konstruksi sosial atas buruh tani perempuan di …... · fakultas ilmu sosial dan ilmu politik ......
TRANSCRIPT
KONSTRUKSI SOSIAL ATAS BURUH TANI PEREMPUAN DI
MASYARAKAT DESA
(Studi Kasus pada masyarakat Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten
Ngawi, Propinsi Jawa Timur)
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
Oleh :
PATRICIA SURYANI
D0308080
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang
pengetahuan saya, di dalam naskah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan
tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
plagiasi, saya bersedia ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh
(Sarjana Sosial) dibatalkan.
Surakarta, Juli 2012
PATRICIA SURYANI
NIM. D0308080
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Patricia Suryani, 2012, D0308080, KONSTRUKSI SOSIAL ATASBURUH TANI PEREMPUAN DI MASYARAKAT DESA (Studi Kasus PadaMasyarakat Desa Karagasri, Kec. Ngawi Kab. Ngawi, Jawa Timur), Skripsi,Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas SebelasMaret Surakarta.
Salah satu wilayah di Kabupaten Ngawi yang nampak aktifitas buruh tani(khususnya perempuan) adalah di kawasan Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi.Di desa ini, sektor industri khususnya bidang pertanian cukup diandalkan. Fokuskajian pada penelitian ini adalah mencoba menggambarkan serta menguraibagaimana konstruksi sosial atas buruh tani perempuan pada masyarakat DesaKarangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Untuk menggambarkan sertamengurai konstruksi sosial, digunakan teori konstruksi sosial atas realitas yangdikemukakan oleh Peter L. Berger.
Penelitian ini merupakan studi kasus yang membahas konstruksi sosialatas buruh tani perempuan pada masyarakat Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi. Data bersumber dari informasi yang diperoleh langsung dariinforman, studi pustaka, dokumen tertulis dan arsip. Teknik pengumpulan datadigunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pemilihan informan dipilihsecara purposive, dalam hal ini informan dipilih berdasarkan klasifikasi tingkatpendidikan yang pernah ditamatkan seseorang, sehingga informan berjumlah 8(delapan) orang. Data dianalisis dengan analisis spradley melalui analisiskomponensial yang terlebih dahulu mencari/ memilih domain dalam membuatanalisis. Validitas data digunakan teknik triangulasi sumber.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa buruh tani perempuan merupakanperempuan-perempuan sebagai tanaga kerja yang dikarenakan beberapa halmenyebabkan mereka bekerja sebagai buruh tani, dengan kata lain, buruh taniperempuan ialah pencari nafkah kedua dalam keluarga. Mereka bekerja bukan atasdasar kewajiban mencari nafkah utama dalam keluarga dan biasanya merekabekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi subsisten. Masyarakatmemandang mereka merupakan perempuan-perempuan yang tangguh dan pekerjakeras. Hidup dilingkungan pedesaan yang masih cukup memegang budayapatriarki, perempuan-perempuan buruh tani tersebut berhasil mematahkananggapan bahwa perempuan hanyalah sebagai “konco wingking”. Hal ini dapatdilihat pada fungsi kerja domestik dan fungsi kerja publik mereka. Konstruksisosial tersebut terbangun atas realitas yang dialami di masyarakat. Konstruksisosial atas buruh tani perempuan, didasari atas beberapa faktor pembentuk,diantaranya faktor ekonomi (penghasilan, pengeluaran, kemampuan menabung),sosial budaya (interaksi, budaya yang berkembang), pendidikan (pendidikan yangditempuh buruh tani perempuan tersebut serta pendidikan anak-anaknya).
Kata kunci : konstruksi sosial, buruh tani, buruh perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Patricia Suryani, 2012, D0308080, SOCIAL CONSTRUCTION OF WOMENAGRICULTURAL LABORERS IN RURAL COMMUNITY (Case Study InThe Village Karangasri, Ngawi, East Java), Thesis, Department of Sociology,Faculty of Social and Politicial Sciences, Sebelas Maret University.
One area that appears in the District Ngawi agricultural laborers activity(especially women) are in the Village Karangasri, District Ngawi. In this village,especially the agricultural sector is quite reliable. The focus of this research studyis trying to describe and parse how the social construction of women agriculturallaborers in the village of Karangasri, District Ngawi, Ngawi district. To describeand parse the social construction, used the theory of social construction of realityput forward by Peter L. Berger.
This study is a case study that discusses the social construction of womenagricultural laborers in the village of Karangasri, District Ngawi, Regency ofNgawi. Data sourced from information derived directly from the informants, thestudy of literature, written documents and archives. The data collection techniquesused interviews, observation, and documentation. Selection of informantsselected purposively, in this case the informants were selected based on theclassification level of education a person had attained, so that the informantamounted to 8 (eight). Data were analyzed by Spradley analysis through thecomponential analysis is to first find / select the domain in making the analysis.The validity of the data used triangulation techniques.
From the research, found that women agricultural laborers are thesewomen as workers is due to several things cause them to work as a laborer, inother words, women farm workers are the second income earner in the family.They work rather than on the basis of the primary obligation to earn a living in thefamily and they usually work only to meet the needs of subsistence economies.The public views these women they are tough and hardworking. In theenvironment rural life that still holds quite a patriarchal culture, these womenagricultural laborers is successfully break that women is just a "konco wingking",this can be seen in domestic work function and the function of their publicemployment. The social construction of reality experienced waking up in thecommunity. The social construction of women agricultural laborers, based onseveral factors forming, such as economic factors (income, expenditure, savingability),sociocultural (interaction, developing cultures), education (educationtaken by women laborers and their children's education).
Key words: social construction, agricultural laborers, women workers
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Don’t follow your dreamJust follow your hearth
Learn from Yesterday
Life for Today
Hope for Tommorow
HALAMAN PERSEMBAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Dedicated for :
My Future.....
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
campur tanganNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tulisan (skripsi) yang
berjudul: Konstruksi Sosial Atas Buruh Tani Perempuan Pada Masyarakat Desa
Karangasri (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi,
Kabupaten Ngawi). Berbagai problematika pedesaan sangat menarik untuk dikaji
ditengah gencarnya arus modernisasi sekarang ini.
Tulisan (skripsi) ini menyajikan pokok-pokok bahasan yang terdiri
dari enam bagian, meliputi pendahuluan sebagai bagian utama yang menguraikan
mengenai latar belakang mengapa saya tertarik untuk mengkaji buruh tani
perempuan. Tujuan serta manfaat dilakukannya penelitian ini juga tercantum pada
bagian pendahuluan. Kemudian pada bagian kedua diuraikan mengenai tinjauan
pustaka yang berisi tentang konsep, teori, penelitian yang relevan serta kerangka
berpikir, yang kesemuanya berkaitan dengan tema yang saya angkat. Definisi
konseptual juga melengkapi bagian tinjuan pustaka. Bagian ketiga berisi tentang
metodologi penelitian. Bagian ini menyajikan inti dari kegiatan penelitian yang
berisi tentang metode apa yang akan dipakai serta bagaimana teknik pengumpulan
data seperti wawancara, observasi, dokumentasi serta studi pustaka dari berbagai
sumber. Bagian keempat berisi deskripsi lokasi penelitian. Hasil dan pembahasan
yang didapat dari penelitian yang telah saya lakukan, tertuang pada bagian kelima
tulisan (skripsi) ini. Pada bagian ini berdasarkan dari apa yang saya dapat pada
saat melakukan penelitian, dapat dikatakan bahwa buruh tani perempuan
dikonstruksikan sebagai pencari nafkah kedua dalam keluarga, mereka bekerja
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi subsisten.
Seringkali keberadaan buruh tani perempuan dipandang sebelah mata,
namun keberadaan mereka sangat berperan besar bagi sistem ketahanan pangan
dalam industri pertanian. Konstruksi sosial tersebut terbentuk karena adanya
faktor ekonomi, sosial-budaya serta pendidikan, baik di dalam lingkungan
keluarga buruh tani perempuan itu sendiri maupun dari lingkungan tempat
tinggalnya. Dalam penelitian ini saya ingin menyampaikan bahwa keberadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
buruh tani perempuan hendaknya patut untuk dihargai, dan akan terjadi sebuah
persoalan nantinya pada sistem ketahanan pangan masyarakat jika keberadaan
buruh tani perempuan mulai langka.
Terima kasih kepada Dr. Ahmad Zuber, S.Sos, DEA yang telah
membimbing hingga terselesaikannya tulisan ini. Kepada seseorang yang
memberikan dukungan, bantuan serta memotivasi untuk segera menyelesaikan
tulisan ini. Kepada rekan-rekan seperjuangan dan teman-teman Sosiologi 2008
tanpa terkecuali, sahabat-sahabat saya yang juga turut berkontribusi.
Last but not least, terimakasih juga saya sampaikan kepada kedua
orang tua saya : Marjoko E.P dan Sudiyani. Karya ini saya persembahkan kepada
kalian berdua yang selalu menjadikanku kuat disetiap kerapuhanku. Untuk kedua
adikku tercinta, Vinna dan Vyta yang selalu kurindukan canda tawanya. Begitu
pula untuk seseorang yang telah menjadi bagian dalam perjalanan saya: Galih
Iqbal Wibowo, terima kasih atas kesabaranmu.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulis mempunyai
banyak kekurangan dan keterbatasan, walaupun penulis telah mengerahkan segala
kemampuan untuk lebih teliti, tetapi penulis masih merasakan adanya
kekurangtepatan ataupun kesalahan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya
tulisan ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK........................................................................... v
HALAMAN MOTTO................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... viii
KATA PENGANTAR.............................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL..................................................................................... xiii
DAFTAR MATRIK.................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xv
BAB I Pendahuluan.................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................... 6
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................. 8
2.1 Kajian Konsep Penelitian.......................................... 8
2.2 Kajian Teori.......................................................... 11
2.3 Penelitian Terdahulu..................................................19
2.4 Kerangka Berpikir..................................................... 22
2.5 Definisi Konseptual................................................... 24
BAB III Metode Penelitian............................................................26
3.1 Rancangan Penelitian.................................................26
3.2 Lokasi Penelitian....................................................... 27
3.3 Alasan Pemilihan Lokasi............................................28
3.4 Sumber Data.............................................................. 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3.5 Informan.................................................................... 28
3.6 Teknik Pemilihan Informan.......................................29
3.7 Teknik Pengumpulan Data........................................ 29
3.8 Validitas Data............................................................ 32
3.9 Teknik Analisa Data.................................................. 33
BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian.............................................36
4.1 Letak Geografis......................................................... 36
4.2 Luas Wilayah.............................................................36
4.3 Sejarah Desa.............................................................. 36
4.4 Kependudukan.......................................................... 37
4.5 Tingkat Pendidikan....................................................37
4.6 Mata Pencaharian.......................................................38
BAB V Hasil dan Pembahasan..................................................... 39
5.1 Profil Informan.......................................................... 39
5.2 Pengertian Umum Buruh Tani...................................41
5.3 Buruh Tani Perempuan..............................................46
5.4 Konstruksi Sosial Atas Buruh Tani Perempuan........ 52
5.5 Faktor-faktor Pembentuk Konstruksi Sosial Atas
Buruh Tani Perempuan .............................................66
5.5.1 Ekonomi........................................................... 66
5.5.2 Sosial Budaya.................................................. 83
5.5.3 Pendidikan....................................................... 94
5.6 Pembahasan............................................................... 104
BAB VI Kesimpulan dan Saran.................................................... 116
6.1 Kesimpulan................................................................116
6.2 Saran..........................................................................119
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tingkat Pendidikan..........................................................36
Tabel 2 Mata Pencaharian.............................................................37
Tabel 3 Worksheet Klasifikasi Buruh Tani...................................105
Tabel 4 Worksheet Fungsi Kerja Perempuan................................107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR MATRIK
Matrik 5.1 Profil Informan..........................................................................39
Matrik 5.2 Pengertian Umum Buruh Tani.................................................. 43
Matrik 5.3 Klasifikasi Buruh Tani Berdasar Jenis Kelamin....................... 48
Matrik 5.4 Konstruksi Atas Buruh Tani Perempuan...................................59
Matrik 5.5 Faktor Ekonomi sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial........... 77
Matrik 5.6 Faktor Sosial Budaya sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial...87
Matrik 5.7 Faktor Pendidikan sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial .......100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Keberadaan buruh tani di Ds. Karangasri,
Kec. Ngawi, Kab.Ngawi................................................................41
Gambar 5.2 Aktifitas buruh tani di pedesaan.................................................... 43
Gambar 5.3 Aktifitas buruh tani laki-laki saat musim panen............................ 47
Gambar 5.4 Aktifitas buruh tani perempuan saat musim panen....................... 47
Gambar 5.5 Keberadaan buruh tani perempuan di Ds. Karangasri................... 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten yang terletak di
sebelah barat Propinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan langsung
dengan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Ngawi memiliki potensi industri
di berbagai sektor, mulai dari sektor perdagangan barang hingga
perdagangan jasa. Hal ini menunjukkan Kabupaten Ngawi memiliki
aktifitas perekonomian yang bisa dikatakan tinggi. Pada sektor
perdagangan barang, nampak aktifitas industri mebel di Kabupaten ini
berkembang pesat atas dukungan sumber daya alam berupa masih
terdapatnya Alas Banjarejo yang berada di Kecamatan Mantingan. Selain
industri mebel dan ukir-ukiran yang termasuk dalam sektor industri
menengah, masih ada pula berbagai sektor industri mikro atau dapat juga
disebut sebagai industri rumah tangga, seperti industri kerajinan tas plastik
anyaman (polyprophilene), pembuatan genteng/ batu bata, pembuatan
kripik tempe dan geti. Industri pertanian juga cukup potensial di Ngawi,
dimana sekitar 39 % atau sekitar 504,8 km² wilayah Kabupaten Ngawi
merupakan lahan sawah (“Ngawi dalam angka 2010”). Sektor pertanian
terbukti menjadi sektor unggulan, dan sektor ini pula yang menjadi
penyumbang terbesar terhadap total PDRB ( Produk Domestik Regional
Bruto ) bagi Kabupaten Ngawi.
Sedangkan pada sektor perdagangan jasa, serta atas keberadaan
industri–industri di Kabupaten Ngawi, seperti industri rokok, industri
rumah tangga dan industri lainnya yang termasuk dalam usaha mikro, kecil
dan menengah telah mempengaruhi keberadaan ketenagakerjaan di
kabupaten ini. Sehingga tidak jarang ditemui aktifitas perdagangan jasa
seperti buruh tani, buruh pabrik, buruh home industry, buruh cuci, buruh
toko, dll. Keberadaan buruh–buruh tersebut menjadi fenomena sosial yang
sering memunculkan polemik di berbagai bidang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pengertian buruh pada saat ini di mata masyarakat awam sama
saja dengan pekerja, atau tenaga kerja. Menurut kamus bahasa Indonesia,
buruh diartikan sebagai pekerja kasar, pekerja yang umumnya
menggunakan tenaga untuk mendapatkan upah. Buruh pada dasarnya
adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan
kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak, baik lisan maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja
tersebut diberikan secara harian (Tanjil Alamin dalam Hujau Faziel blog,
pada 19 Januari 2012). Menurut UU No. 13/2003, buruh adalah orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Jadi
pada dasarnya, semua yang bekerja di ( baik diperusahaan/luar perusahaan
) dan menerima upah atau imbalan adalah buruh, namun dalam kultur
Indonesia, buruh berkonotasi sebagai pekerjaan rendahan, hina, kasar dan
sebagainya. Buruh terdiri dari bermacam-macam jenis, seperti buruh tani,
buruh pabrik, buruh toko, buruh rumah tangga, dll. Keberadaan buruh
sangat menguntungkan bagi sebagian orang atau perusahaan, karena
mereka bisa mendapatkan tenaga kerja tambahan dengan pemberian upah
tertentu. Buruh kerap kali dianggap sebagai pekerjaan yang derajatnya
rendah, selain dikarenakan tidak berpendidikan tinggi dan tidak
memerlukan keahlian khusus, buruh identik pula dengan upah yang
rendah.
Salah satu jenis buruh adalah buruh tani. Buruh tani adalah
tenaga kerja upahan yang dipekerjakan untuk membantu dalam pengerjaan
lahan pertanian (Sjamsidar dkk, 1994:76). Buruh tani didefinisikan pula
sebagai seseorang yang melakukan suatu kegiatan/pekerjaan di sawah atau
ladang pertanian dengan tidak menanggung risiko terhadap hasil panen
dan bertujuan untuk mendapatkan upah/imbalan (diambil dari Kajian
Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008, pada 21
Januari 2012). Buruh tani dalam pengertian yang sesungguhnya
memperoleh penghasilan dari bekerja yang mengambil upah untuk para
pemilik tanah atau para petani penyewa tanah. Pekerjaan sebagai buruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tani bukanlah merupakan suatu pekerjaan utama yang bisa diandalkan,
selain dikarenakan upah yang rendah, bekerja di sektor pertanian tentunya
sangat bergantung pada musim tanam. Buruh tani bekerja tidak
berdasarkan keahlian tertentu yang dimilikinya, karena dalam
kenyataannya hampir seluruh tahapan kegiatan di lahan sawah dapat
dikerjakan oleh mereka dan spesialisasi atau keahlian khusus tidak
berkembang dalam kegiatan pertanian. Pada beberapa bentuk pekerjaan
tertentu, tampak seolah–olah terdapat pembagian kerja yang berdasar
keahlian. Secara umum buruh tani diklasifikasikan dalam buruh tani laki–
laki dan buruh tani perempuan, hal ini juga mempengaruhi dalam sistem
pembagian kerja. Berbagai bentuk pekerjaan yang tampak hanya dilakukan
oleh laki-laki atau perempuan saja, sebenarnya lebih didasarkan oleh
kebudayaan masyarakat setempat, bukan karena keterbatasan mental.
Buruh tani perempuan menjadi salah satu bagian dari klasifikasi
buruh tani berdasar jenis kelamin. Buruh tani perempuan merupakan
tenaga kerja perempuan yang diberi upah atau imbalan jasa tertentu dalam
proses produksi pertanian. Keterlibatan mereka untuk bekerja pada sektor
pertanian di pedesaan lebih dikarenakan untuk membantu perekonomian
keluarga. Karakteristik yang dapat dilihat dari buruh tani perempuan ialah
mereka dituntut untuk bekerja pada sektor domestik maupun publik, pada
sektor domestik, sebagai perempuan mereka harus mengerjakan
kewajibannya mengurus rumah tangga, dan di sektor publik mereka
menjadi bagian dari suatu sistem ketenagakerjaan. Seperti merujuk pada
penelitian yang telah dipublikasikan Universitas Nairobi di Kenya,
perempuan yang bekerja di sektor pertanian biasanya terlibat sebagai
pekerja lepas. Perempuan yang secara keseluruhan memiliki tingkat
pendidikan yang lebih rendah, terbatasnya ketrampilan dan kurangnya
akses terhadap sumber daya, beban kerja domestik yang berat, faktor sosial
budaya serta adanya pemisahan pasar tenaga kerja merupakan beberapa
faktor yang berkaitan dengan terbatasnya partisipasi mereka di sektor
modern”. (Suda, Nordic Journal of African Studies Vol.11 (2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Berdasar hasil pra survey, salah satu wilayah di Kabupaten
Ngawi yang nampak aktifitas buruh tani (khususnya perempuan) adalah di
kawasan Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi. Di desa ini, sektor industri
khususnya bidang pertanian cukup menonjol. Sektor pertanian masih
cukup diandalkan di Desa Karangasri, dengan wilayah seluas 494,6 Ha,
202,727 Ha merupakan tanah sawah dan penduduk yang bermata
pencaharian sebagai petani masih cukup banyak jumlahnya. Ditunjang
pula dengan letaknya yang terhitung dekat dengan kota Kabupaten, maka
banyak faktor yang mendukung berkembangnya sektor ini. Seperti
misalnya kemudahan dalam mendapatkan alat–alat pertanian, pupuk,
benih, pestisida bahkan kemudahan dalam penjualan hasil pertanian ketika
musim panen tiba.
Buruh tani perempuan pada dasarnya memiliki peran yang
sangat penting dalam masyarakat, di satu sisi mereka (buruh tani
perempuan) adalah sebagai ibu rumah tangga yang tentunya menjalankan
fungsinya dalam keluarga. Namun, di sisi lain mereka juga menjalankan
fungsi sosialnya sebagai tenaga kerja wanita produktif yang ada di Ngawi.
Keberadaan mereka terkadang menjadi perbincangan di tengah masyarakat
karena dianggap sebagai pekerjaan yang tidak sesuai dengan kodratnya
sebagai wanita. Bagi perempuan dalam rumah tangga miskin, khususnya
seperti di pedesaan, bekerja bukan merupakan sebuah tawaran tetapi suatu
strategi untuk menopang kebutuhan ekonomi, apalagi bagi rumah tangga
yang tidak memiliki akses tanah. Berdasar pra survey, perempuan yang
bekerja sebagai buruh tani kerap kali dipandang sebelah mata oleh
sebagian besar orang. Kebanyakan orang menganggap bahwa pekerjaan ini
merupakan jenis pekerjaan rendahan. Bahkan orang tidak pernah berpikir
lebih jauh ketika melihat seorang perempuan pulang dari sawah/ladang
dengan berjalan kaki sambil menggendong hasil bumi serta badan sedikit
membungkuk menahan beban, dan ketika sampai dirumah ia harus segera
mengerjakan pekerjaan rutin sehari–hari seperti mencuci, memasak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
mengurus anak dan berbagai tugas lain yang tentunya sangat melelahkan.
Kenyataan tersebut telah menyatu dalam kehidupan buruh tani perempuan
dan nyaris tak bisa dihindari. Buruh tani perempuan sebagai bagian dari
wajah kehidupan ini tampil sebagai sosok yang penuh beban dan tanggung
jawab.
Keberadaan buruh tani perempuan yang dipekerjakan untuk
melakukan pekerjaan tangan dalam pertanian, memberikan kesan bahwa
nantinya penggunaan buruh tani perempuan akan menurun jumlahnya
seiring adanya modernisasi pertanian (Mien Joebhaar dkk, 1984: 71).
Tenaga–tenaga mereka telah tergantikan dengan tenaga mesin. Di era
Revolusi Hijau, banyak atau bahkan hampir semua bagian siklus dalam era
penanaman telah dimekanisasi (Holzner, 1997: 300), dalam hal ini
perempuan jarang diikutsertakan pada pelatihan menggunakan dan
memperbaiki mesin, dan yang lebih penting lagi justru pekerjaan
perempuan digantikan oleh mesin.
Teknologi sangat sering dianggap sebagai biang keladi
marginalisasi peran buruh tani perempuan dalam pertanian. Namun
persoalan yang terjadi tidak seperti itu. Jika terdapat kemerosotan buruh
tani perempuan, hal tersebut lebih mungkin disebabkan oleh perubahan
dalam persediaan tenaga buruh, wanita pedesaan akan semakin menolak
bekerja berat di ladang dan menuntut hanya akan melakukan pekerjaan
non pertanian atau pekerjaan rumah tangga saja (Mien Joebhaar dkk,
1984: 71). Akan tetapi masih ada pula sebagian buruh tani perempuan
yang tetap bertahan untuk bekerja sebagai buruh tani ditengah gempuran
alat–alat pertanian modern serta tawaran–tawaran pekerjaan di sektor lain
yang lebih menjanjikan. Kehidupan buruh tani perempuan nyaris luput
dari perhatian, padahal di dalamnya kerap melahirkan paradoks yang
memprihatinkan. Hasil kerja kerasnya yang sering kali tidak sepadan
dengan perjuangannya menjadikan mereka tetap berada dalam garis
kemiskinan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Fokus kajian pada penelitian ini adalah mencoba mengurai
bagaimana konstruksi sosial atas buruh tani perempuan pada masyarakat
Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Hal ini menjadi
penting sebagai bahan pembahasan mengenai ketenagakerjaan serta
fenomena sosial atas keberadaan buruh tani perempuan yang ada di tengah
masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat ditarik dua rumusan permasalahan yaitu :
1. Bagaimana konstruksi sosial atas buruh tani perempuan di Desa
Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi ?
2. Faktor – faktor apa yang melatarbelakangi terbentuknya konstruksi
sosial tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang hendak penulis lakukan
ialah untuk menggambarkan konstruksi sosial atas buruh tani perempuan
di Desa Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi serta
menguraikan faktor apa saja yang melatarbelakangi terbentuknya
konstruksi sosial tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Dapat memperluas wawasan dan memperdalam kajian tentang
sosiologi, khususnya mengenai bagaimana buruh tani perempuan
dikonstruksikan oleh masyarakat.
b. Dapat mengetahui hal–hal apa saja yang mendasari konstruksi
masyarakat atas buruh tani perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Dapat memperkaya kajian–kajian teori sosiologi, khususnya teori-
teori yang berkaitan dengan konstruksi sosial pada suatu
masyarakat tertentu.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan
pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pemerintah Kabupaten
Ngawi khususnya di bidang ketenagakerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Konsep Penelitian
Konsep – konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
2.1.1 Konstruksi Sosial
Konstruksi sosial adalah sesuatu yang dibangun
berdasarkan klaim tertentu, dan dipercaya oleh sistem patriarkal
atau juga merupakan susunan suatu realitas obyektif yang telah
diterima dan menjadi kesepakatan umum (Abdullah, 1997: 5).
Konstruksi sosial merupakan sebuah realitas yang dibentuk oleh
pengalaman seseorang dan pengetahuan (Basari, 2012: 1).
Konstruksi diartikan sebagai sebuah realitas yang dibentuk
oleh pengalaman seseorang dan pengetahuan yang membimbing
perilaku dalam kehidupan sehari – hari dan juga merupakan dasar
dari individu (Basari, 2012: 27). Realitas dan pengetahuan
merupakan dua istilah kunci dari konstruksi sosial. Realitas adalah
suatu kualitas yang terdapat dalam fenomen – fenomen yang
memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak
individu manusia (Basari, 2012: 1). Individu menciptakan terus
menerus realitas yang dimiliki dan dialami secara subyektif (Berger
dalam Basari, 2012: 51). Pengetahuan adalah kepastian bahwa
fenomen–fenomen itu nyata dan memiliki karakteristik-
karakteristik yang spesifik (Basari, 2012: 1). Sehingga konstruksi
sosial dapat diartikan sebagai sesuatu yang dibangun berdasarkan
klaim tertentu dan dipercaya oleh suatu sistem patriarkal, dan
merupakan sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman dan
pengetahuan seseorang (Basari, 1990: 62).
Konstruksi harus dilakukan sendiri terhadap pengetahuan
itu. Sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
(Basari, 2012: 64). Konstruksi merupakan jawaban yang khas
terhadap harapan yang khas pula, konstruksi menyiapkan pola.
Menurut pola tersebut seorang individu harus bertindak dalam
situasi khusus. Menurut Berger dan Luckmann (dalam Basari,
2012: 176), individu berpartisipasi dalam dunia sosial. Dengan
menginternalisasi konstruksi tersebut secara obyektif menjadi nyata
baginya. Setiap orang dianggap sebagai pelaku konstruksi sosial
dan dapat dianggap bertanggung jawab untuk menaati norma –
normanya, yang bisa diajarkan sebagai bagian dari tradisi dari
kelembagaan dan digunakan untuk membuktikan kompetensi
semua pelaku, dan dengan demikian berfungsi sebagai pengendali.
Salah satu mekanisme pengendalian yang diungkapkan Berger dan
Luckmann adalah seperti membujuk, memperolok–olok,
mendesas–desuskan, mempermalukan dan mengucilkan (dalam
Basari, 2012: 75). Mekanisme tersebut diterapkan dalam ruang
terbatas yaitu kelompok seperti dalam lingkungan pekerjaan,
teman, dan keluarga.
2.1.2 Buruh Tani
Buruh tani ialah tenaga kerja upahan dalam proses
produksi pertanian (Sjamsidar, 1994: 77), sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia, buruh tani diartikan sebagai buruh
yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di sawah orang
lain. Buruh tani didefinisikan pula sebagai seseorang yang
melakukan suatu kegiatan/pekerjaan di sawah atau ladang pertanian
dengan tidak menanggung risiko terhadap hasil panen dan
bertujuan untuk mendapatkan upah/imbalan (diambil dari Kajian
Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008,
pada 21 Januari 2012). Umumnya setiap petani yang memiliki
lahan pertanian cukup luas, buruh tani menjadi tenaga pokok atau
tenaga andalan dalam proses produksi pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Selain dari definisi diatas, buruh tani juga dapat diartikan
sebagai penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam kegiatan
bercocok tanam dan membuat keputsan yang otonom tentang
proses cocok tanam (Wolf dalam Mahasin, 1984: 10). Pada
dasarnya definisi buruh tani dan petani hampir sama, yang
membedakan hanyalah pada sistem kepemilikan sawah/ lahan
pertanian serta pengawasan atas sistem produksi. Buruh tani lebih
ditekankan pada petani penggarap bukan sebagai pemilik tanah/
lahan pertanian dan bukan pula sebagai pengawas atas proses
produksi pertanian (Wolf dalam Mahasin, 1984: 16), atau lebih
singkatnya, buruh tani adalah petani tak bertanah (Hagul, 1985: xi).
2.1.3 Buruh perempuan
Buruh perempuan merupakan pengelompokan buruh
berdasar jenis kelamin. Buruh disebut pula dengan angkatan kerja
(Batubara, 2008: 2). Dalam menjelaskan buruh atau angkatan kerja
perlu dilakukan pemahaman mengenai penduduk yang
diklasifikasikan dalam penduduk usia kerja dan bukan usia kerja.
Penduduk dalam kategori usia kerja dikelompokkan menjadi
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labour
force) ada yang bekerja dan ada yang sedang mencari kerja atau
disebut penganggur terbuka. Yang dimaksud dengan bukan
angkatan kerja adalah penduduk usia kerja tetapi tidak bekerja atau
tidak sedang mencari kerja (Batubara, 2008: 2), yang termasuk
dalam kelompok ini adalah mereka yang sedang bersekolah, ibu
rumah tangga, termasuk mereka juga yang sakit. Dengan demikian,
buruh yang dimaksud dalam kajian ini adalah angkatan kerja yang
bekerja dan yang sedang mencari kerja. Sedangkan pengertian
buruh perempuan atau angkatan kerja perempuan dalam kaitan
studi ini, adalah perempuan yang mempunyai hubungan kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
antara manajemen dengan buruh, tidak termasuk pegawai negeri
dan angkatan kerja yang bekerja sendiri.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Teori Karl Marx tentang Buruh
Permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji melalui
pendekatan studi kasus mengenai buruh tani perempuan. Dalam
menjelaskan permasalahan yang ada, terlebih dahulu perlu
dikemukakan definisi dari buruh itu sendiri. Buruh disebut pula
dengan angkatan kerja (Batubara, 2008: 2). Dalam menjelaskan
buruh atau angkatan kerja perlu dilakukan pemahaman mengenai
penduduk yang diklasifikasikan dalam penduduk usia kerja dan
bukan usia kerja. Penduduk dalam kategori usia kerja
dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja (labour force) ada yang bekerja dan ada yang
sedang mencari kerja atau disebut penganggur terbuka. Yang
dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja
tetapi tidak bekerja atau tidak sedang mencari kerja (Batubara,
2008: 2), yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang
sedang bersekolah, ibu rumah tangga, termasuk mereka juga yang
sakit.
Definisi bekerja secara umum adalah usaha mencapai
tujuan. Secara ekonomi, bekerja adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan barang atau jasa baik untuk digunakan sendiri
maupun untuk mendapatkan suatu imbalan. Bekerja dalam arti
yang sangat mendasar adalah kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk mempertahankan hidup seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu lingkungan tertentu dimana melalui kegiatan
tersebut mereka dapat menemukan jati diri (eksistensi) mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
(diambil dari buletin Kalyanamedia Edisi I No. 4 desember 2004:
4).
Karl Marx mengatakan bahwa bekerja merupakan
aktivitas yang sangat hakiki bagi manusia. Bekerja adalah aktivitas
yang menjadi sarana bagi manusia untuk menciptakan eksistensi
dirinya. Bekerja pada dasarnya adalah wadah aktivitas yang
memungkinkan manusia mengekspresikan segala gagasannya,
kebebasan manusia berkreasi, sarana, menciptakan produk, dan
pembentuk jaringan sosial (Timboel Siregar, Pekerja Indonesia di
Persimpangan Jalan, Jurnal ALNI, September 2003: 78-79)
Istilah buruh ada seiring munculnya kapitalisme. Karl
Marx menemukan inti masyarakat kapitalis di dalam komoditas,
dimana masyarakat terbagi atas dua kelas, yaitu kaum borjuis
sebagai pemilik modal dan kaum proletar (proletariat) sebagai
pekerja (yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah buruh atau
tenaga kerja). Proletariat adalah para pekerja yang menjual kerja
mereka dan tidak memiliki alat – alat produksi sendiri (Ritzer,
2006: 62). Kaum proletar (buruh) hanya memproduksi untuk
pertukaran dan dalam hal ini otomatis mereka menjadi konsumen,
sehingga mereka harus menggunakan upah yang mereka peroleh
untuk memenuhi kebutuhan. Hal inilah yang membuat kaum buruh
sangat tergantung pada orang yang memberi upah.
Di Indonesia, konotasi buruh mulai terspesialisasi saat
berada di bawah kepemimpinan Orde Baru, dimana hanya para
pekerja pabrik atau para pekerja upah harian yang disebut buruh
(diambil dari sejarah unj.bogspot “ketika buruh menjadi sebuah
pengantar”, pada 12 Februari 2012, pukul 13.53 WIB).
Buruh perempuan menjadi sosok yang termarginalkan
dalam pasar tenaga kerja khususnya di Indonesia. Hak-hak
terhadap buruh perempuan seringkali dikesampingkan oleh para
pemilik modal yang mempekerjakan mereka. Buruh terdiri atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bermacam-macam jenis tergantung jenis pekerjaan dan tempat
bekerjanya, seperti buruh pabrik, buruh cuci, buruh tani, dll.
Peneltian ini akan mengkaji mengenai buruh tani.
Buruh tani dalam pengertian yang sesungguhnya
memperoleh penghasilan terutama dari bekerja dengan memperoleh
upah dari pemilik tanah atau petani penyewa tanah (Sajogyo, 1988:
158). Biasanya buruh tani termasuk dalam buruh harian lepas.
Digolongkan sebagai buruh harian lepas dikarenakan buruh
tersebut diikat dengan hubungan kerja dari hari ke hari, jumlah jam
kerja atau jenis pekerjaan yang dilakukan serta biasanya hanya
mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak terus menerus tetapi
bersifat musiman (Sembiring, 2009: 34).
Buruh tani hidup di tingkat terbawah pada lapisan
masyarakat, biasanya dalam keadaan yang amat miskin dan
merupakan kelompok yang paling banyak berpindah dalam
masyarakat desa, karena mereka tidak memiliki harta benda milik
sendiri dan selalu berusaha mencari kerja yang paling banyak
upahnya atau paling ringan serta banyak dari buruh pertanian
tersebut yang berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain.
Dalam tingkah lakunya terhadap orang-orang yang di luar
kelompoknya, buruh tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya.
Mereka ingin memperbaiki keadaannya, tetapi tidak tahu caranya
dan karena itu mereka menyerah saja terhadap nasibnya. Buruh tani
hidup dari hari ke hari saja dan tidak memperhatikan rencana masa
depan (misalnya dengan menabung). Banyak buruh tani yang
menanam atas dasar bagi hasil (maro) di atas tanah sang pemilik
sawah (tuan tanah/ majikan).
Sayogyo memberikan ciri-ciri buruh tani yang bekerja
dengan upah harian lepas sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Kegiatan Ekonomi :
1. Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah (pemilik
tanah) dengan digaji sebagai pekerja harian.
2. Setelah hasil pertanian dipanen, buruh tani diperbolehkan
menanami tanah-tanah itu sebelum tanah itu ditanami kembali
oleh para pemilik tanah.
3. Diwaktu mereka tidak dipekerjakan sebagai buruh, para buruh
tani melakukan perdagangan kecil-kecilan.
Kedudukan Sosial :
1. Para buruh tani berada ditingkat terendah dalam lapisan
masyarakat. Mereka tidak mungkin jatuh lebih rendah lagi dan
mereka tidak mempunyai kedudukan yang akan dipertahankan
maupun yang akan hilang. Posisi seperti ini mempunyai
pengaruh besar terhadap nilai-nilai norma kelompok itu.
2. Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja, karena tidak
ada benda atau orang yang menjamin kelanjutan hidup mereka
di masa depan. Mereka masih cenderung untuk menerima nasib
saja, tunduk dan berserah diri.
3. Buruh tani yang sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang
kecerdasan, juga tidak memiliki pengalaman untuk mengelola
pertanian. Mereka telah terbiasa bekerja sebagai buruh tani
sepanjang hidup, dan oleh karena itu mereka tahu mengenai
pekerjaan di sektor pertanian.
4. Buruh tani sebagai kelompok tidak hanya terikat pada desa
mereka, terkadang ada juga yang berasal dari daerah lain dan
kalau telah datang waktunya mereka berpindah ke tempat yang
baru dimana mereka berharap menemukan kesempatan untuk
berhasil atau mendapatkan upah yang lebih besar dan kerja yang
lebih ringan. (Sayogjo, 1995: 113-114)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2.2.2 Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger
Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial. Teori
konstruksi sosial memandang bahwa sosiologi adalah suatu bentuk
dari kesadaran. Pendekatan konstruksi sosial atas realitas (social
construction of reality) merupakan pendekatan yang pertama kali
dikenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui
bukunya yang berjudul The Social Construction, A Treatise in the
Sociology of Knowledge.
Perspektif Berger tak mampu dilepaskan pada situasi
sosiologi Amerika era 1960-an, dimana dominasi fungsionalisme
berangsur menurun, seiring ditinggalkan oleh sosiolog muda.
Gagasan Berger yang lebih humanis (Weber dan Schutz) akan lebih
udah diterima, dan di sisi lain mengambil fungsionalisme
(Durkheim) dan konflik (dialektika Marx). Berger cenderung tidak
melibatkan diri dalam pertentangan antar paradigma, namun
mencari benang merah atau mencari titik temu gagasan Marx,
Durkheim dan Weber, yaitu historisitas. Kemudian historisitas itu
yang dijadikan Berger dalam menekuni makna (Schutz) yang
menghasilkan watak ganda masyarakat, masyarakat sebagai
kenyataan subyektif (Weber) dan masyarakat sebagai kenyataan
obyektif (Durkheim), yang terus berdialektika (Marx). Menurut
Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode
strukturalis dunia sosial tergantung pada manusia yang menjadi
subyeknya. Berger berpendapat bahwa realitas sosial secara
obyektif memang ada (Durkheim dan perspektif fungsionalis)
tetapi maknanya berasal dari dan oleh hubungan subyektif
(individu) dengan dunia obyektif (perspektif interaksionisme
simbolis Mead dan Blumer) (Poloma, 2000: 299).
Menurut Berger dan Luckmann (dalam Basari, 2012: 1)
pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi
ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap yang memang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sudah seharusnya demikian, benar dan nyata. Ia menggambarkan
proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana
individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang
dimiliki dan dialami.
Berger dan Luckmann mendefinisikan konstruksi sebagai
sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang dan
pengetahuan, yang merupakan dasar dari individu (Basari, 2012:
27). Realitas (kenyataan) dibangun secara sosial,dan proses
terjadinya kenyataan tersebut dapat dianalisa menggunakan
sosiologi pengetahuan. Realitas dan pengetahuan merupakan dua
istilah kunci dari konstruksi sosial. Realitas adalah suatu kualitas
yang terdapat dalam fenomen – fenomen yang memiliki
keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak
individu manusia (Basari, 2012: 1). Pengetahuan adalah kepastian
bahwa fenomen–fenomen itu nyata dan memiliki karakteristik-
karakteristik yang spesifik (Basari, 2012: 1). Konstruksi harus
dilakukan sendiri terhadap pengetahuan itu. Konstruksi
menyiapkan pola, menurut pola tersebut individu harus bertindak
dalam situasi khusus. Realitas sosial adalah pengetahuan yang
bersifat keseharian yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,
seperti konsep, kesadaran masyarakat, wacana publik sebagai hasil
dari konstruksi sosial (Basari, 1990: 28-29). Individu menciptakan
terus menerus realitas yang dimiliki dan dialami secara subyektif
(Berger dalam Basari, 1990: 51). Realitas dikonstruksi melalui
proses eksternalisasi, objektivitas, dan internalisasi.
Berger dan Luckmann membuat suatu kerangka pemikiran
untuk memperlihatkan hubungan antara individu dan masyarakat
yang menjelaskan adanya proses dialektis mendasar antara
individu dengan dunia sosio-kultural yang berlangsung melalui
eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi yaitu
apabila manusia dibandingkan dengan makhluk biologis lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
merupakan makhluk yang secara biologis mempunyai kekurangan
karena dilahirkan dengan struktur naluri yang tidak lengkap, ialah
tidak terarah dan kurang terspesialisasi. Dunia manusia merupakan
dunia terbuka yang diprogram secara tidak sempurna, sehingga
menurut Berger, dunia manusia ditandai oleh ketidakstabilan yang
melekat. Obyektivasi, inti dari proses obyektivasi adalah bahwa
kebudayaan yang diciptakan manusia kemudian menghadapi
penciptanya sebagai usaha fakta diluar dirinya. Dunia yang
diciptakan manusia menjadi sesuatu yang di luarnya menjadi suatu
realitas obyektif. Internalisasi, pada saat terjadi internalisasi, dunia
yang telah diobyektifasikan itu diserap kembali ke dalam struktur
kesadaran subyektif individu. Individu mempelajari makna yang
telah diobyektifasikan, mengidentifikasi dirinya dengan makna
tersebut hingga masuk ke dalam dirinya. Individu tidak hanya
memiliki makna tersebut tetapi juga mewakili dan menyatakan.
Dengan kata lain, melalui internalisasi fakta obyektif dari dunia
sosial menjadi fakta subyektif dari individu.
Menurut Berger dan Luckmann, individu berpartisipasi
dalam dunia sosial. Setiap orang dianggap sebagai pelaku
konstruksi sosial dan dapat dianggap bertanggung jawab untuk
menaati norma-normanya, yang bisa diajarkan sebagai bagian dari
tradisi dari kelembagaan dan digunakan untuk membuktikan
kompetensi semua pelaku dan demikian berfungsi sebagai
pengendali. Salah satu mekanisme pengendalian yang diungkapkan
oleh Berger dan Luckmann adalah seperti membujuk, memperolok-
olok, mendesas-desuskan, mempermalukan dan mengucilkan.
Mekanisme tersebut diterapkan dalam ruang terbatas yaitu
kelompok seperti dalam lingkungan pekerjaan, teman dan keluarga.
Dalam mekanisme pengendalian sosial tersebut, Berger
mengungkapkan mengenai konsep kontrol sosial. Tidak ada
masyarakat yang bisa ada tanpa kontrol sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Berger dan Luckmann lebih lanjut mengemukakan bahwa
realitas terdiri dari realitas objektivitas, realitas simbolis, dan
realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk
dari pengalaman di dunia individu, dan realitas ini dianggap
sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis
dari realitas objektif dalam berbagai bentuk (Basari, 2012: 126).
Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai
proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam
individu melalui proses internalisasi.
Seperti yang telah diketahui, Berger mencoba
mensintesakan dunia sosial obyektif yang dijelaskan oleh kaum
fungsionalis dengan dunia subyektif yang ditekankan oleh ahli
psikologi sosial. Hal ini dilakukannya dalam kerangka sosiologi
ilmu pengetahuan (sociology of knowledge) yang menganalisa
bagaimana manusia membentuk kedua realitas subyektif dan
obyektif itu. Maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
produk manusia dan manusia adalah produk masyarakat.
Masyarakat tidak pernah sebagai suatu produk akhir tetapi tetap
sebagai proses yang sedang terbentuk. Dengan demikian
obyektivitas merancang suatu proses dimana dunia sosial akan
menjadi suatu realitas yang mampu menghambat dan juga
membentuk para partisipannya. Manusia adalah pencipta kenyataan
sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana
kenyataan obyektif mempengaruhi kembali manusia melalui
internalisasi. Dengan memandang masyarakat sebagai proses yang
berlangsung dalam eksternalisasi, obyektifasi dan internalisasi serta
masalah yang berdimensi kognitif dan normatif, maka kenyataan
sosial adalah suatu konstruksi sosial buatan masyarakat sendiri
dalam perjalanan sejarahnya dari masa silam ke masa kini menuju
masa depan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1.1 Penelitian Terdahulu
Adapun kepustakaan dan penelitian terdahulu yang
membahas terkait tema dan fokus penelitian ini, diantaranya
adalah:
Penelitian berjudul Konstruksi Sosial Masyarakat
Pedesaan tentang Poligini, pada tahun 2010 oleh Lulu Poernama
Sari. Penelitian ini mengkaji tentang konstruksi sosial masyarakat
pedesaan tentang poligini pada masyarakat Desa Kebak. Dalam
penelitian ini menyebutkan bahwa poligini yang muncul dalam
masyarakat Desa Kebak disebabkan oleh adanya kultur masyarakat
yang sangat tidak memihak wanita. Masyarakat ini mempunyai
konstruksi sosial yang menganggap poligini sah-sah saja dilakukan.
Karena adanya budaya patrilineal, yang menjunjung tinggi
kekuasaan laki-laki dan mengesampingkan hak wanita. Wanita
dianggap sebagai pelayan laki-laki, sehingga wanita harus menurut
kemauan laki-laki. Selain itu, wanita di desa ini sebagian besar
berpendidikan rendah, apatis dan pasrah atas apa yang menimpa
dirinya. Mereka mengaku sangat sengsara saat suaminya
berpoligini, namun mereka tidak sanggup menolak hal tersebut
karena terbatasnya pendidikan dan realitas budaya yang sangat
tidak memihak wanita. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, observasi tak berperan, serta dokumentasi. Analisa
data menggunakan metode model analisa interaktif serta validitas
data menggunakan triangulasi data (Sari, 2010). Peneliti
menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai referensi dimana
dalam penelitian ini untuk menguji apakah nantinya konstruksi
sosial atas buruh tani perempuan juga dibentuk oleh adanya kultur
masyarakat (kebudayaan) yang tidak memihak perempuan.
Penelitian berjudul Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi
Buruh Harian Lepas (Aron) di Kelurahan Padang Mas Kecamatan
Kabanjahe Kabupaten Karo, oleh Kristina Sembiring pada tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2009. Penelitian ini menggambarkan kondisi kehidupan buruh
harian lepas (aron) sebagai sumber tenaga kerja dalam proses
produksi komoditi pertanian yang merupakan hasil utama dari
daerah Tanah Karo. Kondisi kehidupan sosial ekonomi dalam
penelitian ini dilihat melalui indikator kondisi pendapatan, pangan,
perumahan, kesehatan, pendididkan anak serta strategi yang
digunakan oleh para buruh harian lepas untuk tetap bertahan
dengan pendapatan yang minim. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan analisa data
kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data melalui kuesioner dan
wawancara serta tabulasi data yang tertuang dalam tabulasi data
tunggal (Sembiring, 2009).
Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa
pendapatan para buruh harian lepas (aron) masih sangat rendah
sehingga mereka harus berusaha memenuhi kebutuhan keluarga
dengan melakukan strategi seperti mencari pekerjaan sampingan.
Kondisi pangan pada umumnya hanya seadanya dan kurang
memenuhi standar gizi. Kondisi perumahan pada umumnya adalah
menyewa dengan kondisi fisik semi permanen dan papan serta
hanya memiliki satu kamar tidur dan apabila ada anggota keluarga
yang menderita sakit biasanya hanya dibawa ke puskesmas atau
membeli obat di warung, sedangkan pendidikan anak hanya
sebagian kecil yang dapat melanjutkan sampai ke tingkat perguruan
tinggi (Sembiring,2009). Penelitian yang dilakukan oleh Kristina
sembiring ini hanya membahas dari segi kehidupan buruh harian
lepas, sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini akan
menggambarkan bagaimana buruh tani perempuan dikonstruksikan
oleh masyarakat.
Penelitian berjudul Pembagian Kerja Berdasarkan Gender
pada Sistem Pengupahan Buruh Tembakau di Perkebunan
Tembakau PTPN XI Klaten, pada tahun 2006, oleh Siti Andewi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Rahajeng. Penelitian ini mengutarakan tentang sistem pembagian
kerja dan pengupahan bagi para buruh tembakau pada perkebunan
tembakau milik PT Perkebunan Nusantara XI Klaten. Dalam
penelitian ini disebutkan bahwa buruh tembakau perempuan
mendapatkan porsi kerja yang cukup tinggi dan menjadi prioritas
dalam mengerjakan suatu jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan keuletan karena dirasa
paling cocok dikerjakan oleh buruh perempuan. Selain itu semua
buruh mendapatkan upah yang sama sesuai dengan upah minimum
Kabupaten (Rahajeng, 2006). Hasil dari penelitian yang dilakukan
oleh Rahajeng lebih memfokuskan pada sistem pembagian kerja
dan pengupahan bagi para buruh, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ini nantinya akan mengurai apakah sistem pembagian
kerja dan pengupahan juga berpengaruh dalam pengkonstruksian
atas buruh tani perempuan.
Merujuk pada sebuah penelitian pada Nordic Journal of
African Studies 11 yang berjudul Gender Disparities in The
Kenyan Labour Market: Implications for Poverty Reduction, pada
tahun 2002, oleh Collette Suda yang menyatakan :
“The majority of women are employed in the education
and informal sectors. Those who work in the agricultural
sector are usually engaged as casuals. Women’s overall
lower level of education, limited skills, and access to
productive, resources, heavy domestic workload, cultural
attitudes and segregation of the labour market are some of
the factors associated with their limited participation in
the modern sector”
Dalam Bahasa Indonesia artinya :
“Sebagian besar perempuan bekerja di sektor pendidikan
dan informal. Mereka yang bekerja di sektor pertanian
biasanya terlibat sebagai pekerja lepas. Perempuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
secara keseluruhan memiliki tingkat pendidikan yang lebih
rendah, terbatasnya ketrampilan dan kurangnya akses
terhadap sumber daya, beban kerja domestik yang berat,
faktor sosial budaya serta adanya pemisahan pasar tenaga
kerja merupakan beberapa faktor yang berkaitan dengan
terbatasnya partisipasi mereka di sektor modern”. (Suda,
Nordic Journal of African Studies Vol.11 (2002).
Kesimpulan dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa
para buruh perempuan yang bekerja di sektor pertanian (buruh tani)
lebih terlibat sebagai pekerja lepas dan rendahnya partisipasi
mereka dalam sektor modern lebih dipengaruhi karena tingkat
pendidikan yang lebih rendah, terbatasnya ketrampilan, kurangnya
akses terhadap sumber daya, beban kerja domestik yang berat,
faktor sosial budaya serta adanya pemisahan pasar tenaga kerja.
Berdasar temuan di atas, maka perlu dilakukan penelitian
terkait konstruksi sosial atas buruh tani perempuan agar dapat
menjadi masukan bagi banyak pihak terkait fenomena yang ada
dalam masyarakat, khususnya membahas mengenai buruh tani
perempuan. Maka, penelitian ini mengambil judul Konstruksi
Sosial atas Buruh Tani Perempuan pada Masyarakat Desa
Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi.
2.3 Kerangka Berpikir
Perempuan selalu terpojokkan dalam konsep – konsep
marginalisasi, domestikasi dan pengiburumahtanggaan. Hal ini
muncul atas dasar perbedaan jenis kelamin. Perbedaan jenis
kelamin pada dasarnya merupakan perbedaan gender yang berarti
bahwa perbedaan antara laki – laki dan perempuan merupakan hasil
pengkotakan yang dilakukan oleh anggota masyarakat serta
didukung oleh nilai – nilai tertentu, bukan merupakan perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
yang disebabkan karena perbedaan biologis semata (Saptari, 1997:
37). Kaum perempuan pun memandang adanya ketimpangan relasi
antara laki – laki dan perempuan bertalian erat dengan kesadaran
sosial yang berhasil dibentuk dan dibangun oleh budaya patriarki
(diambil dari women labour and migrant care, pada 13 Februari
2012, pukul 11.30 WIB). Hal tersebut memunculkan dikotomi –
dikotomi dengan melihat kerja yang dilakukan perempuan.
Dikotomi – dikotomi tersebut misalnya produksi/ reproduksi,
domestik/ bukan domestik, atau kerja upahan/ bukan upahan
perempuan (Saptari, 1997: 38).
Dikotomi – dikotomi ini mulai disoroti sebagai bagian dari
kerja perempuan yang selama ini tidak pernah diakui dan tidak
kentara. Kerja reproduksi perempuan dalam hal pengasuhan anak
dan kerja domestik lainnya, oleh masyarakat luas (penganut
ideologi patriarkal) dianggap bukan kerja, dan harus dilakukan
oleh seseorang untuk kelangsungan hidup masyarakat tersebut.
Akibatnya, kerja upahan perempuan di luar rumah dianggap
sebagai pekerjaan sampingan.
Kerja perempuan juga perlu ditelaah mengenai konsep
rumah tangga, dan konsep ini sering kali dilandaskan pada berbagai
asumsi yang keliru. Bahkan banyak kebijakan yang tidak
membawa banyak keuntungan bagi perempuan walaupun bertujuan
memperbaiki posisi mereka, karena mengasumsikan adanya
berbagai ciri rumah tangga yang pada kenyataannya tak banyak
terlihat. Rumah tangga memiliki keterkaitan dalam struktur sosial.
Berbagai alternatif yang dimiliki perempuan atau berbagai
hambatan yang dihadapi perempuan tak lepas dari posisi rumah
tangga mereka dalam struktur sosial yang ada, terutama jangkauan
rumah tangga mereka atas sumber daya (Saptari, 1997: 39). Hal
inilah yang nantinya akan menentukan perempuan akan dilihat
sebagai kelompok yang homogen ataukah yang terdiferensiasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
serta menentukan pula kebijakan yang menyangkut perempuan
harus seragam atau berbeda.
Pendekatan dalam mendeskripsikan dan menjelaskan
terjadinya konstruksi sosial, stigma/ labelling perlu dibuat suatu
kerangka berpikir yang digunakan sebagai dasar atau landasan
untuk pengembangan berbagai konsep dan teori dalam penelitian
untuk menjawab persoalan – persoalan penelitian dalam rangka
memenuhi tujuan penelitian. Mengacu pada konsep dan teori yang
telah disebutkan di atas maka kerangka berpikir yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
Bagan 1
Kerangka Berpikir
2.4 Definisi Konseptual
Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan dan
mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar
tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian
yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini. Maka dari itu, definisi
konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Ekonomi
KonstruksiSosial
Buruh TaniPerempuan
Sosial Budaya
PendidikanStigma/Labeling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1. Konstruksi Sosial
Konstruksi sosial merupakan sebuah kerja kognitif individu
untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, dikarenakan terjadi
relasi sosial antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
2. Buruh Tani
Buruh tani merupakan tenaga kerja yang bekerja untuk orang
lain (pemilik modal) dengan imbalan tertentu (sistem upah) dan
dalam jangka waktu tertentu (kontrak) pada proses produksi
pertanian.
3. Buruh Perempuan
Buruh perempuan merupakan jenis klasifikasi tenaga kerja
buruh yang didasarkan atas jenis kelamin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative
research) dengan menggunakan metode studi kasus yang merupakan
tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu
kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan
komprehensif (Faisal, 2005: 22). Robert K Yin memberikan definisi
yang lebih tegas dan bersifat teknis mengenai studi kasus yaitu studi
kasus adalah suatu inkuiri empiris yang: menyelidiki fenomena dalam
konteks kehidupan nyata, bilamana; batas-batas antara fenomena dan
konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti
dimanfaatkan (K Yin dalam Bungin, 2005: 20). Sebuah kasus harus
memiliki dua hal, yaitu spesifik dan mempunyai batasan (Denzin
dalam Salim, 2001: 93)
Metode ini akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang
lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap perilaku
seorang individu (Sevilla dalam Bungin, 2005:19). Di samping itu,
studi kasus juga mampu memasuki unit-unit sosial terkecil seperti
perhimpunan, kelompok, keluarga dan berbagai unit sosial lainnya.
Studi kasus bertujuan untuk mempelajari gejala-gejala sosial melalui
analisis yang terus menerus tentang kasus yang dipilih (Slamet,
2006:10). Dalam penelitian suatu kasus, bisa melahirkan pernyataan–
pernyataan yang bersifat eksplanasi, namun eksplanasi tersebut tidak
bisa diangkat sebagai suatu generalisasi. Studi kasus memberikan ciri
tunggal terhadap data yang sedang dipelajari dan menghubungkan
keanekaragaman fakta–fakta terhadap kasus tersebut (Slamet, 2006:
10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Ada beberapa alasan mendasar dalam penelitian studi
kasus, diantaranya :
1. Studi kasus mampu memberikan deskripsi yang padat.
2. Studi kasus mampu memberikan perspektif eksperiensial.
3. Studi kasus bersifat holistik dan seperti kehidupan (lifelike),
mampu menyajikan sebuah gambaran yang dapat dipercaya bagi
partisipan sebenarnya.
4. Studi kasus mampu menyederhanakan kisaran data yang diminta
seseorang untuk dipertimbangkan, hal ini dapat dibuat seindah
mungkin sehingga dapat memerankan tujuan dengan sebaik-
baiknya yang ada di dalam pikiran peneliti.
5. Studi kasus memfokuskan perhatian pembaca dan memperjelas
makna (Ahmadi, 2005: 36-37).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Desa Karangasri,
Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Desa Karangasri merupakan
salah satu desa di Kecamatan Ngawi yang terletak di sebelah timur
pusat pemerintahan Kabupaten Ngawi. Luas wilayah Desa Karangasri
adalah 494,6 Ha yang terdiri dari :
- Tanah sawah : 202,727 Ha
- Tanah pekarangan seluas : 113,418 Ha
- Tanah pategalan : 158,7 Ha
- Fasilitas umum : 9 Ha
- Lain-lain : 10,815 Ha
(Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014).
Bila dilihat dari data yang ada, menunjukkan bahwa Desa
Karangasri memiliki tanah sawah yang luasnya menduduki tingkat
teratas dalam rincian luas wilayah keseluruhan desa. Tidak menutup
kemungkinan bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sebagai petani cukup banyak jumlahnya, sehingga keberadaan buruh
tani pun tak kalah penting pada sektor pertanian di desa ini.
3.3 Alasan Pemilihan Lokasi
Pengambilan lokasi penelitian di Desa Karangasri ini
didasarkan atas 3 (tiga) alasan, yaitu :
1. Berdasarkan informasi yang diperoleh, daerah tersebut
memenuhi syarat guna melakukan penelitian, yakni industri
pertanian masih nampak eksistensinya dengan dibuktikan masih
memiliki lahan sawah yang cukup luas (202,727 Ha) sehingga
memungkinkan adanya tenaga buruh tani khususnya perempuan.
2. Masih cukup banyak warga masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai petani yang secara otomatis juga
mempekerjakan buruh tani perempuan untuk membantu
mengerjakan sawah mereka.
3. Daerah tersebut juga dekat dengan Kota Kabupaten sehingga
dapat menunjang berjalannya sektor pertanian dan lebih mudah
untuk memperoleh data penunjang dari berbagai pihak ataupun
instansi terkait penelitian ini.
3.4 Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari :
1. Informasi tentang konstruksi sosial atas buruh tani perempuan
dari warga Desa Karangasri yang bersedia menjadi informan
2. Observasi langsung terhadap buruh tani perempuan, keluarga
buruh tani perempuan serta masyarakat sekitarnya.
3. Arsip serta dokumen–dokumen pendukung dari instansi terkait
3.5 Informan
Penelitian kualitatif lebih terfokus pada representasi
terhadap fenomena sosial dan bertolak dari asumsi tentang realitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Data atau
informasi harus ditelusuri sedalam mungkin sesuai dengan variasi
yang ada, sehingga mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti
secara utuh. Sesuai dengan tujuan penelitian kualitatif, maka dalam
prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana menentukan
informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat
informasi sesuai dengan fokus penelitian.
Informan yang dipilih dalam penelitian ini ialah beberapa
orang yang diklasifikasikan berdasar tingkat pendidikan. Berdasar
tingkat pendidikan digolongkan pada orang berpendidikan tinggi
(rentang pendidikan minimal sarjana), pendidikan menengah (rentang
pendidikan SMP-SMA), serta berpendidikan rendah (rentang
pendidikan SD ataupun putus sekolah).
3.6 Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik purposive. Informan ditentukan/ diambil
berdasarkan pada ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan
erat dengan tujuan penelitian. Informan ditentukan dengan sengaja
berdasarkan kemampuan dan pengetahuannya tentang keadaan obyek
penelitian.
Bilamana pada proses pengumpulan data sudah tidak lagi
ditemukan variasi informasi, maka tidak perlu lagi mencari informan
baru. Dalam hal ini, jumlah informan bisa sedikit atau pun banyak
tergantung dari tepat atau tidaknya pemilihan informan kunci dan
kompleksitas serta keragaman fenomena sosial yang diteliti.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis
sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
1. Wawancara Mendalam ( Indepth Interview )
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung yang merupakan proses memperoleh data
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab tatap muka
antara pewawancara dengan responden/ informan (Sutanto,
2006: 128).
Wawancara mendalam tidak dilakukan dengan struktur
yang ketat, melainkan bersifat “open ended” dan dilakukan
secara informal guna menyatakan pendapat responden tentang
suatu peristiwa tertentu. Kelonggaran ini akan berguna untuk
memudahkan proses wawancara.
Wawancara dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang
dianggap tepat guna mendapatkan data yang mempunyai
kedalaman, dan dapat dilakukan berulang – ulang demi
penjelasan masalah yang dipelajarinya (Sutopo, 1988: 24).
Wawancara ini bisa dilakukan dengan cara menanyakan
permasalahan yang akan diteliti kepada salah satu responden,
kemudian apabila jawabannya dirasa kurang menjelaskan
permasalahan yang dimaksud, maka wawancara bisa dilakukan
lagi kepada responden lainnya dengan materi wawancara yang
sama dan begitu seterusnya sampai kejelasan masalah yang
diteliti dapat tercapai.
Pada intinya, wawancara adalah suatu bentuk dari wacana.
Gambaran-gambaran khususnya mencerminkan struktur dan
tujuan wawancara yang berbeda, yaitu bahwa wacana dibuat dan
diorganisir dengan menanyakan dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan. Suatu wawancara adalah suatu produk bersama
(joint product) tentang apa yang dibicarakan oleh orang-
responden dan pewawancara serta bagaimana mereka berbicara
satu sama lain (Ahmadi, 2005: 71). Catatan sebuah wawancara
yang peneliti buat dan kemudian digunakan di dalam pekerjaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
analisa dan interpretasi adalah sebuah penggambaran atau
representasi dari percakapan tersebut.
2. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala–gejala yang diteliti (Susanto, 2006:
126). Istilah observasi dalam penelitian kualitatif telah menjadi
sinonim dengan penelitian lapangan, kerja lapangan atau
observasi tidak terkontrol, observasi partisipan dan non
partisipant (Guban dan Lincoln dalam Ahmadi, 2005: 101).
Tujuan pengumpulan data melalui observasi adalah untuk
mendeskripsikan latar yang diobservasi, kegiatan-kegiatan yang
terjadi di latar itu, orang-orang yang berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan, dan makna latar, kegiatan-kegiatan, dan
partisipasi mereka dalam orang-orangnya (Patton dalam
Ahmadi, 2005: 101). Observasi memungkinkan untuk merekam
perilaku atau peristiwa ketika perilaku dan peristiwa tersebut
terjadi. Selltiz (1959) menjelaskan bahwa aset utama observasi
adalah memungkinkannya untuk merekam perilaku ketika
terjadi (Selltiz dalam Ahmadi, 2005: 101).
Observasi lapangan pada penelitian ini dilakukan dengan
jalan formal maupun nonformal. Metode ini mampu
mengarahkan peneliti untuk mendapatkan sebanyak mungkin
pengetahuan yang berkaitan dengan masalah atau fokus
penelitian.
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
(Sutanto, 2006: 136). Dokumen disini mengacu pada material
(bahan) seperti fotografi, video, film, memo, surat, rekaman
kasus dan jenis-jenis lainnya yang dapat digunakan sebagai
informasi suplemen sebagai bagian dari kajian kasus yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sumber data utamanya adalah wawancara dan observasi
(Bogdan & Biklen dalam Ahmadi, 2005: 114). Dapat
ditambahkan pula seperti: usulan, buku tahunan, selebaran
berita, karangan di surat kabar. Data-data yang dikumpulkan
dengan teknik dokumentasi pada penelitian ini berupa data
kabupaten dalam angka, monografi kecamatan, monografi desa,
dinas pemerintah, surat kabar, dll.
3.8 Validitas Data
Untuk meningkatkan validitas data yang diperoleh selama
penelitian, maka perlu dilakukan review informan. Review informan
merupakan salah satu cara yang penting pada akhir wawancara juga
pada saat penelitian berlangsung. Peneliti mengulangi dalam garis
besarnya apa yang telah dikatakan oleh informan dengan maksud agar
dapat memperbaiki bila ada kekeliruan atau menambah apa yang
masih kurang. Peneliti memeriksa hasil wawancara untuk
mendapatkan pengertian yang tepat, atau melihat kekurangan-
kekurangan yang mungkin ada untuk lebih dimantapkan (Sutopo,
2002: 83).
Untuk meningkatkan kredibilitas data selama proses
penelitian, dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data itu. Denzin membedakan empat macam triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik dan teori (Moleong, 2001: 178).
Penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber,
yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini
dapat dicapai dengan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang
waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain, seperti
rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau
tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen (Moleong, 2001:178).
3.9 Teknik Analisa Data
Analisa/ analisis data merupakan bagian yang penting
dalam penelitian dengan pendekatan studi kasus, yang merupakan cara
spesifik untuk menghimpun data, mengorganisir data, dan
menganalisa data. Tujuannya untuk menghimpun data yang
mendalam, sistematis, komprehensif tentang kasus yang diambil.
Analisa data dalam penelitian kualitatif sejak awal peneliti terjun
lapangan, yakni sejak mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
membuat catatan-catatan lapangan. Dalam penelitian kualitatif, data
diinterpretasi dengan memberikan makna, menerjemahkan, atau
membuatnya dapat dimengerti. Makna yang diberikan dimulai dari
sudut pandang orang-orang yang distudi dengan menemukan
bagaimana orang-orang yang distudi melihat dunia, bagaimana
mereka mendefinisikan situasi atau apa maknanya bagi mereka.
Menurut Neuman, analisis data merupakan suatu
pencarian (search) pola-pola dalam data-perilaku yang muncul, objek-
objek atau badan pengetahuan (body of knowledge) (Neuman dalam
Ahmadi,2005: 147). Sekali suatu pola itu diidentifikasi, pola itu
diinterpretasi ke dalam istilah-istilah teori sosial atau latar dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
teori sosial itu terjadi. Analisis data mencakup menguji, menyortir,
mengkategorikan, mengevaluasi, membandingkan, mensintesakan dan
merenungkan (contemplating) data yang direkam, juga meninjau
kembali data mentah dan terekam. Spradley mengetengahkan bahwa
jenis analisis apapun termasuk cara berpikir (Spradley, 2005: 147).
Penelitian ini menggunakan analisis data yang
dikemukakan oleh Spradley. Seperti dalam tulisan Spradley (1980),
dikemukakan ada empat teknik analisis data, yaitu analisis data
domain, analisis taksonomi, analisis tematik dan analisis
komponensial. Penelitian ini menggunakan analisis komponensial
yang terlebih dahulu mencari/ memilih domain dalam membuat
analisis.
Pada setiap domain terdapat sejumlah warga atau anggota,
kategori-kategori, atau included terms. Domain tersebut dan included
terms atau kategori-kategori yang tercakup di dalamnya telah
diidentifikasi sewaktu analisis domain; kesamaan-kesamaan dan
hubungan internalnya telah dipahami melalui analisis taksonomis.
Pada analisis komponensial, yang diorganisasikan adalah kontras antar
elemen dalam domain yang diperoleh melalui observasi dan atau
wawancara terseleksi. Analisis komponensial mencakup seluruh
proses penelitian kontras-kontras, menyortir kontras-kontras tersebut,
mengelompokkan satu sama lain sebagai dimensi kontras dan
memasukkan seluruh informasi ke dalam suatu paradigma.
Masing-masing warga dari suatu domain sesungguhnya
mempunyai atribut / karakterisitik tertentu yang umumnya
diasosiasikan dengannya. Atribut/karakteristik itulah yang
membedakannya satu dari yang lain, dengan kata lain kontras itulah
yang membedakan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan
semacam itulah yang diselesaikan oleh analisis komponensial. Dengan
mengetahui warga suatu domain (melalui analisis domain), kesamaan
dan hubungan internal antar warga disuatu domain (melalui analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
taksonomis), dan perbedaan antar warga dari suatu domain (melalui
analisis komponensial), kita akan memperoleh pengertian yang
komprehensif, menyeluruh, rinci, kita telah memahami makna dari
masing-masing warga domain secara holistik.
Dengan menggunakan observasi terseleksi dan
pertanyaan-pertanyaan pengkontrasan (contras questions), sejumlah
dimensi yang kontras di antara warga suatu domain akan dapat
diidentifikasi. Persoalan kontras semacam itulah yang menjadi
perhatian dalam analsis komponensial. Sebagaimana halnya analisis-
analsis terdahulu (analisis domain dan analisis taksonomis), analisis
komponensial juga baru dilakukan setelah peneliti mempunyai cukup
banyak fakta/informasi dari hasil wawancara atau observasi yang
melacak kontras-kontras di antara warga suatu domain. Kontras-
kontras tersebut oleh peneliti difikirkan/dicarikan dimensi-dimensi
yang bisa mewadahinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Desa Karangasri terletak diantara desa-desa di
Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi yang berbatasan
langsung dengan desa sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Ds. Ngawi dan Kelurahan Ketanggi
- Sebelah Timur : Ds. Kartoharjo dan Ds. Karangtengah
Prandon
- Sebelah Selatan : Ds. Kartoharjo
- Sebelah Barat : Ds. Beran dan Kelurahan Margomulyo
4.2 Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Karangasri adalah 494,6 Ha
Terdiri dari :
- Tanah sawah : 202,727 Ha
- Tanah pekarangan : 113,418 Ha
- Tanah pategalan : 158,7 Ha
- Fasilitas umum : 9 Ha
- Lain-lain : 10,815 Ha
(Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014)
Sangat jelas ditunjuukan bahwa di Desa Karangasri, tanah
sawah merupakan wilayah yang paling luas bila dibandingkan
lainnya, termasuk bila dibandingkan dengan luas pemukiman
penduduk yang masuk dalam kategori lain-lain.
4.3 Sejarah Desa
Pada jaman penjajahan Belanda di Indonesia, ketika
Belanda masuk, di desa ini masih banyak kegiatan – kegiatan
yang dilarang oleh agama dan adat istiadat masyarakat
setempat, sehingga disebut dusun Nglarangan, selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
ketika para penjajah Belanda sampai pada suatu dusun mencari
para pejuang dan tidak menemukan ( Clingusan = bahasa jawa
), kemudian dusun tersebut diberi nama dusun Dungus,
selanjutnya ketika para pejuang berhasil mengusir para
penjajah, mereka bergembira dan bersuka ria sehingga tempat
tersebut dinamakan dusun Sooko.
Setelah Belanda terusir, para pejuang membuat
pertahanan yang sangat kokoh ibarat batu karang dan
masyarakatnya merasa aman dan tanaman – tanaman yang
tumbuh di desa ini tumbuh subur dan berseri sehingga tampak
asri dipandang dan selanjutnya desa ini dinamakan Desa
Karangasri. (Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014)
4.4 Kependudukan
Total jumlah penduduk Desa Karangasri : 7.918 jiwa
Terdiri dari : Laki – laki : 3.929 jiwa
Perempuan : 3.989 jiwa
Dengan jumlah Kepala Keluarga : 2.346 jiwa
(Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014)
4.5 Tingkat Pendidikan
Tabel 1
Jumlah Penduduk berdasar Tingkat Pendidikan (Jiwa)
Tidak
tamat SDTamat SD
Tamat
SMP
Tamat
SMASarjana
466 412 422 613 143
(Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014)
Data di atas menunjukkan bahwa penduduk Desa
Karangasri yang menamatkan pendidikan setingkat SMA
menduduki peringkat teratas dan peringkat kedua ialah tidak
sampai tamat SD, termasuk penduduk yang tidak pernah
sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4.6 Mata Pencaharian
Tabel 2
Mata Pencaharian Penduduk (Jiwa)
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 517
2 Buruh Tani 311
3 PNS 432
4 Wiraswasta 624
5 Lain-lain 462
(Sumber: RPJM Ds. Karangasri 2009-2014)
Dari data di atas, buruh tani merupakan salah satu jenis
mata pencaharian bagi penduduk Desa Karangasri, namun
dalam data tersebut tidak diberikan jumlah perincian buruh
tani laki-laki dan buruh tani perempua. Hal ini dikarenakan,
penduduk yang bekerja sebagai buruh tani seringkali berubah-
ubah, khususnya bagi buruh tani perempuan yang jumlahnya
selalu berubah, dalam artian tidak semua buruh tani
perempuan akan ikut menjadi buruh tani lagi pada musim
tanam berikutnya.
Selain itu, mereka bisa pula bekerja serabutan lain ataupun
menjadi buruh di luar pertanian, sehingga apabila dilihat pada
data tersebut, mata pencaharian paling besar terdapat pada
jenis pekerjaan wiraswasta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang
terdiri dari masyarakat umum dan dari buruh tani perempuan
sendiri, diantara kedelapan informan tersebut adalah :
1. Dra. Maria Viktoria Nesi, M.Si
Berusia 48 tahun, beralamat di Rw 05 Ds. Karangasri,
Kec.Ngawi. Pendidikan terakhir Sarjana Strata Dua (S2) dan
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB)
yang menjabat Kepala UPT BPPKB wilayah Kecamatan Ngawi.
2. Aris Niti Winarno, S.Pd, M.Pd
Berusia 33 tahun, beralamat di Rw 05 Ds. Karangasri, Kec.
Ngawi. Pendidikan terakhir Sarjana Strata Dua (S2) dan bekerja
sebagai staf pengajar (dosen) salah satu perguruan tinggi swasta
di Madiun.
3. Drs. H. Madin
Berusia 60 tahun, beralamat di Rw 05 Ds. Karangasri, Kec.
Ngawi. Pendidikan terakhir Sarjana Strata Satu (S1) dan
merupakan pensiunan pegawai negri dari Dinas Kesehatan.
4. Fitri
Berusia 29 tahun, beralamat di Rw 05 Ds. Karangasri, Kec.
Ngawi. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), pekerjaan sehari-hari sebagai Ibu Rumah Tangga.
5. Parmi
Berusia 30 tahun, tinggal di Rw 05 Ds. Karangasri, Kec. Ngawi.
Pendidikan terakhir tamat sekolah dasar (SD) dan bekerja
sebagai buruh tani. Memiliki 2 orang anak yang keduanya masih
menempuh pendidikan sekolah menengah pertama (SMP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
6. Waginah
Berusia 49 tahun, tinggal di Rw 05 Ds. Karangasri, Kec.Ngawi.
Tidak tamat sekolah dasar (SD), menempuh sekolah dasar hanya
sampai kelas 3. Bekerja sebagai buruh tani, memiliki 2 anak
yang kesemuanya sudah menikah (berumah tangga).
7. Suginem
Berusia 45 tahun, bertempat tinggal di Rw 05 Ds. Karangasri,
Kec.Ngawi. Pendidikan terakhir tamat sekolah dasar (SD).
Bekerja sebagai petani sekaligus juga terkadang sebagai buruh
tani. Memiliki seorang anak yang sedang menempuh pendidikan
di perguruan tinggi negeri (PTN).
8. Sri Utami
Berusia 51 tahun. Bertempat tinggal di Rw 05 Ds. Karangasri,
Kec.Ngawi. Pendidikan terakhir menempuh jenjang SMP.
Bekerja sebagai petani dan terkadang juga menjadi buruh di
sawah orang lain. Memiliki 3 orang anak yang kesemuanya
sudah menikah.
Kedelapan informan di atas dapat dilihat pada matrik di
bawah ini
Matrik 5.1
Profil Informan
No Nama Informan Usia Pendidikan Pekerjaan
1. Dra. Maria Viktoria Nesi,
M.Si
48 th Sarjana (S2) PNS
2. Aris Niti Winarno, S.Pd,
M.Pd
33 th Sarjana (S2) Dosen
3. Drs. H. Madin 60 th Sarjana (S1) Pensiunan
PNS
4. Fitri 29 th SMK Ibu Rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tangga
5. Parmi 31 th SD Buruh Tani
6. Waginah 50 th Tidak tamat
SD
Buruh Tani
7. Suginem 45 th SD Petani dan
Buruh Tani
8. Sri Utami 51 th SMP Petani dan
buruh tani
Sumber: Data Primer, diolah Juni 2012
Dari matrik di atas menunjukkan bahwa informan berada
pada kisaran usia 30-60 th, dan terdiri dari golongan
berpendidikan tinggi, berpendidikan menengah serta
berpendidikan rendah. Informan juga berasal dari berbagai jenis
pekerjaan yang dilakoni.
5.2 Pengertian Umum Buruh Tani
Buruh tani merupakan salah satu komposisi masyarakat
pedesaan. Keberadaan buruh tani sangat penting dalam masyarakat
pedesaan, dikarenakan sektor pertanian masih memegang peranan
penting di pedesaan. Salah satu daerah pedesaan yang masih
cukup tampak aktifitas buruh tani ialah di Desa Karangasri,
Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Desa ini memiliki lahan
pertanian yang cukup luas, sehingga keberadaan buruh tani dengan
mudah dapat dijumpai. Buruh tani mengandung pengertian orang
yang bekerja di sawah orang lain. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Ibu Fitri (29 th)
“..Buruh tani itu ya orang yang kerjanya di sawah. Tapibukan di sawahnya sendiri, sawahnya orang lain, yangnamanya buruh kan bekerja pada orang mbak..”(Wawancara 20 Mei 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Buruh tani bekerja di sawah orang lain bukan tanpa alasan.
Mereka bekerja di sawah orang lain dikarenakan tidak memiliki
tanah/ lahan pertanian untuk bercocok tanam sendiri atau tidak
memiliki cukup tanah yang berkualitas baik guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok. Sesuai dengan apa yang diutarakan
oleh Bapak Aris (33 th) sebagai berikut :
“..Buruh tani itu ya orang yang kehliannya bertani, tetapitidak memiliki lahan sendiri. Dengan kata lain, orangyang tenaganya digunakan oleh orang lain untukmengerjakan lahannya/ sawah..”(Wawancara 14 Mei 2012)
Dengan kata lain, buruh tani bekerja di sawah orang lain
dikarenakan tidak memiliki modal pokok dalam usaha pertanian,
modal pokok yang dimaksudkan dalam bentuk tanah/ lahan
pertanian, sehingga mereka mengerjakan lahan milik orang untuk
mendapatkan upah. Buruh tani merupakan kelompok yang
menempati tingkat terbawah dalam lapisan masyarakat desa
walaupun keberadaan mereka menempati posisi yang cukup
penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang masih sangat
dekat dengan industri pertanian.
Gambar 5.1: Keberadaan buruh tani di Ds. Karangasri, Kec. Ngawi, Kab. Ngawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Buruh tani dalam pengertian yang sesungguhnya
memperoleh penghasilan terutama dari bekerja dengan mengambil
upah untuk para pemilik tanah atau para petani penyewa tanah
(Sajogyo, 1988: 158). Sebagian besar dari mereka bekerja dalam
jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari, hanya
sebagian kecil dari mereka yang merupakan buruh upahan yang
menetap, misalnya dalam jangka waktu beberapa bulan hingga
satu tahun. Upah yang diterima cenderung tidak pasti dan
jumlahnya sedikit, tergantung dari pemilik lahan/ yang
mempekerjakan mereka, seperti yang disampaikan oleh informan
seorang PNS yang juga memiliki sawah. Berikut penuturan dari
Ibu Maria (48 th) :
“...upah yang didapatkan buruh tani ini cenderung tidakstabil dibanding buruh-buruh lainnya, lha kan buruh tanikerjanya berpindah-pindah dan tidak terus menerus.Kemudian upah yang mereka dapatkan juga berbeda-bedadi tiap sawah orang yang mereka kerjakan...”(Wawancara 23 April 2012)
Mereka mendapatkan upah yang terkadang tidak pasti
disebabkan karena banyak hal, selain tergantung dari kesepakatan
antara buruh tani dan pihak yang mempekerjakan (petani pemilik
sawah), upah para buruh tani juga tergantung dari harga-harga
sarana pendukung pertanian (harga pupuk, harga bibit, dll) serta
hasil panen. Hal tersebut seperti penuturan yang dilanjutkan oleh
Ibu Maria (48 th) :
“Kalau saya melihat dari tetangga saya yang seringmempekerjakan buruh tani di sawahnya, dia memberiupah kelihatannya juga tergantung dari biayaperlengkapan pertanian, misalnya kalau harga pupuk laginaik biasanya upah yang diberikan sedikit dikurangi,seperti tetangga saya itu, dulunya dia memberi upah padaburuh tani yang bekerja di sawahnya Rp 25.000/hari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
kalau sekarang yang saya tahu katanya cuma diberi Rp20.000/hari, kalau harga gabah dipasaran sedang anjlokkan juga otomatis pendapatan petani juga turun, jadi maugak mau upah buruh tani-nya juga dikurangi. Trus kadangupahnya juga bukan dalam bentuk uang tapi juga hasilpanen, gabah atau damen (batang padi).”(Wawancara 23 April 2012)
Gambar 5.2: Salah satu aktifitas buruh tani di pedesaan
Secara keseluruhan dari pendapat informan mengenai
pengertian umum buruh tani, dapat dilihat pada matrik berikut ini :
Matrik 5.2
Pengertian umum buruh tani menurut masyarakat berdasar tingkat pendidikan
No
Golongan
Masyarakat
Berdasar
Tingkat
Pendidikan
Nama
InformanPengertian Buruh Tani
1. Pendidikan
Tinggi
Ibu Maria - Buruh tani adalah orang yang bekerja
di bidang pertanian.
- Buruh tani mendapatkan upah setelah
bekerja
- Upah yang didapatkan buruh tani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
cenderung tidak stabil dibanding
buruh-buruh lainnya serta upah yang
didapat bergantung pada orang/
petani yang mempekerjakan
- buruh tani kerjanya berpindah-pindah
dan tidak terus menerus.
Bapak Aris - Buruh tani adalah orang yang
keahliannya bertani.
- Buruh tani bekerja pada orang lain,
karena tidak memiliki lahan sendiri/
mengerjakan lahan orang lain.
Bapak Madin - Buruh tani ialah orang yang
dipekerjakan di lingkup pertanian,
istilah kasarnya mburuh neng sawah.
2.Pendidikan
Menengah
Ibu Fitri - Buruh tani adalah orang yang bekerja
di sawah.
- Disebut buruh tani karena bekerja
pada orang lain.
Ibu Sri Utami - Buruh tani adalah orang yang bekerja
menggarap sawah orang lain.
3.Pendidikan
Rendah
Ibu Waginah - Buruh tani adalah orang bekerja ikut
orang dan tidak memiliki keahlian
lain selain bertani.
Ibu Suginem - Buruh tani ialah orang yang bekerja
di sawah orang lain.
Ibu Parmi - Buruh tani bekerja ikut orang dan
mengerjakan sawah milik orang lain
karena tidak memiliki sawah.
Sumber: Data pimer, diolah Juni 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
5.3 Buruh Tani Perempuan
Secara umum buruh tani diklasifikasikan berdasar jenis
kelamin, yaitu buruh tani laki–laki dan buruh tani perempuan.
Pengklasifikasian ini juga berpengaruh dalam sistem pembagian
kerja yang sering disebut pembagian kerja secara seksual dimana
beberapa tugas dilaksanakan oleh perempuan dan beberapa tugas
lain semata-mata dilakukan oleh laki-laki. Berbagai bentuk
pekerjaan yang tampak hanya dilakukan oleh laki-laki atau
perempuan saja, sebenarnya lebih didasarkan oleh kebudayaan
masyarakat setempat, bukan karena keterbatasan mental.
Keberadaan buruh tani perempuan di Desa Karangasri
cukup banyak, namun jumlahnya tidak pasti, karena tidak semua
buruh tani perempuan turut serta dalam setiap kali musim tanam
yang berlangsung empat kali dalam satu tahun. Pekerjaan buruh
tani perempuan lebih banyak terlihat di saat memasuki fase
menanam, merawat tanaman serta memanen. Berbeda dengan
aktifitas buruh tani laki-laki yang terlihat banyak berperan dalam
mempersiapkan tanah sebelum ditanami (membajak,
mempersiapkan sistem pengairan), pemupukan, penyemprotan
pestisida, dan pekerjaan berat lainnya. Berdasar penuturan Bapak
Aris (33 th), pada intinya buruh tani laki-laki maupun perempuan
sama-sama orang yang bekerja di sawah/ lahan orang lain untuk
memperoleh upah, yang membedakan ialah jenis pekerjaan mereka.
Berikut penuturan beliau :
“Pada intinya pengertiannya sama, hanya spesifikasipekerjaannya tidak membutuhkan tenaga yang berat tetapimembutuhkan ketekunan dan ketelitian sesuai sifat alamiperempuan”(Wawancara 14 Mei 2012)
Pendapat tersebut juga disampaikan pula oleh Ibu Fitri (29
th) yang merupakan seorang Ibu Rumah Tangga. Ibu Fitri juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
memberikan contoh perincian bidang kerja buruh tani perempuan.
Seperti diutarakan beliau sebagai berikut :
“...umumnya kalau buruh tani yang perempuan itukerjanya ya tandur, ndaut, pokoknya pekerjaan yangidentik tenaga-tenaga perempuan...”(Wawancara 20 Mei 2012)
Setelah ditanyakan pada buruh tani perempuan, ternyata
apa yang dikatakan kedua informan diatas benar adanya. Hal ini
terungkap seperti apa yang dikatakan seorang buruh tani bernama
Ibu Suginem (45 th) berikut
“Menawi tanemanipun pari, niku nggih tandur, matun,panen. Tapi menawi tanemanipun melon nggih mulaitonjo, ngrabuk, nali bethek, nali palang, lan sanesipun.”
(“Jika tanam padi, ya menanam, mencabuti rumputdisekitar tanaman padi, panen. Tapi bila tanamannyamelon ya tonjo, memupuk, mengikat bethek, mengikatpalang dan lain sebagainya.”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Klasifikasi berdasar jenis kelamin turut pula berperan
dalam pembagian kerja antara buruh tani laki-laki dan perempuan.
Bidang kerja buruh tani perempuan identik dengan kerja-kerja
yang membutuhkan ketelatenan, ketelitian dan keuletan.
Sedangkan buruh tani laki-laki identik dengan kerja-kerja yang
cukup berat dan menguras tenaga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 5. 3: Aktifitas buruh tani laki-laki saat musim panen
(Kegiatan merontokkan bulir padi dari batangnya menggunakan blower oleh buruh tani
laki-laki)
Gambar 5. 4: Aktifitas buruh tani perempuan saat musim panen
(Kegiatan memilah-milah batang padi yang telah selesai dirontokkan bulir padinya)
Perbedaan jenis kelamin pada dasarnya merupakan
perbedaan gender yang berarti bahwa perbedaan antara laki-laki
dan perempuan merupakan hasil pengkotakan yang dilakukan oleh
anggota masyarakat serta didukung oleh nilai-nilai tertentu, bukan
merupakan perbedaan yang disebabkan karena perbedaan biologis
semata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Secara keseluruhan, klasifikasi buruh tani menurut
masyarakat dapat dilihat pada matrik berikut ini :
Matrik 5.3
Buruh Tani Berdasar Klasifikasi jenis Kelamin
No. Golongan
Masyarakat
berdasar
Tingkat
Pendidikan
Informan
Klasifikasi Buruh Tani
Buruh Tani Laki-
Laki
Buruh Tani
Perempuan
1.Pendidikan
Tinggi
Ibu Maria - Tenaga kerja
pertanian yang
pekerjaannya
membutuhkan
tenaga yang
besar sesuai
kemampuan
tenaga laki-
laki.
- Buruh tani yang
mengerjakan
pekerjaa pertanian
yang bidangnya
perempuan,
pekerjaan yang
memerlukan
ketelatenan.
Bapak Aris - Orang yang
keahliannya
bertani dan
spesifikasi
pekerjaannya
membutuhkan
tenaga yang
berat.
- Orang yang
keahliannya
bertani dan
spesifikasi
pekerjaannya
memerlukan
ketekunan dan
ketelitian sesuai
sifat alami
perempuan.
Bapak - Pekerjaan - Buruh tani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Madin buruh laki-laki
lebih kasar
dan pekerjaan-
pekerjaan
yang lebih
menguras
tenaga.
perempuan
pekerjaannya
tidak jauh dari
pekerjaan-
pekerjaan yang
memerlukan
ketelatenan,
keuletan, dan
ketelitian.
2.Pendidikan
Menengah
Ibu Fitri - Buruh tani
laki-laki
adalah buruh
tani yang
kerjanya kasar
- Menangani
pekerjaan-
pekerjaan
yang berat-
berat, seperti
mencangkul,
membajak,
dll.
- Buruh tani
perempuan adalah
perempuan-
perempuan yang
kerjanya sebagai
buruh tani,
- Umumnya buruh
tani perempuan
kerjanya tandur,
ndaut, pekerjaan
yang identik
tenaga-tenaga
perempuan.
Ibu Sri
Utami
- Laki-laki yang
bekerja
sebagai buruh
tani untuk
mendapatkan
uang
- Pekerjaannya
seperti ngluku,
- Perempuan yang
kerjanya sebagai
burung tani untuk
mencari uang
- Pekerjaannya
seperti menanam
benih, ndaut,
derep, panen dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
mupuk, dll
yang termasuk
kerja berat-
berat
pekerjaan
pertanian yang
mampu dilakukan
perempuan
3.Pendidikan
Rendah
Ibu Parmi - Laki-laki yang
bekerja
sebagai buruh
tani yang
- mengerjakan
pekerjaan
berat-berat
seperti
mencangkul,
membajak
sawah, dan
pekerjaan
berat lainnya.
- Perempuan yang
bekerja sebagai
buruh tani yang
- mengerjakan
pekerjaan ringan-
ringan seperti
menanam padi
(tandur),
membersihkan
rumput (ndaut)
dan sejenisnya.
Ibu
Waginah
- laki-laki tani
yang kerjanya
mbajak,
ngluku, macul
dan pekerjaan-
pekerjaan
laki-laki.
- perempuan tani
yang kerjanya
tandur(menanam),
matun(membersih
kan rumput disela
tanaman),
derep(memangkas
padi yang sudah
siap dipanen).
Pekerjaan yang
umumnya bisa
dilakukan
perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Ibu
Suginem
- Laki-laki yang
bekerja di
sawah,
- pekerjaannya
merupakan
pekerjaan
berat dan
membutuhkan
tenaga yang
besar, seperti
ngluku,
ndiesel, dan
pekerjaan
berat lain
- Buruh tani
perempuan yang
tugasnya
menanam,
mencabuti rumput
disekitar tanaman
padi, panen.
- Apabila
tanamannya
melon maka
pekerjaannya
seperti tonjo,
memupuk,
mengikat bethek,
mengikat palang
dan lain
sebagainya yang
mampu dikerjakan
oleh perempuan.
Sumber: Data Primer diolah 2012
5.4 Konstruksi Sosial yang Terbentuk Atas Buruh Tani
Perempuan
Fokus penelitian ini ialah pada buruh tani perempuan,
dikarenakan kondisi perempuan seringkali mengalami
marginalisasi, domestikasi dan pengiburumahtanggaan.
Keberadaan buruh tani perempuan di Desa Karangasri cukup
banyak, namun jumlahnya tidak pasti, karena tidak semua buruh
tani perempuan turut serta dalam setiap kali musim tanam yang
berlangsung empat kali dalam satu tahun. Keterangan ini didukung
pula dengan belum adanya data yang pasti mengenai berapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
jumlah buruh tani perempuan dari kantor Desa Karangasri.
Penyebabnya, kebanyakan perempuan Desa Karangasri yang
bekerja menjadi buruh tani memiliki anggapan bahwa perempuan
tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarga,
karena yang paling utama berkewajiban mencari nafkah adalah
suami. Dengan kata lain, para perempuan tersebut bekerja sebagai
buruh tani hanya untuk membantu mencari tambahan pemasukan
keluarga, khususnya bagi keluarga yang terdesak ekonomi.
Gambar 5.5: Keberadaan Buruh Tani Perempuan di Desa Karangasri
Perempuan yang bekerja di luar rumah jarang diakui
keberadaannya di masyarakat, apalagi untuk perempuan yang
bekerja kasar atau bekerja pada jenis-jenis pekerjaan tingkat
rendah. Bahkan bagi buruh tani perempuan itu sendiri cenderung
tidak mengakui pekerjaannya sebagai buruh tani, karena dengan
bekerja menjadi buruh tani tidak ada hal yang bisa dibanggakan
(tidak ada prestise). Sehingga mereka mempunyai kecenderungan
untuk menyebut pekerjaan utama mereka sebagai ibu rumah
tangga.
Menurut Berger dan Luckmann, konstruksi sosial adalah
pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari penemuan sosial.
Konstruksi yang akan dibahas adalah konstruksi sosial yang
diberikan oleh masyarakat umum atas buruh tani perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Fenomena buruh tani perempuan nyata adanya di masyarakat,
seperti yang masih terdapat cukup banyak di Desa Karangasri,
Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Namun keberadaaanya
masih belum mendapat pengakuan sebagai salah satu bentuk
pekerjaan inti ataupun pekerjaan utama. Bahkan ketika salah
seorang informan buruh tani perempuan ditanya mengenai
pekerjaannya sehari-hari, beliau lebih memilih untuk menyebutkan
pekerjaannya/ kegiatannya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
Secara tidak langsung, pekerjaan domestik perempuan dalam
rumah tangga lebih diakui daripada kerja perempuan di luar rumah.
Seperti yang dinyatakan oleh Ibu Suginem (45 th) yang lebih
menganggap bekerja sebagai buruh tani merupakan pekerjaan
serabutan, berikut ungkapannya
“Sehari-hari nggih ibu rumah tangga mbak, nggih kaliansampingan kerjo dateng sabin (sawah).”(Wawancara 6 Mei 2012)
Beliau lebih menyebutkan pekerjaan sehari-hari sebagai
ibu rumah tangga daripada sebagai buruh tani. Hal ini mungkin
dikarenakan beliau hanya menganggap bahwa pekerjaan rumah
tangga lah yang diakui menjadi sebuah pekerjaan utama, sesuai
kodratnya sebagai perempuan dan pekerjaan sebagai buruh tani
hanya sebuah pekerjaan sampingan untuk mencari tambahan
pemasukan dalam keluarga, sehingga tidak diakui. Selain dianggap
sebagai pekerjaan serabutan dan tidak pasti, maka kebanyakan
orang menganggap perkerjaan sebagai buruh tani merupakan
pekerjaan rendahan/ pekerjaan kelas bawah. Salah satunya
diutarakan oleh Bapak Aris (33 th) berikut :
“Buruh tani itu digolongkan sebagai jenis pekerjaanstrata bawah, kenapa seperti itu alasannya karena,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pertama, orang yang mau jadi buruh tani karena terpaksa,dan biasanya tidak punya keahlian lain untuk bekerja diluar bidang pertanian. Kedua, upah yang diperolehrendah yaitu kurang dari 50.000/hari”(Wawancara 14 Mei 2012)
Kebanyakan orang menyebut pekerjaan sebagai buruh tani
adalah pekerjaan kelas rendah dikarenakan pekerjaan tersebut tidak
mampu memberikan jaminan kesejahteraan sehingga orang yang
mau melakukan pekerjaan tersebut lebih banyak dilakukan karena
keterpaksaan, seperti yang dikatakan Ibu Fitri (29 th), seorang ibu
rumah tangga
“...lha sekarang perempuan mana yang mau bekerjarendahan dan kasar seperti itu kalau memang tidak bener-bener kepepet, sebagai ibu rumah tangga saja mungkintenaga mereka sudah banyak terkuras untuk mengurusrumah tangga, sudah capek, apalagi masih mau kerja disawah itu kan artinya ada sesuatu yang ingin diperoleh...”(Wawancara 20 Mei 2012)
Pekerjaan sebagai buruh tani belum mendapatkan
pengakuan yang layak di masyarakat, apalagi menjadi buruh tani
bagi perempuan, dimana di Indonesia yang masih memegang teguh
budaya patriarki, perempuan bekerja di luar rumah masih belum
banyak diakui keberadaannya. Padahal sumbangsih mereka cukup
besar utamanya dalam membantu perekonomian keluarga. Bagi
perempuan dalam rumah tangga miskin, khususnya seperti di
pedesaan, bekerja bukan merupakan sebuah tawaran tetapi suatu
strategi untuk menopang kebutuhan ekonomi, apalagi bagi rumah
tangga yang tidak memiliki akses tanah. Bagi perempuan-
perempuan di pedesaan yang masih berusia muda lebih banyak
memilih untuk keluar dari desa dan mencari pekerjaan di kota,
sedangkan perempuan-perempuan desa yang berusia paruh baya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
apalagi sudah berkeluarga, memiliki kecenderungan untuk memilih
lapangan pekerjaan yang ada di desa, yang pastinya tidak jauh dari
industri pertanian/ usaha tani dengan menjadi buruh tani.
Karakteristik lain yang dapat dilihat dari buruh tani
perempuan ialah mereka dituntut untuk bekerja pada sektor
domestik maupun publik, pada sektor domestik, mereka harus
mengerjakan kewajibannya mengurus rumah tangga, dan di sektor
publik mereka menjadi bagian dari suatu sistem ketenagakerjaan,
hal ini mereka lakukan untuk memperbaiki perekonomian keluarga.
Mereka mencoba melaksanakan kedua tugas tersebut secara
selaras, tanpa mengabaikan salah satu. Menurut Bapak Madin (60
th), para perempuan yang bekerja sebagai buruh tani tersebut
merupakan salah satu contoh perempuan-perempuan yang mau
berusaha dan bertanggung jawab, seperti penuturan beliau
“Menurut saya mereka tetap menjalankan keduanyasecara imbang, sebelum berangkat bekerja kemungkinanbesar mereka sudah menjalankan tanggung jawabnya dirumah, pulang dari sawah mereka biasanya juga hanyabisa istirahat sebentar dan kemudian bersih-bersih rumah,masak dan mengurus pekerjaan rumah tangga lainnya. Ituhebatnya mereka, wis awak kesel mari ko sawah, tapikabeh tetep ditandangi mbak (Itu hebatnya mereka, sudahbadan capek, tetapi semua (pekerjaan rumah) tetapdikerjakan).”(Wawancara 16 Mei 2012)
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Fitri (29 th) selaku
Ibu Rumah Tangga yang kesehariannya bekerja dalam ranah
domestik. Seperti berikut penuturannya :
“Ya itu hebatnya mereka, mereka tetap bertanggungjawab dengan tugas rumah tangga walaupun juga bekerjadi luar rumah. Biasanya sebelum berangkat ke sawah,mereka sudah menyelesaikan tugas-tugas rumah tanggaterlebih dahulu, jadi waktu ditinggal ke sawah semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
tanggungan di rumah sudah dikerjakan, tidak ada yangdiabaikan..”(Wawancara 20 Mei 2012)
Pendapat kedua informan tersebut mendapat pembenaran
dari Ibu Waginah (49 th), seorang buruh tani yang tidak melalaikan
tugas serta kewajibannya dirumah. Berikut penuturan beliau :
“Yo sedurunge bidal teng sabin nggih resik-resik omahriyin kalian masak. Kulo kan namung urip kalian bapak,dadose radi enteng, namung masak nggo wong 2, singdimasak yo sak enek’e wae. Sampun bakdo sedoyo mbakmenawi ajeng bidal teng sabin ngateniku, cawisan kagembapak nggih sampun wonten, dados tanggung jawabetetep terlaksana.”
(“ya sebelum berangkat ke sawah bersih-bersih rumahterlebih dahulu serta memasak. Saya kan hanya tinggalsama Bapak (suami), jadi agak ringan, cuma masak sedikituntuk berdua, yang dimasak juga seadanya saja. Sudahselesai semua mbak (pekerjaan rumah tangga) jika akanberangkat ke sawah, suguhan (kopi) juga sudahdisediakan, jadinya tanggung jawab (dirumah) tetapdilaksanakan”)(Wawancara 08 Mei 2012)
Pembenaran tersebut juga terbukti melalui apa yang
diungkapkan oleh Ibu Parmi (30 th), seorang buruh tani perempuan
yang juga memiliki 2 anak usia sekolah, dimana beliau harus
mengurus anak, mengurus suami serta menyelesaikan pekerjaan
rumah tangga terlebih dahulu sebelum berangkat ke sawah untuk
bekerja sebagai buruh tani. Seperti ungkapan beliau di bawah ini :
“...Ngaten mbak, wayahe subuh ngateniku sampun tangi,trus resik-resik omah kaliyan masak, pokoke sederengebidal teng sabin, sarapan mpun wonten, mangke sangunggih dicepakne teng mejo sederenge kulo bidal. Lha nekbidale ngrantos lare-lare mangkat sekolah nggih kawanenmbak...”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
(“..begini mbak, waktu subuh sudah bangun, kemudianbersih-bersih rumah dan masak, pokoknya sebelumberangkat ke sawah, sarapan sudah ada, nanti uang sakujuga sudah disediakan di meja sebelum saya berangkat.Kalau berangkat menunggu anak-anak berangkat sekolahya saya kesiangan mbak..”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Pada dasarnya, dalam keluarga yang tidak mampu,
perempuan mempunyai peran yang lebih penting dalam rumah
tangga. Beban yang ditanggung seorang perempuan berbeda-beda,
beban terberat ditanggung oleh perempuan yang berasal dari
keluarga tidak mampu, karena untuk semua pekerjaan harus
dilakukan sendiri. Makin tidak mampu sebuah keluarga tersebut,
makin berat beban yang harus ditanggung.
Meskipun keberadaan buruh tani perempuan seringkali
dianggap remeh oleh sebagian besar orang. Namun tak sedikit pula
yang berempati terhadap mereka, melihat kerja keras dan usaha
para buruh tani perempuan demi membantu perekonomian
keluarga. Seperti yang diungkapkan Ibu Maria (48 th), yang
mengatakan :
“Jujur saja ya, saya tidak begitu mempedulikan, tapikalau melihat mereka dalam hati saya cukup banggadengan mereka, istilahnya mereka bekerja sekuat tenaga,bekerja di sawah, panas-panasan, apapun merekakerjakan. Kalau kita tanya, rata-rata mereka selalumenjawab untuk sekolah anaknya, bukan untuk makan lobiasanya jawabannya. Gak pernah jawab untuk makan,selama ini mereka yang saya tanya selalu jawab “yauntuk sekolah anakku”. Berarti kan hebat to kalau sepertiitu..”(Wawancara 23 April 2012)
Berger dan Luckmann mengatakan bahwa konstruksi
sosial adalah pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
penemuan sosial. Masyarakat umum mempunyai pandangan
tersendiri mengenai buruh tani perempuan. Pengetahuan yang
terbentuk dalam masyarakat terhadap buruh tani perempuan
merupakan realita yang mereka lihat sehari-hari, buruh tani
perempuan ialah para perempuan yang bekerja/ menggarap sawah
milik orang lain dengan mengambil upah dari pemilik lahan/ sawah
yang digarap tersebut dan pekerjaan yang dilakukan para buruh tani
perempuan ialah pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian, keuletan serta ketekunan seperti naluri yang dimiliki
perempuan, tidak seperti pekerjaan laki-laki yang berat.
Realitas yang terbentuk di masyarakat mengenai buruh
tani perempuan menyebutkan bahwa buruh tani perempuan
merupakan bagian dari tenaga kerja di pedesaan, seperti yang
diutarakan oleh Bapak Madin (60 th) berikut :
“buruh tani perempuan merupakan perempuan-perempuan yang berpartisipasi sebagai tenaga kerja”(Wawancara 16 Mei 2012)
Pekerjaan yang dilakoninya di sawah memunculkan suatu
pengetahuan di masyarakat bahwa mereka merupakan perempuan-
perempuan yang tidak kenal lelah karena selain bekerja diluar
rumah (di sawah), mereka juga tidak melupakan pekerjaannya di
sektor domestik sebagai bu rumah tangga. Salah satunya seperti apa
yang diungkapkan informan bernama Ibu Fitri (29 th), seorang
perempuan yang hanya sebagai ibu rumah tangga
“Sebagai sesama perempuan, saya melihat merekasebagai orang yang gigih, gak nduwe kesel mbak. Sebagaiibu rumah tangga saja, saya harus mengurus suami,mengurus anak dan mengurus rumah itu rasanya capek.Lha mereka malah sudah jadi ibu rumah tangga, jugaharus bekerja di sawah yang tempatnya seperti itu,bayarane yo ora cucuk.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
(“Sebagai sesama perempuan, saya melihat merekasebagai orang yang gigih, tidak punya rasa lelah. Sebagaiibu rumah tangga saja, saya harus mengurus suami,mengurus anak dan mengurus rumah itu lelah. Merekamenjadi ibu rumah tangga tetapi juga harus bekerja di disawah yang seperti itu, upahnya pun tidak sesuai.”)(Wawancara 20 Mei 2012)
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Bapak Madin
(60 th). Beliau melihat pekerjaan buruh tani merupakan pekerjaan
yang cukup berat, apalagi bila dilakukan oleh perempuan. Berikut
ungkapannya
“....pekerjaan menjadi buruh tani bagi perempuanmerupakan pekerjaan yang cukup berat dan cukupmenguras tenaga, apalagi upah yang didapatkan jugacukup minim sekali jumlahnya, tidak sesuai lah denganapa yang sudah mereka kerjakan, mereka harus mulaibekerja dari pagi hingga siang...”(Wawancara 16 Mei 2012)
Secara keseluruhan dari apa yang diungkapkan para
informan, dapat dilihat dari matrik berikut ini :
Matrik 5.4
Konstruksi terhadap Buruh Tani Perempuan
No Penggolongan
Masyarakat
Berdasar
Tingkat
Pendidikan
Nama
Informan
Buruh Tani Perempuan
Konstruksi Sosial
terhadap Buruh Tani
Perempuan
Tugas
Domestik
Tugas
Publik
1.Pendidikan
Tinggi
Ibu
Maria
- Mencuci
- Memasak
- Mengasu
h anak
- Buruh
tani
- Buruh
Cuci
- Buruh tani
perempuan
merupakan
perempuan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Buruh
Asuh
Anak
- dan
pekerja
an
serabut
an
lainnya
perempuan yang
hebat.
- Bekerja tanpa
mengenal lelah.
- Berupah lebih
rendah daripada
buruh tani laki-
laki.
- Mereka tidak
pernah minder
dengan
pekerjaannya
sebagai buruh
tani.
- Ada juga (buruh
tani perempuan )
yang kurang
kepedulian
terhadap orang-
orang
disekitarnya.
- Terkadang
mereka itu tata
kramanya kurang
- Etos kerjanya
tinggi.
- Rata-rata hanya
mau
melaksanakan
pekerjaan yang
tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menggunakan
pemikiran.
Bapak
Aris
- Mencuci
- Memasak
- Mengasu
h anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Sebagai
buruh
tani
- Merupakan
kelompok
perempuan yang
posisinya sangat
penting dalam
bidang ketahan
pangan
- Keberadaannya
tidak bisa
dianggap sebelah
mata.
- Merupakan
perempuan-
perempuan
tangguh
- Menjadi
penopang
kehidupan
keluarga.
- Keberadaan
buruh tani
perempuan
terkadang tidak
begitu
dipedulikan/
dianggap remeh,
karena pekerjaan
di luar rumah
bagi perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lebih cenderung
tidak diakui,
apalagi untuk
pekerja rendahan
seperti buruh
tani.
Bapak
Madin
- Mencuci
- Memasak
- Mengasu
h anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Sebagai
buruh
tani
- Merupakan
perempuan-
perempuan yang
berpartisipasi
sebagai tenaga
kerja di bidang
pertanian,
- Keikutsertaannya
dalam mencari
uang didasari
rasa ingin
membantu
mencari
tambahan
penghasilan di
dalam
keluarganya.
- Merupakan
perempuan-
perempuan tidak
mengenal lelah
dan tidak udah
putus asa
2. Pendidikan Ibu Fitri - Mencuci - Sebagai - Umumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Menengah - Memasak
- Mengasu
h anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
buruh
tani
merupakan
perempuan-
perempuan yang
terdesak akan
kebutuhan
ekonomi
- Bekerja untuk
membantu suami
mencari nafkah
tambahan bagi
keluarga
Ibu Sri
Utami
- Mencuci
- Memasak
- Mengasu
h anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Petani
- Buruh
Tani
- Menjadi buruh
tani bukan
merupakan
pekerjaan utama,
karena menjadi
buruh tani bukan
merupakan
pekerjaan tetap
dan tidak pasti.
3.Pendidikan
Rendah
Ibu
Parmi
- Mencuci
- Memasak
- Mengurus
anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
- Sebagai
buruh
tani
- Umumnya,
bekerja sebagai
bentuk kegiatan
ekonomi
subsisten, hanya
sebagai
pemenuhan
kebutuhan untuk
makan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
lainnya kehidupan sehari-
hari sehingga
sulit dalam
menyisihkan
pendapatan.
Ibu
Waginah
- Mencuci
- Memasak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Sebagai
buruh
tani
- Bagi perempuan,
menjadi buruh
tani hanya
merupakan
pekerjaan
sampingan
Ibu
Suginem
- Mencuci
- Memasak
- Mengurus
anak
- dan
tugas-
tugas
rumah
tangga
lainnya
- Sebagai
buruh
tani
- Pengurus
posyand
u
- Ketua
Pokja
- Ketua
Pengajia
n
- Keberadaannya
di masyarakat
sering dianggap
sebagai pekerjaan
rendah.
- Bagi perempuan
desa, menjadi
buruh tani
seringkali tidak
diakui sebagai
sebuah
pekerjaan,
pekerjaan utama
yang diakui
adalah sebagai
ibu rumah
tangga.
Sumber: Data Primer diolah Juni 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
5.5 Faktor-Faktor Pembentuk Konstruksi Sosial Atas Buruh Tani
Perempuan
5.5.1 Ekonomi
Partisipasi perempuan saat ini bukan sekedar menuntut
persamaan hak tetapi juga menyatakan fungsinya mempunyai
arti bagi pembangunan dalam masyarakat. Partisipasi
perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi
(domestik) mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan
pengelola rumah tangga. Peran transisi meliputi pengertian
perempuan sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan
manusia pembangunan.
Peran transisi perempuan sebagai tenaga kerja dengan
turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di
berbagai kegiatan. Keterlibatan perempuan mulai terlihat
sekarang ini namun secara jelas belum bnayak diakui di
masyarakat, padahal keterlibatan perempuan membawa dampak
terhadap peranan perempuan dalam kehidupan keluarga.
Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat sekarang ini
adalah banyaknya perempuan yang membantu suami untuk
mencari tambahan penghasilan, utamanya karena didorong oleh
kebutuhan ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga
mempengaruhi kecenderungan perempuan untuk berpartisipasi
di pasar kerja agar dapat membantu meningkatkan
perekonomian keluarga.
Bekerja mencari nafkah tambahan yang dilakukan
perempuan dalam keluarga tidak mampu ternyata sudah menjadi
sebuah kebiasaan. Partisipasi tenaga kerja perempuan dapat
disebabkan karena beberapa hal, diantaranya :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Dalam memenuhi kebutuhan pokok, tenaga kerja
perempuan dibutuhkan untuk menambah tenaga yang ada.
Misal dalam bidang pertanian.
b. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang berarti tersedianya pekerjaan yang cocok bagi
perempuan, maka terbukalah kesempatan kerja bagi
perempuan.
c. Majunya pendidikan
(Pudjiwati Sajogyo, 1983: 132)
Dengan adanya faktor-faktor diatas, maka akan
mendorong lebih banyak perempuan untuk bekerja mencari
tambahan pemasukan bagi keluarga, terlebih pada masalah
pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan keluarga yang kurang
mampu (keluarga miskin).
Di wilayah pedesaan kaum perempuan umumnya banyak
terlibat dalam pasar kerja di sektor pertanian sebagai buruh tani,
perempuan memiliki peran cukup besar dalam memelihara
ketahanan pangan. Banyak perempuan desa yang bekerja di
sektor pertanian karena didasari permasalahan perekonomian
keluarga. Konstruksi yang terbangun dalam masyarakat
pedesaan terhadap buruh tani perempuan didasari atas realitas
bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama bagi kebanyakan
perempuan desa (yang keluarganya tidak memiliki lahan
(sawah) sebagai sumber pendapatan) memilih untuk bekerja di
lahan (sawah) orang lain. Seperti yang diungkapkan Bapak
Madin (60 th) yang memiliki tetangga seorang buruh tani
perempuan. Berikut penuturannya :
“....memang jika dilihat, pekerjaan menjadi buruh tanibagi perempuan merupakan pekerjaan yang cukup beratdan cukup menguras tenaga, apalagi upah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
didapatkan juga cukup minim sekali jumlahnya, tidaksesuai lah dengan apa yang sudah mereka kerjakan,mereka harus mulai bekerja dari pagi hingga siang, yamenurut saya, mereka (perempuan-perempuan buruh tani)mau bekerja seperti itu alasan pertamanya mungkinkarena alasan ekonomi. Sekarang ini, mana mauperempuan bekerja sperti itu kalau benar-benar tidakterdesak ekonomi, apalagi untuk masyarakat desa yangtingkat perekonomiannya cukup sulit, mereka jelas akanmau bekerja, apapun resikonya, yang penting bisamendapatkan uang...”(Wawancara 16 Mei 2012)
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Ibu Fitri (29 th),
seorang Ibu rumah tangga yang memiliki tetangga seorang buruh
tani dan bahkan saudaranya ada pula yang bekerja sebagai buruh
tani. Seperti ungkapan beliau di bawah ini
“..lha sekarang perempuan mana yang mau bekerjarendahan dan kasar seperti itu kalau memang tidak bener-bener kepepet? sebagai ibu rumah tangga saja mungkintenaga mereka sudah banyak terkuras untuk mengurusrumah tangga, sudah capek, apalagi masih mau kerja disawah itu kan artinya ada sesuatu yang ingin diperoleh,yo opo meneh nek dudu duit..”
(“...sekarang perempuan mana yang mau pekerjaanrendahan dan kasar seperti itu kalau memang tidakterdesak? Sebagai ibu rumah tangga saja mungkin tenagamereka sudah banyak terkuras untuk mengurus rumahtangga, sudah lelah, apalagi masih mau bekerja di sawahitu berarti ada sesuatu yang ingin diperoleh, apalagi kalaubukan uang....”)(Wawancara 20 Mei 2012)
Secara langsung, ungkapan dari informan tersebut
menyiratkan bahwa adanya pandangan yang beranggapan bahwa
posisi rendah perempuan di pasar tenaga kerja (upah rendah atau
pekerjaan yang dinilai lebih rendah dari pekerjaan laki-laki dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
tidak membutuhkan ketrampilan tinggi) disebabkan karena posisi
mereka di dalam rumah tangga.
Pada dasarnya, perempuan desa yang bekerja sebagai
buruh tani termasuk dalam golongan masyarakat miskin, dan para
perempuan tersebut bekerja menjadi buruh tani dikarenakan
terdesak ekonomi dan ingin membantu menambah penghasilan
keluarga. Seperti alasan yang dibenarkan oleh Ibu Suginem (45 th)
seperti berikut :
”Nggih sing utama niku kagem mbantu ekonomi keluarga,mbantu suami..”
(“ Ya yang paling utama itu untuk membantu ekonomikeluarga, untuk membantu suami (mencari nafkah)”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Dari petikan wawancara tersebut, untuk membantu
perekonomian keluarga dijadikan sebagai alasan utama mengapa
Ibu Suginem (45 th) mau bekerja sebagai buruh tani, padahal
sebetulnya beliau pun juga memiliki lahan pertanian (sawah).
Namun Ibu Suginem biasanya hanya menjadi buruh tani apabila
sawahnya tidak berproduksi, atau menjadi buruh tani di pertanian
selain padi, seperti melon meskipun sawahnya juga berproduksi
(ditanami padi).
Demi membantu perekonomian keluarga juga dijadikan
alasan bagi Ibu Parmi (30 th). Menurut beliau, apabila hanya
mengandalkan pendapatan suami dirasa sangat kurang untuk
memenuhi berbagai macam kebuthan rumah tangga. Seperti
penuturan beliau berikut :
“....lhawong pemasukan suami mawon kurang, kagemsehari-hari nggih kurang mbak menawi namung njagaknesuami...”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(“...pemasukan (pendapatan) suami saja kurang, untuk(kebutuhan) sehari-hari saja ya kurang mbak kalau hanyamengandalkan suami....”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Bagi Ibu Parmi (30 th) yang memiliki dua orang anak
yang masih duduk di bangku SMP, bekerja menjadi buruh tani
merupakan sebuah pilihan demi mencari tambahan penghasilan
suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah
anaknya. Hal tersebut dikarenakan sangat sedikit lapangan
pekerjaan yang ada di pedesaan. Berikut penuturan beliau :
“Lha nggih pripun mbak, lha wontene nggih niku mawon,sekitaran mriki kathah ingkang dados buruh tani..”
(“mau bagaimana lagi mbak, adanya cuma itu, (orang-orang) sekitar sini banyak yang menjadi buruh tani..”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Bekerja sebagai buruh tani pun sebenarnya belum
menyelesaikan permasalahan ekonomi keluarga mereka, karena
upah yang diperoleh dari bekerja sebagai buruh tani jumlahnya
tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan. Bagi buruh tani
perempuan, upah yang diterima lebih kecil bila dibandingkan
dengan buruh tani laki-laki, bahkan upah tersebut teramat kecil
jumlahnya dan tidak sebanding dengan harga-harga kebutuhan
pokok yang sekarang ini semakin mahal.
Diungkapkan oleh seorang informan bernama Ibu
Waginah ( 49 th) seorang buruh tani perempuan, yang mengatakan
seperti berikut ini :
“Nek putri mbak, kerjo mulai jam enem sampe jamsepuluh kuwi olehe Rp 15.000, tapi nek sampek soreinggih Rp 30.000. Nek kakung mbak setengah hari Rp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
20.000, trus sedino inggih Rp 40.000. Tapi byasanemangke angsal sarapan mbak..”
(“Kalau putri mbak, kerja mulai jam 06.00 sampai jam10.00 itu dapatnya Rp 15.000, tapi kalau sampai sore yaRp. 30.000. Kalau laki-laki, setengah hari Rp 20.000,kalau sehari Rp. 40.000. tapi byasanya nanti dapat sarapanmbak.”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Hal senada juga diungkapkan oleh buruh tani perempuan
lainnya, seperti Ibu Suginem (45 th), walaupun beliau memiliki
lahan pertanian (sawah) tapi terkadang juga bekerja sebagai buruh
tani. Upah yang didapat Ibu Suginem (45 th) bahkan lebih rendah
dari upah yang diperoleh Ibu Waginah (49 th). Seperti pernyataan
beliau berikut ini
“Ngateniku harian mbak itunganipun, menawi sedintenniku dugi jam 1 ongkosipun menawi piyantun putri nikuRp 20.000, piyantun kakung Rp 30.000..”
(“seperti itu harian mbak hitungannya, kalau sehari itusampai jam 1 (siang) upahnya untuk (buruh tani)perempuan Rp 20.000, untuk laki-laki Rp 30.000”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Dari apa yang dikatakan oleh kedua informan diatas dapat
diketahui bahwa upah yang mereka dapatkan sangat sedikit
jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian kerja yang
terjadi atas dasar gender menyebabkan perbedaan dalam
pengupahan. Jumlah upah yang sedikit tersebut tentunya tidak
mampu mencukupi berbagai kebutuhan sehari-hari. Seperti
pengakuan dari Ibu Sri Utami (51 th) berikut
“Cekap mboten cekap nggih dicekap-cekapne mbak, wongyo opahe mung sithik.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
(“Cukup tidak cukup ya dicukup-cukupkan mbak,upahnya juga sedikit.”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Pengakuan serupa juga datang dari Ibu Parmi (30 th)
seperti di bawah ini
“Nggih mboten cekap mbak, tapi nggih kulo cekap-cekapne, lha pripun, nggih namung diparingi sakmontenniku.”
(“ya tidak cukup mbak, tapi ya saya cukup-cukupkan, lhabagaimana cuma diberi segitu.”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Bagi Ibu Parmi (30 th) yang memiliki dua orang anak
yang masih sekolah, upah yang didapatkan tersebut terasa sangat
sedikit. Beliau pun menyatakan bahwa pengeluaran terbesar dalam
keluarga adalah untuk membiayai sekolah kedua anaknya, seperti
ungkapan beliau berikut ini :
“Kagem lare sekolah mbak, yogo kulo kalih (2), taksihSMP sedoyo. Kagem sangu nipun mawon, lare setunggalniku Rp 5.000, menawi lare 2 mawon sedinten Rp 10.000,sisane kan namung Rp 5.000 menawi upah kulo mawon Rp15.000, dereng malih menawi mangke butuh mbayarsekolah, mulane kagem maem nggih mpun sak wontenipunmawon, teng ndeso ngateniki maem nggih mboten macem-macem mbak, sing penting wonten sekul, lawuh kaliansayur..
(“untuk anak sekolah mbak, anak saya 2, masih SMPsemua. Untuk uang sakunya saja tiap anak Rp 5.000, kalauuntuk 2 anak sehari Rp 10.000, sisanya kan Cuma Rp5.000, itu jika upah saya Rp 15.000, belum lagi nanti perlumembayar biaya sekolah, makanya untuk urusan makan yaseadanya saja, di desa urusan makan tidak macam-macammbak, yang penting ada nasi, lauk dan sayur.”)(Wawancara 8 Mei 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Bagi buruh tani perempuan yang masih memiliki anak usia
sekolah biasanya upah yang mereka dapat diutamakan untuk
digunakan bagi keperluan biaya sekolah anaknya, terutama untuk
uang saku harian. Sedangkan bagi buruh tani perempuan yang
sudah tidak memiliki anak usia sekolah, biasanya upah yang
didapatkan digunakan sebagai tambahan penghasilan suami untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga, seperti untuk makan,
membayar tagihan listrik, air serta untuk membayar arisan. Hal
tersebut berdasar apa yang diungkapkan oleh Ibu Waginah (49 th)
sebagai berikut
“Ngene mbak. Kulo saniki pun mboten ngragati anak,mergo anak-anaku wis podo rabi (nikah) kabeh, dadikebutuhan paling gedhe inggih kagem sehari-hari, kagemmaem mben dinten, bayar banyu, arisan, bayar listrik.Nggih mpun radi enteng mbak pun mboten ngopeni anak.”
(“Begini mbak, saya sekarang sudah tidak membiayaianak karena anak-anak saya sudah berkeluarga (menikah)semua, jadi kebutuhan terbesar ya untuk sehari-hari, untukmakan tiap hari, membayar (tagihan) air, arisan,membayar (tagihan) listrik. Ya sedikit ringan mbak sudahtidak membiayai anak.”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa peran
perempuan dalam keluarga ekonomi lemah juga perlu
diperhitungkan, hal ini menunjukkan bahwa perempuan-perempuan
tersebut tidak hanya pasrah serta berpangku tangan mengandalkan
penghasilan suami saja, tetapi juga ikut berusaha mencari tambahan
penghasilan suami dengan bekerja, walaupun hanya pekerjaan
sebagai buruh tani yang upahnya kecil.
Upah dan pengeluaran yang tidak sepadan menyebabkan
mereka kesulitan untuk mengelola keuangan keluarga. Sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
perempuan, mereka tentunya yang diberi tanggung jawab untuk
mengatur keuangan dalam keluarga. Upah yang mereka dapatkan
saja, seringkali tidak bersisa setelah digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan bahkan terkadang juga kurang. Hal ini lah yang
menyebabkan mereka jarang memiliki kemampuan untuk
menabung. Terungkap dari apa yang disampaikan oleh Ibu
Suginem (45 th) ketika ditanya apakah bisa menabung dari upah
yang diperoleh beliau tersebut, seperti berikut ini
”Nggih mboten mbak, napane sing ajeng ditabung.”
(“ya tidak mbak, apanya yang bisa ditabung”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Keseluruhan informan buruh tani perempuan yang penulis
wawancarai menyatakan bahwa mereka tidak mampu menyisihkan
upah mereka untuk ditabung, karena biasanya upah tersebut sudah
habis digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dan bahkan tidak
cukup. Apabila mereka mengalami kesulitan keuangan, dalam
artian ada beberapa kebutuhan yang sulit terpenuhi karena upah
yang didapatkan telah habis sebelum tercukupi semua kebutuhan
ataupun ada kebutuhan mendesak yang datangnya tidak bisa
diduga, jalan satu-satunya yang mereka tempuh adalah berhutang,
baik berhutang pada saudara ataupun tetangga. Seperti yang
diutarakan oleh Ibu Parmi (30 th) dibawah ini
”Nggih kulo ngampil dateng sederek nopo tonggo mbak,menawi pancen kepepet. Ajeng nyade utawi nggadek’akennggih nopo sing ajeng disade utawi digadek’aken, wongmboten gadhah nopo-nopo.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
(“ya saya pinjam saudara atau tetangga mbak, kalaumemang mendesak. Mau menjual atau menggadaikan yaapa yang mau dijual atau digadaikan, tidak punya apa-apa.”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Bagi mereka yang benar-benar tidak memiliki simpanan,
berhutang kepada saudara atau tetangga menjadi jalan utama yang
mereka pilih. Sedangkan ada pula yang tidak menjadikan hutang
sebagai jalan keluar utama, tergantung seberapa besar dan seberapa
pentingnya kebutuhan tersebut. Sebagai contoh seperti yang
disampaikan oleh Ibu Suginem (45 th) berikut
“Yo didelok-delok mbak, kantun kebutuhane gede menopocilik, nek misal kebutuhane cilik lan iseh iso dicukupi karosing dinduweni ora perlu utang, umpami wontennjagong(kondangan) nek mboten gadah arto nggih ngedolpithik utawi bebek taseh saget. Sami kalih sak nikimbak,yogo kula ngerjaaken skripsi. Butuh ragat akeh lansak wektu-wektu. Nggih kulo pados silehan datengsederek, mangke mbalekaken sak kesanggupan kulobyasane pas sampun panen.”
(“ya dilihat-lihat mbak, tinggal kebutuhannya besar ataukecil, misalkan kebutuhannya kecil dan masih bisadicukupi dengan yang dimiliki ya tidak perlu hutang,seumpama ada undangan hajatan kalau tidak punya uangya bisa jual ayam atau bebek kan bisa. Kalau sekarangmbak, anak saya sedang mengerjakan skripsi. Butuh biayabanyak dan sewaktu-waktu. Ya saya cari pinjaman kesaudara, nanti mengembalikannya tergantungmenyanggupinya, biasanya waktu panen.”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Selain mencari pinjaman (berhutang), ada pula yang
memilih untuk menjual aset yang memiliki nilai jual misalnya
seperti hewan ternak. Walaupun dari kesemua informan yang
bekerja sebagai buruh tani menyatakan tidak menyisihkan upahnya
untuk ditabung, namun pada kenyataannya mereka tidak menyadari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
bahwa sebenarnya secara tidak langsung mereka memiliki
tabungan dalam bentuk hewan peliharaan (hewan ternak). Hal
tersebut dapat penulis simpulkan berdasar pernyataan Ibu Suginem
(45 th) seperti berikut ini
“Kadang menawi dateng ndeso kan kebanyakan gadahopen-open (ternak) mbak, paling nggih ternak niku.Open-open ayam, bebek, sapi, wedhus (kambing). Mangkemenawi wonten kebutuhan mendadak kersane saget disadhe (dijual).”
(“Terkadang di desa sebagian besar mempunyai hewanpeliharaan, ya hewan ternak itu. Memelihara ayam, bebek,sapi, kambing. Nanti jika ada kebutuhan mendadak supayabisa dijual sewaktu-waktu.”(Wawancara 6 Mei 2012)
Selain dalam bentuk hewan ternak, mereka juga
menyimpan uang dengan mengikuti arisan. Berikut seperti
penuturan Ibu Sri Utami (51 th)
“...pengeluarane kagem maem, kebutuhan rumah tangga,bayar arisan, bayar listrik, nggih kebutuhan-kebutuhanngateniku mbak...”
(“...pengeluaran untuk makan, kebutuhan rumah tangga,membayar arisan, membayar listrik, ya kebutuhan-kebutuhan lain seperti itu..”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Secara tidak langsung, kegiatan arisan merupakan salah
satu cara untuk menyimpan uang, walaupun tidak bisa diambil
sewaktu-waktu ketika dibutuhkan. Sehingga mereka lebih sering
menganggap arisan bukan sebagai bentuk menabung, tetapi sebagai
suatu kebutuhan yang memang harus dipenuhi. Bahkan, ketika tiba
waktunya untuk membayar arisan dan mereka tidak memiliki
cukup uang untuk membayar, mereka akan mencari pinjaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
untuk kewajiban membayar arisan. Seperti yang dituturkan oleh
Ibu Sri Utami (51 th)
“Yo nek kiro-kiro wayahe arisan tapi ngepasi ora nduweduit, kulo biasane ngampil lare-lare riyin mbak, sinteningkang gadhah,,,”
(“Ya kalau kira-kira waktunya arisan tetapi kebetulantidak punya uang, saya biasanya pinjam anak-anak dulumbak, siapa yang punya,,”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagaian buruh tani
perempuan lebih menganggap bahwa arisan merupakan suatu
kewajiban yang harus dibayar, bukan sebagai sarana untuk
menyimpan uang. Dari keseluruhan buruh tani perempuan yang
menjadi informan, hanya satu orang yang menyadari dan
menganggap bahwa arisan sebagai salah satu sarana menyimpan
uang/ menabung. Informan tersebut ialah Ibu Waginah (49 th) yang
menyatakan seperti ini
“Nabunge nggih dateng arisan ngateniku mbak, menawidateng bank nggih mboten”
(“nabunge ya lewat arisan seperti itu mbak, kalau(menabung) di bank ya tidak”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Selain sebagai sarana menyimpan uang (menabung),
arisan juga merupakan sarana untuk mempererat silaturahmi,
seperti penuturan Ibu Waginah (49 th) yang dilanjutkan berikut ini
“...arisan niku kan selain saget kagem nabung, nggihsaget ngraketaken warga RT mbak, kersane rukun,silaturahmi kalian warga, amargi pelaksanaane nikupindah-pindah dateng griyane warga digilir. Sinten sing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
angsal arisan nggih arisan berikutnya wonten griyanewarga sing angsal niku...”
(“...arisan itu kan selain bisa untuk menabung, juga bisauntuk mempererat warga RT mbak, supaya rukun,silaturahmi dengan warga, karena pelaksanaannya ituberpindah-pindah, bergilir. Siapa yang dapat arisan yaarisan berikutnya dirumah warga yang mendapat arisantersebut..”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Berdasar keseluruhan informasi yang didapat dapat
disimpulkan bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama para
perempuan desa dari keluarga kurang mampu memilih bekerja
menjadi buruh tani.
Agar lebih jelasnya, perincian faktor ekonomi akan
diuraikan pada matrik berikut :
Matrik 5.5
Faktor Ekonomi sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial atas Buruh Tani
Perempuan
No
.
Golongan
Masyaraka
t Menurut
Tingkat
Pendidikan
Nama
Informa
n
Faktor Ekonomi
Pendapatan PengeluaranKemampuan
Menabung
1.Pendidikan
Tinggi
Ibu
Maria
- Upah yang
didapatkan
buruh tani
cenderung
tidak stabil
dan sedikit
(≤ Rp.
20.000-Rp
- Biaya
pendidikan
anak.
- Kegiatan
ekonomi
subsisten
(hanya untuk
makan)
- Kesulitan
dalam
menyisihkan
upah yang
didapat,
sehingga sangat
sulit untuk
menabung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
25.000).
Bapak
Aris
- Upah yang
diterima
buruh tani
perempuan
sangat
rendah (<
Rp.
50.000/hari).
- Pengeluaran
terbanyak
digunakan
untuk biaya
sekolah,
baru
- Keperluan
makan dan
biaya hidup
sehari-hari.
- Kemampuan
menabung
jarang terjadi
karena
umumnya
mereka
bekerja hanya
untuk
memenuhi
ekonomi
subsisten
Bapak
Madin
- Upah yang
didapat
sangat
sedikit
- Bekerja
sebagai
pembantu
suami
dalam
mencari
nafkah
- Bahkan
menjadi
pencari
nafkah
utama
keluarga
- Biaya
sekolah
yang paling
terlihat
besarnya
anggaran.
- Sedangkan
untuk
makan kan
sudah
menjadi
kebutuhan
sehari-hari.
- Buruh tani
perempuan
jarang
memiliki
kemampuan
untuk
menabung
2. Pendidikan Ibu. Fitri - Pendapata - Pengeluara - Belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Menengah n suami
kecil,
sehingga
mau
bekerja
sebagai
buruh tani
walaupun
upahnya
juga
sedikit
n upah
buruh tani
perempuan
digunakan
untuk
makan,
biaya
sekolah
anak bagi
yang masih
memiliki
anak usia
sekolah
serta
kebutuhan
sehari-hari.
memiliki
kemampuan
untuk
menabung,
untuk sekedar
memiliki
barang
berharga saja
sangat jarang.
Ibu Sri
Utami
- Upah yang
didapat
sedikit
jumlahnya
- Pengeluara
n paling
banyak
untuk
bertani, jika
musim
bercocok
tanam,
karena juga
memiliki
sawah
sendiri.
Tetapi jika
tidak ada
modal
- Secara tidak
langsung,
arisan ialah
salah satu
cara untuk
menyisihkan
upah, selain
arisan juga
melakukan
saving dalam
bentuk
perhiasan
emas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
untuk
bertani,
pengeluaran
biasanya
untuk
keperluan
makan,
kebutuhan
rumah
tangga,
membayar
arisan,
membayar
listrik, air,
dll.
3.Pendidikan
Rendah
Ibu
Parmi
- Upah yang
diterima
Rp 15.000
untuk
setengah
hari dari
pukul
06.00-
10.00 dan
Rp 30.000
untuk
sehari
mulai
pukul
06.00-
13.00
- Pengeluara
n terbanyak
untuk
sekolah
anak, Rp
10.000
untuk uang
saku 2 anak
yang
keduanya
masih
duduk di
bangku
SMP.
Pengeluara
n lainnya
- Tidak
memiliki
kemampuan
untuk
menyisihkan
uang/
menabung,
dikarenakan
upah yang
didapat sudah
habis untuk
memenuhi
kebutuhan
yang
terkadang
juga kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
untuk
pemenuhan
kebutuhan
sehari-hari
Ibu
Waginah
- Upah yang
diterima
Rp 15.000
untuk
setengah
hari dari
pukul
06.00-
10.00 dan
Rp 30.000
untuk
sehari
mulai
pukul
06.00-
13.00 .
- Kebutuhan
paling besar
untuk
keperluan
sehari-hari,
untuk
makan
setiap hari,
membayar
air, listrik
dan arisan.
- Kemampuan
menyisihkan
upah yang
didapat
dengan
melalui
arisan.
Ibu
Suginem
- Upah yang
diterima
Rp. 20.000
dengan
jam kerja
mulai
pukul
07.00-
13.00.
- Pengeluara
n terbanyak
digunakan
untuk
membiayai
kuliah anak.
- Kemampuan
menyisihkan
uang dalam
bentuk hewan
peliharaan/ter
nak yang
nantinya
dapat dijual
sewaktu-
waktu jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
membutuhkan
uang.
Sumber: Data Primer, diolah Juni 2012
5.5.2 Sosial Budaya
Lingkungan pedesaan umumnya memiliki kearifan yang
masih terjaga. Kerukunan warga masyarakat, kegotong-
royongan masih terjaga dengan baik, serta masih menjunjung
tinggi toleransi antar warga masyarakat tanpa membedakan
status, golongan, dan kelas sosial. Kehidupan para buruh tani
perempuan di masyarakat juga tidak jauh dari hubungan sosial
(pergaulan) mereka dengan sanak saudara, tetangga dan
lingkungan sekitarnya. Kerukunan yang terjalin antara pada
sesama buruh tani baik laki-laki maupun perempuan sangat
terlihat sekali, hal ini utamanya dikarenakan bidang pekerjaan
mereka yang sama, sehingga muncul rasa senasib diantara rekan
sesama buruh tani, apalagi untuk buruh tani perempuan, karena
ppada dasarnya perempuan memilki naluri yang lebih peka
daripada laki-laki.
Seperti apa yang disampaikan oleh Ibu Fitri (29 th) ketika
menjelaskan hubungan yang terbentuk antar sesama buruh tani
seperti berikut
“...para buruh tani-buruh tani perempuan itu biasanyamalah dekat sekali dengan sesamanya (sesama buruh taniperempuan), apalagi biasanya rumah mereka jugaberdekatan, bahkan masih ada pula yang memilikihubungan keluarga. Ya mungkin karena mereka merasasenasib, jadi mereka bahkan merasa dekat sepertikeluarga sendiri...”(Wawancara 20 Mei 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Berdasar apa yang Ibu Fitri (29 th) lihat, beliau dapat
menyimpulkan bahwa para buruh tani, khususnya buruh tani
perempuan memiliki ikatan kerukunan sudah hampir seperti
ikatan kekeluargaan. Selain Ibu Fitri (29 th), informan lain yaitu
Bapak Aris (33 th) juga mengatakan bahwa ikatan kebersamaan
sesama buruh tani khususnya perempuan sangat erat, berikut
penuturan beliau :
“..yang saya tau, mereka umumnya cenderung rukun, yakarena pekerjaan mereka sangat tergantung padainteraksi dengan lingkungan sekitar. Sering kan kita lihatmereka biasanya berangkat ke sawah bergerombol jalankaki menuju tempat kerjanya, rasa kebersamaannya itusangat kuat..”(Wawancara 14 Mei 2012)
Kedua informan diatas melihat pola hubungan sosial dari
sesama buruh tani. Ternyata kerukunan tersebut juga tidak
hanya terjadi antara rekan sesama buruh tani saja, namun juga
terjadi pula pada hubungan dengan warga sekitar. Hal ini
disampaikan oleh Ibu Suginem (45 th), seorang petani yang
terkadang juga menjadi buruh tani, seperti berikut
“Alhamdulillah raket mbak, sak lingkungan mriki taksehsami raket. Menawi wonten ingkang kerepotan nggihtulung tinulung, kulo akui taksih eco mbak. Menawiwonten ingkang sakit, nggih sami ngendangi”
(“Alhamdulilah rukun mbak, satu lingkungan disini masihrukun. Apabila ada yang repot ya saling tolong menolong,saya akui masih bagus mbak. Apabila ada yang sakit yasama-sama menjenguk.”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Pernyataan tersebut juga disetujui melalui apa yang
diutarakan oleh Ibu Parmi (30 th), seorang buruh tani, ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
ditanya bagaimana hubungan beliau dengan tetangga ataupun
masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
“..lha nggih to mbak, lhawong sampun dangu urip sarengwonten deso mriki, dadose mboten mbeda’-mbedaakennyambut damelipun nopo, nggih rukun, raket mbak...”
(“..lha iya to mbak, sudah lama hidup bersama di desa ini,jadi tidak membeda-bedakan pekerjaannya apa, ya rukun,erat mbak..”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Buruh tani perempuan merupakan bagian dari masyarakat
pedesaan, dimana kebaikan masyarakat di lingkup pedesaan
selalu erat dalam hubungan persaudaraan dan saling mengenal
satu sama lain, dan oleh karena itu tidak pernah terjadi saling
menonjolkan materi ataupun kedudukan sosial, hidupnya
sederhana dan dalam hubungan masyarakat satu dengan yang
lain saling menghormati. Masyarakat desa yang walaupun taraf
hidupnya rendah tetapi pada umumnya tampak pula sedikit
banyak penghargaan dan perhatian terhadap pergaulan hidup
yang bersandarkan bertani. Hal tersebut menunjukkan bahwa
interaksi sosial buruh tani perempuan dengan lingkungan
sekitarnya masih terjaga dengan baik, dan saling berdampingan
tanpa membeda-bedakan status sosial, golongan maupun kelas
sosial.
Meskipun perempuan dan bekerja sebagai buruh tani,
tidak semua warga masyarakat yang memandang remeh para
perempuan tersebut, warga masyarakat lain memakhlumi dan
lebih cenderung berempati pada mereka. Hal ini terungkap dari
pernyataan Ibu Maria (48 th)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
“Aku sangat menghargai mereka ya, karena kalau tidakada mereka siapa yang akan mengerjakan sawah, trus kitamakan apa? ya to? Aku juga sangat menghargai merekadalam upaya mencari atau mempertahankan hidup, yangterpenting kerja halal daripada mencuri atau meminta-minta. Andai kata aku sugih (kaya) ya aku akan bantumereka. Aku bangga lo melihat buruh-buruh taniperempuan itu, mereka itu perempuan tapi kog yatenaganya kuat, bahkan ada yang mengerjakan bagianyang harusnya dikerjakan laki-laki, hebat ya mereka. Yaterkadang aku juga merasa kasihan, cuma kalau buat akuyang namanya kasihan ya artinya kita harus bisa memberigak cuma ngomong doang. Namanya orang kan berbeda-beda, yang penting kita saling menghargai saja lahdengan sesama.”(Wawancara 23 April 2012)
Setelah hal tersebut ditanyakan pada salah satu informan
buruh tani perempuan, menyatakan bahwa apa yang dikatakan
oleh Ibu Maria (48 th) ada benarnya. Berikut ungkapan dari Ibu
Sri Utami (51 th) :
“Mboten mbak, mboten wonten, menawi tiyang-tiyangwarga mriki nggih biasa mawon, lhawong kebanyakan yowong tani lan buruh tani. Menawi tiyang-tiyang njobonggih mboten ngertos, paling –paling wonteno nggihnamung sanjang ‘wong ra nduwe’ ngaten..”
(“Tidak mbak, tidak ada, kalau warga sekitar sini ya biasasaja, kebanyakan juga orang tani dan buruh tani. Kalauorang-orang luar ya tidak tau, mungkin kalau ada ya hanyaberkata “orang tidak punya” begitu..”(Wawancara 9 Mei 2012)
Rasa empati tersebut muncul berdasar realita yang ada
bahwa pekerjaan sebagai buruh tani bukan merupakan pekerjaan
yang gampang, akan tetapi banyak dilakukan oleh para
perempuan yang harusnya lebih mengutamakan pekerjaan di
sektor domestik. Namun, budaya patriarki yang ada di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
sejak jaman dahulu ternyata sekarang ini perlahan sudah
mengalami sedikit pergeseran, apalagi bagi masyarakat desa
yang berada pada masyarakat ekonomi lemah. Dahulu,
perempuan yang hanya dianggap sebagai “konco wingking”
perlahan sudah mengalami pergeseran. Perempuan tidak hanya
dianggap sebagai “teman di belakang” yang hanya bertugas
mengurus suami, mengurus anak dan rumah tangga, tetapi juga
berfungsi sebagai penopang perekonomian keluarga, walaupun
hanya membantu mencari tambahan pendapatan suami.
Anggapan perempuan sebagai “konco wingking” sudah
mulai tidak berlaku di masyarakat sekarang ini, khususnya bagi
masyarakat miskin di pedesaan. Hal ini dibenarkan berdasar
penuturan Ibu Parmi (30 th) seperti berikut
“....sakniki nggih mpun mboten kados ngateniku mbak,teng ndeso mpun mboten kados rumiyin. Sakniki malahtiyang estri niku mboten saget nek namung dateng griyomawon, nggih sami kados tiyang kota, tiyang estri sagettumut kerjo, pados arto kagem tambah-tambah kebutuhanmbak...”
(“..sekarang sudah tidak seperti itu mbak, di desa sudahtidak seperti dulu. Sekarang malahan perempuan tidak bisakalau hanya dirumah saja, ya sama seperti orang kota,perempuan bisa ikut kerja, mencari uang untuk menambahpemenuhan kebutuhan mbak...”)(Wawancara 8 Mei 2012)
Selain Ibu Parmi (30 th), Ibu Sri Utami (51 th) juga
menyampaikan pendapatnya tentang mulai pudarnya anggapan
perempuan sebagai “konco wingking” seperti berikut ini
“Konco wingking? Tiyang estri mboten angsal medal nopokerjo woten wedal ngaten to mbak ? Menawi kadosngateniku mboten wonten mbak ketingale, lha nek tiyang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
estri namung wonten dalem mawon namung njagaknepenghasilane bojo, lha nggih nek cekap, wong saknikikebutuhan nopo-nopo larang. Malah biasane dadi rasan-rasan tonggo mbak menawi wonten ingkang ngertos liya-liyane podo kerjo mrono-mrene kok malah dhewek’e nengomah wae mung njagakne bojone, padahal asile bojone yomung sithik.”
(“Konco wingking? Perempuan tidak boleh keluar ataukerja di luar begitu to mbak? Kalau seperti itu tidak adambak sepertinya, kalau perempuan hanya dirumah sajacuma mengandalkan penghasilan suami iya kalau cukup,sekarang kan kebutuhan apa-apa mahal. Malah terkadangbiasanya jadi omongan tetangga mbak kalau ada (seorangperempuan) yang tau lainnya (perempuan/teman/tetangga)kerja kesana kemari tapi (seorang perempuan tersebut)hanya dirumah mengandalkan suaminya, padahal hasilyang didapat suaminya juga cuma sedikit.”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Keseluruhan ungkapan yang disampaikan para informan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor sosial-budaya
dapat menjadi pendorong terciptanya konstruksi sosial terhadap
buruh tani perempuan. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada
rincian matrik di bawah ini :
Matrik 5.6
Faktor Sosial Budaya sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial atas Buruh Tani
Perempuan
No.
Penggolongan
Masyarakat
Berdasar
Tingkat
Pendidikan
Nama
Informan
Faktor Sosial Budaya
Interaksi dengan
sekitar
Budaya di
masyarakat
1.Pendidikan
Tinggi
Ibu Maria - Para buruh tani
perempuan
- Adanya
budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
terhitung ramah
dengan warga
sekitar.
- Terkadang
kurang tata krama
patriarki,
yang
mengalibatka
n kedudukan
perempuan
lebih rendah
dari laki-laki,
sehingga
perempuan
yang bekerja
di luar rumah,
seringkali
tidak diakui
keberadaanny
a.
Bapak Aris - Buruh tani
perempuan
ramah dengan
orang-orang
disekitarnya,ap
abila bertemu
orang yang
dikenal pasti
menyapa,
sopan.
Walaupun
dijalan bertemu
orang yang
tidak dikenal
biasanya juga
menyapa dan
- Budaya
patriarki,
yang
menganggap
kedudukan
laki-laki lebih
tinggi,
sehingga
tugas utama
perempuan
ialah sebagai
ibu rumah
tangga, bukan
pencari
nafkah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
ramah pada
setiap orang
yang ditemui
Bapak
Madin
- Pergaulan
dengan sesama
buruh tani
saling akrab,
rukun, rasa
kekeluargaan
tinggi (karena
merasa senasib
sepenanggunga
n)
- Dengan
masyarakat luas
di sekitar juga
sopan, ramah,
tapi terkadang
ada yang
sungkan atau
segan terhadap
orang yang
mereka anggap
lebih tinggi
status
sosialnya.
- Adanya
anggapan
bahwa tugas
perempuan
yang paling
utama hanya
mengurus
rumah tangga,
sehingga
perempuan
yang bekerja
mencari
nafkah di luar
rumah
seringkali
tidak
mendapat
pengakuan,
apalagi untuk
pekerjaan
rendah
sebagai buruh
tani.
2.Pendidikan
Menengah
Ibu Fitri - Pergaulan
buruh tani
perempuan
dengan orang-
- Sekarang ini
masyarakat
sudah mulai
sadar,anggapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
orang sekitar
baik-baik saja,
bisa membaur
dengan orang
lain, tidak
menutup diri.
- Tidak
membeda-
bedakan kaya-
miskin dalam
pergaulan
sehari-hari,
tidak ada yang
mengucilkan.
- Saling
menghormati
satu sama lain
dan saling
tolong
menolong bila
ada yang
membutuhkan
bantuan.
bahwa
perempuan
hanya sebagai
“konco
wingking”
sudah mulai
tidak berlaku,
perempuan itu
hanya dirumah
saja. Banyak
perempuan-
perempuan
desa yang juga
bekerja, ada
yang merantau,
ada juga yang
bekerja apa
adanya
disekitar
tempat tinggal.
Ibu Sri
Utami
- Rukun dengan
sesama anggota
masyarakat,
saling
membantu serta
tolong
menolong bila
ada yang
- Perempuan di
desa saat ini
tidak hanya
mengandalkan
suami saja
dalam hal
mencari
nafkah, tapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
kesusahan. juga ikut
berusaha
membantu
mencari nafkah
dan mereka
tidak hanya
dirumah saja
melaksanakan
tanggung
jawabnya
sebagai ibu
rumah tangga,
tetapi juga
bekerja untuk
mencari uang.
3.Pendidikan
Rendah
Ibu Parmi - Rukun satu
sama lain, tidak
membeda-
bedakan,
memiliki
hubungan yang
erat satu sama
lain.
- Budaya yang
berkembang di
desa saat ini
sudah tidak
seperti dahulu
yang
menunjukkan
bahwa
perempuan
tugasnya hanya
mengurus
anak,suami dan
rumah tangga.
Akan tetapi
bagi keluarga
ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
rendah,
perempuan
juga berupaya
untuk mencari
uang demi
keluarga.
Ibu
Waginah
- Hubungannya
erat, di desa pasti
rukun satu sama
lain, jarang terjadi
pertengkaran atau
permusuhan,
apabila ada
sedikit masalah
dengan tetangga
harus segera
diselesaikan,
jangan sampai
terjadi
permusuhan.
- Budaya yang
menganggap
bahwa
perempuan
hanya sebagai
“konco
wingking”
sudah mulai
tergeser,
dengan alasan
apabila
perempuan
hanya dirumah
saja maka
untuk
memenuhi
kebutuhan
dirasa kurang
jika hanya
mengandalkan
pendapatan
suami saja. Jadi
sah-sah saja bla
perempuan ikut
bekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
mencari
nafkah.
Ibu
Suginem
- Kerukunan masih
sangat terjaga,
saling tolong
menolong,
toleransinya
tinggi
- Anggapan
bahwa
perempuan
hanya sebagai
“konco
wingking”
sudah mulai
bergeser,
karena
perempuan
sekarang ini
mampu bekerja
di luar rumah
Sumber: Data primer, diolah Juni 2012
5.5.3 Pendidikan
Pendidikan memegang peranan penting di setiap sendi
kehidupan manusia. Pendidikan inilah yang nantinya mampu
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Sarana dan fasilitas
pedidikan di lingkup pedesaan sangat berbeda dengan lingkup
perkotaan. Hal ini sering menyebabkan munculnya anggapan di
masyarakat bahwa umumnya masyarakat pedesaan
berpendidikan rendah.
Anggapan terhadap tinggi rendahnya pendidikan
masyarakat pedesaan tercermin dari kegiatan perekonomian
sehari-hari mereka. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan yang
dilakukan termasuk pekerjaan yang hanya membutuhkan tenaga
dan berupah rendah, dapat dipastikan orang yang bergelut pada
pekerjaan tersebut kebanyakan berpendidikan rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Masyarakat umum melihat perempuan-perempuan yang bekerja
sebagai buruh tani dikarenakan kurangnya tingkat pendidikan
mereka. Menurut Bapak Aris (33 th), umumnya para buruh tani
perempuan tersebut berpendidikan hanya setingkat sekolah
dasar, seperti yang disampaikan beliau berikut :
“Setau saya, mereka rata-rata lulusan SD, bahkan adayang gak sekolah ataupun putus sekolah. Ya hanyasekedar bisa baca dan tulis yang penting, dan bisaberhitung. Kalaupun ada yang sampai SMP mungkinjarang sekali, ada pun hanya 1-2 orang saja.”(Wawancara 14 Mei 2012)
Dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah, maka untuk
mencari pekerjaan yang lebih layak pun dirasa sulit karena
terbentur kemampuannya (Sumber Daya Manusianya rendah).
Mereka (para buruh tani perempuan) hanya bekerja
mengandalkan tenaganya, bukan dengan kemampuan berpikir.
Ungkapan tersebut seperti disampaikan oleh Ibu Maria (48 th)
dalam melihat latar belakang pendidikan para buruh tani
perempuan
“...mereka cuma mau mengerjakan saja, gak mau kalaudisuruh berpikir. Ya soalnya SDMnya itu rendah. Merekaitu mayoritas tidak sekolah, atau putus sekolah, kalaupunada ya mungkin cuma lulusan SD. Lulusan SMP palingcuma satu dua orang. Ya itu yang menyebabkan merekaistilahnya bekerja dengan menjual tenaganya saja.Mengandalkan kemampuan fisiknya saja, kalau untukberpikir kayaknya yo rodo angel. Memang pada intinyaterletak pada SDMnya dek.”
(“..mereka hanya mau mengerjakan saja, tidak mauberpikir. Dikarenakan SDMnya rendah. Mereka mayoritastidak sekolah, atau putus sekolah, kalaupun ada (yangsekolah) mungkin hanya lulusan SD. Lulusan SMP palinghanya ada 1-2 orang. Hal itu yang menyebabkan merekabekerja hanya dengan menjual tenaganya saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Mengandalkan kemampuan fisiknya saja, kalau untukberpikir sepertinya agak sulit. Memang pada intinyaterletak pada SDM dek.”)(Wawancara 23 April 2012)
Keempat informan buruh tani perempuan yang penulis
wawancarai menunjukkan bahwa memang benar mereka hanya
berpendidikan rendah. Ungkapan tersebut datang dari Ibu
Waginah (49 th)
“Kulo namung sekolah SD mbak tapi ora tutuk, mungtekan kelas 3 mbak, ora sampe lulus”
“Saya hanya bersekolah di SD (sekolah dasar) mbak tapitidak selesai, hanya sampai kelas 3 mbak, tidak sampailulus”(Wawancara 8 Mei 2012)
Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Ibu Suginem (45
th) seperti berikut
“Tamatan SD mbak, niku mawon kulo nekat sampek lulusSD”
(“Tamatan SD mbak, itu saja saya nekat sampai lulusSD”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Apa yang disampaikan Ibu Suginem (45 th) menunjukkan
bahwa beliau mampu untuk menyelesaikan pendidikannya
disekolah dasar harus melalui perjuangan yang berat karena
memerlukan kenekatan dalam mencapainya. Beliau pun
menuturkan alasan kenekatan tersebut seperti penuturannya
berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
“Wong tuo riyen niku kolot mbak, sebenarnya mampu,sawahe ombo, open-openane akeh, bapak ibu kula riyinpamong deso(perangkat desa). Tapi inggih niku, pikiranekolot. Jaman riyin teng desa wong tuo nopo pengen toputrane pinter ugi berpendidikan.Opo maneh anakwedok,Sing penting biso ngetung duit wis cukup ra usahneko-neko.”
(“Orang tua jaman dulu itu kolot mbak, walaupunsebenarnya mampu, sawahnya luas, ternaknya banyak,bapak-ibu saya dulu perangkat desa. Tapi ya itu,pikirannya masih kolot. Jaman dulu di desa, orang tuatidak ada yang menginginkan anaknya pintar danberpendidikan. Apalagi untuk anak perempuan, yangpenting bisa menghitung uang sudah cukup, tidak perlumacam-macam”)(Wawancara 6 Mei 2012)
Namun tidak semua buruh tani berpendidikan rendah, ada
juga yang berpendidikan menengah, walaupun hanya setingkat
SMP. Seperti yang dialami oleh Ibu Sri Utami (51 th), berikut
penuturan beliau
“Kulo ngantos SMP mbak”
(“Saya sampai SMP mbak”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Ketika ditanya mengapa tidak melanjutkan pendidikan
sampai jenjang SMA, beliau mengutarakan alasan biaya menjadi
kendala utama, dikarenakan beliau memiliki jumlah saudara
yang cukup banyak, sehingga harus mengalah dan bergantian
dengan adik-adiknya untuk mengenyam pendidikan. Berikut
penuturan beliau
“Mboten wonten biaya mbak, tunggal kulo niku kathah,pengene podo sekolah kabeh. Dadose nggih gantianngragati-ne mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
(“Tidak ada biaya mbak, saudara saya banyak, inginnyasekolah semua. Jadi ya gantian membiayai-nya”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Sumber Daya Manusia dianggap penting dalam mencapai
taraf hidup yang lebih baik. Tingkat pendidikan dan sumber
daya manusia mampu memberikan penilaian tersendiri terhadap
seseorang, begitu pun penilaian terhadap buruh tani perempuan.
Berdasar penelitian yang telah dilakukan di lapangan, ternyata
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan/ SDM yang rendah
dapat pula memunculkan stigma negatif terhadap buruh tani
perempuan tersebut, seperti penuturan Ibu Maria (48 th) berikut
“...menurut yang saya ketahui insyaallah merekaramah. Ya hanya itu ya, mohon maaf aja, ada juga yangkurang kepedulian terhadap orang-orang disekitarnya,trus juga terkadang mereka itu tata kramanya kurang. Akubilang gitu soalnya aku pernah liat ada yang ngambilpunya saya tanpa minta ijin saya, ya petik mangga, petikpisang tanpa ijin. Itu petik pisang, petik mangga didepansitu, padahal aku duduk disini. Ya dalam hati aku bilanggak apa apa lah, mungkin dia butuh, hanya kembaliseperti yang saya bilang, etika-nya kurang ya karenapendidikannya. Sehingga ya anggap aja itu hal biasa bagimereka. Tapi ya emang ramah kog mereka, hanya itu,mereka sering ngambil tanpa ngomong ke yang punya.Mereka gak berpikir tekan kono, mungkin bagi mereka halseperti itu ya sudah biasa gitu lo ya, tapi mohon maafbukan dalam artian mencuri, kalau mencuri itu kan takutdan mengambilnya sembunyi-sembunyi, ini tidak.Meskipun aku duduk disini, ya mereka cuek gitu lo petikmangga, petik pisang. Seakan-akan itu milik sendiri,dengan PeDe-nya petik-petik gitu tanpa liat kiri-kanan,tanpa rasa takut. Mboh itu milik sopo-sopo gak peduli.Aku bisa mengatakan seperti itu sesuai kenyataan yangaku lihat didepanku.”(Wawancara 23 April 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Meskipun muncul penilaian bahwa mereka (buruh tani
perempuan) kurang tata krama, namun hal tersebut bisa
dimakhlumi dan masyarakat berusaha mentoleransi hal tersebut
dengan membiarkan, memperbolehkan dengan diam-diam serta
tidak mencela dan menganggap bahwa mereka memang
membutuhkan itu.
Akan tetapi tidak semua masyarakat umum menilai bahwa
para buruh tani perempuan kurang tata krama. Setelah
ditanyakan pada informan lain, seperti Bapak Aris (33 th)
memberikan tanggapan yang berbeda, seperti berikut
“Itu kan gak semuanya, kadang orang-orang tukalau menilai kayak “digebyah uyah” begitu lo, padahalkan itu tergantung individunya, paling cuma satu duaorang saja. Kalaupun ada, ya mungkin di desa hal sepertiitu sudah biasa, misalnya tetangganya punya pohonmangga atau pohon apa begitu ya biasanya merekatinggal ambil paling juga secukupnya. Ya biasalah kalaudi desa itu kan ikatan kekerabatannya kental, jadi apa-apaya seperti tidak ada jarak antara tetangga satu sama lain”(Wawancara 14 Mei 2012)
Sebagaian masyarakat menganggap hanya sebagian buruh
tani perempuan saja yang kurang tata krama dan tidak bisa
dipukul rata untuk semua buruh tani perempuan.
Walaupun para buruh tani perempuan tersebut beserta
suaminya rata-rata hanya berpendidikan rendah setingkat SD,
namun hal tersebut sekarang ini tidak dialami oleh anak-anak
mereka. Munculnya kesadaran mengenai pentingnya pendidikan
menyebabkan mereka (buruh tani perempuan serta suami)
berusaha menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi dari kedua orang tuanya, minimal sampai
setingkat SMA. Seperti diungkapkan oleh Ibu Sri Utami (51 th)
berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Menawi bapak lulusan SD. Lare-lare alhamdulillahingkang jaler saget ngantos STM, ingkang estri ngantosdumugi SMA. Nggih kepengenane kulo kalian bapak nikusaget nyekolahaken lare-lare radi duwur tinimbang wongtuane mbak, kersane luwih berpendidikan ngaten lo, benora bodho koyo wong tuane ngeneki.
(“Bapak lulusan SD. Anak-anak alhamdulillah yang laki-laki bisa sampai STM (Sekolah Teknik Mesin/SMK), yangperempuan sampai SMA. Keinginan saya sama bapak bisamenyekolahkan anak-anak lebih tinggi dari kedua orangtuanya, agar lebih berpendidikan, supaya tidak bodohseperti orang tua-nya ini”)(Wawancara 9 Mei 2012)
Mereka (keluarga buruh tani perempuan) menyekolahkan
anak-anaknya pada jenjang yang lebih tinggi dari orang tuanya
dengan harapan agar kehidupan anak-anaknya bisa lebih baik
dari orang tua-nya, supaya tidak terus menerus hidup susah.
Bahkan ada seorang informan yaitu Ibu Suginem (45 th) yang
menyatakan bahwa sekarang ini anaknya menempuh pendidikan
di perguruan tinggi. Berikut penuturannya
“Anaku 1 mbak,kuliah neng Solo.”(Wawancara 6 Mei 2012)
Dikerenakan hanya memiliki seorang anak, maka Ibu
Suginem (45 th) dan suami bertekad untuk memberikan
pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi, tidak hanya
sekedar SMA (Sekolah Menengah Atas).
Seperti yang dialami sendiri oleh informan bernama
Bapak Madin (60 th) yang orang tuanya dahulu petani, beliau
merasakan sendiri bahwa orang tua jaman sekarang sudah
berpikiran lebih maju dalam hal pendidikan. Berikut
pernyataannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
“....orang tua jaman sekarang ini pikirannya sudah tidakkolot seperti orang tua jaman dulu. Mereka sekarang inimemiliki kesadaran tinggi tentang pendidikan anak-anaknya, karena mereka merasa jika anak-anaknya tidakdisekolahkan (yaa minimal sampai tingkat SMA), nantinasibnya juga tidak akan jauh berbeda dengan mereka,bukan hanya untuk anak laki-laki saja, tapi anakperempuan juga. Makanya sekarang bisa dilihat, anak-anak petani maupun buruh tani juga sekolah tinggi,bahkan ada pula yang sampai jenjang perguruan tinggiagar nasib anak-anaknya bisa lebih baik dari orangtuanya...”(Wawancara 16 Mei 2012)
Pada dasarnya, tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor pembentuk konstruksi sosial terhadap buruh tani
perempuan. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada matrik
berikut ini
Matrik 5.7
Faktor Pendidikan sebagai Pembentuk Konstruksi Sosial atas Buruh Tani
Perempuan
No.
Penggolongan
Masyarakat
Berdasar
Tingkat
Pendidikan
Nama
Informan
Faktor Pendidikan
Pendidikan yang
ditempuh para
buruh tani
perempuan
Pendidikan
Anggota keluarga
buruh tani
perempuan (anak)
1.Pendidikan
Tinggi
Ibu Maria - Mayoritas
tidak sekolah,
atau putus
sekolah,
kalaupun ada
ya mungkin
- Pendidikan
anak-anaknya
lebih baik dari
kedua orang
tuanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
cuma lulusan
SD. Lulusan
SMP paling
hanya ada
satu dua
orang.
Bapak Aris - Rata-rata
lulusan SD,
bahkan ada
yang tidak
sekolah
ataupun putus
sekolah.
- Hanya
sekedar bisa
baca dan tulis
yang penting,
dan bisa
berhitung
- Anak-anaknya
mengenyam
pendidikan
yang lebih
baik, karena
sekarang ini
kan kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
pendidikan
cukup tinggi.
- Mereka
berupaya
menyekolahka
n anak-
anaknya
minimal
sampai
setingkat SMA
Bapak Madin - Mereka
kebanyakan
pendidikanny
a kurang,
- Anak-anak
petani maupun
buruh tani
sekarang ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
rata-rata
sekolahnya
saja belum
tentu lulus,
bahkan ada
yang tidak
sekolah.
juga
mengenyam
sekolah tinggi,
bahkan ada
pula yang
sampai jenjang
perguruan
tinggi agar
nasibnya bisa
lebih baik dari
orang tuanya.
2.Pendidikan
Menengah
Ibu Fitri - Rata-rata
hanya lulus
SD, bahkan
ada pula yang
tidak sekolah
maupun putus
sekolah.
- Paling tidak
pendidikan
untuk anak-
anaknya bisa
lebih baik dari
bapak ibunya,
ya minimal
anaknya
disekolahkan
sampai tingkat
SMA/SMK
Ibu Sri Utami - Pendidikan
terakhir tamat
SMP.
- Pendidikan
terakhir anak-
anak sampai
jenjang
Sekolah
Menengah
(SMA/SMK).
3. Pendidikan Ibu Parmi - Hanya sampai - Masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Rendah lulus Sekolah
Dasar
menempuh
pendidikan di
Sekolah
Menengah
Pertama
Ibu Waginah - Putus
sekolah,
menempuh
pendidikan
hanya sampai
kelas 3 SD.
- Anak-anak bisa
menempuh
pendidikan
sampai tamat
STM/ SMK.
Ibu Suginem - Hanya
tamatan SD.
- Memiliki
seorang anak
yang saat ini
sedang
menempuh
pendidikan di
perguruan
tinggi.
Sumber: Data Primer, diolah Juni 2012
5.6 Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Karangasri,
Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi memberikan penggambaran
mengenai kondisi buruh tani yang ada di desa tersebut, dalam
menganalisa keberadaan buruh tani di Desa Karangasri digunakan
analisa data yang dikemukakan oleh Spradley. Sebelum
menggunakan analisis komponensial yang terlebih dahulu mencari/
memilih domain dalam membuat analisis.
Pada setiap domain terdapat sejumlah warga atau anggota,
kategori-kategori, atau included terms. Setelah memilih domain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
kemudian langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan kontras
antar elemen dalam domain yang diperoleh melalui observasi dan
atau wawancara terseleksi.
Masing-masing warga dari suatu domain sesungguhnya
mempunyai atribut / karakterisitik tertentu yang umumnya
diasosiasikan dengannya. Atribut/karakteristik itulah yang
membedakannya satu dari yang lain, dengan kata lain kontras
itulah yang membedakan antara yang satu dengan yang lain.
Dengan mengetahui warga suatu domain (melalui analisis domain),
kesamaan dan hubungan internal antar warga disuatu domain, dan
perbedaan antar warga dari suatu domain (melalui analisis
komponensial), kita akan memperoleh pengertian yang
komprehensif, menyeluruh, rinci, kita telah memahami makna dari
masing-masing warga domain secara holistik.
Dengan menggunakan observasi terseleksi dan
pertanyaan-pertanyaan pengkontrasan (contras questions),
sejumlah dimensi yang kontras di antara warga suatu domain akan
dapat diidentifikasi. Persoalan kontras semacam itulah yang
menjadi perhatian dalam analsis komponensial. Sebagaimana
halnya analisis-analsis terdahulu (analisis domain dan analisis
taksonomis), analisis komponensial juga baru dilakukan setelah
peneliti mempunyai cukup banyak fakta/informasi dari hasil
wawancara atau observasi yang melacak kontras-kontras di antara
warga suatu domain. Kontras-kontras tersebut oleh peneliti
difikirkan/dicarikan dimensi-dimensi yang bisa mewadahinya.
Keberadaan buruh tani masih banyak dijumpai di Desa
Karangasri, dikarenakan masih cukup luasnya lahan pertanian.
Buruh tani tersebut jika diklasifikasikan berdasar jenis kelamin
maka dibedakan menjadi buruh tani laki-laki dan buruh tani
perempuan. Pengklasifikasian ini juga berpengaruh dalam sistem
pembagian kerja yang sering disebut pembagian kerja secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
seksual dimana beberapa tugas dilaksanakan oleh perempuan dan
beberapa tugas lain semata-mata dilakukan oleh laki-laki. Selain
pembagian kerja secara seksual, klasifikasi tersebut juga
berpengaruh pada sistem pembagaian upah, dimana buruh tani
perempuan upahnya lebih sedikit bila dibanding buruh tani laki-
laki. Agar lebih jelas analisisnya, dapat dilihat pada lembar kerja
paradigma (worksheet) berikut ini :
Tabel 3
Lembar Kerja Paradigma (Worksheet)
Klasifikasi Buruh Tani
No.Domain Klasifikasi Buruh
Tani
Dimensi Kontras
Jenis PekerjaanUpah yang
diterima
1. Buruh tani laki-laki Mencangkul,
membajak sawah,
menangani sistem
irigasi,
pemupukan,
pengangkutan
hasil panen
Lebih tinggi dari
buruh tani
perempuan
2. Buruh tani perempuan Penanaman benih,
perawatan
tanaman, panen
Lebih rendah bila
dibanding buruh
tani laki-laki
Kondisi perempuan dalam konteks yang sangat beraneka
ragam, makin tampak bahwa dalam berbagai segi, perempuan dari
berbagai lapisan atau kelas sosial mengalami suatu kondisi
marginalisasi, domestikasi dan pengiburumahtanggaan.
Marginalisasi merupakan suatu bentuk proses pengucilan dimana
perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
upahan tertentu, sebagai proses penggeseran perempuan ke
pinggiran dari pasar tenaga kerja (kecenderungan bagi perempuan
untuk bekerja pada jenis pekerjaan yang mempunyai kelangsungan
hidup tidak stabil, yang berupah rendah ataupun dinilai tidak
terampil), sebagai proses feminisasi/ segregasi (adanya pemusatan
tenaga kerja perempuan ke dalam jenis pekerjaan tertentu, bisa
dikatakan bahwa jenis pekerjaan tersebut sudah terfeminisasi,
sedangkan segregasi merupakan pemisahan pekerjaan yang
semata-mata dilakukan oleh laki-laki dan oleh perempuan).
Domestikasi berarti proses pembatasan ruang gerak perempuan ke
arena domestik saja. Sedangkan pengiburumahtanggaan
merupakan proses pendefinisian sosial perempuan sebagai ibu
rumah tangga terlepas dari apakah mereka memang ibu rumah
tangga atau bukan, pendefinisian ini berarti bahwa perempuan
secara ekonomis tergantung pada suami (Saptari, 1997:7).
Dari hasil observasi dan wawancara tentang domain fungsi
kerja perempuan dapat diketahui bahwa menangani pekerjaan
urusan kerumahtanggaan berlangsung rutin setiap hari, tidak
mendapatkan upah/penghasilan, umpamanya dikerjakan di dalam
rumah tangga, tanpa pengawasan pihak/orang luar, dan sebagainya;
bekerja sebagai buruh tani pada orang / pemberi kerja, dilakukan
pada musim bercocok tanam dan masa panen, disertai pekerja /
buruh lainnya secara bersama-sama, mendapat makan dan upah
dari pemberi kerja, selama bekerja biasanya diawasi oleh pemberi
kerja , dsb. Dari informasi tersebut, dapat dinyatakan, misalnya
bahwa dimensi kontrasnya terletak pada:
1. Letak (tempat) melakukan kegiatan.
2. Karakteristik rutinitas Kegiatan
3. Perolehan upah
4. Independensi dalam melakukan kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Masing-masing warga domain “fungsi kerja perempuan”
selanjutnya dapat dimasukkan data kontrasnya pada keempat
dimensi kontras tadi, yang hasilnya dimasukkan ke dalam lembaran
kerja oleh Spradley disebut dengan lembar kerja paradigma atau
paradigma worksheet, seperti berikut ini
Tabel 4
Lembar Kerja Paradigma (Worksheet)
Fungsi Kerja Perempuan
No
.
Domain
Fungsi
Kerja
Perempu
an
Jenis Kerja
Dimensi Kontras
Letak
Kegiatan
Karakteris
tik
Rutinitas
Kegiatan
Peroleha
n Upah/
Imbalan
Independ
ensi
Bekerja
1. Kerja
Sektor
Domesti
k
- Menangani
Pekerjaan
Rumah
Tangga
Rumah Setiap hari Tanpa
upah
Independ
en
2. Kerja
Sektor
Publik
- Bekerja
sebagai
Buruh Tani
Sawah
milik
orang lain
Pada saat
musim
bercocok
tanam dan
panen
Mendapa
tkan
upah
Bekerja
atas
pengawa
san yang
mempek
erjakan
- Partisipasi
dalam
Kegiatan
Lingkungan
Lingkunga
n tempat
tinggal
Tidak
tentu,
tergantung
dari apa
yang
sudah
Tidak
mendapa
tkan
upah
Berada
dalam
pengawa
san serta
kontrol
dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
dijadwalka
n
orang-
orang di
lingkung
an
sekitarny
a.
Berdasar penelitian yang telah dilakukan, juga diperoleh
hasil mengenai konstruksi sosial atas buruh tani perempuan di
Desa Karangasri, maka untuk menganalisisnya dapat digunakan
pendekatan konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan Luckmann.
Pekerjaan sebagai buruh tani bagi perempuan merupakan sebuah
fenomena nyata yang terjadi di lingkup pedesaan.
Menurut Berger dan Luckmann, selain realitas,
pengetahuan juga merupakan istilah kunci dari konstruksi sosial.
Berger dan Luckmann mendefinisikan konstruksi sebagai sebuah
realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang dan
pengetahuan, yang merupakan dasar dari individu (Basari, 2012:
27). Realitas (kenyataan) dibangun secara sosial,dan proses
terjadinya kenyataan tersebut dapat dianalisa menggunakan
sosiologi pengetahuan. Teori konstruksi sosial Peter L. Berger
menyatakan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi
subyektif dan obyektif. Realitas obyektif adalah realitas yang
terbentuk dari pengalaman di dunia individu dan realitas ini
dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi
simbolis dari realitas obyektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan
realitas subyektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolis ke dalam
individu melalui proses internalisasi (Berger dan Luckmann, 1990:
28-29).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Realitas yang terjadi pada masyarakat Desa Karangasri
mengenai buruh tani perempuan memberikan pengetahuan bahwa
buruh tani perempuan merupakan tenaga kerja informal di bidang
pertanian. Keterlibatan perempuan dalam bidang pertanian
seringkali tidak terlihat (invisible). Hal ini karena pengakuan
terhadap kontribusi kerja konkret mereka tidak pernah ada. Kerja
mereka dipandang sekedar sampingan (secondary) atau bagian dari
tenaga kerja berupah rendah. Kebanyakan dari buruh tani
perempuan merupakan golongan keluarga tidak mampu, biasanya
mereka bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan
keluarga karena sang suami pun biasanya juga bekerja sebagai
buruh tani atau buruh serabutan yang pendapatannya tidak tentu.
Konstruksi yang terbentuk di masyarakat, menunjukkan
bahwa buruh tani perempuan merupakan tenaga kerja pertanian
yang keberadaannya seringkali hanya dipandang sebelah mata,
karena buruh tani merupakan jenis pekerjaan kelas bawah, apalagi
bagi perempuan. Budaya masih patriarki yang masih terdapat di
pedesaan menandakan bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan, sehingga tugas dan kewajiban utama mencari
nafkah dalam keluarga adalah untuk laki-laki bukan perempuan,
dan tugas utama perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga bagi
yang sudah berkeluarga. Keadaan tersebut memang benar adanya
dan diungkapkan sendiri oleh informan buruh tani perempuan.
Informan perempuan yang menjadi buruh tani tersebut lebih
menyebutkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga ketika ditanya
mengenai pekerjaannya. Tugas mereka dalam ranah domestik
sebagai ibu rumah tangga misalnya mencuci, memasak, mengasuh
anak, dll. Sedangkan menjadi buruh tani merupakan tugas di ranah
publik.
Menurut beberapa pendapat masyarakat, selain menjadi
buruh tani perempuan, biasanya mereka juga termasuk pekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
serabutan, seperti menjadi buruh cuci, buruh asuh anak, dll.
Namun, dalam penelitian ini ditemui pula seorang buruh tani yang
ternyata memiliki tugas lain di ranah publik, yaitu turut aktif dalam
berbagai kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, yaitu
sebagai pengurus posyandu, ketua pokja 1 dan ketua pengajian.
Ternyata apa yang dikonstruksikan masyarakat umum terhadap
buruh tani perempuan tidak selalu sesuai dengan penilaian mereka,
karena ternyata ada pula buruh tani perempuan yang tidak hanya
diam di rumah saja ketika tidak bekerja sebagai buruh tani. Hal ini
menandakan bahwa buruh tani perempuan tersebut juga memiliki
kemampuan dalam lingkungan sosialnya.
Buruh tani perempuan merupakan fenomena nyata tenaga
kerja perempuan yang terjadi di pedesaan. Keberadaanya sering
kali tidak diperhitungkan dalam masyarakat, bahkan bagi buruh
tani perempuan itu sendiri, cenderung malu untuk mengakui
pekerjaannya. Namun tidak secara keseluruhan semua buruh tani
perempuan malu untuk mengakui pekerjaannya sebagai buruh tani.
Buruh tani perempuan dianggap memiliki etos kerja yang tinggi,
ini didasari atas nalurinya sebagai perempuan yang memiliki ciri
khas tekun dan teliti bila mengerjakan suatu pekerjaan.
Bekerja sebagai buruh tani bagi perempuan, ternyata juga
belum mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi keluaga
mereka, karena upah yang didapat hanya sedikit jumlahnya dan
biasanya akan habis untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah
anak ataupun pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari,
bahkan sangat jarang mereka memiliki kemampuan untuk
menyisihkan upahnya (menabung). Sehingga bagi perempuan desa
yang bekerja menjadi buruh tani, pekerjaan tersebut hanya
dilakukan hanya untuk kegiatan ekonomi subsisten, dalam artian
bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan semata dan bukan
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Hal ini hampir mirip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
dengan hasil penelitin yang dilakukan oleh James Scott mengenai
moral ekonomi petani. James Scott menemukan bahwa bahwa
banyak petani di Asia tenggara yang hasil panennya hanya
digunakan sebagai bahan pangan saja. Mereka menggunakan
hasilnya untuk kebutuhan hidup, selebihnya dijual untuk membeli
beberapa barang kebutuhan seperti garam, kain dan untuk
memenuhi tagihan-tagihan dari pihak luar (Scott, 1981:4-5). Sifat
resiprositas dan prinsip ”dahulukan selamat” masih melekat pada
masyarakat ini. Sudah menjadi suatu konsensus yang tak
terucapkan mengenai resiprositas pada petani untuk menolong
kerabat, teman dan tetangga dari kesulitan dan akan mengharapkan
perlakuan yang sama apabila mereka dalam kesulitan. Norma-
norma inilah yang telah melekat dalam moral ekonomi petani
(Scott, 1981:19). Akan tetapi ketika petani mengalami pungutan-
pungutan terhadap hasil produksi mereka, maka muncul moral
ekonomi untuk melakukan suatu tindakan yang benar agar
subsistensi mereka tidak terancam. Para petani, menurut James
Scott mulai mencari pekerjaan-pekerjaan sampingan. Seperti
berjualan kecil-kecilan, menjadi tukang kecil, buruh lepas atau
malah berimigrasi.
Kesan dari pandangan Scott ini seakan memandang bahwa
petani adalah kaum yang lemah dan hanya mampu melakukan
resistensi (tindakan dari anggota masyarakat kelas bawah dengan
maksud untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya) kecil-
kecilan dan sekedar subsisten atau hanya mampu menghidupi
ekonominya di hari itu saja. Ini sama halnya seperti yang terjadi
pada buruh tani perempuan, dimana kebanyakan dari mereka justru
tidak memiliki lahan pertanian sendiri.
Walaupun budaya patriarki yang menjunjung tinggi dan
lebih mengutamakan laki-laki masih terdapat di pedesaan, namun
anggapan bahwa perempuan hanya sebagai “konco wingking”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
perlahan-lahan mulai tergeser. Sekarang ini banyak perempuan
desa yang bekerja di luar rumah tanpa mengesampingkan
kewajibannya dirumah, bahkan suami dan anak pun mengijinkan.
Hal ini mereka lakukan utamanya dikarenakan terdesak
perekonomian, sehingga mau tidak mau, para perempuan rumah
tangga tersebut harus ikut serta mencari tambahan pemasukan bagi
keluarga, salah satunya dengan menjadi buruh tani.
Selain faktor ekonomi serta sosial-budaya, konstruksi
tersebut juga dibentuk berdasar faktor pendidikan. Pendidikan yang
ditempuh para buruh tani perempuan tersebut rata-rata hanya
sampai jenjang sekolah dasar, bahkan ada pula yang tidak
mengenyam pendidikan ataupun putus sekolah. Pendidikan rendah
tersebut yang menyebabkan pula mereka memiliki SDM yang
rendah, biasanya mereka hanya mau mengerjakan pekerjaan yang
hanya tinggal dilaksanakan saja, bukan pekerjaan yang harus
melalui pemikiran terlebih dahulu. Selain itu, rendahnya SDM juga
memberi pengaruh pada pemberian stigma/ pelabelan negatif pada
buruh tani perempuan. Pelabelan bahwa buruh tani perempuan
terkadang kurang memiliki tata krama muncul dari penilaian
masyarakat. Namun pelabelan tersebut lebih ditujukan pada
individunya saja dan tidak semua buruh tani perempuan seperti itu.
Pendidikan rendah tersebut juga terkadang juga sama dengan
suaminya. Namun, mereka tidak ingin keadaan tersebut terjadi
pada anak-anaknya dan mereka berusaha agar pendidikan anak-
anaknya bisa lebih tinggi untuk kehidupan anak-anaknya agar lebih
baik.
Pandangan dan pengetahuan atas buruh tani perempuan
dari lapisan masyarakat berpendidikan tinggi, menengah serta
rendah adalah suatu bentuk realitas sosial yang diperoleh dari
penemuan-penemuan sosial. Oleh karena itu konstruksi sosial akan
melalui proses eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Eksternalisasi adalah apabila manusia dibandingkan
dengan makhluk biologis merupakan makhluk yang secara biologis
mempunyai kekurangan karena dilahirkan dengan struktur naluri
yang tidak lengkap, yaitu tidak terarah dan kurang terspesialisasi.
Eksternalisasi merupakan bagian penting dalam kehidupan individu
dan menjadi bagian dari dunia sosio-kulturalnya. Dengan kata lain,
eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar, dalam suatu
pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial
masyarakatnya. Maksud dari proses ini adalah ketika sebuah
produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam
masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka
produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan
seseorang untuk melihat dunia luar (Bungin, 2008: 16). Fenomena
buruh tani perempuan mendapat sorotan dari masyarakat dari
berbagai strata pendidikan masyarakat. Budaya muncul sebagai
parameter dalam menyoroti/ memberikan penilaian terhadap buruh
tani perempuan tersebut.
Obyektivasi berarti bahwa kebudayaan yang diciptakan
manusia kemudian menghadapi penciptanya sebagai usaha fakta
diluar dirinya. Dunia yang diciptakan manusia tersebut menjadi
suatu realitas obyektif (Berger, 1991: 4-5). Obyektivasi produk
sosial terjadi dalam dunia intersubyektif masyarakat yang
dilembagakan. Dengan demikian, individu melakukan obyektivasi
terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Hal
ini dapat berlangsung tanpa melalui tatap muka. Obyektivasi
tersebut bisa pula terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk
sosial yang berkembang di masyarakat melalui penyebaran opini
sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui
diskursus opini masyarakat tentang produk sosial. Budaya patriarki
merupakan suatu produk sosial yang digunakan dalam menyoroti/
memandang buruh tani perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Internalisasi, pada saat terjadi internalisasi, dunia yang
telah diobyektifasikan itu diserap kembali ke dalam struktur
kesadaran subyektif individu. Individu mempelajari makna yang
telah diobyektifasikan, mengidentifikasi dirinya dengan makna
tersebut hingga masuk ke dalam dirinya. Dengan kata lain,
internalisasi merupakan suatu proses penerimaan suatu definisi
situasi yang disampaikan orang lain tentang dunia institusional.
Diterimanya definisi-definisi tersebut, individu bahkan hanya
mampu memahami definisi orang lain. Akan tetapi lebih dari itu,
turut mengkonstruksi definisi secara bersama. Dalam proses
mengkonstruksi inilah individu berperan aktif sebagai pembentuk,
pemelihara sekaligus perubah masyarakat (Berger, 1991: 4-5). Pada
intinya, buruh tani perempuan adalah tenaga kerja perempuan
dalam bidang pertanian yang bekerja pada orang lain yang
memiliki sawah, dan pekerjaan yang ditanganinya merupakan
pekerjaan-pekerjaan yang tidak jauh dari kerja-kerja (naluri)
perempuan, seperti pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan,
ketelitian serta ketrampilan. Perempuan bekerja sebagai buruh tani,
bukan merupakan suatu tugas utama dalam mencari nafkah, karena
tugas utama mereka adalah sebagai ibu rumah tangga yang
bertanggung jawab atas segala pekerjaan di rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil
wawancara dengan informan, observasi di lapangan, study dokumentasi, serta
analisis data yang telah dilakukan. Kemudian penulis juga akan memaparkan
beberapa implikasi dan saran yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu Bagaimana Konstruksi Sosial yang Terbentuk atas Buruh
Tani Perempuan
6.1 Kesimpulan
Buruh tani perempuan merupakan salah satu komposisi
ketenagakerjaan di wilayah pedesaan. Buruh tani perempuan
sebagai bagian dari wajah kehidupan ini tampil sebagai sosok yang
penuh beban dan tanggung jawab. Namun keberadaanya justru
sering dipandang sebelah mata di masyarakat. Buruh tani
perempuan merupakan sebuah realitas yang hidup di tengah-tengah
masyarakat dan ini akan terus menerus ada di dalam kehidupan
sosial masyarakat pedesaan. Pekerjaan sebagai buruh tani
dipandang sebagai pekerjaan kelas bawah, dan masyarakat menilai
apabila perempuan bekerja menjadi buruh tani, pasti dikarenakan
ada beberapa faktor penyebab.
6.1.1 Konstruksi Sosial Atas Buruh Tani Perempuan
Melalui pendekatan konstruksi sosial atas realitas sosial,
Berger menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan
interaksinya, dimana individu menciptakan terus menerus suatu
realitas yang mereka miliki dan mereka alami. Buruh tani
perempuan merupakan suatu relitas yang ada di dalam masyarakat
dan akan terus menerus ada di dalam kehidupan sosial, khususnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
di masyarakat pedesaan. Berger dan Luckmann (1990)
mengemukakan bahwa konstruksi sosial merupakan pembentukan
pengetahuan yang diperoleh dari penemuan sosial. Masyarakat
umum mempunyai pandangan tersendiri dalam menilai/
mengkonstruksikan buruh tani perempuan dan buruh tani
perempuan sendiri juga mempunyai pandangan tersendiri dalam
melihat diri mereka. Pengetahuan yang terbentuk pada masyarakat
umum dalam melihat buruh tani perempuan ialah sebagai bagian
dari tenaga kerja di pedesaan dalam bidang pertanian, keberadaan
mereka seringkali tidak diperhitungkan oleh masyarakat luas,
karena menjadi buruh tani merupakan pekerjaan orang-orang kelas
bawah, apalagi untuk perempuan yang selama ini banyak
terpojokkan pada konsep marginalisasi, domestikasi serta
pengiburumahtanggaan.
Perempuan bekerja sebagai buruh tani, bukan merupakan
suatu tugas utama dalam mencari nafkah, karena tugas utama
mereka adalah sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab
atas segala urusan rumah tangga. Dengan kata lain, dapat
disimpulkan bahwa buruh tani perempuan dikonstruksikan sebagai
pencari nafkah kedua dalam keluarga, buruh tani perempuan
bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi subsisten dan buruh
tani perempuan merupakan salah satu bagian dari perempuan
pedesaan yang mengalami suatu kondisi marginalisasi, domestikasi
dan pengiburumahtanggaan. Perempuan pedesaan termarginalkan
pada pekerjaan upahan yang berupah rendah seperti pekerjaan
buruh tani, terdomestikasi melalui jenis pekerjaan yang tidak jauh
berbeda dengan pekerjaan domestik dirumah, serta mengalami
kondisi pengiburumahtanggaan melalui pemahaman bahwa kodrat
serta pekerjaan utama mereka ialah sebagai ibu rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
6.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Konstruksi Sosial
Faktor utama yang menyebabkan para perempuan tersebut
bekerja sebagai buruh tani lebih dikarenakan terdesak kebutuhan
ekonomi, sehingga mau tidak mau mereka harus membantu
mencari tambahan pemasukan bagi keluarga. Hal inilah yang
memberikan penilaian bahwa buruh tani perempuan merupakan
perempuan-perempuan tangguh yang mampu bekerja keras tanpa
kenal lelah.
Pada masyarakat yang masih menganut budaya patriarkal,
mencari nafkah merupakan tugas utama seorang laki-laki (suami)
dan tugas seorang perempuan (istri) adalah mengurus rumah
tangga. Meskipun masih menganut budaya patriarkal, namun
anggapan bahwa perempuan hanya sebagai “konco wingking”
perlahan-lahan mulai tergeser dan sekarang ini perempuan pun
mulai menunjukkan perannya di luar rumah tangga, yaitu sebagai
tenaga kerja ataupun kegiatan lain di luar rumah, misalnya kegiatan
di lingkungan tempat tinggal mereka. Faktor sosial budaya inilah
yang menjadi faktor kedua dalam pembentukan konstruksi sosial
atas buruh tani perempuan.
Faktor ketiga pembentuk konstruksi yaitu faktor
pendidikan. Perempuan-perempuan tersebut hanya mampu bekerja
sebagai buruh tani dikarenakan sumber daya manusianya yang
rendah disebabkan pendidikan rendah. Rata-rata mereka hanya
mengenyam pendidikan hingga tamat sekolah dasar (SD), putus
sekolah bahkan ada pula yang tidak sekolah. Rendahnya sumber
daya manusia inilah yang terkadang juga memunculkan stigma
negatif bagi mereka, yaitu kurang tata krama.
Bagi buruh tani perempuan sendiri, mereka
merepresentasikan dirinya sebagai ibu rumah tangga yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
pekerjaan sehari-hari tidak jauh-jauh dari kegiatan rumah tangga,
bukan sebagai buruh tani. Selama ini yang tertanam di benak
mereka, mencari nafkah utama adalah tugas suami, sedangkan
apabila mereka bekerja, hanya sebagai pencari tambahan
penghasilan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
dengan kata lain sebagai kegiatan ekonomi subsisten seperti makan
dan uang saku anak sekolah.
6.2 Saran
Pada proses akhir selesainya penelitian ini, maka dapat
ditarik saran agar dapat digunakan sebagai masukan dalam
pembuatan suatu kebijakan dan dapat pula digunakan untuk
kepentingan penelitian lebih lanjut. Maka rekomendasi yang dapat
disampaikan ialah sebagai berikut :
1. Saran bagi Pemerintah
a. Berkaitan dengan faktor ekonomi yang menjadi faktor
utama dalam pembentuk konstruksi, menandakan bahwa
kehidupan para buruh tani perempuan bisa dikatakan belum
sejahtera. Hal ini dapat dilihat dari besarnya upah yang
diterima sebagai parameter. Selama ini, pemerintah daerah
memberikan acuan dalam pemberian UMR, namun acuan
tersebut lebih banyak diterapkan dalam pengupahan buruh,
khususnya buruh pabrik yang intensitas dan jam kerjanya
cenderung lebih stabil bila dibanding buruh tani. Maka dari
itu, pemerintah perlu membuat kebijakan lain yang
menyangkut buruh tani. Pertama, dengan cara memberi
patokan harga gabah di pasaran agar tetap stabil dan relatif
tinggi, sehingga petani mampu memberi upah yang layak
bagi buruh tani, khususnya bagi buruh tani perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Kedua ialah dengan memberikan patokan harga-harga
sarana produksi pertanian, seperti pupuk, benih, dll.
b. Pemerintah perlu membuat kebijakan dalam usaha
memberikan pelatihan-pelatihan ataupun penyuluhan dalam
hal bercocok tanam, sehingga kemampuan para buruh tani
bisa lebih ditingkatkan sehingga produksi pertanian pun
mampu untuk ditingkatkan.
2. Saran bagi Masyarakat
a. Tokoh masyarakat dan masyarakat perlu membangkitkan
semangat para buruh tani, baik buruh tani laki-laki maupun
perempuan serta memberikan apresiasi yang cukup baik
pada mereka.
b. Keberadaan buruh tani memegang peranan penting dan
berjasa dalam sistem ketahanan pangan, sehingga buruh tani
sendiri tidak perlu merasa malu ataupun minder dengan
status sosial mereka
3. Saran Penelitian Lebih Lanjut
a. Penelitian ini hanya terfokus pada konstruksi sosial atas
buruh tani perempuan serta faktor-faktor yang mendasari
pembentukan konstruksi sosial tersebut. Hal yang belum
diungkapkan pada penelitian ini ialah mengenai bagaimana
keberlanjutan keberadaan buruh tani perempuan di
pedesaan. Keberlanjutan keberadaan buruh tani perempuan
di pedesaan sangat menarik untuk diteliti, dikarenakan
keberadaan buruh tani perempuan sangat penting bagi
keberlangsungan sektor pertanian, namun pekerjaan sebagai
buruh tani dianggap sebagai pekerjaan kelas bawah karena
tidak mampu memberikan kesejahteraan, dan yang menjadi
permasalahan, bagaimana nantinya keberlangsungan sektor
pertanian jika tidak ada perempuan yang bekerja sebagai
buruh tani? Karena umumnya sekarang ini, banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
perempuan-perempuan desa yang memilih keluar dari desa
untuk mencari pekerjaan di kota bahkan ke luar negeri.
Bagi peneliti yang tertarik pada tema penelitian mengenai
studi pedesaan, perlu pula membuat penelitian lebih lanjut
tentang keberlanjutan keberadaan buruh tani perempuan di
pedesaan, yaitu penelitian mengenai kelangkaan buruh tani
perempuan atau penelitian mengenai bagaimana cara
mengatasi kelangkaan buruh tani perempuan nantinya.