kortikosteroid ditinjau dari aspek endokrinologi
TRANSCRIPT
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
. ,\
yang terbanyak dijumpai adalah infeksi kurnan tuberkulosa,
sedangkan trombosis, emboli, neoplasma, dan reaksi otoimun
jarang ditemukan. Gejala klinik timbul dengan lambat, yang
terdiri atas badan mengurus dan lemah, hipotensi, dan
hiperpigmentasi. Pemeriksaan laboratorium menggambarkan
(a) penurunan kadar kortisol dan aldosteron dalam darah
beserta metabolit-metabolitnya dalam urine, sedangkan (b)
ACTH kadarnya dalam darah meningkat. Di samping itu
didapatkan (c) penurunan kadar glukosa, protein, lekosit dan
natrium darah, (d) timfoslt. lekosit eosinofil dan kalium
kadarnya meningkat.
Penanggulangan penyakit Addison pada dasarnya terdiri
atas 2 cara penqobatah yaitu (a) diit tinggi natrium dan (b)
substitusi hormonal untuk mencukupi fungsi glukokortikoid dan
mineralokortikoid (5)
ARTIKEL
PENGGUNAAN KORTIKOSTEROIDDALAM KLINIK DITINJAU DARIBIDANG ENDOKRINOLOGI
Darmono
Sub Bagian Endokrinologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Undip/RS. Dr. Kariadi, Semarang
Pendahuluan
K0rtikosteroid dipergunakan di dalam klinik untuk
berbagai tujuan terapi, baik sebagai substitusi .pad~
insufisiensi korteks adrenal maupun sebaqai anti
inflamasi dan imunosupresif. Dengan berkembangnya ilmu
kedokteran, makin banyak preparat kortikosteroid diperguna-
kan sebagai terapi berbagai penyakit, dan makin banyak
pula masalah-masalah yang dijumpai sebagai akibat dari
pengaruh sampingan yang terjadi. Berbagai upaya peng-
obatan dalam klinik yang makin banyak melibatkan korti-
kosteroid, perlu mendapat tanggapan mengenai indikasi,
kontra indikasi, dan cara pengobatan yang rasional, untuk
mencapai hasil maksimal dan menghindari timbulnya
pengaruh sampingan (5.6,8).
Kortikosteroid Sebagai Terapi SubstitusiIndikasi pemberian kortikosteroid sebagai terapi
subtitusi tidak begitu banyak dibandingkan dengan pe-
makaiannya sebagai anti inflamasi dan irnenosupreslf. Na-
mun demikian, tidak bolehdiabaikan bahwa terapi subs-
titusi sangat vital artinya bagi para penderita insufisiensi
adrenal, yang tergantung pada kortikosteroid sepanjang
hidupnya (2,5.9). Berdasarkan pengalaman klinik khususnyadalam bidang endokrinologi, pembahasan dalam rnakalah
ini dibatasi pada dua gejala insufisiensi adrenal, yaitu (a)
Penyakit Addison yang bersifat kronik progresif, dan (b)
krisis adrenal yang berlanqsunq akut yang merupakan
keadaan gawat darurat.
A . Substitusi Kortikosteroid Pada Penyakit
Addison
Penyakit Addison atau insufisiensi korteks adrenal primer
adalah penurunan produksi glukokortikoid dan minera-
lokortikoid yang disebabkan oleh destruksi korteks adrenal
yang berlangsung kronik progresif. Di Indonesia penyebab
Terapi DiitBerkurangnya produksi mineralokortikoid pada penderita
penyakit Addison mengakibatkan penurunan kadar natrium
darah. Berdasarkan potogenesis tersebut, dalam pengaturan
diit penderita sehari-hari perlu ditambahkan natrium dalam
bentuk garam dapur, atau tablet NaCI yang sewaktu-waktu
dapat ditelan jika penderita merasa ternan (5)
Terapi Substitusi Hormonal
Tujuah mencukupi fungsi glukokortikoid dalam tubuh,
kepada penderita dapat diberikan tablet hidrokortison 20 mg
pagi dan sore, atau tablet kortison asetat 25 mg pagi dan 12,5 .
mg sore, Untuk substitusi mineralkokortikoid diberikan tablet
kortison 0,05-0,1 mg perhari (5)
B. Substitusi Kortikosteroid Pada Krisis Adrenal
Krisis adrenal atau insufisiensi adrenal akut adalah
keadaan gawat darurat akibat kekurangan kortisol dan
aldosteron bark relatif maupun absolut. Biasanya terjadi pada
4DEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 1996
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
Siabil isasi _ ___ Menurunnya kadar
Vaskuler 1 imuncglcbulin & komplemen
I I
1 :, 1 ..._ ____ '
Menghambal --, ::
alrumulasi : Anti Inflamasi I 'lekasit I ] 1 Limfositoperli &
, " monositopeni, I I
r-------I---· l rI r 1 1--.... I
Menghambal - - -. r 1 1 1
rungsi lekosit 1-,-,- r~__- - - --_ J : 1
, I 1 1 I 1, t" I ! Meoekanlungsi
1 I' ' limfos]! & monosi!
Monosilopeni & , _ J . : ' I :
eosinopeni 1 1 : lmunosupresif I r1 I I 1
1 II I '1 1 , , - - - - - - - - - - - . . . .
Menekan~iSlamin-.J! '-------I----J
medialed reaction 1 :
ARTIKEL
kasus insufisiensi adrenal kronik yang dipacu oleh faktor
presipitasi antara lain (a) infeksi akut, (b) emboli, (c) trombosis
dan (d) perdarahen. Gejala klinik secara akut berupa (a) panastinggi, (b) badan sangat lemah (c) hipotensi berat sampai de-
ngan syok dan (d) koma. Pemeriksaan labatorium meng-
gambarkan (a) kadar kortisol darah rendah, (b) lekositosis,
(c) hiperkalemia dan (d) peningkatan jumlah eosinofil.
Pengobatan krisis adrenal harus segera dilakukan tanpa
memandang waktu untuk mengetahui penyebabnya, dengan
(a) pertolongan cepat untuk menanggulangi dehidrasi dan
syok, (b) pemberian kortisol dan aldosteron dosis tinggi, baru
menyusul terapi terhadap penyebabnya yang pada umumnya
adalah keadaan akut yang berat (5),
1,Terapi RehidrasiRehidrasi diusahakan dengan memberikan cairan glukosa
5 persen dan NaCI fisiologik 1 liter dalarn 1-2 jam pertama,
dilanjutkan dengan 1 literdalam 3-4 jam berikutnya. Pemberian
calran dapat diperhitungkan lebih cermat dengan rumus
sebagai berikut (5):
K hil . _ Tek. Osm. (Pendenta) - Tek. Osm. (Nonmal)e 1angan ca iran - --------------~---xCairantubuh
Tek.Osm. (Normal)
Cairan 'ubuh = beral badan (Kg) x 0,6
Tekanan osmose plasma dihilung dengan osmometer atau dengan rumus:
2. Terapi Substitusi HormonalStres berat pada orang normal dapat memacu sekresl
kortisol sarnpal dengan sepuluh kali kadar basal. Pada
krlsis adrenal diberikan terapi 'soluble cortisol' misalnya
hidrokortison suksinat 50-100 mg intra vena setiap 2-4 jam
pada hari pertama, dilanjutkan dengan suntikan intra mus-
kuler 50 mg setiap 12 jam. Bila taktor pencetus telah ter-
kendall dan tampak perbaikan klinik, dosis dapat diturunkan
20-30 persen setiap hari sampai dengan dosis pemelihara-an sebesar 30-40 rnq/har]. Selanjutnya bila keadaan umum
penderita tetap stabil, substitusi dapat diganti dengan pem-
berlan oral.
Setelah dosis pemeliharaan kortisol dicapai, diikuti dengan
pemberian subsitusl aldosteron peroral dengan tablet
f1uorokortison 0,1 mglhari.
Hiperkalemia berat dapat terjadi pada krisis adrenal,
dengan akibat timbulnya aritmia jantung yang menyebab-
kan kematian. Pemberian cairan dan kortisol seperti yang
diuraikan di atas, dapat mengatasi gangguan elektrolit ter-
sebut. Namun bila kadar kalium mencapai lebih dan 6,5 meql
I, per1udiberikan suntikan intra vena sodium bikarbonat 50-100 meq (51 .
Kortikosteroid Sebagai Anti Inflamasi, Dan
Imunosupresif
Potensi anti inflamasi dan irnunosupresitdari kortikosteroiddapat digambarkan secara garis besar sebagai berikut (6):
1
I1
Meourunnya - - - - - -.!komponen kornplernen
,: - - - __ Menghambal komplekl t imun
melewa1i membrana basalis
Reaksi inflamasi adalah proses kompleks yang melibatkan
berbagai macam sel mediator, enzlm, dan respons vaskuler.
Kortikosteroid menekan reaksi inflamasi dengan berbagai
jalan seperti tertera pada gambar di atas. Migrasi lekosit ke
daerah inflamasi adalah kejadian awal dari reaksi inflamasi
dan kortikosteroid mempunyai potensi menghambat aku~
mulasi lekosit tersebut. Lekosit yang datang di daerah infla-
rnasl mengakibatkan lepasnya enzim intraseluler lisosom,
yang rnerusak jaringan di sekitarnya. Kortikosteroid meng-
hambat lepasnya lisosom, sehingga secara tidak langsung
dapat mencegah kerusakan jaringan (6).
Dengan melihat skerna fungsi kortikosteroid di atas, dapat
dijelaskan bahwa kortikosteroid memitiki potensi anti inflamasi
dengan jalan (a) mencegah migrasi sel-sel inflamasi, (b)
menekan fungsi sel-sel tersebut di daerah inflarnasi, dan (c)
menekan respons inflamasi dan komponen non-seluler 16)
Berdasarkan pemikiran tersebut, diambil kesimpulan bahwa
pemberian kortikosteroid dengan dosis adekuat bennanfaat
sebaqai anti inflamasi dan imunosupresif. Sebagai penerapan
dari pendapat tersebut, maka preparat kortikosteroid makin
banyak dipakai untuk terapi berbagai penyakit yang mem-
punyai dasar intlarnasl dan imunologi (6,9),
Penyakit-penyakit yang banyak dijumpai di dalam klinik
yang memberikan respons terhadap kortikosteroid dlantara-
nya adalah (6):
DEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 19965
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
potensi glukokortikoid dan mineralokortikoid dalam beberapa
preparat (9).
ARTIKEL
a. Asma bronkiale.
b. Reaksi-reaksi alergi.
c. Penyakit kolagen (lupus eritematosis sistemik, artritisreumatoid).
d. Sindroma nefrotik.
e. Penyakit-penyakit granulomatosa non infeksi (sarkoldosis).
r. Reaksi penolakan organ-organ transplantasi.
Skema di atas memberikan gambaran bahwa limfosit dan
monosit memegang peranan penting dalarn proses imuno-
logik. Potensi kortikosteroid sebagai imunosupresif yang mem-
punyai arti penting dalam klinik adalah mengurangi jumlah
dan rnenekan fungsi limfosit baik dalam slrkulasi maupun di
daerah lesi imunologik. Namun untuk mencapai potensi ter-
sebut dibutuhkan kadar yang cukup tinggi atau di atas kadar
fisiologik (613) Mekanisme kortikosteroid menekan reaksi imu-nitas humoral belum dapat dijelaskan dengan tuntas, namun
beberapa penelitian rnernbuktikan bahwa (a) pernberian metil
prednisolon selama 5 han dapat menurunkan kadar imuno-
globulin pada orang normal, dan (b) kortikosteroid mengham-
bat lewatnya kompleks imun menembus membrana basalis (6).
Pandangan Endokrinologi Klinik Terhadap
Penggunaan KortikosteroidReseptor glukokortikoid terdapat pad a hampir semua sel
dalam tubuh, adapun reseptor steroid yang lain misalnya es-
trogen dan androgen, terdistribusi lebih terbatas. Molekul ste-
roid diterima oleh sel target melalui proses difusi dan dengancepat terikat oleh reseptor protein spesifik intra seluJer. Ste-
roid-reseptor kompleks selanjutnya mengalami translokasl ke
arah nukleus, kemudian teriadi ikatan dengan 'deoxyribo-
nucleic acid' (DNA) dan khromatin, memacu sintesis 'mes-
senger ribonucleic acid (mRNA), dan sintesis protein (enzim)
yang merupakan mediator dari efek hormon steroid (12l.Pengobatan kortikosteroid sebagai anti inflamasi dan
imunosupresif makin dirasakan manfaatnya, di samping
timbulnya gangguan mekanisme fisiologik umpan balik antara
hipotalamus - hipofisis - adrenal, serta berbagai pengaruh
sampingan yang lain. Berkaitan d,engan persoalan tersebut,
dalam klinik dibicarakan berbagai aspek penggunaan
kortikosteroid antara lain (a) dosis dan cara pengobatan, (b)
waktu dan interval pemberian obat, (c) potensi preparat yang
diberikan, (d) janqka waktu bekerjanya obat, dan (e) retensi
garam. Dalam bidang farmasi pada waktu ini sudan banyak
diproduksi obat-obat steroid yang makin efektif, tetapi pada
umumnya masih tercampur aktifitas biologik dan glukokortikoid
dan mineralokortikoid denqan berbagai perbandingan potensi.
Dengan pertimbangan tersebut, dipandang perlu untuk
mengenallebih dahulu suatu preparat kortikosteroid sebelum
dipergunakan untuk disesuaikan dengan tujuan pengobatan
dan menghindari timbulnya pengaruh sampingan (56.9)
Sebagai pedoman klinik yang praktis, dapat dipergunakan
tabel di bawah lni, yang menggambarkan perbandingan
Preparat Aktivitas Aktivitas
Glukokortikoid Mineralokortikoid
Kortisol
Kortison 0,7 0,7
Korti kosteron 0,2 2
11-0eoksikortikosteron 0 20
Aldosleron 0,1 400
Fluorokortison 10 400
Prednison 4 0,7
Predisolon 4 0,7
Oeksametason 30 2
Triamsinolon 3 0
6-A Ifa-metilpred nisolon 5 0,5
Pada umumnya preparat steroid dibuat dengan proses
esterifikasi yang menggunakan bermacam-macam bahan
untuk meningkatkan kelarutan. Bagi preparat yang diberikan
peroral dan intra vena hal ini tidak begitu berpengaruh
terhadap bioaktifitas, oleh karena pada umumnya preparatsteorid cepat mengalami hidrolisa. Namun bagi preparat
topikal dan suntikan -intra rnuskuler, berbagai ikatan ester
penting artinya bagi absorbsi obat (12).
Ikatan esterdari beberapa macam preparat kortikosteroid
memberikan perbedaan waktu absorbsi dengan konsekuensi
berneda pula jangka waktu bekeqanya, bila disuntikkan ekstra
vaskuler. Preparat yang mengalami absorbsi lambat, ideal
bagi penderita yang membutuhkan obat dengan periode ke~a
yang lama dan kadarnya tidak tinggi dalam sirkulasi, begitu
pula sebaliknya. Oi bawah ilil dapat dilihat tabel dari beberapa
rnacarn ikatan asam dan jangka waktu absorbsi preparat
kortikosteroid (9l.
Ikalan Asam Jangka Waktu Absorbsi
Suksinat Menit - Jam
Fosfat Menit - Jam
Asetat Hari - Minggu
Diasetat Hari - Minggu
Heksasetorid Minggu
Pifalat Minggu
6OEXA MEDIA, No, 1, Vol. 9, Januari - Maret 1996
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
potensinya. Pendapat tersebut berdasar pada pengertian,
bahwa dosis tunggal pagi hari antara jam 06.00 - 08.00 tidak
atau sedikit mempengaruhi irama sirkadlan kortisol, oleh ka-rena obat tersebut tidak bertahan lama dalarn tubuh sehing-
ga tidak cukup poten untuk menekan sekresi ACTH. Yang
ideal adalah menekan aktifitas penyakit dengan tetap rnern-
pertahankan irama sirkadianldiurnal dari kortisol. Konsep ter-
sebut dapat dilaksanakan dengan pemberian kortikosteroid
'short acting' dosis tunggal pagi nan secara bergantian atau
'altemate day' (5. s , 9).
Reaksi inflamasi dan imunologik yang masih berlangsung
perlu disupresi terus-menerus sampai dengan manifestasi
klinik berkurang atau hilang, dengan dosis terbagi yang
adekuat, Selanjutnya dosis dikurangi secara bertahap dengan
pedoman tetap efektif menekan aktifitas penyakit dan tidakmengakibatkan insufisiensi korteks adrenal. Sebagai
pegangan praktisdalam klinik, dosis dapat diturunkan sebesar
25 persen tiap satu minggu. Bila sudah tercapai dosis terkecil
yang masih efektif, dapat dilanjutkan dengan dosis tunggal
pagi hari kurang lebih dua kali jumlah dosls terbagi yang
terkecil. Oosis tunggal pag; hari terse but yang diberikan secara
'altemate day', dari pengalaman klinik dapat tetap menekan
aktifitas penyakit, serta tidak mengganggu mekanisme
'gradual recovery of normal pitutary - adrenal reserve.
Pedoman cara pengobatan tersebut tidak selalu menjamin
tercapainya hasil terapi yang dtharapkan. Bila dalam
penurunan dosis bertahap (gradual withdrawl' atau 'tapperingoff), atau pada waktu pemberian dosis tunggal temyata
penyakit kambuh kembali, maka dianjurkan program terapi
diulang lagi (5.6,S).
Sebagai tambahan rnasih perlu dipertimbangkan
beberapa hal yang berkaitan dengan terapi kortikosteroid,yaitu (5,6):
1. Ketelitian menilai gejala klinik.
2. lnteraksi obat-obatan.
3. Penyakit-penyakit lain yang menyertai.
4. Kontra indikasi antara lain (a) diabetes melitus, (b)
sindrorna Cushing, (c) ulkus peptikum, (d) osteoporosis,
(e) infeksi, (f ) luka, (g) hamil, dan (h) laktasi.
5. Diusahakan dosis minimal yang masih efektif.
6, Bila mungkin diberikan kortikosteroid lokalltopikal.
Makin banyak penggunaan kortikosteroid dalam klinik,
rnakin banyak pula laporan-Iaporan mengenai pengaruh
sampingan terjadinya ulkus peptikum. Penelitian pada
manusia menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan
sekresi asam lambung dan terapi kortikosteroid (18, 22). Adapun
pada binatang percobaan, pengobatan kortikosteroid diikuti
oleh (a) menurunnya produksi mukosa gaster, (b) hiperplasi
set-set gastrin dan parietal, dan (c) te~adinya ulkus peptikum.
Kejadian-kejadian terse but di atas makin bertambah berat bila
pemberian kortikosteroid dikombinasi dengan 'nonsteroidal
anti-inflammatory drugs' (NSAIO). Oleh karena itu perlu
ARTIKEL
Hidrokortison dalam sirkulasi sebagian besartertkat oleh
transkortin dan albumin, sehingga hanya sekitar 5-8 persen
yang bebasdan bersifat aktifterhadap sel-sel tubuh. Preparat-
preparat sintetis pada umumnya lebih banyak terikat oleh al-
bumin dengan afinitas yang lemah, sehingga yang bebas
(aktif) dapat mencapai 30-40 persen, Dapat dimengerti bahwa
pengobatan kortikosteroid terhadap kasus-kasus dengan
hipoalbuminemi, akan mengalami insidens pengaruh
sampingan yang lebih besar.
8eberapa peneliti berpendapat, bahwa variasi
'bioavailability' dari obat-obat kortikosteroid yang diberikan
kepada penderita dipengaruhi oleh (a) potensi dari molekul
preparat, (b) absorbsi dan distribusi, serta (c) degradasi.
Potensi dari obat-obat kortikosteroid berkaitan dengan 'bind-
ing affinity' terhadap reseptor glukokortikoid pada sel-seltubuh. Preparat-preparat sintetis steroid dibuat dengan cara
modifikasi struktur rnolekuler hidrokortison, dengan tujuan
untuk meningkatkan potensi farmakoloqlknya. Modifikasi
struktur molekuler hidrokortison dapat pula menghasilkan
preparat yang lebih tahan terhadap proses degradasi diban-
dingkan dengan hid rokortison , sehingga mampu memberikan
efek biologik yang lebih lama (12).
Faktor lain yang mempengaruhi 'bioavailability' steroid
adalah proses degrad asi. Setelah diabsorbsi preparat steroid
memberikan efek terapi terhadap sel-sel tubuh, dan
selanjutnya mengalami degradasi terutama oleh hepar, diikuti
dengan ekskresl bersama urine maupun feses. Oleh karenaitu kondisi metabolikseseorang dapat mempengaruhi proses
degradasi steroid, sebagai contoh kasus-kasus hipertiroidi
lebih cepat membersihkan darahdari obat-obat kortikosteroid.
Sebaliknya pada kasus-kasus hipotiroidi dengan konsekwensi
timbulnya pengaruh sampingan yang lebih besar.
Pengaruh obat-obat lain yang diberikan bersama kortl-
kosteroid dapat pula mempengaruhi proses degradasi ste-
roid. Sebagai contoh fenobarbital, difenilhidantoin, dan
efedrin memacu proses degradasi steroid melalui pe-
ningkatan aktifitas enzim-enzim mikrosom hepar, dengan
akibat menurunnya efektifitas terapi steroid. Namun hal
ini tidak terjadi pada pemberian kortikosteroid bersarnateofilin (12).
Dipandang dart tujuan anti inflamasi dan imunospresif,
efektif bila diberikan dosls tinggi dart preparat 'long acting'
dengan interval pembenan yang sertng, dalam jangka waktu
lama, agar dapat terus-menerus menekan aktifitas penyakit.
Namun dengan mempertimbangkan timbulnya pengaruh
sampingan, cara penqobatan terse but tidak dapat diterima,
sehingga perlu dicari cara yang lebih aman dan masih efektif,
disesuaikan dengan pola penyakit yang dihadapi (5).
Preparat 'short acting' yang diberikan sebagai dosis tung-
gal pagi hart memberikan pengaruh sampingan yang lebih
kecil, dibandingkan bila diberikan dalam dosis terbagi, juga
bila dibandingkan dengan preparat 'long acting' yang sama
OEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 1996 7
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
kortikosteroid terhadap setlap penyakit, .melainkan dipilih
beberapa [enis penyakit yang sering dijumpai, di antaranya
adalah asma bronkiale, sindroma nefrotik, sepsis, "Gravesophthalmopathy", emboli lemak pada paru akibat fraktura
tulang panjang, dan anafllaksi [1.3.7.15.16.20).
ARTIKEL
dipertimbangkan pemberian obat-obat untuk mencegah
timbulnya ulkus peptikum pada terapi kortikosteroid (18).
Pada pengobatan kortikosteroid jangka panjang, 30-50persen kasus mengalami kehilangan mineral jaringan tulang
secara nyata pada 6 bulan pertama penqobatan (17.24).
Pengaruh glukokortikoid terhadap tulang adalah memacu
resorbsi dan menghambat pembentukan tulang, dengan
akibat terjadinya osteoporosis, yang berlanjut menjadi
osteonekrosis (24).
Kekurangan estrogen dan kelebihan glukokortikoid saling
memperkuat terjadinya osteoporosis, sehingga wanita-wanita
pada masa menopause mempunyai risiko tinggi menderita
osteoporosis bila mendapat terapi kortikosteroid. Oi samping
itu glukokortikoid juga berpengaruh terhadap sekresi hormon
gonade, yaitu (a) menekan respons sekresi 'luteinizing hor-mone' atau LH ternadap 'luteinizing hormone realising hor-
mone' atau LHRH, dan (b) menekan respons sekresi estro-
gen terhadap 'follicle stimulating hormone' atau FSH.
Perlu juga diketahui adanya pengaruh kortikosteroid
ternadap pertumbuhan skelet dan kekuatanjaringan otot. 'In-
sulin-like growth factor-1' atau somatomedin-C adalah 'growth-
hormone-dependent polypeptide' yang memacu pertumbuhan
skelet. Hambatan pertumbuhan akibat kortikosteroid
dihubungkan dengan adanya 'somatomedin inhibitor' dalam
darah kasus-kasus penderita muda yang mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang. Miopati dengan gejala
kelemahan otot mungkin juga dapat terjadi pada penderitayang mendapat kortikosteroid jangka panjang. Oalam keadaan
in; didapatkan kadar enzim untuk oksidasi asam lemak dalam
otot menurun, yang diduga berperan dalam patogenesis
miopati tersebut (24).
Pencegahan osteoporosis pada kasus-kasus yang
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang belum banyak
diteliti, namun beberapa penulis mpnganjurkan (24):
- Menggunakan preparat kortikosteroid yang waktu
bekerjanya pendek, dengan dosis minimal yang masih
efektif.
- Latihan fisik teratur.
- Masukan kalsium dan vitamin D yang adekuat.
- Terapi estrogen untuk wanita dan testosteron untuk pria
(mengurangi resiko osteoporosis).
- Terapi anabolik steroid (meningkatkan densitas tulang).
- Terapi sodium fluorida (memacu replikasi dan fungsi os-
teoblast).
- Terapi kalsitonin dan aminohidroksiproliden bifosfonat
(menekan resorbsi tulang).
Beberapa Pengalaman Klinik Dalam
Pengobatan Kortikosteroid
Oengan makin berkembangnya produksi bermacam-
macam obat kortikosteroid, maka penggunaannya dalam klinikjuga makin luas. Dalam makalah ini tidak dibahas pengobatan
Asma BronkialeDipandang dari perkembangan konsep klinik, asma
bronkiale adatah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel
oleh karena hiper-reaktivitas dan jaringan bronkus terhadap
berbagai stimuli, dan pada umumnya gangguan imunologik
rnerupakan faktor utama dalam patogenesis (7). Oleh karena
itu konsep terapi asma bronkiale juga mengalami perubahan,
yang pada mulanya ditujukan terhadap pengobatan spasme
bronkus, berubah mengarah kepada pengendalian prosesinflamasi (11).
Kortikosteroid cukup efektif meredakan gejala asma
bronklale, tetapi bila obat dihentikan, gejala timbul kembali.
Timbul pertanyaan, apakah perlu diberikan terapi kortikos-
teroidjangka panjang, bagaimana tatalaksana pemberiannya
agar tetap efektif serta dapat memperkecil kemungkinan
timbulnya pengaruh sampingan. Beberapa mekanisme dari
etek terapi kortikosteroid adalah (a) mengurangi reaksi infla-
masi/edema pada bronkus, (b) mengurangi produksi rnukus,
dan (c) meningkatkan sensitifitas otot polos bronkus terhadap
bronkodilator (7).
Ada penults yang berpendapat, bahwa pada statusasmatikus kortikosteroid baru diberikan bila obat-obat lain tldak
menolong, rrusalnya dalarn waktu 24 jam pertama. Namun
penulis yang lain trerpendapat, justru kortikosteroid harus
diberikan seawal mungkin untuk mengatasi obstruksi jalan
nafas dan mencegah kematian akibat gagal respirasi. Sebagai
pedoman praktls dapat diberikan antara lain (a) hidrokortison
hernisuksinat 7 mg/kg berat badan intra vena sebagai bolus,
yang dilanjutkan dengan 7 mg/kg berat badan dalam 24 jam.
Oapat juga diberikan (b) deksarnetason atau betametason
0,3 mg/kg berat badan intra vena sebagai bolus, yang
dilanjutkan dengan 0,3 mg/kg berat badan dalam 24 jam (10).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuat preparat
kortikosteroid untuk terapi asma bronkiale baik oral maupun
inhalasi, yang masih harus terus dikembangkan untuk
memenuhi tujuan pengobatan yaitu (a) efektif, dan (b) dapat
diberikan jangka panjang dengan pengaruh sampingan mini-
mal (7).
Pengobatan kortikosteroid jangka panjang diharapkan
dapat menekan reaksi inflamasi saluran nafas yang
berlangsung kronik, namun pengobatan secara sistemik
memberikan dampak negatiftimbulnya pengaruh sampingan
yang tidak dikehendaki. Bahkan pemberian terapi pada kasus-
kasus dalam masa prepubertas dapat menghambat proses
pertumbuhan, yang diduga berkaitan dengan supresi
kortikosteroid terhadap produksi 'Insulin-like growth factors'
8 DEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 1996
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
- Menghambat fiksasi komplemen sehin-gga menekan
produksi zat vasoaktif.
- Menghambat aktifltas produk daJi fiksasi komplemen.c. Memelihara fungsi mitokhondria dan perbaikan transport
oksigen.
d. Memelihara iritegritas kapiler paru sehingga menjamin
pertukaran gas.
e. Mencegah kerusakan enzim-enzim glukoneogenesis
akibat endotoksin.
'Uptake' preparat kortikosteroid dafam jumlah besar
dilakukan olen hati, paru, jantung, ginjal, dan pankreas.
Kapasitas 'uptake' tersebut sebesar kurang lebih 95 persen
dari obat yang disuntikkan, clan dapat bertahan dalam organ-
organ tersebut selama kurang lebih 3 jam untuk memberikan
per1indungan. Kortikosteroid dosis tinggi yang diberikan hanyadalam waktu pendek (24-48 jam) tidak perlu diturunkan
dosisnya secara bertahap (1).
Betametason cukup efektif bila diberikan tidak febih dari
4 jam dari kejadian syok septik, dengan dosis sebesar 2,8-
3,1 m g/kg berat badan setiap 4 jam. Adapun program
pemberian kortikosteroid pada krisis adrenal dapat juga
dipergunakan untuk pengobatan syok septik (~).
ARTIKEL
(23). Jalan keluar yang rasional dari masalah tersebut adalah
memberikan terapi secara topikal, yang dalam hal ini adalah
pemberian aerosol kortikosteroid (19,23). -
Pengobatan inhalasi kortikosteroid secara reguler
terhadap penderita asma bronkiale, temyata mampu menekan
sifat hiperresponsif dari saluran nafas. Oleh karena itu cara
pengobatan ini per1udipertimbangkan sebagai pili han utama
untuk penderita asma bronkiale, yang dapat diberikan
bersama dengan obat-obat bronkodilator (II).
Si-ndroma NefrotikSejak diketahui bahwa kortikosteroid memiliki potensi anti
inflamasi dan imunosupresif, preparat terse but dipergunakan
untuk pengobatan sindroma nefrotik. Tolok ukur hasil terapi
secara praktis dinilai dari berkurangnya proteinuria. Padasindroma nefrotik yang responsif terhadap kortikosteroid,
biasanya remisi tercapai dalam 6 minggu setelah mendapat
terapi prednison 20-30 mg/hari. Tabel di bawah ini
menggambarkan insldens slndrorna nefrotik dan responsnya
terhadap kortikosteroid (3).
Insidens ('lb) Reap on Temadap
Kortikosteroid'lb
Anak Oewasa Anak Dewasa
Les i Minimal 70- e o 20-30 75- 90 50-75
Membranou s Ne fr op s ti 1-5 10 -25 0 0
Pro li ferst if Glomeru lonefri ti s 10 -15 30-«) 5 - 10 0-5
Diabet es Me lit us , Am il oid ,5 -10 20-25 0-5 0-5
SLE, Anaf il ak lo id Pu rpur a, o n
oosls kortikosteroid : anak 2 mg/kg bb/h, dewasa >80 mg/h,
selama satu bulan
SepsisDan berbagai pandangan bidang spesialisasi, bermacam-
macam definisi diberikan oleh para penulis untuk menyatakan
suatu keadaan klinik oleh karena infeksi akut dan berat, diantaranya dalah bakteriemia, septikemia, sepsis, dan syok
septik. Sebaiknya terapi diberikan seawal mungkin sebelum
teljadi syok kardiovaskulerdan kerusakan organ-organ dalamtubun (21).
Syok septik adalah sindroma klinik yang dicetuskan oJeh
masuk dan menyebamya produk mikroba ke dalam sistirn
vaskuler yang mengakibatkan kegagalan mikrosirkulasi, pe-
nurunan perfusi jaringan, dan gangguan metabolisme seluler,
Penyebab yang sering dijumpai adalah endotoksin dari bakteri
gram negatif. Manfaat pemberian kortikosteroid terhadap
penderita dengan syok septik diantaranya adalah (1):
a. Perbaikan sistim sirkulasi melalui efek hemodinamik.b. Anti endotoksin dengan mekanisrne:
Graves OphthalmopathyBanyak penulis berpendapat, bahwa "Graves' ophthal-
mopathy" terjadi atas dasar defek otoimun. Dampak negatif
yang dialami oleh psnderita diantaranya adalah (a) iritasi danlnfeksi sekunder dari konjungtiva dan kornea, (b) edema
palpebra, (c) ophthalmoplegia.
Pengobatan metilprednisolon secara sistemik ternyata
cukup efektif terhadap kasus-kasus dengan Graves' ophtal-
mopathy. Hasil pengobatan lebih memuaskan bila dikombinasi
dengan radiasi cobalt. Namun perlu diketahui, bahwa kasus-
kasus yang memberikan res pons terhadap pengobatan
biasanya belum lebih dari dua tahun menderita kelainan mata
tersebut. Hal ini mendukung teori, bahwa pengobatan masih
mampu menekan proses _inflamasi jaringan retro orbita,
seJama belum terjadi pembentukan jaringan ikat (15).
Emboli Lemak Pada Paru Akibat Fraktura
Tulang PanjangFraktura tulang panjang dapat memberikan komplikasi
terjadinya emboli lemak dalam parenkhim paru 24-48 jam
setelah trauma. Gejala klinik dapat berupa (a) petekhie, (b)
infiltrat difus dalam parenkhim paru, (c) hipoksemia, (d ) koma,
(e) hiperpireksia, (f ) takhikardia, dan (g) takhipnea.
Mekanisme terjadinya sindroma emboli paru tersebut
diduga melalui 'complement-mediated polymorphonuclear
leukocyte aggregation', dan dapat ditunjukkan adanya korelasi
antara 'plasma complement activation' dan gejala kliniknya.
Kortikosteroid dosis tinggi mempunyai potensi menghambat
'leuko aggregation', oteh karena itu dapat dipakai sebagai
DEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 1996 9
5/13/2018 Kortikosteroid Ditinjau Dari Aspek Endokrinologi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-ditinjau-dari-aspek-endokrinologi
nism of action and clinical considerations. Annals of Internal Medicine
1976; 84: 304-315.
07. Lane DJ. Steroid saving effect of ketotifen. Asthma Series 3 A. SandozPublication 1983: 10-19
08. Lederer V. Beiamethasone sodium phosphate inject ion. High dose regi-
men in septic shock. Clinical Therapeutic 1984; 6: 719-726.
09. Liddle GW. The adrenals. In: Williams RH. Textbook of Endocrinology.
6th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1981: 288-290.
10. Pierson WE, Bierman CW, Kalley VC. A double-blind trial of corticos-
teroid therapy in status asthmatic us. Pediatrics 1974; 54: 79-85.
11. Juniper EF, K line PA, Vanzieleghem MA, et al. Effect of long-term treat-
ment with an inhaled corticosteroid (budesonide) on airway
hyperresponsiveness and clinicla asthma in nonsteroid - dependent
asthmatics. Am Rev Respir Dis. 1990; 142: 832-836.
12. Morris HG. Factors that inrluence clinical responses to administered
corticosteroids. J Allergy Clin Immunol 1980; 66: 343-346.
13. Wang SR. Zweiman B. Inhibitory effects of croticosteriod and hista-
mine on human lymphocytes. J A llergy Clin Immunol 1981; 67: 39-44.
14. Dutoit JI, Salome CM, Woolcock AJ. Inhaled corticosteroids reduced
the severity of bronchial hyperresponsiveness in asthma but oral
theophyllin does not. Am Rev. Respir Dis 1987; 136: 1174-1178.
15. Bartalena I, Marcocci C, Chiovato L, et al. Orbita l cobalt ir radiation com-
bined with systemic corticosteroids for Graves' ophthalmopathy: com-
parison with systemic corticorsteroids alone. J Clin Endocrinol Metab
1983; 56: 1139-1141.
16. Schonfeld SA, PIC!ysongsang Y, Dilisio R, et al. Fat emblism prophy-
laxis with corticosteroids. A prospective study in high-risk pat ienst. An-
nals of Internal Medicine 1983; 99: 438-443.
17. Van der Wiel HE, Polman CH, Netelenbos JC. Corticosteroids and bone
mass. Annals of Imternal Medicine 1990; 113: 560.
18..Piper JM, Ray WA, Daugherty JR, Griffin MR Corticostweroid use and
peptic ulcer disease: Role of nonsteroidal anti- inf lammatory drugs. An-
nals of Internal Medicine 1991; 114: 735-740.
19. Reed CE, Hunt LW. The emergency visit and management of asthma.
Annals of Internal Medic ine. 1990; 112: 801-802.
20. Wong S, Yarnold PR, Yango C, Patterson R, Haris KE. Outcome of
prophylactic therapy for idiopathic analphylaxis. Annals of Intemal Medi-
cine 1991; 114: 133-136.
21. Bone RC. Sepsis, the sepsis syndrome, multi-organ failure: A Plea for
comparable definitions. A nnals of Internal Medicine 1991: 114: 332-
333.
22. Messer J, Reitman D, Sacks HS, Smith Jr H, Chalmers TC. Associa-
t ion of adrenocorticosteroid therapy and pept ic-ulcer disease. The NewEngland Journal of Medicine 1983; 309: 21-24.
23. Reed CE Aerosol steroids as primary treatment of mild asthma. The
New England Journal of Medicine 1991; 325: 425-426.
24. Lukert BP, Raisz LG. Glucocort icoid- induced osteoporosis: Pathogen-
esis and management. Annals of Internal Medicine 1990; 112; 352-
364.
ARTIKEL
terapi pencegahan sindroma terse but. Sebagai contoh
rnisalnya metilprednisolon sodium suksinat yang disuntikkan
intra vena 7,5 mg/kg berat badan setiap 6 jam, sampai dengan12 kali suntikan (161.
AnafilaksiAnafilaksi adalah suatu reaksi biologik yang berlangsung
cepat yang disebabkan oleh lepasnya mediator bioaktif dari
'mast cells' dan sel-sel basofil. Reaksi tersebut biasanya di-
alami oleh kasus-kasus sensitif (anafilaksi idiopati), dimana ter-
jadi reaksi antara antigen (misalnya dan makanan, obat, se-
ngatan serangga) dengan 'specific cell-bound immunoglobu-
lin' (lgE). Terhadap kasus-kasus tersebut, prednison dapat
dipergunakan sebagai terapi pencegahan untuk memperingan
gejala balk angioedema maupun gejala lain yang lebih luas l20).
RingkasanPenggunaan kortikosteroid dalam klinik mempunyai dua
tujuan utama, yaitu (a) substitusi pada insufisiensi adrenal,
dan (b) anti inflamasi serta imunosupresif. Sampai sekarang
masih diupayakan pembuatan preparat dan cara pengobatan
kortikosteroid yang efektif, namun tanpa risiko supresi
terhadap hipofisis dan korteks adrenal, maupun pengaruh
sampingan yang lain.
Sebelum menggunakan satu preparat kortikosteroid,
sebaiknya diketahui lebih dahulu (a) potensi obat, (b)
kecepatan absorbsi, (c) jangka waktu bekerjanya, obat, (d)kontra indikasi, dan (e) pengaruh sampingan yang mung kin
akan terjadi.
8ila hasil terapi telah tercapai, dosis perlu dikurangi secara
bertahap ('tappering off/'gradual withdraw"), sarnpai dosis
minimal yang masih efektif, dilanjutkan dengan dosis tunggal
pagi hari secara 'altemate day' yang aman diberikan dalarn
janqka panjang. Cara pengobatan terse but diharapkan dapat
memberikan hasil pengobatan maksimal dengan pengaruh
samping minimal.
Daftar Pustaka01. Tanra AH, Syattar ML Pengunaan kortikosteroid pada syok septik, MKI
1986; 36 345-354.
02. Bacchus H. Metabolic and endocrine emergenCies Recognition and
management. Baltimore: Urnversity Park Press, 1977: 111-115.
03. Black OAK. l imited role of steroids In managing the nephrot ic syndrome.
Controversy In Internal Medicine II. Philadelphia W.B. Saunders Com-
pany, 1974 65Hi57.
04. Carreno CA. Celestone phosphate injection hIgh dose. Treatment of
septic shock and Impending transplant rejection. J Int Med Res 1984'.
12: 266·270.
05. Darmono. Kelenjar adrenal (anatorni. fisioloqi. sindroma Cushing,
penyakit Addison) dan pengobatan kortikosteroid. Buku Kullah
Persatuan Ahli Penyakit Dalam (PAPDI). Jakarta PB PAPDI, 1985;
68-79.
06. Fauci AS, Dale DC, Balow JE Glucocorticosteroid therapy. Mecha-
10 oEXA MEDIA, No.1, Vol. 9, Januari - Maret 1996