korelasi antara penyalahgunaan polizat dengan …

15
KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN DEFISIT KELANCARAN VERBAL Afina Syarah Lidvihurin, Nurmiati Amir 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia-Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jl. Salemba Raya no. 6 Jakarta Pusat 10430, Jakarta, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia masih tinggi. Penyalahgunaan narkoba, khususnya penyalahgunaan polizat, dapat berdampak buruk terhadap kemampuan kognitif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara penyalahgunaan polizat, khususnya jumlah zat yang disalahgunakan, dengan defisit kelancaran verbal. Uji kelancaran verbal dilakukan pada residen Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor pada bulan Agustus sampai Oktober tahun 2017 melalui studi cross-sectional ini. Sebanyak 53 residen penyalahguna polizat dipilih dengan metode consecutive sampling. Data penyalahgunaan polizat diperoleh melalui wawancara dengan subjek rekam medis. Hasil pengujian kelancaran verbal menunjukkan bahwa frekuensi defisit kelancaran verbal adalah sebanyak 54,7% dari 53 orang subjek. Setelah dilakukan analisis penelitian, didapatkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah zat yang disalahgunakan dengan defisit kelancaran verbal pada subjek. Analisis data lainnya menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara usia dengan kelancaran verbal (p=0,044) dan korelasi antara usia penyalahgunaan pertama kali dengan kelancaran verbal (p=0,004). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penyalahgunaan ekstasi dengan kelancaran verbal dan tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara durasi penyalahgunaan dengan kelancaran verbal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa defisit kelancaran verbal tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah zat yang disalahgunakan. Faktor lain yang memiliki korelasi signifikan dengan kelancaran verbal adalah usia penyalahguna dan usia penyalahgunaan pertama kali. Correlation Between Polydrug Abuse and Verbal Fluency Deficit Abstract Prevalence of drug user in Indonesia is still high. Drug abuse, particularly polydrug abuse, can adversely affect cognitive abilities. This study aims to determine the correlation between polydrug abuse, specifically the amount of substances abused, with verbal fluency deficit. Phonological verbal fluency task conducted towards resident of Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor in August until October 2017 in this cross-sectional study. Fifty three residents who are polydrug user were chosen by consecutive-sampling method. Polydrug abuse data was obtained through interviewing subjects and medical record. Phonological verbal fluency task’s results showed that 54.7% subjects had verbal fluency deficit. Based on the study analysis, there were no significant correlation between amount of substances abused and verbal fluency deficit. Other data showed that there is a significant correlation between age and verbal fluency (p=0,044) and correlation between onset and verbal fluency (p=0,004). There is no significant relation between ectasy group user and verbal fluency and there is no significant correlation between duration of drug abuse and verbal fluency. We concluded that verbal fluency deficit has no significant correlation with the amount of substances abused. Another factors that have significant correlation with verbal fluency are age and onset of abuse. Keywords : polydrug abuse, drugs, verbal fluency, phonological verbal fluency task Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN

DEFISIT KELANCARAN VERBAL

Afina Syarah Lidvihurin, Nurmiati Amir

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia-Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jl. Salemba Raya no. 6 Jakarta Pusat 10430, Jakarta, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia masih tinggi. Penyalahgunaan narkoba, khususnya penyalahgunaan polizat, dapat berdampak buruk terhadap kemampuan kognitif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara penyalahgunaan polizat, khususnya jumlah zat yang disalahgunakan, dengan defisit kelancaran verbal. Uji kelancaran verbal dilakukan pada residen Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor pada bulan Agustus sampai Oktober tahun 2017 melalui studi cross-sectional ini. Sebanyak 53 residen penyalahguna polizat dipilih dengan metode consecutive sampling. Data penyalahgunaan polizat diperoleh melalui wawancara dengan subjek rekam medis. Hasil pengujian kelancaran verbal menunjukkan bahwa frekuensi defisit kelancaran verbal adalah sebanyak 54,7% dari 53 orang subjek. Setelah dilakukan analisis penelitian, didapatkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah zat yang disalahgunakan dengan defisit kelancaran verbal pada subjek. Analisis data lainnya menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara usia dengan kelancaran verbal (p=0,044) dan korelasi antara usia penyalahgunaan pertama kali dengan kelancaran verbal (p=0,004). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penyalahgunaan ekstasi dengan kelancaran verbal dan tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara durasi penyalahgunaan dengan kelancaran verbal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa defisit kelancaran verbal tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah zat yang disalahgunakan. Faktor lain yang memiliki korelasi signifikan dengan kelancaran verbal adalah usia penyalahguna dan usia penyalahgunaan pertama kali.

Correlation Between Polydrug Abuse and Verbal Fluency Deficit

Abstract

Prevalence of drug user in Indonesia is still high. Drug abuse, particularly polydrug abuse, can adversely affect cognitive abilities. This study aims to determine the correlation between polydrug abuse, specifically the amount of substances abused, with verbal fluency deficit. Phonological verbal fluency task conducted towards resident of Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor in August until October 2017 in this cross-sectional study. Fifty three residents who are polydrug user were chosen by consecutive-sampling method. Polydrug abuse data was obtained through interviewing subjects and medical record. Phonological verbal fluency task’s results showed that 54.7% subjects had verbal fluency deficit. Based on the study analysis, there were no significant correlation between amount of substances abused and verbal fluency deficit. Other data showed that there is a significant correlation between age and verbal fluency (p=0,044) and correlation between onset and verbal fluency (p=0,004). There is no significant relation between ectasy group user and verbal fluency and there is no significant correlation between duration of drug abuse and verbal fluency. We concluded that verbal fluency deficit has no significant correlation with the amount of substances abused. Another factors that have significant correlation with verbal fluency are age and onset of abuse. Keywords : polydrug abuse, drugs, verbal fluency, phonological verbal fluency task

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 2: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Pendahuluan Berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN), prevalensi penyalahgunaan

narkoba di Indonesia mencapai 4.098.029 orang pada tahun 2015 pada kelompok usia 10-59

tahun. Kelompok usia dengan penyalahgunaan narkoba terbanyak adalah rentang 21-35 tahun.

Pada tahun 2015, terjadi peningkatan tren tersangka kasus narkoba secara keseluruhan,

meliputi narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya.1 Pada tahun 2012, jenis narkoba

yang paling banyak disalahgunakan adalah shabu, minuman keras, ganja, obat daftar G,

ekstasi, heroin, dan benzodiazepin secara berurutan.2

Sekitar 55% responden dalam survei BNN tahun 2014 menyatakan pernah mengkonsumsi

narkoba lebih dari satu jenis. Kondisi ini disebut dengan polydrug use.3 Pada tahun 2013,

terdapat 348 dari 797 orang yang menggunakan multiple drug atau polydrug use di Balai

Besar Rehabilitasi BNN.4 Terdapat berbagai alasan seseorang menyalahgunakan polizat,

diantaranya untuk meningkatkan efek dari salah satu zat, untuk mengurangi efek samping,

untuk meredakan gejala putus obat, untuk meredakan nyeri kronik, untuk mengatasi kesulitan

tidur, untuk mengatasi gangguan mental, karena terpengaruh lingkungan, dan karena

ketersediaan.5

Dampak yang diakibatkan dapat bervariasi tergantung pada kekuatan dan jumlah zat yang

dikonsumsi. Penggunaan kombinasi zat atau polizat dapat meningkatkan efek salah satu zat.

Terkadang penggunaan zat secara bersamaan dapat memberikan efek yang lebih berat

daripada yang diperkirakan.5 Dampak dari kombinasi zat yang memiliki efek fisik sama,

seperti penyalahgunaan dua atau lebih stimulan atau penyalahgunaan dua atau lebih depresan,

dapat menyebabkan efek yang berbahaya. Penyalahgunaan zat yang memiliki efek fisik sama

dapat meningkatkan dampak terhadap fungsi normal otak dan tubuh.6

Konsumsi obat-obatan psikoaktif tidak terkontrol dengan densitas tingi dan jangka waktu

pemakaian yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi pada otak. Berdasarkan penelitian

tahun 1978 oleh dr. Grant dkk., penyalahgunaan polizat secara signifikan menyebabkan hasil

yang kurang baik pada uji kelancaran verbal, uji abstraksi, dan uji pemecahan masalah.7 Akan

tetapi, masih belum diketahui apakah jumlah polizat yang disalahgunakan berkaitan dengan

defisit kelancaran verbal. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui korelasi antara

penyalahgunaan polizat dengan defisit kelancaran verbal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor yang berperan dalam terjadinya defisit kelancaran verbal.

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 3: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Tinjauan Teoritis Polizat

Penggunaan polizat merupakan penggunaan kombinasi dari zat yang berbeda atau kondisi

dimana seseorang mengkonsumsi satu zat saat masih berada di bawah pengaruh zat lain.

Polizat yang digunakan dapat berupa alkohol, obat-obatan yang diresepkan oleh dokter, dan

atau zat terlarang.6 Penyalahgunaan polizat dapat meningkatkan risiko intoksikasi, mabuk

berat, perilaku berisiko, kecelakaan, kekerasan, ketergantungan pada satu zat atau lebih,

masalah dengan keluarga dan lingkungan, gangguan mental, gangguan kesehatan seperti

penyakit jantung dan hepar, dan overdosis.5

Penggunaan polizat dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori berdasarkan waktu dan

kategori berdasarkan efek. Kategori berdasarkan waktu diartikan sebagai penggunaan

polizat dalam jangka waktu tertentu. Kategori ini terbagi menjadi dua, yaitu simultaneous

polydrug use (SPU) yang berarti penggunaan dua zat atau lebih dalam suatu waktu dan

concurrent polydrug use (CPU) yang berarti penggunaan zat yang berbeda dalam waktu

yang berbeda dengan jangka waktu 12 bulan. Kategori yang kedua ialah kategori

berdasarkan efek. Kategori ini diartikan sebagai penggunaan polizat berdasarkan efek dari

kombinasi zat. Sebagai contoh, kombinasi obat dikonsumsi untuk meningkatkan atau

menurunkan efek dari zat atau kombinasi obat dikonsumsi untuk membentuk efek baru.8

Berikut ini beberapa contoh kombinasi zat yang berbahaya untuk tubuh, yaitu merokok

marijuana dan konsumsi alkohol dalam kesempatan yang sama dapat menyebabkan seseorang

mengalami intoksikasi lebih berat daripada saat mengkonsumsi salah satu zat tersebut;

penyalahguna heroin sering mengkonsumsi benzodiazepin untuk meningkatkan efek depresan

dari heroin sehingga memperlambat pernapasan, terdapat risiko tinggi untuk mengalami

overdosis hingga henti napas dan meninggal akibat kekurangan oksigen; penggunaan zat

stimulan seperti amfetamin dan kokain dapat menutupi efek dari alkohol karena peminum

alkohol dapat menjadi lebih waspada sehingga menyebabkan rasa percaya diri berlebih dan

kurang baik dalam menilai sesuatu yang menyebabkan peningkatan perilaku berisiko; dan

penggunaan amfetamin dan ekstasi secara bersamaan dapat menyebabkan overstimulasi

sehingga seseorang merasa kepanasan, dehidrasi, dan kelelahan.5

Penyalahgunaan Marijuana

Penyalahgunaan marijuana jangka panjang dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan

gangguan kognitif.7,9 Marijuana dapat mengubah waktu persepsi dan koordinasi dengan cara

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 4: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

berikatan dengan reseptor kanabinoid di ganglia basalis, korteks frontal, dan serebelum yang

merupakan area otak yang berperan dalam kontrol motorik dan memori. Marijuana juga

memiliki efek pada fungsi psikomotorik.7

Kanabinoid utama yang terdapat pada tanaman kanabis antara lain delta-9-

tetrahidrocannabinol (THC), cannabidiol (CBD), dan cannabinol (CBN). THC merupakan

komponen psikoaktif primer, sedangkan CBD merupakan komponen nonpsikoaktif yang

berperan sebagai kanabinoid sekunder. Cannabinoid yang terutama berperan pada efek

psikoaktif yang diinginkan oleh pengguna marijuana adalah THC. Umumnya, kadar THC

ditemukan lebih tinggi dibandingkan CBD. THC ditemukan pada getah yang melapisi

pucuk bunga dan daun bagian atas dari tanaman kanabis betina.7

Terdapat dua jenis reseptor kanabinoid di dalam tubuh, yaitu tipe CB1 dan CB2. Reseptor

CB1 umumnya ditemukan di otak dan terkonsentrasi di daerah yang terlibat dalam

pengaturan memori (hipokampus), respon emosi (amigdala), kognisi (korteks serebri),

motivasi (bagian depan sistem limbik), dan koordinasi motorik (serebelum). Reseptor CB2

umumnya ditemukan pada bagian tubuh yang berperan dalam regulasi sistem imun. Selain

itu, reseptor CB2 berperan dalam fungsi lainnya antara lain pada sistem gastrointestinal,

hepar, jantung, otot, kulit, dan organ reproduksi. Reseptor CB1 memiliki peran penting

dalam efek psikoaktif akibat marijuana.7

Reward pathway dopamin pada otak melibatkan reseptor CB1 dan CB2. Pada penelitian,

reseptor tersebut menghasilkan respon terhadap THC dengan meningkatkan pelepasan

dopamin sehingga menghasilkan efek euforia akibat marijuana. THC menyebabkan lebih

sedikit pelepasan dopamin dibandingkan dengan kokain atau metamfetamin, namun

pelepasan dopamin terjadi lebih cepat karena marijuana dikonsumsi dengan cara dihisap.7 Penyalahgunaan Alkohol

Penelitian sebelumnya menunjukkan orang yang mengkonsumsi alkohol lebih dari empat kali

dalam seminggu memiliki nilai kelancaran verbal fonemik yang rendah.9 Minuman alkohol

menandung etanol yang merupakan zat psikoaktif dengan relaksan dan menyebabkan efek

euforia.10 Alkohol dapat memengaruhi fungsi neurotransmiter tertentu untuk memengaruhi

perilaku. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan antara neurotransmisi eksitatorik dan

inhibitorik pada otak. Dengan adanya paparan alkohol jangka pendek, keseimbangan ini

bergeser menuju inhibisi melalui peningkatan fungsi neurotransmiter dan neuromodulator

inhibitorik seperti GABA, glisin, dan adenosin. Selain itu, keseimbangan dapat bergeser

menuju inhibisi melalui penurunan fungsi neurotransmiter eksitatorik seperti glutamat dan

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 5: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

aspartat. Alkohol berperan sebagai depresan melalui peningkatan neurotransmisi inhibitorik,

penurunan neurotransmisi eksitatorik, atau melalui kombinasi keduanya.11

Alkohol juga dapat meningkatkan neurotransmisi inhibitorik melalui peningkatan aktivitas

neuromodulator inhibitorik seperti adenosin. Aktivasi sistem adenosin dapat menyebabkan

sedasi, sedangkan inhibisi dari sistem adenosin menyebabkan stimulasi. Setelah paparan

alkohol jangka panjang, otak berusaha untuk mengkompensasi efek depresan akibat alkohol

sehingga otak mengurangi neurotransmisi inhibitorik dan meningkatkan neurotransmisi

eksitatorik. Saat terjadi gejala putus obat akibat alkohol, kompensasi oleh otak tidak lagi

diimbangi dengan konsumsi alkohol. Hal ini menyebabkan keseimbangan bergeser mejadi

eksitasi berlebih.11 Konsumsi alkohol memengaruhi beberapa bagian otak terutama lobus

frontalis.12 Penyalahgunaan Opioid

Penyalahguna opiat dan heroin menunjukkan adanya defisit pada kelancaran verbal pada

penelitian sebelumnya.13,14 Penyalahgunaan opioid merupakan kondisi medis yang ditandai

dengan gangguan pola penggunaan opioid yang menyebabkan kerusakan atau kesakitan.15

Opioid bekerja pada reseptor opioid untuk menghasilkan berbagai efek terapeutik maupun

efek samping.16 Terdapat tiga jenis reseptor opioid, yaitu reseptor mu (m), delta (d), dan

kappa (k). Peptida opioid dalam tubuh, endorfin, berinteraksi dengan reseptor m, enkefalin

dengan reseptor d, dan dinorfin dengan reseptor k. Opioid dapat menghambat pelepasan

neurotransmiter dengan menghambat masuknya ion kalsium melalui peningkatan pengeluaran

ion kalium atau melalui inhibisi adenylate cyclase (AC) yang merupakan enzim konversi

adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP).17

Opioid memiliki potensi untuk menghasilkan efek analgesik, perubahan mood,

ketergantungan fisik, toleransi, dan efek penghargaan. Opioid bekerja pada sistem saraf pusat

dan perifer. Di dalam sistem saraf pusat, opioid memiliki efek di berbagai area, termasuk pada

korda spinalis. Pada sistem saraf perifer, opioid bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus

submukosa yang berperan pada efek konstipasi akibat opioid. Pada jaringan perifer seperti

sendi, opioid bekerja untuk mengurangi inflamasi.17 Penyalahgunaan Benzodiazepin

Penyalahgunaan benzodiazepin jangka pendek dapat menimbulkan efek gangguan kognitif

dan memori.9 Benzodiazepin meningkatkan efek gamma-aminobutyric acid (GABA) yang

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 6: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

merupakan neurotransmiter inhibitorik utama pada sistem saraf pusat. Benzodiazepin

berikatan dengan kompleks reseptor GABAA.18 Benzodiazepin berperan sebagai modulator

alosterik positif dengan meningkatkan konduksi ion klorida sepanjang membran sel saraf

ketika GABA sudah berikatan dengan reseptor. Hal ini meningkatkan influks ion klorida yang

menyebabkan hiperpolarisasi sehingga terjadi peningkatan perbedaan antara potensial

istirahat dan potensi ambang batas.19

Pada penggunaan benzodiazepin jangka pendek, dapat timbul efek letargi, kelelahan,

mengantuk; gangguan motorik, penurunan reaction time, dan ataksia; gangguan kognitif dan

memori; kebingungan; kelemahan otot atau hipotonus; depresi; nistagmus, vertigo; disarthria,

bicara menjadi tidak jelas; pandangan kabur, mulut kering; sakit kepala; euforia paradoks,

rasa senang berlebihan, hipomania, perilaku ekstrem yang tidak dibatasi (khususnya pada

penyalahguna dosis tinggi); dan potensiasi dari depresan sistem saraf pusat lain seperti

alkohol dan opioid dapat meningkatkan kemungkinan depresi napas.18

Efek penggunaan benzodiazepin jangka panjang serupa dengan penggunaan benzodiazepin

jangka pendek. Efek jangka panjang tersebut antara lain munculnya toleransi terhadap efek

sedatif dan psikomotor, ketidakmampuan untuk menunjukkan emosi, gangguan menstruasi

dan pembesaran payudara, serta terjadinya ketergantungan setelah konsumsi lebih dari 3-6

minggu.18 Penyalahgunaan Ekstasi

Penyalahgunaan ekstasi jangka panjang maupun rekreasional berasosiasi dengan defisit

kelancaran verbal.14 MDMA bekerja dengan meningkatkan konsentrasi serotonin ekstrasel di

otak, namun kemudian konsentrasi serotonin mengalami penurunan. MDMA juga memicu

peningkatan dopamin. Serotonin berperan dalam regulasi perilaku agresif, mood, aktivitas

seksual, pola tidur, sensitivitas terhadap nyeri, memori, dan temperatur tubuh. Dopamin

berperan dalam kontrol pergerakan, kognisi, motivasi, dan sistem penghargaan.18

Penyalahgunaan kokain dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif seperti fungsi

eksekutif, pengambilan keputusan, konsentrasi, gangguan persepsi visual, peningkatan

impulsifitas, gangguan kecepatan psikomotor, gangguan ketangkasan, dan penurunan aspek

verbal dan memori. Gangguan pada fungsi kognitif dapat dikaitkan dengan gangguan korteks

prefrontal.20

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 7: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Penyalahgunaan Kokain

Kokain bekerja dengan menurunkan permeabilitas saraf terhadap natrium sehingga

menimbulkan efek anestesi topikal. Hal ini membuat membran saraf menjadi stabil sehingga

terjadi peningkatan ambang batas eksitasi elektrik dan inhibisi depolarisasi. Kokain memiliki

dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap nyeri dan sentuhan. Selain itu, kokain

dapat menghilangkan sensasi rasa dan bau pada hidung dan mulut. Kokain memicu pelepasan

norepinefrin presinaps dan menghambat reuptake norepinefrin, dopamin, dan serotonin pada

saraf presinaps sistem saraf pusat. Pada sistem saraf tepi, kokain menstimulasi pelepasan

norepinefrin di saraf presinaps dan menghambat reuptake epinefrin dan norepinefrin. Hal ini

menyebabkan efek euforia, meningkatkan rangsangan seksual, meningkatkan keinginan untuk

bicara, dan meningkatkan aktivitas sosial.21

Kelancaran Verbal

Kelancaran verbal merupakan kemampuan untuk membentuk dan menyampaikan kata dengan

kriteria tertentu. Defisit kelancaran verbal dapat berbentuk perseverasi verbal atau

pembentukan kata yang tidak sesuai dengan kategori tertentu. Nilai normal kelancaran verbal

penting untuk komunikasi optimal sehingga dapat berfungsi normal dalam pekerjaan dan

hubungan sosial. Uji kelancaran verbal merupakan uji yang diterima dan digunakan secara

luas untuk menilai kelancaran verbal.22 Pengukuran kelancaran verbal digunakan untuk

menilai kompetensi tertentu dan/atau defisiensi kognitif termasuk fungsi eksekutif,

kecerdasan verbal, bahasa dan ukuran kosakata, kecepatan memproses, kecepatan psikomotor,

dan struktur memori semantik. Responden diminta untuk menyebutkan kata sebanyak-

banyaknya dan menyesuaikan dengan kategori yang ditentukan. Responden menyebutkan

kata-kata dengan batas waktu tertentu, umumnya dalam 60 detik atau 3 menit, dengan

penilaian kelancaran melalui pengukuran total jumlah kata-kata yang benar per kategori.23

Terdapat dua jenis kelancaran yang dinilai, yaitu kelancaran fonemik (letter fluency) dan

kelancaran semantik (category fluency).22-25 Kelancaran fonemik merujuk pada pembentukan

kata-kata yang didahului oleh huruf tertentu. Uji kelancaran semantik dilakukan dengan

menyebutkan kata-kata dalam kategori semantik yang spesifik, seperti kategori hewan, buah-

buahan, dan lain-lain.23 Walaupun uji kelancaran fonemik dan semantik terlihat serupa,

terdapat perbedaan penting di antara keduanya. Kelancaran semantik menggambarkan

pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, seperti menyusun daftar belanja sehingga responden

dapat menghubungkan antarkata sesuai dengan kelompoknya. Sebaliknya pada kelancaran

fonemik, kata-kata dibentuk berdasarkan kategori fonemik yang jarang dilakukan saat

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 8: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

berbicara sehari-hari sehingga responden harus menekan aktivitas semantik dan membentuk

strategi baru.24 Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi performa uji kelancaran

verbal. Faktor yang cukup penting adalah pengaruh budaya dan latar belakang linguistik.25

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional yang dilakukan

di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Bogor pada bulan Agustus

sampai Oktober tahun 2017. Sampel meliputi pasien rehabilitasi yang pernah menjadi

penyalahguna polizat di BNN tahun 2017 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan lolos

kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dari penelitian ini antara lain, subjek merupakan pasien di

Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor; subjek tergolong sebagai penyalahguna polizat; subjek

pernah menyalahgunakan polizat minimal selama 1 tahun; subjek tidak mengkonsumsi obat

dalam 2 jam terakhir sebelum pengambilan data. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah

apabila subjek tidak bersedia diwawancara. Jumlah subyek yang diperlukan dalam penelitian

adalah 47 orang. Untuk menentukan subyek, peneliti melakukan teknik consecutive sampling.

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian antara lain kuesioner uji kelancaran verbal

tervalidasi dan rekam medis. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan uji kelancaran

fonemik. Data kelancaran fonemik diambil melalui penghitungan jumlah kata yang diawali

dengan huruf S, N, dan A yang dapat disebutkan subjek dalam 1 menit untuk setiap huruf.

Rekam medis dan wawancara digunakan untuk mengetahui jumlah zat yang pernah

disalahgunakan oleh pasien.

Variabel independen yang diukur adalah penyalahgunaan polizat, khususnya jumlah polizat

yang disalahgunakan, yang diperoleh melalui wawancara dengan subjek. Variabel independen

lainnya yang diukur adalah jenis zat yang disalahgunakan, durasi penyalahgunaan, usia

penyalahguna, dan usia penyalahgunaan pertama kali (onset) yang diperoleh melalui rekam

medis. Variabel dependen yang diukur adalah kelancaran verbal yang diperoleh dengan uji

kelancaran verbal. Variabel perancu yang ditemukan adalah kekuatan zat yang dikonsumsi

oleh subjek sebelumnya, meliputi frekuensi dan dosis zat.

Data primer yang diperoleh akan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20. Data

kelancaran verbal yang diolah adalah jumlah kata yang benar disebutkan oleh subjek, lalu

dikonversi secara manual sebagai defisit kelancaran verbal. Data yang telah diperoleh

dianalisis dalam bentuk analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat digunakan

untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian, mengetahui distribusi frekuensi variabel

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 9: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

yang diteliti, dan normalitas data. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui korelasi

antara variabel dependen dan independen. Jika distribusi data normal, peneliti menggunakan

uji Pearson. Akan tetapi, peneliti akan menggunakan uji Spearman jika distribusi data tidak

normal.

Hasil Penelitian Karakteristik Subjek

Subjek yang didapatkan pada penelitian ini adalah 53 orang penyalahguna polizat yang

merupakan pasien rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Bogor.

Karakteristik subjek dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1. Gambaran Demografis Sampel

Karakteristik Jumlah (n = 53) % Jenis Kelamin

Laki-laki 42 79,2 Perempuan 11 20,8

Usia (tahun) <20 9 17

20 – 29 23 43,4 30 – 39 19 35,8 ≥40 2 3,8

Pendidikan terakhir SD dan sederajat 2 3,8

SMP dan sederajat 4 7,5 SMA dan sederajat 40 75,5

Universitas/Akademi 7 13,2 Durasi Penyalahgunaan

(tahun)

1 – 5 11 20,7 5 – 9 25 47,2

10 – 14 3 5,7 15 – 19 8 15,1 ≥20 6 11,3

Jumlah Polizat 2 13 24,5 3 17 32,1 4 12 22,6 5 5 9,4 6 4 7,6 7 1 1,9 8 1 1,9

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 10: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Uji Kelancaran Verbal

Uji kelancaran verbal digunakan untuk menentukan adanya defisit kelancaran verbal pada

sampel. Batas nilai normal terendah dari uji kelancaran verbal yang ditentukan peneliti adalah

12 kata untuk huruf S, 6 kata untuk huruf N, 10 kata untuk huruf A, dan 27 kata untuk total

ketiga huruf. Sampel dengan skor di bawah batas skor normal dianggap mengalami defisit

kelancaran verbal. Hasil uji kelancaran verbal pada sampel digambarkan dalam tabel 2. Tabel 2. Gambaran Hasil Uji Kelancaran Verbal

Uji Kelancaran Verbal

Jumlah (n = 53) % Defisit Normal Defisit Normal

S 27 26 50,9 49,1 N 31 22 58,5 41,5 A 29 24 54,7 45,3

S, N, A 29 24 54,7 45,3 Korelasi Antara Penyalahgunaan Polizat dengan Kelancaran Verbal

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Statistics 20.0. Tahap

pertama yang peneliti lakukan adalah menguji normalitas data pada variabel yang diteliti.

Berdasarkan uji normalitas ini, data kelancaran verbal memiliki distribusi data yang normal,

sedangkan data jumlah polizat yang disalahgunakan memilki distribusi data tidak normal.

Suatu data dikatakan normal jika signifikansi yang diperoleh pada uji normalitas >0,05.

Peneliti melakukan uji transformasi berupa logaritma pada data jumlah polizat, namun

distribusi data tetap tidak normal. Karena salah satu data memiliki distribusi tidak normal,

pengujian hipotesis dilakukan dengan uji nonparametrik Spearman. Hasil analisis korelasi

antara jumlah polizat dengan kelancaran verbal dapat dilihat pada tabel 3. Tidak ditemukan

korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut (p=0,433). Tabel 3. Uji Korelasi Spearman: Jumlah Polizat dan Kelancaran Verbal

Jumlah Polizat Berdasarkan Jenis

Jumlah Kata Benar Huruf S,N,A

Jumlah Polizat Berdasarkan Jenis

Koefisien Korelasi 1,000 ,110

Sig. (2-tailed) ,433 N 53 53 Jumlah Kata Benar Huruf S,N,A

Koefisien Korelasi ,110 1,000

Sig. (2-tailed) ,433 N 53 53

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 11: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Hubungan Penyalahgunaan Ekstasi dengan Kelancaran Verbal

Peneliti melakukan uji t independen untuk mengetahui hubungan penyalahgunaan ekstasi

dengan kelancaran verbal pada penyalahguna polizat. Tidak terdapat perbedaan yang

bermakna antara kelompok penyalahguna ekstasi dengan defisit kelancaran verbal (p=0,21).

Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pula terhadap jumlah kata error yang

disebutkan responden saat pengujian (p=0,148). Korelasi Usia dengan Kelancaran Verbal

Faktor lain yang dapat memengaruhi kelancaran verbal adalah usia responden. Berdasarkan

analisis menggunakan uji korelasi nonparametrik Spearman, terdapat korelasi yang signifikan

antara usia dengan kelancaran verbal (p=0,044) dan korelasi yang terbentuk bersifat positif

sangat lemah (r=0,278) yang berarti semakin tua seseorang maka semakin baik kelancaran

verbal yang dimiliki. Tabel 4.6 Uji Korelasi Spearman: Usia Responden dan Kelancaran Verbal Jumlah Kata

Benar Huruf S,N,A

Usia Responden

Jumlah Kata Benar Huruf S,N,A

Koefisien Korelasi 1,000 ,278*

Sig. (2-tailed) . ,044 N 53 53 Usia Responden Koefisien Korelasi ,278* 1,000 Sig. (2-tailed) ,044 N 53 53 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Korelasi Usia Penyalahgunaan Pertama Kali (Onset) dengan Kelancaran Verbal

Setelah dilakukan analisis menggunakan uji korelasi nonparametrik Spearman,

korelasi antara usia penyalahgunaan pertama kali dengan kelancaran verbal menunjukkan

adanya korelasi yang signifikan (p=0,004). Hubungan korelasi antara keduanya bersifat

positif sangat lemah (r=0,389) yang menandakan semakin muda seseorang menyalahgunakan

zat untuk pertama kali, maka defisit kelancaran verbal semakin berat. Tabel 4.7 Uji korelasi Spearman: usia pertama kali dan kelancaran verbal Jumlah Kata

Benar Huruf S,N,A

Usia Pertama Kali

Jumlah Kata Benar Koefisien Korelasi 1,000 ,389**

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 12: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Huruf S,N,A Sig. (2-tailed) ,004 N 53 53 Usia Pertama Kali Koefisien Korelasi ,389** 1,000 Sig. (2-tailed) ,004 N 53 53 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Korelasi Durasi Penyalahgunaan dengan Kelancaran Verbal

Analisis korelasi durasi penyalahgunaan dengan kelancaran verbal menggunakan uji korelasi

nonparametrik Spearman menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p=0,641). Tabel 4.8 Uji Korelasi Spearman: Durasi Penyalahgunaan dan Kelancaran Verbal Jumlah Kata

Benar Huruf S,N,A

Durasi Penyalahgunaan

Jumlah Kata Benar Huruf S,N,A

Koefisien Korelasi 1,000 -0,66

Sig. (2-tailed) . ,641 N 53 53 Durasi Penyalahgunaan Koefisien Korelasi -0,66 1,000 Sig. (2-tailed) ,641 . N 53 53

Pembahasan

Korelasi Antara Jumlah Polizat yang Disalahgunakan dengan Kelancaran Verbal

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengujian kelancaran verbal pada residen Balai Besar

Rehabilitasi BNN Bogor. Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat korelasi yang signifikan

antara jumlah polizat yang disalahgunakan dengan kelancaran verbal. Hasil penelitian ini

dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Pada penyalahguna zat, efek yang diberikan oleh zat tertentu terhadap kelancaran verbal

seseorang dapat berbeda-beda. Durasi dan jenis zat yang disalahgunakan menjadi determinan

dari penurunan fungsi serebral akibat obat-obatan. Penyalahguna alkohol dan marijuana

(ganja) tidak menunjukkan adanya gangguan pada uji kelancaran verbal dibandingkan dengan

penyalahguna zat lain, namun pada penelitian lainnya ditemukan bahwa penggunaan

marijuana jangka pendek memengaruhi fungsi kognitif, salah satunya kelancaran verbal.14,26

Penelitian lainnya menunjukkan tidak adanya gangguan kognitif pada memori kerja dan

kelancaran verbal pada pengguna marijuana yang tidak mengkonsumsi marijuana selama 5

minggu.14

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 13: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Pada penyalahguna opiat, ditemukan bahwa subjek menghasilkan skor yang lebih rendah pada

kelancaran verbal dibandingkan dengan kontrol. Pada penyalahguna ekstasi, setelah dua tahun

penggunaan rutin terdapat defisit terus menerus pada kelancaran verbal. Pengguna ekstasi

rekreasional di Hong Kong juga menunjukkan defisit kelancaran verbal.14 Faktor Lain yang Memengaruhi Kelancaran Verbal

Peneliti melakukan analisis faktor lainnya yang dapat memengaruhi kelancaran verbal.

Berdasarkan analisis tersebut, terdapat korelasi yang signifikan antara kelancaran verbal

dengan usia responden dan usia penyalahgunaan pertama kali. Kelancaran verbal dapat

dipengaruhi oleh usia dan pendidikan berdasarkan penelitian oleh Zimmermann dkk.27 Akan

tetapi, pada penelitian yang dilakukan oleh Donny Hendrawan, latar belakang akademik dan

gender mahasiswa di Indonesia tidak memiliki efek signifikan pada uji kelancaran verbal.

Kelancaran verbal berasosiasi secara signifikan dengan kecerdasan dan aspek kelancaran dari

kreativitas.25

Pada penelitian yang dilakukan oleh Elgamal dkk., subjek dengan kelompok usia lebih tua

memiliki kelancaran verbal lebih baik dibandingkan kelompok subjek yang lebih muda jika

faktor kecepatan memproses dikontrol. Hal ini menandakan kelompok usia lebih tua dengan

pengetahuan superior terhadap karakteristik fonemik kata memiliki keuntungan lebih besar

terhadap uji kelancaran jenis ini.28 Penelitian yang dilakukan oleh Konstantopoulos dkk.

menunjukkan bahwa kelancaran verbal pada anak bergantung pada usia dan tidak dipengaruhi

oleh gender.29 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak memiliki penelitian pendahulu sehingga belum terdapat penelitian sejenis

sebelumnya dan merupakan penelitian cross-sectional. Adanya faktor perancu yang tidak

dapat dikontrol dapat memengaruhi hasil penelitian ini. Faktor tersebut adalah kekuatan zat

yang meliputi dosis dan frekuensi penyalahgunaan zat. Interaksi antar jenis zat tidak dinilai

dalam penelitian ini yang dapat menjadi faktor perancu. Selain itu, saat pengambilan data

cukup sulit untuk melakukan pengujian di ruang yang tenang. Peneliti sulit menghindari hal-

hal yang dapat mengganggu fokus responden. KESIMPULAN

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 14: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

Berdasarkan penelitian ini, tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara jumlah zat yang

disalahgunakan dengan defisit kelancaran verbal. Ditemukan sebanyak 54,7% subjek

mengalami defisit kelancaran verbal. Jenis zat yang paling banyak disalahgunakan subjek

adalah metamfetamin (ekstasi), namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan

antara penyalahgunaan ekstasi dengan kelancaran verbal pada penyalahguna polizat. Pada

penelitian ini, ditemukan korelasi yang signifikan antara usia dan onset (usia penyalahgunaan

pertama kali) dengan defisit kelancaran verbal, namun tidak ditemukan adanya korelasi yang

signifikan antara durasi penyalahgunaan dengan defisit kelancaran verbal.

SARAN Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menilai fungsi eksekutif lain seperti

kemampuan perencanaan, fleksibilitas, dan kemampuan mencapai tujuan pada penyalahguna

polizat dengan menggunakan alat ukur lain, seperti Battery Test. Selain itu, sebaiknya

penelitian selanjutnya mempertimbangkan durasi abstinence karena beberapa zat yang

disalahgunakan menyebabkan dampak yang reversibel. Perlu dilakukan kontrol terhadap

faktor perancu yang dapat ditemukan. Peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya

melakukan analisis interaksi zat pada penyalahgunaan polizat. Hal ini disebabkan mekanisme

interaksi antar zat yang disalahgunakan masih belum banyak diketahui sehingga perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

DAFTAR REFERENSI

1. BNN. Jurnal data pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

(P4GN) tahun 2015. 2016:4. 2. Kementerian Kesehatan RI. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. 2014:13. 3. Utomo B, Prasetyo S, Nadjib M, Sucahya PK. Laporan akhir survei nasional perkembangan

penyalahguna narkoba tahun anggaran 2014. Jakarta : BNN; 2015. p. 22. 4. BNN. Jurnal data pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

(P4GN) tahun 2013. 2014:65. 5. NCETA. Resource kit for GP trainers on illegal drug issues. Canberra: Department of Health and

Ageing; 2004. p.238-41. 6. Black E. Polydrug use: what you need to know about mixing drugs. [Place unknown]: National Drug

and Alcohol Research Centre; 2014. p.1. 7. WHO. The health and social effects of nonmedical cannabis use. Geneva: WHO; 2016. p.2-28. 8. Ives R, Ghelani P. Polydrug use (the use of drugs in combination): a brief review. Drugs: Educ Prev

Polic. 2006;13(3):225-42. 9. Allsop S, Baigent M, Baker A, Batey B, Brady M, Copeland J, et al. Alcohol and other drugs: a

handbook for health professionals. Canberra: Commonwealth of Australia; 2004. p.31-6,95-7,119-22, 147-9.

10. Oscar-Berman M, Marinkovic K. Alcohol: effects on neurobehavioral functions and the brain. Neuropsychol Rev. 2007;17(3):239-57.

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017

Page 15: KORELASI ANTARA PENYALAHGUNAAN POLIZAT DENGAN …

11. Valenzuela CF. Alcohol and neurotransmitter interactions. Alcohol Health Res World. 1997;21(2):144-8.

12. Allsop S, Baigent M, Baker A, Batey B, Brady M, Copeland J, et al. Alcohol and other drugs: a handbook for health professionals. Canberra: Commonwealth of Australia; 2004. p.31-6,95-7,119-22, 147-9.

13. Rapeli P, Kivisaari R, Autti T, Kahkonen S, Puuskari V, Jokela O, et al. Cognitive function during early abstinence from opioid dependence: a comparison to age, gender, and verbal intelligence matched controls. BMC Psychiatry. 2006;6(1).

14. van Holst RJ, Schilt T. Drug-related decrease in neuropsychological functions of abstinent drug users. Curr Drug Abuse Rev. 2011 Mar;4(1):42-56.

15. CDC. Opioid overdose [Internet]. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention; 2016 Dec 14 [cited 2017 Aug 11]. Available from: https://www.cdc.gov/drugoverdose/opioids/

16. NIDA. Opioids [Internet]. [Place unknown]: National Institute on Drug Abuse; [cited 2017 Aug 10]. Available from: https://www.drugabuse.gov/drugs-abuse/opioids

17. Chahl L. Experimental and clinical pharmacology: opioids – mechanism of action. Aust Prescr. 1996;19:63-5.

18. Allsop S, Baigent M, Baker A, Batey B, Brady M, Copeland J, et al. Alcohol and other drugs: a handbook for health professionals. Canberra: Commonwealth of Australia; 2004. p.31-6,95-7,119-22, 147-9.

19. Rudolph U, Mohler H. GABA-based therapeutic approaches: GABAA receptor subtype functions. Curr Opin Pharmacol. 2006;6(1):18-23.

20. Aronson JK. Meyler’s side effect of drugs. 16th ed. USA: Elsevier; 2016. p.492-542. 21. Drug Monograph. Cocaine. Drug Information; 2014. 22. Wysokinski A, Zboralski K, Orzechowska A, Galecki P, Florkowski A, Talarowska M. Normalization

of the verbal fluency test on the basis of results for health subjects, patients with schizophrenia, patients with organic lesions of the chronic nervous system and patients with type 1 and 2 diabetes. Arch Med Sci. 2010 Jun 30;6(3):438-46.

23. Batty R, Francis A, Thomas N, Hopwood M, Ponsford J, Johnston L et al. Verbal fluency, clustering, and switching in patients with psychosis following traumatic brain injury (PFTBI). Psychiatry Res. 2015;227(2-3):152-9.

24. Shao Z, Janse E, Visser K, Meyer A. What do verbal fluency tasks measure? Predictors of verbal fluency performance in older adults. Front Psychol. 2014;5.

25. Hendrawan D, Hatta T. Evaluation of stimuli for development of the Indonesian version of verbal fluency task using ranking method. Psychologia. 2010;53(1):14-26.

26. Coullaut-Valera R, Arabaiza-Diaz Del Rio I, de Arrue-Ruiloba R, Coullaut-Valera J, Bajo-Breton R. Cognitive deterioration associated with the use of different psychoactive substances. Actas Esp Psiquatr. 2011;39(3):168-73.

27. Zimmermann N, Parente M, Joanette Y, Fronseca RP. Unconstrained, phonemic and semantic verbal fluency: age and education effects, norms and discrepancies. Psicol Reflex Crit. 2014;27(1).

28. Elgamal SA, Roy EA, Sharratt MT. Age and verbal fluency: the mediating effect of speed of processing. Can Geriatr J. 2011;14(3):66-71.

29. Kontantopoulos K, Vogazianos P, Vayanos E. The predictive nature of age and gender in the verbal fluency test in the Greek Cypriot children: normative data. Commun Disord Deaf Stud Hearing Aids. 2014;2:118.

Korelasi antara ..., Afina Syarah Lidvihurin, FK UI, 2017