kti tifus abdomalis
TRANSCRIPT
KTI TIFUS ABDOMALIS
Elde Pratama Mehaga Medan25 juli http://eldepratamamehagamedan.blogspot.com/
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tifus Abdominalis (demam tifoid, enteric faver) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu,gangguan pada pencernaan,dengan gangguan kesadaran.
(Ngastiyah, 2005 : 236)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh
dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak
merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,walaupun gejala yang dialami anak lebih
ringan dari pada dewasa. Dihampir semua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi
pada anak usia 5-19 tahun.
(Husan, 12 Mei, 2011)
Menurut widodo 2006, Survei pada tahun 1990 diberbagai Rumah Sakit Indonesia dari
tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 53,8 %
yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Sedangkan menurut hernawati pada tahun 2005 sampai
dengan tahun 2007 rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan angka penderita typus
abdominalis sebesar 32,552 atau 39.562 kasus.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumut di Medan, angka kejadian
(insiden rate) kasus demam Tifoid pada tahun 2005 mencapai 35,69/100.000 penduduk.
Sementara pada tahun 2007 sebesar 34,10/100.000 penduduk, pada tahun 2008 sekitar 34,30
/100.000 penduduk dan pada tahun 2010 hingga akhir September mencapai 36,52 /100.000
penduduk, meski cenderung mengalami peningkatan namun masih dibawah angka rata-rata
Nasional, sebesar 55/100.000 penduduk. (Emelia, 15 juli, 2011)
Penyakit tifus atau yang dikenal Tifus Abdominalis mewabah di Tanah Karo, Kepala
Dinas Kesehatan Tanah Karo mengungkapkan penderita Tifus menembus angka 38.58
kasus.jumlah ini melebihi penyakit demam berdarah yang hanya dua kasus. Penyakit ini tidak
hanya menyerang anan-anak tetapi juga orang dewasa, karena tifus merupakan penyakit infeksi
bakteri pada usus halus atau aliran darah yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau
salmonella paratyphia. Kuman masuk melalui makanan dan minuman kesaluran pencernaan,
setelah berkembang biak kemudian menembus dingding usus menuju saluran limfe kemudian
masuk ke pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam biasanya penderita mengalami demam satu
mingggu. Tifus biasa di cegah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, paling tidak dengan
mencuci tangan setiap selesai beraktivitas atau sebelum makan dan tidur dan juga
memperhatikan lingkungan di sekitan rumahnya. (Nasadul, 15 Mei 2011)
Dari latar belakang uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melaksanakan
peneliti dengan judul : Gambaran Pengetahuan Pasien tentang Tifus Abdominalis Di Rumah
Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan Masalah adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Pasien tentang Tifus
Abdominalis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit
Umum Kabanjahe Tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit
Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan umur.
b. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit
Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan pendidikan.
c. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit
Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan pekerjaan.
d. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit
Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan sumber informasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam penerapan ilmu pengetahuan yang
dapat di peroleh dalam perkuliahan khususnya mengenai Tifus Abdominalis
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi dalam proses belajar mengajar dalam perkuliahan serta
menambah wawasan dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Abid Takasima Kabanjahe.
3. Bagi Rumah Sakit Umum Kabanjahe
Untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi petugas rumah sakit umum
kabanjahe dalam menerapkan asuhan kebidanan pada Pasien Tifus Abdominalis.
4. Bagi Peneliti Berikutnya
Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya dan tambah referensi bagi peneliti
mengenai Tifus Abdominalis sehingga peneliti berikutnya menjadi lebih baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Defenisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2003 : 127-128)
Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat satu hal , mengingat kembali kejadian
yang pernah di alami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang
melakukan kontak dan pengamatan suatu objek tertentu.
(Mubarak, 2007 : 28)
Pengetahuan adalah persatuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang
diketahui. Persatuan subyek dan obyek didalam pengetahuan dapat dikatakan persatuan yang
mengandung mesteri atau bersifat metafisik. Subyek tetap subyek, dan obyek tetap obyek.
(Agustrisno, 2005 : 23)
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognit mempunyai 6 tingkatan :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesitif dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan,
menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein pada anak balita.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginter-prestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving
cyclel) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya, dapat
menyusun dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dan menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atas rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria telah yang ada. Misalnya, dapat membandingkan
antara anak yang cukup gizi dengan anak kekurangan gizi, dalam menanggapi terjadinya diare
disuatu tempat, dalam menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikutan dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003 : 128-130).
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan tarjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis
(mentah).perubahan pada fisiksecara garis besar ada empat katagori perubahan pertama,
perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya cirri-ciri lama, keempat,
timbulnya cirri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau
mental taraf berpikir sese orang semakin matang dan dewasa.
2. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap suatu hal agar
mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang
baru di perkenalkan.
3. Pekerjaan
Lingkungan pekerkjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Sumber Infirmasi
Infirmasi kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
5. Minat
Sebagai suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu . minat menjadikan
seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya di peroleh pengetahuan
yang lebih mendalam.
6. Pengalaman
Suatu kegiatan yang pernak dialami seseorang dalam berintraksi dengan lingkungannya. Ada
kecenderung pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun
jika pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan
yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula
membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
7. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dinama kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh besarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai suatu
wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena
lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
(Mubarak, 2007 : 30-31)
2.2. Tifus Abdominalis
2.2.1. Defenisi
Tifus abdominalis (demam tifoid) adalah penyakit infeksi bakteri akut yang diawali
diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh
(Tambayong, 2000: 142).
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
dan gangguan kesadaran (Arif Mansjoer,1999: 432).
2.2.2. Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Susunan saluran pencernaan :
a. Mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :
1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, dan pipi.
2. Bagian rongga mulut bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan didalam faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi.
c. Esofagus (kerongkongan)
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung panjangnya + 25 cm, mulai
dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah
epigaster.
e. Usus halus (intestinum minor)
Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus
dan berakhir pada seikum panjangnya + 6 m, terdiri dari :
1. Deudenum yang disebut usus 12 jari
2. Yeyenum
3. Ileum
f. Usus besar (intestinum mayor)
Fungsi usus besar terdiri dari :
1. Menyerap air dari makanan
2. Tempat tinggal bakteri koli
3. Tempat feces
Usus besar terdiri dari :
1. Seikum
2. Kolon asendens
3. Kolon tranversum
4. Kolon desendens
5. Kolon sigmoid
g. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.
(Syaifuddin, 1997 : 75)
2.2.2 Etiologi
Tifus abdominalis kuman penyebabnya adalah salmonella typhi (basil gram-negatif) yang
memasuki tubuh melalui mulut dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi. Kuman ini dalam tinja, kemih, atau darah, masa inkubasinya sekitar 10 hari
(Tamboyang, 2000:142).
2.2.4 Gejala klinis
Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tipoid adalah sebagai berikut :
1. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh turun naik yakni pada
pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat
mencapai 39-400 C. intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala,
diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah.
2. Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan pecah-
pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah
kemerahan dan tremor.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan, sering ditemui
kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita sampai somnolen dan koma.
4. Hepatosplenomegali
Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa nyeri
bila ditekan. (Magurrobin, 12 Mei 2011)
2.2.5 Patofisologi
1. Kuman masuk malalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk, ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudia kuman masuk keperedaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikolu, endoteleal, hati, limpa, dan organ-
organ lainnya.
2. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal
melepaskan kuman kedalam pendarahan darah dan menimbulkan baktarimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa,
usus dan kandung empedu.
3. Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player.ini terjadi pada kelenjar
limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi
plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatri. Ulkus dapdaat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai prforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar masentrial dan limpa membesar.
4. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus halus.
(Suriadi,Yuliani, 2006 : 254)
2.2.6 Komplikasi
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a. Pendarahan usus. Bila hanya di temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila
perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan
tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada mingggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto Rontgena abdoen yang dibuat dalam keadaan tagak.
c. Peritonitis. Bisanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang berat, dinding abdomen tegang (defense musculair )
dan nyeri pada tekanan.
(Ilmu Kesehatan Anak , 1985 jilid 2:595)
2.2.7 Pemeriksaan laboratorium
1. Uji Widal
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agiutinin dalam serum penderita tersangka
demam tifoid yaitu :
a. Agiutinin O (Dari tubuh kuman)
b. Agiutinin H (Fiagela kuman)
c. Agiutinin Vi (sampai kuman)
Dari ketiga agiutinin tersebut hanya agiutini O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
2. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal sebagai barikut.
a. Telah mendapat terapi antibiotik, bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat
antibiotik, pertumbuhan, kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
b. Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah) bila darah yang dibiak terlalu
sedikit hasil biakan bisa negatif
c. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien.
Antibodi (agiutinin) ini dapat menekan bakteri hingga biakan darah dapat negatif.
d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin emakin meningkat Istirahat.
2.2.8 Pengobatan
1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil,
dan buang air besar akan membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.
2. Diet dan Terapi Penunjang.(simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa
nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
3. Diet yang diberikan yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dan menghindarai sementara
sayuran yang berserat,dapat di berikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
4. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.
Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai
berikut:
a. Kloramfenikol dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau
intravena. Diberikan sampai 7 hari bebas panas
b. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hamotologi seperti kemungkinan terjadinya anemia
aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg,
demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
c. Kotrimaksazol. Dosis untuk orang dewas adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung
sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. (widodo, 2006 :
1753)
2.2.9 Pencegahan
1. Perbaikan sanitasi lingkungan hidup
a. Penyediaan air yang aman,terlindung dan terawasi
b. Tidak terkontaminasi dengan lalat dan serangga lain
c. Kotoran dan sampah,harus benar ,sehingga tidak mencemari lingkungan
d. Pengawasan terhadap kebersihan lingkungan
e. Budayakan prilaku hidup bersih dan lingkungan bersih
2. Peningkatan hygiene makanan dan minuman
a. Hati-hati pilih makanan yang sudah di proses
b. Panaskan kembali secara benar yang sudah dimasak
c. Hindarkan kontak antara makanan mentah dengan yang sudah masak
d. Menyuci tanggan dengan sabun
e. Permukaan dapur di bersihkan dengan cermat
f. Lindungi makanan dari serangga
(Diyan, 01 juli 2011)
2.2.10 Prognosis
Pada umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik, asal pasien cepat berobat,
motalitas pada penderita yang di rawat ialah 6% prognosis menjadi tidak baik bila terdapat
gambaran klinis yang berat seperti :
a. Demam tinggi
b. Kesadaran sangat menurun
c. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi asidosis dan perforasi
(Ngastiyah :2005:236)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian tentang “Gambaran pengetahuan pasien tentang Tifus
Abdominalis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011” adalah sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
3.2 Defenisi Operasional
a. Pengetahuan adalah pengetahuan pasien untuk menjawab benar pertanyaan yang
diajukan pada pasien tentang tifus abdominalis.
b. Umur adalah interval waktu atau rentang kehidupan yang dijalani oleh responden sampai
dilakukan penelitian.
c. Pendidikan adalah pendidikan formal yang terakhir yang pernah diselesaikan oleh pasien
dengaan kategori :
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
5. Lainnya
d. Pekerjaan adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pasien yang dapat
menghasilkan uang atau tidak dengan kategori :
1. Bekerja : PNS, Wiraswasta, petani
2. Tidak Bekerja : Pelajar, Ibu Rumah Tangga
e. Sumber informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
1. Media Electronic yaitu: TV, Radio, Internet
2. Media Cetak yaitu: Koran, Majalah, Buku
3. Petugas Kesehatan
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yaitu untuk mengambarkan pengetahuan
pasien tentang Tifus Abdominalis.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 Lokasi penelitian
Adapun lokasi yang yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah Rumah Sakit Umum
Kabanjahe. Karena tempat penelitian tersebut dapat memenuhi sample yang di inginkan peneliti
serta tidak menghambat waktu dan biaya.
3.4.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang di perlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dari tanggal 22
s/d 30 juni Tahun 2011.
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang di Rawat Ruang
Kelas dan Ruang V Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011. Sebanyak 30 Orang.
3.5.2 Sampel
Sample dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu sebanyak 30 Orang.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dengan cara pengisian questioner yang
diberikan kepada pasien, sebelum membagikan kepada pasien. Peneliti terlebih dahulu
menjelaskan secara mengisi questioner kemudian memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengisi questioner penelitian, setelah selesai maka dikumpulkan saat itu jaga.
3.7 Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran pengetahuan berdasarkan skala guttman yaitu diambil jawaban
responden dari seluruh pertanyaan pengetahuan yang di berikan dalam bentuk checklist dengan
interprestasi nilai, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0. Penelitian
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan
(tertinggi), kemudian dikalikan 100% dan haslnya berupa persentase dengan rumus yang
digunakan sebagai berikut:
Rumus : P = F/N X 100%
Keterangan :
P = Persentase
F = Jumlah Jawaban Yang Benar
N = Jumlah Soal
Selanjutnya setelah keseluruhan jawaban di hitung dan di jumlahkan berdasarkan skala
ordinal maka hasilnya di kelompokkan dengan kategori :
1. Baik, apabila responden menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pertanyaan benar
(sebanyak 23-30 pertanyaan).
2. Cukup, apabila responden mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan
benar ( sebanyak 17-22 pertanyaan).
3. Kurang, apabila responden mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan
benar (sebanyak 12-16 pertanyaan).
3.8 Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data
3.8.1 Pengolahan data
Setelah data berhasil dikumpulkan,yang dilakukan adalah mengolah data sedemikian rupa
sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut bersifat informasi. Pengolahan data
akan dilakukan dengan cara :
1. Editing
Mengelola data sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut, maka data-
data tersebut diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai yang diharapkan atau tidak.
2. Coding
Setelah editing selesai, maka dilakukan pengkodean data yang telah dikumpulkan.
3. Tabulating
Mengumpulkan data tersebut kedalam suatu table menurut sifat yang dimiliki dengan tujuan
penelitian.
3.8.2 Analisa Data
Analisa dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang telah
dikumpulkan dan di sajikan dalam table distrribusi frekuensi. Analisa data kemudian dilanjutkan
dengan membahas hasil penelitian dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori
dan kepustakaan yang ada.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden di Ruang Kelas dan
Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 mengenai Gambaran Pengetahuan Pasien
Tentang Tifus Abdominalis, maka didapat hasilnya sebagai berikut:
Tabel 1
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan Ruang
V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011
Berdasarkan Pengetahuan
No Kategori Frekuensi Peresentase %
1. Baik 12 40 %
2. Cukup 12 40 %3. Kurang 6 20 %
Total 30 100 %
Dari tabel diatas diketehui bahwa dari 30 responden berpengetahuan Mayoritas baik dan
cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%), dan berpengetahuan kurang sebanyak 6
orang (20%).
Tabel 2
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas
Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011
Berdasarkan Umur
No Umur Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %1 17-24 tahun 4 13,33% 5 16,66
%1 3,33% 10 33,33%
2 25-32 tahun 4 13,33% 3 10% 2 6,66% 9 30%3 33-40 tahun - - 2 6,66% - - 2 6,66%4 41-48 tahun 1 3,33% 1 3,33% 1 3,33% 3 10%5 49-56 tahun 1 3,33% 1 3,33% 1 3,33% 3 10%6 ≥ 57 tahun 2 6,66% - - 1 3,33% 3 10%
Jumlah 12 39,98% 12 39,98%
6 19,89% 30 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 10 responden berusia 17-24 tahuan
Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (16,66%), berpengetahuan baik sebanyak 4
orang (13,33%), dan Minoritas berpenetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 9
responden yang berusia 25-32 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%),
berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang (10%) dan Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak
2 orang (6,66%), dari 2 responden yang berusia 33-40 tahun Mayoritas berpengetahuan cukup
sebanyak 2 orang (6,66%), dari 3 responden yang berusia 41-48 tahun dan 49-56 tahun baik,
cukup, dan kurang, dimana masing-masing sebanyak 1 orang (3,33%), Dan dari 3 responden
yang berusia ≥ 57 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (6,66%), dan
Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%).
Tabel 3
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas
Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011
Berdasarkan Pendidikan
NO Pendidikan PengetahuanBaik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %1 SD - - - - 5 16,66% 5 16,66%2 SMP 2 6,66% 2 6,66% - - 4 13,33%3 SMA 6 20% 7 23,33% 1 3,33% 14 46,66%4 Perguruan
Tinggi4 13,33% 3 10% - - 7 23,33%
Jumlah 12 39,99% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%
Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 14 responden berpendidikan SMA Mayoritas
berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang (23,33%), berpengetahuan baik sebanyak 6 orang
(20%) dan Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 7 responden
berpendidikan Perguruan Tinggi Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%) dan
Minoritas berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang (10%), dari 5 responden berpendidikan SD
Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang (16,66%), Dan dari 4 responden
berpendidikan SMP berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing sebanyak 2 orang
(6,66%).
Tabel 4
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas
Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011
Berdasarkan Pekerjaan
NO Pekerjaan PengetahuanBaik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %1 Bekerja 9 30% 8 26,66% 4 13,33% 21 70%2 Tidak Bekerja 3 10% 4 13,33% 2 6,66% 9 30%
Jumlah 12 40% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 21 responden bekerja Mayoritas
berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (30%), berpengetahuan cukup sebanyak 8 orang
(26,66%), mayoritas berpengetehuan kurang sebanyak 4 orang (13,33%) dan 9 responden Tidak
Bekerja Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 4 orang (13,33%), berpengetahuan baik
sebanyak 3 orang (10%), minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang (6,66%).
Tabel 5
Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas
Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011
Berdasarkan Sumber Informasi
NO Sumber Informasi
PengetahuanBaik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %1 Media
Cetak8 26,66% 8 26,66% 1 3,33% 17 56,66%
2 Media Elektronik
4 13,33% 4 13,33% - - 8 26,66%
3 Petugas Kesehatan
- - - - 5 16,66% 5 16,66%
Jumlah 12 39,99% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa dari 17 responden yang mendapat sumber
informasi dari media cetak Mayoritas berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing
sebanyak 8 orang (26,66%), berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 4 responden
yang mendapat sumber informasi dari sumber elektronik Mayoritas berpengetahuan baik dan
cukup dimana masing-masing sebanyak 4 orang (13,33%) dan dari 5 responden yang mendapat
sumber informasi dari Petugas Kesehatan Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang
(16,66%).
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian terhadap 30 responden di ruang kelas dan ruang v rumah sakit umum
kabanjahe tahun 2011, mengenai Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis
maka pembahasannya sebagai berikut:
1. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan
Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pengetahuan
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui dari 30 responden Mayoritas
berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%),dan Minoritas
berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (20%).
Sesui dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan Pengetahuan adalah hasil tahu dan
ini terjadi setelah Seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Semakin baik
pengetahuan, maka semakin meningkat pengetahuan pasien tentang tifus abdominalis.
Menurut asumsi peneliti, pengetahuan responden tentang tifus abdominalis Mayoritas
baik dan cukup namun ini dapat di tingkatkan dengan mengikuti penyuluhan tentang Tifus
Abdominalis yang diadakan oleh petugas kesehatan yang bisa di datangi responden di Puskesmas
atau Rumah Sakit Umum.
2. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang kelas dan
Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 10 responden
berusia 17-25 tahuan Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (16,66%), Minoritas
berpengetahuan kurangsebanyak 1 orang (3,33), dari 9 responden yang berusia 25-32 tahun
Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%), Minoritas berpengetahuan kurang
sebanyak 2 orang (6,66%), dari 2 responden yang berusia 33-40 tahun Mayoritas berpengetahuan
cukup sebanyak 2 orang (6,66%), dari 3 pasien yang berusia 41-48 tahun dan 49-56 tahun
berpengetahuan baik, cukup, kurang dimana masing-masing sebanyak 1 orang (3,33%), dari 3
pasien yang berusia ≥ 57 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (6,66%),
minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%).
Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan bahwa dengan bertambahnya
umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ pada aspek psikologis dan mental yang berpikir seseorang
semakin matang dan dewasa.
Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian sesuai dengan pernyataan teori di atas hal
ini dikarenakan dengan pengetahuaan baik dimana terdapat pada umur ≥ 57 tahun.
3. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan
Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahuai bahwa dari 14 responden
berpendidikan SMA Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 7 orang (23,33%), Minoritas
berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 7 responden berpendidikan Perguruan
Tinggi Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%),minoritas berpengetahuan
cukup sebanyak 3 orang (10%), dari 5 responden berpendidikan SD Mayoritas berpengetahuan
kurang sebanyak 5 orang (16,66%) dan 4 responden berpendidikan SMP Mayoritas
berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing,sebanyak 2 orang (6,66%).
Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan tidak dapat di pungkiri bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang di milikinya.
Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian sesuai dengan pernyataan teori diatas hal ini
dikarenakan dengan pengetahuan baik dan cukup dimana terdapat pada pendidikan SMA, karena
pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan, dimana semakin banyak informasi yang di
jumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan sehingga menambah pengetahuan responden
dari membaca atau dengan melihat televisi.
4. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan
Ruang V Rumah sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 21 responden
yang bekerja Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (30%), Minoritas berpengetehuan
kurang sebanyak 4 orang (13,33%), dari 9 responden Tidak Bekerja Mayoritas berpengetahuan
cukup sebanyak 4 orang (13,33%), Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang (6,66%).
Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Menurut asumsi peneliti hal ini sesuai dengan pernyataan teori di atas dikarenakan
dengan pengetahuan baik terdapat Mayoritas pada responden yang bekerja hal ini di pengaruhi
oleh pekerjaan responden untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru.
5. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan
Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Berdasarkan Sumber Informasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahawa dari 17 responden
yang mendapat sumber informasi dari Media cetak Mayoritas berpengetahuan baik dan cukup
dimana masing-masing, sebanyak 8 orang (26,66%), Minoritas berpengetahuan kurang
sebanyak 1 orang (3,33%),dari 4 responden yang mendapat sumber informasi dari Media
Elektronik mayoritas berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing, sebanyak 4 orang
(13,33%), dari 5 pasien yang mendapat sumber informasi dari Petugas Kesehatan Mayoritas
berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang (16,66%).
Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan kemudahan seseorang untuk
memperoleh suatu informasi dan membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan
yang baru.
Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian responden memperoleh informasi Mayoritas
dari media cetak, karena kalau media cetak lebih dapat memberikan informasi terhadap
responden. Hal ini dapat di tingkatkan dengan memberi informasi yang lebih menarik yang dapat
diterima oleh responden yang dapat mempengaruhi pengetahuannya melalui Majalah, Koran, dan
Buku. Semakin luas sumber informasi yang diterima oleh pasien maka dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang di milikinya.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang berjudul “ Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus
Abdominalis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011” dapat di simpulkan sebagai
berikut :
1. Distribusi pengetahuan responden tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan Ruang V Di
Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 adalah Mayoritas responden berpengetahuan baik
dan cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%), dan berpengetahuan kurang
sebanyak 6 orang (20%).
2. Distribusi pengetahuan responden berdasarkan umur Mayoritas responden berpengetahuan baik
pada umur 17-25 tahun dan Minoritas responden berpengetahuan cukup pada umur 33-40 tahun.
Jadi umur tidak selamanya mempengaruhi pengetahuan. Walaupun lebih muda umur seseorang
karena semakin banyak informasi yang didapatnya maka semakin baik pula pengetahuan yang
dimilikinya.
3. Distribusi pengetahuan responden berdasarkan pendidikan Mayoritas responden berpengetahuan
baik dan cukup pada pendidikan SMA dan Minoritas responden berpengetahuan baik dan cukup
dengan berpendidikan SMP. Karena Tidak selamanya pendidikan mempengaruhi pengetahuan,
dimana semakin banyak informasi yang di jumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan
sehingga menambah pengetahuannya.
4. Distribusi pengetahuan responden berdasarkan pekerjaan ditemukan Mayoritas responden baik
pada pasien yang bekerja dan Minoritas responden berpengetahuan cukup pada responden yang
tidak bekerja. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Ditribusi pengetahuan responden berdasarkan sumber informasi ditemukan Mayoritas responden
berpengetahuan baik dan cukup pada responden yang mendapat sumber informasi dari Media
Cetak dan Minoritas responden berpengetahuan kurang pada responden yang mendapat
informasi dari Petugas Kesehatan. Karena kalau Media cetak lebih jelas dan dapat dibaca ulang
oleh pasien.
5.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Diharapkan kepada institusi pendidikan supaya dalam penatalaksanaan praktek lapangan (PBL)
dapat memberikan penyuluhan tentang Tifus Abdominalis pada saat melakukan PBL di desa dan
bekerja sama dengan puskesmas atau tenaga kesehatan.
b. Menambah refrensi buku di Perpustakaan
2. Bagi Lokasi Penelitian / Rumah Sakit Umum Kabanjahe
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih sering memberikan penyuluhan tentang Tifus
Abdominalisa agar masyarakat atau responden lebih mengerti tentang tifus abdominalis.
3. Bagi Responden
Diharapkan kepada reasponden agar lebih sering mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan dan diharapkan kepada Responden untuk mencari informasi khususnya
penyuluhan tentang Tifus Abdominalis.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan lebih dalam lagi penelitian
Tentang Tifus Abdominalis dan lebih mampu dalam menganalisis suatau masalah khususnya
mengenai Tifus Abdominalis.
Posted 25th July by eldepratama mehagamedan Labels: Kedokteran Gadjah Mada