kualitas mikrobiologi pada udara yang terdapat di …digilib.unila.ac.id/61183/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KUALITAS MIKROBIOLOGI PADA UDARA YANG TERDAPAT DI
BANGSAL BEDAH KELAS III RUANG KUTILANG DI RUMAH SAKIT
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
(SKRIPSI)
OLEH:
ABIYYI PRATAMA HUSADA WIDOYOKO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
KUALITAS MIKROBIOLOGI PADA UDARA YANG TERDAPAT DI
BANGSAL BEDAH KELAS III RUANG KUTILANG DI RUMAH SAKIT
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
OLEH
ABIYYI PRATAMA HUSADA WIDOYOKO
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
MICROBIOLOGICAL AIRBORNE QUALITY IN SURGICAL UNIT
KUTILANG ROOM CLASS III OF REGIONAL GENERAL HOSPITAL
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
By
ABIYYI PRATAMA HUSADA WIDOYOKO
Background : Nosocomial infection is an infection that is obtained as long as the
patient is known to be hospitalized for 72 hours from the start of treatment and is
not a follow-up infection from previous treatment. Nosocomial infection, affected
by airborne quality, and health facilities. This can be spread in various hospital
environments including wards, and operating rooms. This study aims to
understand the microbiological quality of air in the surgical unit by assessing the
number of germs and to find out pathogenic bacteria in the surgical unit of class
III.
Method : The design of this research is descriptive observational laboratory.
Sampling was conducted from October to December 2019 at Abdul Moeloek
Hospital in Bandar Lampung and examined at the Microbiology Laboratory
Faculty of Medicine, University of Lampung. The sample of this study was class
3a and 3b Kutilang room with 5 petri dishes placed each with Plate Count Agar
(PCA) media and waited for 15-30 minutes.
Result : Index of germ in Kutilang room 3a on day 1 taking is 147.94 and on day
2 taking is 23.71 CFU / . The index of germ number in Kutilang room 3b on
taking day 1 is 334.10 CFU / and taking day 2 is 205.52 CFU / . Bacteria
found in two rooms as Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis and
Basillus sp.
Conclusions : Microbiological airborne quality is classified as good. Bacteria
found in the air are Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis and
Basillus sp.
Keywords : Airborne, nosocomial infection and pathogens bacteria
ABSTRAK
KUALITAS MIKROBIOLOGI PADA UDARA YANG TERDAPAT DI
BANGSAL BEDAH KELAS III RUANG KUTILANG DI RUMAH SAKIT
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
OLEH
ABIYYI PRATAMA HUSADA WIDOYOKO
Latar Belakang : Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat selama pasien
dirawat dirumah sakit selama 72 jam sejak mulai di rawat dan bukan merupakan
infeksi lanjutan dari perawatan sebelumnya. Infeksi nosokomial, juga biasa
dikenal sebagai infeksi yang berasal dari udara, dan fasilitas kesehatan. Ini dapat
menyebar di berbagai lingkungan rumah sakit termasuk bangsal, dan ruang
operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mikrobiologi udara
pada ruang bangsal diukur dengan indeks angka kuman dan untuk mengetahui
bakteri patogen di bangsal bedah ruang kutilang kelas III.
Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional laboratorium.
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan Desember
2019 di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung dan diperiksa di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sampel
penelitian ini adalah ruang kutilang kelas 3a dan 3b dengan diletakkan masing-
masing 5 cawan petri dengan media Plate Count Agar (PCA) dan ditunggu selama
15-30 menit.
Hasil Penelitian : Indeks angka kuman di ruang kutilang 3a pada pengambilan
hari 1 yaitu 147,94 dan pada pengambilan hari 2 yaitu 23,71 CFU/ . Indeks
angka kuman di ruang kutilang 3b pada pengambilan hari 1 yaitu 334,10 CFU/
dan pada pengambilan hari 2 yaitu 205,52 CFU/ . Bakteri yang ditemukan di
kedua ruangan tersebut yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
dan Basillus sp.
Simpulan : Kualitas mikrobiologi pada udara tergolong dalam kategori baik.
Bakteri yang ditemukan di udara yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis dan Basillus sp.
Kata Kunci : Bakteri patogen, infeksi nosokomial, dan udara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 16 Juni 1998 sebagai anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Awet Setiawan Widoyoko dan Ibu Rochayani.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Pertiwi Teladan Kota Metro yang
diselesaikan pada tahun 2010. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di tempuh di SMP
Negeri 3 Metro yang diselesaikan pada tahun 2013. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
di tempuh di SMA Negeri 1 Metro yang diselesaikan pada tahun 2016.
Pada tahun 2016, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML) Universitas Lampung. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi sebagai Kepala Biro Bimbingan Baca Qur’an (BBQ)
Forum Studi Islam IBNU SINA (FSI IBNU SINA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan Komunitas Sadar Kesehatan (KSK) Bandar
Lampung.
Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Aku, maka sessungguhnya
Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila dia berdoa kepada Ku. Hendaklah
mereka itu memenuhi (perintah) Ku dan beriman
kepada Ku agar mereka memperoleh kebenaran.
( )
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW
yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang ini.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-
syarat guna mencapai gelar sarjana kedokteran.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Dr. Dyah Wulan SRW S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked M.Kes., Sp.MK., selaku
Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada
penulis selama menuntut ilmu di FK Unila. Kemudian yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan tambahan ilmu, memberi kritik,
saran, dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.
4. dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M.Pd.Ked selaku Pembimbing II yang telah
bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun
skripsi, serta membantu, memberi kritik, saran dan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes, selaku Pembahas, terimakasih
atas waktu, saran, semangat, nasihat dan evaluasi yang diberikan
kepada penulis selama ini.
6. Dr. dr. Susianti, S.Ked., M.Sc, sebagai Pembimbing Akademik sejak
semester 1 hingga semester 7, yang telah memberikan bimbingan,
saran serta ilmu yang telah bermanfaat selama ini.
7. Prof. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA yang telah bersedia
membimbing, memberikan saran, dan nasihat yang diberikan kepada
penulis selama perkuliahan ini.
8. Terima Kasih untuk keluarga besar terutama Ayah (Drs. Awet
Setiawan Widoyoko, M.Pd), Ibu (Rochayani, S.ST., M.Kes), Adik
(A.Zaki Fauzan Medistra Widoyoko), Oma, Opa, Pak Dar, Bude
Wiwik, Bude Ninik sekeluarga besar dan Pio Refi sekeluarga besar
yang selalu mendoakan di setiap perjalanan dalam menimba ilmu di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
9. Semua Dosen Pengajar yang membantu dalam proses pembelajaran
semua kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh Karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
khususnya Mbak Romi dan Mas Yono yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Terima Kasih untuk Kepala Ruangan Kutilang Bapak Zaenal yang
telah membantu dalam melakukan penelitian.
12. Seluruh Staff dan Karyawan Bangsal Bedah Ruang Kutilang RSUD
Abdul Moeloek yang telah membantu dalam melakukan penelitian.
13. Kepada sahabat-sahabat SJ dan Mahardika Squad Komang Allan,
Ihsan, Kadek Erwin, Kristian, Rendy, Restu Krisnanda, Rheza, Fahmi,
Haydar, Januar, Raynaldo, Farid dan Rizky, yang selalu mendukung,
menemani, mendoakan, dan mendengarkan keluhan satu sama lain.
Terimakasih untuk persahabatan yang sangat berharga selama ini.
14. Kepada sahabat sahabat yang turut berperan dalam penyusunan skripsi
ini Valen Miranda, Mira Yustika, Bagus Pratama, Dian Syafitri, Rizky
Aprilia, Giza, Atica, Intan, Ayu, yang selalu mendukung, mendoakan,
mendengarkan keluhan penulis, dan selalu ada di setiap perjalanan
cerita penulis.
15. Kepada sahabat Gokil Arif, Emir, Bayu, Andes, Agung, Bagas, Carlos,
Dimas, Diaru, Ian, Jeffrey, Rangga, Fadly, Vidi, Yoso, Caesario yang
telah memberi banyak nasihat serta telah membantu dan memberi
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
16. Kepada sahabat Bonam Yosi Ajeng, Via Jasinda, Nur Sazaro, Nabila
Shafira, Meiuta Hening, terimakasih atas kebersamaan yang diberikan,
teman belajar OSCE setiap semester, segala bantuan, semangat, ilmu,
waktu dan nasihat dalam penyelesaian skripsi ini.
17. Teman-teman seperjuangan Tita, Masayu, Riyan, Risyad, Nanda, Adhe
Julio, Riris, Gesang, Rhaju, Sandy, Cahyo, Dila, Fadhlan, Dini yang
selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
18. Teman-teman Laboratorium Mikrobiologi FK Unila yang selalu
membantu dalam melakukan penelitian.
19. Teman-teman satu angkatan FK Unila 2016 yang menjadi teman
berjuang dan melangkah bersama dalam meniti cita-cita ini serta selalu
mengisi hari-hari menjadi sangat menyenangkan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini dan
masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat serta
dapat bermanfaat serta dapat memberikan informasi ataupun pengetahuan bagi
pembacanya.
Bandar Lampung, 24 Januari 2020
Penulis
Abiyyi Pratama Husada Widoyoko
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan penelitian ...................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………... 6
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………...... 6
1.4 Manfaat penelitian .................................................................... 7
1.4.1 Manfaat untuk Peneliti ............................................. 7
1.4.2 Manfaat untuk Institusi……….. .............................. 7
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat………………………. .. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8
2.1.Infeksi Nosokomial .................................................................. 8
2.1.1 Definisi ........................................................................ 8
2.1.2 Patogenesis…………………………………………….9
2.1.3 Prevalensi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek………… 9
2.1.4 Faktor Resiko………………………………………… 10
2.1.5 Cara Penularan………………………………………. 11
2.1.5.1 Penularan Melalui Kontak………………….. 11
2.1.5.2 Penularan Melalui Udara……………………. 12
2.1.5.3 Penularan Lainnya…………………………. 12
2.1.6 Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial…………… 13
2.2.Ruang Rawat Inap Bedah…………………………………….. 14
2.3.Bakteri Kontaminan di Ruang Operasi………………………. 15
2.4.Bakteri yang Dapat Mencemari Udara………………………. 16
2.5.Indeks Angka Kuman………………………………………… 18
2.6.Kerangka Teori………………………………………………. 20
2.7.Kerangka Konsep……………………………………………. 21
ii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 22
3.1. Desain penelitian ................................................................... 22
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 22
3.3. Subjek penelitian ................................................................... 23
3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian .................................. 23
3.4.Variabel Penelitian ................................................................. 24
3.4.1 Variabel Independen ................................................... 24
3.4.2 Variabel Dependen ..................................................... 24
3.5. Definisi operasional ............................................................... 24
3.6. Alat Alat penelitian ................................................................ 25
3.7. Bahan penelitian .................................................................... 26
3.8. Prosedur Penelitian ................................................................ 26
3.8.1 Sterilisasi Alat………………………………………. 26
3.8.2 Pengambilan Sampel Mikroorganisme di Udara…… 28
3.8.3 Prosedur Isolasi Bakteri ……………………………. 28
3.8.4 Perhitungan Angka Kuman ………………………… 29
3.8.5 Identifikasi Bakteri …………………...…….. .…….. 29
3.8.5.1 Pewarnaan Gram……………………… 29
3.8.5.2 Uji Biokimia…………………………… 31
3.9. Penyajian Data ...................................................................... 34
3.9.1 Pengolahan data kuantitatif .................................. 34
3.9.2 Deskriptif Univariat .............................................. 34
3.10 Alur Penelitian ...................................................................... 35
3.11 Etika Penelitian ..................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................... 37
4.1.1 Kualitas Mikrobiologi pada Udara di Bangsal Bedah
Ruang Kutilang Kelas III .............................................. 37
4.1.2 Identifikasi Bakteri pada Udara di Bangsal Bedah
Ruang Kutilang Kelas III .............................................. 39
4.2 Pembahasan .......................................................................... 42
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................ 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................ 48
5.2 Saran ...................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 50
LAMPIRAN ........................................................................................ 54
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit…...... .….19
2. Definisi Operasional……….........................................…….….. ..... 24
3. Indeks Angka Kuman di Bangsal Bedah
Ruang Kutilang Kelas 3a…………………………………………...38
4. Indeks Angka Kuman di Bangsal Bedah
Ruang Kutilang Kelas 3b,,,,…………………………………………38
5. Hasil Pewarnaan Gram pada Sampel Udara di Ruang 3a…………...39
6. Identifikasi Bakteri di Udara Ruang 3a…………………………….. 40
7. Hasil Pewarnaan Gram pada Sampel Udara di Ruang 3b…………..40
8. Identifikasi Bakteri di Udara Ruang 3b……………………………...41
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori………………………………………………………..... 20
2. Kerangka Konsep.... .................................................................................. 21
3. Alur Penelitian.. ........................................................................................ 36
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Persetujuan Etik …………………………………………………..55 2. Surat Izin Melakukan Penelitian………………………………………..56 3. Surat Izin Pre-Survey Penelitian………………………………………..57 4. Surat Disposisi Peminjaman Ruangan………………………………….58 5. Surat Izin Penelitan RSUD Abdul Moeloek……………………………59 6. Surat Izin Penelitian RSUD Abdul Moeloek…………………………...60 7. Proses dalam Penelitian………………………………………………...61 8. Diagnosis Pasien………………………………………………………..64 9. Denah Ruang Kutilang…………………………………………………66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah bangunan yang penuh dengan sumber penyakit dan
sumber infeksi. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di
lingkungan rumah sakit misalnya pada kamar operasi dan ruang perawatan.
Kuman tersebut dapat berada dimana-mana seperti: udara, air, lantai, makanan
dan benda-benda medis maupun non medis. Khususnya untuk di kamar
operasi yang berpotensi tinggi menyebabkan infeksi nosokomial di rumah
sakit. Daerah sekitar kamar operasi sangat berisiko tinggi menjadi tempat
penyebaran infeksi dari dan ke penderita (Palawe, Kountul, dan Waworuntu,
2015).
Infeksi nosokomial, disebut juga sebagai ”Health-care Associated Infections”
atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”. Infeksi nosokomial dapat
disebabkan oleh kuman penyakit yang sudah resisten terhadap antibiotika
yang terdapat di semua ruangan rumah sakit, alat-alat pemeriksaan medis,
alat-alat bantu medis, alat-alat bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya
yang mungkin lolos dari prosedur sanitasi dan sterilisasi. Infeksi nosokomial,
juga biasa dikenal sebagai infeksi yang berasal dari lingkungan, petugas
2
kesehatan dan fasilitas kesehatan. Ini dapat menyebar di berbagai lingkungan
rumah sakit termasuk bangsal, ruang operasi, atau ruangan klinis lainnya.
Selain peralatan yang terkontaminasi, tempat tidur, petugas juga bisa
menyebarkan infeksi ini (Xia, Gao, dan Tang, 2016).
Penularan infeksi yang terjadi tergantung dari jumlah kuman, kerentanan
individu waktu kontak, virulensi agen infeksi, dan perbandingan terbalik
dengan daya tahan tubuh. Sumber infeksi juga dapat berasal dari personel
kamar operasi, alat dan bahan penunjang pembedahan, lingkungan
pembedahan dan pasien yang akan dibedah. Petugas kesehatan lebih berisiko
dan merupakan sumber utama bakteri yang ditularkan melalui udara (Palawe,
Kountul, dan Waworuntu, 2015).
Mikroba merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam infeksi
nosokomial. Lingkungan fisik buruk pasti sebanding dengan tingginya angka
kuman dalam ruangan. Kontribusi terbesar faktor lingkungan fisik pada angka
kuman adalah kepadatan hunian, kelembaban, pencahayaan, dan suhu ruang.
Sementara kelembaban mempunyai hubungan signifikan dengan angka kuman
(Soedarto, 2016).
Berdasarkan hasil pengukuran total angka kuman udara pada pagi hari,
bangsal interna merupakan ruangan yang paling baik kualitas angka kuman
udara pagi dibandingkan dengan bangsal bedah dan bangsal neurologi.
Bangsal bedah merupakan bangsal yang paling tinggi angka kuman udara
3
pagi. Di dapatkan angka kuman pada pagi hari di bangsal bedah yaitu 50000
CFU/ dapat diartikan melebihi batas maksimum standar yang sudah di
tetapkan yaitu 200-500 CFU/ untuk ruang bangsal. Adapun salah satu
faktor yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah tingkat kepadatan dalam
suatu ruang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial.
Hal ini dikarenakan jumlah pasien yang lebih banyak dalam suatu ruang
menjadi salah satu penyebab tidak dilakukannya prosedur tindakan septik dan
antiseptik yang baik. Hal ini sesuai dengan keadaan seperti di ruang bangsal
bedah ruang kutilang (Ningsih, Iravati dan Nuryastuti, 2016).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, menunjukkan angka kuman
udara sore mempunyai korelasi positif dengan pencahayaan karena sinar
matahari mempunyai aktivitas mematikan mikroba yang disebabkan karena
sinar lembayung ultra. Sinar matahari yang mengandung sinar lembayung
ultra dapat mengganggu perkembangbiakan sel atau mutasi pada mikroba,
dapat diartikan bahwa angka kuman di sore hari didapatkan lebih sedikit
apabila dibandingkan di pagi hari yang belum banyak mendapatkan paparan
dari sinar matahari (Ningsih, Iravati dan Nuryastuti, 2016).
Berdasarkan data dari kuisioner pada RS Kariadi Semarang, dari 25 prosedur
ganti balut tidak cuci tangan, 20 prosedur (80 %) di antaranya disertai kondisi
fasilitas air di wastafel ruangan yang macet. Tujuh belas prosedur tidak
memakai sarung tangan, 10 prosedur (58,8 %) di antaranya disertai keadaan
sarung tangan steril tidak tersedia di ruangan. Prosedur tidak memakai masker
4
sebanyak 28 prosedur, 20 prosedur (71,4 %) di antaranya keterbatasan jumlah
masker, artinya masker yang bersih tidak tersedia. Teknik ganti balut yang
tidak standar sebanyak 25 prosedur, 10 prosedur (40 %) di antaranya disertai
dengan kondisi petugas yang tergesa-gesa. Tingkat kesadaran yang rendah dan
tingkat pengetahuan yang rendah tentang prosedur ganti balut yang standar
merupakan salah satu faktor penyebab penularan infeksi nosokomial
(Nurkusuma, 2009).
Perawatan luka pasca operasi juga ikut berperan dalam penularan infeksi
nosokomial apabila perawatan luka yang tidak memenuhi syarat spesifik.
Transmisi bakteri lebih mudah ditularkan melalui prosedur ganti balut di
ruangan bangsal. Cuci tangan, pemakaian sarung tangan, penggunaan masker,
teknik ganti balut dan peralatan steril adalah bagian dari prosedur ganti balut
luka pasca operasi yang sering dilupakan oleh petugas medis (Nurkusuma,
2009). Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan alat-alat
operasi adalah jenis, jumlah, kebersihan atau sterilisasi, tata letak dan kondisi
alat-alat operasi yang digunakan harus dipertahankan sterilisasinya sampai
pelaksanaan operasi selesai dan segera dibersihkan setelah selesai digunakan
(Palawe, Kountul, dan Waworuntu, 2015).
Investigasi yang dilakukan oleh WHO, epidemiologi dari infeksi ini
didapatkan 55 rumah sakit yang berada di 14 wilayah WHO yang tersebar di
(Eropa, Mediterania Timur, Asia Timur dan Pasifik Barat) mengungkapkan
rerata 8,7% pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial (Xia ,Gao, dan
5
Tang., 2016). Prevalensi infeksi luka operasi (ILO) di Indonesia cukup tinggi.
Menurut Nosocomial Surveilance System data di Rumah Sakit Dr. Kariadi
periode Januari sampai dengan Mei 2008 ditemukan kasus infeksi luka operasi
di bangsal A2 dan A3 sebanyak 16 dan 24 kasus (Nurkusuma, 2009).
Pengendalian dan pencegahan infeksi di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
juga melaporkan bahwa di ruang rawat bedah anak terdapat prevalensi kasus
ILO sebanyak 4,3%. Selain itu sejak 1 Januari sampai dengan 28 Februari
2007 terdapat sekitar 10% dari total pasien pasca bedah abdomen dewasa di
RSCM (Haryanti et al., 2013).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan tiga spesies bakteri
terbanyak hasil identifikasi dari luka operasi di ruang rawat inap bedah RSAM
adalah Pseudomonas sp. (29.27%), Staphylococcus epidermidis (21.95%),
Klebsiella sp. (14.63%), sedangkan hasil identifikasi dari luka operasi di ruang
rawat inap kebidanan RSAM adalah Pseudomonas sp. (25%), Escherichia coli
(19.44%), dan Klebsiella sp. (16.67%) (Warganegara, Apriliana, dan
Ardiansyah, 2012).
Adapun cara untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan memahami
secara spesifik terhadap perilaku yang berhubungan dengan pencegahan
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit yang sudah
menjalankan program pencegahan infeksi nosokomial, seperti adanya
kebijakan tertulis berupa standar operasional prosedur di setiap ruang
perawatan operasi. Kebijakan tersebut dapat dianggap bahwa peran semua
6
pihak yang terlibat dalam kegiatan rumah sakit agar dapat mengetahui
bagaimana pencegahan infeksi nosokomial (Nurseha, 2013).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mengganggap perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara yang terdapat di
dalam bangsal bedah kelas III ruang kutilang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana kualitas mikrobiologi pada udara
yang terdapat di dalam bangsal bedah kelas III ruang kutilang di RSUD
Abdoel Moeloek Bandar Lampung ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas
mikrobiologi pada udara yang terdapat di bangsal bedah kelas III
ruang kutilang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui indeks angka kuman pada udara yang terdapat di bangsal
bedah kelas III ruang kutilang di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
7
2. Mengetahui jenis bakteri pada udara yang terdapat di bangsal bedah
kelas III ruang kutilang di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman, dan informasi terbaru terkait penelitian
khususnya meneliti mikroorganisme serta membantu petugas medis di
rumah sakit agar selalu menjaga kebersihan ruang dalam bangsal
bedah kelas III ruang kutilang.
1.4.2 Manfaat bagi Institusi
Institusi mendapatkan informasi terbaru sehingga penelitian yang
sudah dilakukan ini dapat dikembangkan kembali agar lebih
bermanfaat untuk di masa depan.
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara menanggulangi agar
tidak terjangkit infeksi nosokomial khususnya pada pasien pasca
operasi bedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Nosokomial
2.1.1 Definisi
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien
dirawat dirumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk
rumah sakit dan didapatkan menunjukkan tanda infeksi kurang dari
72 jam belum dapat disebut infeksi nosokomial karena masa
inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit.
Salah satu infeksi nosokomial paling utama berasal dari luka post
operasi yang merupakan penyebab utama morbiditas, mortalitas dan
peningkatan biaya rumah sakit. Infeksi nosokomial disamping
berbahaya bagi penderita, juga berbahaya bagi lingkungan baik
selama di rawat di rumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah
berobat jalan. Komplikasi yang dapat terjadi karena perawatan luka
post operasi antara lain oedema, hematoma, perdarahan sekunder,
luka robek, fistula, adesi atau timbulnya jaringan scar (Salawati,
2012).
9
2.1.2 Patogenesis
Infeksi nosokomial disebabkan oleh virus, jamur, parasit, dan bakteri
merupakan patogen paling sering pada infeksi nosokomial. Patogen
tersebut harus diperiksa pada semua pasien dengan demam yang
sebelumnya dirawat karena penyakit tanpa gejala demam. Faktor
predisposisi terjadinya infeksi nosokomial pada seseorang antara
lain: Status imun yang rendah (pada usia lanjut dan bayi prematur).
Tindakan invasif, misalnya intubasi endotrakea, pemasangan kateter,
pipa saluran bedah, dan trakeostomi, pemakaian obat imunosupresif
dan antimikroba, transfusi darah berulang (Nasution, 2012).
2.1.3 Prevalensi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek
Kualitas kebersihan ruang operasi juga turut berperan besar dalam
terjadinya infeksi luka post operasi. Telah dilakukan penelitian
mengenai angka kuman pada Ruang Operasi Bedah Syaraf dan
Bedah Ortopedi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Pada ruang operasi
Bedah Syaraf diperoleh mikroorganisme yang mungkin dapat
menjadi penyebab infeksi antara lain Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan berbagai jenis
jamur serta ditemukan angka kuman hingga 53 CFU/15’. Pada ruang
operasi Bedah Ortopedi diperoleh angka kuman maksimum hingga
125,8 CFU/m3 setelah 7 x operasi pada ruang operasi bedah
Ortopedi yang didominasi oleh Staphylococcus sp, dan bakteri Gram
negatif basil (Mirza, 2010).
10
2.1.4 Faktor Risiko
Faktor risiko yang menyebabkan peningkatan infeksi nosokomial di
rumah sakit salah satunya dapat berasal dari lingkungan. Lingkungan
rumah sakit yang tidak bersih juga dapat menyebabkan infeksi
nosokomial, sebab mikroorganisme penyebab infeksi dapat tumbuh
dan berkembang pada lingkungan yang kotor dan lembab. Udara
juga merupakan media penularan yang potensial untuk terjadinya
infeksi nosokomial. Pengaturan udara yang baik mutlak di perlukan
dalam fasilitas kesehatan khususnya ruang bangsal. Ruang bangsal
dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan
risiko terjadinya penularan infeksi (Mukono, 2006).
Adapun faktor individu yang mempengaruhi faktor risiko infeksi
nosokomial terbagi menjadi faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen contohnya seperti sistem imun yang lemah terutama pada
anak-anak, adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang
berat. Sedangkan untuk faktor eksogen dapat berupa tatalaksana
pasca operasi yang buruk, petugas kesehatan yang lalai mencuci
tangan sebelum maupun sesudah menangani penderita, masa rawat
inap yang panjang, pengobatan antibiotik yang tidak rasional,
pemasangan kateter yang menetap (Soedarto, 2016).
11
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial salah satunya yaitu dikarenakan infeksi luka post
operasi, pada pasien yang berada di ruang Rawat Inap Bedah dan
Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek berdasarkan studi
pendahuluan diperoleh faktor yang dapat menimbulkan suatu pola
bakteri tertentu seperti tingkat kebersihan ruangan rawat inap yang
kurang terutama pada kelas III dan dibawahnya, manajemen
penempatan pasien yang tidak sesuai, jarak yang cukup dekat antar
pasien, penggunaan antibiotik profilaksis yang cukup tinggi, tingkat
kepatuhan perawat terhadap standar perawatan atau sterilitas alat
yang digunakan saat kontak dengan pasien (Pratami, Apriliana, dan
Rukmono, 2013).
2.1.5 Cara Penularan
2.1.5.1 Penularan Melalui Kontak
Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi
melalui beberapa cara: Penularan melalui kontak
merupakan bentuk penularan yang sering dan penting
infeksi nosokomial. Adapun penularan lainnya sebagai
berikut:
1. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak
tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan
yang terinfeksi.
12
2. Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan
kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi misalnya jarum suntik, pakaian, dan
sarung tangan.
3. Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang
terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau melalui
prosedur medis tertentu, misalnya bronkoskopi
(Nasution, 2012).
2.1.5.2 Penularan Melalui Udara
Penularan melalui udara yang mengandung
mikroorganisme yang mengalami evaporasi, atau partikel
debu yang dapat mengandung agen infeksius.
Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat
terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan
yang sama atau pada jarak yang jauh dari sumber infeksi.
Sebagai contoh mikroorganisme Legionella,
Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus varisela
(Nasution, 2012).
2.1.5.3 Cara Penularan Lainnya
Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan
yang terkontaminasi. Penularan melalui vektor, misalnya
nyamuk, lalat, tikus, dan kutu (Nasution, 2012).
13
2.1.6 Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Pembersihan yang rutin penting untuk dapat meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih di berbagai aspek seperti bersih dari debu,
minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 % dari kotoran
yang terlihat pasti mengandung kuman. Perlu adanya waktu yang
teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu,
jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai
berkali-kali. Pengaturan udara yang baik sulit dilakukan di banyak
fasilitas kesehatan. Usahakan menggunakan pemakaian penyaring
udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau
bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara.
Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak
menurunkan risiko terjadinya penularan infeksi nosokomial. Selain
itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan
menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan
terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Salah satu cara untuk mengatasi cara infeksi nosokomial yaitu
dengan memahami perilaku yang berhubungan dengan pencegahan
infeksi. Studi pendahuluan menunjukkan bahwa rumah sakit telah
menjalankan program pencegahan infeksi nosokomial, dengan
adanya kebijakan tertulis berupa standar operasional prosedur di
14
setiap ruangan perawatan yang berarti seluruh petugas kesehatan
berperan aktif untuk pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit
dan bagaimana hal tersebut dapat diaplikasikan dalam tindakan nyata
(Nurseha, 2013).
2.2 Ruang Rawat Inap Bedah
Menurut Posma (2001) dalam Anggraini (2008) bahwa rawat inap bedah
atau ruang bangsal bedah merupakan suatu bentuk perawatan terhadap
pasien dan tinggal di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Selama
pasien dirawat, kewajiban rumah sakit harus memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Wikansari (2012) di kamar ruang rawat
inap bedah rumah sakit Kota Semarang, menunjukkan hasil bahwa rerata
kuman pada rawat inap kelas II dan III penyakit pasca bedah sebesar 281
CFU/ dan 717 CFU/ , sejumlah ruang bangsal kelas III memiliki
angka kuman melebihi ambang batas total kuman di ruang rawat inap
bedah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit, indeks angka kuman untuk ruang pemulihan atau perawatan adalah
200-500 CFU/ . Dari 16 kamar yang diteliti, terdapat 10 kamar yang
memiliki angka kuman di atas indeks angka kuman berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 yang dikategorikan buruk.
15
2.3 Bakteri Kontaminan di Ruang Rawat Inap Bedah
Bakteri merupakan bagian dari mikroorganisme beberapa antaranya ada
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi ada pula yang
merugikan sehingga dapat menimbulkan beberapa penyakit. (Palawe,
Kountul, Waworuntu, 2015). Berdasarkan penelitian yang sudah
dilakukan, pertumbuhan bakteri lebih meningkat setelah terjadinya
operasi. Staphylococcus albus adalah kuman gram positif, bersifat
anaerobik fakulatif yang merupakan flora normal pada manusia terdapat
pada mukosa hidung, mulut, dan kulit. Terdapat lebih dari 20 spesies
Staphylococcus, tapi hanya Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus yang mempunyai hubungan interaksi dengan manusia dimana
kolonisasi terutama pada nasal dan kulit. Bakteri ini merupakan
penyebab tertinggi infeksi di lingkungan rumah sakit, terutama pada
ruangan intensif dan kamar operasi. Penyebarannya sering melalui udara,
tetapi dapat juga secara langsung (Palawe, Kountul, & Waworuntu,
2015).
Hasil penelitian yang sudah di lakukan menunjukkan bahwa jenis yang
paling penting dari mikroorganisme pada infeksi pasien terkait dengan
koagulase negative Staphylococcus (24,49%). Bakteri yang paling
terisolasi yang menyebabkan infeksi pada pasien setelah operasi jantung
terbuka di Rumah Sakit Golestan Iran adalah Escherichia coli (22,44%),
Klebsiella (4,08%), Enterobacter (4,08%), Streptococcus (4,08%),
Pseudomonas Aeruginosa (8,16%), Koagulase Positif Staphylococus
16
(10,2%), Staphylococcus koagulase negatif (24,49%), Enterococcus
(14,29%) dan Acetobacter (8,16%). Berdasarkan hasil penelitian ini, di
antara semua faktor, frekuensi tertinggi berhubungan dengan jenis
mikroorganisme dan lokasi infeksi. Beberapa faktor yang terkait dengan
infeksi adalah demam (3,33%), lokasi infeksi termasuk sternum
(28,57%), saphena (12,24%), dan organ lain (59,18%) (Nashibi et al.,
2018).
2.4 Bakteri yang Dapat Mencemari Udara
1. Staphylococcus aureus
Genus kuman ini berbentuk kokus yang pada pewarnaan
bersifat Gram positif, dan pada pengamatan dibawah mikroskop
tampak seperti sekelompok anggur. Untuk membedakan spesies
ini dari spesies Staphylococcus lainnya misalnya
Staphylococcus epidermidis, bahan pemeriksaan dibiakkan pada
medium Mannitol Salt Agar, dimana Staphylococcus aureus
dapat memfermentasi mannitol, sedangkan Staphylococcus
epidermidis tidak mampu melakukan fermentasi mannitol
(Soedarto, 2016).
2. Klebsiella sp
Klebsiella sp ditemukan di dalam usus manusia tanpa
menimbulkan penyakit, serta di dalam tinja manusia. Di tempat
perawatan kesehatan infeksi Klebsiella sp sering dijumpai pada
penderita-penderita yang sedang menerima pengobatan akibat
17
penyakit tertentu. Penderita-penderita yang sedang
menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator) atau
mendapatkan pemeriksaan dengan kateter vena, dan penderita
yang sedang mendapatkan pengobatan jangka panjang dengan
antibiotik tertentu sangat berisiko terinfeksi dengan Klebsiella
sp. Bakteri ini dapat dibiakkan dalam berbagai jenis media
pemupuk, misalnya agar Mac Conkey, Chrom ID Carba Agar,
dan Luria Aga (Soedarto, 2016).
3. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli yang biasa disingkat E.coli, adalah
kuman Gram negatif berbentuk batang yang hidup anaerobik
fakultatif, umumnya ditemukan di dalam usus besar manusia
dan organisme berdarah panas. Escherichia Coli di bagi menajdi
enam tipe yaitu Enterohemorrhagic E.coli (EHEC),
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropatogenic E.coli (EPEC)
Enteroaggregative E.coli (EAEC), Enteroinvasive E.coli (EIEC)
Diffusely adherent E.coli (DAEC). Bakteri ini dapat dibiakkan
di agar darah (Soedarto, 2016).
4. Pseudomonas sp
Pseudomonas sp adalah bakteri yang tersebar luas di berbagai
lingkungan hidup. Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri yang
hidup bebas di alam, spesies Pseudomonas aeruginosa dapat
menyebabkan penyakit pada penderita yang dirawat di rumah
sakit atau pada orang yang lemah daya tahan tubuhnya. Isolat
18
yang berasal dari bahan klinik menghasilkan koloni berukuran
besar, halus, dengan tepi yang datar dan bagian tengah
menonjol, mirip telur dadar (fried-egg appearence), sedangkan
isolat berasal dari sekresi respirasi dan sekresi saluran kemih,
berbentuk mukoid, berlendir (Soedarto, 2016).
2.5 Indeks Angka Kuman
Angka kuman adalah jumlah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan
pada asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspense akan tumbuh
menjadi satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan
lingkungan yang selesai. Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang
tumbuh dihitung dari hasil perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah dalam suspense tersebut (Nizar, 2011).
Parameter mikrobiologi udara yang sering digunakan adalah angka
kuman udara. Angka kuman bersifat total, meliputi semua kuman yang
ada di udara. Pemahaman kuman diidentikkan dengan mikroorganisme
yang ada di udara. Secara umum, angka kuman udara adalah jumlah
mikroorganisme patogen dan non patogen yang berada di udara baik yang
menempel di dinding atau partikel (debu) (Nizar, 2011).
19
Berikut adalah indeks angka kuman untuk setiap ruang atau unit:
Tabel 1. Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit
No Ruang atau Unit
Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme per Udara
( CFU/ )
1 Operasi 10
2 Bersalin 200
3 Pemulihan/Perawatan 200-500
4 Observasi bayi 200
5 Perawatan bayi 200
6 Perawatan premature 200
7 ICU 200
8 Jenazah/autopsy 200-500
9 Pengindraan medis 200
10 Laboratorium 200-500
11 Radiologi 200-500
12 Sterilisasi 200
13 Dapur 200-500
14 Gawat Darurat 200
15 Administrasi, pertemuan 200-500
16 Ruang Luka Bakar 200
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004)
20
2.6 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori (Afia, 2018)
Keterangan : = Mempercepat proses infeksi,
= Variabel Bebas
= Di teliti
Infeksi Nosokomial
Penularan Melalui
Kontak,Udara, Alat medis, dan
lainnya
Indeks Angka Kuman
Perubahan Kualitas
Mikrobiologi Udara
Jenis Kuman
Bakteri Jamur Parasit Virus
Faktor risiko
1. Lingkungan
2. Individu
21
2.7 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2. Kerangka Konsep
Jenis bakteri
Kualitas udara
Indeks Angka Kuman
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional laboratorik
dengan menggunakan pendekatan cross sectional untuk pengambilan
sampel yang dilakukan dalam satu waktu di ruang bangsal bedah kelas III
Ruang Kutilang di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2019. Penelitian
dilakukan di bangsal bedah kelas III Ruang Kutilang RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung untuk mengambil sampel kualitas mikrobiologi
pada udara. Kemudian dilakukan pemeriksaan sampel di Laboratorium
Mikrobiologi Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
23
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian meliputi seluruh bangsal bedah kelas III di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Sampel penelitian meliputi
bangsal bedah kelas III ruang kutilang 3a dan 3b di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung. Sampel diambil dengan menggunakan
metode purposive sampling dan mengambil sampel kualitas
mikrobiologi di udara sebanyak 5 titik pada udara yang terdapat di
ruang bangsal bedah kelas III ruang kutilang RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek. Berikut kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini:
1. Kriteria Inklusi
a. Bangsal bedah Ruang Kutilang kelas III yang
kurang terjaga kebersihannya.
b. Bangsal bedah Ruang Kutilang kelas III yang
memiliki kepadatan pasien yang paling tinggi.
2. Kriteria Eksklusi
a. Bangsal bedah Ruang Kutilang kelas III ruang
kutilang yang ditempati oleh pasien yang sudah
terjangkit penyakit infeksi lain sebelum melakukan
operasi.
24
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Independen
Kualitas udara pada ruang bangsal bedah kelas III ruang kutilang.
3.4.2 Variabel Dependen
Jenis bakteri dan indeks angka kuman yang terdapat di ruang
bangsal bedah kelas III ruang kutilang.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional dan Alat Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
Kualitas
Mikrobiologi
pada udara
Kualitas udara
pada suatu
ruangan yang
berkaitan
dengan
kelangsungan
pertumbuhan
hidup bakteri
Penghitungan
koloni kuman
Media plate
count agar
(PCA)
Tidak baik
>500
CFU/
Baik <500
CFU/
Kategorik
Indeks Angka
Kuman
Jumlah
mikroorganis
me patogen
dan non
patogen yang
berada di
udara
Dengan
menghitung
rata- rata
jumlah angka
kuman
Penghitungan
koloni kuman
Tidak baik
>500
CFU/
Baik <500
CFU/
Kategorik
Jenis
Mikroorganisme
Mengetahui
jenis bakteri
terdapat pada
suatu ruang
Melakukan
identifikasi
bakteri
Diletakkan di
media agar
darah, agar
nutrient, agar
MacConkey,
pewarnaan
gram dan uji
bioimiawi
Jenis
bakteri
pada
bangsal
bedah
Kategorik
25
3.6 Alat-Alat Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat beberapa alat-alat yang dibutuhkan. Adapun
alat-alat penelitian yang dibutuhkan sebagai berikut:
1. Sarung tangan
2. Plastic wrap
3. Alummunium Foil
4. Kertas label
5. Cawan petri
6. Rak tabung reaksi
7. Gelas kimia
8. Tabung reaksi
9. Ose bulat
10. Ose Jarum
11. Lampu Bunsen
12. Pipet tetes
13. Kaca objek
14. Autoklaf
15. Mikroskop
16. Inkubator
17. Meja
18. Kotak berisi es
26
3.7 Bahan Penelitian
1. SIM (sulfur, indol, motilitas) agar
2. Alkohol 70 %
3. Glukosa, TSIA (triplesugariron agar)
4. Bahan pewarnaan gram (kristal violet, iodin, alkohol 70%,
safranin)
5. Akuades
6. Media spesifik Agar Darah (AD)
7. Media Agar Nutrient (NA)
8. Media Agar MacConkey
9. Manitol karbohidrat 7,5%,
10. Mannitol Salt Agar ( MSA)
11. Simon Citrate
12. DNAse
13. Katalase
3.8 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dibutuhkan beberapa prosedur penelitian. Adapun
prosedur yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut (Soedarto,
2016):
3.8.1 Sterilisasi Alat
a. Alat yang ingin di sterilkan dibungkus dengan kertas HVS dan
dimasukkan ke dalam plastik.
b. Menuang air suling sampai batas tertentu ke dalam autoclave.
27
c. Menata tabung reaksi atau peralatan gelas lain atau peralatan
gelas lain di dalam wadah alumunium agar tersedia ruangan
untuk bergeraknya uap air.
d. Letakkan wadah ke dalam autoclave dengan cara: Tabung
reaksi diambil satu-persatu dengan korentang, kemudian
disusun di dalam wadah alumunnium yang udah terdapat di
dalam autoclave dengan jarak minimal 0,5 cm dengan alat yang
lain.
e. Letakkan tutup sterilisator pada tubuh sterilisator dan
meletakkan baut-baut penahan ke atas tempat yang sesuai.
f. Aturlah suhu sebesar 121° C, dengan tekanan 1 atm dan aturlah
waktu yang akan digunakan sampai pada angka 15-20 menit.
g. Kemudian, tarik tuas power sampai ketitik on lalu tekan tombol
on, apabila lampu hijau menyala maka dapat dipastikan
autoklaf dalam keadaan bekerja.
h. Setelah alarm berbunyi maka tarik tuas power tersebut hingga
ke titik off kemudian buka lubang uap dengan cara memutarnya
kearah open.
i. Diamkan autoklaf selama 15 menit untuk memastikan bahwa
uap telahkeluar dan autoklaf tidak dalam keadaan panas.
j. Bukalah tutup autoklaf dan keluarkan alat-alat yang telah steril.
28
3.8.2 Pengambilan Sampel Mikroorganisme di Udara
a. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara meletakkan media
PCA (Plate Count Agar) untuk media pertumbuhan
mikroorganisme yang ada di udara pada pagi hari.
b. Media pada cawan petri diletakkan terbuka 5 titik dalam ruang
bangsal bedah kelas III ruang kutilang dan didiamkan selama
15-30 menit.
c. Selanjutnya media dalam cawan ditutup kembali dengan
parafilm dan dimasukkan dalam termos es untuk diperiksa di
laboratorium.
d. Pengambilan sampel dilakukan pengulangan di hari berikutnya
untuk meningkatkan ketepatan percobaan.
3.8.3 Prosedur Isolasi Bakteri
a. Hasil sampel dan medianya dibawa ke Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
menggunakan ice box.
b. Setelah itu ditanam dan diinkubasi pada nutrient agar dengan
posisi terbalik pada suhu 37° C selama 18-24 jam lalu diamati
pertumbuhan bakterinya.
29
3.8.4 Perhitungan Angka Kuman
a. Koloni besar ataupun kecil menjalar dihitung 1 koloni karena
dianggap berasal dari satu bakteri.
b. Perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan memberi
tanda titik atau tanda yang lain pada koloni yang sudah
dihitung.
c. Kemudian hasil dimasukan ke dalam satuan CFU. Indeks
angka kuman dihitung dengan rumus:
Indeks Angka Kuman =
Berdasarkan KEPMENKES RI Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Rumah Sakit, indeks angka kuman untuk ruang perawatan atau
ruang bangsal adalah 200-500 CFU/ .
3.8.5. Identifikasi Bakteri
3.8.5.1 Pewarnaan Gram
a. Gunakan sarung tangan saat melakukan prosedur pewarnaan
gram.
b. Berikan label nama pada gelas objek penelitian.
c. Pewarnaan dilakukan harus dekat dengan api bunsen.
d. Kaca objek dibersihkan dengan alkohol 70% dan dilewatkan
beberapa kali pada api Bunsen.
e. Kemudian, ose dipanaskan dengan cara dilewatkan di atas api
bunsen, kemudian ditunggu hingga tidak terlalu panas.
30
f. Ambil sampel dengan jarum ose dan dioles tipis di kaca objek
penelitian.
g. Fiksasi spesimen bakteri dilakukan dengan melewatkannya di
atas api Bunsen sebanyak tiga kali. Pastikan bahwa tidak
terjadi pemanasan yang berlebihan.
h. Teteskan kristal violet pada gelas objek sampai menutupi
seluruh sediaan. Kemudian didiamkan selama 30-60 detik pada
suhu ruangan lalu dicuci secara perlahan dengan akuades dari
botol selama lima detik.
i. Kemudian gelas objek ditetesi dengan larutan iodin, dibiarkan
selama 1-2 menit dalam suhu ruangan, lalu dicuci pada air
mengalir selama lima detik.
j. Selanjutnya ditetesi etil alkohol 95%.
k. Preparat dibilas dengan air selama lima detik untuk
menghentikan aktivitas dekolorisasi.
l. Selanjutnya gelas objek ditetesi dengan safranin dan
didiamkan selama satu menit, kemudian dibilas dengan air
secara perlahan selama lima detik dan diamkan sejenak.
m. Setelah itu, amati bentuk dan sifat bakteri dibawah mikroskop.
n. Apabila bakteri terlihat berwarna ungu, menandakan bahwa
bakteri tersebut bakteri termasuk gram positif sedangkan
bakteri terlihat berwarna merah, menandakan bahwa bakteri
tersebut bakteri gram negatif (Moyes, Reynolds dan
Breakwell, 2009).
31
3.8.5.2 Uji Biokimia
a. TSIA
Ose disterilkan dengan menggunakan Bunsen
sampai berpijar, kemudian didinginkan. Ambil
spesimen bakteri dari agar Mac Conkey. Kemudian,
ditanam pada media TSIA dengan cara menusuk ose
hingga kedasar tabung dan digoreskan secara zig-
zag pada permukaan. Inkubasikan selama 24 jam
dengan suhu 37°C.
Apabila pembentukan warna merah menjadi kuning
menunjukan adanya fermentasi gula (glukosa,
sukrosa, laktosa). Amati juga apakah terbentuk gas
pada media.
b. Penanaman pada medium Simmon’s Citrat
Ose disterilkan dengan menggunakan Bunsen
sampai berpijar, kemudian didinginkan.Ambil
biakan bakteri di agar Mac conkey kemudian
ditanam pada media Simmon’s citrat dengan cara
digores zig-zag pada permukaannya. Diinkubasi
pada suhu 37°C selama 24 jam. Amati, apabila hasil
positif pada bakteri yang memfragmentase laktosa
jika ditemukan adanya pertumbuhan bakteri yang
memudarkan warna pada agar. Pada bakteri yang
32
tidak memfragmentasi tidak ada perubahan warna
dan warna sama dengan medium.
c. Uji Sulfur Indole Motility (SIM)
Pengujian dengan menggunakan metode SIM
bertujuan untuk menilai adanya produksi hidrogen
sulfida kemudian dapat juga untuk mengetahui
pembentukan indol akibat enzim tryphanase yang
ditandai dengan berubahnya larutan kovac menjadi
merah, serta dapat menilai motilitas atau pergerakan
bakteri. Inokulasi pada tabung dilakukan dengan
cara menusukan jarum dengan bakteri secara
vertikal tepat di tengah medium tabung. Kemudian,
medium SIM diinkubasi selama 18-24 jam. Uji SIM
dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme
enterik seperti E. Coli, Salmonella enteretica, dan
Salmonela Paratyhphi .
d. Uji Katalase
Cairan H2O2 ditetesi pada kaca objek pada koloni
yang diambil sebanyak satu ose. Hasil positif apabila
terdapat gelembung udara yang menandakan
Staphylococcus sp dan hasil negatif apabila tidak
terdapat gelembung udara yang menandakan
Streptococcus sp (Stevan et al, 2004).
33
e. Uji DNAse
Tujuan dari uji DNAse adalah untuk melihat
aktivitas deoksiribonuklease dan koagulase positif
pada bakteri. Bakteri yang telah dikultur akan
diinokulasi pada DNAse agar plate, kemudian
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Apabila
pertumbuhan bakteri tidak terlalu baik, maka waktu
inkubasi ditambah 24 jam. Setelah diinkubasi, agar
plate digenangi dengan 42 HCl 1 M selama 5 menit.
Hasil yang positif apabila ditemukan zona bening
disekitar koloni yang menandakan terdapat akitivitas
DNAse yang menghidrolisis deoksiribonuklease.
Bakteri yang memiliki aktivitas DNAse positif
antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, Serratia marcescens, dan Enterobakter
sp. Terdapat juga bakteri yang memberikan reaksi
DNAse yang lemah seperti Staphylococcus capitis.
Sedangkan bakteri yang memiliki aktivitas DNAse
negatif antara lain Staphylococcus epidermidis dan
Klebsiella pneumonia (Kateete et al, 2010).
f. Mannitol Salt Agar (MSA)
Penanaman Mannitol Salt Agar (MSA) yang terdiri
dari manitol karbohidrat 7,5%, NaCl, dan indikator
PH yaitu phenol red. Penanaman dilakukan dengan
34
mengambil sampel pada agar darah dan diusapkan
pada MSA dengan menggunakan ose. Kemudian di
inkubasi pada 37°C selama 24 jam.
g. Uji Glukosa
Uji ini didasarkan atas kemampuan bakteri untuk
memfermentasi glukosa. Tujuan dari uji gula-gula
ini adalah untuk mengetahui bakteri yang
menghasilkan gas dan asam. Jika hasil positif di
tandai dengan terjadinya perubahan dari biru
menjadi hijau atau kuning menandakan bakteri
tersebut menghasilkan asam, serta adanya
gelembung udara pada tabung Durham menandakan
bakteri tersebut menghasilkan gas (Indrawan, 2015).
3.9 Penyajian Data
3.9.1 Pengolahan Data Kuantitatif
Data yang sudah didapatkan dari penelitian disajikan dalam bentuk
tabel.
3.9.2 Deskriptif Univariat
Mendeskripsikan gambaran karakteristik dari bakteri yang
ditemukan dalam bentuk tabel, mengenai indeks angka kuman, dan
bakteri yang ditemukan.
35
3.10 Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
Pembuatan proposal dan disetujui oleh pembimbing
Pembuatan surat ijin penelitian
Sterilisasi alat dan bahan penelitian untuk pengambilan
sampel di FK Unila
Pengambilan sampel udara pada bangsal bedah kelas III
ruang kutilang RSUD Abdoel Moeloek Bandar
Lampung dengan media
Sampel dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FK
UNILA
Penanaman hasil sampel di media agar nutrient
Inkubasi pada suhu 37’ C selama 24 jam di Laboratorium
Mikrobiologi FK Unila
Hitung uji
Dilakukan Pewarnaan Gram
Gram Positif Gram Negatif
Kultur Bakteri di agar darah Kultur Bakteri di agar MaCConkey
Tes Katalase
Tes DNAse
Uji MSA
TSIA
Simmon’s Sitrat
Uji SIM
36
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh tim Komisi Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Nomor:
3030/UN26.18/PP.05.02.00/2019
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Kualitas Mikrobiologi pada udara yang terdapat di bangsal bedah kelas III
Ruang Kutilang tergolong ke dalam kategori baik.
2. Indeks angka kuman udara di bangsal bedah ruang kutilang kelas 3a dan
3b Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung dapat
di kategorikan baik karena indeks angka kuman rerata ruang 3a pada
pengambilan hari 1 yaitu 147,94 CFU/ dan pada pengambilan hari 2
yaitu 23,71 CFU/ sedangkan pada pengambilan hari 1 ruang 3b yaitu
334,10 CFU/ dan pada pengambilan hari 2 yaitu 205,52 CFU/ .
3. Mikroorganisme yang terdapat pada udara di bangsal bedah ruang
kutilang Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung
yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Basillus
sp.
49
5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit, sebaiknya tetap memperhatikan kebersihan ruangan,
dan kepadatan ruangan pada bangsal bedah ruang kutilang kelas 3 agar
kualitas udara tetap dalam kategori baik untuk mengurangi risiko
penularan infeksi nosokomial.
2. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya melakukan penelitian dengan
memperbanyak jumlah sampel, sehingga hasil yang didapatkan lebih
lengkap dan dapat meneliti lebih lanjut identifikasi tentang jamur.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini D. 2008 . Perbandingan kepuasan pasien gakin dan pasien umum di
unit rawat inap rsud budhi asih tahun 2008. Skripsi. Program Sarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia. Depok.
Haryanti, Pudjiadi L, Ifran AH, Thayeb EKB, Amir A, Hegar I, Badriul. 2013.
Prevalensi dan faktor risiko infeksi luka operasi pasca-bedah. Sari
Pediatri. 15(4): 207–212.
Indrawan R. 2014. Metodologi penelitian kualitatif, kuantitatif dan campuran.
Surabaya: Refika Aditama
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Mudihardi E, Kuntaman, Wasito EB, Mertaniasih,
NM, Harsono S, Alimsardjono L. Edisi XXII. Penerbit Salemba Medika:
Jakarta; 285
Kateete DP, Kimani CN, Katabazi FA, Okeng A, Okee MS, Nanteza A, dkk.
2010. Identification of staphylococcus aureus: dnase and mannitol salt
agar 73 improve the efficiency of the tube coagulase test. Annals of
Clinical Microbiology and Antimicrobials: 9-23.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 834/MENKES/SK/VII/2010. Pedoman
penyelenggaraan pelayanan high care unit (HCU) di rumah sakit.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keputusan menteri kesehatan
RI, No. 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman teknis bangunan rumah sakit ruang
operasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
51
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan menteri kesehatan republik indonesia
nomor 27 tahun 2017 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Sanitasi rumah sakit. Dalam: Ayuningtyas,
Nursuci LS, penyunting. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. hlm. 1–
223.
Mirza A. 2010. Pengaruh frekuensi operasi dengan angka bakteri pada ruang
operasi bedah ortopedi RSUD Dr.Hi.Abdul Moeloek Bandar Lampung
(Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Moyes, R.B, J. Reynolds, Breakwell DP. 2009. Differential staining of bacteria:
Gram Stain. Current Protocols in Microbiology A.3C.1-A.3C.8.
Mukono, 2006. Prinsip dasar kesehatan lingkungan. Airlangga University Press,
Surabaya.
Mutiasari, Chahaya, Santi. 2013. Analisa kandungan mikroorganisme pada ruang
bedah rumah sakit umum bunda thamrin medan tahun 2013. hlm. 1–9.
Nashibi R, Mohammadi R, Alavi MJ, Yousefi SM, Salmanzadeh F, Ahmadi S,
Varnaseri F, Ramazani M, Moogahi A, Sasan. 2018. Infection after
open heart surgery in Golestan teaching hospital of Ahvaz, Iran’. Data in
Brief, 16: 478–482.
Nashibi R, S. Afzalzadeh, M J. Mohammadi AR, Yari F. Yousefi. 2016.
Epidemiology and treatment outcome of mucormycosis in Khuzestan,
Southwest of Iran, Arch. Clin. Infect. Dis. 12.
Nasution, LH. 2012. Infeksi nosokomial. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Kelamin FK Universitas Sumatera Utara. 39(1). 36–41.
Ningsih TA, Iravati S, Nuryastuti T. 2016. Angka kuman di ruang rawat inap
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon Provinsi Maluku. J of community
medicine and public health. 32(3): 183-188
52
Nizar, Arie. 2011. Pengaruh dosis desinfektan terhadap penurunan angka kuman
pada lantai di ruang kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Poltekkes Kemenkes Semarang
Nurkusuma. 2009. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian methicillin-
resistant staphylococcus aureus (mrsa) pada kasus infeksi luka pasca
operasi di ruang perawatan bedah rumah sakit dokter kariadi semarang,
91: 26–106.
Nurseha D. 2013. Pengembangan tindakan pencegahan infeksi nosokomial oleh
Perawat di rumah sakit berbasis health belief model. Jurnal Ners. 8(No.
1): 64–71.
Palawe BV, Kountul C, Waworuntu O. 2015. Identifikasi bakteri aerob di udara
ruang operasi. Jurnal E-Biomedik (eBm). 3(3): 3.
Pratami HA, Apriliana E, Rukmono P. 2013. Identifikasi mikroorganisme pada
tangan tenaga medis dan paramedis di unit perinatologi rumah sakit
abdul moeloek bandar lampung. Medical Journal Of Lampung
University. ISSN 2337: 85–94.
Salawati L. 2012. Pengendalian infeksi nosokomial di ruang intensive care unit
rumah sakit. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 12(1): 47–52.
Soedarto. 2016. Infeksi nosokomial di rumah Sakit. 1st ed. Jakarta: Sagung Seto;
1–538
Stevan K, Alexander, Dennis S, Mary JN. 2004. Laboratory exercise in
organismal and molecular microbiology. USA: Mc Graw Hill.
Tanjung M. 2010. Pola Kuman di kamar operasi dan ruang perawatan bedah
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. [Tesis]. Manado: Universitas
Sam Ratulangi;
Tangkuman IN. 2011. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada
infeksi luka operasi. [Tesis]. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
53
Warganegara E, Apriliana E, Ardiansyah R. 2012. Identifikasi bakteri penyebab
infeksi luka operasi ( ILO ) nosokomial pada ruang rawat inap bedah dan
kebidanan RSAM di Bandar Lampung. Prosiding SNSMAIP III, (978):
344–348.
Wikansari N, Hestiningsih R, Raharjo B. 2012. Pemeriksaan total kuman udara
dan staphylococcus aureus di ruang rawat inap rumah sakit x kota
semarang. J Kesehatan Masyarakat. 1(2): 384-392
Xia J, Gao J, Tang W. 2016. Nosocomial infection and its molecular mechanisms
of antibiotic resistance. BioScience Trends, 10(1): 14–21.