laila fitri yanti€¦ · untuk sahabat dan teman-temanku, keluarga kost pelangi orange yang semua...
TRANSCRIPT
LAILA FITRI YANTI
HEARTQUAKE
Diterbitkan secara mandiri
melalui Nulisbuku.com
2
HEARTQUAKE
Oleh: Laila Fitri Yanti
Copyright © 2014 by Laila Fitri Yanti
Penerbit
Nulis Buku
www.nulisbuku.com
nulisbuku.com
Desain Sampul:
nulisbuku.com
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
3
Ucapan Terimakasih:
Alhamdulillah ..
Terima kasih kepada Allah SWT atas segala
inspirasi, imajinasi, berkah, dan semangat yang selalu
tercurah selama proses penulisan buku pertama saya
ini. Alhamdulillah wa syukurillah.
Untuk seluruh keluargaku, almarhum papa,
walaupun sudah tidak ada di tengh-tengah kami, tapi
akan selalu ada di hati kami. Untuk mama, terima
kasih atas segala perhatian dan kasih sayang yang
tidak terhingga sampai sekarang. Untuk kakak-
kakakku, Ridwan Firdaus dan Ratna Sari Dewi,
terima kasih telah membimbing adikmu dengan
penuh kesabaran. Dan untuk adikku Fahmi Idris yang
baru masuk kuliah, terus semangat hingga nanti bisa
membanggakan keluarga.
Untuk sahabat dan teman-temanku, keluarga
kost Pelangi Orange yang semua namanya kucatut
dalam salah satu cerpen di buku ini. You rock guys!!
Untuk teman-teman sekolah SD, SMP, dan SMA dan
juga teman kuliahku di Manajemen UNRI 08, terima
kasih atas kebersamaannya. Dan juga untuk teman-
temn kantorku yang sudah memberi banyak
pengalaman.
4
Terima kasih juga untuk penerbit dan semua
editor yang turut membantu dalam penerbitan buku
ini. Dan juga terima kasih untuk semua soundtrack
lagu dalam kumcer ini, I wanna hug you all!
Terakhir, terima kasih untuk para pembaca
yang sudah menyempatkan waktunya untuk membeli
dan membaca buku ini. Semoga bisa memberikan
inspirasi bagi siapapun yang membacanya dan
tunggu karya saya selanjutnya ya ^^
Regards,
Laila Fitri Yanti
5
DAFTAR ISI
Paint My Love hal 6
Heartquake hal 38
Love You My Boy & My Friend hal 61
Please, Be Mine hal 104
Imposible Love hal 135
Don’t Leave Me Again hal 158
My Rainbow hal 180
Fragile Heart hal 191
You’re Gone hal 211
You Are All I Need hal 233
Good Friend hal 251
6
PAINT MY LOVE
Kuas, kanvas, dan cat warna adalah duniaku. Ya, aku
seperti memiliki dunia sendiri ketika telah bergelut dengan
benda-benda itu. Benda yang sangat mempesonaku.
Melihatnya saja sudah membuatku ngiler, ingin segera
‘melahapnya’. Terdengar berlebihankah? Kurasa tidak!
Lukisan dunia menyatu indah dengan ukiran kuas di
kanvasku. Menakjubkan. Kau bisa melihatnya? Mungkin
tidak! Tapi rasakanlah! Menyatulah dengan warna-warna
yang terukir sempurna menjabarkan setiap inci lukisan maha
indah.
Chicago, Illinois 2016
Pelukis jalanan, ya itulah diriku sekarang. It’s not
bad. Aku sungguh menikmatinya. Melihat orang menghargai
lukisan kita, itu sudah lebih dari segalanya. Walaupun suatu
hari nanti aku berharap akan bisa menggelar pameran
lukisanku sendiri dan membuat kagum setiap pasang mata
yang melihatnya. Setiap orang punya harapannya masing-
masing bukan?!
Kususun bangku dan kuletakkan kanvas yang masih
kosong di depanku. Jalanan hari ini sangat ramai, lalu lalang
7
manusia di hadapanku cukup menarik perhatianku. Tidak
ada salahnya kalau aku menuangkannya ke dalam kanvas.
Tanganku lalu menyambar kuas dan cat warna yang selalu
standby di sampingku.
Baru saja kuasku menyentuh putihnya kanvas,
seorang wanita telah berdiri tegap di belakang kanvasku.
Mataku tertegun sebentar sebelum akhirnya aku menarik
tanganku kembali dan mengaduk cat warna yang ada di
genggamanku.
“Can I help you Miss?”
“Sure, I want you to paint me!”
“Ok, just sit there!”
Aku mengarahkannya untuk duduk di bangku yang
memang telah kusiapkan sebelumnya.
Dengan cermat aku mulai melukis lekuk demi lekuk
wajahnya. Memperhatikannya dan mulai melukis lagi.
Hingga tidak ada satu bagianpun yang terlewatkan olehku.
Kalau dilihat-lihat, dia mempunyai wajah yang cukup
menarik untuk menghiasi kanvasku.
Tinggal satu goresan lagi dan sempurna! Kupasang
senyumku yang paling menawan – pastinya - sambil
memandang puas hasil karyaku yang selalu sempurna
seperti biasa.
8
“Yeah! Ok, perfect! Kurasa dia akan kagum melihat
lukisan wajahnya di kanvasku!” kataku pada diri sendiri. Ya,
aku memang memiliki percaya diri yang cukup tinggi kalau
sudah berkaitan dengan hobiku satu ini.
“Ok Miss, It’s finish! You can see now!”
Gadis itu berdiri dan mendekat ke arahku. Dia mulai
mematuti lukisanku dari berbagai angle . Cukup lama
baginya untuk mengeluarkan sepatah dua patah kata dari
mulutnya, sebelum akhirnya keningnya menghadiahkan
beberapa buah kerutan untuk kedua bola mataku.
“What? Apa ini? Kurasa aku lebih cantik dari ini!”
“…”
Kurasa telingaku masih belum pikun untuk
mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya.
“Sorry Miss, tapi aku sudah melukisnya dengan
serius, and this the result!” aku menjelaskan padanya yang
sepertinya ada sedikit ketidakpuasannya pada hasil karyaku.
“But I still unsatisfied. Masih banyak kekurangan di
sana-sini yang membuat lukisan wajahku tidak persis
seperti aslinya!”
Dia berbicara seolah seperti seorang pelukis hebat
yang sedang mengkritik hasil lukisan penulis amatiran.
Oh, sungguh menggelikan!
9
“Excuse me, apa kau sedang mengkritikku? I think
the other painters would paint like this too!”
“Aku tidak sedang mengkritikmu but I think your
painting doesn’t have a soul, just fix that, OK!”
Dan tentu saja, aku mengernyitkan kening
mendengar komentarnya.
“Memangnya kamu tahu bagaimana lukisan yang
mempunyai soul?”
“Of course, lukisan yang mempunyai soul akan
terasa lebih nyata. Tidak perlu terlalu ‘wow’, yang penting
lukisan itu seolah dapat berbicara dan mempu menyalurkan
perasaan atau jiwa sang pelukis. So, every painting must have
a soul!” dia menjelaskan panjang lebar.
“…”
What? Dia mengajariku? Hallo, di sini aku yang
pelukis bukan dirimu, so don’t teach me, OK !
“Are you understand?” bahkan sekarang dia malah
melengkapi pernyataannya.
Apa dia sedang meledekku? Kurasa lukisanku sudah
bagus. Hah, kurasa dia hanya pandai mengomentari hasil
karya orang lain tanpa bisa melakukannya sendiri. Tidak
salah lagi. Aku sudah biasa menghadapi orang seperti ini.
10
“Sepertinya teorimu cukup bagus, bagaimana
dengan ptakteknya? Kau tidak hanya pandai berkomentar
saja kan?” aku menantangnya untuk melukis di depanku.
“Kalau soal melukis, aku akan memperlihatkannya
padamu nanti!”
“Why? You scare? Sudah kuduga!”
“Scare? Kenapa aku harus takut? I’ll just show you
later!”
“Ciih,” aku meledeknya sambil membuang muka
darinya.
“Ok, tomorrow! Kalau lukisanku lebih bagus dari
lukisanmu, aku mempunyai tawaran yang menarik
untukmu!” dia mengatakannya dengan satu alisnya yang
terangkat yang membuatku bisa menangkap maksud lain
dari perkataannya.
Aku sedikit mengerutkan kening mendengarnya,
“Tawaran? Tawaran apa?”
“Lihat saja besok! Just prepare your self and don’t be
late, OK!” sahutnya dengan raut muka yang sudah
menunjukkan kemenangan.
Aku tidak membalas ucapannya karena emosiku
yang sudah terlanjur memuncak di kepala. Sedetik
kemudian dia berbalik dariku dan berjalan menjauhiku
dengan gayanya yang cukup meremehkanku.
11
Hah, what’s that?!
*
Aah, what’s on her mind?!
Kuarahkan pandanganku ke luar kaca minimarket,
yang tampak hanyalah jalanan yang dilalui oleh beberapa
orang pejalan kaki dan beberapa mobil yang berjalan pelan.
Hari masih pukul 09.00 malam, tapi jalanan sudah sepi tidak
seperti biasanya. Aku pun jadi tidak bersemangat malam ini.
Memang setiap harinya aku sibuk bekerja, terlebih setelah
ayahku meninggal, aku jadi tulang punggung keluarga untuk
menghidupi ibu dan seorang adikku.
Melihat sepinya jalanan, aku jadi teringat gadis tadi
pagi yang mengomentari lukisanku. Besok, kita akan lihat
apakah karyanya sejalan dengan ocehannya. Oh, aku sudah
tidak sabar!
Aaa, sepertinya aku punya sesuatu yang akan
membuat lukisanku nanti lebih bagus. Mungkin ini lebih
kepada sugesti, tapi aku yakin ini bisa membantuku untuk
menghasilkan lukisan yang bagus.
Begitu shift malamku selesai, aku langsung bergegas
pulang, menyelinap melewati ruang tamu lalu menerobos
masuk ke kamarku.
12
“Hey Mom,” melihat Ibuku dan adikku yang masih
menonton TV di ruang tamu membatalkan niatku untuk
langsung masuk ke kamarku.
“Oh, Mike, kamu sudah pulang?” Ibuku tampak tidak
bersemangat malam ini.
“Yes Mom, not sleeping?” tanyaku dengan posisi
berdiri di depan pintu kamarku.
“Belum mengantuk. Kamu pasti lelah seharian ini
kan? Lebih baik kamu cepat tidur untuk memulihkan
staminamu!”
Mendengar Ibuku mengatakan hal itu, aku langsung
menghambur duduk di sebelahnya, “Mom, aku sama sekali
tidak lelah. Tidak ada kata lelah di dalam kamusku, so don’t
worry Mom, I’ll be alright!”
Ibuku hanya tersenyum padaku sambil menepuk-
nepuk punggung tanganku.
“Luna, kamu juga harus cepat tidur, besok kamu kan
sekolah. Don’t be late, OK!”
“Ok, wait a minute. Just a minute!” Luna sepertinya
masih berat untuk beranjak dari tempat duduknya,
kebiasaannya yang memang suka menonton tv.
Melihat tingkah adikku itu, aku tersenyum dan
mengacak rambutnya pelan yang dibalas dengan
ringisannya.
13
Aku lalu beranjak ke kamarku dan langsung
merebahkan badan di kasur yang sudah memanggil-
manggilku untuk segera berbaring. Namun, ketika teringat
rencanaku di minimarket tadi, membuatku harus segera
bangkit dari posisi nyamanku saat ini.
Aku langsung menuju ke meja belajarku untuk
mencari barang yang bisa menyelamatkanku besok, yaitu
kuas, kanvas dan alat-alat melukis lainnya peninggalan
ayahku. Bakat melukisku memang diturunkan dari ayahku
yang juga bercita-cita untuk menjadi pelukis yang karyanya
bisa menginspirasi banyak orang.
Senyumku langsung mengambang ketika mendapati
semua benda itu masih tersimpan rapi di salah satu sudut
kamarku.
“Ok, let’s paint now!”
Dengan penuh semangat, aku mulai mencomot satu
persatu alat lukis itu dan mengingat kembali bagaimana
ayahku memberikan semua benda ini padaku dengan
harapan aku dapat menjadi pelukis terkenal seperti
impiannya yang belum bisa terwujud.
Aku mengangguk mantap – yakin bisa mengabulkan
keinginan ayahku - dan menatap benda-benda itu seolah
benda hidup dan mengajaknya untuk berjuang bersama.
14
Kugerakkan tanganku untuk mengambil kuas dan
mencampurnya dengan beberapa cat warna lalu mulai
mencoret-coret kanvas dengan gambar abstrak yang sesuai
dengan moodku malam ini.
“ASTAGA .. !!!”
Aku terpekik seketika saat mendapati gambar
abstrak tersebut tiba-tiba bergerak tidak jelas di kanvas.
Bergerak ke sana ke mari dengan sembarangan seolah
sedang berkejar-kejaran. Awalnya sangat pelan, kemudian
berubah pelan, lalu menjadi cepat dan sangat cepat.
Benar-benar tidak beraturan sekarang, aku seperti
melihat angin tornado sedang berputar di hadapanku.
Spontan aku langsung menjauhkan badan dari kanvas
karena terkejut dengan hal aneh yang tidak masuk akal
menurutku.
Tapi tubuhku yang sudah menjauh beberapa meter
dari kanvas ditarik kembali dengan cukup keras oleh
gambar-gambar abstrak itu mendekat ke kanvas. Dan
sepertinya mau meloloskan diriku ke dalam kanvas yang
menurutku sangat mengerikan sekarang. Aku berusaha
menahan diriku sekuat mungkin namun kekuatanku yang
hanya secuil tidak mampu menandingi garangnya gambar
abstrak itu sehingga tubuhku pun berhasil menembus
lapisan demi lapisan kanvas ajaib ini.
15
“…”
“Aaaaa .. !!!” Aku tidak henti-hentinya berteriak
ketika tubuhku ditarik menjauhi dunia nyataku menuju
dunia yang entah berantah. Akupun tidak tahu apakah aku
masih di bumi atau mungkin di planet lain.
Sekali lagi, tubuhku dihempaskan dengan keras di
tempatku terdampar kali ini.
‘Aku masih hidup’, itulah fikiran pertamaku ketika
mendarat dengan posisi yang sungguh sangat tidak nyaman
sekali.
Where is this?
Dengan mengumpulkan tenagaku yang masih
tersisa, aku memperbaiki posisiku dan duduk di tepi
ranjang.
Tunggu dulu! Ranjang?
Ranjang siapa ini? Dan ini kamar siapa?
Setahuku aku tidak punya ranjang seperti ini dan
yang pasti ini bukan kamarku!
Aku menelan ludah berat, memastikan kalau aku
telah salah tempat. Seharusnya gambar-gambar abstrak itu
mengirimku ke tempat yang penuh dengan wanita-wanita
cantik dan makanan yang berlimpah, bukannya ke kamar
aneh seperti ini. Bagaimana kalau sepasang suami istri yang