kontraktur pada luka bakar, patofisiologi, prevensi, dan terapi kuratifnya

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat luka bakar. B. Tujuan Untuk lebih memahami tentang definisi, patofisiologi, prevensi, dan terapi kuratif kontraktur pada luka bakar. C. Manfaat Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sehingga dapat membantu dalam mempelajari prinsip-prinsip dalam penanganan kontraktur pada luka bakar.

Upload: ikhsan-aditya

Post on 18-Feb-2015

1.411 views

Category:

Documents


99 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan

atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan

keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut

abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun

proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah

akibat luka bakar.

B. Tujuan

Untuk lebih memahami tentang definisi, patofisiologi, prevensi, dan terapi

kuratif kontraktur pada luka bakar.

C. Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca

sehingga dapat membantu dalam mempelajari prinsip-prinsip dalam

penanganan kontraktur pada luka bakar.

Page 2: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kontraktur

Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga

terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah

kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang

menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan

karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan

maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat

luka bakar (Perdanakusuma, 2009).

Berdasarkan

B. Klasifikasi

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011)

1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup

gerak maupun fungsi.

2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan

fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,

tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.

3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal

pada daerah yang terkena..

4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

C. Penyebab

Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:

posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis

tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global

maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat

meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi

terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et al, 2006).

Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut

(Adu, 2011):

Page 3: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan ankilosis persendian

Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan kontraktur miogenik atau neurogenik

Diagnosis banding kontraktur dari struktur anatomi:Kontraktur kutan, subkutan, atau fasialKontraktur tendonKontraktur ligamentKontraktur otot

Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk memutuskan metode terapi

Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada sebelum dan sesudah

terapi

3

1. Trauma suhu

2. Trauma zat kimia

3. Trauma elektrik

4. Post-trauma (Volkmann’s)

5. Infeksi ulkus buruli

6. Idiopatik (Dupuytren’s)

7. Kongenital (camptodactyly)

D. Penegakan Diagnosis Kontraktur

Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan

sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Diagnosis Banding Kontraktur Akibat Luka Bakar

(Ogawa & Pribaz, 2010)

E. Patofisiologi

Page 4: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

4

Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui

namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit

tersebut. Paradigm yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”.

Komponen selular seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi

merupakan benih sedangkan komponen nonseluler seperti matriks

ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine milieu adalah

tanah. (Wong & Gurtner, 2010).

Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai

macam etiologi yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan

oleh aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan

karakteristik seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh

jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka

menyusut. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling

berhubungan untuk mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis,

kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang

menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan

camptodactyly (Adu, 2011).

Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area

anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari

luka terbuka. Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur

mengganggu secara fungsional dan estetik (Pandya, 2001)

F. Prevensi Kontraktur

Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur

banyak disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi

pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk

menurunkan insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam

kebakaran, dan edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di

sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan

beratnya luka bakar melalui edukasi terhadap pertolongan pertama.

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas

terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).

Page 5: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

5

Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama

adalah area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal

lingkup gerak sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas

tahun terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal

ini semakin dikembangkan (Schwarz, 2007). Secara umum terdapat berbagai

cara pencegahan kontraktur, yaitu (Procter, 2010):

1. Posisi yang mencegah kontraktur

Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari

pertama sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan

terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun

yang tidak. Posisi ini penting karena dapat mempengaruhi panjang

jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut

jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman, posisi ini

biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa

dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang

menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi

kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal

memiliki esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi,

selain itu pula untuk meringankan nyeri.

Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal

penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang

mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas

fungsional lain), dukungan keluarga sangat penting.

Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko

kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya

kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut:

a. Leher depan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu

ditarik ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang

mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di

belakang kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.

Page 6: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

6

Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan

Gambar 2.3. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

b. Leher belakang

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan

pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan

menggunakan bantal di belakang kepala.

Page 7: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

7

Gambar 2.4. Kontraktur pada Leher Belakang

Gambar 2.5. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi

dan juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang

mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900

ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.

Page 8: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

8

Gambar 2.6. Kontraktur pada Aksila

Gambar 2.7. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

d. Siku depan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku

sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi

siku.

Page 9: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

9

Gambar 2.8. Kontraktur pada Siku

Gambar 2.9. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

e. Punggung tangan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi

metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu

jari, dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40

derajat, fleksi MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu

jari.

Page 10: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

10

Gambar 2.10. Kontraktur pada Punggung Tangan

Gambar 2.11. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada

Punggung Tangan

f. Telapak tangan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi

jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang

mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan,

fleksi minimal MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Page 11: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

11

Gambar 2.12. Kontraktur pada Telapak Tangan

Gambar 2.13. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada

Telapak Tangan

g. Groin

Page 12: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

12

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi

pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur

adalah berbaring tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan

berbaring posisi menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring

dengan posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar 2.14. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur

Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

h. Belakang lutut

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut

sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi

tungkai pada saat berbaring dan duduk.

Page 13: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

13

Gambar 2.16. Kontraktur pada Belakang Lutut

Gambar 2.17. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki

Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang

berbeda-beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat

mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki diposisikan 90 derajat

terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal untuk

mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi

kakinya datar di lantai (tanpa edem).

Page 14: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

14

Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki

Gambar 2.19. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

j. Wajah

Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk

ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut dengan

sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna, dan lain

sebagainya.posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah secara

teratur merubah ekspresi wajah dan peregangan seperlunya. Tabung

empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur

mulut.

Page 15: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

15

Gambar 2.20. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

2. Bidai

Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur

dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi

komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang

mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri

hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area luka bakar yang dengan

menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup.

Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga

memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak

hanya berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering

menimbulkan selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda,

dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi jaringan parutkarena

membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satu-

satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat

mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan

remodeling jaringan.

Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal

adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk,

dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.

Page 16: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

16

Gambar 2.21. Contoh Pembidaian

3. Peregangan dan mobilisasi awal

Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan

beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari

tim medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh

terutama untuk anak-anak yang memerluka perhatian yang lebih dari

orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke

hari.

4. Melakukan aktivitas sehari-hari

Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan

untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan,

mandi sangat penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.

5. Pijat dan pemberian moisturiser

Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan

luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang

dapat dilakukan adalah:

a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung

dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut

dapat menjadi sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal

ini dapat menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan

moisturizer atau minyak tanpa parfum pada bagian teratas parut dapat

melembutkan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan untuk

mengurangi gatal.

Page 17: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

17

b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat

dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi

kelebihan cairan pada tempat tersebut.

c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan

dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit

memutar dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.

d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin

dan sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang

sebelumnya hipersensitif

e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa

tidak enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan

belajar bagaimana menerima keadaannya.

6. Terapi tekanan

Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan

parut akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih

belum terbukti. Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat

mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan mendorong

reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel yang bertentangan

dengan pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang diduga

adalah, pemberian tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan

parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya hipervaskuler

pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya influks kolagen dan

penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi

tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian

tekanan.

7. Silicon

Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme dalam

mencegah dan penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas namun

kemungkinan silicon mempengaruhi fase penyembuhan remodeling

kolagen.

Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus

membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di

Page 18: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

18

air yang hangat. Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien

harus didorong untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas

dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali ke

pekerjaan mereka (Pandya, 2001).

Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang

dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:

1. Antagonis TGF-β

2. Interferon α, β, γ

3. Bleomycin

4. 5-fluorouracil

5. kortikosteroid

Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap

penyembuhan dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi

tunggal dalam melawan parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena

rumitnya interaksi antara sel luka dengan lingkungannya (Wong & Gurtner,

2010).

G. Penatalaksanaan Kontraktur

Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama

kontraktur derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk

derajat I dan II tidak memerlukan tindakan operasi. (Adu, 2011). Untuk

menentukan terapi dari parut kontraktur maka klasifikasi tempat terjadinya

kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka sebelum atau dalam

operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk mengevaluasi metode

penatalaksanaan (Ogawa & Pribaz, 2010).

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan

dan pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak

baskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu

tahun atau lebih. Luka harus menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum

dilakukan operasi (Goel & Shrivastava, 2010).

1. Pembebasan kontraktur

Page 19: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

19

Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan

mencegah kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon,

dan lain-lain. Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal

yaitu daerah yang paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan

garis persendian. Insisi diperdalam sampai jaringan yang tidak ada

parutnya.

2. Penutupan kulit

Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap.

Umumnya area dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan

ditutup dengan menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap

digunakan pada situasi yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas

dengan menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full

Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan

seluruh bagian dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada setelah

proses graft selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses

graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft

(STSG).

Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan

membuka persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat

digunakan adalah Z plasty. Z plasty adalah tindakan operasi yang

bertujuan memperpanjang garis luka sehingga dapat mencegah kontraktur

terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan dengan cara transposisi

flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang. Teknik lain yang

dapat digunakan adalah V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft (SSG)

dan lain sebagainya.

3. Perawatan postoperatif

Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3

minggu atau sampai garis tepi flap sembuh. Perawatan postoperatif

menggunakan bidai statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik

diperlukan untuk menjaga ruang lingkup gerak persendian.

Page 20: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

20

BAB III

KESIMPULAN

1. Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau

jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan

keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut

abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun

proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah

akibat luka bakar.

2. Rehabilitasi luka bakar harus dilakukan dengan baik dan benar

untuk mencegah terjadinya kontraktur.

3. Penatalaksanaan perlu dilakukan dengan berbagai disiplin ilmu

dan dukungan keluarga

Page 21: Kontraktur Pada Luka Bakar, Patofisiologi, Prevensi, Dan Terapi Kuratifnya

21

DAFTAR PUSTAKA

Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.

Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian Journal of Plastic Surgery 43(3):63-71.

Ogawa R & Pribaz JJ. (2010). Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork.

Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.

Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya.

Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113.

Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006). Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care Research 27(4):508-514.

Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity. Journal of Burn Care Research 28:212-219.

Wong VW & Gurtner GC. (2010). Strategies for skin regeneration in burn patients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork.