korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan …digilib.unila.ac.id/57709/3/skripsi...

60
KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU BUGIS DI KOTA KARANG KECAMATAN TELUK BETUNG TIMUR KOTA BANDARLAMPUNG Skripsi Oleh THARE PRATAMA PETISA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN

TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU BUGIS DI KOTA

KARANG KECAMATAN TELUK BETUNG TIMUR KOTA

BANDARLAMPUNG

Skripsi

Oleh

THARE PRATAMA PETISA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2019

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN

TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU BUGIS DI KOTA

KARANG KECAMATAN TELUK BETUNG TIMUR KOTA

BANDARLAMPUNG

Oleh

THARE PRATAMA PETISA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRAK

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI

BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU BUGIS DI KOTA KARANG

KECAMATAN TELUK BETUNG TIMUR KOTA

BANDARLAMPUNG

Oleh

THARE PRATAMA PETISA

Latar belakang. Identifikasi korban secara tepat terutama tinggi badan sangat

diperlukan dalam suatu proses penyidikan terutama jika hanya beberapa anggota

tubuh saja yang ditemukan dan salah satu cara menentukan tinggi badan adalah

dengan menggunakan panjang dari tulang panjang salah satunya adalah humerus.

Suku Bugis merupakan salah satu suku yang penduduknya banyak di Bandar

Lampung namun masih sedikit diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

korelasi panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Bugis di

Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Bandar Lampung.

Metode penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2018 di Kota

Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung, dengan pendekatan

cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 38 pria dewasa suku Bugis di Kota Karang

Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung berusia 21-40 tahun dengan

menggunakan teknik consecutive sampling.

Hasil penelitian. Rerata tinggi badan pria dewasa suku Bugis adalah 162,758 ± 6,098

cm dengan rerata panjang tulang humerus kanan 27,691 ± 1,9014 (23 – 30,5) cm dan

tulang humerus kiri 27,682 ± 2,1641 (21,5 – 31,0) cm dan didapatkan korelasi sedang

antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan dengan nilai nilai r= 0,489

(kanan) dan 0,417 (kiri). Tinggi badan suku Bugis dapat diperkirakan menggunakan

panjang tulang humerus dengan menggunakan rumus regresi (Y= 119,325 ± 1,568X

± 5,39) cm (kanan) dan (Y= 130,253 ± 1,174X ± 5,62) cm (kiri).

Simpulan. Panjang tulang humerus berkorelasi positif sedang dengan tinggi badan

pada pria dewasa suku Bugis di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota

Bandar Lampung .

Kata Kunci : identifikasi forensik, humerus, suku Bugis, tinggi badan

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN THE HEIGHT AND LENGTH OF

HUMERUS IN ADULT MALE OF BUGIS TRIBE IN KARANG

CITY TELUK BETUNG TIMUR DISTRICT

BANDAR LAMPUNG CITY

By

THARE PRATAMA PETISA

Background. Appropriate identification of victims, especially height is very

necessary in an investigation process especially if only a few parts of the body are

found and one way of determining height is to use a length of the long bones and one

of them is humeral bone. The Bugis tribe is one of common tribe in Bandar Lampung

but are still little to researched. This study aimed to determine the correlation of the

humerus bone length to height in Karang City, Teluk Betung Timur District, Bandar

Lampung City.

Methods. The study was conducted in October 2018 in Karang City, Teluk Betung

Timur District, Bandar Lampung City, with a cross sectional approach. Samples were

38 adult male Bugis in Karang City, Teluk Betung Timur District, Bandar Lampung

City aged 21-40 years using consecutive sampling technique.

Results. The average height of the Bugis adult male is 162.758 ± 6,098 cm with a

mean length of the right humerus bone 27.691 ± 1.9014 (23-30.5) cm, and the length

of the left humerus bone 27.682 ± 2.1641 (21.5 - 31.0) cm and obtained moderate

between the length of the humerus bone and height with a value of r= 0,489 (right)

and 0,417 (left). The height of Bugis adult male can be estimated using a formula (Y=

119,325 ± 1,568X ± 5,39) cm for right humeric bone and (Y= 130,253 ± 1,174X ±

5,62) cm for left humeric bone.

Conclusion. The humeral length shows a moderate positive correlation with height in

Bugis adult male in Karang City.

Keywords : Bugis tribe, forensic identification, height, humerus.

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Thare Pratama Petisa, dilahirkan di Kotabumi pada hari selasa

tanggal 28 Juli 1998 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan

Bapak Icen Mustafa, S.E dan Ibu Rosimah, S.H, M.M.

Riwayat pendidikan penulis yaitu pendidikan Taman Kanak-Kanak Xaverius

Kotabumi tahun 2002-2003. Sekolah Dasar Xaverius Kotabumi tahun 2003-2009.

Sekolah Menengah Pertama Xaverius Kotabumi tahun 2009-2012. Sekolah

Menengah Atas Negeri 2 Bandar Lampung tahun 2012-2015.

Tahun 2015 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa,

penulis aktif sebagai kepala divisi organisasi di organisasi PMPATD Pakis Rescue

Team Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Alhamdulillah

Puji syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya sederhana ini

kepada keluarga tercintaku

Ayah, Bunda, dan adikku Tegar

“Do Your Best And Let God Do

The Rest”

(Anonim, 2018)

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Atas berkat limpahan rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta

keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya.

Skripsi dengan judul “Korelasi Antara Panjang Tulang Humerus Dengan

Tinggi Badan Pada Pria Dewasa Suku Bugis Di Kota Karang Kecamatan

Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung” merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang baik secara

langsung maupun tak langsung berperan dengan memberikan dukungan,

bimbingan, kritik, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, antara lain

kepada:

1. Kepada Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung

2. Kepada Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. Kepada dr. Anggraeni Janar Wulan, S.Ked., M.Sc., selaku Pembimbing I

atas kesediannya meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran,

mengingatkan peneliti dan memberikan dorongan selama penyelesaian

skripsi ini

4. Kepada dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing II atas

saran, dukungan, ketersediaan waktu, koreksi, serta bimbingannya selama

penyelesaian skripsi ini.

5. Kepada Dr. dr. Susianti, S.Ked., M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian

skripsi ini yang telah memberikan kritik dan saran yang bersifat

membangun, dalam memperbaiki skripsi ini.

6. Kepada Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked., M.Biomed., selaku Pembimbing

Akademik selama penulis menjalankan studi di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

7. Kepada seluruh dosen dan staf karyawawan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah membimbing dan berjasa selama penulis

menjalankan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

8. Kepada kedua orang tua saya yang tercinta Ayahanda Icen Mustafa, S.E

dan Ibunda Rosimah, S.H., M.M., yang telah merawat saya penuh kasih

sayang, memberikan pelajaran berharga, dan selalu sabar atas segala

perbuatan penulis. Terimakasih telah menjadi orang tua terbaik yang bisa

dimiliki oleh penulis dan selalu mendoakan kesuksesan penulis hingga

bisa sampai pada tahap ini.

9. Kepada adik tercinta Tegar yang telah menjadi adik yang baik dan bisa

membantu penulis di berbagai macam situasi dan dalam menyelesaikan

studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

10. Kepada keluarga besar yang telah memberikan dukungan dalam berbagai

macam hal kepada penulis.

11. Kepada Siti Masripah dan Oma Marlina yang selalu sabar dan mendoakan

penulis agar sukses kedepannya, dan semoga selalu diberikan kesehatan

oleh Allah SWT.

12. Kepada seluruh responden suku Bugis dan masyarakat di Kota Karang

Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung yang telah

membantu terselesaikannya penelitian penulis.

13. Kepada Hendro Sihaloho sebagai teman SMP penulis dan juga menjadi

rekan satu penelitian penulis yang telah membantu segala sesuatu

persiapan penelitain dan lancarnya penelitain penulis.

14. Kepada Diah Balqis, Sonia Anggraini, Luthfi Auliayang telah membantu

penulis melakukan penelitian.

15. Kepada Sukma, Josi, Kesumayuda, Iqbal, Reandy, Farhandika, Ghalib,

Mufid, Ndon, dan teman-teman lainnya yang telah menemani hari-hari

penulis di perkuliahan.

16. Kepada Yusrizal, Yudi, Tohar, Vito dan teman-teman lainnya yang telah

menemani hari-hari penulis di saat pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah

Menengah Pertama.

17. Kepada Okto, Bintang, Gary, Anggi, Danu, Reza, Fariz, Arief, Ilham,

Aldo, Daniel, Alpacino, Zara, Mega, Iges, Anggun, Zahrah, Ade, Sahda

yang telah menjadi teman dan memberikan keseruan selama masa Sekolah

Menengah Atas penulis.

18. Kepada ENDOM15IUM, terimakasih atas kebersamaannya selama 3,5

tahun ini.

19. Kepada seluruh keluarga PMPATD PAKIS Rescue Team yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini.

20. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung turut

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga jasa pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dan

bantuan kepada penulis selama ini akan mendapat balasan kebaikan dari Allah

SWT.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam skripsi

ini, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Bandarlampung, Januari 2019

Penulis,

Thare Pratama Petisa.

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................. 4

1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………. 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6 2.1 Pengertian dan Anatomi Tulang .............................................................. 6 2.2 Fungsi Tulang .......................................................................................... 7

2.3 Pertumbuhan Tulang ................................................................................ 8 2.4 Faktor Pertumbuhan Tulang .................................................................. 11 2.5 Anatomi Tulang Humerus ..................................................................... 16

2.6 Perkiraan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tulang .......................... 19

2.7 Formula Pengukuran Tinggi Badan ....................................................... 21 2.7.1 Formula Karl Pearson ................................................................... 21 2.7.2 Formula Trotter-glesser ................................................................ 22

2.7.3 Formula Telka ............................................................................... 23 2.7.4 Formula Antropologi Ragawi UGM ............................................. 23 2.7.5 Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman ............................ 24 2.7.6 Formula Amri Amir ...................................................................... 24

2.8 Suku Bugis ............................................................................................. 25 2.9 Kerangka Teori ...................................................................................... 27 2.10 Kerangka Konsep................................................................................. 28 2.11 Hipotesis .............................................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 29 3.1 Rancangan Penelitian............................................................................. 29 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 29

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 29 3.3.1 Populasi Penelitian........................................................................ 29

ii

3.3.2 Sampel Penelitian ......................................................................... 30

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi .................................................... 31 3.4.1 Kriteria Inklusi .............................................................................. 31 3.4.2 Kriteria Eksklusi ........................................................................... 31 3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel....................... 31 3.5.1 Identifikasi Tabel .......................................................................... 31

3.5.2 Definisi Operasional Variabel ..................................................... 32 3.6 Instrumen dan Prosedur Penelitian ........................................................ 32 3.6.1 Instrumen Penelitian ..................................................................... 32 3.6.2 Prosedur Penelitian ....................................................................... 33 3.7 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 35

3.7.1 Pengolahan Data ........................................................................... 35 3.7.2 Analisis Data ................................................................................. 36 3.8 Alur Penelitian ....................................................................................... 38

3.9 Etik Penelitian ........................................................................................ 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 39 4.1 Hasil ....................................................................................................... 39

4.1.1 Analisis Univariat ......................................................................... 39 4.1.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 40

4.1.2.1 Uji Normalitas .................................................................. 40 4.1.2.2 Uji Korelasi ....................................................................... 41 4.1.2.3 Uji Regresi ....................................................................... 42

4.2 Pembahasan ........................................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 48

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 48 5.2 Saran ...................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tinggi Badan Rerata Laki-laki Menurut Beberapa Peneliti…………………...20

2. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman. ............................................... 24

3. Formula Amri Amir. ......................................................................................... 24

4. Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 32

5. Tinggi Badan dan Panjang Tulang Lengan Atas................................................ 40

6. Uji Normalitas .................................................................................................... 41

7.Korelasi Panjang Tulang Lengan Atas dengan Tinggi Badan ............................ 41

8. Perbandingan Rumus Peneliti dengan Rumus yang Telah Ada ......................... 43

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Histologi Tulang ................................................................................................. 6

2. Osifikasi membranosa. ....................................................................................... 9

3. Osifikasi Endokondral. ....................................................................................... 9

4. Osifikasi Endokondral. ..................................................................................... 10

5. Tulang Humerus. .............................................................................................. 18

6. Kerangka Teori................................................................................................. 27

7. Kerangka Konsep ............................................................................................. 28

8. Microtoise dan Kaliper Geser .......................................................................... 33

9. Pengukuran Tinggi Badan (A) dan Panjang Humerus (B)............................... 35

10. Alur Penelitian ............................................................................................... 38

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kriminalitas merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum dan

merugikan seseorang. Indonesia merupakan negara dengan angka kriminalitas

cukup tinggi. Jumlah angka kejahatan yang terjadi di Indonesia berfluktuasi

tiap tahunnya. Di Provinsi Lampung pada tahun 2015, diketahui bahwa

jumlah kejahatan total (crime total) sebanyak 9.218 kasus. Pada periode ini

pula 29 kasus pembunuhan telah terjadi (BPS, 2016).

Pulau Sumatera dengan Provinsi Lampung sebagai gerbang batas selatannya

merupakan pulau terpadat kedua di Indonesia setelah Pulau Jawa. Dengan

jumlah penduduk sebesar 7.608.405 jiwa, angka kriminalitas yang terjadi di

Provinsi Lampung termasuk tinggi. Beberapa kondisi kriminalitas yang

terjadi diantaranya adalah pembunuhan yang menyebabkan beberapa anggota

tubuh yang hilang atau terpotong dan jenazah yang tidak dapat dikenali

sehingga memerlukan identifikasi yang lebih lanjut (Kuntoadi, 2008).

Identifikasi korban secara tepat sangat diperlukan dalam suatu proses

penyidikan terutama jika hanya beberapa bagian anggota tubuh saja yang

2

ditemukan. Upaya identifikasi pada tulang/kerangka bertujuan untuk

membuktikan bahwa tulang tersebut adalah: (1) apakah tulang manusia atau

hewan, (2) apakah tulang berasal dari satu individu, (3) berapakah usianya,

(4) berapakah umur tulang itu sendiri, (5) jenis kelamin, (6) tinggi badan, (7)

ras, (8) berapa lama kematian, (9) adakah ruda paksa/deformitas tulang, (10)

sebab kematian (Devison, 2008).

Penelitian tentang identifikasi forensik menggunakan metode antropologi

forensik tulang panjang sebelumnya telah pernah dilakukan. Penelitian ini

melibatkan 348 subjek penelitian yang terdiri dari laki-laki dan perempuan

yang masih hidup. Adapun tulang yang dipakai sebagai objek adalah tulang

lengan bawah dan dilakukan pada sampel acak dan tidak menggunakan

sampel suku tertentu (Devison, 2008).

Pengukuran terhadap bagian tubuh tertentu, misalnya lengan atas adalah

salah satu metode untuk menentukan tinggi badan seseorang, selain dengan

menggunakan metode pengukuran panjang dari puncak kepala sampai bagian

bawah plantar kaki. Perkiraan tinggi badan orang tersebut dapat diketahui

apabila telah diketahui panjang lengan atasnya (Latif et al., 2015).

Sebagai negara yang memiliki beratus-ratus suku, Indonesia memiliki

banyak bentuk fisik dan kebudayaan yang khas. Karakteristik suatu suku ini

dipengaruhi oleh variasi genetik seperti pada anak yang berpostur tinggi

memiliki orang tua yang berpostur tinggi, sedangkan anak yang berpostur

pendek memiliki orang tua yang berpostur pendek pula (Koentjaraningrat,

1989).

3

Suku Bugis merupakan salah satu suku bangsa yang berasal dari Sulawesi

Selatan, Indonesia. Suku Bugis dikenal sebagai suku yang memiliki jiwa

petualang dan pemberani, serta handal dalam bidang kemaritiman dan

perdagangan. Suku Bugis lebih memilih pesisir pantai dalam memudahkan

kehidupan sehari-harinya (Harun et al.,2013). Di Lampung sendiri,suku bugis

memiliki persentase 0,28% dari total 7.608.405 jiwa penduduk (Antarizki,

2014).

Penelitian dengan penerapan rumus regresi mengenai penentuan tinggi

badan berdasarkan panjang tulang panjang sudah banyak dilakukan, tetapi

belum mencakup seluruh suku mengingat beranekaragamnya suku di

Indonesia. Dari beratus-ratus jenis suku yang ada di Indonesia, suku Bugis

merupakan salah satu suku yang masih sedikit dilakukan penelitian pada

identifikasi struktur tubuh (Kuntoadi, 2008).

Beberapa penelitian di Lampung telah dilakukan untuk mencari korelasi

antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan. Penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya melibatkan suku Lampung dan suku Jawa yang ada di

Desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus (Amalia,

2015). Dari penelitian itu didapatkan korelasi panjang humerus dengan tinggi

badan pada suku Lampung sebesar 0,806. Tetapi pada suku yang berbeda

yaitu suku Jawa didapatkan nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 0,784 (Amalia,

2015). Dapat disimpulkan pada suku yang berbeda didapatkan hasil yang

berbeda. Oleh karena itu dirasa perlu dilakukan suatu penelitian tentang

4

korelasi antara tinggi badan dengan panjang tulang humerus pada Suku Bugis

di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandarlampung .

1.2 Rumusan Masalah

Identifikasi tinggi badan perlu dilakukan jika hanya ditemukan beberapa

anggota tubuh misalnya, pada kasus pembunuhan mutilasi ataupun

kecelakaan. Tiap suku mempunyai keaneka ragaman dan ciri fisik yang

berbeda.

Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah penelitian

sebagai berikut:

1. Berapakah rerata tinggi badan pria dewasa Suku Bugis?

2. Berapakah rerata panjang tulang humerus pria dewasa Suku Bugis?

3. Bagaimanakah korelasi tinggi badan dengan panjang lengan atas pada

pria dewasa Suku Bugis?

4. Bagaimanakah rumus regresi antara panjang tulang lengan atas dan

tinggi badan pada pria dewasa Suku Bugis?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara

tinggi badan dengan panjang tulang humerus pada pria dewasa Suku

Bugis.

5

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan rerata tinggi badan pria dewasa Suku Bugis.

2. Mendapatkan rerata panjang tulang humerus pria dewasa Suku

Bugis.

3. Menyusun rumus regresi dari koefisien korelasi antara tinggi badan

dan panjang tulang humerus pria dewasa Suku Bugis.

4. Mengetahui korelasi antara tinggi badan dan panjang tulang

humerus pria dewasa Suku Bugis.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan tentang metode penelitian,

bidang anatomi, forensik dan antropometrik serta menerapkan ilmu

yang didapat.

2. Bagi pembaca, diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan

mengenai hubungan tulang humerus dengan tinggi badan.

3. Bagi bidang ilmu kedokteran, diharapkan penelitian ini dapat menjadi

salah satu sumber data/referensi dalam antropometri ragawi Indonesia

dan untuk mempermudah identifikasi mayat apabila ditemukannya

potongan-potongan tubuh termasuk lengan bagian atas.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai acuan untuk penelitian yang

serupa.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Anatomi Tulang

Tulang merupakan bentuk yang sangat khusus dan keras pada jaringan

ikat,yang menyusun sebagian besar skeleton. Tulang merupakan jaringan

utama penopang tubuh (Moore dan Dalley, 2013). Sebelum mengalami

penyatuan,manusia memiliki lebih dari 206 segmen tulang. Tulang tulang

yang mengalami penyatuan nantinya adalah seperti tulang sacrum dan coxae

pada tulang vertebra (Tortora dan Derickson, 2011).

Gambar 1. Histologi tulang (Tortora dan Derickson, 2011)

7

Tulang secara umum terdiri dari dua jenis yaitu tulang spongiosa dan tulang

kompakta. Perbedaan kedua jenis tulang ini adalah banyaknya bahan padat

dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya (Moore dan Agur,

2002).

2.2 Fungsi Tulang

a. Menopang Tubuh

Sistem kerangka adalah sistem yang memberikan bentuk pada tubuh juga

menopang jaringan lunak dan sebagai titik perlekatan tendon dari sebagian

besar otot

b. Proteksi

Sistem kerangka melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang

sangan penting untuk berlangsungnya kehidupan, seperti otak yang

dilindungi oleh tulang cranial, vertebrae yang melindungi sistem saraf dan

tulang costa yang melindungi jantung dan paru-paru.

c. Mendasari Gerakan

Sebagian besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot berkontraksi,

maka otot akan menarik tulang untuk melakukan pergerakan.

d. Homeostasis Mineral (penyimpanan dan pelepasan)

Jaringan tulang menyimpan beberapa mineral khususnya kalsium dan

fosfat yang berkontribusi untuk menguatkan tulang. Jaringan tulang

menyimpan 99% dari kalsium dalam tubuh. Apabila diperlukan, kalsium

8

akan dilepaskan dari tulang ke dalam darah untuk menyeimbangkan krisis

keseimbangan mineral dan memenuhi kebutuhan bagian tubuh yang lain.

e. Memproduksi Sel Darah

Sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah,

beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dan trombosit.

f. Penyimpanan Trigliserid

Sumsum tulang kuning sebagian besar terdiri dari sel adiposa yang

menyimpan trigliserid (Tortora dan Derrickson, 2011).

2.3 Pertumbuhan Tulang

Sebagian besar tulang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh dan

matang, misalnya humerus (tulang lengan) mulai mengalami osifikasi pada

akhir periode embrionik (8 minggu) dan selesai atau osifikasi tidak lengkap

pada usia 20 tahun (Moore dan Dalley, 2013). Tulang berkembang melalui

dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau dengan mengganti tulang

rawan. Sususan histologis tulang selalu bersifat sama, baik tulang itu berasal

dari selaput atau dari tulang rawan (Moore dan Agur, 2002).

a. Osifikasi Intramembranosa (Pembentukan tulang membranosa)

Model mesenkimal tulang terbentuk selama periode embrionik, dan

osifikasi langsung mesenkim mulai pada periode fetal.

9

Gambar 2. Osifikasi membranosa (Tortora dan Derrickson, 2011)

b. Osifikasi Endokondral (Pembentukan tulang kartilaginosa)

Model kartilago tulang terbentuk dari mesenkim selama periode fetal,

kemudian tulang menggantikan sebagian besar kartilago.

Gambar 3. Osifikasi Endokondral (Tortora dan Derrickson, 2011)

10

Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira

10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama.

Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat

dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih

tinggi daripada wanita. Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal

dengan “Epifise Line” akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan

pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai

dengan umur 21 tahun (Byers, 2008). Hal inilah yang menjadi dasar peneliti

melakukan penelitian pada sampel penelitain (subjek penelitian) usia dewasa

atau diatas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang besar pada pengukuran, oleh

karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila dilakukan dibawah usia

21 tahun.

Gambar 4. Osifikasi Endokondral (Tortora dan Derrickson, 2011)

11

2.4 Faktor Pertumbuhan Tulang

Pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal adalah genetik,

obstetrik dan seks, yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, gizi,

obatobatan dan penyakit (Supariasa et al., 2002).

1. Genetik

Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan

orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan

perkembangan. Faktor ini cukup dominan dalam menentukan tinggi badan

seseorang yang sudah ada sejak lahir. Seorang anak yang memiliki ibu dan

ayah berpostur tinggi akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang

berpostur tingginpula. Begitupun sebaliknya, jika ayah dan ibunya pendek

akan mewarisi sifat serupa kepada anak. Dapat diamati bahwa orang-orang

Afrika meskipun tidak mendapatkan gizi makanan yang baik, namun

memiliki postur yang tinggi. Hal itu dapat terjadi lebih dikarenakan faktor

keturunan atau genetik ini. Secara umum, faktor genetik ibu lebih

berpengaruh daripada faktor genetik dari ayah (Supariasa et al., 2002).

2. Hormon

Hormon pertumbuhan merupakan hormon yang penting untuk proses

proliferasi yang secara normal dari rawan epifisis yang bertanggung jawab

untuk memelihara tinggi badan yang normal dari seseorang. Selama masa

anak-anak, hormon yang paling penting dalam pertumbuhan adalah

12

Insulinlike Growth Factors (IGFs), yang diproduksi oleh liver dan jaringan

tulang (Tortora dan Derrickson, 2011).

Insulinlike Growth Factors menstimulasi osteoblas, yang mendorong

pembelahan sel pada bagian piringan epifiseal dan periosteum, juga

meningkatkan sintesis protein yang dibutuhkan untuk memproduksi tulang

baru. Hormon ini diproduksi oleh tubuh sebagai respon dari sekresi human

Growth Hormone (hGH) pada lobus anterior kelenjar pituitari.

Hormon tiroid juga mendorong pertumbuhan tulang dengan merangsang

stimulasi osteoblas. Hormon insulin juga membantu pertumbuhan tulang

dengan cara meningkatkan sintesis protein tulang. Ketika sudah mencapai

masa puber, sekresi hormon yang dikenal sebagai seks hormon akan

mempengaruhi pertumbuhan tulang secara drastis, yaitu hormon

testosteron dan hormon estrogen. Kedua hormone tersebut yang berfungsi

untuk meningkatkan aktivitas osteoblas dan mensintesis matriks

ekstraselular tulang. Pada usia dewasa seks hormon berkontribusi dalam

remodeling tulang dengan memperlambat penyerapan tulang lama dan

mempercepat deposit tulang baru (Tortora dan Derrickson, 2011).

3. Jenis Kelamin

Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-

kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-

kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan

lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang

mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. Secara teori disebutkan

13

bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita

dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang

lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat.

Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat

bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih

pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil

dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak

subkutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat

deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell,

2012).

4. Usia

Pada lanjut usia biasanya menderita osteoporosis. Osteoporosis merupakan

penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa

tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi

rapuh dan mudah patah. Osteoporosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu

tipe I dan tipe II. Tipe I lebih disebabkan karena menopause sehingga

perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:6 dengan usia kejadian 50-

75 tahun. Pada osteoporosis tipe II yang disebut juga sebagai osteoporosis

senilis, disebabkan karena gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga

menyebabkan hiperparatiroidisme sehingga menyebabkan timbulnya

osteoporosis. Angka kejadian laki laki dibanding perempuan adalah 1:2

dengan usia diatas 70 tahun (Setiyohadi, 2007).

14

5. Lingkungan

Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang

berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa konsepsi

sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan

dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati serta

jarang menyebabkan cacat bawaan (Supariasa et al., 2002).

Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir

antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis kelamin,

umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi dan

kronis, kemudian adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon.

faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi

adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh juga

(Supariasa et al., 2002).

6. Gizi

Beberapa zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan

remodeling tulang yaitu mineral dan vitamin. Sebagian besar kalsium dan

fosfat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tulang, dan sebagian kecil

magnesium, fluoride dan mangan. Vitamin A menstimulasi aktivitas

osteoblas. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen, protein utama

dari tulang. Vitamin D membantu pertumbuhan tulang dengan cara

meningkatkan absorbsi kalsium dari makanan pada system gastrointestinal

ke dalam darah. Vitamin K dan B12 juga dibutuhkan untuk sintesis protein

tulang (Tortora dan Derrickson, 2011).

15

7. Obat-obatan

Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon pertumbuhan

seperti growth hormon atau hormon tiroid. Penggunaan obat dengan dosis

yang salah dapat menyebabkan terganggunya hormon tersebut dan dapat

mempercepat berhentinya pertumbuhan. Pemakaian beberapa jenis obat

juga dapat mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain

kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan

(heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan resiko

terkena osteoporosis. Obat tersebut tampaknya meningkatkan kehilangan

tulang dan menurunkan laju pembentukan tulang. Obat tersebut antara lain

kortison. Tetapi efek ini hanya terjadi jika obat tersebut digunakan dalam

dosis tinggi, atau diberikan selama 3 bulan atau lebih. Penggunaan obat ini

selama beberapa hari, atau beberapa minggu, biasanya tidak meningkatkan

resiko timbulnya osteoporosis. Pengobatan tiroid juga berperan terhadap

timbulnya osteoporosis (Supariasa et al., 2002).

8. Ras

Kelompok ras atau etnik suku bangsa memiliki perbedaan yang mendasar

antara yang satu dengan yang lainnya, kemudian menjadi suku yang

memiliki kemiripan dalam budaya dan karakter fsiknya. Bila seseorang

dilahirkan menjadi ras orang Indonesia maka tidak akan memiliki faktor

herediter orang Eropa. Pada umumnya golongan atau ras orang yang

berkulit putih mempunya tungkai yang berukuran lebih panjang daripada

ras Mongol (Narendra et al., 2002).

16

2.5 Anatomi Tulang Humerus

1. Tulang Humerus

Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta dengan

radius dan ulna pada articulatio cubiti. Ujung atas humerus mempunyai

sebuah caput, yang membentuk sekitar sepertiga kepala sendi dan bersendi

dengan cavitas glenoidalis scapulae. Tepat di bawah caput humeri

terdapat collum anatomicum. Di bawah collum terdapat tuberkulum majus

dan minus yang dipisahkan oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung

atas humerus dan corpus humeri terdapat sulcus spiralis yang ditempati

oleh nervus radialis (Snell, 2012).

Ujung bawah humerus mempunyai epikondilus medialis dan epikondilus

lateralis untuk tempat lekat muskuli dan ligamenta, capitulum humeri yang

bulat bersendi dengan caput radii, dan trochlea humeri yang berbentuk

katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis ulnae. Di atas capitulum

terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku

difleksikan. Di anterior, di atas trochlea, terdapat fossa coronoidea, yang

selama pergerakan yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Di

posterior, di atas olecranon pada waktu sendi siku pada keadaan ekstensi

(Snell, 2012).

2. Vaskularisasi

Arteria brachialis adalah pemasok arterial utama untuk lengan atas.

Arteria brachialis, lanjutan arteria axillaris, berawal pada tepi kaudal

17

musculus teres mayor dan berakhir di dalam fossa cubiti tepat di depan

leher ulna. Di bawah aponeurosis musculi bicipitalis brachii, arteria

brachialis terpecah menjadi arteria radialis dan arteria ulnaris. Arteria

brachialis yang terletak superfisial dan teraba sepanjang seluruh

lintasannya, terletak anterior terhadap musculus triceps dan musculus

brachialis. Mula-mula arteria brachialis terletak medial terhadap humerus,

kemudian anterior terhadapnya. Sewaktu arteria brachialis melintas ke

arah inferolateral, ia mengikuti nervus medianus yang menyilang arteria

brachialis anterior terhadapnya (Moore dan Agur, 2002).

Sepanjang lintasannya di lengan atas arteria brachialis melepaskan

banyak cabang muskular dan sebuah arteria nutriens untuk humerus.

Cabang utama arteria brachialis ialah arteria profunda brachii, arteria

collateral ulnaris superior dan arteria collateralis ulnaris inferior. Kedua

arteri terakhir turut membentuk anastomosis arterial sekeliling daerah siku

(Moore dan Agur, 2002).

18

Gambar 5. Tulang Humerus (Paulsen dan Waschke, 2012)

3. Inervasi

Empat saraf utama yang melalui lengan atas adalah nervus medianus,

nervus ulnaris, nervus musculocutaneus, dan nervus radialis. Dua saraf

pertama tidak melepaskan cabang-cabang pada lengan atas. Setelah

dilepaskan dari plexus brachialis, nervus medianus dan nervus ulnaris

melintas ke distal pada sisi medial lengan atas dan memasuki lengan

bawah (Moore dan Agur, 2002).

Nervus musculocutaneus mempersarafi otot-otot kompartemen anterior

(fleksor) lengan atas. Saraf ini berawal pada tempat yang berhadapan

dengan tepi kaudal musculus pectoralis minor, menembus musculus

coracobrachialis, dan melintas lanjut ke distal antara musculus biceps dan

19

musculus brachialis. Nervus musculocutaneus mempesarafi ketiga otot ini.

Dalam sela antara musculus biceps dan musculus brachialis, nervus

musculocutaneus menjadi nervus cutaneus antebrachii lateralis dan

mengurus persarafan kulit aspek lateral lengan bawah (Moore dan Agur,

2002).

Nervus radialis mempersarafi otot-otot kompartemen posterior (ekstensor)

lengan atas. Saraf ini memasuki lengan atas di sebelah posterior arteria

brachialis, medial terhadap humerus, dan anterior terhadap caput longum

musculus triceps. Nervus radialis melintas ke arah inferolateral bersama

arteria profunda brachii mengelilingi corpus humeri dalam sulcus radialis.

Sewaktu nervus radialis sampai pada tepi lateral tulang ini, nervus radialis

menembus septum intermusculare laterale dan melintas lanjut ke distal

antara musculus brachialis dan musculus brachioradialis sampai setinggi

epicondylus lateralis humeri. Setelah melalui epicondylus lateralis humeri,

nervus radialis terbagi menjadi ramus profundus dan ramus superfisialis.

Fungsi ramus profundus nervi radialis seluruhnya bersifat muskular dan

artikular. Ramus superficialis nervi radialis mengantar serabut sensoris ke

punggung tangan dan jari-jari tangan (Moore dan Agur, 2002).

2.6 Perkiraan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tulang

Struktur tubuh manusia disusun atas berbagai macam organ yang tersusun

sedemikian rupa satu dengan lainnya, sehingga membentuk tubuh manusia

seutuhnya, dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan

(Glinka et al., 2008). Beberapa penelitian mengetahui tinggi badan rerata

20

pada laki-laki di beberapa negara, kemudian diklasifikasikan menjadi

beberapa ukuran tinggi dari kerdil hingga raksasa. Beberapa peneliti memiliki

standar nilai yang berbeda pada ukuran ketinggian tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Tinggi badan rerata laki-laki menurut beberapa peneliti.

Laki-

laki

Vallois Martin Montandon Vandervael

Kerdil <125 <130 <135 <125

Sangat

Pendek

- 130-

149,9

135-146,9 125-155

Pendek 12,51-

59,9

150-

159,9

147-158,9 155-161

Sub-

Medium

160-

164,9

160-

163,9

159-162,9 161,5-

167,5

Medium - 164-

166,9

163-166,9 168-174

Supra-

Medium

165-

169,9

167-

169,9

167-170,9 174,51-180

Tinggi 170-

199,9

170-

179,9

171-182,9 181-187

Sangat

Tinggi

- 180-

199,9

183-194,9 187-200

Raksasa >200 >200 >195 >200

Sumber: (Indriati, 2010).

Pada masa yang lalu, para ilmuwan telah menggunakan setiap tulang

kerangka manusia dari femur sampai metakarpal dalam menentukan tinggi

badan. Para ilmuwan telah mendapat kesimpulan bahwa tinggi badan dapat

ditentukan bahkan dengan tulang yang kecil, meskipun mereka mendapati

sebuah kesalahan kecil dalam penelitian mereka (Krishan, 2006). Pengukuran

tinggi badan secara kasar dapat diperoleh melalui beberapa perhitungan ini:

a) Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat

direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan,

21

b) Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai simfisis pubis

dikali 2, ataupun ukuran panjang dari simfisis pubis sampai ke salah satu

tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit dijinjitkan,

c) Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari

tengah sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua

(cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah

klavikula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni)

d) Mengukur panjang dari lekuk di atas sternum (sternal notch) sampai

simfisis pubis lalu dikali 3,3,

e) Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olekranon pada satu sisi

yang sama, lalu dikali 3,7,

f) Panjang femur dikali 4,

g) Panjang humerus dikali 6.

2.7 Formula Pengukuran Tinggi Badan

Telah terdapat beberapa perhitungan tentang tinggi badan rerata yang

dilakukan di beberapa belahan dunia. Beberapa diantaranya adalah rumus

Karl Pearson, Trotter dan Gleser, Dupertuis dan Hadden, juga rumus

Antropologi Ragawi UGM (Kusuma dan Yudianto, 2010).

2.7.1 Formula Karl Pearson

Sejak tahun 1898 formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia. Formula ini

membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek

penelitian kelompok orang-orang Eropa dengan melakukan pengukuran

22

pada tulang-tulang panjang yang kering seperti tulang femur, humerus, tibia

dan radius. Pada formula ini terdapat 10 rumus total yang digunakan untuk

laki-laki dengan 4 rumus menggunakan masing-masing dari tulang panjang

dan 6 rumus yang lain menggunakan penjumlahan dari beberapa tulang

panjang. Terdapat perhitungan tinggi badan misalnya pada tulang humerus

yaitu 70.641 + 2.894 x HI dimana (HI) adalah panjang maksimal tulang

humerus. Perhitungan tulang yang lain yaitu panjang maksimal tulang tibia

yaitu 78.664 + 2.376 x TI dan jika ingin menghitung dua tulang panjang

dapat digunakan perhitungan yaitu 66.855 + 1.73 x (H1 + R1) (Kusuma dan

Yudianto, 2010).

2.7.2 Formula Trotter-glesser

Perhitungan lain yang dapat digunakan untuk meghitung rerata tinggi badan

yaitu formula trotter-glesser. Formula ini memakai subyek penelitian

kelompok laki-laki ras mongoloid. Pada formula ini terdapat 10 rumus total

dengan 6 rumus yang menggunakan masing-masing dari tulang panjang dan

4 rumus yang lain dengan penjumlahan dari beberapa tulang panjang.

Terdapat perhitungan misalnya tinggi badan pada tulang radius yaitu 3.54 X

(RI) + 82.0 ± 4.6 dimana (RI) adalah panjang maksinal tulang radius.

Perhitungan tulang yang lain yaitu panjang maksimal tulang tibia yaitu 2.39

X (TI) + 81.5 ± 3.3, panjang maksimal tulang humerus yaitu 2.68 X (HI) +

83.2 ± 4.3, panjang maksimal tulang ulna yaitu 3.48 X (UI) + 77.5 ± 4.8 dan

jika ingin menghitung dua tulang panjang dapat digunakan perhitungan

yaitu 1.67 X (HI+RI) + 74.8 ± 4.2 (Kusuma dan Yudianto, 2010).

23

2.7.3 Formula Telka

Merupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap orang-orang

Finisia. Formula ini memiliki standard error, yang dapat dikurangi atau

ditambah pada nilai yang diterima dari kalkulasi. Dalam perhitungannya

didapatkan rumus 169,4 + 2.8 (Humerus – 32,9) ± 5.0 rumus ini untuk

mengukur panjang tulang humerus. Pengukuran untuk panjang tulang yang

lainnya pada laki-laki yaitu 169.4 + 3.4 (Radius - 22.7) ± 5.0 pada tulang

radius, 169.4 + 3.2 (Ulna – 23.1) ± 5.2 pada tulang ulna, 169.4 + 2.1 (Femur

– 45.5) ± 4.9 pada tulang femur, 169.4 + 2.1 (Tibia – 36,6) ± 4.6 pada tulang

tibia, 169.4 + 2.5 (Fibula – 36.1) ± 4.4 pada tulang fibula (Devision, 2009).

2.7.4 Formula Antropologi Ragawi UGM

Formula ini dapat digunakan dalam perhitungan yang merupakan

pengukuran tinggi badan untuk jenis kelamin pria dewasa (Kusuma dan

Yudianto, 2010). Perhitungannya yaitu tinggi badan = 842 + 3.45 y (radius

kanan), tinggi badan = 819 + 3.40 y (radius kiri), tinggi badan = 819 + 3.15

y (ulna kanan), tinggi badan = 847 + 3.06 y (ulna kiri), tinggi badan = 847 +

2.60 y (humerus kanan), tinggi badan = 805 + 2.74 y (humerus kiri) pada

tulang humerus.

24

2.7.5 Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman

Penelitian ini dilakukan terhadap laki-laki dari 3 suku bangsa terbesar di

Malaysia yaitu Melayu, Cina dan India (Devision, 2009). Pengukuran dalam

formula ini tulis dalam satuan sentimeter (Tabel 2).

Tabel 2. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman.

Melayu Cina India

2.44 H + 101.6 2.48 H + 101.9 3.71 H + 69.3

1.96 R + 117.9 3.05 R + 91.8 5.32 R + 35.5

1.86 U + 119.1 1.49 U + 130.0 6.86 U + (-7.4)

1.30 T + 122.5 1.95 T + 97.7

0.93 F + 133.0 1.35 F + 117.5

1.16Fi + 127.1 1.68Fi + 108.5

Sumber: (Davidson, 2009).

Keterangan: H = Panjang humerus (cm)

R = Panjang Radius (cm)

U = Panjang Ulna (cm)

T = Panjang Tibia (cm)

F = Panjang Femur (cm)

2.7.6 Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada laki-laki

dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang (Davidson, 2009). Nilai

koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari

variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Tabel 3).

Tabel 3. Formula Amri Amir.

Tulang Rumus Regresi r2

Humerus TB = 1.34 x H + 123.43 0.22

Radius TB = 3.13 x Ra + 87.91 0.45

Ulna TB = 2.88 x U + 91.27 0.43

Femur TB = 1.42 x Fe + 109.28 0.30

Tibia TB = 1.12 x T + 124.88 0.23

Fibula TB = 1.35 x Fi + 117.20 0.29

Sumber: (Davidson, 2009).

25

2.8 Suku Bugis

Salah satu bentuk kekayaan kebudayaan yang di miliki Indonesia adalah

kekayaan suku bangsa, dari sekian banyak suku bangsa yang ada di Indonesia

salah satunya ialah suku Bugis yang ada di wilayah Sulawesi Selatan

bersamaan dengan suku-suku lain, yaitu: Makasar, Toraja dan Mandar. Orang

Bugis di Sulawesi Selatan menempati kabupaten Bulu Kumba, Sinjai, Bone,

Soppeng, Wajo, Sidenreng- Rappang, Pinrang, Pole Wali-Mamasa, Enrekang,

Luwu, Pare-pare, Barru, Pangkajene Kepulauan dan Maros (Ashari, 2016).

Pada abad Ke-16 masyarakat suku Bugis mulai melakukan perpindahan dari

Sulawesi Selatan ke wilayah-wilayah lain di sekitar Sulawesi Selatan seperti:

Pantai Timur dan Utara Sumatra, Pantai Barat Malaya, Pantai Barat Selatan

Kalimantan, Ternate, Maluku Barat, Sumbawa, Flores Barat. Di karenakan

pada saat itu terjadi peperangan antar kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah

dan peperangan melawan tentara Belanda. Mereka merasa tidak aman tinggal

di Sulawesi Selatan sehingga mereka melakukan perpindahan-perpindahan

secara terus menerus sampai pada puncaknya pada tahun 1950 dikarenakan

semakin memanasnya perang melawan belanda dan juga adanya

pemberontakan Kahar Muzakar sehingga mereka melakukan perpindahan

secara besar-besaran ke wilayah-wilayah sekitar Sulawesi Selatan.

(Koentjaraningrat, 1995).

Selain itu juga masyarakat suku Bugis adalah masyarakat yang terkenal

sebagai seorang pelaut ulung, yang menjelajah lautan dan samudra. Sehingga

26

terkadang mereka berlabuh sementara di daerah pesisir-pesisir pantai guna

menjual hasil melaut. Terkadang mereka singgah sebentar atau bahkan

tinggal menetap di daerah-daerah pesisir pantai. Salah satunya adalah pesisir

pantai provinsi Lampung. Mereka tinggal dan menetap di daerah Kota Karang

Teluk Betung. Banyak dari mereka yang beralih profesi (Ashari, 2016).

Hal yang menarik dari setiap suku yang ada di Indonesia adalah di mana pun

mereka tinggal dan jauh dari daerah asal mereka masih menjalankan

kebudayaan atau adat istiadat dari adat dimana mereka berasal. Menurut

norma atau kepercayaan dan aturan adatnya yang keramat dan sakral

(panngadakkang) yang harus di pegang erat oleh suku Bugis yang hidup di

luar daerah asal mereka adapun norma atau aturan itu antara lain: 1) Ade’

yang di bagi menjadi dua yaitu: a) Ade’ akkalabinengeng yaitu aturan

mengenai hal perkawinan, kekerabatan, keturunan, etika dalam rumah tangga,

sopan santun, kewajiban dalam rumah tangga dan tata aturan dalam bergaul

dengan masyarakat. b) Ade’ tana yaitu norma yang mengatur tentang

bernegara memerintah Negara, wujud dari hukum Negara, pembinaan insane

politik. 2) Bicara yaitu norma yang mengatur dalam hal peradilan dan hal-hal

yang menyangkut dengan hak dan kewajiban dalam mengajukan kasus di

pengadilan. 3) Rapang yaitu menjaga kepastian hukum tak tertulis dalam

masa lampau dengan menggunakan analogi dengan kasus masa lampau

dengan kasus yang dihadapi. 4) Wari’ untuk menempatkan suatu susunan

sesuatu yang bersangkut paut dengan peristiwa kehidupan, garis keturunan

dan pelapisan sosial. 5) Sara’ yaitu norma yang mengandung terkait dengan

hukum Islam (Koentjaraningrat, 1995).

27

2.9 Kerangka Teori

Pengukuran terhadap bagian tubuh tertentu, misalnya lengan atas adalah

salah satu metode untuk menentukan tinggi badan seseorang. Perkiraan tinggi

badan dapat diketahui apabila telah diketahui panjang lengan atasnya (Latif et

al., 2015). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang secara umum ada

dua faktor yaitu faktor internal (genetik dan jenis kelamin) dan faktor

eksternal (lingkungan, gizi, obat-obatan dan penyakit) (Supariasa et al., 2002).

Ket :

: Variabel yang diteliti

: Mempengaruhi

Gambar 6. Kerangka Teori

Faktor Internal

Genetik

(Ras/Suku)

Jenis Kelamin

Faktor Eksternal

Lingkungan

Gizi

Obat-obatan

Penyakit

Panjang

Tulang

Humerus

Tinggi Badan

28

2.10 Kerangka Konsep

Gambar 7. Kerangka Konsep

2.11 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi

badan pria dewasa suku Bugis di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung

Timur Kota Bandar Lampung.

H1 : Terdapat korelasi panjang tulang humerus dengan tinggi badan pria

dewasa suku Bugis di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota

Bandar Lampung.

Variabel Independen:

Panjang tulang humerus

kanan dan kiri

Variabel Dependen:

Tinggi Badan

Variabel terkendali:

Usia

Jenis Kelamin

Suku

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental)

dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu studi ini mencakup semua jenis

penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali,

pada satu saat (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur

Kota Bandarlampung. Penelitian dilakukan pada Agustus - Oktober 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh laki-laki dewasa suku Bugis

yang tinggal di Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota

Bandarlampung.

30

3.3.2 Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, pemilihan sampel penelitian mengunakan metode

non probability sampling yaitu consecutive sampling. Pada consecutive

sampling, semua objek yang datang secara berurutan dan memenuhi

kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek

yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel pada penelitian

ini adalah menggunakan rumus penentuan besar sampel analisis

korelatif, karena bertujuan mencari hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen yang keduanya berskala numerik

(Dahlan, 2012).

Rumus tersebut yaitu :

𝑛 = [

]

Keterangan:

Kesalahan tipe I (Z𝞪) = ditetapkan sebesar 1% dengan hipotesis satu

arah, sehingga Zα = 2,326

Kesalahan tipe II (Z𝞫) = ditetapkan 5% dengan hipotesis satu arah,

maka Zβ = 1,645

Kesalahan tipe (r) = 0,8 (Amalia, 2015)

31

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil sampel minimal 18

orang.

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Pria dewasa usia 21-40 tahun.

b. Penduduk Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota

Bandarlampung.

c. Dua generasi di atas responden merupakan suku Bugis asli.

d. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed

consent.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Menunjukan adanya kelainan struktur tulang humerus seperti

fraktur, dislokasi sendi.

b. Menunjukan adanya kelainan penyusun tinggi badan seperti

gigantisme, kretinisme, dwarfisme, skoliosis, lordosis, dan kifosis.

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1 Identifikasi Tabel

a. Variabel independen : Panjang tulang humerus kanan dan kiri

b. Variabel dependen : Tinggi badan

c. Variabel perancu : Usia, jenis kelamin, dan suku

32

Variabel perancu pada penelitian ini ditentukan agar dapat dikendalikan

sehingga mengurangi kesalahan dalam penelitian.

3.5.2 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini digunakan batasan definisi operasional untuk

memudahkan selama melakukan penelitian.

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Satuan Alat Ukur Skala

1 Tinggi

Badan

Diukur dari titik

tertinggi di

kepala (cranium)

yang disebut

Vertex, ke titik

terendah dari

tulang kalkaneus

(the calcanear

tuberosity) yang

disebut heel.

Sentimeter

(cm)

Microtoise

Numerik

(Rasio)

2 Panjang

Humerus

Jarak antara

tuberkulum

majus humeri

sampai

epikondilus

lateral humeri.

Pengukuran

dilakukan secara

per cutaneous,

yaitu pada

bagian luar kulit.

(cm)

Kaliper geser

Numerik

(Rasio)

3.6 Instrumen dan Prosedur Penelitian

3.6.1 Instrumen Penelitian

a. Lembar Informed consent untuk meminta persetujuan responden

dalam melakukan penelitian

33

b. Lembar Kuesioner untuk menyesuaikan identitas responden dengan

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pada lembar tersebut juga

disiapkan kolom untuk mencatat hasil pengukuran tinggi badan dan

panjang humerus.

c. Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran.

d. Microtoise untuk mengukur tinggi badan responden dengan satuan

sentimeter (cm).

e. Kaliper geser untuk mengukur panjang humerus.

Gambar 8. Microtoise dan kaliper geser (Glinka, 2008)

3.6.2 Prosedur Penelitian

a. Pengumpulan data dan pengisian kuesioner

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan lembaran

kuesioner yang berisi tentang identitas responden terutama yang

berhubungan kriteria inklusi agar tidak terjadi kekeliruan dalam

penelitian, sebelum dilakukan pengumpulan, responden telah lebih

dulu dijelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan diberi

lembar informed consent untuk meminta kesediaan dari responden.

34

b. Pengukuran tinggi badan

Setelah dilakukan pengumpulan data, setiap responden langsung

melakukan pengukuran tinggi badan dengan microtoise. Tinggi

badan diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut

Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus yang disebut heel.

Responden diminta berdiri di tempat yang datar, dan bagian

punggungnya merapat ke dinding dengan kepala menghadap lurus ke

depan, sehingga bagian belakang kepala menempel di dinding. Kaki

responden juga diminta untuk dirapatkan sehingga bagian pantat

juga menempel pada dinding. Hasil pengukuran ditulis pada lembar

kuesioner yang telah berisi data responden (Glinka et al., 2008)

c. Pengukuran panjang humerus

Prosedur yang dilakukan terakhir adalah pengukuran panjang tulang

humerus pada sisi kiri dan kanan. Responden diminta berdiri tegak

dengan telapak tangan agak menjauh dari paha, satu lengan kaliper

berada pada tuberculum majus humeri, sementara lengan lainnya

berada pada epicondilus lateral humeri. Hasil pengukuran dicatat

pada lembar kuesioner yang telah menyediakan kolom panjang

tulang humerus (Glinka et al., 2008).

35

Gambar 9. Pengukuran Tinggi Badan (A) dan Panjang Humerus (B) (Glinka , 2008)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Proses pengolahan data menggunakan komputer dengan melakukan

beberapa langkah yaitu:

a. Pengeditan, mengoreksi data untuk memastikan kelengkapan dan

kesempurnaan data.

b. Pengkodean, memberi kode pada data sehingga menjadi lebih

mudah dalam pengolahan data.

c. Pemasukan data, memasukan data dalam program computer.

d. Tabulasi, menyajikan data dalam bentuk table.

36

3.7.2 Analisis Data

Hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan beberapa

metode analisis statistik sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi

variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini dilakukan

penghitungan rerata pada panjang humerus dan tinggi badan.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara satu variabel bebas dengan variabel terikat dengan

menggunakan uji statistik.

1) Korelasi

Sebelum dilakukan uji statistik, dilakukan uji normalitas dan

didapatkan sebaran data normal. Rumus korelasi pearson

dilakukan untuk mengetahui korelasi antara tinggi badan

dengan panjang tulang humerus pada data normal. Rumus dari

korelasi Pearson:

Keterangan:

r = koefisien korelasi

n = jumlah sampel

x = panjang tulang humerus (cm)

y = tinggi badan (cm)

37

2) Regresi Linear Sederhana

Regresi linear dan korelasi memiliki kesamaan dan perbedaan.

Keduanya menunjukkan hubungan antara dua variabel numerik.

Bedanya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan

hubungan tanpa adanya variabel bebas atau tergantung,

sedangkan pada regresi, fungsinya adalah untuk prediksi, yaitu

meramal nilai variabel numerik dengan nilai variabel numerik

lain. Variabel yang ingin diprediksi adalah tergantung yaitu

tinggi badan, sedang yang diukur adalah variabel bebas yaitu

panjang tulang humerus yang biasanya dinilai lebih mudah,

murah, efektif, efisien atau lebih cepat diukur daripada variabel

tergantung yang ingin diprediksi. Persamaan regresi dengan

mudah dapat dihitung dengan program komputer, yang

dinyatakan sebagai:

𝑦=𝑎+𝑏𝑥

Keterangan:

y = variabel tergantung

x = variabel bebas

a = konstanta

b = koefisien regresi

38

3.8 Alur Penelitian

Gambar 10. Alur Penelitian

3.9 Etik Penelitian

Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan ethical clearance dari Komisi

Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan Nomor

Surat 5150/UN26.18/ PP.05.02.00/2018.

Pengurusan Ethical Clearance

Pengurusan izin di Kota Karang Kecamatan

Teluk Betung Timur Kota Bandarlampung

Penampisan subyek dengan menggunakan

kuesioner

Pelaksanaan penelitian dengan melakukan

pengukuran tinggi badan dan panjang

humerus

Pengumpulan hasil pengukuran

Tabulasi data

Penulisan Hasil Penelitian

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai korelasi antara tinggi

badan dengan panjang tulang lengan atas pada pria dewasa suku Bugis maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Rerata tinggi badan suku Bugis adalah sebesar 162,758 ± 6,098 dengan

rentang nilai (148 – 179) cm.

2. Rerata panjang tulang humerus kanan suku Bugis adalah 27,691 ± 1,901

dengan rentang nilai (23 – 30,5) cm, dan 27,682 ± 2,164 dengan rentang

nilai (21,5 – 31) cm pada tulang humerus kiri.

3. Rumus regresi khusus untuk mengukur panjang tulang humerus kanan

dengan tinggi badan (119,325 + 1,568X ± 5,39) cm, dan panjang tulang

humerus kiri dengan tinggi badan (130,253 + 1,174X ± 5,62) cm pria

dewasa suku Bugis.

4. Terdapat korelasi sedang (r = 0,489) antara tinggi badan dengan panjang

tulang humerus kanan, dan korelasi sedang (r = 0,417) antara tinggi badan

49

dengan panjang tulang humerus kiri pria dewasa suku Bugis di Kota

Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandarlampung.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Rumus regresi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan untuk

kepentingan kedokteran forensik.

2. Sebaiknya diadakan penelitian pada suku-suku lain terutama suku

mayoritas di Indonesia untuk melengkapi data antropometri dan

diharapkan dapat memberi kontribusi pada ilmu kedokteran forensik.

DAFTAR PUSTAKA

Antarizki. 2014. Analisis etnisitas dan simbol-simbol etnik pasangan calon dalam

pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014 (skripsi). BandarLampung.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Amalia F. 2015. Korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan

pada pria dewasa Suku Lampung dan Suku Jawa di Desa Sukabumi

Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus (skripsi).

BandarLampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Ashari I. 2016. Makna mahar dan status sosial perempuan dalam perkawinan

Adat Bugis Di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi.

Bandar Lampung. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Kriminal 2016. Diakses pada tanggal 12

Desember 2017. https://bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Kriminal-

2016.pdf.

Byers SN. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. Introduction to

Forensic Anthropology. Third Edition. Boston.28-59.

Devision RJ. 2009. Penetuan tinggi badan berdasarkan panjang lengan bawah

(Tesis). Medan: Uneversitas Sumatera Utara.

Harun MH, Katutu B, Yahya SR. 2013. Diaspora Bugis Di Sumatera. Tanjong

Malim. Fakulti Bahasa dan Komunikasi Universiti Pendidikan Sultan Idris

(UPSI).

Indriati E. 2010. Antropometri untuk kedokteran, keperawatan, gizi, dan olahraga.

Edisi pertama.Yogyakarta : PT.Citra Aji Parama.

Glinka J, Artaria MD, Koesbardiati T. 2008. Metode Pengukuran Manusia.

Airlangga. Surabaya.

Koentjaraningrat. 1989. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Penerbit

Djambatan. Jakarta.

Kuntoadi M. 2008. Hubungan panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada

wanita dewasa Suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran (skripsi). Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Kurniangga DR, Nuryanto. 2016. Perbedaan ekskresi yodium urin (EYU) dan

tinggi badan anak sekolah dasar Kecamatan Ngadirejo Kabupaten

Temanggung dengan Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Journal

of Nutrition College. 5 (3) : 222 –7.

Kusuma SE dan Yudianto A. 2010. Identifikasi Medikolegal. Dalam: Hoediyanto

dan Apuranto, H. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi 7.

Surabaya.

Krishan K. 2006. Anthropometry in Forensic Medicine and Forensic Science-

'Forensic Anthropometry'. J Forensic Sci. 2 (1) : 455 - 555.

Latif A, Aflanie I, Mashuri. 2015. Korelasi Panjang Lengan Bawah Dengan

Tinggi Badan Pria Dewasa Suku Banjar. 11 (2) : 199 - 204.

Moore KL dan Dalley EF. 2013. Anatomi berorientasi klinis. Edisi 5. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Moore KL dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.

Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh I.G.N.G.2002.

Paulsen F, et al. 2012. Sobotta atlas anatomi manusia anatomi umum dan

sistem muskuloskeletal. Jilid 1 edisi 23. Jakarta EGC.

Putra RP. 2013. Hubungan antara tinggi badan dengan panjang tulang lengan atas

pada pria dewasa Suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten

Pesawaran (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sastroasmoro S, Ismael S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi

ke-4. Jakarta: Sagung Seto.

Setiyohadi B. 2007. Osteoporosis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,

Simadibrata, M. dan Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.

Snell RS. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:

EGC.

Thamaria N.2017. Penilaian status gizi.Jakarta : Badan Pendidikan Sumber Daya

Manusia Kesehatan.

Tortora GJ, Derrickson, BH. 2011. Principles Of Anatomy And Physiology. 13th

Ed. United States Of America.

Weedon MN, Guillaume L, Freathy RM, Lindgren CM, Voight BF, Perry JRB, et

al. 2007. A common variant of HMGA2 is associated with adult and

childhood height in general population. Nature Genetics. 39(10) : 1245 - 50.

Zverev Y, John C. 2005. Estimating height from arm span measurement in

Malawian children. Coll. Antropol. 29 (2005) 2: 469 - 73.