lampiran 1 presiden republik indonesia€¦ · proses pergantian presiden soekarno kepada presiden...
TRANSCRIPT
108
Lampiran 1
Proses Pergantian Presiden Soekarno Kepada Presiden Soeharto
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH
I. Mengingat :
1.1 Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional
maupun Internasional.
1.2 Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata,
Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.
II. Menimbang:
2.1 Perlu adanya ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan jalannya
Revolusi.
2.2 Perlu adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi ABRI dan
Rakyat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala
ajaran-ajarannya.
III. Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada : LETNAN JENDERAL SUHARTO MENTERI PANGLIMA ANGKATAN
DARAT
Untuk : Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi:
1. Mengambil segala tindakan dianggap perlu, untuk terjaminnya
keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Revolusi, serta
menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris
MPRS demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan
melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima
Panglima Angkatan Angkatan Bersenjata lain dengan sebaik-baiknya.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas
dan tanggung jawabnya seperti tersebut diatas.
IV. Selesai
Jakarta, 11 Maret 1966
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi/ Mandataris M.P.R.S
ttd.
Sukarno
109
Lampiran 2
KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN
PEMERINTAHAN NEGARA DARI PRESIDEN SUKARNO
Dengan Rahmat Tuhan Yang Masa Esa, MPRS RI
Menimbang:
a. Bahwa keseluruhan Presiden/Mandataris MPRS yang disampaikan kepada MPRS
pada tanggal 22 Juni 1966 berjudul “Nawakarsa” dan Surat Presiden/Mandataris
MPRS tertanggal 10 Januari no.01/Pres/1967 tentang Pelengkap Nawakarsa,
tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya anggota-anggota MPRS pada
khususnya, karena tidak memuat secara jelas pertanggungjawab tentang
kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G-30-S/PKI
berserta epilognya, kemunduran dan kemrosotan akhlak;
b. Bahwa Presiden/mandataris MPRS telah menyerahkan kekuasaan Pemerintahan
Negara jepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 seperti yang
dinyatakan dalam Pengumunan Presiden/Mandataris MPRS tanggal 20 Febuari
1967;
c. Bahwa berdasarkan laporan tertulis Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No.
R-032/67 tanggal 1 Febuari 1967, yang dilengkapi dengan pidato laporannya
dihadapan Sidang Istimewa pada tanggal 7 Maret 1967, MPRS berpendapat,
bahwa ada petunjuk-petunjuk, yang Presiden telah melakukan kebijaksanaan
yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-
tokoh G-30-S/PKI;
Memperhatikan:
1. Resolusi dan Memorandum DPRGR, tanggal 9 dan 23 Febuari 1967;
2. Pidato Ketua MPRS pada pembukaan Sidang Istimewa MPRS;
3. Pidato sambutan Ketua DPGR pada pembukaan Sidang Istimewa MPRS;
4. Keterangan pemerintah didepan Sidang DPGR pada tanggal 4 Maret 1967;
5. Pidato laporan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dihadapan Sidang
Istimewa MPRS pada tanggal 7 Maret 1967.
Mengingat:
1. Pembukaan UUD 1945, UUD 1945 berserta Penjelasannya;
2. Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967 tentang Penolakan Pidato Pelengkap
Nawakarsa
Mendengar:
Musyawarah Sidang Istimewa MPRS tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967.
110
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
KETETAPAN TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA DARI
PRESIDEN SUKARNO
BAB I
Pasal 1
Menyatakan, bahwa Presiden Sukarno telah tidak dapat memenuhi pertanggung-
jawab konstitusionil, sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap
MPR(S), sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam UUD 1945.
Pasal 2
Menyatakan, bahwa Presiden Sukarno telah tidak dapat menjalankan haluan dan
putusan MPR(S), sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap
MPR(S), sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam UUD 1945.
Pasal 3
Melarang Presiden Sukarno melakukan kegiatan politik sampai dengan pemilu dan
sejak berlakunya Ketetapan ini menarik kembali mandapat MPRS dari Presiden
Sukarno serta segala Kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam UUD 1945.
Pasal 4
Menetapkan berlakunya Ketetapan MPR(S) No. XV/MPRS/1966, dan mengangkat
Jenderal Suharto, Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat
Presiden berdasarkan Pasal UUD 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil
Pemilu.
Pasal 5
Pejabat Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR(S).
BAB II
Pasal 6
Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya menyangkut Dr. Ir.
Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada
Pejabat Presiden.
BAB III
Pasal 7
111
Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya laku mulai
pada tanggal 22 Febuari 1967.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Maret 1967
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA
KETUA
tt.
Dr A.H. Nasution
Jenderal TNI
Wakil Ketua, Wakil Ketua,
ttd. ttd.
Osa Maliki H.M. Subchan
Z.E
Wakil Ketua, Wakil Ketua,
ttd. ttd.
M. Siregar Mashudi
Mayjen TNI.
112
Lampiran 3
Maklumat Presiden Abdurrahman Wahid untuk menghadapi SI MPR
MAKLUMAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Setelah melihat dan memperhatikan dengan seksama perkembangan politik
yang menuju pada kebuntuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut yang
telah memperparah krisis ekonomi dan menghalangi penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi yang disebabkan oleh pertikaian kepentingan politik kekuasaan
yang tidak mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang-undangan.
Apabila ini tidak dicegah, akan segera menghancurkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara
dan bangsa serta berdasarkan kehendak sebagain terbesar masyarakat Indonesia, kami
selaku Kepala Negara Republik Indonesia terpaksa mengambil langkah-langkah luar
biasa dengan memaklumkan:
1. Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewab
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2. Mengembalikan kedaulatan rakyat ke tangan rakyat dan mengambil tindakan
serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan
umum dalam waktu satu tahun.
3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru,
dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah
Agung.
Untuk itu, kami meminta seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah-
langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial
ekonomi seperti biasa.
Semoga Tuhan yang Maha Esa meridai negara dan bangsa Indonesia.
Jakarta, 22 Juli 2001
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang
KH Abdurrahman Wahid
113
Lampiran 4
Hasil wawancara dengan Ibu Penny Dewi Heraswati (Konselor Politik KBRI Bangkok),
pada tanggal 8 September 2016
Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus terjadi di Thailand?
Jawaban : Pemerintahan junta militer melakukan kudeta karena adanya krisis
politik berkelanjutan di Thailand sebagai akibat persilihan diantara partai
ataupun kelompok-kelompok politik. Namun perlu diketahui bahwa kudeta
militer di Thailand tidak bertujuan untuk mengambil alih pemerintahan
sepenuhnya. Kamu bisa melihat bahwa setiap kali militer mengkudeta, militer
hanya menjadi pemerintah sementara. Selain itu junta militer Thailand tidak
pernah meninggalkan peran Raja Thailand. Militer telah melenceng dari tugas
utamanya untuk melindungi monarki kerajaan dan fungsi hankam.
Pertanyaan : Apa penyebab militer mengintervensi pemerintahan setelah Thaksin
menjadi perdana menteri?
Jawaban : Sebenarnya permasalahan dimulai ketika Pyu Thai Party (Thaksin)
berhasil mengalahkan PDRC (Suthep) pada pemilu 2001, semenjak itu sering terjadi
konflik antar kepentingan partai. Kerusuhan politik semakin menjadi ketika Thaksin
diketahui tersangkut masalah KKN dan menjadi semakin otoriter. Kegagalan
pemerintahan Thaksin dimanfaatkan lawannya untuk menjatuhkan Thaksin. Selain itu
harus dilihat pula peranan para elit yang merasa kedudukan mereka terancam karena
kehadiran keluarga Shinawatra. Coba dilihat pada peristiwa kudeta terhadap Yingluck
adik Thaksin, seperti ada sebuah konspirasi untuk menggulingkan Yingluck. Koimisi Anti
Korupsi mendakwa Yingluck bersalah karena lalai dalam isu skema pembelian
beras/subsidi beras yang dilakukan pemerintahan Yingluck. Kesalahan Yingluck adalah
membiarkan kebijakan yang salah berjalan tanpa mengkoreksinya terlebih dahulu.
Sebagai penanggung jawab kebijakan tersebut Yingluck dinyatakan bersalah atas
kerugian ekonomi yang dialami negara.
Masalah suksesi juga menjadi penyebab kudeta, telah diketahui oleh umum bahwa
Pangeran Vajiralongkorn kalah pamor dibandingkan Putri Sirindhorn, sebagian besar
masyarakat Thailand lebih memilih putri karena lebih dekat dengan rakyat, selain itu
Vajiralongkorn dianggap memiliki kehidupan sosial dan sikap yang buruk. Para elit politik
Thailand ketakutan karena masalah suksesi akan menentukan siapa yang akan menjadi
pendudukung mereka. Pada akhirnya pun militer terbagi dua antara kubu Prem dan
Prawit, kedua kubu memiliki kesamaan tujuan untuk melindungi monarki tetapi pecah
karena perebutan kekuasaan.
Disisi lain Thaksin pernah berucap bahwa dirinya ingin mengganti monarki dengan
republik. jika sistem pemerintahan berganti republik maka Thaksin secara tidak langsung
akan menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara. Berbeda dengan posisinya saat
ini dalam sistem monarki penguasa penuh rakyat Thai adalah Raja. Hal ini mengancam
militer karena jika sistem pemerintahan berganti menjadi republik maka militer tidak
dapat menggunakan tugas sebagai “pengawal kerajaan” sebagai alasan untuk memiliki
kekuasaan politik.
114
Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu
melanggengkan kekuasannya di Thailand?
Jawaban : menurut saya karena rakyat sudah lelah, selain itu kini tidak terlihat
lagi perlawanan yang dilakukan oleh mahasiswa seperti jaman dahulu. Menurut saya
penyebabnya adalah law enforcement yang kuat sehingga menjadi doktrin tersediri bagi
masyarakat. Lagipula militer selalu menggunakan alasan dukungan kerajaan, ini sama
saja menggunakan rasa nasionalisme rakyat Thailand, terbukti dengan diputarnya lagu-
lagu nasional dan lagu ciptaan raja pada saat kudeta.
Pertanyaan : Apa perbedaan mendasar dari peran militer di Thailand dan Indonesia?
Jawaban : itu bisa kamu lihat pada basis kekuatan militernya, kalau di Indonesia
mungkin karena pada saat itu Soeharto menggunakan militer sebagai alatnya dengan
upaya mensejahterakan militer melalui praktek-praktek tertentu, sedangkan di Thailand
mungkin saja karena adanya dukungan kerajaan untuk junta militer.
Pertanyaan : Bagaimana masa depan Thailand?
Jawaban : Saya rasa Thailand masih sangat jauh dan lama untuk dikatakan dapat
memasuki sistem demokrasi yang sesungguhnya. Coba nanti kamu lihat dari proses
pembuatan konstitusi dan isi konstitusi yang baru, pasti terlihat jelas bagaimana junta
militer berusaha mengarahkan negara ini.
115
Lampiran 5
Hasil wawancara dengan Bpk. Sulaiman (Staff Politik KBRI Bangkok), pada tanggal 26
September 2016
Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus menerus di Thailand?
Jawaban : menurut pengalaman selama tinggal di Thailand kudeta disebabkan
oleh 1) nilai tradisional orang Thai yang percaya dan respek terhadap militer karena
militer memiliki sejarah panjang dalam politik Thailand, 2) mobilisasi massa, pada saat
Thaksin berkuasa masyarakat kecil diberikan kesempatan untuk berpolitik dan
menikmati hak mereka, hal itu pada akhirnya menciptakan mobilisasi massa kaus merah
melawan kaus kuning para pendudukung monarki, 3) opini publik mengenai
pemerintahan Thaksin yang semakin otoriter dan tidak menghargai Raja Bhumibol serta
Yingluck yang dianggap sebagai kaki tangan Thaksin di pemerintahan. Selain dari pada
itu proses suksesi berperan penting karena menyangkut konflik kepentingan banyak
pihak. Hingga menyebabkan perpecahan di tubuh militer menjadi dua kubu.
Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu
melanggengkan kekuasannya di Thailand?
Jawaban : Karena adanya kebudayaan Sakdina, yakni pemahaman akan kelas
kasta yang menjadikan rakyat terus berkenan melayani kerajaan dan hukum lèse
majesté yang membuat seluruh rakyat enggan mengkomentari segala sesuatu berkaitan
dengan kerajaan. Selain itu besarnya rasa cinta rakyat Thailand kepada Raja Bhuimbol
yang dianggap memiliki masa pemerintahan paling dekat dengan rakyat. Rasa cinta
rakyat ini dimanfaartkan militer dengan selalu melakukan kudeta atas dukungan Raja
Bhuminol.
Pertanyaan : Bagaimana perkembangan proses demokratisasi di Thailand?
Jawaban : Sebelumnya Thailand hanya menjalani semi demokrasi. Setelah
peristiwa Mei 1992 kondisi Thailand menjadi lebih stabil dan militer dipaksa untuk
menjadi tentara profesional dengan kembali ke barak, Thailand mulai memasuki masa
demokrasi terkonsolidasi. Peristiwa tersebut melahirkan Konstitusi 1992 yang disebut
dengan Konstitusi Rakyat karena memenuhi segala tuntutan rakyat terutama untuk
pemilihan umum. Walalupun belum sempurna namun konstitusi ini mampu mendorong
kemajuan proses demokratisasi dengan menjadi landasan bagi lahirnya Konstitusi 1997.
Proses demokratisasi terganggu ketika pada tahun 2006 militer kembali mengkudeta
dan terjadi dua kerusuhan besar yang menyebabkan tewasnya beberapa warga sipil dan
Thailand mengalami kerugian besar pada sektor ekonomi, hingga beberapa negara
sempat mengeluarkan travel warning bagi warganya yang ingin ke Thailand. Semenjak
Thaksin turun konflik diantara masyarakat, antara pendukung Thaksin (kaus merah) dan
pendukung monarki (kaus kuning) semakin tinggi.
Selain itu dapat kamu teliti pula di konstitusi baru Thailand, karena proses pembuatan
konstitusi dicampuri oleh militer maka isinya pun tidak sesuai dengan tuntutan
demokrasi. Pada saat setelah kudeta militer akan mengelurkan road map, seperti road
map 2014 yang berisi 1) berfokus pada rekonsiliasi nasional yang membutuhkan
116
setidaknya tiga bulan, 2) Dewan Legislatif akan ditetapkan untuk memilih PM
sementara, anggota kabinet dan rancangan konstitusi baru, 3) pemilihan umum
erlangsung dibawah sistem demokrasi yang diterima semua pihak. Dalam proses
penyusunan konstitusi militer akan membuat sebuah badan independen yang berfungsi
menyusun konstitusi baru. Melalui badan independen tersebut militer akan memasukan
anggota-anggotanya untuk mengawasi penyusunan pasal-pasal konstitusi.
Supaya lebih paham kamu bisa cari sejarah demokrasi Thailand di buku “The King Never
Smiles” disitu terlihat bahwa Raja yang mulai memasuki politik Thailand pasa masa
monarki konstutisional adalah Raja Bhumibol dibantu Prem Tinsulanonda yang sangat
setia. Untuk memasuki politik Thailand, Raja memiliki kaki tangan yakni Privy Council
yang menjadi pusat network monarchy yang mengatur jalannya pemerintahan Thailand.
117
Lampiran 6
Hasil wawancara dengan Bpk. Rafendi Djamin (Direktur Regional Amnesty
Internasional Asia Tenggara dan Pasifik), pada tanggal 3 September 2016
Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus terjadi di Thailand?
Jawaban : Penyebab utamanya adalah masyarakat yang terpecah menjadi dua
kubu, kaus merah dan kaus kuning. Dalam kehidupan politik Thailand semua
terfragmentasi, mulai dari masyarakat, partai-partai politik, pemerintah birokrasi,
bahkan NGO. Sebenarnya perpecahan ini telah menunjukkan bahwa tidak semua rakyat
Thailand percaya pada militer.
Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu
melanggengkan kekuasannya di Thailand?
Jawaban : Raja digunakan oleh militer untuk mempertahankan kekuasaan karena
rakyat sangat patuh kepada Raja. Setiap melakukan kudeta, militer beralasan untuk
menyelamatkan monarki guna memperoleh pembenaran publik. Dominasi militer
kemudian semakin kuat karena kondisi Raja yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan
sehingga memunculkan proses suksesi. Proses suksesi ini sangat penting karena
menyangkut kepentingan banyak pihak. Militer akan berupaya mencari aliansi sumber
kekuatan barunya dalam proses suksesi ini. Harus dicatat bahwa sejak tahun 1932,
militer adalah faktor penyeimbang kekuatan kerajaan di Thailand. Sedangkan saat ini
dalam badan militer terdapat perpecahan.
Pertanyaan : Apa penyebab masyarakat Thailand tidak melakukan perlawanan?
Jawaban : Masyarakat belum melakukan perlawanan karena ekonomi cenderung stabil. Kemungkinan akan ada perlawanan jika militer memulai bisnis lagi atau tingginya nepotisme. Oleh karena ekonomi stabil, maka masyarakat tidak merasa terancam dan bersifat apatis terhadap jalannya pemerintahan, mayoritas pendukung monarki adalah masyarakat kelas menengah Bangkok yang memiliki penghasilan cukup tinggi. Masyarakat tidak terdorong untuk melakukan perubahan, padahal perubahan tidak hanya dengan aksi turun ke jalan, namun dapat pula dengan pengaruh bisnis, dll. Dibutuhkan suatu momentum yang dapat memicu keinginan rakyat Thailand untuk kembali bersuara. Pertanyaan : Bagaimana perkembangan proses demokratisasi di Thailand
Jawaban : Pemilu dan pembuatan konstitusi baru hanyalah “pembenaran
demokrasi” yang diupayakan militer. Dari semua konstitusi pasal pertama selalu
menyebutkan untuk tunduk kepada pimpinan tertinggi (Raja). Kemungkinan
pelaksanaan pemilu 2017 hanyalah pemilu pura-pura dengan peraturan karang-karang
dan menghasilkan hasil yang seolah-olah.
118
Lampiran 7
Hasil wawancara dengan Bpk. Beni Sukadis (Kepala LESPERSSI), pada tanggal 8 Febuari
2017
Pertanyaan : Bagaimana sejarah terbentuknya dwifungsi ABRI?
Jawaban : bibit keinginan militer untuk turut campur dalam politik dimulai sejak
perang kemerdekaan tahun 45-64, militer merasa memiliki kewajiban untuk melindungi
negara termasuk melindungi dari ketidakbecusan pemerintahan sipil. Pada tahun 51-52
terdapat program Rera (Restrukturisasi dan Rasionalisasi) yang dicetuskan Kepala Staf
AD A.H Nasution dan mendapat persetujuan, baik dari pihak pemerintah maupun
mayoritas perwira militer yang telah mendapatkan pendidikan Belanda. Tetapi
mendapat pertentangan dari internal militer yang pada masa itu belum menjadi satu
badan karena harus mengurangi jumlah personil tentara. Lalu lahirlah percobaan kudeta
tahun 1952 sebagai upaya untuk menuntut penolakan Rera dan diadakan pembubaran
parlemen. Setelah pemilu I pada tahun 1955, pemerintahan masih saja belum stabil dan
banyak terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan kemacetan pelaksanaan berbagai
program dan ketidakstabilan ekonomi. Pada tahun 56-57 lahirlah pemberontakan PRRI
dan Permesta yang didekengi tentara sebagai akibat persoalan keterpurukan ekonomi
selalu menjadi alasan diadakannya perjuangan untuk menuntut pemulihan ekonomi dan
perubahan pemerintahan, untuk mengatasi ancaman disintegrasi di sejumlah daerah
serta ancaman komunisme. Sebagai akibatnya pemerintahan parlementer digantikan
dengan sistem presidensil. Pada tahun 1959 keluarlah Dekrit Presiden Soekarno, yang
kemudian membuka kran bagi peran politik militer semakin lebar dengan pemeberian
legitimasi peran militer melalui Golongan Karya. Akibat pemerintahan Soekarno yang
mengalami chaos lahirlah kudeta 30 September. G 30 S/PKI menjadi batu loncatan bagi
militer melalui Supersemar. Pada tahun 67 Sidang Istimewa MPRS akhirnya memutuskan
untuk menjadikan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Militer kemudian mengklaim
bahwa dirinya memiliki peran politik.
Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan Jalan Tengah dan bagaimana peranannya?
Jawaban : Jalan Tengah ini justru keblablasan, konsep awal Jalan Tengah sebenarnya hanya memanfaatkan para tokoh eksponen TNI untuk dapat berkarya di luar kegiatan kemiliteran, namun pelaksanaan peran tersebut keblablasan karena seharusnya TNI bukan diberi peran politik, militer memiliki pengaruh dalam politik namun sifatnya tidak dominan (menjaga kedaulatan NKRI dan menolak paham komunis) tanpa harus memiliki partai, sehingga hanya mempengaruhi dari luar saja. Hal ini terlihat jelas pada masa Orba dalam upaya pembentukan Partai Golkar. Golkar akhirnya menjadi kendaraan politik bagi tentara. UU Hankam 1982 adalah dokumen pengesahan doktrin dwifungsi militer. Ciri utama peran politik militer dapat dilihat dari: 1) menduduki jabatan sipil sehingga mempengaruhi keputusan politik dan 2) operasi sosial politik melalui Kodim, Kodam, Koramil pada masa Orba digunakan untuk penggalangan suara pemilu dan menjadi intelejen politik. Pertanyaan : Bagaimana peran militer dapat berubah pasca reformasi dan
bagaimana peran militer pada masa ini?
Jawaban : Peran militer berubah setelah lahir paradigma ABRI pada tahun 98/99
yang dikemukakan Wiranto. Timbul kesadaran dari militer sendiri untuk memperbaharui
peranannya. Walaupun pada perkembangannya militer masih belum menerima penuh
119
supremasi sipil hal ini terlihat dari terdapat duplikasi kewenangan dalam pembuatan UU
mengenai bidang pertahanan. Melalui UU Pertahanan Negara Pasal 34 Nomor 3 Tahun
2002, militer seharusnya berada dibawah atau didalam Kemhan, namun sampai
sekarang belum berhasil dilakukan. Permin resturkturisasi sudah ada namun mendapat
penolakan dari militer. Hal ini berkomplikasi terhadap upaya supremasi sipil. Kemhan
dan Mabes TNI masih setara, dalam objective civilian control seharusnya tentara hanya
mengikuti perintah Menhan atau Presiden saja, tidak boleh memberikan pernyataan
politik, tidak ikut campur dalam kebijakan politik (tentara terlihat masih ikut campur
terhadap kebijaka restrukturisasi melalui aksi penolakannya dan munculnya kodam baru
di Papua Barat dan Sulawesi Utara atas usulan kepala staf AD dan melalui keputusan
Panglima AD). Duplikasi kewenangan terlihat juga pada kemampuan militer untuk
memberi keputusan sendiri dalam pembelian senjata yang seharusnya diputuskan oleh
Kemhan, militer hanya memiliki hak mengusulkan bukan memutuskan. Kasus korupsi
pengadaan helikopter AU dan pengadaan senjata mematikan oleh kepolisian dapat
dijadikan referensi karena ketika ditanyakan Kemhan memberikan jawaban tidak tahu
terhadap kasus-kasus tersebut. prosedur seharusnya adalah militer memberi usulan
pengadaan persenjataan baru kepada Kemhan untuk selanjutnya dievaluasi oleh tim
evaluasi bersama Bapenas, kemudian dibawa ke DPR. Dapat dilihat pula kelemahan
pengawasan sipil pada tahun 2012 kasus pembelian tank Leopard dari Jerman, awalnya
usulan pembelian tank ditolak oleh Komisi I DPR RI karena dipandang tidak cocok untuk
Indonesia, namun akhirnya Kemhan tetap membeli tank Leopard dan DPR RI tidak dapat
berbuat banyak. Sikap Kemhan ini dapat diartikan cennderung mengikuti keinginan
Mabes TNI AD. Kemhan hanya memberikan persetujuan tanpa pertimbangan secara
mendalam dan memperhatikan pertimbangan DPR RI. Tambahan pada saat itu KSAD
dijabat oleh Jenderal Pramono Eddy Wibowo yang merupakan adik ipar Presiden SBY.
Militer tidak lagi berpolitik secara elit namun masih secara struktural. Kedudukan
tentara dan polisi berada dibawah presiden langsung sehingga seolah menjadi
superbody, de facto berada dibawah presiden langsung sehingga kurang pengawasan.
Harus dipahami bahwa masuknya militer dalam politik adalah akibat dari kelemahan
politisi sipil atau pengerdilan politisi sipil.
Pertanyaan : Apa persamaan dan perbedaan mendasar antara peran politik junta
militer Thailand dengan militer Indonesia?
Jawaban : militer Thailand melalukan kudeta sesungguhnya hingga menjadi
sebuah tradisi. Kudeta memiliki dukungan politik dari raja. Junta militer mengkudeta
karena menganggap politik tidak stabil sehingga mereka berpikir perlu untuk menjaga
kestabilan negara. Bedanya junta militer tidak membentuk partai dan langsung terjun
dalam politik. Junta militer berperan dalam penggantian konstitusi, sedangkan ABRI
tidak ikut campur dalam konstitusi hanya pada perubahan doktrin militer. Peran politik
junta militer tidak dominan namun selalu mengembalikan ke sipil, sedangkan ABRI
mendominasi namun tidak benar-benar melakukan kudeta. Junta militer tidak
membentuk dan memiliki klik, sedangkan ABRI memiliki klik.
Pertanyaan : Bagaimana perkembangan trasisi demokrasi di Thailand dan Indonesia?
120
Jawaban : Transisi demokrasi di Thailand sangat terbatas dan bergantung pada
kerajaan. Transisi Indonesia terlihat penuh pada masa Gus Dur. Penyebab turunya Gus
Dur salah satunya karena dukungan tentara kepada Mega dengan mengarahkan tank-
tank militer (masa Ramijad) ke Monas. Reformasi militer dilanjutkan Mega dilihat dari
pencetusan UU Pertahanan. SBY dan Jokowi hanya melanjutkan. Sejak 2004 pengawasan
terhadap peran militer tidak optimal karena penurunan kualitas DPR utamanya Komisi I
bagian pengawasan pertahanan, politik luar negeri dan informasi. Peran militer sudah
tidak ada lagi di parlemen dan jabatan-jabatan politik sipil. Namun dua tahun ini militer
seperti mengamali set back, pada pembuatan MOU yang seharusnya dibuat Kemhan
namun diintervensi militer, karenanya terlihat keinginan tentara untuk memiliki peran
sospol lagi.
Lampiran 8
Foto bersama dengan Bpk. Rafendi Djamin (Direktur Regional Amnesty Internasional
Asia Tenggara dan Pasifik)
Lampiran 9
Foto bersama Ibu Penny Dewi Heraswati (nomor dua dari sebelah kiri) Bpk. Sulaiman
(pojok kanan)