kumpulan abstrak dan prosiding -...
TRANSCRIPT
i
KUMPULAN ABSTRAK DAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGELOLAAN LINGKUNGAN 2017
(SNPL 2017)
KAMIS, 2 November 2017
GEDUNG AUDITORIUM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PROGAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2017
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
ii
BUKU KUMPULAN ABSTRAK DAN PROSIDING
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan 2017 (SNPL 2017)
Reviewer:
Prof. Aldes Lesbani, S.Si., M.Si., Ph.D
Dr. Moh. Rasyid Ridho, S.Si., M.Si
Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA
Dr. Dadang Hikmah Purnama, M.Hum
Dr. Ir. Dwi Setyawan, M.Sc.
Prof. Dr. Iskhaq Iskandar, M.Sc.
Prof. Ir. Riman Sipahutar, M.Sc., Ph.D
Editor: Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT., Ahmad Akbar Suparno
Email : [email protected] [email protected]
Program Pasca Sarjana
Universitas Sriwijaya 2017
Kampus Unsri Palembang
Jalan Padang Selasa No. 524, Bukit Besar Palembang, 30139
Telp. 0711-352132
email: [email protected]
website: www.pps.unsri.ac.id
Setting, layout isi & Cover: Diah Kusuma Pratiwi
November 2017
xiv+57 hal; 29,7 x 21 cm
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
iii
SAMBUTAN
KETUA PANITIA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur disampaikan kehadhirat Allah SWT atas rahmatNya yang tiada
berhingga sehingga Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan I, Tahun 2017 dapat dilaksanakan
sesuai jadwal tanpa terdapat kendala yang berarti. Ucapan terimakasih disampaikan kepada teman-
teman Panitia dan adik-adik mahasiswa yang telah bekerja keras untuk melaksanakan acara seminar
ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Pimpinan Universitas Sriwijaya dan Program
Pasca Sarjana yang telah mendukung pelaksaan SNPL 2017.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan ini di ikuti oleh para pemakalah dari 8
Provinsi di Indonesia, yaitu: Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten,
Lampung, Jakarta, Sulawesi Selatan sebanyak 66 makalah. Sebanyak 38 makalah masuk ke Jurnal
Internasional International Journal Sriwijaya of Environment berindex DOAJ dan sisanya masuk
dalam prosiding SNPL 2017. Total peserta yang hadir termasuk pemakalah lebih dari 100 orang.
Narasumber pada acara Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan 2017 ini terdiri atas
empat orang, yaitu: Prof. Dr. Ir. Eddy Ibrahim (UNSRI), H. Ir. Ishak Meiki (Wakil Gubernur
Provinsi Sumatera Selatan), Prof. IGN Wiratmaja Puja (Kaban SDM Kementerian ESDM RI), dan
Dra. Erini Yuwatini M.Sc., Ph.D (Kementerian Lingkungan Hidup).
Acara Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan 2017 ini diharapkan dapat
dilaksanakan setiap tahun kedepan dan dapat ditingkatkan menjadi Seminar Internasional. Akhir
kata kami berharap agar seminar ini bermanfaat bagi para Peneliti, dosen dan mahasiswa, kalangan
industri, dan Pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Ketua Panitia
Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
iv
SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI MAGISTER PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Assalaamualaikum wr wb
Sejalan dengan kebijakan secara nasional, Sumatera Selatan telah ditetapkan sebagai
Lumbung Energi Nasional. Universitas Sriwijaya sebagai lembaga perguruan tinggi
mempunyai peran strategis untuk pengembangan sain dan teknologi di bidang energi,
pangan dan lingkungan dalam rangka mencari, menemukan dan menerapkan teknologi
yang sesuai dalam kebutuhannya untuk dapat menciptakan diversifikasi dan konversi
untuk ketiga bidang tersebut yang berwasasan lingkungan bagi peningkatan daya saing
bangsa dan nilai ekonomi yang lebih bermanfaat untuk kemakmuran masyarakat
Sumatera Selatan maupun secara nasional.
Sehubungan dengan tantangan keterbatasan sumberdaya manusia maupun alam,
kebijakan dalam diversifikasi dan konversi ketiga bidang seperti tersebut di atas, maka
perlu adanya suatu pemikiran untuk menjawab tantangan ke depan, yaitu
pengembangan nilai tambah sumberdaya manusia maupun alam agar memiliki daya
saing global serta sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk jangka panjang.
Pengembangan sumberdaya manusia dan alam harus tetap dilakukan dan
dikembangkan agar selalu ditingkatkan, jaringan antar perguruan tinggi serta jaringan
antar perguruan tinggi dan industri merupakan hal yang strategis dikembangkan untuk
meningkatkan peran serta dalam mewujudkan Sumatera Selatan Lumbung Energi
Nasional. Rangkaian kegiatan Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan 2017 oleh
Program Magister Pengelolaan Lingkungan PPS UNSRI ini diharapkan dapat menjadi
ajang kontemplasi dan menjadi titik tolak perubahan kepada perbaikan dan
peningkatan peran serta tersebut.
Wassalam,
Prof . Dr. Ir. Eddy Ibrahim
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
v
Sambutan Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sriwijaya
Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua.
Alhamdulillah kita panjatkan puja dan puji kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat karunia dan rahmat-Nya jualah kita pada pagi hari ini dapat
berkumpul di Gedung Serbaguna Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Kemudian tak lupa pula kita sampaikan Solawat dan Salam kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta sahabat dan pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Pada hari ini Kamis tanggal 2 Nopember 2017 kita telah mencapai satu prestasi yang
sangat membanggakan bagi kita semua, yaitu dengan telah diselenggarakannya
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Tahun 2017. Seminar Nasional ini
terselenggara karena adanya dukungan dari semua Civitas Akademika Program
Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Wabil Khusus kepada Penyelenggaranya yaitu
Program Studi Magister Pengelolaan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Sriwijaya yang diketuai oleh: Ibu Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT.
Selanjutnya Tema yang diusung dalam Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan
Tahun 2017 ini yaitu ”Sains dan Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan
Berwawasan Lingkungan”.
Kemajuan sains dan teknologi dalam Pengelolaan dan Pencemaran Lingkungan, salah
satunya adalah di bidang pengelolaan limbah termasuk waste water treatment dan
daur ulang sampah, sehingga banyak penemuan-penemuan baru dalam teknologi
pemanfaatan sampah. Berbicara masalah Pengelolaan Lingkungan tidaklah bisa
kalau kita hanya melihat dari satu sisi saja, akan tetapi sangatlah banyak asfek yang di
tinjau. Masalah Pengelolaan Lingkungan ini sangatlah terkait dengan pola berbagai
kehidupan manusia. Alam semesta yang di ciptakan Allah SWT ini dalam daur
kehidupannya sudah merupakan satu ekosistem yang berkesinambungan. Selanjutnya
alam yang kita tempati ini mengalami kerusakan, ini semua akibat dari ulah tangan
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
vi
manusia itu sendiri. Oleh karena itulah melalui Seminar Nasional Pengelolaan
Lingkungan Tahun 2017 ini marilah kita olah alam ini dengan sebaik-baiknya
sehingga generasi kita ke depannya nanti masih dapat menikmati hidup yang damai
dan sejahtera.
Terkait dengan hal yang saya sebutkan diatas acara Seminar ini sangatlah penting,
bukan saja sebagai ajang pertemuan para peneliti, pembuat kebijakan ataupun praktisi
untuk berbagai ilmu pengetahuan di bidang lingkungan, akan tetapi dapat
mendiskusikan berbagai macam solusi kreativitasnya.
Terakhir saya mengucapkan terima kasih kepada pembicara utama, pemakalah
maupun kepada semua peserta Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan yang telah
berpartisipasi dan mendukung demi terlaksananya acara seminar ini.
Ucapan Terimah Kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada seluruh Panitia
Penyelenggara yang telah bekerja keras untuk mensukseskan Acara Seminar Nasional
ini. Akhir kata saya mengharapkan agar seluruh peserta seminar ini dapat berperan
aktif dalam mengikuti kegiatan ini,
Demikianlah kata sambutan dari saya,
Selamat mengikuti Seminar Nasioanl Pengelolaan Lingkungan.
Wassalam‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Palembang, 2 Nopember 2017.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya,
Prof. Dr. Ir. Amin Rejo, MP.
196101141990011001.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
vii
JADWAL ORAL PRESENTASI
Acara : Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan (SNPL 2017)
Hari/Tanggal : Kamis/2 November 2017
Waktu : 13.30 – 15.45 WIB
Tempat : Program Pasca Sarjana UNSRI-Bukit Besar Palembang
Waktu
Ruang
Seminar 1 (E)
Ruang
Seminar 1I
(KH)
Ruang
Seminar 1II
(PPL)
Ruang
Seminar 1V
(KP)
Ruang
Seminar V
(GT)
Ruang
Seminar V1
(SL)
Ruang Seminar
VII (PI)
Moderator:
Dr. Ir. H. M.
Faizal, DEA
Moderator:
Dr. Moh.
Rasyid Ridho,
S.Si., M.Si
Moderator:
Prof. Aldes
Lesbani Ph.D
Moderator:
Dr. Ir. Dwi
Setyawan, M.Sc
Moderator:
Prof. Ir. Riman
Sipahutar
M.Sc., Ph.D
Moderator:
Dr. Dadang
Hikmah
Purnama M.
Hum
Moderator:
Dr. Mohammad
Amin, S.Pi.,
M.Si.
13.30-13.45 E-01 KH-01 PPL – 01 KP-01 E-11 SL-01 PI-01
13.45-14.00 E-02 KH-02 PPL – 02 GT-01 E-12 SL-02 PI-02
14.00-14.15 E-03 KH-03 PPL – 03 GT-02 E-13 SL-03 E-10
14.15-14.30 E-04 KH-04 PPL – 04 GT-03 E-14 SL-04 KH-10
14.30-14.45 E-05 KH-05 PPL – 05 GT-04 E - 15 PPL-16 PPL-10
14.45-15.00 E-06 KH-06 PPL – 06 GT-05 PPL-11 PPL-17 KH-12
15.00-15.15 E-07 KH-07 PPL – 07 GT-06 PPL-12 PPL-18 PPL-15
15.15-15.30 E-08 KH-08 PPL – 08 GT-07 PPL-13 PPL-19 PPL-21
15.30-15.45 E-09 KH-09 PPL-09 KH-11 PPL-14 PPL-20 PPL – 22
15.45-16.00 PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
vi
DAFTAR ISI
A. Daftar Kumpulan Abstrak BIDANG KAJIAN: ENERGI (E)
E – 01 Determination And Caracterization Oil Biomarker Of Illegal Crude Oil
Production Using Mass Spectroscopy In Musi Banyuasin District
Edhi suryanto, Sri Hartati, Budhi Kuswan
1
E – 02 Temperature Characterization Of Furnace Of Incinerator Laboratory Scale
Wahyu H.Piarah, Zuryati Djafar, Zulkifli Djafar, Putri Githa, 2
E – 03 Evaluasi Formasi Terhadap Parameter Saturasi Air Menggunakan
Indonesian Equation Archie, Dan Metode Rasio Resitivititas Untuk
Menentukan Potensi Hidrokarbon Pada Sumur Infill Drilling
Ayu Retno Sawitri
3
E – 04
The Thermal Efficiency Of A Steam Boiler Uses A Mixture Of Lignite Coal And
Cashew Nut Shells
Novarini, Sukadi
4
E – 05
Studi Desain Reaktor Air Bertekanan Berukuran Kecil Dan
Berumur Panjang Berbasis Bahan Bakar Thorium – Plutonium Oxyde
S. Abdullah Ahmad, Menik Ariani, Fiber Monado, Supardi
5
E – 06 Alcoholysis of Used Cooking Oil at High Pressure Using Wasted Catalyst
Obtained from Crude Oil Processing Pertamina Unit III Palembang
Kiagus Ahmad Roni dan Mardwita
6
E – 07 Integration Of GIS Modeling With Fuzzy Logic Method For Land
Optimization Of Post Mining On Coal Mine In South Kalimantan Province:
A Case Study Of PT. Wahana Baratama Mining
Mohamad Anis, Arifudin Idrus, Hendra Amijaya, Subagyo,
7
E – 08 Effectiveness Of Extract Leather Leather (Ananas Comosus) To Optimize
The Quality Value Of Palm Oil Oil
Elfidiah*, Rifdah
8
E – 09 Energy Efficiency And Greenhouse Gas Emissions Reductio Through
Electrification Programat Tanjung Enim Mine Business Unit Of PT Bukit Asam
(Persero) Tbk.
Iko Gusman, Pramudita Triatmojo, Peni Rostiarti, Bima Arifiyanto
9
E – 10
Computational Analysis Of Flue Gas Under Variations Of Flow Straightener
Inclination
Pramadhony, Dewi Puspitasari, Ellyanie, dan Marwani, M. Imam .A
10
E – 11 Studi Eksperimental Pengaruh Suhu Karbonisasi Pada Electrical
Carbonization Furnace (ECF) Terhadap Redemen Dan Analisis Proksimat
Karbon Aktif Dari Limbah Tempurung Kelapa
Enggal Nurisman, Amiliza Miarti, Ahmad Sharul
11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
vii
E – 12 Design of Wireless – based Monitoring system for Power Consumption
Sigit Kurniawan
12
E – 13 Separation Of Glycerol From Biodiesel Oil Products Using High Voltage
Electrolysis Method
Lety Trisnaliani
13
E – 14 The Characteristics Of Particle Board From Empty Fruit Palm Oil (Elaeis
Guineensis Jacq) By Using An Adhesive Of Liquida Guava Rod Bark
Erwana Dewi
14
E - 15 Study of Bio-Coal Briquette as Solid Fuel for Aluminum Smelter
Diah K Pratiwi, Riman Sipahutar, Amir Arifin
15
BIDANG KAJIAN: KEANEKARAGAMAN HAYATI (KH)
KH – 01 Keanekaragaman Hayati pada Masa Sriwijaya
Retno Purwanti
16
KH – 02 The Statues and Plants and Animals in Bumiayu Temples Region
Tanah Abang Sub District, Penukal Abab Ilir Regency
Sondang M. Siregar,
17
KH – 03 Ledakan Populasi Fitoplankton Skeletonema di Perairan Muara Banyuasin
Sumatera Selatan
Riris Aryawati, T. Zia Ulqodry, Heron Surbakti, Ellis Nurjuliasti Ningsih,
18
KH – 04 Species Composition On Anguilla Eel In Bengkulu Province, Indonesia
Ni Komang Suryati, Siti Fauziyah, Ngudiantoro Dina Muthmainnah,
19
KH – 05 Endophyte Microbial Characteristic Of Soft Corals Lobophytum Sp. And Sinularia
Sp. Collected From Maspari Island Waters, South Sumatera
Rozirwan, Muhammad Hendri, Rezi Apri
20
KH – 06 Fish And Fisheries In Floodplain Swamp In Middle Part Of Musi River
Dina Muthmainnah dan Abdul Karim Gaffar,
21
KH – 07 Upaya Konservasi Tanaman Merbau (Intsia Palembang) Di Lahan Reklamasi
Pasca Tambang Pt. Bukit Asam (Persero) Tbk.
Wisjnoe Adjie, Arif Hadi, Dedy Saptaria Rosa, Amarudin Adi Arti Elettaria
22
KH – 08 Isolation Of Swamp Cyanobacteria For Management Of Fish Cultured Media
Karta Sari Genti1, Marini Wijayanti1, Hary Widjajanti, Dade Jubaedah, Tanbiyaskur
23
KH – 09 Isolation Of Swamp Bacteria as Bioaugmentation Agent for Swamp Water
Contaminated With Organic Matter
Siti Yuliani, Marini Wijayanti, Hary Widjajanti, Dade Jubaedah, Tanbiyaskur
24
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
viii
KH – 10 In – Vitro Cultivation Of Dominant Algae From Natural Swamp Habitat
Lebak Ibul And IBA Retention Pond In Palembang City South Sumatra
Dian Puspa Indah, Hilda Zulkifli, Zazili Hanafiah
25
KH – 11 Comparison Of CTAB Method And Wizard Genomic DNAPurification System
Kit From Promega On DNA Isolation Of Local Varieties Of Rice Of South
Sumatera
Laila Hanum, Yuanita Windusari, Arum Setiawan, Fikri Adriansyah, Amin Ali M
26
KH – 12 Indikasi Kualitas Perairan Pesisir Berdasarkan Struktur Komunitas
Gastropoda : Studi Kasus Di Kawasan Sungai Barong Kecil Dan Sungai
Barong Besar Di Taman Nasional Sembilang Sumatera Selata
Yuanita Windusari, Arum Setiawan, Laila Hanum, Nike Septiyos
27
KH – 13 Perbandingan Morfologi Daun Berdasarkan Letak Tumbuh Di Batang
Tanaman Nanas (Ananas cosmosus (L.) Sebagai Sumber Serat Alam
Amin Rejo, Rizky Tirta Adhiguna, Hersyamsi
28
BIDANG KAJIAN: PENGELOLAAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN (PPL)
PPL – 01 Study Of Effect Of Coal Quality Parameters On Gas Methane (Ch4)
Emission In Coal Fire For Sustainable Environment
Reni Arisanti, Maulana Yusuf, M. Faisal,
29
PPL – 02 Study of Chemical Characteristics Of The Lambidaro River for Sustainable
Environment
Hisni Rahmi, Restu Juniah, Azhar Kholiq affandi,
30
PPL – 03 Analysis Of Potential Landslides Using Geographic Information System (Gis)
On Rail Tunnel In Village Gunung Gajah, Lahat, South Sumatra
Mirza Adiwarman, Muhammad Taufik Toha, Endang Wiwik Dyah Hastuti,
31
PPL – 04 Identification of Border River Area Condition in Kedukan River, Kertapati
District of Palembang City
Nyimas Septi Rika Putri, Hendrik Jimmyanto,
32
PPL – 05 Pemanfaatan Sampah Di TPA Winong Boyolali Jawa Tengan Menjadi Gas
Metana Dengan Metode Sanitary Landfill
Jefri Angga
33
PPL – 06 Calculation of PIT 2 Produced Overburden Volume and The Analysis
Preparation of PIT 1 Mine Void Utilization At Supat Block PT. Baturona
Adimulya Musi Banyuasin, South Sumatera
Edwin Harsiga
34
PPL – 07 Sebaran Kandungan Karbon Inorganik Di Muara Banyuasin, Sumatera
Selatan Anna Is Purwiyanto, Fitri agustriani, Wike AE Putri, Fauziyah,
35
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
ix
PPL – 08 Analisa Analysis Of The Blasting Effect On The Environment Around
Blasting Areas At Pt. Semen Baturaja Persero, Tbk.
Jihan F.Lubis, Taufik Toha, Ngudiantoro
36
PPL – 09 Technical Feseability Study And Economic Development Of Limestone At
Pelawi Hill By PT. Semen Baturaja (Tbk.) In Ogan Komering Ulu Distric Of
South Sumatera Subagio Badirun
37
PPL – 10 Peluang Komposter ‘De Kotiq’ Dalam Insfrastuktur Persampahan Kota
Mendukung Pembangunan Inklusif Sitti Sarifa Kartika Kinaasih
38
PPL – 11 The Comparation Of Biogas Production From Tapioca Wastewater And
Tofu Wastewater Using ConyinuouslyAnaerobic Fermentation On 15 Liter
Reactor Scale Natalina, Panisean Nasoetion, Hardoyo, Rani Ismiarti Ergantara, Dede Ibnu Kurniawan
39
PPL – 12 Evaluation Of Water Quality Of Way Kuripan’s River Using Water Quality
Index Tool Rina Febrina
40
PPL – 13 Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Pendirian Peninggalan Megalitik di
situs – situs Pasemah, Kabupaten Lahat L.R. Retno Susanti
41
PPL – 14 Kondisi Bahan Pencemar Organik di Muara Sungai Banyuasin Sumatera
Selatan
Wike Ayu Eka Putri, Anna Ida Sunaryo Purwiyanto, Fauziyah Fitri Agustriani
42
PPL – 15 Study Of Produced Water Treatment By Applying Multi Stage Flash (MSF)
Desalination Tecnology At PT. Pertamina EP Asset 2. Cases : MSF
Desalination In Laboratoryscale
Kgs. M. Rustandi Ramadhan, Adang Suherman
43
PPL – 16 Toxicity Of Bacilius Thuringiensis Berl. Toward Leaf – Eating Beetle
Epilachna Sp. (Coleoptera: Coccinellidae) In Laboratory
Yulia Pujiastuti, E. Indiani, S. Dirgahayu, A Muslim, Effendy, Suparman
44
PPL – 17 Karakteristik Dan Potensi Limbah Kelapa Sawit Sebagai Papan Partikel
Sunardi
45
PPL – 18 Sustainable Water Management In Tidal Lowland Agriculture:A Research
Agenda
Meitry Firdha Tafarini
46
PPL – 19 Adsorption Kinetics of Fe and Mn with Using Fly Ash from PT Semen
Baturaja in Acid Mine Drainage
Indah Purnamasari
47
PPL – 20 Perencanaan Reklamasi Area Disposal Blok 4 Pt. Inti Bara Perdana,
Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi
Bengkulu
A. Taufik Arief, Try Inda Wulandari, Nina Tanzerina
48
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
x
PPL – 21 Sustainable Mining Environment: Technical Review of Post Mining Plans
Restu Juniah
49
PPL – 22 The Analysis Of Environmental Management The Vulnerability Condition
Of Musi Riverside As Gandus Ecosystem In Palembang
Helfa Septinar, Ratna Wulandari Daulay Mega Kusuma Putri
50
PPL – 23 Ajian Prospek Pemanfaatan Potensi Sumur Tua Di Sumatera Selatan
Eddy Ibrahim, Maulana Yusup, Rr Harminuke Eh, Alek Alhadi
51
PPL - 24 Effect Of Chitosan And Glycerol Plastizer In Biodegradable Plastics
Development Of Taro Starch
Hilwatullisan
52
BIDANG KAJIAN: KETAHANAN PANGAN (KP)
KP – 01 Sustainable Crops’ Production In Tidal Lowlands: A Reseach Agenda Khairul Fahmi Purba
53
KP – 02 Preparation of Media Tester for Formalin and Borax Content Using Filter
Paper and Anthocyanin Substances from Ipomea
Batatas L
Neny Rochyani, Rizki Muhammad Akbar, Yongky Randi
54
BIDANG KAJIAN: GREEN TECHNOLOGY (GT)
GT – 01 Multi Manfaat Pada Pengelolaan Mangrove Lestari Case: IUPHHK – HA
Mangrove PT. Kandelia Alam Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Fairus Mulia IPM
55
GT – 02 Green Technology Contribution In Development Of Coolant Wastewater
Filtration Erna Yuliwati
56
GT - 03 Harmonization Of Green Open Space As Carbon Assimilator For
Sustainable Environment Of Transportation Sector And Steam Power Plant
Restu Juniah,
57
GT – 04 Produksi bioetanol sumber energi alternatif dalam berbagai generasi
Hermansyah, Miksusanti, Fatma, Almunadi T Panagan
58
GT – 05 Fatigue Endurance Of Alumunium Casting 7××× Series As Alternative
Material For Organic Rankine Cycle’s Turbin Blade At 180°C Operation
Temperature
Nurhabibah Paramitha Eka Utami, Astuti, Ellyanie
59
BIDANG KAJIAN: SOSIOLOGI LINGKUNGAN (SL)
SL – 01 Potensi Senam Seperma Untuk Meminimalkan Dampak Penyakit
Kardiovaskular Akibat Polutan Ambient Pm Marsidi, Chairil Zaman, Dwi Priyanto, Arie Wahyudi, Ali Harokan
60
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
xi
SL – 02 The Implementation Program Of Corporate Social Responsibity Of
Pt.Kuansing Inti Makmur Toward Society Enpowerment Around Mining
Area Marisa Oktavia, Maulana Yusuf dan Ardiyan Saptawan
61
SL – 03 Antroposentrisme: Urgensi Tambang Minyak Tradisional Dalam
Pembangunan Berkelanjutan Vieronica Varbi Sununianti
62
SL – 04 Investment estimation and acceptance of State Tax Instead of coal mining
business license Clear and Clean in West Sumatra Province
Riam Marlina A, Fachrurrozie Sjarkowi, Maulana Yusuf
63
BIDANG KAJIAN{ PERUBAHAN IKLIM (PI)
PI – 01 Effect Of Ground Vibration To Slope Stability, Case Study Landslide On The
Mouth Of Railway Tunnel, Gunung Gajah Village, Lahat District
Moamar Aprilian Ghadafi, Muhammad Taufik Toha, Dedi Setiabudidaya
64
PI – 02 Rainnfall Monthly Prediction Using Hybrid Method Of Artificial Neural
Network (ANN) And Genetic Algorithm (GA) (Case Study In Belajasumba,
Indonesia)
Ian Mochamad Sofian
65
B. Daftar Prosiding E – 02 Temperature Characterization Of Furnace Of Incinerator Laboratory
Scale
Wahyu H.Piarah, Zuryati Djafar, Zulkifli Djafar, Putri Githa,
67
E – 05
Studi Desain Reaktor Air Bertekanan Berukuran Kecil Dan
Berumur Panjang Berbasis Bahan Bakar Thorium – Plutonium Oxyde
S. Abdullah Ahmad, Menik Ariani, Fiber Monado, Supardi
73
E – 11 Studi Eksperimental Pengaruh Suhu Karbonisasi Pada Electrical
Carbonization Furnace (ECF) Terhadap Redemen Dan Analisis Proksimat
Karbon Aktif Dari Limbah Tempurung Kelapa
Enggal Nurisman, Amiliza Miarti, Ahmad Sharul
82
KH – 07 Upaya Konservasi Tanaman Merbau (Intsia Palembang) Di Lahan Reklamasi
Pasca Tambang Pt. Bukit Asam (Persero) Tbk.
Wisjnoe Adjie, Arif Hadi, Dedy Saptaria Rosa, Amarudin Adi Arti Elettaria
89
PPL – 07 Sebaran Kandungan Karbon Inorganik Di Muara Banyuasin, Sumatera
Selatan Anna Is Purwiyanto, Fitri agustriani, Wike AE Putri, Fauziyah,
93
PPL – 10 Peluang Komposter ‘De Kotiq’ Dalam Insfrastuktur Persampahan Kota
Mendukung Pembangunan Inklusif Sitti Sarifa Kartika Kinaasih
99
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
xii
PPL – 14 Kondisi Bahan Pencemar Organik di Muara Sungai Banyuasin Sumatera
Selatan
Wike Ayu Eka Putri, Anna Ida Sunaryo Purwiyanto, Fauziyah Fitri Agustriani
110
PPL – 17 Karakteristik Dan Potensi Limbah Kelapa Sawit Sebagai Papan Partikel
Sunardi
115
PPL – 23 Ajian Prospek Pemanfaatan Potensi Sumur Tua Di Sumatera Selatan
Eddy Ibrahim, Maulana Yusup, Rr Harminuke Eh, Alek Alhadi
121
SL – 01 Potensi Senam Seperma Untuk Meminimalkan Dampak Penyakit
Kardiovaskular Akibat Polutan Ambient Pm Marsidi, Chairil Zaman, Dwi Priyanto, Arie Wahyudi, Ali Harokan
127
GT - 05 Fatigue Endurance Of Alumunium Casting 7××× Series As Alternative
Material For Organic Rankine Cycle’s Turbin Blade At 180°C Operation
Temperature
Nurhabibah Paramitha Eka Utami, Astuti, Ellyanie
141
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
xiii
A. KUMPULAN ABSTRAK
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
1
Determination And Caracterisation Oil Biomarker Of Illegal Crude Oil Production Using Gas Chromatographic/ Mass Spectrometric In Musi
Banyuasin
Edhi suryanto1*, Sri Hartati2, Budhi Kuswan3
1*. Mining technology department, technology faculty, Sriwijaya University *email:[email protected]
2. Chemistry Technology Department,Technology Faculty, Sriwijaya University 3. Mining technology department, technology faculty, Sriwijaya University
Abstract
South Sumatra is one of the largest petroleum producing provinces in Indonesia, especially in the
region of musi banyuasin. Petroleum resources other than legally cultivated by pertamina as
government representatives, but on the other hand the community also participate through Illegal
Drilling activities. This study aims to determine the hydrocarbon content and characterization of
petroleum produced illegally by communities in the Sangadesa, Babattoman and Keluang districts
through the biomarker analysis of the distribution of n-Alkane C10-C34 (m / z: 57) , pristane,
phytane, , sterane C27-C29 (m / z: 217,218,259) and specific biomarker using Gas Chromatography
Mass Spectroscopy agilent GCMSD 6890 / 5973i with data analysis using MSD Chemstation
F.01.01.2317 and Library Database NIST14. Petroleum samples taken from 10 illegal wells with a
depth range of 80-250 meters and production period of 3 months - 3 years. Oil is cultivated through
illegal drilling is not the main oil source rock but the result of migration. Biomarkers Hydrocarbon
analysis is one of the most widely used devices for exploration geochemistry, exploitation,
production and forensic environment in the assessment and determination of sources of pollution
related to petroleum material and derivatives very well.
Keyword ; Crude oil, illegal drillling, biomarker, GC/MS, caracterization
E - 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
2
Temperature Characterization Of Furnace Of Incinerator Laboratory Scale
Wahyu H. Piarah1*, Zuryati Djafar2, Zulkifli Djafar3, Putri Githa STA4
Program Studi Teknik Mesin,Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino km.6, Bontomarannu, Gowa.
1*email: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Incineration technology is an alternative to landfill waste treatment methods and biological
processes such as composting and biogas. However, in this paper only presented laboratory scale
incinerator experiments with 1 meter high incinerator flue. The objectives of this study were to
determine the temperature characteristics of the body and incinerator funnels, determine the body
heat loss and incinerator chimneys and determine the combustion characteristics of incinerators
with variation in solid waste density (compacted, medium compacted, uncompacted). The research
method has been done by taking measured temperature data directly through thermocouple and
temperature display. The results show that In the incinerator body and chimneys, the characteristic
termperatures tend to reach maximum heat at point T4 with an average temperature of 412.3 ° C. At
the time of the combustion process, the maximum temperature (peak point) is obtained during the
middle of the combustion process for each variation of waste density
Keywords: Incinerator, characteristics, heat, management, garbage
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
3
Evaluasi Formasi Terhadap Parameter Saturasi Air Menggunakan Indonesian Equation, Persamaan Archie, Dan Metode Rasio Resitivitas
Untuk Menentukan Potensi Hidrikarbon Pada Sumur Infil Drilling
Ayu Retno Sawitri
BKU Geofisika, Program Studi Fisika, Pasca sarjana
Universitas Sriwijaya
Abstrak
Data log sumur dipakai antara lain untuk analisa penyebaran cadangan hidrokarbon dan analisa
produksi hidrokarbon tentu saja terintegrasi dengan hasil data Seismik di Formasi Batu Raja(BRF)
Sumur Pagardewa Selatan-1 Sidetrack (PDS-1 ST) di Formasi Batu Raja (BRF). Sumur ini dibor
sebagai infill untuk memaksimalkan produksi dari struktur Pagardewa Selatan sekaligus
mengkonfirmasi hetrogenitas dari reservoir BRF di sebelah selatan struktur Pagardewa Selatan yang
mana pada pemboran ini akan menembus beberapa formasi diantaranya Kasai, Muara Enim, Air
Benakat Gumai, Talang dan Baturaja. Hingga akhirnya bermaksud untuk memproduksikan gas
sebesar 3MMSCF pada reservoir BRF di struktur tersebut dengan kedalaman akhir 1619 mMD.
Dalam kajian ini, dilakukan penentuan zona yang terisi hidrokarbon pada Sumur PDS 02PT.
Pertamina EP Asset II Field Baturaja pada fungsi Petroleum Engineering. Data yang digunakan
adalah data log GR, logSP, log resistivitas, log neutron, log densitas, dan data master log
kemudian mencocokkan dengan hasil analisa pada well report, sehingga diketahui jenis reservoar
pada Formasi Batu Raja (BRF). Perhitungan nilai porositas effektif dilakukan melalui integrasi dari
analisa data log densitas, log neutron, dan log GR. Pengolahan data menggunakan software Petrel
2009 by Schlumberger. Nilai resistivitas air (Rw) ditentukan melalui metode Rwa dan saturasi air
dengan menggunakan persamaan Archie, persamaan Indonesia, dan Metode Rasio Resistivitas,
kemudian membandingkan ketiga persamaan terebut untuk menentukan metode yang sesuai untuk
digunakan pada sumur tersebut.
Kata kunci : log analisis, porositas, saturasi air, permeabilitas, persamaan Archie, persamaan
Indonesia, dan Metode Rasio Resistivitas.
E - 03
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
4
The Thermal Efficiency Of A Steam Boiler Uses A Mixture Of Lignite Coal And Cashew Nut Shells
Novarini*, Sukadi** *Dosen Teknik Mesin Politeknik Jambi **Dosen Teknik Mesin Politeknik Jambi Email : [email protected]
Abstract
Coal fuel reserves are currently decreasing, so efforts need to be made to minimize the use of these
fuels. Southeast Sulawesi Province is the largest cashew producer in Indonesia where the cashew
nut shell can be used as an alternative to coal fuel mixture. This research aims to obtain maximum
thermal efficiency value of a coal fires steam boiler with a capacity of 10.5 tons / hour by varying
the mixture of lignite coal fuel and cashew nut shell with mixed composition of 60% coal lignite
and 40% cashew nut shells, 50% lignite and 50% cashew nut shells, 40% lignite and 60% cashew
nut shells, 30% lignite coal and 70% cashew nut shells, 20% lignite coal and 80% cashew nut shells
and 10% lignite coal and 90% cashew nut shells. The data taken are the result of proximate and
ultimate analysis of lignite and cashew nut shells, technical data of steam pipe boiler include steam
temperature, vapor pressure, steam flow rate, feed water temperature, feed water pressure, feed flow
rate, fire, excess air, unburnt amount of carbon and fuel space and calculation of boiler working
performance using BTU method. The results showed that the maximum thermal efficiency value
was by using 10% mixture of lignite coal and 90% cashew nut shell.
Keywords: lignite coal, cashew nut shells, fire pipe steam boiler, thermal efficiency.
E - 04
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
5
Studi Desain Reaktor Air Bertekanan Berukuran Kecil Dan Berumur Panjang Berbasis Bahan Bakar Thorium-Plutonium Oxide
S. Abdullah Ahmad1,*, Menik Ariani2 dan Fiber Monado3 Supardi4 1Program Studi S2 Fisika, FMIPA Universitas Sriwijaya, Indonesia
2,3,4 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya Kampus Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Email: [email protected]
Abstrak
Studi desain teras pressurized water reactor berukuran kecil dan berumur panjang berbasis bahan
bakar thorium-plutonium oxyde. Pada penelitian ini, dilakukan sebuah desain reaktor pressurized
water reactor (pwr). Reaktor ini menggunakan bahan bakar berbasis thorium-plutonium oxide.
Parameter survei yang digunakan yaitu factor multiplikasi efektif yang menentukan tingkat
kritikalitas reaktor. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan modul pij yang terdapat pada
system reactor analysis code (srac) dengan library jendl-3.2. Analisa neutronik untuk PWR
berukuran kecil berumur panjang menggunakan bahan bakar thorium-plutonium oxide telah
dilakukan. Desain reaktor PWR kecil berdaya 500 MWt berumur panjang berbahan bakar dapat
beroperasi selama 10 tahun tanpa refueling.
Kata kunci : Teras, Pwr, Thorium, Plutonium...
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
6
Alcoholysis of Used Cooking Oil at High Pressure Using Wasted Catalyst Obtained from Crude Oil Processing Pertamina Unit III Palembang
Kiagus Ahmad Roni1*, Mardwita2
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Palembang
Jalan Jendral Ahamd Yani 13 Ulu Palembang 30263
1*Email : [email protected]
ABSTRACT
One of the possible methods to utilize used cooking oil is alcoholysis. Wasted solid catalyst obtained from Pertamina Unit III located in Palembang was used as catalyst. With this process some benefits might be obtained from these wastes.The alcoholysis of used cooking oil with ethanol and reactivated wasted solid catalyst at high pressure was conducted in an autoclave provided with manometer, thermometer, sampling device, heater, and mixer. The experiment was started by filling the autoclave with used cooking oil, alcohol, and catalyst, then the heater and the mixer were switched on. Samples were taken out at 10 minutes intervals, and after being separated, the bottom layer was analyzed in order to determine its glycerol content using acetin method.By raising the temperature, catalyst concentration, rate of mixing, and ethanol-oil ratio, the glyceride conversion increased. The alcoholysis of used cooking oil followed pseudo first order reaction with respect to the glyceride concentration. The relative favorable process conditions were 60 minutes of reaction time, temperature of 110°C, catalyst concentration of 2 %, mixing velocity of 310 rpm, and alcohol-oil ratio of 6 mgek/mgek. Under this condition the conversion was 70.09.
Keywords: Alcoholysis; Biodiesel; Used cooking oil; Wasted solid catalyst; Glycerides.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
7
Integration Of Gis Modeling With Fuzzy Logic Method For Land Optimization Of Post Mining On Coal Mine In South Kalimantan
Province: A Case Study Of Pt Wahana Baratama Mining
MOHAMAD ANISAB,*, ARIFUDIN IDRUSB, HENDRA AMIJAYAB, AND SUBAGYOC
a Directorate General of Mineral and Coal, Ministry of Energy and Mineral Resources, Republic of Indonesia Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH, No. 10, Jakarta, 12870, Indonesia, +6221-8295608
e-mail: [email protected] b Department of Geological Engineering, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 55281
c Department of Mechanical and Industry Engineering, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 55281.
ABSTRACT
Currently coal companies, especially in South Kalimantan Province in general, have not been
present or only slightly enter the mine, although some of the mining blocks have been completed
(final pit) so the company has experienced the above problems. It shows that optimization of coal
resources from exploration, mining to post-mining land use is necessary to ensure sustainable
mining and sustainable development in meeting the conservation aspect. So the achievement of
optimization in a series of mining business activities is starting from the optimization of the
potential of the remaining resources of coal until the optimization of post-mining land use is
absolutely done to meet all aspects of conservation. This research has analyzed several alternative
sectors outside mining which will be selected for optimization of utilization or post-mining land
use including plantation, recreation, industry and conservation sectors. In analyzing it is used
several parameters to assess which sector will be selected include rainfall, slope and land use
factor. Therefore, the researcher uses approach of GIS Modelling based methods (knowledge-
driven) mainly Fuzzy logic for post-mining land use planning. The mining area selected for this
study belongs to a PKP2B (Work Agreement for Coal Mining) company named PT Wahana
Baratama Mining (PT WBM). The result shows the suitability of plantation for the optimization of
land use in all mining sites and also in conservation areas and protected forests.
Keywords: GIS Modelling, Fuzzy logic, Optimization, Land use, Post-mining.
E - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
8
EFFECTIVENESS OF EXTRACT LEATHER LEATHER (ANANAS
COMOSUS) TO OPTIMIZE THE QUALITY VALUE OF PALM OIL
OIL
Elfidiah1*, Rifdah2
Chemical Engineering Studies Program, Faculty of Engineering
Muhammadiyah University of Palembang Jalan Jendral Ahmad Yani No. 13 Seberang Ulu I
Palembang 1*email: [email protected],
September 2017
As a waste of pineapple fruit, pineapple skin contains bromelin enzyme as much as 0.05 - 0.08%.
The presence of this enzyme bromelin can be used as raw material for palm oil manufacture. The
process of making palm oil is done enzymatically with the addition of bromelin enzyme from
pineapple skin. The enzyme bromelin is a proteolytic enzyme that can hydrolyze a peptide bond
from a protein that can minimize the use of heat during the sterilization process of oil palm. The
purpose of this research is to know the concentration of pineapple skin extract that yield optimum
rendement and the effect of addition of pineapple skin extract to acid number, saponification
number and free fatty acid on palm oil.Variabel used is pineapple skin extract concentration 50%,
52,5% , and 55% and duration of 10,15 and 20 hour. The best oil was obtained at concentration of
pineapple extract 55% and duration of curing 20 hours with 30% yield, acid number 0,335%,
231,3% saponification number and 1,612% peroxide number.
Keywords: Pineapple skin waste, Quality of palm oil.
E - 08
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
9
Energy Efficiency and Greenhouse Gas Emissions Reduction Through Electrification Program at Tanjung Enim Mine Business Unit of PT Bukit
Asam (Persero) Tbk.
Iko Gusman1, Pramudita Triatmojo1, Peni Rostiarti1, Bima Arifiyanto1
PT. BUKIT ASAM (Persero) Tbk. - Unit Pertambangan Tanjung Enim
Jalan Parigi No.1-A Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan - Indonesia
Abstrak
Current global economic conditions have made the coal prices become uncertain. PT Bukit Asam
(PTBA) has taken corporate action by improving operational efficiency, cost control, develop coal
diversification product and also optimization in the mining operation. One of the operational
efficiency programs for cost control in mining operation system is the Electrification Program. This
program changed mining operations previously dominated by fuel-based mining system
transformed into an electricity-based mining system for an electric shovel continue with the
conventional truck. Implementation of Mining Systems with electric-based mining equipment
divided into several stages for short-term and long-term targets. Electrification program consist of 7
Units Electric Shovel (PC3000-6E) and 40 Units Rigid DT (Belaz75135) with target 20 Million
BCM in 2017 located in Banko West Mine. PTBA through the electrification program has
succeeded in reducing energy consumption by 333,861.74 GJoule/Years and reducing greenhouse
gas emissions by 15,058.49 Ton CO2e/Year. Electrification program has successfully contributed
for environmental sustainability by reducing energy consumption and greenhouse gas emissions in
accordance with the vision of PTBA into a world-class energy company that cares about the
environment.
Keywords: Electrification, Mining system, Energy Consumption, Greenhouse Gas Emission,
PTBA
E - 09
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
10
Computational Analysis of Flue Gas under Variations of Flow Straightener Inclination
Pramadhony1,*, Dewi Puspitasari2, Ellyanie2, Marwani2 dan M. Imam A3
1Master Program of Mechanical Engineering, Sriwijaya University, St. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, South Sumatera, Indonesia - 30139
2Mechanical Engineering Departemnt, Engineering Faculty, Sriwijaya University, St. Raya Prabumulih, Km. 32, Inderalaya, OI, South Sumatera, Indonesia - 30662
3Undergradulate Program of Mechanical Engineering, Sriwijaya University, St. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, South Sumatera, Indonesia - 30139
Abstract
Air emission, generated by industrial sector, is one of the main contributors of ambient air quality
degradation. In order to minimize the impact to its surrounding, the company regularly should
conduct an air emission monitoring activity by measuring the hazardous compound concentration.
The sample should be taken in a reference plane located two diameter from the outlet. The sampling
of air emission by using isokinetic method cannot be conducted when the swirling flow is existed;
the streamline is also should be uniform and vertical. Flow straightener with difference inclination
angles, 0°, 15°, and 30°, are suggested to condition the streamline and fulfill the requirements. A
computational simulation conditions with no flow straightener and with three flow straighteners are
conducted to overview the influence of flow straightener inclination. Based on the analysis these
inclinations are effectively improving the uniformity of velocity at reference plane. In other side
these inclinations are causing the increasing of helicity as well as streamline inclination.
Keywords : Flow Straightener, Inclination angle, Helicity
E - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
11
Studi Eksperimental Pengaruh Suhu Karbonisasi Pada Electrical Carbonization Furnace (ECF) Terhadap Rendemen Dan Analisis
Proksimat Karbon Aktif Dari Limbah Tempurung Kelapa
Enggal Nurismana,c;; Amiliza Miartib; Ahmad Sharulb
a Chemical Engineering Department Sriwijaya University
Palembang, South Sumatera, Indonesia
b Oil and Gas Processing Technology Department Polytechnic of Akamigas Palembang
Palembang, South Sumatera, Indonesia
c Corresponding Author E-mail: [email protected]
Tel: +6285266958858
Abstract
Coconut shells as waste of plantation products can be used as raw material for making activated
carbon. The process of making activated carbon is done through the preparation stages,
carbonization and activation process using HCl. The coconut shells carbonization stage uses self-
made Electrical Carbonization Furnace (EFC) at 450ᵒC, 475ᵒC, and 500ᵒC carbonization
temperature with a certain time. The result of the research shows that the increase in carbonization
temperature causes less active charcoal yields while the Proxymate Analysis of Fixed Carbon (FC)
analysis level increases. Carbonization results of the highest yield of charcoal at the temperature of
carbonization of 450oC and time of 1.5 hours are as much as 28.448%. After going through the
process of activation and analysis it is known that the best fixed carbon content of 62.45% obtained
at temperature 475ᵒC
Keywords: Coconut shell; Activated carbon; Carbonization; Furnace.
E - 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
12
DESIGN OF WIRELESS-BASED MONITORING SYSTEM FOR ELECTRICAL
ENERGY CONSUMPTION
Sigit Kurniawan1*, M. Elfin Satria1 1Program Studi Teknik Elektronika, Politeknik Jambi
*Corresponding Author, e-mail:[email protected]
Abstrak
The level of consumption and efficiency of electrical energy can be determined using continuous
monitoring process. The data measurement can be used to analyze peak load of energy. As an
alternative option to expand the range and object of measurement, as well as facilitate, data from
the measurement results, the development of wireless-based monitoring system needs to be done.
This research is related to the design of monitoring system of electrical energy consumption based
on wireless, measurement of electric energy consumption using ADE7755 IC, current and voltage
sensors. Measurement data is transmitted from wireless meters to the server (Raspberry Pi)
mounted to the server, then the data is stored in the database system and displayed on the server
Monitor as information of the amount of electrical energy consumed. The designed system can
work to monitor daily, monthly, and annual electrical energy consumption with measuring ranges
from 0.1 Watt to 1200 Watt.
Keywords: Electrical Energy Consumption, Wireless, Database
E - 12
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
13
SEPARATION OF GLYCEROL FROM BIODIESEL OIL PRODUCTS USING HIGH VOLTAGE ELECTROLYSIS METHOD
Lety Trisnaliani1*), Ahmad Zikri1 1Chemical Engineering Department D-IV Energy Engineering State Polytechnic of Sriwijaya
Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang South Sumatera Indonesia Phone (0711) 353414 Fax (0711) 355918
*)Corresponding Author : e-mail : [email protected]
Abstract
This study aims to separate glycerol from used cooking oil biodiesel products. This research is done
by main process by analyzing free fatty acid level (FFA) to know the fat content of the oil in order
to know the next process. This research is done by electrolysis process using high voltage. We done
transesterification process by using methanol and NaOH as catalyst before performing the process
of electrolysis with high voltage. Biodiesel is manufactured using a mini-scale stirred tank reactor
(RATB) laboratory. This process is heated at temperature (35-60) oC, the ratio of used cooking oil
and methanol (5:1, 6:1, 7:1, 8:1, 9:1) using a 0.1 N NaOH catalyst. The research obtained optimum
reaction temperature yield highest percentage of rendement at temperature 60oC and ratio of used
cooking oil and methanol 5:1 with percentage of rendement equal to 88,88, cetane number 48,4,
kinematic viscosity 2,560, pour point 37,4 oF, flash point 131 oF, Conradson Carbon Residue (CCR)
0.09, and ASTM Colour 1.5. This shows that the manufacture of biodiesel with high microwave
and high voltage utilization yields a high percentage of 88.88 and the product is biosolar-48.
Keywords : biodiesel, used cooking oil, microwaves, high voltage, electrolysis
E - 13
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
14
The Characteristics Of Particle Board From Empty Fruit Palm Oil (Elaeis
Guineensis Jacq) By Using An Adhesive Of Liquida Guava Rod Bark
Siti Chodijah, Erwana Dewi, and Jaksen, Staff Edukatif of Chemical Engineering Department
Polytechnic Negeri Sriwijaya, E-mail : [email protected]
Empty Palm bunches is the raw materials in the making of particle board with adhesive of Liquida Guava Rod Bark,
The Hot Pressing process at 16 Mpa and temperature 150oC. The particle board was created with a size of 25 cm x 25
cm x 1 cm with a target density 0.7 g/cm3. This research aims to know the characteristics of particle board using
adhesive liquida guava rod bark on the empty Palm bunches and performed tests to find out the quality of particle board
with reference to standard JIS A 5908-2003. The result showed an adhesive has real effect on fiber moisture content
particle board and influential real pressure against temperature MOR (Modulus of Rupture). From the testing that was
performed the particle board has 0,837 gr/cm3 density, moisture content, and strong 8,67% hold screws 18.25 kg at the
rate of 20% of the adhesive that has been standard JIS A 5908-2003 while the absorption of water, development of
thick, elastic modulus, modulus of a broken and sticky firmness has not met internal standards.
Key Word : Empty Fruit Palm Oil, Particle Board, Liquida Adhesive Guava Rod Bark
E - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
15
Study of Bio-Coal Briquette as Solid Fuel for Aluminum Smelter
Diah K. Pratiwi1,*, Riman Sipahutar2, Amir Arifin3
1,2 Mechanical Engineering Department, Engineering Faculty, Sriwijaya University, Palembang, Indonesia *Corresponding Author: [email protected]
Abstract
Research on alternative energy today based on issues of global warming and greenhouse effects. The use of
coal briquettes from low-calorie coal derived from mines in the province of South Sumatera originally
destined for the food industry is less desirable because it emits black and smelly smoke, is difficult to turn
on, and it is difficult to shut down quickly. So the thought arises to use this coal briquettes for the
manufacturing industry and metal casting. In a previous study, the manufacture of mixed briquettes between
low calorie coal (lignite) and biomass was more environmentally friendly due to low sulfur content.
Therefore, in this study, a study was conducted to find the best biomass species to be mixed with lignite to
bio-coal with the highest carbon content criteria and lowest sulfur content. The results showed that the
mixture type between coconut shell and lignite reached the optimum condition with carbon content of
57.923% and the lowest sulfur was 0.259% in the mixture ratio of 9 : 1. The combustion temperature
reaches 1500 K at furnace efficiency of 48%.
Keywords: bio-coal briquettes; lignite. coconut shell; enthalpy difference; carbon and sulfur content; flame temperature;
E - 15
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
16
Keanekaragaman Hayati Pada Masa Sriwijaya
Retno Purwanti
Balai Arkeologi Sumatera Selatan
Abstrak
Palembang selama ini dikenal sebagai Bumi Sriwijaya, karena di sini banyak ditemukan
situs dan tinggalan arkeologi dari masa Kerajaan Sriwijaya yang berkembang pada abad 7-14.
Selama ini Kerajaan Sriwijaya hanya dikenal sebagai negara maritim dan Palembang merupakan
lokasi pelabuhan, yang menyediakan komoditi dari negara-negara bawahannya. Dari sumber berita
asing dapat diketahui aneka komoditi yang berasal dari hutan, baik berupa hasil dari tanaman
maupun hewan. Berdasarkan sumber berita asing ini dapat diketahui keanekaragaman hayati pada
masa Sriwijaya. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada penelitian atau karya tulis yang
membicarakan tentang keanekaragaman hayati pada masa itu. Dengan mengacu pada bukti-bukti
arkeologis, tulisan ini memaparkan tentang keanekaragaman hayati pada masa Sriwijaya. Metode
penelitian yang digunakan adalah arkeologi dengan pendekatan sejarah (historical archaeology).
Analisis dilakukan dengan metode deskriptif.
Keywords: Kerajaan Sriwijaya, arkeologi, abad 7-14, keanekaragaman hayati pada masa
Sriwijaya
KH - 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
17
The Statues and Plants and Animals in Bumiayu Temples Region
Tanah Abang Sub District, Penukal Abab Ilir Regency
Sondang M. Siregar
The Center of Archaeological Research South Sumatera
(Email: [email protected])
Abstract
The area of percandiaan Bumiayu dates from the 9th century AD. Inside the site there are 5 temples
that have been restored (shown) that are temples 1,2,3,7 and 8 and 6 temples are still buried in the
soil that is temple 4,5,6,8,9,10, 11. temple building Bumiayu condition now live foot of the temple,
although with the findings of roof components and body of the temple around the temple yard show
the temple 1, 2 and 3 was once a complete building consisting of the roof, body and foot of the
temple. In Temple 1 and 3 Bumiayu illustrated fauna in the form of statues and reliefs. While the
picture of the flora found in the temple reliefs 1.3 and 8. The problems that arise are the types of
flora and fauna of what is described on the statue and reliefs in the area Percandiaan Bumiayu and
whether the flora and fauna describes the environmental settings Bumiayu site. The purpose of
writing is to know the types of flora-fauna described on the statue and reliefs in the area
percandiaan Bumiayu and to know the environmental conditions in the area percandiaan Bumiayu.
The method used is qualitative method with descriptive-explanative analysis especially to analyze
flora-fauna shape which is depicted on statue and relief in percandiaan Bumiayu area. The results
showed that the area of percandiaan Bumiayu belongs to mixed dipterocarp forests which belong to
the rain forest biomes which are always wet to dry with sub-biomes of dry land rain forest. The
depiction of flora reliefs such as Kalpataru trees and lotus flowers and relief fauna such as snakes,
parrots, monkeys, crocodiles and turtles show the ancient forest ecosystem of Bumiayu and the
flora and fauna are still found in the forest of Bumiayu until now.
Keywords: statue, relief, flora, fauna, temple
KH - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
18
Ledakan Populasi Fitoplankton Skeletonema Di Perairan Muara Banyuasin Sumatera Selatan
Riris Aryawati, T. Zia Ulqodry, Heron Surbakti, Ellis Nurjuliasti Ningsih Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas MIPA, Palembang, Indonesia
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya, Sumatera Selatan 30662 Indonesia Email: [email protected]
Abstrak
Fitoplankton di laut mempunyai peranan penting sebagai pembentuk dasar dari rantai makanan dan
bertanggung jawab dalam produksi primer. Kelimpahan dan jumlah jenis fitoplankton secara tidak
langsung akan mempengaruhi tingkat kesuburan suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keberadaan fitoplankton ditinjau dari kelimpahan, indeks keragaman, indeks
keseragaman, dan indeks dominansi di perairan Muara Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian
dilakukan pada bulan September 2017 di sebelas stasiun. Contoh fitoplankton diambil di
permukaan perairan dengan menggunakan jaring plankton yang berbentuk kerucut dengan diameter
30 cm, panjang 100 cm dan ukuran mata jaring 30 μm. Hasil penelitian menemukan 17 marga
fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae, dan terdapat ledakan populasi dari marga Skeletonema,
dengan komposisi sebesar 98,71%. Nilai indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi (D) memperlihatkan adanya kondisi struktur komunitas fitoplankton yang tidak
seimbang. Nilai indeks keragaman pada penelitian ini berkisar antara 0,2-0,3 yang berarti
komunitas dengan keanekaragaman yang rendah, nilai keseragaman berkisar antara 0,7-1,2 yang
berarti komunitas dengan keseragaman tidak merata dan nilai dominansi berkisar antara 0,67-0,99
yang berarti terjadi dominansi jenis fitoplankton.
Kata kunci: ledakan populasi, Skeletonema, Muara Banyuasin, Sumatera Selatan
KH – 03
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
19
SPECIES COMPOSITION ON ANGUILLA EEL IN BENGKULU PROVINCE,
INDONESIA
Ni Komang Suryati1,2, Siti Fauziyah1 , Ngudiantoro1, & Dina Muthmainnah2
1 Sriwijaya University
Jalan Padang Selasa No.524, Kota Palembang, Sumatera Selatan 2 Research Institute for Inland Fisheries
Jalan Gub. H. Bestari No.08 Jakabaring, Palembang
Abstract
Management of euryhaline species, such as Anguillid eel, is very important. Anguillid eel is an
important economic fish which the partly of its life cycle spent in inland waters then migrates into
the ocean for spawning. The objective of this study is to identify the morphological diversity of
Anguilla spp in Bengkulu Province. The total of 148 individuals of elver and adult Anguillid eel
were caught was identified using the comparison of ano-dorsal with total length parameter. Cluster
analysis was obtained based on measurement of morphometric parameter. The results showed that
there were 2 groups of Anguillid eel in Bengkulu Province based on comparison of ano-dorsal with
total length parameter, A. bicolor bicolor and A. marmorata were 2.56 ± 1.54 and 17.78 ± 1.33
respectively, while cluster analysis on dendrogram showed that there were 2 groups based on the
grouping of population characteristics.
Keywords : Anodorsal length, Anguillid eel, Bengkulu province
KH – 04
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
20
Endophyte microbial characteristic of soft corals Lobophytum sp. and
Sinularia sp. collected from Maspari Island waters, South Sumatera
Rozirwan, Muhammad Hendri dan Rezi Apri
Marine Science Department, Faculty of Mathematic and Natural Science, Sriwijaya University, Indonesia 30662
Address Correspondent Author: [email protected]
Abstract
Soft coral has bioactive compounds to potential as marine natural products, but the over exploitate
to destroy of that ecosystem. Therefor endophyte microbial isolation can be effort to prevent that
matters. The research aimed to isolate and characteristic on the entophyte microbial of soft coral
Lobophytum sp and Sinularia sp that collated from Maspari island waters. Methodology of research
were establishing growth of samples, isolation and characterization. Total of bacteria colony of
Lobophytum sp obtained about 5 isolate, and Sinularia sp were about 4 isolate. The macroscopies
characteristic showed that whole bacteria had white colors. That colony had undulate, entire and
curlate (the edge of colony) and circular and irregular (for colony shape). For fungi of Lobophytum
sp obtained about 3 isolate, while Sinularia sp were one only isolate. The colony macroscopies
characteristic showed colored yellow, green and white, while shaping and edge colony are not
complete or still observations.
Keyword: entophyte microbial, Lobophytum sp., Sinularia sp., soft coral
KH – 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
21
Fish And Fisheries In Floodplain Swamp In Middle Part Of Musi River
Dina Muthmainnah1 and Abdul Karim Gaffar2 1Research Institute for Inland Fisheries and Extensions Palembang
2Faculty Mathematic and Natural Science, PGRI University, Palembang
ABSTRACT
Floodplain area is a very dynamic water system where the influence from terrestrial and
river is high. This area is recognized as feeding, nursery and spawning ground of some fishes.
Capture fisheries in this area is frequently occurred by using some of specific fishing gears which
related to dynamic pattern of aquatic environment, such as water level, current, and physical-
chemical aspects of water. The research was conducted in order to evaluate fish caught composition
and fishing activity in floodplain swamp in middle part of Musi River by survey method. The result
showed that 45 species of fish were caught and 9 kinds of fishing gears were used by fishermen.
Gill nets were used in whole year, while seine were used only in the peak of dry season.
Keywords: Fish Caught Composition, Fishing Gears, Floodplain Swamp
KH – 06
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
22
Upaya Konservasi Tanaman Merbau (Intsia Palembanica) Di Lahan
Reklamasi Pasca Tambang Pt. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Wisjnoe Adjie1), Arif Hadi1), Dedy Saptaria Rosa1), Amarudin1), Adi Arti Elettaria1)
1) PT. Bukit Asam (Persero), Tbk., Jl. Parigi No. 1 Tanjung Enim, Sumatera Selatan; Tlp.
(0734) 451202; Fax. (0734) 451095; email: [email protected]
ABSTRAK
Merbau (Intsia palembanica) merupakan salah satu tanaman endemik lokal
Sumatera Selatan yang status konservasinya telah masuk dalam Red List IUCN sebagai jenis
yang beresiko punah karena eksploitasi komersial, sedangkan menurut the Convention on the
Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), merbau diklasifikasikan
sebagai jenis yang vulnerable (CITES Appendix III). Demikian pula menurut the World
Conservation Monitoring Centre (WCMC), jenis ini tergolong jenis yang terancam
(threatened). PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. merupakan salah satu perusahaan pertambangan
di Sumatera Selatan yang berupaya melestarikan keanekaragaman hayati khususnya di lahan
pasca tambang dan sekitarnya, diantaranya tanaman merbau. Upaya konservasi tanaman
merbau yang dilakukan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. yaitu melalui pembibitan dan
penanaman tanaman merbau di lahan reklamasi, kegiatan green mining di luar tambang serta
pembangunan sumber benih merbau tersertifikasi. Target produksi bibit merbau di persemaian
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. yaitu sebanyak 5.000 bibit per tahun. Total penanaman mulai
tahun 2010 sampai dengan Juni 2017 sebanyak 70.562 batang. Sumber benih merbau yang
dibangun pada tahun 2012 seluas 1,9 Ha telah mampu menghasilkan benih sebanyak ± 325
kg.
Kata kunci: Intsia palembanica, konservasi, tanaman endemik, lahan reklamasi.
KH – 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
23
Isolation of Swamp Cyanobacteria for Management of Fish Cultured Media
Karta Sari Genti1, Marini Wijayanti1*, Hary Widjajanti2, Dade Jubaedah1,
Tanbiyaskur1
1.Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian 2.Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya, Ogan Ilir
*Corresponding author
ABSTRACT
Cyanobacteria or blue green algae are a group of prokaryotic algae. The organism has a role as a
producer and producer of nitrogen compounds in the waters. Cyanobacteria or blue green algae can
be found in aquatic habitats and in terrestrial habitats. Types of Cyanobacteria, such as Oscillatoria
sp., Synechococcus sp., Nostoc sp. and Cyanothece sp. are able to act as bioremediator in
environment. This study aims to isolate and select candidate Cyanobacteria probiotics from swamp
and to know the ability of Cyanobacteria swamp in maintaining water quality for fish farming. The
methods of this study were sampling, Cyanobacteria isolation, purification and cultivation of
Cyanobacteria isolates, and isolate ability tests to improve the quality of swamp water contaminated
with organic matter. The results showed Cyanobacteria swamp type Synechococcus sp. which
obtained from the water isolation of swamp and pond water can reduce the value of Electrical
Conductivity, Total Dissolved Solid, Chemical Oxygen Demand and total nitrogen.
Key words: Isolation, Cyanobacteria, swamp, organic matter, fish
KH – 08
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
24
Isolation of Swamp Bacteria as Bioaugmentation Agent for Swamp Water Contaminated With Organic Matter
Siti Yuliani1, Marini Wijayanti1*, Hary Widjajanti2, Dade Jubaedah1,
Tanbiyaskur1
1.Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian 2.Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya, Ogan Ilir
*Corresponding author
ABSTRACT
Bacteria is unicellular prokaryotic microorganism have ability to produce enzyme in their cell.
Bacteria can produce proteolytic, cellulolytic and lipolytic enzymes for hydrolyzing organic matter.
They are used for their growth nutrition. Some bacteria are very potentially applied as bio-
augmentation agent to swamp water contaminated with organic matter. This study aimed to isolate
swamp bacteria and know their ability as bio augmentation agent for remediation of swamp water
contaminated with organic matter in order to aquaculture medium. The steps of this study are
sampling, isolating and selecting, culturing in liquid medium, and testing bacteria in swamp water
contaminated with organic matter. Four bacteria isolation result from swamp sediment obtained two
lipolytics bacteria, one cellulolytic bacteria and one proteolytic bacteria. The result showed that
swamp bacteria have ability to reduce Chemical Oxygen Demand, Biological Oxigen Demand,
Electrical Conductivity, Total Dissolved Solid, total Nitrogen and increase phosphate of swamp
water contaminated with organic matter.
Key words: Swamp bacteria, Bio augmentation, Swamp water, Organic matter
KH – 09
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
25
In-Vitro Cultivation Of Dominant Algae From Natural Swamp Habitat Lebak Ibul And Iba Retention Pond In Palembang City South Sumatra
Dian Puspa Indah 11*), Hilda Zulkifli 21, Zazili Hanafiah 31
1Jurusan Biologi FMIPA UniversitasSriwijaya 2Dosen Jurusan Biologi FMIPA UniversitasSriwijaya 3Dosen Jurusan Biologi FMIPA UniversitasSriwijaya
*)Penulis untuk Korespondensi: +6282177309996
Email: [email protected]
ABSTRACT
Phytoplankton is plant-based living organism floated in the water body, which its movement
affected by the water current, as well as capable of photosynthetic. Cultivation of algae can also be
called the farming of algae, or may also be referred to cultivation which aims to increase or
multiply the number of cells so that the algae biomass is obtained in accordance with the intended
purpose. This study aims to explore the aquatic ecosystem of the algae in natural and artificial
swamp as well as to determine the dominant algae, carried out the dominant algae by using BG-11
Medium and walne’s medium, studied the rate of growth of the dominant algae on different media,
as well as calculate the biomass in dry weight of algae on both types of media. This research was
carried out from December 2016 until March 2017. The methods used in the research is to identify
and determine the type of dominant algae, algae cultivtion, as well as calculate the rate of growth
and biomass of algae. The research results obtained from the dominant algae in both sampling are
Oscillatoria and Spirulina, the cultivation results showed that the BG-11medium is more optimal
in the growth rate compared to the Walne’s medium. The dry weight (biomass) algae after 4 weeks
study seeming increased 125.7% (0.72 gr/L) on BG-11 medium and 96% (0.49 gr/L) on walne’s
medium.
Keywords :Algae Cultivation, Oscillatoria, Spirulina, BG-11 Medium, Walne’s,Medium.
KH – 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
26
Comparison Of Ctab Method And Wizard Genomic Dna Purification System Kit From Promega On Dna Isolation Of Local Varieties Of Rice
Of South Sumatera
Laila Hanum1*), Yuanita Windusari1, Arum Setiawan1 Fikri Adriansyah1, Amin Ali Mubarok1
1 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
Tel./Faks. +628127823924 email: [email protected]
ABSTRACT
Research in the molecular field requires DNA with a high degree of purity. Local rice
varieties of South Sumatra have different leaf texture so that in isolation process to obtain DNA
with high purity level required the right method. This study aims to compare the quality and
quantity of purity of local rice insulation of local rice varieties of South Sumatra with different
methods of CTAB and Wizard Genomic DNA Purification System Kit from Promega. The research
was conducted from August 2015 to December 2015 at the Laboratory of Microbiology and
Genetics and Biotechnology Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and
Natural Sciences, Sriwijaya University. The method used is DNA isolation method Wizard
Genomic DNA Purification System Kit from promega and CTAB. Based on research that has been
done result of DNA visualization showed that DNA isolate CTAB method still have smears while
DNA isolate method of Wizard Genomic DNA Purification System Kit from promega not. The
average DNA isolate concentration of Wizard Genomic DNA Purification System Kit method is
A260 / 280 = 1.853 μg / ml. The average DNA isolate concentration of CTAB method is A260 /
280 = 1,705 μg / ml. Isolation of Rice DNA of local variety of South Sumatera using DNA method
of Genomic DNA Purification System Kit from promega has higher quality and quantity compared
to CTAB method.
Keywords: CTAB, Local Rice Varieties of South Sumatra, Promega.
KH – 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
27
Indikasi Kualitas Perairan Pesisir Berdasarkan Struktur Komunitas Gastropoda : Studi Kasus Di Kawasan Sungai Barong Kecil Dan Sungai
Barong Besar Di Taman Nasional Sembilang Sumatera Selatan
Yuanita Windusari1*, Arum Setiawan2, Laila Hanum3, Nike Septiyos4
1,2,3,4Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Biologi, Universitas Sriwijaya, Indralaya Kontak person : [email protected]
ABSTRAK
Sungai Barong Kecil dan Sungai Barong Besar merupakan sungai pasang surut yang terletak di
dalam kawasan Taman Nasional Sembilang (TNS). Faktor lingkungan, ketersediaan makanan dan
kompetisi sangat berpengaruh terhadap kelimpahan suatu spesies termasuk Gastropoda. Komposisi
dari komunitas Gastropoda dapat menggambarkan kondisi lingkungan habitat. Telah dilakukan
penelitian untuk mengetahui bagaimana struktur komunitas Gastropoda pada habitat perairan yang
dipengaruhi pasang surut. Purposive sampling sebagai metode penentuan lokasi sampling dengan
berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan. Hasil menemukan 5 spesies Gastropoda yang hidup di
kawasan TNS yaitu Telescopium telescopium, Cerithidea quadrata, Littorina melanostoma,
Littorina scabra dan Cassidula sp. Selain itu, nilai indeks keragaman sebesar 0,45 (kategori
rendah), indeks kemerataan sebesar 0,41 (kategori rendah), dan indeks dominansi sebesar 0,77
(kategori tinggi) di Sungai Barong Kecil menunjukkan pada kawasan ini terdapat satu spesies
Gastropoda yang mendominasi, sedangkan nilai indeks keragaman sebesar 1,16 (kategori sedang),
indeks kemerataan sebesar 0,84 (kategori tinggi), dan indeks dominansi sebesar 0,35 (kategori
rendah) di Sungai Barong Besar menunjukkan spesies Gastropoda cenderung terdistribusi di setiap
kawasan. Artinya kualitas lingkungan perairan di Sungai Barong Besar cenderung lebih baik
dibandingkan dengan kawasan Sungai Barong Kecil karena distribusi spesies Gastropoda yang
merata dan lebih beragam akibat ketersediaan makanan cenderung tinggi.
Kata kunci : kualitas perairan, struktur komunitas, Gastropoda
KH – 12
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
28
Perbandingan Morfologi Daun Berdasarkan Letak Tumbuh Di Batang Tanaman Nanas (Ananas cosmosus (L.) Sebagai Sumber Serat Alam
Amin Rejo1,*, Rizky Tirta Adhiguna2 dan Hersyamsi3 1,2,3Jurusan Teknologi Pertanian, Kampus Universitas Sriwijaya Jalan Raya Palembang-
Prabumiulih Km 32 Indralaya-Ogan Ilir-Sumatera Selatan, Indonesia
Abstrak
Daun sebagai limbah dari produksi tanaman nanas (Ananas cosmosus (L.)) yang menghasilkan
buah dapat menghasilkan serat alam (natural fibre) untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku dalam
industri tekstil, material, pakan dan lainnya. Mutu serat alam dari daun dipengaruhi oleh banyak
faktor dalam proses pertumbuhan dan perkembangan daun di batang tanaman nanas. Daun nanas
tumbuh di batang tidak seragam sebagai akibat mekanisme kompetisi antar daun dalam
memperoleh asimilat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbandingan
morfologi daun nanas berdasarkan letak tumbuh di batang untuk menghasilkan serat alam di
Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan teknik observasi. Pengambilan daun nanas dilakukan secara acak terpilih berdasarkan letak
tumbuh daun di batang. Letak tumbuh ditentukan dengan tinggi 0-10 cm (pangkal), 10.01-20 cm
(tengah) dan 20.01-30 cm (ujung) dari dasar batang. Sampel daun nanas berjumlah 100 daun nanas
pada setiap letak tumbuh di batang untuk tanaman nanas secara acak terpilih yaitu tanaman dalam
kondisi belum berbuah (muda) dan tanaman dalam kondisi telah mengalami 3 kali berbuah (tua).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan panjang daun, lebar daun, tebal daun, massa daun,
diameter serat dan massa serat dari daun yang tumbuh di pangkal batang lebih tinggi dibandingkan
dari daun yang tumbuh di bagian tengah dan ujung batang tanaman nanas. Tanaman nenas yang
lebih tua menunjukkan kondisi morfologi daun dan serat alam yang lebih baik dibandingkan dengan
tanaman yang lebih muda.
Kata kunci : Nanas, morfologi, daun, letak tumbuh, serat alam, limbah.
KH – 13
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
29
Study Of The Effect Of Coal Quality Parameters On Gas Methane (Ch4) Emission In Coal Fire For Sustainable Environment
Reni Arisanti 11*), Maulana Yusuf 21, M. Faisal 32
1 Mining Engineering Departement, Sriwijaya University, Palembang 30139, Indonesia 2Chemical Engineering Departement, Sriwijaya University, Palembang 30139, Indonesia
*) Corresponding author: [email protected]
1 [email protected] 2 [email protected]
ABSTRACT
Coal is a formation media of Coal Methane Gas which retains the ability to store gas in large
quantities. Methane gas (CH4) is one of the greenhouse gases that its existence can be troubling,
because the gas can increase the impact of global warming, the can damage the ozone layer and
increase the temperature of the earth. Methane gas (CH4) emissions that occur in the coal
combustion process is strongly influenced by the physical and chemical properties of coal, such as
total water content (total moisture) which consists of free moisture and inherent moisture, ash
content, volatile matter, fixed carbon, and coal forming elements consist of carbon, hydrogen,
oxygen and nitrogen. This research was intended to know how the influence of quality parameters
and calorific value of coal methane gas (CH4) emission, and temperature in combustion process.
This research was a quantitative research with descriptive approach method of quantitative and
descriptive associative. Average methane gas emissions (CH4) occurring for each calorific value of
coal, calories 5900 kcal / kg 3.98 ppm, calories 6300 kcal / kg 1.30 ppm, calories 6700 kcal / kg
0.26 ppm, and calories 7600 kcal / kg 0.08 ppm. The relationship of temperature, calorific value and
methane gas emission (CH4) the higher the calorific value, the required temperature will be greater
and the gas emission is smaller, where the calories 5900 kcal / kg average temperature 63.75 oC,
6300 kcal / kg average 60,92 oC, calories 6700 kcal / kg average temperature 52,59 oC, while for
calorie 7600 kcal / kg average temperature 113,98 oC. Indonesian coal mostly consists of low rank
coal which can cause high methane (CH4) emissions that would also cause problems to the
environment.
Keywords: Coal, Methane, Methane emissions, Global warming
PPL – 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
30
Study of Chemical Characteristics of The Lambidaro River for
Sustainable Environment
Hisni Rahmi1, a) and Restu Juniah 2, b), Azhar Kholiq Affandi3, b)
1 Teknik Pertambangan, Universitas Sriwijaya, Palembang 30319, Indonesia 2 Teknik Pertambangan, Universitas Sriwijaya, Palembang 30319, Indonesia
3Fisika, Universitas Sriwijaya, Palembang 30319, Indonesia
b)[email protected] c)[email protected]
Abstract
Residents who live along the Lambidaro watershed, generally use river water to meet their daily
needs such as bathing, washing and latrines. Around of Lambidaro is a residential and industrial
group such as rubber industry, workshop, home industry, and mining. The activities contained
along the watershed can lead to an increase in river water pollution load which can be seen from
chemical characteristics. Increased pollution loads can cause the river environment to be
unsustainable for the community. Sustainable environment means that the environment as a
provider of resources for human life is able to maintain its carrying capacity. The purpose of study
is to determine the chemical characteristics of river due to sand mining activities for the
environment sustainable. This research is using pollution index method with parameter of chemical
characteristics measured that is pH, DO, COD, BOD5, Fe, Mn, NH4, Nitrate, and Nitrite. The results
of analysis of water chemical characteristics of the river indicate that the part close to estuary of the
river is in good condition indicating that the location is environmentally sustainable. Meanwhile,
the upstream to the middle river body is in mild contamination condition which means that the river
environment has been contaminated.
Keywords: chemical characteristics, water river, pollution index
PPL – 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
31
PPL – 03
Analysis Of Potential Landslides Using Geographic Information System
(Gis) On Rail Tunnel In Village Gunung Gajah, Lahat, South Sumatra
Mirza Adiwarman1, Muhammad Taufik Toha2 , Endang Wiwik Dyah Hastuti3
1 Graduate Study of Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, 30662, Indonesia 2 Department of Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, 30662, Indonesia
3 Department of Geology Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, 30662, Indonesia [email protected]
Abstract
Lahat Regency is one of the cities which is prone to geological disasters such as landslides. The
landslide is caused by a varied topography such as flat, hilly or mountainous. On January, 23rd
2016, the landslide occured on the mouth of railway tunnel in Gunung Gajah Village, Lahat
Regency. It was fortune that there was not a train passing so the material that covered the railway
track could be cleaned immediately. The purpose of this study is to determine the influence of
geological factor to the slope stability. The method of research is a survey method based on
geographic information systems in the form of interpretation and analysis of the causes and triggers
of landslides with a direct approach in the field by doing scoring and overlay technique. The
analysis obtained the parameters of landslides such as: slope, lithology / physical properties of
rocks, geological structure and land use. The results and conclusions of this research is a
distribution map of potential landslide on Gunung Gajah Village, Lahat Regency which consists of
three classes of landslide susceptibility levels: low, medium and high.
Keywords: Lahat Regency, varied topography, railway tunnel, landslides, Gunung Gajah Village
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
32
Identification of Border River Area Condition in Kedukan River, Kertapati District of Palembang City
Nyimas Septi Rika Putri1* , Hendrik Jimmyanto2
1Civil Engineering Department, Engineering Faculty of Sriwijaya University 2Environmental Management Department, Graduate School Program of Sriwijaya University
*Corresponding Author: email : [email protected]
Abstract
The high population growth in the city of Palembang caused the lack of residential land, so people
began to use vacant land in the border river area. One of area in Palembang city that switched from
border river to residence was Kedukan River in Kertapati District. Kedukan River has a length of
8,641 kilometers with existing condition was lived by some people that possible to make
environment pollution. The aim of this research are to identify physics and social existing condition
of border Kedukan River, to analize flood peak discharge and giving recommendation of the
management plan in Kedukan River border area. The research method use survey, spatial analysis
program and questionnaire that use to identify of physics and social existing condition. Sampling
method use random sampling that numbered 100 points with interval 80 m per point. The flood
peak discharge use Nakayasu Synthetic unit hydrograph with time period 2, 5, and 10 years. The
result of physics and social existing condition used quantitative and descriptive analysis. The result
showed that 87,25% type of existing house in border area that is non permanent house with wooden
construction which located near on river mouth. From the spatial analysis of 24.42% available free
space on the left of the border and 94.74% available free space on the right border. From the results
of questionnaire social conditions show that the amount of 89.01% border area respondents are
category of poor people with the criteria of house area and income below average. The results of
flood peak analysis with time periods of 2.5 and 10 years were 47,85 m3/s, 55,69 m3/s and 60,86
m3/s respectively, this condition indicated that most of the border river areas were flooded by
overflow water. Recommendations for the management of the Border Kedukan River area involve
and improve the participation of the community to conserve and utilize the river border along with
the authorities through the government team.
Keywords: border river, flood peak discharge, social condition, management
PPL – 04
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
33
Pemanfaatan Sampah Di TPA Winong Boyolali Jawa Tengah Menjadi Gas Metana Dengan Metode Sanitary Landfill
Jefri Angga
Jurusan Teknik Mesin Universitas Pancasila Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pemanfaatan gas dari sampah untuk pembangkit listrik dengan teknologi fermentasi metana
dilakukan dengan dengan metode sanitary landfill yaitu, memanfaatkan gas yang dihasilkan dari
sampah (gas sanitary landfill/LFG).Landfill Gas (LFG) adalah produk sampingan dari proses
dekomposisi dari timbunan sampah yang terdiri dari unsur 50% metan (CH4), 50% karbon dioksida
(CO2) dan <1% non-methane organic compound (NMOCs). LFG harus dikontrol dan dikelola
dengan baik, karena jika hal tersebut tidak dilakukan dapat menimbulkan smog (kabut gas beracun),
pemanasan global dan kemungkinan terjadi ledakan gas.sampah yang masuk dari sumber sampah di
Boyolali setelah melewati jembatan timbang dan dicatat oleh petugas, maka sampah kemudian di
arahkan ke zona aktif,zona aktif sendiri sudah di setting untuk proses landfill,kemudian di urug
dengan tanah liat dan di bagian atas ditutup dengan clay,dalam zona sanitary landfill terpasang
pipa-pipa ( vertika/horizontal) yang fungsinya membawa gas metana yang sudah terbentuk untuk
dimanfaatkan Untuk memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya adalah memasang
pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas selanjutnya dialirkan menuju tabung pemurnian.
kuantitias output gas metana tergantung pada :1. prosedur sanitary landfill2. komposisi sampah3.
lingkungan sekitar TPA4. lamanya waktu penimbunan,potensi gas metana yg dihasilkan di TPA
Winong dalam 26 tahun terakhir potensinya mencapai 10.621.194 m3/tahun atau 1.212,47 m3/jam.
Kata kunci : metana , sanitary landfill , TPA
PPL – 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
34
Calculation Of Pit 2 Produced Overburden Volume And The Analysis Of Preparation Of Pit 1 Mine Void Utilization
At Supat Block Pt. Baturona Adimulya Musi Banyuasin, South Sumatera
Edwin Harsiga1*, Taufik Toha2 , Syamsul Komar 3
1 Magister Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319, 2 Magister Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319 3 Magister Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319
*Corresponding Author : [email protected]
ABSTRACT
PT Baturona Adimulya is a coal mining company located in Babat Supat Subdistrict, Musi
Banyuasin Regency, South Sumatera Province. Based on the calculation of overburden digging
volume at Pit 2 with progress survey that is measurement using total station sokkia set 3010
instrument and the processing and calculation using surpac 6.5.1 result in overburden volume or
cover ground 251,941 BCM. Coal mining in open pit will cause environmental changes, either
small hills or mined holes (voids). The burden removing from Pit 2 by backfilling method in the
mining area will minimize the voids that occur. PT Baturona Adimulya has void in Pit 1 as large as
4.8 Ha, and will do backfilling that requires overburden material as much as 295.721 BCM / Ha
and top soil as much as 33,600 LCM / Ha. The voids left at the end of the mine without any
utilization planning have the potential to cause undesirable impacts on the environment. Therefore,
PT Baturona Adimulya is planning to revegetate the void area so it can be utilized and become a
green field again as before.
Keywords: Overburden, reclamation, backfilling
PPL – 06
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
35
Sebaran Kandungan Karbon Inorganik Terlarut Di Muara Banyuasin, Sumatera Selatan
Anna IS Purwiyanto, Fitri Agustriani, Wike AE Putri, Fauziyah
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia
Corresponding author : AIS Purwiyanto [email protected]
ABSTRAK
Muara Banyuasin merupakan salah satu muara sungai terbesar Provinsi Sumatera Selatan yang
berperan penting dalam mengontrol siklus biogeokimia di wilayah perairan Sumatera Selatan. Salah
satunya adalah mengontrol difusi karbon perairan dan atmosfer. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui sebaran kandungan karbon inorganic terlarut atau dissolved inorganic carbon (DIC) di
seluruh kawasan Muara Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan pada bagian permukaan
perairan pada saat surut dengan menggunakan 22 stasiun yang tersebar di seluruh wilayah muara.
Pengukuran secara insitu dilakukan untuk kualitas air, seperti suhu, salinitas dan pH. Sedangkan
pengukuran di laboratorium dilakukan untuk parameter DIC. Hasil penelitian menunjukkan
kandungan DIC berkisar antara 23,884-112,316 µmol dengan pH berkisar antara 7.41-8.82, salinitas
pada kisaran 7-27 ‰ dan suhu perairan antara 24,6-30,2 °C
Kata kunci : karbon inorganik terlarut, Muara Banyuasin, Sebaran
PPL – 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
36
Analysis of the Blasting Effect on the Environment around Blasting Areas at Pt. Semen Baturaja Persero, Tbk.
Jihan F.Lubis1 , Taufik Toha2, Ngudiantoro3
1 Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319, 2 Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319,
3 Mathematics, Faculty of Mathematics and Natural Science, Sriwijaya University, Palembang
30319
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract
PT. Semen Baturaja Persero, Tbk is one of the companies engaged in the production of cement that
takes raw materials through limestone mining process located in Baturaja City, OKU Regency,
South Sumatera Province. Limestone mining activities use blasting activity that produces blasting
effects and flyrock. Measurements of vibration and flyrock frequencies obtained a maximum value
for vibration of 4.66 mm/s and predicted farthest distance of flyrock above 170 m when powder
factor exceeds 0.1 kg/m3. The results of the data show that the level of emission has exceeded the
standard limits for second class buildings (3 mm/s) based on (SNI) 7571: 2010. Blasting just 175-
300 m from the nearest settlement and already exceed the save distance for equipment 300m and
500m for human activity based on USBM (United States Bureau of Mines). To reduce the vibration
level, the maximum number of mass per delay is 43 kg/delay with PPV parameter 3 mm/s at 170m
distance. Actual factor powder should not exceed 0.1 kg / m3 to minimize flyovers in safe zones not
exceeding 150 m.
Keywords: Blasting, flyrock, Vibration, powder factor
PPL – 08
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
37
Technical Feseability Study and Economic Development of Limestone at Pelawi Hill by PT. Semen Baturaja (Tbk.) in Ogan Komering Ulu
Distric of South Sumatra
Subagio Badirun1*
1 Master program of Mining Engineering – Sriwijaya University * Email: [email protected]
Abstract
Limestone mining for cement is increasing in Indonesia, and has been specifically included in the
strategic plan of PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. By expanding the limestone mining in Bukit
Pelawi, Ogan Komering Ulu Regency. From the mine, the Company targets 2,000,000 tons of
limestone per year to support the plan to increase cement production to 3.4 million tons per year
from 1.5 million tons per year.
This study makes a technical and economic assessment of the Company's action plan. Based on
detailed exploration drilling conducted, it has identified limestone sources of 80.3 million tons and
43.4 million tons of mining reserves. The quality of limestone composite in the mine by Company’s
is CaO> 43% and RCO3> 78%. The value of Cut of Grade (COG) which is still categorized by ore
is CaO at 30% and RCO3 is 70%.
The results of this study indicate the assumption of the selling value of limestone with composite
quality of Rp. 48,500 per ton with a maximum production rate of 2 million tons per year, still
provides eligibility criteria for all investment parameters calculated showing IRR 13.72%, NPV (+)
Rp 5,111,313,765.-, PBP for 6.42 years. The effect of increasing or decreasing cement price
assumption and operational cost ± 1.5%, will give a significant effect on the rate of return on the
calculation of this study.
Keywords: limestone, investment cost, operational cost, other costs.
PPL – 09
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
38
Peluang Komposter ‘De Kotiq’ Dalam Infrastruktur Persampahan Kota Mendukung Pembangunan Inklusif
Sitti Sarifa Kartika Kinasih Dosen Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Indo Global Mandiri Palembang email: [email protected]
ABSTRAK
Beban kota-kota dimasa depan akan semakin tak terkendali apabila tidak dilakukan perubahan
manajemen persampahan, karena manusia abad ini mengalami perubahan pesat yang memicu
perilaku konsumsi menjadi semakin kurang terkendali. Adapun Palembang adalah kota
internasional, untuk itu harus menjaga estetika kotanya. Salah satunya yakni dengan menjaga
sungai dan lingkungannya agar tidak dicemari oleh sampah-sampah dan limbah. Data-data spider
web per kawasan kumuh dalam dokumen Slum Improvement Action Plan (SIAP) 2015-2019 Kota
Palembang ditunjukkan bahwa permasalahan persampahan merupakan masalah yang hampir
dominan dibandingkan 6 indikator lainnya. Persentase sampah organik terbukti sangat besar, yaitu
di Indonesia 74% (Walhi, 2001) dalam Zurbrügg (2003). Riset Zurbrügg (2003) menunjukkan
bahwa jenis sampah di semua kota-kota di negara dalam area Benua Asia yang ditelitinya, yang
dominan memang sampah organik. Padahal sampah organik merupakan penghasil gas metana. Gas
metana 20-30 kali lebih berbahaya daripada karbondioksida (Porteous (1992 dalam Suprihatin,
dkk., 2003). Perpres RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik Berbasis Sampah (PLTSa) akhirnya dibatalkan oleh MA karena dinilai bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya (www.detik.com, 2017). Penelitian ini
bertujuan untuk menunjukkan adanya alternatif solusi mengurangi masalah persampahan kota
sekaligus membangun perekonomian kota secara ramah lingkungan. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan content analysis dan pengumpulan data dengan observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Komposter de Kotiq dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga-rumah
tangga di perkotaan yang padat untuk mengelola sampah basahnya. Selain itu, pemanfaatan
komposter ini secara masif dapat diharapkan menjadi pendorong pembangunan inklusif di
perkotaan karena dapat membuka lapangan pekerjaan, serta mendorong masyarakat untuk memilah
sampahnya sehingga memudahkan industri daur ulang.
Kata kunci: sampah organik, komposter, sustainable, pembangunan inklusif, industri daur ulang
PPL – 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
39
The Comparation Of Biogas Production From Tapioca Wastewater And Tofu Wastewater Using Conyinuously Anaerobic Fermentation On 15
Liter Reactor Scale
Natalina1), Panisean Nasoetion 1), Hardoyo2), Rani Enggarwati1)Dede Ibnu
Kurniawan1),
1)Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Malahayati, Lampung 2)Balai Besar Teknologi Pati, BPPT Lampung
ABSTRACT
The tapioca and tofu industries are the processing industry, that produced wastewater countain
many organic matter. The tapioca wastewater, contain more carbohydrate than another organic
matters, while the tofu wastewater contain more protein matter. Those organic matters could be
decomposed by biological process. One of the treatment of those wastewater was anaerobically
fermentation to produce biogas. The purpose of this research was to know the comparation biogas
production from high carbohydrate contain wastewater (tapioca wastewater) to biogas production
from high protein contain wastewater (tofu wastewater). The research was used 15 liter anaerobic
bioreactor with 15 days retention time. The influen were added 2 liter/2days continuously. The
tested variable were COD and biogas composition. The research result showed that the COD in the
tapioca wastewater were reduced from 10.300-12.300 mg/l in the influen to 1.300-3000 mg/l in the
effluent or about 75-87% reduction. For tofu wastewater COD were reduced from 10.400- 10.700
mg/l in the influent to 2.400-2.700 mg/l in the effluent, or about 74-76 % reduction. The biogas
composition from tapioca wastewater were N2= 4.37 %, CH4=47.99 % and CO2 = 47.63 %, while
from tofu wastewater were N2 = 11.99 %, CH4= 40.73 % and CO2 = 47.27 %. The C/N ratio was
reduced from 28.60 in the influent to 14.08 in the effuent for tapioca wastewater, while C/N ratio
was reduced from 29.10 in the influent to 7.94 in the effluent for tofu wastewater. The conclucion
from the result were raw material that contain high carbohydrate is easer than raw material that
contain high protein in the case decomposition process to produce biogas. COD reduction for
tapioca wastewater about 75-87%, while for tofu wastewater about 74-76 %. CH4 production were
47.99 % from tapioca wastewater and 40.73% from tofu wastewater.
Keywords : Tapioca wastewater, tofu wastewater, biogas, anaerobic, continue, C/N ratio.
PPL – 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
40
Evaluation of Water Quality of Way Kuripan’s River Using Water Quality Index Tool
Rina Febrina
Department of Civil Engineering, Malahayati University Lampung [email protected]
Abstract
The aim of this study is to analyze the water quality of the Way Kuripan River based on the Water
Quality Index (WQI) calculation method that is developed by the Malaysian Department of
Environment (DOE). Water samples were taken from five sample points (SK01, SK02, SK03,
SK04 and SK05) in January 2017. WQI was calculated on the basis of six parameters: dissolved
oxygen (DO), biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), pH, total
suspended solid (TSS) and ammoniac-nitrogen (NH3-N). The calculation procedure consists of
three stages. Firstly, identifying the equation of the sub-index (SI) based on the parameter value.
Secondly, calculate the sub-index (SI) of each parameter. Last is the calculation of the water quality
index. The results show that SK01 and SK04 have WQI values of 70.3 and 70.11. Those values
show that water quality of the Way Kuripan river is class III so the water is slightly polluted.
Sample points, SK02 (WQI = 55.8) and SK03 (WQI=53.8) are highly polluted. The lowest WQI of
the Way Kuripan river is SK05 = 38.3, so it is classified as,Class V (highly polluted). In conclusion,
this data confirms that the water quality in the Sungai Kuripan River has been polluted.
Keywords: Way Kuripan’ s River, Water Quality Index (WQI), water quality parameter
PPL – 12
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
41
Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Pendirian Peninggalan Megalitik di Situs-situs Pasemah, Kabupaten Lahat
L.R.Retno Susanti
Email : [email protected]
Abstrak
Karya ilmiah ini berjudul Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Pendirian Peninggalan Megalitik
di Situs-situs Pasemah, Kabupaten Lahat. Adapun Metode yang digunakan dalam penulisan ini
meliputi metode pengumpulan data baik melalui kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian serta
melakukan analisis, dan interpretasi data. Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi budaya
megalitik di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di wilayah Pasemah muncul dengan
bentuk yang unik, langka, dan mengandung unsur kemegahan serta keagungan yang terwujud
dalam bentuk-bentuk yang sangat monumental. Penampilan peninggalan budaya megalitik
Pasemah sangat “sophiscated” dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan
digambarkan alat-alat yang dibuat dari perunggu memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah
berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Temuan peninggalan megalitik
di Pasemah begitu banyak variasinya, berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi
Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang tersebar secara
mengelompok maupun sendiri (1996). Adapun satuan morfologi pegunungan dengan puncak-
puncaknya antara lain Gunung Dempo (3159 mdpl) dan pegunungan Dumai (1700 mdpl). Satuan
morfologi bergelombang ketinggian puncaknya mencapai 250 mdpl, lereng umumnya landai,
dengan sungai berlembah dan berkelok-kelok. Satuan morfologi pegunungan merupakan tempat
tersedianya bahan hasil letusan Gunung Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta batuan-
batuan vulkanis. Daerah Lahat dengan batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih menjadi tempat
pemukiman. Pemilihan ini tampaknya mempunyai pertimbangan-pertimbangan geografis dan
tersedianya batuan untuk pendirian megalitik. Berdasarkan uraian di atas maka dalam karya ilmiah
ini akan dijelaskan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Pendirian Peninggalan Megalitik di
Situs-situs Pasemah, Kabupaten Lahat.
Kata Kunci : Sumber Daya Alam, Peninggalan Megalitik, Situs Pesemah
PPL – 13
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
42
Kondisi Bahan Pencemar Organik Di Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan
Wike Ayu Eka Putri1), Anna Ida Sunaryo Purwiyanto1), Fauziyah1), Fitri Agustriani1)
Marine Science Department, Sriwijaya University, Inderalaya-Ogan Ilir South Sumatera, Indonesia 30662
Corresponding Author : [email protected]
Abstrak
Pesisir Banyuasin adalah daerah yang kaya beragam jenis biota dan menjadi salah satu sentra
perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Ragam pemanfaatan kawasan di sepanjang aliran
sungai seperti pemukiman, industri, pertanian, perkebunan dan transportasi telah mempengaruhi
kualitas perairan sungai hingga muara. Survey awal yang dilakukan pada bulan Februari 2017
mengumpulkan informasi bahwasanya telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan nelayan di
sekitar Muara Banyuasin selama 3-5 tahun terakhir sehingga diduga telah terjadi pencemaran
material organik di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kondisi
bahan pencemar organik di Pesisir Banyuasin. Metode penelitian adalah metode survey dengan
jumlah stasiun sebanyak 22 stasiun yang diharapkan mewakili kondisi sebenarnya. Sampel air
diambil di setiap stasiun dan dianalisa kandungan bahan organiknya di laboratorium dmenggunakan
metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di kolom air telah
melebihi baku mutu yang dipersyaratkan untuk kehidupan biota laut (KEPMEN LH No 51 tahun
2004). Demikian juga dengan konsentrasi fosfat yang juga ditemukan melebihi baku mutu pada
sebagian daerah penelitian. Adapun untuk parameter amonia dan BOD, konsentrasinya masih baik
bagi kehidupan biota laut.
Kata kunci : pencemar organik, nitrat, fosfat, amoniak, Pesisir Banyuasin
PPL – 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
43
Study of Produced Water Treatment by applying Multi Stage Flash (MSF) Desalination technology at PT. Pertamina EP Asset 2. Cases :
MSF Desalination in Laboratory Scale
Kgs. M. Rustandi Ramadhan1 , Adang Suherman2
1Student of Master Progam in Mining Engoneering, Universitas Sriwijaya
2Lecturer and Researcher in Mining Engineering Department, Universitas Sriwijaya
Abstract
Produced water is a by-product of oil and gas exploitation activities. Produced water was
categorized in the category of liquid waste because it gives adverse impact on the environment if
not processed first. PT. Pertamina EP Asset 2 has processed all produced water produced for use as
an injection water (Integrated Annual Report PEP). Its utilization as water injection is insufficient
because the trend of production of produced water tends to increase every year but its capacity to
process the produced water has a limit. Due to the the charateristic of produced water like brine, the
desalination process of Multi Stage Flash (MSF) technology can be applied in treating the produced
water. MSF technology will be installed on a laboratory scale, the goal is to measure the value of
the effectiveness of the tool and the economics of the tool in treating the produced water, and can
modify MSF technology so that it is more suitable for use in treating produced water. The MSF
technology will be designed to processing produced water with an input of 20 l/s and output of 15
l/s. The number of chamber will be designed for 5 to 7 units. The maximum water temperature
when heated on the brine heater of 110oC, then flowing into the chamber and flashing so that the
water temperature decreased until 35oC when water flow into the last chamber. The product will
have a salinity content below 10 ppm.
Keywords : Exploitation, Oil and Gas, Produced Water, MSF
PPL – 15
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
44
Toxicity of Bacillus thuringiensis Berl. Towards Leaf-eating
beetle Epilachna sp. (Coleoptera: Coccinellidae) in Laboratory
Yulia Pujiastuti*1, E.Indriani*, S. Dirgahayu*, A. Muslim*, Effendy, Suparman* *Plant Protection Department, Faculty of Agriculture, Sriwijaya University
Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM 32 Indralaya, Ogan Ilir 30662 South Sumatera, Indonesia
Corresponding author: [email protected]
Abstract
Leaf-eating beetle Epilachna sp (Coleoptera: Coccinellidae) is an important pest in many species of
plants belonging to Solanaceae. These insects attack the plants both in larvae and in imago stages.
Control with chemicals caused negative effect to non target pests, useful insects and the
environment. Other alternative controls using Bacillus thuringiensis entomopathogenic bacteria was
proposed. The purpose of research was to investigate toxicity of B. thuringiensis (with isolate code
of SMR02) isolated from South Sumatera soil. The experiment was conducted in the Laboratory of
Entomology, Plant Protection Department, Faculty of Agriculture Sriwijaya University from
September 2016 until April 2017. This research was designed with Completely Random Design
consisting of 6 treatments and each treatment was replicated 5 times. The results showed the highest
mortality of imago and larvae at 108 spores/ml, i.e. 58 % and 40%, respectively. Highest intensity
of leaf damage was found in the density of 105 spores / ml treatmnet. LT50 value of larvae was
ranged from 79.37 - 173.68 hours. The lowest LT50 value of B. thuringiensis treatment was lower
than thus in chemical insecticide (88.69 hours).
Key words: Entomopathogenic bacteria, leaf eater, beetle, crystaline protein
PPL – 16
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
45
Karakteristik Dan Potesi Limbah Kelapa Sawit Sebagai Papan Partikel
Sunardi Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Alamat Instansi * Jl. Jendral Sudirman KM 03 Cilegon 42435
Abstrak
Kabupaten Pandeglang dan Lebak merupakan daerah penghasil kelapa sawit yang cukup besar.
Tingginya produktifitas kelapa sawit membawa efek samping berupa limbah. Untuk mengurangi
permasalahan tersebut maka diperlukan rekayasa material yang terbuat dari limbah tersebut.
Pembuatan sampel 150 x 100 x 40 mm menggunakan metode cold press single punch dengan
kompaksi 30 bar. Komposisi penyusun papan partikel terdiri dari 15% serat tandan kelapa sawit,
50% serbuk batang kelapa sawit, 20% lem PVAc dan 15% resin epoxy 15% dengan mesh filler
yang beragam yakni 18, 40, 60 dan 80. Sifat mekanis yang diuji adalah densitas, pengembangan
tebal, kekerasan, kekuatan lentur, defleksi, kekuatan impak dan kuat pegang sekrup. Dari hasil
pengujian diketahui bahwa papan partikel dengan mesh M80 memiliki nilai yang paling baik:
densitas 0.92 gr/cm3, pengembangan tebal 1.75%, kekerasan 1.63 kgf/mm², kekuatan lentur 9.39
MPa, Defleksi 4.80 mm, kuat pegang sekrup 40.80 kgf, dan kekuatan impak 3.94 kJ/m2.
Kata kunci: filler batang kelapa sawit, sifat mekanis, papan partikel
PPL – 17
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
46
Sustainable Water Management in Tidal Lowland Agriculture: A Research Agenda
Meitry Firdha Tafarini Pascasarjana Universitas Sriwijaya
Jl. Padang Selasa Bukit Besar [email protected]
Abstrak
Water in tidal lowlands may either lack or excessive. Neither lack nor excessive of water is
demanded for crop cultivation. Therefore, water management plays an important role in the
development of tidal lowland agriculture through maintaining proper water conditions. Since tidal
lowland with certain conditions is considered marginal, its utilization for crop cultivation should
maintain its fragile characteristics such that its utilization to support crop production can be
sustained. Continuing use of tidal lowlands for crop production, therefore, requires agricultural
ecosystem management through the establishment and measurement of sustainability in water
management. Sustainable water management in tidal lowlands for crop production should not only
consider the physical resources (infrastructures), but also human resource as well as financial
resource. This paper proposes three agendas for research on water management as follows: (1)
identification of specific local water infrastructure developments, (2) initiation of participatory
operation and maintenance of water infrastructures, (3) utilization of self-supporting financial
means in water management.
Keywords: tidal lowlands, water management, sustainability, cultivation
PPL – 18
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
47
Kinetika Adsorpsi Fe dan Mn dengan Memanfaatkan Abu Terbang (Fly Ash) PT Semen Baturaja dalam Air Asam Tambang
Indah Purnamasari, ST, M.Eng Politeknik Negeri Sriwijaya
Abstrak
Air Asam Tambang mengandung ion logam berat seperti Fe dan Mn yang berbahaya bagi
lingkungan jika dibuang tanpa melalui pengolahan dahulu. Metode yang digunakan untuk
mengurangi ion logam berat dalam air asam tambang sudah banyak dilakukan, salah satu
diantaranya adalah adsorpsi. Penelitian ini memanfaatkan fly ash batubara sebagai adsorbennya.
Tujuannya untuk mempelajari pengaruh parameter adsorpsi terhadap penurunan ion logam berat
teradsorpsi dalam fly ash batubara (sudah aktivasi dan belum aktivasi) dan menentukan persamaan
kesetimbangan isoterm adsorpsi yang sesuai. Air asam tambang dan Fly ash batubara dikontakkan
dengan perbandingan tertentu dalam kolom secara batch. Variabel yang dipelajari adalah waku
adsorpsi (10, 20, 30, 40, 50, 60 menit), berat adsorben (10, 20, 30, 40, 50, 60 gram), dan pH larutan
(1, 3, 5, (6-7), dan 9). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fly ash dapat digunakan untuk
mengurangi kandungan ion logam berat Fe dan Mn. Waktu yang cukup baik untuk melakukan
penyerapan Fe dan Mn adalah 60 menit, dalam berat adsorben 40 gram, dan pH 5. Model adsorpsi
Fly Ash batubara terhadap air asam tambang mengikuti model Isoterm adsorpsi Freundlich pada
seluruh keadaan, nilai Kf = 0,0418 mg/gr dengan koefisien korelasi (R2) 0,9916 untuk ion logam Fe
(belum aktivasi) pada variasi waktu adsorpsi dan untuk ion logam Fe (sudah aktivasi) didapatkan
Kf = 0,0067 mg/gr dengan R2 = 0,8261 pada variasi berat adsorben saat pH 6-7, sedangkan pada
variasi pH (R2) sebesar 1 untuk ion logam Mn (sudah aktivasi) dengan nilai Kf = 0,0216 mg/gr.
Kata kunci : adsorpsi, air asam tambang, Fly Ash batubara, Isoterm Langmuir, Isoterm Freundlich
PPL – 19
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
48
Perencanaan Reklamasi Area Disposal Blok 4 Pt. Inti Bara Perdana, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi
Bengkulu
A. Taufik Arief, Try Inda Wulandari, Nina Tanzerina
1,2, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya,
3, Jurusan Biologi Fakultas MIPA Unversitas Sriwijaya Jl. Srijaya Negara Bukit Besar, Palembang, 30139, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
PT. Inti Bara Perdana merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang
usaha pertambangan batubara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 892,04 Ha. memiliki
11 Blok penambangan. Salah satu Blok yang masih beroperasi penambangan batubara yaitu Blok .
Dalam mematuhi Undang-undang Negara Republik Indonesia No.4 tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 96, serta Peraturan Menteri No.7 tahun 2014 Tentang
pelaksanaan reklamasi dan pascatambang pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara,
perusahaan tambang wajib melakukan menata, memulihkan dan perbaikan serta memperbaiki
kualitas lingkungan pada lahan bekas tambang khususnya pada area disposal. Untuk perencanaan
reklamasi pada area disposal untuk mengembalikan vegetasi area disposal dengan program
revegetasi dengan tahapan sesuai dengan Permen no. 7 tahun 2014. Perencanaan teknis terkait
dengan program pemulihan are disposal seluas 19,67 Ha yang meliputi penataan diawali dengan
penimbunan dan perataan area dengan menggunakan alat berat backhoe komatsu pC300 1 buah
dibantu alat bulldozer D6R 1 buah dan 3 buah Dump Truck Hino 500 FM 260 JD. Dari area
disposal seluas 19,67 Ha dibutuhkan sebanyak 59.010 m³ tanah pucuk (top soil). Setelah area
tersebut ditutupi top soil kemudian dilakukan program penaburan LCC (legum croop Cover) seluas
80 % dari total luas, kemudian menanaman dengan pola jarak 5 x 5. Dari perhitungan seluas 19,67
diperlukan 400 batang per hektar dan 480 batang (19,67 Ha). Dari program revegetasi tanaman
yang dipilih sesuai peruntukan adalah tanaman sengon agar cepat tumbuh dan pemeliharaan dan
pemupukan selama selama 3 tahun. Dalam evaluasi keberhasilan dihitung dari persentase
keberhasilan dengan kriteria baik diatas 90% yang dilihat dari keberhasilan jumlah luas area yang
ditata (aspek penataan fisik, pengelolaan , revegetasi dengan jumlah area seluruhnya. Perencanaan
biaya reklamasi area disposal Blok 4 berdasarkan dari perhitungan biaya langsung (penataan fisik,
penanaman, pemupukan dan pemeliharaan) dan tidak langsung yang direncanakan untuk tahun
2016 sampai tahun 2019 yaitu sebesar Rp.852.710.106. Biaya ini tentunya harus diinvestasikan oleh
perusahaan untuk menentukan keberhasilan program reklamasi yang telah direncanakan.
Kata Kunci: Reklamasi, Area Disposal, Biaya Reklamasi.
PPL – 20
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
49
Sustainable Mining Environment: Technical Review of Post-mining Plans
Dr. Ir. Restu Juniah, MT, IPM1,*
1Lecturer of Mining Engineering Department, Sriwijaya University, *Corresponding Author: [email protected].
Abstract
The mining industry exists because humans need mining commodities to meet their daily needs
such as motor vehicles, mobile phones, electronic equipment and others. Mining commodities as
mentioned in Government Regulation No. 23 of 2010 on Implementation of Mineral and Coal
Mining Business Activities are radioactive minerals, metal minerals, nonmetallic minerals, rocks
and coal. Mineral and coal mining is conducted to obtain the mining commodities through
production operations. Mining and coal mining companies have an obligation to ensure that the
mining environment in particular after the post production operation or post mining continues. The
survey research aims to examine technically the post-mining plan in coal mining of PT Samantaka
Batubara in Indragiri Hulu Regency of Riau Province towards the sustainability of the mining
environment. The results indicate that the post-mining plan of PT Samantaka Batubara has met the
technical aspects required in post mining planning for a sustainable mining environment.
Postponement of post-mining land of PT Samantaka Batubara for garden and forest zone. The
results of this study are expected to be useful and can be used by stakeholders, academics,
researchers, practitioners and associations of mining, and the environment.
Keywords: Post-mining Plan, Sustainable Coal Mining Environment, Technical Aspects
PPL – 21
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
50
ANALISIS PENGELOLAAN LINGKUNGAN TERHADAP KERANTANAN KONDISI SEMPADAN SUNGAI MUSI SEBAGAI EKOSISTEM GANDUS
KOTA PALEMBANG
Helfa Septinar1*), Ratna Wulandari Daulay2, Mega Kusuma Putri3
1Helfa Septinar, Universitas PGRI Palembang Indonesia 2Ratna Wulandari Daulay, Universitas PGRI Palembang Indonesia
3Mega Kusuma Putri, Universitas PGRI Palembang Indonesia *[email protected]
Abstrak
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi lingkungan sempadan sungai Musi sebagai
suatu ekosistem. Tujuan dari penelitian untuk menganalisis pengelolaan lingkungan terhadap
kerentanan sempadan sungai Musi sebagai suatu Ekosistem. Metode yang digunakan adalah
kuantitatif dengan analisis deskriptif-empirik. Pengumpulan data dengan menggunakan angket.
Angket akan di analisis dengan cara pengharkatan (scoring) dan pembobotan. Tujuan akhir
penelitian yaitu untuk menganalisis pengelolaan lingkungan terhadap kerentanan kondisi sempadan
sungai Musi sebagai suatu ekosistem Gandus kota Palembang akan dikaitkan dengan kebijakan
pemerintah. Pembahasan hampir semua indikator lingkungan menunjukkan kondisi lingkungan
masyarakat di kecamatan Gandus seluruhnya memiliki kelas tingkatan kerentanan yang tinggi yaitu
kelurahan 36 Ilir adalah 100%, kelurahan Karang Anyar 90%, Karang jaya 80%, Gandus 70% dan
Kerentanan kelurahan Pulo Kerto 90% Jadi pengaruh pengelolaan lingkungan berdasarkan
beberapa kebijakan pengelolaan di kecamatan Gandus belum terwujud. Sempadan sungai yang
seharusnya menjadi wilayah konservasi namun banyak dijadikan tempat pemukiman yang dapat
membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Kesimpulan Kecamatan Gandus
hampir seluruhnya memiliki kerentanan tinggi dengan prosentase sebesar 86% jadi kecamatan
Gandus belum sepenuhnya berdaya secara lingkungan meskipun peraturan dari pemerintah telah
dibuat. Dalam artian, kondisi lingkungan masyarakat disekitar sungai Musi belum dapat di katakan
baik sebagai suatu ekosistem.
Kata kunci : Ekosistem, Kerentanan, lingkungan, Sepadan Sungai,
PPL – 22
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
51
Kajian Prospek Pemanfaatan Potensi Sumur Tua Di Sumatera Selatan
Eddy Ibrahim, Maulana Yusup, RR Harminuke EH, Alek alhadi
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan dan kondisi teknis terkini sumur tua di sumatera
selatan. Penelitian yang dilakukan berdasarkan metode analisis deskripsi terhadap data berupa
informasi sebaran sumur tua secara umum dan data pendukung lainnya. Keterbatasan akses data
dikarenakan permasalahan administrasi berupa potensi sumur tua merupakan kelemahan dari tulisan
ini. Oleh karena itu hipotesis yang dibangun dalam tulisan ini bahwa prospek kedepan dari
pemanfaatan sumur tua berhubungan erat terhadap infrastruktur, regulasi dan sosial ekonomi serta
lingkungan. Hasil kajian diperoleh dari 2.813 sumur tua yang berada di Provinsi Sumatera Selatan
terdapat di lima kabupaten yaitu Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, Kabuparen Musi
Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Ogan Ilir. Urutan terbanyak yaitu Kabupaten
Musi Banyuasin dengan jumlah sumur sebanyak 108 Sumur, Kabupaten Ogan Ilir terdapat 6 sumur,
Kabupaten Muara Enim 7 sumur, Kabupaten Musi Rawas 6 Sumur dan Kabupaten Banyuasin
terdapat 4 sumur. Secara umum lokasi sumur tua di kelima kabupaten sangat mudah dijangkau
karena lebih kurang 4 km sampai dengn 7 km dari jalan yang ada. Dari aspek regulasi kabupaten
Musi Banyuasin lebih siap dibandingkan empat kabupaten yang lain karena sudah ada peraturan
daerah sebagai turunan dari regulasi yang lebih tinggi dan BUMD yang bergerak dibidang migas
(petroMuba). Untuk implikasi terhadap dampak sosial dan ekonomi diperoleh bahwa terjadi
penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan perkapita, mencegah terjadinya urbanisasi dan
pengembangan SDM. Dari sisi lingkungan hidup maka sangat diperlukan adanya pendaampingan
dan penyuluhan dalam pengelolaan sumur tua dikarenakan masih minimnya kepedulian terhadap
lingkungan yang dibuktikan dengan tidak standarnya dalam pengelolaan limbah cair, kualitas udara
dan limbah B3. Rekomendasi dari hasil kajian menyimpulkan perlu ketegasan dalam implementasi
standar teknis dan lingkungan Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No 023/PTK/III/2009 Tentang
Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
Kata Kunci : Sumur tua, Potensi, Prospek, infrastruktur, regulasi, sosial ekonomi, lingkungan
PPL – 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
52
EFFECT OF CHITOSAN AND GLYCEROL PLASTIZER IN
BIODEGRADABLE PLASTICS DEVELOPMENT OF TARO STARCH
Hilwatullisan *)
*) Lecturer Department of Chemical Engineering State Polytechnic of Sriwijaya
e-mail: [email protected]
Abstract
Plastic waste including one of the problem of environment that most concern in Indonesia, even
thought to have reached thousands of tons. Plastic will be breaks down in time 450 until 600 years.
Therefor, needed plastic environmentally friendly to reduce pollution, for example biodegradable
plastic. Biodegradable plastic are a type of plastic made from renewable biomass sources, such as
vegetable oil, starch, and microbiota. Taro tuber starch can be used as raw material for the making
of biodegradable plastics because taro tuber starch containing 74,34% carbohydrates. In this
research , the making of biodegradable plastics using the casting method with variation of chitosan
and glycerol The effect of adding glycerol volume will increase degradation time of plastic but
reduce the value of tensile strength , water resistance % and a melting point. Effect of chitosan will
increase the value of tensile strength and % water resistance , but it can decreasing degradation time
of plastic. The best composition of biodegradable plastics in the research of plastic with 2ml of
glycerol and 1gr chitosan that produce value 0,00226Mpa tensile strength ; % Water resistance of
64.79 % ; melting point 272.6 ; and biodegradation time for 5 days.
Keywords : Plastics Biodegradable, Taro starch, glycerol, chitosan
PPL - 24
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
53
SUSTAINABLE CROPS’ PRODUCTION IN TIDAL LOWLANDS: A RESEARCH AGENDA
Khairul Fahmi Purba Program Magister S2 Agribisnis, Program Pascasarjana, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Jl. Padang Selasa No.524 Bukit Besar [email protected]
Abstrak
Tidal lowlands bear enormous potential including crops’ production. However, tidal lowlands also
have numbers of ecosystem functions that prevent them from exploitative uses. Therefore, tidal
lowland utilization for crop production should consider measures to achieve sustainable
development goals (SDGs) in one hand. In the other hand, SDGs should also ensure the sustainable
use of tidal lowlands. This paper aims to review the sustainability of crops’ production in tidal
lowland to support the achievement of SDGs, which are eliminating hunger, achieving food security
with good nutrition, and improving sustainable agriculture. These goals need to be achieved in 2030
by ensuring sustainable crops’ production systems, applying tough agricultural practices, increasing
production and productivity, and at the same time maintaining ecosystems. Therefore, this paper
will review three major aspects as follows: (1) productive means of crops' cultivation, (2) effective
control of agricultural waste and pollutant, and (3) efficient use of agricultural inputs. This review is
expected to yield sustainable measures of crops’ production in tidal lowlands to contribute to the
achievement of sustainable development goals (SDGs).
Keywords: Sustainable development, crops’ production, tidal lowlands
KP – 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
54
Preparation of Media Tester for Formalin and Borax Content Using
Filter Paper and Anthocyanin Substances from Ipomea Batatas L
Neny Rochyani, Rizki Muhammad Akbar, Yongky Randi
Abstract
Foods containing formaldehyde and borax can cause health hazards, therefore there is a need for
appropriate efforts to detect the presence of these substances. one of the efforts that can be done is
to create a test media that is able to identify materials containing the harmful additive. based on
previous research, it was stated that anthocyanin substances present in plants can identify acid and
alkaline compounds. This research focuses on making test media using filter paper and anthocyanin
from ipomea batatas L and to know the effect of variation of solvent concentration on anthocyanin
mass and percentage of rendement. Using solvent concentration variation of 70%, 80% and 90%,
the test medium was obtained from extraction of ipomea batatas L and the solvent subsequently
soaked to filter paper then dried, so it was absorbed therein. from the test results note that the test
media produced is able to well detect the content of formalin and borax. besides that there is a
significant influence on the variation of the solvent concentration on the anthocyanin mass and the
percentage of rendement, where the higher the solvent concentration, the better the extraction of the
ipomea batatas L.
Keywords: Anthocyanins, Formalin, Borax, Filter Paper, Ethanol
KP – 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
55
MULTI MANFAAT PADA PENGELOLAAN MANGROVE LESTARI Case: IUPHHK-HA Mangrove PT. Kandelia alam KABUPATEN KUBU RAYA,
KALIMANTAN BARAT
Fairus Mulia IPM
Abstract
Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia sekitar 3.497.479 hektar (Kementerian Kehutanan,
2014), atau 23 persen luas mangrove di dunia, namun, hutan mangrove Indonesia menurun setiap tahun,.
Penyebab utama gangguan ekosistem mangrove adalah karena inkonsistensi dalam pelaksanaan tata ruang
wilayah, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku (konversi hutan illegal) dan kerusakan terumbu
karang dari penangkapan ikan secara ilegal. Luas hutan mangrove provinsi Kalimantan barat ± 472.386 ha,
atau 13,5 % dari luas hutan mangrove Indonesia. Luas hutan mangrove kabupaten kubu raya102.017 ha, atau
21,6 % dari luas hutan mangrove provinsi Kalimantan Barat, yang terdiri dari hutan produksi 28.230 ha,
hutan lindung 50.613 ha dan hutan areal penggunaan lain 23.174 ha. ( Faisal, 2012 ). Kandelia alam
diberikan ijin mengelola hutan alam mangrove di kabupaten kubu raya, seluas ± 18.130 ha oleh kementerian
kehutanan sejak tahun 2008 sampai dengan 2052 ( selama 45 tahun ). Berdasarkan tata ruang di dalam areal
ijin yang ditulis dalam buku rencana kerja sepuluh tahunan berbasis inventarisasi hutan menyeluruh berkala (
10th year periode, 2012 – 2021 ), hutan untuk peruntukan produksi seluas 12.489 ha, untuk kawasan lindung
( konservasi area) seluas 3.890 ha, kawasan untuk tidak produksi ( sarana dan prasarana dan sungai alur
pasang surut seluas 1.136 Ha dan non hutan ( berupa hutan nypa dan semak ) seluas 615 ha. Dengan satu
siklus tebangan selama 20 tahun, maka luas tebangan rata-rata 625 ha per tahun, dengan produksi kayu rata-
rata 102.510 m3 per tahun. Berdasarkan peraturan direktur jenderal pengelolaan hutan produksi lestari No.
08 Tahun 2016 tanggal 16 Maret 2016 tentang pedoman system silvikultur hutan payau, menetapkan 5
sistem silvikultur ( tebangan ) yaitu: system pohon induk; 2) system tebang habis perbuatan alam; 3) system
tebang habis permudaan buatan; 4) system rumpang; 5) system tebang jalur. Multi manfaat yang dapat
dilakukan di areal konsesi adalah: 1) kayu; 2) Hasil Hutan Non Kayu ( pengolahan nypa menjadi bioethanol,
kulit kayu sebagai bahan pewarna alami, udang, ikan dan kepiting ); 3) perdagangan karbon dan 4) jasa
lingkungan ( ekowisata ). Strategi yang digunakan sebagai referensi untuk program ini adalah "lindungi,
pelajari dan manfaatkan" sementara
Kata Kunci: pemulihan, rehabilitasi, areal bekas tebangan
GT – 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
56
Green technology contribution in development of coolant wastewater filtration
Erna Yuliwati1, Amrifan Saladin Mohruni2, Agung Mataram2
1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Jalan Raya Indralaya Km.32 Indralaya
2Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Jalan Raya Indralaya Km.32 Indralaya.
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract
The aim of this study is the contribution of green technology in the sustainable development of oily
wastewater from machining process. The cross-flow membranes has been performed for treating wastewater
emulsion of oil derived from the automotive industry on the metal cutting section. The objective of this
study is to treat liquid waste from machining process using membrane technology. The mechanism of
ultrafiltration process is flow of small molecules pass through pore of membrane. The performance of the
cellulose acetate hydrophilic membrane is determined by the permeate and rejection flux. The operation of
this two-stage ultrafiltration membrane involves a 12% composite cellulose acetate membrane (CA-12) in
phase I and 15% (15%) cellulose acetate membrane (CA-15) in phase II with a 90 minute operating time
with pressure of 3.5 bar. Flux of phase I, without pretreatment and with pretreatment are 17,03 L / m2.h and
59,05 L / m2.h respectively. In phase II, the flux of treatment without and with preteeatment are 22.08 L /
m2.h and 24.86 L / m2.h , respectively. COD and surfactant rejection for both membrane without
pretreatment of 96.57% and 96.35%, whereas for waste feed with COD rejection of 98.56% and surfactant
rejection of 97.44 %.
Keywords: Cutting oil; Ultrafiltration; cellulose acetate; COD rejection; surfactant rejection
GT - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
57
Harmonization of Green Open Space as Carbon Assimilator for Sustainable Environment of Transportation Sector and Steam Power
Plant
Dr. Ir. Restu Juniah, MT, IPM1,*
1 Lecturer of Mining Engineering Department Sriwijaya University
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract
The environment has a function as a provider of raw materials (natural resources), aesthetics value and
carbon assimilators. Emissions arising from the impact of activities in handmade environments such as
transportation activities and steam power plant (SPP) activities may cause the environment to become
unsustainable. The polluted air leads to a deterioration of the quality of both natural and social environment.
Harmonization that occurs between green open space as the natural environment, transportation activities
and steam power plant as handmade environment, and people as transport users and around SPP as social
environment becomes sustainable. Reduced air pollution on the other hand, making the air absorbed by the
community around the steam power plant is also better in quality. This makes the community of
transportation users and steam power plant as social environment becomes sustainable since the impacts of
the derivatives that arise on public health is being reduced. Thus, the harmonization between the three
components of the living environment, namely Green Open Space (GOS) as the natural environment,
transportation activities and steam power plant as an handmade environment, and the people as
transportation users and around SPP as a social environment in the transportation sector and steam power
plant.
Keywords: Emission, Natural environment (GOS), Handmade environment (transportation and steam power
plant), Sustainable environment..
GT - 03
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
58
PRODUKSI BIOETANOL SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM BERBAGAI GENERASI
Hermansyah1)*), Miksusanti1), Fatma1), dan Almunadi T Panagan1)
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya Jalan Raya Palembang Prabumulih KM32 Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Abstract
Bioetanol merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui dan menjadi salah satu alternatif dalam
menanggulangi krisis energi yang terajdi akhir-akhir ini. Pada awalnya atau generasi pertama,
bahan baku yang digunakan dalam produksi etanol menggunakan biji-bijian atau pati-patian
misalnya jagung. Akan tetapi bahan baku generasi pertama ini bersifat kompetitif dengan
keperluan pangan. Sehingga memiliki keterbatasan dalam pengadaan bahan bakunya. Dengan
demikian muncul generasi kedua produksi bietanol menggunakan bahan baku biomasa
lignoselulosa yang terdapat sebagai limbah pertanian maupun limbah rumah tangga misalnya
tandan kosong kelapa sawit, ampas tebu, jerami padi dan sebagainya. Bahan baku biomasa
lignoselulosa tersedia berlimpah yang belum dimanfaatkan secara optimal menjadi produk yang
lebih dapat berperan dalam penanganan krisis energy dan masalah lingkungan. Teknologi konversi
biomasa lignoselulosa menjadi etanol memerlukan pengembangan metode-metode pretreatment
atau deliginifikasi, hidrolisis, dan fermentasi. Pengembangan ini dilakukan untuk menekan biaya
produksi, lebih mengefektifkan konversi selulosa maupun hemi selulosa, penggunaan
mikroorganisme yang bersifat efisien dan superior. Sedangkan generasi ketiga menggunakan alga
dalam produksi etanol, dengan keunggulan kemudahan kultivasi dan kecepatan pertumbuhannya.
Saccharomyces cerevisiae merupakan agen mikroba penting dalam proses fermentasi. Akan tetapi,
yeast wild type S.cerevisiae hanya bisa menjadikan glukosa menjadi etanol, sedangkan mayor
monosakarida yang lain seperti xilosa dan arabinose tidak bisa. Oleh karena itu penelitian tentang
pengembangan agen mikroba baik berupa skrining mikroba/yeast dari berbagai sumber maupun
dengan teknik rekayasa genetika telah menjadi fokus beberapa peneliti agar dapat menghasilkan
etanol lebih efektif dan efisien.
Kata kuci : Bioetanol, Fermentasi, agen mikroba, yeast
GT - 04
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
59
Fatigue Endurance of Aluminium Casting 7xxx Series as Alternative Material
for Organic Rankine Cycle’s Turbin Blade at 180 °C Operation Temperature
Nurhabibah Paramitha Eka Utami,*, Astuti2, Ellyanie3
123 Mechanical engineering, University of Sriwijaya
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract
The increasing demand of electricity alinged by the reducing availability of fossil fuels which is
also one of the causes of increased environmental pollution due to CO2 and other gas emissions and
drives the development of the utilization of biogas and geothermal energy that are widely available
in nature. The utilizing ORC Turbine (Organic rankine cycle) is considered very promising to
convert heat in low temperature 100-220 ° C into electrical energy. The use of Fe-25Al-xTi and
TiAl alloys as a heavy ORC turbine blade material encourages the need for development in the
utilization of lighter but stronger alternative materials. This study analyzes and observes the fatigue
resistance of Al-Zn-Mg-Cu Cor alloys as an alternative material in ORC Turbine construction
(Organic rankine cycle) where the use of aluminium is expected to be more efficient than steel and
titanium materials used today. Tests wasconducted in this research are chemical composition test,
hardness test, microstructure test, tensile test, fatigue test, and fatigue fractography observation. The
results show that there is a reduction in mechanical properties and fatigue resistance in hear treated
specimens. This occurs because of the dissemination of the precipitate which is the embrittled phase
so as to cause a decrease in mechanical properties and fatigue resistance in heat treated specimens.
Keywords: ORC, Fatigue, Aluminium, as cast, heat treated
GT - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
60
POTENSI SENAM SEPERMA UNTUK MEMINIMALKAN DAMPAK PENYAKIT KARDIOVASKULAR AKIBAT POLUTAN AMBIEN PM
Marsidi1,2, Chairil Zaman2, Dwi Priyatno1,2, Arie Wahyudi1,2 dan Ali Harokan1,2 1Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sriwijaya
2Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat STIK Bina Husada Email: [email protected]
Abstrak
Polutan ambien PM merupakan salah satu persoalan lingkungan pada kota-kota besar di dunia,
termasuk Indonesia. Dampak negatif dari polutan ambien PM adalah menurunkan derajat kesehatan
penduduk, terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Diperlukan upaya
meminimalkan dampak negatif tersebut dengan mengoptimalkan kerja sistem kardiorespirasi
manusia melalui senam pernafasan, khususnya senam seperma. Diberikan kajian tentang polutan
ambien PM dan senam pernafasan.
Kata kunci: polutan ambien PM, dampak kesehatan, senam pernafasan, senam seperma
SL - 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
61
The Implementation Program Of Corporate Social Responsibity Of
Pt.Kuansing Inti Makmur Toward Society Enpowerment Around Mining Area
Marisa Oktavia1*, Maulana Yusuf2 dan Ardiyan Saptawan3
1 Mining Engineering, Faculty of Technique, Sriwijaya University, Palembang 2 Mining Engineering, Faculty of Technique, Sriwijaya University, Palembang
3 State Administrations, Faculty of Social and Political Sciences, Sriwijaya University, Palembang
Corresponding author: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine the implementation of corporate social responsibility (CSR) program
PT. Kuansing Inti Makmur (PT KIM) towards the empowerment of communities around the
tambanag area, the constraints faced in the implementation and impact of the program. The
company's mission is to build sustainable growth through high standards of occupational safety,
development of good community programs and robust environmental management. Corporate
social responsibility has become one of the most important issues facing the mining industry. Every
mining activity is required to develop and empower the communities surrounding the mining area.
This is stated in Law No. 4 of 2009, Law No. 40 of 2007 and Permen ESDM No 41 of 2016.
Techniques in determining informants are taken by purposive sampling, where each informant has
no chance to be selected. Data processing research using descriptive qualitative analysis. Based on
the results of research can be concluded that the implementation of CSR programs on community
empowerment in the economic field can not be achieved properly. Factors that affect the
implementation of the program because of the implementation of the system comes from companies
and communities that receive. The impact of CSR program implementation has not been able to
increase the economic income of the people receiving assistance.
Keywords: Implementation, Factors, Impact of CSR Implementation
SL - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
62
ANTROPOSENTRISME: URGENSI TAMBANG MINYAK
TRADISIONAL DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Vieronica Varbi Sununianti
Sociology Major, Faculty of Social and Political Science, Sriwijaya University, South Sumatera, Indonesia
[email protected] and [email protected]
Abstract
Studi ini melihat interaksi antara alam (lingkungan) dan manusia. Berawal dari turunnya
harga getah karet global berimplikasi pada perubahan hubungan antara lingkungan fisik
dengan kompleks sosial (populasi, tekhnologi, organisasi, budaya, dan sistem sosial) di
tingkat lokal. Penting melihat variasi saling ketergantungan dan modifikasi terhadap
perubahan sosial-ekonomi, khususnya tambang minyak tradisional (illegal). Kepentingan
ekonomi dan degradasi lingkungan mengancam pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Pengumpulan data studi ini melalui metode penelitian kualitatif dengan wawancara
mendalam sebagai data primer dan berlokasi di tiga desa (Keban 1, Macang Sakti, dan
Lubuk Bintialo), Kabupaten Musi Banyuasin. Temuan menunjukkan ketidaksetaraan sosial
memicu eksploitasi sumber daya alam secara luas. Hubungan masyarakat lokal dengan alam
bersifat sangat instrumentalis untuk mencapai kesejahteraannya. Untuk itu, perlu proyek
rekayasa sosial (social engineering) sistem yang berorientasi masa depan dengan kolaborasi
masyarakat lokal, korporasi, dan pemerintah. Namun, kemauan politik untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan seharusnya dimulai dari pemerintah (Negara).
Keywords :antroposentrisme, pembangunan berkelanjutan, tambang minyak tradisional, kompleks sosial.
SL - 03
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
63
Investment Estimation And Acceptance Of State Tax Instead Of Coal
Mining Business License Clear And Clean In West Sumatra Province
Riam Marlina A 1.a) Prof. Dr. Ir. H. Fachrurrozie Sjarkowi, M.Sc 1 Dr. Ir. H. Maulana Yusuf, MS., MT
a)Postgraduated of Mining Engineering, Sriwijaya University, South Sumatera a) Telp. +6281374713181 email: [email protected]
Abstract
This research conceptual measurement simulation for financial component which is needed for
investment and benefit simulation held by stated that taken from company obligation categorized as
non tax for mining activities predicated with cnc at West Sumatera Province. This simulation
connected with capital investment and operational activities that influenced by coal getting stripping
ratio, coal hauling and other financial related. This simulation only values stated income non tax and
royalty. Analysis methods using from several document feasibiliy study from coal company has
already operated, and also estimation for all investment component and components of income
stated non tax. Accuracy data accepted for this research at least 30% from all investment.
Estimation starting from deciding production target, life mining period, investment needs, financial
operation and other financial activities, and comparison with theoritical measurement. The
comparison result then used to make another financial model simulation. At the last, this research
will present economy simulation model created from mining operational activities in west sumatera
province to estimate stated income non tax from mining production operational. Using sensitivity
analysis, shows that the change of coal selling prices will gives significant influence to NPV project
and stated incomen non tax.
Keyword : estimation, investment, non tax, cnc, simulation
SL – 04
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
64
Pengaruh Effect Of Ground Vibration To Slope Stability, Case Study Landslide On The Mouth Of Railway Tunnel, Gunung Gajah Village,
Lahat District
Moamar Aprilian Ghadafi1.*, Muhammad Taufik Toha2, Dedi Setiabudidaya3 1 Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319 2 Mining Engineering, Faculty of Engineering, Sriwijaya University, Palembang 30319
3 Physics, Faculty of Mathematics and Natural Science, Sriwijaya University, Palembang 30319
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract
Slope stability around railway tunnel in Gunung Gajah Village, Lahat District needs to be
analysed due to landslide which occurred on January, 23th 2016. That analysis needs to be done so
that the railway transportation system can run safely. The purposes of this research are: to find out
the factors that cause slope instability, to find out peak acceleration caused by railway traffic and
earthquakes and its effects to the safety factor of slope, and determine stabilization method in order
to prevent the occurrence of further landslide. The research activities include surveying, sampling,
laboratory testing and analyzing slope stability using pseudo-static approach. Based on research
result, the main factors that cause slope instability are morphology, structural geology, and ground
vibration caused by earthquakes. Ground vibration are correlated to the slope instability. It shows
that the higher of peak acceleration the lower of safety factor of slope. To prevent the occurrence of
further landslide around research area, stabilization method should be applied in accordance with
the conditions in that area such as building a retaining wall to increase safety factor of slope,
building draining channels to reduce run off and performing shotcrete in the wall of landslide in
order to avoid weathering.
Keywords: ground vibration, slope stability, stabilization method
PI – 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
65
RAINFALL MONTHLY PREDICTION USING HYBRID METHOD OF
ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) AND GENETIC ALGORITHM
(GA) (Case Study in Belajasumba, Indonesia)
Ian Mochamad Sofian
PPS Unsri Fisika
Abstract
Accuracy in predicting rainfall is very important in support of human activities everyday. By using
historical data of the amount of rainfall some time ago, it can be predicted how much rainfall will
occur in the future. In this research, hybrid method (combination) between artificial neural network
(ANN) and Genetic Algorithm (GA) is used in the prediction of monthly rainfall for Bengkulu,
Lampung, Jambi, South Sumatera and Bangka Belitung (Belajasumba). The hybrid method is
applied in order to optimize the results obtained from previous JST predictions. The results show
that hybrids produce errors that are smaller than standard JST methods.
Keywords: Rainfall Prediction, Artificial Neural Network (ANN), Genetic Algorithm (GA), Hybrid
ANN-GA
PI – 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
66
B. PROSIDING
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
67
Karakterisasi Temperatur Tungku Insinerator Skala Laboratorium
Wahyu H. Piarah1*, Zuryati Djafar2, Zulkifli Djafar3, Putri Githa STA4
Program Studi Teknik Mesin,Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino km.6, Bontomarannu, Gowa. 1*email: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Incineration technology is an alternative to landfill waste treatment methods and biological
processes such as composting and biogas. However, in this paper only presented laboratory scale
incinerator experiments with 1 meter high incinerator flue. The objectives of this study were to
determine the temperature characteristics of the body and incinerator funnels, determine the body
heat loss and incinerator chimneys and determine the combustion characteristics of incinerators
with variation in solid waste density (compacted, medium compacted, uncompacted). The research
method has been done by taking measured temperature data directly through thermocouple and
temperature display. The results show that In the incinerator body and chimneys, the characteristic
termperatures tend to reach maximum heat at point T4 with an average temperature of 412.3 ° C.
At the time of the combustion process, the maximum temperature (peak point) is obtained during
the middle of the combustion process for each variation of waste density
Keywords: Incinerator, characteristics, heat, management, garbage
ABSTRAK
Teknologi insinerasi merupakan salah satu alternatif untuk metode pengolahan limbah landfill dan
proses biologis seperti pengomposan dan biogas. Namun dalam makalah ini hanya memaparkan uji
coba insinerator skala laboratorium dengan tinggi cerobong insinerator 1 meter. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik temperatur pada badan dan cerobong
insinerator, menentukan kalor yang hilang pada badan dan cerobong insinerator dan menentukan
karakteristik pembakaran pada insinerator dengan variasi kepadatan sampah (dipadatkan,
dipadatkan sedang, tidak dipadatkan). Metode penelitian yang telah dilakukan dengan mengambil
data temperatur yang terukur langsung melalui termokopel dan display temperatur. Hasilnya
menunjukkan bahwa Pada badan dan cerobong insinerator, karakteristik termperaturnya cenderung
mencapai panas maksimal di titik T4 dengan temperatur rata-rata 412,3°C. Pada saat proses
pembakaran, temperatur maksimal (peak point) diperoleh pada waktu pertengahan dari proses
pembakaran untuk setiap variasi kepadatan sampah
Kata kunci: insinerator, karakteristik, panas, pengelolaan, sampah
PENDAHULUAN
Kota Makassar merupakan kota terbesar di
kawasan Indonesia Timur dan terbesar
kedua di luar Pulau Jawa setelah kota Medan.
Makassar memiliki wilayah seluas 199,26
km² dengan jumlah penduduk sebesar
1,700,571 juta jiwa (BPS, 2016) yang
menghasilkan volume timbunan sampah 800
ton per hari (E. Hakim 2016).
Sampah dapat membawa dampak positif dan
negatif. Dampak positif, sampah berpotensi
sebagai sumber energi terbarukan. Menurut
ESBM, pemanfaatan sampah menjadi energi
memiliki potensi sekitar 2.066 MW tetapi
capaian pembangkit listrik berbasis sampah
di Indonesia baru mencapai 17.6 MW.
Berdasarkan data dari BPPT dalam Outlook
Energi Indonesia 2014, ketergantungan
terhadap energi fosil, terutama minyak bumi
dalam pemenuhan konsumsi di dalam negeri
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
68
masih tinggi yaitu sebesar 96%, yang terdiri
dari minyak bumi sebesar 48%, gas 18%, dan
batu bara 30% dari total konsumsi energi
nasional (D.E. Nasional 2003).
Selain pemerintah yang berwenang, kini
sudah saatnya setiap individu memikirkan
solusi bagaimana menangani penumpukan
sampah yang kian bertambah tersebut. Dan
salah satu alternatif penanganan sampah
secara praktis baik oleh sekelompok warga
maupun individual, sebuah insinerator skala
mini sangat tepat untuk diadakan di setiap
kelurahan/rumah tangga. Dengan insinerator
tersebut, sampah-sampah rumah tangga yang
bertumpuk dapat dikelola setiap hari tanpa
harus menunggu diangkut ke TPA kota juga
sekaligus tidak menambah polusi udara.
Insinerasi (incineration) merupakan suatu
teknologi pengolahan limbah yang
melibatkan pembakaran limbah pada
temperatur tinggi. Teknologi insinerasi dan
sistem pengolahan limbah temperatur tinggi
lainnya digambarkan sebagai "perlakuan
termal". Pada hakekatnya, insinerasi barang-
barang sisa atau sampah mengkonversi
limbah menjadi panas yang dapat digunakan
untuk menghasilkan energi seperti listrik.
Salah satu cara teknologi pengolahan limbah
adalah dengan teknologi insinerasi, dan alat
yang digunakan biasa disebut dengan
insinerator. Pengolahan limbah dengan
insinerator terutama bertujuan untuk
mengurangi volume dari limbah itu sendiri
sampai sekecil mungkin, kemudian juga
untuk mengolah limbah tersebut supaya
menjadi tidak berbahaya bagi lingkungan
serta stabil secara kimiawi (H. Christian,
2008).
Insinerator adalah tungku pembakaran
untuk mengolah limbah padat, yang
mengkonversi materi padat (sampah)
menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan
fly ash). Insinerasi merupakan proses
pengolahan limbah padat dengan cara
pembakaran pada temperature lebih dari 800o
C untuk mereduksi sampah mudah
terbakar (combustible) yang sudah tidak
dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri,
virus, dan kimia toksik (Fadly, 2014).
Proses insinerasi berlangsung melalui 3 tahap
(Fadly, 2014), yaitu:
a. Mengubah air dalam sampah menjadi uap
air, hasilnya limbah menjadi kering yang
akan siap terbakar
b. Proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak
sempurna, dimana temperature belum
terlalu tinggi
c. Proses pembakaran sempurna. Insinerasi
dapat mengurangi berat sampah 70-80 %
atau volume 85-95 %.
d. Limbah padat yang baik untuk insinerasi
ialah limbah kertas, plastik, dan karet.
Limbah padat kertas sangat bagus untuk
diinsenerasi karena mudah dibakar dan
menghasilkan panas yang besar namun
kertas dengan tinta cetak sedikit
berbahaya karena jika dibakar akan
menghasilkan senyawa toksin sejens
dioksin yang terbang di udara sehingga
membahayakan kesehatan manusia.
Limbah padat plastik polinilkhlorida jika
dibakar akan menghasilkan panas dan
dioksin serta senyawa racun lainnya.
Limbah racun ini akan didetoksifikasi
oleh panas dengan suhu tinggi sehingga
struktur kimianya berubah dan tidak
membahayakan (Latief, 2010).
BAHAN DAN METODE
Perancangan Insinerator skala Laboratorium
meliputi dua bagian penting yaitu
perancangan bagian sistem pembakaran
insinerator dari awal proses pembakaran
hingga hasil pembakaran, dan untuk
mengidentifikasikan sampah serta kehilangan
panas yang dialami dan karakteristik
panasnya
Termokopel dipasangkan pada sisi cerobong
dan badan insinerator untuk mendapatkan
karakteristik temperatur pada bagian dasar,
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
69
tengah, serta ujung cerobong dan badan
insinerator.
Sampah Tidak Dipadatkan (Berat: 3kg)
Gambar 1 Desain Insinerator skala
Laboratorium
Gambar 2 Posisi Termokopel pada
Cerobong dan Badan Insinerator
temperatur api yang ditunjukkan dalam
Gambar 3, menit pertama adalah 135oC dan
akan terus naik sampai pada menit ke-9 pada
saat terjadi pembakaran sempurna dengan
temperatur 699oC. Pada pembakaran sampah
tidak dipadatkan dan menggunakan cerobong
1 meter,
Setelah melewati titik puncak temperatur
pembakaran maka temperatur akan turun
hingga 145 oC pada waktu 30 menit.
Gambar 3 Temperatur Api (Ta) terhadap
Waktu (t)
HASIL DAN DISKUSI
Pada Gambar 4 menunjukkan temperatur
untuk semua titik termokopel yang berada
pada badan insinerator. Pembakaran pada titik
T1 (posisi titik ditunjukkan pada Gambar 1)
dimulai dengan temperatur sebesar 121°C dan
akan terus naik sampai pada menit ke-9 pada
saat terjadi pembakaran sempurna dengan
temperatur 255,75°C.
Gambar 4. Temperatur Badan (Tb) terhadap
Waktu (t)
setelah melewati titik puncak pembakaran,
temperatur pada titik T1 akan menurun secara
signifikan sampai menit ke-18 dengan
temperatur 150,25°C dan hampir mendekati
konstan sampai ke waktu 30 menit dengan
temperatur 109,25°C. Demikian pula
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
70
temperatur pada titik T2 sampai T6, di mana
temperatur maksimal dicapai pada menit ke-9
dan turun secara signifikan pada menit ke-18
dan cenderung mendekati konstan sampai ke
menit ke-30. Sementara itu, pada titik T7
tidak terlihat perubahan termperatur secara
signifikan dan temperatur maksimal dicapai
pada menit ke-9 sebesar 74,3°C. hal ini
disebabkan karena titik T7 berada di paling
bawah badan incinerator (di bawah
pengapian) sehingga tidak terlalu dipengaruhi
oleh panas.
Gambar 5 Temperatur Cerobong (Tc)
terhadap Waktu (t)
Sementara dalam Gambar 5 menunjukkan
temperatur untuk semua titik termokopel yang
berada pada cerobong insinerator. Di bagian
cerobong, C3 mempunyai temperatur paling
tinggi dibandingkan titik C1 dan C2 yang
ditunjukkan dengan temperatur maksimal
pada menit ke-9 sebesar 165,25°C. sedangkan
titik C1 dan C2 memperoleh temperatur
maksimal sebesar 119,5 oC dan 151 oC. hal ini
disebabkan oleh posisi titik C3 berada di
bagian terdekat badan insinerator.
Sampah Dipadatkan Sedang (Berat: 6kg)
Pada pembakaran sampah dipadatkan sedang,
temperatur api pada menit awal adalah 93°C
(Gambar 6) dan akan terus naik sampai pada
menit ke-12 pada saat terjadi pembakaran
sempurna dengan temperatur 710oC. Setelah
melewati titik puncak temperatur pembakaran
maka temperatur akan turun hingga 101oC
pada waktu 36 menit.
Gambar 6 Temperatur Api (Ta) terhadap
Waktu (t)
Gambar 7 menunjukkan temperatur untuk
semua titik termokopel yang berada pada
badan insinerator. Pembakaran pada titik T1
(posisi titik ditunjukkan pada Gambar 1)
dimulai dengan temperatur sebesar 156,25°C
dan akan terus naik sampai pada menit ke-12
pada saat terjadi pembakaran sempurna
dengan temperatur 231°C. setelah melewati
titik puncak pembakaran, temperatur pada
titik T1 akan menurun secara signifikan
sampai menit ke-24 dengan temperatur
151,75 °C dan hampir mendekati konstan
sampai ke waktu 36 menit dengan temperatur
127°C. Demikian pula temperatur pada titik
T2 sampai T6, di mana temperatur maksimal
dicapai pada menit ke-12 dan turun secara
signifikan pada menit ke-24 dan cenderung
mendekati konstan sampai ke menit ke-36.
Sementara itu, pada titik T7 tidak terlihat
perubahan termperatur secara signifikan dan
temperatur maksimal dicapai pada menit ke-
12 sebesar 64,3°C. hal ini disebabkan karena
titik T7 berada di paling bawah badan
insinerator (di bawah pengapian) sehingga
tidak terlalu dipengaruhi oleh panas.
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
71
Gambar 7 Temperatur Badan (Tb) terhadap
Waktu (t)
Gambar 8 menunjukkan temperatur untuk
semua titik termokopel yang berada pada
cerobong incinerator. Di bagian cerobong, C3
memiliki temperatur paling tinggi
dibandingkan titik C1 dan C2 yang
ditunjukkan dengan temperatur maksimal
pada menit ke-12 sebesar 223,5oC. sedangkan
titik C1 dan C2 memperoleh temperatur
maksimal sebesar 181oC dan 217oC. hal ini
disebabkan oleh posisi titik C3 berada di
bagian terdekat badan insinerator.
Gambar 8 Temperatur Cerobong (Tc)
terhadap Waktu (t)
Sampah Dipadatkan (Berat: 9 kg)
Pada pembakaran sampah dipadatkan total
dan menggunakan cerobong 1 meter (gambar
9), temperatur api pada menit awal adalah
204oC dan akan terus naik sampai pada menit
ke-36 pada saat terjadi pembakaran sempurna
dengan temperatur 764oC. Setelah melewati
titik puncak temperatur pembakaran maka
temperatur akan turun hingga 252oC pada
waktu 69 menit.
Gambar 9 Temperatur Api (Ta) terhadap
Waktu (t)
Gambar 10 menunjukkan temperatur untuk
semua titik termokopel yang berada pada
badan insinerator. Pembakaran pada titik T1
(posisi titik ditunjukkan pada Gambar 2)
dimulai dengan temperatur sebesar 93,5oC
dan akan terus naik sampai pada menit ke-36
pada saat terjadi pembakaran sempurna
dengan temperatur 374oC.
Gambar 10 Temperatur Badan (Tb) terhadap
Waktu (t)
setelah melewati titik puncak pembakaran,
temperatur pada titik T1 akan menurun secara
signifikan sampai menit ke-54 dengan
temperatur 189,75 oC dan hampir mendekati
konstan sampai menit ke-69 dengan
temperatur 99,25oC. Demikian pula
temperatur pada titik T2 sampai T6, di mana
temperatur maksimal dicapai pada menit ke-
36 dan turun secara signifikan pada menit ke-
54 dan cenderung mendekati konstan sampai
ke menit ke-69. Sementara itu, pada titik T7
tidak terlihat perubahan termperatur secara
signifikan dan temperatur maksimal dicapai
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
72
pada menit ke-36 sebesar 67oC. hal ini
disebabkan karena titik T7 berada di paling
bawah badan incinerator (di bawah
pengapian) sehingga tidak terlalu dipengaruhi
oleh panas.
Gambar 11 Sejarah Temperatur Cerobong
(Tc) terhadap Waktu (t)
Pada Gambar 11 di atas memperlihatkan
temperatur untuk semua titik termokopel yang
berada pada cerobong insinerator. Di bagian
cerobong, C3 memiliki temperatur paling
tinggi dibandingkan titik C1 dan C2 yang
ditunjukkan dengan temperatur maksimal
pada menit ke-36 sebesar 265,5oC. sedangkan
titik C1 dan C2 memperoleh temperatur
maksimal sebesar 253,25oC dan 262,5oC. hal
ini disebabkan oleh posisi titik C3 berada di
bagian terdekat badan incinerator.
Pembakaran pada variabel ini berlangsung
lebih lama karena berat sampah lebih besar
dan kurangnya rongga oksigen di dalam
badan incinerator yang diakibatkan oleh
padatnya sampah di dalam.
SIMPULAN
Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa
karakteristik temperatur api pembakaran,
temperatur badan insinerator dan temperatur
cerobong insinerator serta waktu pembakaran
sampah akan meningkat seiring peningkatan
pemadatan sampah yang diberikan. Fenomena
lain yang terlihat adalah pada badan dan
cerobong insinerator, karakteristik
termperaturnya cenderung mencapai panas
maksimal di titik T4 dengan temperatur rata-
rata 412,3°C. Dan pada saat proses
pembakaran, temperatur maksimal (peak
point) diperoleh pada waktu pertengahan dari
seluruh proses pembakaran untuk setiap
variasi kepadatan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
BPS, “Jumlah Penduduk Kota Makassar
Menurut Kecamatan Tahun 2016”,
2016.
E. Hakim, “Produksi Sampah Makassar
Melonjak 100%, Daya Tampung TPA
Minim - Regional Liputan6,” 2016.
D. E. Nasional, Outlook Energi Indonesia.
2003.
H. Christian, “Modifikasi Sistem Burner,” pp.
4–20, 2008.
N. T. Fadly, “Menetukan Konsentrasi NaOH
sebagai Penyerap CO2 dari Proses
Pembakaran Limbah Secondary
Chamber”, Thesis, pp. 6–39, 2014.
Latief, A.S. 2010. “Manfaat dan Dampak
Penggunaan Insinerator terhadap
Lingkungan”.
http://www.polines.ac.id/teknis/upload/jurnal/jurnal_teknis_ 1336471916.pdf
diakses pada tanggal 15 Oktober 2015
Pukul 08.15 WITA.
E - 02
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
73
STUDI DESAIN REAKTOR AIR BERTEKANAN BERUKURAN KECIL DAN
BERUMUR PANJANG BERBASIS BAHAN BAKAR THORIUM-
PLUTONIUM OXIDE
S. Abdullah Ahmad1,*, Menik Ariani2 dan Fiber Monado3 Supardi4 1Program Studi S2 Fisika, FMIPA Universitas Sriwijaya, Indonesia
2,3,4 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya
Kampus Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Email: [email protected]
Abstrak
Studi desain teras pressurized water reactor berukuran kecil dan berumur panjang berbasis bahan
bakar thorium-plutonium oxyde. Pada penelitian ini, dilakukan sebuah desain reaktor pressurized
water reactor (pwr). Reaktor ini menggunakan bahan bakar berbasis thorium-plutonium oxide.
Parameter survei yang digunakan yaitu factor multiplikasi efektif yang menentukan tingkat
kritikalitas reaktor. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan modul pij yang terdapat pada
system reactor analysis code (srac) dengan library jendl-3.2. Analisa neutronik untuk PWR
berukuran kecil berumur panjang menggunakan bahan bakar thorium-plutonium oxide telah
dilakukan. Desain reaktor PWR kecil berdaya 500 MWt berumur panjang berbahan bakar dapat
beroperasi selama 10 tahun tanpa refueling.
Kata kunci : Teras, Pwr, Thorium, Plutonium.
I. Pendahuluan
Energi merupakan kebutuhan yang
sangat penting. Permintaan energi dunia
semakin meningkat sebagai akibat dari
pertambahan penduduk dunia serta tuntutan
untuk kehidupan yang lebih baik sedangkan
ketersediaan energi primer dunia semakin
lama semakin menipis.
Salah satu sumber energi yang potensi
energinya besar namun rendah
pemanfaatannya adalah uranium, kapasitas
energi yang tersedia sebesar 3000 MW akan
tetapi hanya terpasang 30 MW (IEO, 2017).
BATAN menghitung besaran potensi uranium
di Indonesia mencapai 7.000 ton
Thorium seperti halnya dengan uranium
dan plutonium dapat digunakan sebagai
alternatif bahan bakar nuklir. Ketersediaan
sumber daya thorium yang 3-4 kali lebih
banyak dari uranium menjadi salah satu
pertimbangan pemanfaatan thorium sebagai
bahan bakar. Pemanfaatan thorium sebagai
bahan bakar juga menjaga keamanan energi
dan keberlanjutan (sustainability) energi
nuklir. Penggunaan bahan bakar berbasis
thorium juga akan mengurangi produksi
limbah nuklir (International Atomic Energy
Agency - IAEA, 2005).
Beberapa studi terkait tentang tinjauan
neutronik pada perancangan berbagai tipe
reaktor nuklir dengan penggunaan thorium
sebagai bahan bakar. Pemanfaatan thorium
pada desain penelitian teras reaktor termal
seperti pada reaktor High Temperature Gas
Cooled Reactor (HTGR), Pressure Water
Reactor (PWR), dan Boiling Water Reactor
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
74
(BWR) berumur panjang tanpa pengisian
bahan bakar dan berdaya kecil telah
dilakukan.
Peningkatan waktu operasi reaktor dapat
dilakukan dengan meminimalkan reaktivitas
yang berlebih dengan memanfaatkan material
burnable poison (Protactinium - ) dan
bahan bakar berbasis thorium.
Penelitian ini akan membahas desain teras
reaktor tipe Pressure Water Reactor (PWR)
yaitu reaktor air bertekanan yang
menggunakan bahan bakar thorium-MOX
(Thorium-Plutonium Oxide). Optimasi desain
terkait pemerataan daya dilakukan melalui
strategi penyusunan sel bahan bakar di dalam
teras dan penambahan material burnable
poisson (racun bakar)
II. Kajian Teori
II.1 Reaktor Nuklir
Rektor nuklir merupakan tempat
berlangsungnya reaksi fisi yang dihasilkan
dari interaksi neutron dengan inti berat yang
bersifat fisil sehingga terjadi fragmen inti-inti
atom disertai pembebasan energi dalam
bentuk panas dan membebaskan beberapa
neutron baru. Reaktor nuklir juga merupakan
tempat pengaturan dan penjagaan reaksi
nuklir berantai agar kesinambungannya
berlangsung pada laju yang tetap.
Konsep dasar dari sebuah reaktor adalah
reaksi fisi dari sebuah material. Reaksi fisi
adalah inti dari reaksi yang terjadi pada
reaktor nuklir. Proses fisi sangat berbeda
dengan proses peluruhan radioaktif yakni ia
memerlukan suatu interaksi partikel dengan
inti untuk memulai reaksi. Konsekuensinya,
dibandingkan dengan peluruhan radioaktif,
proses fisi merupakan proses yang dapat
dikendalikan.
Reaksi fisi dapat dilihat pada Gambar 1.
sebuah neutron bebas yang sedang berjalan
secara biasa atau lambat menumbuk inti
menjadi . Inti mengalami eksitasi
dan pecah menjadi dua jenis atom yang lebih
ringan, yang dinamakan produk fisi.
Bersamaan dengan pemecahan itu terjadi dua
hal. Hal pertama terjadi radiasi beberapa jenis
sinar, seperti alfa, beta dan gamma. Hal yang
kedua ada dua atau tiga neutron mengalami
hamburan dengan kecepatan yang besar dan
menimbulkan panas.
Gambar 1. Skema reaksi fisi berantai pada
uranium (Duderstadt and Hamilton, 1976)
II.2 Pressurized Water Reactor (PWR)
Pressurized Water Reactor (PWR)
atau reaktor air bertekanan adalah termasuk
reaktor nuklir termal yang menggunakan air
ringan (light water) baik sebagai moderator
maupun coolant. Moderator berfungsi sebagai
material penahan untuk memperlambat laju
neutron di dalam teras reaktor, sedangkan
coolant berfungsi sebagai penyerap panas
hasil reaksi fisi yang terjadi di dalam teras
reaktor.
Reaktor tipe PWR ini merupakan
reaktor daya yang paling banyak digunakan di
dunia, yaitu sekitar 63 persen. Data IAEA
terakhir (tahun 2012) menunjukkan dari 435
buah total reaktor di dunia, 272 buah
diantaranya adalah reaktor PWR. Reaktor
termal berpendingin air ringan atau Light
Water Reactor (LWR). (lihat Gambar 2.)
Gambar 2. Jenis PWR
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
75
(http://www.nucleartourist.com/type/pwr.htm)
II.3 Bahan bakar reaktor
Bahan bakar reaktor yang digunakan sebagai sumber energi nuklir adalah bahan bakar yang bersifat fisil. Bahan yang banyak digunakan sebagai bahan bakar nuklir adalah uranium dan thorium (Kidd, 2009).
II.3.1 Uranium
Uranium adalah unsur terberat dari
seluruh unsur alami, memiliki titik leleh yaitu
1132°C dan tergolong sebagai logam putih
keperakan. Simbol kimia uranium adalah U
(Cothern dan Rebers, 1991). Uranium
memiliki nomor atom 92 yang berarti jumlah
proton 92, elektron 92 dan elektron valensi 6.
Inti uranium mengikat 141 sampai 146
neutron.
II.3.2 Thorium
Thorium pada umumnya terdapat pada mineral tertentu, salah satunya thorium banyak terdapat dalam bentuk monazite (thorium fosfat). Monazite mengandung sekitar 12% thorium oksida (Th ) dan merupakan sumber terbesar thorium. Pada keadaan murni thorium merupakan logam putih keperakan yang berkilau. Apabila terkontaminasi oksigen, thorium perlahan akan memudar di udara menjadi abu-abu kemudian hitam. Thorium merupakan sumber energi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir meskipun tidak bersifat fisil (Kidd, 2009). Thorium yang bersifat fertil akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat untuk menghasilkan yang bersifat fisil. menghasilkan jumlah energi yang sama dengan yaitu 200 MeV.
II.3.3 Plutonium
Lebih dari sepertiga dari energi yang dihasilkan di sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir berasal dari plutonium. Plutonium merupakan bahan bakar utama dalam reaktor neutron cepat, dan pada setiap reaktor melakukan pengayaan pada
non-fisil yang terdiri lebih dari 99% dari uranium alam. Plutonium terbentuk secara alami, tetapi tidak ditemukan di kerak bumi. Plutonium terbentuk dari dengan menangkap neutron pada reaktor nuklir. Isotop plutonium yang dihasilkan adalah
, , , dan . , dan bersifat fertil. dan bersifat fisil yang dapat digunakan
kembali sebagai bahan bakar lainnya (Meyer dkk., 2007).
II.3.4 Bahan Bakar Mixed Oxide (MOX)
Bahan bakar mixed oxide (MOX) adalah salah satu bahan bakar yang paling penting untuk reaktor maju di masa depan. Hal ini fleksibel untuk diterapkan baik dalam reaktor termal seperti reaktor air bertekanan (PWR) atau dalam reaktor cepat. MOX adalah campuran dari plutonium dan uranium alam atau uranium yang bersifat serupa yang digunakan dalam sebagian besar reaktor nuklir. Pembuatan, aplikasi, dan pemrosesan kembali bahan bakar campuran oksida (MOX) adalah salah satu teknologi meningkat secara signifikan.
Salah satu daya tarik bahan bakar MOX adalah cara untuk meminimalisir plutonium sebagai senjata, Di Cina, strategi siklus penggunaan kembali daur ulang plutonium telah ditetapkan oleh pemerintah untuk pembangkit listrik tenaga nuklir di reaktor termal dan reaktor cepat. (Klara, 2013) Beberapa studi tentang bahan bakar MOX yaitu Th-MOX pada reaktor air ringan (terutama PWR) telah dilakukan oleh beberapa penelitian, sifat fisik dan fisik Th-
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
76
MOX menunjukkan bahwa dapat memperbaiki ekonomi pembangkit tenaga nuklir dengan membiarkan siklus operasi lebih lama. Yang terpenting, sifat material yang baik dari Mixed Oxide Thorium-Plutonium menunjukkan bahwa bahan bakar Th-MOX mungkin mampu mempertahankan pembakaran yang lebih tinggi daripada jenis bahan bakar berbasis Uranium-Oxide (UOX). (Holly R, 2011)
II.4 Analisis Neutronik Desain Reaktor
II.4.1 Persamaan Difusi Satu Grup
Persamaan difusi digunakan untuk mempelajari perilaku neutron dalam reaktor nuklir. Analisis perilaku neutron dengan persamaan difusi dilakukan setelah mengetahui parameter penampang lintang (cross section). Persamaan difusi dikelompokkan menjadi dua, yaitu: persamaan difusi satu grup dan persamaan difusi multigrup (Duderstadt dan Hamilton, 1976; Stacey, 2001).
Persamaan difusi satu grup merupakan
persamaan dinamika neutron yang tidak
bergantung pada tingkat energi neutron.
Distribusi neutron dalam reaktor ditandai
dengan densitas neutron (𝒓,) yaitu banyaknya
neutron per satuan volume pada posisi 𝑟 dan
waktu 𝑡. Selain itu, (𝒓,)=𝑣 𝑁 (𝒓,𝑡) dengan
𝜑(𝒓,𝑡) adalah parameter fluks neutron dan v
adalah kecepatan neutron. Persamaan difusi
neutron satu grup energi dinyatakan oleh
Persamaan (1) berikut:
(1)
Sebagaimana yang diketahui bahwa
neutron dalam reaktor memiliki rentang
energi yang besar yaitu dari 0,01 eV hingga
10 MeV, sehingga persamaan difusi satu grup
yang tidak bergantung tingkat energi tidak
cukup realistis untuk menjelaskan perilaku
neutron.
II.4.2 Persamaan Difusi Multigrup
Persamaan difusi multigrup bergantung pada tingkat energi neutron. Persamaan difusi neutron multigrup menggambarkan perilaku neutron rata-rata pada tiap-tiap tingkatan energi. Perhitungan proses penurunan persamaan difusi didasarkan pada konsep keseimbangan jumlah neutron yang masuk dan yang keluar dari teras. Persamaan kesetimbangan neutron dituliskan sebagai berikut (Duderstadt dan Hamilton,1976):
= - -
+ - +
Indeks (g)
menunjukkan nilai dari grup energi neutron. Dari energi yang terbesar hingga energi yang terkecil. Dari persamaan kesetimbangan neutron di atas, tanda positif (+) menyatakan bahwa neutron-neutron tersebut bertambah, sedangkan tanda negatif (-) menyatakan neutron-neutron berkurang atau hilang. Persamaan (2) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Duderstad dan Hamilton, 1976):
= 𝜵∙ 𝜵 − + − +
(3)
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
77
dengan suku sumber neutron yaitu
(4)
dengan
= fluks neutron dalam grup energi
ke-𝑔
= koefisien difusi untuk grup energi
ke-𝑔
= Probabilitas neutron fisi terlahir
dalam grup energi ke-𝑔
𝛻 . = Suku kebocoran (leakage)
= Sumber Neutron
= Suku absorbsi
= Jumlah neutron yang masuk
karena hamburan
= Jumlah neutron yang keluar
karena hamburan
= cross section fisi grup 𝑔’
= jumlah rata-rataneutron fisi
yang muncul pada reaksi fisi
diinduksi oleh neutron
dalam group 𝑔’
II.4.3 Persamaan Burnup
Selama masa pengoperasian reaktor, komposisi bahan bakar akan senantiasa berubah karena isotop-isotop fisil akan terkonsumsi (berkurang) dan dihasilkan produk fisi. Persamaan burnup yang menyatakan hal ini yaitu:
+ +
(5)
dengan
= Densitas untuk nuklida jenis
A.
= Bagian yang hilang karena
peluruhan radioaktif
= Bagian yang hilang karena
tangkapan neutron
= Nuklida tambahan nuklida
A akibat peluruhan B
menjadi A
= Perubahan dari C menjadi
A melalui tangkapan
neutron
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama terkait dengan analisa neutronik perilaku reaktor pada teras reaktor. Bagian kedua adalah analisa burnup. Rancangan tersebut berupa sebuah reaktor yang mempunyai periode pengisian bahan bakar (refuelling period) yang lama yaitu 10 tahun. Perhitungan neutronik dalam penelitian ini menggunakan program SRAC dengan sumber data nuklida JENDL-3.2 yang dikembangkan oleh JAEA-Jepang. Dengan memanfaatkan data nuklida tersebut, program SRAC ini dapat digunakan untuk melakukan perhitungan sel bahan bakar, burnup dan teras (core) pada desain reaktor PWR yang dirancang.
3.1 Desain Reaktor
Dalam mendesain sebuah reaktor diperlukan spesifikasi ukuran sel bahan
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
78
bakar dan teras, dimana parameter reaktor di Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi parameter desain teras reaktor
Parameter Deskripsi
Daya Termal (MWt) Geometri Teras
500 MWt Silinder 2D (R-Z)
Material Fuel Thorium Oksida ( ), Plutonium Oksida ( )
Material Cladding Stainless Steel
Material Coolant Diameter pitch (cm) Diameter Teras aktif (cm) Tinggi teras aktif (cm) Lebar Reflektor (cm)
Periode Refuelling
air (H2O) 1,4 214 140 50 10 tahun
3.2 Desain Sel Bahan Bakar
Perhitungan sel bahan bakar merupakan perhitungan dasar pada analisis neutronik reaktor nuklir. Teras reaktor merupakan tempat untuk menempatkan bahan bakar dan tempat berlangsungnya reaksi nuklir. Geometri sel bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk silinder (cylindrical cell). Penampang lintangnya disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Geometri Sel Bahan Bakar
3.3 Desain Penampang Teras
Desain 1
Desain 2
cm
214 cm
Desain 3
140 cm
214 cm
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Diameter Pitch = 1,4 cm
140 cm
7 cm 200 cm 7 cm
9 cm 196 cm 9 cm
140 cm
5 cm 204 cm 5 cm
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
79
Bahan bakar pada reaktor nuklir berfungsi untuk menghasilkan energi dari reaksi fisi yang terjadi di dalam teras.Perhitungan setiap komponen sel bahan bakar dilakukan dengan fitur PIJ pada paket program SRAC (Standard Reactor Analysis Code). Komposisi bahan bakar yang digunakan adalah thorium-plutonium oxide yang dibakar selama 100 tahun dengan interval dua tahun.
Data yang diperoleh dari perhitungan sel bahan bakar akan digunakan untuk perhitungan teras reaktor yang menghasilkan power level sebenarnya. Perhitungan sel bahan bakar ini menghasilkan beberapa survey parameter neutronik yaitu level burnup, Rasio konversi k-effective sel bahan bakar,
4.1. Level Burnup
Level burnup menyatakan total energi yang dilepaskan per unit massa bahan bakar sebagai hasil pembakaran bahan bakar. Burnup merupakan parameter dalam reaktor yang menunjukkan kemampuan suatu reaktor dalam mengoptimalkan pembakaran bahan bakar. Perubahan level burnup selama waktu pembakaran ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Perubahan level burnup sepanjang waktu burnup
4.2 Convertion Ratio
Gambar 5. menunjukkan perubahan rasio konversi sepanjang waktu pembakaran. Rasio konversi menyatakan jumlah bakan bakar fisil yang diproduksi berbanding bahan bakar fisil yang dikonsumsi.
Gambar 5. Perubahan rasio konversi sepanjang waktu burnup
4.3 Faktor Multiplikasi Efektif ( )
Faktor multiplikasi efektif pada sel bahan bakar menunjukkan perbandingan antara jumlah neutron yang dihasilkan pada satu generasi terhadap jumlah neutron pada generasi sebelumnya dalam satu sel bahan bakar. keff sel bahan bakar dan
ditunjukkan pada Gambar 6.
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
80
Gambar 6. Perubahan factor multiplikasi efektif sepanjang waktu burnup
Berdasarkan Gambar 6. Nilai selalu >1 yang berarti reaktor dapat beroperasi selama 10 tahun dengan pengisian ulang bahan bakar atau refueling
V. Kesimpulan
Analisa neutronik untuk PWR berukuran kecil berumur panjang menggunakan bahan bakar thorium-plutonium oxide telah dilakukan. Desain reaktor PWR kecil berdaya 500 MWt berumur panjang berbahan bakar dapat beroperasi selama 10 tahun tanpa refueling.
VI. Daftar Pustaka
Ariani, M., Z. Suud, F. Monado, A. Waris.
2013. Optimization of Small Long Life Gas
Cooled Fast Reactors with Natural Uranium
as Fuel Cycle Input. Applied Mechanics and
Materials Vol. 260-261, hal. 307-311.
Cothern, C., Richard, Rebers. 1991. Radon,
Radium and Uranium In Drinkin Water.
Lewis Publisher, Inc: USA.
Duderstadt, J dan Hamilton. 1976. Nuclear
Reactor Analysis. New York: John Wiley &
Sons.
Huang, J., J. Han, Y. Ma, L. Xiaoxiao. 2015.
Breed-and-burn strategy in a fast reactor
with optimized starter fuel. Progress in
Nuclear Energy 85 (2015), hal. 11-16.
Holly R.Trellue Charles G. Bathke Pratap
Sadasivan. 2011. Neutronics and material
attractiveness for PWR thorium systems using
monte carlo techniques. Progress in
Nuclear Energy Volume 53, Issue 6, August
2011, Pages 698-707
Kidd, S.W. 2009. Nuclear Fuel Resources.
CRC Press. New York
Krane, K. 2008. Fisika Modern. Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Klara Insulander Björk. 2013. Study of
Thorium-Plutonium Fuel for Possible
Operating Cycle Extension in PWRs. Science
and Technology of Nuclear Installations
Volume 2013 (2013), Article ID 867561, 8
pages
Lewis, E.E. 2008. Fundamentals of Nuclear
Reactor Physics. Academic Press. USA.
Meyer, K.M, R. Fielding, dan J.Gan. 2007.
Fuel Development for Gas-cooled Fast
Reactors: Journal of Nuclear Materials.
Vol.371. Hal. 281-287.
F. Monado, Fiber; Z. Suud; Waris A. ; Basar
K; Ariani, M, and Hiroshi Sekimoto., 2015.
Power Flattening On Modified CANDLE
Small Long Life Gas-cooled Fast Reactor.
AIP Proceedings. Vol.1615
Trianti N. Z. Suud, Arif I. , Sapta E. 2013.
"Neutronic Performance of Small Long-
Life Boiling Water Reactor Using Thorium as
Fuel and the Addition of Protactinium as
Burnable Poisons", Advanced Materials
Research, Vol. 772, pp. 495-500, 2013
Stacey, M. 2001. Nuclear Reactor Physics.
New York: John Wiley & Sons.
Stacey, Weston M. 2007. Nuclear Reactor
Physics. Willey-VCH: USA.
Subkhi, M. N., Z. Su’ud, A. Waris, dan
S.Permana, 2015. Studi Desain Reaktor Air
Bertekanan (PWR) Berukuran Kecil Berumur
Panjang Berbahan Bakar Thorium. Jurnal
Kajian Islam Sains dan Teknologi Vol. IX
No.1, hal. 32-49.
Trianti, N., Z. Su’ud, E. S. Riyana, 2011.
Design Study of Thorium Cycle Based Long
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
81
Life Modular Boiling Water Reactors.
Indonesian Journal of Physics Vol 22
No. 4, hal. 133-137.
Okumura, K. Kaneko and K. Tsuchihashi.
2002. SRAC (Ver.2002): The Comprehensive
Neutronics Calculation Code System. JAERI
report Japan Atomic Energy Research
Institute: Japan.
Okumura, K., Kugo. T., Kaneko, K,
Tsuchihashi, K. 2002. The Comprehensive
Neutronics Calculation Code System JAERI-
Data/Code-2002. Japan Atomic Energy
Research Institute. Jepang.
Okumura, Keisuke. 2007. Introduction of
SRAC for Reactor Physics Analyses. Japan:
JAEA.
Purwanti, D. 2011. Program Perhitungan
Pengaruh Reaktivitas Feedback terhadap
Dinamika Reaktor Menggunakan Metode
Monte Carlo. Jurnal Teknik Elektro, Vol
3(1), hal.26-32.
Zweifel, P.F. 1973. Reactor Physics.
McGraw-Hill: USA.IAEA-TECDOC-1450.
2005. Thorium fuel cycle — Potential
benefits and challenges. Technical Report.
International Atomic Energy Agency.
IAEA. 2014. International Status and
Prospects for Nuclear Power 2014. Technical
Report. International Atomic Energy Agency.
IEA. 2015; World Energy Outlook: Executive
Summary.
Indonesia Energy Outlook, 2017. Outlook
Energy Indonesia 2017: Pengembangan
Energi untuk Mendukung Industri Hijau.
PTSEIK & BPPT: Jakarta.
International Energy Outlook (IEO), 2017.
World Energy Outlook 2017. Executive
Summary.
EBTKE, 2017. 11 Negara Bahas Potensi
Uranium.http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/03
/23/1163/11.negara.bahas.potensi.uranium,
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM). Diakses pada tanggal
26/09/2017/16.56/
EBTKE, 2017. 37 Permintaan energi dunia
meningkat.http://www3.esdm.go.id/berita/um
um/37-umum/2133-hingga-2030 permintaan-
energi-dunia-meningkat-45-.html. Diakses
Tanggal 26/09/2017/ 6.45/..
Nucleartourist, Pressurized Water Reactor
(PWR).http://www.nucleartourist.com/type/p
wr.htm. Diakses Tanggal 27/09/2017/15.06/.
Wikipedia, 2017 Protactinium.
https://en.wikipedia.org/wiki/Protactinium
12/10/2017/ 14.18
E - 05
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
82
Studi Eksperimental Pengaruh Suhu Karbonisasi pada Prototipe Electrical Carbonization Furnace (ECF) terhadap Rendemen dan
Analisis Proksimat Karbon Aktif dari Limbah Tempurung Kelapa
Enggal Nurisman1,*, Amiliza Miarti2 dan Ahmad Sharul3 1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Inderalaya–Prabumulih KM. 32 Inderalaya, Indonesia
2Jurusan Teknik Pengolahan Migas Politeknik Akamigas Palembang
Jalan Kebon Jahe, Gedung Diklat Komperta Plaju, Palembang, Indonesia
* email: [email protected]
Abstrak
Tempurung kelapa sebagai limbah hasil perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. Proses pembuatan karbon aktif dilakukan melalui tahapan preparasi, karbonisasi dan proses aktivasi menggunakan HCl. Tahapan karbonisasi dilakukan dengan menggunakan prototipe alat Electrical Carbonization Furnace (EFC) pada variasi suhu 450ᵒC, 475ᵒC, dan 500ᵒC dengan waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan temperatur karbonisasi menyebabkan rendemen karbon aktif semakin sedikit sedangkan kadar analisis fixed carbon (FC) meningkat. Hasil karbonisasi dengan rendemen arang paling banyak diperoleh pada suhu karbonisasi 450 oC dan waktu 1,5 jam yaitu sebanyak 28,448 %. Setelah melalui proses aktivasi dan analisis diketahui bahwa kandungan fixed carbon yang terbaik sebesar 62,45 % diperoleh pada temperatur 475ᵒC
Kata kunci : Karbon aktif, Furnace, Tempurung Kelapa, Karbonisasi
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang
beriklim tropis merupakan negara yang
memiliki luas area perkebunan kelapa dan
produksi yang besar. Pada tahun 2015, total
luas areal perkebunan kelapa mencapai
3.585.599 hektar dan produksi kopra
sebanyak 2.920.665 ton (Dirjen Perkebunan,
2016). Dalam proses pengolahannya,
umumnya daging kelapa diambil untuk
menghasilkan produk turunan sedangkan
tempurungnya umumnya dibuang dan
dianggap limbah. Limbah kelapa tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan
tangan maupun arang. Arang tempurung
kelapa merupakan produk utama dari proses
pirolisis tempurung kelapa dan hasil
sampingnya yaitu komponen volatil, air dan
abu (Palungkun, 1992; Woodroof, 1970).
Komponen penyusun arang terdiri dari karbon
terikat, abu, air, nitrogen dan sulfur. Sebagian
besar pori-pori arang masih tertutup dengan
hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain
(Marsh dan Reinoso, 2005; Bansal dan Goyal,
2005).
Karbon aktif termasuk salah satu produk
lanjutan dari arang tempurung yang bernilai
ekonomis tinggi. Karbon aktif adalah arang
yang telah diaktivasi sehingga pori-porinya
terbuka dan luas permukaannya bertambah
luas sekitar 300 sampai 2000 m2 /g.
Permukaan yang bertambah luas ini
E - 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
83
menyebabkan karbon aktif mempunyai daya
serap/adsorpsi yang makin tinggi terhadap gas
atau cairan (Kirk dan Othmer, 2006).
Metode aktivasi yang umum digunakan
pada pembuatan karbon aktif adalah aktivasi
fisika dan aktivasi kimia. Proses aktivasi
fisika adalah aktivasi yang dilakukan untuk
pengembangan pori dari karbon aktif dengan
bantuan uap panas dan gas pengaktif inert
pada kondisi temperatur yang tinggi antara
800-1100°C (Teng dkk.,1998; Hong dkk.,
2000; Lee dan Lee, 2001; Rodenas dkk.,
2003). Temperatur aktivasi merupakan salah
satu variabel yang sangat mempengaruhi
karakteristik karbon aktif. Pada kondisi
operasi temperatur tinggi tanpa udara akan
menghasilkan kualitas karbon aktif bermutu
tinggi yang komponen-komponen volatil akan
hilang, sehingga kadar karbon terikat juga
menjadi tinggi. Namun demikian proses
aktivasi fisika yang dilakukan pada kondisi
temperatur tinggi harus membutuhkan energi
listrik yang cukup besar dan juga gas
pengaktif
Proses aktivasi kimia pada pembuatan
karbon aktif dengan menggunakan aktivator
dapat memberikan keuntungan, antara lain
aktivasi karbon dapat berlangsung pada
kondisi temperatur dan tekanan operasinya
relatif rendah. Selain itu efek penggunaan
aktivator kimia mampu meningkatkan jumlah
pori-pori dalam karbon aktif hasil aktivasi
(Lillo-Rodenas dkk., 2004; Suzuki, 2007)
Penelitian tentang karbon aktif telah
banyak dilakukan dengan menggunakan
bahan baku yang mengandung karbon, jenis
aktivator, dan gas pengaktif berbeda.
Beberapa peneliti (Sricharoenchaikul dkk.,
2008; Kennedy dkk., 2004; Tawalbeh dkk.,
2005), telah menggunakan antara lain KOH,
NaOH, ZnCl2, KCl, H3PO4, dan HCl sebagai
aktivator dalam pembuatan karbon aktif
dengan aktivasi kimia. Ternyata penggunaan
aktivator-aktivator tersebut memberikan efek
yang berbeda-beda terhadap luas permukaan
maupun volume pori karbon aktif yang
dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena
kondisi, prosedur dan karakteristik sifat
kimia-fisika yang dilakukan berbeda.
Bebarapa cara aktivasi arang dapat
dilakukan misalnya dengan pemanasan
terhadap tempurung kelapa yang dikenal
dengan aktivasi secara fisika, selanjutnya
aktivasi secara kimia yang menggunakan zat-
zat kimia sebagai aktivator, yaitu asam fosfat
(H3PO4), kalium karbonat (K2CO3) atau seng
klorida (ZnCl2), kalium hidroxid (KOH) dan
asam klorida (HCl) [Sudrajat, 1991].
Pada penelitian ini tempurung kelapa akan
dipanaskan pada prototipe Electical
Carbonization Furnace (ECF) dengan
temperatur 450ᵒC-600ᵒC dan penambahan
activating agent pada arang berupa HCL 4:1
pada pembuatan karbon aktif menggunakan
arang tempurung kelapa yang diaktivasi
secara kimia dengan aktivator asam klorida
(HCL). Asam klorida dipilih karena harganya
relatif lebih murah dibandingkan aktivator
bahan.kimia lainnya.
Metodologi Penelitian
Bahan utama penelitian ini berupa
tempurung kelapa dan aktivator bahan kimia
asam klorida (HCL). Adapun skema diagram
alir penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
Gambar .1. Skema diagram alir penelitian
a) Preparasi
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
84
Tempurung kelapa dibersihkan dari
serabut, dipotong-potong kecil dan
dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2
hari. Selanjutnya bahan baku ditimbang
sebanyak 1 kg dan direduksi kembali
menjadi ukuran 4 mesh.
Gambar 2. Pengukuran berat sampel yang
telah dipreparasi
Dalam setiap sampel penelitian digunakan
tempurung kelapa sebanyak 100 g dan
selanjutnya dilakukan analisis kadar air,
volatile, abu dan fix carbon dari sampel bahan
baku tersebut
b) Karbonisasi
Karbonisasi merupakan proses pirolisis
yang bertujuan untuk mengubah tempurung
kelapa menjadi arang. Adapun tahap
karbonisasi yang dilakukan sebagai berikut :
• Persiapkan sampel tempurung kelapa
yang sudah dipreparasi sebanyak 100
gram dengan ukuran 40 mesh lalu
dimasukkan ke cawan karbonasi
• Cawan karbonisasi selanjutnya
dimaksukkan kedalam ECF V.1.2 yang
telah diatur berdasarkan suhu karbonisasi
yang telah ditetapkan
• Proses karbonisasi berlangsung selama
waktu 1,5 jam 2 jam dan 2,5 jam dan
dipanaskan pada suhu yang bervariasi
pada 450oC, 475oC dan 500oC
• Setelah melalui tahapan waktu dan
temperatur yang telah ditentukan, produk
arang yang dihasilkan didinginkan
sampai mencapai temperatur normal di
dalam desikator.
Gambar 3. Sampel yang akan
dikarbonisasi dalam ECF
Proses karbonisasi tersebut berlangsung
pada prototipe peralatan Electrical
Carbonization Furnace (ECF) V.1.2
sebagaimana yang tertera pada gambar 4.
C) Tahap Aktivasi
Setelah karbonisasi selanjutnya dilakukan
proses aktivasi kimia agar dapat
meningkatkan jumlah pori-pori dalam karbon
aktif hasil aktivasi. Adapun langkah kerja
dalam tahap aktivasi tersebut antara lain :
• Arang tempurung kelapa dihaluskan
sampai berbentuk serbuk dengan ukuran
100 mesh.
• Selanjutnya arang tersebut direndam
dengan larutan HCL selama 24 jam.
• Selanjutnya arang tersebut direndam
dengan larutan HCL selama 24 jam.
• Setelah direndam selama 24 jam,
kemudian disaring
• Residu serbuk arang tempurung
kelapa yang diperoleh, dioven pada suhu
105oC selama ±1 jam, bertujuan untuk
menghilangkan cairan yang masih terdapat
pada serbuk arang tempurung kelapa.
Gambar 4. Prototipe Peralatan ECF V.1.2
d) Tahap Analisis
Karbon aktif yang dihasilkan selanjutnya
dianalisa berdasarkan analisis proximate yang
bertujuan untuk mengetahui beberapa
karakteristik, atau kandungan yang terdapat
didalam tempurung kelapa dan karbon aktif
yang dihitung dalam bentuk % berat (% wt)
pada kondisi dry basis (db). Variabel yang
diamati terdiri dari Volatile Matter, Ash
content dan Fixed Carbon. Hal ini
dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana
E - 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
85
perubahan karakteristik tempurung kelapa
setelah dikonversi menjadi menjadi karbon
aktif.
Gambar 5. Tahap aktivasi kimia karbon
aktif dari tempurung kelapa
Hasil dan Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan
didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Analisis Bahan baku
Hasil analisis dari tempurung kelapa yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 1 dibawah
ini :
Tabel 1. Hasil analisis bahan baku Bahanbaku Komponen Kandungan(% wt)
BatokKelapa
Moisture 10,99
Volatile Matter 63,17
Ash Content 13,03
Fixed Carbon 12,81
Analisis bahan baku tempurung kelapa
menunjukkan kandungan kadar air sebesar
10,99%, volatile 63,17 %, abu 13,03 % dan
karbon tertambat 12,81%. Melalui proses
karbonisasi diharapkan akan mampu
menurunkan volatile matter dan menaikkan
kadar karbon tertambatnya secara signifikan.
b) Analisis Pengaruh Temperatur
Karbonisasi terhadap kuantitas produk
arang
Pengaruh temperatur terhadap rendemen
arang yang dihasilkan ditunjukkan pada
Gambar 6. Pada gambar tersebut grafik
memperlihatkan jumlah arang dihasilkan
mengalami penurunan dari suhu 450ᵒC
sampai 500ᵒC yang semula memiliki berat
awal tiap sampel tempurung kelapa sebanyak
100 gr Pada waktu karbonisasi 1,5 jam di
suhu 450ᵒC arang yang dihasilkan memiliki
berat sebanyak 28,4481 gr, di suhu 475ᵒC
beratnya berkurang menjadi 27,1429 gr, dan
semakin berkurang pada suhu 500ᵒC menjadi
26,7805 gr.
Kecendrungan yang sama juga
ditunjukkan dalam gambar 7. Grafik tersebut
memperlihatkan jumlah arang dihasilkan
mengalami penurunan dari suhu 450ᵒC
sampai 500 ᵒC pada masing-masing sampel.
Pada waktu karbonisasi 2 jam di suhu 450ᵒC
diperoleh arang dengan berat sebanyak
27,2807 gr, di suhu 475ᵒC memiliki berat
sebanyak 26,9074 gr, dan di suhu 500ᵒC
memiliki berat sebanyak 25,9614 gr.
Gambar 7. Pengaruh Suhu Karbonisasi
selama 2 jam terhadap kuantitas arang
Pada saat waktu karbonisasi ditingkatkan
menjadi 2,5 jam, peningkatan temperatur juga
menyebabkan penurunan rendemen arang.
Dampak peningkatan temperatur 450ᵒC,
475ᵒC, dan 500ᵒC masing-masing dapat
dilihat pada gambar 8
Gambar 8. Pengaruh Suhu Karbonisasi
selama 2,5 jam terhadap kuantitas arang
E - 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
86
Dari gambar 8 diatas memperlihatkan
jumlah arang dihasilkan mengalami
penurunan pada saat kenaikan suhu 450ᵒC
sampai 500 ᵒC Pada waktu karbonisasi 2,5
jam di suhu 450ᵒC arang yang dihasilkan
sebanyak 25,3284 gr dan mengalami
penurunan pada suhu 475ᵒC menjadi 24,5864
gr. Rendemen arang semakin berkurang di
suhu 500ᵒC menjadi 23,2976 gr. Dengan
demikian, meskipun waktu proses karbonisasi
bervariasi dari 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam,
semuanya menunjukkan kecendrungan yang
sama yaitu semakin tinggi temperatur
menunjukkan semakin sedikit rendemen
arang yang dihasilkan. Hasil karbonisasi
dengan rendemen arang paling banyak
diperoleh pada suhu karbonisasi 450 oC dan
waktu 1,5 jam yaitu sebanyak 28,448%.
Gambar 9. Pengaruh suhu karbonisasi
terhadap rendemen arang
Penurunan rendemen arang ini
menunjukkan bahwa adanya unsur atau
senyawa yang terurai selama proses
karbonisasi. Proses karbonisasi menurut R.
Sudrajat, 1994, terdiri dari empat tahap yaitu:
1. Pada suhu 100oC – 120oC terjadi
penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai
terjadi penguraian selulosa.
2. Pada suhu 270 oC – 310 oC reaksi
eksotermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi
larutan piroligant, gas kayu, dan sedikit tar.
3. Pada suhu 310 oC – 500 oC terjadi
peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas
CO2 menurun sedangkan gas CO, CH4 dan H2
meningkat.
4. Pada suhu 500 – 1000 oC merupakan
tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon.
Berdasarkan tahap tersebut maka
dapat diketahui bahwa penurunan rendemen
arang jika dibandingkan bahan baku
tempurung kelapa sebagai akibat penguraian
unsur selulosa yang selanjutnya terurai
menjadi gas-gas yang bersifat volatil.
c) Pengaruh Temperatur Karbonisasi
terhadap analisis proksimat karbon
aktif
Setelah dilakukan proses aktivasi maka
untuk mengetahui apakah nilai kualitas
karbon aktif yang dihasilkan memenuhi
standar persyaratan maka dilakukan analisis
proksimat berdasarkan prinsip gravimetri.
Adapun hasil analisa terhadap arang aktif
yang dihasilkan dinyatakan dalam tabel 2
berikut
Tabel 2. Hasil analisis prokssimat
karbon aktif tempurung kelapa
Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa setelah
dilakukan proses analisis ternyata terdapat
penurunan unsur volatile dari karbon aktif
yang dihasilkan secara signifikan jika
dibandingkan dengan bahan baku. Awalnya
tempurung kelapa memiliki unsur volatile
sebesar 63,17 % dan setelah dikarbonisasi
dan diaktivasi dengan HCl, komponen
volatilenya berkurang menjadi 26,299 % pada
suhu karbonisasi 500 oC selama 2 jam. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 10 berikut
No Waktu (jam)
Temperatur (oC)
Volatile (%)
Ash (%)
Fix Carbon
(%)
1
1,5
450 30,309 16,877 52,814
475 29,223 14,056 57,572
500 26,313 12,820 60,867
2 2
450 27,380 13,450 59,170
475 28,371 14,007 59,443
500 26,299 12,240 61,461
3 2,5
450 28,651 12,757 58,592
475 26,550 11,004 62,446
500 26,545 12,635 60,820
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
87
Gambar 10. Pengaruh suhu karbonisasi
terhadap volatile matter
Berdasarkan grafik tersebut dapat diamati
bahwa peningkatan suhu karbonisis
menyebabkan terjadinya penurunan
kandungan volalite matter. Pada dasarnya,
karbonisasi merupakan suatu proses untuk
mengkonversi bahan organik menjadi arang.
Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat
yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2,
formaldehid, metana, formic dan acetil acid
serta zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O
dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi
dan dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
Selain komponen volatile matter,
peningkatan suhu karbonisasi juga
berpengaruh pada komponen abu (ash
content). Hal ini ditunjukkan pada gambar 11
dibawah ini.
Gambar 11. Pengaruh Suhu Karbonisasi
terhadap kadar abu karbon aktif
Grafik tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi temperatur menyebabkan
terjadinya penurunan kadar abu. Kadar abu
terendah sebesar 12,240 % yang dihasilkan
pada proses karbonisasi pada suhu 500oC
selama 2 jam. Ash merupakan residu
anorganik hasil pembakaran karbon aktif, ash
dalam karbon aktif terdiri dari inherent
dan extraneous. Inherent ash ada dalam
karbon aktif sejak pada masa pembentukan
karbon aktif dan keberadaan dalam karbon
aktif terikat secara kimia dalam struktur
molekul karbon aktif sedangkan Extraneous
Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu
lainnya yang berasal dari luar karbon aktif.
Faktor inilah yang menyebabkan
terbentuknya ash content pada karbon aktif.
Setelah dianalisis kadar volatile matter dan
kadar abunya, maka kandungan karbon
tertambat (fixed carbon) dapat diketahui.
Karena kandungan fixed carbon dipengaruhi
oleh unsur volatile matter dan abu
menyebabkan kadar fixed carbon dari proses
karbonisasi menunjukkan hasil yang
bervariasi sebagaima yang ditunjukkan pada
gambar 12.
Gambar 12. Pengaruh Suhu Karbonisasi
terhadap fixed carbon
Pada proses karbonisasi selama 1,5 jam
dan 2 jam menunjukkan bahwa semakin
tinggi suhu karbonisasi menyebabkan
semakin tinggi kadar fixed carbon. Namun
pada pada saat proses pemanasan
ditingkatkan selama 2,5 jam, maka awalnya
terjadi peningkatan fixed carbon dari suhu
450 oC – 475 oC. Namun ketika suhu
dinaikkan menjadi 500 oC justru kadar fixed
carbon mengalami penurunan. Perbedaan
kondisi kadar fixed carbon tersebut
kemungkinan diakibatnya adanya
kontaminasi unsur dari luar selama proses
aktivasi arang aktif berupa extraneous ash
yang berasal dari dilusi atau sumber abu
E - 11
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
88
lainnya yang berasal dari luar karbon aktif.
Kadar abu yang meningkat akan
menyebabkan penurunan kadar fixed carbon.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan temperatur karbonisasi
menyebabkan rendemen arang untuk karbon
aktif semakin sedikit sedangkan kadar analisis
fixed carbon (FC) meningkat. Hasil
karbonisasi dengan rendemen arang paling
banyak diperoleh pada suhu karbonisasi
450oC dan waktu 1,5 jam yaitu sebanyak
28,448 %. Setelah melalui proses aktivasi dan
analisis diketahui bahwa kandungan fixed
carbon yang tertinggi sebesar 62,45 %
diperoleh pada temperatur 475ᵒC
Daftar Pustaka
[1] Anonim, Statistik Perkebunan Indonesia
2015-2017 : Kelapa, Sekretariat Dijen
Perkebunan Kementerian Pertanian.
Jakarta,2016
[2] P Rizki, Istria. Pengaruh Aktivas Arang
Aktif dari Tongkol Jagung dan
Tempurung Kelapa Terhadap Luas
Permukaan dan Daya Jerap Iodin,
Univesitas Negeri Semarang, 2015
[3] Jamilatun, Siti.,Pembuatan Arang Aktif
dari Tempurung Kelapa dan Aplikasinya
untuk Penjernihan Asap Cair. Jurnal
Spektrum Industri 2014, Vol. 12, No. 1, 1
– 112, ISSN : 1963-6590. pp. 75-76
(2014)
[4] M.Pakiding. Lewi., Online Jurnal of
Natural Science, Vol.3(1): 47-54, ISSN:
2338-0950, hlm. 46-49 (2014).
[5] Santoso, Adi. 2017. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/lembinsp
/inspeksi/detail/7637. 20 April 2017.
[6] Turmuzi,Muhammad.,Pengaruh
Temperatur Dalam Pembuatan Karbon
Aktif Dari Kulit Salak (Salacca
Sumatrana) Dengan Aktifator Seng
Klorida (ZnCl2). Jurnal Teknik Kimia
USU, Vol. 4, No. 2. Hlm. 59 (2015)
[7] Tamado, Daniel., Sifat Termal Karbon
Aktif Berbahan Arang Tempurung
Kelapa Seminar Nasional Fisika
Universitas Negeri Jakarta. Hlm. 74
(2013)
[8] Sudrajat, R, Pari, G, Arang Aktif :
Teknologi Pengolahan dan Masa
Depannya, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Jakarta, 2008.
[9] Bahan Pelajaran Pelatihan Umum Teknik Pertambangan Batubara: Preparasi Batubara – Kontrol Kualitas, NEDO, 2003.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
89
Upaya Konservasi Tanaman Merbau (Intsia palembanica) Di Lahan Reklamasi Pasca Tambang PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Wisjnoe Adjie1, Arif hadi1, Dedy Saptaria Rosa1, Amarudin1*, Adi Arti Elettaria1
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk., Jl. Parigi No. 1 Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Indonesia; Tlp. (0734) 451202; Fax. (0734) 451095; email: [email protected]
Abstrak
Merbau (Intsia palembanica) merupakan salah satu tanaman lokal endemik Sumatera Selatan yang
status konservasinya telah masuk dalam Red List IUCN sebagai jenis yang beresiko punah karena
eksploitasi komersial, sedangkan menurut the Convention on the Trade in Endangered Species of
Wild Flora and Fauna (CITES), merbau diklasifikasikan sebagai jenis yang vulnerable (CITES
Appendix III). Demikian pula menurut the World Conservation Monitoring Centre (WCMC), jenis
ini tergolong jenis yang terancam (threatened). PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. merupakan salah
satu perusahaan pertambangan di Sumatera Selatan yang berupaya melestarikan keanekaragaman
hayati khususnya di lahan pasca tambang dan sekitarnya, diantaranya tanaman merbau. Upaya
konservasi tanaman merbau yang dilakukan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. yaitu melalui
pembibitan dan penanaman tanaman merbau di lahan reklamasi, kegiatan green mining di luar
tambang serta pembangunan sumber benih merbau tersertifikasi. Target produksi bibit merbau di
persemaian PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. yaitu sebanyak 5.000 bibit per tahun. Total penanaman
mulai tahun 2010 sampai dengan Juni 2017 sebanyak 70.562 batang. Sumber benih merbau yang
dibangun pada tahun 2012 seluas 1,9 Ha telah mampu menghasilkan benih sebanyak ± 325 kg.
Kata kunci : Intsia palembanica, konservasi, tanaman endemik, lahan reklamasi.
Pendahuluan
Merbau (Intsia palembanica) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang menghasilkan jenis kayu komersial dengan nilai ekonomi yang tinggi. Kualitas kayu yang tinggi menjadikan tanaman merbau sebagai primadona di dalam perindustrian kayu. Nilai ekonomi serta kualitas kayu yang tinggi membuat tanaman ini banyak dilirik oleh para pengusaha kayu baik dari dalam maupun luar negeri. Sulitnya pengurusan perizinan eksploitasi kayu merbau ini membuat semakin maraknya kegiatan pembalakan liar (illegal logging). Eksploitasi tanaman merbau yang berlebihan tanpa didukung dengan pembudidayaan tanaman yang intensif dapat menyebabkan kelangkaan terhadap spesies lokal ini. Di Sumatera Selatan sendiri, jenis tanaman merbau (Intsia palembanica) yang
merupakan jenis tanaman lokal endemik mulai sulit ditemukan. Bahkan status konservasi merbau di Indonesia telah masuk dalam Red List IUCN sebagai jenis yang beresiko punah karena eksploitasi komersial, sedangkan menurut the Convention on the Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), merbau diklasifikasikan sebagai jenis yang vulnerable (CITES Appendix III). Demikian pula menurut the World Conservation Monitoring Centre (WCMC), jenis ini tergolong jenis yang terancam (threatened) [1].
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. merupakan salah satu perusahaan pertambangan di Sumatera Selatan yang di dalam perizinannya diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan reklamasi lahan pasca tambang. Di dalam upaya reklamasi tersebut diharapkan mampu
KH - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
90
mengembalikan spesies-spesies yang hilang akibat kegiatan pertambangan khususnya spesies endemik yang semula mengisi rona awal lahan sebelum penambangan serta menambah jenis spesies lain baik jenis endemik maupun eksotik di lahan reklamasi tersebut seperti tanaman merbau untuk meningkatkan kelestarian keanekaragaman hayati khususnya di lahan pasca tambang dan sekitarnya. Merbau (Intsia palembanica) sendiri merupakan jenis tanaman lokal Sumatera Selatan yang hampir tidak ditemukan pada saat inventarisasi rona awal tegakan sebelum penambangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
adanya upaya penyelamatan tanaman merbau
ini dari ancaman kepunahan. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan
konservasi khususnya di lahan reklamasi
pasca tambang PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk. sehingga dengan adanya upaya tersebut
diharapkan dapat membantu melestarikan
spesies tanaman yang terancam punah.
Upaya Konservasi
Konservasi adalah upaya untuk menjamin
keberlangsungan keberadaan jenis, habitat
dan komunitas biologis serta interaksi antar
jenis dan jenis dengan ekosistem. Strategi
konservasi dapat dicapai melalui proteksi
populasi di habitat alaminya (biasa disebut
konservasi in-situ) atau melalui konservasi
ex-situ [2].
Pembibitan. Bibit merbau dapat
diproduksi secara generatif yaitu dengan
benih maupun secara vegetatif yaitu dengan
stek pucuk. Namun demikian, saat ini
perbanyakan dengan menggunakan benih
merupakan pilihan utama. Benih merbau
memiliki kualitas kulit yang keras sehingga
untuk mempercepat perkecambahannya
dilakukan dengan mengikir kulit benih di
bagian tempat tumbuhnya calon akar
kemudian dikecambahkan pada media pasir
halus yang telah diayak untuk mendapatkan
ukuran media yang seragam. Setelah tumbuh,
semai merbau di pindahkan ke polybag
bermedia tanah dan pupuk bokashi dengan
perbandingan 1:1. Semai yang telah disapih
ditempatkan pada lokasi yang ternaung.
Pemeliharaan yang dilakukan di persemaian
antara lain penyiraman yang dilakukan secara
kontinyu setiap pagi, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Bibit dengan ukuran tinggi ± 60 - 100 cm dan
dalam kondisi sehat siap untuk ditanam di
lapangan. Target produksi bibit merbau di
persemaian PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
yaitu sebanyak 5.000 bibit per tahun.
Gambar 1. Pembibitan Tanaman Merbau
Penanaman. Kegiatan penanaman diawali
dengan pengolahan tanah menggunakan bajak
untuk memperbaiki aerasi tanah serta
memudahkan pada saat kegiatan penanaman.
Kemudian dilakukan penanaman cover crop
untuk mencegah terjadinya erosi terutama
yang diakibatkan oleh limpasan air hujan.
Setelah penanaman cover crop barulah
dilakukan penanaman tanaman pioner.
Setelah tanaman pioner berumur 3 tahun
dilakukan pengkayaan melalui penanaman
tanaman merbau. Merbau ditanam sebagai
tanaman pengkayaan karena merbau
merupakan tanaman yang bersifat semi
toleran, artinya membutuhkan naungan pada
awal pertumbuhan. Penanaman dilakukan
disela-sela tanaman pionir (jarak tanam
tanaman pionir = 4 x 4 m) dengan ukuran
lubang tanam 30 x 30 x 30 cm. Proses
penanaman yang dilakukan yaitu dengan
menambahkan pupuk bokashi yang
merupakan pupuk kompos yang terbuat dari
bahan organik yang dibuat oleh masyarakat
setempat yang dibina PT. Bukit Asam
KH - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
91
(Persero), Tbk. melalui program SIBA
(Sentra Industri Bukit Asam) dengan dosis
sebanyak ± 3 kg bokashi per lubang
tanamnya. Kemudian memasukkan tanaman
yang telah dilepas polybagnya ke dalam
lubang tanam tersebut dan menutup lubang
tanam hingga leher akar tanaman dan
memadatkannya. Target penanaman merbau
oleh PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. baik di
lahan pasca tambang maupun di luar tambang
sedikitnya 5.000 batang setiap tahunnya agar
tercapai kelestarian tanaman merbau dari
ancaman kepunahan. Sampai dengan Juni
2017, tanaman merbau yang sudah ditanam
adalah sebanyak 70.562 batang. Selain
tanaman merbau, PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk. juga menanam jenis-jenis tanaman lokal
lainnya (Kelampayan, Tembesu, Bambang
Lanang dll). Pemeliharaan tanaman yang
dilakukan di lapangan lantara lain
penyiangan, pendangiran, pemupukan, serta
pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Gambar 2. Diagram Status Konservasi
Merbau Melalui Penanaman
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat
bahwa terjadi penurunan jumlah penanaman
merbau pada tahun 2013 dan 2014, akan
tetapi dari jumlah tersebut masih melebihi
target penanaman tanaman merbau sebanyak
5.000 batang/tahun. Walaupun demikian,
kegiatan penanaman yang telah dilakukan
sebagai upaya konservasi tanaman merbau
berpengaruh terhadap peningkatan status
tanaman merbau khususnya di lahan pasca
tambang PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Green Mining. Upaya konservasi lain juga
digalakkan melalui kegiatan green mining,
yaitu konsep penambangan yang ramah
lingkungan baik lingkungan hayati maupun
masyarakat. Kegiatan green mining
dilaksanakan bersama dengan masyarakat di
luar lokasi tambang seperti di pemukiman,
sekolah-sekolah, perkantoran, dan sarana
prasarana lainnya.
Gambar 3. Penanaman Tanaman Merbau
Pembangunan Sumber Benih. Sebagai
wujud komitmen perusahaan dalam
pelestarian keanekaragaman hayati, PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk. membangun sumber
benih merbau. Sumber benih adalah suatu
tegakan hutan di dalam kawasan dan di luar
kawasan hutan yang dikelola guna
memproduksi benih berkualitas [3]. Tujuan
pembangunan sumber benih merbau yaitu
untuk menjaga kelestarian dan
mempertahankan tanaman merbau dari
ancaman kepunahan, serta dapat
menghasilkan benih berkualitas. Sumber
benih Merbau dibangun pada tahun 2012
seluas 1,9 Ha dan sampai dengan Juni 2017
telah mampu menghasilkan benih sebanyak ±
325 kg. Pada tahun 2017 sumber benih
tersebut telah disertifikasi oleh Balai
Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Wilayah
I dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) dan termasuk dalam
kelas Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT).
Tujuan dilakukannya sertifikasi sumber benih
yaitu memberikan jaminan kebenaran
informasi tentang klasifikasi sumber benih
yang memenuhi kriteria dan standar [3].
KH - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
92
Gambar 4. Sumber Benih TBT Merbau
Kesimpulan
1. Upaya konservasi tanaman merbau yang
dilakukan oleh PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk. yaitu pembibitan, penanaman, green
mining di luar lahan pasca tambang serta
pembangunan sumber benih.
2. Target pembibitan dan penanaman
tanaman merbau adalah 5.000
batang/tahun.
3. Tanaman merbau yang sudah ditanam
sampai dengan Juni 2017 yaitu sebanyak
70.562 batang.
4. Perlunya upaya pemeliharaan tanaman
merbau secara kontinyu untuk menunjang
keberhasilan upaya konservasi.
Daftar Pustaka
[1] Tuheteru, Faisal Danu. 2010. Keragaman
dan Strategi Konservasi Genetik Jenis
Merbau (Intsia bijuga (Colebr.) O.
Kuntze) di Papua. Jurnal Mitra Hutan
Tanaman Vol. 5 No. 2, Agustus 2010,
Hal. 39-50.
[2] Siran, S. A. 2007. Status Riset Pengelolaan Dipterocarpa di Indonesia. Balai Penelitian Kehutanan Kalimantan. Samarinda.
[3] Peraturan Direktur Jenderal rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial No. 03
Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikasi
Sumber Benih Tanaman Hutan.
KH - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
93
SEBARAN KANDUNGAN KARBON INORGANIK TERLARUT DI MUARA BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
Anna IS Purwiyanto, Fitri Agustriani, Wike AE Putri, Fauziyah
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia
Corresponding author : [email protected]
ABSTRAK
Muara Banyuasin merupakan salah satu muara sungai terbesar Provinsi Sumatera Selatan yang berperan penting dalam mengontrol siklus biogeokimia di wilayah perairan Sumatera Selatan. Salah satunya adalah mengontrol difusi karbon perairan dan atmosfer. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sebaran kandungan karbon inorganic terlarut atau dissolved inorganic carbon (DIC) di seluruh kawasan Muara Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan pada bagian permukaan perairan pada saat surut dengan menggunakan 22 stasiun yang tersebar di seluruh wilayah muara. Pengukuran secara insitu dilakukan untuk kualitas air, seperti suhu, salinitas dan pH. Sedangkan pengukuran di laboratorium dilakukan untuk parameter DIC. Hasil penelitian menunjukkan kandungan DIC berkisar antara 23,884-112,316 µmol/kg dengan pH berkisar antara 7.41-8.82, salinitas pada kisaran 7-27 ‰ dan suhu perairan antara 24,6-30,2 °C
Kata kunci : karbon inorganik terlarut, Muara Banyuasin, Sebaran
PENDAHULUAN
Muara Banyuasin merupakan muara sungai di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki kondisi cukup kompleks, mengingat lokasinya yang dikelilingi oleh mangrove dan memperoleh masukkan air dari dua sungai besar yang padat aktifitas pada bagian hulu. Kompleksitas tersebut tentu saja secara tidak langsung akan mempengaruhi fungsi ekologis muara terutama berkaitan dengan pemanasan global, yaitu fungsi dalam siklus biogekimia. Sama halnya dengan perairan secara umum, Muara Banyuasin juga memiliki peran dalam mengontrol penyerapan dan pelepasan karbondioksida (CO2) antara atmosfer dan perairan. Terlebih lagi, kondisi muara yang dikelilingi oleh mangrove yang cukup tebal mengakibatkan fungsi biogeokimia pada perairan ini sangat diharapkan untuk menjaga CO2 dalam perairan maupun atmosfer.
Berkaitan dengan siklus karbon, perairan estuary merupakan perairan yang cenderung memperoleh pasokan karbon dari daratan. Hal ini tentu saja akan berimbas pada kondisi perairan estuary yang menjadi jenuh akan karbon dan selanjutnya berpengaruh dalam
peran perairan sebagai sink ataukah source karbon. Milliman and Syvitski (1992) dalam Adi dan Rustam (2010) mengemukakan bahwa sungai juga melepaskan karbon terlarut ke perairan pesisir hingga 0,25 – 0,4 x 105 g setiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa perairan pesisir, termasuk estuary
didalamnya, ikut berperan penting terhadap budget karbon global. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat siklus karbon suatu perairan adalah karbon inorganic terlaut atau dissolved inorganic carbon (DIC). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi dan konsentrasi DIC di Muara Banyuasin sebagai tahap awal dalam penentuan peran Muara Banyuasin terhadap karbon global.
MATERI DAN METODE
Pengambilan sampel dan pengukuran parameter secara insitu dilakukan pada saat surut menuju pasang dan di lapisan permukaan. Pengukuran parameter insitu dilakukan di lapisan permukaan setiap stasiun penelitian dengan menggunakan peralatan portable.
PPL - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
94
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Adapun parameter yang diukur adalah suhu, salinitas, dan pH. Sedangkan sampel perairan diambil sebanyak 100 ml dan kemudian diawetkan dengan HgCl2. Metode pengawetan sampel dilakukan sesuai dengan Dickson et al. (2007). Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam coolbox untuk dianalisis kandungan DIC di laboratorium. Analisis DIC dilakukan dengan metode titrasi sesuai Giggenbach dan Goguel (1989), yaitu menggunakan prinsip perubahan pH akibat penambahan HCl dan NaOH. Nilai DIC sendiri diperoleh dengan menggunakan persamaan (Afdal, 2011) :
Keterangan: A dan B = Volume HCl yang digunakan untuk menurunkan pH. C dan D = Volume NaOH yang digunakan untuk menaikkan pH. Vs = Volume sampel air laut yang dianalisa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Kualitas Perairan
Kualitas perairan yang diukur dalam penelitian ini adalah pH, suhu, dan salinitas.
Hasil pengukuran parameter ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas Air Muara Banyuasin
Parameter Min Max Rata-rata
Salinitas (‰)
pH
Suhu (oC)
7
7,72
24,6
27
8,62
30,2
20,36
8,16
29,4
Salinitas Muara Banyuasin berkisar antara 7 – 27 ‰ dengan salinitas tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 13 (Gambar 2). Tingginya salinitas stasiun 2 karena lokasinya yang memang berada di luar muara dan terkena masukkan air laut secara langsung. Sedangkan rendahnya salinitas pada stasiun 13 karena masih adanya pengaruh air tawar dari sungai. Meskipun diketahui pengukuran salinitas dilakukan pada saat arus surut menuju pasang hingga pasang, namun pergerakan massa air juga membutuhkan waktu. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan salinitas yang cukup mencolok. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 dengan menggunakan 22 stasiun yang mencakup keseluruhan wilayah muara (Gambar 1).
PPL - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
95
Gambar 2. Sebaran salinitas Muara Banyuasin
Gambar 3. Sebaran pH perairan Muara Banyuasin
Gambar 4. Sebaran suhu perairan Muara Banyuasin
PPL - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
96
Gambar 5. Sebaran DIC Muara Banyuasin
Secara umum, pH perairan Muara Banyuasin bersifat basa dengan kisaran antara 7,62 – 8,62 dengan pH terendah pada stasiun 11 dan ph tertinggi pada stasiun 17 (Gambar 3). Nilai pH ini sesuai dengan penelitian Zulhaniarta et al. (2015) yang juga memperoleh hasil kisaran pH Muara Banyuasin antara 7,56 – 8,59 pada saat pasang dan 7,66 – 8,37 pada saat surut. Berdasarkan Gambar 2 diperoleh bahwa pH tertinggi terdapat di stasiun 17 yang memiliki letak dekat dengan kawasan mangrove di Tanjung Api-Api.
Hal ini diduga karena pengaruh dari arus pasang yang cenderung bergerak masuk menuju stasiun 16 dan 17. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Afdal et al. (2012) dimana variabilitas pH pada perairan dapat disebabkan oleh perbedaan massa air yang dibawa pada saat pasang dan surut, yaitu membawa massa air dengan pH tinggi pada saat pasang dan massa air dengan pH rendah pada saat surut. Suhu perairan Muara Banyuasin berkisar antara 24,6 – 30,2 dengan suhu terendah pada stasiun 10 dan tertinggi pada stasiun 17 (Gambar 4). Perbedaan suhu ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengukuran yang mempengaruhi antara bagian sungai dan mulut muara yang berhadapan langsung dengan laut. intensitas cahaya matahari yang diserap oleh perairan. Selain itu, kondisi cerah dan hujan yang berbeda pada setiap titik pada saat pengukuran dilakukan di
lapangan juga menjadi salah satu factor yang menentukan suhu perairan.
Kandungan DIC
Hasil analisis DIC menunjukkan bahwa kandungan DIC di Muara Banyuasin berkisar antara 23,884 – 112,316 µmol/kg. Konsentrasi DIC tertinggi ditunjukkan di stasiun 15 yang terletak tepat di depan Pelabuhan Tanjung Api-Api. Hal ini diduga karena adanya masukkan karbon antropogenik akibat kegiatan di sekitar pelabuhan. Namun demikian, diperlukan penelitian lebih jauh untuk membuktikan hal tersebut. Parameter DIC dapat menjadi buffer alam terhadap perubahan pH yang terjadi. Masuknya CO2 ke dalam perairan mengakibatkan terjadi reaksi antara CO2 dan H2O yang menghasilkan ion bikarbonat (HCO3
-) dan ion hydrogen (H+) sehingga akan nantinya akan mempngaruhi perubahan pH (Royal Society, 2005).
Nilai kandungan DIC pada Muara Banyuasin secara umum jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan perairan Pulau Payung, Sumatera Selatan yaitu 144,69 – 1080,91 µmol/kg (Purwiyanto dan Agustriani, 2017). Meskipun kedua lokasi ini memiliki jarak yang tidak terlalu jauh, dan sama-sama mendapat aliran massa air dari 2 buah sungai.
Analisis korelasi yang dilakukan terhadap parameter kualitas perairan dan DIC menunjukkan bahwa DIC memiliki korelasi
PPL - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
97
linier yang lebih tinggi dengan parameter pH dibandingkan parameter salinitas dan suhu, yaitu 0,46 untuk parameter pH, 0,35 untuk parameter salinitas, dan 0,03 untuk parameter suhu. Hubungan korelasi linier tersebut merupakan korelasi positif, yang berarti hubungan searah dimana perubahan salah satu parameter akan mempengaruhi variable parameter lain. Hubungan korelasi positif antara DIC dan pH juga diperoleh dalam penelitian Daulat et al. (2014) bahkan dengan nilai korelasi yang lebih besar (0,66)
KESIMPULAN
Kandungan DIC di perairan Muara Banyuasin berkisar antara 23,884-112,316 µmol/kg dengan konsentrasi tertinggi pada stasiun 15 (depan Pelabuhan Tanjung Api-Api). Konsentrasi DIC pada Muara Banyuasin memiliki korelasi linier positif dengan parameter pH dan salinitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adi NS dan A Rustam. 2009. Studi Awal Pengukuran Sistem CO2 Di Teluk Banten. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan VI ISOI 2009
Afdal. 2011. Pertukaran Gas CO2 Di Perairan Pesisir : Studi Kasus Di Selat Nasik, Belitung Dan Estuari Donan, Cilacap Udara-Laut [Thesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Afdal, RF Kaswadji, AF Koropitan. 2012. Pertukaran Gas Co2 Udara-Laut Di Perairan Selat Nasik, Belitung. J. Segara 8 (1) : 9-17
Daulat A, MA Kusumaningtyas, RA Adi, WS Pranowo. 2014. Sebaran kandungan CO2 terlarut di perairan pesisir selatan Kepulauan Natuna. Depik 3 (2) : 166-177
Dickson, A.G., C.L. Sabine, J.R. Christian (Eds). 2007. Guide to best practice for ocean co2 measurements.vPICES Special Publication 3, 191 pp. British Columbia, Canada.
Giggenbach, W.F., R.L. Goguel. 1989. Collection and analysis of geothermal and volcanic water and gas diskharges.
Report No. CD 2401, 4th edition. Chemistry Division , Department of Scientific and Industrial Research. Peton, New Zealand.
Purwiyanto, AIS dan F Agustriani. 2017. Assessment of Carbon Status in Marine Protected Area of Payung Island Waters, South Sumatera Province, Indonesia. Indonesian Journal of Marine Science 22 (1) : 1-6
Royal Society. 2005. Ocean acidification due to increasing atmospheric carbon dioxide. Policy Document 12/05. The Royal Society,1-68., London
Sari, SHJ dan LI Harlyan. 2015. Kelayakan Kualitas Perairan Sekitar Mangrove Center Tuban Untuk Aplikasi Alat Pengumpul Kerang Hijau (Perna Viridis L.). Research Journal of Life Science 02 (01) : 60-68
Susiana. 2015. Analisis Kualitas Air Ekosistem Mangrove di Estuari Perancak, Bali. doi : 10.17605/OSF.IO/4U3AB.
https://www.researchgate.net/publication/317276935_Analisis_kualitas_air_ekosistem_mangrove_di_estuari_Perancak_Bali
Zulhaniarta, D., Fauziyah, AI Sunaryo, dan R Aryawati. 2012. Sebaran Konsentrasi Klorofil-A Terhadap Nutrien Di Muara Sungai Banyuasin Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal 7 (1) : 9-20
PPL - 07
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
99
Peluang Komposter ‘De Kotiq’ dalam Infrastruktur Persampahan Kota Mendukung Pembangunan Inklusif
Sitti Sarifa Kartika Kinasih
Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Indo Global Mandiri
Jl. Sudirman No. 624 Palembang
Abstrak
Beban kota-kota dimasa depan akan semakin tak terkendali apabila tidak dilakukan perubahan manajemen persampahan, karena manusia abad ini mengalami perubahan pesat yang memicu perilaku konsumsi menjadi semakin kurang terkendali. Adapun Palembang adalah kota internasional, untuk itu harus menjaga estetika kotanya. Salah satunya yakni dengan menjaga sungai dan lingkungannya tidak tercemar oleh sampah dan limbah. Data spider web per kawasan kumuh dalam dokumen Slum Improvement Action Plan (SIAP) 2015-2019 Kota Palembang menunjukkan bahwa permasalahan persampahan merupakan masalah yang hampir dominan dibandingkan 6 indikator lainnya. Persentase sampah organik terbukti paling besar daripada jenis sampah lain. Padahal sampah organik merupakan penghasil gas metana. Gas metana 20-30 kali lebih berbahaya daripada karbondioksida. Perpres RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (PLTSa) akhirnya dibatalkan oleh MA karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya alternatif solusi mengurangi masalah persampahan kota sekaligus membangun perekonomian kota secara ramah lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan content analysis dan pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Komposter de Kotiq dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga di perkotaan untuk mengelola sampah basahnya. Pemanfaatan komposter secara masif diharapkan menjadi pendorong pembangunan inklusif di perkotaan karena dapat membuka lapangan pekerjaan, mendorong masyarakat untuk memilah sampahnya sehingga memudahkan industri daur ulang.
Kata kunci : sampah organik, komposter, sustainable, pembangunan inklusif, industri daur ulang
Pendahuluan
Data BAPPENAS (2015) memproyeksikan
penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan
pada tahun 2045 akan mencapai 82,37% dari
total penduduk. Maka beban kota akan
semakin tak terkendali apabila tidak
dilakukan perubahan manajemen
persampahan, karena manusia abad ini
mengalami perubahan pesat dan memicu
perilaku konsumsi menjadi semakin kurang
terkendali. Adapun Palembang adalah kota
internasional, untuk itu harus menjaga
estetika kotanya. Salah satunya yakni dengan
menjaga sungai dan lingkungannya agar
tidak dicemari oleh sampah-sampah dan
limbah.
Penelitian ini bertujuan untuk
menunjukkan adanya alternatif solusi
mengurangi masalah persampahan kota
sekaligus membangun perekonomian kota
secara ramah lingkungan untuk meningkatkan
penyerapan jumlah pengangguran melalui
pembangunan inklusif.
Tinjauan Pustaka
Komposter
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
100
Dalam Petunjuk Teknis Pt S-06-2000-C
Dept. Kimpraswil, disebutkan bahwa
komposter rumah tangga adalah alat yang
digunakan untuk mengolah sampah dapur
menjadi kompos terdiri dari 2 unit dipakai
secara bergantian ditempatkan secara
berdekatan atau terpisah. Kompos adalah
bentuk akhir dari bahan-bahan organik
sampah domestik setelah dekomposisi
(SNI:19-7030-2004). Sampah organik
domestik adalah sampah yang berasal dari
aktivitas permukiman antara lain sisa
makanan, daun, buah-buahan, sisa sayuran
(SNI:19-7030-2004).
Menurut NMC REKOMPAK-JRF dan
Dept. PU (2015), dalam proses perubahan
sampah organik menjadi kompos merupakan
proses metabolisme alami dengan bantuan
makhluk hidup. Untuk itu, ada beberapa
faktor yang wajib dipenuhi, diantaranya yaitu:
mikroorganisme atau mikroba (semakin
banyak jumlahnya, semakin baik); udara;
kelembaban sedang (50-70%); suhu ideal;
nutrisi; faktor lain seperti waktu, PH (derajat
keasaman), dan ukuran partikel sampah
organik. Rata-rata proses komposting
membutukan waktu sekitar 6-8 minggu.
Variasi waktu tergantung pada jenis sampah
organik dan ada tidaknya unsur tambahan
mempercepat proses komposting seperti
EM4.
Infrastruktur Persampahan Kota
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik
yang menyediakan transportasi, pengairan,
drainase, bangunan-bangunan gedung dan
fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg,
1988 dalam Kodatie, 2003). Di dalam UU No.
18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
disebutkan bahwa sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/ atau proses
alam yang berbentuk padat. Pada pasal 6
disebutkan bahwa tugas pemerintah dan
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 (menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan) terdiri atas: a.
menumbuhkembangkan kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan sampah; b.
melakukan penelitian, pengembangan
teknologi pengurangan, dan penanganan
sampah; c. memfasilitasi, mengembangkan,
dan melaksanakan upaya pengurangan,
penanganan, dan pemanfaatan sampah; d.
melaksanakan pengelolaan sampah dan
memfasilitasi penyediaan prasarana dan
sarana pengelolaan sampah; e. mendorong
dan memfasilitasi pengembangan manfaat
hasil pengolahan sampah; f. memfasilitasi
penerapan teknologi spesifik lokal yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk
mengurangi dan menangani sampah; dan g.
melakukan koordinasi antarlembaga
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar
terdapat keterpaduan dalam pengelolaan
sampah.
Pembangunan Inklusif
United Nations Development Programme/
UNDP mendefinisikan pembangunan Inklusif
(PI) sebagai pembangunan ekonomi yang
melibatkan dan mengikutsertakan semua
warga negara (Prasetyantoko, dkk., 2012).
Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
jangan sampai mengabaikan kemiskinan dan
menafikan ketimpangan yang justru akan
melahirkan dan “mematangkan” frustasi
sosial di kalangan masyarakat bawah. Sebagai
agen pelaksana dan institusi solidaritas, PI
tidak saja bertumpu pada institusi negara
(birokrasi) tetapi juga institusi masyarakat
(masyarakat sipil, asosiasi warga, kelompok
agama, organisasi sosial, dan lain-lain). PI
dapat digambarkan dengan ciri sebagai
berikut:
a. Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran
penting, tapi bukan tujuan;
b. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana
untuk tujuan kemakmuran bersama semua
orang dan warga negara;
c. Pertumbuhan ekonomi dan kebijakan
publik dapat berbuat banyak dalam
mengurangi kemiskinan dan ketimpangan;
d. Kebijakan dan institusi sosial non-
ekonomi. Institusi jamiman sosial, tata
pemerintahan/ kualitas pemerintah
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
101
memiliki kedudukan sama penting dengan
kebijakan ekonomi (moneter dan fiskal)
Metodologi Penelitian
Teknik yang digunakan adalah metode
kualitatif deskriptif induktif dengan metode
pengumpulan data berupa observasi,
dokumetasi, dan wawancara. Analisis
utamanya ialah content analysis. Langkah-
langkah yang dilakukan untuk melakukan
penelitian content analysis ini antara lain
(University of Surrey, 2017): 1) Membaca
transkrip (membuat catatan singkat saat
informasi menarik atau relevan ditemukan);
2) Mengamati catatan yang dibuat dan
mendaftar berbagai informasi yang
ditemukan; 3) Membaca daftar dan
mengkategorikan setiap item; 4) Identifikasi
apakah kategori dapat dikaitkan dengan suatu
cara dan mendaftarkannya sebagai
kategori/tema utama dan/atau kategori minor;
5) Membandingkan dan mengkontraskan
berbagai kategori besar dan kecil; 6) Jika ada
lebih dari satu transkrip, mengulangi 5 tahap
pertama; 7) Mengumpulkan semua kategori &
memeriksa rinci dan mempertimbangkan
apakah sesuai relevansinya; 8) Memastikan
informasi dikategorikan sebagaimana
mestinya; 9) Meninjau semua kategori dan
pastikan apakah beberapa kategori dapat
digabungkan/ dikategorikan sub-kategori; dan
10) Pastikan semua informasi yang perlu
dikelompokkan sudah selesai. Hal yang
penting dalam content analysis ini yakni
kategorisasi tersebut bertujuan untuk
klasifikasi, penyimpulan, dan tabulasi.
Hasil dan Pembahasan
Jumlah rumah tangga di Kota Palembang
tahun 2014 yakni 353.676 KK sedangkan
pada tahun 2011 terdapat 336.964 KK. Ini
menandakan terjadi peningkatan yang cukup
besar yaitu 16.712 KK selama 2011 menuju
2014 (BPS, 2015). Sebagai kota metropolitan
yang memiliki sangat banyak potensi, maka
Palembang harus memiliki perencanaan yang
matang dalam mempersiapkan segala
kemungkinan lonjakan penduduk di masa
yang akan datang, termasuk merencanakan
infrastruktur yang cukup dan baik.
Salah satu infrastruktur yang harus
diperhatikan ialah infrastruktur persampahan,
dimana dari data baseline dalam dokumen
SIAP Kota Palembang Tahun 2016,
menunjukkan bahwa selain masalah proteksi
kebakaran, juga terdapat masalah pengelolaan
sampah yang menjadi sebab utama kumuh
dan perlu penanganan. Masalah sarana dan
prasarana yang masih terbatas dari segi
kualitas maupun kuantitasnya, menjadi
kendala dalam pengelolaan sampah Kota
Palembang.
1. Sampah Organik Dominan dan
Sangat Berbahaya bagi Lapisan Ozon
Komposisi sampah domestik kota
Palembang didominasi oleh sampah organik
52,7% (% berat basah), sampah plastik 15,1%
dan sampah kertas 14,4% (Hadinata, 2009).
Untuk survei rumah tangga tersebut, Hadinata
menggunakan metode stratified random
sampling, berdasarkan komposisi pendapatan
masyarakat setempat, dengan asumsi bahwa
kuantitas dan komposisi sampah dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan masyarakat.
Sampah organik juga mendominasi
sampah pasar, yaitu sebesar 69% sampah
organik (55% sampah basah ditambah 11%
sampah daun dan ditambah 3% sampah kayu)
diikuti sampah plastik 19% dan sampah kertas
11%. Hal ini mirip dengan hasil penelitian
Zurbrügg (2003) dimana menunjukkan bahwa
semua kota-kota di negara yang masih dalam
area Benua Asia yang ditelitinya, sampah
yang dominan adalah sampah organik seperti
terlihat pada Tabel 2.
Tabel 1.Karakteristik Sampah Rata-rata di Perkotaan
Kategori Sampah (Persentase Rata-rata Berat Basah)
Kota Bio-degrad-able
Kertas
Plastik
Gelas Besi
Tekstil & Kulit
Inerts
debu/lainnya
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
102
Indonesi
a5
74 10 8 2 2 2 2
Dha
ka2
70 4.3 4.7 0.3 0.1 4.6 16
Kathman
du1
68,1 8,8 11,4 1,6 0,9 3,9 5,3
Bangkok1
53 9 19 3 1 7 8
Indi
a4
42 6 4 2 2 4 40
Kara
chi3
39 10 7 2 1 9 32
Han
oi1
50,1 4,2 5,5 - 2,5 37,7
Man
ila6
49 19 17 - 6 9
Sumber: 1
(UNEP, 2001), 2
(Kazi, 1999), 3
(APE, 2001), 4
(Akolkar, 2001), 5
(Walhi,
2001), 6
(World Bank, 2001) dalam Zurbrügg
(2003)
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase sampah biodegradable (organik) di Indonesia adalah 74%. Dibandingkan dengan era praindustri (tahun 1750), konsentrasi GRK saat ini mengalami peningkatan secara signifikan, yakni masing-masing mengalami kenaikan konsentrasi untuk CO2 sebesar 34%, CH4 sebesar 152% dan N2O sebesar 18%. Dalam jumlah mol yang sama, gas metan mempunyai efek rumah kaca yang lebih besar dibandingkan dengan gas CO2 karena daya menangkap panas CH4 adalah 25 × CO2 (Vlaming, 2008 dalam Thalib, 2011).
Penelitian tersebut memperkuat pernyataan Porteous (1992 dalam Suprihatin, dkk., 2003) yang menyebutkan metana memiliki efek 20-30 kali lebih besar
dibanding karbon dioksida. Sumber-sumber metana mencakup lahan persawahan, peternakan sapi, industri minyak dan gas, serta tempat-tempat pembuangan sampah (TPA).
Oleh karena itu, mengolah sampah organik menjadi sangat penting dan wajib dilakukan oleh masing-masing pihak yang menimbulkan sampah. Mindset NIMBY (Not in My Backyard) tidak dapat lagi digunakan dalam pengelolaan sampah.
2. Perencanaan Ideal Pengelolaan Persampahan Perkotaan
SNI 3242:2008 mengharuskan pengelolaan sampah menggunakan prinsip 3R yakni menerapkan reuse, reduce, dan recycling. Oleh karena itu, sesungguhnya komposter adalah alat yang wajib ada di setiap rumah. Mengenai aspek peran masyarakat, diantaranya: melakukan pemilahan sampah di sumber; melakukan pengelolaan sampah dengan konsep 3R; berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah; mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan; dan berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan.
Bagi lingkungan pemukiman, developer bertanggung jawab dalam: penyediaan lahan untuk pembangunan pengolahan sampah organik berupa pengomposan rumah tangga dan daur ulang sampah skala lingkungan serta TPS; menyediakan peralatan pengumpulan sampah; serta bagi developer yang membangun minimum 80 rumah harus menyediakan wadah komunal dan alat pengumpul.
Data yang diperlukan dalam perencanaan pengelolaan persampahan adalah sebagai berikut: peta penyebaran rumah, luas daerah yang dikelola, jumlah penduduk berpendapatan tinggi, menengah, dan rendah, ketersediaan lahan untuk lokasi TPS
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
103
dan daur ulang sampah lingkungan, dan lain-lain. Adapun spesifikasi peralatan dan bangunan minimal untuk pengelolaan persampahan, dapat dilihat pada tabel mengenai Spesifikasi Peralatan Persampahan dalam SNI 3242:2008.
Tabel tersebut dapat menunjukkan dengan jelas bahwa peralatan yang digunakan untuk mengangkut sampah dari sumber ke TPS seharusnya gerobak sampah bersekat karena yang diangkut adalah sampah organik dan sampah anorganik yang sudah terpilah dari sumbernya, dan sudah diletakkan di komposter komunal dan wadah komunal. Dalam tabel tersebut juga menunjukkan bahwa seharusnya terdapat bangunan pendaur ulang sampah skala lingkungan setidaknya tiap 1 RW.
3. Pentingnya Penggunaan Komposter di Lokasi Timbulan Sampah Organik
Problematika pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh Faizah (2008) di wilayah Gondolayu Lor, Yogyakarta menjelaskan hal-hal berikut:
1. Berdasarkan pengalaman pengurus RT/RW dengan pengelola sampah, hal paling sulit dalam implementasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat berupa kegiatan pemilahan sampah adalah bagaimana mengubah paradigma masyarakat dari “membuang sampah” menjadi “memanfaatkan sampah..
2. Pemerintah daerah belum memberikan apersepsi terhadap kegiatan pemilahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat merasa seolah-olah sama saja antara mereka yang sudah memilah sampahnya dengan yang belum memilah sampahnya.
3. Tidak ada mekanisme dan person yang memantau dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan menerapkan prinsip 3R.
4. Kebijakan menerapkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang menerapkan prinsip 3R tidak diikuti ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang.
5. Pemilahan sampah yang dilakukan kadang masih kurang tuntas, masih ada sampah organik dan anorganik yang terbuang ke tong sampah campursari.
6. Problematika dalam kepengurusan adalah kaderisasi, yaitu bagaimana mencari pengurus baru yang memiliki kapabilitas dan integritas.
Dari pemaparan Faizah tersebut, kemudian penjelasan dalam diagram sistem pengelolaan sampah di permukiman yang dapat dipelajari dalam SNI 3242:2008, dan observasi serta wawancara dengan pelaku pemilahan sampah maupun periset sampah, dapat disimpulkan 4 hal utama yang penting harus ada dalam penerapan 3R di perkotaan, yakni:
a. motivasi masyarakat untuk memilah sampah harus besar (artinya harus ada edukasi publik mengenai sampah terus menerus), karena pemilahan sampah dari sumbernya merupakan ujung tombak program pengelolaan sampah
b. sarana komposter dan gerobak angkut terpisah (sampah organik dan anorganik) harus tersedia
c. lahan bank sampah dan pengelola bank sampah yang handal harus tersedia
d. industri daur ulang kertas, plastik, kaca, alumunium skala provinsi harus ada (agar efisien)
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
104
Dengan demikian terbukti bahwa komposter merupakan sarana utama dalam infrastruktur persampahan perkotaan. Komposter tiap rumah diperkirakan kelak akan menjadi kebutuhan pokok dan mendesak di banyak kota yang padat penduduk dan lahan terbatas, seperti halnya WC pada saat ini yang wajib tersedia di setiap rumah.
Gambar 1. Alternatif konsep desain
Sumber: Nasrullah, 2012
Berdasarkan analisis Nasrullah (2012) diketahui bahwa bentuk desain komposter yang paling banyak memiliki nilai positif adalah desain A dan E. Desain komposter de Kotiq berusaha untuk mengikuti penilaian tersebut. Penelitiannya menunjukkan bahwa desain A memiliki nilai positif dalam hal
kemudahan pemindahan alat, kemudahan memasukkan sampah, pengaliran endapan cairan, kemudahan pengambilan hasil kompos, dan kemudahan pembuatan. Desain E memiliki nilai positif dalam hal kemudahan pemindahan alat, ketahanan alat, kemudahan memasukkan sampah, pengaliran endapan cairan, dan kemudahan pembuatan. Dari sisi ketahanan alat, desain A mendapatkan nilai negatif, untuk itu diharapkan dengan menambahkan kulit kerang di bagian luar kayu, akan membuat lebih awet. Selain itu juga diperkuat dengan vernis. Nilai estetika desainnya juga diharapkan dapat mendorong para penggunanya untuk meletakkannya di tempat yang terlindung dari hujan.
Gambar 2. Komposter de Kotiq dan Komposter Fiberglass (umber: survei, 2017)
Gambar 3 yaitu komposter de Kotiq dimana kelemahan komposter ini ialah harga yang masih mahal yakni 310.000 rupiah. Adapun komposter fiberglass sebagai pasangannya lebih tahan terhadap hujan dan lebih murah. Diharapkan dengan adanya produksi yang lebih banyak akan dapat menurunkan harga produksi komposter.
4. Potensi Sampah, Pengangguran, Bank Sampah, dan Industri Daur Ulang
Patut disayangkan, budaya kita untuk membuang sampah mayoritas masih berupa open dumping (dibuang dan ditumpuk begitu saja) tanpa pemilahan. Proses tersebut
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
105
menyembunyikan bencana seperti bom waktu. Sebagaimana tragedi Leuwigajah dimana gunungan sampah yang menggunakan sistem open dumping sepanjang 200 meter dan setinggi 60 meter goyah karena diguyur hujan deras semalam suntuk dan terpicu konsentrasi gas metan dari dalam tumpukan sampah sehingga menghantam dua pemukiman yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok. Sebanyak 157 jiwa melayang dan dua kampung terhapus dari peta meski berjarak satu kilometer lebih dari puncak tumpukan sampah (www.kompas.com, 2011). Selain itu, setiap tahun sekitar satu juta burung laut dan 100.000 mamalia laut (termasuk anjing laut) mati akibat sampah plastik yang tersebar di seluruh lautan (Inskipp, 2009).
Gambar 3. Jumlah Lapangan Kerja per Juta Ton Sampah yang Diproses (Sumber: Friends of Earth
dalam Morgan, 2009)
Gambar 5 menunjukkan bahwa peluang lapangan kerja sangat besar apabila pengelolaan sampah dilakukan dengan cara daur ulang. Morgan (2009) menyebutkan bahwa di Swiss, 90% botol kaca yang dijual mengalami daur ulang. Dua organisasi amal di Inggris (Alupro dan Tree Aid) mensponsori penanaman pohon di Burkina Faso (Afrika Barat) menggunakan uang dari mendaur ulang kaleng alumunium.
Para pengangguran sesungguhnya bisa menjadi potensi yang baik apabila treatment yang diberikan kepadanya juga baik. Pak
Iswanto (Penasehat dan Penggerak Pengelolaan Sampah Mandiri di Kampung Sukunan, Yogyakarta) dapat membuat pot dari campuran semen dan limbah styrofoam serta memberdayakan masyarakat untuk membuat kreasi kerajinan dari plastik bekas dan membuat pupuk dari sampah organik.
Kota merupakan wadah besar yang menjadi salah satu penanggung jawab atas potensi tersebut. Salah satu solusinya ialah dengan memasifkan bank sampah dan membuat industri daur ulang kertas, plastik, kaca, dan alumunium skala provinsi.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Kemaritiman mempelajari pemanfaatan sampah plastik di India yang bisa diubah menjadi plastic tar road atau jalan raya plastic yang ditemukan oleh Professor R Vasudevan di Thiagarajar College of Engineering. Asisten Deputi Kemaritiman Bidang IPTEK Kemenko Kemaritiman memaparkan rencana untuk implementasi teknologi tersebut dalam waktu dekat dengan menggandeng KemenPUPR, ITB, dan BPPT. Kemitraan ini diperlukan untuk tindak lanjut implementasi jalan raya plastik (Republika, 2017). Estim asi plastik yang digunakan adalah 50 ton tiap 1 km jalan dan ditengarai bisa menjadi opsi pemanfaatan plastik yang tidak bisa didaur ulang (Republika, 2017).
Proyek pembangunan jalan plastik sedang dilakukan di lebih dari 11 negara bagian India. Menurut Vasudevan, jalan tersebut dapat menampung beban sampai 2.500 kilogram sekaligus menyelesaikan masalah lubang. Lebih dari 20.000 kilometer jalan plastik telah membentang di Tamil Nadu menggunakan teknologi ini (Kompas.com. 2017).
Penemuan aspal berbahan baku utama plastik daur ulang tersebut dapat dijadikan motivasi untuk masyarakat memajukan industri daur ulang plastik dan memudahkan
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
106
berdirinya bank sampah minimal 1 buah tiap 2 RW (apabila ideal 1 bank sampah per RW kemungkinan berat dalam penyediaan lahan).
Gambar 4. Peluang Investasi Usaha Ramah Lingkungan Perkotaan Mendukung Pembangunan Inklusif (sumber: analisis)
Di Surabaya, dalam 4 tahun, bank sampah berkembang menjadi 180 cabang dan memiliki lebih dari 10.000 nasabah. Nilai ekonomi dari penghematan menjadi "insentif" bagi masyarakat untuk memilah dan mengumpulkan sampah. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010 hanya 15 bank sampah. Omset rata-rata antara 350.000 sampai 5.000.000 rupiah per bulan (Wijayanti dan Suryani, 2015). Bank Sampah Bina Mandiri adalah bank sampah terbesar dengan 120 cabang omsetnya hampir 72.000.000 per bulan.
Beberapa bank sampah juga bekerja sama dengan LSM lokal dalam kampanye lingkungan. Diselenggarakan dengan koordinasi antara lembaga lokal (Puskesmas dan PKK), sekolah, dan universitas, program ini mempromosikan sistem bank sampah untuk umum, mengusulkan cabang baru dan pelanggan baru, dan mengumpulkan dana dari pemerintah dan sektor swasta (Wijayanti dan Suryani, 2015).
Praktek terbaik bank sampah di Surabaya diakui untuk pengurangan sampah anorganik dimana mencapai 7,14 ton per minggu. Selain itu, kompetisi “Merdeka dari Sampah” dan "Surabaya Green and Clean" sebagai program pengelolaan sampah dari pemerintah juga berperan dalam pengurangan sampah.
Faktor kunci keberhasilan bank sampah sebagai tata kelola lingkungan berbasis komunitas, yakni (Wijayanti dan Suryani, 2015): a) Ekonomi, pendidikan, sosial, dan instrumen teknologi; b) peran pemerintah daerah sebagai regulator, fasilitator dan merangsang pemangku kepentingan lainnya dimainkan dengan baik; c) Motivasi yang kuat dan tata kelola lingkungan kolaboratif tanpa gap antara pemangku kepentingan; dan d) Kampung kota sebagai bentuk komunitas yang masih memegang tradisi dan terbuka dalam modernitas, dalam membentuk kehidupan masa depan perkotaan yang berkelanjutan.
Kota Palembang yang juga kota internasional mungkin dapat mengikuti bagaimana Surabaya mengelola sampahnya. Dengan menciptakan kota yang lebih humanis dan ramah lingkungan, sesungguhnya pemerintah dan stakeholder lain telah berlaku efektif terhadap biaya eksternalitas yang kelak di masa mendatang mungkin saja harus ditanggungnya.
Kondisi Mayoritas Kota-Kota Besar di Indonesia
Butuh lapangan kerja yang baik /mencukupi kebutuhan
Kurangnya
kepedulian,wakt
u, ide kreatif,
dana investasi,
skill wirausaha
Begal,
Narkoba
PSK,
Pengang
guran/Pr
eman
TKI
Ilegal,
jual
makanan
beracun/
kadaluar
sa
Butuh crowdfunding dan investasi banyakbank sampah kota & industri daur ulangnya
Sampah kota menumpuk di TPA, sungai & tanah tercemar banjir
Peluang investasi: komposter, industri daur ulang (plastik,
kertas, aspal mix plastik bekas, pot dan batako dari
sterofoam)
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
107
5. Momentum Urgen Membuka Lapangan Kerja Ramah Lingkungan Mendukung Pembangunan Inklusif
Kota-kota besar di Indonesia saat ini memiliki tantangan yang besar. Semakin tingginya pemanfaatan atas kemajuan teknologi dan ekonomi telah menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat serta kesenjangan yang makin lebar diantara golongan kaya dan miskin. Banyak dampak negatif yang terjadi dan sering menjadi berita di media massa.
Dampak negatif tersebut sesungguhnya dapat diminimalkan apabila pemerintah masing-masing kota mau dan mampu memberikan aktivitas-aktivitas positif kepada para pelakunya, maupun memberikan lapangan kerja sebanyak mungkin. Namun hal itu bukanlah semata tugas pemerintah. Tren sociopreneur yang saat ini banyak dilakukan para penggiatnya merupakan jalan tengah yang bagus untuk mengatasi hal itu.
Pengelolaan bank sampah saat ini sedang kurang diminati karena masyarakat kesulitan dalam memilah sampah organik dan non organik sedangkan PLTSa sebenarnya kurang ideal apabila masih menggunakan alat incinerator/ dibakar karena hasil pembakarannya mengandung dioksin. Bahkan Perpres RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (PLTSa) akhirnya dibatalkan oleh MA karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya, yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (www.detik.com, 2017). Oleh karena itu, komposter dan industri daur ulang yang masif merupakan langkah terbaik.
Sebagai langkah awal untuk menentukan sasaran, pemerintah biasanya melakukan pendataan kemiskinan by name dan by addres agar target tepat sasaran. Melalui PNPM, KUR, ataupun optimalisasi CSR, peluang investasi ramah lingkungan dapat dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi pro-lingkungan dan kebijakan publik yang berpihak pada kalangan menengah ke bawah diharapkan dapat berbuat banyak dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sehingga terwujud pembangunan inklusif yang betul-betul bermanfaat bagi banyak pihak
Kesimpulan
Komposter de Kotiq, bank sampah dan
industri daur ulang merupakan solusi terbaik
untuk penanganan sampah yang semakin
banyak jenisnya ini, karena ramah lingkungan
dan dapat membuka jauh lebih banyak
lapangan kerja sehingga dapat diharapkan
mendukung pembangunan inklusif di
perkotaan. Komposter merupakan sarana
utama bagi terlaksananyua pemilahan sampah
dari sumbernya. Untuk itu, sangat penting
untuk meyediakan komposter di setiap rumah
di perkotaan.
Referensi
BPS, 2015. Jumlah Rumah Tangga di Kota Palembang Menurut Kecamatan.
Faizah. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Kota Yogyakarta). Tesis Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Hadinata, Febrian. 2009. Volume dan Komposisi Sampah Rumah Tangga dan Pasar Kota Palembang Tahun 2008. Jurnal Rekayasa Sriwijaya No.1 Vol. 18. Maret 2009.
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
108
Inskipp, C. 2009. Masa Depan Lingkungan: Kelestarian Laut. Tiga Serangkai: Solo. Kerjasama dengan WWF.
Kompas.com. 2017. Cara India Atasi Kekumuhan Bangun Jalan dari Sampah Plastik. diakses di http://properti.kompas.com/read/2017/02/06/180000121/cara.india.atasi.kekumuhan. bangun.jalan.dari.sampah.plastik pada tanggal 5 Juni 2017
Morgan, S. 2009. Masa Depan Lingkungan: Daur Ulang Sampah. Tiga Serangkai: Solo. Kerjasama dengan WWF.
Nasrullah. 2012. Disainportabel Composter Sebagai Solusi Alternatif Sampah Organik Rumah Tangga. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND9 (1): 50-58
National Management Consultant REKOMPAK-JRF dan Departemen PU. 2015. Panduan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat - Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas Pasca Gempa Bumi dan Tsunami D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat
Petunjuk Teknis Pt S-06-2000-C Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Spesifikasi Kompos Rumah Tangga
Prasetyantoko, A., Bahagijo, S., Budiantoro, S. 2012. Pembangunan inklusif: prospek dan tantangan Indonesia (dalam bab Prolog). Jakarta: LP3ES kerjasama dengan Prakarsa
Republika, 2017. Indonesia Pelajari Daur Ulang Sampah Plastik di India. Diakses di http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/03/25/oncy9t383-indonesia-pelajari-daur-ulang-sampah-plastik-di-india pada tanggal 5 Juni 2017
SNI 03-1733-2004. Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
SNI 3242:2008. Pengelolaan sampah di permukiman
SNI:19-7030-2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik
Suprihatin, Indrasti, N.S., dan Romli, M. 2003. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca melalui Pengomposan Sampah di Wilayah Jabotabek. Environment Research Center (PPLH – IPB). Working Paper No. 03
Thalib, Amlius. 2011. Perkembangan Teknologi Peternakan Terkait Perubahan Iklim: Teknologi Mitigasi Gas Metan Enterik Pada Ternak Ruminansia. Seminar Dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
Wijayanti,DR dan Suryani S. 2015. Waste Bank as Community-based Environmental Governance: A Lesson Learned from Surabaya. Procedia - Social and Behavioral Sciences 184: 171 – 179. 5th Arte Polis International Conference and Workshop – “Reflections on Creativity: Public Engagement and The Making of Place”, Arte-Polis 5, 8-9 August 2014, Bandung, Indonesia
www.detik.com. 2017. Perpres Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Dibatalkan MA. Diakses di https://news.detik.com/berita/d-3431106/perpres-pembangkit-listrik-berbasis-sampah-dibatalkan-ma pada tanggal 9 Juni 2017
Zurbrügg, Christian. 2003. Urban Solid Waste Management in Low-Income Countries of Asia (How to Cope with the Garbage Crisis). Department of Water and Sanitation in Developing Countries (SANDEC) Swiss Federal Institute for Environmental Science and Technology
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
109
(EAWAG). USWM-Asia. Presented for: Scientific Committee on Problems of the Environment (SCOPE) - Urban Solid Waste Management Review Session, Durban, South Africa, November 2002
PPL - 10
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
110
Kondisi Bahan Pencemar Organik di Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan
Wike Ayu Eka Putri1), Anna Ida Sunaryo Purwiyanto1), Fauziyah1), Fitri Agustriani1)
Marine Science Department, Sriwijaya University, Inderalaya-Ogan Ilir South Sumatera, Indonesia 30662
Corresponding Author : [email protected]
Abstrak
Pesisir Banyuasin adalah daerah yang kaya beragam jenis biota dan menjadi salah satu sentra
perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Ragam pemanfaatan kawasan di sepanjang aliran
sungai seperti pemukiman, industri, pertanian, perkebunan dan transportasi telah mempengaruhi
kualitas perairan sungai hingga muara. Survey awal yang dilakukan pada bulan Februari 2017
mengumpulkan informasi bahwasanya telah terjadi penurunan jumlah hasil tangkapan nelayan di
sekitar Muara Banyuasin selama 3-5 tahun terakhir sehingga diduga telah terjadi pencemaran
material organik di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kondisi
bahan pencemar organik di Pesisir Banyuasin. Metode penelitian adalah metode survey dengan
jumlah stasiun sebanyak 22 stasiun yang diharapkan mewakili kondisi sebenarnya. Sampel air
diambil di setiap stasiun dan dianalisa kandungan bahan organiknya di laboratorium dmenggunakan
metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di kolom air telah
melebihi baku mutu yang dipersyaratkan untuk kehidupan biota laut (KEPMEN LH No 51 tahun
2004). Demikian juga dengan konsentrasi fosfat yang juga ditemukan melebihi baku mutu pada
sebagian daerah penelitian. Adapun untuk parameter amonia dan BOD, konsentrasinya masih baik
bagi kehidupan biota laut.
Kata kunci : pencemar organik, nitrat, fosfat, amoniak, Pesisir Banyuasin
Pendahuluan
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang dilalui oleh banyak sungai besar maupun kecil, dua diantaranya yang bermuara ke pesisir timur Sumatera Selatan adalah Sungai Musi dan Banyuasin. Sama halnya dengan Muara Sungai Musi, Muara Sungai Banyuasin merupakan salah satu ekosistem estuaria yang kaya akan keragaman biota. Banyak nelayan sekitar yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan penangkapan ikan dan organisme ekonomis lainnya di daerah tersebut. Posisinya yang berhadapan langsung dengan Selat Bangka, menjadikan muara sungai ini
kaya akan beragam jenis ikan, bahkan termasuk salah satu sentra perikanan tangkap di Sumatera Selatan. Ragam pemanfaatan di sepanjang aliran sungai menyebabkan kawasan muara sungai rentan mengalami pencemaran. Beberapa laporan hasil penelitian di sekitar kawasan pesisir timur Sumatera Selatan telah dipublikasikan. Kerang darah Anadara granosa Linnaeus mengandung Cu dan Zn (konsentrasinya masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan dalam makanan laut yaitu berkisar 0,387 –28,621 ppm) [1]. Selanjutnya konsentrasi Pb dan Cu di kolom air dan sedimen pesisir timur Muara Sungai
PPL - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
111
Banyuasin telah melebihi baku mutu [2]. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan Pb dan Cu pada daging kepiting Scylla serrata yang dikonsumsi oleh manusia. Khusus logam berat Fe dan Mn, konsentrasi yang tinggi juga ditemukan di dalam sedimen di sekitar Muara Sungai Banyuasin [3]. Hasil penelitian [4] logam Cu dan Pb terakumulasi dalam ketiga organ (hati, insang dan daging) ikan belanak Mugil chepalus. Akumulasi tertinggi terdapat dalam organ hati dengan konsentrasi rata-rata yaitu 236,6 µg/kg untuk logam Pb dan 1261,4 untuk logam Cu.
Hasil investigasi dengan nelayan lokal
beberapa waktu lalu, didapatkan informasi
bahwasanya sekitar awal Februari 2017
terjadi kematian massal beberapa jenis biota
laut yang umum ditemukan di sekitar Muara
Sungai Banyuasin. Beberapa jenis ikan dan
kerang ditemukan dalam keadaan berbusa dan
mati. Nelayan juga mengeluhkan sulitnya
menemukan ikan di kawasan tersebut selama
kurang lebih 5 tahun terakhir. Diduga
beberapa parameter kimia perairan di Muara
Sungai Banyuasin telah mengalami
penurunan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui konsentrasi bahan pencemar
organik di sekitar Muara Sungai Banyuasin
(nitrat, fosfat, amonia dan BOD)
Metodologi Penelitian
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2017 di sekitar Muara Sungai Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, yang diwakili oleh dua puluh dua stasiun pengamatan (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Stasiun Penelitian
Pengumpulan Data
Sampel air diambil sebanyak 500 ml pada
setiap stasiun menggunakan water sampler
dan disimpan dalam coolbox berisi
bongkahan es untuk memperlambat proses
biologi yang memungkinkan terjadinya bias.
Sampel-sampel tersebut selanjutnya dianalisa
di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi
Industri Palembang. Kualitas perairan di
kawasan Muara Sungai Banyuasin
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik
dengan bantuan Microsoft Excel. Data yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan
menggunakan Kriteria Kualitas Air
KepmenLH tahun 2004.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisa parameter kualitas air (nitrat,
amoniak, fosfat dan BOD) disajikan pada
Tabel 1.
Stasiun
Parameter
NO3 PO4 NH3 BOD
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 2.232 0.012 0.031 2.81
2 0.891 0.065 0.05 2.96
3 1.442 0.054 0.016 5.72
4 1.091 0.231 0.017 6.21
5 0.552 0.114 0.013 2.93
6 2.192 0.142 0.011 2.80
PPL - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
112
7 1.997 0.224 0.003 2.60
8 0.025 0.112 0.007 2.78
9 3.121 0.187 0.009 2.21
10 1.022 0.109 0.001 2.26
11 2.187 0.072 0.007 2.14
12 0.767 0.043 0.006 2.63
13 2.531 0.055 0.011 3.56
14 1.761 0.062 0.017 2.65
15 2.127 0.032 0.002 3.39
16 1.982 0.043 0.011 3.27
17 0.877 0.006 0.023 4.43
18 1.533 0.011 0.028 5.82
19 0.883 0.019 0.017 2.80
20 1.154 0.102 0.027 5.39
21 1.086 0.207 0.022 4.45
22 2.541 0.23 0.020 8.73
Konsentrasi nitrat di Muara Sungai
Banyuasin berkisar antara 0,025-3,121 mg/L
dimana konsentrasi teringgi ditemukan di
Stasiun 9 dan terendah di Stasiun 8 (Gambar
2). Angka ini telah melebihi baku mutu
karena menurut Kepmen LH [5] ambang
batas nilai nitrat yang diperkenankan untuk
kepentingan biota laut adalah 0,008 mg/l.
Hasil penelitian [6] menemukan konsentrasi
nitrat di muara Sungai Banyuasin pada tahun
2011 berkisar antara ttu-0,225 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam waktu kurang
lebih enam tahun terakhir telah terjadi
peningkatan konsentrasi nitrat yang signifikan
di perairan Muara Sungai Banyuasin.
Konsentrasi nitrat di perairan Muara Sungai
Banyuasin ditemukan lebih tinggi
dibandingkan beberapa perairan muara
lainnya di Indonesia. Hasil penelitian [7],
konsentrasi nitrat di Perairan Muara Sungai
Banjir Kanal Barat Semarang berkisar antara
0,3076 mg/L-0,6145 mg/L dan penelitian [8]
di Perairan Pesisir Tangerang menemukan
konsentrasi nitrat rata-rata 0,007 mg/L.
Gambar 2. Konsentrasi nitrat dan baku mutu
Fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan
unsur esensial sehingga dapat mempengaruhi
tingkat produktivitas perairan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
fosfat bervariasi antara stasiun pengamatan
dengan kisaran 0,001-0,231 mg/L (Gambar
3). Konsentrasi tertinggi ditemukan pada
Stasiun 4 (Muara Sungai Bungin) dan
terendah pada Stasiun 18. Angka ini tidak
jauh berbeda dibandingkan hasil penelitia
sebelumnya. Hasil penelitian Parapat (2011)
menemukan bahwa konsentrasi fosfat di
sekitar Muara Sungai Banyuasin berkisar
antara 0,02-0,25 mg/L. Secara umum terlihat
bahwa konsentrasi fosfat di Muara Banyuasin
telah melebihi baku mutu yang ditetapkan
KepMen LH (2004) yaitu 0,015 mg/L.
Gambar 3. Konsentrasi fosfat dan baku mutu
Konsentrasi amonia di Perairan Muara
Banyuasin berkisar antara 0,002-0,05 mg/L.
Konsentrasi tertinggi ditemukan di Stasiun 2 dan
terendah di Stasiun 15 (Gambar 4). Secara umum,
PPL - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
113
konsentrasi amonia di lokasi penelitian masih
aman bagi kelangsungan hidup biota laut.
Berdasarkan Kepmen LH (2004) ambang batas
konsentrasi amonia yang diperkenankan untuk
kehidupan biota laut adalah 0,3 mg/L.
Gambar 4 Konsentrasi amonia dan baku mutu
BOD merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk mengetahui aktivitas
bahan organik di perairan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai BOD bervariasi
antar stasiun penelitian (2,14-8,73 mg/L)
(Gambar 5). Berdasarkan KepMen LH (2004)
konsentrasi BOD yang diperkenankan untuk
kehidupan biota laut haruslah lebih kecil dari
20 mg/L. Oleh sebab itu dapat disimpulkan
bahwa kondisi BOD di Perairan Banyuasin
masih baik bagi kehidupan organisme di
dalamnya.
Gambar 5. Konsentrasi BOD dan baku mutu
Kesimpulan
Konsentrasi parameter nitrat dan fosfat di
Perairan Muara Banyuasin ditemukan telah
melebihi baku mutu yang diperkenankan.
Adapun konsentrasi amonia dan BOD masih
baik dan mendukung kehidupan organisme
didalamnya.
Referensi
[1] Aryawati R, Agustriani F. Kandungan
logam berat Cu dan Zn pada Anadara
granosa Linnaeus dengan ukuran yang
berbeda. Laporan Penelitian.
Universitas Sriwijaya. Palembang,
Indonesia. 67 hlm. (2005).
[2] Prianto E, Aprianti S. Komposisi jenis
dan biomasa stok ikan di Sungai
Banyuasin. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 18(1): 1-8. (2012)
[3] Purwiyanto AIS, Lestari S. Akumulasi
Logam Berat (Pb dan Cu) pada Daging
Kepiting untuk Keamanan Pangan Di
Perairan Muara Sungai Banyuasin.
Laporan Penelitian Unggulan
Kompetitif. (2012).
[4] Putri WAE, Bengen DG, Prartono T,
Riani E. Accumulation of Heavy Metals
(Cu and Pb) In Two Consumed Fishes
from Musi River Estuary, South
Sumatera. Jurnal Ilmu Kelautan, March,
2016. Vol 21. (2015).
[5] Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Tentang
baku mutu air laut. Jakarta. 10
hlm. (2004)
[6] Parapat R. Hubungan Struktur
Kominitas Fitoplankton dengan
Kualitas Perairan Muara Sungai
Banyuasin. (2011)
[7] Oktaviani A, M Yusuf, L Masluka.
Sebaran Konsentrasi Nitrat Dan Fosfat
Di Perairan Muara Sungai Banjir Kanal
Barat, Semarang Jurnal Oseanografi.
Volume 4, Nomor 1, Halaman 85 – 92
(2015)
PPL - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
114
[8] Simbolon AR. Pencemaran Bahan
Organik dan Eutrofikasi Di Perairan
Cituis, Pesisir Tangerang. Jurnal Pro-
Life Volume 3 Nomor 2 (2016).
PPL - 14
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
115
KARAKTERISTIK DAN POTENSI LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI PAPAN PARTIKEL
Sunardi1, Rina Lusiani1, Johan Andrean1, Moh. Fawaid2 1Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jendral Sudirman KM 03 Cilegon,
Indonesia - 42435
2Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Ciwaru Raya No. 25 Sumurpecung, Serang – Indonesia 42118
Email: [email protected]
Abstrak
Kabupaten Pandeglang dan Lebak merupakan daerah penghasil kelapa sawit di Propinsi Banten. Tingginya produktifitas kelapa sawit membawa efek samping berupa limbah. Untuk mengurangi permasalahan tersebut maka diperlukan rekayasa material yang terbuat dari limbah tersebut. Pembuatan sampel 150 x 100 x 40 mm menggunakan metode cold press single punch dengan kompaksi 30 bar. Komposisi papan partikel terdiri dari 15% serat tandan kelapa sawit, 50% serbuk batang kelapa sawit, 15% resin epoxy, dan PVAc. Ukuran filler batang kelapa sawit yang digunakan adalah 18, 40, 60 dan 80. Karakteristik mekanis yang diuji adalah densitas, pengembangan tebal, kekerasan, kekuatan lentur, defleksi, dan kekuatan impak. Dari hasil pengujian diketahui bahwa papan partikel dengan mesh M60 memiliki nilai yang paling baik: densitas 0.924 gr/cm3, persentase pengembangan tebal 1.75, kekerasan 1.63 N/mm², kekuatan lentur 9.39 MPa, dan kekuatan impak 3.94 kJ/m2.
Kata kunci: filler batang kelapa sawit, sifat mekanis, papan partikel
Pendahuluan
Papan partikel banyak digunakan sebagai
material untuk membuat barang-barang
mebelair dan peralatan rumah tangga lainnya.
Akan tetapi papan partikel yang ada di
pasaran memiliki kelemahan yakni mudah
rusak ketika bersinggungan dengan air.
Kelapa sawit banyak dihasilkan di Kabupaten
Lebak dan Pandeglang. Produktifitas kelapa
sawit yang sangat tinggi tentu berdampak
terhadap lingkungan. Kelapa sawit yang
sudah tua dan tidak peroduktif menjadi
limbah yang mengganggu lingkungan. Untuk
itu dilakukan upaya pemanfaatan limbah
kelapa sawit untuk kepentingan rekayasa
material, energi dan akustik.
Potensi serat tandan kosong kelapa sawit
sebagai penguat komposit sudah banyak
dilakukan antara lain pengaruh panjang serat
terhadap sifat mekanis komposit [1],
pengaruh fraksi volume serat [2] dan mesh
filler kayu sengon terhadap kekuatan mekanis
papan partikel [3]. Perlakuan awal terhadap
serat dilakukan untuk meningkatkan sifat
mekanisnya komposit [4]. Dalam risetnya
juga diketahui bahwa kekuatan tarik komposit
HDPE (high density polyethylene)
dipengaruhi oleh fraksi beratnya. Orientasi
serat juga berdampak pada kekuatan tekan
komposit HDPE [5].
Kandungan selulose yang tinggi dan
kandungan lignin yang rendah dalam serat
kelapa sawit dapat meningkatkan sifat
mekanisnya. Hingga saat ini, serat kelapa
sawit memiliki kekuatan tarik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan serat alam yang
lainnya [6,7,8].
Jenis partikel kayu sangat berpengaruh
terhadap kualitas komposit HDPE [9]. Serat
kelapa sawit memiliki densitas yang rendah
jika dibandingkan dengan serat kaca maupun
serat karbon tetapi dapat memberikan
perbaikan kekuatan tarik hingga 20% [7].
Dari sebuah penelitian diketahui bahwa
jumlah serat sebanyak 27.3% dapat
menghasilkan perubahan sifat mekanis yang
optimal [10]. Semakin tinggi fraksi volume
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
116
dan kekuatan serat maka semakin tinggi
frekuensi alami yang dimiliki oleh batang
komposit [8].
Metodologi
Preparasi Sampel. Sebelum pembuatan
sampel, serat tandan kosong kelapa sawit
dengan panjang 15 mm diberikan perlakuan
awal berupa perendaman dalam larutan
5%NaOH selama 2 jam. Komposisi papan
partikel ditentukan berdasarkan fraksi volume
yang terdiri dari 15% serat tandan kelapa
sawit, 50% filler batang kelapa sawit, 20%
PVAc dan 15% resin epoksi. Pembuatan
sampel dilakukan dengan metode cold press
single punch dengan tekanan kompaksi 30
bar. Mesh filler batang kelapa sawit yang
digunakan adalah 18, 40, 60 dan 80.
Kondisi Pengujian. Pengujian kekerasan
dilakukan dengan metode ASTM E 10 pada
mesin LECO LCB – 3100, sedangkan
kekuatan bending dengan metode three point
bending dengan kondisi suhu 21.50C pada
kecepatan 1.668 mm/min dan humidity
58,1%. Kuat pegang tarik pada mesin
GOTECH Al-7000 LA 10 dengan kecepatan
tarik 20 mm/min.Pengujian impak
menggunakan metode ISO 179 dengan
kondisi humidity 55%, suhu 240C, kecepatan
impak 2.9 m/s, dan peralatan yang digunakan
Resil Impactor CEAST.
Hasil
Densitas. Densitas menunjukkan kerapatan massa suatu material. Gambar 1 menunjukkan bahwa mesh filler batang kelapa sawit menyebabkan perubahan sifat mekanis papan partikel. Besaran perubahan densitas ini mencapai 35%.
Gambar 1 Pengaruh mesh filler batang kelapa sawit terhadap densitas papan
partikel.
Densitas yang dihasilkan dari batang kelapa sawit sebagai filler menunjukkan bahwa semakin besar mesh filler maka semakin besar nilai densitasnya. Nilai densitas yang dihasilkan bervariasi antara 0.80 -1.08 gr/cm3, sedangkan papan partikel yang ada di pasaran saat ini adalah 0.660 gr/cm3. SNI mensyaratkan bahwa densitas papan partikel berada di antara 0.4 s.d. 0.9 gr/cm3. Dengan demikian papan partikel dengan mesh 18, dan 40 yang memenuhi ketentuan SNI.
Persentase Pengembangan Tebal. Papan partikel akan mengalami kerusakan dan kehilangan fungsinya ketika bersinggungan dengan air. Dengan demikian pengembangan tebal harus menjadi perhatian serius dalam pembuatan papan partikel.
Mesh filler batang kelapa sawit memiliki
dampak yang cukup tajam dalam mengubah
perilaku papan partikel ketika bersinggungan
dengan air. Gambar 2 menunjukkan bahwa
semakin besar mesh filler maka akan semakin
kecil pengembangan.
PPL - 17
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
117
Gambar 2 Pengaruh mesh filler batang kelapa sawit terhadap pengembangan tebal
papan partikel.
Nilai ini berbanding terbalik dengan
densitasnya. Artinya semakin tinggi densitas
papan partikel maka pengembangan tebalnya
semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh
porositas material yang kecil yang akan
menghambat laju air untuk memengaruhi
setiap bagian papan partikel. Pengembangan
tebal menurut SNI 03-2105-2006 maksimal
12%. Nilai persentase pengembangan tebal
papan partikel ini jauh di bawah SNI hingga 9
kali lebih baik.
Kekerasan. Kekerasan papan partikel diperlukan dengan pertimbangan bahwa papan partikel akan menerima benturan ketika digunakan. Sifat ini menjadi penting agar papan partikel tidak kehilangan fungsinya ketika mengalami gesekan dan banturan dengan material lain.
Mesh filler batang kelapa sawit sebagai filler ternyata mempengaruhi kekerasan papan partikel cukup signifikan.
Gambar 3 Pengaruh mesh filler batang
kelapa sawit terhadap kekerasan papan
partikel
Dari Gambar 3 diketahui bahwa semakin besar mesh filler maka semakin tinggi kekerasannya. Perbedaan kekerasan tersebut mencapai 77% dari kekerasan terendah. Kekerasan ini disebabkan densitas yang yang dimiliki oleh papan partikel tersebut. Semakin tinggi densitas maka semakin besar nilai kekerasan papan partikel. Korelasi antara densitas dan kekerasan dapaat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Korelasi antara densitas dan kekerasan papan partikel
Sebaran filler batang dengan penguat serat kelapa sawit memiliki ikatan yang cukup baik antara filler dan matriknya. Hal ini yang memengaruhi kemampuan permukaan papan partikel menerima deformasi. Komposisi yang tepat antara unsur-unsur penyusun papan partikel dapat
PPL - 17
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
118
menyebabkan distribusi filler ke setiap bagian papan partikel.
Kekuatan Lentur. Kemampuan material menerima pembebanan merupakan indikator sifat mekanisnya, terlebih ketika material tersebut memiliki bentangan. Untuk mengetahui karakteristik ini maka dilakukan pengujian lentur.
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin
besar mesh filler batang kelapa sawit
memiliki kecenderungan kemampuan
lenturnya juga meningkat. Seperti halnya
dalam kekerasan, kekuatan lentur
meningkatkan disebabkan distribusi filler
batang kelapa sawit. Hal ini berdampak pada
kemampuan material menerima deformasi.
Gambar 5 Pengaruh mesh filler batang kelapa sawit terhadap kekuatan lentur papan
partikel
Kekuatan lentur minimal yang disyaratkan oleh SNI 03-2105-2006 adalah antara 82-184 kgf/cm2. Jika merujuk pada standar tersebut maka hanya papan partikel mesh M60 dan M80 yang memenuhi kekuatan lenturnya.
Defleksi. Defleksi papan partikel ketika dilakukan uji tarik menunjukkan fenomena yang sama, yakni mencapai nilai maksimum pada M60. Ini dapat menjadi indikator bahwa
kekerasan papan partikel tidak linier terhadap defleksi atau sifat mekanis lainnya.
Dalam kondisi tertentu akan terjadi titik
balik. Defleksi tertinggi sebesar 4.80 mm
dimliki oleh papan partikel mesh M60.
Besarnya defleksi ini menunjukkan bahwa
material memiliki keuletan yang tinggi.
Sedangkan M80 mengalami penurunan
defleksi. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kekerasan papan partikel. Tentunya hal ini
akan mengurangi keuletannya sehingga
material menjadi lebih getas dan kaku.
Gambar 6 Pengaruh mesh filler batang kelapa sawit terhadap defleksi papan partikel
Kekuatan Impak. Kemungkinan papan partikel terkena beban impak atau kejut pasti ada. Untuk itu pengujian impak papan partikel harus dilakukan. Dari hasil pengujian impak diketahui bahwa papan partikel dengan mesh 60 memiliki ketangguhan paling tinggi sebesar 3.94 kJ/m2.
Jika diperhatikan dari beberapa sifat
mekanik, maka papan partikel M60 lebih
stabil dan menunjukkan konsistensi sifat yang
memenuhi standar SNI.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
119
Gambar 7 Pengaruh mesh filler batang
kelapa sawit terhadap kekuatan impak
Kuat Pegang Sekrup. Pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan pertimbangan bahwa papan partikel pasti akan digunakan dalam bentuk assembling. Dan untuk menyatuan antara beberapa bagian digunakan pengikat berupa sekrup. Dari hasil pengujian diketahui bahwa papan partikel dengan mesh M18 memiliki kekuatan sebesar 43.70 kgf.
Kemampuan papan partikel untuk mengikat paku atau skrup dalam proses assembling akan meningkatkan kekuatan ikatan antar bagian. Dengan demikian fungsi papan partikel akan dapat tercapai.
Gambar 8 Pengaruh mesh filler batang
kelapa sawit terhadap kuat pegang sekrup
Kesimpulan
Pemanfaatan batang dan serat tandan
kosong kelapa sawit sebagai unsur penyusun
papan partikel dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Mesh filler batang kelapa sawit memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap sifat
mekanis papan partikel.
2. Sifat mekanis yang paling optimum adalah
mesh M60 dengan karakteristik sebagai
berikut: densitas 0.924 gr/cm3, persentase
pengembangan tebal 1.75, kekerasan 1.63
N/mm2, kekuatan lentur 9.39 MPa, kuat
pegang 40.80 kgf, dan kuat impak 3.94
kJ/m2.
3. Batang kelapa sawit sebagai filler dan
tandan kosong kelapa sawit sebagai
penguat memiliki potensi yang tinggi
sebagai papan partikel.
Referensi
[1] Rina Lusiani, Sunardi, dan Yogie
Ardiansyah, Pemanfaatan Limbah
Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai
Papan Komposit dengan Variasi Panjang
Serat, Prosiding Seminar Nasional
Integrasi Proses (2014), 240-248.
[2] Sunardi, Moh. Fawaid, M. Chumaidi,
Pemanfaatan Serat Tandan Kosong
Kelapa Sawit Sebagai Penguat Papan
Partikel Dengan Variasi Fraksi Volume
Serat, Jurnal Machine Universitas
Bangka Belitung, Vol. 2 No. 1 (2016),
36-39.
[3] Sunardi, Moh. Fawaid, Rina Lusiani,
Rumondang, Karakteristik Papan Partikel
Yang Berpenguat Serat Tandan Kosong
Kelapa Sawit, Jurnal Sintek Universitas
Muhammadiyah Jakarta, Vol. 11 No. 1
(2017) 28-32.
[4] Venkatachalam N., Navaneethakrisnan
P., Rajsekar R., and Shankar S, Effect of
Pretreatment Methods on Properties of
Natural Fiber Composites: A Review,
Polymer and Polymer Composite, Vol.
24 No. 7 (2016) 555-566.
[5] B. Aldousiri, M. Alajmi, and A.
Shalwan, Mechanical Properties of Palm
Fibre Reinforced Recycled HDPE,
Advances in Materials Science and
Engineering (2013) 1-7.
[6] Pradeep P., Edwin Raja Dhas J., Suthan
R. and Jayakumar V., Characterization of
Palm Fibers for Reinforcement in
PPL - 17
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
120
Polymer Matrix, ARPN Journal of
Engineering and Applied Sciences, Vol.
11, No. 12, June (2016) 7927-7930.
[7] Pradeep, P. And Edwin Raja Dhas, J.,
Characterization of Chemical and
Physical Properties of Palm Fibers,
Advances in Materials Science and
Engineering: An International Journal
(MSEJ), Vol. 2, No. 4, December (2015)
1-6.
[8] Alaa Abdulzahra Deli, Experimental and
Numerical Investigation of Date Palm
Fiber Effect on Natural Frequency of
Composite Plate with Different B.Cs,
International Journal of Innovative
Research in Science, Engineering and
Technology, Vol. 5, Issue 2, February
(2016) 1163-1174.
[9] Thanate Ratanawilai, Massalan Leeyoa,
and Yoawanat Tiptong, Influence of
wood species on properties of injection
mould natural flour-HDPE composites,
IOP Conference Series: Materials
Science and Engineering (2016) 1-7.
[10] Kim Y. Tshai, Eng H. Yap, and Tang L.
Wong, The Effects of Weight Fraction
on Mechanical Behaviour of Thermoset
Palm EFB Composite, International
Journal of Materials, Mechanics and
Manufacturing, Vol. 4, No. 4 (2016) 232-
236.
PPL - 17
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
121
Kajian Prospek Pemanfaatan Potensi Sumur Tua di Sumatera Selatan
Eddy Ibrahim1,*, Maulana Yusup1 , RR Harminuke EH1 dan Alek Alhadi1 1Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia
*email : [email protected]
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan dan kondisi teknis terkini sumur tua di sumatera selatan. Penelitian yang dilakukan berdasarkan metode analisis deskripsi terhadap data berupa informasi sebaran sumur tua secara umum dan data pendukung lainnya. Hipotesis yang dibangun dalam tulisan ini bahwa prospek kedepan dari pemanfaatan sumur tua berhubungan erat terhadap infrastruktur, regulasi dan sosial ekonomi serta lingkungan. Hasil kajian diperoleh dari 2.813 sumur tua yang berada di Provinsi Sumatera Selatan terdapat di lima kabupaten yaitu Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, Kabuparen Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Ogan Ilir. Urutan terbanyak yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dengan jumlah sumur sebanyak 108 Sumur, Kabupaten Ogan Ilir terdapat 6 sumur, Kabupaten Muara Enim 7 sumur, Kabupaten Musi Rawas 6 Sumur dan Kabupaten Banyuasin terdapat 4 sumur. Secara umum lokasi sumur tua di kelima kabupaten sangat mudah dijangkau karena lebih kurang 4 km sampai dengn 7 km dari jalan yang ada. Dari aspek regulasi kabupaten Musi Banyuasin lebih siap dibandingkan empat kabupaten yang lain karena sudah ada peraturan daerah sebagai turunan dari regulasi yang lebih tinggi dan BUMD yang bergerak dibidang migas (petroMuba). Untuk implikasi terhadap dampak sosial dan ekonomi diperoleh bahwa terjadi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan perkapita, mencegah terjadinya urbanisasi dan pengembangan SDM. Dari sisi lingkungan hidup maka sangat diperlukan adanya pendampingan dan penyuluhan dalam pengelolaan sumur tua dikarenakan masih minimnya kepedulian terhadap lingkungan yang dibuktikan dengan tidak standarnya dalam pengelolaan limbah cair, kualitas udara dan limbah B3. Rekomendasi dari hasil kajian menyimpulkan perlu ketegasan dalam implementasi standar teknis dan lingkungan Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No 023/PTK/III/2009 Tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
Kata kunci : Sumur tua, Potensi, Prospek, infrastruktur, regulasi, sosial ekonomi, lingkungan
1. PENDAHULUAN
Penggunaan minyak bumi dari tahun ke tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan cadangannya yang ada tinggal sedikit. Produksi minyak bumi Indonesia tahun 2010 mencapai 344,5 juta SBM dengan cadangan terbukti yang hanya dapat menyediakan minyak selama 11 tahun [1].
Keterbatasan cadangannya yang semakin menipis ini mengharuskan Pemerintah Indonesia untuk melakukan alternative untuk memenuhi kebutuhan energi nasional khususnya pada minyak bumi, alternative itu salah satunya berupa produksi ulang sumur-sumur tua.
Berdasarkan [2] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.01 Tahun 2008, Sumur Tua adalah sumur-sumur
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
122
minyak bumi yang di bor sebelum tahun 1970 dan pernah di produksi serta terletak pada lapangan yang tidak diusahakan pada suatu wilayah kerja yang terikat kontrak kerja sama dan tidak diusahakan lagi oleh kontraktor. Sumur-sumur tua yang masih berpotensi dapat di produksi ulang oleh pihak pemohon melalui serangkaian tahapan
Dari kementerian ESDM diperoleh data total sumur tua di Indonesia saat ini mencapai 13.824 sumur. Dari total sumur tua yang ada di Indonesia, sebanyak 745 sumur tua yang berstatus aktif dan 13.079 sumur tua yang tidak aktif [1]. Dari data yang ada dapat dilihat bahwa pemanfatan sumur tua masih belum dilakukan secara maksimal. Total sumur tua yang terdapat di Indonesia tersebar di Provinsi Sumatera bagian selatan sebanyak 3.623 sumur, Sumatera bagian utara 2.392 sumur, Sumatera bagian tengah 1,633 sumur, Kalimantan Timur 3.143 sumur, Kalimantan Selatan 100 sumur, Jawa Tengah-Jawa Timur-Madura 2.496 sumur, Papua 208 sumur dan Seram 229 sumur. Propinsi Sumatera Selatan memiliki jumlah sumur tua yang lebih banyak dibandingkan dengan dearah lainnya, yaitu sejumlah 3.623 sumur. Artinya, Propinsi Sumatera Selatan memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumur tua yang ada di Indonesia guna membantu meningkatkan produksi minyak bumi nasional. [1]
Berdasarkan data diatas perlu dikaji lebih dalam keberadaan jumlah sumur tua dan kondisi teknis terkini sumur tua di sumatera selatan dengan melakukan inventarisasi data terkini (lokasi, infrastruktur, sosial ekonomi dan lingkungan) dan menganalisis secara deskriptip untuk dapat dipetakan sebarannya.
Tulisan ini bertujuan untuk menentukan dan merekomendasikan sumur sumur tua yang potensinya prospek untuk dimanfaatkan di sumatera selatan
2. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Kajian telah dilakukan pada awal bulan September 2017 sampai dengan akhir november 2017 di ruang Laboratorium Eksplorasi dan Hidrologi Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Unsri, Inderalaya.
2.2. Prosedur Penelitian
Pemilihan lokasi ini berdasarkan banyaknya kegiatan pertambangan minyak bumi pada sumur tua yang dilakukan secara tradisional. Penelitian ini merupakan jenis penelitian sensus, yaitu jenis penelitian yang mengambil seluruh lokasi sumur sebagai subyek penelitian. Adapun yang dimaksud dengan sensus adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena pertambangan sumur tua terjadi.[3] Pemilihan obyek penelitian ini berdasarkan banyaknya kegiatan pertambangan minyak bumi pada sumur tua yang dilakukan secara tradisional. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber sekunder. Data sekunder Merupakan sumber data yang berasal dari literatur buku, internet, instansi terkait dalam hal ini adalah laporan dari SKK Migas, Kementerian ESDM dan RTRW Propinsi Sumatera Selatan
Penelitian dimulai dari hasrat keingin tahuan atau permasalahan, kemudian diteruskan dengan penelaan landasan teoritis dalam kepustakaan untuk hipotesis, kemudian dirancang dan dilakukan pengumpulan fakta untuk menguji hipotesis melalui analisis data, sehingga diperoleh kesimpulan untuk menjawab permasalahan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sebaran dan Infrastruktur Pendukung
PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
123
di Sekitar Lokasi Sumur Tua
3.1.1. Sebaran Lokasi Sumur Tua
Berdasarkan data SKK MIGAS kantor wilayah sumatera selatan, jumlah sumur tua di Sumsel terdapat ribuan sumur tua. Namun yang terindentifikasi melalui koordinat titik lokasi sumur tua dalam penelitian ini yaitu 138 sumur tua. Jumlah sumur tua tersebut tersebar di beberapa kabupaten, dimana kabupaten yang paling banyak sumur tua yaitu Kabupaten Musi Banyuasin. Dan jumlah yang paling sedikit yaitu terdapat di Kabupaten Banyuasin. Berikut rangkuman data sumur tua di sumatera selatan. Sumur tua yang diindentifikasi terdapat di lima kabupaten yaitu Kabupaten Banyuasin 4 sumur, Kabupaten Muara Enim 7 sumur, Kabuparen Musi Banyuasin 108 sumur, Kabupaten Musi Rawas 6 sumur dan Kabupaten Ogan Ilir 6 sumur (Gambar 1). Koordinat lokasi sumur tua di plotting ke dalam peta dan di overlay dengan bebera bagian peta lainnya, seperti peta wilayah, peta jaringan jalan negara dan peta jaringan jalan kabupaten. Peta wilayah digunakan sebagai dasar klasifikasi lokasi sumur, sehingga sumur tua dibagi atas kabupaten-kabupaten, sedangkan peta jaringan jalan (jalan negara dan jalan kabupaten) berfungsi sebagai infrastruktur pendukung proses development (pengembangan) sumur tua dan juga sebagai akses untuk mencapai lokasi sumur.
3.1.2. Infrastruktur Pendukung Pengembangan
Sumur Tua
Infrastruktur pendukung pengembangan sumur tua salah satunya akses jalan menuju lokasi sumur. Jalan ini akan digunakan untuk mengangkut peralatan-peralatan untuk penambangan minyak dan peralatan
pembantu lainnya. selain hal itu, jarak lokasi sumur dengan pembeli sangat berpengaruh terhadap keekonomisan suatu sumur. Semakin jauh suatu sumur, maka biaya transportasi akan semakin mahal. Berikut akan dijelaskan infrastruktur dan aksesabilitas sumur tua dari jalan terdekat di beberapa lokasi.
Lokasi Sumur Tua Kabupaten Banyuasin
Data sumur tua yang terindentifikasi dalam penelitian ini yaitu 4 sumur, dimana sumur-sumur tersebut pada lokasi yang berdekatan satu dengan yang lainnya. dari identifikasi menggunakan data spasial jarak lokasi sumur tua dengan jalan terdekat (jalan kabupaten yaitu ± 8,2 Km. hal ini cukup dekat dengan infrastruktur sebagai akses jalan menuju lokasi. Disamping itu juga lokasi sumur ini berada di dekat perbatas antara kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim, jarak terdekat dari jalan kabupaten banyuasin yaitu 14 Km
Lokasi Sumur Tua Kabupaten Muara Enim
Salah kabupaten yang memiliki banyak sumur tua yaitu kabupaten Muara Enim. Namun hanya sedikit dapat identifikasi di dalam penelitian. Berdasarkan data, jumlah sumur tua teridentifikasi sebanyak 7 sumur. Secara administrasi lokasi sumur tua berada dalam wilayah Kabupaten Muara Enim namun secara jarak spasial, lokasi sumur tua lebih dekat dengan Kota Prabumulih. Jarak terdekat lokasi sumur tua dengan jalan lintas adalah 4 Km , 5 KM dan 19 KM dari lintas yang berada di Kota Prabumulih. Lokasi sumur-sumur tua ini cukup menjanjikan dari segi aksesibilitas dalam proses pengembangan sumur tua. Hanya beberapa ratus meter saja dari lokasi sumur terdapat
PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
124
jalan kabupaten, dan banyak akses jalan-jalan kecil yang digunakan warga sekitar, hal ini tentu sangat membantu dalam rangka pengembangan sumur tua di daerah ini
Lokasi Sumur Tua di Kabupaten Musi Banyuasin
Berdasarkan data yang berhasil diindentifikasi dalam penelitian ini, jumlah sumur tua di Kabupaten Musi Banyuasin berjulah 108 sumur atau 78% dari jumlah total yang terindentifikasi. Lokasi sumur tua di Kabupaten Musi Banyuasin dibagi menjadi 5 lokasi wilayah. Lokasi di wilayah ini berada persis di dekat dengan jalan Negara dan jalan kabupaten, sehingga sangat mudah untuk menjangkau lokasi ini.
Lokasi sumur tua berada di wilayah hutan sekunder, akses terdekat dari jalan warga sejauh 760 meter sampai dengan 1.8 Km. Tepat sebelah barat dari lokasi sebelumnya terdapat 3 lokasi sumur tua lainnya. Jarak dari lokasi sebelumnya yaitu sejauh ± 16 KM kea rah barat. Secara spasial lokasi ini berada ± 3KM dari jalan kabupaten. Jika di lihat secara spasial dengan skala sampai 1:750.000 beberapa lokasi di Kabupaten Banyuasin terlihat menumpuk pada suatu titik, hal ini mengindikasikan bahwa sumur-sumur berdekatan satu dengan yang lainnya. Aksesibilitas menuju lokasi dapat ditempuh dari jalan Kabupaten Musi Rawas dengan jarak sekitar 12 KM. jika di lihat dari lokasi sebelumnya, terpisah sejauh ±23 KM
Lokasi Sumur Tua Kabupaten Musi Rawas
Jumlah sumur tua di kabupaten ini terdapat 6 sumur. Akses menuju sumur tua tersebut dapat di tempuh dari jalan kabupaten terdekat yaitu sekitar 2.5 KM dan
4.2 KM. kedua lokasi berada dekat dengan perbatasan Kabupaten Musi Banyuasin.
Lokasi Sumur Tua di Kabupaten Ogan Ilir
Jumlah sumur tua di lokasi Kabupaten Ogan Ilir sebanyak 9 sumur tua. Lokasi dapat diakses dengan mudah dari jalan negara, jaraknya sekitar 2Km, dan juga lokasi ini dekat dengan rel kereta api. Lokasi ini juga tidak terlalu jauh dari kota Palembang, hanya sekitar 27 Km saja dari pusat kota Palembang.
3.2. Regulasi Pengembangan Sumur Tua
Regulasi mengenai sumur tua berpedoman pada peraturan berikut
• UUD 1945 pasal 33 ayat 3
• UU No. 22 Tahun 2001
• PP No. 35 Tahun 2004
• Permen ESDM No. 1 Tahun 2008
• Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 023/PTK/III/2009
• Perda Musi Banyuasin no. 28 tahun 2007
Pemanfaatan sumber daya alam sebenarnya telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berisi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari ayat konstitusi tersebut berarti kita dapat memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang ada di ibu pertiwi kita Indonesia. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah minyak dan gas bumi. Pengelolaan minyak dan gas bumi kemudian lebih spesifik tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001, selain itu pengelolaan sumber daya alam pada Undang-Undang No.22 Tahun 2001 juga mengandung hakikat dari otonomi daerah meliputi kewenangan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dimana
PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
125
BUMD, KUD diberi kesempatan dalam melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir. Selanjutnya hakikat ini dipertegas pada pasal 34 PP No. 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas bahwa kontraktor wajib menawarkan participating interest 10 % kepada BUMD saat pengembangan lapangan pertama kali akan diproduksi. Selain itu, kesempatan pengelolaan lain BUMD terwujudkan pada Permen ESDM No. 1 Tahun 2008 tentang pedoman pertambangan minyak bumi pada sumur tua yang menyatakan bahwa pengusahaan dan pemproduksian minyak bumi sumur tua dilaksanakan KUD atau BUMD berdasarkan perjanjian dengan kontraktor. Selanjutnya regulasi lebih spesifik mengenai sumur tua terdapat pada Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 023/PTK/III/2009. Adapun pengertian sumur tua menurut Permen ESDM no 1 tahun 2008 yaitu sumur-sumur Minyak Bumi yang dibor sebelum tahun 1970 dan pernah diproduksikan serta terletak pada lapangan yang tidak diusahakan pada suatu Wilayah Kerja yang terikat Kontrak Kerja Sama dan tidak diusahakan lagi oleh Kontraktor. Sebagai contoh klasifikasi sumur tua untuk wilayah musi banyuasin sesuai perda no.28 tahun 2007 memiliki kedalaman maksimum mencapai 650 m. Sumur tua ini umumnya tidak berproduksi lagi, akan tetapi sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali keekonomisannya kembali dikarenakan teknologi dan juga keadaan yang tidak konstan, Sumur tua dapat kembali berproduksi apabila dikelola oleh BUMD atau pun KUD yang dikutip dari Permen ESDM no 1 tahun 2008 pasal 2. Adapun pengertian BUMD dan KUD menurut Permen ESDM no 1 tahun 2008 pasal 1 yaitu, BUMD merupakan badan usaha tingkat Propinsi/Kabupaten Kota yang didirikan dan seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, dan atau Kota serta wilayah usahanya atau administratifnya mencakup lokasi Sumur Tua dan KUD (Koperasi Unit
Desa) merupakan Koperasi tingkat kecamatan yang wilayah usahanya mencakup lokasi Sumur Tua
3.3. Dampak Sosial dan Ekonomi terhadap Pengembangan Sumur Tua
Dalam kegiatan pemanfaatan dan pengembangan sumur tua, tentu tidak dapat dipisahkan dengan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat sekitar daerah sumur tua yang dalam pengembangan dan pemanfaatannya. Dampak tersebut pada umumnya menguntungkan masyarakat sekitar dari segi sosial dan ekonomi, karena dapat memanfaatkan potensi sisa yang terdapat pada sumur minyak yang ditinggalkan tersebut.
Berikut beberapa dampak dan/ atau manfaat dari segi sosial dan ekonomi:
• Penyedia lapangan kerja
• Peningkatan Pendapatan
• Penekanan Tingkat Kemiskinan
• Pencegahan Urbanisasi
• Gaya Hidup
• Pengembangan Sumberdaya manusia
3.4. Dampak Lingkungan terhadap
Pengembangan Sumur Tua
Dari segi perekonomian, pertambangan minyak bumi pada sumur tua ini sangat membantu dalam peningkatan perekonomian dan taraf hidup masyarakat setempat. Di sisi lain, pertambangan minyak bumi pada sumur tua yang dilakukan secara traditional dan belum mengikuti standar teknis dan lingkungan maka akan menyebabkan adanya tumpahan minyak (oil spills) yang berdampak pada pencemaran lingkungan air.
PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
126
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3), tumpahan minyak di area kegiatan ekplorasi dan produksi minyak dan gas bumi termasuk dalam kategori limbah B3. Hal ini dikarenakan sifat dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sedangkan karakteristik yang termasuk limbah B3 adalah mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, korosif dan bersifat karsinogenik
Hasil pengukuran kualitas air limbah pertambangan minyak bumi pada beberapa sumur tua yang dikelola masyarakat menunjukkan bahwa parameter pH tidak memenuhi baku mutu lingkungan (BML) yaitu pH antara 6 - 9 berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2010. Pengujian sampel air dangkal (sumur penduduk) menunjukkan parameter COD dan Minyak-Lemak tidak memenuhi BML sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Dari perhitungan penentuan Indeks Pencemaran (IP) diperoleh bahwa beberapa lokasi sumur tua yang dikelola masyarakat terklasifikasi tingkat pencemarannya dari ringan sampai sedang.
Untuk menghindari terjadinya tumpahan minyak dan pencemaran lingkungan maka pertambangan minyak bumi pada sumur tua secara teknis dan lingkungan harus mengacu pada Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No 023/PTK/III/2009 Tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
4. KESIMPULAN
Dari hasil review terhadap data yang ada dapat diimpulkan bahwa:
• Jumlah sumur tua yang potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan di sumatera selatan cukup besar tetapi yang terdata secara jelas dengan jumlah terbanyak di kabupaten Musi Banyuasin 108 sumur, Kabupaten Ogan Ilir 6 sumur, Kabupaten Muara Enim 7 sumur, Kabupaten Musi Rawas 6 Sumur dan Kabupaten Banyuasin 4 sumur
• Infrastruktur yang mendukung untuk memudahkan pemanfaatannya di kelima kabupaten relatif sama yaitu cukup dekat dengan jalan kabupaten maupun jalan negara
• Regulasi untuk pemanfaatannya sudah memadai terutama di kabupatan Musi Banyuasin yang sudah ada Perdanya
• Dampak sosial dan ekonomi lebih dominan kearah positif dibandingkan negatifnya
• Dari aspek lingkungan perlunya ketegasan pemerintah dalam menerapkan regulasi Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No 023/PTK/III/2009
DAFTAR PUSTAKA
[1] Outlook Energy Indonesia, 2012 [2] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.01 Tahun 2008 [3]Arikunto,S.1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta [4] Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 023/PTK/III/2009 [5] Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
PPL - 23
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
127
POTENSI SENAM SEPERMA UNTUK MEMINIMALKAN DAMPAK
PENYAKIT KARDIOVASKULAR AKIBAT POLUTAN AMBIEN PM
Marsidi1,2, Chairil Zaman2, Dwi Priyatno1,2, Arie Wahyudi1,2 dan Ali Harokan1,2 1Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sriwijaya
2Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat STIK Bina Husada
Email: [email protected]
Abstrak
Polutan ambien PM merupakan salah satu persoalan lingkungan pada kota-kota besar di dunia,
termasuk Indonesia. Dampak negatif dari polutan ambien PM adalah menurunkan derajat kesehatan
penduduk, terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Diperlukan upaya
meminimalkan dampak negatif tersebut dengan mengoptimalkan kerja sistem kardiorespirasi
manusia melalui senam pernafasan, khususnya senam seperma. Diberikan kajian tentang polutan
ambien PM dan senam pernafasan.
Kata kunci: polutan ambien PM, dampak kesehatan, senam pernafasan, senam seperma
PENDAHULUAN
Pencemaran atau polusi udara
merupakan hasil dari proses buangan yang
dihasilkan dari aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhannya, dari sektor
produksi maupun sektor transportasi yang
mencemari udara, sehingga akan
meningkatkan zat pencemar dan berkorelasi
meningkatkan jumlah orang yang mengalami
gangguan dan penyakit akibat polusi udara
(Corbitt 2004; Pfafflin and Ziegler 2006;
Vallero 2014; WHO, 2016).
Polutan gas berkontribusi untuk
sebagian besar variasi komposisi atmosfer
dan terutama karena pembakaran bahan bakar
fosil (Pfafflin and Ziegler, 2006). Nitrogen
oksida dipancarkan sebagai NO yang cepat
bereaksi dengan ozon atau radikal dalam
membentuk NO2. Selain itu, ozon di lapisan
atmosfer yang lebih rendah dibentuk oleh
serangkaian reaksi yang melibatkan NO2 dan
senyawa organik yang mudah menguap
(VOC), prosesnya diprakarsai oleh cahaya
matahari. Karbon monoksida (CO), di sisi lain
adalah produk dari pembakaran tidak
sempurna. Sumber utama lain adalah
transportasi jalan. Sedangkan hasil SO2
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
yang mengandung sulfur yang bersumber
dari batu bara, minyak bumi dan peleburan
bijih yang mengandung sulfur.
Bahan kimia berbahaya keluar ke
lingkungan dengan sejumlah kegiatan alam
dan atau kegiatan manusia dapat
menyebabkan efek buruk pada kesehatan
manusia dan lingkungan. Eksposur partikel
alam dalam bentuk debu vulkanik dikaitkan
dengan peningkatan gejala pernapasan pada
populasi yang sangat terpapar. Ada indikasi
bahwa partikel abu vulkanik yang terkait
dengan peningkatan kunjungan darurat ke
rumah sakit di hari-hari berikutnya (Carlsen,
2014). Peningkatan pembakaran bahan bakar
fosil bertanggung jawab untuk perubahan
secara progresif dalam komposisi atmosfer.
Polutan udara, seperti karbon monoksida
(CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida
(NOx), senyawa organik volatil (VOC), ozon
(O3), logam berat, dan partikel terhirup (PM2.5
dan PM10), berbeda dalam komposisi
kimianya, sifat reaksi, emisi, waktu
disintegrasi dan waktu eksposur dalam jangka
panjang atau pendek (Kampa and Castanas,
2008).
Polusi udara memiliki efek dalam
bentuk akut maupun kronis terhadap
kesehatan manusia, mempengaruhi sejumlah
sistem yang berbeda pada organ. Mulai dari
ringan seperti iritasi pernapasan bagian atas
(ISPA), pernapasan kronis dan penyakit
jantung, sampai dengan kanker paru-paru,
termasuk infeksi saluran pernafasan akut pada
anak-anak dan bronkitis kronis pada orang
SL - 01
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
128
dewasa. Penderita penyakit jantung dan paru-
paru yang sudah ada akan memberatkan
penyakitnya. Selain itu, eksposur polutan
dalam jangka pendek dan jangka panjang
juga telah dikaitkan dengan kematian dini dan
harapan hidup yang berkurang (Corbitt, 2004;
Pfafflin and Ziegler, 2006; Kampa and
Castanas, 2008).
Lebih dari 80% dari orang yang
tinggal di daerah perkotaan yang dipantau
polusi udaranya terpapar tingkat kualitas
udaranya telah melebihi batas dari WHO.
Sementara semua wilayah di dunia yang
terkena polusi udara, populasi di kota-kota
berpenghasilan rendah adalah yang paling
terkena dampak. Menurut database kualitas
udara perkotaan yang terbaru, 98% dari kota-
kota di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah dengan lebih dari 100.000
penduduk tidak memenuhi syarat dari
pedoman kualitas udara WHO, termasuk
Indonesia (WHO, 2016). Namun, di negara-
negara berpenghasilan tinggi, persentase
menurun menjadi 56%. Dalam dua tahun
terakhir, database sekarang meliputi 3.000
kota di 103 negara, dengan mengukur tingkat
polusi udara kota dan mengenali dampak
kesehatan yang terkait, jumlahnya hampir dua
kali lipat (WHO, 2016). Terjadinya
penurunan kualitas udara perkotaan, akan
meningkatkan risiko bagi orang-orang yang
tinggal di perkotaan, seperti strok (Oudin,
2009), penyakit jantung (Brunekreef, 2010),
kanker paru-paru (Raaschou-nielsen et al.,
2016), dan juga penyakit pernafasan akut dan
kronis, termasuk asma (WHO, 2016).
Pedoman yang berlaku di seluruh
dunia dan berdasarkan evaluasi bukti ilmiah
para pakar saat ini memberikan jenis polutan
udara sebagai berikut: Partikulat (PM), Ozon
(O3), Kabon Monoksida (CO), Nitrogen
Dioksida (NO2) dan Sulfur Dioksida (SO2)
(WHO, 2016), dan jenis polutan udara ini
menjadi standar polusi udara di Indonesia
(KepmenLH no. 45, 1997; PP no 41, 1999)
oleh Kementerian Lingkungan dan
Kehutanan, dan digunakan oleh Badan
Metereologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG).
Beberapa studi epidemiologi yang
mencakup studi jangka panjang dan jangka
pendek telah menghasilkan hubungan positif
dan signifikan secara statistik antara tingginya
tingkat pencemaran dan kejadian Penyakit
Kardiovaskular, yang sebagian besar muncul
dari negara maju. Penyakit Kardiovaskular
(PK) adalah penyebab utama kematian di
dunia (WHO, 2016). Laporan WHO (2014)
juga memberikan informasi bahwa dari total
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia,
persentase tertinggi jumlah penderitanya (37
%) adalah Penyakit Kardiovaskular.
Ada hubungan kuantitatif antara
eksposur konsentrasi tinggi partikulat (PM2.5
dan PM10) dan peningkatan angka yang sakit
atau meninggal, baik setiap hari dan dari
waktu ke waktu. Polusi udara partikel halus
(fine particle) merupakan faktor risiko untuk
mortalitas penyakit kardiovaskuler penyebab
spesifik melalui mekanisme seperti radang
paru dan peradangan sistemik, mempercepat
aterosklerosis, dan mengubah fungsi otonom
jantung (Pope et al., 2004; Pope and
Dockery, 2006). Eksposur jangka panjang
polusi udara PM2.5 dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian akibat PK
(Thurston et al., 2015). Sebaliknya, ketika
konsentrasi partikulat berkurang, angka
kematian terkait akan juga turun dengan
menganggap faktor lain tetap sama (WHO,
2016). Panduan kualitas udara dari WHO
tahun 2005 memberikan panduan global
ambang batas polusi udara sebagai faktor
yang menimbulkan risiko kesehatan.
Pedoman WHO menunjukkan bahwa dengan
mengurangi pencemaran partikulat (PM10) 20-
70 µg/m3, dapat menurunkan kematian akibat
polusi udara sekitar 15% (WHO, 2014).
Selama dekade terakhir, penelitian
terutama di negara maju menunjukkan bahwa
polusi udara sebagai penentu PK. Negara
berpenghasilan rendah dan menengah dengan
usia yang lebih muda dibandingkan dengan
negara berpenghasilan tinggi, semua kematian
terkait kardiovaskular sekitar 80% (Gersh et
al., 2010). Negara-negara di Asia terbebani
oleh penyakit ini, khususnya China dan India.
Kematian disebabkan oleh PK pada perkotaan
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
129
di India adalah 41% pria dan 37% wanita
(Celermajer et al., 2012). Faktor penentu
utama PK adalah faktor gaya hidup, diet,
riwayat kesehatan, faktor keturunan,
konsumsi rokok dan alkohol. Terdapat
beberapa cara untuk pencegahan penyakit PK,
seperti senam pernafasan (Breathing
Exercise), yang dikembangkan untuk
membantu para pasien untuk mengurangi dan
mengobati penyakit, seperti metode Taichi
(Burschka et al., 2013; Burschka et al. 2014;
Shin et al. 2015; Yang et al. 2015) dan Yoga
(Saxena and Saxena, 2009; Puymbroeck et
al., 2012; Oka et al., 2014). Telah diketahui
bahwa latihan (exercise) dapat menjaga
kebugaran (Battinelli, 2007; Katch et al.,
2011; LeMond and Hom, 2015). Jenis senam
pernafasan yang ditelah diteliti sebelumnya
menunjukkan potensi sebagai metode
meningkatkan stamina tubuh (Marsidi, 1999;
Marsidi dan Sutalaksana, 2000; Marsidi dan
Sutalaksana, 2001).
Dengan besarnya kontribusi akibat
negatif dari polusi udara, khususnya partikulat
terhadap kesehatan manusia, diperlukan suatu
upaya preventif untuk meminimasi dampak
negatif pada kesehatan manusia. Senam
pernafasan mempunyai potensi untuk
membantu upaya preventif dalam minimasi
dampak terhadap penyakit akibat dari
partikulat ambien, sehingga menarik untuk
dikaji.
ALAT DAN BAHAN
Data polutan ambien PM10 pada tahun
2014, 2015 dan 2016 diperoleh dari BMKG,
hasil data ditampilkan dalam tabel.
Penelusuran pustaka yang berkaitan dengan
polutan ambien dan penyakit Kardiovaskular
akibat polutan ambien PM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Polutan Ambien Partikulat
Pengukuran polutan ambien PM10 oleh
BMKG pada stasiun pemantauan di KM 12
Kota Palembang ditampilkan pada tabel 1.
Pada tahun 2014 rerata polutan PM10 adalah
121,2 µg/m3, tahun 2015 tingkat paparan
menurun menjadi rerata sebesar 119,7 µg/m3,
dan pada tahun 2016 terjadi penurunan sangat
tajam menjadi rerata sebesar 33,6 µg/m3.
Terjadi pennurunan sangat tajam pada tahun
2016 diduga karena terjadinya anomali cuaca
dimana terjadi hujan setiap bulan (tidak ada
musim kemarau). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa polutan Ambien PM10 di Kota
Palembang telah melebihi ambang batas
rerata tahunan yang ditetapkan WHO sebesar
20 µg/m3.
Tabel 1. Data Polutan Ambien PM10 (µg/m3) Kota Palembang
Tahun Rerata SD Min Maks
2014 121,2 69,4 42,7 302,2
2015 119,7 98,3 38,2 349,7
2016 33,6 4,6 26,6 42,4
Sumber: BMKG.
Berdasarkan hasil penelitian Rita et al.
(2016) yang disajikan pada tabel 2, diketahui
bahwa berdasarkan standar WHO kualitas di
empat provinsi penelitian telah melampaui
ambang batas. Provinsi Banten merupakan
provinsi yang mempunyai kualitas udara yang
terjelek, dimana eksposur tahunan rata-rata
untuk PM10 adalah 43,99 µg/m3, sedangkan
standar WHO adalah 20 µg/m3. Eksposur
PM2.5 adalah 22,12 µg/m3, sedangkan standar
WHO adalah 10 µg/m3. Terjadi eksposur PM
lebih dari 2 kali dari standar tersebut.
Tabel 2. Hasil Pengukuran kualitas udara
tahunan (µg/m3) pada empat provinsi
tahun 2014 diIndonesia
Provinsi PM10 Standar
WHO
PM2.5 Standar
WHO
Status
Banten 43,9
9
20 22,12 10 Diatas
NAB
Jawa
Tengah
28,1
4
20 16,09 10 Diatas
NAB
Jawa
Timur
38,5
7
20 16,71 10 Diatas
NAB
Bali 30,3
5
20 13,90 10 Diatas
NAB Sumber: Rita et al. (2016)
Terdapat standar nilai ambang batas
untuk PM yang dikeluarkan oleh beberapa
negara dan institusi, dapat dilihat pada tabel
3.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
130
Tabel 3. Standar NAB (µg/m3) untuk PM
oleh beberapa Negara dan Institusi.
Negara
/Institusi
PM10 PM2.5
Hari
an
Tahu
nan
Haria
n
Tahun
an
WHO 50 20 25 10
Uni Eropa 50 --- --- 25
Amerika
Serikat
150 50 35 15
Australia 50 --- 25 8
Tiongkok 150 70 35 15
India 100 60 60 40
Indonesia 150 --- --- ---
Berdasarkan laporan WHO (2016)
tentang paparan rata-rata dari polutan ambien
dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2015
berdasarkan wilayah, diketahui bahwa
wilayah paparan polutan ambien PM10
tertinggi ada di Eastern Mediterranean
dengan pendapatan penduduk yang tinggi
sebesar 235 µg/m3, sedangkan terendah di
wilayah Eropa dengan pendapatan penduduk
yang tinggi sebesar 25 µg/m3. Paparan
Polutan Ambien PM10 di wilayah Asia
Tenggara adalah 123 µg/m3. Berdasarkan
standar WHO, kualitas di semua wilayah
telah melampaui ambang batas, tidak
terkecuali di Indonesia. Menurut Villanyi (2010) dan Vallero
(2014) bahwa pengertian partikulat adalah padatan ataupun cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang berdiameter kurang dari 500 mikron, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Disamping mengganggu
estetika, partikel berukuran kecil di udara
dapat terhisap kedalam sistem pernafasan
yang dapat menyebabkan penyakit gangguan
pernafasan dan kerusakan paru-paru.
Partikel yang masuk ke dalam sistem
pernafasan akan tergantung dari diameternya.
Partikel berukuran besar akan tertahan pada
saluran pernafasan bagian atas, sedangkan
partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable)
akan masuk ke paru-paru dan partikel halus
(fine particle) bertahan di dalam tubuh dalam
waktu yang lama. Partikel inhalable adalah
partikel dengan diameter di bawah 10 μm
(PM10) (Villanyi, 2010; Vallero, 2014).
Partikel inhalable juga merupakan dari gas-
gas hasil pembakaran yang terbentuk di
atmosfer yang mengalami reaksi fisik-kimia
di atmosfer dan disebut dengan partikulat
sekunder, misalnya partikel sulfat dan nitrat
yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx.
Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5
mikron atau kurang. Proporsi utama dari
PM2.5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat,
natrium nitrat dan karbon organik. Akibat
pergerakan angin menyebabkan partikel ini
sering ditemukan sebagai pencemar udara
lintas batas yang ditransportasikan ke tempat
yang jauh dari sumbernya (Villanyi, 2010;
Vallero, 2014).
Partikel inhalable yang bersifat asam
akan bereaksi langsung di dalam sistem
pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih
berbahaya daripada partikel kecil yang tidak
bersifat asam, seperti sulfat dan nitrat yang.
Partikel logam berat yang mengandung
senyawa karbon dapat menjadi pembawa
pencemar toksik lain yang berupa gas atau
semi-gas karena menempel pada
permukaannya. Partikel timbal (Pb) yang
diemisikan dari gas buang kendaraan
bermotor yang menggunakan bahan bakar
mengandung Pb yang diemisikan dari
kendaraan bermotor dalam bentuk partikel
halus berukuran lebih kecil dari 2,5 µm dan
10 µm. Partikulat juga menyebabkan kabut
asap (haze) yang menurunkan visibilitas
(Villanyi, 2010; Vallero, 2014).
PM sebagai partikulat mempunyai
kategori berdasarkan ukuran diameternya.
Jenis yang paling besar adalah PM10 untuk
semua partikel berdiameter kurang dari 10
µm. Kategori ini dibagi atas kasar (coarse)
mempunyai ukuran diameter antara 2,5 um
sampai dengan 10 µm, halus (fine)
mempunyai ukuran diameter kurang dari 2,5
µm dan sangat halus (ultrafine) berdiameter
kurang dari 0,1 µm (Brook et al., 2010;
Vallero, 2014; Cosselman et al., 2015).
Bentuk partikel lebih rinci dapat dilihat pada
gambar 1.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
131
Gambar 1. Kategori Ukuran Partikulat. (Brook et al., 2008)
Partikel inhalable yang bersifat asam
akan bereaksi langsung di dalam sistem
pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih
berbahaya daripada partikel kecil yang tidak
bersifat asam, seperti sulfat dan nitrat yang.
Partikel logam berat yang mengandung
senyawa karbon dapat menjadi pembawa
pencemar toksik lain yang berupa gas atau
semi-gas karena menempel pada
permukaannya. Partikel timbal (Pb) yang
diemisikan dari gas buang kendaraan
bermotor yang menggunakan bahan bakar
mengandung Pb yang diemisikan dari
kendaraan bermotor dalam bentuk partikel
halus berukuran lebih kecil dari 2,5 µm dan
10 µm. Partikulat juga menyebabkan kabut
asap (haze) yang menurunkan visibilitas
(Villanyi, 2010; Vallero, 2014).
PM sebagai partikulat mempunyai
kategori berdasarkan ukuran diameternya.
Jenis yang paling besar adalah PM10 untuk
semua partikel berdiameter kurang dari 10
µm. Kategori ini dibagi atas kasar (coarse)
mempunyai ukuran diameter antara 2,5 um
sampai dengan 10 µm, halus (fine)
mempunyai ukuran diameter kurang dari 2,5
µm dan sangat halus (ultrafine) berdiameter
kurang dari 0,1 µm (Brook et al., 2010;
Vallero, 2014; Cosselman et al., 2015).
Bentuk partikel lebih rinci dapat dilihat pada
gambar 1.
Penyakit Kardiovaskular Akibat Polutan
Ambien PM
Toksisitas dari partikel inhalable
tergantung dari komposisinya (Villanyi, 2010;
Vallero, 2014). Angka mortalitas penyakit
jantung dan pernafasan dapat meningkat
disebabkan oleh PM10, dengan konsentrasi
140 μg/m3 pada anak-anak dapat menurunkan
fungsi paru-paru, sementara dengan
konsentrasi 350 μg/m3 dapat memperburuk
kondisi penderita bronkhitis. Partikel
sekunder PM2.5 lebih berbahaya terhadap
kesehatan bukan saja karena ukurannya tetapi
juga karena sifat kimiawinya yang
memungkinkan untuk terhisap dan masuk
lebih dalam ke dalam sistem pernafasan
(Villanyi, 2010; Vallero, 2014). Pada tahun
2017, WHO mengidentifikasi polusi udara
sebagai satu-satunya risiko kesehatan
lingkungan terbesar. Pada tahun 2012,
terdapat 3,7 juta mortalitas pada orang berusia
kurang dari 60 tahun disebabkan oleh polusi
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
132
Gambar 2. Perbandingan perkiraan persentase perubahan risiko mortalitas terkait dengan kenaikan
10 µg/m3 PM2.5 atau 20 µg/m3 PM10 untuk skala waktu pemaparan yang berbeda (Brook et
al., 2010).
udara ambien, dan 80% mortalitas ini
adalah hasil dari penyakit kardiovaskular
(Penyakit Jantung Koroner dan Strok) (WHO,
2016). Meskipun tingkat polutan rata-rata di
Amerika Serikat menurun setelah penerapan
peraturan kualitas udara, tingginya tingkat
transportasi komersial dan kemacetan lalu
lintas masih menyebabkan konsentrasi
polutan yang tinggi yang dapat dihirup oleh
penumpang, pejalan kaki, dan mereka yang
tinggal di dekat jalan raya utama. Lebih dari
95% penduduk perkotaan di kota-kota besar
terkena tingkat polusi yang melebihi pedoman
kualitas udara WHO (WHO, 2016).
Saat ini, sifat dasar dan cakupan penuh
dari hubungan risiko temporal yang dipicu
oleh eksposur PM jangka panjang tetap tidak
pasti (Brook, 2008). Studi epidemiologi yang
ada menunjukkan risiko kardiovaskular yang
lebih besar akibat eksposur yang lebih lama
ke tingkat PM yang lebih tinggi dari
pengamatan hanya beberapa hari, seperti yang
ditampilkan pada gambar 2. Studi kohort
yang menggunakan analisis survival regresi
Cox (selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun) mampu memberikan evaluasi yang
lebih lengkap dari hubungan risiko sementara
daripada analisis deret waktu yang hanya
beberapa hari yang menggunakan regresi
Poisson. Namun, mengingat kurangnya
informasi yang lengkap, tidak ada kesimpulan
yang dapat ditarik mengenai besarnya risiko
tambahan yang ditimbulkan oleh eksposur
kronis, periode waktu (beberapa bulan lawan
beberapa dekade) yang diperlukan untuk
menunjukkan peningkatan risiko ini,
penyebab biologis yang mendasari,
sejauhmana perbedaan statistik antara jenis
studi menjelaskan variasi risiko, dan apakah
PJK kronis yang relevan secara klinis oleh
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
133
eksposur kronis.Di satu sisi, studi yang ada
menunjukkan bahwa sebagian besar ukuran
efek risiko lebih besar yang ditimbulkan oleh
eksposur jangka panjang dibandingkan jangka
pendek tampaknya diwujudkan hanya dalam
waktu 1 sampai 2 tahun waktu tindak lanjut.
Memperpanjang durasi waktu eksposur
meningkatkan risiko kardiovaskular, namun
sampai tingkat yang semakin kecil dari waktu
ke waktu (Gambar 2).
PM meningkatkan faktor risiko untuk
mempercepat pengembangan aterosklerosis
dalam setting eksperimental. Dengan
demikian, eksposur jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kardiovaskular ke
tingkat yang lebih besar lagi dengan
meningkatnya kerentanan individu terhadap
kejadian kardiovaskular di masa depan akibat
eksposur akut. Selain itu, kemungkinan tidak
dapat diilustrasikan oleh periode tindak lanjut
terbatas (4 sampai 5 tahun) dari sebagian
besar studi kohort. Oleh karena itu,
memerlukan lebih banyak penyelidikan
(Brook et al., 2010).
Menurut WHO, Penyakit
Kardiovaskuler adalah penyakit yang
disebabkan gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah. Ada banyak macam
penyakit kardiovaskuler, tetapi yang paling
umum dan paling terkenal adalah penyakit
jantung koroner dan strok (WHO, 2011).
Orang dengan Penyakit Kardiovaskular atau
berisiko tinggi kardiovaskular (karena adanya
satu atau lebih faktor risiko seperti Penyakit
Hipertensi, Diabetes, Hiperlipidemia atau
penyakit yang sudah mapan) memerlukan
deteksi dini dan penanganan dengan
menggunakan konseling dan obat-obatan,
sesuai kebutuhan (WHO, 2016). Penyakit
Kardiovaskular (PK) adalah istilah umum
untuk sejumlah patologi terkait, yang
umumnya didefinisikan sebagai PJK,
Penyakit Serebrovaskular, Penyakit Arteri
Perifer, Penyakit Jantung Rematik dan
Penyakit Jantung Bawaan serta
Tromboemboli Vena. PK global
menyumbang 31% mortalitas, sebagian besar
ini dalam bentuk PJK dan Serebrovaskular
(WHO, 2016), sedangkan di Indonesia
sebanyak 37% (WHO, 2014).
Lebih dari 9 juta kematian yang
disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular
(PTM) terjadi sebelum usia 60 tahun, dan
90% dari kematian “dini” tersebut terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Secara global PTM penyebab kematian
nomor satu setiap tahunnya adalah Penyakit
Kardiovaskuler (PK), termasuk di Indonesia.
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta (63%)
orang meninggal karena PTM dari seluruh
kematian. Prevalensi kematian akibat PK
sebesar 48% dari total prevalensi PTM yang
menyebabkan kematian di dunia (WHO,
2011). Pada tahun 2008 diperkirakan
sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh
PK. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi
sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat
dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan
oleh Penyakit Jantung terjadi berkisar sebesar
4% di negara berpenghasilan tinggi sampai
dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan
rendah. Komplikasi Penyakit Hipertensi
menyebabkan sekitar 9,4 kematian di seluruh
dunia setiap tahunnya. Penyakit Hipertensi
menyebabkan setidaknya 45% kematian
karena Penyakit Jantung dan 51% kematian
karena Penyakit Strok. Kematian yang
disebabkan oleh PK, terutama Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dan Penyakit Strok
(PS) diperkirakan akan terus meningkat
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Saat ini
80% kematian akibat PK terjadi di negara
berkembang (WHO, 2017) dan PK
diperkirakan menjadi penyebab utama
kematian di sebagian besar negara
berkembang pada tahun 2030, yang
persentasenya lebih tinggi dibandingkan
dengan penyakit menular (WHO, 2013), PK
merupakan penyebab kematian utama dan
kehilangan tahun-tahun kehidupan secara
global (WHO, 2017).
COMEAP (2006), Brooks et al. (2010),
Cosselman et al. (2015) dan Dehbi et al.
(2017) telah mengkaji hubungan polutan
partikulat dengan penyakit kardiovaskular
oleh Eksposur diameter PM2.5 selama jangka
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
134
pendek, beberapa jam sampai beberapa
minggu bisa memicu mortalitas terkait
penyakit kardiovaskular dan kejadian
nonfatal, sedangkan eksposur jangka panjang
(beberapa tahun) meningkatkan risiko
mortalitas kardiovaskular ke tingkat yang
lebih besar dan mengurangi harapan hidup
(Brook et al., 2010). Penduduk yang terpapar
lebih tinggi oleh PM beberapa bulan sampai
beberapa tahun, terjadi penurunan tingkat PM
dikaitkan dengan penurunan angka mortalitas
kardiovaskular. Banyak mekanisme patologis
dijelaskan secara biologis terhadap temuan
ini. Keseluruhan hasil penelitian konsisten
dengan hubungan kausal antara eksposur
PM2.5 dan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (Brooks et al., 2010;
Cosselman et al., 2015).
Katsouyanni (2003), Analitis et al.
(2006) dan Samoli et al., (2006) telah
melakukan penelitian di luar Amerika Serikat,
termasuk proyek Polusi Udara dan Kesehatan
di Eropa (APHEA) yang meneliti efek
mortalitas terkait PM setiap hari di berbagai
kota. Polutan ambien PM dikaitkan secara
signifikan dengan angka mortalitas harian
kardiovaskular (Dehbi et al., 2017). Beberapa
rangkaian penelitian Kan et al. (2003, Wong
et al. (2008a), juga telah mengkonfirmasi
peningkatan yang serupa pada mortalitas
kardiovaskular yang terkait dengan eksposur
PM jangka pendek di China. Penelitian juga
di Kota Bangkok, Thailand (Wong et al.,
2008b). Hasil kajian Brook et al. (2004),
diperoleh bukti keseluruhan dari analisis deret
waktu (time-series) yang dilakukan di seluruh
dunia sejak publikasi pertamanya yang
diberikan oleh American Heart Association
(AHA) menegaskan adanya asosiasi kecil
namun konsisten antara peningkatan
mortalitas dan peningkatan jangka pendek
PM10 dan PM2.5 kira-kira sama dengan 0,4%
sampai 1,0%. Penurunan angka mortalitas
harian (mortalitas kardiovaskular secara
khusus) karena penurunan 10 µg/m3 di PM2.5
selama 1 sampai 5 hari sebelumnya.
Senam Pernafasan
Menurut Marsidi (1999) dan
Giriwijoyo (2000), senam pernafasan
merupakan bentuk olahraga ringan. Dalam
pelatihan ini akan terjadi proses
integrasi/keterpaduan dalam berlatih, dimana
terdapat korelasi dan interaksi antara: 1) Olah
Raga, Pengolahan raga dalam bentuk berupa
gerakan yang dilakukan secara berulang-
ulang yang disebut jurus dengan ritme yang
teratur. 2) Olah Rasa, Pengolahan rasa
melalui proses konsentrasi terhadap
perubahan yang terjadi dari proses
mengalirkan hawa hangat yang ada pada
bagian tubuh tertentu. 3) Olah Cipta,
Pengolahan cipta dalam bentuknya berupa
pikiran yang fokus dengan sugesti/keyakinan
yang tinggi, kemudian terdapat
pemrograman/niat dari setiap pemakaian
hawa hangat/tenaga dalam yang ada. Olah
cipta juga berfungsi mensinergikan antara
olah raga dan olah rasa.
Senam pernafasan berasal dari dua
kutub, yaitu dari Tiongkok dan India. Jenis
senam pernafasan dari Tiongkok dikenal
dengan nama Taichi (Hartley et al., 2014),
Ciqong (Hartley et al., 2015), sedangkan
senam pernafasan dari India dikenal dengan
nama Yoga Pranayama (Kwong et al., 2015).
Rusia juga memiliki senam pernafasan untuk
penderita asma yang diberi nama buteyko
(Campbell et al., 2011), senam pernafasan
khusus asma di Indonesia diberi nama Senam
Asma (Budi, 2008). Terdapat beberapa nama
senam pernafasan di Indonesia, seperti prana
sakti, satria nusantara, sinar putih, hikmatul
iman, dan lain-lain.
Terdapat 3 teknik senam pernafasan,
yaitu pernafasan perut, pernafasan diafragma
dan pernafasan dada. Ada senam pernafasan
yang memakai 3 jenis pelatihan pernafasan,
yaitu: pernafasan perut, pernafasan diafragma
dan pernafasan dada. Ada juga yang
menggunakan 2 teknik nafas, ada
menggunakan nafas perut dan dada. Ada juga
yang hanya memakai nafas perut (Marsidi,
1999; Mayor and Micozzi, 2011; Chiasson,
2013). Pernafasan perut adalah
pernafasan yang dilakukan dengan melakukan
pengembungan dan pengempisan perut,
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
135
menarik dan mengeluarkan nafas melalui
hidung. Pernafasan diafragma adalah
pernafasan yang dilakukan pengembungan
dan pengempisan perut dan dada secara
bersamaan, menarik nafas melalui hidung dan
mengeluarkan nafas melalui mulut.
Pernafasan dada adalah pernafasan yang
dilakukan dengan pengembungan dan
pengempisan dada, menarik nafas melalui
hidung dan mengeluarkan nafas melalui
mulut (Marsidi, 1999).
Senam Pernafasan dan Penyakit
Kardiovaskular
Senam bernafasan merupakan suatu
metode olahraga ringan yang bertujuan
mengolah pernafasan dengan diiringi dengan
gerakan tertentu dari bagian tubuh tertentu.
Berikut ini disajikan manfaat dari beberapa
jenis senam pernafasan terhadap penyakit
kardiovaskular pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Manfaat Senam Pernafasan terhadap Penyakit Kardiovaskular. Jenis Peneliti Tahun Metode Hasil
Taichi Campo et al. 2014 randomized
controlled trial
Dapat menurunkan tekanan darah sistol dan kortisol
pada penderita kanker.
Taichi Wang et al. 2016 Review Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan Penyakit
Kardiovaskular
Taichi Lan et al. 2008 Review Potensial untuk pasien PJK
Taichi Lan et al. 2013 Review Signifikan untuk pasien
penyakit kardiovaskular
Taichi Gloria et al. 2009 Review Bermanfaat untuk pasien dengan PK
Ciqong Hartley et al. 2015 Randomized
Controlled Trial
Efektif untuk pencegahan primer Penyakit
Kardiovaskular
Yoga Cramer et al. 2014 Review Penting secara klinis terhadap sebagian besar faktor
risiko penyakit kardiovaskular
Yoga Harley et al. 2014 Randomized
Controlled Trial
Efek yang menguntungkan pada tekanan darah
diastolik
Yoga Kwong et al. 2015 Randomized
Controlled Trial
Efektivitas yoga untuk pencegahan sekunder di PJK
masih belum jelas
Yoga Manchanda and Madan
2014 Review Pencegahan primer dan sekunder penyakit
kardiovaskular
Yoga Manchanda 2014 Review Beberapa percobaan kecil telah menunjukkan manfaat
dalam rehabilitasi jantung
Yoga Siu et al. 2014 Randomized Trial Menurunkan faktor risiko kardiovaskular
Senam Seperrma
Senam Seperma merupakan senam
pernafasan pada umumnya, dari analisis faal
dan biomeknaika dalam ilmu ergonomi
menunjukkan bahwa latihan senam ini aman
untuk dilakukan, karena dilakukan dengan
postur dan gerakan yang alami, serta
menggunakan beban tubuh sendiri (Harvard
Medical School, 2014; 2015; 2016) dan
didasarkan pada gerakan hatta yoga
(isometric training) (Kaminoff and Matthews,
2012; Oka et al., 2014). Sehingga dapat
dipakai dalam kegiatan program menjaga dan
meningkatkan kebugaran pekerja (Employee
Fitness Programme) (Marsidi, 1999).
Gerakan Senam Seperma disajikan pada
gambar 5 dan tahapan latihan disajikan pada
tabel 5.
Gerakan tersebut dilakukan dengan 5
tahapan teknik nafas: 1, Berlatih dengan nafas
teratur, tanpa ada teknik pernafasan; 2,
Berlatih dengan proses
pengejangan/kontraksi, tanpa teknik nafas; 3,
Berlatih dengan teknik nafas, pada saat tarik
dan tahan nafas, tubuh kondisi relaks, pada
saat buang nafas, tubuh
dikejangkan/kontraksi; 4, Berlatih dengan
teknik nafas. Pada saat buang nafas, bagian
tubuh tertentu yang dikejangkan/kontraksi; 5,
Berlatih dengan teknik nafas, menyalurkan
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
136
Gambar 5. Gerakan Senam Seperma
Tabel 5. Manfaat 5 Gerakan Senam Seperma Posisi 1 Merupakan posisi tubuh dengan bentuk kuda-kuda, posisi badan sedikit membungkuk, kaki
menjinjit/menapak. Posisi ini bermanfaat menguatkan tubuh secara menyeluruh, terutama pada kaki
dan pinggang.
Posisi 2 Merupakan posisi tubuh setengah hold push-up, posisi ini bermanfaat menguatkan seluruh tubuh,
terutama tangan dan pinggang.
Posisi 3 Merupakan posisi tubuh setengah hold push up, posisi lutut diletakkan di lantai. Posisi ini
menguatkan tangan.
Posisi 4 Merupakan posisi tubuh terbang, posisi perut menahan berat badan, tangan dan kaki diangkat. Posisi
ini menguatkan pinggang dan perut.
Posisi 5 Merupakan posisi tubuh hold sit up, posisi pinggang menahan berat badan, tangan dan kaki
diangkat. Posisi ini menguatkan perut dan pinggang.
hawa hangat ke badan dan bagian tubuh
tertentu.
Hasil wawancara pada responden
diperoleh bahwa mampu untuk meningkatkan
kesehatan dalam rangka persiapan fisik untuk
tes kesehatan bagi pelamar kerja. Bila
dilakukan selama 3 bulan setiap hari dengan
waktu latihan 1 jam pada pagi dan 1 jam pada
sore hari, akan meningkatkan stamina dua
kali lipat.
KESIMPULAN
Senam Seperma mempunyai potensi
untuk program latihan untuk menjaga
kebugaran jasmani pekerja, juga pada pasien
penyakit tidak menular (PTM) seperti
penyakit kardiovaskular. Senam ini dapat
digunakan untuk persiapan bagi para pencari
kerja yang bermasalah pada kesehatan
fisiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Analitis A, Katsouyanni K, Dimakopoulou K,
Samoli E, Nikoloulopoulos AK,
Petasakis Y, et al. 2006. Short-term
effects of ambient particles on
cardiovascular and respiratory
mortality. Epidemiology 17:230 –233.
Battinelli T. 2007. Physique, Fitness, and
Performance. Boca Raton: Taylor &
Francis.
Brook RD, Franklin B, Cascio W, Hong Y,
Howard G, Lipsett M, et al. 2004. Air
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
137
pollution and cardiovascular disease: a
statement for healthcare professionals
from the Expert Panel on Population
and Prevention Science of the American
Heart Association. Circulation
109:2655–2671.
Brook RD, 2008. Cardiovascular effects of air
pollution. Clin Sci (Lond) 115:175–187.
Brook RD, Rajagopalan S, Pope CA, Brook
JR, Bhatnagar A, Diez-Roux AV, et al.
2010. Particulate Matter Air Pollution
and Cardiovascular Disease. An Update
to the Scientific Statement From the
American Heart Association.
Circulation 121:2331-2378.
Brunekreef B, 2010. Air Pollution and Human
Health : From Local to Global Issues.
Procedia Social and Behavioral Sciences
41: 6661–6669.
Budi H, 2008. Hubungan Kualitas Senam
Asma dengan kualitas hidup pasien
Asma RSPAD Gatot Subroto. Tesis.
Fakultas Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Burschka J, Kuhn P, Menge U, and Oschman
P. 2013. Research on Tai Chi as a sport
in health care: The challenge of complex
interventions. Sportwiss 1–16.
Burschka J, Keune PM, Oy UH, Oschmann P,
and Kuhn P, 2014. Mindfulness-based
interventions in multiple sclerosis :
beneficial effects of Tai Chi on balance ,
coordination , fatigue and depression.
BMC Neurology 14(165), 1–9.
Campbell TG, Hoffmann T, and Glasziou, PP,
2011. Buteyko breathing for asthma.
John Wiley & Sons.
Campo RA, Light KC, O'Connor
K, Nakamura Y, Lipschitz D, LaStayo
PC, et al., 2015. Blood pressure,
salivary cortisol, and inflammatory
cytokine outcomes in senior female
cancer survivors enrolled in a tai chi
chih randomized controlled trial. J
Cancer Surviv 9(1):115-25.
Carlsen HK. 2014. Health effects of air
pollution in Iceland. PhD Thesis. Umea:
Umea University.
Celermajer DS, Chow CK, Marijon E,_
Anstey NM, and Woo KS, 2012.
Cardiovascular Disease in the
Developing World: Prevalences,
Patterns, and the Potential of Early
Disease Detection. J Am Coll Cardiol
60:1207–16.
COMEAP. 2006. Cardiovascular Disease
and Air Pollution: A Report by the
Committee on the Medical Effects of Air
Pollutant’s Cardiovascular Sub-Group.
Committee on the Medical Effects of
Air Pollutants. London, UK:
Department of Health, National Health
Service.
Corbitt RA. 2004. Air Pollution in Standard
Handbook of Environmental
Engineering. Second Edition. New
York: McGraw-Hill.
Cosselman KE, Navas-Acien A, and
Kaufman JD, 2015. Environmental
factors in cardiovascular disease.
Nature Cardiology Review. Advance
Online Publication. 16 pp.
Cramer H, Lauche R, Haller H, Steckhan N,
Michalsen A, and Dobos, G. 2014.
Effects of yoga on cardiovascular
disease risk factors: A systematic
review and meta-analysis. International
Journal of Cardiology 173:170–183.
Dehbi HM, Blangiardo M, Gulliver J, Fecht
D, de Hoogh K, Al-Kanaani Z, et al.
2017. Air pollution and cardiovascular
mortality with over 25 years follow-up:
A combined analysis of two British
cohorts. Environ Int 99: 275–281.
Gersh BJ, Sliwa K, Mayosi BM, and Yusuf S,
2010. The epidemic of cardiovascular
disease in the developing world: global
implications. European Heart Journal
31: 642–648.
Gloria Y, Wang C, Wayne PM, and Phillips
R. 2014. Tai Chi Exercise for Patients
with Cardiovascular Conditions and
Risk Factors: A Systematic Review. J
Cardiopulm Rehabil Prev 29(3): 152–
160.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
138
Giriwijoyo S, 2000. Tenaga Dalam ditinjau
dari sisi ilmu Faal Olahraga. Seminar
Sehari, Bandung: Gedung Pos Pusat.
Hartley L, Flowers N, Lee MS, Ernst E, and
Rees K. 2014. Tai chi for primary
prevention of cardiovascular disease.
JohnWiley & Sons.
Hartley L, Lee MS, Kwong JSW, Flowers N,
Todkill D, Ernst E. et al., 2015. Qigong
for the primary prevention of
cardiovascular disease. JohnWiley &
Sons.
Harvard Medical School. 2014. Better
Balance-Easy exercises to improve
stability and prevent falls. A Harvard
Medical School Special Health Report.
Boston: Harvard University.
Harvard Medical School. 2015. Strength and
Power Training-A guide for older
adults. A Harvard Medical School
Special Health Report. Boston: Harvard
University.
Harvard Medical School. 2016. Core
Exercises-5 workouts to tighten your
abs, strengthen your back, and improve
your balance A Harvard Medical
School Special Health Report. Boston:
Harvard University.
Kampa M, and Castanas, E. 2008. Human
Health Effects of Air Pollution.
Environmental Pollution 151 (2008)
362-367.
Kaminoff L, and Matthews, A. 2012. Yoga
Anatomy-2nd ed. Champaign: Human
Kinetics.
Kan H, London SJ, Chen G, Zhang Y, Song
G, Zhao, et al. 2008. Season, sex, age,
and education as modifiers of the
effects of outdoor air pollution on daily
mortality in Shanghai, China: The
Public Health and Air Pollution in Asia
(PAPA) Study. Environ Health
Perspect 116:1183–1188.
Katch VL, McArdle WD, and Katch F.I.
2011. Essentials of Exercise
Physiology. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Katsouyanni K, Touloumi G, Samolu E,
Petasakis Y, Analitis A, Le Tertre A, et
al. 2003. Sensitivity analysis of various
models of short-term effects of ambient
particles on totalmortality in 29 cities in
APHEA2. In: Revised Analyses of
Time-Series of Air Pollution and
Health. Boston, Mass: Health Effects
Institute.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi
Kesehatan Jantung. Pusat Data dan
Informasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan.
KepMenLH No. 45.1997. Tentang Indeks
Standar Pencemar Udara. Jakarta:
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Kwong JSW, Lau HLC, Yeung F, and Chau
PH. 2015. Yoga for secondary
prevention of coronary heart disease.
John Wiley & Sons.
Lan C, Chen SY, Wong MK, and Lai JS.
2008. Tai Chi Training for Patients with
Coronary Heart Disease. Med Sport Sci
52:182–194.
Lan C, Chen SY, Wong MK, and Lai JS.
2013. Tai Chi Chuan Exercise for
Patients with Cardiovascular Disease.
Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine . Article ID
983208, 9 pages.
LeMond G, and Hom M. 2015. The Science
of Fitness. New York: Academic Press.
Manchanda SC. 2014. Yoga - A promising
technique to control cardiovascular
disease. indian heart journal. 66:
487e489. 3 pages.
Manchanda SC, and Madan K. 2014. Yoga
and meditation in cardiovascular
disease. Clin Res Cardiol. s00392-014-
0663-9
Marsidi. 1999. Pengkajian Potensi Pelatihan
Tenaga Dalam untuk Bekerja ditinjau
dari sisi ergonomi. Tesis. Program
Studi Teknik dan Manajemen Industri,
Program Pascasarjana. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Marsidi dan Sutalaksana IZ. 2000. Pengaruh
Latihan Pernafasan pada Perokok
(studi kasus supir taksi). Proseding
Perhimpunan Ergonomi Indonesia.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
139
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.
Marsidi dan Sutalaksana IZ. 2001. Pengaruh
Transfer Energi Tenaga Dalam pada
proses Pengobatan Penyakit. Proseding
Perhimpunan Ergonomi Indonesia.
Fakultas Kedokteran. Denpasar:
Universitas Udayana.
Mayor D, and Micozzi MS. 2011. Energy
Medicine, East and West: A Natural
History of Qi. Oxford: Elseiver.
Mijares SG. 2009. The revelation of the
breath : a tribute to its wisdom, power,
and beauty. New York: State University
of New York Press.
Oka T, Tanahashi T, Chijiwa T,
Lkhagvasuren B, Sudo N, and Oka K.
2014. Isometric yoga improves the
fatigue and pain of patients with chronic
fatigue syndrome who are resistant to
conventional therapy : a randomized ,
controlled trial. BioPsychoSocial
Medicine 14(27):1–9.
Oudin A. 2009. Exposure to Air pollution and
Stroke risk: Exploring methodological
aspects. PhD Thesis. Lund: Lund
University.
Peraturan Pemerintah No. 41. 1999. Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Jakarta.
Pfafflin JR, and Ziegler EN. 2006. Air
Pollutant Effects in Encyclopedia of
Enviromental Science and Engineering.
Boca Raton: Taylor & Francis..
Pope CA, Burnett RT, Thurston GD, Thun
MJ, Calle EE, Krewski D, et al. 2004.
Cardiovascular Mortality and Long-
Term Exposure to Particulate Air
Pollution. Circulation 109: 71–77.
Pope CA, and Dockery DW. 2006. Health
effects of fine particulate air pollution:
lines that connect. J Air Waste Manag
Assoc 56:709 –742.
Puymbroeck MV, Schmid A, Miller K, and
Schalk N. 2012. Quality of life for
individuals with chronic stroke following
an 8-week yoga intervention. BMC
Complementary and Alternative
Medicine 12(Suppl 1), 1.
Raaschou-nielsen O, Beelen R, Wang M,
Hoek G, Andersen ZJ, Hoffmann B, et
al. 2016. Particulate matter air pollution
components and risk for lung cancer.
Environment International 87: 66–73.
Rita, Lestiani DD, Hamonangan E, Santoso
M, dan Yulinawati H. 2016. Kualitas
Udara (PM10 DAN PM2.5) untuk
Melengkapi Kajian Indeks Kualitas
Lingkungan. Ecolab 10(1):1 – 48.
Samoli E, Touloumi G, Schwartz J, Anderson
HR, Schindler C, Forsberg B., et al.
2007. Short-term effects of carbon
monoxide on mortality: an analysis
within the APHEA project. Environ
Health Perspect 115:1578–1583.
Saxena T, and Saxena M. 2009. The effect of
various breathing exercises (pranayama )
in patients with bronchial asthma of mild
to moderate severity. International
Journal of Yoga 2(1): 22–25.
Shin J, Lee Y, Kim SG, Choi BY, Lee H, and
Bang, S. 2015. The beneficial effects of
Tai Chi exercise on endothelial function
and arterial stiffness in elderly women
with rheumatoid arthritis. Arthritis
Research & Therapy 17(380): 1–10.
Siu PM, Yu AP, Benzie IF, and Woo J, 2015.
Effects of 1-year yoga on
cardiovascular risk factors in middle-
aged and older adults with metabolic
syndrome: a randomized trial.
Diabetology & Metabolic Syndrome
7:40. 12 pages.
Thurston GD, Ahn J, Cromar KR, Shao Y,
Reynolds HR, Jerrett M, et al. 2015.
Ambient Particulate Matter Air Pollution
Exposure and Mortality in the NIH-
AARP Diet and Health Cohort.
Environmental Health Perspectives
1509676: 30 pages.
Vallero D. 2014. Fundamentals of Air
Pollution. London: Elsevier.
Villanyi V. 2010. Air Pollution. Crotia:
Sciyo.
Wang XQ, Pi YL, Chen PJ, Liu Y, Wang R,
Li X, et al. 2016. Traditional Chinese
Exercise for Cardiovascular Diseases:
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
140
Systematic Review and Meta-Analysis
of Randomized Controlled Trials. J Am
Heart Assoc. 2016;5:e002562. 18 pp.
WHO. 2011. Global Atlas on cardiovascular
disease prevention and control. Geneva:
World Health Organization.
WHO. 2013. A global brief on hypertension:
Silent killer, global public health crisis.
Geneva: World Health Organization.
WHO. 2014. Noncommunicable Diseases
(NCD) Country Profiles. Geneva:
World Health Organization.
WHO. 2016. Ambient Air Pollution. Geneva:
World Health Organization.
WHO. 2017. Cardiovascular diseases
(CVDs). Factsheet. Geneva: World
Health Organization.
Wong CM, Ou CQ, Chan KP, Chau YK,
Thach TQ, Yang L, et al. 2008a. The
effects of air pollution on mortality in
socially deprived urban areas in Hong
Kong, China. Environ Health Perspect
116:1189 –1194.
Wong CM, Vichit-Vadakan N, Kan H, and
Qian, Z. 2008b. Public Health and Air
Pollution in Asia (PAPA): a multicity
study of short-term effects of air
pollution on mortality. Environ Health
Perspect 116:1195–1202.
Yang Y, Hao Y, Tian W, Gong L, Zhang K,
Shi Q, et al. 2015. The effectiveness of
Tai Chi for patients with Parkinson ’ s
disease : study protocol for a
randomized controlled trial. Trials
16(111): 1–7.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
141
Fatigue Endurance of Aluminium Casting 7xxx Series as Alternative Material for Organic Rankine Cycle’s Turbin Blade at 180 °C Operation Temperature
Nurhabibah Paramitha Eka Utami,*, Astuti2, Ellyanie3
123 Mechanical engineering, University of Sriwijaya *Corresponding Author: [email protected]
Abstract The increasing demand of electricity alinged by the reducing availability of fossil fuels which is also one of the causes of increased environmental pollution due to CO2 and other gas emissions and drives the development of the utilization of biogas and geothermal energy that are widely available in nature. The utilizing ORC Turbine (Organic rankine cycle) is considered very promising to convert heat in low temperature 100-220 ° C into electrical energy. The use of Fe-25Al-xTi and TiAl alloys as a heavy ORC turbine blade material encourages the need for development in the utilization of lighter but stronger alternative materials. This study analyzes and observes the fatigue resistance of Al-Zn-Mg-Cu Cor alloys as an alternative material in ORC Turbine construction (Organic rankine cycle) where the use of aluminium is expected to be more efficient than steel and titanium materials used today. Tests wasconducted in this research are chemical composition test, hardness test, microstructure test, tensile test, fatigue test, and fatigue fractography observation. The results show that there is a reduction in mechanical properties and fatigue resistance in hear treated specimens. This occurs because of the dissemination of the precipitate which is the embrittled phase so as to cause a decrease in mechanical properties and fatigue resistance in heat treated specimens. Keywords: ORC, Fatigue, Aluminium, as cast, heat treated
Abstrak Semakin meningkatnya kebutuhan akan listrik diiringi dengan semakin terbatasnya ketersediaan bahan bakar fosil yang juga menjadi salah satu penyebab peningkatan pencemaran lingkungan karena emisi CO2 dan gas lainnya, mendorong adanya pengembangan dalam pemanfaatan biogas dan energi geothermal yang banyak tersedia di alam. Penggunaan Turbin ORC (Organic rankine cycle) dinilai sangat menjanjikan untuk mengubah panas dalam temperatur rendah 100-220 °C menjadi energi listrik. Penggunaan paduan Fe-25Al-xTi dan TiAl sebagai material sudu turbin ORC yang cukup berat mendorong dibutuhkannya pengembangan dalam pemanfaatan material alternatif yang lebih ringan tetapi tetap kuat. Penelitian ini menganalisa dan mengamati ketahanan lelah dari paduan Al-Zn-Mg-Cu Cor sebagai material alternatif dalam konstruksi Turbin ORC (Organic rankine cycle) dimana penggunaan aluminium diharapkan dapat lebih efisien dibandingkan material baja dan titanium yang digunakan saat ini. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji komposisi kimia, uji kekerasan, uji struktur mikro, uji tarik, uji fatik, dan pengamatan fraktografi fatik. Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan sifat mekanis dan ketahanan fatik pada spesimen dengan perlakuan panas. Hal ini terjadi karena adanya penyebaran endapan yang merupakan fasa penggetas sehingga menyebabkan terjadinya penurunan sifat mekanis dan ketahanan fatik pada spesimen dengan perlakuan panas.
Katakunci: ORC, Fatik, Aluminium, as cast, pemanasan
1. Introduction The Rapid industrial development in Indonesia drives the increasing demand for
electrical energy. The limited resources of conventional power plants such as oil and natural gas will not sufficient to power supply needed.
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
142
On the other hand, The effort to reduce air pollution is conducted by using renewable energy sources as a substitute for conventional energy sources. Therefore, it is necessary the capable technology of utilizing low-temperature renewable energy. The utilization of Organic Rankine Cycle (ORC) which is a modification of the rankine cycle that uses refrigran as a working fluid to generate electrical energy from low temperature heat energy source 100-200 ° C (Wang et al. 2012), is expected to be an innovation in the utilization of biogas energy and geothermal energy contained in nature (Han et al. 2014). The utilization of the Organic Rankine Cycle (ORC) system is the best way to reduce air pollution levels (Costall et al. 2015).
Characteristics required in material selection of ORC turbine blades are capable of working in temperatures of 100-200 ° C, good strength and good corrosion resistance. ORC turbine blade material currently used are Fe-25Al-xTi and TiAl alloys (Krein & Palm 2008). The main problem encountered in the utilization of TiAl and Fe-25Al-xTa are a very specific and costly process. Therefor, TiAl and Fe-25Al-xTa are high enough density. So, it is possible to develop the alternative materials that useful in replacing the utilization of heavy steel and titanium. These alternative materials should have reasonable criteria to be used in the working conditions of the ORC turbine blades, which are strong, good corrosion-resistant, good fatigue resistant and good operation-resistant.
Fatigue in material is a failure in structures due to repetitive loads. Any component or construction that receives a dynamic load can be damaged at lower stress than its maximum stress and even below its tensile stress. Fatigue failure is a phenomenon of failure that is thought to be the cause of 50-60%
mechanical failure. Failure caused by fatigue factors is more dangerous than static failure due to fatigue failure can occur suddenly without any sign or warning. many constructions may be received combined stress that contaminated by corrosive environment causing the component to be threatened its safety.
Aluminum with density value of 2.7 g / cm3 is expected to increase turbine efficiency and improve overall generator efficiency when compared with the use of steel that having density of 7.75 gr / cm3 and titanium 4.5 gr / cm3. This requirement is also the factor that support the selection of aluminium material as turbine blade material due to its lightweight, wear-resistant and wear resistant. Aluminum alloys 7xxx series which have heat treatable properties known to have the highest tensile strength properties at room temperature when compared with other aluminum alloy types produced by conventional casting process, besides that 7xxx aluminum is also superior because of its strength and toughness (Isadare et al. 2013).
2. Experimental Section The material used in this research is cast
aluminum alloy 7xxx series with specific composition of Al-9.05 Zn-4.03 Cu-3.01 Mg. The process of casting was conducted by using gravity casting with metal molds. The temperature used in the casting process was stable at 750 ° C. The variables used in 2 (two) conditions, which are as-cast and heat treated material at 180 ° C for 200 hours which in analogy as the operating temperature of the ORC's turbine blade. Many tests that conducted in this research are chemical composition test, hardness test, tensile test, microstructure observation, fatigue test and fractography observation. The result of Chemical composition shown in Table 1.
Table 1. Chemical Compositions of Al-9.05Zn-4.03Cu-3.01Mg cast alloy
Element Al Zn Cu Mg V Cr Mn Fe Content (%) 83,25 9,05 4.03 3,01 0 0,04 0,23 0,12
Element Co Ni Ti Si Zr Sn Pb Bi Content (%) 0 0,09 0,03 0,05 0 0 0,07 0,03
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
143
2.1. Hardness Test Hardness test was performed in the two conditions of the samples ,as-cast and aged material at 180 ° C for 200 hours in which each condition was conducted in 36 test points to analyze the uniformity of hardness value in each contidition alloy. Sample preparation was done by casting , sample cutting , heat treatment , surface smoothing and polishing. The load that used in this test is 500 gf. Hardness Brinell obtained by using Equation 1 below :
BHN = (1)
2.2 Microstructure Observation
Preparation process was conducted by polishing with TiO2 and etching process was conducted using a mixture of 12.5 ml 8 ml HNO3 + HF + 85 ml. The Observations were conducted on both material conditions, as cast and and heat treated at 180 ° C for 200 hours .
2.3 Tensile Test
Tensile testing was performed using a universal tensting machine with a load of 3000 kgf. The test was performed using JIS Z 2201. The applied voltage was 20.00 kV on two material conditions, as cast and and heat treated material at 180 ° C for 200 hours .
2.4 Fatigue Test
Fatigue testing was performed to determine the limit of fatigue resistance by using Torsee's Torsion Repeated and Bending Fatigue Machine. The standard test is based on JIS Z 2273 (shown in Figure 1).
Figure 1. Fatigue Spesimen Standard JIS Z 2273
2.5 Fractography Observation
Fractographic observations were performed on fracture surface. This observation is useful for analyzing fracture mechanisms that occur in 2 material conditions that are as cast and and heat treated material at 180 ° C for 200 hours . Tools used in this observation is the SEM FEI inspect S50.
3. Results and Discussion
The results of hardness test on 2 (two) conditions showed that hardness value on as-cast specimen is higher at 64 BHN compared to heat-treated specimen of 42 BHN. The hardness values shown in figure 2 below.
Figure 2. Hardness values on as cast and heat treated aluminium casting alloy
It was happened because an ageing process that occurs in a long time presented the precipitation of second phase as an embrittled phase which are directly affected in the reduction of hardness value (Utami et al. 2017).
Figure 3. Microstructure observation on as cast spesimen
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
144
Figure 4. Microstructure observation on heat treated aluminium casting alloys.
Figure 3 and figure 4 show the phenomenon of precipitation deployment occurring on the aluminium alloy surface. on as cast spesimen, the precipitates spread evenly over the grain boundaries. The precipitation becomes barrier against the mechanical force given to the material. While on heat-treated specimens, heat treatment process in 180 ° C for 200 hours causes the precipitates spread evenly over the dendrite, since the barrier energy is lost then the resistance to the mechanical force becomes lower and resulting the reduction of hardness thoughness.
Similarly with the results of the hardness test, on tensile test also occurs a decline in the value of Ultimate tensile strength from 196.17 MPa to 181 MPa on a heated material. While the yield strength on as cast specimen is 187,77 MPa and 178,4 MPa on heated material. Yield Strength and Ultimate tensile strength value shown in figure 5 and figure 6.
Figure 5. Ultimate Tensile Strength on as cast and heat treated aluminium casting alloys
Figure 6. Yield Strength on as cast and heat treated aluminium casting alloys
Fatigue testing was performed in 5 levels of loading under the yield stress of each condition. The results show that as cast specimens has higher fatigue resistance than heat treated specimens. The longest fatigue cycle in as cast material is 110500 times, whereas in heat treated specimens is only 81050 times. SN diagram of fatigue test shown in figure 7.
Figure 7. SN diagram
The reduction of fatigue value that occur in heat treated specimens caused by the presence of embrittled phases that are present due to the long term heat treatment process (Möller et al. 2009).
(a)
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
145
(b)
Figure 8. Fracture analysis on as cast spesimen (a) mag. 47x (b) mag. 200x
(a)
(b)
Figure 9. Fracture analysis on heat treated spesimen (a) mag. 41x (b) mag. 500x
Fracture fatigue are shown in figure 8 and figure 9. Both as cast and heat treated alloy show brittle
fracture phenomenon. However, the form of fracture in brittle specimen is very brittle where fractures are in the form of small fractures such as glass crumbs. It shows that as cast specimen toughness is higher when compared to heat treated specimens. The presence of porosity is considered to exacerbate the circumstances that cause the material to fail prematurely.
4. Conclusion Based on the analysis that has been
done, it is known that the process of heating that conducted continuously in a long time resulting the reduction in mechanical properties. the reduction of mechanical properties occur due to the dissemination of load throughout the grain which makes the material's ability to withstand mechanical loads to decrease. The reduction of the strength value of the material can be exacerbated by the presence of porosity present as the initial crack that promotes to material fails prematurly.
Acknowledgement
This research was conducted with full funding from LPPM Sriwijaya University in program SATEKS Research (Science, Technology, and Art).
References
Costall, A.W., Hernandez, A.G. & Newton, P.J., 2015. Design methodology for radial turbo expanders in mobile organic Rankine cycle applications q. APPLIED ENERGY, pp.1–15.
Han, S., Seo, J. & Choi, B., 2014. Development of a 200 kW ORC radial turbine for waste heat recovery †. , 28(12), pp.5231–5241.
Isadare, A.D. et al., 2013. Effect of Heat Treatment on Some Mechanical Properties of 7075 Aluminium Alloy. Materials Research-Ibero-American Journal of Materials, 16(1), pp.190–194.
Krein, R. & Palm, M., 2008. The influence of Cr and B additions on the mechanical
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan SNPL 2017
“Sains Teknologi Menunjang Keberlanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan”
146
properties and oxidation behaviour of L21-ordered Fe-Al-Ti-based alloys at high temperatures. Acta Materialia, 56(10), pp.2400–2405.
Pratiwi, D.K., Paramitha, N. & Utami, E., 2017. Effect of ageing time 200 ° C on microstructure behaviour of Al- Zn-Cu-Mg cast alloys. , 1008.
Wang, Z.Q. et al., 2012. Fluid selection and parametric optimization of organic Rankine cycle using low temperature waste heat. Energy, 40(1), pp.107–115.