hindu juga
dipaparkan dalam beberapa bab yang ada di dalam Bhagavad Gita. Agama Hindu
mengajarkan tentang keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dua
konsep ketuhanan dalam agama Hindu yang cukup dikenal yaitu Nirguna
Brahman dan Saguna Brahman. Dimana masing-masing wilayah menjelaskan
tentang sosok Tuhan yang tanpa wujud, dan Tuhan dalam bentuk pribadi.
Berdasarkan hasil kajian yang telah penulis jelaskan pada bab-bab
sebelumnya, mengenai konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita terbukti
bahwasanya agama Hindu memiliki konsep ketuhanan yang mengarah kepada
monoteisme. Argumentasi ini dikuatkan dengan adanya penemuan beberapa sloka
yang ada di dalam Bhagavad Gita dan Veda yang menyatakan bahwasanya Tuhan
itu satu dan tiada duanya. Disamping itu juga penulis mencari informasi dengan
mewawancarai langsung penganut agama Hindu.
67
Beberapa kitab yang ada di dalam agama Hindu seperti Brahma Sutra, dan
Upanishad juga menegaskan tentang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sosok yang
paling mutlak, tidak terbayangkan oleh pikiran manusia dan tidak teridentifikasi
keberadaannya. Sosok Tuhan yang seperti ini dibahas dalam teologi Nirguna
Barhman, yang mana Tuhan dalam wilayah Nirguna Brahman tidak bersifat dan
tidak bisa dipersonifikasi. Penganut agama Hindu meyakini bahwasanya ada
sosok yang Maha Tinggi, Maha Agung dan tidak terbatas diluar alam ini.
Dalam kepercayaan agama Hindu, terdapat beberapa dewa yang disembah
dan dipuja. Seperti dewa yang cukup dikenal yaitu dewa Brahma, dewa Wisnu,
dan dewa Siwa. Ketiga dewa ini disebut Trimurti. Dewa yang ada didalam
kepercayaan Hindu bukan lah sosok yang paling tinggi, sebab dewa-dewa ini
adalah bentuk manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman. Tuhan
mewujudkan diri nya ketika ingin menciptakan alam ini maka Ia diberi sebutan
Brahma, setelah Ia berhasil menciptkan alam ini maka Ia ingin menjaga dan
mempelihara hasil ciptaan nya maka Ia diberi sebutan Wisnu, dan ketika hasil
ciptaan nya ingin di ambil kembali maka Ia diberi sebutan Siwa. Sesungguh dewa-
dewa yag banyak ini adalah yang satu atau tunggal. Bagian ini adalah wilayah dari
teologi Saguna Brahman, yang mana Tuhan mewujudkan diri nya ketika ingin
mengambil peran dalam alam material ini sehingga sifat beliau bisa dibayangkan
oleh akal pikiran manusia secara empiris.
Berdasarkan hasil penelitan ini maka dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya: Pertama, kitab Bhagavad Gita mengajarkan bagaimana memahami
tentang hakikat Tuhan yang tidak berwujud. Kedua, Bhagavad Gita juga
68
menjelaskan bagaimana jalan untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa melalui
beberapa ajaran yoga. Ketiga, Menguatkan pernyataan bahwasanya agama Hindu
memiliki paham ketuhanan yang bersifat monoteisme atau percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
B. Saran-Saran
Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian ini
yaitu :
1. Untuk para penulis selanjutnya yang ingin mengkaji tentang agama lain,
hendaknya lakukanlah penelitian secara objektif dan mencari informasi
langsung dari penganut atau tokoh-tokoh agama yang akan dikaji.
2. Khusus untuk penulis selanjutnya yang ingin mengkaji tentang konsep
ketuhanan dalam agama lain, disarankan agar bisa memposisikan dirinya
sebagai sosok yang interreligious, atau mempertimbangkan segala
perspektif tentang ketuhanan yang sedang dikaji tidak dengan kepercayaan
nya sendiri.
3. Teruntuk Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diharapkan untuk memperbanyak lagi
buku-buku tentang agama Hindu.
69
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku :
Abdullah, Syamsuddin dkk. Fenomenologi Agama, T.tp: Proyek Pembinaan
Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984.
Ananda, I Nyoman . Agama Veda Dan Filsafat Surabaya : Paramita, 2006.
Anwar Ali, dan Tp, Tono. Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2005.
Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama, Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2015.
Cundamani. Pengantar Agama Hindu, Yayasan Wisma Karya Jakarta, 1987.
Dhavamony, Mariasusai. Fenomenologi Agama Yogyakarta: KANSIUS, 1995.
Djam’anuri, Agama Kita, Perspektif Sejarah Agama-agama Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta bekerjasama dengan LESFI, 2000.
Fajri, Rahmat dkk. Agama-Agama Dunia Yogyakarta: Belukar, 2012.
Hadiwijono Harun. Agama Hindu dan Budha, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,
2009.
Hamzah, Amir. Bhagawad-Gita, Jakarta : Dian Rakyat, 1992.
Harshananda, Svami. Dewa-Dewi Hindu, Surabaya: Paramita, 2007.
Honig A.G. Ilmu Agama, Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Imron, Ali. Sejarah Terlengkap Agama-Agama Dunia Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta: IRCISoD, 2015.
Khotimah, Agama Hindu, Riau : Daulat Riau Anggotaa IKAPI, 2013
Krishna, Ananad. Kebijakan Bhagavad Gita Bagi Generasi Y, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2017.
_____________. Bhagavad Gita, Jakarta : Pusat Studi Veda Dan Dharma, 2004.
Maswinara, I Wayan. Srimad Bhagawad Gita, Surabaya: Paramita, 2003.
70
Pandit, Bansi. Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan
Filsafatnya, Surabaya: Paramita, 2003.
Pendit, Nyoman S. “Aspek-Aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan Kebajikan”
Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1993.
______________. Bhagavad Gita, T.tp: Lembaga Penyelenggara Penterjemahan
Dan penerbit Kitab Suci Weda Dan Dhammapada Departemen Agama R.I,
1967.
______________. Bhagavad Gita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
______________. Mahabharata Sebuah Perang Dahsyat Di Medan Kurushetra,
Jakarta : Bharata, 1993.
Prabhupada, Sri-Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. Bhagavad Gita Menurut
Aslinya terj Hanuman Sakti, T.tp: The Bhaktivendata Book Trust
International Inc, 2006.
Prasad, Ramananda. Intisari Bhagavad Gita Untuk Siswa dan Pemula, T.tp:
Media Hindu, t.t.
Pudja, Gede. Bhagavad Gita (Pancamo Veda), Surabaya: Paramita, 1999.
__________. Theologi Hindu (Brahma Widya), Jakarta: Mayasari, 1977.
__________. Sraddha Jakarta: Mayasari, 1984.
Sastra, Sara G. Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu, Surabaya: Paramita,
2005.
Shalaby, Ahmad. Agama-agama Besar Di India, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.
Sou’yb, Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: PT Al Husna Zikra,
1996.
Sudarsana, Putu. Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi) Denpasar
: Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 1998
Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka Yogyakarta: Narayana Smrti
Press, 2006.
Sudarsana, Putu. Ajaran Agama Hindu (Upacara Pitra Yadyna), Denpasar:
Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 2002.
Sugiarto. Maitri Upanisad, T.tp: Markas Besar Tentara Nasional Indoneisa
Angkatan Laut, t.t.
71
Sugiyo, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2007.
Titib, I Made. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya:
Paramita, 2003.
___________. Pengantar Weda Surabaya: Paramita, 2003.
t.p. Upadeca Denpasar: Parisada Hindu Dharma, 1968.
Viresvarananda, Svami. Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan
Surabaya: Paramita, 2004.
Vivekananda, Svami. Vedanta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini, Surabaya:
Paramita, 2007.
Wisarja, I Ketut. Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan, Surabaya : Paramita,
2007.
Skripsi :
Aini, Novita Nurul. “Bhakti Dalam Hinduisme Dan Mahabbah Dalam Sufisme”
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014.
Hadi, M. Syamsul. “Konsep Kasta Dalam Bhagavad Gita” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin: Universitas islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2009.
Hafid, Samsul. “Etika Alam dan Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat
Modern” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019.
Jurnal :
Anas, Mohamad. “Menyingkap Tuhan Dalam Ruang LOCAL WISDOM” jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 6 no. 2 Desember 2012.
Bakhri, Syamsul, Hidayatullah, Ahmad. “Desakralisasi Simbol Politeisme Dalam
Silsilah Wayang: Sebuah kajian Living Qur’an dan Dakwah Walisongo di
Jawa” jurnal kajian sosial keagamaan, vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2019.
Brahman, I Made Adi. “Korelasi Ajaran Cadu Sakti Dengan Catur Yoga” jurnal
Penelitan Agama vol.3 no.2 2017.
Budiyanto, Agus Hasan. “Tentang Realitas Dari Segala Sesuatu”, Jurnal Filsafat,
Vol. 28 No. 1 Februari 2018.
72
Harahap, Nursapia. “Penelitian Kepustakaan” Jurnal Iqra, vol 8 no.1 Mei 2014.
Hartanto, Doni Dwi dan Endang, Nurhayati. “Falsafah Hidup Bhakti Marga Yoga
Dalam Naskah Serat Bhagawad Gita” Vol 6, September 2017.
Kartini, Dwi. “Tinjauan Atas Penyusunan Laporan Keungan Pada Young
Enterpreuner Academy Indonesia Bandung” Jurnal Riset Akutansi vol. 8
no.2 oktober 2016.
Muliadi, “Relasi Tuhan dan Manusia” Jurnal Agama dan Lintas Budaya vol. 1
no.2 Maret 2017.
Nirwana, A. “Nirvana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu, Jurnal Al-
Adyaan, Vol. 1, no. 2 Desember 2015.
Putu Sabda Jayendra, “Ajaran Catur Marga Dalam Tinjauan Kontsruktivisme dan
Relevansinya Dengan Empat Pilar Pendidikan Unesco” Jurnal Peneltian
Agama 2017.
Sutrawan, I Gusti Ngurah Elga Pra. “Komperasi Filsafat Ketuhanan Nyaya
Darsana Dengan Baruch Spinoza” Jurnal Penelitian Agama Hindu, vol. 1
no. 2 oktober 2017.
Syafieh, “Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an” Jurnal At-Tibyan, Vol. 1 No. 1
Januari-Juni 2016.
Triguna, IBG Yudha “Konsep Ketuhananan dan Kemanusiaan Dalam Hindu”
vol.1 no.18 Mei 2018.
Website :
Darmayasa, “Mengenali Bhagavad Gita sebagai Pancamo Veda” dalam
http://phdi.or.id/artikel/mengenali-bhagavad-gita-sebagai-pancamo-veda
diakses tanggal 12 Februari 2017.
Elicia Dwi Pratama, “Mantra dan Sloka Ke Esaan Tuhan Menurut Hindu” dalam
http://eliciadwipratama.blogspot.com/2015/07/mantram-dan-sloka-ke-
esaan-tuhan.html diakses tanggal 27 Juli 2015.
I Wayan Sudarma, “Sang Hyang Widhi (Personal dan Impersonal Godhead)”
dalam http://artadharma.blogspot.com/2012/09/sanghyang-widhi-personal-
impersonal.html diakses tanggal 8 September 2012.
Ida Bagus Rai Adnyana, “Teologi Ketuhanan Hindu” dalam
http://prajanitijabar.org/berita/teologi-ketuhanan-hindu.html diakses
tanggal 6 Januari 2016.
73
Nazwar, Peranan Agama Dalam Kehidupan Manusia dalam
http://palembang.tribunnews.com/2016/06/16/peranan-agama-dalam-
kehidupan-manusia diakses tanggal 16 Juni 2016.
Tri Kurniawan Pamungkas “Bhagavad Gita dan Pendakian Menuju Tuhan”
dalam http://lsfcogito.org/bhagavad-gita-dan-pendakian-menuju-tuhan/
diakses tanggal 9 September 2017.
Tri Kurniawan Pamungkas, “Berkenalan Dengan Bhagavad Gita” dalam
http://lsfcogito.org/bhagavad-gita/ diakses tanggal 17 Maret 2016.
74
LAMPIRAN
Lampiran 1 permohonan penelitian.
75
Lampiran 2 Keterangan Wawancara
76
77
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
Data Singkat Informan
a. Nama : Drs. I Wayan Swastawa, M.Pd, M.Si.
b. Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 30 Desember 1966
c. Usia : 53 Tahun
d. Agama : Hindu
e. Asal Daerah : Lampung
f. Pendidikan Terakhir : Strata Dua (S2)
g. Jabatan : Kepala Pasraman Pura Amrta Jati
1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di
dalam Agama Hindu?
2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?
(Sruti/Smrti)
5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa
penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?
6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan
bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah
Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana
pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?
78
8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan
Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad
Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?
9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada di dalam
Bhagavad Gita?
10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?
seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa
pendapat anda?
11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?
79
PEDOMAN WAWANCARA
Data Singkat Informan
a. Nama : Karnadi, S.Pd.H, M.Si.
b. Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 5 Maret 1971
c. Usia : 48 Tahun
d. Agama : Hindu
e. Asal Daerah : Malang
f. Pendidikan Terakhir : Strata Dua (S2)
g. Jabatan : Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta Jati
1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di
dalam Agama Hindu?
2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?
(Sruti/Smrti)
5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa
penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?
6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan
bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah
Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana
pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?
80
8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan
Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad
Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?
9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada di dalam
Bhagavad Gita?
10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?
seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa
pendapat anda?
11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?
81
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
Nama : Drs. I.Wayan Swastawa , M.Pd, M.Si.
Jabatan : Kepala Pasraman Pura Amrta Jati
Tanggal Wawancara : 21 Juli 2019
1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di
dalam Agama Hindu?
Jawaban : Kalau orang yang belum paham dengan ajaran Agama Hindu
sering mengatakan kami memuja banyak Dewa, tetapi sesungguhnya
penganut Agama Hindu itu hanya mengenal 1 Tuhan. Tuhan yang Esa
tidak bisa digambarkan dan tidak bisa di lukiskan.
2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
Jawaban : Sesungguhnya Tuhan itu tetap satu atau Tunggal, tetapi ketika
Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini beliau diberi sebutan
Brahma, dan setelah di ciptakan lalu dipelihara hasil ciptaannya tersebut,
ketika Tuhan berfungsi memelihara hasil ciptaan nya beliau diberi sebutan
Wisnu. Ketika berlangsungnya usia alam ini dan ada sesuatu yang sudah
usang beliau mengambil kembali hasil ciptaan nya, lalu beliau diberi
sebutan Siwa. Jadi gambaran dari para dewa-dewa ini adalah tetap kepada
yang satu dan Tunggal yaitu Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman.
3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
Jawaban : Iya benar, para penganut Agama Hindu tetap memuja dan
percaya kepada pencipta yang Widhi, yang menciptakan alam ini atau
Tuhan Yang Maha Esa.
82
4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa
(Sruti/Smrti)
Jawaban : Menurut pemahaman saya, Bhagavad Gita termasuk dalam
golongan kitab Sruti atau Pancama Weda (Weda yang kelima).
5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa
penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?
Jawaban : Sebenarnya Bhagavad Gita ini sebuah filosofis, cukup baik
untuk di baca dan di teladani.
6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan
bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
Jawaban : Sangat bisa, Bhagavad Gita secara tidak langsung mengajarkan
bagaimana untuk tetap selalu fokus pada tujuan hidup dan jangan pernah
lupa untuk selalu menghadirkan tuhan dalam setiap rencana yang kita
punya. Maka cita-cita kita akan terwujud.
7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah
Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana
pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?
Jawaban : Pengertian atau pemahaman Bhakti Yoga adalah, rasa cinta
yang ditimbulkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan dengan menempuh
jalan atau ajaran Bhakti Yoga ini seseorang harus melakukan meditasi dan
memuja Tuhan dengan tekun serta mengakui kebesarannya seperti yang
telah di jelaskan dalam berbagai kitab-kitab suci yang ada dalam ajaran
Agama Hindu.
8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan
Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad
Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?
Jawaban : terkait pengertian Janana Yoga bertitik tumpu kepada suatu
ilmu pengetahuan. dimana seseorang harus menyadari atau menginsafi
Tuhan Yang Maha Esa. Karna percikan dari Brahman atau Sang Hyang
Widhi terdapat juga di dalam diri manusia atau yang biasa disebut Atman.
83
9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada didalam
Bhagavad Gita?
Jawaban : Karma Yoga adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang tidak
didasari oleh rasa pamrih atau mementingkan ego sendiri. Namun Karma
Yoga lebih menekankan kepada segala sesuatu yang kita kerjakan atau kita
lakukan semata-mata karna wujud cinta kepada Tuhan.
10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?
seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa
pendapat anda?
Jawaban : Saya meyakini bahwasanya Sri Krishna adalah manifestasi
Tuhan yang turun kedunia ini untuk menyelamatkan dari kehancuran dan
kekerasan. dari mana saya bisa tau bahwasanya Sri Krishna adalah
manifestasi Tuhan yang turun kedunia, dengan saya membaca kitab
Bhagavad Gita dan Weda-weda yang lain.
11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?
Jawaban : Bhagavad Gita banyak mengajarkan tentang arti kehidupan,
yang mana hal yang sangat baik atau sangat positif adalah bagaimana kita
diajarkan untuk selalu fokus dengan tujuan kita dan jangan pernah
melupakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan ini.
84
HASIL WAWANCARA
Nama : Karnadi, S.Pd.H, M.Si.
Jabatan : Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta Jati
Tanggal Wawancara : 28 Juli 2019
1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di
dalam Agama Hindu?
Jawaban : Konsep Ketuhanan yang ada dalam Agama Hindu itu menganut
konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan itu satu, tidak ada duanya.
2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
Jawaban : Memang benar di dalam Agama Hindu terdapat beberapa Dewa.
Tetapi sesungguhnya dewa-dewa yang banyak itu adalah yang Tunggal. Ia
mengemanasi atau mewujudkan dirinya dalam beberapa Dewa seperti
Brahma, Wisnu dan Siwa.
3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa
alasannya, dan jika tidak apa alasannya?
Jawaban : Tergantung pemahaman seseorang yang melihat ajaran Agama
Hindu itu seperti apa. Bisa juga dikatakan Monoteisme karna konsep
Ketuhanan dalam Agama Hindu itu menganut paham yang satu atau
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?
(Sruti/Smrti)
Jawaban : Bhagavad Gita bisa dikategorikan sebagai kitab Sruti dan Smrti.
Alasan yang pertama Bhagavad Gita tergolong kitab Sruti dikarenakan
Sruti itu artinya yang didengar, Bhagavad Gita itu diperoleh melalui
pendengaran melalui Arjuna. Yang kedua tergolong dalam kitab Smrti
dikarenakan Bhagavad Gita termasuk dalam bagian dari Epos Mahabarata
dan yang menulis adalah Rsi Vyasa.
85
5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa
penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?
Jawaban : Sangat penting, karna ajarannya sangat luar biasa. salah satu
ajaran yang mana memuat tentang tujuan akhir dari kehidupan manusia.
6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan
bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
Jawaban : Bisa, seperti contoh menagapa penganut agama Hindu itu kalau
sembhayang pakai bunga, pakai dupa, dan pakai buah. Dalam Bhagavad
Gita dijelaskan apapun yang kau persembahkan entah itu seteguk air atau
setangkai bunga maka akan aku terima dengan ketulusan hatimu.
7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah
Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana
pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?
Jawaban : Bhakti Yoga dapat di istilahkan sebagai jalan penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan.
8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan
Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad
Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?
Jawaban : Jnana Yoga itu penekanannya lebih kepada pengetahuan,
merealisasikan pengetahuan sehingga seseorang bisa mencapai suatu
tujuan. Karna tujuan dalam agama Hindu adalah kembali ke asal dan
menyatu dengan Brahman. Dan itu melalui pengetahuan atau menginsafi
diri Atman.
9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada didalam
Bhagavad Gita?
Jawaban : Karma Yoga adalah jalan yang di lakukan dengan perbuatan
atau pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk diserahkan
langsung kepada Tuhan.
10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?
seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa
pendapat anda?
86
Jawaban : Ya betul, Tuhan memperlihatkan wujud nya kepada Arjuna. Itu
lah yang membuktikan bahwa Tuhan memanifestasikan dirinya sebagai
sosok Krshna yang memang mempunyai misi tertentu untuk menegakkan
kembali Dharma pada saat itu serta mengajarkan kembali kebaikan.
11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?
Jawaban : Dalam Bhagavad Gita dikatakan, ketika kita berbhakti dan
sungguh-sungguh menyembah beliau maka hidup kita akan dituntun dan
akan di lindungi oleh beliau. Itulah salah satu aspek positif yang ada dalam
Bhagavad Gita.
87
Lampiran 5
Lokasi saat mengadakan wawancara, di Pura Amrta Jati, Cinere, Depok.
Bagian dalam dari pura Amrta Jati.
88
Foto pak Drs. I.W Swastawa M.Pd, M.Si. Kepala Pasraman (Pendidikan agama
Hindu) yang ada di Pura Amrta Jati.
Saat berlangsungnya wawancara.
89
Saat berlangsungnya wawancara.
Foto bersama pak I.W Swastawa setelah selesai wawancara.
90
Foto bersama pak Karnadi, S.Pd.H, M.Si. Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta
Jati, Selaku responden kedua.
Saat berlangsungnya wawancara.
91
Foto Kitab Bhagavad Gita