kontribusi pajak daerah dan retribusi...
TRANSCRIPT
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
KABUPATEN DAN KOTA DI INDONESIA PERIODE TAHUN
2006-2010
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
NINA ROSLINA
NIM 1110015000054
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVESRITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Nina Roslina
Tempat & Tgl. Lahir : Tangerang, 6 Juni 1992
Tinggal di : Kota Tangerang Selatan
Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Bintan Blok E 24 no. 25
Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan
Telepon : 0821 1050 8006 / 0838 9424 6060
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)
Email : [email protected]
Motto Hidup : “Do the best for the best future”
II. IDENTITAS FORMAL
1. SD : SD Tirta Buaran
2. SMP : SMP Negeri 2 Pamulang
3. SMA : MA Al-Hamidiyah Depok
4. S1 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. IDENTITAS NON FORMAL
1. ISPAH (Ikantan Santri Pesantren Al-Hamidiyah
2. IKAH (Ikatan Alumni AL-Hamidiyah
3. IPNU/IPPNU Depok
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Bapak : H. Juandana
2. Ibu : Rositawati, AMK.
Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Bintan Blok E 24 no. 25
Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang, Kota
vi
Tangerang Selatan
3. Telepon : 0857 1515 9002/ 0812 8308 3065
4. Anak ke dari : 3 dari 3 bersaudara
iv
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAHTERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPAEN DAN KOTA DI
INDONESIA PERIODE TAHUN 2006 – 2010
Oleh:NINA ROSLINA1110015000054
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kontribusi Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota diIndonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder daritahun 2006-2010 yang diperoleh dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu), denganjumlah 539 Kabupaten dan Kota. Metode analisis yang digunakan adalah dengananalisis regresi linier berganda dengan pengujian asumsi klasik.
Berdasarkan hasil uji korelasi maka diketahui bahwa Pajak Daerah (X1)dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkanhubungan yang lemah positif. Sedangkan hasil korelasi antara Retribusi Daerah(X2) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = -0,26 nilai ini menunjukkanhubungan yang kuat positif.
Berdasarkan hasil Uji Regresi, maka diketahui bahwa Pajak Daerah danRetribusi Daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PendapatanAsli Daerah (PAD). Nilai koefisien determinasi (r2) untuk Y sebesar 0.237, hal iniberarti 23,7% variabel PAD dapat dijelaskan oleh kedua variabel independenPajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan sisanya 76,3% (100%-23,7%)dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Berdasarkan hasil uji F menunjukkan sebesar 39,626 dengan nilaisignifikansi sebesar 0,000 atau (0,000 < 0,05), ini berarti bahwa penerimaan pajakdan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasipenerimaan PAD. Sedangkan berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwapenerimaan pajak daerah merupakan variabel yang paling berkontribusi secarasignifikan terhadap pendapatan asli daerah karena dari t sign penerimaan pajakdaerah sebesar 8,980 lebih besar dari t sign penerimaan retribusi daerah 1,316.
Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pajak Daerah dan RetribusiDaerah.
v
CONTRIBUTION OG REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTIONTO REGIONAL INCOME (PAD) IN DISTRICTS AND CITIES IN
INDONESIA PERIOD 2006 – 2010
Oleh:NINA ROSLINA1110015000054
ABSTRACTThe purpose of this study is know contribution of Regional Tax and
Regional Retribution to Regional Income (PAD) in Districts and Cities inIndonesia. Double Linier Regression with classic assumption test is applied toanalysis method, it applies secondary data from year 2006-2010 obtained fromKementrian Keuangan (Kemenkeu), with tnumber of 539 districts and cities.
Based on correlation outcome, the conclusion has already know thatRegional Tax to Regional income (PAD) the correlation value is r = 0.487, itmeans that correlation weak positive. Meanwhile, based on correlation outcomeRegional Retribution to Regional income (PAD) the correlation value is r = -0,26,it means that correlation strong positive.
Based on the regression outcome, the conclusion has already known thatRegional Tax and Regional Retribution have positive and significant influences toRegional Income (PAD) in Districts and Cities in Indonesia. The determinationcoefficients value for Y is 0.237, it means 23,7% of Regional Income (PAD)variable can be explained by two independen variabel: Regional Tax andRegional Retribution. Meanwhile, the rest of 76,3% can be explained by anotherfactors.
Based on F test that 39,626 with the signifikans number 0,000 or (0,000 <0,05), it means that Regional Tax and Retribution Tax together influence toRegional income (PAD). Meanwhile, based on t test that Regional Tax onsignifican scale to Regional income (PAD) because from t sign Regional Tax is9,980 more than t sign Regional Retribution 1,316.
Keyword: Regional Income (PAD), Regional Tax and Regional Retribution.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaan nirrahiim
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah swt. yang telah mengkaruniakan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat-syarat
guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa syukur atas rahmat dan
karunia Allah swt. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta tak lupa
pula peneliti menghanturkan terimkasih kepada:
1. Dra. Nurlena, MA., Ph.D. selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS.
3. Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS.
4. Anissa Windarti, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang begitu telaten dan
sabar dalam membimbing saya, memberikan pengarahan dan masukan dalam
penulisan skripsi ini, serta sudah meluangkan banyak waktunya untuk
memberikan ilmu, bimbingan, nasihat, serta saran dari awal hingga akhir
penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
mencurahkan dan mengamalkan ilmunya, serta seluruh Karyawan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
6. Petugas Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Nasional,
Perpustakaan UI, Perpustakaan IPB, dan seluruh Staf Pajak Bidang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, terima kasih atas seluruh bantuannya.
7. Kakak saya Rendi Faizal dan Imam Satria dan seluruh keluarga besar saya
yang senantiasa mendukung dan mendo’akan saya.
vii
8. Kepada Orang Tua saya tercinta, yang senantiasa selalu mendo’akan setiap
langkah yang saya tempuh, dan mamah yang selalu menjadi inspirasi nyata
saya yang ada di hidup saya. Terima kasih atas do’a yang tiada henti-hentinya
dipanjatkan.
9. Teman terdekat saya Didi Pramana, dan teman-teman seperjuangan saya
Denara Nurul, Ega Pratiwi, Retno Oktakarina yang selalu memberikan saya
dorongan dan semangat tiada henti.
10. Teman-teman Bebong, L.O.V, Assalam, ATK dan khususnya teman-teman
saya di konsentrasi Geografi.
11. Mungkin saya tidak dapat menuliskan semua nama teman-teman disini, tapi
saya selalu menulis nama kalian di lubuk hati saya. Serta untuk semua teman
yang telah dengan bersemangat mendukung saya, terima kasih atas semangat
dan kebersamaannya.
Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini
mendapat balasan kebaikan dari Allah swt.. Peneliti menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kerendahan hati
peneliti memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun
bagi perbaikan peneliti dan bermanfaat bagi semua.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Jakarta, September 2014
Nina Roslina
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan Skripsi................................................................ i
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...................................................... ii
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah........................................ iii
Abstrak................................................................................................ iv
Abstract............................................................................................... v
Kata Pengantar.................................................................................... vi
Daftar Isi.............................................................................................. viii
Daftar Tabel........................................................................................ xii
Daftar Grafik....................................................................................... xiii
Daftar Bagan....................................................................................... xiv
Daftar Gambar.................................................................................... xv
Daftar Lampiran.................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.............................................................. 5
C. Pembatasan Masalah............................................................. 5
D. Perumusan Masalah.............................................................. 5
E. Tujuan Penelitian.................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian................................................................. 6
1. Pemerintah..................................................................... 6
2. Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
....................................................................................... 6
3. Penulis............................................................................. 6
4. Pembaca.......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori..................................................................... 7
1. Desentralisasi (Otonomi Daerah).................................... 7
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)....... 8
ix
3. Sumber Pendanaan Pemerintah Daerah.......................... 9
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)...................................... 10
5. Pengertian Pajak Secara Umum...................................... 13
6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah..................... 17
7. Pajak Daerah................................................................... 20
8. Jenis-Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota...................... 22
9. Retribusi Daerah............................................................. 25
B. Penelitian Relevan................................................................ 27
C. Kerangka Berpikir................................................................. 29
D. Hipotesis Penelitian.............................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................... 31
B. Metode Penelitian................................................................. 31
C. Populasi dan Sampel............................................................. 32
D. Teknik Pengumpulan Data................................................... 33
E. Instrumen Penelitian............................................................. 34
F. Teknik Analisis Data............................................................. 34
1. Uji Asumsi Klasik.......................................................... 34
a. Uji Multikolinieritas........................................... 34
b. Uji Heteroskedastisitas....................................... 36
c. Uji Autokolrelasi................................................ 38
2. Uji Regresi Linear Berganda.......................................... 39
3. Uji Hipotesis Penelitian.................................................. 40
a. Uji Koefisien Determinasi.......................................... 40
b. Uji Statistik F (Uji Simultan)..................................... 41
c. Uji t-statistik................................................................ 42
G. Operasional Variabel Penelitian........................................... 43
1. Variabel Independen...................................................... 43
2. Variabel Dependen......................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian...................................... 45
x
1. Tempat dan Waktu Penelitian......................................... 45
2. Profil Negara Republik Indonesia................................... 45
B. Visi dan Misi Negara Republik Indonesia............................ 46
1. Visi.................................................................................. 46
2. Misi................................................................................. 47
C. Hasil Analisis dan Pembahasan............................................ 50
1. Uji Asumsi Klasik........................................................... 50
a. Hasil Uji Multikolinearitas......................................... 50
b. Hasil Uji Autokorelasi................................................. 52
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas...................................... 51
2. Hasil Uji Regresi Linear Berganda................................. 53
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian......................................... 58
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi................................. 58
b. Hasil Uji F................................................................... 59
c. Hasil Uji t.................................................................... 59
4. Pendapatan Asli Daerah di Indonesia............................. 61
D. Hasil Operasional Variabel Penelitian.................................. 63
1. Realisasi dan Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah..................................................................... 63
2. Realisasi dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah.................................................. 65
E. Pembahasan Hasil Penelitian................................................ 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................... 72
B. Implikasi............................................................................... 73
C. Saran..................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 75
LEMBAR UJI REFERENSI............................................................ 78
LAMPIRAN....................................................................................... 81
xii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Perbandingan penelitian ini dengan penelitian lain yang
relevan..................................................................................... 27
3.1 Susunan waktu Penelitian....................................................... 31
3.2 Hasil Pertimbangan sampel Kabupaten dan Kota di Indonesia 32
3.3 Deteksi Daerah Durbin Watson.............................................. 39
4.1 Hasil Uji Multikolinearitas..................................................... 50
4.2 Hasil Uji Autokorelasi............................................................ 52
4.3 Statistik Deskriptif.................................................................. 53
4.4 Tabel Korelasi......................................................................... 54
4.5 Tabel Variabel yang Dimasukkan........................................... 55
4.6 Tabel Summary Model........................................................... 55
4.7 Tabel Anova............................................................................ 55
4.8 Tabel Koefisien....................................................................... 57
4.9 Tabel Koefisien Determinasi.................................................. 58
4.10 Hasil Uji F............................................................................... 59
4.11 Hasil Uji T............................................................................... 59
4.12 Persentase Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2006-2010
(dalam rupiah)......................................................................... 62
xiii
DAFTAR GRAFIK
No. Keterangan Halaman
4.1 Pertumbuhan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun
2006-2010 (Persen %)............................................................. 63
xiv
DAFTAR BAGAN
No. Keterangan Halaman
2.1 Struktur Perpajakan di Indonesia............................................ 20
2.2 Kerangka Berpikir................................................................... 39
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas.................................................. 51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Lembar Uji Referensi.............................................................. 78
2. Data Pajak Daerah Tahun 2006.............................................. 81
3. Data Pajak Daerah Tahun 2007.............................................. 83
4. Data Pajak Daerah Tahun 2008.............................................. 85
5. Data Pajak Daerah Tahun 2009.............................................. 87
6. Data Pajak Daerah Tahun 2010.............................................. 89
7. Data Retribusi Daerah Tahun 2006......................................... 91
8. Data Retribusi Daerah Tahun 2007......................................... 93
9. Data Retribusi Daerah Tahun 2008......................................... 95
10. Data Retribusi Daerah Tahun 2009......................................... 97
11. Data Retribusi Daerah Tahun 2010......................................... 99
12. Hasil Pengolahan Data SPSS.................................................. 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
terdapat daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahannya, daerah berhak mengenakan
pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah
satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, diatur dengan
undang-undang. Dengan demikian, pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah harus didasarkan pada undang-undang. Dalam hal ini, pajak daerah
dan retribusi daerah diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34
Tahun 2000 terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009.
Desentralisasi atau otonomi daerah membuat daerah memiliki
kewenangan yang lebih besar dalam mengatur urusan rumah tangganya. Hal
ini menuntut Pemerintah Daerah untuk lebih bijak dalam hal pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu Pemerintah Daerah juga dituntut
untuk dapat mengalokasikan hasil penerimaan pajak daerah dan restribusi
daerah untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan merata
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu
mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang
berisi ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan
2
arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi
daerah, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penetapan
prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah. Meskipun beberapa
jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan oleh Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah Kabupaten atau
Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya
dengan menetapkan jenis pajak daerah dan retribusi daerah selain yang telah
ditetapkan dalam undang-undang tersebut di atas dan disesuaikan dengan
aspirasi yang bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut maka di awal
tahun 2001 masih banyak Kabupaten dan Kota yang masih belum mengerti
dan memahami konsep dari otonomi daerah sehingga pelaksanaan
desentralisasi daerah masih belum mengalami peningkatan yang signifikan,
kemudian di tahun 2002 penyelenggaraan desentralisasi daerah mulai
mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Adapun penerimaan pajak daerah dapat diperoleh dari pajak
kabupaten/kota diantaranya, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet.
Selain pajak daerah, retribusi daerah juga merupakan salah satu
komponen penting dalam PAD. Retribusi daerah juga digolongkan menjadi
Jenis Retribusi Jasa Umum yang terdiri dari, Retribusi Pelayanan Kesahatan,
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Retribusi Penggantian Cetak
Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan
Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan
Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor,
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Peta, Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus,
Retribusi Pengolahan Limbah cair, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang,
Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara
Telekomuikasi, Jenis retribusi Jasa Usaha terdiri atas, Retribusi Pemakaian
3
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan, Retribusi
Tempat Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir,
Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggarahan/Villa, Retribusi Rumah Potong
Hewan, Retribusi Pelayanan Kepelabuhan, Retribusi Penjulan Produksi
Usaha Daerah. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain, Retribusi Izin
Mendirikan bangunan, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman
Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin Trayek, Retribusi Izin
Usaha Perikanan.
Secara agregat, rata-rata pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah
daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota hanya 2,1% dari PDRB non
migas. Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio pajak tertinggi yaitu sebesar
9,4%. Hal ini tentunya didukung oleh posisi DKI Jakarta sebagai pusat
pemerintahan dan perekonomian, sehingga perkembangan ekonominya jauh
lebih maju dan kemungkinan menggali pajak jauh lebih besar karena basis
pajak yang ada di DKI Jakarta cukup banyak. Sementara itu, provinsi yang
memiliki rasio pajak paling rendah adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar
0,4%.1
Mengingat bahwa kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk
memungut pajak daerah bersifat terbatas (closed list) dan sumber penerimaan
pajak daerah yang berlaku saat ini cenderung bias ke daerah yang tingkat
urbanisasinya tinggi (urban-biased), seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Kendaraan Bermotor, hal ini menyebabkan untuk daerah yang unsur
kekotaannya tidak terlalu tinggi, potensi penerimaan pajaknya menjadi kecil.
Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) selanjutnya disebut
APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selanjutnya disebut DPRD pada
dasarnya menunjukkan sumber-sumber Pendapatan Daerah, berapa besar
alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber
pendapatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit.
1 Kementrian keuangan Republik Indonesia, Deskripsi dan Analisis (Jakarta: Direktorat JendralPerimbangan Keuanga, 2013), h. xiii.
4
Sumber Pendapatan Daerah tentunya masih bersandar pada pemerintah pusat
serta bisa juga berasal dari lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup kewenangan
pemerintah, mulai dari sistem perencanaan, pembiayaan maupun
pelaksanaannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
mengisyaratkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dalam
desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengelola
dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan penyerahan sejumlah wewenang
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan
wewenang ini tentunya disertai dengan penyerahan pengalihan pembiayaan
dimana komponennya adalah penerimaan yang salah satunya berasal dari
pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai
salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah itu sendiri sehingga dapat
memperlancar pembangunan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang
menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan
PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah
daerah tersebut terhadap pemerintah pusat dan sebaliknya. Hal ini
dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari
dalam daerah itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pajak daerah dan
retribusi daerah merupakan komponen penting dalam penerimaan PAD. Oleh
sebab itu penulis mencoba meneliti hal tersebut, untuk mengetahui seberapa
5
besar kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan bahwa
seberapa besar Pajak daerah dan Retribusi daerah tersebut akan memberikan
kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah
Kabupaten dan Kota di Indonesia?
C. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan dan menyederhanakan masalah penelitian ini agar
tidak terlalu melebar dan menyimpang dari tema, maka penulis membatasi
dan menitikberatkan pada tahun periode 2006-2010.
D. Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
yang disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Indonesia?
2. Seberapa besar kontribusi retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Indonesia?
3. Apakah penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berkontribusi
secara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas maka tujuan dan kegunaan
penelitian ini adalah agar pembaca dan penulis dapat:
1. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia.
2. Mengetahui seberapa beasar kontribusi retribusi daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia.
6
3. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah
secara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten dan Kota di Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Pemerintah
Dapat diketahui upaya-upaya dan kebijakan yang seharusnya
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam pemungutan pajak untuk
menambah jumlah pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten dan Kota
di Indonesia. Dengan bertambahnya penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah secara tidak langsung akan menambah penerimaan
Pandapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dapat digunakan untuk
menunjang peningkatan perekonomian daerah guna tercapainya
kesejahteraan masyarakat.
2. Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
baik mahasiswa UIN sendiri maupun mahasiswa dari kampus lainnya
yang ingin mengulas masalah pajak dan retribusi daerah dengan objek
penelitian yang sama. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pajak di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini digunakan sebagai syarat untuk mencapai gelar
sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk memperluas dan
memperdalam pengetahuan penulis.
4. Para Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
ilmu pengetahuan dan wawasan yang membaca hasil penelitian ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Pada tahun 2007, pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka
mendukung kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang difokuskan
pada penyelesaian seluruh peraturan pelaksanaan UU no. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tetang Pertimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
yang terkait dengan pengaturan urusan pemerintah, pengaturan organisasi
perangkat daerah pengaturan kerja sama antar daerah, serta penyusunan
instrumen dan tatacara pembentukkan, penghapusan, dan penggabungan
daerah.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998.
Kebijakan ini merubah penyelenggaraan pemerintah dari yang sebeumnya
bersifat pusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fikal moneter, dan
kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah.
Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan
keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan penyediaan pelayanan
publik diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada.
Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di
dalam maupun di luar negeri.
8
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan
suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya,
jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya
penerimaan pajak-pajak daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memiliki fungsi otoritas,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otoritas
mengandung arti bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan,
sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai
standar dalam penelitian penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 menyatakan
bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun
berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Selanjutnya, Pemerintah Daerah
bersama-sama dengan DPRD akan menyusun Arah dan Kebijakan Umum
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk
dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan
Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sasaran yang dimuat dalam APBD harus sesuai dengan fungsi belanja,
standar pelayanan yang diharapkan, dan perkiraan biaya kegiatan yang
bersangkutan. APBD harus memuat bagian pendapatan yang digunakan untuk
membiayai biaya administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan
belanja modal/investasi. Apabila sasaran tersebut dimuat. APBD tersebut
akan dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat daerah.
Instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh Pemerintah Daerah di
Indonesia dalam rangka melakukan pelayanan publik, diharapkan dapat
9
mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat
serta terus melakukan pembangunan di berbagai sektor tertuang dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD yang
direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-
sumber Pendapatan Daerah, berapa besar alokasi belanja untuk
melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta
pembiayaan yang muncul jika terjadi surplus atau defisit. Sumber Pendapatan
Daerah tentunya masih bersandar pada penerimaan pajak dan retribusi daerah
ditambah dengan dana transfer dari pemerintah pusat serta bisa juga berasal
dari lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.1
3. Sumber Pendanaan Pemerintah Daerah
Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara Pasal 6 ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya berdasarkan ayat (2) kekuasaan
pengelolaan keuangan negara tersebut dari presiden diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan kepemilikian kekayaan negara yang
dipisahkan. Berdasarkan UU N0. 32 Tahun 2004 kepada daerah diberikan hak
untuk mendapatkan beberapa sumber keuangan. Pertama, kepastian
tersedianya dana dari pemerintah sesuai dengan urusan yang diserahkan.
Kedua, kewenangan memungut dan mendayakan pajak dan retribusi daerah
serta hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional
perimbangan lainnya. Ketiga hal untuk mengelola kekayaan daerah dan
pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Sumber
penerimaan daerah, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sumber-sumber
1 Kementrian keuangan Republik Indonesia, Deskripsi dan Analisis (Jakarta: Direktorat JendralPerimbangan Keuanga, 2013), h. 1.
10
penerimanaan daerah meliputi (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Dana
Perimbangan; (3) Pinjaman Daerah; dan (4) Lain-lain PAD sah.2
Berdasarkan ketentuan Pasal 151 UU No. 32 Tahun 2004 menetapkan
bahwa sumber penerimaan daerah meliputi: (1) PAD yang terdiri dari hasil
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.3
Sedangkan Pasal 5 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 penerimaan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Sumber penerimaan yang berasal dari pendapatan daerah dan
pembiayaan. Sumber penerimaan yang berasal dari pendapatan daerah,
berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 (a) PAD; (b) Dana Perimbangan; (c)
lain-lain pendapatan. Tambahan Pendapatan Daerah bersumber dari
pembiayaan daerah meliputi: (a) sisa lebih anggaran daerah; (b) penerimaan
pinjaman daerah; (c) dana cadangan daerah; dan hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan.4
Penerimaan daerah tersebut harus dikelola secara cermat, tepat, dan
hati-hati. Pemda hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi
penerimaan telah terkumpul dan dicatat kedalam sistem akuntansi pemerintah
daerah. Dalam hal ini daerah perlu memiliki sistem pengendalian yang
memadai untuk menjamin ditaatnya prosedur dan kebijakan manajemen yang
telah ditetapkan. Pemda perlu meneliti adakah penerimaan yang tidak disetor
ke dalam kas pemerintahan daerah dan disalahgunakan oleh petugas di
lapangan. Perlu juga diteliti masyarakat yang tidak membayar pajak dan
pemberian sanksi atas tindakan penggelapan pajak.5
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber dan
pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 5
2 Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan),(Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1) hlm. 41.
3 Ibid, hlm. 41.4 Ibid, hlm. 41.5 Ibid, hlm. 41.
11
Tahun 1947. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan
pelaksanaan otonomi daerah, pendapatan asli daerah harus betul-betul
dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga
pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiyai dari subsidi atau dari sumbangan
pihak ketiga atau pinjaman daerah.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2008 tentang
Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber
pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Ujang Bahar yaitu:
”PAD dapat didefinisikan sebagai penerimaan yang diperoleh darisumber-sumber atau potensi dalam wilayahnya yang dipungutberdasarkan Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. PAD dapat pula berasal daripotensi daerah guna membiayai program atau kegiatan daerahnyayang bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemda untukmendanai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan daridesentralisasi. PAD merupakan pendapatan daerah yangbersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaankekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan aslidaerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaankepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaanotonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.”6
Dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah daerah,
Propinsi, Kabupaten dan Kota memiliki kewenangan penuh potensi daerah
yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, termasuk didalamnya
membuat peraturan-peraturan daerah yang bertujuan mengoptimalkan
pendapatan bagi daerah. Namun demikian, peraturan-peraturan tersebut tetap
mengacu pada kapasitas lokal dan penciptaan iklim yang kondusif terhadap
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Hal ini mungkin saja terjadi, karena pemerintah daerah belum memiliki
pemahaman dan pengalaman yang cukup matang dalam mengelola
6 ibid, hlm. 41-42.
12
Pendapatan Asli Daerah, dimana sebelumnya tergantung dari Dana Subsidi
Otonomi daerah (DSO) yang ditransfer pusat yang tidak memiliki kreativitas
untuk menutupi kesenjangan fiskal yang dialami, selain itu daerah dibatasi
ruang geraknya dalam mengelola aset-aset daerah.
Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi
ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian
daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menghasilkan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas
pembangunan daerah. Peningkatan PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak
eksekutif, namun legislatif pun berkepentingan sebab besar kecilnya PAD
akan memengaruhi struktur gaji anggota dewan.
Meskipun pelaksanaan otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak 1
Januari 2001, namun hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang
mengalami peningkatan kemandirian keuangan daerah secara signifikan.
Memang berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Keuangan, secara
umum penerimaan PAD pada era otonomi daerah mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dibandingkan dengan era sebelumnya.
Total PAD tingkat kabupaten dan kota penerimaan PAD pada tahun
1999 tercatat sebesar Rp 2.245,77 miliar, tahun 2000 sebesar Rp 2.491,94
miliar, tahun 2001 sebesar Rp 3.844,88 miliar, tahun 2002 naik menjadi Rp
7.228,73 miliar, tahun 2003 sebesar Rp 8.602.621.392, tahun 2004 menjadi
Rp 9.463.688.507 (Sumber: Departemen Keuangan dan BPS).
Sementara itu untuk kabupaten dan kota pada tahun 1999, PAD
memiliki kontribusi terhadap total penerimaan sebesar 2,32% dan pada tahun
2002-2004 secara berturut-turut meningkat menjadi 7,46% dan 8,10%.
Berdasarkan data dari Departemen Keuangan dan BPS diperoleh fakta bahwa
bagian terbesar pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan
yang mencapai 75-94% total pendapatan daerah. Sementara itu PAD secara
13
rata-rata nasional hanya memberikan kontribusi antara 6-15% pendapatan
daerah.
Beradasarkan kenyataan tersebut, penting bagi pemerintah daerah untuk
menaruh perhatian yang lebih besar terhadap manajemen Pendapatan Asli
Daerah. Manajemen PAD tidak berarti ekspoitasi PAD, tetapi bagaimana
pemerintah daerah mampu mengoptimalkan penerimaan PAD sesuai dengan
potensi yang dimiliki. Bahkan lebih dari itu bagaimana pemerintah daerah
mampu meningkatkan potensi PAD di masa datang.7
5. Pengertian Pajak Secara Umum
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Pajak adalah hak untuk
mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara.8 Menurut
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh wajib pajak pribadi atau badan yang sifatnya
memaksa berdasarkan Undang-Undang dan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah gejala
masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah
kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu.
Masyarakat terdiri atas individu, individu mempunyai hidup sendiri dan
kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan
kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin hidup tanpa adanya
masyarakat.9
Definisi pajak, sekedar untuk perbandingan, berikut ini disajikan
definisi dari beberapa sarjana, yang dimuat secara kronologis.10
a. Definisi Prancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul
Traite de la Science des Finances, 1906, berbunyi:
7 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 198 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), hlm. 812.9 Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 7.10 Ibid, hlm. 8-10.
14
”L’impot et la contribution, soit directe soit dissimulee, que La Puissance
Publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du
Gouvernment”.
(“pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untukmenutup belanja pemerintah”.)
b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919), berbunyi
“Steuern sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine
Ggenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem
offentlichertlichen Gemeinwesen tur Erzeilung von Einkunften allen
auferlegt werden, bei denen der Tatbestand zutrifft an den das Gesetz die
Leistungsplicth knupft”.
(“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik
(dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang
bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi
suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah
menimbulkan utang pajak”.)
c. Definisi Prof. Edwin R. A. Seligman dalam Essays in Taxation, 1925
berbunyi:
“Tax is compulsery contribution from the person, to the governmen to
defray the expenes incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred”. Banyak terdengar keberatan atas
kalimat “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak
tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan
kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara
DerOranzan.
d. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economics of Public Finance, 1984,
mengganti “without reference”, menjadi “withlittle reference”.
e. Definisi Mr. Dr. N. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen
van 1949, berbunyi:
15
“Belastingen zijn aan de Overheid (Volgens algemene, door haar
vastegestelde normen) verschuldigde afdwingbaresprestties, waar geen
tegenprestatie tegenover staat en uitsluitend diemen tot dekking van
publieke uitgaven”.
(“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran umum”) Feldmann (seperti juga
halnya dengan Seligman) berpendapat, bahwa terhadap pembayaran
pajak, tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam mengemukakan kritik-
kritiknya terhadap definisi dari sarjana-sarjana lain seperti Taylor,
Adriani, dan lain-lain ternyata, bahwa Feldmann tidak berhasil pula
dengan definisinya untuk memberikan gambaran tentang pengertian
pajak.
f. Definisi Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya De Economics
Betekenis der Belastigen 1951, berbunyi:
“Belastingen zijn aan de overheid (volgens normen) verschuligde,
afdwinghare pretties, zonder dat hiertegenover, in het individuele geval,
aanwijsbare tegen-prestaties staan; zij strekken tot dekking van publieke
uitgaven”.
(“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-
norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual:
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.)
Dalam bukunya ini Smeets mengakui, bahwa definisinya hanya
menonjolkan fungsi budgeter saja; baru kemudian ia menambahkan
fungsi mengatur pada definisinya.
g. Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya 1964:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
16
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum”.
Dengan mencantumkan istilah iuran wajib, ia mengharapkan
terpenuhinya ciri, bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan
kerjasama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu pula dihindari
penggunaan istilah “paksaan”. Lebih-lebih (demikian pula menurut
beberapa sarjana lainnya) bilamana suatu kewajiban harus dilaksanakan,
maka undang-undang menunjukkan cara pelaksanaannya yang lain. Hal
ini tidak mengenai pajak saja (dan cara ini biasanya adalah untuk
memaksa). Selanjutnya (menurut pendapatnya) berkelebihanlah kiranya,
kalau khusus mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan
itu, seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan
kewajibannya. Ia sudah menganggapnya cukup dengan menyatakan
bahwa pajak adalah “iuran wajib” (jadi, tidak perlu diberi tambahan:
“yang dapat dipaksakan”). Adapun mengenai “kontraprestasi”, Dr.
Soeparman berpendirian, bahwa justru untuk menyelenggarakan
kontraprestasi itulah perlu dipungut pajak: bukankah pengeluaran-
pengeluaran pemerintah bagi penyelenggaraan bidang keamanan,
kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan hal-hal lainnya yang
merupakan pemberian kontraprestasi bagi pembayar pajak selaku
anggota masyarakat?
h. Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., dalam bukunya Dasar-Dasar
Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdaasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”, dengan penjelasan sebagai
berikut: “dapat dipaksakan” artinya: bila utang pajak tidak dibayar, utang
itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti Surat Paksa
dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat
ditunjukkan jasa-timbal-balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.
17
Definisinya yang kemudian dipertahankan (sebagai koreksi dari bagian
pertama definisinya semula) dapat disimpulakn dari uraian dalam
bukunya Pajak dan Pembangunan, 1974. Definisi tersebut kurang lebih
dapat berbunyi sebagai berikut:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment”.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang
terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dalam undang-undang, dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.”
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Dan selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas
negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur dan melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
sosial (fungsi mengatur / regulatif).
6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.
18
Dalam hukum pajak diatur mengenai:11
a. siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan Wajib Pajak;
b. objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak;
c. kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah;
d. timbul dan hapusnya utang pajak;
e. cara penagihan pajak;
f. cara mengajukan keberatan dan banding.
Hukum pajak sering juga disebut hukum fiskal. Istilah pajak sering
disamakan dengan istilah fiskal, yang berasal dari bahasa lain fiscal yang
berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah fiskal yang dimaksud
sekarang adalah kas negara. Sedangkan fiskus disamakan dengan pihak yang
mengurus penerimaan negara atau disebut juga administrasi pajak.12
Setiap jenis pajak dan retribusi daerah yang diberlakukan di Indonesia
harus berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran
pengenaan dan pemungutannya. Hal ini juga berlaku untuk pajak daerah.
Dewasa ini yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah di Indonesia
adalah sebagaimana dibawah ini.13
a. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada
tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 1997.
b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal
diundangkannya, yaitu 20 Desember 2000.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah, yang
diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 4
Juli 1997.
11 Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 16.12 Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 16.13 Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta: Rajawali Pers: 2010),
hlm. 39.
19
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah,
yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, yaitu 4 Juli 1997.
e. Peraturan Pemeintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang
diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
yaitu 13 September 2001.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Reribusi Daerah,
yang diundangkan di Jakarta mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
yaitu 13 September 2001.
g. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan
Menteri Keuangan, peraturan daerah provinsi, dan peraturan daerah
kabupaten/kota di bidang retribusi daerah.
Pajak di Indonesia didasarkan pada Ketentuan Hukum atau Undang-
Undang yang berlaku, yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23 A
Undang-Undang Nomor Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 (Peribahan
ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983) tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI) dan Presiden Republik Indonesia.
Disamping Undang-Undang tersebut, lebih khusus setelah
diterapkannya otonomi daerah maka Pajak Daerah mempunya legitimasi
tersendiri, yakni Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997) tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dan `diperkuat oleh peraturan dari masing-masing daerah otonom.
Hingga kini semua pengenaan dan pemungutan pajak telah memiliki
dasar hukum yang kuat yaitu dengan Undang-Undang. Berikut struktur
perpajakan di Indonesia pada Bagan 2.1 berikut:14
14 Liberty Pandiangan, Undang-Undang Perpajakan Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm.10.
20
Bagan 2.1
Struktur Perpajakan di Indonesia
Sumber: Undang-Undang Perpajakan Indonesia
7. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan.15
15 Ibid.
1) Direktorat Jenderal Pajaka. Pajak Penghasilanb. Pajak Pertambahan Nilaic. Pajak Penjualan atas Barang Mewahd. Pajak Bumi dan Bangunane. Bea Materaif. Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan
PajakPusat/Negara
2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukaia. Bea Masukb. CukaiPAJAK
1) Propinsia. Pajak Kendaraan Bermotorb. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotorc. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Daerah2) Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel dan Restoranb. Pajak Hiburanc. Pajak Reklamed. Pajak Penerangan Jalane. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Golongan Cf. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan
21
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah
merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan
daerah (Perda), di mana wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan di daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yang
diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, maka pajak daerah
di Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan
pajak kabupaten/kota. Pajak daerah dikelompokkan sebagaimana di bawah
ini:
a. Pajak Provinsi, yang terdiri dari:
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor dan Kendaraan di Atas Air
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
b. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari:
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7) Pajak Parkir.16
Menurut Ujang Bahar Pajak, Daerah adalah:
16 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 2.
22
“Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orangpribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yangseimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan tingkatanpemerintah yang berwenang memungut pajak, pajak daerah dibagiatas pajak provinsi, pajak kabupaten/kota.”17
Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap
Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi pajak daerah terhadap total
penerimaan daerah juga terus mengalami peningkatan. Sebagai contoh,
berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, proporsi pajak daerah seluruh
Kabupaten/kota dibandingkan total penerimaan daerah pada tahun 2003
adalah sebesar 2,52%, tahun 2004 meningkat menjadi 2,85%. Namun
demikian, jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak negara baik
pajak pusat maupun pajak daerah, proporsi penerimaan pajak daerah
kabupaten dan kota seluruh Indonesia hanyalah berkisar antara 3-7% dari
total penerimaan pajak nasional.18
8. Jenis-Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, mulai tahun 2010 berlaku
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 terdapat beberapa perubahan mendasar dalam
pemberlakuan pajak daerah di Indonesia, khususnya terkait dengan jenis
pajak daerah. Perbedaan Jenis Pajak daerah yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah sebagai dibawah ini19:
a Terminologi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air serta
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebagai
jenis pajak provinsi diubah menjadi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor. Perubahan ini sebenarnya hanya
menyangkut terminologi saja karena sebenarnya walaupun kata
“Kendaraan di Atas Air” dihilangkan, tetapi yang menjadi objek dari
17 Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan),(Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1) hlm. 42.
18 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 2119 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 12.
23
kedua jenis pajak ini adalah kendaraan bermotor, termasuk kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air.
b Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan dan Pajak Air Tanah. Pajak Air Permukaan ditetapkan
menjadi pajak provinsi sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi
pajak kabupaten/kota.
c Menambah satu jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Rokok.
d Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang merupakan jenis
pajak kabupaten/kota diubah namanya menjadi Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan.
e Menambah satu jenis pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Sarang Burung
Walet.
f Dua jenis pajak yang semula merupakan pajak pusat ditetapkan menjadi
pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
g Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah yang telah
ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009.
h Jenis pajak daerah yang telah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 dapat jtidak dipungut oleh suatu daerah
apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan
kebijakan daerah yang bersangkutan, yang ditetapkan dengan peraturan
daerah.
i Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak
terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, jenis pajak daerah yang dapat dipungut merupakan
gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah
kabupaten/kota.
24
Pajak kabupaten/kota yang dapat dipungut oleh daerah Provinsi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagaimana
dibawah ini20:
a Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyediaan jasa penginapan/peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup
juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan,
rumah penginapan, dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar
lebih dari sepuluh.
b Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,
kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk juga boga/katering.
c Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
d Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.
e Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral bukan
logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana
dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan
batubara.
20 Ibid, h. 15-16.
25
g Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak
suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
h Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air
tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan
dibawah permukaan tanah.
i Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas pengambilan dan atau
pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa yang
termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia
maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
j Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah
dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak
atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud salam undang-undang di bidang pertanahan dan
bangunan.
9. Retribusi Daerah
Pada prinsipnya pungutan dengan nama retribusi sama dengan pajak
yaitu empat unsur-unsur dalam pengertian pajak sama dengan retribusi,
sedangkan imbalan (kontraprestasi) dalam retribusi langsung dapat dirasakan
oleh pembayar retribusi. Unsur yang melekat pada pengertian retribusi
adalah:21
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang
b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan
c. Pemungutannya dilakukan oleh Negara
d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum
21 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 7.
26
e. Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayaran
retribusi.
Menurut Ujang Bahar, Retribusi Daerah adalah:
“Sementara itu pajak retribusi daerah adalah pungutan bagipembayaran atau izin tertentu yang khusus disediakan dan/ ataudiberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi ataubadan. Prinsip pengenaan retribusi daerah adalah pembayaranyang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan yang disediakanoleh pemerintah daerah.”22
Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa
jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah kepada setiap orang atau badan. Misalnya retribusi atas
penyediaan tempat penginapan, retribusi penyediaan tempat pencucian mobil,
pembiayaan aliran listrik, pembayaran abonemen air minum. Retribusi tempat
penitipan anak, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat,
retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Izin Gangguan.
Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut
sifat paksaannya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Artinya,
apabila seseorang atau badan tidak mau membayar retribusi maka manfaat
ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun, apabila manfaat ekonominya
telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis
pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.23
Retribusi pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang
PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah penerimaan
retribusi daerah ini lebih tinggi daripada pajak daerah. Retribusi daerah
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah
merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak
daerah tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima wajib pajak atas
pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan
pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas
pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah. Jadi dalam hal
22 Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan),(Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1), hlm. 42.
23 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, loc. cit.
27
ini terdapat imbalan (kontraprestasi) langsung yang dapat dinikmati pembayar
retribusi.
Berbeda dengan pajak daerah yang bersifat tertutup, untuk retribusi ini
pemerintah daerah masih diberi peluang untuk menambah jenisnya namun
harus pula memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur undang-
undang.
Karena retribusi ini terkait dengan pelayanan tertentu, maka prinsip
manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan pelayanan
tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan, pemerintah daerah juga perlu
melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya pajak daerah, seperti
perluasan basis retribusi, pengendalian atas kebocoran penerimaan retribusi,
dan perbaikan administrasi pemungutan retribusi.24
B. Penelitian Relevan
TABEL 2.1
Perbandingan Penelitian ini dengan Penelitian lain yang Relevan
Judul Tujuan Penelitian ObjekPenelitian
MetodePenelitian
Hasil Penelitian
“AnalisisPengaruhPenerimaanPajak Daerah danRetribusi DaerahterhadapPeningkatanPendapatan AsliDaerah (StudiEmpiris padaPropinsiBengkulu)” DinaAnggraini25
MengerahuiPengaruhPenerimaan PajakDaerah danRetribusi DaerahterhadapPeningkatanPendapatan AsliDaerah (PAD)
35Kabupatendan KotadiBengkuluselama 5tahun2004-2008
KuantitatifDeskriptif
Terdapat pengaruhantara pajak daerahdan retribusi daerahterhadap pendapatanasli daerah. Hal inimenunjukkan bahwapajak daerah danretribusi daerahmemberikansumbangan yangcukup besar dalampeningkatanpendapatan aslidaerah.
“KontribusiPajak Daerah danRetribusi Daerahterhadap
Mengetahuiseberapa besarkontribusi pajakdaerah dan retribusi
Seluruhkabupatendan kotadi jawa
Kuantitatifdeskriptif
Kontribusi pajakdaerah dan retribusidaerah terhadappendapatan asli
24 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 25.25 Dina Anggraini, Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2010).
28
Pendapatan AsliDaerah pada 16Kabupaten danKota di ProvinsiJawa Barat” SitiMustika26
daerah terhadappendapatan aslidaerah padakabupaten dan kotadi provinsi jawabarat dan melihatkabupaten atau kotamanakah yangpaling dominandalam memberikankontribusi
barattahunperiode2007-2009
daerah padakabupaten dan kota diprovinsi Jawa Baratyang terbesar adalahKabupaten Depoksebesar 95,62% padatahun 2009
“AnalisisKontribusi PajakPenghasilan(PPh) dan PajakPertambahanNilai (PPN)terhadap totalpenerimaanPajak (studi padakantor pelayananpajak pratamajakarta tanahabang satu)”Devi Oktafianti27
Mengetahuiseberapa besarkontribusi yangdiberikan pajakPenghasilan danpajak pertambahannilai terhadap totalpenerimaan pajak
KantorPelayananPajakPratamaJakartatahunperiodde2006-2009
KuantitatifDeskriptif
Kontribusi yangdiberikan pajakpenghasilan dan pajakpertambahan nilaiterhadap totalpenerimaan pajakterus meningkat daritahun ke tahun,sehingga terdapatpengaruh positifantara PPh dan PPNdengan totalpenerimaan pajak
“KontribusiPajak Daerah danRetribusi DaerahterhadapPendapatan AsliDaerahKabupaten danKota diIndonesia Tahun2006-2010” NinaRoslina
Mengetahuiseberapa besarkontribusi Pajakdaerah terhadapPAD, seberapa besarkontribusi RetribusiDaerah terhadapPAD, dan seberapabesar kontribusiPajak Daerah danRetribusi Daerahsecara bersama-sama terhadap PAD
Kabupatendan KotadiIndonesiadengan 50sampel,padatahunperiode2006-2010
KuantitatifDeskriptif
Pajak daerahmempunyaikontribusi yang lemahpositif terhadap PADsedangkan retribusiDaerah mempunyaikontribusi yang kuatpositif terhadap PAD,dan keduanyabersama-samaberkontribusiterhadap PAD
26 Siti Mustika, Kontribusi Pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan Asli Daerah(PAD) di Jawa Barat, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2011).
27 Devi Oktafianti, Analisis Kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai(PPN) terhadap Total Penerimaan Pajak, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2011).
29
C. Kerangka Berpikir
Sejalan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang dibuat, yaitu
menganalisis Kontribusi Variabel Independen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Variabel Dependen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota
di Indonesia.
Penyelenggaraan otonomi daerah dengan diubahnya sistem sentralisasi
(memusat) menjadi desentralisasi (menyebar) maka sebagai pemerintah daerah
harus dapat menggali potensi daerahnya masing-masing dengan mandiri tanpa
harus bergantung dengan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut bukan berari
pemerintah pusat lepas tangan, akan tetapi tetap memberikan bantuan jika suatu
daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Maka dalam pelaksanaan program
tersebut masing-masing daerah mampu memberikan kontribusi kepada
Pendapatan Asli Daerah, maka timbul lah pertanyaan bahwa seberapa besar pajak
daerah dan retribusi daerah memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli
daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing?
Berdasarkan laporan realisasi APBD, Pendapatan asli daerah termasuk
kedalam jenis ppendapatan daerah, yang kemudian terdiri dari beberapa
komponen PAD yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Perusahaan
Daerah, dan Pendapatan lain-lain PAD yang sah. Namun, dalam penelitian ini
saya hanya menggunakan komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
variabel independen. Dari data yang saya dapatkan untuk mengetahui seberapa
besar kontribusi yang pajak daerah dan retribusi daerah berikan maka perlu
dilakukan uji regresi linier berganda, karena variabel yang digunakan lebih dari
satu.
Bagan 2.2Kerangka Berpikir
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Daerah
Rumusan Masalah:
Seberapa Besar kontribusi Pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PendapatanAsli Daerah (PAD)?
Pendapatan Daerah
30
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan dan kerangka konseptual yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. H0 : tidak terdapat kontribusi yang signifikan Pajak Daerah (X1) terhadap
Pendapatan Asli Daerah (Y).
Ha : terdapat kontribusi yang signifikan Pajak Daerah (X1) terhadap
Pendapatan Asli Daerah (Y).
2. H0 : tidak terdapat kontribusi yang signifikan Retribusi Daerah (X2) terhadap
Pendapatan Asli Daerah (Y).
Ha : terdapat kontribusi yang signifikan Retribusi Daerah (X2) terhadap
Pendapatan Asli Daerah (Y).
3. H0 : Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) tidak berkontribusi
terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)
Ha : Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) berkontribusi terhadap
Pendpatan Asli Daerah (Y).
Sisa AnggaranTahun Lalu
Lain-lainPendapatan Daerah
yang Sah
PinjamanDaerah
Pendapatan AsliDaerah (PAD)
Bagian DanaPerimbangan
Komponen PAD
Lain-lain PAD yang sahLaba Perusahaan DaerahRetribusi DaerahPajak Daerah
UjiHipotesis
Uji FUji t
Uji R2
Pendapatan AsliDaerah (PAD)
UjiRegresi
Berganda
UjiAsumsiKlasik
UjiModelRegresi
Laporan RealisasiAngaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) Analisis Kontribusi
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam melakukan studi penelitian yang berhubungan dengan
Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam kaitannya dengan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah
disusun oleh lembaga/badan/dinas tersebut. Adapun rencana penelitian saya
seperti tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Susunan Waktu Penelitian
KeteranganWaktu Penelitian
Tahun 2014Februari Maret April Mei Juni Juli
Penyusunan BAB IPenyusunan BAB IIPenyusunan BAB III
Pencarian Data Sekunderdan Pengolahan dataPenyusunan BAB IV
Pengambilan Kesimpulandan Penyusunan BAB VPenulisan Abstrak dan
Penutupan
B. Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel terikat dan
variabel bebas. Variabel terikatnya adalah kontribusi Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dan variabel bebasnya adalah kontribusi Pajak Daerah (X1)
dan Retribusi Daerah (X2).
Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode kuantitatif.
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah
cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
32
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.1
C. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kuantitatif, populasi diartikan sebagai wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.2 Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi
APBD Penerimaan Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia yang
memenuhi kriteria Tahun Anggaran selama 5 tahun yaitu, Periode 2006-
2010. Sampel adalah sebagian dari populasi itu, sedangkan metode
penentuan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling atau
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.3
Adapun pertimbangan pengambilan sampel yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Sampel diambil hanya Kabupaten dan Kota yang mengunggah data
realisasi APBD dari tahun 2006-2010
2. Data yang diunduh di website resmi pajak www.djpk.kemenkeu.go.id
Setelah melalui pertimbangan di atas maka sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil Pertimbangan sampel Kabupaten dan Kota di Indonesia
Sampel
1. Jumlah Kabupaten dan Kota di
Indonesia
539
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 112 Ibid, h. 2973 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 126
33
2. Jumlah Kabupaten dan Kota yang
tidak mengunggah data realisasi
APBD
a. 2006
b. 2007
c. 2008
d. 2009
e. 2010
324 Kabupaten atau Kota
386 Kabupaten atau Kota
404 Kabupaten dan Kota
429 Kabupaten dan Kota
490 Kabupaten dan Kota
Sumber: Realisasi APBD 2006-2010 (diolah)
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
berupa data kuantitatif yang meliputi data APBD yakni data pajak daerah,
retribusi daerah dan pendapatan asli daerah. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui dinas atau instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik
berupa Laporan Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten dan
Kota tahun 2006-2010. Dari masing-masing data yang diperoleh dari BPS
Jakarta dan melalui situs Internet Departemen Keuangan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan alamat
www.djpk.depkeu.go.id
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber data sekunder. Dalam penelitian ini saya
menggunakan data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data
APBD yakni data Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Data dalam
penelitian ini diperoleh melalui dinas atau instansi yang terkait yaitu Badan
Pusat Statistik berupa Laporan Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah.
Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan pengumpulan data-data
34
sekunder yang memenuhi kriteria Tahun Anggaran yang diperoleh dari BPS
dan melalui situs internet Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan alamat
www.djpk.depkeu.go.id dan www.pajak.go.id.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kuantitatif ini saya menggunakan
beberapa data sekunder lainnya berupa data anggaran APBD, dan realisasi
APBD, hingga data pendukung lain yang digunakan untuk melakukan
analisis time-series.
F. Teknik Analisi Data
1. Uji Asumsi Klasik
a Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah kondisi dimana terdapatnya
hubungan linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing
variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas
biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan
saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah
multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linear sederhana yang
hanya melibatkan satu variabel independen.
Atau dalam menentukan ada tidaknya multikolinieritas dapat
digunakan cara lain yaitu dengan:
1) Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang
dibenarkan secara statistik (α) = = 1 −2) Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi
penyimpangan baku kuadrat =
Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat
dicari dengan menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut:
1) Besar nilai tolerance (α):
α = 1/ VIF
2) Besar nilai variance inflation factor (VIF)
35
VIF = 1/ α
Variabel bebas mengalami multikolinearitas jika: α hitung ˂
α dan VIF hitung > VIF.
Variabel bebas tidak mengalami multikolinieritas jika : α
hitung > α dan VIF hitung ˂ VIF.
Cara mengatasi multikolinieritas:
1) Menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas yang
mempunyai koefisien korelasi tinggi atau menyebabkan
multikolinieritas.
2) Jika tidak dihilangkan (nomor 1) hanya digunakan untuk
membantu memprediksi dan tidak untuk diinterpretasikan.
3) Mengurangi hubungan linier antar variabel bebas dengan
menggunakan logaritma natural (ln).
4) Menggunakan metode lain misalnya metode regresi Bayesian,
dan metode regresi ridge.4
Kasus multikolinearitas adalah kejadian adanya korelasi antar
variabel bebas. Artinya ada korelasi antara X1, X2, ..., Xn.
Konsekuensi dari adanya kasus multikolinearitas adalah:
1) Standar deviasi dari penaksir cenderung besar, akibatnya
adalah interval kepercayaan bagi parameter anakn menjadi
besar pula dengan demikian ketepatan estimasi parameter
menjadi berkurang.
2) Penaksiran koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap
perubahan data (sangat volatif) yang berakibat pada kurang
pastinya hasil estimasi dan tidak baik apabila dipergunakan
untuk peramalan ke depan.
3) Tidak memungkinkan untuk mengisolasi pengaruh suatu
variabel bebas secara individual.5
4 Ibid, hlm. 98.5 Bambang Suharjo, Statistika Terapan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) hlm. 118-119.
36
Selanjutnya untuk melaksanakan uji asumsi klasik, pada data
tersebut menggunakan aplikasi SPSS, setelah kita melakukan
pemasukan data dan melakukan analyze, regression dan Linear
maka akan dapat diperoleh tabel multikolinearitas.6
Jika mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam
model regresi adalah sebagai berikut:
1) Nilai R2 dihasilkan oleh suatu entitas model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
independen.
2) Multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF). Regresi bebas dari masalah
multikolonieritas jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0.10.
b Uji Heteroskedastisitas
Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai
sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang satu
dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians
yang sama disebut terjadi homoskedastisitas dan jika variansinya
tidak sama/ berbeda disebut terjadi Heteroskedastisitas.7
Analisis uji asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS
melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang
merupakan variabel bebas (sumbu X = Y hasil prediksi) dan nilai
residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y = Y
prediksi – Y riil).
Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil
pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar di bawah
maupun di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak
mempunyai pola yang teratur.
6 Ibid, hlm. 120.7 Ibid, hlm. 100.
37
Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya
mempunyai pola teratur baik menyempit, melebar maupun
gelombang-gelombang.8 Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model
regresi yang baik adalah tidak terjadi keterokedastisitas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
adalah dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel
terikan (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID,
dengan dasar analisis:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidk terjadi
heteroskedastisitas.
Metode formal dalam uji heteroskedastisitas juga dapat
dilakukan dengan Uji Korelasi Spearman’s. Adapun langkah-
langkah yang harus ditempuh lewat metode ini adalah sebagai
berikut:
1) Regresikan variabel regressan dengan variabel regressor
2) Ambil nilai mutlak disturbance term error dan lakukan
ranking terhadap nilai disturbance term error dan ranking nilai
variabel regressan atau variabel regressor untuk menghitung
koefisien korelasi Spearman (ρ). Nilai d dari koefisien korelasi
Spearman dihitung berdasar selisih t\ranking regressan atau
variabel regressor. Rumus koefisien korelasi Spearman’s:= 1 − 6∑( − 1)8 Ibid, 101.
38
Keterangan:
n : banyaknya fenomena yang di ranking
c Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah suatu korelasi antara nilai variabel
dengan nilai variabel yang sama pada lag satu atau lebih
sebelumnya. Misalnya pada variabel bebas X1 data ke i berkorelasi
dengan data ke i-1 atau i-2.
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada
hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan
apabila data yang dianalisis merupkana data time series:= ∑( − )2∑Dimana:
d = nilai Durbin Watson∑ = jumlah kuadrat sisa
Hasil perhitungan Durbin Watson kemudian dibandingkan
dengan nilai DW kritis sebagaimana terlihat pada tabel DW.
Kemudian dilakukan penyimpulan apakah ada autokorelasi atau
tidak ada autokorelasi yang ditandai dengan batas-batas atas (du)
dan batas-batas bawa (dL)
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang
tidak terdapat problem autokorelasi. Pengambil keputusan ada
tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan
menggunakan Uji Durbin-Watson dengan bentuk sebagai
berikut:
a) Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelatif positif.
b) Bila D-W di antara -2 s.d +2 berarti tidak terdapat
autokorelasi.
39
c) Bila D-W di atas +2 berarti terdapat autokorelatif negatif.9
Berikut ini adalah daerah pengujian Durbin Watson:
TABEL 3.3
Deteksi Daerah Durbin Watson
Autokore-lasi positif
Daerah keragu-raguan
Tidak adaautokorelasi
Daerah keragu-raguan
Autokorelasinegarif
0 dl du 4-du 4-dl 4
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelatif perlu juga
dikemukakan hipotesis dengan bentuk sebagai berikut:
H0 = Tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data
pengamatan.
Ha = terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan.
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki
masalah autokorelasi, jika terjaadi autokorelasi maka persamaan
tersebut menjadi tidak baik/ tidak layak dipakai prediksi.
Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier
antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan
kesalahan pengganggu priode t-1 (sebelumnya).10
2. Uji Regresi Linear Berganda
Korelasi linear berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan
yang terjadi antara variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel
bebas (X1, X2, X3, ..., Xl). Dengan korelasi linear berganda ini keeratan
atau kuatvtidaknya hubungan (kuat, lemah, dan tidak ada hubungan sama
sekali) antara variabel-variabel tersebut dapat diketahui.11
9 Ibid, 115.10 Sunyoto, op. cit., hlm. 110.11 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Statistika 1 Edisi Kedua (Jakarta: Bumi Aksara, 2003),
hlm. 263.
40
Bertujuan untuk memprediksi besarnya variabel dengan
menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya,
menentukan persamaan garis regresi berdasarkan nilai konstanta dan
koefisien regresi yang dihasilakn, mencari korelasi bersama-sama antara
variabel bebas dengan variabel bebas dengan variabel terikat (nilai R),
menguji signifikansi pengaruh Variabel bebas terhadap variabel terikat
melalui uji F.
Dalam analisis persamaan regresi, selain mengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah
hubungan antara dua variabel tersebut. Variabel terikat diasumsikan acak
(random) yang berarti mempunyai distribusi probabilistik sedangkan
variabel bebas diasumsukan memiliki nilai tetap.
Pembahasan pada laporan skripsi ini khusus dibatasi pada regresi
linear dengan menggunakan jenis analisis regresi berganda dengan Pajak
Daerah, Retribusi Daerah sebagai variabel X1, X2, serta Pendapatan Asli
Daerah sebagai variabel Y.
Pengertian regresi berganda adalah analisis regresi dengan
menggunakan dua atau lebih variabel bebas. Untuk menentukan
persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini digunakan rumus
sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + e
Dimana:
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X1 = Kontribusi Pajak Daerah
X2 = Kontribusi Retribusi Daerah
α = Konstanta
β = Koefisien regresi variabel bebas
e = error atau faktor pengganggu
3. Uji Hipotesis Penelitian
a. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R2/ r2)
41
Alat untuk mengukur tingkat kecocokan/kesempurnaan model
regresi disebut koefisien determinasi (r2) misal r2 = 0,90 artinya nilai
duga regresi yang kita peroleh memenuhi model yang kita kehendaki
atau 90% (sembilan puluh persen) nilai nilai Y besarnya ditentukan
oleh nilai-nilai variabel X yang dimasukkan dalam model, sedangkan
10% lagi ditentukan oleh variabel lain di luar model. Atau untuk
menyatakan proporsi keragaman total nilai-nilai perubah Y yang
dapat dijelaskan oleh nilai-nilai perubah X melalui hubungan linear
tersebut. Koefisien determinasi ditulias r2 untuk regresi dua variabel
dan nilainya 0 dan 1.
Contoh halnya r2 = 0,6 artinya 0,36 atau 36% diantara
keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan
linearnya dengan nilai-nilai X atau besarnya sumbangan X terhadap
naik turunnya Y adalah 36% sedangkan 64% disebabkan oleh faktor
lain.12
b. Uji Statistik F (Uji Simultan)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen.
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan
kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Quick Look: bila nilai F lebih besar dari pada 4 maka H0 dapat
ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain kita
menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan semua variabel
independen secara serentak dan signifikan memppengaruhi
variabel dependen.
2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F
menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar dari pada nilai F
tabel, maka H0 ditolak dan menerima Ha.
12 Dwisa Riana, Statistika Deskriptif itu Mudah (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012) hlm. 310.
42
Maka dapat dilihat hipotesis dari pengujian simultan F adalah
sebagai berikut:
Ho : tidak terdapat pengaruh antara X1 dan X2 secara
bersama-sama terhadap Y
Ha : terdapat pengaruh antara X1 dan X2 secara bersama-sama
terhadap Y
Pengambilan keputusan dengan cara membandingkan antara
Fhitung dengan Ftabel.13
c. Uji t-statistik
Menurut Ghozali, uji t-statistik pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Cara
menguji uji t adalah sebagai berikut:
1) Quick Look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau
lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka h0 menyatakan
h1 = 0 dapat ditolak apabila nilai t lebih besar dari 2.
2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut
tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi
dibandingkan nilai t tabel, kita menerima alternatif yang
menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependen.
Maka dapat dilihat hipotesis dalam pengujian parsial t yaitu
sebagai berikut:
Ho : tidak terdapat kontribusi antara X1 terhadap Y
Ha : terdapat kontribusi X1 terhadap Y
Ho : tidak terdapat kontribusi antara X2 terhadap Y
Ha : terdapat kontribusi X2 terhadap Y
Pengambilan keputusan dengan cara membandingkan antara
thitung dengan ttabel.14
13 V. Wiratna Sujarweni dan Poly Endrayanto, Statistik untuk Penelitian (Yogyakarta: Grahailmu, 2012), hlm. 95.
43
G. Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional Variabel adalah definisi yang diberikan kepada
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau memspesifikasikan
kegiatan. Variabel yang digunakan adalah:
1. Variabel Independen (X)
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel independen
dibagi kedalam dua kelompok, yaitu:
a. Pajak Daerah (X1)
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.15
Operasional variabel penelitian dalam kontribusi pajak daerah
berupa presentase yang dapat dihitung dengan rumus:kontribusi Pajak Daerah = Pajak DaerahPAD × 100%b. Retribusi Daerah (X2)
Pada prinsipnya pungutan dengan nama retribusi sama dengan
pajak yaitu empat unsur-unsur dalam pengertian pajak sama dengan
retribusi, sedangkan imbalan (kontraprestasi) dalam retribusi
langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.16
Operasional variabel penelitian dalam kontribusi pajak daerah
berupa presentase yang dapat dihitung dengan rumus:kontribusi Retribusi Daerah = Retribusi DaerahPAD × 100%
14 Ibid, hlm. 93-94.15 Marihot Pahala siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm 2.16 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 7.
44
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen penelitian adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber
pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah.
H. Hipotesis Statistika
Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis data dengan
menggunakan Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, dan
Uji Heteroskedastisitas, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian
hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara
Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H0 : 21
H1 : 21
Keterangan :
1 Rata-rata Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2 Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah:
Ho diterima, apabila Fhitung ≤ Ftabel
Ho ditolak, apabila Fhitung > Ftabel
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Objek penelitian skripsi ini adalah seluruh kabupaten/kota di Indonesia,
yang meliputi data pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah
selama kurun waktu 7 tahun (2006-2012). Data-data yang menyangkut objek
penelitian ini diperoleh dari website resmi Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) Republik Indonesia yaitu www.djpk.depkeu.go.id.
Waktu pengumpulan data dilakukan mulai dari tanggal 5 April 2014
sampai dengan 29 April 2014 yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu
yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi penulis.
2. Profil Negara Republik Indonesia
Dari sisi geografis Negara Republik Indonesia terletak di antara 6o LU -
11o LS dan di antara 95o BT – 141o BT serta terletak antara dua benua yaitu
benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, ekonomi. Indonesia
merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Secara umum, negara-negara
yang beriklim tropis adalah negara yang hangat dengan sinar matahari yang
melimpah. Hanya ada dua musim pada negara-negara tropis, yaitu musim
hujan dan musim kemarau, sebagian besar negara-negara yang berada
dikawasan Asia Tenggara beriklim tropis seperti Indonesia, Singapura, dan
Malaysia. Begitu juga dengan negara-negara dikawasan Asia Selatan Seperti
India, Sri Lanka, dan Maladewa yang mayotitas daerah-daerahnya beriklim
tropis.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia yang mempunya
17.508 pulau. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara
Samudra hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu
digabungkan, maka luas Indonesia menajdi 1,9 juta mil2. Lima pulau besar di
Indonesia adalah: Sumatera dengan luas 473.606 km2, Jawa dengan luas
46
132.107 km2, Kalimantan (pulau terbesar ketiga terbesar di dunia) dengan
luas 539.460 km2, Sulawesi dengan luas 189.216 km2, dan Papua dengan luas
421.981 km2.
Indonesia saat ini memiliki 33 provinsi, termasuk 2 Daerah Istimewa
(DI) dan satu Daerah Khusus Ibukota (DKI). Kedua DI tersebut adalah
Nangroe Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan
Daerah Khusus Ibukotanya adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebelum
tahun 1999, Timor Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia, yang
kemudian memisahkan diri melalui referendum menjadi negara Timor Leste.
Populasi sebesar lebih dari 222 juta jiwa yang diketahui dari sensus penduduk
tahun 2006 lalu.
B. Visi dan Misi Negara Republik Indonesia
1. Visi
Terwujudnya sistem politik yang demokratis, pemeritahan yang
desentralistik, pembangunan daerah yang berkelanjutan, serta keberdayaan
masyarakat yang partisipatif, dengan didukung sumber daya aparatur yang
profesional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Visi tersebut mencerminkan suatu keinginan atau cita-cita untuk
menjadi terdepan dalam melakukan perjalanan organisasi motor penggerak
perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan politik dalam negeri
ke arah yang lebih baik, serta cerminan komitmen organisasi sebagai
elemen penggerak dan motivator untuk menjadi semakin baik, yang harus
disinergikan dengan elemen penggerak lainya dalam suatu kesisteman
yang utuh, kata kunci dari visi Kementrian Dalam Negeri tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Sistem Politik Demokratis, merupakan salah satu tujuan yang akan
dicapai yaitu terwujudnya suatu tatanan kehidupan politik dengan
meletakkan kedaulatan berada di tangan rakyat yang diwujudkan
melalui pengembangan format politik dalam negeri dan
pengembangan sistem pemerintahan termasuk sistem penyelenggaraan
pemerintahan daerah kearah yang lebih demokratis.
47
b. Pemerintah Desentralistik, merupakan salah satu tujuan yang akan
dicapai yaitu terwujudnya sistem penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang efektif dan responsif dengan memerhatikan prinsip-
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan
kekhususan suatu daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Pembangunan Daerah, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai
yaitu terwujudnya pembangunan daerah yang berkesinambungan
melalui peningkatan kemandirian daerah dalam pengelolaan
pembangunan yang berbasis wilayah, ekonomi, dan berdaya asing,
secara profesional dan berkelanjutan.
d. Keberdayaan Masyarakat, merupakan salah satu tujuan yang akan
dicapai yaitu terwujudnya keberdayaan masyarakat yang partisipatif
yang maju dan mandiri dalam berbagai aspek kehidupan.
e. Sumber Daya Aparatur yang Profesional, merupakan salah satu
prasyarat utama yang harus terpenuhi dalam mencapai tujuan sistem
politik yang demokratis, pemerintahan yang desentralistik,
pembangunan daerah yang berkelanjutan, serta keberdayaan
masyarakat yang partisipatif.
f. Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
komitmen, sikap, dan arah yang tegas terhadap penegakkan kesatuan
dan persatuan nasional dalam seluruh aspek penyelenggaraan
pemerintahan, politik dalam negeri, pembangunan daerah, dan
pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut sekaligus mewadahi upaya
mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat Indonesia yang aman,
adil, damai, dan sejahtera, yang juga merupakan refleksi visi, misi,
dan prioritas kebijakan pembangunan nasional.
2. Misi
Misi Kementrian Dalam Negeri yang ditetapkan merupakan peran
strategik yang diinginkan dalam mencapai visi di atas, yaitu menetapkan
kebijaksanaan nasional dan memfasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan
dalam, upaya:
48
a. Memperkuat keutuhan NKRI, serta menetapkan sistem politik dalam
negeri yang demokratis;
b. Memantapkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum;
c. Memantapkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan
yang desentralistik;
d. Mengembangkan keserasian hubungan pusat daerah, antar daerah dan
antar kawasan, serta kemandirian daerah dalam pengelolaan
pembangunan secara berkelanjutan;
e. Memperkuat otonomi desa dan meningkatkan keberdayaan
masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya; serta
f. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.
Adapun sumber-sumber pendapatan Negara Republik Indonesia antara
lain terdiri atas:
a. Pajak Daerah, terdiri dari:
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7) Pajak Parkir
8) Tunggakan Pajak, dan
9) Denda Pajak
b. Retribusi Daerah, terdiri dari:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan
2) Retribusi Kebersihan Pelayanan Persampahan
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil
4) Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum
5) Retribusi Pelayanan Pasar
6) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
7) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
49
8) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
9) Retribusi Terminal
10) Retribusi Rumah Potong Hewan
11) Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
12) Retribusi Ijin Gangguan (IG)
13) Retribus Ijin Bidan Industri
14) Retribusi Ijin Angkutan Umum
15) Retribusi Ijin Bidang Kesehatan
16) Retribusi Tempat Pendaratan Kapal
17) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
18) Retribusi Pembuangan Limbah Cair
19) Retribusi Pelayanan Kesehatan Hewan
20) Retribusi Ijin Usaha Konstruksi
21) Retribusi Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
22) Retribusi Ijin Usaha Perdagangan (IUP)
c. Bagian Laba BUMD
Bank Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), Perusahaan Daerah, Penyetaraan Modal kepada
BPD.
d. Lain-lain Pendapatan Daerah
Lain-lain Pendapatan Daerah terdiri dari Hasil Penjualan Milik
Daerah, Penerimaan Jasa Giro, Bunga Deposito, Sumbangan Pihak
Ketiga, Angsuran/Cicilan Kendaraan Bermotor, Angsuran/Cicilan
Rumah Dinas, Penggunaan Mobil Tinja, Tak Terduga Penambahan
UUDP Rekening Listrik Pasar dan Sewa Mesin Listrik.
e. Bagian Bagi Hasil Pajak
Bagian Bagi Hasil Pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan,
Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (B.P.H.T.B), dan Bagi Hasil
PPH Pasal 21, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, PKB/BBNKB dan
Pajak Pemanfaatan air Tanah dan Air Permukaan.
f. Bagi hasil Bukan Pajak
50
Bagi Hasil Bukan Pajak terdri dari Iuran Hasil Hutan (IHH),
Iuran Tetap (Landrent), penerimaan dari Iuran Ekslorasi/Eksploitasi,
Pungutan Hari Perikanan, Minyak Bumi dan Gas, serta Pemberian
Hak atas Tanah Negara.
g. Dana Alokasi Umum (DAU)
h. Dana Alokasi Khusus (DAK)
i. Dana Perimbangan Propinsi
j. Dana Penyeimbangan
C. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Uji Asumsi Klasik
a Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar
variabel independennya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas dapat dilihat nilai tolerance dan VIF (Variance
Inflation Faktor), serta model dikatakan tidak terdapat
multikolinearitas apabila nilai VIF tidak ada yang melebihi angka 10
dan nilai Tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Hasil uji
multikolinearitas penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.1Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000 ,960 1,042
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190 ,960 1,042
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS
51
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan nilai
tolerance untuk penerimaan Pajak Daerah adalah 0,960 dan
penerimaan Retribusi Daerah adalah 0,960. Hasil perhitungan
tersebut menjelaskan bahwa tidak ada variabel bebas yang memiliki
niai tolerance kurang dari 10%. Sedangkan hasil perhitungan nilai
VIF penerimaan Pajak Daerah adalah 1,042 dan penerimaan
Retribusi Daerah adalah 1,042. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki VIF lebih dari
10.
b Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Dasar analisis:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (berkembang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heterokedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas
dan d bawah angka 0 pada sumber Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas.
Gambar 4.1Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
52
Dari gambar 4.1 menunjukkan titik-titik data menyebar secara
acak dan tidak membentuk suatu pola yang jelas, baik di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu y, hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga dapat disimpulkan
model penelitian ini tidak mengalami masalah heteroskedastisitas.
c Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam model
regresi dimana variabel independen tidak berkorelasi dengan dirinya
sendiri. Maksud berkolerasi dengan dirinya sendiri adalah bahwa
nilai dari variabel independen tidak berhubungan dengan nilai
variabel itu sendiri. Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi
dilakukan dengan Durbin- Watson
Uji Durbin Watson (DW Test) digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya
intercept (constanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi
di antara variabel independen. Hipotesis yang akan di Uji adalah:
Ho = tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data
pengamatan
Ha = terjadi adanya autokorelasi di antara data Pengamatan
Tabel 4.2Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742 1,895
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PADSumber: hasil Pengolahan data SPSS
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki
masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan
tersebut menjadi tidak baik/ tidak layak dipakai prediksi. Masalah
autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara
53
kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan
pengganggu periode t-1 (sebelumnya).1
Hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai Durbn Watson
test 1,895 dan DW < 2, disimpulkan data di atas terjadi autokorelasi
positif. Nilai Durbin Watson mengindikasikan tidak adanya
autokorelasi yang terjadi yang diindikasikan dengan nilai 1,895.
Maka, dari hasil uji Durbin Watson di atas maka Ho diterima karena
tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan.
2. Uji Regresi Linear Berganda
Tabel 4.3Statistik DeskriptifDescriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PAD 57414224999,70 39826895183,704 250
Pajak Daerah 21,6149 12,13348 250
Retribusi Daerah 40,8480 17,60741 250Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
Tabel Descriptive Statistic di atas dapat dianalisis:
a Jumlah anggota responden yang menjadi sampel 250
b Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.
57.414.225.000,- (pembulatan) dengan standar deviasi sebesar Rp.
39.826.895.184,- (pembulatan), artinya jika dihubungkan dengan
rata-rata PAD sebesar Rp. 57.414.225.000,- maka PAD akan
berkisar antara Rp. 57.414.225.000,- ± Rp.
39.826.895.184,-
c Pajak Daerah rata-rata 21,62% (pembulatan) dengan standar deviasi
sebesar 12,13% (pembulatan) dan Retribusi Daerah dengan rata-rata
40,85% (pembulatan) dan standar deviasi sebesar 17,61%
(pembulatan). Jawaban yang diberikan untuk kedua variabel bebas
cukup berkontribusi terhadap variabel terikat.
1 Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat Dan Regresi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 110.
54
Tabel 4.4Tabel Korelasi
Correlations
PAD Pajak Daerah Retribusi
Daerah
Pearson Correlation
PAD 1,000 ,487 -,026
Pajak Daerah ,487 1,000 -,201
Retribusi Daerah -,026 -,201 1,000
Sig. (1-tailed)
PAD . ,000 ,339
Pajak Daerah ,000 . ,001
Retribusi Daerah ,339 ,001 .
N
PAD 250 250 250
Pajak Daerah 250 250 250
Retribusi Daerah 250 250 250Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
Dari tabel 4.6 tabel korelasi di atas dapat dianalisis:
a Hasil perhitungan korelasi antara variabel Pajak Daerah (X1) dengan
PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkan
hubungan yang lemah positif. Maksud lemah positif di sini adalah
terjadi hubungan yang searah antara Pajak Daerah (X1) dan PAD
(Y). Artinya, bila X1 naik, maka variabel Y naik secara lemah.
Kontribusi yang diberikan oleh variabel ini terhadap variabel (Y)
adalah KP = (r)2 x 100% = (0,487)2 x 100% = 23,72%.
b Hasil korelasi antara variabel Retribusi Daerah (X2) dengan PAD (Y)
diperoleh nilai sebesar r = -0,26. Nilai ini menunjukkan hubungan
yang sangat kuat positif. Maksud kuat positif di sini adalah terjadi
hubungan yang searah antara X2 dan Y. Artinya, bila nilai Retribusi
Daerah (X2) naik, maka secara signifikan akan membuat tingkat
PAD naik. Kontribusi yang diberikan oleh variabel ini terhadap
variabel (Y) adalah: KP =(r)2 x 100% = (-0,26)2 x 100% = 6,76%
55
Tabel 4.5Tabel Variabel yang Dimasukkan
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1 Retribusi Daerah, Pajak Daerahb . Enter
a. Dependent Variable: PAD
b. All requested variables entered.Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
Pada tabel 4.7 hanya menginformasikan variabel yang dimasukkan, di
mana variabel yang dimasukkan yaitu Retribusi Daerah dan Pajak Daerah.
Dari kedua variabel yang dimasukkan di atas tidak ada yang dikeluarkan
(removed). Hal ini disebabkan metode yang digunakan singlestep (entered)
hanya satu proses dalam memproseskan data.
Tabel 4.6Tabel Summary Model
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742 ,243 39,626 2 247 ,000
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PADSumber: Hasil Pengolahan data SPSS
Hasil Korelasi (R) yang secara simultan (bersama-sama) antara variabel
Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) terhadap PAD (Y) diperoleh
nilai sebesar r = 0,237. Kontribusi yang diberikan oleh kedua variabel ini
terhadap variabel (Y).
KP= (rx1,x2,r)2 x 100 % = (0,237)2 x 100% = 5,6169%
Tabel 4.7Tabel Anova
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 95942184278775720000000,000 2 47971092139387860000000,000 39,626 ,000b
Residual 299017029134681470000000,000 247 1210595259654580700000,000
Total 394959213413457200000000,000 249
56
a. Dependent Variable: PAD
b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak DaerahSumber: Hasil Pengolahan data SPSS
a Tabel 4.9 di atas dapat dianalisis, dengan membuat hipotesis dalam
uraian kalimat berikut:
Ho : Model regresi linier berganda tidak dapat digunakan untuk
memprediksi PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Ha : Model regresi linier berganda dapat digunakan untuk PAD
yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
b Pengambilan Keputusan
1) Kriteria keputusan yang diambil berdasarkan perbandingan
antara Fhitung dan Ftabel
Jika: Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima
Jika: Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak
Nilai Fhitung dari tabel anova sebesar 39,626
Nilai Ftabel dari tabel F = 1,41
Membandingkan Ftabel dan Fhitung
Ternyata : Fhitung = 39,626 > Ftabel = 1,41 sehingga Ho
ditolak
Keputusannya:
Ho ditolak berarti bahwa Ha dalam penelitian ini diterima
yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi
terhadap Pendapatan Asli Daerah
2) Kriteria keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas
Jika probabilitas (sig) > α, maka Ho diterima.
Jika probabilitas (sig) ˂ α, maka Ho ditolak.
Dari tabel anova nilai probabilitas (sig) = 0,00 dan nilai
taraf signifikan α = 0,05.
Membandingkan nilai robabilitas (sig) dengan taraf nyata
(α)
57
Jika probabilitas (sig) ˂ α, maka Ho ditolak.
Ternyata : 0,00 ˂ 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusannya:
Ho ditolak berarti bahwa Ha dalam penelitian ini diterima
yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi
terhadap Pendapatan Asli Daerah
Melalui dua langkah dan dari hasil kedua tabel yaitu tabel
Summary Model dan Tabel Anova menjelaskan bahwa keduanya sama-
sama menghasilkan keputusan yang sama, dan membuktikan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima.
Tabel 4.8Tabel Koefisien
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190
a. Dependent Variable: PADSumber: Hasil Pengolahan data SPSS
Dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa model persamaan regresi berganda
untuk memperkirakan PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah adalah:
Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 + 168.178.967 X2
Y adalah PAD, X1 adalah Pajak Daerah, dan X2 adalah Retribusi
Daerah. Dari persamaan di atas, dapat dianalisis beberapa hal, antara lain:
a PAD, jika tanpa adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (X1 dan
X2 = 0), maka PAD hanya 14.902.032.652. maka diperkirakan PAD
akan naik menjadi:
Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 + 168.178.967 X2
= 14.902.032.652 + 1.648.972.926 (1) + 168.178.967 (1)
= 14.902.032.652 + 1.648.972.926 + 168.178.967
58
= 16.551.174.723
Maka dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa:
X1, X2 = 0 Y = 14.902.032.652
X1, X2 = 1 Y = 16.551.174.723
Maka selisih PAD antara adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan
antara tidak adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu sebesar
1.649.142.071.
b Koefisien regresi berganda sebesar 1.648.972.926 dan 168.178.967
mengindikaikan bahwa besaran penambahan PAD setiap pertambahan
untuk variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c Persamaan regresi berganda Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 +
168.178.967 X2, yang digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan
PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, akan di
uji apakah valid untuk digunakan.
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
a Hasil Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.9Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS
Uji koefisien determinasi (R) digunakan untuk menentukan
seberapa besar kemampuan variabel independen dapat menjelaskan
variabel dependen. Pada penelitian ini, R square yang digunakan adalah
R square yang sudah disesuaikan atau Adjusted R Square, karena
disesuaikan dengan jumlah variabel independent yang digunakan dalam
penelitian.Dari hasil uji koefisien determinasi pada tabel 4.11 di atas
menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,237 atau 23,7%.
59
Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah dapat menjelaskan variabel dependen yaitu
pendapatan asli daerah sebesar 23,7% dan sisanya 76,3% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar penelitian ini, seperti Hasil Perusahaan
Milik Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan serta
Lain-lain PAD yang sah.
b Hasil Uji F
Tabel 4.10Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 95942184278775720000000,000 2 47971092139387860000000,000 39,626 ,000b
Residual 299017029134681470000000,000 247 1210595259654580700000,000
Total 394959213413457200000000,000 249
a. Dependent Variable: PAD
b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Sumber: Hasil Penngolahan data SPSS
Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas menunjukkan F
sebesar 39,626 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000 atau (0,000 ˂ 0,05),
ini berarti adalah Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap
realisasi penerimaan PAD.
c Hasil Uji tTabel 4.11Haasil Uji tCoefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
60
Hasil uji t ditunjukkan pada tabel Coefficients. Dasar pengambil
keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis setiap variabel
independen adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas signifikasi lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas 0,05 atau (sig. ˂ 0,05), maka Ha diterima dan Ho
ditolak, artinya signifikan (terdapat pengaruh yang nyata).
2) Jika nilai probabilitas sig lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 atau
(sig > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak
signifikan (tidak terdapat pengaruh yang nyata)
Hipotesis yang akan diuji untuk variabel tingkat penerimaan pajak
daerah (X1) akan dirumuskan sebagai berikut:
Ha = tingkat penerimaan pajak daerah berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan asli daerah.
Ho = tingkat penerimaan pajak daerah tidak berpengaruh signifika
terhadap pendapatan asli daerah.
Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak daerah memiliki sig ˂
0,05 yang berarti nilai probabilitas sig lebih kecil dari nilai probabilitas,
maka Ho ditolak, yang artinya secara parsial ada pengaruh signifikan
antara penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah.
Hipotesis yang akan diuji untuk variabel tingkat penerimaan
retribusi daerah (X2) akan dirumuskan sebagai berikut:
Ha = tingkat penerimaan retribusi daerah berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan asli daerah.
Ho = tingkat penerimaan retribusi daerah tidak
berpengaruhsignifikan terhadap pendapatan asli daerah.
Berdasarkan hasil analisis penerimaan retribusi daerah memiliki sig
< 0,05 yang berarti nilai probabilitas sig lebih kecil dari nilai
probabilitasmaka Ho ditolak, yang artinya secara parsial ada pengaruh
signifikan antara penerimaan retribusi daerah terhadap pendapatan asli
daerah.
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak daerah
merupakan variabel yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap
61
pendapatan asli daerah karena t sign penerimaan pajak daerah sebesar
8,980 lebih besar dari t sign penerimaan retribusi daerah 1,316. Hal ini
disebabkan karena semakin meningkatnya perkembangan pembangunan
yang didasari peningkatan jumlah pajak-pajak setiap tahunnya seperti
pajak kendaraan bermotor yang didasari tingginya jumlah kendaraan
bermotor setiap tahunnya di Indonesia. Sedangkan untuk variabel
penerimaan retribusi daerah memiliki pengaruh yang rendah
dibandingkan penerimaan pajak daerah. Hal ini disebabkan jumlah
retribusi daerah yang lebih sedikit dalam sumbangsihnya terhadap
Pendapatan Asli Daerah walaupun retribusi daerah juga mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal ini juga disebabkan masih banyaknya
badan usaha yang masih sedikit memberikan kontribusi terhadap
pendapatan asli daerah dalam pemungutan retribusi daerah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak
daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. Penelitian
ini konsisten dengan penelitian dengan menggambarkan pajak daerah
memiliki pengaruh positif terhadap peningktan pendapatan asli daerah
yang berarti sebagian besar dari total keseluruhan pendapatan asli daerah
diperoleh dari pajak daerah, sebagian lainnya diperoleh dari sektor
lainnya seperti dari sektor retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya yang dipisahkan, dan sektor lain-
lain pendapatan asli daerah yang sah.4. Pendapatan Asli Daerah di Indonesia
Untuk mengetahui perkembangan pemungutan asli daerah (PAD) di
Indonesia selama lima tahun setelah otonomi daerah (2006-2010) dapat
dilihat dari tabel 4.1 berikut ini:
62
Tabel 4.12Persentase Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun Periode 2006-2010 (dalam rupiah)Tahun PAD Pajak Daerah % Retribusi Daerah %2006 38. 384.880.550.000 26.148.623.620.000 68,12% 4.955.681.000.000 12,91%2007 2.532.369.957.389.670 34.980.593.876.203 13,81% 7.170.779.228.839 2,83%2008 15.670.984.668.909 10.013.345.184.017 63,90% 2.535.144.736.150 16,18%2009 29.712.679.575.451 20.500.820.856.293 69,00% 2.958.707.187.119 9,95%2010 9.546.645.000.000 5.377.183.000.000 56,33% 1.532.464.000.000 16,05%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Indonesia (data diolah).
Dari data tersebut dengan jumlah sampel 50 kabupaten dan kota dapat
diketahui bahwa penerimaan pajak daerah yang diterima oleh kementrian
keuangan jauh lebih berkontribusi dari pada retribusi pajak. Dari periode
tahun 2006-2010 pajak terbesar yang diterima adalah tahun 2007 yaitu
sebesar Rp 34.980.593.876.203,00 namun tidak memberikan kontribusi yang
besar terhadap penerimaan asli daerah, karena hanya berkontribusi sebesar
13,81%, dan retribusi terbesar yang diterima adalah tahun 2007 yaitu sebesar
Rp 7.170.779.228.839,00 dan juga tidak memberikan kontribusi yang besar
terhadap penerimaan asli daerah, karena hanya berkontribusi sebesar 2,83%.
Dari data tersebut berarti pada tahun 2007 pajak daerah dan retribusi daerah
memang lebih besar dibandingkan tahun-tahun lainnya, namun konttribusi
yang diberikan sangat sedikit, itu berarti kontribusi penerimaan asli daerah
bukan dari pajak daerah dan retribusi daerahnya.
Pajak daerah yang berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah dari
data diatas terdapat pada tahun 2009 yaitu sebesar 69,00% yang berarti bahwa
pajak daerah di tahun 2009 memberikan kontribusi yang sangat besar.
Retribusi yang berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah dari data
diatas terdapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 16,18% yang berarti bahwa
retribusi daerah di tahun 2008 memang retribusi terbesar namun tidak
memberi pengaruh besar terhadap penerimaan asli daerah. Dari data tersebut
juga pajak daerah dan retribusi daerah mengalami peningkatan dan penurunan
setiap tahunnya yang berbeda-beda.
63
Grafik 4.1Pertumbuhan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2006-2010 (Persen
%)
D. Hasil Operasional Variabel Penelitian
1. Realisasi dan Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
Untuk mengetahui sampai sejauh mana peranan Pajak Daerah
kabupaten dan kota di Indonesia terhadap Pendapatan Asli Daerah, maka
dapat dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan Pajak
Daerah dengan realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Dari tabel 1 di lembar lampiran 1 dapat diketahui bahwa tahun
2006 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar
21,40%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah
terbesar terdapat pada kota Pekalongan sebesar 60,25%, sedangkan
kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat
pada Kabupaten Aceh Tamiang sebesae 3,93%. Jadi rata-rata Kontribusi
pada tahun 2006 mencapai 21,40% dengan rata-rata realisasi Pajak
Daerah Rp. 11.831.950.340,- (dalam rupiah).
Dari Tabel 2 di lembar lampiran 2 dapat diketahui bahwa
kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami
peningkatan meskipun tidak signifikan. Tahun 2007 pajak daerah
memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 21,63%. Kontribusi
0
10
20
30
40
50
60
70
2006 2007 2008 2009 2010
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
64
pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kota
Semarang sebesar 53,95%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada kabupaten Aceh Tamian
sebesar 6,00%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2007 mencapai
21,76% dengan rata-rata realisasi pajak daerah Rp. 13.633.939.960,-
(dalam rupiah).
Dari tabel 3 di lembar lampiran 3 dapat diketahui bahwa kontribusi
pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Tahun 2008 pajak daerah memberikan kontribusi
dengan rata-rata sebesar 38,37%. Kontribusi pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Banjarmasin 57,16%,
sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah
terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan sebesar 5,21%. Jadi rata-rata
kontribusi pada tahun 2008 mencapai 38,37% dengan rata-rata realisasi
pajak daerah Rp. 15.045.956.572,- (dalam rupiah).
Dari tabel 4 di lembar lampiran 4 dapat diketahui bahwa kontribusi
pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan yang
cukup signifikan. Tahun 2009 pajak daerah memberikan kontribusi
dengan rata-rata sebesar 22,08%. Kontribusi pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kota Banjarmasin sebesar
57,93%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah terkecil terdapat pada kabupaten Merauke sebesar 8,00%. Jadi
rata-rata kontribusi pada tahun 2009 mencapai 22,08% dengan rata-rata
realisasi pajak daerah Rp. 16.353.903.448,- (dalam rupiah).
Dari tabel 5 di lembar lampiran 5 dapat diketahui bahwa kontribusi
pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami sedikit
penurunan. Tahun 2010 pajak daerah memberikan kontribusi dengan
rata-rata sebesar 20,33%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan
asli daerah terbesar terdapat pada Kota Balikpapan sebesar 61,60%,
sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah
terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan sebesar 3,99%. Jadi rata-rata
65
kontribusi pada tahun 2010 mencapai 20,33% dengan rata-rata realisasi
pajak daerah Rp. 16.085.866.760,- (dalam rupiah).
2. Realisasi dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah
Perkembangan pemungutan pajak daerah dapat dilihat dari hasil
pemungutan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten dan Kota di Indonesia yang relatif besar dari tahun-ketahun
namun mengalami peningkatan atau penurunan.
Untuk mengetahui sampai sejauh mana peranan retribusi daerah
kabupaten dan kota di Indonesia terhadap pendapatan asli daerah, maka
dapat dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan
retribusi daerah dengan pendapatan asli daerah. Dengan memperhatikan
tabel berikut ini, terlihat besarnya persentase (%) retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah.
Dari tabel 5 di lembar lampiran 5 dapat diketahui bahwa tahun
2006 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar
42,78%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah
terbesar terdapat pada Kota Sukabumi sebesar 81,82%, sedangkan
kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil
terdapat pada kabupaten Balangan sebesar 7,10%. Jadi rata-rata
kontribusi pada tahun 2006 mencapai 42,78% dengan rata-rata realisasi
retribusi daerah Rp. 19.039.882.340,- (dalam rupiah).
Dari tabel 7 di lembar lampiran 7 dapat diketahui bahwa kontribusi
retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami peningkatan
yang tidak begitu signifikan, atau hanya sedikit saja peningkatannya.
Tahun 2007 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata
sebesar 43,37%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli
daerah terbesar terdapat pada kabupaten Aceh Tamiang sebesar 86,88%,
sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah
terkecil terdapat pada kabupaten Balangan sebesar 5,62%. Jadi rata-rata
66
kontribusi pada tahun 2007 mencapai 43,37% dengan rata-rata realisasi
retribusi daerah sebesar Rp. 22.882.915.166,- (dalam rupiah).
Dari tabel 8 di lembar lampiran 8 dapat diketahui bahwa kontribusi
retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Tahun 2008 retribusi daerah memberikan
kontribusi dengan rata-rata sebesar 43,23%. Kontribusi retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Sukabumi
sebesar 71,53%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan
sebesar 3,63%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2008 mencapai
43,23% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah Rp. 26.301.699.255,-
(dalam rupiah).
Dari tabel 9 di lembar lampiran 9 dapat diketahui bahwa kontribusi
retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Tahun 2009 retribusi daerah memberikan
kontribusi dengan rata-rata sebesar 33,36%. Kontribusi retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kabupaten
Pekalongan sebesar 70,07%, sedangkan kontribusi retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kota Magelang
sebesar 9,41%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2009 mencapai
33,36% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah Rp. 24.176.250.154,-
(dalam ribuan).
Dari tabel 10 di lembar lampiran 10 dapat diketahui bahwa
kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah memberikan
kontribusi dengan rata-rata sebesar 36,26%. Kontribusi retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kabupaten
Pekalongan sebesar 68,1%, sedangkan kontribusi retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kota Sukabumi
sebesar 6,29%. Jadi rata-rata realisasi retribusi daerah Rp.
22.266.218.700,- (dalam rupiah)
67
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang dilaksanakan untuk memberikan kesempatan dan ruang gerak
bagi upaya pengembaangan demokratisasi dan kinerja pemda untuk
peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah memberi
peluang bagi perubahan paradigma pembangunan yang semula lebih
mengedepankan pencapaian pertumbuhan menjadi pemerataan dengan prinsip
mengutamakan keadilan dan perimbangan. Sebagai daerah otonom, daerah
memiliki kewenangan dan tanggung jawabnya untuk mengakomodasi
kepentingan masyarakat luas. Dengan semangat perubahan paradigma
tersebut, pemda diharapkan mampu mengurus rumah tangganya sendiri.
Kemandirian dalam mengelola kepentingan daerah sendiri telah
menempatkan mereka dalam keadaan di mana mereka mampu bertindak lebih
baik. Dan itu harus disertai dengan kemampuan daerah untuk
mempertahankan dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan tersebut
baik dari segi finansial, sumber daya manusia (SDM), maupun kemampuan
pengelolaan manajemen pemerintah daerah.
Untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian daerah serta
memperkuat struktur penerimaan daerah, mau tidak mau peranan PAD harus
ditingkatkan, karena salah satu tolok ukur kemampuan dan cermin
kemandirian daerah. Minimnya perolehan PAD masih dianggap sebagai
hambatan dan ini harus segera dievaluasi secara sungguh-sungguh oleh
masing-masing Pemda dalam upaya peningkatan pelayanan dan fasilitas
kepada masyarakat. Padahal, kurang efektif dan efisiennya target untuk
mencapai realita pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan salah satu hal
yang menjadi pangkal permasalahan kurang tercapainya pendapatan daerah.
Potensi sektor unggulan dalam pengembangan ekonomi dan investasi
daerah harus diidentifikasi secara menyeluruh dan komprehensif mulai dari
aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, data mengenai sumber
pendapatan daerah dan sejarah perkembangan menjadi acuan untuk
memantapkan kemandirian daerah yang dinamis dan bertanggung jawab,
68
serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang
lebih nyata. Sehingga diperlukan pula upaya yang mendorong peningkatan
efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme dalam mengelola sumber
pendapatan daerah. Hal ini harusnya sejalan dengan visi, misi, tujuan,
sasaran, dan program yang dibuat oleh kepala daerah. Dengan kata lain,
daerah seharusnya memiliki keunggulan budaya dan keunggulan lainnya yang
mampu meningkatkan potensi, citra, dan Pendapatan asli daerah tersebut,
misalkan Kota Solo, berupaya untuk menjadi kota maju dengan
mengoptimalkan keunggulan daerah yang tentunya ini menjadi komitmen
kepala daerah dan masyarakat yang berbudaya, sadar bahwa kemajuan
kotanya akan membawa kemajuan bagi masyarakatnya. Dilain pihak,
Provinsi Bali memiliki keunggulan pariwisata, budaya dan ini menjadi
kebanggaan dan menjadi faktor pendorong kemajuan wilayah tersebut. Secara
otomatis maka dengan kemajuan wilayah akan memberikan dorongan
terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakatnya.
Sampai saat ini masih belum tergalinya potensi pendapatan daerah pada
umumnya disebabkan karena kurangnya kepekaan daerah dalam menemukan
keunggulan budaya dan potensi asli daerah, kepatuhan dan kesadaran wajib
pajak/retribusi yang relatif rendah, kelemahan aparatur, kekhawatiran
birokrasi akan kegagalan dalam menjalankan program dinaikkan sejak awal
pada setiap anggarannya. Padahal jika sejak awal penganggaran biaya
program diefektifkan sehemat mungkin, maka sisa yang ada dapat digunakan
untuk mejalankan progam lainnya dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik.
Untuk memperkuat struktur penerimaan serta optimalisasi PAD,
beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain, pertama: melakukan
upaya pengusahaan atau penggalian (eksploitasi) SDA yang baru, kedua:
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah. Dengan melakukan
intensifikasi berarti daerah setidaknya melakukan langkah instensifikasi
terhadap komponen penerimaan daerah pada pos laba usaha daerah.
69
Optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pembenahan pada
sistem manajemen perusahaan daerah yang ada.2
Dalam Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2013 Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berpesan agar inflasi dapat dikelola dengan baik, terutama
stabilitas harga pangan dan bahan pokok lainnya. Menurut Presiden, laju
inflasi merupakan hal yang terkait erat dengan kesejahteraan rakyat. Presiden
menilai, inflasi merupakan tantangan besar untuk menjaga pertumbuhan
ekonomi nasional yang positif.3
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 terkait BBM bersubsidi.
Penerapan aturan PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) yang
baru merupakan yang diperkirakan berdampak terhadap APBN dan APBD,
adanya diskriminasi tarif diharapkan dapat mengurangi subsidi BBM.
Sementara itu, adanya penetapan tarif maksimal yang memungkinkan daerah
provinsi dapat menerapkan tarif PBBKB berbeda dengan daerah lainnya yang
akan berdampak terhadap penerimaan APBD masing-masing daerah. Artinya,
di satu pihak memang dapat meningkatkan penerimaan PAD, tetapi di lain
pihak justru berdampak terhadap peningkatan subsidi BBM berpotensi
menyebabkan kenaikan harga BBM sehingga perlu dilakukan secara hati-hati
mengingat potensi dampak sosial yang akan ditimbulkan cukup besar.4
Direktur Pajak Daerah dan Retriubsi Daerah (PDRB) DJPK Rukijo
menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pembkab) Muara Enim memiliki
peluang untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui
pendapatan dari PBB-P2 (Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan).
Upaya peningkatan PAD dari PBB-P2 tersebut dapat diupayakan melalui
validasi objek, sehingga peningkatan PAD Kabupaten Muara Enim yang saat
2 diakses dari //http: www. Bppk.depkeu.go.id pada tanggal 14/09/2014 pukul 12.383 Kementrian Keuangan, Presiden: Kelola Inflasi dengan Baik, 2013, hlm. 1
(http://kemenkeu.go.id).4 Kementrian Keuangan, Penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor berdasarkan
UU nomor 28 Tahun 2009 terkait BBM Bersubsisi, 2011 hlm. 1 (http://kemenkeu.go.id).
70
ini naik sekitar tujuh persen per tahun dapat meningkat menjadi sepuluh
persen setiap tahunnya.5
Oleh karenanya, jika Pemerintah Daerah ingin meningkatkan PAD,
sumber penerimaan daerahnya harus dalam koridor Undang-Undang. Jadi,
jika Pemerintah Daerah bermaksud meningkatkan PAD, maka mereka harus
memperjuangkannya dari Dana Bagi Hasil (DBH), karena DBH diciptakan
untuk mengatasi ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah.
Dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji statistik di atas penelitian ini
sudah berdistribusi Normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas, dan
dalam uji Kolmogorov Smirnov penelitian ini juga berdistribusi normal.
Dalam uji Multikolinearitas penelitian ini tidak memiliki korelasi antar
variabel independennya, karena hasil perhitungan tersebut menunjukkan tidak
ada variabel bebas yang memiliki VIF lebih dari 10. Dalam uji Autokorelasi
penelitian ini tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan.
Dalam pengujian Heteroskedastisitas penelitian ini menunjukkan tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga dapat disimpulkan model
penelitian ini tidak mengalami masalah heteroskedastisitas. Dalam hasil uji
regresi linier berganda penelitian ini membuktikan bahwa apabila variabel X1
naik maka variabel Y naik secara lemah, dan apabila X2 naik maka secara
signifikan akan membuuat variabel Y naik. Dari kedua variabel tersebut
memberikan kontribusi sebesar 24,31% terhadap PAD. Dalam tabel Anova
hasil Uji Regresi linier berganda menunjukkan bahwa Ho ditolak sehingga
Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
dari tabel koefisien pun penelitian ini di buktikan bahwa variabel Y
dipengaruhi oleh Variabel X1 dan X2. Dari hasil uji koefisien determinasi
menunjukkan bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah dapat menjelaskan variabel dependen yaitu pendapatan asli
daerah sekitar 23, 7%. Dalam hasil uji t nilai probabilitas Ho ditolak, yang
5 Kementrian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Perimbangan Keuangan Siap Bantu PBB-P2 Muara Enim, 2013, hlm. 1 (http://kemenkeu.go.id).
71
artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara penerimaan pajak daerah
dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Variabel penerimaan pajak daerah kabupaten dan kota di Indonesia secara
signifikan berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan rata-rata yang
memberikan pengaruh terhadap PAD sebesar 54,23%, berdasarkan hasil uji
korelasi maka diketahui bahwa Pajak Daerah (X1) dengan PAD (Y) diperoleh
nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkan hubungan yang lemah positif, dan
menunjukkan bahwa Hipotesis Penelitian (H1) dalam penilitian ini terjawab
bahwa Pajak Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini
dipengaruhi oleh kenaikan target pajak daerah dari tahun sebelumnya dan
peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah juga disebabkan oleh
penambahan objek pajak seperti: pajak rokok, pajak sarang burung walet, pajak
bumi bangunan perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
Variabel penerimaan retribusi daerah kabupaten dan kota di Indonesia
secara signifikan berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan rata-
rata yang memberikan pengaruh terhadap PAD sebesar 11,58%, hasil korelasi
antara Retribusi Daerah (X2) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = -0,26
nilai ini menunjukkan hubungan yang kuat positif, dan menunjukkan bahwa
Hipotesis Penelitian (H2) dalam penelitian ini terjawab bahwa Retribusi Daerah
berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini disebabkan oleh
penambahan objek retribusi daerah seperti: retribusi penyedotan kakus, retribusi
pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan pendidikan, retribusi pengendalian
menara telekomunikasi, dan retribusi izin usaha perikanan.
Berdasarkan hasil Uji Regresi, maka diketahui bahwa Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Nilai koefisien determinasi (r2) untuk Y sebesar 0.237, hal ini
berarti 23,7% variabel PAD dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan sisanya 76,3% (100%-23,7%)
73
dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian (H3) terjawab
bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah. Variabel independen yang paling dominan mempengaruhi dan
memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pendapatan asli daerah
adalah pajak daerah. Hal ini dikarenakan oleh semakin meningkatnya
perkembangan pembangunan yang didasari peningkatan penerimaan realisasi
pajak-pajak setiap tahunnya di masing-masing Kabupaten/Kota di Indonesia.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan, maka penulis dapat
memberikan implikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan yang berhubungan dengan penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah.
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang penting bagi
pemerintah daerah Kabupaten dan Kota. Upaya untuk meningkatkan pajak
daerah dan retribusi daerah di Kabupaten dan Kota di Indonesia setiap
tahunnya yang dilatar belakangi penggantian Undang-Undang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah Nomor 34 Tahun 2000 menjadi Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009. Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai 2011 berpotensi
mengurangi pendapatan pemerintah daerah. Menghadapi hal ini, pemerintah
provinsi telah mengajukan revisi Peraturan Daerah Pajak dan Retribusi ke
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan mengadakan program
pemutihan dan memungut pajak dan retribusi. Dan dari penelitian tersebut
ternyata realisasi Pendapatan Asli Daerah lebih besar dari target atau rencana
anggaran.
2. Praktik pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah didukung dengan
adanya peningkatan perkembangan pembangunan kabupaten dan kota dan
meningkatkan peran badan usaha dalam pencapaian target pajak daerah dan
retribusi daerah dengan menggali potensi daerah yang ada.
74
3. Peran masyarakat sangat mendukung pelaksanaan dan peningkatan target
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang bertujuan untuk
membiayai pembangunan kabupaten/kota. Dengan demikian pemerintah
daerah diharapkan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan publik,
karena dengan kemajuan wilayah akan memberikan dorongan terhadap
kemajuan kesejahteraan masyarakatnya sehingga kebijakan dan tujuan
perpajakan serta hak dan kewajiban masyarakat dapat terarah dengan baik.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijabarkan beberapa saran untuk
menyajikan penelitian yang lebih berkualitas di masa mendatang, diantaranya
sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah variabel independen yang
berpengaruh terhadap penerimaan asli daerah kabupaten/kota. Contohnya:
Hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dana perimbangan,
bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam, dana alokasi
umum, dan dana khusus alokasi khusus.
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas objek penelitian,
memperluas daerah survei dan memperbanyak ragam sampel sehingga data
yang diperoleh lebih valid.
3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya melibatkan pendapat dari Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) sehingga objek penelitian
lebih berkualitas.
4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mempersiapkan biaya,
mempersiapkan lebih banyak waktu dan tenaga agar proses penelitian
berjalan dengan lancar, sesuai yang diharapkan dan tepat waktu dalam
penyajiannya sehingga hasil penelitian lebih berkualitas.
75
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hamzah. dan Santoso, Ananda. Kamus Pintar Bahasa Indonesia.Surabaya: Fajar Mulya, 1996.
Ambardi, Urbanus dan Prihawantoro, Socia. Pengembangan Wilayah danOtonomi Daerah. Jakarta: BPPT, 2002.
Anggraini, Dina. “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan RetribusiDaerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”. Skripsi pada UINSyarif Hidayatullah Jakarta: 2010. Tidak dipublikasikan.
Bahar, Ujang. Peran Daerah dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan dari segiPembiayaan). Hukum Keuangan Jurnal Hukum Bisnis. 1, 2010.
BPS, Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2012.
BPS, Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012.
Daniel, Moehar. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka, 2007.
Ghozali, Imam. Aplikasi dan Analisis Multivariate dengan Proses SPSS.Semarang: Universitas Diponegoro: 2005.
Hasan, Muhammad Iqbal. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (statistik Deskriptif).Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Hendriani, Ayu Sri Utami dan Findi, Muhammad. The Political Economy ofGoverment Policy in Improving Leading Economic Sectors in CirebonRegency. Al-Muzara’ah Jurnal Ekonomi Syari’ah. 1, 2013.
Ilyas, Wirawan B dan Burton, Richard. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba empat,2007.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Deskripsi dan Analisis. Jakarta:Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013.
Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. Pajak Daerah dan Retribusi Derah diIndonesia. Malang: Bayumedia, 2006.
76
Lisa, Margareta. “Daerah Pusat Usaha Pasar Baru Kecamatan Sawah BesarJakarta Pusat”. Skripsi pada Universitas Indonesia: 1993. Tidakdipublikasikan.
Mahmudi. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga, 2010.
Muljono, Djoko. PPh dan PPN untuk Berbagai Kegiatan Usaha. Yogyakarta:Andi Offset, 2007.
Mustika, Siti. “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadapPendapatan Asli Daerah (PAD) di Jawa Barat”. Skripsi pada UIN SyarifHidayatullah Jakarta: 2011. Tidak dipublikasikan.
Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rokhim. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi,Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES, 2004.
Oktafianti, Devi. “Analisis Kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) dan PajakPertambahan Nilai (PPN) terhadap Total Penerimaan Pajak” Skripsi padaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. Tidak dipublikasikan.
Pandiangan, Liberty. Pemahaman Praktis Undang-Undang PerpajakanIndonesia. Jakarta: Erlangga, 2002.
Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika, 2001.
Prameka, Adelia Shabrina. “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerahterhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang”. SkripsiPada Universitas Brawijaya Malang: 2012. Tidak dipublikasikan.
Prastowo, Yustinus, dkk. Buku Pintar Menghitung Pajak Profesi, Badan Usaha,dan Peristiwa Khusus. Depok: RAS.
Riduansyah, Mohammad. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadapPendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Bogor.Makara Sosial Humaniora. 7, 2003.
Saragih, Juli Panglima. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalamOtonomi. Jakarta: Ghalia, 2003.
Siahaan, Marihot Pahala. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: RajawaliPers, 2010.
_____, Hukum Pajak Parlementer (Konsep Dasar Perpajakan Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
77
_____, Hukum Pajak Elementer (Konsep Dasar Perpajakan Indonesia),Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010.
Siregar, Siahaan. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: BumiAksara, 2013.
Soemitro, Rochmat dan Sugiharti, Dewi Kania. Asas dan Dasar Perpajakan 1.Bandung: Refika Aditama, 2004.
Suandy, Erly. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Sugiyono. Metodologi Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2013.
Sunarto. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: AMUS dan Citra Pustaka,2005.
Suparmoko, M. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE,2000.
Susetyo, Budi. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: RefikaAditama, 2010.
Suyonto, Danang. Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010.
Syafitri, Lili. “Analisis Peranan dan Kontribusi Pajak Reklame terhadapPeningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi”. Skripsi pada STIEMDP: 2012. Tidak dipublikasikan.
Tambunan, Tulus. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta:LP3ES, 2012.
Trywilda, Arinda. “Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadapPendapatan Asli Daerah di Kota Samarinda”. Skripsi pada UniversitasMulawarman: 2012. Tidak dipublikasikan.
Yani, Ahmad. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan DaerahIndonesia Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
www.djpk.kemenkeu.go.id
www.kemenkeu.go.id
81
Lampiran 1
Tabel 1Persentase Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2006 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentasePajak Daerah
dan PAD1 Kab. Aceh Tamiang 7.240.750.000 284.770.000 3,93%2 Kab. Palalawan 24.580.900.000 2.532.600.000 10,3%3 Kota Sukabumi 43.564.080.000 4.365.170.000 10,02%4 Kab. Banjarnegara 43.900.256.000 6.538.706.000 14.89%5 Kab. Banyumas 84.391.271.000 16.832.560.000 19,95%6 Kab. Batang 31.030.140.000 7.093.483.000 22,86%7 Kab. Blora 36.637.785.000 5.613.868.000 15,32%8 Kab. Boyolali 59.307.283.000 9.442.747.000 15,92%9 Kab. Brebes 47.995.353.000 10.706.108.000 22,31%10 Kab. Cilacap 78.895.457.000 32.072.943.000 40,65%11 Kab. Demak 33.811.888.000 8.008.267.000 23,69%12 Kab. Grobogan 41.921.570.000 9.387.115.000 22,40%13 Kab. Jepara 54.220.690.000 11.931.316.000 22,01%14 Kab. Karanganyar 46.052.120.000 14.543.183.000 31,58%15 Kab. Kebumen 92.533.197.000 7.694.152.000 8,32%16 Kab. Kendal 63.330.009.000 17.052.569.000 26,93%17 Kab. Klaten 33.920.000.000 10.310.593.000 30,40%18 Kab. Kudus 51.311.620.000 13.045.214.000 25,42%19 Kab. Magelang 62.226.400.000 16.181.110.000 26,00%20 Kab. Pati 66.128.698.000 10.462.612.000 15,82%21 Kab. Pekalongan 30.803.316.000 7.783.349.000 25,27%22 Kab. Pemalang 58.457.261.000 8.144.117.000 13,93%23 Kab. Purbalingga 47.694.606.000 6.995.119.000 14,67%24 Kab. Purworejo 32.813.869.000 4.732.823.000 14,42%25 Kab. Rembang 39.998.290.000 5.342.910.000 13,36%26 Kab. Sragen 52.019.760.000 8.859.373.000 17,03%27 Kab. Sukoharjo 44.008.081.000 13.555.956.000 30,80%28 Kab. Tegal 53.852.887.000 11.788.318.000 21,89%29 Kab. Temanggung 31.643.817.000 4.792.942.000 15,15%30 Kab. Wonogori 47.864.470.000 6.417.830.000 13,41%31 Kab. Wonosobo 30.618.482.000 4.728.120.000 15,44%32 Kota Magelang 36.533.677.000 4.411.072.000 12,07%33 Kota Pekalongan 13.937.105.000 8.396.545.000 60,25%34 Kota Salatiga 32.449.466.000 6.514.964.000 20,08%35 Kota Semarang 224.822.680.000 114.570.396.000 50,96%36 Kota Surakarta 78.585.750.000 35.589.767.000 45,29%37 Kab. Kulon Progo 35.203.280.000 3.320.980.000 9,43%
82
38 Kab. Tanah Laut 39.389.650.000 3.318.790.000 8,43%39 Kota Banjarmasin 45.572.940.000 24.302.370.000 53,33%40 Kab. Balangan 6.819.740.000 547.690.000 8,03%41 Kota Balikpapan 98.138.690.000 45.633.070.000 46,50%42 Kab. Buol 4.637.020.000 1.219.870.000 26,31%43 Kab. Gowa 35.703.520.000 11.470.020.000 32,13%44 Kab. Sumba Barat 17.029.420.000 1.394.550.000 8.19%45 Kab. Merauke 50.355.350.000 2.403.580.000 4,77%46 Kab. Nabire 8.570.570.000 851.160.000 9,93%47 Kab. Kaur 2.737.700.000 633.810.000 23,15%48 Kab. Lampung Selatan 19.101.370.000 6.624.200.000 34,68%49 Kab. Semarang 66.625.755.000 15.020.514.000 22,54%50 Kota Tegal 63.725.637.000 8.134.226.000 12,76%
Jumlah 2.352.713.626.000 591.597.517.000 1069,84%Rata-Rata 47.054.272.520 11.831.950.340 21,40%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
83
Lampiran 2
Tabel 2Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2007 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentasePajak Daerah
dan PAD1 Kab. Aceh Tamiang 3.601.388.755 215.886.135 6,00%2 Kab. Palalawan 34.694.239.194 4.898.492.203 14,12%3 Kota Sukabumi 50.567.177.271 4.827.283.630 9,55%4 Kab. Banjarnegara 44.876.890.000 6.810.610.000 15,18%5 Kab. Banyumas 96.386.445.000 18.990.998.000 19,70%6 Kab. Batang 30.968.198.000 7.833.316.000 25,29%7 Kab. Blora 43.392.412.000 6.372.371.000 14,69%8 Kab. Boyolali 67.437.537.000 10.619.320.000 15,75%9 Kab. Brebes 64.365.360.000 12.272.083.000 19,07%10 Kab. Cilacap 82.143.538.000 32.841.910.000 39,98%11 Kab. Demak 34.892.079.000 7.696.437.000 22,06%12 Kab. Grobogan 53.458.621.000 9.431.471.000 17,64%13 Kab. Jepara 64.442.492.000 13.084.433.000 20,30%14 Kab. Karanganyar 56.923.919.000 19.053.559.000 33,47%15 Kab. Kebumen 54.260.879.000 8.713.201.000 16,06%16 Kab. Kendal 75.771.963.000 28.750.594.000 37,95%17 Kab. Klaten 42.545.342.000 12.689.833.000 29,83%18 Kab. Kudus 55.181.579.000 14.523.986.000 26,32%19 Kab. Magelang 70.074.706.000 20.164.064.000 28,78%20 Kab. Pati 69.152.362.000 12.121.193.000 17,53%21 Kab. Pekalongan 42.341.231.000 8.604.584.000 20,32%22 Kab. Pemalang 55.835.580.000 9.292.781.000 16,64%23 Kab. Purbalingga 52.727.439.000 8.153.289.000 15,46%24 Kab. Purworejo 48.237.524.000 6.224.341.000 12,90%25 Kab. Rembang 42.255.838.000 6.174.552.000 14,61%26 Kab. Sragen 65.257.983.000 10.454.240.000 16,02%27 Kab. Sukoharjo 42.449.899.000 14.532.968.000 34,24%28 Kab. Tegal 63.363.141.000 12.674.642.000 20%29 Kab. Temanggung 34.884.581.000 5.312.688.000 15,23%30 Kab. Wonogori 50.329.495.000 7.257.949.000 14,42%31 Kab. Wonosobo 36.582.594.000 5.192.089.000 14,19%32 Kota Magelang 35.814.774.000 5.052.455.000 14,11%33 Kota Pekalongan 25.745.975.000 9.156.598.000 35,57%34 Kota Salatiga 36.192.746.000 7.065.861.000 19,52%35 Kota Semarang 238.237.999.000 128.535.918.000 53,95%36 Kota Surakarta 89.430.978.000 41.404.082.000 46,30%37 Kab. Kulon Progo 38.637.833.503 3.366.877.168 8,71%
84
38 Kab. Tanah Laut 40.865.357.397 3.854.002.099 9,43%39 Kota Banjarmasin 62.555.977.748 32.907.282.295 52,61%40 Kab. Balangan 11.469.088.525 1.157.532.742 10,10%41 Kota Balikpapan 103.651.100.898 49.170.013.694 47,44%42 Kab. Buol 5.059.347.784 861.469.122 17,03%43 Kab. Gowa 34.032.475.753 11.808.576.897 34,70%44 Kab. Sumba Barat 19.152.341.322 2.317.103.031 12,10%45 Kab. Merauke 57.329.286.947 4.345.883.750 7,58%46 Kab. Nabire 9.209.521.828 2.295.432.226 24,93%47 Kab. Kaur 5.645.533.973 761.727.418 13,50%48 Kab. Lampung Selatan 24.459.293.346 6.824.191.637 27,90%49 Kab. Semarang 70.860.484.000 15.895.418.000 22,43%50 Kota Tegal 62.259.147.000 9.131.410.000 14,67%
Jumlah 2.563.429.100.244 681.696.998.047 1081,46%Rata-Rata 51.268.582.005 13.633.939.960 21,63%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
85
Lampiran 3
Tabel 3Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2008 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentasePajak Daerah
dan PAD1 Kab. Aceh Tamiang 10.610.683.498 752.226.413 7,09%2 Kab. Palalawan 31.978.312.404 5.285.998.210 16,53%3 Kota Sukabumi 64.281.971.384 6.164.554.414 9,59%4 Kab. Banjarnegara 46.528.340.000 7.314.771.000 15,72%5 Kab. Banyumas 107.425.765.000 21.342.097.000 19,87%6 Kab. Batang 41.192.714.000 9.112.037.000 22,12%7 Kab. Blora 50.203.193.000 7.008.512.000 13,96%8 Kab. Boyolali 63.733.408.000 11.155.036.000 17,50%9 Kab. Brebes 71.896.767.000 14.630.524.000 20,35%10 Kab. Cilacap 102.780.342.000 41.103.678.000 39,99%11 Kab. Demak 43.817.065.000 9.959.585.000 22,73%12 Kab. Grobogan 59.922.461.000 9.161.707.000 15,29%13 Kab. Jepara 70.427.234.000 13.941,163.000 19,8%14 Kab. Karanganyar 64.470.676.000 21.874.872.000 33,93%15 Kab. Kebumen 58.599.425.000 10.983.958.000 18,74%16 Kab. Kendal 71.684.588.000 19.835.902.000 27,67%17 Kab. Klaten 49.549.622.000 18.026.871.000 36,38%18 Kab. Kudus 71.520.068.000 15.745.884.000 22,02%19 Kab. Magelang 81.203.386.000 25.207.008.000 31,04%20 Kab. Pati 80.677.766.000 12.569.740.000 15,58%21 Kab. Pekalongan 50.136.941.000 9.522.187.000 18,99%22 Kab. Pemalang 66.737.480.000 10.324.671.000 15,47%23 Kab. Purbalingga 63.795.293.000 9.574.697.000 15,01%24 Kab. Purworejo 51.174.861.000 6.402.461.000 12,51%25 Kab. Rembang 51.150.558.000 7.622.039.000 14,90%26 Kab. Sragen 65.561.026.000 11.958.348000 18,24%27 Kab. Sukoharjo 41.898.319.000 15.421.729.000 36,81%28 Kab. Tegal 59.370.632.000 13.210.710.000 22,25%29 Kab. Temanggung 37.773.970.000 5.819.500.000 15,41%30 Kab. Wonogori 54.129.295.000 8.055.007.000 14,88%31 Kab. Wonosobo 38.158.244.000 5.886.039.000 15,43%32 Kota Magelang 40.549.584.000 5.423.120.000 13,37%33 Kota Pekalongan 30.098.049.000 10.175.694.000 33,81%34 Kota Salatiga 45.149.902.000 7.995.573.000 17,71%35 Kota Semarang 267.914.251.000 143.460.195.000 53,55%36 Kota Surakarta 102.929.502.000 46.855.622.000 45,52%37 Kab. Kulon Progo 42.289.208.476 3.709.445.561 8,77%
86
38 Kab. Tanah Laut 43.389.899.652 3.993.293.577 9,20%39 Kota Banjarmasin 64.994.118.732 37.150.861.882 57,16%40 Kab. Balangan 20.268.034.560 1.054.949.255 5,21%41 Kota Balikpapan 117.630.283.228 65.199.182.741 55,43%42 Kab. Buol 15.872.736.758 1.415.907.554 8,92%43 Kab. Gowa 32.225.614.759 8.516.681.556 26,43%44 Kab. Sumba Barat 17.756.797.912 2.523.132.858 14,21%45 Kab. Merauke 70.452.703.474 4.727.469.710 6,71%46 Kab. Nabire 12.300.407.230 1.509.662.411 12,27%47 Kab. Kaur 5.801.627.760 908.161.367 15,65%48 Kab. Lampung Selatan 25.097.694.386 8.008.259.082 31,91%49 Kab. Semarang 82.942.881.000 17.943.901.000 21,63%
50 Kota Tegal 69.567.244.000 10.694.367.000 15,37%
Jumlah 2.879.417.753.213 752.297.828.591 1918,61%
Rata-Rata 57.588.355.064 15.045.956.572 38,37%Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian keuangan Republik Indonesia
(data diolah)
87
Lampiran 4
Tabel 4Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2009 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentasePajak Daerah
dan PAD1 Kab. Aceh Tamiang 10.080.171.998 2.258.313.237 22,40%2 Kab. Palalawan 29.980.587.977 3.752.761.999 12,52%3 Kota Sukabumi 66.190.680.359 6.596.175.722 9,97%4 Kab. Banjarnegara 60.636.815.000 8.161.471.000 13,46%5 Kab. Banyumas 120.520.362.000 23.497.798.000 19,5%6 Kab. Batang 44.643.602.000 9.102.024.000 20,39%7 Kab. Blora 49.696.651.000 8.116.957.000 16,33%8 Kab. Boyolali 73.985.148.000 12.896.540.000 17,43%9 Kab. Brebes 80.275.021.000 15.405.411.000 19,19%10 Kab. Cilacap 120.745.426.000 44.266.569.000 36,66%11 Kab. Demak 49.822.371.000 13.058.548.000 26,21%12 Kab. Grobogan 77.079.602.000 11.177.230.000 14,5%13 Kab. Jepara 71.958.111.000 16.024.843.000 22,27%14 Kab. Karanganyar 66.971.683.000 21.644.561.000 32,32%15 Kab. Kebumen 63.016.364.000 10.964.523.000 17,4%16 Kab. Kendal 76.805.714.000 19.575.799.000 25,49%17 Kab. Klaten 53.142.865.000 18.921.063.000 35,6%18 Kab. Kudus 83.045.781.000 19.592,884.000 23,59%19 Kab. Magelang 75.582.196.000 21.981.355.000 29,08%20 Kab. Pati 90.667.623.000 14.590.186.000 16,09%21 Kab. Pekalongan 58.468.320.000 10.193.310.000 17,43%22 Kab. Pemalang 81.819.334.000 11.782.513.000 14,4%23 Kab. Purbalingga 83.177.001.000 10.934.150.000 13,15%24 Kab. Purworejo 60.814.317.000 6.818.626.000 11,21%25 Kab. Rembang 56.887.895.000 9.859.879.000 17,33%26 Kab. Sragen 72.681.309.000 16.248.229.000 22,36%27 Kab. Sukoharjo 48.842.529.000 18.003.313.000 36,86%28 Kab. Tegal 70.551.139.000 14.045.893.000 19,91%29 Kab. Temanggung 47.363.939.000 6.194.994.000 13,08%30 Kab. Wonogori 49.946.258.000 8.669.381.000 17,36%31 Kab. Wonosobo 46.324.944.000 5.685.183.000 12,27%32 Kota Magelang 47.704.619.000 5.969.582.000 12,51%33 Kota Pekalongan 32.238.176.000 11.070.205.000 34,34%34 Kota Salatiga 52.053.155.000 8.243.033.000 15,84%35 Kota Semarang 306.112.423.000 154.505.287.000 50,47%36 Kota Surakarta 101.972.319.000 52.163.819.000 51,15%37 Kab. Kulon Progo 39.358.629.412 3.549.894.569 9,02%
88
38 Kab. Tanah Laut 36.411.064.419 4.358.201.888 11,97%39 Kota Banjarmasin 67.765.852.500 39.254.332.892 57,93%40 Kab. Balangan 17.379.556.775 1.999.043.778 11,50%41 Kota Balikpapan 144.400.358.366 76.186.347.295 52,76%42 Kab. Buol 9.272.948.298 3.167.021.917 34,15%43 Kab. Gowa 49.522.385.718 11.305.904.862 22,93%44 Kab. Sumba Barat 22.185.675.365 2.651.316.755 11,85%45 Kab. Merauke 90.865.565.697 7.271,141.033 8,00%46 Kab. Nabire 12.431.884.195 2.261.286.059 18,19%47 Kab. Kaur 9.012.332.811 1.017.018.729 11,29%48 Kab. Lampung Selatan 25.030.107.579 7.215.853.685 28,83%49 Kab. Semarang 90.389.871.000 20.439.129.000 22,61%
50 Kota Tegal 90.840.877.000 11.910.295.000 13,11%
Jumlah 3.236.849.190.469 817.695.172.387 1104,21%Rata-Rata 64.736.983.809 16.353.903.448 22,08%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kenmentrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
89
Lampiran 5
Tabel 5Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2010 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentasePajak Daerah
dan PAD1 Kab. Aceh Tamiang 8.953.000.000 2.054.000.000 22,94%2 Kab. Palalawan 29.478.000.000 2.939.000.000 9,97%3 Kota Sukabumi 73.665.000.000 5.391.000.000 7,32%4 Kab. Banjarnegara 60.036.077.000 8.043.000.000 13,40%5 Kab. Banyumas 65.364.093.000 24.145.133.000 36,94%6 Kab. Batang 44.570.205.000 8.689.025.000 19,5%7 Kab. Blora 56.500.000.000 9.416.800.000 16,67%8 Kab. Boyolali 80.020.241.000 12.000.000.000 15%9 Kab. Brebes 70.466.896.000 14.576.008.000 20,68%10 Kab. Cilacap 126.058.245.000 42.000.890.000 33,32%11 Kab. Demak 54.560.293.000 12.763.401.000 23,39%12 Kab. Grobogan 56.175.738.000 11.111.100.000 19,78%13 Kab. Jepara 71.081.298.000 15.419.796.000 21,69%14 Kab. Karanganyar 73.976.841.000 21.661.741.000 29,28%15 Kab. Kebumen 67.981.056.000 11.307.500.000 16,63%16 Kab. Kendal 75.773.781.000 17.003.000.000 22,44%17 Kab. Klaten 71.371.000.000 20.900.000.000 29,28%18 Kab. Kudus 92.294.396.000 21.194.751.000 22,96%19 Kab. Magelang 78.651.454.000 21.722.490.000 27,62%20 Kab. Pati 92.113.750.000 16.268.000.000 17,66%21 Kab. Pekalongan 55.967.925.000 9.730.969.000 17,39%22 Kab. Pemalang 61.498.796.000 10.581.000.000 17,21%23 Kab. Purbalingga 68.143.472.000 10.532.546.000 15,46%24 Kab. Purworejo 60.989.102.000 7.957.500.000 13,05%25 Kab. Rembang 78.227.428.000 13.000.000.000 16,62%26 Kab. Sragen 69.398.245.000 12.877.549.000 18,56%27 Kab. Sukoharjo 60.373.433.000 21.695.599.000 35,94%28 Kab. Tegal 74.304.065.000 15.556.039.000 20,94%29 Kab. Temanggung 55.095.179.000 6.339.053.000 11,51%30 Kab. Wonogori 64.818.342.000 7.641.500.000 11,79%31 Kab. Wonosobo 60.647.867.000 5.470.000.000 9,02%32 Kota Magelang 50.085.652.000 5.963.318.000 11,91%33 Kota Pekalongan 38.185.621.000 10.640.800.000 27,87%34 Kota Salatiga 51.590.175.000 7.899.581.000 15,31%35 Kota Semarang 293.826.726.000 155.760.000.000 53,01%36 Kota Surakarta 120.183.277.000 53.512.500.000 44,53%37 Kab. Kulon Progo 32.991.000.000 3.158.000.000 9,57%
90
38 Kab. Tanah Laut 42.061.000.000 2.492.000.000 5,93%39 Kota Banjarmasin 57.007.000.000 28.244.000.000 49,55%40 Kab. Balangan 16.160.000.000 644.000.000 3,99%41 Kota Balikpapan 104.650.000.000 64.467.000.000 61,60%42 Kab. Buol 8.302.000.000 634.000.000 7,64%43 Kab. Gowa 31.920.000.000 6.376.000.000 19,98%44 Kab. Sumba Barat 15.197.000.000 1.364.000.000 8,98%45 Kab. Merauke 53.695.000.000 5.892.000.000 10,97%46 Kab. Nabire 11.393.000.000 1.662.000.000 14,59%47 Kab. Kaur 4.450.000.000 627.000.000 14,09%48 Kab. Lampung Selatan 17.971.000.000 4.279.000.000 23,81%49 Kab. Semarang 97.181.797.000 20.200.409.000 20,79%
50 Kota Tegal 79.132.956.000 11.089.340.000 14,01%
Jumlah 3.184.538.422.000 804.893.338.000 1016,63%Rata-Rata 63.690.768.440 16.085.866.760 20,33%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
91
Lampiran 6
Tabel 6Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2006 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi RetribusiDaerah
PersentaseRetribusi
Daerah danPAD
1 Kab. Aceh Tamiang 7.240.750.000 2.767.270.000 38,22%2 Kab. Palalawan 24.580.900.000 4.166.250.000 16,95%3 Kota Sukabumi 43.564.080.000 35.641.720.000 81,82%4 Kab. Banjarnegara 43.900.256.000 22.41.486.000 51,12%5 Kab. Banyumas 84.391.271.000 47.699.380.000 58,86%6 Kab. Batang 31.030.140.000 14.172.647.000 45,67%7 Kab. Blora 36.637.785.000 15.310.835.000 41,79%8 Kab. Boyolali 59.307.283.000 33.628.502.000 56,7%9 Kab. Brebes 47.995.353.000 18.045.183.000 37,6%10 Kab. Cilacap 78.895.457.000 30.514.283.000 38,68%11 Kab. Demak 33.811.888.000 15.948.778.000 47,17%12 Kab. Grobogan 41.921.570.000 22.457.920.000 53,57%13 Kab. Jepara 54.220.690.000 31.445.500.000 58,11%14 Kab. Karanganyar 46.052.120.000 13.820.694.000 30,01%15 Kab. Kebumen 92.533.197.000 17.233.437.000 18,62%16 Kab. Kendal 63.330.009.000 17.052.569.000 26,93%17 Kab. Klaten 33.920.000.000 10.300.165.000 30,37%18 Kab. Kudus 51.311.620.000 28.999.307.000 56,52%19 Kab. Magelang 62.226.400.000 19.048.761.000 52,24%20 Kab. Pati 66.128.698.000 36,053.735.000 54,52%21 Kab. Pekalongan 30.803.316.000 17.131.252.000 55,61%22 Kab. Pemalang 58.457.261.000 31.741.992.000 53,39%23 Kab. Purbalingga 47.694.606.000 28.073.681.000 58,86%24 Kab. Purworejo 32.813.869.000 21.188.639.000 64,5%25 Kab. Rembang 39.998.290.000 22.634.030.000 56,59%26 Kab. Sragen 52.019.760.000 29.636.223.000 56,97%27 Kab. Sukoharjo 44.008.081.000 12.923.749.000 29,37%28 Kab. Tegal 53.852.887.000 27.204.905.000 50,52%29 Kab. Temanggung 31.643.817.000 18.638.551.000 58,9%30 Kab. Wonogori 47.864.470.000 19.020.960.000 39,74%31 Kab. Wonosobo 30.618.482.000 16.840.552.000 55%32 Kota Magelang 36.533.677.000 19.084.761.000 52,24%33 Kota Pekalongan 13.937.105.000 4.777.858.000 34,28%34 Kota Salatiga 32.449.466.000 27.425.939.000 53,7%35 Kota Semarang 224.822.680.000 71.725.388.000 31,9%36 Kota Surakarta 78.585.750.000 31.738.908.000 40,39%
92
37 Kab. Kulon Progo 35.203.280.000 20.018.580.000 50,82%38 Kab. Tanah Laut 39.389.650.000 12.544.550.000 31,85%39 Kota Banjarmasin 45.572.940.000 10.189.270.000 22,36%40 Kab. Balangan 6.819.740.000 484.430.000 7,10%41 Kota Balikpapan 98.138.690.000 23.019.100.000 23,46%42 Kab. Buol 4.637.020.000 1.621.460.000 34,97%43 Kab. Gowa 35.703.520.000 16.437.040.000 46,04%44 Kab. Sumba Barat 17.029.420.000 5.654.730.000 33,21%45 Kab. Merauke 50.355.350.000 8.113.680.000 16,11%46 Kab. Nabire 8.570.570.000 2.092.510.000 24,42%47 Kab. Kaur 2.737.700.000 735.870.000 26,88%48 Kab. Lampung Selatan 19.101.370.000 5.999.770.000 31,41%49 Kab. Semarang 66.625.755.000 35.201.253.000 52,83%50 Kota Tegal 63.725.637.000 31.841.285.000 49,97%
Jumlah 2.352.713.626.000 951.994.117.000 2138,86%Rata-Rata 47.054.272.520 19.039.882.340 42,78%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementtrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
93
Lampiran 7
Tabel 7Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2007 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
Realisasi PajakDaerah
PersentaseRetribusi
Daerah damPAD
1 Kab. Aceh Tamiang 3.601.388.755 3.128.912.640 86,88%2 Kab. Palalawan 34.694.239.194 7.162.662.558 20,65%3 Kota Sukabumi 50.567.177.271 39.713.886.780 78,54%4 Kab. Banjarnegara 44.876.890.000 25.214.470.000 56,19%5 Kab. Banyumas 96.386.445.000 57.734.035.000 59,9%6 Kab. Batang 30.968.198.000 13.197.701.000 42,62%7 Kab. Blora 43.392.412.000 18.777.568.000 43,27%8 Kab. Boyolali 67.437.537.000 40.020.928.000 59,35%9 Kab. Brebes 64.365.360.000 29.818.187.000 46,33%10 Kab. Cilacap 82.143.538.000 33.752.365.000 41,09%11 Kab. Demak 34.892.079.000 16.750.097.000 48,01%12 Kab. Grobogan 53.458.621.000 28.111.728.000 52,59%13 Kab. Jepara 64.442.492.000 37.388.293.000 48,01%14 Kab. Karanganyar 56.923.919.000 15.799.304.000 27,76%15 Kab. Kebumen 54.260.879.000 18.826.029.000 34,7%16 Kab. Kendal 75.771.963.000 26.046.780.000 34,38%17 Kab. Klaten 42.545.342.000 9.814.834.000 23,07%18 Kab. Kudus 55.181.579.000 33.851.695.000 61,35%19 Kab. Magelang 70.074.706.000 27.668.383.000 39,48%20 Kab. Pati 69.152.362.000 41.219.951.000 59,61%21 Kab. Pekalongan 42.341.231.000 24.430.217.000 57,7%22 Kab. Pemalang 55.835.580.000 32.179.733.000 57,63%23 Kab. Purbalingga 52.727.439.000 31.322.828.000 59,41%24 Kab. Purworejo 48.237.524.000 29.737.466.000 61,65%25 Kab. Rembang 42.255.838.000 26.097.927.000 61,76%26 Kab. Sragen 65.257.983.000 37.682.507.000 57,74%27 Kab. Sukoharjo 42.449.899.000 12.299.331.000 28,97%28 Kab. Tegal 63.363.141.000 29.269.979.000 46,19%29 Kab. Temanggung 34.884.581.000 19.274.955.000 55,25%30 Kab. Wonogori 50.329.495.000 17.945.757.000 35,66%31 Kab. Wonosobo 36.582,594.000 13.472.882.000 36,83%32 Kota Magelang 35.814.774.000 21.525.877.000 60,1%33 Kota Pekalongan 25.745.975.000 6.281.874.000 24,4%34 Kota Salatiga 36.192.746.000 19.427.776.000 53,68%35 Kota Semarang 238.237.999.000 77.049.366.000 32,34%36 Kota Surakarta 89.430.978.000 33.359.234.000 37,3%
94
37 Kab. Kulon Progo 38.637.833.503 22.355.637.683 57,86%38 Kab. Tanah Laut 40.865.357.397 14.319.832.199 35,04%39 Kota Banjarmasin 62.555.977.748 10.036.562.569 16,05%40 Kab. Balangan 11.469.088.525 644.869.958 5,62%41 Kota Balikpapan 103.651.100.898 25.109.265.308 24,23%42 Kab. Buol 5.059.347.784 1.624.693.376 32,11%43 Kab. Gowa 34.032.475.753 15.120.960.518 44,43%44 Kab. Sumba Barat 19.152.341.322 5.355.841.538 27,97%45 Kab. Merauke 57.329.286.947 10.349.504.583 18,05%46 Kab. Nabire 9.209.521.828 3.272.082.838 35,53%47 Kab. Kaur 5.645.533.973 1.206.457.259 21,37%48 Kab. Lampung Selatan 24.459.293.346 7.053.393.533 28,84%49 Kab. Semarang 70.860.484.000 37.823.768.000 53,38%50 Kota Tegal 62.259.147.000 34.517.370.000 55,44%
Jumlah 2.563.429.100.244 1.144.145.758.340 2168,26%
Rata-Rata 51.268.582.005 22.882.915.166 43,37%Sumber: Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data
diolah)
95
Lampiran 8
Tabel 8Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2008 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
RealisasiRetribusi Daerah
PersentaseRetribusi
Daerah danPAD
1 Kab. Aceh Tamiang 10.610.683.498 3.754.580.606 35,39%2 Kab. Palalawan 31.978.312.404 6.325.183.302 19,78%3 Kota Sukabumi 64.281.971.384 45.982.669.506 71,53%4 Kab. Banjarnegara 46.528.340.000 27.229.681.000 58,52%5 Kab. Banyumas 107.425.765.000 63.895.747.000 59,48%6 Kab. Batang 41.192.714.000 20.811.791.000 50,52%7 Kab. Blora 50,203.193.000 21.593.457.000 43,01%8 Kab. Boyolali 63.733.408.000 38.959.750.000 61,13%9 Kab. Brebes 71.896.767.000 26.719.502.000 37,16%10 Kab. Cilacap 102.780.342.000 40.019.749.000 38,94%11 Kab. Demak 43.817.065.000 19.901.731.000 45,42%12 Kab. Grobogan 59.922.461.000 29.910.218.000 49,91%13 Kab. Jepara 70.427.234.000 44.636.562.000 63,38%14 Kab. Karanganyar 64.470.676.000 19.198.334.000 29,78%15 Kab. Kebumen 58.599.425.000 26.653.036.000 45,48%16 Kab. Kendal 71.684.588.000 30.012.268.000 41,87%17 Kab. Klaten 49.549.622.000 10.463.290.000 21,12%18 Kab. Kudus 71.520.068.000 44.428.917.000 62,12%19 Kab. Magelang 81.203.386.000 33.623.363.000 41,41%20 Kab. Pati 80.677.766.000 50.983.553.000 63,19%21 Kab. Pekalongan 50.136.941.000 31.949.797.000 63,73%22 Kab. Pemalang 66.737.480.000 35.497.457.000 53,19%23 Kab. Purbalingga 63.795.293.000 37.427.113.000 58,67%24 Kab. Purworejo 51.174.861.000 34.466.897.000 67,35%25 Kab. Rembang 51.150.558.000 33.259.284.000 65,02%26 Kab. Sragen 65.561.026.000 37.083.969.000 56,56%27 Kab. Sukoharjo 41.898.319.000 13.704.969.000 32,71%28 Kab. Tegal 59.370.632.000 31.303.155.000 52,72%29 Kab. Temanggung 37.773.970.000 20.004.662.000 52,96%30 Kab. Wonogori 54.129.295.000 18.624.878.000 34,41%31 Kab. Wonosobo 38.158.244.000 14.198.228.000 37,21%32 Kota Magelang 40.549.584.000 24.786.008.000 61,13%33 Kota Pekalongan 30.098.049.000 7.638.403.000 25,38%34 Kota Salatiga 45.149.902.000 22.321.903.000 49,44%35 Kota Semarang 267.914.251.000 84.757.259.000 31,64%
96
36 Kota Surakarta 102.929.502.000 39.325.241.000 38,21%37 Kab. Kulon Progo 42.289.208.476 26.704.708.326 63,15%38 Kab. Tanah Laut 43.389.899.652 22.235.989.219 51,25%39 Kota Banjarmasin 64.994.118.732 12.315.715.332 18,95%40 Kab. Balangan 20.268.034.560 735.093.425 3,63%41 Kota Balikpapan 117.630.283.228 26.260.782.382 22,33%42 Kab. Buol 15.872.736.758 1.446.749.009 9,12%43 Kab. Gowa 32.225.614.759 15.755.509.464 48,89%44 Kab. Sumba Barat 17.756.797.912 6.568.010.965 36,99%45 Kab. Merauke 70.452.703.474 13.381.194.509 18,99%46 Kab. Nabire 12.300.407.230 6.685.701.432 54,35%47 Kab. Kaur 5.801.627.760 1.534.651.340 26,45%48 Kab. Lampung Selatan 25.097.694.386 7.464.891.929 29,74%49 Kab. Semarang 82.942.881.000 42.499.509.000 51,24%
50 Kota Tegal 69.567.244.000 40.043.851.000 57,56%
Jumlah 2.879.417.753.213 1.315.084.962.746 2161,59%Rata-Rata 57.588.355.064 26.301.699.255 43,23%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
97
Lampiran 9
Tabel 9Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2009 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
RealisasiRetribusi Daerah
PersentaseRetribusi
Daerah danPAD
1 Kab. Aceh Tamiang 10.080.171.998 3.883.138.240 38,52%2 Kab. Palalawan 29.980.587.977 5.357.758.446 17,87%3 Kota Sukabumi 66.190.680.359 6.656.601.925 10,06%4 Kab. Banjarnegara 60.636.815.000 39.104.932.000 64,49%5 Kab. Banyumas 120.520.362.000 26.893.820.000 22,31%6 Kab. Batang 44.643.602.000 22.764.686.000 50,99%7 Kab. Blora 49.696.651.000 23.542.075.000 47,3%8 Kab. Boyolali 73.985.148.000 47.897.948.000 64,74%9 Kab. Brebes 80.275.021.000 39.384.120.000 49,06%10 Kab. Cilacap 120.745.426.000 51.795.024.000 42,9%11 Kab. Demak 49.822,371.000 25.353.014.000 50,89%12 Kab. Grobogan 77.079.602.000 46.188.968.000 59,92%13 Kab. Jepara 71.958.111.000 9.296.167.000 12,92%14 Kab. Karanganyar 66.971.683.000 11.672.772.000 17,43%15 Kab. Kebumen 63.016.364.000 32.552.500.000 51,66%16 Kab. Kendal 76.805.714.000 38.433.219.000 50,04%17 Kab. Klaten 53.142.865.000 11.039.457.000 20,77%18 Kab. Kudus 83.045.781.000 46.876.817.000 56,45%19 Kab. Magelang 75.582.196.000 33.411.799.000 44,21%20 Kab. Pati 90.667.623.000 55.228.144.000 60,91%21 Kab. Pekalongan 58.468.320.000 40.969.784.000 70,07%22 Kab. Pemalang 81.819.334.000 39.554.384.000 48,34%23 Kab. Purbalingga 83.177.001.000 53.214.418.000 53,98%24 Kab. Purworejo 60.814.317.000 9.491.484.000 15,61%25 Kab. Rembang 56.887.895.000 36.008.817.000 63,3%26 Kab. Sragen 72.681.309.000 13.971.701.000 19,22%27 Kab. Sukoharjo 48.842.529.000 20.143.186.000 41,24%28 Kab. Tegal 70.551.139.000 10.166.068.000 14,41%29 Kab. Temanggung 47.363.939.000 25.991.032.000 54,88%30 Kab. Wonogori 49.946.258.000 19.651.479.000 39,35%31 Kab. Wonosobo 46.324.944.000 29.401.617.000 63,47%32 Kota Magelang 47.704.619.000 4.489.924.000 9,41%33 Kota Pekalongan 32.238.176.000 8.373.086.000 25,97%34 Kota Salatiga 52.053.155.000 6.843.378.000 13,15%35 Kota Semarang 306.112.423.000 69.874.090.000 22,83%36 Kota Surakarta 101.972.319.000 37.783.489.000 37,05%
98
37 Kab. Kulon Progo 39.358.629.412 5.918.692.238 15,04%38 Kab. Tanah Laut 36.411.064.419 17.382.224.744 47,74%39 Kota Banjarmasin 67.765.852.500 12.855.435.512 18,97%40 Kab. Balangan 17.379.556.775 1.678.672.822 9,66%41 Kota Balikpapan 144.400.358.366 27.713.514.688 19,19%42 Kab. Buol 9.272.948.298 1.746.412.018 18,83%43 Kab. Gowa 49.522.385.718 29.782.199.331 60,14%44 Kab. Sumba Barat 22.185.675.365 7.631.587.088 34,40%45 Kab. Merauke 90.865.565.697 17.968.162.477 19,78%46 Kab. Nabire 12.431.884.195 7.022.096.156 56,49%47 Kab. Kaur 9.012.332.811 1.488.913.452 16,52%48 Kab. Lampung Selatan 25.030.107.579 12.742.714.584 50,91%49 Kab. Semarang 90.389.871.000 52.201.870.000 57,75%
50 Kota Tegal 90.840.877.000 9.419.115.000 10,37%
Jumlah 3.236.849.190.469 1.208.812.507.721 1668,19%Rata-Rata 64.736.983.809 24.176.250.154 33,36%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
99
Lampiran 10
Tabel 10Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2010 (dalam rupiah)
No Kabupaten/KotaRealisasi
Pendapatan AsliDaerah
RealisasiRetribusi Daerah
PersentaseRetribusi
Daerah danPAD
1 Kab. Aceh Tamiang 8.953.000.000 2.828.000.000 31,592 Kab. Palalawan 29.478.000.000 3.171.000.000 10,763 Kota Sukabumi 73.665.000.000 4.632.000.000 6,294 Kab. Banjarnegara 60.036.077.000 40.393.434.000 67,285 Kab. Banyumas 65.364.093.000 28.329.882.000 43,346 Kab. Batang 44.570.205.000 24.650.900.000 55,317 Kab. Blora 56.500.000.000 26.844.120.000 47,518 Kab. Boyolali 80.020.241.000 26.324.920.000 32,99 Kab. Brebes 70.466.896.000 42.468.125.000 60,2710 Kab. Cilacap 126.058.245.000 37.652.500.000 29,8711 Kab. Demak 54.560.293.000 30.777.527.000 56,4112 Kab. Grobogan 56.175.738.000 37.143.327.000 66,1213 Kab. Jepara 71.081.298.000 9.827.992.000 13,8314 Kab. Karanganyar 73.976.841.000 13.555.793.000 18,3215 Kab. Kebumen 67.981.056.000 36.274.734.000 53,3616 Kab. Kendal 75.773.781.000 11.119.985.000 14,6817 Kab. Klaten 71.371.000.000 13.990.000.000 19,618 Kab. Kudus 92.294.396.000 53.979.251.000 58,4919 Kab. Magelang 78.651.454.000 34.683.636.000 44,120 Kab. Pati 92.113.750.000 19.857.948.000 21,5621 Kab. Pekalongan 55.967.925.000 38,115.695.000 68,122 Kab. Pemalang 61.498.796.000 33.333.225.000 54,223 Kab. Purbalingga 68.143.472.000 42.625.360.000 62,5524 Kab. Purworejo 60.989.102.000 13.222.830.000 21,6825 Kab. Rembang 78.227.428.000 24.913.609.000 31,8526 Kab. Sragen 69.398.245.000 13.777.350.000 18,3227 Kab. Sukoharjo 60.373.433.000 28.468.557.000 47,1528 Kab. Tegal 74.304.065.000 10.307.884.000 13,8729 Kab. Temanggung 55.095.179.000 33.971.100.000 61,6630 Kab. Wonogori 64.818.342.000 33.622.052.000 51,8731 Kab. Wonosobo 60.647.867.000 40.362.421.000 66,5532 Kota Magelang 50.085.652.000 7.300.400.000 14,5833 Kota Pekalongan 38.185.621.000 13.119.424.000 34,3634 Kota Salatiga 51.590.175.000 6.132.209.000 11,8935 Kota Semarang 293.826.726.000 82.057.313.000 27,9336 Kota Surakarta 120.183.277.000 46.903.995.000 39,03
100
37 Kab. Kulon Progo 32.991.000.000 5.555.000.000 16,8438 Kab. Tanah Laut 42.061.000.000 21.657.000.000 51,4939 Kota Banjarmasin 57.007.000.000 12.697.000.000 22,2740 Kab. Balangan 16.160.000.000 1.625.000.000 10,0641 Kota Balikpapan 104.650.000.000 20.887.000.000 19,9642 Kab. Buol 8.302.000.000 1.552.000.000 18,6943 Kab. Gowa 31.920.000.000 20.063.000.000 62,8544 Kab. Sumba Barat 15.197.000.000 6.683.000.000 43,9845 Kab. Merauke 53.695.000.000 12.401.000.000 23,1046 Kab. Nabire 11.393.000.000 3.785.000.000 33,2247 Kab. Kaur 4.450.000.000 796.000.000 17,8948 Kab. Lampung Selatan 17.971.000.000 7.470.000.000 41,5749 Kab. Semarang 97.181.797.000 58.552.684.000 60,25
50 Kota Tegal 79.132.956.000 10.964.448.000 13,86
Jumlah 3.184.538.422.000 1.113.310.935.000 1813,21%Rata-Rata 63.690.768.440 22.266.218.700 36,26%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia(data diolah)
101
Lampiran Hasil Pengolahan Data SPSS
TabelHasil Statistik Data
Statistics
Pajak Daerah Retribusi
Daerah
PAD
NValid 250 250 250
Missing 0 0 0
Mean 21,6149 40,8480 57414224999,70
Std. Error of Mean ,76739 1,11359 2518874018,266
Median 17,6500 42,7600 53300743000,00
Mode 9,02a 10,06a 2737700000a
Std. Deviation 12,13348 17,60741 39826895183,704
Variance 147,221 310,021 1586181579973724700000,000
Skewness 1,313 -,142 3,066
Std. Error of Skewness ,154 ,154 ,154
Kurtosis 1,328 -,944 15,173
Std. Error of Kurtosis ,307 ,307 ,307
Range 57,67 83,25 303374723000
Minimum 3,93 3,63 2737700000
Maximum 61,60 86,88 306112423000
Sum 5403,73 10212,00 14353556249926
Percentiles
25 13,8225 25,1400 36098253000,00
50 17,6500 42,7600 53300743000,00
75 26,3125 55,7550 70456251605,50
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
102
GrafikHasil Uji Normalitas (Grafik P-Plot)
GrafikHasil Uji Normalitas
Menggunakan Grafik Histogram
103
TabelHasil Uji Normalitas (Kolomogorov-Smirnov)
One –Sample Kolomogorov-Smirnov TestOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pajak Daerah Retribusi Daerah PAD
N 250 250 250
Normal Parametersa,b Mean 21,6149 40,8480 57414224999,70
Std. Deviation 12,13348 17,60741 39826895183,704
Most Extreme Differences
Absolute ,156 ,097 ,145
Positive ,156 ,075 ,145
Negative -,088 -,097 -,090
Kolmogorov-Smirnov Z 2,464 1,528 2,300
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,019 ,000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
TabelHasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000 ,960 1,042
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190 ,960 1,042
a. Dependent Variable: PAD
TabelHasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742 1,895
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PAD
104
GambarHasil Uji Heteroskedastisitas
TabelStatistik DeskriptifDescriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PAD 57414224999,70 39826895183,704 250
Pajak Daerah 21,6149 12,13348 250
Retribusi Daerah 40,8480 17,60741 250
TabelTabel Korelasi
Correlations
PAD Pajak Daerah Retribusi
Daerah
Pearson Correlation
PAD 1,000 ,487 -,026
Pajak Daerah ,487 1,000 -,201
Retribusi Daerah -,026 -,201 1,000
Sig. (1-tailed) PAD . ,000 ,339
105
Pajak Daerah ,000 . ,001
Retribusi Daerah ,339 ,001 .
N
PAD 250 250 250
Pajak Daerah 250 250 250
Retribusi Daerah 250 250 250
TabelTabel Variabel yang Dimasukkan
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables
Removed
Method
1 Retribusi Daerah, Pajak Daerahb . Enter
a. Dependent Variable: PAD
b. All requested variables entered.
TabelTabel Summary Model
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742 ,243 39,626 2 247 ,000
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PAD
TabelTabel Anova
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 95942184278775720000000,000 2 47971092139387860000000,000 39,626 ,000b
Residual 299017029134681470000000,000 247 1210595259654580700000,000
Total 394959213413457200000000,000 249
a. Dependent Variable: PAD
b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
106
TabelTabel Koefisien
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190
a. Dependent Variable: PAD
TabelHasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 ,493a ,243 ,237 34793609465,742
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b. Dependent Variable: PAD
Tabel Hasil Uji FANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 95942184278775720000000,000 2 47971092139387860000000,000 39,626 ,000b
Residual 299017029134681470000000,000 247 1210595259654580700000,000
Total 394959213413457200000000,000 249
a. Dependent Variable: PAD
b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Tabel Hasil Uji tCoefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14902032652,336 7522066226,454 1,981 ,049
Pajak Daerah 1648972926,340 185495460,139 ,502 8,890 ,000
Retribusi Daerah 168178967,449 127827172,121 ,074 1,316 ,190
a. Dependent Variable: PAD