korelasi budaya keselamatan pasien dengan...

Download KORELASI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28909/1/LANY... · SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN DAN ... Ketua Preventor Keluarga

If you can't read please download the document

Upload: dokien

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    i

    KORELASI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN PERSEPSI

    PELAPORAN KESALAHAN MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN

    SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN

    KERJA DI RUMAH SAKIT X DAN RUMAH SAKIT Y TAHUN 2015

    SKRIPSI

    Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

    Disusun Oleh :

    LANY APRILI SULISTIANI

    NIM : 1111101000098

    PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2015 M/1436 H

  • ii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

    satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 5 Juni 2015

    Lany Aprili Sulistiani

  • iii

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

    Skripsi, Juni 2015

    Lany Aprili Sulistiani, NIM. 1111101000098

    Korelasi Budaya Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan

    Medis oleh Tenaga Kesehatan sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan dan

    Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit X Dan Rumah Sakit Y Tahun 2015

    (xvi + 112 halaman, 7 tabel, 4 bagan, 7 lampiran)

    ABSTRAK

    Latar Belakang. Tingkat pelaporan kesalahan medis di Indonesia masih rendah.

    Pelaporan yang rendah disebabkan oleh ketidaktepatan persepsi tenaga kesehatan

    terhadap pelaporan kesalahan medis. Masalah ini dapat diatasi dengan penerapan

    budaya keselamatan pasien yang adekuat.

    Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan

    kuantitatif dan desain studi cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan

    alat bantu berupa kuesioner HSOPSC dari AHRQ versi Bahasa Indonesia dan

    kuesioner persepsi dari Beginta (2012). Besar sampel dalam penelitian ini

    berjumlah 106 responden di masing-masing rumah sakit yakni Rumah Sakit X

    dan Rumah Sakit Y. Analisis data univariat dilakukan dengan menggunakan

    Hospital Survey Excel Tool 1.6 milik AHRQ sedangkan analisis bivariat

    dilakukan dengan uji korelasional.

    Hasil. Dimensi budaya keselamatan pasien dengan respon positif terendah di

    Rumah Sakit X adalah dimensi penyusunan staf dan kerjasama antar unit

    sedangkan di Rumah Sakit Y adalah penyusunan staf. Persepsi pelaporan

    kesalahan medis di Rumah Sakit X sebesar 49,95% sedangkan di Rumah Sakit Y

    sebesar 46%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada 6 dimensi (tindakan

    promotif keselamatan oleh manajer, organizational learning, kerjasama dalam

    unit, keterbukaan komunikasi, umpan balik dan respon yang tidak menyalahkan)

    yang berkorelasi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X

    sedangkan di Rumah Sakit Y terdapat 4 dimensi (tindakan promotif keselamatan

    oleh manajer, keterbukaan komunikasi, umpan balik dan respon yang tidak

    menyalahkan) yang berkorelasi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis.

    Saran. Sosialisasi atau pelatihan terkait pelaporan kesalahan medis serta program

    peningkatan budaya keselamatan diperlukan untuk meningkatkan persepsi positif

    terhadap pelaporan kesalahan medis di kedua rumah sakit.

    Kata Kunci : budaya keselamatan pasien, pelaporan kesalahan medis, K3RS

    Daftar Bacaan : 81 (1993-2014)

  • iv

    STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

    STUDY PROGRAM PUBLIC HEALTH

    DEPARTMENT OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH

    Undergraduate Thesis, June 2015

    Lany Aprili Sulistiani, NIM 1111101000098

    Correlation Of Patient Safety Culture And Perception Of Medical Error

    Reporting as An Increasing Effort for Occupational Safety and Health at X

    Hospital and Y Hospital in 2015

    (xvi + 112 pages, 7 tables, 4 graphics, 7 attachments)

    ABSTRACT

    Introduction. Medical error reporting rate in Indonesian is still low. Low

    reporting rate is caused by health workers inexactitude perception about medical

    error reporting. This problem can be overcome by the implementation of adequate

    patient safety culture

    Method. This research is an analytical research with quantitative approach and

    cross sectional study design. The data collected by using questionnaire include

    HSOPSC questionnaire by AHRQ in Bahasa Indonesia and perception

    questionnaire by Beginta. Sample size of this research is 106 respondent in both

    of the hospitals, they are X Hospital and Y Hospital. Univariate analysis is

    conducted by using AHRQs Hospital Survey Excel Tool 1.6 while bivariate

    analysis is conducted by using correlational statistical test.

    Results. Patient safety culture dimension with the lowest positive response in X

    Hospital is dimension staffing and teamwork across units while in Y Hospital is

    also staffing. Perception of medical error reporting in X Hospital is 49,95% while

    in Y Hospital is 46%. Statistic test showed that perception of medical error

    reporting is correlated with 6 dimensions (manager expectations & actions

    promoting patient safety, organizational learning, teamwork within unit, feedback

    and nonpunitive response) in X Hospital which is correlated with while in Y

    Hospital medical error reporting is correlated with 4 dimension (manager

    expectations & actions promoting patient safety, feedback and nonpunitive

    response).

    Saran. Socialization or training about medical error reporting and patient safety

    culture increasing programs is needed to improve positive perception about

    medical error reporting.

    Keywords : patient safety culture, medical error reporting, K3RS

    References : 81 (1993-2014)

  • v

    PERNYATAAN PERSETUJUAN

    Skripsi dengan Judul

    Korelasi Budaya Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan

    Medis oleh Tenaga Kesehatan sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan dan

    Kesehatan Kerja di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2015

    Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Jakarta, Juli 2015

    Disusun Oleh :

    Lany Aprili Sulistiani

    NIM : 1111101000098

    Mengetahui

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    Fase Badriah, M.Kes, Ph.D Riastuti Kusumawardani, MKM

    NIP. 197106052006042012 NIP.198005162009012005

  • vi

    PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Jakarta, Juli 2015

    Penguji I

    Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D

    NIP. 197503162007102001

    Penguji II

    Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D

    NIP. 197612092006042003

    Penguji III

    Susanti Tungka, MARS

  • vii

    RIWAYAT HIDUP

    Data Pribadi

    Nama : Lany Aprili Sulistiani

    Nama Panggilan : Lany / April

    Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 April 1994

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Alamat : Jl. Raya Bekasi Km.23 Komplek TNI AD/51 RT 03 RW

    006 Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur

    No. Telpon/HP : 089601297604 / 082298506835

    Email : [email protected]

    [email protected]

    LinkedIn : Lany Aprili Sulistiani

    Kata Mutiara : Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),

    kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

    lain,dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu

    berharap (QS. 94:7-8)

    Riwayat Pendidikan Formal

    1. 1998-1999 : TK Dharma Wanita Tunas Harapan Bekasi

    2. 1999-2005 : SDN Cakung Barat 10 Petang

    3. 2005-2008 : SMPN 168 Jakarta Timur

    4. 2008-2011 : SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya Jakarta

    5. 2011-2015 : S1 Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    Riwayat Pendidikan Non Formal

    1. Latihan Dasar Penelitian Tingkat Wilayah Tahun 2008 dan 2009

    2. Latihan Dasar Penelitian Tingkat Provinsi Tahun 2010

    mailto:[email protected]:[email protected]

  • viii

    3. Peserta Sertifikasi Kejuruan Bidang Studi Keahlian Kesehatan Kompetensi

    Keahlian Keperawatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun

    2011

    4. Pendidikan Dasar Relawan Bencana Rumah Zakat Nasional Tahun 2013

    5. Leadership and Character Building Course Kementerian Pemuda dan

    Olahraga Tahun 2014

    6. Pelatihan Basic Fire Fighting oleh Program Studi Kesehatan Masyarakat

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013

    7. Workshop Investigasi dan Pencegahan Kecelakaan Kerja tahun 2014

    8. Workshop Ergonomi di Tempat Kerja tahun 2014

    9. Workshop Risk Assessment in the Work Place tahun 2014

    10. Workshop Management of Fire Safety tahun 2014

    11. Course of Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012

    Riwayat Organisasi

    1. Koordinator Bidang IPS Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2009

    2. Wakil Ketua Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2010

    3. School Representatives Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah Menengah Atas

    dan Kejuruan Tingkat Provinsi Tahun 2009

    4. Sekretaris OSIS SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya Tahun 2010

    5. Penasihat Kelompok Ilmiah Remaja SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya,

    Jakarta Pusat Tahun 2012

    6. Relawan Rumah Zakat Cabang Jakarta Barat Tahun 2012-2014

    7. Ketua Preventor Keluarga Kadarzitensi ICD Binaan Rumah Zakat Cabang

    Jakarta Barat Tahun 2013

    8. Staff Human Resources Department Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan

    Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2014

    9. General Manager Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3)

    UIN Jakarta Tahun 2014-2015

    10. Ketua Divisi Penelitian Panitia Seminar Pengembangan Profesi K3 UIN

    Jakarta Tahun 2014

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb.

    Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

    rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Korelasi

    Budaya Keselamatan Pasien dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh

    Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Tahun 2015 ini dapat

    diselesaikan tepat waktu.

    Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa semester 8 Prodi

    Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar

    Sarjana Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

    1. Kedua orangtua penulis, La Hadimu dan Mulyani atas limpahan ilmu,

    perhatian, cinta dan kasih sayang yang tidak akan pernah terbalas. I love you

    mom, dad!

    2. Dr. H. Arif Sumantri SKM., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Ibu Fase Badriah dan Ibu Riastuti Kusumawardani selaku dosen pembimbing

    atas ilmu dan pencerahannya setiap saat kepada penulis.

    4. Ibu Catur Rosidati selaku dosen penasihat akademik atas perhatian dan

    nasihatnya sejak penulis masuk di keluarga besar Kesmas UIN Jakarta.

    5. Ibu Iting Shofwati, seluruh dosen peminatan K3 dan tak lupa seluruh dosen

    Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih

    banyak atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.

    6. Ms. Jenni Scolese selaku AHRQ Surveys on Patient Safety Culture Technical

    Assistance, Ms. Limaya Atembina dan Ms. Randie Siegel selaku Patient

    Safety Culture Surveys Support Group di Westat on behalf of AHRQ yang

    telah memberikan arahan dalam menggunakan instrumen HSOPSC serta

    memberikan instrumen analisis data oleh AHRQ.

    7. Ibu Yuri selaku pembimbing lapangan di Rumah Sakit Y. Staf komite mutu

    serta Bapak Budi, Mas Panji, Ka Dede, Ka Wiyar serta Bu Neti yang telah

    membantu penulis selama penelitian di RS Y.

  • x

    8. dr. Fitri, dr. Resnita, Ibu Nurhayana, Ibu Nina, Ka Shylvy dan Pak Timo di

    Rumah Sakit X dan juga seluruh staf Rumah Sakit X yang telah membantu.

    9. My beloved siblings both Syarfan Maulana Rahman and my youngest brother

    Nasron Zubaidih. Terimakasih semangatnya dear. My big family especially

    for Kakung, Nenek, Tete, om Mustar, om Nyong, om Mat, Papa-tua, mama-

    tua, dan juga seluruh sepupu penulis (Ka Dian, Ka Wawan, Ka Sam, Ka

    Akmal, Ka Ani, Ka Edi, Adi, Hafidz, Febri).

    10. Temanku yang terkasih Annisa Septiani, Sri Wahyu Fitria, Yourike Alia

    Stevani, Salsabila Triana Dwiputri, Betti Ronayan Adiwijayanti, Asril Yusuf

    Putra Fau, Teman-teman Raklac UIN Jakarta 2011, K3 2011, Kesmas UIN

    Jakarta 2011, FSK3 UIN Jakarta dan tak lupa IKAHIMA K3 Indonesia. Big

    thanks for all of you!

    11. Adik-adikku angkatan 30 SMK Kesdam Jaya Maya Febrihapsari, Dyah Ayu

    Hapsari dan Fauziah Putridhini. Seacom my dearest Fitka Prili Miki, Rezky

    Kira, Fransisca Christina, Dwi Nuraini dan Gita Mayang Asri. Anita Nuryani,

    Isma Novianti dan staf SHE PT Krama Yudha Ratu Motor atas semangatnya

    yang tidak putus. Dicky Saputra, Ittha Jun, Dina Min serta teman-teman

    dari seluruh forum dan institusi yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas

    doa, motivasi dan semangatnya. Terutama untuk pertanyaan kapan lulus?

    atau kapan sidang? yang amat sangat memicu semangat penulis.

    Harapan penulis agar tulisan yang penulis buat ini dapat memenuhi

    tujuannya dan semoga tulisan ini dapat dicatat sebagai salah satu amal oleh Allah

    SWT yang bermanfaat baik bagi Penulis maupun bagi pembaca. Tulisan ini

    adalah karya manusia. Apa yang hari ini Penulis yakini benar dapat berubah suatu

    saat nanti. Sesungguhnya kesempurnaan adalah milik Allah SWT sedangkan

    kekurangan yang ada adalah bagian dari diri Penulis.

    Wassalamualaikum Wr.Wb.

    Jakarta, Juli 2015

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i

    ABSTRAK ............................................................................................................. iii

    ABSTRACT ........................................................................................................... iv

    PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... v

    RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

    DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv

    DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

    DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

    C. Pertanyaan Penelitian..................................................................................... 5

    D. Tujuan ............................................................................................................ 5

    E. Manfaat .......................................................................................................... 6

    F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9

    A. Pelaporan Kesalahan Medis ........................................................................... 9

    1. Definisi Kesalahan Medis ......................................................................... 9

    2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ........ 10

    B. Konsep Pembentukan Persepsi .................................................................... 11

    C. Konsep Keselamatan di Rumah Sakit.......................................................... 12

    1. Definisi Keselamatan Pasien................................................................... 13

    2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia ......................... 14

    3. Tujuan Keselamatan Pasien .................................................................... 17

    4. Insiden Keselamatan Pasien .................................................................... 17

    D. Budaya Keselamatan Pasien ........................................................................ 19

    1. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien ............................................... 20

    2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan AHRQ ................... 24

    E. Rumah Sakit................................................................................................. 33

    1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum ............................................................. 33

  • xii

    2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ............................................................ 34

    F. Analisis Kesesuaian Uji Hipotesis ............................................................... 35

    G. Kerangka Teori ............................................................................................ 35

    BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL & HIPOTESIS . 37

    A. Kerangka Konsep......................................................................................... 37

    B. Definisi Operasional .................................................................................... 40

    C. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 43

    BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 45

    A. Desain Penelitian ......................................................................................... 45

    B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 45

    C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 45

    D. Alat dan Cara Pengumpulan Data................................................................ 47

    E. Pengolahan Data, Uji Validitas dan Realibilitas.......................................... 49

    F. Metode Analisis Data .................................................................................. 50

    BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 53

    A. Gambaran Umum Rumah Sakit X ............................................................... 54

    B. Analisis Univariat ........................................................................................ 55

    1. Karakteristik Responden Penelitian ........................................................ 55

    2. Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga Kesehatan ............... 56

    3. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien.................................................. 56

    C. Analisis Bivariat .......................................................................................... 58

    BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN ............................................................ 68

    A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 68

    B. Gambaran Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ......................................... 68

    C. Gambaran Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Korelasinya dengan

    Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ................................................................ 72

    1. Tindakan promotif keselamatan oleh manajer ........................................ 73

    2. Organizational learning perbaikan berkelanjutan ............................... 77

    3. Kerjasama dalam unit rumah sakit .......................................................... 81

    4. Keterbukaan komunikasi ........................................................................ 84

    5. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi ..... 87

    6. Respon yang tidak menyalahkan ............................................................ 90

    7. Penyusunan staf ...................................................................................... 93

    8. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien ................... 95

    9. Kerjasama antar unit di rumah sakit ....................................................... 97

    10. Serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain ............................ 98

  • xiii

    BAB VII PENUTUP ........................................................................................... 101

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 101

    B. Saran .......................................................................................................... 102

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106

    LAMPIRAN

  • xiv

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 2. 1 Outcome Asuhan Medis ..................................................................... 18

    Bagan 2. 2 Bagan Dimensi Budaya Keselamatan Pasien ..................................... 25

    Bagan 2. 3 Kerangka Teori Penelitian .................................................................. 36

    Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ................................................................................. 37

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2. 1 Matriks Alat Ukur Budaya Keselamatan Pasien .................................. 22

    Tabel 4. 1 Deskripsi Kuesioner Bagian Budaya Keselamatan .............................. 48

    Tabel 4. 2 Kriteria Penilaian Berdasarkan Presentase .......................................... 51

    Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden Penelitian .................................... 55

    Tabel 5. 2 Gambaran Persepsi Positif Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga

    Kesehatan 2015 ..................................................................................................... 56

    Tabel 5.3 Gambaran Respon Positif 10 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien pada

    Tenaga Kesehatan Tahun 2015 ............................................................................. 57

    Tabel 5. 4 Analisis korelasi dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan

    AHRQ dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan tahun

    2015 ....................................................................................................................... 58

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Lembar Kuesioner

    Lampiran 2. Alat Analisis Budaya Keselamatan Pasien

    Lampiran 3. Output Analisis Data

  • xvii

    DAFTAR SINGKATAN

    AHRQ : Agency for Healthcare Research and Quality

    CIHI : Canadian Institute for Health Information

    CSS : Culture of Safety Survey

    HSOPSC : Hospital Survey of Patient Safety Culture

    IHI : The Institute of Healthcare Improvement

    IOM : Institute of Medicine

    JCAHO : Joint Commision on Accreditation of Health Organizations

    KKP-RS : Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

    OSHA : Occupational Safety and Health Administration

    PSCHO : Patient Safety Cultures in Healthcare Organizations

    SLOAPS : Strategies for Leadership - An Organizational Approach to

    Patient Safety

    VHA-PSCQ : Veterans Administration Patient Safety Culture Questionnaire

    WHO : World Health Organization

    KTD : Kejadian Tidak Diharapkan

    KNC : Kejadian Nyaris Cedera

    KTC : Kejadian Tidak Cedera

    KPC : Kondisi Potensial Cedera

  • 1

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kesehatan adalah keadaan sempurna baik secara fisik, mental, spritual

    maupun sosial yang nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas

    (Republik Indonesia, 2009a; Nurcahyo, 2008). Organisasi kesehatan berupa

    rumah sakit diperlukan sebagai upaya perbaikan status kesehatan.

    Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menyatakan

    bahwa setiap tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan dengan selalu

    mengutamakan keselamatan pasien. Namun faktor keberagaman dan kerutinan

    pelayanan kesehatan yang diberikan serta lingkungan rumah sakit yang kompleks

    dengan berbagai macam profesi, peralatan, prosedur, infrastruktur dan kebijakan

    dapat berpotensi menimbulkan kesalahan medis yang berujung pada insiden

    keselamatan pasien (Kalra dkk., 2013; Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, 2006; Occupational Safey and Health Administration, 2014).

    Perhatian dunia terhadap keselamatan pasien dimulai dari laporan Institute

    of Medicine pada tahun 1999 terkait kesalahan medis dan jumlah kasus kejadian

    tidak diharapkan (Classen dkk., 2011; Hercules, 2010). Occupational Safey and

    Health Administration (2014) menyatakan bahwa sejak dirintis laporan

    tersebutlah aspek keselamatan pasien mulai dipandang dengan pola pendekatan

    sistem seperti aspek keselamatan pada bidang industri lainnya seperti manufaktur

  • 2

    2

    ataupun penerbangan. Karena pada dasarnya isu keselamatan pasien berhubungan

    erat dengan isu keselamatan tenaga kesehatan itu sendiri.

    Meginniss dkk. (2012) menyatakan bahwa lebih dari 40.000 insiden

    keselamatan pasien terjadi di Inggris setiap hari. Selanjutnya World Health

    Organization (2014) mengungkapkan fakta mengejutkan yang menyatakan bahwa

    1 dari 10 pasien di negara berkembang termasuk Indonesia mengalami cedera

    pada saat menjalani pengobatan di rumah sakit.

    Pada hakikatnya seluruh kesalahan medis yang terlaporkan masih

    merupakan sebagian kecil dari jumlah sebenarnya (Suharjo dan Cahyono, 2008).

    Hingga saat ini, tingkat pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan masih

    sangat rendah (Youngson, 2014). Di Indonesia, Komite Keselamatan Pasien

    Rumah Sakit (2011) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2010 telah didapatkan

    103 laporan insiden keselamatan pasien dari rumah sakit di seluruh Indonesia.

    Sementara itu Kementerian Kesehatan dalam Bambang (2011) juga menyatakan

    bahwa pada tahun 2010 terdapat 1523 rumah sakit di Indonesia dengan 653

    diantaranya sudah terakreditasi. Jumlah laporan yang sangat kecil bila

    dibandingkan dengan jumlah rumah sakit yang telah terakreditasi pada saat itu

    mengindikasikan tingkat pelaporan yang rendah di Indonesia.

    Padahal pelaporan kesalahan medis merupakan upaya fundamental sebagai

    pencegahan terjadinya kesalahan medis (Kachalia dan Bates, 2014), karena

    pelaporan kesalahan medis dibutuhkan sebagai salah satu upaya dalam proses

    pembelajaran dan evaluasi berkelanjutan (Lamo, 2011). Reason dalam Wolf dan

    Hughes pada tahun 2005 menyatakan bahwa terjadinya kesalahan medis maupun

  • 3

    insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit menunjukkan adanya masalah

    dalam jumlah besar pada sistem keselamatan di rumah sakit tersebut. Namun

    Calado Monteiro dan Santos Natrio (2014) mengungkapkan bahwa masalah-

    masalah yang terjadi dalam sistem keselamatan dapat diatasi dengan penerapan

    budaya keselamatan pasien. Hal ini dapat terjadi karena budaya keselamatan

    pasien dapat mendukung pembangunan sistem yang kondusif bagi kegiatan

    perawatan pasien yang aman serta bebas dari kesalahan medis.

    Budaya keselamatan pasien didefiniskan sebagai lingkungan yang

    mendukung dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan, melibatkan

    kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006).

    Dengan adanya budaya keselamatan pasien akan tercipta sistem keselamatan yang

    efektif baik untuk melindungi pasien maupun seluruh tenaga kesehatan yang

    berada dalam ruang lingkup rumah sakit. Terutama untuk melindungi tenaga

    kesehatan dari tuntutan pasien ketika terjadi kesalahan medis (Lamo, 2011).

    Pembentukan persepsi positif terhadap pelaporan kesalahan medis pada

    tenaga kesehatan membutuhkan budaya keselamatan pasien yang nantinya akan

    membentuk lingkungan yang bebas dari perilaku saling menyalahkan atas

    kesalahan medis yang terjadi (El-Jardali dkk., 2011). Hal sama juga diungkapkan

    Beginta (2012) bahwa persepsi pelaporan kesalahan medis dipengaruhi oleh gaya

    kepemimpinan, kerja tim dan budaya keselamatan.

    Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y adalah rumah sakit dengan perbedaan

    kelas serta karakteristik pelayanan, dimana Rumah Sakit X merupakan rumah

    sakit umum kelas B dan Rumah Sakit Y merupakan rumah sakit khusus kelas A.

  • 4

    Budaya dan lingkungan yang berbeda sebagai stimulus akan memunculkan

    persepsi yang berbeda pada tenaga kesehatan. Pada penelitian ini akan dilihat

    korelasi budaya keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di

    masing-masing rumah sakit.

    Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan melalui in-depth

    interview dengan informan pada 2 rumah sakit kelas A, 3 rumah sakit kelas B dan

    2 rumah sakit kelas C di Jakarta didapatkan informasi bahwa tingkat kemauan

    tenaga kesehatan yang bekerja 7 rumah sakit tersebut dalam melaporkan

    kesalahan medis yang terjadi masih rendah. Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y

    memberikan ijin untuk melakukan penelitian lebih lanjut sedangkan 5 rumah sakit

    lainnya menolak untuk memberikan ijin penelitian.

    Selain hal tersebut, penelitian terkait pelaporan kesalahan medis di

    Indonesia juga masih sedikit. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan

    penelitian terkait korelasi budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan

    kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di masing-masing Rumah Sakit Y Jakarta

    dan Rumah Sakit X.

    B. Rumusan Masalah

    Setiap rumah sakit memiliki sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang

    berbeda sesuai dengan potensi bahaya dan karakteristik pelayanan di dalam rumah

    sakit tersebut. Dengan berlakunya sistem keselamatan pasien yang berbeda maka

    akan terbentuk budaya berbeda yang dibentuk oleh setiap orang yang berada

    didalam rumah sakit tersebut. Budaya keselamatan pasien sendiri merupakan

    bagian dari budaya rumah sakit yang berperan penting untuk meningkatkan

  • 5

    persepsi positif terhadap pelaporan kesalahan medis. Karena masalah pelaporan

    kesalahan medis yang rendah di rumah sakit dipengaruhi oleh persepsi tenaga

    kesehatan yang tidak tepat terhadap pelaporan kesalahan medis. Berdasarkan hal

    tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Korelasi Budaya

    Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga

    Kesehatan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2015.

    C. Pertanyaan Penelitian

    1. Bagaimanakah gambaran budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit X

    dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015?

    2. Bagaimanakah gambaran persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga

    kesehatan Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015?

    3. Apakah terdapat korelasi antara budaya keselamatan pasien dengan

    persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y

    Jakarta tahun 2015?

    D. Tujuan

    1. Tujuan Umum

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi budaya

    keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh

    tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun

    2015.

    2. Tujuan Khusus

    Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 6

    a. Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien dimasing-masing

    Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun 2015.

    b. Mengetahui gambaran persepsi positif pelaporan kesalahan medis pada

    tenaga kesehatan di masing-masing Rumah Sakit X dan Rumah Sakit

    Y Jakarta pada tahun 2015.

    c. Menggambarkan korelasi antara budaya keselamatan pasien dengan

    persepsi pelaporan kesalahan medis di masing-masing Rumah Sakit X

    dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun 2015.

    E. Manfaat

    1. Bagi Peneliti

    a. Dapat menjadi proses pembelajaran serta implementasi seluruh ilmu

    yang didapatkan selama pendidikan.

    b. Dapat menjadi media untuk mengembangkan ilmu serta praktiknya.

    2. Bagi Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta

    a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui informasi

    terkait korelasi budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan

    kesalahan medis di masing-masing rumah sakit.

    b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam evaluasi dan

    pembuatan kebijakan program peningkatan keselamatan dan kesehatan

    kerja serta perlindungan tenaga kerja dari kesalahan medis di masing-

    masing rumah sakit.

  • 7

    3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

    a. Penelitian ini menjadi salah satu upaya untuk mengimplementasikan

    Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran,

    penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat.

    b. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa

    mengenai budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan

    kesalahan medis oleh tenaga kesehatan.

    F. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini berjudul korelasi budaya keselamatan pasien dengan persepsi

    pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y tahun 2015.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara budaya keselamatan

    pasien dan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah

    Sakit Y Jakarta. Penelitian ini akan dilakukan oleh mahasiswi Peminatan

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta dengan objek penelitian adalah perawat, dokter dan

    tenaga kesehatan lain di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y.

    Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta

    pada bulan Desember 2014-Juni 2015. Penelitian ini merupakan penelitian

    kuantitatif dengan desain studi cross-sectional dengan pengumpulan data berupa

    pengisian kuesioner. Kuesioner dimensi budaya keselamatan yang akan

    digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Hospital Survey on Patient

    Safety Culture sedangkan kuesioner persepsi pelaporan kesalahan medis yang

    digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Romi Beginta pada tahun

  • 8

    2012. Analisis data yang akan digunakan hanya berupa analisis univariat dan

    bivariat dengan uji korelasi. Uji korelasi merupakan uji hipotesis untuk variabel

    independen dan dependen yang bersifat numerik dilakukan pada tiap dimensi

    yang ada dalam budaya keselamatan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pelaporan Kesalahan Medis

    Laporan adalah suatu pernyataan baik secara lisan atau tulisan yang

    menjelaskan tentang suatu kejadian atau tindakan yang telah (Siswandi, 2011).

    Pelaporan kesalahan medis digunakan sebagai pembelajaran bagi organisasi

    dalam memperbaiki sistem pelayanan dan pelaporan sebagai hal yang sangat

    penting dalam upaya membangun budaya keselamatan pasien terutama dalam

    mencegah pengulangan kesalahan yang sama (Wolf dan Hughes, 2005; Gulley,

    2007). Espin dkk. (2007) juga menyatakan bahwa pembangunan mekanisme

    pelaporan kesalahan medis adalah strategi yang pertama ditekankan oleh IOM.

    Penerapan strategi tersbeut di Indonesia diimplementasikan melalui tujuh standar

    keselamatan pasien yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik

    Indonesia.

    1. Definisi Kesalahan Medis

    Kesalahan medis diartikan oleh AHRQ sebagai kesalahan yang terjadi

    pada proses perawatan dan berpotensi menciderai pasien. Kesalahan medis

    diantaranya adalah kegagalan melakukan tindakan yang telah direncanakan

    atau penggunaan rencana yang tidak tepat untuk mencapai tujuan tertentu.

    Kesalahan medis dapat berupa output dari tindakan yang dilakukan atau

    tindakan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan (Agency for Healthcare

    Research and Quality, 2003).

  • 10

    Kesalahan medis adalah kegagalan dalam proses tetapi tidak dilakukan

    secara sengaja untuk menciderai pasien. Kesalahan medis yang tidak

    menimbulkan bahaya disebut hampir celaka atau near-miss (White dan

    Gallagher, 2013). Kesalahan medis juga dapat didefinisikan sebagai kegagalan

    proses yang tidak secara esensial membahayakan pasien namun kesalahan

    medis dapat berujung pada timbulnya kejadian tidak diharapkan atau jenis

    insiden keselamatan lainnya (Ghazal dkk., 2014).

    Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan

    medis adalah kegagalan tenaga kesehatan dalam suatu proses yang berpotensi

    menimbulkan insiden keselamatan pasien.

    2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis

    Pelaporan kesalahan medis memerlukan pengungkapan kesalahan yang

    tepat (Wolf dan Hughes, 2005). Dan untuk mencapai pelaksanaan pelaporan

    kesalahan medis yang optimal diperlukan faktor pendukung. Faktor

    pendukung persepsi pelaporan kesalahan medis adalah :

    a. Kesempatan untuk belajar langsung dari kesalahan medis yang terjadi

    (learning opportunity) (Waters dkk., 2012).

    b. Sikap proaktif terhadap keselamatan pasien (Waters dkk., 2012).

    c. Kewajiban profesi (Waters dkk., 2012).

    d. Budaya keselamatan pasien (Sorra dan Nieva, 2004)

  • 11

    Selain faktor pendukung, terdapat juga beberapa penghambat dari

    pelaporan kesalahan medis diantaranya adalah sebagai berikut :

    a. Standar operasional prosedur pelaporan kesalahan medis yang

    menyulitkan (Wolf dan Hughes, 2005).

    b. Kurangnya feedback dan dukungan organisasi terhadap pelaporan

    insiden (Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; White dan

    Gallagher, 2013; Lederman dkk., 2013).

    c. Budaya yang menyalahkan apabila kesalahan medis tersebut terungkap

    (Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; Waters dkk., 2012;

    Espin dkk., 2007).

    d. Waktu yang dibutuhkan untuk melapor (Winsvold Prang dan Jelsness-

    Jrgensen, 2014; White dan Gallagher, 2013; Lederman dkk., 2013;

    Sinicki dkk., 2012).

    e. Derajat keparahan cidera akibat kesalahan medis yang terjadi

    (Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; Williams dkk., 2013;

    White dan Gallagher, 2013; Wolf dan Hughes, 2005).

    B. Konsep Pembentukan Persepsi

    Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan

    (penerimaan) atas sesuatu (Setiawan, 2014). Persepsi didefinisikan lebih aplikatif

    lagi sebagai kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan,

    memfokuskan dan selanjutnya diinterpretasikan (Sarwono, 2010).

    Persepsi berlangsung saat tenaga kesehatan menerima stimulus dari dunia

    luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam

  • 12

    otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam

    sebuah pemahaman. Pemahaman inilah yang disebut sebagai persepsi. (Sarwono,

    2010)

    Sebelum terjadi persepsi pada tenaga kesehatan, diperlukan stimuli yang

    merangsang individu dan stimuli tersebut haruslah ditangkap melalui organ-organ

    tubuh individu yang diantaranya adalah panca indra. Selanjutnya sensasi dari

    stimulan dibawa ke dalam sistem syaraf dan dilakukan penambahan informasi

    kepada stimulus yang diterima yang didapat sebagai interpretasi hingga kemudian

    menjadi persepsi. Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip

    diantaranya wujud dan latar (figure and ground atau emergence), pola

    pengelompokan serta ketetapan (Sarwono, 2010).

    C. Konsep Keselamatan di Rumah Sakit

    Konsep keselamatan yang berlaku pada rumah sakit tidak berbeda dengan

    yang berlaku pada dunia industri lainnya dimana keselamatan dipandang dengan

    pola pendekatan sistem dan bukan individu. Karena pada dasarnya keselamatan

    tenaga kerja berhubungan erat dengan keselamatan pasien (Occupational Safey

    and Health Administration, 2014).

    Lingkungan yang aman bagi pasien juga akan menjadi lingkungan yang lebih

    aman bagi pekerja dan sebaliknya karena keduanya terikat dalam banyak aspek

    kebudayaan yang sama serta isu sistemik yang terjadi didalam lingkungan rumah

    sakit. Salah satu contohnya adalah bahaya yang ada dalam ruang lingkup rumah

    sakit yang disebabkan oleh lemahnya sistem pengendalian infeksi, kelelahan

    ataupun kesalahan teknis dapat menimbulkan cidera atau penyakit bukan hanya

  • 13

    berbahaya terhadap pasien tetapi juga kepada pekerja di rumah sakit tersebut.

    Tenaga kesehatan yang harus senantiasa berhadapan dengan lingkungan yang

    tidak menempatkan keselamatan dan kesehatan mereka sebagai prioritas utama

    tidak akan bisa memberikan pelayanan kesehatan yang benar-benar bebas dari

    kesalahan (Occupational Safey and Health Administration, 2014).

    1. Definisi Keselamatan Pasien

    Keselamatan merupakan isu global termasuk juga untuk rumah sakit

    World Health Organization (2014). Ada lima isu penting keselamatan di

    rumah sakit dan salah satunya adalah keselamatan pasien (Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

    Canadian Council on Health Services Accreditation (2003) memberikan

    definisi keselamatan pasien yakni pencegahan dan mitigasi dalam lingkup

    pelayanan kesehatan. Konsep mengenai keselamatan pasien berikutnya lebih

    menggambarkan outcome dari keselamatan pasien dimana keselamatan pasien

    diartikan sebagai reduksi dan mitigasi perilaku tidak aman didalam ruang

    lingkup sistem pelayanan kesehatan, melalui pelaksanaan pelayanan terbaik

    yang terbukti menghasilkan outcome pasien yang optimal (Davies dkk., 2003).

    Keselamatan pasien rumah sakit sendiri adalah suatu sistem dimana

    rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi

    kegiatan penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

    dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

    insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan

    timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya

  • 14

    cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

    atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

    Berdasarkan definisi yang disebutkan diatas maka dapat dirumuskan

    bahwa keselamatan pasien merupakan usaha-usaha yang dilaksanakan dalam

    melakukan pencegahan kesalahan yang ditimbulkan dari perilaku tidak aman

    serta mitigasi untuk meringankan outcome yang tidak diharapkan seperti

    insiden keselamatan pasien dalam rangka pelaksanaan upaya kesehatan yang

    optimal.

    Strategi untuk memperbaiki keselamatan pasien meliputi pembuatan

    budaya yang mendukung identifikasi dan pelaporan perilaku tidak aman,

    pengukuran yang efektif terhadap cidera yang dialami pasien dan indikator

    outcome relevan lainnya serta alat untuk membangun atau menyesuaikan

    struktur dan proses untuk mereduksi kepercayaan terhadap kewaspadaan yang

    dimiliki tiap individu (Canadian Council on Health Services Accreditation,

    2003).

    2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia

    Standar keselamatan pasien di Indonesia dibuat dengan mengacu kepada

    Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on

    Accreditation of Health Organizations (JCAHO) pada tahun 2002 yang

    disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar

    keselamatan pasien di Indonesia disusun dalam Panduan Nasional

    Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang kemudian diterbitkan oleh Departemen

  • 15

    Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006. Standar keselamatan tersebut

    diantaranya adalah :

    a. Hak pasien

    Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan

    informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk

    kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.

    b. Mendidik pasien dan keluarga

    Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang

    kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

    c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

    Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin

    koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

    d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk

    melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

    Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki

    proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

    pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak

    diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan

    kinerja serta keselamatan pasien.

    e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

    1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program

    keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi

  • 16

    melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan

    Pasien Rumah Sakit .

    2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif

    untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program

    menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan.

    3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan

    koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan

    pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

    4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk

    mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit

    serta meningkatkan keselamatan pasien.

    5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya

    dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan

    pasien.

    f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

    1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan

    orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan

    dengan keselamatan pasien secara jelas

    2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

    yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara

    kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin

    dalam pelayanan pasien.

  • 17

    g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai

    keselamatan pasien

    1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses

    manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi

    kebutuhan informasi internal dan eksternal.

    2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

    3. Tujuan Keselamatan Pasien

    Berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit

    (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) maka tujuan dari

    keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

    a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

    b. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan

    masyarakat.

    c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.

    d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

    pengulangan kejadian tidak diharapkan.

    4. Insiden Keselamatan Pasien

    Kegiatan perawatan medis tidak selalu dapat menghasilkan outcome

    positif yang diharapkan namun dapat menghasilkan beberapa kemungkinan

    outcome termasuk insiden keselamatan pasien. Kemungkinan outcome

    tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini (Suharjo dan Cahyono, 2008).

  • 18

    Bagan 2. 1 Outcome Asuhan Medis

    Sumber : Suharjo dan Cahyono (2008)

    Berdasarkan bagan 2.1. dapat kita ketahui bahwa terdapat dua jenis

    outcome dari asuhan medis yang diberikan yakni hasil positif dan hasil

    negatif. Hasil positif berarti pasien mengalami kesembuhan atau perbaikan

    dari kondisi sebelumnya sedangkan hasil negatif berarti pasien tidak sembuh

    atau bahkan mengalami masalah kesehatan yang baru (Suharjo dan Cahyono,

    2008). Hasil negatif yang diakibatkan kesalahan medis berupa cidera atau

    kejadian tidak diharapkan.

    Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    Nomor 1691 terdapat 3 jenis insiden keselamatan pasien diantaranya adalah :

    a. Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau adverse events adalah insiden

    yang mengakibatkan cedera pada pasien (Kementrian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2011). Kejadian tidak diharapkan juga diartikan

    sebagai cidera yang tidak dikehendaki atau komplikasi yang

    menghasilkan kecacatan, kematian atau periode perawatan yang

    diperlama. (Canadian Institute for Health Information, 2003).

  • 19

    Selanjutnya kejadian tidak diharapkan didefinisikan secara lebih

    spesifik sebagai sebuah outcome merugikan bagi pasien, termasuk

    cedera atau komplikasi dimana outcome tersebut berasal dari

    manajemen medis yang diterima pasien dan bukan dari penyakit dasar

    yang diderita oleh pasien (Wang dkk., 2014).

    b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau near miss adalah terjadinya

    insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

    c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke

    pasien, tetapi tidak timbul cedera.

    d. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat

    berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

    e. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian

    atau cedera yang serius

    D. Budaya Keselamatan Pasien

    Budaya keselamatan merupakan salah satu bagian penting dari keseluruhan

    budaya yang dianut dalam organisasi. Budaya keselamatan adalah produk dari

    nilai individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang

    menentukan komitmen untuk, dan gaya serta kecakapan dari manajemen

    keselamatan dan kesehatan organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan

    positif ditandai dengan komunikadi yang dibangun atas kepercayaan mutual,

    dengan persepsi bersama terhadap pentingnya keselamatan dan dengan efikasi

    dari pengukuran preventif (Advisory Committee on the Safety of Nuclear

    Installations, 1993).

  • 20

    Budaya keselamatan juga didefiniskan sebagai lingkungan yang mendukung

    dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan, melibatkan kepemimpinan

    tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006). Konsep budaya

    keselamatan pasien dikembangkan dari konteks budaya keselamatan di dunia

    industri dimana budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai keyakinan, nilai,

    perilaku, yang dihubungkan dengan keselamatan pasien dan dianut bersama oleh

    tenaga kesehatan yang berada didalam ruang lingkup rumah sakit (Beginta, 2012).

    Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka budaya keselamatan pasien

    dapat diartikan sebagai keyakinan, nilai, perilaku yang mendukung keselamatan

    pasien dan dianut oleh seluruh anggota organisasi kesehatan yang membentuk

    lingkungan yang mendukung dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan,

    melibatkan kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem. Budaya dalam

    organisasi kesehatan merupakan hal yang penting dan menentukan proses

    kemampuan pendeteksian serta penanganan kesalahan yang telah terjadi (Kohn

    dan Corrigan, 1999).

    1. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien

    Pengukuran budaya keselamatan pada umumnya dilakukan pada tiap

    individu kemudian dijadikan agregat pada tingkat yang lebih tinggi. Derajat

    kesamaan persepsi pekerja terhadap budaya keselamatan itulah yang menjadi

    kelebihan yang patut dipertimbangkan dari pengukuran budaya keselamatan

    (Flin dkk., 2006).

    Terdapat berbagai alat ukur untuk mengukur budaya keselamatan dengan

    karakteristik organisasi dan dimensi budaya yang berbeda. Budaya

  • 21

    keselamatan pada dunia industri lain memiliki dimensi esensial berupa

    komitmen manajemen terhadap keselamatan. Sedangkan dimensi yang

    umumnya diukur pada tiap alat pengukuran budaya keselamatan di industri

    adalah manajemen, sistem keselamatan, risiko, pressure pekerjaan,

    kompetensi dan prosedur. Organisasi kesehatan sendiri mengembangkan

    definisi dan/atau alat pengukuran budaya keselamatan pasien berdasarkan

    literatur budaya keselamatan di industri (Flin dkk., 2006).

    C Burns dan S Yulle dalam Flin dkk. (2006) menjabarkan dimensi

    budaya keselamatan pasien yang paling umum diukur di rumah sakit adalah

    manajemen, sistem keselamatan, persepsi risiko, tuntutan pekerjaan, pelaporan

    atau pengungkapan, sikap atau perilaku keselamatan, komunikasi atau

    feedback, kerjasama, sumber daya individu dan faktor organisasional. Berikut

    ini adalah karakteristik dari tiap-tiap alat ukur yang dapat digunakan untuk

    mengukur budaya keselamatan pasien pada seluruh unit secara umum dan

    tidak terfokus pada salah satu profesi tenaga kesehatan (Robb dan Seddon,

    2010; Colla dkk., 2005).

  • 22

    Tabel 2. 1 Matriks Alat Ukur Budaya Keselamatan PasienMatriks Alat

    Ukur Budaya Keselamatan Pasien

    Karakteristik Nama Alat ukur

    SLOAPS PSCHO VHA PSCQ HSOPS CSS

    Pengembang IHI Singer, dkk Burr, dkk. AHRQ Weingart, dkk

    Karakteristik umum alat ukur

    Untuk diisi secara

    individual

    Tidak Ya Ya Ya Ya

    Jumlah pertanyaan 58 45 112 44 34

    Dimensi Yang Tercakup

    Manajemen Ya Ya Ya Ya Ya

    Kebijakan dan

    prosedur

    Ya Sebagian Ya Sebagian Tidak

    Penyusunan staf Ya Sebagian Ya Ya Sebagian

    Komunikasi Ya Ya Ya Ya Ya

    Pelaporan Ya Ya Ya Ya Ya

    Cronbachs Alpha - - 0.45-0.90 0.63-0.83 "Buruk"

    Penggunaannya pada studi yang telah dilakukan sebelumnya

    Perbandingan

    dengan institusi lain

    Tidak Ya Tidak Ya Ya

    Korelasi dengan

    pelaporan

    Tidak Tidak Tidak Ya Ya

    Sumber : Robb dan Seddon (2010); J.B. Colla (2005)

    Dari matriks diatas dapat kita lihat masing-masing kelebihan dan kekurangan

    dari seluruh alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur budaya keselamatan

    pasien di rumah sakit secara umum. Instrumen pertama adalah SLOAPS yang

    merupakan akronim dari Strategies for Leadership: An Organizational Approach

    to Patient Safety dan merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh The Institute

    of Healthcare Improvement (Inoue dkk.) yang dpat digunakan untuk mengukur

    budaya keselamatan pasien pada tiap bagian di rumah sakit namun kelemahan dari

    alat ukur ini adalah alat ukur ini tidak dapat mengukur budaya keselamatan secara

    individual pada tiap tenaga kesehatan melainkan harus diisi oleh manajer tenaga

    kesehatan yang telah senior (World Health Organization, 2009). Selain itu nilai

  • 23

    Cronbachs Alpha instrumen ini tidak diketahui sehingga tidak dapat

    dibandingkan nilai realibilitas dan validitasnya.

    PSCHO atau Patient Safety Cultures in Healthcare Organizations

    merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Singer dkk. pada tahun 2003.

    Secara umum matriks ini dapat mengukur seluruh dimensi yang umum terdapat

    pada budaya keselamatan namun tidak didapatkan penelitian yang melakukan

    pengukuran budaya keselamatan untuk dikaitkan dengan pelaporan karena

    instrumen ini memang tidak memiliki outcome spesifik sehingga hanya dapat

    menggambarkan budaya keselamatan secara umum. Selain itu nilai Cronbachs

    Alpha dari instrumen juga tidak diketahui secara spesifik.

    VHA-PSCQ atau Veterans Administration Patient Safety Culture

    Questionnaire adalah instrumen yang dikembangkan oleh Burr dkk. pada tahun

    2000 yang menjadi cikal bakal dari HSOPS. Jumlah pertanyaan instrumen ini

    cenderung terlalu banyak bila dibandingkan dengan instrumen lainnya dengan

    Cronbachs Alpha yang masih lebih rendah bila dibandingkan dengan HSOPS.

    HSOPS atau Hospital Survey on Patient Safety merupakan pengembangan

    dari VHA-PSCQ dan mencakup seluruh dimensi yang akan diukur dalam

    penelitian ini. Nilai Cronbachs Alpha dalam instrumen ini juga tergolong lebih

    tinggi. HSOPS juga memiliki dimensi outcome berupa pelaporan dan didukung

    oleh database AHRQ yang dapat diakses. Alat analisa data HSOPS juga mudah

    didapatkan yakni berupa aplikasi Hospital Survey on Patient Safety Culture Data

    Entry and Analysis Tools (Agency for Healthcare Research and Quality, 2014).

    HSOPS juga memiliki kriteria psikometrik spesifik yang lebih baik dibandingkan

  • 24

    instrumen lain karena telah dilakukan pengujian yang lebih sistematik pada

    struktur internalnya (Flin dkk., 2006).

    CSS atau Culture of Safety Survey adalah instrumen yang dikembangkan

    oleh Weingart dkk. pada tahun 2004 untuk mengukur budaya keselamatan.

    Instrumen ini cocok untuk digunakan di tiap unit di rumah sakit dan memiliki

    jumlah item yang relatif lebih sedikit dibanding instrumen lain namun tidak

    mencakup seluruh dimensi yang diinginkan dalam penelitian ini. Selain itu nilai

    Cronbachs Alpha dari instrumen ini tidak diketahui dan hanya diberikan

    statement bahwa nilai Cronbachs Alpha CSS berada pada kategori buruk.

    Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa HSOPS lebih adekuat untuk

    digunakan mengukur budaya keselamatan pasien dalam penelitian ini.

    2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan AHRQ

    Terdapat 3 aspek dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ

    (Stone dkk., 2006; Sorra dan Nieva, 2004) yakni dimensi budaya keselamatan

    pasien pada tingkat unit, tingkat rumah sakit dan dimensi outcome keselamatan

    yang dapat digambarkan dalam bagan berikut.

  • 25

    Bagan 2. 2 Bagan Dimensi Budaya Keselamatan Pasien

    Sumber : AHRQ dalam Sorra dan Nieva (2004)

    Pada tingkat unit terdapat 7 aspek budaya keselamatan pasien yang dapat

    diukur diantaranya adalah :

    a. Tindakan promotif keselamatan oleh manajer (kepemimpinan)

    Kepemimpinan memegang peran penting dalam pelaksanaan

    manajemen keselamatan yang efektif, mulai dari pemimpin tim hingga

    middle-manager (seperti contohnya kepala unit rumah sakit) pada tingkat

    taktis pelaksana maupun top-level manager (seperti contohnya manajer

    senior rumah sakit) pada tingkat perencanaan strategis. Perhatian

    terhadap kepemimpinan dan outcome keselamatan ditunjukkan dengan

    banyaknya penelitian yang meneliti kepemimpinan baik pada sikap,

    perilaku maupun gaya kepemimpinan (World Health Organization,

    Tingkat Unit Tindakan promotif keselamatan

    oleh manajer/supervisor

    Perbaikan berkelanjutan Kerjasama dalam rumah sakit Keterbukaan komunikasi Umpan balik dan komunikasi

    terkait kesalahan yang terjadi

    Respon yang tidak menyalahkan Penyusunan staf

    Tingkat Rumah Sakit Dukungan manajemen rumah sakit

    terhadap budaya keselamatan

    pasien

    Kerjasama antar unit di rumah sakit

    Serah terima dan transisi pasien

    dari unit ke unit lain

    Outcome Keselamatan Persepsi keselamatan

    secara keseluruhan

    Frekuensi kejadian yang dilaporkan

    Tingkat Keselamatan pasien pada unit

    Jumlah kejadian yang dilaporkan

  • 26

    2009). Katz-Navon (2005) dalam WHO (2009) menyatakan bahwa ketika

    keselamatan betul-betul diprioritaskan oleh manajer maka terjadi

    penurunan jumlah kesalahan medis yang terjadi di unit rumah sakit

    tersebut.

    Senior manager perlu menunjukkan komitmen mereka terhadap

    keselamatan dengan mengunjungi bangsal perawatan dan hal ini terbukti

    berpengaruh terhadap budaya keselamatan pada tenaga perawat (Thomas

    dkk., dalam WHO, 2009). Pendekatan lainnya adalah dengan

    memberikan feedback terhadap komitmen tenaga kesehatan pada

    keselamatan pasien. Sedangkan middle-manager harus terlibat langsung

    dalam inisiatif keselamatan di unit terkait serta terus menekankan kepada

    tenaga kesehatan bahwa keselamatan lebih penting daripada

    produktivitas (World Health Organization, 2009).

    b. Organizational learning-perbaikan berkelanjutan

    Organizational learning adalah kegiatan proaktif yang dapat

    menciptakan serta mentransfer pengetahuan dalam nilai-nilai organisasi

    kesehatan (Kreitner dan Kinicki, 2007). Rumah sakit haruslah menjadi

    organisasi pembelajar agar dapat melakukan perbaikan berkelanjutan

    pada sistem keselamatan dan kesehatan.

    Konsep learning organization merupakan konsep yang penting

    dalam mendukung upaya penerapan dan peningkatan program

    keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit. Dengan adanya aspek

    organizational learning yang baik maka diharapkan akan terjadi

  • 27

    perbaikan yang berkelanjutan sehingga tercipta budaya keselamatan

    pasien yang baik.

    c. Kerjasama dalam rumah sakit

    Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yg dilakukan oleh beberapa

    orang baik dalam berupa lembaga, pemerintah atau organisasi untuk

    mencapai tujuan bersama (Setiawan, 2014) Kerjasama dalam rumah sakit

    merupakan aspek penting dalam tiap organisasi karena banyak pekerjaan

    yang melibatkan banyak orang dalam pelaksanaannya. Hal tersebut juga

    berlaku di rumah sakit dimana hampir semua pelayanan kesehatan yang

    diberikan melibatkan tenaga kesehatan dalam kelompok interdisiplin

    (WHO, 2009).

    Kerjasama tim dalam rumah sakit merupakan aspek krusial yang

    harus dikembangkan untuk memastikan keselamatan pasien. Schaefer

    dkk. dalam WHO (2009) menyatakan bahwa 70-80% kesalahan medis

    yang terjadi merupakan akibat buruknya komunikasi dan pengertian

    dalam tim.

    d. Keterbukaan komunikasi

    Keterbukaan komunikasi diwujudkan dengan adanya komunikasi

    efektif yang menyeluruh mengenai hal-hal yang terjadi dan terkait

    keselamatan pasien pada saat serah terima maupun pada saat briefing.

    Keterbukaan komunikasi akan lebih baik jika terdapat pendekatan

    standarisasi komunikasi mengenai hal-hal apa yang wajib

    dikomunikasikan kepada rekan sejawatnya. Karena komunikasi yang

  • 28

    buruk saat serah terima akan menyebabkan kurang atau hilangnya

    informasi pasien yang penting pada rekan sejawatnya yang berikutnya

    akan menangani pasien tersebut.

    Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan

    keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien

    berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kesalahan

    medis. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif dicirikan oleh

    komunikasi saling percaya, oleh persepsi bersama pentingnya

    keselamatan, dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah

    pencegahan (The comission of patient safety and quality assurance of

    Irlandia, 2008).

    e. Umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang terjadi

    Menurut The Joint Commission dalam White (2013) kegagalan

    komunikasi adalah faktor utama dan terpenting dari terjadinya kesalahan

    medis di rumah sakit karena tenaga kesehatan dapat meminimalisasi

    kesalahan medis atau kondisi potensial kesalahan medis di rumah sakit

    yang sebelumnya dihadapi oleh rekan sejawat dalam timnya. Kegagalan

    komunikasi seringkali merupakan kombinasi keteledoran manusia dan

    kegagalan sistem yang laten dalam sistem keselamatan dan kesehatan

    kerja di rumah sakit.

    Ketiadaan atau minimnya umpan balik terkait kesalahan medis yang

    terjadi juga merupakan salah satu kegagalan komunikasi. Lederman

    (2013) menyatakan bahwa perawat dan dokter seringkali tidak

  • 29

    melaporkan kesalahan medis yang terjadi akibat ketiadaan umpan balik

    yang mereka dapatkan dari kegiatan pelaporan yang telah mereka

    lakukan. Ketika tenaga kesehatan telah meluangkan waktunya untuk

    melakukan pelaporan disaat mereka seharusnya bisa melakukan kegiatan

    lain, tenaga kesehatan menginginkan adanya outcome positif.

    f. Respon yang tidak menyalahkan

    Respon yang tidak menyalahkan baik dari manajemen maupun rekan

    sejawat atas pelaporan kesalahan medis yang terjadi dibutuhkan untuk

    dapat mendukung adanya budaya pelaporan kesalahan medis yang

    efektif. Karena hingga saaat ini ketakutan akan adanya penyalahan

    individu yang melakukan pelaporan masihlah menjadi faktor penghambat

    pelaporan kesalahan medis di rumah sakit.

    Lingkungan yang tidak menyalahkan diperlukan untuk menghindari

    adanya under-reporting dalam pelaporan kesalahan medis. Lingkungan

    dengan respon yang tidak menyalahkan tersebut dapat dibangun dengan

    melakukan pendekatan sistem dimana tenaga medis melaporkan

    kesalahan medis dengan berfokus pada outcome yang dihasilkan pada

    kesalahan medis tersebut dan tidak berfokus pada siapa yang

    melakukannya (Kachalia dan Bates, 2014).

    g. Penyusunan staf

    Doughlas dalam Beginta (2012) menjelaskan bahwa staffing atau

    penyusunan staf adalah proses menegaskan pekerja yang ahli untuk

    mengisi struktur organisasi melalui seleksi dan pengembangan personel.

  • 30

    Selain itu penyusunan staf juga didefinisikan sebagai proses menetapkan

    orang-orang yang akan menduduki posisi tertentu didalam organisasi

    atau dengan kata lain pemilihan penempatan tenaga kerja sesuai dengan

    keterampilannya (Siswandi, 2011). Dengan adanya penyusunan staf

    maka diharapkan jumlah dan keterampilan yang dimiliki setiap perawat

    sesuaai dengan kebutuhan dan beban kerja di tiap unit rumah sakit.

    Kesesuaian jumlah tenaga kesehatan dengan beban kerja atau

    kebutuhan di tiap unit akan berpengaruh terhadap kinerja tenaga

    kesehatan dalam meningkatkan keselamatan pasien. Aiken dkk. dalam

    Beginta (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan langsung antara

    penyusunan staf pada perawat dan keselamatan pasien.

    Pada tingkat rumah sakit terdapat 3 aspek budaya keselamatan pasien yang

    dapat dinilai, diantaranya adalah :

    a. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien

    Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan dapat dilihat

    dengan ada atau tidaknya sistem keselamatan pasien di dalam rumah

    sakit tersebut. Sistem keselamatan pasien sendiri dapat mendukung

    terciptanya iklim kerja yang mendukung keselamatan pasien di rumah

    sakit. Dukungan manajemen juga dapat dilihat dari kebijakan manajemen

    rumah sakit yang menunjukkan bahwa keselamatan pasien dijadikan

    prioritas di rumah sakit tersebut (Rosyada, 2014).

  • 31

    b. Kerjasama antar unit di rumah sakit

    Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan

    dari berbagai unit yang ada dalam lingkup rumah sakit tersebut.

    Kerjasama antar unit menunjukkan sejauh mana kekompakkan dan

    kerjasama tim lintas unit atau bagian dalam melayani pasien (Rosyada,

    2014). Kerjasama antar unit yang positif dapat dilihat ketika suatu unit

    membutuhkan bantuan maka unit lainnya dalam rumah sakit tersebut

    akan memberikan bantuan kepada unit tersebut.

    c. Serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain.

    Transisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peralihan

    dari keadaan (tempat, tindakan dan sebagainya) kepada keadaan yang

    lain. Dalam ruang lingkup keselamatan pasien rumah sakit, transisi dapat

    diartikan sebagai peralihan dari satu unit ke unit lainnya.

    Kegiatan serah terima dan transisi pasien merupakan dua jenis

    kegiatan yang sangat rawan menghasilkan kesalahan medis karena

    adanya informasi yang terlewat dan tidak tersampaikan pada rekan

    sejawat yang bertugas selanjutnya. Selain informasi yang tidak

    tersampaikan, pada kegiatan ini juga rentan terjadi kesalahan medis

    seperti terjatuhnya pasien saat pemindahan pasien.

  • 32

    Sedangkan keluaran atau outcome dari budaya keselamatan pasien

    berdasarkan AHRQ terdiri dari 4 aspek yang dapat dinilai diantaranya adalah :

    a. Persepsi keselamatan secara keseluruhan

    Persepsi keselamatan secara keseluruhan merupakan dimensi yang

    merangkum persepsi keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan secara

    keseluruhan di rumah sakit tersebut. Dimensi ini mencakup keselamatan

    pasien di seluruh unit tanpa kecuali.

    b. Frekuensi pelaporan kejadian

    Frekuensi pelaporan kejadian adalah persepsi tenaga kesehatan

    tentang seberapa sering ia dan rekan sejawatnya membuat laporan

    berupa kesalahan medis baik yang sudah terjadi ataupun tidak terjadi

    serta baik mencelakai ataupun tidak mencelakai pasien.

    c. Tingkat keselamatan pasien

    Tingkat keselamatan pasien adalah persepsi tenaga kesehatan

    terhadap tingkat keselamatan pasien di rumah sakit tersebut dari rentang

    sangat baik hingga sangat buruk.

    d. Jumlah kejadian yang dilaporkan

    Jumlah kejadian yang dilaporkan merupakan dimensi yang

    menjelaskan jumlah laporan yang dibuat oleh tenaga kesehatan dalam 12

    bulan terakhir.

  • 33

    E. Rumah Sakit

    Republik Indonesia (2009b) menyatakan bahwa rumah Sakit adalah institusi

    pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

    secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

    darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

    promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

    Republik Indonesia (2009b) juga mengelompokkan rumah sakit berdasarkan

    jenis pelayanan yang diberikan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit

    Khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang

    dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada

    satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan

    umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Dalam rangka

    penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,

    rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas

    dan kemampuan pelayanan rumah sakit.

    1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum

    a. Rumah sakit umum kelas A

    Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

    spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain dan 13 (tiga

    belas) subspesialis.

  • 34

    b. Rumah sakit umum kelas B

    Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

    spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain dan 2

    subspesialis dasar.

    c. Rumah sakit umum kelas C

    Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

    spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang medik

    d. Rumah sakit umum kelas D

    Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2

    spesialis dasar.

    2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus

    a. Rumah sakit khusus kelas A

    Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

    pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

    kekhususan yang lengkap.

    b. Rumah sakit khusus kelas B

    Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

  • 35

    pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

    kekhususan yang terbatas.

    c. Rumah sakit khusus kelas C

    Rumah sakit khusus kelas C adalah rumah sakit khusus yang

    mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

    pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

    kekhususan yang minimal.

    F. Analisis Kesesuaian Uji Hipotesis

    Uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi. Uji

    hipotesis jenis ini merupakan jenis uji hipotesis yang diperuntukkan untuk data

    variabel dependen dan independen yang berjenis numerik. Seluruh data yang akan

    dihasilkan dari penelitian ini bersifat numerik dan oleh karena itu peneliti

    menggunakan uji korelasi untuk melihat ada atau tidaknya korelasi dan keeratan

    korelasi diantara kedua variabel tersebut.

    G. Kerangka Teori

    Berdasarkan seluruh teori yang dipaparkan maka dapat disusun skema

    kerangka teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan

    kesalahan medis oleh tenaga kesehatan.

  • 36

    Bagan 2. 3 Kerangka Teori Penelitian

    Sumber : Waters (2012); AHRQ (2004); Wolf dan Hughes (2005);Winsvold

    Prang dan Jelsness-Jrgensen (2014); White dan Gallagher (2013); Lederman

    dkk. (2013); 7Waters dkk. (2012); Sinicki dkk. (2013);

    Williams dkk. (2013); El-

    Jardali dkk. (2011)

  • 37

    BAB III

    KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

    DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    A. Kerangka Konsep

    Berdasarkan kerangka teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya maka

    kerangka konsep yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut.

    Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

    Pada kerangka konsep ini seluruh dimensi budaya keselamatan yang

    terdiri dari 10 dimensi diteliti. Dimensi budaya keselamatan pasien

    berdasarkan AHRQ terdiri dari tindakan promotif keselamatan oleh

    manajer/supervisor, perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam rumah sakit,

    keterbukaan komunikasi, umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang

    terjadi, respon yang tidak menyalahkan, penyusunan staf, dukungan

    Budaya Keselamatan Pasien

    Tindakan promotif keselamatan oleh manajer/supervisor

    Perbaikan berkelanjutan

    Kerjasama dalam rumah sakit

    Keterbukaan komunikasi

    Umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang terjadi

    Respon yang tidak menyalahkan

    Penyusunan staf

    Dukungan manajemen rumah sakit terhadap budaya keselamatan pasien

    Kerjasama antar unit di rumah sakit

    Serah terima dan transisi pasien dari

    unit ke unit lain

    Persepsi

    Pelaporan

    Kesalahan

    Medis Oleh

    Tenaga

    Kesehatan

  • 38

    manajemen terhadap upaya keselamatan pasien, kerjasama antar unit di rumah

    sakit serta serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain.

    Variabel kesempatan belajar (learning opportunity) tidak diteliti karena

    dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya keselamatan

    pasien yakni dimensi perbaikan berkelanjutan. Keduanya sama-sama

    menjelaskan bagaimana adanya pelaporan kesalahan medis dipandang sebagai

    upaya pembelajaran baik bagi tenaga kesehatan maupun bagi pihak

    manajemen.

    Variabel sikap proaktif keselamatan pasien tidak diteliti karena upaya

    dan sikap proaktif keselamatan pasien sudah dapat diteliti melalui salah satu

    dimensi budaya keselamatan pasien yakni tindakan promotif keselamatan oleh

    manajer. Keduanya sama-sama menjelaskan sikap proaktif individu terhadap

    keselamatan pasien hanya saja pada dimensi tindakan promotif keselamatan

    oleh manajer juga menjelaskan tentang respon manajer atau supervisor

    terhadap sikap proaktif keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan.

    Variabel adanya kewajiban profesi tidak diteliti karena populasi

    penelitian ini adalah pada dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang

    memungkinkan adanya data homogen. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan

    lain merupakan tenaga kesehatan yang secara etik memang memiliki

    kewajiban untuk melakukan pelaporan apabila terjadi kesalahan medis kepada

    pihak berwenang di rumah sakit (Ghazal dkk., 2014).

    Standar operasional prosedur yang berlaku di masing-masing rumah sakit

    tidak diteliti karena keduanya bersifat homogen di masing-masing rumah

  • 39

    sakit. Standar operasional prosedur berlaku secara keseluruhan di tiap unit

    pada masing-masing rumah sakit.

    Variabel kurangnya feedback dan dukungan manajemen tidak diteliti

    karena sudah dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya

    keselamatan pasien yakni dimensi umpan balik dan komunikasi terkait

    kesalahan yang terjadi serta dimensi dukungan manajemen terhadap upaya

    keselamatan pasien.

    Variabel budaya yang menyalahkan tidak diteliti karena sudah dapat

    diteliti melalui salah satu dimensi budaya keselamatan pasien yakni dimensi

    respon yang tidak menyalahkan. Keduanya menjelaskan tentang ada atau

    tidaknya respon yang menyalahkan terkait pelaporan yang mereka lakukan.

    Variabel waktu yang dibutuhkan untuk melapor tidak diteliti karena

    keduanya bersifat homogen di masing-masing rumah sakit. Hal ini berkaitan

    dengan penerapan standar operasional prosedur yang sama di seluruh unit

    pada masing-masing rumah sakit.

    Derajat keparahan cidera tidak diteliti dalam penelitian ini karena dapat

    digambarkan melalui variabel persepsi pelaporan kesalahan medis yang juga

    menggambarkan kemauan melapor pada saat terjadi kesalahan baik yang

    menghasilkan cidera atau yang tidak menghasilkan cidera.

  • 40

    B. Definisi Operasional

    No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur

    Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis

    1 Persepsi pelaporan kesalahan

    medis

    Persepsi tenaga kesehatan terhadap pelaporan

    kesalahan medis di rumah sakit masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Univariat :

    Rendah apabila

    persentase 14%-

    42,7%

    Sedang apabila

    persentase

    42,8%- 71,4%

    Tinggi, apabila

    persentase

    71,5%- 100%

    Bivariat : Total

    skor

    Kuesioner Ordinal

    untuk

    univariat

    dan Rasio

    untuk

    Bivariat

    Budaya Keselamatan Pasien

    2 Dimensi 1. Tindakan

    promotif keselamatan oleh

    manajer

    Persepsi tenaga kesehatan tentang respon positif

    yang diberikan atasan terhadap tindakan yang

    dilakukan tenaga kesehatan yang mendukung

    keselamatan pasien di unit kerja masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    3 Dimensi 2. Organizational

    learning perbaikan

    Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya budaya

    pembelajaran dalam organisasi dimana kesalahan

    Responden

    diminta

    Persentase respon

    positif untuk

    Kuesioner Rasio

  • 41

    No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur

    berkelanjutan dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran dalam

    rangka perbaikan berkelanjutan di unit dalam

    rumah sakit masing-masing.

    mengisi

    kuesioner

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    4 Dimensi 3. Kerjasama dalam

    unit rumah sakit

    Persepsi tenaga kesehatan tentang sikap dan

    kerjasama antar individu di unit dalam rumah sakit

    masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    5 Dimensi 4. Keterbukaan

    komunikasi

    Persepsi tenaga kesehatan tentang kebebasan

    menyampaikan pendapat terkait keselamatan

    pasien di dalam unit pada rumah sakit masing-

    masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    6 Dimensi 5. Umpan balik dan

    komunikasi tentang

    kesalahan medis yang terjadi

    Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya

    pemberian informasi tentang kesalahan medis yang

    terjadi, pemberian umpan balik perubahan yang

    dilakukan dan adanya diskusi pencegahan

    kesalahan medis di dalam unit pada rumah sakit

    masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    7 Dimensi 6. respon yang

    tidak menyalahkan

    Persepsi tenaga kesehatan bahwa kesalahan medis

    yang mereka lakukan dan atau laporan yang

    mereka berikan tidak dijadikan bahan untuk

    menyalahkan diri mereka dalam unit pada rumah

    sakit masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

  • 42

    No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur

    8 Dimensi 7. Penyusunan staf Persepsi tenaga kesehatan tentang kesesuaian

    jumlah tenaga kesehatan dengan beban kerja yang

    ada dan kesesuaian jam kerja yang ditentukan

    untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

    optimal untuk pasien di dalam unit pada rumah

    sakit masing-masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    9 Dimensi 8. Dukungan

    manajemen terhadap upaya

    keselamatan pasien.

    Persepsi tenaga kesehatan tentang dukungan yang

    diberikan oleh manajemen rumah sakit masing-

    masing kepada mereka dalam meningkatkan

    keselamatan pasien.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    10 Dimensi 9. Kerjasama antar

    unit di rumah sakit

    Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya

    kerjasama dan kordinasi yang baik antar unit

    rumah sakit dalam memberikan pelayanan

    kesehatan yang adekuat di rumah sakit masing-

    masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

    11 Dimensi 10. Serah terima

    dan transisi pasien dari unit

    ke unit lain

    Persepsi tenaga kesehatan tentang alur informasi

    pasien yang penting pada saat kegiatan serah

    terima dan trnasfer pasien di rumah sakit masing-

    masing.

    Responden

    diminta

    mengisi

    kuesioner

    Persentase respon

    positif untuk

    univariat dan total

    skor untuk bivariat

    Kuesioner Rasio

  • 43

    C. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kerangka konsep dan definisi operasional diatas maka

    hipotesis penelitian ini adalah : Terdapat korelasi antara budaya keselamatan

    pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di

    masing-masing Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015.

    Sedangkan sub-hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    a. Ada korelasi antara dimensi tindakan promotif keselamatan oleh

    manajer dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga

    kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

    b. Ada korelasi antara dimensi organizational learning perbaikan

    berkelanjutan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga

    kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

    c. Ada korelasi antara dimensi kerjasama dalam unit rumah sakit dengan

    persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah

    Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

    d. Ada korelasi antara dimensi keterbukaan komunikasi dengan persepsi

    pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X

    dan Y Jakarta Tahun 2015.

    e. Ada korelasi antara dimensi umpan balik dan komunikasi terkait

    kesalahan yang terjadi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis

    oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

  • 44

    f. Ada korelasi antara dimensi respon yang tidak menyalahkan atas

    kesalahan yang terjadi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis

    oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

    g. Ada korelasi antara dimensi manajemen sumber daya manusidengan

    persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah

    Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.

    h. Ada korelasi antara dimensi dukungan manajemen terhadap upaya

    keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan