kti rendahnya pengguna akseptor kb iud di puskesmas xx periode april 2010 s
DESCRIPTION
KTITRANSCRIPT
KTI RENDAHNYA PENGGUNA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS XX PERIODE APRIL 2010 s/d APRIL 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah.
Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya
pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar
usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah
terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.
Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun
1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah
satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan
kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan
pengendalian penduduk.
Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa
pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung,
sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu
titik sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi
kenyataan.
Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan
merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru
Program KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga
berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab,
Harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2003 ).
Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta
masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak
harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata.
Sementara ini kegiatan Keluarga Berencana masih kurangnya dalam pengunaan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat
dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 %
memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya
masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine
Devices (IUD). (www. bkkbn. go. id, 2005).
Berdasarkan prasurvey di Puskesmas Kramat Jati bahwa pengguna alat kontrasepsi
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang khususnya IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Pada umumnya PUS (Pasangan Usia
Subur) yang telah menjadi akseptor KB lebih banyak menggunakan pil, suntik dan kondom.
Namun pada akhir-akhir ini akseptor lebih dianjurkan untuk menggunakan program Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu alat kontrasepsi spiral (IUD), susuk (Implant) dan
kontap
Intra uterine device (IUD) Metode ini lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan
lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan
(www.bkkbn.go.id,1998). Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian
mengenai “Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Kramat Jati Periode
April 2010 s/d April 2011” .
1.2 Perumusan Masalah
Masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD pada tahun 2010 yaitu sebesar … menjadi
… pada tahun 2011 di puskesmas Kramat Jati. Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulis
merumuskan masalah penelitian ini adalah Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di
puskesmas Kramat Jati periode april 2010 s/d april 2011
1.3 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan dapat memberikan data yang akurat tentang Rendahnya pengguna alat
kontrasepsi IUD di Puskesmas kramat jati.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui distribusi frekuensi rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di puskesmas kramat
jati periode april 2010 s/d april 2011
2) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat
dari status ekonomi akseptor.
3) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD
di lihat dari faktor usia akseptor.
4) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat
dari paritas akseptor.
5) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat dari tingkat
pendidikan akseptor.
6) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat
dari efek samping IUD pada akseptor.
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari penulisan karya tulis ilmiah ini penulis melakukan pengambilan
data dengan rekam medik pada akseptor KB di puskesmas kramat pada tahun 2011
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Bidan dan Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan atau bidan dalam bekerja sesuai dengan standart pelayanan dan dapat
mengembangkan ilmu dan menambah wawasan serta pengalaman.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
1) Dapat memberikan keterampilan melalui bimbingan pengetahuan kepada mahasiswa yang akan
menjadi tenaga kesehatan nantinya.
2) Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan menambah buku referensi tentang
keluarga berencana di perpustakaan.
1.4.4 Bagi Mahasiswi
Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan baik teori maupun praktek tentang alat kontrasepsi
IUD.
1.4.5 Bagi ibu
Meningkatkan pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dan dapat memilih alat
kontrasepsi yang tinkat keeftifannya tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Akseptor adalah PUS (Pasangan Usia Subur) yang menggunakan salah satu alat
kontrasepsi atau mencegah kehamilan baik dengan obat, alat, maupun operasi untuk mengatur
kehamilan (Saifudin, 2003).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi yang berarti
pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, sehingga
kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar
tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel
sperma (Wiknjosastro, 2003). Di Indonesia alat kontrasepsi yang telah dikembangkan menjadi
program adalah pil, suntik, AKDR, implan dan kontap pria (BKKBN, 2003).
AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi
efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek
kontraseptif. (Manuaba, 1998)
Indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita yang
telah mempunyai anak hidup satu atau lebih, ingin menjarangkan kehamilan, sudah cukup anak
hidup, tidak mau hamil lagi, tidak cocok memakai kontrasepsi hormonal, berusia diatas 35 tahun.
Kontra indikasinya kehamilan, peradangan panggul, perdarahan uterus abnormal,
karsinoma organ-organ panggul, disminorea berat, anemia berat dan pembekuan darah.( Sinopsis
obstetri, 1998 )
2.2 Mekanisme kerja AKDR sebagai alat kontraseptif
Bagaimana mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti, tetapi kerjanya
bersifat lokal.
2.2.1 Mekanisme kerja lokal AKDR sebagai berikut:
1) AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan
timbunan leokosit, makrofag, dan limposit.
2) AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitas
spermatozoa.
3) Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin
dirusak oleh makrofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi.
4) Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa
sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi.
2.2.2 Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam penelitian.
1) Keuntungan AKDR
AKDR dapat diterima masyarakat dunia dan menempati urutan ketiga dalam pemakaian.
Keuntungan AKDR non hormonal adalah:
1) Sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi.
Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama ( 1 kegagalan dalam
125 – 170 kehamilan).
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
3) Metode jangka panjang
4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
5) Tidak mempengaruhi hubungan sexual.
6) Meningkatkan kenyamanan sexual karena tidak perlu takut untuk hamil.
7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (Cu T-380A).
8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
9) Dapat dipasang segera setelah melahiran atau sesudah abortus.
10) Dapat digunakan sampai menopause.
11) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
Keuntungan AKDR hormonal adalah:
a. Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe.
b. Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae (Asherman’s Syndrome).
3) Kerugian AKDR
1) Kerugian AKDR Non hormonal:
Efek samping yang umum terjadi:
1. Perubahan siklus haid.
2. Haid lebih lama dan banyak.
3. Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
4. Disaat haid lebih sakit.
Komplikasi lain:
1. Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan.
2. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).
3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS.
4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti
pasangan.
5. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.
6. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah
kehamilan normal.
2) Kerugian IUD hormonal:
a. Jauh lebih mahal dari Cu IUD.
b. Harus diganti setelah 18 bulan.
c. Lebih sering menimbulkan perdarahan mid-siklus dan perdarahan bercak (spotting)
d. Insidens kehamilan ektopik lebih tinggi.
Efek samping dan komplikasi IUD hormonal dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Pada saat insersin :
1. Rasa sakit atau nyeri.
2. Muntah, keringat dingin
3. Perforasi uterus.
Efek samping dan komplikasi IUD dikemudian hari:
1. Rasa sakit dan perdarahan.
2. Infeksi.
3. Kehamilan intra uterine.
4. Kehamilan ektopik.
5. Ekspulsi
6. Komplikasi lain
2.3 Kapan waktu pemasangan AKDR
1. Bersamaan dengan haid
2. Segera setelah bersih haid / pada masa akhir haid.
3. Pada masa nifas.
4. Tiga bulan pasca persalinan
5. Hari kedua-ketiga pasca persalinan.
Pemasangan AKDR pasca persalinan tidak perlu menunggu haid, karena ada
kemungkinan bahwa seorang wanita dapat hamil tanpa didahului haid pasca persalinan.
2.3.1 Kapan AKDR tidak dapat dipasang
AKDR tidak dapat dipasang pada keadaan:
a. Terdapat infeksi genetalia.
- Menimbulkan eksaserbasi (kambuh) infeksi.
- Keadan patologis lokal : frungkle, stenosis vagina, infeksi vagina.
- Dugaan keganasan serviks.
- Perdarahan dengan sebab tidak jelas.
- Pada kehamilan : terjadi abortus, mudah perforasi, perdarahan, infeksi.
2.3.2 Pemeriksaan ulang AKDR
Setelah pemasangan AKDR perlu dilakukan kontrol medis dengan jadwal :
- Satu minggu / dua minggu setelah pemasangan.
- 1 bulan pasca pemasangan
- 3 bulan kemudian
- Setiap 6 bulan berikutnya.
- 1 tahun sekali.
- Bila terlambat haid 1 minggu
- Perdarahan banyak dan tidak teratur.
2.3.3 Pencabutan AKDR
AKDR dapat dicabut sebelum waktunya bila dijumpai:
o Ingin hamil kembali.
o Leukorea, sulit diobati dan klien menjadi kurus.
o Terjadi infeksi.
o Terjadi perdarahan.
o Terjadi kehamilan.
2.4 Efektifitas.
Efektifitas Mirena untuk menilai adalah 99,9 persen. Mirena harus diganti setiap lima
tahun.
2.4.1 Efek samping dan resiko kesehatan
Berbeda dengan IUD tembaga, hormonal IUD menurun jumlah darah haid dan haid
Cramping. Utama efek samping dari hormonal IUD digunakan adalah abnormal vaginal bleeding.
Beberapa perempuan tidak terduga, light menstrual flow, sedangkan banyak mungkin tidak
mengalir sama sekali. Kebanyakan perempuan lapor kegelisahan dan Cramping selama dan setelah
insersi IUD. Jarang, pengguna mungkin akan mengalami infeksi panggul dalam tiga bulan pertama
dari penempatan, karena dapat memperkenalkan proses masuknya kuman ke dalam rahim.
Meskipun sebagian besar resiko infeksi dengan IUD terjadi pada saat insersi, banyak penyedia
layanan perawatan terus timbangkan resiko infeksi pada pasien. saling setia pada pasangan adalah
yang terbaik untuk pencegahan terhadap infeksi. Hormonal IUD tidak melindungi terhadap
Penyakit Menular Seksual.
2.4.2 Bagaimana menggunakan hormonal IUD
Jika memutuskan pada hormonal IUD, dokter akan memasang alat dan memberikan
informasi tentang penggunaannya. Tidak ada pemeliharaann yang diperlukan, namun harus
memeriksakan IUD string sekali sebulan untuk memastikan alat masih ada. Setelah pencabutan,
kesuburun kembali normal dan segera.? (Yuyun Triani, 2008)
2.5 Faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD
2.5.1 Pendidikan
Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
(koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001)
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk
pengembangan diri. Dengan pendidikan yang tinggi seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi
pula. Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman yang terjadi karena interaksi
manusia dan lingkungannya, baik fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan
efektif (Tirtahardja & Lasula, 2002)
Pendidikan seseorang terkait dengan kemampuan seseorang untuk mempelajari perilaku
yang berhubungan dengan perilaku sehat. Tetapi atau tidaknya perilaku juga dipengaruhi banyak
faktor, tidak hanya paendidikan yang merupakan factor predisposisi, tetapi juga factor enbling,
dan reinforcing, yang mempunayai kaitan erat satu dengan yang lain. (L. W. Green, 1980).
Secara umum pendidikan dibagi menjadi pendidikan rendah (SLTA kebawah), dan pendidikan
tinggi (SLTA, keatas).
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan
akan semakin meningkat. Pendidikan dianggap memiliki peran penting dalam menentukan
kualitas manusianya, lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan,
implikasinya, semakin tinggi, pendididkan seseorang akan semakin berkualitas (Hurlock, 2002).
Menurut Saleha, 2008 Pendidikan adalah formal yang pernah ditempuh seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan sampai dengan memperoleh ijazah terakhir.
Menurut Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah suatu proses pengembangan
kemampuan (perilaku) kearah yang diinginkan, pendidikan mencakup pengalaman, pengertian,
dan penyesuaiart diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju
kearah pertumbuhan dan perkembangan.
2.5.2 Umur
Umur adalah telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses
reproduksi, umur dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35 tahun ( Depkes RI, 2000 ).
Semakin tua atau dewasa seseorang atau mempresepsikan dirinya lebih muda terkena
atau rentan terhadap kesakitan atau sakit dibandingkan dengan yang lebih muda usianya,
sehingga dapat menjadi pendorong untuk terjadinya prilaku pencegahan. Survey wanita
Indonesia yaitu umur < 20 tahun, 20-34 tahun, dan > 35 tahun (Manuaba, 1998). Umur adalah
Variable yang telah diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi, yaitu pada angka kesulitan
ataupun angka kematian (Notoatmodjo, 2003)
2.5.2 Paritas
Paritas merupakan jumlah kelahiran hidup dan mati dari suatu kehamilan 28 minggu
keatas yang pernah dialami ibu. Paritas sebanyak 2-3 kali merupakan paritas paling aman
dirinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tingi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan. (Sarwono Prawirohardjo, 2006)
2.5.3 Penghasilan
Pengertian penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu,
tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang.
Tingkat penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD
sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD.(Dahlan, 2007 )
2.5.4 Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan suami / istri untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi
penggunaan KB IUD pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah banyak menggunakan KB IUD
karena jangka panjang pemakaian di karena kan ibu sibuk. Namun pada ibu yang tidak bekerja
banyak menggunakan KB suntik karena mempunyai banyak waktu dirumah
Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang sampai
saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan.
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini menggunakan kerangka teori yang
menguraikan lebih lanjut Gambaran faktor- faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD.
Variabel Independen Variabel Dependen
1. Pendidikan2. Umur3. Paritas4. Penghasilan5. Pekerjaan6. 7. 58.
Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor
KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 di dalam kerangka konsep terdiri dari dua
variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent.
1. Umur2. Pendidikan3. Paritas4. Pekerjaan5. Penghasilan
Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD
3.2 Definisi Operasional
No
VariabelDefinisi
Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
1 Akseptor KB IUD
Responden
yang
menggunak
an alat
kontrasepsi
KB IUD
Cheklist
Rekam Medik
0. Ya
1. Tidak
Nominal
2 Umur Rentan
hidup
responden
yang sehat
baik fisik
maupun
mental yang
dihitung
dalam tahun
sejak
responden
lahir sampai
dengan
ulang tahun
saat
penelitian
dilakukan
Chekli
st
Reka
m
Medi
k
0.<20 tahun
1.20-34
tahun
2.>35 tahun
Interva
l
3. Pendidika
n
Tingkat
ilmu
Chekli
st
Reka
m
0. SD
1. SMP
Ordina
l
No
VariabelDefinisi
Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
pengetahua
n yang
didapat
secara
formal yang
pernah
responden
ikuti sampai
menerima
ijazah
Medi
k
2. SLTA
3.Akademi/PT
4. Paritas Paritas
merupakan
jumlah
kelahiran
hidup dan
mati dari
suatu
kehamilan
28 minggu
keatas yang
pernah
dialami ibu
Chekli
st
Reka
m
Medi
k
0. Primipara
1. Multipara
2.Grande
Multipara
Ordina
l
5. Pekerjaan Aktifitas
yang
dilakukan
selain
aktifitas
rutin
Ceklist Rekam Medik
0. Bekerja
1. Tidak bekerja
Nominal
No
VariabelDefinisi
Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
sebagai ibu
rumah
tangga dari
sebelum
menggunak
an
kontrasepsi
sampai saat
penelitian
dilakukan
mendapat
gaji atau
upah
6 Penghasilan
Hasil atau pendapatan yang di peroleh dari suatu pekerjaan
Ceklist Rekam Medik
0. Baik
(> 2 Juta)
1. Sedang
(1– 2 Juta)
2. Buruk
(< 1 juta)
Nominal
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Desain penelitian ini bersifat survey deskripsi dengan pendekatan Cross Sectional,
dimana variabel bebas (Independen Variabel) dan dari variabel terikat (Dependen Variabel)
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.
4.2 Populasi dan Sample
4.2.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang menggunakan kontrasepsi di Puskesmas
Rengasdengklok Tahun 2010 sejumlah 3476 akseptor.
4.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh ibu yang menggunakan KB IUD di Puskesmas
Rengasdengklok Tahun 2010.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan pada tanggal 20 Juni 2011
4.4 Jenis dan Cara Pergambilan Data
4.4.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data yang di ambil dari rekam medik di
Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
4.4.2 Pengumpulan Data
Data di kumpulkan dengan menggunakan data sekunder, kemudian di lakukan pengumpulan data
dengan berdasarkan data yang di peroleh dari rekam medik atau data pasien.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan teknik manual meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
4.5.1 Editing Data
Melakukan proses pemeriksaan di lapangan sehingga mendapat data yang akurat untuk pengolahan
data yang selanjutnya, Kegiatan yang di lakukan adalah mengamati dan memeriksa data yang sudah
terkumpul dari rekam medik.
4.5.2 Coding Data
Proses Pemberikan kode jawaban yang akan di analisa atau di masukan dalam pencatatan yang
bertujuan menyingkat data yang didapat dengan jalan pemberian kode-kode tertentu.
4.5.3 Transfering
Setelah pengkodean selesai dilakukan maka data yang berupa kode di pindahkan kedalam suatu
media yang mudah ditangani atau di olah.
4.5.4 Tabuling Data
Tabulasi data yang sudah ada di hitung jumlahnya berdasarkan variabel dan kategori penelitian
dengan menggunakan metode tally, sehingga frekuensi setiap data berdasarkan variabel dapat
diketahui.
4.5.5 Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi tertekstular.
4.6 Teknik Analisa Data
Pada hasil pengolahan data dilakukan analisa secara univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang di teliti. Analisa ini dilakukan dengan cara
mentabulasi data kemudian di susun dalam tabel sesuai dengan pariabel yang di teliti yang di
hitung dengan rumus
Keterangan :
X : Jumlah yang didapat
N : Jumlah sampel
F : Jumlah populasi
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rengasdengkloktahun 2011. Dengan
menggunakan data tahun 2010, hasil penelitian yang berjudul gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi akseptor KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok. Akan di gambarkan pada
setiap variabel sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
Metode Kontrasepsi Jumlah Presentasi
Pil
Suntik
IUD
MOW
689
2584
68
135
19.82
74.34
1.96
3.88
Jumlah 3476
Dari tabel 5.1 diketahui Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok
Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 3476 yang menggunakan kontrasepsi terbanyak pada
kontrasepsi suntik yaitu sebesar 2584 responde (74.34%) sedangkan yang menggunakan
kontrasepsi IUD hanya 68 responden (1.96 %).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
Umur Jumlah Presentasi
< 20 Tahun
20 - 35 Tahun
> 35 tahun
0
46
22
0.00
67.65
32.35
Jumlah 68 100 %
Dari Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas
Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki
persentasi tertinggi pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 46 akseptor (67.65 %) dan
yang memiliki persentasi terendah terdapat pada kategori umur dari < 20 tahun yaitu 0 akseptor
(0.00 .%)kesm
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
Pendidikan Jumlah Presentasi
SD
SMP
SMA
Akademi / PT
4
10
46
8
5.88
14.71
67.65
11.76
Jumlah 68 100
Dari Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di
Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang
memiliki persentasi tertinggi adalah yang berpendidikan SMA sejumlah 46 akseptor (67.65 %)
dan yang memiliki persentasi terendah adalah yang berpendidikan SD sejumlah 4 akseptor (5.88
%).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas Rengasdengklok 2010.
Paritas Jumlah Presentasi (%)Primipara ( 1)
Multipara (2-4)
Grandemultipara (> 4 anak)
6
42
20
8.83
61.76
29.41 Jumlah 68 100 %
Dari tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas
Rengasdengklok Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 68 Responden yang memiliki persentasi
tertinggi pada kategori multipara sejumlah 42 akseptor ( 61.76 %) dan yang memiliki persentasi
terkecil adalah kategori primipara sejumlah 6 akseptor (8.83 %). Program IUD pada penelitian
tersebut berhasil, di karenakan multi para pada ruang lingkup penelitian tersebut sudah tidak
ingin memiliki anak lagi.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
Pekerjaan Jumlah Presentasi
Berkerja
Tidak Bekerja
53
15
77.94
22.06
Jumlah 68 100
Dari Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di
Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang
memiliki persentasi tertinggi adalah Ibu yang bekerja sejumlah 53 akseptor (77.94%) dan yang
memiliki persentasi terkecil adalah ibu yang tidak bekerja sejumlah 15 akseptor (22.06 %).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.
Umur Jumlah Presentasi
Baik (>2 juta)
Sedang (1-2 juta)
Buruk (≤ 1 juta)
16
29
23
23.53
42.65
33.82
Jumlah 68 100
Dari Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di
Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang
memiliki persentasi tertinggi adalah penghasilan sedang (1- 2 juta) sejumlah 29 akseptor (42.65 .
%) dan yang memiliki persentasi terandah adalah penghasilan baik (>2 juta) sejumlah 16 ibu
(23.53 .%).
BAB VI
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah didapatkan maka peneliti akan membahas hasil
penelitian sebagai berikut :
6.1 Usia.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok usia yang
tertinggi pada kelompok usia lebih 20 – 35 tahun sejumlah 67,65% (46 akseptor), sedangkan
yang terendah pada kelompok usia < 20 tahun sejumlah 0.00 % (0 akseptor).
Menurut hasil penelitian Hartono (1991) yang dikutip Andi (2001), bahwa semakin tua
seseorang semakin bijaksana dan matang sehingga ibu yang berumur lebih yang cenderung lebih
memperhatikan kesehatannya.
Tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori diatas, bahwa ibu yang
berusia 20-30 tahun semakin bijaksana dan alat reproduksinya yang telah matang untuk proses
kehamilan dan melahirkan. Sehingga lebih cenderung memperhatikan kesehatan dengan
menggunakan KB IUD untuk kontrasepsi yang digunakannya.
6.2 Pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Rengasdengklok diketahui akseptor KB IUD
berdasarkan kelompok pendidikan jumlah akseptor terbanyak adalah pada ibu pendidikan SMA
sebesar 67,65% (46 orang).
Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
(koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001)
Hal ini menyimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan SMA memiliki pengetahuan yang
luas dan daya tangkap yang cukup baik dalam mendapatkan informasi.
6.3 Paritas
Ditinjau dari paritas distribusi frekuensi akseptor KB IUD yang tertinggi pada paritas 2 –
4 adalah jumlah tertinggi yaitu sebesar 42 akseptor (61.76 %) dibandingkan dengan paritas 1
yang sejumlah 6 orang (8,83%).
Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan
risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Sarwono
Prawirohardjo, 2006)
6.4 Pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok
pekerjaan didapatkan akseptor KB IUD yang bekerja lebih banyak yaitu sejumlah 77,94% (53
orang) dan paling sedikit sejumlah 15 orang (22,06% )
Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang
sampai saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan.
6.5 Penghasilan
Berdasarkan hasil penelitian akseptor KB IUD berdasarkan kelompok pengadilan
didapatkan akseptor KB IUD yang berpenghasilan sedang (1- 2 juta) lebih banyak yaitu sejumlah
29 akseptor (42.65 .%).
Penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu, tetapi
pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang. Tingkat
penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD
sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD. (Dahlan,2007)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
7.1.1 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD sejumlah 68 akseptor (1.96%),
di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. Hal ini menunjukan bahwa akseptor
menyadari pentingnya untuk menunda kehamilan demi tercipta keluarga sejahtera
dan berkualitas.
7.1.2 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD usia 20 – 35 tahun sejumlah 46
ibu (67,65%). Karena pada usia 20 – 35 tahun adalah usia produktif untuk
menggunakan kontrasepsi dan ibu lebih memilih kontrasepsi IUD dikarenakan
sangat efektif dan efek samping sangat kecil.
7.1.3 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut pendidikan adalah
berpendidikan SMA tinggi sebanyak 46 akseptor (67,65%), sedangkan yang
terendah (SD) sejumlah 4 akseptor (5,88 %), hal ini menunjukan bahwa
pendidikan yang tinggi pengetahuannya sudah bagus dikarenakan informasi
tentang keuntungan dan kerugiannya dari kontrasepsi IUD lebih banyak diketahui
yang berpendidikan tinggi.
7.1.4 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut paritas yaitu multipara
sejumlah 42 ibu (61,76%), hal ini menunjukan multipara yang sudah ber KB
mempunyai pengalaman dan telah benar-benar mantap dalam menggunakan KB
yang diinginkan.
7.1.5 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut pekerjaan yang
terbanyak ibu sibuk (bekerja) sejumlah 53 orang (77,94%), hal ini dikarenakan
ibu sibuk dan lebih senang KB IUD karena lebih efektif dan tidak memerlukan
waktu untuk kontrol dan efek samping sangat kecil.
7.1.6 Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut penghasilan yang
terbanyak berpenghasilan 1- 2 juta sejumlah 29 orang (42,65%), hal ini
dikarenakan penghasilan mempengaruhi pola kontrasepsi yang digunakan untuk
keefektifan kontrasepsi.
7.2 Saran
7.2.1 Puskesmas Rengasdengklok
Perlu ditingkatkan mutu dan pelayanan KB IUD kepada masyarakat dan
memberikan informasi sejelas-jelasnya.
7.2.2 Untuk Masyarakat
Agar lebih cermat dan tepat dalam memilih metode kontrasepsi KB yang
disesuaikan dengan kondisi akseptor dan mengerti cara pengunaan, manfaat dan
efek sampingnya dalam meningkatkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
7.2.3 Peneliti selanjutnya
Untuk mengakaji lebih dalam tentang KB Suntik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta: EGC.
Notoatmadjo Soekidjo, "Pendidlkan Dan Perilaku Kesehatan", Rineka Cipta, Jakarta,
2003.
Mochtar Rustam, dan Lutan. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid II, Cetakan II.
Jakarta.:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.