krisis ekologi perspektif islam dan kristen di...

92
Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesia Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: GILANG RAMADHAN NIM: 1112032100017 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H.

Upload: others

Post on 08-Jan-2020

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

Krisis Ekologi

Perspektif Islam dan Kristen di Indonesia

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

GILANG RAMADHAN

NIM: 1112032100017

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H.

Page 2: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,
Page 3: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,
Page 4: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,
Page 5: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

Abstrak

Krisis ekologi tidak hanya disoroti oleh pegiat lingkungan hidup, akan

tetapi para agamawan turut memberikan pemikiran dalam rangka menangkal

krisis ekologi. Bahkan, dalam tinjauan lebih umum, penyebab krisis ekologi justru

dipengaruhi oleh pemikiran atau paradigma yang berimbas pada perilaku

seseorang.

Penelitian ini merupakan studi komparasi antara Kristen dan Islam

mengenai pandangannya terhadap krisis ekologi. Dengan menggunakan metode

analisis deskriptif, serta menggunakan data dokumentar seperti buku-buku yang

mengulas ekologi baik dari Islam maupun Kristen.

Hasil penelitiannya adalah baik Kriten maupun Islam sama-sama memiliki

konsep ekologi yang bersumber pada keyakinan atau teologi. Perbedaannya

adalah dalam Islam tidak terjadi perdebatan mengenai tugas manusia untuk menjaga dan melestarikan alam. Sedangkan dalam Kristen terdapat sebagian yang

menafsirkan manusia diberikan kebebasan untuk memanfaatkan alam, sehingga

dianggap mendukung terjadinya krisis ekologi. Akan tetapi baik Kristen maupun

Islam sama-sama memiliki argumen dalam menjawab krisis ekologi dalam

bingkai teologi dan etika sebagai sumber perilaku mengatasi krisis ekologi.

Kata Kunci:

Krisis Ekologi, Islam, Kristen, Teologi dan Etika

Page 6: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Krisis

Ekologi Perpektif Islam dan Kristen di Indonesia”. Shalawat dan salam

semoga senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarga dan para sahabatnya.

Penulisan skripsi ini penulis ajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana

Agama pada Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, dimana selama penulisan karya ilmiah ini bebas tidak lepas

dari peran berbagai pihak. Oleh karena itu, tak bisa terelakkan rasa bahagia ini

bukan hanya karena jerih payah penulis sendiri, melainkan banyak peran berbagai

pihak yg turut mendukung terselesaikannya karya ilmiah ini.

Sudah sewajarnya penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya atas segala dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.

Meskipun penulis tidak dapat sampaikan satu persatu, setidaknya penulis merasa

perlu menyebutkan sejumlah nama yang membekas dihati penulis, yaitu :

1. Ayahanda Romdoni, Ibunda Purniati Purnama, Adinda Syifa Dwi

Purwandani dan Adinda Hafiz Triantoro Ramadhani selaku keluarga yang

tidak pernah berhenti memberikan dorongan semangat dan dukungan

penuh dalam menyelesaikan pendidikan tinggi ini.

2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku Ketua Jurusan Prodi Studi

Agama-Agama yang telah banyak membantu dan memberikan nasihat

agar pendidikan ini dapat terselesaikan dengan cepat dan baik.

3. Ibu Drs. Halimah Mahmudy, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Prodi Studi

Agama-Agama yang telah banyak meluangkan waktunya dengan tulus

untuk terus mengingatkan.

4. Bapak Drs. M. Nuh Hasan, M,Ag selaku Pemimbing Skripsi yang terus

mengingatkan dan memperhatikan selama masa penulisan hingga skripsi

ini layak diujikan.

Page 7: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

5. Bapak Zaenal Muttaqien, MA selaku Penguji Skripsi yang bersedia

menguji skripsi ini dan memberikan masukan hingga skripsi ini lebih

sempurna.

6. Ibu Dra. Hermawati, MA selaku Penguji Skripsi yang bersedia menguji

skripsi ini dan memberikan masukan hingga skripsi ini lebih sempurna.

7. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Ciputat dan Komisariat

Fakultas Ushuluddin selaku kawan sejawat yang terus memberikan

semangat dan mendampingi selama masa pendidikan sejak awal hingga

akhir.

8. Keluarga Besar Pojok Inspirasi Ushuluddin selaku kawan-kawan diskusi

yang bersedia meluangkan waktunya untuk membedah tulisan ini yang

tentulah banyak kekurangan. Khususnya Kakanda Dhani Ramdhani,

Kakanda Muflih Hidayat, Adinda Ubaidillah Khan, Adinda Dedi Ibmar,

Adinda Fajri, Adinda Tachriful Fuady, Adinda Taufiqurrahman, serta yang

lainnya.

9. Keluarga Besar Studi Agama-Agama angkatan 2012 selaku rekan

seperjuangan selama dalam menempuh pendidikan. Khususnya Samsul

Hafid, Deni Iskandar, Hendri, Ainut Taufiq, Jamiluddin, dan yang lainnya.

10. Keluarga Besar Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah selaku rekan

diskusi yang terus memberikan nasihat serta mengingatkan agar skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik. Khususnya Sunanto selaku Ketua Umum,

Dzulfikar Ahmad Tawalla selaku Sekretaris Jenderal, dan David Krisna

Alka selaku Wasekjend Bidang Riset, Teknologi dan MSDM, serta

pengurus lainnya.

11. Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah selaku kakanda yang terus

memberikan semangat dan dukungan. Khususnya Prof. Dr. H. Muhjiddin

Mawardi, M.Eng selaku Ketua MLH PP Muhammadiyah dan Ir. Gatot

Supangkat, M.P selaku Sekretaris MLH PP Muhammadiyah.

12. Ananda dr. Nurul Afiah selaku pasangan hidup yang terus mengingatkan

serta mendukung untuk terus menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang

paripurna.

Ciputat, 10 Mei 2019

Gilang Ramadhan

Page 8: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .........................................

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................

ABSTRAK ...........................................................................................................

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusa Masalah ................................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8

D. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 8

E. Metode Penelitian .................................................................................. 10

F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 12

BAB II GAMBARAN UMUM EKOLOGI ...................................................... 14

A. Pengertian Ekologi ................................................................................. 14

B. Perkembangan Paradigma Ekologi ........................................................ 19

C. Krisis Ekologi di Indonesia .................................................................... 32

D. Macam-macam Krisis Ekologi di Indonesia .......................................... 33

BAB III PANDANGAN KRISTEN TERHADAP KRISIS EKOLOGI ........ 39

A. Teologi Penciptaan ................................................................................. 39

B. Etika Ekologi Kristen .............................................................................. 48

C. Tokoh Kristen Indonesia yang Membahas Ekologi .............................. 50

BAB IV PANDANGAN ISLAM TERHADAP KRISIS EKOLOGI ............. 57

A. Prinsip Dasar Ekologi Islam .................................................................. 57

B. Teologi Lingkungan ............................................................................... 64

C. Tokoh Indonesia yang Membahas Ekologi Islam .................................. 71

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 79

A. Kesimpulan ............................................................................................ 79

B. Kritik dan Saran ..................................................................................... 80

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 81

Page 9: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya krisis ekologi global dewasa ini, telah menjadi sentral

isu dunia. Dampak kerusakan lingkungan telah lama dirasakan penduduk di

berbagai belahan negara di dunia, tidak hanya negara maju, negara berkembang

dan miskin pun ikut merasakan hal serupa. Adanya ancaman akan datangnya

bahaya dan bencana yang sewaktu- waktu bisa “meluluhlantahkan” perdaban

manusia akan sangat sulit dibendung oleh keserakahan manusia. Hal itu terjadi

akibat kerusakan lingkungan, eksploitasi alam yang kelewat batas, serta

penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan, ditambah lagi dengan

faktor alam itu sendiri yang selalu dieksploitasi.

Dalam kenyataanya, krisis ekologi mengancam eksistensi manusia

tersebut semakin tampak. seperti polusi, pemanasan global, hujan asam,

ledakan populasi, penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut,

longsor, banjir, gizi buruk, kuman dan virus penyakit-penyakit baru,

pencemaran air laut, radiasi nuklir, ledakan sampah, pencemaran tanah,

makanan sehari-hari yang beracun, dll. Krisis ini merupakan problem akut

yang membutuhkan perhatian besar setiap individu.1

Krisis ekologi ini tidak dapat dikatakan sebagai sebuah peristiwa alami

yang terjadi di alam ini, karena manusia tidak bisa melepaskan diri dari

kesalinghubungannya terhadap lingkungan. Manusia tergantung akan dinamika

1 Amirullah, “Krisis Ekologi; Problematika Sains Modern” dalam Jurnal Lentera, vol.

XVIII, no. 1, tahun 2015, h. 4.

Page 10: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

2

kehidupan lingkungan. Ketika lingkungan tumbuh kembang dengan baik, maka

ia akan memberikan nilai kebaikan pula untuk kehidupan manusia. Sebaliknya,

ketika ritmik lingkungan mengalami ketidakseimbangan, maka ia akan

mengganggu sistem keseimbangan kehidupan. Hal ini sejalan dengan teori para

filosof seperti al-Farābī, Ibn Sīnā, Khawājah Nasīruddin at-Thūsī, yang

meyakini adanya sebuah doktrin kausalitas dan menganggap semua fenomena

di alam semesta merupakan akibat dari serangkaian sebab-akibat. Dengan kata

lain, bencana-bencana ekologi yang terjadi di bumi ini berkorelasi erat dengan

tindak-tanduk tingkah laku manusia sebagai makhluk bumi.2

Pengeksploitasian sumberdaya alam secara besar-besaran, dan

pengelolaan lingkungan yang tidak beraturan membuat segala unsur harmoni

dan sesuatu yang tumbuh alami berubah menjadi kacau dan sering berakhir

menjadi bencana. Hal itu menjadi bahan evaluasi, inspirasi dan sekaligus

motivasi bagi para pemikir.3 John F. Haught, seorang guru besar teologi

Universitas Georgetown AS menyatakan: Sekulerisme modern telah

menyingkirkan Tuhan; sebagai gantinya, merebaklah rasionalisme,

humanisme, dan saintisme yang mengisi ruang hampa yang telah ditinggalkan

Tuhan; kesemuanya ini tumbuh subur di atas pengandaian bahwa manusia

menempati posisi supremasi di atas alam.4

Kerusakan alam yang terjadi akhir akhir ini menunjukkan adanya

pergeseran paradigma manusia beragama. Satu sisi agama menekankan

2 Seyyed Hossein Nasr, Islamic Life and Thought, (London: George Allen, dan Unwin

Ltd, 1981), h. 97. 3 Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), h. 9. 4 John F. Haught, Perjumpaan Sains dan Agama: Dari Konflik ke Dialog, (Jakarta:

Mizan, 2004), h. 327.

Page 11: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

3

pentingnya melestarikan alam dan memanfaatkannya, akan tetapi tingkah laku

manusia berbanding sebaliknya yakni mengeskploitasi bahkan cenderung

merusaknya. Dengan hal ini menunjukkan bahwa kerusakan alam bergantung

pada tingkah laku manusia.5 Sebagaimana yang baru terjadi, ikan paus yang

mati terdampar ternyata berisi sampah plastik.6 Sebuah persoalan paradigmatik

yang penting untuk segera diselesaikan.

Kerusakan alam adalah ancaman sekaligus tantangan untuk ummat

manusia. krisis ekologi mengancam eksistensi manusia tersebut semakin

tampak. seperti polusi, pemanasan global, hujan asam, ledakan populasi,

penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor, banjir, gizi

buruk, kuman dan virus penyakit-penyakit baru, pencemaran air laut, radiasi

nuklir, ledakan sampah, pencemaran tanah, makanan sehari-hari yang beracun,

dll. Krisis ini merupakan problem akut yang membutuhkan perhatian besar

setiap individu.7

Ekologi secara etimologi berasal dari kata oikos berarti rumah tangga

atau tempat tinggal, dan logos berarti ilmu.8 Pengertian ekologi secara

terminologi yang dikonsepsikan oleh para pakar dan pemerhati lingkungan

begitu banyak dan beragam. Otto Soemarwoto mendefinisikan ekologi dengan

bahasa yang sederhana, yakni ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk

hidup dengan lingkungan hidupnya. Dengan definisi itu, Otto Soemarwoto

menjelaskan bahwa permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah

5 Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, (Jakarta: Alumni, 1996), h. 123. 6 Michael Hangga Wismabarata, “5 Fakta Kematian Paus di Wakatobi”, diambil dari

www.regional.kompas.com 22 Nopember 2018. Diakses pada 16 Januari 2019. 7 Amirullah, “Krisis Ekologi; Problematika Sains Modern” dalam Jurnal Lentera, vol.

XVIII, no. 1 (2015), h. 4. 8 Resosoedarmo, Soedjiran, dkk, Pengantar Ekologi, (Bandung: Remadja Karya Cv,

1984), h. 1.

Page 12: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

4

permasalahan ekologi. Amsyari mendefinisikan ekologi sebagai sebuah ilmu

yang mempelajari hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya dan

antara organisme tersebut dengan lingkungannya. Di samping itu, Kamus

Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya.9

Ekologi sebagai ilmu yang mengkaji tentang proses interelasi dan

interpedensi antar organisme dalam satu wadah lingkungan tertentu secara

keseluruhan. Hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dan lingkungannya

inilah yang dibidik ekologi. Dengan demikian, lingkungan dan makhluk yang

ada di dalamnya merupakan objek kajian ekologi.10

Ekologi juga dapat dikatakan studi tentang ekosistem, yaitu studi

tentang keadaan lingkungan hidup atau studi tentang hubungan makhluk hidup

dengan lingkungannya. Apabila dapat dikatakan, ekologi merupakan kajian

tentang proses dan interrelasi kehidupan suatu organisme dengan organisme

lain dan organisme dengan lingkungannya yang menyeluruh dalam satu

kesatuan.11

Dalam konteks keagamaan, baik Islam maupun Kristen sama-sama

memiliki konsep atau gagasan yang membahas terkait krisis ekologi. Gagasan

tersebut tidak hanya bersifat doktrinal, akan tetapi juga menjadi bahan atau

pedoman dalam menangani isu-isu ekologis. Selain itu, baik Islam maupun

9 Ahmad Suhendra, “Menelisik Ekologis dalam al-Qur’an”, Jurnal Esensia vol. XIV

No. 1 April 2013. 10 Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an, (Jakarta:

Paramadina, 2001), h. 1. 11 Pius A. Partanto & M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,

t.th.t), h. 131.

Page 13: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

5

Kristen juga merespon baik secara tindakan maupun argumentasi dalam

pernyataan atau rekomendasi dalam memandang kasus ekologi.

Konsistensi Kristen dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam

bukanlah sesuatu yang seremonial, melainkan terus berkesinambungan. Hal ini

terlihat dari Ensikli Laudato Si yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada tanggal 18

Juni 2015 lalu. Paus mengajak semua warga bumi ini untuk mencintai dan

merawat bumi sebagai tempat tinggal yang sudah begitu rusak lingkungannya.

Perilaku konsumeris dengan motor kemajuan teknologi dan pembangunan

ekonomi menjadi alasan manusia terus mengeksploitasi alam.12 Paus Fransiskus

mendorong agar seluruh Gereja Kristen mempelopori budaya konsumsi alternatif,

dengan melawan budaya konsumeris. Keserakahan dan gaya hidup menjadi akar

etis dan spiritual kerusakan lingkungan hidup.13

Adapun dalam Islam meresponnya dengan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) bersama Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan Fatwa MUI

nomor 22 tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan yang merupakan

bentuk pendekatan moral dalam pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.14 Perilaku ekologis masyarakat muslim dapat dilacak melalui

tampilan kesadaran kognitif, afektif maupun psikomotorik dalam masyarakat

sosial yang masih perlu dikembangluaskan.

Secara praktis, dalam perkembangan Islam di Indonesia terdapat

Organisasi Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia.

Kontribusinya dalam persoalan ekologi dan lingkungan hidup tertata rapi dan

12 Noer Fauzi Rachman, Panggilan Tanah Air (Yogyakarta: INSIST Press, 2017), h.

xxxvi. 13 Nota Pastoral KWI, Panggilan Geraja Dalam Hidup Berbangsa (Jakarta: Penerbit

Obor, 2018) h. 36. 14 Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyyah, Teologi Lingkungan, h. ii.

Page 14: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

6

sistematis dari buku panduan hingga struktur dan kinerja di lapangan ketika

menghadapi isu-isu ekologi. Salah satu bentuk kegiatannya adalah sadaqoh

sampah.15 Muhammadiyah memiliki panduan umum mengenai penanganan isu-

isu ekologi seperti Akhlak Lingkungan, Fiqh Air, Teologi Lingkungan, Panduan

Shadaqah Sampah, dan buku Aksi Hijau di Kantor diterbitkan pada tahun 2011.

Sisi lain terhadap persoalan yang sama, Islam juga mendorong perhatian

khusus terhadap air, berdasarkan sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang membahas

tentang air.16 Sebagai bentuk implementasinya, Islam melakukan Seminar Fiqh

Air pada 30 Maret 2013 di UMY. Hasil seminar tersebut diolah menjadi buku

berjudul Fiqh Air yang merangkum sejumlah norma dasar (alqiyam-alasasiyah),

prinsip universal (alushuul-alkulliyah), dan rumusan implementatif (alahkam-

alfari’iyyah) mengenai air.17

Selain ketauhidan, gagasan penting untuk menjelaskan ekologi serta

menjawab tantangannya, Islam menegaskan teologi ekologinya dengan konsep

khilafah yang menjelaskan pilihan Allah dan kesediaan manusia untuk menjadi

khalifah. Artinya manusia menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat

kehidupan makhluk Allah termasuk manusia, sekaligus menjaga keberlanjutan

kehidupannya. Selanjutnya adalah Amanah, sebagai gagasan Manusia wajib

menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh Allah tersebut.

Kemudian terdapat halal haram sebagai gagasan mengenai rambu bagaimana

15 Izzatul Mardhiah, Rihlah Nur Aulia, dan Sari Narulita, “Konsep Gerakan Ekoteologi

Islam Studi Atas Ormas NU Dan Muhammadiyyah” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 10. No.

1, Universitas Negeri Jakarta (2014), h. 83. 16 Sejumlah ayat Al-Qur’an memuat beberapa kata yang terkait langsung dengan air;

hujan (44 ayat), sungai (54 ayat), laut (28 ayat), mata air (23 ayat). Lihat Al-Qur’anul Karim, Terj.

KEMENAG (2016). 17 Yance Arizona dan Ibnu Sina Chandranegara, “Jihad Berkonstitusi: Muhammadiyah

dan Perjuangan Konstitusional Melawan Komodifikasi Air” dalam Jurnal Wacana No. 35, Insist

Press (2017), h. 35.

Page 15: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

7

menata alam. Terakhir yaitu tujuan tertinggi dari perlindungan alam dan

ekosistem ini adalah kemaslahatan dan kesejahteraan universal (bagi seluruh

makhluk) baik dalam kehidupan masa kini (di dunia) maupun kehidupan di masa

depan (di akhirat).18

Adapun Kristen menjelaskan persoalan ekologi dikaitkan dengan

persoalan teologi atau keimanan. Hal ini sebagaimana diarahkan kepada

menghayati iman kepada Tuhan dalam sikap penghargaan dan hormat terhadap

alam ciptaan itu sendiri yang dipahami sebagai ciptaan Tuhan. Di hadapan krisis

ekologi yang ada, maka harus diakui adanya persoalan iman dan moral.19

Baik Islam maupun Kristen secara tidak langsung memiliki gagasan yang

mirip dalam membahas persoalan ekologi. Jika dipahami dari awal hingga akhir,

baik Islam dan Kristen memiliki pemahaman didasari dengan ketauhidan dan

diakhiri dengan tujuan berupa keselamatan atau kebahagiaan. Oleh karena itu,

Peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai “Krisis Ekologi dalam

Pandangan Islam dan Kristen di Indonesia”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas penulis meneliti pada persoalan ekologi sebagai

studi perbandingan antara Islam dan Kristen. Untuk membuat efektif dalam

penelitian ini maka penulis membatasi penelitiannya pada ranah krisis ekologi

dalam pandangan Islam dan Kristen. Adapun rumusan masalahnya meliputi

bagaimana konsep ekologi dalam Islam dan Kristen? Bagaimana pandangan Islam

dan Kristen dalam krisis ekologi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

18 Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah, Teologi Lingkungan, h. 36. 19 Sani Lake, “Memulihkan Keutuhan Ciptaan; Refleksi Teologis Ekologi dalam

Pembebasan” dalam Jurnal Sepakat Vol. 02 No. 2 tahun 2016, h. 212.

Page 16: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

8

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) di

Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk mengetahui gagasan ekologi dalam pandangan Islam dan

Kristen.

3. Untuk menguraikan pandangan Islam dan Kristen terhadap krisis

ekologi yang sedang dihadapi.

4. Untuk membandingkan serta menganalisa titik temu dan perbedaan

antara Islam dan Kristen dalam persoalan krisis ekologi.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk kampus sebagai tambahan koleksi perpustakaan terkait studi

perbandingan agama atau studi agama-agama

2. Untuk masyarakat sebagai tambahan informasi mengenai krisis

ekologi dan konservasi alam dalam pandangan Islam dan Kristen.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat tiga penelitian yang relevan, berikut rinciannya:

1. Skripsi berjudul “Peran Manusia Terhadap Lingkungan Hidup dalam

Perspektif Islam dan Hindu” ditulis oleh Teguh Irawan, Fakultas Ushuluddin,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016. Penelitian ini terfokus pada

pembahasan mengenai tugas manusia dalam menjaga lingkungan hidup dalam

ajaran Islam dan Hindu. Hasil penelitiannya adalah Islam memiliki

konsentrasi dalam memelihara dan melestarikan alam. Hindu menganggap

alam sebagai sesuatu yang hidup dan harus dijaga bersama. Dari kedua

Page 17: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

9

pandangan tersebut memiliki kesamaan berupa tugas manusia terhadap alam

adalah menjaga dan melestarikannya.20

2. Jurnal dengan judul “Konsep Gerakan Ekoteologi Islam: Studi Atas Ormas

NU dan Muhammadiyah” ditulis oleh Izzatul Mardhiah, Rihlah Nur Aulia,

dan Sari Narulita, Universitas Negeri Jakarta tahun 2014. Penelitian tersebut

terfokus pada pencarian konsep ekoteologi NU dan Muhammadiyah serta

bagaimana gerakannya terimplementasikan. Hasil penelitiannya adalah NU

dan Muhammadiyyah memiliki peran penting dalam upaya penyelamatan

lingkungan hidup yang terintegrasi. Keduanya memiliki kelembagaan di

bidang lingkungan hidup dengan lahirnya LPBI-NU (Lembaga

Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdatul Ulama),

Muhammadiyyah memiliki Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyyah.

Program konkret di masyarakat yang telah dilakukan LPBI-NU adalah

program clean and safety untuk 3R (Reuse, Reduce, Recyle). Konsentrasinya

pengelolaan sampah dan ekopesantren, sedangkan yang dilakukan Majelis LH

PP Muhammadiyyah adalah sadaqoh sampah.21

3. Jurnal dengan judul “Krisis Ekologi; Problematika Sains Modern” ditulis

oleh Amirullah dalam Jurnal Lentera, Vol. XVIII, No. 1, Juni 2015. Penelitian

tersebut terfokus pada krisis lingkungan yang secara alamiah merupakan

refleksi atas gersangnya spiritualitas di era modern. Kesalahan manusia dalam

memahami dogma agama terhadap alam membuatnya berperilaku eksploitatif.

Hasil penelitiannya dapat dipahami bahwa kriris ekologi yang terjadi tak dapat

20 Teguh Irawan, “Peran Manusia Terhadap Lingkungan Hidup dalam Perspektif Islam

dan Hindu” dalam Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2016. 21 Izzatul Mardhiah, Rihlah Nur Aulia, dan Sari Narulita, “Konsep Gerakan Ekoteologi

Islam; Studi Atas Ormas NU dan Muhammadiyah” dalam Jurnal Studi al-Qur’an Vol. 10, No. 1

Universitas Negeri Jakarta, tahun 2014.

Page 18: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

10

terelakkan dari peradaban modern yang parsial dan reduksionis terhadap alam,

seperti budaya materialisme, kapitalisme, antroposentris, dan utilitarianisme.22

Dari ketiga penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian

yang akan dilakukan. Secara umum persamaannya adalah sama-sama membahas

persoalan ekologi maupun konservasi alam, dalam hal ini sama-sama fokus

menjelaskan mengenai krisis lingkungan hidup. Adapun perbedaannya adalah

Peneliti berfokus pada gagasan atau konsep yang digagas oleh Kristen dan Islam

dalam menjawab krisis ekologi. Terdapat perbedaan yang sangat spesifik dengan

penelitian gerakan eko-teologi dalam jurnal di atas, yakni Peneliti konsern dalam

menjelaskan pandangan NU dan Muhammadiyah terhadap krisis ekologi dan

konservasi alam, sedangkan dalam jurnal lebih menekankan pada bentuk gerakan

serta program kerjanya. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan baru dan

original.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penilitian ini Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif

analisis deskriptif, yaitu penelitian dengan prosedur yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-

prosedur statistik atau cara-cara lain dari pengukuran. Penelitian kualitatif secara

umum bisa digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, agama,

pemikiran, sejarah, tingkah laku, aktivitas sosial, dan lain-lain. Analisis isi

22 Lihat Amirullah, “Krisis Ekologi; Problematika Sains Modern” dalam Jurnal Lentera.

Page 19: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

11

dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan ide-ide23 dalam persoalan

ekologi dan konservasi alam yang dibahas oleh Kristen maupun Muhammadiyah.

Adapun deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran secara menyeluruh

atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, Peneliti menggunakan pendekatan

teologis, sosiologis, dan komparatif. Pendekatan teologis digunakan untuk melihat

karya-karya teologi berdasarkan studi internal dan eksternal. Dalam penelitian ini,

peneliti akan berusaha secara aktif melihat keunggulan Islam dan Kristen

terhadap wacana lingkungan. Pola ini disebut dengan studi internal. Kemudian

peneliti juga akan melakukan kajian terhadap Islam dan Kristen tersebut

berdasarkan ukuran serta wawasan peneliti. Pola ini disebut dengan studi

eksternal.

Pendekatan fenomenologis digunakan untuk memahami Islam dan Kristen

terhadap lingkungan dengan menanggalkan segala asumsi praduga penilaian dan

pengetahuan terhadap kedua agama tersebut. Sehingga dengan pendekaan ini

peneliti berharap objek (Islam dan Kristen ) berbicara tentang dirinya sendiri

hingga diketahui dengan benar dan jelas inti sari objek tersebut.

Pendekatan komparatif digunakan untuk mendialogkan serta

membandingkan kedua objek penelitian, dalam hal ini Islam dan Kristen . Peneliti

akan menghubungkan setiap objek secara pararel dan mengemukakan persamaan

serta perbedaan antara pandangan Islam dan Kristen dalam melihat lingkungan.24

3. Sumber Penelitian

23 Dadang Rahmad, Metode Penelitan Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 102. 24 Media Zainul Bahri, “Wajah Studi Agama-Agama” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), h. 20-29.

Page 20: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

12

Penelitian ini memiliki sumber primer dan sumber sekunder. Adapun

sumber primernya diambil dari buku Teologi Lingkungan dari Islam, Agama

Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an karya Mujiyono Abdillah, Islam

Doktrin dan Peradaban karya Nurcholish Madjid dan buku Teologi dan Ekologi

karya Celia Deane-Drummond. Adapun sumber sekundernya diambilkan dari

buku-buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi yang tidak berhubungan

langsung dengan penelitian.

4. Pedoman Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, Peneliti menggunakan buku “Pedoman

Akademik tahun 2012” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penelitian

Dalam skripsi ini akan dibahas dengan lima (5) bab. Berikut rinciannya:

Bab I merupakan bab pendahluan. Di dalamnya menjelaskan mengenai

latar belakang masalah, batasan dan rumusan, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dan

sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan gambaran umum ekologi. Di dalamnya menjelaskan

mengenai pengertian umum, ruang lingkup serta bentuk-bentuk dari ekologi dan

paradigma dalam ekologi.

Bab III membahas pandangan Kristen mengenai gagasasn ekologi dan

pandangannya terhadap krisis ekologi. termasuk membahas tokoh-tokoh Kristen

Indonesia yang membahas ekologi.

Page 21: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

13

Bab IV membahas pandangan Islam mengenai gagasasn ekologi dan

pandangannya terhadap krisis ekologi. termasuk membahas tokoh-tokoh

Indonesia yang membahas ekologi Islam.

Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran-

saran. Kesimpulan berisi mengenai jawaban atas rumusan masalah yang telah

dibuat. Adapun saran-saran berisi saran untuk penelitian selanjutnya yang ingin

meneliti terkait ekologi dan konservasi alam.

Page 22: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

14

BAB II

EKOLOGI DAN KRISIS EKOLOGI

A. Pengertian Ekologi

Dalam kamus bahasa Indonesia, ekologi merupakan cabang ilmu biologi

yang mempelajari tentang hubungan timbal balik dalam satu lingkungan.1

Pengertian ini dapat dipahami melalui pemaknaan etimologi ekologi yang berasal

dari bahasa Latin dan terdiri dari dua suku kata, yakni oikos dan logos. Oikos

berarti lingkungan, sedangkan logos adalah ilmu. Maka jika disimpulkan menjadi

ilmu tentang lingkungan atau ilmu tentang tempat tinggal.2 Untuk memahaminya,

Utina dan Wahyuni meneyederhanakan menjadi pembahasan mengenai rumah

tangga makhluk hidup.3

Ekologi menjadi kajian yang dilirik oleh pemerhati lingkungan hidup.

Haeckle memberikan definisi yang cukup komprehensip terkait ekologi, yakni

sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-

hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat organik

maupun anorganik.4 Mujiyono mengartikan ekologi sebagai ilmu yang mengkaji

tentang proses interelasi dan interpedensi antar organisme dalam satu wadah

lingkungan tertentu secara keseluruhan. Hubungan timbal-balik antara makhluk

hidup dan lingkungannya inilah yang dibidik ekologi. Dengan demikian,

lingkungan dan makhluk yang ada di dalamnya merupakan objek kajian ekologi.5

1 Pusat Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kemendikbud,

2008), h. 376. 2 Soedirman Resosoedarmo dkk, Pengantar Ekologi, (Bandung: Remadja Karya Cv,

1984), h. 1. 3 Ramli Utina dan Dewi Wahyuni, Ekologi dan Lingkungan Hidup, h. 11. 4 S.J. Mcnaughton & Larry. L, Ekologi Umum, terj. Sunaryono Pringgoseputro,

(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 1992), h. 1. 5 Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an, (Jakarta:

Paramadina, 2001), h. 1.

Page 23: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

15

Sedangkan Otto Soemarwoto mendefinisikan ekologi dengan bahasa yang

sederhana, yakni ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk hidup dengan

lingkungan hidupnya.6

Secara sederhana pembahasan mengenai ekologi merupakan kajian

mengenai ekosistem, lingkungan serta timbal balik kehidupan yang ada di

dalamnya. Ke duanya merupakan titik utama dalam memahami secara utuh apa

saja yang dibahas dalam ekologi. salah satu gambarannya adalah melukiskan

kecenderungan problem kemanusiaan global yang makin terkait satu sama lain

sebagaimana halnya kesalinghubungan dan kesalingtergantungan perbagai aspek

dan dimensi kehidupan itu sendiri. Hal ini bermula pasca renaisans yang ditandai

dengan kebangkitan industrialisasi di Barat, manusia menemukan kesadaran baru,

kesadaran sebagai makhluk yang sangat penting di muka bumi ini.

Kesadaran ini menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang

menduduki posisi tertinggi di tengah jagad semesta ini, manusia berbeda dengan

makhluk-makhluk lain di alam ini bahkan terpisah dari alam. Kesadaran ini

melandasi perkembangan ilmu pengetahuan. Cara pandang seperti ini menegaskan

pemikiran Barat tentang antroposentris, dimana manusia menjadi semakin agresif,

eksploitatif dan superior terhadap alam bahkan terhadap sesamanya.7

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, terdapat tiga kata kunci

untuk merumuskan ekologi, yakni hubungan timbal-balik, hubungan antara

sesama organisme dan hubungan organisme dengan lingkungannya.8 Kajian

ekologi mendasar pada persoalan hubungan timbal balik antar makhluk hidup

6 Ahmad Suhendra, “Menelisik Ekologis dalam al-Qur’an”, Jurnal Esensia vol. XIV No.

1 April 2013. 7 Mehdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al Qur’an, (Jakarta: Mizan), h. 6. 8 Soedjiran Resosoedarmo, dkk, Pengantar Ekologi, h. 1.

Page 24: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

16

dalam satu ekosistem atau lingkungan. Dengan kata lain, terdapat dua hal yang

mendasar, yakni lingkungan atau ekosistem serta peran kehidupan di dalamnya.

Ekosistem atau lingkungan yang dimaksud adalah alam dengan segala

ketersediannya, sedangkan peran kehidupan di dalamnya adalah manusia sebagai

subjek dalam pemanfaatan alam. Pada tahap selanjutnya, hubungan tersebut

menyasar pada pembahasan harmonisasi atau keteraturan. Sebagaimana alam

serta kehidupan di dalamnya (manusia dan makhluk lainnya) memiliki hubungan

yang erat baik untuk dimanfaatkan untuk manusia maupun demi kelestarian alam.

Oleh karena itu perlu diusahakan agar tetap terciptanya keteraturan yang bertujuan

menjaga kelestarian bagi keberlangsungan hidup ekosistem dalam alam.9

Gagasan harmonisasi alam maupun kelestarian tidak lain menjelaskan

tentang kedudukan manusia sebagai subjek atas alam ini. Keberadaan alam ini

memang diperuntukkan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Akan tetapi

pemanfaatan yang berlebihan (eksploitasi) juga berdampak pada kerusakan alam,

yang berimbas mengancam manusia itu sendiri. Atas dasar inilah, pembahasan

ekologi menjadi sangat penting bagi manusia.

Kerusakan lingkungan hidup justru dianggap membahayakan manusia

secara global, karena mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, mulai dari

perlindungan terhadap hutan alam yang merupakan paru-paru dunia, terjadinya

polusi air yang mengakibatkan banyak manusia tidak dapat lagi menikmati dan

memanfaatkan aliran sungai akibat limbah industri, polusi air laut yang

mengakibatkan rusaknya kehidupan kelautan, dan seterusnya, semua itu berakibat

pada kehidupan dan kesehatan manusia. Masalah ini memerlukan kesadaran

9 Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup, h. 24.

Page 25: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

17

semua umat manusia untuk mengembalikan dunia pada ekosistem ekologi yang

normal berdasarkan hukum alam. Dengan dimasukkannya aspek perilaku manusia

sebagai salah satu penyebab benana, maka cakupan definisi bencana menjadi

sema kin kompleks. Bencana mencakup hal, bencana alam, hingga kesehatan

global dan kemiskinan yang keseluruhannya merupakan akibat perbuatan

manusia.

Manusia yang melakukan kerusakan dengan kegiatan buruk yang merusak

keseimbangan tersebut. Dengan demikian, terjadi kepicangan dan

ketidakseimbangan pada sistem alam.10 Penyesuaian alam atas perubahan

keseimbangan yang terjadi akibar adanya perubahan-perubahan itulah yang

disebut ‘bencana’. Manusia yang menyebut itu sebagai bencana, karena

pergerakan penyesuaian itu mendatangkan kerugian secara psikis maupun fisik

bagi manusia.

Krisis ini merupakan problem akut yang membutuhkan perhatian besar

setiap individu. Barangkali terdapat suatu permasalahan yang kendati kita cari

jalan keluarnya maupun kita abaikan begitu saja jalan keluarnya, tetap tidak

memiliki perubahan atau pengaruh signifikan untuk kehidupan. Tidak begitu

halnya dengan permasalahan ekologis. Salah satu karakteristik utama persoalan

ekologi adalah perubahan. Kepasifan dan keaktifan kita dalam persoalan ekologi

memberikan efek signifikan untuk seluruh kehidupan atau organisme. Krisis

ekologis yang tengah terjadi, jika kita abaikan akan semakin mengancam

eksistensi kelestarian kehidupan atau organisme.11

10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan dan Kesan Keserasian al-Qur’an,

(Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 76. 11 Amirullah, “Krisi Ekologi dan Problematika Sains” dalam Jurnal Lentera, Vol. XVIII

No. 1. Juni 2015, h. 3.

Page 26: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

18

Budaya adalah seluruh pengetahuan, keyakinan, teknologi, dan praktik

masyarakat, dan perubahan budaya manusia telah memiliki efek mendalam di

bumi. Manusia telah berjalan selama mungkin 90.000–195.000. Pada awalnya

manusia kebanyakan adalah pemburu-pengumpul yang memperoleh makanan

dengan berburu binatang liar. Manusia bergerak sesuai kebutuhan untuk

menemukan makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Sejak itu, tiga perubahan

budaya utama telah terjadi. Pertama adalah revolusi pertanian, yang dimulai

10.000-12.000 tahun yang lalu ketika manusia belajar bagaimana menanam dan

membiakkan tanaman dan hewan untuk makanan, pakaian, dan tujuan lain.

Selanjutnya berdampak pada revolusi industri-medis, dimulai sekitar 275

tahun yang lalu ketika orang menemukan mesin untuk produksi barang-barang

skala besar di pabrik. Ini melibatkan belajar bagaimana mendapatkan energi dari

bahan bakar fosil, seperti batu bara dan minyak, dan bagaimana menanam

makanan dalam jumlah besar secara efisien. Akhirnya, revolusi informasi-

globalisasi dimulai sekitar 50 tahun yang lalu, ketika kami mengembangkan

teknologi baru untuk mendapatkan akses cepat ke lebih banyak informasi dan

sumber daya dalam skala global. Setiap perubahan budaya ini memberi kami lebih

banyak energi dan teknologi baru yang dapat digunakan untuk mengubah dan

mengendalikan lebih banyak planet ini untuk memenuhi kebutuhan dasar kami

dan meningkatkan keinginan. 12

Menurut William Rees dan Mathis Wackernagel, pengembang konsep

tapak ekologis, akan membutuhkan lahan sekitar lima planet bumi lagi untuk

seluruh dunia untuk mencapai tingkat konsumsi AS saat ini dengan teknologi

12 G. Tyler Miller dan Scott E. Spoolman, Essentials of Ecology, (USA; Brooks/Cole,

2009), h. 13.

Page 27: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

19

yang ada. Dengan kata lain, jika setiap orang mengonsumsi sebanyak yang

dilakukan orang Amerika pada umumnya, modal alami bumi hanya dapat

mendukung sekitar 1,3 miliar orang — bukan 6,7 miliar hari ini. Dengan kata lain,

kita hidup tak terduga dengan menipiskan dan merendahkan sebagian modal alam

bumi yang tak tergantikan dan pendapatan yang dapat diperbarui alami yang

disediakannya ketika jejak kaki ekologis kita tumbuh dan menyebar ke seluruh

permukaan bumi. 13

Alam dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai yang mempunyai

nilai dalam dirinya sendiri. Karena itu martabat alam patut dihargai dengan

penghormatan, atas alam melalui perilaku yang menjaga dan memelihara alam

dan lingkungan hidup yang dihuni manusia. Perubahan paradigma dibentuk dalam

kesadaran bahwa alam bukanlah sekedar nilai instrumental demi keuntungan

manusia. Manusia mesti memiliki tanggungjawab moral untuk memastikan alam

tetap terjaga keberlangsungannya. Kesadaran akan tanggungjawab ini harus

sampai pada tataran moral yang tidak terbantahkan bahwa manusia hidup dalam

sebuah komunitas moral bersama dengan seluruh kehidupan dan segala

ekosistem.14

B. Perkembangan Paradigma Ekologi

Pembahasan mengenai ekologi dapat disederhanakan pada pernyataan

mengenai hubungan timbal balik dalam satu ekosistem. Adanya manusia, alam

dan lingkungan yang ada disekitarnya menjadi bagian utama dalam diskursus

ekologi. permasalahan inilah yang menjadi kajian utama menurut Miller bahwa

jejak kehidupan manusia membawa pada persoalan dampak yang serius terhadap

13 Miller dan Spoolman, Essentials of Ecology, h. 16. 14 A. Sony Keraf, Etika Lingkungan, Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2002, hlm 119.

Page 28: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

20

alam. Terutama pada persoalan pemanfatan alam atas revolusi kehidupan

manusia. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang perlu ditegaskan dalam

pembahasan ekologi, di antaranya adalah ekosistem, pemanfaatan alam.

Dalam buku Dasar-Dasar Ekologi yang dikeluarkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup, ekologi merupakan ilmu tentang lingkungan hidup. Meskipun

didasarkan pada ilmu biologi, akan tetapi objek kajiannya mencakup persoalan

lingkungan tidak terbatas pada persoalan kehidupan bilogis dalam satu ekosistem,

akan tetapi juga berhubungan dengan hubungan yang terjadi dalam ekosistem

tersebut. Oleh karena itu ekologi justru tidak hanya menjadi bagian dari

lingkungan, tetapi juga membahas hal-hal yang terdapat dalam lingkungan hidup.

Dengan kata lain, ekologi merupakan ilmu interdisipliner.15

Hal mendasar yang perlu dipahami dalam kajian ekologi adalah asas dasar

ilmu ekologi yang timbul dari ilmu lingkungan hidup (enviromental science).

Lingkungan merupakan penelaahan terhadap sikap dan perilaku manusia dengan

tanggungjawab dan kewajibannya dalam mengelola lingkungan hidup. Ilmu

lingkungan terkait erat dengan pengelolaan sumberdaya termasuk materi, manusia

dan kompetensinya akan teknologi, seni dan budaya. Ilmu lingkungan membahas

pada persoalan masalah lingkungan yang harus diatasi, serta pengelolaan

lingkungan yang memberikan manfaat tanpa harus mengeksploitasinya secara

berlebihan.16

Lingkungan hidup pada diskursus ekologi pada dasarnya terbatas dalam

persoalan lingkungan yang bersifat natural atau alam. Sebagaimana Pada ekologi

manusia hubungan antar manusia dalam memperoleh topangan eksistensi dan

15 Kementerian Lingkungan Hidup, Dasar-Dasar Ekologi, (Jakarta: Kementrian

Lingkungan Hidup, 2009), h. 4. 16 Ramli Utina dan Dewi Wahyuni, Ekologi dan Lingkungan Hidup, h. 13-14.

Page 29: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

21

kehidupannya adalah dari Alam. Sedangkan dalam ilmu lingkungan, hubungan

antara manusia dengan lingkungan hidupnya yang merupakan perluasan dari

pengertian ekosistem yang masih alami. Alam atau ekosistem sudah berkembang

menjadi lingkungan hidup yang terdiri atas lingkungan hidup alami, lingkungan

hidup sosial dan lingkungan binaan manusia.17

Lingkungan hidup dalam naungan alam telah memberikan segalanya bagi

kehidupan manusia. Alam raya merupakan jaringan yang terdiri dari berbagai

kekuatan yang komplek serta rumit, tidak bisa berdiri sendiri. Seluruh bagiannya

bersatu menyeluruh, dan manusia adalah bagian dari alam tersebut. Manusia

adalah bagian dari segalanya yang ada dalam alam, sebaliknya, segalanya adalah

bagian dari alam. Oleh karena itu, perspektif yang harus diambil dalam membahas

persoalan alam harus bersifat menyeluruh, tidak bisa hanya mengambil dari sudut

pandang kepentingan pribadi atau kelompok. Bumi adalah rumah bagi manusia

dan semuanya, maka tanggungjawab yang harus dilakukannya adalah

merawatnya.18

Persoalan lingkungan dan rusaknya ekosistem pada era kontemporer

kehidupan manusia adalah masalah moral, persoalan perilaku manusia.

Lingkungan bukan semata-mata persoalan teknis. Demikian pula, krisis ekologi

global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral secara

global.19 Oleh karena itu, perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Tidak

bisa disangkal bahwa sebagai kasus lingkungan yang terjadi sekarang ini baik

17 M. Soerjani, “Ekologi Manusia dan Alam Semesta” dalam Modul Biologi, h. 12. 18 Reza A.A Watimena, Tentang Manusia; Dari Pikiran, Pemahaman Sampai

Perdamaian Dunian, (Yogyakarta: Maharsa, 2016), h. 137-140. 19 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, h. 4.

Page 30: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

22

pada lingkungan global maupun lingkungan nasional, sebagian besar bersumber

dari perilaku manusia.

Manusia dianggap di luar, di atas dan terpisah dari alam. Bahkan manusia

dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja terhadap

alam. Cara pandang seperti ini melahirkan sikap dan prilaku eksploitatif tanpa

kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak

mempunyai nilai pada dirinya sendiri, dan alat pemuas kepentingan manusia.20

Inti utama dari sikap dan perilaku manusia terhadap alam semesta serta kehidupan

di dalamnya atau yang kita sebut sebagai lingkungan hidup sesungguhnya

dipengaruhi oleh paradigma berfikir kita tentang hakikat alam semesta dan

kehidupan di dalamnya. Salah satu kesalahan paradigma mengenai alam yaitu

paradigma mekanistis-reduksionistis, yaitu alam semesta demikian pula

organisme di pandang sebagai mesin yang terdiri dari bagian- bagian yang

terpisah. Akibatnya maka akan bermuara pada kematian hubungan segitiga, yaitu

matinya hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan

alam lingkungan. Sehingga menjadi ancaman yang maha dasyat bagi

keberlangsungan kehidupan seluruh mahkluk bumi.

Pada awalnya ekologi pada awalnya hanya membahas pada persoalan

organisme yang hidup dibumi. Pada tahun 1920an, ekolog mulai memusatkan

pada hubungan antar jaringan atas dasar jaringan pakan (mata rantai makanan).

Namun, mata rantai makanan ternyata menjadi siklus yang tidak bisa kembali.

Siklus ini juga menggambarkan adanya saling terhubung satu sama lain dan

membentuk jaringan pangan atau jaring kerja keterkaitan pangan. Dalam konteks

20 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, h. 8.

Page 31: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

23

manusia, jaringan pangan menjadi lebih kompleks, karena satu sisi manusia

sebagai makhluk yang tunduk pada hukum biologis, satu sisi sebagai makhluk

sosial yang memiliki nilai, norma dan budaya. Dengan kata lain, manusia sebagai

bagian dari sistem ekologi tidak hanya menjadi bagian dari siklus pangan tersebut,

melainkan perlu memerankan adanya sistem keseimbangan antara kebutuhan

pangan dan pelestarian untuk keberlanjutan kehidupan.21

Kesimpulan yang bisa diambil adalah sikap eksploitatif manusia terhadap

alam tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan keberlangsungan alam

merupakan bentukan dari paradigma antroposentris. Teori ini memandang bahwa

manusia merupakan pusat dari sistem alam semesta. Sebaliknya alam semesta

dianggap tidak mempunyai nilai intrinsik pada dirinya sendiri selain nilai

instrumental ekonomis bagi kepentingan ekonomi manusia. Paradigma

antroposentrisme inilah yang melahirkan perilaku eksploitatif eksesif yang

merusak alam sebagai komoditas ekonomi dan alat pemuas kepentingan

manusia.22

Gagasan antroposentrisme menegaskan bahwa manusia dan

kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan

dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung

atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Manusia

saja yang pantas memiliki nilai. Manusia adalah di atas segala-galanya, supra

organik, yang dengan segenap kemampuan akal fikirnya sanggup mengubah tata

alam semesta beserta isinya. Atas dasar ini pandangan antroposentrisme

21 Soeryo Adiwibowo, Ekologi Manusia, (Bogor: IPB, 2007), h. 3-5. 22 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, h. 8.

Page 32: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

24

cenderung melemahkan ekosistem, sehingga mengakibatkan terganggunya

kelestarian lingkungan hidup.23

Paradigma antroposentrisme mendukung manusia bersifat eksploitiatif ini

bersumber dari renaisan, yakni paradigma mekanistis. Secara umum, paradigma

mekanistis dipengaruhi oleh Rene Descartes tentang dalil rasionalisnya.

Pemikiran Descartes dianggap benar-benar mengubah cara pandang masyarakat

termasuk dalam memahami alam. Pemahaman manusia memiliki kekuatan

rasionalis berbeda dengan alam yang tidak memiliki rasionalitasnya. Atas dasar

itulah alam dianggap tidak memiliki nilai dan dipahami sebagai sebuah mesin

yang bergerak secara mekanistis, demikian pula alam dipahami sebagai sebuah

mesin raksasa yang bergerak dan berada dengan ditentukan oleh bagian-

bagiannya. Pemahaman mekanistis tentang alam semesta didasarkan pada

pemisahan antara bagian dan keseluruhan, di mana keseluruhan tubuh dan alam

semesta direduksi menjadi bagian-bagiannya yang terpisah. Memahami alam

berarti memahami bagian-bagiannya dengan kemampuan analitis akal budi tanpa

melibatkan kemampuan seluruh tubuh, termasuk perasaan dan intuisi manusia.24

Pada intinya, paradigma mekanistis mendorong manusia menguasai alam

tanpa mempertimbangkan pada aspek keberlangsungan hidup, melainkan

menekankan pada keuntungan maupun ketercukupannya sumber daya yang

dibutuhkan oleh manusia. Cara pandang ini menjurus manusia bersifat eksploitatif

terhadap alam raya. Di luar itu, paradigma mekanistis kurang menekankan

tanggung jawabnya terhadap kelestarian alam. Paradigma mekanistis memisahkan

antara fakta dengan nilai itu sendiri. Dengan kata lain, manusia menganggap alam

23 Ginting Suka, Teori Etika Lingkungan; Antroposentrisme dan Ekosentrisme, (Bandung;

Universtias Udayana, tt), h. 53. 24 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan, h. 56-60.

Page 33: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

25

sebagai fakta tanpa nilai apapun. Artinya setiap kejadian yang menimpa alam

diartikan sebagai gejala alam yang tidak ada kaitanya dengan perbuatan manusia.

Akan tetapi pada masa revolusi ilmiah yang dimulai abad ke 17

menemukan fakta bahwa antara fakta dan nilai (perbuatan manusia) tidak bisa

dipisahkan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya tidak

bebas nilai, oleh karenanya ilmuan ditekankan pada aspek bukan hanya secara

intelektual, tetapi juga secara moral. Hal ini berarti menunjukkan adanya

hubungan antara persepsi ekologis terhadap dunia dengan perilaku bukan hanya

bersifat logis melainkan hubungan psikologis. Logika tidak menuntun manusia

dari fakta diri sendiri sebagai bagian dari jaringan kehidupan kepada norma-

norma tertentu bagaimana manusia harus hidup. Namun, manusia memiliki

kesadaran atau pengalaman ekologis-dalam bahwa dirinya adalah bagian dari

jaringan kehidupan, maka manusia akan (bukan manusia seharusnya) cenderung

peduli terhadap seluruh alam yang hidup.25

Pandangan mengenai antroposentrisme benar-benar memberikan dampak

negatif terhadap kelestarian alam. Antroposentrisme setidaknya memiliki tiga

kelemahan, di antaranya; Pertama mengabaikan komponen lingkungan, seperti

penggunaan pestisida untuk petani satu sisi menguntungkan petani, akan tetapi

dampak buruknya adalah tanah yang akan mengalami kegersangan. Kedua

kepentingan manusia yang berubah-ubah berdampak pada penggunaan alam

sewenang-wenang. Misal, pemanfaatan terumbu karang yang berlebih mendorong

nelayan menguras habis untuk dijual pada hiasan akuarium. Ketiga kepentingan

25 I Ginting Suka, Dari Antroposentrisme ke Ekosentrisme, h. 95.

Page 34: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

26

manusia bersifat jangka pendek, sehingga dampak yang terjadi pada jangka

panjang sangat merugikan generasi selanjutnya.26

Untuk menjawab persoalan antroposentrisme dengan paradigma

mekanistik, diperlukan pemikiran yang bersifat komprehensif dan holistik dalam

ekologi. Cara pandang yang bersifat menyeluruh inilah kemudian disebut sebagai

holistik, organismis dan ekologis. Gagasan holistik ini didasarkan pada kenyataan

bahwa segala sesuatu dalam kehidupan adalah saling terhubung. Maka hukum

yang timbul adalah segala sesuatu yang ada dalam alam adalah saling bergantung,

tidak bisa beridiri sendiri. Dengan model berpikir seperti inilah kemudian disebut

sebagai pola pikir sistem. Pola pikir sistem ini telah membuka pemikiran baru

menyangkal sebelumnya. Jika sebelumnya orang berpikir bahwa kehidupan

bersifat linier, kini kehidupan menjadi bermakna kompleks. Sony Keraf

menyatakan sebagai berikut:

“Menurut pemikiran sistem, ciri hakiki sebuah organisme, sebuah sistem

kehidupan, adalah ciri dari keseluruhannya, bukan ciri yang semata­ mata dimiliki

dan ditentukan oleh bagian itu secara terpisah. Semua ciri tersebut muncul dan

berkembang dari interaksi dan relasi d i antara bagian­ bagiannya. Bagian-bagian

dari keseluruhan organisme ini bisa diidentifikasi, tetapi bagian-bagian ini bukan

merupakan unsur yang terisolasi. Demikian pula hakikat dari keseluruhan

organisme itu selalu berbeda dari jumlah clan kumpulan bagian-bagiannya.”27

Secara umum pandangan mengenai paradigma mekanistik dalam konteks

ekologi dikritik dengan menggunakan paradigma sistem. Paradigma sistem ini

menjadi acuan dalam memahami sekaligus mewujudkan kesadaran manusia dan

26 Andiwibowo, Ekologi Manusia, h. 9. 27 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, h. 71.

Page 35: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

27

hubungannya dengan alam dalam konteks ekologi. Setidaknya terdapat dua jenis

teori dalam rangka mengritik paradigma mekanistis dari teori antroposentris.

Keduanya adalah ekosentrisme dan eko-teologi. Meski berbeda dasar dan sumber,

akan tetapi keduanya sama-sama memiliki arah dalam rangka mewujudkan

kesadaran manusia dalam mengelola alam dengan melestarikannya.

Antroposentrisme menekankan pada penggunaan alam tanpa memberikan

tanggung jawab atas penggunaannya memunculkan konsepsi baru dalam wacana

ekologi. Penulis sendiri mendapatkan dua paradigma baru yang lahir atas

pengembangan ekologi, yakni ekosentrisme dan eko-teologi. Dua gagasaan

tersebut merupakan jawaban atas kritik terhadap antroposentrisme yang

memberikan dukungan terhadap kerusakan alam. Atau dalam bahasa

sederhananya antroposentrisme membebaskan manusia berbuat apa saja terhadap

alam tanpa memberikan tanggungjawab terhadap alam itu sendiri. Adapun

gagasan mengenai ekosentrisme maupun ekoteologi memberikan arah pada

kesadaran manusia untuk melestarikan alam. Sehingga pemanfaatan terhadap

alam juga diimbangi dengan konservasi atau pelestarian untuk kehidupan yang

berkelanjutan. Berikut uraian detailnya.

Ekosentrisme merupakan sesuatu yang menunjuk satu berpusat pada alam,

sebagai oposisi kepada yang berpusat pada manusia, sebagai sistem nilai.28

Ekosentrisme menekankan bahwa antara fakta yang terjadi berhubungan secara

langsung dengan perbuatan-perbuatan manusia. Dalam konteks ekologi,

perubahan alam sangat bergantung pada perbuatan manusia itu sendiri. Oleh

karena itu dampak atas pemanfaatan alam harus dipertimbangkan dalam rangka

28 I Ginting Suka, Dari Antroposentrisme ke Ekosentrisme, h. 88.

Page 36: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

28

keberlangsungan hidup manusia. Ekosentrisme juga bagian dari penolakan

terhadap antroposentrisme bahwa etika antroposentrisme hanya berpusat pada

manusia, akan tetapi mengabaikan peranan lingkungan.29

Adapun ekoteologi merupakan gerakan kesadaran yang diambil dari

teologi lingkungan berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia diyakini memiliki

peran fungsional sebagai kepanjangan tangan Tuhan dalam mengelola

lingkungan, yang lazim dikenal dengan istilah khalifatullah. Manusia harus tetap

konsisten memelihara kualitas lingkungan agar daya dukungnya tetap optimum.

Untuk menjaga optimasi daya dukung lingkungan, manusia harus memelihara

kepentingan semua pihak secara proporsional. Kepentingan kelestarian

lingkungan dan kepentingan kesejahteraan manusia dipertimbangkan secara wajar

sebatas kewajaran ekologis. Hal tersebut harus diterapkan mengingat manusia

diberi mandat sebagai khalifah. Dengan demikian dapat disebut juga menjaga

alam merupakan sunnah Illahiyah yang harus tunduk dan konsisten pada nilai

spiritual Illahiyah.30

Baik ekosentrisme maupun ekoteologi merupakan pemikiran dalam rangka

mengembangkan cakupan pembahasan ekologi. Dasar pembahasan ekologi

bertumpu pada sistem organisme kehidupan dalam satu lingkungan. Dalam

paradigma antroposesntrisme nyata memisahkan hubungan yang terbentuk dalam

satu lingkungan hidup. Maka dampak yang terjadi atau kerusakan alam dianggap

sebagai gejala alamiah semata. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut menemukan

fakta bahwa kejadian yang ada di alam juga dipengaruhi oleh perbuatan manusia.

29 Adniwibowo, Ekologi Manusia, h. 11. 30 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 200-209.

Page 37: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

29

Oleh karena itu digagas pemikiran untuk membentuk kesadaran pemanfaatan

alam yang esfisien dan mengarah pada kelestarian hidup.

Pada prinsipnya, ekosentrisme mengarahkan kepada manusia untuk

menghayati alam sebagaimana dipahami dan dihayati oleh masyarakat adat di

seluruh dunia dengan kearifan tradisionalnya. Alam bagi masyarakat adat di sini

dipahami sebagai satu kesatuan asasi dengan kehidupan manusia, karena itu

memelihara alam berarti memelihara kehidupan dan berarti sekaligus juga

memelihara kehidupan manusia itu sendiri. Sebaliknya, merusak alam berarti

merusak kehidupan dan sekaligus juga berarti merusak hidupnya sendiri.31 Dalam

konteks ekologis ini, pola relasi antara manusia dengan alam adalah pola relasi

saling rnerawat, penuh kasih sayang, saling mengisi, saling mendukung, saling

menunjang ke­ hidupan dan memungkinkan setiap kehidupan untuk tumbuh

berkembang, untuk hidup.

Dukungan yang muncul terhadap ekosentrisme diperkuat melalui

paradigma sistem atau penggunaan teori sistem dalam memahami konteks

ekologi. Dalam hal ini menekankan pada aspek hubungan manusia dengan alam

secara menyeluruh. Adiwibowo memberikan dua ciri yang identik dengan

pemikiran teori atau paradigma sistemik. Pertama sistem merupakan entitas yang

menyeluruh, terorganisir, dan koheren. Setiap entitas yang ada pada dasarnya

bersifat otonom sekaligus subsistem atas supersistem yang ada. Dengan kata lain,

manusia adalah bagian dari keseluruhan alam dan alam adalah bagian dari

manusia. Anta subsistem memiliki peranan yang berbeda dan saling berinteraksi,

dengan kata lain, hubungan antar subsistem menjadi saling berpengaruh dan

31 Sony Keraf, Filsafat Lingkungan, h. 88.

Page 38: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

30

saling bergantung satu sama lain. Kedua terdapat jaringan atau hubungan yang

terpola dengan baik. Dalam teori sistem, ditekankan pada aspek relasi atau

hubungannya, bukan pada subsistemnya, sehingga yang terjadi adalah

memperbaiki hubungan yang akan berdampak pada subsistem dan berakhir pada

supersistem yang ada.32

Ekosentrisme digadang-gadang sebagai gerakan kesadaran melestarikan

alam. Dampak buruk paradigma antroposentrisme dapat ditanggulangi dengan

adanya upaya sadar melihat alam dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu

ekosentrisme menjadi kerangka etika yang menopang perbuatan manusia lebih

peduli terhadap kondisi alam yang ada. Adapun ekoteologi sebagaimana yang

dikembangkan oleh Mujiono menggunakan pendekatan teologis dengan

memfokuskan kajiannya pada sistem keyakinan Islam berkaitan dengan

lingkungan. Hal ini kemudian disebtu denga Teologi Lingkungan Islam.33 Adapun

cakupan pembahasan teologi lingkungannya meliputi al-‘Alamin (selurus spesies),

al-Sama’ (langit atau jagat raya), al-Ardh (tempat atau bumi), dan al-bi’ah

(lingkungan).34

Gagasan ekoteologi Mujiono bersumber pada aspek etika Islam dalam

perlindungan lingkungan hidup. Pemanfaatan hasil alam, seperti energi, harus

secara lestari, yaitu dengan memanfaatkan secara rasional, intelegent utilization,

dan penggunaan secara bijaksana, (wise use). Dengan demikian, pemanfaatan

bersifat rasional menekankan pada apek perhitungan nilai ekologis sekaligus nilai

32 Wibowo, Ekologi Manusia, h. 8. 33 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 13. 34 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 44-60.

Page 39: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

31

ekonomis. Selain itu juga menggunakan alam secara bijaksana dengan prinsip

berkelanjutan.35

Pemikiran Mujiono masih dianggap sebatas persoalan etik Islami, namun

kurang maksimal dalam menjelaskan kerangka teologis untuk menunjang ekologi

Islam. Wardani memberikan perluasan penjelasan eko-teologi. Menurutnya Alam

memberikan bukti atas kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Selain itu keharmonisan

alam dalam bentuk kesetaraan kosmik merupakan pejalaran yang bisa dipahami

manusia. Al-Qur'an menginginkan agar pengelolaan alam tidak lepas dari nilai-

nilai tawfuid, secara seimbang, dan ekonomis (tidak boros, eksploitatif). Al-

Qur'an memerintahkan agar bumi dimakmurkan, tidak hanya dalam pengertian

digali hasil-hasilnya, melainkan juga dijaga keseimbangannya. Teologi

lingkunganjuga seharusnya menjadi dasarbagi ilmu yang menjabarkan ajaran-

ajaran ini dalam praktik, seperti melalui fiqh lingkungan ffiqh al-bi'aft). Teologi

memang menjadi dasar bagi fiqh. Dimana perbuatan manusia dapat dirincikan

melalui hukum fiqh yang bersandar pada ketauhidan kepada Tuhan.36

Pada akhirnya, manusia secara ekologi menurut ajaran Islam diposisikan

ditengah-tengah makrokosmos sebagai salah satu komponen mikrokosmos jenis

biotik teristimewa dibandingkan dengan hampir dua juta makhluk hidup lainnya.

Disisi lain, secara spiritual manusia dituntut harus mempunyai komitmen dan

integritas kepada sang pencipta. Pertanggung jawaban itu kemudian direfleksikan

35 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 63. 36 Wardani, Islam Ramah Lingkungan: Dari Eko-teologi Hingga Fiqh Bi’ah

(Banjarmanis: IAIN Antasari Press, 2015), h. 159-162.

Page 40: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

32

melalui interaksi interaksi dalam ekosistem khusus yang dibangun di atas alam

fisik, non fisik dan metafisik.37

C. Krisis Ekologi di Indonesia

Bumi yang kita tempati hari ini membutuhkan struktur yang baik untuk

dapat dihidupi atau ditinggali oleh makhluk hidup. Bumi sendiri tidak dapat

bertahan dengan baik jika makhluk hidup sendiri tidak bisa melestarikan dan

menjaganya dengan baik. Keadaan bumi yang sekarang kita ketahui sudah

tercemar dari berbagai aspek lingkungan. Tercemarnya bumi menjadikan bumi

terasa sakit, ketimpanganpun terjadi disebabkan oleh keseimbangan lingkungan

yang sudah tidak dapat dikontrol lagi.

Tak dapat disangkal bahwa kondisi lingkungan hidup di Negara Indonesia

yang sekarang kita tempati dalam keadaan krisis. Kita mencatat begitu banyak

alasan kebanggaan, dan kita namakan itu sebagai kemajuan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan itu sebagai bukti bahwa manusia semakin beradab. Ironisnya,

kemajuan itu harus dibayar dengan mengorbankan lingkungan hidup yang

manusia tempati. Bahkan dapat dikatakan bahwa, kemajuan itu sekaligus

menghantar manusia pada kehancuran.38

Kita temukan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari

semakin mengharukan. Kondisi ini secara langsung telah mengancam kehidupan

manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam.

Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat

peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Kerusakan lingkungan hidup dapat

diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran)

37 Sofyan Anwar Mufid, Islam dan Ekologi Manusia, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2010),

h. 30. 38 A. Sony Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta : Buku Kompas, 2002), h. 66.

Page 41: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

33

lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya

tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem.39

D. Macam-macam Krisis Ekologi di Indonesia

1. Krisis Udara

Udara merupakan suatu komponen abiotis yang lebih dikenal dengan

atmosfer. Komponen itu adalah suatu campuran gas yang terdapat lapisan yang

mengelilingi bumi. Atmosfer ini terdiri dari empat lapisan, yakni troposfer,

stratosfer, mesosfer dan termosfer. Semuanya terbentuk oleh sinar-sinar

matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi dan permukaan bumi. Komponen

campuran gas yang terkandung dalam udara itu adalah air dalam bentuk uap

(H2O) dan Carbon dioksida (CO2). Komposisi ini membentuk udara yang baik

dan bersih yang dibutuhkan makhluk hidup.40

Namun komposisi udara yang demikian asli dan bersih jarang kita

temukan saat ini. Dewasa ini yang orang alami dan nikmati adalah udara yang

kondisinya tidak bersih (terpolusi dan tercemar). Polusi itu terjadi baik secara

alami maupun oleh karena campur tangan manusia. Polutan alami terjadi

melalui proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah

tanaman, dan kebakaran hutan. Zat-zat kimia yang dihasilkan berupa gas,

seperti sulfur dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karbon Monoksida

(CO). Selain itu, ada pula partikel- partikel padatan atau cairan berukuran kecil

yang tersebar di udara. Zat-zat kimia ini yang bercampur dengan gas-gas H2O

dan CO2, sehingga udara menjadi kotor. Polusi udara ini terjadi karena

39 Alamendah's Blog, “Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan Penyebabnya”,

https://alamendah.org/2014/08/01/kerusakan-lingkungan-hidup-di-indonesia-dan-penyebabnya/

diakses pada tanggal 9 Mei 2019. 40 P. Borong, Robert, Etika Bumi Baru (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), h. 92.

Page 42: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

34

perbuatan manusia dan merupakan akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.41

Pada umumnya limbah-limbah, asap pabrik dan asap kendaraan

bermotor merupakan penyebab pencemaran. Masing-masing membuang

beberapa macam gas yang sama, yang terakumulasi dan telah tercemari udara.

Hanya dapat dipastikan bahwa polutan udara adalah CO yang dihasilkan oleh

penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara yang digunakan oleh

pabrik maupun kendaraan bermotor.42

Krisis mengenai udara ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di

Indonesia, seperti kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di kawasan Ogan Ilir

(OI) dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang menyebabkan kabut asap

telah memasuki wilayah Kota Palembang, Sumatera Selatan.43 Sementara

dikawasan lain ditemukan pula limbah fly ash atau abu terbang dari cerobong

asap pabrik K2 Indistri di karawang.44 Akibatnya, pencemaran udara pun kini

telah mulai dirasakan oleh masyarakat.

2. Krisis Air Bersih

Air merupakan zat yang paling esensial dalam kehidupan. Air

mempunyai siklus hidrologis yang berlangsung secara alami sebagai proses

untuk membersihkan diri. Syarat utama dalam proses ini adalah kondisi udara

yang bersih. Udara dan air saling memberi dan saling menerima dalam proses

41 P. Borong, Robert, Etika Bumi Baru (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), h. 96. 42 Dr. William Chang OFM Cap, Moral Lingkungan Hidup, (Yogyakarta : Kanisius,

2001), h. 19 43 Putra, Aji YK, “Waspada, Udara Palembang Mulai Tercemar Kabut Asap”,

https://regional.kompas.com/read/2018/10/05/17474851/waspada-udara-palembang-mulai-

tercemar-kabut-asap. Diakses pada tanggal 10 Mei 2019. 44 Awaluddin, Luthfiana, “Warga Keluhkan Polusi Udara Fly Ash Pabrik di Karawang”,

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4523408/warga-keluhkan-polusi-udara-fly-ash-pabrik-

di-karawang?_ga=2.205948177.32201927.1557771048-1616342713.1557771048 diakses pada

tanggal 10 Mei 2019.

Page 43: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

35

ini. Jadi air yang sampai ke bumi adalah air yang membawa kotoran dari

udara. Dengan demikian, jika udara dalam keadaan kotor atau tercemar, maka

air yang sampai ke bumi adalah air yang juga kotor atau terpolusi. Begitu pula

sebaiknya, jika udara dalam keadaan bersih maka air yang sampai ke bumi

juga adalah udara yang bersih. Karena itu, kualitas air sangat tergantung pada

kondisi udara, alam dan aktivitas manusia di sekitarnya.45

Tanah longsor dan erosi bisa membuat air keruh, berubah warna dan

berbau. Sifat air berubah dan kualitas air menurun karena terjadi penumpukan

sampah. Tetapi kejadian ini tidak murni alami karena longsor atau erosi selalu

merupakan akibat dari tidak terjaminnya kelestarian hutan. Menurunnya

kualitas air lebih banyak terjadi karena kegiatan manusia di sekitarnya.

Kegiatan manusia banyak berpengaruh langsung terhadap sifat-sifat air.

Memang air mempunyai proses alamiah untuk menetralisir dirinya sendiri,

tetapi apa bila pencemaran berlipat ganda maka air akan kehilangan daya

alamiahnya dalam proses itu.46

Kegiatan manusia yang mempengaruhi kualitas air itu dapat dibedakan

menjadi dua macam. Pertama, kegiatan perorangan, dan kedua, kegiatan

kolektif. Kegiatan perorangan ini misalnya membuang sampah sembarangan

secara tidak bertanggung jawab, terutama yang dibuang di sungai atau di laut,

air sabun yang dibuang oleh keluarga-keluarga, dan penggunaan pupuk-pupuk

dalam dunia pertanian. Sedangkan kegiatan kolektif misalnya polusi air

karena asap pabrik dan limbah industri. Hal ini bisa terjadi secara langsung

maupun secara tidak langsung. Terjadi secara tidak langsung melalui polusi

45 Muhamin, Membangun Kecerdasan Ekologis, (Bandung : Alfabta, 2015), h. 34. 46 Muhamin, Membangun Kecerdasan Ekologis, (Bandung : Alfabta, 2015), h. 37.

Page 44: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

36

udara. Polusi udara ini menyebabkan hidrologis air tidak bersih. Sedangkan

secara langsung misalnya industri-industri yang menggunakan jasa air dan

membuang limbah secara tidak bertanggung jawab, dan sampah- sampah

oraganik yang sebagian berasal dari proses industri.47 Di Indonesia, hal

tersebut sudah banyak terjadi. Misalnya di Sungai Musi, Palembang terdapat

pemandangan yang sangat buruk. Didapati sebuah aliran sungai air tawar

yang penuh dengan sampah dengan bau tidak sedap dan menyengat yang

didominasi oleh limbah rumah tangga.48

Jadi secara tegas, dapat dikatakan bahwa air kita ini sekarang ada

dalam keadaan polusi. Hal ini terjadi secara alamiah maupun karena

perbuatan manusia. Dengan cara masuknya dan atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam air, maka kualitas air menjadi

berkurang sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi

lagi sesuai dengan peruntukannya.49

3. Krisis Hutan

Masalah kelestarian hutan sangat terkait dengan paham pragmatisme

dan Utilitarisme. Manusia hanya mempertimbangkan nilai guna dan seberapa

besar keuntungan yang akan diperoleh dengan mengeksploitasi hutan.

Pengeksploitasian hutan ini berhubungan erat dengan masalah kemiskinan

dan konsumsi tinggi. Misalnya permintaan yang sangat besar dari industri

plywood. Pulp, kertas dan sebagainya menjadi faktor pemicu penebangan

47 P. Borong, Robert, Etika Bumi Baru (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), h. 98. 48 Adil, Raja, “Jorok! Anak Sungai Musi Penuh Sampah dan Bau Tak Sedap”

https://news.detik.com/berita/d-4445027/jorok-anak-sungai-musi-penuh-sampah-dan-bau-tak-

sedap?_ga=2.141381040.32201927.1557771048-1616342713.1557771048 diakses pada tanggal

10 Mei 2019. 49 Muhamin, Membangun Kecerdasan Ekologis, (Bandung : Alfabta, 2015), h. 36.

Page 45: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

37

hutan secara besar-besaran. Selain permintaan industri, sistem pertanian

dengan cara menebang dan membakar hutan untuk membuka lahan baru ikut

merusak kelestarian hutan.50

Kerusakan hutan pada gilirannya membawa berbagai dampak ikutan

krisis lingkungan berikutnya yang semakin parah. Ini terkait dengan

sedemikian banyaknya fungsi ekologis hutan. Hutan juga mempunyai fungsi

dan menjaga siklus perubahan cuaca. Hutan juga mempunyai fungsi

hidrologis untuk menjaga daerah resapan air, menjaga persediaan dan

ketersediaan air. Selain itu hutan juga berfungsi menjaga kualitas tanah dan

vegetasi alamiah serta fungsi biologis-genetis untuk menunjang

berkembangbiaknya berbagai unsur biologis dan genetis di dalamnya.51

Rusaknya hutan akan menyebabkan lapisan tanah semakin rusak dan

terdegradasi, termasuk karena erosi dan longsor di musim hujan.

Diperkirakan sepertiga lahan pertanian di seluruh dunia telah kehilangan

lapisan tanahnya yang subur. Dan itu terjadi jauh lebih cepat dari pada proses

pembentukan lapisan tanah baru. Demikian pula, rusaknya hutan jelas

menyebabkan hilang dan punahnya berbagai fauna dan flora. Kita jelas

mengalami kepunahan keanekaragaman hayati kita secara sangat

memprihatinkan. Bersamaan dengan itu, hutan sebagai sumber bahan baku

obat-obatan akan juga hilang potensinya untuk itu. Belum lagi kita berbicara

mengenai ancaman banjir dan hilangnya sumber mata air karena kerusakan

hutan. Pada gilirannya akan mengancam sumber air minum dan sumber air

50 P. Borong, Robert, Etika Bumi Baru (Jakarta : Gunung Mulia, 2009), h. 106. 51 Amsyari, Fuad, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1981), h. 37.

Page 46: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

38

untuk berbagai aktivitas produktif khususnya pertanian.52

Kerusakan hutan ini disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak

senonoh terhadap lingkungan, dengan penebangan hutan secara terus menerus

menyebabkan hutan gundul dan berbagai masalah muncul. Salah satu

pemandangan yang mengenaskan terjadi di Indonesia yakni penebangan liar

yang terjadi di kawasan hutan Desa Bongkaras, Kecamatan Silima Pungga-

pungga, Kabupaten Dairi ternyata sudah cukup lama berlangsung. Ini diduga

menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang.53

52 Amsyari, Fuad, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1981), h. 43. 53 Munthe, Tigor, "Kerusakan Hutan Diduga Jadi Penyebab Banjir Bandang di Dairi"

https://regional.kompas.com/read/2018/12/20/13041321/kerusakan-hutan-diduga-jadi-penyebab-

banjir-bandang-di-dairi. Diakses pada tanggal 10 Mei 2019.

Page 47: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

39

BAB III

PRINSIP EKOLOGI DALAM KRISTEN

A. Teologi Penciptaan

Dalam doktrin ajaran Kristen, persoalan ekologi tidak bisa langsung

ditemukan pada satu tafsir atau pemahanan. Terdapat beberapa teologi yang

berhubungan dengan ekologi. Sebagaimana doktrin Tuhan yang Transenden

dalam teologi penciptaan menjelaskan secara spesifik persoalan penciptaan alam

dan kedudukan Tuhan. Baru kemudian menjelaskan Allah yang Tritunggal dalam

setiap ciptaan-Nya yang merupakan penjelasan teologi lingkungan, yakni

menjelaskan antara Tuhan, Manusia dan Alam. Pada sisi akhir barulah

menjelaskan kedudukan manusia dalam memahami persoalan ekologi dalam

bingkai etika.

Dalam ajaran Kristen, persoalan penciptaan alam dan sebagainya tertuang

dalam Kitab Kejadian. Sebagaimana dalam Kejadian 1;1, maupun Kejadian 1:13,

18, 21, 26.1 Dalam Kitab Kejadian 1-2:3, terdapat kisah penciptaan yang

dilakukan oleh Allah. Dalam kisah penciptaan tersebut, Allah menciptakan segala

sesuatu yang di mulai dengan memisahkan terang dan gelap; memisahkan langit

dan bumi; memisahkan daratan dan lautan serta menumbuhkan pepohonan;

menciptakan benda penerang; menciptakan binatang di air dan burung; binatang

di darat dan manusia. Demikianlah Allah menciptakan seluruh dunia ini dalam 6

hari lamanya dan pada hari ketujuh Allah beristirahat.2

Penciptaan alam dalam Kristen dikenal dengan istilah creati ex nihilo,

yakni diciptakan dari yan tiada. ditegaskan bahwa seluruh alam menjadi ada,

1 Yonky Karman, Bunga Rampai Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),

h. 7. 2 Anne Hunt, Trinity, (New York: Orbis Book, 2005), h. 94-95.

Page 48: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

40

karena tindakan Allah sendiri. Allah dalam penciptaan itu sendiri tidak memiliki

kebutuhan apapun atas dunia ini. Selain itu keberadaan dunia ini sebenarnya dapat

ada atau tidak (kontingen). Bahkan ketika Allah tidak menciptakan dunia, Allah

dalam diri-Nya sendiri tidak ada sesuatu yang kurang atau mengurangi keilahian-

Nya. Ciptaan atau keberadaan dunia ini tidak menambahkan apapun dalam diri

Allah.3

Dalam teologi tradisional, dunia diciptakan dari ketiadaan/creatio ex

nihilo. Ajaran ini sebenarnya mau menolak ajaran platonik bahwa dunia

diciptakan dari materi yang tidak berbentuk dan dari bahan yang sudah ada.4

Gagasan creation ex nihilo ini membawa sebuah konsekuensi teologis. Pertama

bahwa Allah sendiri bukan “bahan” dari penciptaan itu, karena bila demikian

tidak ada bedanya antara Allah dan ciptaan. Dengan begitu pendapat itu jatuh

pada panteisme. Kedua bahan itu juga tidak berasal di luar Allah. Bila itu terjadi

maka dapat dikatakan ada asas kedua membuat dunia ini terbentuk.5

Lebih dari itu gagasan penciptaan dari ketiadaan ini mau menunjukkan

kehendak yang bebas dan tindakan dari Allah. Dengan kata lain tidak ada

sesuatupun yang tidak ciptaan Allah, atau tidak ada sesuatu ada tanpa Tuhan yang

menciptakan. Dari Allah sendirilah munculnya segala sesuatu. Disisi lain tindakan

Allah menciptakan ini mau menunjukkan bahwa penciptaan itu bukannya pada

mulanya saja tetapi terus berlanjut terus menerus. Penciptaan yang terus menerus

ini mau menunjukkan Allah yang senantiasa kreatif dalam ciptaan yang

kontingent ini. Dengan kontingensi dunia yang ada dalam proses berkelanjutan,

Penyertaan Allah itu nyata dalam diri Allah yang menopang dan memelihara

3 Nico Syukur Dister OFM, Teologi Sistematika II, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), h. 96. 4 Nico Syukur, Teologi Sistematika II, h, 50. 5 Nico Syukur, Teologi Sistematika II, h, 61.

Page 49: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

41

dunia. Disinilah penciptaan memiliki babak baru dimana Allah menjalin relasi

dengan dunia.6

Dalam teologi kontemporer mengenai penciptaan, para teolog berusaha

untuk lebih menegaskan peran yang berbeda dari pribadi ilahi dalam tindakan

trinitas. Mereka juga berusaha menanamkan lebih lagi arti trinitas dalam

memahami ciptaan. Pannenberg salah satu tokoh yang dalam refleksinya berusaha

menawarkan sebuah contoh dari teologi penciptaan yang dibentuk berdasarkan

istilah-istilah trinitas. Ia menyatakan bahwa peran Bapa adalah sebagai asal dari

ciptaan yang kontingen, meng “ada”kan mereka, memelihara dan membuat

mereka mampu melanjutkan hidup dan dapat mandiri. Ia menandaskan pula

bahwa keragaman ciptaan juga mengekspresikan kekayaan Allah. Sedangkan

Putra sebagai prinsip awal dari perbedaan dari segala ciptaan yang ada dan juga

kemandirian ciptaan dalam relasinya dengan Bapa.

Keberbedaan dan kemandirian dari ciptaan inilah yang memungkinkan

ciptaan itu bukan Allah. Dengan begitu segala yang ada menjadi tujuan dari

tindakan Allah yang kreatif agar ciptaan mencapai kepenuhannya untuk menjadi

mandiri. Sedangkan peran Roh Kudus adalah sebagai prinsip yang memberi

kehidupan kepada setiap ciptaan yang hidup, bergerak dan bekerja. Disini

tindakan Roh Kudus erat kaitannya dengan tindakan Putra. Memang Putralah

yang berperan menjadi perantara dalam hubungannya dengan ciptaan, namun

peran itu dikendalikan oleh kekuatan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menjadi

perantara atas tindakan Logos dalam ciptaan dan juga dalam inkarnasi.7

6 Anne Hunt, Trinity. (New York: Orbis Book. 2005), h. 97. 7 Anne Hunt, Trinity, h. 101-103.

Page 50: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

42

Hal yang penting dipahami dalam teologi penciptaan adalah kedudukan

Tuhan bersifat Transenden. Dalil creati ex nihilo menegaskan bahwa segala

sesuatunya diciptakaan oleh Tuhan. Selanjutnya Tuhan berkuasa atas keberadaan

alam tersebut. Allah sebagai sesuatu yang transenden. Hal ini didasarkan pada

“memisahkan alam dari Tuhan, sekaligus mendukung pandangan manusia sebagai

manifestasi Tuhan, sehingga segala sesuatu selain Tuhan (dan Manusia)

diperuntukkan untuk manusia.8

Perspektif mengenai Tuhan yang transenden dan lepas dari Alam dapat

ditemui dalam model pemikiran seperti Platonis. Beberapa teolog menyatakan

bahwa pandangan tersebut berakar dari Platonis yang membedakan antara Nous

dan logos. Logos adalah jelmaan dari Roh Kudus Roh Kudus sebagai prinsip yang

memberi kehidupan kepada setiap ciptaan yang hidup, bergerak dan bekerja.

Disini tindakan Roh Kudus erat kaitannya dengan tindakan Putra. Memang

Putralah yang berperan menjadi perantara dalam hubungannya dengan ciptaan,

namun peran itu dikendalikan oleh kekuatan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang

menjadi perantara atas tindakan Logos dalam ciptaan dan juga dalam inkarnasi.9

Dengan adanya Roh Kudus ini lah maka Tuhan menjadi transenden, yang

berpisah dari alam yang diciptakannya.

1. Hubungan antara Tuhan, Manusia dan Alam

Teologi lingkungan dianggap mendukung upaya krisis ekologi yang

terjadi. Hal ini terjadi ketika Kristen berjumpa dengan Sains pada abab ke 19.

Beberapa kelompok mencari tafsir al-Kitab untuk menolong dan mempermudah

8 Martin Harun, “Allah Para Ekolog” dalam Dunia, Manusia dan Tuhan: Antologi

Pencerahan Teologi dan Filsafat, ed. J. Sudarminta dan Lili Tjahjadi, (Yogyakarta: Kanisius,

2008), h. 29 9 Anne Hunt, Trinity, h. 101-103.

Page 51: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

43

urusan manusia. Hasilnya adalah Schimamerr teologi antroposentrisme dengan

mentafsir secara eksistensialis. Hasilnya adalah keselamatan manusia lebih

diutamakan dengan mendukung upaya pemanfaatan alam yang berlebih.10 Akar

antroposentrisme yang didukung oleh Kristen adalah dapat ditinjau dari Kejadian,

pasal 1 ayat 26-28. Di dalamnya dijelaskan bahwa Allah menciptkan manusia

pada hari ke enam, lalu menyerahkan alam semesta beserta isinya kepada manusia

untuk ditaklukkan. Ayat tersebut memberi landasan kuat kepada manusia untuk

mengeskploitasi alam seisinya demi kepentingan manusia.11

Dalam beberapa hal juga ditemui, penafsiran mengenai Tuhan yang

Transenden menjauhkan diri dari alam dan manusia. Bahkan salah satu pandangan

yang cukup ekstrimis menganggap “pemisahan” diri-Nya dengan Alam agar

kesucian dan ketransendensian Tuhan tidak tercampuri oleh alam. Pemikiran

tersebut berdampak pada pandangan bahwa dunia adalah dosa, maka Tuhan tidak

bisa disatukan dengan alam dan sebagainya.12

Kitab Kejadian mendasari dalil tentang penciptaan alam sekaligus

kedudukan Tuhan yang Transenden. Dalam perjalanan selanjutnya, teologi

penciptaan berkembang menuju yang lebih relevan, salah satunya menolak

anggapan Kristen mendukung krisis ekologi. Terdapat beberapa argumen

pendukung bahwa Tuhan sebagai yang Transenden bukan berarti memisahkan

sama sekali dari alam, akan tetapi melalui Roh Kudus-Nya, Tuhan selalu ada

dalam setiap yang ada.

Misalkan John McQuire, meskipun menyetujui Tuhan mendominasi dalam

setiap penciptaannya, namun alam yang sebagai sesuatu yang diciptakan dan

10 Yonky Karman, Bunga Rampai Perjanjian Lama, h. 20. 11 A. Sony Keraf, Etika Lingkunga Hidup, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), h. 51. 12 Martin Harun, “Allah Para Ekolog”, h. 32.

Page 52: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

44

melampoi batas kegunaanya, yakni sebagai petunjuk kebesaran Allah. Sehingga

tidak sewenang-wenang alam ini sesuai dengan kehendak Allah dan tidak hanya

bisa dieksploitasi berlebih oleh manusia. Kemudian teologi Jay McDanniel juga

menegaskan bahwa ketransendensian Tuhan menyertai dalam setiap sesuatu yang

ada. Penjelasan ini menekankan bahwa segala sesuatu yang ada Allah hadir di

dalamnya. Pandangan ini berkesan sangat panenteistik, dimana segala sesuatu

yang ada terdapat unsur ilahiah, sehingga menggambarkan segala sesuatu yang

ada merupakan proses evolusi yang sepenuhnya segala sesuatunya

menggambarkan keberadaan Allah.13

Gagasan Jay McDaniel dipertegas oleh Sallie McFague tentang Roh yang

menjelma dalam universum (universal). Gagasan McFague dapat dikatakan cocok

dengan interpretasi Kristen dan ilmu yang berkembang. McFague menjelaskan

bahwa Allah sebagai Roh yang menjelma dalam jagat raya (embodied spirit of the

universe). Hal ini berdasar pada Kejadian 1;1 tentang Allah melayang-layang di

atas air memberikan nafas yang menghidupkan. Secara kiasan alam merupakan

tubuh dari Roh Ilahi (the body of God). Gagasan ini menunjukkan bahwa segala

sesuatu yang ada di alam terdapat jiwa Tuhan. Karena kebutuhan maka setiap

makhluk yang ada saling berkaitan dan saling bergantung.

Gagasan mengenai teologi penciptaan yang dianggap pro terhadap krisis

ekologi dapat dijelaskan secara gamblang. Bahwa penafsiran megenai Allah yang

transenden sekaligus imamen di dalam universal, dengan kata lain serentak hadir

secara relevan di seluruh kosmos. Allah yang sebagai Roh menjelma dalam tubuh

alam maka sekaligus menjelaskan antara Allah dan Roh Kudus. Adapun mengenai

13 Martin Harun, “Allah Para Ekolog”, h. 34-37.

Page 53: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

45

peranan kegunaan alam serta kelestariannya dijelaskan melalui kehadiran Yesus

dengan ajaran kasih sayang dan juru selamatnya. Maka hal ini sekaligus

menjelaskan Tritunggal dalam iman Kristen.14

Gagasan mengenai Tritunggal dalam iman Kristen menghadirkan satu

pertanyaan apakah benar bahwa Kristen mendukung krisis ekologi? Jawabannya

adalah dalam bentuk persekutuan penciptaan maka dapat dipahami bahwa setiap

dalam sesuatu yang ada terdapat Roh Ilahi. Diperbolehkannya untuk

menggunakan sesuatu yang ada di alam ini kembali pada persoalan mengetahui

kreatifitas manusia. Dengan cara tersebut maka muncul pertanyaan etis untuk

membedakan siapa dirinya dan siapa penguasa utamanya.15

Gagasan akhir dalam teologi penciptaan yang mendukung ekologi adalah

upaya menyadarkan kembali makna penciptaan dan pemanfaatan yang relevan.

Dunia yang diciptakan bukanlah sesuatu yang untuk diselamatkan karena

memiliki kerusakan atau dosa-dosa sebelumnya, akan tetapi yang dimaksud untuk

diselamatkan adalah diselamatkan sebagaimana awal penciptaan. Awal penciptaan

merupakan awal dimana dunia diciptakan dari kasih sayangnya, oleh karena itu

adanya dosa yang ada, manusia dituntut tidak hanya menyelamatkan diri sendiri,

melainkan menyelematkan segala yang ada di alam ini. 16

Penalaran mengenai pemanfaatan lingkungan saat ini semakin meluas.

Ledakan populasi serta aneka ragam kebutuhan hidup menuntut manusia bersaing,

bahkan secara global. Akan tetapi reaksi Kristen dalam memahami hal ini

dianggap tidak berhubungan sama sekali dengan persoalan keimanan, justru

14 Martin Harun, “Allah Para Ekolog” h. 29-45. 15 Amatus Woi, “Manusia dan Lingkungan dalam Persekutuan Ciptaan” dalam Menyapa

Bumi Menyembah Hyang Ilahi, ed. A. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto, (Yogyakarta: Kanisius,

2008), h. 29-32. 16 Yonky Karman, Bunga Rampai Perjanjian Lama, h. 28.

Page 54: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

46

persoalan yang muncul didasarkan pada konflik kepentingan dan ekonomi. Dalam

pandangan ini bahkan Kristen lebih mengedepankan pelestarian alam, meski sulit

dilakukan namun menjaga alam lebih utama daripada memilih kepentingan

ekonomi maupun politik.17

Gagasan di atas sepenuhnya menjelaskan persoalan teologi lingkungan

hidup. Mengenai kedudukan Tuhan, manusia dan alam dijelaskan dalam konsep

tritunggal. Dalam istilah yang dibuat Matius Woi adalah persekutuan penciptaan,

yakni segalanya dalam cakupan Tuhan. Teologi tersebut merupakan upaya

penolakan terhadap anggapan bahwa Kristen mendukung krisis ekologi. teologi

dalam penjelasan tritunggal adalah wujud penjelasan mengenai penciptaan,

lingkungan serta pemanfaatan.

Penciptaan dalam sejarah teologi tercermin dalam iman Kristen berupa

“Aku percaya kepada Allah Bapa, pencipta langit dan bumi”. Pengakuan tersebut

merupakan ikrar keimanan yang menunjukkan bahwa segala sesuatunya

diciptakan oleh Tuhan. Dalam segi wahyu dapat dilihat lebih detail dalam

Mazmur 104; 24 dan Yer 10; 12. Secara tersirat al-Kitab menjelaskan bahwa

Tuhan tidak bisa dikenal melalui dirinya saja, melainkan dengan alam dan

ciptaan-Nya. Permasalahannya adalah ketika manusia jatuh ke dalam dosa, dunia

tidak lagi memadai untuk menunjukkan jalan kembali kepada Tuhan, oleh karena

itu dibutuhkan wahyu lain untuk menjadi juru selamat, yakni Yesus Kristus.18

Pandangan tersebut berdampak pada terpinggirkannya teologi penciptaan,

lebih tepatnya teologi penciptaan diskreditkan. Beberapa alasannya adalah teologi

penciptaan memperlihatkan porsi inferior terhadap doktrin penebusan.

17 Anggota IKAPI, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2005), h. 776. 18 Yonky Karman, Bunga Rampai Perjanjian Lama, h. 19.

Page 55: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

47

Selanjutnya, pembahasan teologi penciptaan klasik berbeda dengan sains,

sehingga orang-orang lebih tertarik membahas sains daripada teologi. Akan tetapi,

teologi penciptaan merupakan landasan bagi munculnya teologi lingkungan hidup.

Hal ini dikarenakan tiga hal utama dalam makna teologi penciptaan, yakni:

Pertama demonstrasi kuasa Tuhan. Dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa

Tuhan adalah pencipta sekaligus berkuasa atas ciptaan-Nya. Allah berdaulat

mengontrol dunia ciptaan dan sering digambarkan seperti raja. Kedua

kemenangan atas chaos, yakni dengan segala ancaman ketakutan, Tuhan mampu

menaklukan segala yang ditakutkan oleh manusia. Seperti kekeringan, kegelapan,

diciptakanlah air maupun cahaya untuk menopang kehidupan.19 Ketiga dunia

diciptakan dengan baik. Pada alasan ketiga inilah yang menopang sekaligus

melawan segala bentuk anggapan bahwa Kristen mendukung krisis ekologi.

Makna teologis ketiga menunjukkan bahwa alam diciptkan sekaligus dilindungi

dan dilestarikan oleh-Nya.20

Gagasan seluruhnya di atas menjelaskan hubungan antara Tuhan, manusia

dan alam dengan segala perbedaan pendapatnya. Terlepas dari perbedaan

pandangan, dalam konteks ekologi terdapat satu gagasan yang relevan, yakni

tritunggal sebagai persekutuan dalam penciptaan. Di dalamnya menjelaskan

kedudukan Tuhan, manusia dan alam. Keseluruhannya terkontrol di bawah

naungan Roh Kudus. Dengan kata lain, di setiap sesuatu yang ada terdapat Tuhan.

Oleh karena itu dalam memahami alam dan manusia sekaligus memahami doktrin

keimanan Kristen.

19 Pada makna kedua ini menolak anggapan teologi Yahudi yang menunjukkan seolah-

olah kehidupan adalah kekejaman, serta Tuhan hadir untuk menyelamatkan kekejaman tersebut.

Doktrin ini sama sekali berbeda dengan Kristen yang menganggap bahwa dunia diciptakan dan

dilindungi oleh Roh Kudus. 20 Yonky Harun, Perjanjian Lama, h. 29-31.

Page 56: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

48

B. Etika Ekologi Kristen

Manusia bagian dari alam, dalam artian bahwa manusia juga mempunyai

peran serta dalam proses-proses biologis dan fisiologis seperti mahluk hidup

lainnya. Namun manusia juga terpisah dari alam karena manusia memiliki

kesadaran dan sanggup mengambil keputusan secara sadar tentang cara merubah

alam ini. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana manusia memandang

alam itu sebagai sumber daya untuk dikelola bagi kehidupan manusia itu. Dalam

pendekatan etis kekristenan, manusia adalah segambar dengan Allah, di mana

manusia memiliki hubungan yang khusus dengan Allah dibanding dengan ciptaan

yang lain. Dari hubungan itulah tercipta tanggung jawab yang khusus untuk

bertindak sebagai penatalayan dan pelaksana harian pemeliharaan ciptaan. Jadi

manusia diberi mandat untuk memelihara bumi, bukan mandat mengekploitasi.21

Alam dan manusia adalah satu paket dalam hubungan dengan perjanjian

Allah. Bumi adalah bagian dari alam semesta tempat bermukim manusia. Dengan

demikian barang siapa yang merusak alam berarti ia merusak hubungan perjanjian

itu. Disamping itu, pengerusakan alam akan mendatangkan kerusakan hidup umat

manusia. Dalam kaitan ini, umat manusia tidak punya keistimewaan dengan

ciptaan lainnya. Disitulah adanya saling ketergantungan di dalam komunitas

manusia dengan alam semesta, yang mana manusia menerima mandat untuk

memeliharanya.

Dalam mandat itu, ada tiga model pertanggungjawaban manusia terhadap

ciptaan Alllah, yakni:22

21 Celia Deane & Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK-Gunung Mulia, Jakarta, 1999, h.

81. 22 Binsar Nainggolan, Pengantar Etika Terapan: Petunjuk Hidup Sehari-Hari Bagi

Warga Gereja, L-SAPA STT-HKBP, Pematangsiantar, 2007, h. 133-136.

Page 57: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

49

1. Etika Kepelayanan

Secara etis dapat dikatakan bahwa kerusakan alam berakar dalam kelalaian

manusia melaksanakan fungsinya secara seimbang, karena melalaikan sisi ekologi

demi sisi ekonomi. Kerusakan lingkungan, khususnya yang diakibatkan oleh

eksploitasi sumber daya alam dan pencemaran, merupakan akibat dari sikap tak

bertanggung jawab manusia terhadap alam. Hal itu menjadi bukti bahwa manusia

tidak melaksanakan tugas kepelayanannya secara bertanggung jawab sebagai

seorang pelayan.23

Etika lingkungan hidup dalam konteks etika Kristen mengisyaratkan

perlunya manusia menyadari kedudukannya sebagai pengusaha, pekerja bahkan

pelayan dan bukan tuan atau pemilik. Oleh karena itu, etika Kristen haruslah

mencerminkan etika pelayanan dan bukan etika kekuasaan.

Manusia khususnya orang percaya, menerima tanggung jawabnya atas

sesuatu yang dipercayakan kepadanya mengungkapkan betapa seriusnya

hubungan manusia dengan Allah. Manusia adalah penatalayan yang milik Allah

(Luk. 16:1-13).

2. Etika Solidaritas

Dari segi teologi penciptaan, manusia dan alam mempunyai hubungan

yang sangat erat. Manusia mempunyai hubungan lipat tiga dengan tanah yang

adalah bagian dari alam, yaitu manusia diciptakan dari tanah (Kej. 2:7; bnd. 3:19,

23), manusia harus menggarap tanah (Kej. 3:23) dan manusia kembali kepada

tanah (Kej. 3:19; bnd. Mzm. 90:3). Itulah sebabnya manusia harus

23 Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: h. 165

Page 58: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

50

memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan Allah, sekalipun manusia diberikan

wewenang menakhlukkan alam.

Adanya hubungan yang erat sebagai sesama ciptaan, maka dalam

hubungan manusia dengan alam ada rasa kebersamaan dan keterikatan yang

bertanggung jawab dengan alam. Karena manusia dan alam adalah sesama

ciptaan, maka selain menjaga dan memelihara, manusia perlu juga

mengembangkan sikap solidaritas terhadap alam. Solidaritas berarti bahwa

manusia mengembangkan sikap dan perilaku menghargai alam dalam konteks

sebagai sesama ciptaan Allah.24

3. Etika Damai Sejahtera

Etika damai sejahtera ini sangat penting, sebab hidup bersumber dari Allah

dan Allah menghendaki agar kehidupan itu terus berada dalam keadaan aman dan

sentosa. Dalam cerita penciptaan dikatakan manusia dan seluruh ciptaan

mengalami damai sejatera di bumi. Tetapi pemberontakan manusia yang

menyebabkan jatuh ke dalam dosa mengakibatkan damai sejahtera itu tidak dapat

dialami lagi. Manusia bermusuhan dengan Allah dan ciptaan lainnya.25

C. Tokoh Kristen Indonesia yang Membahas Ekologi: Robert P. Borrong

Berdasarkan konsepsi teologi penciptaan di atas terdapat satu gambaran

mengenai konsepsi Kristen yang mendukung persoalan ekologi. Robert P. Borran

salah satu pemikir yang menformulasikan ekologi dalam bingkai teologi yang

cukup relevan. Hal ini disadur dari al-Kitab dan dijadikan landasan secara teologis

maupun secara praktis. Berikut penjelasan detailnya:

24 Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: h. 168. 25 Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003: h. 174.

Page 59: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

51

Pertama adanya dalil Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu. Prinsip

ekologi Kristen pada dasarnya mengacu pada teologi penciptaan, akan tetapi

dijelaskan secara komprehensif yang menghubungkan antara kedudukan Tuhan,

manusia dan alam. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, manusia dan

segalanya (alam) diciptakan dalam bentuk persekutuan.26 Dalil ini menegaskan

bahwa manusia dan makhluk lain berkedudukan sama, yakni sama-sama dibawah

kontrol Tuhan. Dalam persekptif lain, manusia adalah imago dei atau gambaran

Tuhan, Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral dari ciptaan (lingkungan),

akan tetapi di lain segi, ia diberikan kekuasaan untuk memerintah dan memelihara

bumi. Maka hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari

mata uang yang mesti dijalani secara seimbang.

Persekutuan manusia dengan alam dapat dilihat dalam penjelasan al-Kitab

bahwa manusia dan alam sama-sama diciptakan dari tanah. Dinyatakan bahwa:

“Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kej. 2:7), seperti Ia juga

“membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara” (Kej.

2:19). Adapun hubungan manusia dengan alam tersirat manusia diciptakan dari

tanah (Kej. 2:7; 3:19, 23), ia harus hidup dari menggarap tanah (Kej. 3:23), dan ia

pasti akan kembali kepada tanah (Kej. 3:19; Maz. 90:3).27

Analisis lainnya adalah dalam doktrin tritunggal di atas menjelaskkan

bahwa alam dan seisinya (termasuk manusia) berada di bawah kontrol Tuhan. Di

setiap sesuatu yang ada (termasuk manusia) terdapat Roh Illahi. Dalil panenteistik

menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan alam di dalam kontrol Tuhan.

26 Amatus Woi, “Manusia dan Alam”, h. 27. 27 Robert P. Borronng, “Etika Lingkungan Hidup dari Perspektif Teologi Kristen” dalam

Jurnal Pelita Zaman, Vol. 13. No. 1 Tahun 1998. Yayasan Pelita Zaman, Bandung, h. 9. Dapat

diakses melalui www.alkitab.sabda.org

Page 60: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

52

Oleh karena itu dapat dikatakan manusia dan alam berkedudukan sama. Atas

dasar pemahaman di atas maka hubungan antara manusia dengan alam sifatnya

tidak hanya memanfaatkan alam semata, akan tetapi dalam bahasa panenteisme

dikatakan ‘melampoi batas pemanfaatannya’. Maksud dari pernyataan tersebut

adalah alam seisinya tidak hanya bicara soal kebutuhan manusia, akan tetapi

terdapat nilai ketuhanan (Roh Kudus) yang harus digunakan sebaik-baiknya.

Kedua penguasaan manusia atas alam. Prinsip ini diambil dari dalil

manusia diciptakan serupa dengan Tuhan (Imago Dei) yang diberikan kuasa untuk

menguasai dan menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain (Kej. 2:26-

28), dan untuk mengelola dan memelihara lingkungan hidupnya (Kej. 2:15).

Dengan demikian manusia memunyai kuasa yang lebih besar daripada makhluk

yang lain. Ia dinobatkan menjadi “raja” di bumi yang dimahkotai kemuliaan dan

hormat (Maz. 8:6). Kata “mengelola” dalam Kejadian 2:15.28

Akan tetapi, pemaknaan terhadap kalimat ‘berkuasa’ harus dipahami

berdasrkan konteks berkat (ayat 28a) dan tentang pembagian antara manusia dan

binatang tanpa adanya saling membunuh. Kata berkuasa (raddah) disini tidak

boleh dimengerti sebagai kesewenang-wenangan atau perlakuan keras dan kasar,

melainkan lebih sebagai tugas untuk memelihara dan mengurus. Hal tersebut

sesuai pula dengan Raja-Gembala Timur Tengah Kuno yang memang bertugas

mengatur dan mengupayakan agar rakyatnya hidup dalam damai dan sejahtera.29

Penjelasan lanjutan mengenai diberikannya kekuasaan manusia atas alam sekalgus

klaim raja menunjukkan bahwa manusia diperkenankan untuk mengelola alam.

Analoginya sebagaimana raja yang bijak maupun raja yang lalim. Jika manusia

28 Robert P. Borrong, “Etika Lingkungan”, h. 12. 29 Adrianus Sunarko, Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi: Perhatian pada

Lingkungan, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 33.

Page 61: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

53

memanfaatkan alam se-isinya dengan bijak maka manusia menjadi raja yang

bijak. Sebaliknya, jika manusia mengeskploitasi alam dengan rakus, maka

menjadi raja yang lalim. Lebih dari itu, sebagai raja yang bijak maka manusia

turut serta memperhatikan kondisi serta pemanfaatan yang lebih baik, sebab apa

yang dilakukan manusia terhadap alam akan berdampak kembali pada manusia.

Hal ini menjadi prinsip ekologi yang real dalam ajaran Kristen.

Setelah memahami Prinsip ekologi Kristen, pembahasan selanjutnya

adalah etika atau moralitas Kristen terhadap lingkungan. Rumusan ini masih

mengacu pada pemikiran Robert P. Borrang. Etika merupakan prinsip-prinsip

moralitas sebagai bimbingan dalam bertingkah atau bersikap. Pada persoalan

ekologi, etika ditekankan pada persoalan bagaimana umat Kristen menghadapi

lingkungan hidupnya. Terlebih dampak pengeksploitasi alam secara berlebih

nyata memberikan dampak negatif bagi manusia. Masalah lingkungan hidup

merupakan salah satu masalah sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Keprihatinan akan lingkungan hidup di kalangan gereja baru muncul kemudian.

Buktinya hasil konsili Vatikan II (Gaudium Et Spes, 1965).30

Secara praktis, Robert P. Borrang menformulasikan tiga prinsip etika

dalam ekologi, berikut rinciannya:

1. Solidaritas Dengan Alam; dalam hal ini menjelaskan manusia

seharusnya membangun hubungan solider dengan alam. Hubungan

solider (sesama ciptaan dan sesama tebusan) berarti alam mestinya

diperlakukan dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan

penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai

30 Amatus Woi. “Manusia dan Lingkungan”, h. 34.

Page 62: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

54

kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak

diperlakukan semena- mena, tidak dirusak, tidak dicemari dan semua

isinya tidak dibiarkan musnah atau punah. Manusia tidak boleh

bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama makhluk.

Dengan cara itu, manusia dan alam secara bersama (kooperatif)

menjaga dan memelihara ekosistem.31

Pemikiran tersebut secara tidak langsung mengacu pada doktrin utama

Kristen tentang cinta dan kasih sayang. Artinya menerapkan cinta dan

kasih sayang tidak hanya sesama manusia, akan tetapi juga terhadap

lingkungan hidupnya.

2. Pelayanan yang bertanggungjawab; Pembahasan ini mengacu pada

pemanfaatan alam sebagai bagian dari pertanggungjawaban yang

diberikan atau dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia32. Allah telah

memercayakan alam ini untuk dimanfaatkan. Untuk dilipatgandakan

hasilnya, untuk disuburkan, dan dijaga agar tetap sehat sehingga

produknya tetap optimal. Oleh karena itu, alam mesti dipelihara dan

keuntungan yang didapat dari alam sebagian dikembalikan sebagai

deposit terhadap alam. Tetapi juga dipergunakan secara adil dengan

semua orang.33

Ketidakadilan dalam memanfaatkan sumber-sumber alam adalah juga

salah satu penyebab rusaknya alam. Sebab mereka yang merasa kurang

akan mengambil kebutuhannnya dari alam dengan cara yang sering

kurang memerhatikan kelestarian alam, misalnya dengan membakar

31 Robert P. Borrong, “Etika Lingkungan”, h. 14. 32 Dalam Matius 25:14-30. 33 Robert P. Borrong, “Etika Lingkungan”, h. 15.

Page 63: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

55

hutan, mengebom bunga karang untuk ikan, dan sebagainya.

Sebaliknya, mereka yang tergoda akan kekayaan melakukan

pengurasan sumber alam secara tanpa batas.

Prinsip pelayanan yang baik juga mengacu pada prinsip bahwa segala

sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan adalah baik. Sehingga menepis

pemahaman bahwa alam diciptakan dengan penuh dosa. Pemahaman

ini menyiratkan bahwa alam dicitpakan dalam keadaan baik. Manusia

dijadikan sebagai wakil Tuhan berperan untuk mengembalikan kondisi

alam yang baik tersebut.34 Oleh karena itu, bentuk realnya adalah

pelayanan terhadap alam secara bertanggungjawab, yakni

memanfaatkan dengan melestarikan alam.

3. Pertobatan dan pengendalian diri; mengarah pada Kerusakan

lingkungan berakar dalam keserakahan dan kerakusan manusia. Itu

sebabnya manusia yang dikuasai dosa keserakahan dan kerakusan itu

cenderung sangat konsumtif. Secara teologis, dapat dikatakan bahwa

dosa telah menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini

menyebabkan krisis ekologis, krisis lingkungan. Dengan demikian,

setiap perilaku yang merusak lingkungan adalah pencerminan krisis

moral yang berarti tindakan dosa. Dalam arti itu, maka upaya

pelestarian lingkungan hidup harus dilihat sebagai tindakan pertobatan

dan pengendalian diri.35

Dilihat dari sudut pandang Kristen, maka tugas pelestarian lingkungan hidup yang

pertama dan utama adalah mempraktikkan pola hidup baru, hidup yang penuh

34 Yonky Harun, Perjanjian Lama, h. 30. 35 Robert P. Borrong, “Etika Lingkungan”, h. 16.

Page 64: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

56

pertobatan dan pengendalian diri, sehingga hidup kita tidak dikendalikan dosa dan

keinginannya, tetapi dikendalikan oleh cinta kasih.

Page 65: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

57

BAB IV

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KRISIS EKOLOGI

A. Prinsip Dasar Ekologi Islam

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan lingkungan (eco-

friendly). Banyak ayat yang menjelaskan perhatiannya pada aspek lingkungan,

baik yang menjelaskan megnenai kedudukan alam dan manusia, anjuran untuk

melestarikan maupun ancaman maupun peringatan mengenai kerusakan alam

yang diperbuat oleh manusia. Islam merupakan sebagai ‘jalan’ atau langkah-

langkah yang memiliki nilai tegas dan kembali pada persoalan ketauhidan.

Dengan kata lain, Islam adalah ajaran tauhid, sehingga semua persoalan aturan

serta pedoman yang ada semata kembali pada ranah tauhid.1

Dalam sejumlah ayat al-Quran, Allah menjelaskan bahwa seluruh alam

semesta (lingkungan) adalah milik-Nya. Misalnya dalam QS. al-Baqarah [2]: 284.

Manusia diberi izin tinggal di dalamnya untuk sementara, dalam rangka

memenuhi tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan. Dengan begitu

lingkungan bukanlah milik hakiki manusia. Maka sebagai pertanda adanya Tuhan

itu, jagad raya juga disebut sebagai ayat-ayat menjadi sumber pelajaran bagi

manusia. Maksud sumber pelajaran bagi manusia adalah keserasian, ketertiban

dan keharmonisan. Hakikat alam yang penuh hikmah, harmonis dan baik itu

mencerminkan hakekat Allah.2

Dalam buku Teologi Lingkungan dijelaskan bahwa Alam merupakan

sebuah entitas atau realitas (empirik) yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi

1 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan; Panduan Berperilaku Ramah

Lingkuangan, (Jakarta: KLH dan MLH PP Muhammadiyah, 2011), h. 4. 2 Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina Press, Cet IV,

2000), h. 289.

Page 66: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

58

berhubungan dengan manusia dan dengan realitas yang lain Yang Ghaib dan

supraempirik. Alam sekaligus merupakan representasi atau manifestasi dari Yang

Maha Menciptakan alam dan Yang Maha Benar, yang melampauinya dan

melingkupinya yang sekaligus merupakan sumber keberadaan alam itu sendiri.3

Alam diciptakan memiliki tujuan dan tertentu. Oleh karena itu, alam mempunyai

eksistensi yang riil, objektif serta bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang

berlaku.4

Pandangan Islam terhadap alam adalah apa yang terjadi di dalamnya

memiliki hukum atau ketentuan yang pasti. Alam sebagai kesatuan yang empiris

serta berhubungan dengan realitas lain menunjukkan bahwa dalam bekerjanya

alam tidak sendirian. Hukum sebagai aturan menjadi acuan bagaiman alam

bekerja atas keterpengaruhannya yang lain. Dengan demikian apa yang terjadi

pada alam berarti merupakan pengaruh dari entitas yang berada di dalamnya.

Dari penjelasan umum mengenai alam maka memunculkan satu penjelasan

tentang kehidupan. Sebagaimana ditegaskan bahwa manusia ditakdirkan hidup di

bumi bersama makhluk lainnya. Bumi yang ditempati ini memiliki kemampuan

untuk menyangga kehidupan yang ada.5 Dengan kata lain, alam atau bumi

merupakan sebuah lingkungan bagi kehidupan yang ada di dalamnya. Adapun

lingkungan sendiri dimaknai sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri

atas benda-benda ( makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di

3 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan Hidup, (Jakarta: KLH dan MLH PP

Muhammadiyah, 2011), h. 7. 4 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 14. 5 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 1.

Page 67: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

59

bumi atau bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu

dengan lain.6

Pada intinya alam merupakan tempat kehidupan bagi entitas yang ada di

dalamnya. Entitas tersebut kemudian disebut sebagai makhluk yang terhubung

satu sama lain. Makna dari hubungan tersebut adalah adanya ikatan saling

mempengaruhi sekaligus saling membutuhkan satu sama lain. Sebab alam sebagai

kesatuan yang bersifat holistik tidak bisa dipisahkan secara sendiri-sendiri, akan

tetapi keseluruhannya saling membutuhkan sekaligus saling mempengaruhi.

Alam sebagai tempat penyangga kehidupan, Islam menjelaskan terdapat

tujuh (7) prinsip dasar untuk memahami bagaimana alam menjadi tempat

penyangga kehidupan. Selain itu juga menjadi bahan utama pemahaman Islam

tentang alam. berikut rinciannya:

Pertama Kehidupan di bumi bersifat holistik dan saling mempengaruhi.

Kedua setiap makhluk hidup memiliki hak hidup dan berkembang. Ketiga

kehidupan bersifat berputar atau memiliki siklus. Keempat kehidupan bersifat

terbatas. Kelima Setiap organisme memiliki kekurangan dan kelebihan. Keenam

ekosistem bisa terancam punah. Ketujuh ekosistem berkembang dari yang

sederhana menjadi lebih kompleks.7

Dari ke tujuh prinsip di atas paling tidak ada poin utama yakni

ketersediaan, keterbatasan dan adaptasi. Ketersediaan mencakup pada persoalan

alam yang memberikan kebutuhan hidup untuk menunjang eksistensi setiap

mahkluk hidupnya. Ketersediaan ini juga mencakup persoalan sumber daya dalam

satu lingkungan hidup. Akan tetapi adanya keterbatasan juga menjadi faktor yang

6 Majelis Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 12. 7 Majelis Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, 15-20.

Page 68: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

60

akan mempengaruhi kehidupan di bumi, keterbatasan bisa disebabkan karena

faktor penyebaran sumber daya alam yang mencukupi kehidupan makhluk dalam

satu ekosistem. Oleh karena itu, adaptasi menjadi cara atau model dalam

mengembangkan eksistensi kehidupan, meskipun dampaknya adalah mengubah

ekologi itu menjadi lebih kompleks, termasuk berubah dan merusak

keseimbangan alam.8

Dari penjelasan asas-asas alam sebagai lingkungan hidup dapat dipahami

bahwa bumi memiliki segala sumber daya sekaligus keterbatasannya. Maka

penggunaan secara terus menerus berakibat pada ketidakseimbangan alam. di sisi

lain, adaptasi sebagai model pemanfaatan potensi lingkungan hidup merupakan

jawaban atas keterbatasan yang ada. Dengan demikian jika alam bisa mengalami

kerusakan maka alam juga bisa dilestarikan. Hal tersebut merupakan pemahaman

komprehensif tentang kedudukan alam hingga sistem hubungan yang ada di

dalamnya.

Pada bagian terakhir, penulis memasukkan manusia sebagai bagian yang

paling penting dalam pembahasan ekologi Islam. Manusia merupakan bagian tak

terpisahkan dari alam. Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam

adalah saling membutuhkan, saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya

dengan peran yang berbeda-beda. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus

diantara komponen alam dan makhluq ciptaan Tuhan yang lain yakni sebagai

khalifah, wakil Tuhan dan pemimpin di bumi.9

Selain asas di atas, terdapat prinsip dalam mencapai suatu ekosistem yang

seimbang, stabil, dan dinamis, dalam berlangsungnya sistem ekologi yang

8 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan Hidup, (Jakarta: KLH dan MLH PP

Muhammadiyah, 2011), h. 12. 9 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 16.

Page 69: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

61

membentuk jalinan kehidupan antara makhluk hidup dengan sesamanya dan

dengan alam lingkungannya, harus mengikuti asas-asas tertentu dalam ekosistem.

Adapun asas-asas tersebut diantaranya:10

a) Asas keanekaragaman

Makhluk hidup, baik itu nabati maupun hewani yang ada di alam, baik

yang hidup di darat maupun di air, jenis dan jumlahnya beraneka ragam

macam. Tiap makhluk hidup mempunyai fungsi dan peran masing-masing.

Tiap makhluk hidup tidak dapat hidup dengan berkembang terus sehingga

mendesak keberadaan makhluk hidup lainnya, oleh karena itu ada yang

mengontrol atau yang memangsanya. Dengan keanekaragaman jenis

makhluk hidup, secara alamiah, membutuhkan yang lainnya.

b) Asas kerja sama

Terwujudnya keseimbangan alamiah dalam suatu ekosistem merupakan

hasil adaptasi makhluk-makhluk hidup dengan sesamanya dan dengan

lingkungannya. Di antara tumbuh-tumbuhan dengan sesamanya, diantara

tumbuh-tumbuhan dengan binatang, di antara binatang dengan binatang

atau diantara binatang dengan manusia, terjalin hubungan kerja sama yang

saling menguntungkan dan dapat menunjang keseimbangan dan

kestabilan.

c) Asas persaingan

Selain ada kerja sama, dalam ekosistem ada persaingan. Asas persaingan

berfungsi mengontrol pertumbuhan suatu komponen yang terlalu pesat,

yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam persaingan

10 R.M. Gatot P. Soemarwoto, Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika

Offset, 2004), h. 4-7.

Page 70: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

62

terjadi proses seleksi, dimana komponen yang serasi akan menciptakan

keseimbangan dalam batas tertentu. Secara alamiah, bakteri, hama dan

binatang pengganggu merupakan proses persaingan dalam menciptakan

kestabilan dalam ekosistem.

d) Asas interaksi

Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup dalam ekosistem terjadi

karena adanya hubungan timbal arah antara makhluk hidup dengan

sesamanya dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Makhluk

hidup di samping mempengaruhi perkembangan dan kualitas lingkungan,

juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Tanpa adanya interaksi, suatu

makhluk hidup disatu pihak dan lingkungan dipihak lain akan ada

terdesak, sehingga akan timbul ketimpangan dan keguncangan, yang pada

akhirnya akan terjadi kehancuran.

e) Asas kesinambungan

Makhluk yang beranekaragam yang menjalani proses kerja sama,

persaingan dan adanya interaksi di antara makhluk hidup serta

lingkungannya berlangsung secara terus menerus. Dengan kata lain,

hubungan-hubungan tersebut harus berlangsung secara konsisten dan

kontiniu. Apabila terputusnya jalinan kehidupan, akan terjadi keguncangan

yang dapat menimbulkan kehancuran.

Dengan terpenuhinya asas-asas tersebut di atas, dapat terciptanya suatu

ekosistem yang stabil dan dinamis. Kestabilan ekosistem mewujudkan kehidupan

yang selaras dan serasi, sehingga fungsi dan peranan makhluk ciptaan Allah

berjalan sesuai dengan kodrat dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.

Page 71: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

63

Manusia menjadi bagian dari lingkungan hidup dalam bumi. Akan tetapi

yang menarik disini adalah Islam secara langsung menjelaskan hubugannya

dengan alam, sehingga tidak secara spesifik menjelaskan mengenai pengertian

manusia. Dari penjelasan hubungan manusia dengan alam kemudian

memunculkan penjelasan mengenai tugas manusia di bumi. Adapun hubungannya

dengan alam, manusia memiliki tiga (3) hubungan, yakni hubungan pemanfaatan,

pelestarian, dan hubungan peribadatan (ketauhidan). Pemanfaatan menegaskan

bahwa segala yang ada di bumi disediakan untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Adapun hubungan pelestarian manusia harus melestarikan alam sebagai bentuk

kelestarian keberlanjutan hidup manusia juga. Sedangkan hubungan peribadatan

adalah menjelaskan bahwa keberadaan alam adalah ayat mengenai kebesaran dan

keberadaan Tuhan (tauhid).11

Dari penjelasan ini penulis menarik pemahaman bahwa ekologi yang

dijelaskan oleh Islam tidak sekedar menjelaskan kedudukan alam, melainkan

beberapa asas atau hal-hal yang menjadi hukum utama alam dalam menopang

kehidupan. Selanjutnya, keberadaan manusia dengan kondisi bumi yang ada juga

dijelaskan hubungan yang bersifat timbal balik. Seluruhnya disediakan untuk

manusia akan tetapi perlu dirawat untuk keberlangsungan hidup manusia itu

sendiri. Dengan kata lain, inilah yang dimaksud hubungan timbal balik antara

manusia dengan alam. Apa yang diperbuat manusia terhadap bumi maka akan

kembali lagi (dampaknya) terhadap manusia.

11 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 8.

Page 72: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

64

Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Komponen

yang ada di sekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya,

merupakan lingkungan hidup manusia. Kelangsungan hidup manusia tergantung

dari keutuhan lingkungannya, sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung

bagaimana kearifan manusia mengelolanya.12 Oleh karena itu, lingkungan hidup

tidak bisa hanya dipandang sebagai penyedia sumber daya alam yang harus

dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya

keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup.

B. Teologi Lingkungan

Dalam tradisi Islam memandang bahwa semua unsur dari alam semesta,

baik yang di darat atau di laut, yang hidup atau yang mati memiliki manfaat dan

diciptakan tanpa kesia-siaan dan bertasbih.13 Merupakan sebuah premis kebenaran

bahwa semua mahluk bertsbih pada Allah. Kenyataan ini adalah riil metafisik

”ghaib” yang tidak bisa diterima oleh tradisi keilmuan barat. Hal ini sebagaimana

disinggung didepan bahwa kebenaran dalam tradisi sufisme tidak hanya bertumpu

pada hal-hal yang masuk akal (rasional), tetapi juga mengakui kebenaran

metafisik. Sehingga, relasi ekosistem bukan hanya berlaku hukum produsen dan

konsumen, penyedia pangsa dan pemangsa sebagaimana dalam ekologi.

Salah satu perkara penting yang banyak dibahas dalam kitab suci ialah

tentang alam semesta. Firman-firmanNya dalam Al-Qur’an menghasilkan suatu

pandangan kosmologi Islam. Sebab bukan saja dengan memahami konsep-konsep

itu kita akan lebih mampu menangkap makna menyeluruh esensi islam, tapi juga

12 Baban Sobandi, Etika Kebijakan Publik; Moralitas-Profetis dan Profesionalisme

Kinerja Birokrasi, (Bandung: Penerbit Humaniora, 2001), h. 77 13 QS. al-Anbiyā [21]:33, QS. Yā Sīn [36]:60, QS. al-Ḥadīd [57]:1.

Page 73: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

65

memberikan kejelaskan kedudukan alam dan manusia.14 Adanya hukum Allah

bagi seluruh alam semesta menjadi unsur pembatasan dan keterbatasan manusia.

Karena itulah akal pada manusia bukan untuk menciptakan kebenaran, melainkan

untuk memahami atas kebenaran yang telah ada dan berfungsi dalam lingkungan

diluar diri manusia.15

Alam sebagai ayat (tanda kebesaran Allah) senantiasa dapat

dioptimalisasikan sebagai bahan renungan “ta’amul” dan pelajaran “i’tibar”,

sehingga seseorang dapat sampai dan mendapatkan kebijaksanaan ilahiyah “al-

hikmah al-ilahiyah”. Dalam kasus ini, Ali Jumah melihat ada beberapa implikasi

positif dari proses renungan “ta’amul” dan pelajaran “i’tibar” diantaranya,

renuangan akan proses penciptaan alam semesta dan belajar dari umat-umat

terdahulu yang keduanya dapat menghantarkan pada level keimanan yang lebih

tinggi.

Bumi merupakan ciptaan Allah SWT sebagai tempat yang ideal untuk

kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Allah menjadikan bumi sebagai tempat

beraktifitas dengan melakukan segala kegiatan bagi makhluknya. secara

keseluruhan, tidak terkecuali manusia. Bumi memiliki seluruh komponen yang

diperlukan bagi kehidupan.16 Tujuan alam semesta diciptakan adalah: tanda

kekuasaan Allah bagi yang berakal (Alu ‘Imrān/3:190), yang mengetahui (ar-

Rūm/30: 22), bertaqwa (Yūnus/10: 6), yang mau mendengarkan pelajaran (al-

Nayl/16: 65), dan yang berpikir (al-Ra‘d/13:3); untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia (al-Baqarah/2: 29); sebagai rahmat dari Allah (al-Jā£iyah/45:13);

14 Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 286-287. 15 Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 293. 16 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 4. 1

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 180

Page 74: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

66

untuk kepentingan manusia (Luqmān/31: 20); untuk menyempurnakan nikmat dan

ujian bagi semua manusia (Hūd/11: 7); dan untuk menguji siapa yang amalannya

lebih baik (al-Mulk/67: 2).17

Tuhan mengajak manusia untuk selalu mengingatnya dengan memikirkan

dan memahami alam semesta ini.Sebagaimana al-Qur'an berulang kali

menggarisbawahi, inspirasi spiritual untuk menopang keimanan mekanismenya

dilakukan melalui pengamatan tajam terhadap alam, yang merupakan manifestasi

tanda-tanda kebesaran Allah, sehingga manusia sebagai pengampu kekuasaan

tuhan dibumi sudah waktunya untuk melihat alam semesta tidak hanya dengan

mata, tetapi dengan akal dan pikiran untuk berangan-angan, mengambil pelajaran,

menimbang dan mengkoparasikan, menganalisa dan mendiskusikannya, yang

pada gilirannya bisa membuka realitas tuhan pada eksistensi terdekat.

Manusia sebagai khalifah Allah di bumi telah diberikan lisensi untuk

mengelola alam dan memanfaatkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan,

Setiap bagian dari alam dan lingkungan yang diciptakan Allah swt tidak ada yang

percuma. Untuk itu manusia sudah seharusnya menjadikan alam ini sebagai mitra

hidup yang bisa meningkatkan kualitas pengabdian kepada Allah. Semakin baik

hubungan manusia dengan lingkungan, akan semakin banyak manfaat yang bisa

diperoleh manusia dari lingkungan itu.18 Implikasi lain dari kehkhalifahan

manusia ialah keperluannya kepada kemampuan untuk mengerti alam; tempat

manusia hidup dan menjalan tugasnya. Karena itu agar dapat menampilkan diri

17 Muhammad Ahsin Sakho, dkk. eds. Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Laporan

INFORM, Pertemuan Menggagas Fikih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah) oleh Ulama Pesantren,

Sukabumi, 9-12 Mei 2004, h. 16. 18 M. Hasan Ubaidillah, Fiqh al-Bî‟ah (Formulasi Konsep al-Maqasid al-Syari‟ah dalam

Konservasi dan Restorasi Lingkungan), dalam Jurnal Al-Qānūn, Vol. 13, No. 1, Juni 2010, h. 35

Page 75: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

67

sebagai makhluk moral dan bertanggung jawab, manusia harus melawan segala

belenggu dirinya.

Relasi penting yang selanjutnya adalah alam sebagai pemenuhan

kebutuhan alaqat al-taṣīr wa al-intifā’. Tidak sedikit aya-ayat al-Quran yang

menjelaskan bahwa alam semesta ini dicipkatan untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Hal ini nyata di dalam realitas kehidupan. Tidak ada satupun yang

memungkiri bahwa perkembangan populasi umat manusia selalu diikuti dengan

peningkatan kebutuhan konsumtif, mulai dari kebutuhan pangan, tempat tinggal

dan pemanfaatan yang lain. Pada dasarnya manusia dalam relasi ini sebagai

elemen kecil dari sistem kehidupan. Maka, dalam hukum kausalitas keberadaan

manusia sangat bergantung pada eksistensi kehidupan yang lain.

Islam, secara transenden mengakui keberadaan seluruh makhluk di muka

bumi sebagai suatu kesatuan dan ciptaan Sang Khalik. Kerusakan yang

diakibatkan oleh salah satu makhluk merupakan pengingkaran terhadap ciptaan

Allah, Islam sendiri memiliki prinsip-prinsip dasar dalam kaitan dengan upaya

pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam. Prinsip-prinsip tersebut

adalah Tauhid, Amanah, Khalifah, Halal, Haram, Adil, Tawasshur

(Kesederhanaan), Ishlah (Pemeliharaan), dan Tawazun (keseimbangan dan

harmoni).

QS Al-Anbiya: 107 di bawah ini menerangkan tentang pemiliharaan alam:

لعلمین و ما ارسلنک الا رحمۃ ل

“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk

(menjadi) rahmat bagi seluruh alam”

Page 76: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

68

Ayat di atas, menjelaskan bahwa manusia yang direpresentasikan oleh

Nabi Muhammad, SAW. serta para pengikutnya memiliki kewajiban yang sangat

agung, yaitu kewajiban menjaga alam karena kedudukannya sebagai rahmat bagi

seluruh makhluk. Kewajiban ini memiliki relevansi dengan kedudukan manusia

sebagai khalifah atau sebagai pemimpin di muka bumi, yang pada kondisi tertentu

sering disalahartikan sebagai penguasa di atas muka bumi atau bahkan menjadi

pemiliknya. Meskipun manusia memiliki kewenangan untuk mengeksploitasi

sumberdaya, tapi di sisi lain terdapat pula kewajiban untuk menjaganya.

Posisi manusia secara kosmis, mengharuskan manusia mendapatkan tugas

untuk menjalankan kepercayaan (amanat) sekaligus tanggung jawab. Amanat

untuk mengelola alam dengan segenap potensi dan ketersediaan bahan yang

diperlukan bagi kehidupan, serta tanggung jawab terhadap kehidupan nabati dan

hewani. Selain itu, alam adalah titipan Tuhan yang harus dijaga. Penciptaannya

pun tidak sia-sia dan memiliki tujuan. Oleh karena itu, hak yang diberikan kepada

manusia untuk bertindak dan memanfaatkan alam diatur dalam kerangka etis.

Kebebasan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengelola alam, dibatasi

dan terikat dengan aturan-aturan moral dan etika kemanusiaan, seperti keadilan,

kemaslahatan, martabat manusia, kesejahteraan, dan kerahmatan semesta. Prinsip

inilah yang mengharuskan manusia menjaga alam. Apabila manusia melakukan

tindakan merusak alam, berarti merusak bahkan membunuh manusia, karena alam

tidak hanya untuk saat ini tapi juga untuk manusia di masa mendatang

(Muhammad 2007, 4-5).19

19 Husein, Muhammad. Manusia dan Tugas Kosmiknya Menurut Islam, ( Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia),h. 4-5

Page 77: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

69

Terkait dengan peran manusia tersebut, Qardhawi menjelaskan tiga tujuan

dari peran manusia terhadap lingkungan. Pertama, mengabdi kepada Allah SWT.

Kedua, menjadi wakil atau khalifah di atas bumi. Ketiga, membangun peradaban

di muka bumi. Ketiga tujuan ini erat kaitannya dengan peranan manusia dalam

perspektif teologis. Pemahaman dan penjagaan lingkungan, serta tanggung jawab

dan amanah menjadi potret dan refleksi iman individual seseorang. Ketika

perilaku seseorang merusak, memanfaatkan alam secara berlebihan dan semena-

mena, menunjukkan bahwa dalam konteks teologi dan keimanan yang dimiliki

individu tersebut sangatlah rapuh. Tindakan semacam itu menunjukkan bahwa

manusia tersebut menjadi tidak amanah, dan berpotensi merusak kehidupan

species-nya di masa yang akan datang.20

Manusia memiliki kewajiban terhadap alam karena Allah telah

mengaruniai kekuasaan atas makhluk-Nya. Manusia telah diberi kekuasaan lebih

dibanding makhluk lain. Manusia telah diberi kekuatan untuk menundukkan dan

membuat makhluk lain melayani tujuannya. Akan tetapi Allah tidak memberikan

hak itu tanpa batas. Manusia tidak boleh memubazirkan, menyakiti, atau

membahayakan makhluk lain. Manusia harus menggunakan cara terbaik, dan

paling sedikit akibat buruknya dalam memanfaatkan makhluk lain.

Oleh karena itu, relasi antara manusia dengan lingkungan merupakan

bagian dari eksistensi sosial yang merupakan suatu wujud eksistensi bahwa

apapun yang berada diatas muka bumi ini memiliki kewajiban untuk menyembah

kepada Tuhan. Penyembahan ini tidak semata-mata hanya ritus yang bersifat

simbolik, tetapi lebih pada manifestasi manusia dalam ketundukannya kepada

20 Al-Qardhawi, Yusuf. Islam Agama Ramah Lingkungan. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2001), h. 24-25.

Page 78: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

70

Sang Pencipta. Selain itu dalam rangka mengengembangkan kesadaran

lingkungan, pendekatan teologis dengan memfokuskan kajiannya pada sistem

keyakinan Islam berkaitan dengan lingkungan. Hal ini kemudian disebut denga

Teologi Lingkungan Islam.21 Adapun cakupan pembahasan teologi lingkungannya

meliputi al-‘Alamin (selurus spesies), al-Sama’ (langit atau jagat raya), al-Ardh

(tempat atau bumi), dan al-bi’ah (lingkungan).22

Gagasan teologi lingkungan ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia

diyakini memiliki peran fungsional sebagai kepanjangan tangan Tuhan dalam

mengelola lingkungan, yang lazim dikenal dengan istilah khalifatullah. Manusia

harus tetap konsisten memelihara kualitas lingkungan agar daya dukungnya tetap

optimum. Untuk menjaga optimasi daya dukung lingkungan, manusia harus

memelihara kepentingan semua pihak secara proporsional. Kepentingan

kelestarian lingkungan dan kepentingan kesejahteraan manusia dipertimbangkan

secara wajar sebatas kewajaran ekologis. Hal tersebut harus diterapkan mengingat

manusia diberi mandat sebagai khalifah. Dengan demikian dapat disebut juga

menjaga alam merupakan sunnah Illahiyah yang harus tunduk dan konsisten pada

nilai spiritual Illahiyah.23

Dalam tela’ah lebih mendalam, tidak sulit mendapati bahwa ilmu

pengetahuan ditentukan atas kecondongan faktor diluar diri manusia; sistem

budaya. Disinilah manusia mendapati dirinya dalam situasi yang penuh

kontradiksi. Manusia selalu merasa makhluk tertinggi dan paling berkuasa. Oleh

karena itu, Cak Nur dalam bukunya mengatakan bahwa manusia dituntut juga

memahami lingkungan manusiawinya sendiri, setelah memahami lingkungan

21 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 13. 22 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 44-60. 23 Mujiyono Abdullah, Agama Ramah Lingkungan, h. 200-209.

Page 79: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

71

alami hidupnya.24 Interaksi antara manusia dengan alamnya menghasilkan ilmu

pengetahuan dan teknologi (SAINS), akan tetapi justru hal tersebut menjadi

ancaman baru bagi manusia disaat manusia tidak lagi mampu menguasai dirinya.

Hal ini kerap memungkinkan manusia untuk menggunakan alam bagi tujuan

merusak atas nama kemajuan dan perkembangan zaman.25

A. Tokoh Indonesia yang Membahas Ekologi Islam

1) Ali Yafie

Dalam membahas masalah lingkungan hidup, Ali Yafie mengacu pada QS.

Al-A’raf:156 yang menjelaskan tentang rahmat Allah yang meliputi segala

sesuatu dan QS. Al-Anbiya’:107 yang menegaskan tujuan pengutusan nabi

Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ia merujuk pada batang

tubuh ajaran fikih yang meliputi empat garis besar yaitu (1) rub’ul ibadat, yaitu

bagian yang menata hubungan manusia dengan khaliknya; (2) rub’ul muamalat,

yaitu bagian yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas pergaulan dengan

sesamanya untuk memenuhi hajat hidup sehari-hari; (3) rub’ul munakahat, yaitu

bagian yang menata hubungan manusia dengan lingkungan keluarga, dan (4)

rub’ul jinayat, yaitu bagian yang menata pengamanan dalam suatu tertib

pergaulan, yang menjamin keselamatan dan ketentraman dalam kehidupan.26

.Gambaran di atas adalah wajah sesungguhnya dari Islam. Empat hal tersebut

meliputi bidang pokok dari kehidupan umat manusia.

Masalah lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada sampah, pencemaran,

penghijauan kembali atau sekadar pelestarian alam. Tetapi lebih dari semua itu.

Masalah lingkungan hidup merupakan bagian dari suatu pandangan hidup. Sebab

24 Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 304. 25 Nucholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 306. 26 Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Raja Wali, 2010), h. 9.

Page 80: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

72

masalah lingkungan merupakan kritik terhadap kesenjangan yang diakibatkan

oleh pengurasan energi dan keterbelakangan yang lebih merupakan ekses dari

pertumbuhan ekonomi yang ekplosif dan tidak bervisi konservasi.27

Nabi Muhammad adalah rahmat bagi alam, maka kita sebagian umatnya

sejatinya juga demikian, sehingga sifat-sifat Tuhan pun mestinya terpatri dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, jauh sebelumnya, Tuhan seakan memberi

isyarat bahwa manusia adalah perusak. Hal ini dapat dipahami dari dialog antara

Tuhan dengan malaikat, ketika Tuhan menciptakan manusia. Digambarkan pula

bahwa telah tampak kerusakan di daratan dan di laut akibat ulah tangan-tangan

manusia. Dengan itu pula, maka Tuhan sudah memperingatkan bahwa kita jangan

melakukan pengrusakan di atas bumi ini.28 Pandangan tentang norma fikih

senantiasa mencoba untuk memahami sejumlah masalah secara sosiologis

ketimbang pendekatan individual.

2) Miftahulhaq (Wakil Sekretaris MLH PPM)

Islam adalah sebuah jalan hidup yang merupakan konsekuensi dari

pernyataan atau persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan (tauhid). Syari’ah

adalah sebuah sistem pusat-nilai untuk mewujudkan nilai yang melekat dalam

konsep (nilai normatif) atau ajaran Islam yakni tauhid, khilafah, amanah, halal dan

haram. Berdasarkan atas pengertian ini maka ajaran (konsep)ataupandangan

Islam tentang lingkunganpun pada dasarnya dibangun atas dasar 5 (lima) pilar

syariah tersebut yakni : 1) tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) keseimbangan

(i’tidal) dan5) istishlah.

27 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga

Ukhuwah, (Bandung; Mizan; 1994) h. 133. 28 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, h. 139.

Page 81: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

73

Untuk menjaga agar manusia bisa berjalan menuju tujuan penciptaannya

maka (pada tataran praktis) kelima pilar syariah ini dilengkapi dengan 2 (dua)

rambu utama yakni: halal dan haram. Kelima pilar dan dua rambu tersebut bisa

diibaratkan sebagai sebuah “bangunan” untuk menempatkan paradigma

lingkungan secara utuh dalam perspektif Islam.

Berikut ini akan di urai makna ke empat pilar dan dua rambu tersebut

serta saling keterkaitannya satu dengan lainnya dalam konteks lingkungan

(environment).29

Islam sebagai pedoman memiliki 5 (lima) pilar dalam sistem nilai

utamanya. Kelimanya adalah 1) tauhid, 2) khilafah, 3) amanah, 4) adil dan 5)

istishlah. Untuk menjaga agar manusia yang telah memilih atau mengambil jalan

hidup ini bisa berjalan menuju tujuan penciptaannya maka (pada tataran praktis)

kelima pilar ini dilengkapi dengan 2 (dua) rambu utama yakni : 1) halal dan 2)

haram. Kelima pilar dan dua rambu tersebut bisa diibaratkan sebagai sebuah

“bangunan” untuk menempatkan paradigma lingkungan secara utuh dalam

perspektif Islam.30 Untuk lebih jelasnya lihat uraian berikut ini:

1. Tauhid atau keyakinan kepada Allah adalah pilar utama menjadi seorang

Islam. Pada konteks lingkungan hidup, pilar ketauhidan berupaya menjawab

persoalan eksistensi Tuhan melalui alam semesta. Keberadaan alam adalah

bukti mengenai keberadaan Tuhan. Tuhan adalah “makna” dari realitas, sebuah

makna yang dimanifestasikan, dijelaskan serta dibawakan oleh alam semesta

(termasuk manusia).31

29 Miftahul Haq, http://lingkungan.muhammadiyah.or.id/in/artikel-agama-dan-

penyelamatan-lingkungan--detail-246.html 30 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 21. 31 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 22.

Page 82: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

74

2. Khilafah atau perwalian; Konsep ini dibangun atas dasar pilihan Allah dan

kesediaan manusia untuk menjadi khalifah (wakil atau wali) Allah di muka

bumi. Hal ini sebagaimana tertera dalam QS. Al-Baqarah: 30, Al-Isra : 70, Al-

An’am: 165 dan Yunus: 14. Sebagai wakil Allah, maka manusia wajib

merepresentasikan atas sifat-sifat Allah. Manusia harus aktif dan bertanggung

jawab untuk menjaga bumi. 32

3. Amanah atau kepercayaan; adalah bentuk tanggung jawab yang harus

dilakukan oleh manusia dalam mengelola alam. Segala sesuatu yang ada di

bumi memang diperuntukkan bagi manusia, akan tetapi semuanya hanya

bersifat titipan. manusia baik secara individu maupun kelompok tidak

mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumberdaya alam yang bersangkutan.

Hak penguasaannya tetap ada pada Tuhan Pencipta. Oleh karena itu manusia

wajib menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh Allah

tersebut.33

4. Adil atau seimbang merupakan hukum Tuhan yang juga berlaku atas alam

termasuk manusia. Keseimbangan ini bisa mengalami gangguan (dis-harmoni)

jika salah satu atau banyak anggota kelompok atau suatu kelompok mengalami

gangguan baik secara alamiah (karena sebab-sebab yang alamiah) maupun

akibat campur tangan manusia. Perilaku dan perbuatan manusia terhadap alam

termasuk antar manusia yang diharamkan (dilarang), sebenarnya bertujuan agar

keseimbangan atau harmoni alam tidak mengalami gangguan. 34

5. Istishlah atau kemaslahatan bermakna memperbaiki atau perbaikan,

memelihara dan bermakna masalahat atau bermanfaat. istishlah pada awalnya

32 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 24. 33 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 9. 34 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 28.

Page 83: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

75

diartikan dengan perbaikan. Akan tetapi tujuan utama istishlah adalah

melestarikan alam berarti mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan

(istishlah) universal (bagi seluruh makhluk) baik dalam kehidupan masa kini

(di dunia) maupun kehidupan dimasa depan (di akhirat).35

Penjelasan lebih lanjutnya adalah dengan konsep ekologi Islam

menjelaskan bahwa alam adalah ayat dan petunjuk manusia mengenal dan

memahami tuhannya. Dengan kata lain, memahami alam berarti mengenali

Tuhannya. Selanjutnya, perbedaan mendasar antara Tuhan dan Alam adalah

Pencipta dan Makhluk. Khalik dan Makhluk memiliki sifat yang sangat kontra

diktif, sebagaimana Khalik memiliki sifat Mukhalafat Lil Hawadist atau berbeda

dengan ciptaannya. Allah adalah mutlak dan makhluk bersifat nisbi atau relatif.

Alam semesta (termasuk manusia) mempunyai potensi- potensi tertentu, akan

tetapi juga mempunyai batas kemampuan atau keterhinggaan. Konsep inilah yang

di dalam beberapa ayat AlQur’an dinyatakan bahwa setiap sesuatu ciptaan Allah

itu mempunyai “ukuran” (qadr), dan oleh karena itu bersifat relatif dan tergantung

kepada Allah.36

Selanjutnya ketauhidan tersebut diterima oleh manusia sebagai wakil

Allah. Kata khalifah yang berarti memimpin dan memelihara demi

keberlangsungan makhluk hidup adalah kunci utamanya dalam konteks ekologi.

Manusia sebagai wakil Allah berkewajiban mengatur dan memberdayakan apa

saja yang ada di bumi. Keseluruhan tersebut juga diperuntukkan pada manusia.

Keterwakilan Tuhan melalui manusia sekaligus menegaskan bahwa segala yang

ada dibumi untuk mencukupi kebutuhan manusia berarti untuk dikelola dengan

35 Majelis Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 28. 36 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 7.

Page 84: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

76

baik. Tidak hanya diambil untuk kepentingan sesaat, akan tetapi juga

berkomitmen untuk menjaga dan melestarikan untuk keberlangsungan hidup.37

Manusia sebagai khalifah Allah di dunia, menjadi wakil Tuhan di muka

bumi yang memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka

bumi.38 Khalifah adalah juga amanah yang telah diberikan oleh Tuhan yang

menciptakan manusia kepada manusia karena dipandang mampu untuk

menegakkan kebenaran dan keadilan dimuka bumi. Oleh karena itulah maka

pemahaman makna khilafah dan peran manusia sebagai khalifah di alam

khususnya di muka bumi ini menjadi sangat penting karena akan menentukan

keberhasilan atau kegagalan manusia dalam mengemban amanah yang telah

diberikan Tuhan sekaligus yang telah disanggupinya. Tindakan-tindakan manusia

yang berakibat terjadinya kerusakan di muka bumi sebagaimana di muka telah

ditegaskan, merupakan pelanggaran atau penginkaran terhadap amanah yang

berarti juga merupakan perbuatan dosa besar.

Kemudian dengan amanah yang dimiliki maka manusia tidak bisa

menguasai atas sumber daya alam yang ada. Manusia hanya diperkenankan untuk

memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan hidup serta menjaga atas kelestarian

alam. Secara umum, konsep amanah ini harus dikerjakaan bersamaan dengan

tauhid dan khalifah. Sebagaimana bagi Islam keseluruhan tersebut merupakan

bagian dari epistemologi ekologi yang holistik sekaligus menolak epistemologi

reduksionis.39

37 Majelis Lingkungan Hidup, Akhlak Lingkungan, h. 9. 38 Musya Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaaan Dalam Al- Quran, (Yogyakarta:

Lembaga Study Filsafat Islam, 1992), h. 43. 39 Majelsi Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 27.

Page 85: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

77

Seperangkat yang bisa mendukung terwujudnya manusia sebagai wakil

Allah yang amanah dan menciptakan keseimbangan (adil) adalah dengan adanya

rambu-rambu melalui halal-haram. Rambu tersebut diciptakan sebagai pedoman

mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap alam. Halal

bermakna segala sesuatu yang baik, berakibat baik, menguntungkan, dan

menenteramkan hati. Segala sesuatu yang menguntungkan atau berakibat baik

bagi seseorang, masyarakat dan lingkungan alamnya serta lingkungan sosialnya

adalah halal. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak

seseorang, masyarakat dan lingkungan alam dan sosialnya adalah haram.40

Kelima pilar di atas merupakan pilar utama Islam dalam menjelaskan

perhatiannya terhadap lingkungan. Hal tersebut sekaligus menyatakan bahwa

kepedulian Islam terhadap lingkungan tidak hanya sebatas dalam bentuk

pemanfaatan semata, akan tetapi juga dalam bentuk pengelolaan. Pengelolaan

dengan prinsi tauhid berarti manusia telah mengamalkan keimanannya dalam

bentuk menjaga alam atau bumi. Selanjutnya, bentuk aplikasi ketauhidannya

dalam konteks lingkungan hidup adalah dengan menerapkan konsep khilafah,

amanah, adil dan istishlah sehingga keseluruhannya menjadi konsep baru dalam

ekologi yakni Teologi Lingkungan.41

Dengan pandangan teologi lingkungan, Islam berupaya mewujudkan

kesadaran manusia dalam memahami lingkungan sekaligus memelihara dan

melestarikannya. Dengan teologi lingkungan Islam juga berpartisipasi aktif

menawarkan satu paradigma baru dalam bidang ekologi. Paradigma ini berbeda

dengan teori sistem maupun ekosentrisme yang menekankan pada aspek manusia

40 Majelis Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 28. 41 Majelis Lingkungan Hidup, Teologi Lingkungan, h. 30.

Page 86: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

78

saja. Teologi lingkungan menekankan hubungan manusia dengan alam sebagai

hubungan manusia dengan Tuhannya.

Page 87: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

SAINS mengajarkan suatu gambaran kosmos yang lain atas apa yang

diajarkan agama. Pandangan mengenai krisis ekologi baik dalam Islam maupun

Kristen perlu diuraikan dari konsepsi ekologi masing-masing. Dengan kata lain

tidak bisa menjelaskan pandangan krisis ekologi tanpa menjelaskan konsep

ekologi Islam maupun Kristen. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut.

Islam dan Kristen sama-sama memiliki pandangan terhadap ekologi

dalam bingkai teologi maupun etika. Namun perbedaannya adalah dalam Islam

gagasan mengenai ekologi menjadi suatu final tanpa perbedabatan. Islam setuju

bahwa ekologi atau persoalan hubungan timbal balik antar manusia dengan alam

harus dilestarikan. Sebagaimana tugas manusia sebagai khalifah dan diberi

amanah untuk memanfaatkannya tanpa harus merusak. Setiap perbuatan manusia

terhadap alam akan berdampak kepada manusia itu sendiri. baik perbuatan baik

maupun perbuatan buruknya akan berdampak kepada manusia itu sendiri.

Sedangkan dalam pandangan Kristen terdapat perbedatan tafsir ekologi.

Satu kelompok menafsirkan Al-Kitab bahwa manusia diberikan kebebasan untuk

memanfaatkan alam sehingga dianggap mendorong munculnya perilaku

eskploitatif terhadap alam. Akan tetapi sebagian teolog Kristen menolak

pandangan tersebut, sebab dalam prinsip teologisnya, Tuhan yang menghidup

segalanya. Kedudukan Tuhan, Manusia dan alam serta hubungan ketiganya dalam

wujud tritunggal. Pandangan Kristen tersebut sekaligus menjadi doktrin

keimanan. Adapun prinsip yang digunakannya adalah Tuhan sebagai pencipta

Page 88: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

80

segala sesuatu, manusia merupakan wakil Tuhan dan diperkenankan untuk

mengelola alam secara bijak.

Selanjutnya pandangan Islam dan Kristen terhadap krisis ekologi

keduanya memiliki pandangan yang sama, yaitu kerusakan alam disebabkan oleh

perilaku manusia. Adapun perilaku tersebut bersumber pada paradigma atau

pemikiran manusia. Oleh karena itu, dalam merespon krisis ekologi, baik Islam

dan Kristen sama sama menghadirkan konsep teologi lingkungan hidup sebagai

bentuk penegas keimanan masing-masing agama. Secara umum teologi

lingkungan hidup dalam Islam maupun Kristen menjelaskan bahwa melestarikan

alam merupakan perwujudan keimana kepada Tuhan. Oleh karena itu dengan

melestarikan alam sama halnya mengimplementasikan keimanan. Adapun dalam

konteks krisis ekologi yang disebabkan perilaku manusia, Islam dan Kristen

sama-sama menghadirkan etika lingkungan hidup sebagai rumusan yang

diturunkan dari teologi lingkungan sekaligus menjadi panduan umatnya dalam

memahami krisis ekologi serta menjaga lingkungan hidupnya.

B. Kritik dan Saran

Studi komparasi mengenai konsep ekologi dalam pandangan agama

terlalu luas. Padahal di setiap agama memiliki organisasi masyarakat atau Ormas

penopang masing-masing agama. Nampaknya lebih detail apabila studi komparasi

juga menjelaskan perspektif lembaga-lembaga keagamaan yang

merepresentasikan Islam maupun Kristen. Sebab, selain memiliki konsepsi

teologis, tentu dalam sebuah lembaga memiliki program atau gerakan sosial yang

lebih real, daripada pemikiran dalam agama yang masih bersifat teologi ataupun

paradigma.

Page 89: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

81

Daftar Pustaka

Abdillah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an. Jakarta:

Paramadina, 2001.

Abdullah, M. Yatimin. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amza, 2006.

Adiwibowo, Soeryo. Ekologi Manusia. Bogor: IPB, 2007.

Al-Qardhawi, Yusuf. Islam Agama Ramah Lingkungan. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2001 Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat. Jakarta: Raja Wali,2010

Amirullah, “Krisi Ekologi dan Problematika Sains” dalam Jurnal Lentera, Vol.

XVIII No. 1. Juni 2015.

Amirullah, “Krisis Ekologi; Problematika Sains Modern” dalam Jurnal Lentera,

vol. XVIII, no. 1 tahun 2015.

Anggota IKAPI, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2005.

Asy’ari, Musya. Manusia Pembentuk Kebudayaaan Dalam Al- Quran.

Yogyakarta: Lembaga Study Filsafat Islam, 1992.

Deane, Celia. & Drummond. Teologi dan Ekologi, BPK-Gunung Mulia, Jakarta,

1999

Dister, Nico Syukur OFM. Teologi Sistematika II. Yogyakarta: Kanisius, 2013.

Ghulsyani, Mehdi. Filsafat Sains menurut Al Qur’an. Jakarta: Mizan, 2004.

Hamid, al-Abd. “Exploring the Islamic Environmental Ethics," dalam Islam and

the Environment, A. R. Agwan ed. New Delhi: Institute of Objective

Studies, 1997.

Harun, Martin. “Allah Para Ekolog” dalam Dunia, Manusia dan Tuhan: Antologi

Pencerahan Teologi dan Filsafat, ed. J. Sudarminta dan Lili Tjahjadi,

Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Hunt, Anne. Trinity. New York: Orbis Book, 2005.

Husein, Muhammad. Manusia dan Tugas Kosmiknya Menurut Islam, ( Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2002.

Karman, Yonky. Bunga Rampai Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2007, h. 7.

Kementerian Lingkungan Hidup. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta: Kementrian

Lingkungan Hidup, 2009.

Keraf, A. Sony. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit buku Kompas, 2002.

Page 90: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

82

KWI, Nota Pastoral. Panggilan Geraja Dalam Hidup Berbangsa. Jakarta:

Penerbit Obor, 2018.

Lorhse, Berhand. Pengantas Sejarah Dogma Kristen. Jakarta: Gunung Mulia,

2008.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina Press,

Cet IV, 2000.

Mahfud, Rois. Al- Islam Pendidikan Agama Islam. Penerbit: Erlangga, 2011.

Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyyah. Teologi Lingkungan. Jakarta:

Depkomlin KLH, 2011.

Mangunjaya, Fachruddin M. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2005.

Mardhiah, Izzatul, dkk. “Konsep Gerakan Ekoteologi Islam Studi Atas Ormas

NU Dan Muhammadiyyah” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 10. No. 1, Universitas Negeri Jakarta tahun 2014.

Mcnaughton, S.J. & Larry. L, Ekologi Umum. terj. Sunaryono Pringgoseputro.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 1992.

Miller, G. Tyler. dan Spoolman, Scott E. Essentials of Ecology. USA;

Brooks/Cole, 2009.

Mufid, Sofyan Anwar. Islam dan Ekologi Manusia. Bandung: Penerbit Nuansa,

2010.

Mufid, Sofyan Anwar. Islam dan Ekologi Manusia. Bandung: Penerbit Nuansa,

2010

Nainggolan, Binsar. Pengantar Etika Terapan: Petunjuk Hidup Sehari-Hari Bagi

Warga Gereja, L-SAPA STT-HKBP, Pematangsiantar, 2007.

Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Life and Thought. London: George Allen, dan

Unwin Ltd, 1981.

Nasr, Seyyed Hossein. Intelegensi dan Spiritualitas Agama-agama. terj.

Suharsono dkk, Jogja: Inisiasi Press, 2004.

Pusat Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Kemendikbud, 2008.

Rachman, Noer Fauzi. Panggilan Tanah Air. Yogyakarta: INSIST Press, 2017.

Rahmad, Dadang. Metode Penelitan Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Page 91: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

83

Resosoedarmo, Soedirman, dkk, Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Karya

Cv, 1984.

Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003

Robert P. Borronng, “Etika Lingkungan Hidup dari Perspektif Teologi Kristen”

dalam Jurnal Pelita Zaman, Vol. 13. No. 1 Tahun 1998. Yayasan Pelita

Zaman, Bandung

Sakho, Muhammad Ahsin. dkk. eds. Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Laporan

INFORM, Pertemuan Menggagas Fikih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah) oleh

Ulama Pesantren, Sukabumi, 9-12 Mei 2004.

Sani Lake, “Memulihkan Keutuhan Ciptaan; Refleksi Teologis Ekologi dalam

Pembebasan” dalam Jurnal Sepakat Vol. 02 No. 2 tahun 2016, h. 212.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan dan Kesan Keserasian al-Qur’an.

Jakarta: Lentera Hati, 2003.

Sobandi, Baban. Etika Kebijakan Publik; Moralitas-Profetis dan Profesionalisme

Kinerja Birokrasi. Bandung: Penerbit Humaniora, 2001.

Sobur, A.Kadir Tauhid Teologis. Jakarta: Gaung Persada Press Group 2013

Soemarwoto, R.M. Gatot P. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Offset, 2004.

Suhendra, Ahmad. “Menelisik Ekologis dalam al-Qur’an”, Jurnal Esensia vol.

XIV No. 1 April 2013.

Suka, Ginting. Teori Etika Lingkungan; Antroposentrisme dan Ekosentrisme.

Bandung; Universtias Udayana, tt.

Sunarko, Adrianus Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi: Perhatian pada

Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius, 2008

Ubaidillah, M. Hasan. Fiqh al-Bî‟ah (Formulasi Konsep al-Maqasid al-Syari‟ah

dalam Konservasi dan Restorasi Lingkungan), dalam Jurnal Al-Qānūn,

Vol. 13, No. 1, Juni 2010.

Utina, Ramli. dan Wahyuni, Dewi. Ekologi dan Lingkungan Hidup. Tt.

Vorgrimler, Herbert. Trinitas; Bapa, Firman dan Roh Kudus. Yogyakarta:

Kanisius, 2005.

Walhi. Masa Depan Keadilan Ekologis di Tahun Politik. Jakarta; Walhi, 2017.

Wardani. Islam Ramah Lingkungan: Dari Eko-teologi Hingga Fiqh Bi’ah.

Banjarmanis: IAIN Antasari Press, 2015.

Page 92: Krisis Ekologi Perspektif Islam dan Kristen di Indonesiarepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · penggurunan atau erosi tanah, naiknya permukaan air laut, longsor,

84

Watimena, Reza A.A. Tentang Manusia; Dari Pikiran, Pemahaman Sampai

Perdamaian Dunian. Yogyakarta: Maharsa, 2016.

Woi, Amatus. “Manusia dan Lingkungan dalam Persekutuan Ciptaan” dalam

Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi, ed. A. Sunarko dan A. Eddy

Kristiyanto. Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Yafie, Ali Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi

Hingga Ukhuwah. Bandung; Mizan; 1994.

Zainul, Bahri Media. Wajah Studi Agama-Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.