kontrol kualitas dan metode analisis

Upload: preprelle

Post on 07-Jul-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    1/29

    1

    Makalah Fitofarmasi

    Kontrol Kualitas dan Metode Analisis Bahan

    Alam

    Oleh:

    Aprillia Hardiyani Tanto

    051311133066

    Kelas A

    Kelompok 2

    FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SURABAYA

    2016

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    2/29

    2

    DAFTAR ISI 

    COVER …………………………………………………………………………………   1

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………   2

    I.  Kontrol Kualitas …………………………………………………………………   4

    1.  1. Pendahuluan Kontrol Kualitas ………………………………………….. 4

    1.  2. Parameter untuk Kontrol Kualitas Obat Herbal …………………………  6

    1.  2. 1. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis ……………………. 6

    1.  2. 2. Penetapan Bahan Asing ………………………………………… . 7

    1.  2. 3. Penetapan Abu ………………………………………………… .... 7

    1.  2. 4. Logam Berat ………………………………………………………   8

    1. 

    2. 5. Penetapan Kontaminan Mikroba dan Aflatoxins …………………  8

    1. 

    2. 6. Penetapan Residu Pestisida ………………………………………. 9

    1.  2. 7. Penetapan Residu Radioaktif …………………………………….. 9

    1.  2. 8. Metode Analisis ………………………………………………… .. 9

    II.  Metode Analisis Bahan Alam ……………………………………………………. 10

    2.  1. Pendahuluan …………………………………………………….... 10

    2. 2. Metode Analisis ………………………………………………… .. 11

    2. 2.1. TLC ……………………………………………………………… . 11

    2.2.2. HPLC …………………………………………………………… .. 12

    2.2.3. LC-MS ……………………………………………………………  13

    2.2.4. LC-NMR …………………………………………………………. 13

    2.2.5. GC-MS ……………………………………………………………   14

    2.2.6. GC-FID ……………………………………………………………   14

    2.2.7. SFC ……………………………………………………………… .. 15

    2. 3. Validasi Metode Analisis …………………………………………. 15

    2.3.1. Tujuan Validasi Metode Analisis …………………………………. 15

    2.3.2. Panduan Validasi Metode Analisis ………………………………  16

    2.3.3. Karakteristik Kinerja Analitik yang Digunakan dalam Validasi

    Metode ………………………………………………………… ... 17

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    3/29

    3

    2.3.4.  Kategori Metode Analisis …………………………………………  25

    III. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… . 27

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    4/29

    4

    I.  KONTROL KUALITAS OBAT HERBAL

    1.1. PENDAHULUAN

    Pengendalian mutu untuk efikasi dan dan keamanan dari obat herbal adalah hal

    yang sangat penting. Kualitas dapat didefinisikan sebagai status obat yang ditentukan

    oleh identitas, kemurnian, konten, dan sifat fisika, kimia serta biologi atau dari proses

    manufakturnya. Kontrol kualitas adalah istilah yang mengacu kepada proses yang terjadi

    dalam mempertahankan kualitas dan validitas dari sebuah produk yang diproduksi.

    Istilah “obat herbal” menunjukkan tanaman atau bagian tanaman yang telah

    diubah menjadi sediaan fitofarmasetika dengan proses sederhana yang melibatkan proses

     panen, pengeringan, dan penyimpanan (EMEA, 1998).

    Secara umum, kontrol kualitas didasarkan pada tiga definisi penting menurut

    farmakope, yaitu:

    1.  Identitas –  harus terdiri dari satu tumbuhan.

    2.  Kemurnian –  tidak boleh ada kontaminan lain selain tumbuhan itu sendiri.

    3.  Konten atau pengujian  –   Konstituen aktif harus berada dalam batas-batas yang

    ditentukan.

    Hal ini jelas bahwa konten merupakan salah satu hal yang paling sulit untuk diuji,

    karena dalam obat herbal konstituen aktifnya tidak diketahui. Terkadang senyawa marker

    dapat digunakan, yang mana berarti, secara kimiawi konstituennya dapat ditentukan

    untuk tujuan pengendalian, terlepas apakah senyawa itu memiliki aktivitas terapetik atau

    tidak (WHO, 1992).

    Identitas  dapat diketahui melalu pengamatan makro dan mikroskopis. Wabah

     penyakit tanaman dapat mengakibatkan perubahan fisik tanaman dan menyebabkan

    identifikasi yang salah (WHO, 1988; Smet, 1999). Pada suatu waktu, pelabelan terhadap

    kualitas botani yang salah dapat menjadi masalah.

    Kemurnian, erat hubungannya dengan penggunaan obat-obatan secara aman dan

     beberapa faktor lain seperti kadar abu, kontaminan (misalnya benda asing dalam bentuk

    tumbuhan lain), dan logam berat. Namun, sehubungan dengan berkembangnya aplikasi

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    5/29

    5

    dari metode analisis modern, evaluasi kemurnian juga termasuk mengenai kontaminan

    mikroba, aflatoxin, radioaktivitas, dan residu pestisida. Metode analisis seperti analisis

    fotometri, kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT),

    kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (HPTLC), dan kromatografi gas dapat digunakan

    dalam rangka menghasilkan komposisi yang konstan dari preparasi obat herbal.

    Kandungan atau penetapan adalah adalah hal yang paling sulit dilakukan dalam

    lingkup kontrol kualitas, karena pada obat herbal konstituen aktifnya tidak diketahui.

    Dalam kasus lain, di mana tidak terdapat konstituen aktif atau senyawa penanda yang

    dapat ditentukan untuk obat herbal, persentasi dari senyawa yang dapat diekstraksi

    dengan sebuah pelarut mungkin digunakan sebagai bentuk pengujian, pendekatan ini

    dapat dilihat di farmakope (WHO, 1996; WHO, 1998).

    Bentuk khusus dari pengujian adalah penetapan kadar minyak esensial dengan

    distilasi uap. Di mana konstituen aktif (misalnya sennosida pada  senna) atau senyawa

    marker  (misalnya alkilamida pada Echinacea) diketahui, penetapan kadar dengan metode

    analisis kimia modern seperti spektrofotometri UV/VIS, TLC, HPLC, HPTLC, GC,

    spektroskopi massa, atau kombinasi GC/MS dapat digunakan (Watson, 1999).

    Beberapa masalah yang tidak terjadi pada obat sintetis sering memengaruhi

    kualitas obat herbal. Contohnya:

    1.  Obat herbal biasanya merupakan campuran dari banyak konstituen.

    2.  Senyawa aktifnya, pada banyak kasus tidak diketahui.

    3.  Metode analisis yang selektif atau senyawa referens mungkin tidak tersedia secara

    komersial.

    4.  Bahan tanaman secara kimiawi dan alami bervariasi.

    5.  Adanya chemo-varieties dan chemo-cultivars. 

    6.  Sumber dan kualitas dari bahan mentah bervariasi.

    Metode pemanenan, pengeringan, penyimpanan, transportasi, dan pemrosesan

    (sebagai contoh bentuk ekstraksi dan polaritas dari pelarut ekstraksi, ketidakstabilan

    konstituen, dll.) juga memengaruhi kualitas obat herbal (Wani, 2007).

    Senyawa marker   adalah konstituen kimiawi yang sudah diketahui dari obat herbal

    yang penting untuk kualitas produk akhir. Idealnya, senyawa marker   yang terpilih juga

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    6/29

    6

    merupakan senyawa yang memiliki efek farmakologis bagi tubuh. Ada 2 kategori

    standarisasi. Kategori pertama, “true” standardization, senyawa fitokimia pasti atau

    kelompok konstituen yang diketahui memiliki aktivitas. Ginkgo dengan kandungan 26%

    ginkgo flavon dan 6% terpen adalah contoh klasiknya. Senyawa ini sangat terkonsentrasi dan

    tidak mewakili tumbuhan secara keseluruhan, dan sekarang dianggap sebagai fitofarmasi.

    Dalam banyak kasus, senyawa ini jauh lebih efektif daripada bila digunakan sebagai satu

    tumbuhan. Namun, prosesnya dapat memungkinkan berkurangnya efikasi dan potensi efek

    samping serta interaksi obat herbal dapat meningkat. Kategori standarisasi yang lain

    didasarkan pada jaminan produsen pada kehadiran senyawa marker  dalam jumlah yang pasti;

    hal ini bukan merupakan indikator aktivitas terapetik atau kualitas dari tumbuhan (Kunle,

    2012).

    1. 

    2. Parameter untuk Kontrol Kualitas Obat Herbal 

    1.2. 1. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis 

    Tanaman obat dikategorikan menurut pengamatan sensorik, karakter mikroskopik

    dan makroskopiknya. Sebuah pemeriksaan untuk menentukan karakteristik ini adalah

    langkah awal untuk menunjukkan identitas dan kemurnian dari suatu bahan, dan harus

    dilakukan sebelum melakukan tes lain yang lebih jauh (lebih kompleks). Jika

    memungkinkan, spesimen yang telah diautentifikasi dari bahan yang akan diperiksa dan

    sampel yang sudah sesuai dengan kualitas far makope harus ada untuk dijadikan sebagai

    referensi. Inspeksi visual merupakan jalan paling sederhana dan cepat untuk

    membuktikan identitas, kemurnian, dan jika memungkinkan kualitas dari bahan yang

    diperiksa. Jika sebuah sampel ditemukan berbeda secara signifikan, dari segi warna,

    konsistensi, aroma atau rasanya, dari spesifikasi, diperkirakan bahan ini tidak memenuhi

     persyaratan. Namun, penilaian harus diulangi saat menentukan aroma dan rasa, karena

     penilaian yang bervariasi dari satu orang dengan orang yang lain atau oleh satu orang

     pada waktu yang berbeda.

    Identitas makroskopis dari bahan tanaman obat adalah didasarkan pada bentuk,

    ukuran, warna, karakteristik permukaan, tekstur, karakteristik pecahan, dan penampilan

    dari bagian yang terpotong. Namun, karena karakteristik-karakteristik ini dinilai secara

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    7/29

    7

    subyektif, masih memungkinkan senyawa tambahan atau adulterant  terlihat sangat mirip

    dengan senyawa asli yang diperiksa. Sering dibutuhkan pemeriksaan secara mikroskopi

    atau fisiko-kimia. 

    Inspeksi mikroskopis bahan tanaman obat sangat diperlukan untuk identifikasi

     bahan yang sudah tidak dalam bentuk asalnya atau bentuk serbuk; spesimennya mungkin

    harus direaksikan dengan reagen kimia. Pemeriksaan mikroskopi sendiri tidak selalu

    dapat menyajikan identifikasi yang lengkap, meskipun telah digabungkan dengan metode

    analisis lain, hal ini sering dapat menambahkan bukti-bukti yang kurang mendukung.

    Informasi tambahan apapun yang berguna untuk preparasi atau analisis juga harus

    dimasukkan ke dalam prosedur pemeriksaan untuk bahan tanaman, sebagai contoh

     penentuan pembuluh tumbuhan dan perbandingan palisade.

    1. 2. 2. Penetapan Bahan Asing 

    Tumbuhan yang dikumpulkan harus bersih dari tanah, bagian serangga, atau

    kotoran hewan dsb. Bahan tanaman obat harus bersih secara keseluruhan dari tanda-tanda

    kontaminasi yang dapat terlihat oleh mata seperti lumut atau serangga, dan kontaminasi

    hewan lainnya, termasuk kotoran hewan. Tidak ada bau yang tidak normal, diskolorasi,

    lendir, dan tanda kemunduran harus sudah dideteksi. Selama penyimpanan, bahan-bahan

    harus dijaga pada tempat yang bersih dan hieginis sehingga tidak ada kontaminasi.

    Penanganan khusus harus dilaksanakan untuk menghindari pembentukan lumut, karena

    lumut memungkinkan pembentukan aflatoxin. Pemeriksaan makroskopis dapat dilakukan

    untuk menentukan adanya bahan asing pada seluruh bagian tanaman atau bagian yang

    telah dipotong. Namun, pemeriksaan mikroskopis juga dibutuhkan untuk bahan serbuk.

    Tanah, pasir, batu, debu, dan bahan asing anorganik lainnya harus dibersihkan sebelum

     bahan tanaman obat dipotong atau diuji.

    1. 2. 3. Penetapan Abu

    Sisa abu karena pembakaran dari bahan tanaman obat ditentukan dengan 3

    metode yang berbeda yang mana mengukur kadar total abu, kadar abu tidak larut asam,

    dan abu larut air. Metode pengukuran kadar abu total didesain untuk mengukur jumlah

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    8/29

    8

    total dari bahan yang tersisa setelah pembakaran. Hal ini termasuk baik “abu fisiologis”

    yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan “abu non -fisiologis” yang merupakan

    residu dari bahan eksternal yang menempel pada permukaan tanaman.

    Abu tidak larut asam adalah residu yang didapat setelah merebus abu total dengan

    asam klorida encer, dan membakar bahan sisa yang tidak larut, kemudian diukur jumlah

    silica yang ada, terutama sebagai pasir dan tanah yang mengandung silica. Abu larut air

    adalah perbedaan berat antara abu total dan residu setelah melarutkan abu total dalam air

    (Belle, 2011).

    1. 2. 4. Penetapan Logam Berat

    Kontaminasi karena logam berat dapat terjadi baik karena disengaja maupun

    tidak. Kontaminasi karena logam berat seperti merkuri, timbal, tembaga, kadmium, dan

    arsen pada obat herbal dapat terjadi karena beberapa sebab, termasuk polusi lingkungan

    dan dapat berakibat berbahaya secara klinis terhadap kesehatan pengguna obat herbal.

    Oleh karena itu, jumlah logam berat pada obat herbal harus dibatasi (AOAC, 2005;

    WHO, 1998c; De Smet, 1992). 

    Penentuan logam berat secara langsung dan sederhana banyak ditemukan dalam

     banyak farmakope dan didasarkan pada reaksi warna dengan reagen khusus seperti

    thioasetamida atau dietilditiokarbamat, dan jumlah yang ada ditentukan dengan

    membandingkannya dengan sebuah standar (WHO, 1998). Analisis instrumental harus

    digunakan ketika ada logam berat dalam jumlah kecil, dalam campuran, atau saat analisis

    harus bersifat kuantitatif. Secara umum, metode utama yang biasa digunakan adalah

    atomic absorption spectrophotometry  (AAS), inductively coupled plasma  (ICP) dan

    neutron activation analysis (NAA) (Watson, 1999).

    1. 2. 5. Penetapan Kontaminan Mikroba dan Aflatoxin

    Jumlah lempeng total bakteri aerobik, bakteri pathogen seperti enterobacteria, E.

    coli, salmonella,  Pseudomonas aeruginosa, Stapjyloccocus aureus, dan adanya aflatoxin

    dsb (Belle, 2011).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    9/29

    9

    1. 2. 6. Penetapan Residu Pestisida

    Batasan untuk residu pestisida harus ditetapkan menurut rekomendasi dari  Food

    and Agriculture Organization of United Nations (FAO)  dan WHO yang mana sudah

    dikeluarkan untuk makanan dan pakan hewan. Rekomendasi ini juga termasuk mengenai

    metodologi analisis untuk penetapan kadar residu pestisida secara spesifik (Belle, 2011).

    Meskipun tidak ada laporan serius mengenai toksisitas dari pestisida dan

     fumigants, penting untuk memastikan bahwa tumbuhan dan produk herbal terbebas dari

     bahan kimia ini atau setidaknya tetap dikontrol agar tetap berada pada rentang aman (De

    Smet, 1992).

    Cara untuk menetapkan kadar residu pestisida, sampel dari obat herbal diekstrak

    dengan prosedur standar, kotoran dibersihkan dengan cara partisi dan/atau adsorpsi, dan

    masing-masing residu pestisida diukur dengan GC, MS, atau GC-MS. Beberapa prosedur

    sederhana telah dikeluarkan oleh WHO dan Farmakope Eropa telah menetapkan batasan

    umum untuk residu pestisida pada obat (WHO, 1996a, 1998a, 2000; De Smet, 1999;

    AOAC, 2005).

    1. 2. 7. Penetapan Residu Radioaktif

    Di lingkungan banyak sekali sumber ionisasi radiasi, termasuk radionuklida, oleh

    karena itu perlu pembatasan tingkat paparan radioaktif (AOAC, 2005; WHO, 2000; De

    Smet, 1992). Paparan radioaktif dari tanaman harus diperiksa menurut acuan dari

     International Atomic Energy (IAE) di Vienna dan menurut WHO (Shrikumar dkk, 2004).

    1. 2. 8. Metode Analisis

    Penetapan konstituen secara kuantitatif telah dibuat lebih mudah pada

     perkembangan instrument analisis dalam waktu terakhir. Kemajuan terbaru dalam isolasi,

     pemurnian, dan elusidasi struktur dari metabolit bahan alam telah memungkinkan untuk

    membangun strategi yang tepat untuk penentuan dan analisis kualitas dan standarisasi

    obat herbal. Klasifikasi tumbuhan dan organisme dengan kandungan kimianya disebut

    sebagai kemotaksonomi. TLC, HPLC, GC, Kuantitatif TLC, dan HPTLC dapat

    menentukan homogenitas ektrak tumbuhan. Over Pressured Layer Chromatography

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    10/29

    10

    (OPLC), infra merah dan spektrometri UV/VIS, MS, GC, LC dapat digunakan tersendiri

    atau dalam kombinasi seperti LC-MS, dan GC-MS, Resonansi Magnetik Inti (RMI),

    teknik elektroforesa, terutama dengan hyphenated chromatographic techniques  adalah

    alat-alat dengan peforma tinggi, sering digunakan untuk standarisasi dan mengontrol

    kualitas baik bahan mentah dan produk jadi. Hasil dari teknis yang canggih ini berupa

    sidik jari kimia terkait dengan bahan alam atau kotoran yang ada pada ekstrak tanaman

    (WHO, 2002c). Berdasarkan konsep foto ekivalen, sidik jari kromatografi dari obat

    herbal dapat digunakan untuk kontrol kualitas.

    II. METODE ANALISIS BAHAN ALAM

    2.1. Pendahuluan

    Obat herbal tradisional telah digunakan dan proses preparasinya telah dilakukan

    secara luas selama ribuan tahun baik di negara berkembang maupun negara maju karena

     berasal dari alam dan karena efek yang lebih rendah atau ketidakpuasan atas obat-obat

    sintetis. Salah satu karakteristik dari proses pembuatan obat tradisional adalah bahwa

    semua obat-obatan herbal, baik yang mengandung ramuan tunggal atau beberapa ramuan

    dalam formula campuran, diekstraksi dengan air mendidih selama proses perebusan. Hal

    ini mungkin menjadi alasan utama mengapa kontrol kualitas dari obat herbal tradisional

    menjadi lebih sulit daripada obat-obat sintetis. Seperti yang ditunjukkan dalam “Pedoman

    Umum Metodologi Riset dan Evaluasi Obat Tradisional (World Health Organization,

    2000)”, “Meskipun keberadaannya dirasakan dan penggunaanya dilakukan secara terus

    menerus selama berabad-abad dan popularitasnya serta penggunaannya yang ekstensif

    selama beberapa dekade terakhir, obat tradisional belum resmi diakui di sebagian besar

     Negara.” 

    Pada zaman dahulu obat digunakan untuk mengobati pasien secara individual dan

    obat disiapkan sesuai dengan kebutuhan pasien tetapi sekarang keadaan telah berubah,

    obat-obatan herbal sedang diproduksi dalam skala besar dan produsen menemukan

     banyak permasalahan seperti ketersediaan bahan baku berkualitas baik, otentikasi bahan

     baku, ketersediaan standar, metodologi standarisasi yang tepat untuk obat tunggal dan

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    11/29

    11

    formulasinya, parameter kontrol kualitas, dll. Maka, konsep kualitas dari langkah pertama

    adalah faktor penting yang harus mendapatkan perhatian yang baik (Kamboj, 2012).

    Kandungan kimia dalam tanaman melibatkan adanya konstituen penting yang

    memiliki efek terapi yang biasanya terkait dengan banyak bahan inert (zat pewarna,

    selulosa, lignin, dll). Bahan aktif diekstrak dari tanaman dan dimurnikan untuk

    mendapatkan efek terapi sesuai dengan aktivitas farmakologisnya. Jadi, kontrol kualitas

    dari bahan mentah obat tradisional dan konstituennya sangat penting dalam sistem

     pengobatan modern. Kurangnya parameter standar yang tepat untuk standarisasi obat

    herbal dan beberapa contoh herbal standar, mengakibatkan adanya obat herbal yang

    dipalsukan. Untuk menghindari hal tersebut dan memenuhi dorongan rasa ingin tahu akan

    obat herbal, standarisasi obat herbal adalah wajib (Chaundhry, 1999; Kokate, 2005;

    Raina, 2003; Raven, 1999; Yan, 1999).

    Oleh karena itu, setiap obat tradisional perlu diperiksa kualitasnya untuk

    memastikan bahwa obat tradisional tersebut telah memenuhi persyaratan kualitas dan

     bersifat konsisten. Standarisasi menjamin bahwa produk yang ada terpercaya dalam hal

    kualitas, efektifitas, keamanan, dan kinerjanya (Kamboj, 2012).

    2. 2. Metode Analisis

    2. 2. 1. TLC (Thin L ayer Chromatography)/  KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

    Kromatografi Lapis Tipis, yang dikenal sebagai KLT, adalah salah satu

    teknik kromatografi paling sederhana dan banyak digunakan untuk pemisahan

    campuran senyawa. Dalam penaksiran fitokimia dari obat-obatan herbal, KLT

    secara luas digunakan untuk alasan-alasan sebagai berikut:

    1. Analisis ekstrak herbal yang cepat dengan sampel clean-up yang minimal.

    2. Dapat menyediakan informasi kualitatif atau semikuantitatif tentang senyawa

    yang telah dipisahkan.

    3. Dapat dilakukan kuantifikasi zat-zat kimia. Proses sidik jari menggunakan

    KCKT dan GLC juga dilakukan dalam kasus-kasus tertentu.

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    12/29

    12

    Dalam proses penyidikjarian menggunakan KLT, data yang dapat dicatat

    menggunakan pemindai KLT kinerja tinggi adalah kromatogram, nilai retardation

    factor (Rf), warna dari pita- pita yang terpisahkan, spectrum absorpsi, λ maks, dan

     shoulder infection  dari pita-pita yang terpisahkan. Semua hal tersebut, bersama

    dengan profil derivatisasi dari reagen yang berbeda, menunjukkan profil sidik jari

    KLT dari sampel. Informasi yang diperoleh dapat diaplikasikan pada identifikasi

    obat yang asli, mengeluarkan bahan pemalsu, dan menjaga kualitas dan

    konsistensi obat. Penyidikjarian menggunakan KCKT antara lain pencatatan

    kromatogram, waktu retensi dari puncak-puncak secara individual, dan spektra

    absorpsi (pencatatan menggunakan detektor  photodiode array) dengan fase mobil

    yang berbeda-beda. Demikian juga dengan GLC, digunakan untuk menghasilkan

     profil sidik jari dari minyak-minyak mudah dari obat-obatan herbal. Selain itu,

     pendekatan-pendekatan terbaru dalam pengaplikasian kromatografi dan

    spektrometri secara berhubungan seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Diode

    Array Detection (HPLC-DAD), Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS),

    Capillary Electrophoresis-Diode Array Detection (CE-DAD), Kromatografi Cair

    Kinerja Tinggi-Spektroskopi Massa (HPLC-MS) dan Kromatografi Cair Kinerja

    Tinggi-Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (HPLC-NMR) dapat menyediakan

    informasi spektrum tambahan yang akan sangat berguna untuk analisis kualitatif

    dan bahkan untuk elusidasi struktur secara on-line (Liang et al., 2004, Ong et al.,

    2002).

    2. 2. 2 HPLC (High Peformance L iquid Chromatography)  

    HPLC analisis dan preparatif digunakan secara luas di industry farmasi

    untuk mengisolasi dan memurnikan senyawa herbal. Pada dasarnya ada dua jenis

    HPLC preparatif: HPLC dengan tekanan rendah (di bawah 5 bar) dan HPLC

    tekanan tinggi (tekanan di atas 20 bar) (Chimeze et al. 2008). Parameter penting

    yang harus diperhatikan adalah resolusi, sensitivitas, dan kecepatan waktu analisis

     pada analisis menggunakan HPLC di mana baik derajat kemurnian solute dan

     jumlah senyawa yang dapat dihasilkan per unit waktu, contoh throughput   atau

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    13/29

    13

    recovery  pada HPLC preparatif (Rao et al., 2009). Pada HPLC preparative

    (tekanan di atas 20 bar), kolom  stainless steel yang lebih panjang dan  packing

    materials (ukuran partikel 10-30 mikrometer) dibutuhkan. Contoh dari kolom

    silica fase normal adalah Kromasil 10 mikrometer, Kromasil 16 mikrometer,

    Chiralcel AS 20 mikrometer dan di mana untuk fase terbalik adalah Kromasil

    C18, Kromasil C8, YMC C18. Tujuannya adalah untuk mengisolasi atau

    memurnikan senyawa, di mana tujuan utama analisisnya adalah untuk

    mendapatkan informasi mengenai sampel. Hal ini begitu penting dalam industri

    farmasi mengingat untuk sekarang ini produk baru (alami, sintesis) harus

    dikenalkan pada pasar sesegera mungkin. Memiliki teknik pemurnian yang sangat

     baik membuat semakin sedikit waktu yang digunakan pada kondisi sintesis

    (Bhutani, 2000; Marston, 2002; Brandt et al., 2002).

    2. 2. 3. L iquid Chromatography-M ass Spectroscopy (LC-MS)  

    LC-MS telah menjadi metode pilihan dalam banyak tingkatan dalam

     pengembangan obat (Lee, 1999). Hal mutakhir terakhir meliputi teknik

    electrospray, thermospray, dan ionspray ionization  yang mana menawarkan

    keuntungan unik dalam hal sensitivitas deteksi yang tinggi dan spesifisitas,

    spektroskopi massa ion cairan sekunder, kemudian spektroskopi massa laser

    dengan 600 MHz menganalisis penentuan berat molekul protein dan peptide

    secara akurat. Teknik ini juga dapat mendeteksi pola isotop (Bhutani, 2000).

    2. 2. 4. L iquid Chromatography  –  Nuclear Magnetic Resonance (LC-NMR)  

    LC-NMR mengembangkan kecepatan dan sensitivitas dari pendeteksian

    dan diketahui berguna dalam bidang farmakokinetik, studi toksisitas, metabolism

    obat, dan proses penemuan obat. Kombinasi dari teknis pemisahan kromatografi

    dengan spektroskopi NMR adalah salah satu metode yang sangat baik dan hemat

    waktu untuk pemisahan dan elusidasi struktur dari campuran senyawa yang tidak

    diketahui, terutama untuk elusidasi struktur dari senyawa yang sensitive terhadap

    sinar dan oksigen (Patil et al,. 2010).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    14/29

    14

    2. 2. 5. Gas Chromatography (GC-MS)  

    Peralatan GC dapat secara langsung dihubungkan dengan pemindai cepat

    spektroskopi massa dari berbagai tipe. GC dan GC-MS adalah metode yang

    digunakan untuk analisis obat tradisional dengan kandungan senyawa yang

    mudah menguap, berhubungan dengan sensitifitasnya, stabilitasnya, dan efisiensi

    yang tinggi. Terutama, menghubungkan dengan MS akan menghasilkan informasi

    yang terpercaya untuk analisis kualitatif dari senyawa kompleks (Guo et al., 2006

    and Teo et al., 2008). Kecepatan alir dari kolom kapiler secara umum cukup

    rendah sehingga keluarannya dapat dihubungkan langsung ke dalam ruang

    ionisasi pada MS. Detektor paling sederhana pada GC adalah  Ion Trap Detector

    (ITD). Pada instrument ini, ion dibuat dari sampel yang telah dieluasi oleh ionisasi

    kimia dan disimpan dalam sebuah bidang frekuensi radio; ion yang telah dijebak

    kemudian diejeksikan dari area penyimpanan ke electron multiplier detector.

    Pengejeksian ini dikontrol sehingga pemindaian pada rasio mass-to-charge 

    menjadi mungkin. Instrumen GC-MS telah digunakan untuk identifikasi dari

    ratusan komponen senyawa yang ada pada alam dan sistem biologi (Sharma,

    2009).

    2. 2. 6. GC-FID  

    Banyak detector yang digunakan pada kromatografi gas. Detektor yang

     paling umum digunakan adalah  flame ionization detector (FID) dan thermal

    conductivity detector (TCD). Penyambungan kolom kapiler kromatografi gas

    degan FT-IR menghasilkan informasi yang sangat baik dalam pemisahan dan

    identifikasi dari komponen dalam campuran yang berbeda (Sharma, 2009).

    Keduanya sensitif untuk berbagai senyawa dalam rentang yang luas dan kedunya

     juga sensitive bekerja untuk rentang konsentrasi yang luas. TCD merupakan

    detektor yang universal dan dapat digunakan untuk mendeteksi komponen apapun

    selain gas pembawa (selama konduktivitas termal senyawa yang dideteksi

     berbeda dari gas pembawa, pada suhu detektor). FID lebih sensitif dari TCD

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    15/29

    15

    terutama untuk senyawa hidrokarbon. Namun, FID tidak dapat mendeteksi adanya

    air. Kedua detektor ini cukup tegar (robust). Karena TCD adalah detektor yang

    non-destruktif, detektor ini dapat digunakan dalam serangkaian analisis sebelum

     penggunaan FID (bersifat destruktif), dan demikian dapat menghasilkan deteksi

    komplementer dari analit yang sama (Patra et al ., 2010). 

    2. 2. 7. Supercri tical F lu id Chromatography (SFC)  

    Supercritical Fluid Chromatography  adalah penggabungan dari

    kromatografi gas dan cair yang mengkombinasikan keunggulan dari masing-

    masing metode analisis. SFC memungkinkan pemisahan dan penentuan dari

    sekelompok senyawa yang tidak dapat dideteksi oleh kromatografi cair atau gas.

    SFC telah digunakan pada berbagai material termasuk bahan alam, obat,

    makanan, dan pestisida (Matthew et al, 2006). Senyawa-senyawa ini bersifat non-

    volatil dan labil secara termal sehingga prosedur GC tidak dapat digunakan atau

    senyawa tersebut tidak mengandung gugus fungsi yang memungkinkan

     pendeteksian oleh spektroskopi atau teknik elektrokimia pada LC (Patil et al.,

    2010).

    2. 3. Validasi Metode Analisis

    2. 3. 1. Pendahuluan

    Tujuan dari pengukuran analitis apapun adalah untuk memperoleh data

    yang konsisten, terpercaya, dan akurat. Metode analisis yang telah divalidasi

    memiliki peran utama dalam mencapai tujuan ini. Hasil dari validasi metode dapat

    digunakan untuk menilai kualitas, reliability, dan konsistensi dari hasil analisis,

    yang merupakan bagian integral dari praktik analisis yang baik. Validasi metode

    analisis juga dipersyaratkan oleh sebagian besar peraturan dan standar kualitas

    laboratorium (Huber, 2010). Menurut USP 36, validasi metode analisis adalah

     pengumpulan bukti terdokumentasi yang menjelaskan bahwa prosedur analisis

    sesuai untuk digunakan. Penggunaan prosedur yang sudah divalidasi dengan

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    16/29

    16

    instrumen analisis yang sudah dikualifikasi akan menghasilkan data pengujian

    yang ajeg dan dapat dipercaya.

    Metode analisis perlu divalidasi, diverifikasi, atau di re-validasi dalam hal-

    hal berikut:

      Sebelum penggunaan awal dalam pengujian rutin

      Ketika dipindahkan ke laboratorium lain

      Kapan saja saat kondisi atau parameter validasi dari metode yang sudah

    divalidasi berubah (misalnya, instrument dengan karakteristik yang

     berbeda atau sampel dengan matrix yang berbeda) dan perubahan itu

     berada di luar lingkup asli dari metode

    Validasi metode telah mendapat banyak perhatian dalam literatu dari

    komite industri dan badan pembuat regulasi (Huber, 2010). Pada bagian ini akan

    dibahas mengenai bagaimana validasi metode membantu dalam mendapatkan data

    yang berkualitas tinggi.

    2. 3. 2. Tujuan Validasi Metode

    Validasi metode menurut United State Pharmacopeia (USP) dilakukan

    untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan

     pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009).Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa

     parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,

    karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika: 

    1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu. 

    2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau

    karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku

    tersebut harus direvisi. 

    3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah

    seiring dengan berjalannya waktu. 

    4. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis

    yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda. 

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    17/29

    17

    5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode

     baru dan metode baku (Gandjar dan Rohman, 2009).

    2. 3. 3. Panduan Validasi Metode Analisis

    Beberapa panduan yang digunakan dalam melakukan validasi metode

    analisis antara lain:

      ICH Q2A : Text on validation of analytical Procedure 

      ICH Q2B Validation of analytical procedures methodology

       FDA-CDER ( Center for Drug Evaluation and Research) 

    a.   Reviewer guidance validation of chromatographic methods 

     b.  Submitting sample and analytical data for method

    validation 

    c.   Analytical procedure and method validation for human

     studies

    d.   Bioanalytical method validation for human studies

      USP: Validation of compendial method (Yuwono, 2014).

    2. 3. 4. Karakteristik Kinerja Analitik yang Digunakan dalam Validasi

    Metode

    1)  Akurasi

    Akurasi suatu prosedur analisis adalah tingkat kedekatan antara

    hasil pengujian dengan prosedur yang sedang divalidasi terhadap

    nilai yang benar. Akurasi prosedur analisis harus ditetapkan

    meliputi rentang nilai benar tersebut.

    Akurasi dihitung sebagai persentase perolehan kembali dari

     penetapan sejumlah analit yang ditambahkan dan diketahui

     jumlahnya ke dalam sampel, atau sebagai selisih antara hasil rata-

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    18/29

    18

    rata dengan hasil benar yang diterima bersama dengan batas

    kepercayaannya.

    Dokumen ICH merekomendasikan bahwa akurasi ditetapkan

    dengan menggunakan minimal 9 penetapan meliputi 3 tingkat

    konsentrasi berbeda yang telah ditetapkan (misalnya 3 konsentrasi

    dan 3 replikasi untuk masing-masing konsentrasi).

    Penilaian akurasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk

    menilai persen perolehan kembali dari berbagai rentang pengujian,

    atau menilai linearitas hubungan antara konsentrasi yang dihitung

    terhadap konsentrasi sebenarnya (Kemenkes, 2014).

    Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan 

    dengan rumus sebagai berikut:

    Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit

     pada matriks dapat dilihat pada tabel

    (Riyanto, 2014)

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    19/29

    19

    2)  Presisi atau  precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat

    kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran

    hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara

     berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang

    homogen. 

    Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

    (koefisien variasi) dari satu seri pengukuran. Presisi meliputi

    repeatability  (keterulangan), intermediate precision  (presisi

    antara), dan reproducibility (ketertiruan).

    a)   Repeatability  adalah keseksamaan metode jika dilakukan

     berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan

    dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai

    melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap

    sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama,

     jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang

    normal.

     b)  Presisi antara menyatakan keragaman dalam laboratorium

    yang dilakukan pada hari yang berbeda atau oleh analis

    yang berbeda atau peralatan yang berbeda di laboratorium

    yang sama (Kemenkes, 2014).

    c)  Reproducibility adalah keseksamaan metode jika

    dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis

    dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda

    menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang

     berbeda pula.

    Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan

     baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang

    (Riyanto, 2014).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    20/29

    20

    Dokumen ICH merekomendasikan bahwa repetabilitas ditetapkan

    dengan menggunakan minimal 9 penetapan meliputi suatu rentang

    konsentrasi khusus untuk prosedur (misalnya 3 konsentrasi dan 3

    replikasi untuk masing-masing konsentrasi, atau minimal 6

     penetapan pada konsentrasi uji 100%) (Kemenkes, 2014).

    3)  Spesifisitas

    Dokumen ICH mendefinisikan spesifisitas sebagai kemampuan

    menguji secara tepat suatu analit dengan adanya komponen lain

    dan diperkirakan ada sebagai cemaran, hasil degradasi, dan matriks

    sampel. Ketiadaan spesifisitas dari prosedur analisis dapat diatasi

    dengan penggunaan prosedur analitik pendukung. [Catatan 

     beberapa organisasi internasional menggunakan istilah selektivitas

    untuk menggantikan spesifisitas.] Untuk menjelaskan definisi di

    atas dapat digunakan implikasi berikut:

    a)  Uji identifikasi prosedur harus menjamin identitas analit.

     b)  Uji kemurnian prosedur harus menjamin dalam penetapan

    akurat kandungan cemaran dalam analit (seperti senyawa

    sejenis, batas logam berat, cemaran organik mudah

    menguap).

    c)  Penetapan kadar Prosedur harus menjamin dan memberikan

     pernyataan akurat pada kadar atau potensi analit dalam

    sampel.

    Dokumen ICH menyatakan, jika digunakan prosedur kromatografi,

    maka kromatogram harus disertakan untuk menunjukkan derajatselektivitasnya, dan puncak harus diberi tanda. Uji kemurnian

     puncak (dengan “ Diode Array” atau Spektrometri Massa) dapat

    digunakan untuk menunjukkan bahwa puncak kromatogram analit

    tidak mengandung komponen lain (Kemenkes, 2014).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    21/29

    21

    4)  Batas Deteksi

    Batas deteksi adalah karakteristik uji batas. Ini merupakan

    konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat dideteksi,

    tetapi tidak perlu kuantitatif dalam kondisi percobaan yang

    ditentukan. Batas deteksi umumnya dinyatakan sebagai konsentrasi

    analit (misalnya persen, bpj, bpm) dalam sampel (Kemenkes,

    2014). Pengujian dapat dilakukan dengan 3 cara:

    a)   Based on Visual Evaluation

    Evaluasi visual bisa digunakan untuk metode non-

    instrumental maupun instrumental. Batas deteksi ditentukan

    oleh analisis sampel dengan konsentrasi analit yang

    diketahui dan dengan melakukan analisis dengan analit

    yang masih dapat dideteksi pada konsentrasi terkecil.

    b)   Based on Signal-to-Noise

    Pendekatan ini hanya dapat dilakukan pada prosedur

    analisis yang menunjukkan baseline noise.

    Penentuan dari rasio  signal-to-noise  dilakukan dengan

    membandingkan sinyal dari blanko dan sinyal dari sampel

    dengan konsentrasi rendah yang diketahui tetapi analit

    masih dapat dideteksi. Dikatakan batas deteksi diterima bila

     perbandingan signal-to-noise adalah 3 atau 2:1. 

    c)   Based on the Standard Deviation of the Response and the

    Slope

    Batas deteksi dapat ditunjukkan dengan:

    Slope S dapat diketahui dari kurva kalibrasi analit (ICH

    Q2-R1, 2005).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    22/29

    22

    5)  Batas Kuantitasi

    Batas kuantitasi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam

    sampel yang ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang dapat

    diterima dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan. Batas

    kuantitasi dinyatakan sebagai konsentrasi analit (misalnya persen,

     bpj, bpm) dalam sampel (Kemenkes, 2014). Pengujian dapat

    dilakukan dengan 3 cara:

    a)   Based on Visual Evaluation

    Evaluasi visual bisa digunakan untuk metode non-

    instrumental maupun instrumental. Batas kuantitasi

    umumnya ditentukan melalui analisis sampel dengan

    konsentrasi analit yang diketahui dimana konsentrasi

    minimum analit dapat dikuantisasi dengan akurasi dan

     presisi yang baik.

    b)   Based on Signal-to-Noise

    Pendekatan ini hanya dapat dilakukan pada prosedur

    analisis yang menunjukkan baseline noise.  Penentuan dari

    rasio  signal-to-noise  dilakukan dengan membandingkan

    sinyal dari blanko dan sinyal dari sampel dengan

    konsentrasi rendah yang diketahui tetapi analit masih dapat

    dideteksi. Dikatakan batas deteksi diterima bila

     perbandingan signal-to-noise adalah 10:1

    c)   Based on the Standard Deviation of the Response and the

    Slope

    Batas kuantitasi dapat ditentukan dengan cara:

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    23/29

    23

    Slope S dapat diketahui dari kurva kalibrasi analit (ICH

    Q2-R1, 2005).

    6)  Linearitas dan Rentang

    Linearitas adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil uji yang

    secara langsung atau dengan melalui transformasi matematik yang

    tepat proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel dalam

    rentang yang diberikan. Dalam kaitan ini, linearitas mengacu pada

    hubungan linear antara konsentrasi dan hasil pengukuran pengujian

    (Kemenkes, 2014).

    Rentang adalah interval antara batas tertinggi dan batas terendah

    dari kadar analit yang telah dibuktikan, dapat ditentukan dengan

     presisi, akurasi, dan linearitas yang sesuai menggunakan prosedur

    analisis yang ditetapkan. Rentang umumnya dinyatakan dalam

    satuan yang sama dengan hasil uji (misalnya persen, bpj, bpm)

    yang diperoleh dengan prosedur analisis ini (Kemenkes, 2014).

    ICH merekomendasikan bahwa linearitas ditetapkan dengan

    menggunakan minimal 5 konsentrasi yang digunakan secara

    normal. Dan juga direkomendasikan rentang minimum yang

    digunakan sebagai berikut:

       Penetapan kadar senyawa obat (atau sediaan farmasi akhir):

    dari 80% hingga 120% dari konsentrasi uji.

     

     Penetapan cemaran: dari 50% hingga 120% dari kriteria

     penerimaan.

      Untuk keseragaman kandungan: minimal 70% hingga 130%

    dari konsentrasi uji (sangat tergantung pada sifat alami bentuk

    sediaan).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    24/29

    24

      Untuk uji disolusi: kurang lebih 20% dari rentang spesifik

    (misalnya pada sediaan pelepasan terkendali, setelah 1 jam

    20%, dan setelah 24 jam lebih dari 90%, maka rentangnya dari

    0%-110% dari konsentrasi yang dinyatakan pada etiket)

    (Kemenkes, 2014).

    7)  Ketegaran ( Robustness) 

    Ketegaran adalah ukuran kemampuan prosedur untuk tetap

     bertahan dan tidak terpengaruh oleh keragaman kecil yang

    disengaja pada parameter prosedur yang terdapat dalam dokumen.

    Ketegaran dapat ditentukan pada waktu pengembangan prosedur

    analisis.

    Kesesuaian sistem

    Salah satu konsekuensi dari pengujian ketegaran adalah parameter

    kesesuaian sistem yang perlu ditetapkan untuk menjamin validitas

     prosedur agar tetap bertahan selama digunakan.

    Keragaman yang umum:

      Stabilitas larutan analisis

     

    Perbedaan peralatan  Perbedaan analis

    Keragaman dalam hal kromatografi cair:

       pH fase gerak

      Komposisi fase gerak

      Perbedaan lot kolom/pemasok kolom

      Suhu fase gerak

      Kecepatan alir fase gerak

    Keragaman dalam kromatografi gas:

      Perbedaan lot kolom atau pemasok kolom

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    25/29

    25

      Suhu fase gerak

      Kecepatan alir fase gerak (Kemenkes, 2014).

    2. 3. 4. Kategori Metode Analisis

    Setiap prosedur analisis yang berbeda membutuhkan skema

    validasi yang berbeda. Bagian ini hanya mencakup kategori pengujian

    secara umum yang mensyaratkan data validasi. Kategori-kategori tersebut

    adalah sebagai berikut:

    1)  Kategori I  Prosedur analisis untuk penetapan kadar

    komponen utama dalam bahan baku obat atau bahan aktif

    (termasuk pengawet) dalam sediaan obat jadi.

    2)  Kategori II  Prosedur analisis untuk penetapan cemaran

    dalam bahan baku obat atau senyawa hasil degradasi dalam

    sediaan obat jadi. Prosedur ini terdiri dari penetapan

    kuantitatif dan uji batas.

    3)  Kategori III Prosedur analisis untuk penetapan karakteristik

    kinerja sediaan (misalnya disolusi, pelepasan obat).

    4)  Kategori IV Prosedur analisis untuk identifikasi.

    Untuk setiap kategori diperlukan informasi analitik yang berbeda.

    Tabel berikut ini mencantumkan unsur data yang diperlukan untuk setiap

    kategori.

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    26/29

    26

    (Kemenkes, 2014)

    Parameter yang harus diperhatikan, menurut ICH Q2-R1

    Lebih jauh, re-validasi mungkin dibutuhkan dalam kondisi berikut:

      Perubahan dalam sintesis dari zat obat

      Perubahan komposisi dari produk akhir

     

    Perubahan dari prosedur analisis

    Tingkat revalidasi yang diperlukan bergantung pada sifat perubahan yang terjadi.

    Beberapa perubahan lainnya juga dapat membutuhkan validasi (ICH Q2-R1,

    2005).

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    27/29

    27

    III. DAFTAR PUSTAKA

    EMEA. Quality of herbal medicinal products. Guidelines. European Agency for the

    Evaluation o Medicinal products (EMEA), London, 1998.

    WHO. Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. World Health Organisation,

    Geneva, 1992.

    WHO. The International Pharmacopeia, Vol.3: Quality Specifications for Pharmaceutical

    Substances, Excipients, and Dosage forms, 3rd edn. World Health organization Geneva,

    1988.

    De Smet. PAGM. Drug Information Journal , 33, 1999, 717-724.

    De Smet PAGM, Keller K, Hansel R, Chandler RF (1992). Aristolochia species In: Adverse

    Effects of Herbal Drugs, Springer-Verlag, Heidelberg. 1.

    WHO. Guidelines for the appropriate use of Herbal Medicines. WHO Regional publications,

    Western pacific series No 3, WHO Regional office for the Western Pacific, Manila, 1998.

    WHO. Guidelines for the Assessment of Herbal Medicines. WHO Technical Report Series,

     No863. World Health Organization, Geneva, 1996.

    AOAC (2005). Official Methods of Analysis of AOAC International, 18th edn. AOAC

    International, Gaithersburg, MD.

    Watson DG. Pharmaceutical Analysis. Churchill Livingstone, Edinburgh, 1999.

    Wani MS (2007 ). Herbal medicine and its standardization. Pharma. info., 1: 6.

    WHO (1996a). Quality Assurance of Pharmaceuticals: A Compendum of Guidelines and

     Related Materials, Good Manufacturing Practices and Inspection. World Health

    Organization, Geneva. 2.

    WHO (1998a). Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials, World Health

    Organization, Geneva.

    WHO (2000). The WHO Recommended Classification of Pesticides by Hazard and

    Guidelines to Classification 2000 – 2002 (WHO/PCS/01.5). International Programme on

    Chemical Safety, World Health Organization, Geneva.

    WHO (2002c). General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of

    Traditional Medicine. World Health Organization, Geneva.

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    28/29

    28

    Shapna, Shrikumar, M. Uma Maheswari, A. Suganthi, T. K.Ravi, Pharma infonet vol 2, 2004

    Standardization of herbal medicines - A review

    Kunle, Oluyemisi Folashade1*, Egharevba, Henry Omoregie1 and Ahmadu, Peter Ochogu2

    1Department of Medicinal Plant Research and Traditional Medicine, National Institute

    for Pharmaceutical Research and Development (NIPRD), Idu Industrial Layout Idu, PMB

    21 Garki, Abuja, Nigeria.

    Bele, A. Khale, A. 2011. Standardization of Herbal Drugs : an Overview. Internatiol

    Research Journal of Pharmacy.

    Kamboj, Anjoo. 2012. Analytical Evaluation of Herbal Drugs, Drugs Discovery Research in

     Pharmacognosy. In Tech: Rijeka, Croatia

     Nikam, Parvin H., 2012, “ Future Trends in Standardization of Herbal Drugs”. Journal of

    Applied Pharmaceutical Science. Volume 2, No. 6,

    www.japsonline.com/admin/php/uploads/499_pdf.pdf , 11 Maret 2016

    Kementeterian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:

    Kementerian Kesehatan RI

    ICH Validation Of Analytical Procedures: Text And Methodology November 2005

    Riyanto, Ph.D. 2014. Validasi & Verifikasi Metode Uji Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium

    Pengujian dan Kalibrasi. Yogyakarta: Deepublish

    Chaudhury RR. 1999. Herbal medicine for human health. World Health Organization Geneva,

    CBS publishers and distributors LTD, New Delhi,

    Kokate CK, Purohit AP, Gokhale SB. 2005. Pharmacognosy, 31st edition Nirali Prakshan, 97-

    131.

    Raina MK. 2003. Quality control of herbal and herbo-mineral formulations, Indian journal of

    natural products, 19, 11-15.

    Raven PH, Evert RF, Eichhorn SE. 1999. Biology of Plants, sixth ed.,Freeman, New York.

    Yan XJ, Zhou JJ, Xie GR, Milne GWA. 1999. Traditional Chinese Medicines: Molecular

    Structures, Natural Sources and Applications, Aldershot, Ashgate.

    Liang YZ, Xie P, Chan K, J., Quality control of herbal medicines, Chromatogr B, 2004; 812: 53 –  

    70.

    Ong ES, Chemical assay of glycyrrhizin in medicinal plants by pressurized liquid extraction

    (PLE) with capillary zone electrophoresis (CZE). J Sep Sci, 2002; 25: 825-831

    http://www.japsonline.com/admin/php/uploads/499_pdf.pdfhttp://www.japsonline.com/admin/php/uploads/499_pdf.pdfhttp://www.japsonline.com/admin/php/uploads/499_pdf.pdf

  • 8/18/2019 Kontrol Kualitas Dan Metode Analisis

    29/29

    29

    Chimezie A, Ibukun A, Teddy E, Francis O. HPLC analysis of nicotinamide, pyridoxine,

    riboflavin and thiamin in some selected food products in Nigeria. Afr J Pharm Pharmacol

    2008; 2(2):29-36

    Rao Udaykumar B, Anna NP .Stability- indicating HPLC method for the determination of

    efavirenz in bulk drug and in pharmaceutical dosage form. Afr J Pharm Pharmacol

    2009;3(12):643-650

    Bhutani KK, Finger-Printing of Ayurvedic Drugs, The Eastern Pharmacist, 2000; 507: 21-26

    Marston A, Role of advances in chromatographic techniques in phytochemistry. Phytochem,

    2002; 68: 2785-2797

    Brandt A, Schering AG, Kueppers S, Practical Aspects of Preparative HPLC in Pharmaceutical a

    and Development Production. (www.lcgceurope.com), 2002; 2-5

    Mike Lee S, Edward Kerns H. LC/MS applications in drug development. Milestone

    Development Services, Pennington, New Jersey, 24 July 1999.

    Patil PS, Rajani S. An advancement of analytical techniques in herbal research. J Adv Sci Res

    2010; 1(1):8-14.

    Guo F.Q., Huang L.F., Zhou S.Y., Zhang T.M., Liang Y.Z., Comparison of the volatile

    compounds of Atractylodes medicinal plants by headspace solid-phase microextraction-

    gas chromatography – mass spectrometry.Anal. Chim. Acta 570: (2006) 73-78 .

    Sharma, Handbook of Thin Layer Chromatography. Chromatographic Science Series, Marcel

    Dekker, Inc, New York Press 2009; 55: 353-387.

    Patra, Kartik Chandra, Surendra K. Pareta, Ranjit K. Harwansh, K. Jayaram Kumar. Traditional

    Approaches towards Standardization of Herbal Medicines. Journal of Pharmaceutical

    Science and Technology 2010; 2 (11):372-379.

    Matthew C, Henry R. Supercritical fluid chromatography, Pressurized liquid extraction, and

    supercritical fluid extraction. Anal Chem 2006; 78: 3909.

    Gandjar, Gholib., dan Rohman, 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

    Sudjadi,1985. Metode Pemisahan. Kanisius, Yogyakarta

    Huber, Ludwig. 2010. Validation of Analytical Methods. Agilent Technologies: German.