kriminalisi dokter.docx

5
TUGAS PDP Kriminalisasi Dokter MUHAMMAD RIZQI KHOLIFATURROHMY NIM : H1A013041 FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Mataram 2011

Upload: rizqikholifaturrahmy

Post on 15-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: kriminalisi dokter.docx

TUGAS PDP

Kriminalisasi Dokter

MUHAMMAD RIZQI KHOLIFATURROHMY

NIM : H1A013041

FAKULTAS KEDOKTERAN

Universitas Mataram

2011

Page 2: kriminalisi dokter.docx

Kasus Gugatan Malpraktek Atlet Adinda ke Meja HijauKamis, 25 Juli 2013 | 11:07Sumber: http://www.suarapembaruan.com/home/kasus-gugatan-malpraktek-atlet-adinda-ke-meja-hijau/38989

[JAKARTA] Keluarga besar Adinda Yuanita akhirnya menunjuk Susy Tan sebagai kuasa hukum untuk memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus malpraktek yang menimpa atlet dan pelatih cabang olahraga Equestrian (berkuda) nasional, Adinda Yuanita memasuki babak baru.   

Adinda melalui pengacaranya menggugat dr. Guntur Eric Luis Adiwati (Tergugat-1) dan pihak Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta (Tergugat-II). Gugatan Adinda resmi dimasukkan ke PN Jakarta Pusat satu bulan yang lalu, setelah kedua belah pihak gagal melakukan mediasi.   

Kasus malpraktek yang menimpa Adinda Yuanita memasuki masa persidangan dengan sidang pertama untuk medengarkan pembacaan gugatan yang digelar, Rabu (24/7/2013). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Iim Nurohim dengan anggota Purwono Edi Santosa dan Amin Ismanto.   

Seperti diketahui, 6 November 2012 Adinda terjatuh saat melakukan persiapan bertanding untuk kejuarana Nasional (KEJURNAS) EFI-JPEC di Sentul, Jawa Barat. Namun, pada saat itu Adinda tidak merasakan apa-apa. Malah di kejuaraan itu yang dihelat pada 9-11 November, Adinda berhasil menyabet beberapa emas.   

Tapi, dengan saran dari keluarga, Adinda akhirnya menemui dr. Guntur di Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta, 13 November 2012. Adinda pun mendapatkan serangkaian tindakan medis berupa penyuntikan dan infus dari dokter tersebut sehabis menyabet empat medali pada Kejuaraan Nasional EFI.   

Tiga minggu setelah itu, Adinda merasakan wajahnya membengkak dan mati rasa, tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru. Dia juga mengalami tremor, sakit kepala yang luar biasa, berat badan naik secara drastis, serta ngilu pada tulang dan otot.   Adinda pun kini harus berobat ke Singapura secara rutin dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Perempuan yang juga aktif berperan sebagai manajer dan tim pelatih atlet berkuda itu kemudian dibawa ke Singapura pada Januari 2013.   

Dia melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk salah satunya tes darah khusus yang tidak ada di Indonesia. Beberapa dokter spesialis endokrinolog di Singapura memvonis Adinda terkena penyakit "iatrogenic cushing syndrome".   Penyakit itu diduga merupakan akibat dari tindakan medis dokter spesialis tulang di rumah sakit swasta tersebut. Semua hasil tes darah Adinda berada jauh di atas batas normal.   

Di luar sepengetahuan Adinda, dokter tersebut ternyata melakukan tindakan medis berupa

Page 3: kriminalisi dokter.docx

rangkaian suntikan secara intra-articular atau intramuscular injections dan infus Aclasta yang mengandung zat-zat dosis tinggi TCA (Triamcinolone Acetonide) atau pengobatan steroid, obat anastesi lokal Lidocaine dan pain killer Tramal.   

Jenis steroid TCA ini berbeda dengan jenis steroid yang sering digunakan oleh para atlit untuk doping atau dikenal dengan nama Anabolic Steroid.   

Salah satu prestasi Adinda adalah menempatkan tim kuda "Equinara Zandor" dengan rider Ferry Wahyu Hadiyanto pada rangking pertama di Liga Asia Tenggara Rolex Show Jumping Ranking, dengan mengumpulkan poin tertinggi 19.   Hal ini secara otomatis mengantarkan mereka sebagai tim Indonesia pertama dalam sejarah equestrian Indonesia yang lolos sebagai finalis pada ajang paling bergengsi Piala Dunia FEI Rolex World Cup 2013 di Swedia.   

"Akibat dari adanya tindakan dokter itu Adinda telah mengalami kerugian material dan imaterial. Yang terpenting, Adinda bersama tim Equestrian Indonesia kehilangan kesempatan untuk mengibarkan Merah Putih di kancah internasional," kata kuasa hukum Adinda, Susy Tan kepada wartawan usai sidang.   

"Pemberian obat yang dikatakan oleh dr. Guntur sebagai "Anti Inflamatory" (anti pembengkakan atau peradangan yang disebabkan oleh patah tulang) yang diberikan melalui 15 kali suntikan dalam 7 hari, ternyata mengandung steroid dosis tinggi. Hal ini adalah penyebab dari berbagai efek samping yang diderita Adinda yang pada akhirnya Adinda didiagnosa mengalami Iatrogenic Cushing's Syndrom," tambahnya.   

Kerugian imaterial yang dialami oleh Adinda diantaranya kehilangan kesehatan, gagal tampil di kejuaraan internasional termasuk didalamnya kehilangan kesempatan bagi atlet lain berlaga di event internasional. Sebab Adinda Yuanita juga adalah pemilik kuda yang dipakai atlet equestrian lainnya untuk mengikuti event Internasional.   

"Bahwa ternyata Adinda tidak mengalami patah/retak 3 tulang rusuk dan tulang ekor juga tidak menderita osteoporosis sehingga semestinya tidak memerlukan tindakan medis seperti yang telah diberikan oleh dr. Guntur yang dikatakannya sebagai "Anti Inflamatory" (suntikan) dan "Suplemen Tulang" (infus)," ujarnya.   

"Adinda sendiri tidak hadir dalam sidang pertama ini karena masih mengalami shock akibat kejadian yang dialaminya," tandasnya. [Ant/IB/L-9] 

Page 4: kriminalisi dokter.docx

Analisis Justice : Dokter ini tidak berlaku adil karena memberikan pengobatan yang tidak

seharusnya, yang menyebabkan Adinda menderita wajah membengkak dan mati rasa, tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru, mengalami tremor, sakit kepala yang luar biasa, berat badan naik secara drastis, serta ngilu pada tulang dan otot.

Non-malaficence: Dokter tersebut sudah melanggar kaidah ini, dokter berasumsi bahwa Adinda mengalami patah/retak 3 tulang rusuk dan tulang ekor dan menderita osteoporosis, padahal tidak. Sehingga melakukan pengobatan yang seharusnya tidak dilakukan, dan memperburuk kondisi Adinda.

Beneficience : Dokter tersebut telah melakukan tindakan yang merugikan Adinda, sehingga Adinda rugi baik secara material maupun imaterial.

Autonomy : Dokter tidak memberikan hak kepada Adinda untuk memilih pengobatan apa yang sebaiknya dilakukan, karena dokter tidak memberikan informed consent. Yang menyebabkan Adinda mengalami hal tersebut.

Apa yang saya lakukan, jika saya ada di posisi dokter tersebut adalah, memberikan informed consent tentang penyakit yang dialami pasien, memberikan pengobatan yang sesuai dengan analisis penyakit, dan menangani pasien sesuai dengan prosedur yang harus dijalani