korelasi budaya keselamatan pasien dengan...
TRANSCRIPT
-
i
i
KORELASI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DENGAN PERSEPSI
PELAPORAN KESALAHAN MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA DI RUMAH SAKIT X DAN RUMAH SAKIT Y TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
LANY APRILI SULISTIANI
NIM : 1111101000098
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M/1436 H
-
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 Juni 2015
Lany Aprili Sulistiani
-
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2015
Lany Aprili Sulistiani, NIM. 1111101000098
Korelasi Budaya Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan
Medis oleh Tenaga Kesehatan sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit X Dan Rumah Sakit Y Tahun 2015
(xvi + 112 halaman, 7 tabel, 4 bagan, 7 lampiran)
ABSTRAK
Latar Belakang. Tingkat pelaporan kesalahan medis di Indonesia masih rendah.
Pelaporan yang rendah disebabkan oleh ketidaktepatan persepsi tenaga kesehatan
terhadap pelaporan kesalahan medis. Masalah ini dapat diatasi dengan penerapan
budaya keselamatan pasien yang adekuat.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan
kuantitatif dan desain studi cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan
alat bantu berupa kuesioner HSOPSC dari AHRQ versi Bahasa Indonesia dan
kuesioner persepsi dari Beginta (2012). Besar sampel dalam penelitian ini
berjumlah 106 responden di masing-masing rumah sakit yakni Rumah Sakit X
dan Rumah Sakit Y. Analisis data univariat dilakukan dengan menggunakan
Hospital Survey Excel Tool 1.6 milik AHRQ sedangkan analisis bivariat
dilakukan dengan uji korelasional.
Hasil. Dimensi budaya keselamatan pasien dengan respon positif terendah di
Rumah Sakit X adalah dimensi penyusunan staf dan kerjasama antar unit
sedangkan di Rumah Sakit Y adalah penyusunan staf. Persepsi pelaporan
kesalahan medis di Rumah Sakit X sebesar 49,95% sedangkan di Rumah Sakit Y
sebesar 46%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada 6 dimensi (tindakan
promotif keselamatan oleh manajer, organizational learning, kerjasama dalam
unit, keterbukaan komunikasi, umpan balik dan respon yang tidak menyalahkan)
yang berkorelasi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X
sedangkan di Rumah Sakit Y terdapat 4 dimensi (tindakan promotif keselamatan
oleh manajer, keterbukaan komunikasi, umpan balik dan respon yang tidak
menyalahkan) yang berkorelasi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis.
Saran. Sosialisasi atau pelatihan terkait pelaporan kesalahan medis serta program
peningkatan budaya keselamatan diperlukan untuk meningkatkan persepsi positif
terhadap pelaporan kesalahan medis di kedua rumah sakit.
Kata Kunci : budaya keselamatan pasien, pelaporan kesalahan medis, K3RS
Daftar Bacaan : 81 (1993-2014)
-
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM PUBLIC HEALTH
DEPARTMENT OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, June 2015
Lany Aprili Sulistiani, NIM 1111101000098
Correlation Of Patient Safety Culture And Perception Of Medical Error
Reporting as An Increasing Effort for Occupational Safety and Health at X
Hospital and Y Hospital in 2015
(xvi + 112 pages, 7 tables, 4 graphics, 7 attachments)
ABSTRACT
Introduction. Medical error reporting rate in Indonesian is still low. Low
reporting rate is caused by health workers inexactitude perception about medical
error reporting. This problem can be overcome by the implementation of adequate
patient safety culture
Method. This research is an analytical research with quantitative approach and
cross sectional study design. The data collected by using questionnaire include
HSOPSC questionnaire by AHRQ in Bahasa Indonesia and perception
questionnaire by Beginta. Sample size of this research is 106 respondent in both
of the hospitals, they are X Hospital and Y Hospital. Univariate analysis is
conducted by using AHRQs Hospital Survey Excel Tool 1.6 while bivariate
analysis is conducted by using correlational statistical test.
Results. Patient safety culture dimension with the lowest positive response in X
Hospital is dimension staffing and teamwork across units while in Y Hospital is
also staffing. Perception of medical error reporting in X Hospital is 49,95% while
in Y Hospital is 46%. Statistic test showed that perception of medical error
reporting is correlated with 6 dimensions (manager expectations & actions
promoting patient safety, organizational learning, teamwork within unit, feedback
and nonpunitive response) in X Hospital which is correlated with while in Y
Hospital medical error reporting is correlated with 4 dimension (manager
expectations & actions promoting patient safety, feedback and nonpunitive
response).
Saran. Socialization or training about medical error reporting and patient safety
culture increasing programs is needed to improve positive perception about
medical error reporting.
Keywords : patient safety culture, medical error reporting, K3RS
References : 81 (1993-2014)
-
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
Korelasi Budaya Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan
Medis oleh Tenaga Kesehatan sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2015
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Juli 2015
Disusun Oleh :
Lany Aprili Sulistiani
NIM : 1111101000098
Mengetahui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Fase Badriah, M.Kes, Ph.D Riastuti Kusumawardani, MKM
NIP. 197106052006042012 NIP.198005162009012005
-
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Juli 2015
Penguji I
Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D
NIP. 197503162007102001
Penguji II
Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D
NIP. 197612092006042003
Penguji III
Susanti Tungka, MARS
-
vii
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Lany Aprili Sulistiani
Nama Panggilan : Lany / April
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 April 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Bekasi Km.23 Komplek TNI AD/51 RT 03 RW
006 Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur
No. Telpon/HP : 089601297604 / 082298506835
Email : [email protected]
LinkedIn : Lany Aprili Sulistiani
Kata Mutiara : Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain,dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap (QS. 94:7-8)
Riwayat Pendidikan Formal
1. 1998-1999 : TK Dharma Wanita Tunas Harapan Bekasi
2. 1999-2005 : SDN Cakung Barat 10 Petang
3. 2005-2008 : SMPN 168 Jakarta Timur
4. 2008-2011 : SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya Jakarta
5. 2011-2015 : S1 Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Riwayat Pendidikan Non Formal
1. Latihan Dasar Penelitian Tingkat Wilayah Tahun 2008 dan 2009
2. Latihan Dasar Penelitian Tingkat Provinsi Tahun 2010
-
viii
3. Peserta Sertifikasi Kejuruan Bidang Studi Keahlian Kesehatan Kompetensi
Keahlian Keperawatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2011
4. Pendidikan Dasar Relawan Bencana Rumah Zakat Nasional Tahun 2013
5. Leadership and Character Building Course Kementerian Pemuda dan
Olahraga Tahun 2014
6. Pelatihan Basic Fire Fighting oleh Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
7. Workshop Investigasi dan Pencegahan Kecelakaan Kerja tahun 2014
8. Workshop Ergonomi di Tempat Kerja tahun 2014
9. Workshop Risk Assessment in the Work Place tahun 2014
10. Workshop Management of Fire Safety tahun 2014
11. Course of Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012
Riwayat Organisasi
1. Koordinator Bidang IPS Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2009
2. Wakil Ketua Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2010
3. School Representatives Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah Menengah Atas
dan Kejuruan Tingkat Provinsi Tahun 2009
4. Sekretaris OSIS SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya Tahun 2010
5. Penasihat Kelompok Ilmiah Remaja SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya,
Jakarta Pusat Tahun 2012
6. Relawan Rumah Zakat Cabang Jakarta Barat Tahun 2012-2014
7. Ketua Preventor Keluarga Kadarzitensi ICD Binaan Rumah Zakat Cabang
Jakarta Barat Tahun 2013
8. Staff Human Resources Department Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2014
9. General Manager Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3)
UIN Jakarta Tahun 2014-2015
10. Ketua Divisi Penelitian Panitia Seminar Pengembangan Profesi K3 UIN
Jakarta Tahun 2014
-
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Korelasi
Budaya Keselamatan Pasien dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh
Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Tahun 2015 ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa semester 8 Prodi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Kedua orangtua penulis, La Hadimu dan Mulyani atas limpahan ilmu,
perhatian, cinta dan kasih sayang yang tidak akan pernah terbalas. I love you
mom, dad!
2. Dr. H. Arif Sumantri SKM., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fase Badriah dan Ibu Riastuti Kusumawardani selaku dosen pembimbing
atas ilmu dan pencerahannya setiap saat kepada penulis.
4. Ibu Catur Rosidati selaku dosen penasihat akademik atas perhatian dan
nasihatnya sejak penulis masuk di keluarga besar Kesmas UIN Jakarta.
5. Ibu Iting Shofwati, seluruh dosen peminatan K3 dan tak lupa seluruh dosen
Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
banyak atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.
6. Ms. Jenni Scolese selaku AHRQ Surveys on Patient Safety Culture Technical
Assistance, Ms. Limaya Atembina dan Ms. Randie Siegel selaku Patient
Safety Culture Surveys Support Group di Westat on behalf of AHRQ yang
telah memberikan arahan dalam menggunakan instrumen HSOPSC serta
memberikan instrumen analisis data oleh AHRQ.
7. Ibu Yuri selaku pembimbing lapangan di Rumah Sakit Y. Staf komite mutu
serta Bapak Budi, Mas Panji, Ka Dede, Ka Wiyar serta Bu Neti yang telah
membantu penulis selama penelitian di RS Y.
-
x
8. dr. Fitri, dr. Resnita, Ibu Nurhayana, Ibu Nina, Ka Shylvy dan Pak Timo di
Rumah Sakit X dan juga seluruh staf Rumah Sakit X yang telah membantu.
9. My beloved siblings both Syarfan Maulana Rahman and my youngest brother
Nasron Zubaidih. Terimakasih semangatnya dear. My big family especially
for Kakung, Nenek, Tete, om Mustar, om Nyong, om Mat, Papa-tua, mama-
tua, dan juga seluruh sepupu penulis (Ka Dian, Ka Wawan, Ka Sam, Ka
Akmal, Ka Ani, Ka Edi, Adi, Hafidz, Febri).
10. Temanku yang terkasih Annisa Septiani, Sri Wahyu Fitria, Yourike Alia
Stevani, Salsabila Triana Dwiputri, Betti Ronayan Adiwijayanti, Asril Yusuf
Putra Fau, Teman-teman Raklac UIN Jakarta 2011, K3 2011, Kesmas UIN
Jakarta 2011, FSK3 UIN Jakarta dan tak lupa IKAHIMA K3 Indonesia. Big
thanks for all of you!
11. Adik-adikku angkatan 30 SMK Kesdam Jaya Maya Febrihapsari, Dyah Ayu
Hapsari dan Fauziah Putridhini. Seacom my dearest Fitka Prili Miki, Rezky
Kira, Fransisca Christina, Dwi Nuraini dan Gita Mayang Asri. Anita Nuryani,
Isma Novianti dan staf SHE PT Krama Yudha Ratu Motor atas semangatnya
yang tidak putus. Dicky Saputra, Ittha Jun, Dina Min serta teman-teman
dari seluruh forum dan institusi yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
doa, motivasi dan semangatnya. Terutama untuk pertanyaan kapan lulus?
atau kapan sidang? yang amat sangat memicu semangat penulis.
Harapan penulis agar tulisan yang penulis buat ini dapat memenuhi
tujuannya dan semoga tulisan ini dapat dicatat sebagai salah satu amal oleh Allah
SWT yang bermanfaat baik bagi Penulis maupun bagi pembaca. Tulisan ini
adalah karya manusia. Apa yang hari ini Penulis yakini benar dapat berubah suatu
saat nanti. Sesungguhnya kesempurnaan adalah milik Allah SWT sedangkan
kekurangan yang ada adalah bagian dari diri Penulis.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juli 2015
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
C. Pertanyaan Penelitian..................................................................................... 5
D. Tujuan ............................................................................................................ 5
E. Manfaat .......................................................................................................... 6
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9
A. Pelaporan Kesalahan Medis ........................................................................... 9
1. Definisi Kesalahan Medis ......................................................................... 9
2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ........ 10
B. Konsep Pembentukan Persepsi .................................................................... 11
C. Konsep Keselamatan di Rumah Sakit.......................................................... 12
1. Definisi Keselamatan Pasien................................................................... 13
2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia ......................... 14
3. Tujuan Keselamatan Pasien .................................................................... 17
4. Insiden Keselamatan Pasien .................................................................... 17
D. Budaya Keselamatan Pasien ........................................................................ 19
1. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien ............................................... 20
2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan AHRQ ................... 24
E. Rumah Sakit................................................................................................. 33
1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum ............................................................. 33
-
xii
2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ............................................................ 34
F. Analisis Kesesuaian Uji Hipotesis ............................................................... 35
G. Kerangka Teori ............................................................................................ 35
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL & HIPOTESIS . 37
A. Kerangka Konsep......................................................................................... 37
B. Definisi Operasional .................................................................................... 40
C. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 43
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 45
A. Desain Penelitian ......................................................................................... 45
B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 45
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 45
D. Alat dan Cara Pengumpulan Data................................................................ 47
E. Pengolahan Data, Uji Validitas dan Realibilitas.......................................... 49
F. Metode Analisis Data .................................................................................. 50
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 53
A. Gambaran Umum Rumah Sakit X ............................................................... 54
B. Analisis Univariat ........................................................................................ 55
1. Karakteristik Responden Penelitian ........................................................ 55
2. Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga Kesehatan ............... 56
3. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien.................................................. 56
C. Analisis Bivariat .......................................................................................... 58
BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN ............................................................ 68
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 68
B. Gambaran Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ......................................... 68
C. Gambaran Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Korelasinya dengan
Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis ................................................................ 72
1. Tindakan promotif keselamatan oleh manajer ........................................ 73
2. Organizational learning perbaikan berkelanjutan ............................... 77
3. Kerjasama dalam unit rumah sakit .......................................................... 81
4. Keterbukaan komunikasi ........................................................................ 84
5. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi ..... 87
6. Respon yang tidak menyalahkan ............................................................ 90
7. Penyusunan staf ...................................................................................... 93
8. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien ................... 95
9. Kerjasama antar unit di rumah sakit ....................................................... 97
10. Serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain ............................ 98
-
xiii
BAB VII PENUTUP ........................................................................................... 101
A. Kesimpulan ................................................................................................ 101
B. Saran .......................................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106
LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Outcome Asuhan Medis ..................................................................... 18
Bagan 2. 2 Bagan Dimensi Budaya Keselamatan Pasien ..................................... 25
Bagan 2. 3 Kerangka Teori Penelitian .................................................................. 36
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ................................................................................. 37
-
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Matriks Alat Ukur Budaya Keselamatan Pasien .................................. 22
Tabel 4. 1 Deskripsi Kuesioner Bagian Budaya Keselamatan .............................. 48
Tabel 4. 2 Kriteria Penilaian Berdasarkan Presentase .......................................... 51
Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden Penelitian .................................... 55
Tabel 5. 2 Gambaran Persepsi Positif Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga
Kesehatan 2015 ..................................................................................................... 56
Tabel 5.3 Gambaran Respon Positif 10 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien pada
Tenaga Kesehatan Tahun 2015 ............................................................................. 57
Tabel 5. 4 Analisis korelasi dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan
AHRQ dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan tahun
2015 ....................................................................................................................... 58
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Kuesioner
Lampiran 2. Alat Analisis Budaya Keselamatan Pasien
Lampiran 3. Output Analisis Data
-
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AHRQ : Agency for Healthcare Research and Quality
CIHI : Canadian Institute for Health Information
CSS : Culture of Safety Survey
HSOPSC : Hospital Survey of Patient Safety Culture
IHI : The Institute of Healthcare Improvement
IOM : Institute of Medicine
JCAHO : Joint Commision on Accreditation of Health Organizations
KKP-RS : Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
PSCHO : Patient Safety Cultures in Healthcare Organizations
SLOAPS : Strategies for Leadership - An Organizational Approach to
Patient Safety
VHA-PSCQ : Veterans Administration Patient Safety Culture Questionnaire
WHO : World Health Organization
KTD : Kejadian Tidak Diharapkan
KNC : Kejadian Nyaris Cedera
KTC : Kejadian Tidak Cedera
KPC : Kondisi Potensial Cedera
-
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sempurna baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas
(Republik Indonesia, 2009a; Nurcahyo, 2008). Organisasi kesehatan berupa
rumah sakit diperlukan sebagai upaya perbaikan status kesehatan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menyatakan
bahwa setiap tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan dengan selalu
mengutamakan keselamatan pasien. Namun faktor keberagaman dan kerutinan
pelayanan kesehatan yang diberikan serta lingkungan rumah sakit yang kompleks
dengan berbagai macam profesi, peralatan, prosedur, infrastruktur dan kebijakan
dapat berpotensi menimbulkan kesalahan medis yang berujung pada insiden
keselamatan pasien (Kalra dkk., 2013; Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006; Occupational Safey and Health Administration, 2014).
Perhatian dunia terhadap keselamatan pasien dimulai dari laporan Institute
of Medicine pada tahun 1999 terkait kesalahan medis dan jumlah kasus kejadian
tidak diharapkan (Classen dkk., 2011; Hercules, 2010). Occupational Safey and
Health Administration (2014) menyatakan bahwa sejak dirintis laporan
tersebutlah aspek keselamatan pasien mulai dipandang dengan pola pendekatan
sistem seperti aspek keselamatan pada bidang industri lainnya seperti manufaktur
-
2
2
ataupun penerbangan. Karena pada dasarnya isu keselamatan pasien berhubungan
erat dengan isu keselamatan tenaga kesehatan itu sendiri.
Meginniss dkk. (2012) menyatakan bahwa lebih dari 40.000 insiden
keselamatan pasien terjadi di Inggris setiap hari. Selanjutnya World Health
Organization (2014) mengungkapkan fakta mengejutkan yang menyatakan bahwa
1 dari 10 pasien di negara berkembang termasuk Indonesia mengalami cedera
pada saat menjalani pengobatan di rumah sakit.
Pada hakikatnya seluruh kesalahan medis yang terlaporkan masih
merupakan sebagian kecil dari jumlah sebenarnya (Suharjo dan Cahyono, 2008).
Hingga saat ini, tingkat pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan masih
sangat rendah (Youngson, 2014). Di Indonesia, Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (2011) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2010 telah didapatkan
103 laporan insiden keselamatan pasien dari rumah sakit di seluruh Indonesia.
Sementara itu Kementerian Kesehatan dalam Bambang (2011) juga menyatakan
bahwa pada tahun 2010 terdapat 1523 rumah sakit di Indonesia dengan 653
diantaranya sudah terakreditasi. Jumlah laporan yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan jumlah rumah sakit yang telah terakreditasi pada saat itu
mengindikasikan tingkat pelaporan yang rendah di Indonesia.
Padahal pelaporan kesalahan medis merupakan upaya fundamental sebagai
pencegahan terjadinya kesalahan medis (Kachalia dan Bates, 2014), karena
pelaporan kesalahan medis dibutuhkan sebagai salah satu upaya dalam proses
pembelajaran dan evaluasi berkelanjutan (Lamo, 2011). Reason dalam Wolf dan
Hughes pada tahun 2005 menyatakan bahwa terjadinya kesalahan medis maupun
-
3
insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit menunjukkan adanya masalah
dalam jumlah besar pada sistem keselamatan di rumah sakit tersebut. Namun
Calado Monteiro dan Santos Natrio (2014) mengungkapkan bahwa masalah-
masalah yang terjadi dalam sistem keselamatan dapat diatasi dengan penerapan
budaya keselamatan pasien. Hal ini dapat terjadi karena budaya keselamatan
pasien dapat mendukung pembangunan sistem yang kondusif bagi kegiatan
perawatan pasien yang aman serta bebas dari kesalahan medis.
Budaya keselamatan pasien didefiniskan sebagai lingkungan yang
mendukung dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan, melibatkan
kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006).
Dengan adanya budaya keselamatan pasien akan tercipta sistem keselamatan yang
efektif baik untuk melindungi pasien maupun seluruh tenaga kesehatan yang
berada dalam ruang lingkup rumah sakit. Terutama untuk melindungi tenaga
kesehatan dari tuntutan pasien ketika terjadi kesalahan medis (Lamo, 2011).
Pembentukan persepsi positif terhadap pelaporan kesalahan medis pada
tenaga kesehatan membutuhkan budaya keselamatan pasien yang nantinya akan
membentuk lingkungan yang bebas dari perilaku saling menyalahkan atas
kesalahan medis yang terjadi (El-Jardali dkk., 2011). Hal sama juga diungkapkan
Beginta (2012) bahwa persepsi pelaporan kesalahan medis dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan, kerja tim dan budaya keselamatan.
Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y adalah rumah sakit dengan perbedaan
kelas serta karakteristik pelayanan, dimana Rumah Sakit X merupakan rumah
sakit umum kelas B dan Rumah Sakit Y merupakan rumah sakit khusus kelas A.
-
4
Budaya dan lingkungan yang berbeda sebagai stimulus akan memunculkan
persepsi yang berbeda pada tenaga kesehatan. Pada penelitian ini akan dilihat
korelasi budaya keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis di
masing-masing rumah sakit.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan melalui in-depth
interview dengan informan pada 2 rumah sakit kelas A, 3 rumah sakit kelas B dan
2 rumah sakit kelas C di Jakarta didapatkan informasi bahwa tingkat kemauan
tenaga kesehatan yang bekerja 7 rumah sakit tersebut dalam melaporkan
kesalahan medis yang terjadi masih rendah. Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y
memberikan ijin untuk melakukan penelitian lebih lanjut sedangkan 5 rumah sakit
lainnya menolak untuk memberikan ijin penelitian.
Selain hal tersebut, penelitian terkait pelaporan kesalahan medis di
Indonesia juga masih sedikit. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait korelasi budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan
kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di masing-masing Rumah Sakit Y Jakarta
dan Rumah Sakit X.
B. Rumusan Masalah
Setiap rumah sakit memiliki sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang
berbeda sesuai dengan potensi bahaya dan karakteristik pelayanan di dalam rumah
sakit tersebut. Dengan berlakunya sistem keselamatan pasien yang berbeda maka
akan terbentuk budaya berbeda yang dibentuk oleh setiap orang yang berada
didalam rumah sakit tersebut. Budaya keselamatan pasien sendiri merupakan
bagian dari budaya rumah sakit yang berperan penting untuk meningkatkan
-
5
persepsi positif terhadap pelaporan kesalahan medis. Karena masalah pelaporan
kesalahan medis yang rendah di rumah sakit dipengaruhi oleh persepsi tenaga
kesehatan yang tidak tepat terhadap pelaporan kesalahan medis. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Korelasi Budaya
Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit X
dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015?
2. Bagaimanakah gambaran persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga
kesehatan Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015?
3. Apakah terdapat korelasi antara budaya keselamatan pasien dengan
persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y
Jakarta tahun 2015?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi budaya
keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
-
6
a. Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien dimasing-masing
Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun 2015.
b. Mengetahui gambaran persepsi positif pelaporan kesalahan medis pada
tenaga kesehatan di masing-masing Rumah Sakit X dan Rumah Sakit
Y Jakarta pada tahun 2015.
c. Menggambarkan korelasi antara budaya keselamatan pasien dengan
persepsi pelaporan kesalahan medis di masing-masing Rumah Sakit X
dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun 2015.
E. Manfaat
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menjadi proses pembelajaran serta implementasi seluruh ilmu
yang didapatkan selama pendidikan.
b. Dapat menjadi media untuk mengembangkan ilmu serta praktiknya.
2. Bagi Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui informasi
terkait korelasi budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan
kesalahan medis di masing-masing rumah sakit.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam evaluasi dan
pembuatan kebijakan program peningkatan keselamatan dan kesehatan
kerja serta perlindungan tenaga kerja dari kesalahan medis di masing-
masing rumah sakit.
-
7
3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
a. Penelitian ini menjadi salah satu upaya untuk mengimplementasikan
Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa
mengenai budaya keselamatan pasien dan persepsi pelaporan
kesalahan medis oleh tenaga kesehatan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul korelasi budaya keselamatan pasien dengan persepsi
pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara budaya keselamatan
pasien dan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah
Sakit Y Jakarta. Penelitian ini akan dilakukan oleh mahasiswi Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan objek penelitian adalah perawat, dokter dan
tenaga kesehatan lain di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y.
Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta
pada bulan Desember 2014-Juni 2015. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross-sectional dengan pengumpulan data berupa
pengisian kuesioner. Kuesioner dimensi budaya keselamatan yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Hospital Survey on Patient
Safety Culture sedangkan kuesioner persepsi pelaporan kesalahan medis yang
digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Romi Beginta pada tahun
-
8
2012. Analisis data yang akan digunakan hanya berupa analisis univariat dan
bivariat dengan uji korelasi. Uji korelasi merupakan uji hipotesis untuk variabel
independen dan dependen yang bersifat numerik dilakukan pada tiap dimensi
yang ada dalam budaya keselamatan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelaporan Kesalahan Medis
Laporan adalah suatu pernyataan baik secara lisan atau tulisan yang
menjelaskan tentang suatu kejadian atau tindakan yang telah (Siswandi, 2011).
Pelaporan kesalahan medis digunakan sebagai pembelajaran bagi organisasi
dalam memperbaiki sistem pelayanan dan pelaporan sebagai hal yang sangat
penting dalam upaya membangun budaya keselamatan pasien terutama dalam
mencegah pengulangan kesalahan yang sama (Wolf dan Hughes, 2005; Gulley,
2007). Espin dkk. (2007) juga menyatakan bahwa pembangunan mekanisme
pelaporan kesalahan medis adalah strategi yang pertama ditekankan oleh IOM.
Penerapan strategi tersbeut di Indonesia diimplementasikan melalui tujuh standar
keselamatan pasien yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
1. Definisi Kesalahan Medis
Kesalahan medis diartikan oleh AHRQ sebagai kesalahan yang terjadi
pada proses perawatan dan berpotensi menciderai pasien. Kesalahan medis
diantaranya adalah kegagalan melakukan tindakan yang telah direncanakan
atau penggunaan rencana yang tidak tepat untuk mencapai tujuan tertentu.
Kesalahan medis dapat berupa output dari tindakan yang dilakukan atau
tindakan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan (Agency for Healthcare
Research and Quality, 2003).
-
10
Kesalahan medis adalah kegagalan dalam proses tetapi tidak dilakukan
secara sengaja untuk menciderai pasien. Kesalahan medis yang tidak
menimbulkan bahaya disebut hampir celaka atau near-miss (White dan
Gallagher, 2013). Kesalahan medis juga dapat didefinisikan sebagai kegagalan
proses yang tidak secara esensial membahayakan pasien namun kesalahan
medis dapat berujung pada timbulnya kejadian tidak diharapkan atau jenis
insiden keselamatan lainnya (Ghazal dkk., 2014).
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan
medis adalah kegagalan tenaga kesehatan dalam suatu proses yang berpotensi
menimbulkan insiden keselamatan pasien.
2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis
Pelaporan kesalahan medis memerlukan pengungkapan kesalahan yang
tepat (Wolf dan Hughes, 2005). Dan untuk mencapai pelaksanaan pelaporan
kesalahan medis yang optimal diperlukan faktor pendukung. Faktor
pendukung persepsi pelaporan kesalahan medis adalah :
a. Kesempatan untuk belajar langsung dari kesalahan medis yang terjadi
(learning opportunity) (Waters dkk., 2012).
b. Sikap proaktif terhadap keselamatan pasien (Waters dkk., 2012).
c. Kewajiban profesi (Waters dkk., 2012).
d. Budaya keselamatan pasien (Sorra dan Nieva, 2004)
-
11
Selain faktor pendukung, terdapat juga beberapa penghambat dari
pelaporan kesalahan medis diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Standar operasional prosedur pelaporan kesalahan medis yang
menyulitkan (Wolf dan Hughes, 2005).
b. Kurangnya feedback dan dukungan organisasi terhadap pelaporan
insiden (Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; White dan
Gallagher, 2013; Lederman dkk., 2013).
c. Budaya yang menyalahkan apabila kesalahan medis tersebut terungkap
(Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; Waters dkk., 2012;
Espin dkk., 2007).
d. Waktu yang dibutuhkan untuk melapor (Winsvold Prang dan Jelsness-
Jrgensen, 2014; White dan Gallagher, 2013; Lederman dkk., 2013;
Sinicki dkk., 2012).
e. Derajat keparahan cidera akibat kesalahan medis yang terjadi
(Winsvold Prang dan Jelsness-Jrgensen, 2014; Williams dkk., 2013;
White dan Gallagher, 2013; Wolf dan Hughes, 2005).
B. Konsep Pembentukan Persepsi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan
(penerimaan) atas sesuatu (Setiawan, 2014). Persepsi didefinisikan lebih aplikatif
lagi sebagai kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan,
memfokuskan dan selanjutnya diinterpretasikan (Sarwono, 2010).
Persepsi berlangsung saat tenaga kesehatan menerima stimulus dari dunia
luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam
-
12
otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam
sebuah pemahaman. Pemahaman inilah yang disebut sebagai persepsi. (Sarwono,
2010)
Sebelum terjadi persepsi pada tenaga kesehatan, diperlukan stimuli yang
merangsang individu dan stimuli tersebut haruslah ditangkap melalui organ-organ
tubuh individu yang diantaranya adalah panca indra. Selanjutnya sensasi dari
stimulan dibawa ke dalam sistem syaraf dan dilakukan penambahan informasi
kepada stimulus yang diterima yang didapat sebagai interpretasi hingga kemudian
menjadi persepsi. Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip
diantaranya wujud dan latar (figure and ground atau emergence), pola
pengelompokan serta ketetapan (Sarwono, 2010).
C. Konsep Keselamatan di Rumah Sakit
Konsep keselamatan yang berlaku pada rumah sakit tidak berbeda dengan
yang berlaku pada dunia industri lainnya dimana keselamatan dipandang dengan
pola pendekatan sistem dan bukan individu. Karena pada dasarnya keselamatan
tenaga kerja berhubungan erat dengan keselamatan pasien (Occupational Safey
and Health Administration, 2014).
Lingkungan yang aman bagi pasien juga akan menjadi lingkungan yang lebih
aman bagi pekerja dan sebaliknya karena keduanya terikat dalam banyak aspek
kebudayaan yang sama serta isu sistemik yang terjadi didalam lingkungan rumah
sakit. Salah satu contohnya adalah bahaya yang ada dalam ruang lingkup rumah
sakit yang disebabkan oleh lemahnya sistem pengendalian infeksi, kelelahan
ataupun kesalahan teknis dapat menimbulkan cidera atau penyakit bukan hanya
-
13
berbahaya terhadap pasien tetapi juga kepada pekerja di rumah sakit tersebut.
Tenaga kesehatan yang harus senantiasa berhadapan dengan lingkungan yang
tidak menempatkan keselamatan dan kesehatan mereka sebagai prioritas utama
tidak akan bisa memberikan pelayanan kesehatan yang benar-benar bebas dari
kesalahan (Occupational Safey and Health Administration, 2014).
1. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan merupakan isu global termasuk juga untuk rumah sakit
World Health Organization (2014). Ada lima isu penting keselamatan di
rumah sakit dan salah satunya adalah keselamatan pasien (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Canadian Council on Health Services Accreditation (2003) memberikan
definisi keselamatan pasien yakni pencegahan dan mitigasi dalam lingkup
pelayanan kesehatan. Konsep mengenai keselamatan pasien berikutnya lebih
menggambarkan outcome dari keselamatan pasien dimana keselamatan pasien
diartikan sebagai reduksi dan mitigasi perilaku tidak aman didalam ruang
lingkup sistem pelayanan kesehatan, melalui pelaksanaan pelayanan terbaik
yang terbukti menghasilkan outcome pasien yang optimal (Davies dkk., 2003).
Keselamatan pasien rumah sakit sendiri adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
kegiatan penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
-
14
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Berdasarkan definisi yang disebutkan diatas maka dapat dirumuskan
bahwa keselamatan pasien merupakan usaha-usaha yang dilaksanakan dalam
melakukan pencegahan kesalahan yang ditimbulkan dari perilaku tidak aman
serta mitigasi untuk meringankan outcome yang tidak diharapkan seperti
insiden keselamatan pasien dalam rangka pelaksanaan upaya kesehatan yang
optimal.
Strategi untuk memperbaiki keselamatan pasien meliputi pembuatan
budaya yang mendukung identifikasi dan pelaporan perilaku tidak aman,
pengukuran yang efektif terhadap cidera yang dialami pasien dan indikator
outcome relevan lainnya serta alat untuk membangun atau menyesuaikan
struktur dan proses untuk mereduksi kepercayaan terhadap kewaspadaan yang
dimiliki tiap individu (Canadian Council on Health Services Accreditation,
2003).
2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit di Indonesia
Standar keselamatan pasien di Indonesia dibuat dengan mengacu kepada
Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations (JCAHO) pada tahun 2002 yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar
keselamatan pasien di Indonesia disusun dalam Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang kemudian diterbitkan oleh Departemen
-
15
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006. Standar keselamatan tersebut
diantaranya adalah :
a. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak
diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi
-
16
melalui penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit .
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif
untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program
menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit
serta meningkatkan keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien.
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan keselamatan pasien secara jelas
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.
-
17
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
3. Tujuan Keselamatan Pasien
Berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) maka tujuan dari
keselamatan pasien adalah sebagai berikut :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
4. Insiden Keselamatan Pasien
Kegiatan perawatan medis tidak selalu dapat menghasilkan outcome
positif yang diharapkan namun dapat menghasilkan beberapa kemungkinan
outcome termasuk insiden keselamatan pasien. Kemungkinan outcome
tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini (Suharjo dan Cahyono, 2008).
-
18
Bagan 2. 1 Outcome Asuhan Medis
Sumber : Suharjo dan Cahyono (2008)
Berdasarkan bagan 2.1. dapat kita ketahui bahwa terdapat dua jenis
outcome dari asuhan medis yang diberikan yakni hasil positif dan hasil
negatif. Hasil positif berarti pasien mengalami kesembuhan atau perbaikan
dari kondisi sebelumnya sedangkan hasil negatif berarti pasien tidak sembuh
atau bahkan mengalami masalah kesehatan yang baru (Suharjo dan Cahyono,
2008). Hasil negatif yang diakibatkan kesalahan medis berupa cidera atau
kejadian tidak diharapkan.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691 terdapat 3 jenis insiden keselamatan pasien diantaranya adalah :
a. Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau adverse events adalah insiden
yang mengakibatkan cedera pada pasien (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011). Kejadian tidak diharapkan juga diartikan
sebagai cidera yang tidak dikehendaki atau komplikasi yang
menghasilkan kecacatan, kematian atau periode perawatan yang
diperlama. (Canadian Institute for Health Information, 2003).
-
19
Selanjutnya kejadian tidak diharapkan didefinisikan secara lebih
spesifik sebagai sebuah outcome merugikan bagi pasien, termasuk
cedera atau komplikasi dimana outcome tersebut berasal dari
manajemen medis yang diterima pasien dan bukan dari penyakit dasar
yang diderita oleh pasien (Wang dkk., 2014).
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau near miss adalah terjadinya
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera.
d. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
e. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian
atau cedera yang serius
D. Budaya Keselamatan Pasien
Budaya keselamatan merupakan salah satu bagian penting dari keseluruhan
budaya yang dianut dalam organisasi. Budaya keselamatan adalah produk dari
nilai individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang
menentukan komitmen untuk, dan gaya serta kecakapan dari manajemen
keselamatan dan kesehatan organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan
positif ditandai dengan komunikadi yang dibangun atas kepercayaan mutual,
dengan persepsi bersama terhadap pentingnya keselamatan dan dengan efikasi
dari pengukuran preventif (Advisory Committee on the Safety of Nuclear
Installations, 1993).
-
20
Budaya keselamatan juga didefiniskan sebagai lingkungan yang mendukung
dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan, melibatkan kepemimpinan
tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006). Konsep budaya
keselamatan pasien dikembangkan dari konteks budaya keselamatan di dunia
industri dimana budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai keyakinan, nilai,
perilaku, yang dihubungkan dengan keselamatan pasien dan dianut bersama oleh
tenaga kesehatan yang berada didalam ruang lingkup rumah sakit (Beginta, 2012).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka budaya keselamatan pasien
dapat diartikan sebagai keyakinan, nilai, perilaku yang mendukung keselamatan
pasien dan dianut oleh seluruh anggota organisasi kesehatan yang membentuk
lingkungan yang mendukung dilakukannya pelaporan, tidak saling menyalahkan,
melibatkan kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem. Budaya dalam
organisasi kesehatan merupakan hal yang penting dan menentukan proses
kemampuan pendeteksian serta penanganan kesalahan yang telah terjadi (Kohn
dan Corrigan, 1999).
1. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien
Pengukuran budaya keselamatan pada umumnya dilakukan pada tiap
individu kemudian dijadikan agregat pada tingkat yang lebih tinggi. Derajat
kesamaan persepsi pekerja terhadap budaya keselamatan itulah yang menjadi
kelebihan yang patut dipertimbangkan dari pengukuran budaya keselamatan
(Flin dkk., 2006).
Terdapat berbagai alat ukur untuk mengukur budaya keselamatan dengan
karakteristik organisasi dan dimensi budaya yang berbeda. Budaya
-
21
keselamatan pada dunia industri lain memiliki dimensi esensial berupa
komitmen manajemen terhadap keselamatan. Sedangkan dimensi yang
umumnya diukur pada tiap alat pengukuran budaya keselamatan di industri
adalah manajemen, sistem keselamatan, risiko, pressure pekerjaan,
kompetensi dan prosedur. Organisasi kesehatan sendiri mengembangkan
definisi dan/atau alat pengukuran budaya keselamatan pasien berdasarkan
literatur budaya keselamatan di industri (Flin dkk., 2006).
C Burns dan S Yulle dalam Flin dkk. (2006) menjabarkan dimensi
budaya keselamatan pasien yang paling umum diukur di rumah sakit adalah
manajemen, sistem keselamatan, persepsi risiko, tuntutan pekerjaan, pelaporan
atau pengungkapan, sikap atau perilaku keselamatan, komunikasi atau
feedback, kerjasama, sumber daya individu dan faktor organisasional. Berikut
ini adalah karakteristik dari tiap-tiap alat ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur budaya keselamatan pasien pada seluruh unit secara umum dan
tidak terfokus pada salah satu profesi tenaga kesehatan (Robb dan Seddon,
2010; Colla dkk., 2005).
-
22
Tabel 2. 1 Matriks Alat Ukur Budaya Keselamatan PasienMatriks Alat
Ukur Budaya Keselamatan Pasien
Karakteristik Nama Alat ukur
SLOAPS PSCHO VHA PSCQ HSOPS CSS
Pengembang IHI Singer, dkk Burr, dkk. AHRQ Weingart, dkk
Karakteristik umum alat ukur
Untuk diisi secara
individual
Tidak Ya Ya Ya Ya
Jumlah pertanyaan 58 45 112 44 34
Dimensi Yang Tercakup
Manajemen Ya Ya Ya Ya Ya
Kebijakan dan
prosedur
Ya Sebagian Ya Sebagian Tidak
Penyusunan staf Ya Sebagian Ya Ya Sebagian
Komunikasi Ya Ya Ya Ya Ya
Pelaporan Ya Ya Ya Ya Ya
Cronbachs Alpha - - 0.45-0.90 0.63-0.83 "Buruk"
Penggunaannya pada studi yang telah dilakukan sebelumnya
Perbandingan
dengan institusi lain
Tidak Ya Tidak Ya Ya
Korelasi dengan
pelaporan
Tidak Tidak Tidak Ya Ya
Sumber : Robb dan Seddon (2010); J.B. Colla (2005)
Dari matriks diatas dapat kita lihat masing-masing kelebihan dan kekurangan
dari seluruh alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur budaya keselamatan
pasien di rumah sakit secara umum. Instrumen pertama adalah SLOAPS yang
merupakan akronim dari Strategies for Leadership: An Organizational Approach
to Patient Safety dan merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh The Institute
of Healthcare Improvement (Inoue dkk.) yang dpat digunakan untuk mengukur
budaya keselamatan pasien pada tiap bagian di rumah sakit namun kelemahan dari
alat ukur ini adalah alat ukur ini tidak dapat mengukur budaya keselamatan secara
individual pada tiap tenaga kesehatan melainkan harus diisi oleh manajer tenaga
kesehatan yang telah senior (World Health Organization, 2009). Selain itu nilai
-
23
Cronbachs Alpha instrumen ini tidak diketahui sehingga tidak dapat
dibandingkan nilai realibilitas dan validitasnya.
PSCHO atau Patient Safety Cultures in Healthcare Organizations
merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Singer dkk. pada tahun 2003.
Secara umum matriks ini dapat mengukur seluruh dimensi yang umum terdapat
pada budaya keselamatan namun tidak didapatkan penelitian yang melakukan
pengukuran budaya keselamatan untuk dikaitkan dengan pelaporan karena
instrumen ini memang tidak memiliki outcome spesifik sehingga hanya dapat
menggambarkan budaya keselamatan secara umum. Selain itu nilai Cronbachs
Alpha dari instrumen juga tidak diketahui secara spesifik.
VHA-PSCQ atau Veterans Administration Patient Safety Culture
Questionnaire adalah instrumen yang dikembangkan oleh Burr dkk. pada tahun
2000 yang menjadi cikal bakal dari HSOPS. Jumlah pertanyaan instrumen ini
cenderung terlalu banyak bila dibandingkan dengan instrumen lainnya dengan
Cronbachs Alpha yang masih lebih rendah bila dibandingkan dengan HSOPS.
HSOPS atau Hospital Survey on Patient Safety merupakan pengembangan
dari VHA-PSCQ dan mencakup seluruh dimensi yang akan diukur dalam
penelitian ini. Nilai Cronbachs Alpha dalam instrumen ini juga tergolong lebih
tinggi. HSOPS juga memiliki dimensi outcome berupa pelaporan dan didukung
oleh database AHRQ yang dapat diakses. Alat analisa data HSOPS juga mudah
didapatkan yakni berupa aplikasi Hospital Survey on Patient Safety Culture Data
Entry and Analysis Tools (Agency for Healthcare Research and Quality, 2014).
HSOPS juga memiliki kriteria psikometrik spesifik yang lebih baik dibandingkan
-
24
instrumen lain karena telah dilakukan pengujian yang lebih sistematik pada
struktur internalnya (Flin dkk., 2006).
CSS atau Culture of Safety Survey adalah instrumen yang dikembangkan
oleh Weingart dkk. pada tahun 2004 untuk mengukur budaya keselamatan.
Instrumen ini cocok untuk digunakan di tiap unit di rumah sakit dan memiliki
jumlah item yang relatif lebih sedikit dibanding instrumen lain namun tidak
mencakup seluruh dimensi yang diinginkan dalam penelitian ini. Selain itu nilai
Cronbachs Alpha dari instrumen ini tidak diketahui dan hanya diberikan
statement bahwa nilai Cronbachs Alpha CSS berada pada kategori buruk.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa HSOPS lebih adekuat untuk
digunakan mengukur budaya keselamatan pasien dalam penelitian ini.
2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan AHRQ
Terdapat 3 aspek dimensi budaya keselamatan pasien berdasarkan AHRQ
(Stone dkk., 2006; Sorra dan Nieva, 2004) yakni dimensi budaya keselamatan
pasien pada tingkat unit, tingkat rumah sakit dan dimensi outcome keselamatan
yang dapat digambarkan dalam bagan berikut.
-
25
Bagan 2. 2 Bagan Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
Sumber : AHRQ dalam Sorra dan Nieva (2004)
Pada tingkat unit terdapat 7 aspek budaya keselamatan pasien yang dapat
diukur diantaranya adalah :
a. Tindakan promotif keselamatan oleh manajer (kepemimpinan)
Kepemimpinan memegang peran penting dalam pelaksanaan
manajemen keselamatan yang efektif, mulai dari pemimpin tim hingga
middle-manager (seperti contohnya kepala unit rumah sakit) pada tingkat
taktis pelaksana maupun top-level manager (seperti contohnya manajer
senior rumah sakit) pada tingkat perencanaan strategis. Perhatian
terhadap kepemimpinan dan outcome keselamatan ditunjukkan dengan
banyaknya penelitian yang meneliti kepemimpinan baik pada sikap,
perilaku maupun gaya kepemimpinan (World Health Organization,
Tingkat Unit Tindakan promotif keselamatan
oleh manajer/supervisor
Perbaikan berkelanjutan Kerjasama dalam rumah sakit Keterbukaan komunikasi Umpan balik dan komunikasi
terkait kesalahan yang terjadi
Respon yang tidak menyalahkan Penyusunan staf
Tingkat Rumah Sakit Dukungan manajemen rumah sakit
terhadap budaya keselamatan
pasien
Kerjasama antar unit di rumah sakit
Serah terima dan transisi pasien
dari unit ke unit lain
Outcome Keselamatan Persepsi keselamatan
secara keseluruhan
Frekuensi kejadian yang dilaporkan
Tingkat Keselamatan pasien pada unit
Jumlah kejadian yang dilaporkan
-
26
2009). Katz-Navon (2005) dalam WHO (2009) menyatakan bahwa ketika
keselamatan betul-betul diprioritaskan oleh manajer maka terjadi
penurunan jumlah kesalahan medis yang terjadi di unit rumah sakit
tersebut.
Senior manager perlu menunjukkan komitmen mereka terhadap
keselamatan dengan mengunjungi bangsal perawatan dan hal ini terbukti
berpengaruh terhadap budaya keselamatan pada tenaga perawat (Thomas
dkk., dalam WHO, 2009). Pendekatan lainnya adalah dengan
memberikan feedback terhadap komitmen tenaga kesehatan pada
keselamatan pasien. Sedangkan middle-manager harus terlibat langsung
dalam inisiatif keselamatan di unit terkait serta terus menekankan kepada
tenaga kesehatan bahwa keselamatan lebih penting daripada
produktivitas (World Health Organization, 2009).
b. Organizational learning-perbaikan berkelanjutan
Organizational learning adalah kegiatan proaktif yang dapat
menciptakan serta mentransfer pengetahuan dalam nilai-nilai organisasi
kesehatan (Kreitner dan Kinicki, 2007). Rumah sakit haruslah menjadi
organisasi pembelajar agar dapat melakukan perbaikan berkelanjutan
pada sistem keselamatan dan kesehatan.
Konsep learning organization merupakan konsep yang penting
dalam mendukung upaya penerapan dan peningkatan program
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit. Dengan adanya aspek
organizational learning yang baik maka diharapkan akan terjadi
-
27
perbaikan yang berkelanjutan sehingga tercipta budaya keselamatan
pasien yang baik.
c. Kerjasama dalam rumah sakit
Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yg dilakukan oleh beberapa
orang baik dalam berupa lembaga, pemerintah atau organisasi untuk
mencapai tujuan bersama (Setiawan, 2014) Kerjasama dalam rumah sakit
merupakan aspek penting dalam tiap organisasi karena banyak pekerjaan
yang melibatkan banyak orang dalam pelaksanaannya. Hal tersebut juga
berlaku di rumah sakit dimana hampir semua pelayanan kesehatan yang
diberikan melibatkan tenaga kesehatan dalam kelompok interdisiplin
(WHO, 2009).
Kerjasama tim dalam rumah sakit merupakan aspek krusial yang
harus dikembangkan untuk memastikan keselamatan pasien. Schaefer
dkk. dalam WHO (2009) menyatakan bahwa 70-80% kesalahan medis
yang terjadi merupakan akibat buruknya komunikasi dan pengertian
dalam tim.
d. Keterbukaan komunikasi
Keterbukaan komunikasi diwujudkan dengan adanya komunikasi
efektif yang menyeluruh mengenai hal-hal yang terjadi dan terkait
keselamatan pasien pada saat serah terima maupun pada saat briefing.
Keterbukaan komunikasi akan lebih baik jika terdapat pendekatan
standarisasi komunikasi mengenai hal-hal apa yang wajib
dikomunikasikan kepada rekan sejawatnya. Karena komunikasi yang
-
28
buruk saat serah terima akan menyebabkan kurang atau hilangnya
informasi pasien yang penting pada rekan sejawatnya yang berikutnya
akan menangani pasien tersebut.
Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan
keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien
berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kesalahan
medis. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif dicirikan oleh
komunikasi saling percaya, oleh persepsi bersama pentingnya
keselamatan, dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah
pencegahan (The comission of patient safety and quality assurance of
Irlandia, 2008).
e. Umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang terjadi
Menurut The Joint Commission dalam White (2013) kegagalan
komunikasi adalah faktor utama dan terpenting dari terjadinya kesalahan
medis di rumah sakit karena tenaga kesehatan dapat meminimalisasi
kesalahan medis atau kondisi potensial kesalahan medis di rumah sakit
yang sebelumnya dihadapi oleh rekan sejawat dalam timnya. Kegagalan
komunikasi seringkali merupakan kombinasi keteledoran manusia dan
kegagalan sistem yang laten dalam sistem keselamatan dan kesehatan
kerja di rumah sakit.
Ketiadaan atau minimnya umpan balik terkait kesalahan medis yang
terjadi juga merupakan salah satu kegagalan komunikasi. Lederman
(2013) menyatakan bahwa perawat dan dokter seringkali tidak
-
29
melaporkan kesalahan medis yang terjadi akibat ketiadaan umpan balik
yang mereka dapatkan dari kegiatan pelaporan yang telah mereka
lakukan. Ketika tenaga kesehatan telah meluangkan waktunya untuk
melakukan pelaporan disaat mereka seharusnya bisa melakukan kegiatan
lain, tenaga kesehatan menginginkan adanya outcome positif.
f. Respon yang tidak menyalahkan
Respon yang tidak menyalahkan baik dari manajemen maupun rekan
sejawat atas pelaporan kesalahan medis yang terjadi dibutuhkan untuk
dapat mendukung adanya budaya pelaporan kesalahan medis yang
efektif. Karena hingga saaat ini ketakutan akan adanya penyalahan
individu yang melakukan pelaporan masihlah menjadi faktor penghambat
pelaporan kesalahan medis di rumah sakit.
Lingkungan yang tidak menyalahkan diperlukan untuk menghindari
adanya under-reporting dalam pelaporan kesalahan medis. Lingkungan
dengan respon yang tidak menyalahkan tersebut dapat dibangun dengan
melakukan pendekatan sistem dimana tenaga medis melaporkan
kesalahan medis dengan berfokus pada outcome yang dihasilkan pada
kesalahan medis tersebut dan tidak berfokus pada siapa yang
melakukannya (Kachalia dan Bates, 2014).
g. Penyusunan staf
Doughlas dalam Beginta (2012) menjelaskan bahwa staffing atau
penyusunan staf adalah proses menegaskan pekerja yang ahli untuk
mengisi struktur organisasi melalui seleksi dan pengembangan personel.
-
30
Selain itu penyusunan staf juga didefinisikan sebagai proses menetapkan
orang-orang yang akan menduduki posisi tertentu didalam organisasi
atau dengan kata lain pemilihan penempatan tenaga kerja sesuai dengan
keterampilannya (Siswandi, 2011). Dengan adanya penyusunan staf
maka diharapkan jumlah dan keterampilan yang dimiliki setiap perawat
sesuaai dengan kebutuhan dan beban kerja di tiap unit rumah sakit.
Kesesuaian jumlah tenaga kesehatan dengan beban kerja atau
kebutuhan di tiap unit akan berpengaruh terhadap kinerja tenaga
kesehatan dalam meningkatkan keselamatan pasien. Aiken dkk. dalam
Beginta (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan langsung antara
penyusunan staf pada perawat dan keselamatan pasien.
Pada tingkat rumah sakit terdapat 3 aspek budaya keselamatan pasien yang
dapat dinilai, diantaranya adalah :
a. Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien
Dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan dapat dilihat
dengan ada atau tidaknya sistem keselamatan pasien di dalam rumah
sakit tersebut. Sistem keselamatan pasien sendiri dapat mendukung
terciptanya iklim kerja yang mendukung keselamatan pasien di rumah
sakit. Dukungan manajemen juga dapat dilihat dari kebijakan manajemen
rumah sakit yang menunjukkan bahwa keselamatan pasien dijadikan
prioritas di rumah sakit tersebut (Rosyada, 2014).
-
31
b. Kerjasama antar unit di rumah sakit
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan
dari berbagai unit yang ada dalam lingkup rumah sakit tersebut.
Kerjasama antar unit menunjukkan sejauh mana kekompakkan dan
kerjasama tim lintas unit atau bagian dalam melayani pasien (Rosyada,
2014). Kerjasama antar unit yang positif dapat dilihat ketika suatu unit
membutuhkan bantuan maka unit lainnya dalam rumah sakit tersebut
akan memberikan bantuan kepada unit tersebut.
c. Serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain.
Transisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peralihan
dari keadaan (tempat, tindakan dan sebagainya) kepada keadaan yang
lain. Dalam ruang lingkup keselamatan pasien rumah sakit, transisi dapat
diartikan sebagai peralihan dari satu unit ke unit lainnya.
Kegiatan serah terima dan transisi pasien merupakan dua jenis
kegiatan yang sangat rawan menghasilkan kesalahan medis karena
adanya informasi yang terlewat dan tidak tersampaikan pada rekan
sejawat yang bertugas selanjutnya. Selain informasi yang tidak
tersampaikan, pada kegiatan ini juga rentan terjadi kesalahan medis
seperti terjatuhnya pasien saat pemindahan pasien.
-
32
Sedangkan keluaran atau outcome dari budaya keselamatan pasien
berdasarkan AHRQ terdiri dari 4 aspek yang dapat dinilai diantaranya adalah :
a. Persepsi keselamatan secara keseluruhan
Persepsi keselamatan secara keseluruhan merupakan dimensi yang
merangkum persepsi keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan secara
keseluruhan di rumah sakit tersebut. Dimensi ini mencakup keselamatan
pasien di seluruh unit tanpa kecuali.
b. Frekuensi pelaporan kejadian
Frekuensi pelaporan kejadian adalah persepsi tenaga kesehatan
tentang seberapa sering ia dan rekan sejawatnya membuat laporan
berupa kesalahan medis baik yang sudah terjadi ataupun tidak terjadi
serta baik mencelakai ataupun tidak mencelakai pasien.
c. Tingkat keselamatan pasien
Tingkat keselamatan pasien adalah persepsi tenaga kesehatan
terhadap tingkat keselamatan pasien di rumah sakit tersebut dari rentang
sangat baik hingga sangat buruk.
d. Jumlah kejadian yang dilaporkan
Jumlah kejadian yang dilaporkan merupakan dimensi yang
menjelaskan jumlah laporan yang dibuat oleh tenaga kesehatan dalam 12
bulan terakhir.
-
33
E. Rumah Sakit
Republik Indonesia (2009b) menyatakan bahwa rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Republik Indonesia (2009b) juga mengelompokkan rumah sakit berdasarkan
jenis pelayanan yang diberikan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada
satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
a. Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain dan 13 (tiga
belas) subspesialis.
-
34
b. Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain dan 2
subspesialis dasar.
c. Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
spesialis dasar dan 4 spesialis penunjang medik
d. Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
spesialis dasar.
2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
a. Rumah sakit khusus kelas A
Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b. Rumah sakit khusus kelas B
Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
-
35
pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
c. Rumah sakit khusus kelas C
Rumah sakit khusus kelas C adalah rumah sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal.
F. Analisis Kesesuaian Uji Hipotesis
Uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi. Uji
hipotesis jenis ini merupakan jenis uji hipotesis yang diperuntukkan untuk data
variabel dependen dan independen yang berjenis numerik. Seluruh data yang akan
dihasilkan dari penelitian ini bersifat numerik dan oleh karena itu peneliti
menggunakan uji korelasi untuk melihat ada atau tidaknya korelasi dan keeratan
korelasi diantara kedua variabel tersebut.
G. Kerangka Teori
Berdasarkan seluruh teori yang dipaparkan maka dapat disusun skema
kerangka teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan
kesalahan medis oleh tenaga kesehatan.
-
36
Bagan 2. 3 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Waters (2012); AHRQ (2004); Wolf dan Hughes (2005);Winsvold
Prang dan Jelsness-Jrgensen (2014); White dan Gallagher (2013); Lederman
dkk. (2013); 7Waters dkk. (2012); Sinicki dkk. (2013);
Williams dkk. (2013); El-
Jardali dkk. (2011)
-
37
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya maka
kerangka konsep yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
Pada kerangka konsep ini seluruh dimensi budaya keselamatan yang
terdiri dari 10 dimensi diteliti. Dimensi budaya keselamatan pasien
berdasarkan AHRQ terdiri dari tindakan promotif keselamatan oleh
manajer/supervisor, perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam rumah sakit,
keterbukaan komunikasi, umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang
terjadi, respon yang tidak menyalahkan, penyusunan staf, dukungan
Budaya Keselamatan Pasien
Tindakan promotif keselamatan oleh manajer/supervisor
Perbaikan berkelanjutan
Kerjasama dalam rumah sakit
Keterbukaan komunikasi
Umpan balik dan komunikasi terkait kesalahan yang terjadi
Respon yang tidak menyalahkan
Penyusunan staf
Dukungan manajemen rumah sakit terhadap budaya keselamatan pasien
Kerjasama antar unit di rumah sakit
Serah terima dan transisi pasien dari
unit ke unit lain
Persepsi
Pelaporan
Kesalahan
Medis Oleh
Tenaga
Kesehatan
-
38
manajemen terhadap upaya keselamatan pasien, kerjasama antar unit di rumah
sakit serta serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain.
Variabel kesempatan belajar (learning opportunity) tidak diteliti karena
dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya keselamatan
pasien yakni dimensi perbaikan berkelanjutan. Keduanya sama-sama
menjelaskan bagaimana adanya pelaporan kesalahan medis dipandang sebagai
upaya pembelajaran baik bagi tenaga kesehatan maupun bagi pihak
manajemen.
Variabel sikap proaktif keselamatan pasien tidak diteliti karena upaya
dan sikap proaktif keselamatan pasien sudah dapat diteliti melalui salah satu
dimensi budaya keselamatan pasien yakni tindakan promotif keselamatan oleh
manajer. Keduanya sama-sama menjelaskan sikap proaktif individu terhadap
keselamatan pasien hanya saja pada dimensi tindakan promotif keselamatan
oleh manajer juga menjelaskan tentang respon manajer atau supervisor
terhadap sikap proaktif keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan.
Variabel adanya kewajiban profesi tidak diteliti karena populasi
penelitian ini adalah pada dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang
memungkinkan adanya data homogen. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lain merupakan tenaga kesehatan yang secara etik memang memiliki
kewajiban untuk melakukan pelaporan apabila terjadi kesalahan medis kepada
pihak berwenang di rumah sakit (Ghazal dkk., 2014).
Standar operasional prosedur yang berlaku di masing-masing rumah sakit
tidak diteliti karena keduanya bersifat homogen di masing-masing rumah
-
39
sakit. Standar operasional prosedur berlaku secara keseluruhan di tiap unit
pada masing-masing rumah sakit.
Variabel kurangnya feedback dan dukungan manajemen tidak diteliti
karena sudah dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya
keselamatan pasien yakni dimensi umpan balik dan komunikasi terkait
kesalahan yang terjadi serta dimensi dukungan manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien.
Variabel budaya yang menyalahkan tidak diteliti karena sudah dapat
diteliti melalui salah satu dimensi budaya keselamatan pasien yakni dimensi
respon yang tidak menyalahkan. Keduanya menjelaskan tentang ada atau
tidaknya respon yang menyalahkan terkait pelaporan yang mereka lakukan.
Variabel waktu yang dibutuhkan untuk melapor tidak diteliti karena
keduanya bersifat homogen di masing-masing rumah sakit. Hal ini berkaitan
dengan penerapan standar operasional prosedur yang sama di seluruh unit
pada masing-masing rumah sakit.
Derajat keparahan cidera tidak diteliti dalam penelitian ini karena dapat
digambarkan melalui variabel persepsi pelaporan kesalahan medis yang juga
menggambarkan kemauan melapor pada saat terjadi kesalahan baik yang
menghasilkan cidera atau yang tidak menghasilkan cidera.
-
40
B. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis
1 Persepsi pelaporan kesalahan
medis
Persepsi tenaga kesehatan terhadap pelaporan
kesalahan medis di rumah sakit masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Univariat :
Rendah apabila
persentase 14%-
42,7%
Sedang apabila
persentase
42,8%- 71,4%
Tinggi, apabila
persentase
71,5%- 100%
Bivariat : Total
skor
Kuesioner Ordinal
untuk
univariat
dan Rasio
untuk
Bivariat
Budaya Keselamatan Pasien
2 Dimensi 1. Tindakan
promotif keselamatan oleh
manajer
Persepsi tenaga kesehatan tentang respon positif
yang diberikan atasan terhadap tindakan yang
dilakukan tenaga kesehatan yang mendukung
keselamatan pasien di unit kerja masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
3 Dimensi 2. Organizational
learning perbaikan
Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya budaya
pembelajaran dalam organisasi dimana kesalahan
Responden
diminta
Persentase respon
positif untuk
Kuesioner Rasio
-
41
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
berkelanjutan dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran dalam
rangka perbaikan berkelanjutan di unit dalam
rumah sakit masing-masing.
mengisi
kuesioner
univariat dan total
skor untuk bivariat
4 Dimensi 3. Kerjasama dalam
unit rumah sakit
Persepsi tenaga kesehatan tentang sikap dan
kerjasama antar individu di unit dalam rumah sakit
masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
5 Dimensi 4. Keterbukaan
komunikasi
Persepsi tenaga kesehatan tentang kebebasan
menyampaikan pendapat terkait keselamatan
pasien di dalam unit pada rumah sakit masing-
masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
6 Dimensi 5. Umpan balik dan
komunikasi tentang
kesalahan medis yang terjadi
Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya
pemberian informasi tentang kesalahan medis yang
terjadi, pemberian umpan balik perubahan yang
dilakukan dan adanya diskusi pencegahan
kesalahan medis di dalam unit pada rumah sakit
masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
7 Dimensi 6. respon yang
tidak menyalahkan
Persepsi tenaga kesehatan bahwa kesalahan medis
yang mereka lakukan dan atau laporan yang
mereka berikan tidak dijadikan bahan untuk
menyalahkan diri mereka dalam unit pada rumah
sakit masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
-
42
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
8 Dimensi 7. Penyusunan staf Persepsi tenaga kesehatan tentang kesesuaian
jumlah tenaga kesehatan dengan beban kerja yang
ada dan kesesuaian jam kerja yang ditentukan
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
optimal untuk pasien di dalam unit pada rumah
sakit masing-masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
9 Dimensi 8. Dukungan
manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien.
Persepsi tenaga kesehatan tentang dukungan yang
diberikan oleh manajemen rumah sakit masing-
masing kepada mereka dalam meningkatkan
keselamatan pasien.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
10 Dimensi 9. Kerjasama antar
unit di rumah sakit
Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya
kerjasama dan kordinasi yang baik antar unit
rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang adekuat di rumah sakit masing-
masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
11 Dimensi 10. Serah terima
dan transisi pasien dari unit
ke unit lain
Persepsi tenaga kesehatan tentang alur informasi
pasien yang penting pada saat kegiatan serah
terima dan trnasfer pasien di rumah sakit masing-
masing.
Responden
diminta
mengisi
kuesioner
Persentase respon
positif untuk
univariat dan total
skor untuk bivariat
Kuesioner Rasio
-
43
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep dan definisi operasional diatas maka
hipotesis penelitian ini adalah : Terdapat korelasi antara budaya keselamatan
pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di
masing-masing Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2015.
Sedangkan sub-hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Ada korelasi antara dimensi tindakan promotif keselamatan oleh
manajer dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga
kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
b. Ada korelasi antara dimensi organizational learning perbaikan
berkelanjutan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga
kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
c. Ada korelasi antara dimensi kerjasama dalam unit rumah sakit dengan
persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah
Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
d. Ada korelasi antara dimensi keterbukaan komunikasi dengan persepsi
pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X
dan Y Jakarta Tahun 2015.
e. Ada korelasi antara dimensi umpan balik dan komunikasi terkait
kesalahan yang terjadi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
-
44
f. Ada korelasi antara dimensi respon yang tidak menyalahkan atas
kesalahan yang terjadi dengan persepsi pelaporan kesalahan medis
oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
g. Ada korelasi antara dimensi manajemen sumber daya manusidengan
persepsi pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di Rumah
Sakit X dan Y Jakarta Tahun 2015.
h. Ada korelasi antara dimensi dukungan manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan