lap dk klp3 blok11 s6

Download LAP DK KLP3 BLOK11 S6

If you can't read please download the document

Upload: virma-putra

Post on 01-Jul-2015

975 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSI SKENARIO6 BLOK 3.6.11 TRAUMA RONGGA MULUT DAN RAHANG

KELOMPOK 3

Ketua:

Agustine Hanafi PutriSekretaris:

(0810740004)

Virma Diansyah Pradana PutraPeserta diskusi:

(0810740054) (0810740008) (0810740012) (0810740024) (0810740031) (0810740035) (0810743007) (0810743009) (0810743012) (0810743018)

Andi Octafianto Desy Yundari Ferdian Rizky Hutomo Litalia Amroh El Ummah Nadia Andriani Filadelphi Ike Yuliningtias Susadi Nesthi Nurulitasari Vivi Margono

Fasilitator : Robinson Pasaribu, drg.,Sp.BM

DK 1 : Selasa, 29 Maret 2011 DK 2 : Jumat, 1 April 2011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

1

LEARNING ISSUE 1. TRAUMA RONGGA MULUT DAN RAHANG 1.1 Definisi Trauma........................................................................................ 4 1.2 Etiologi Trauma Rongga Mulut................................................................. 4 1.3 Klasifikasi Trauma Rongga Mulut............................................................. 4 1.4 Pemeriksaan Subyektif/ Anamnesa......................................................... 4 1.5 Pemeriksaan Obyektif/ Klinis Dan Radiografi........................................... 5 1.6 Kompetensi Dokter Gigi dalam Penatala ksanaan Trauma R.M................7 2. TRAUMA JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT............................................ 8 2.1 Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut .................................... 8 2.2 Perawatan Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut ................................. 10 3. TRAUMA JARINGAN KERAS GIGI DAN JARINGAN PERIODONTAL...........13 3.1 Klasifikasi Trauma Jaringan Keras Gigi..................... ...............................13 3.2 Klasifikasi Trauma Jaringan Periodontal .................................................. 15 3.3 Fraktrur Enamel dan Perawatannya ........................................................ 16 3.4 Fraktur Mahkota tanpa Keterlibatan Pulpa dan Perawatannya................16 3.5 Fraktur Mahkota dengan Melibatkan Pulpa dan Perawatannya ..............17 3.6 Fraktur Mahkota-Akar dan Perawatannya ............................................... 17 3.7 Fraktur Akar dan Perawatannya ........................ ..................................... 17 3.8 Konkusi dan Perawatnnya ..................................................................... 18 3.9 Subluksasi dan Perawatannya ............................................................... 18 3.10 Luksasi dan Perawatannya................................................................. 18 3.11 Luksasi Ekstrusi dan Perawatannya .................................................... 18 3.12 Luksasi Intrusi dan Perawatannya ................................................. ......19 3.13 Laserasi/Avulsi dan Perawatannya ...................................................... 19 3.14 Perawatan Trauma Gigi pada Anak -Anak............................................ 19 4. TRAUMA TULANG PENDUKUNG (PROSESUS ALVEOLARIS)..................20 4.1 Klasifikasi Trauma Tulang Pendukung Rongga Mulut ........................... 20 4.2 Pemeriksaan Trauma Prosesus Alveolaris ............................................. 20 4.3 Penatalaksanaan Trauma Prosesus Alveolaris...................................... 21 4.4 Tindak Lanjut Trauma Prosesus Alveolaris ............................................ 21 5. TRAUMA PSIKOLOGIS................................................. .............................23 5.1 Definisi Trauma Psikologis.................................................. ...................23 5.2 Etiologi Trauma Psikologis .................................................................... 23 5.3 Penatalaksanaan Trauma Psikologis.................................................... 23 6. SPLINTING....................................... .......................................................... 24

2

6.1 Definisi Splinting......................................................................................... 24. 6.2 Indikasi Splinting................................................................. .......................24 6.3 Klasifikasi Splinting..................................................................................... 24 6.4 Fungsi Splinting.......................................................................................... 25 6.5 TeknikEyelet (Ivy Loop).............................................................................. 25 6.6Teknik Gunning Splint ................................................................................ 26 6.7 Sequence Of Acid-Etch Splinting Technique .............................................. 26 7. REPLANTASI GIGI.......................................................................................... 27 7.1 Definisi Replantasi Gigi .............................................................................. 27 7.2 Teknik/Prosedur Replantasi Gigi ................................................................ 27 8. RESTORASI RETENSI DENGAN PASAK DAN INTI ......................................... 29 8.1 Fungsi Pasak dan Inti................................................................................ 29 8.2 Indikasi Pasak .......................................................................................... 29 8.3 Klasifikasi Pasak................................................ ....................................... 29 8.4 Prinsip Penjangkaran Pasak ..................................................................... 30 8.5 Prinsip Pembuatan Inti .............................................................................. 31

3

1. TRAUMA RONGGA MULUT DAN RAHANG 1.1 Definisi Trauma Adalah: 1. 2. 3. Luka atau cedera pada jaringan. (Kamus Kedokteran Gigi) Luka atau cedera, baik fisik maupun psikis. (Kamus Kedokteran Dorland) Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan -tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. 1.2 Etiologi Trauma Rongga Mulut Dewasa Kecelakaan lalu lintas Penganiayaan/berkelahi Olahraga Jatuh dll Anak-anak (17 th) Kecelakaan lalu lintas Penganiayaan Olahraga (termasuk naik sepeda) Jatuh 1.3 Klasifikasi Trauma Rongga Mulut Menurut Andreason, dentofacial injuries terdiri dari 4 macam, yakni tooth 10-15 5-10 50-65 5-10 Prosentase (%) 40-45 30-35 5-10 5 5-10

fractures , soft tisues injuries, luxation injuries, dan facial skeletal injuries .Klasifikasi dari masing -masing trauma tersebut akan dibahas pada bab -bab berikutnya. 1.4 Pemeriksaan Subyektif/ Anamnesa Keluhan Utama 1. Keparahan rasa sakit dan berbagai gejala signifikan lainnya (pusing, muntah, sakit kepala, kejang atau pun konvulsi, pandangan kabur, hilang kesadaran, gangguan pernapasan, pendengaran, pengecapan,

penglihatan dan keseimbangan serta perdarahan dari hidung dan telinga) 2. Fraktur pada tulang rasa sakitnya akan lebih besar daripada perdarahan jaringan lunak. Ini harus mendapat prioritas dalam perawatan 3. Durasi dari tiap gejala juga harus dicatat.

4

Informasi Tentang Kejadian Trauma / Riwayat Terjadinya Trauma 1. Dimana dan kapan trauma tersebut terjadi ? digunakan untuk record asuransi 2. Bagaimana trauma terjadi ?pertanyaan ini untuk mengevaluasi apakah trauma meluas. 3. 4. 5. Apakah pasien sadar atau tidak ? Apakah sebelumnya sudah pernah terjadi trauma pada gigi tersebut ? Perawatan apa saja yang sudah dilakukan sebelum datang ke dokter gigi? 6. Apakah ada perubahan pada oklusi ?perubahan oklusi mengindikasikan adanya luksasi gigi, fraktur alveolar atau rahang atau fraktur condylar. 7. Apakah ada peningkatan sensitivitas gigi terhadap perubahan suhu ?keadaan ini terlihat pada gigi yang mengalami fraktur mahkota sampai ke dentin. Medical History 1. 2. 3. 4. Riwayat alergi terhadap obat -obatan. Kelainan gangguan seperti perdarahan, diabetes, epilepsi. Obat-obatan yang sedang dipakai sekarang. Status imunisasi tetanus, Untuk luka bersih tidak diperlukan booster apabila imunisasi dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk luka kotor diperlukan boosterapabila imunisasi dilakukan lebih dari 5 tahun.

1.5 Pemeriksaan Obyektif/ Klinis Dan Radiografi Pemeriksaan Klinis 1. Dimulai dari pemeriksaan jaringan lunak, termasuk peme riksaan apakah ada foreign bodies atau fragmen gigi dalam luka pada jaringan lunak. 2. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan pada gigi apaka h ada fraktur atau infraction (retakan ). 3. Tes Mobilitas Injury pada gigi menyebabkan adanya mobilitas gigi sec ara individual (cedera luksasi) atau mobilitas beberapa gigi (fraktur tulang alveolar ) harus dibedakan. Derajat mobilitas gigi harus dicatat : 0 : tidak ada mobilitas gigi 1 : mobilitas arah horizontal kurang dari sama dengan 1 mm 2 : mobilitas arah horizontal lebih dari 1 mm 3 : mobilitas arah vertical ( axial )

5

4.

Test Perkusi Tes ini untuk mengindikasi adanya kerusakan pada ligamen periodontal.

5.

Tes Sensitivitas Pulpa Untuk mengetahui suplai neurovascular pada pulpa gigi yang trauma . a. Stimulasi mekanik Dental probe Cavity propping with drills Saliva laden cotton pledge (fractured teeth) b. Tes termal Heated gutta-percha Ice Ethyl Chloride c. Carbon dioxide snow Dichlorofluoromethane d. Electrometrric test Electric pulp testers

6.

Pemeriksaan Maksilofasial a. b. c. d. e. Jaringan lunak ekstraor al Jaringan lunak intraoral Rahang dan tulang alveolar Gigi (kehilangan dan mobilitas) Tes perkusi dan pulpa

Pemeriksaan Radiografis Untuk melihat apakah ada struktur gigi atau tulang yang mengalami cedera. Jenis radiografinya adalah periapical, oklusal dan panoramic. 1. Periapikal Memberikan informasi yang mendetail mengenai adanya fraktur akar dan dislokasi gigi serta untuk melihat apakah gigi sudah berada pada posisi yang benar dalam soket bila terjadi avulse atau luksasi ( pasca perawatan ). 2. Occlusal Memberikan gambaran yang lebih besar dan detail yang hampir sama dengan radiografi periapikal. Bila radiografi periapikal atau oklusal digunakan untuk memeriksa jaringan lunak, waktu exposure dikurangi. 3. Panoramic

6

Screening yang sangat membantu dan bisa mem berikan gambaran fraktur pada maksila, mandibula atau tulang alveolar. Radiograf Untuk Trauma Orofasial 1. 2. Servikal : Proyeksi vertebrae cervicalis lateral. Mandibula : Panoramik, serial mandibular (lateral oblik kanan dan kiri, posteroanterior, proyeksi Towne yang dimodifikasi untuk sendi

temporomandibular), proyeksi transkranial dan transorbital untuk TMJ, proyeksi oklusal untuk symphisis mandibulae dan parasymphisis, proyeksi periapikal untuk fraktur prosesus alveolaris, CT. 3. Maksila : Panoramik, proyek si Waters, proyeksi fasial anterior lateral, film periapikal dan oklusal untuk fraktur prosesus alveolaris, CT. 4. 5. Orbita : Proyeksi Waters, Caldwell, tomografi, CT. Tengkorak kepala : CT.

1.6Kompetensi Dokter Gigi dalam Penatalaksanaan Trauma R.M Dokter gigi umum biasanya merupakan tenaga medis yang dihubungi pasien pertama kali apabila terjadi cedera rongga mulut. Peranan dokter gigi adalah sebagai pendiagnosis dan melakukan perawatan yang tidak terlalu rumit untuk trauma dentoalveolar atau merujuk pasien ke pada spesialis bedah apabila diperlukan perawatan yang lebih sulit.

2. TRAUMA JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT 2.1 Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut Trauma jaringan lunak rongga mulut merupakan Klasifikasi Menurut Andreasen 1. Laserasi Merupakan suatu luka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. 2. Kontusi Merupakan luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah kerusakan anatomi atau

diskontinuitas jaringan lunak rongga mulut oleh karena ruda paksa dari luar.

submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. 3. Abrasi Merupakan luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet. Berdasarkan Besarnya Kerusakan Jaringan 1. 2. 3. Luka dengan kerusakan jaringan yang minimal Luka bersih dengan kerusakan jaringan cukup luas tanpa nekrosis Luka kotor dengan kerusakan jaringan yang luas disertai nekrosis jaringan Berdasarkan Kemungkinan Infeksi 1. 2. 3. Luka yang bersih Luka yang berpotensi menjadi infeksi Luka yang terinfeksi

Trauma Jaringan Lunak Wajah 1. Berdasarkan jenis luka dan penyebabnya: a. Eksoriasi: lecet, kerusakan kulit melewati epidermis hingga tampak darah. b. c. Luka sayat, luka robek dan luka bacok Luka bakar Luka bakar dikelompokkan berdasarkan tingkat ketebalan kulit yang mengalami kelukaan :

8

Ketebalan sebagian atau luka bakar derajat pertama melibatkan hanya lapisan luar epidermis disertai eritema, nyeri tekan, dan sakit. Luka bakar sebagian dengan kedalaman yang lebih besar atau derajat dua, menyebabkan kerusakan yang mencapai dermis dan ditandai dengan terjadinya vesikel, lepuh dan bullae. Luka bakar ketebalan penuh/derajat tiga menunjukkan hancurnya epidermis dan dermis. d. 2. 3. Luka tembak

Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan. Dikaitkan dengan unit estetik, menguntungkan atau tidak men guntungkan menurut garis Langer :

a.

Laserasi yang menyilang garis Langer tidak menguntungkan karena menyebabkan penyembuhan secara estetik jelek.

b.

Insisi fasial ditempatkan sejajar dengan garis Langer (ketegangan kulit) akan menguntungkan (bagus secara este tik).

Tambahan Klasifikasi dari B uku Pederson: 1. Trap door a. b. Terdiri atas pergeseran flap pedikel Prognosis jelek secara kosmetik bagian yang mengalami

penyembuhan mengalami penebalan / peninggian dibanding struktur kulit sekitarnya 2. Through and through a. Luka ini menghubungkan kulit dengan permukaan mukosa sehingga mudah terkontaminasi dengan flora rongga hidung dan mulut b. Bibir paling sering

9

2.2 Perawatan Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut Perawatan Cedera Jaringan Lunak 1. Abrasi Luka harus dibersihkan perlahan dengan mild soap dan diirigasi dengan salin normal. Adanya foreign body yang terperangkap pada luka harus diambil, karena bila foreign body tidak dihilangkan akan menyebabkan tattoo pada jaringan lunak. Setelah luka dibersihkan, abrasi dilapisi dengan selapis tipis antibiotic untuk meminimalisasi pembentukan crustae pada luka. Reepitelisasi tanpa scar yang signifikan terjadi 7 -10 hari. Bila luka mencapai bagian dermis akan menimbulkan jaringan parut. 2. Contusions Hematoma yang kecil akan sembuh sendiri tanpa treatment,

hiperpigmentasi atau hipopigmentasi bisa terjadi namun tidak bersifat permanen. Sedangkan hematoma yang besar harus didrainase untuk mencegah pigmentasi permanen atau atropi jaringan subkutan. 3. Lacerations Penutupan luka mengguna kan teknik layer. Bila tepi luka memiliki bevel atau kasar harus dieksisi untuk menghindari jaringan parut. 4. Luka Tusuk Luka tusuk baik yang terjadi pada mukosa ataupun kulit, biasanya tidak ditutup. Perawatannya terdiri atas pencucian dengan menggunakan sabun antikuman dan irigasi dengan menggunakan saline steril, pembersihan yang minimal, dan apabila terjadi kontaminasi dilakukan pemasangan drain. 5. Avulsi Pada cedera jenis avulsi, pertama -tama bisa dirawat dengan menjahitkan kulit terhadap mukosa. Tujuan pe rawatan ini adalah untuk menutup tulang yang terbuka dan menciptakan suatu kondisi yang mempermudah rekontruksi nantinya. 6. Luka Bakar Komplikasi yang paling ditakuti pada luka bakar orofasial adalah gangguan pada saluran nafas yang disebabkan oleh edema yan g berat dan mendadak. Cedera karena menghisap udara panas bisa

mengakibatkan edema yang berat pada saluran pernafasan bagian atas yang bisa mengakibatkan asfiksia. Intubasi edotrakeal interseptif dapat dilakukan untuk kondisi tersebut. Secara umum, terapi antibiotik

10

profilaksis dan steroid tidak diberikan untuk penderita luka bakar karena bisa terjadi resistensi bakterial dan kondisi Prinsip Perawatan 1. Imobilisasi dan elevasi bagian yang terluka untuk mengurangi rasa nyeri dan edema 2. Debridement : membersihkan luka, membuang jaringan nekrotik dan benda asing 3. 4. Hemostasis Penghilangkan tegangan pada penutupan luka : undermining, jahitan subkutis 5. 6. Penutupan kulit : hecting Antibiotika

Integrasi / Tahapan Perawatan Prinsip umum dalam meren canakan cedera orofasial adalah hukum dari dalam keluar, yaitu luka yang terletak lebih dalam dirawat terlebih dahulu, misalnya fraktur, kemudian disusul dengan mukosa labial dan oral, dan terakhir kulit. Kondisi -kondisi yang mengancam kehidupan dirawat te rlebih dahulu. Kondisi keseluruhan dari pasien dan kemampuan untuk menerima anastesi dalam waktu yang lama mempengaruhi keputusan untuk menunda atau meneruskan perawatan. Kadangkala dicapai suatu kompromi , dan perawatan darurat dilakukan terlebih dahulu, sedangkan perawatan definitif ditunda. Pertimbangan Kosmetik Pertimbangan kosmetik merupakan faktor terpenting dalam perawatan cedera jaringan lunak. Hasil yang paling baik akan dicapai apabila perawatan dilakukan 12-24 jam setelah terjadinya trauma (golden periode). Tetapi penutupan primer bisa ditunda sampai 2 -3 hari dan memberikan hasil yang baik apabila tidak terjadi infeksi pada luka tersebut. Persiapan Sebelum tindakan bedah dilakukan, luka dibersihkan menggunakan sabun antikuman dan kasa, Diikuti dengan irigasi larutan salin streril. Untuk perdarahan, bisa dikontrol dengan penekanan atau pengkleman. Daerah itu kemudian diusap dengan lap bersih. Kedalaman luka diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya luka pada saraf, duktus saliva atau pembulu h darah yang besar. Saraf dan duktus bisa direanastomosis dengan teknik khusus,

11

sedangkan pembuluh darah besar bisa diklem untuk mencegah kemungkinan terjadinya perdarahan pasca -bedah. Perlu dilakukan pembentukan tepi luka seminimal mungkin, misalnya tepi eksisi yang bergerigi, atau tepi miring, atau sayatan berbentuk trap door yang tipis. Penutupan Luka pada Rongga Mulut Prinsipnya sama yaitu mengikuti aturan dari dalam keluar. Karena proses penyembuhan tulang pada fraktur rahang biasanya mengganggu seba gian jahitan, kadang penutupan luka lebih baik ditunda sampai setelah penanganan fraktur. Luka through and trough ditutup pada mulanya dengan mendekatkan permukaan mukosal (watertight) menggunakan gut (3 -0 atau 40 chromic) dengan teknik jahitan kontinyu, kemudian diikuti penjahitan lapis demi lapis setelah kulit dipersiapkan. Luka lingual dijahit lapis demi lapis yakni mula-mula lapisan yang paling dalam (lapisan otot), kemudian submukosa, dan akhirnya mukosa dorsal atau ventral atau keduanya dengan

menggunakan benang yang absorbable. Edema lingual ditangani dengan aplikasi dingin (kompres es) dan terapi steroid apabila tidak ada kontraindikasi untuk terapi tersebut. Apabila ada kemungkinan terjadi edema lingual, maka fiksasi maksilomandibular ditunda. Luka -luka pada rongga mulut yang luas, ditandai dengan adanya pengelupasan atau terpaparnya permukaan tulang di bawahnya, dapat dirawat dengan pembalut tekanan sesudah penutupan, untuk mencegah terbentuknya rongga dead space dan menghindari terbentuknya hemato m. Luka gingival mungkin memerlukan penjahitan tetapi mungkin pula tidak. Apabila tidak ada flap yang berlebihan, atau apabila tulang tidak terpapar, boleh tidak dilakukan penjahitan.

12

3. TRAUMA JARINGAN KERAS GIGI DAN JARINGAN PERIODONTAL 3.1 Klasifikasi Trauma Jaringan Keras Gigi Andreasens classification for tooth trauma: 1. Crown infraction : Fraktur mahkota tanpa kehilangan bagian dari enamel (retak) 2. Uncomplicated crown fracture : Fraktur yang melibatkan enamel, dentin tetapi tidak melibatkan pulpa 3. Complicated crown fracture : Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan pulpa 4. Uncomplicated crown -root fracture : Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum,tetapi tidak melibatkan pulpa 5. 6. Complicated crown-root fracture : Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum,dan melibatkan pulpa Root fracture : Fraktur yang melibatkan dentin, sementum dan pulpa .

13

Elli t . K l em il. . K l : ti t t . K l : t i el m meli t : t t i i

l

ifi t li t

it t, it :

i i

t i

t

li

t

j i

t

l l t i i

i l . li t

t l

li

t

j i

j i

ti

erbukanya ul a. . . K l K l avul i. : : t akar i i t t il t il t t . i i t

14

Klasifikasi menurut Walton (didasarkan pada modifikasi klasifikasi WHO Andreasen): 1. Fraktur enamel: Hanya melibatkan enamel saja dan termasuk irisan tipis enamel serta retakan enamel yang tidak lengkap, tanpa mengenai enamel-dentino junction. 2. Fraktur mahkota tanpa keterlibatan pulpa: Melibatkan enamel dan dentin, sedangkan pulpa tidak terbuka . 3. Fraktur mahkota dengan keterlibatan pulpa: Melibatkan enamel dan dentin serta pulpa terbuka. 4. Fraktur mahkota-akar: Melibatkan enamel, dentin, pulpa, dan sementum akar serta mungkin tidak melibatkan pulpa. 5. Fraktur akar: Melibatkan cementum, dentin, dan pulpaserta fraktur horisontal akar . 6. Luksasi: Perpindahan gigi, termasuk konkusi, subluksasi, luksasi esktrusi, luksasi lateral, dan luksasi intrusi. 7. Avulsi: Perpindahan komplit gigi keluar dari soketnya. 8. Fraktur prosesus alveolaris mandibu la/ maksila: Fraktur/ kominusi soket alveolar atau prosesus alveolar .

3.2 Klasifikasi Trauma Jaringan Periodontal Klasifikasi Trauma Jar.Periodontal Menurut Andreasen 1. Konkusi: Yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi. (gambar a) 2. Subluksasi: Yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. (gambar b) 3. Luksasi ekstrusi (partial dis placement): Yaitu lepasnya sebagian gigi keluar dari soket nya, menyebabkan gigi terlihat lebih panjang 4. Luksasi:

15

Yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral . Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral dapat juga menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal (gambar c) 5. Luksasi intrusi: Yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar , dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar serta gigi terlihat lebih pendek . 6. Laserasi (hilang/avulsi/ekstra artikulasi): Yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya (gambar d)

3.3 Fraktrur Enamel dan Perawatannya Perawatan: 1. 2. 3. Grinding mahkota yang tajam Penambalaan dengan komposit Pulp test pasca trauma dan setelah 6-8 minggu

3.4Fraktur Mahkota tanpa Keterlibatan Pulpa d an Perawatannya Merupakan fraktur mahkota yang paling banyak. Fraktur mahkota dengan dentin yang terkena yang bisa menyebabkan kontaminasi dan infla masi pulpa dan nekrosis jika tidak dirawat. Prognosis baik jika fraktur enamel dentin yang melibatkan satu gigi yang tidak terluksasi karena supply darah ke pulpa tidak terganggu dan system immune pada pulpa melawan invasi bakteri.

16

Perawatan: 1. Protect langsung pada pulpa dengan menutupi tubulus dentin. Meskipun semen ZOE adalah agen yang paling baik untuk menghasilkan penutupan antibakteri yang hermetic, ini tidak dapat direkomendasikan pada kasus ini karena komponen eugenol tidak dapat mengadakan polimerisasi, jadi menggunakan resin komposit. 2. Fraktur enamel dan dentin dirawat dengan meletakkan calcium hydroxyde di atas tubulus dentin yang terbuka untuk mendesinfeksi permukaan fraktur. Kemudian dentin ditambal dengan GIC (glass ionomer cement) atau resin komposit. Lalu dilakukan pemeriksaan vitalitas pulpa setelah 6 -8 minggu.

3.5 Fraktur Mahkota dengan Melibatkan Pulpa dan Perawatannya Prognosis berdasarkan waktu terjadinya trauma, besar tidaknya pulpa yang terekspos, kondisi pulpa ( vital atau non vital ) dan tahap perkembangan akar Prognosis baik bila perawatan dilakukan tidak lebih dari 2 jam setelah trauma Perawatan: 1. Open apex a. b. 2. Bila < 24 jam dilakukan pulp capping dengan kalsium hidroksida Bila > 24 jam dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida

Close apex a. b. Bila < 24 jam dilakukan direct pulp capping Bila > 24 jam dilakukan PSA

3.6 Fraktur Mahkota-Akar dan Perawatannya Perawatan: 1. 2. Ekstraksi Jika fraktur melibatkan lebih dari 1/3 servical dari akar klinis Fraktur masih diatas batas servical

Perawatan konservatif

3.7 Fraktur Akar dan Perawatannya Perawatan fraktur akar dangkal: 1. Jika sisa akar cukup kuat untuk dibuat mahkota, maka akar harus diekstruksi secara bedah atau ortodontik. 2. 3. Bila akarnya terlalu maka diindikasikan untuk ekstraksi. Jika dipilih untuk ekstraksi maka untuk estetik harus menggunakan gigi tiruan / implant.

17

Perawatan fraktur akar dalam: 1. Mereposisi segmen-segmen gigi yang patah dengan splinting

menggunakan gigi sekitarnya. Selama 3 bulan. 2. Jika terjadi nekrotik pulpa menggunakan endodontik treatment

3.8 Konkusi dan Perawatnnya Perawatan: 1. 2. Tidak perlu. Hanya di bebaskan dari oklusi saja Harus dilakukan evaluasi untuk memastikan tidak ada jejas pada pupa.

3.9Subluksasi dan Perawatannya Perawatan: 1. 2. 3. Splinting Makan-makanan lunak selama 1 -2 minggu Agartidak terjadi plak maka pasien diinstruksikan untuk kumur dengan klorheksidin. 3.10 Luksasi dan Perawatannya Perawatan: 1. 2. Pada kasus fraktur koronal, bisa dirawat dengan merestorasi/endodontik. Hanya berupa pemeriksaan sampai melakukan stabilitasi dengan menggunakan splint . Gigi yang mengalami luksasi dibebaskan dari oklusi. 3.

Splinting dilakukan dengan memasang pita/braket dengan cara etsaasam/bonding, membonding pesawat

(bonded

appliance) ,

dan

pengawatan/ligasi terhadap arch bar . 4. R periapikal dibuat setelah stabilitasi untuk dipakai sebagai pedoman pemeriksaan radiografis jangka panjang. 5. durasi pemasangan tergantung pada beberapa hal, berkaitan dengan derajat awal kegoyangan gigi, dan lua snya kerusakan alveolar, tetapi biasanya dilepas setelah 3 -5 minggu. 6. Evaluasi: mengamati perlekatan ulang ligamen periodontium dan kondisi pulpa, atau kemudian dirujuk ke ahli endodonti untuk perawatan lanjut. 3.11 Luksasi Ekstrusi dan Perawatannya Perawatan: 1. Splinting selama 2 -3 minggu.

18

3.

uksasi Intrusi an Perawatannya

P . . At . P

t

: i i t t i t t i i i t j i i t i i ; t ;

3. 3 aserasi/ vulsi an Perawatannya

P .

t t l i. t li ;

: il i l i i l lj i B l t i, t i t l lt l ti j i i / Vi , li S

. 3.

il

l

t

i. nak-Anak

Perawatan rauma

i i ada

19

4. TRAUMA TULANG PENDUKUNG (PROSESUS ALVEOLARIS) 4.1 Klasifikasi Trauma Tulang Pendukung Rongga Mulut Injury To The Supporting Bone Menurut Andreasen: 1. Comminution of the alveolar housing, often occurring with an intrusive or lateral luxation 2. 3. 4. Fracture of a single wall of alveolus (gambar a) Fracture of the alveolar processus (gambar b) Fracture involving the main body of the mandible / maxilla

4.2 Pemeriksaan Trauma Prosesus Alveolaris Pemeriksaan Klinis 1. Biasanya terbuka, kadang terjadi kominusi (menjad i partikel-partikel kecil), dan sering mengalami pergeseran tingkat sedang maupun parah. 2. Fraktur yang terbuka organisme menyebabkan rongga mulut, fraktur terpapar terhadap

kontaminasi

sehingga

meningkatkan

kemungkinan infeksi. 3. Bila terjadi kominusi, periosteum kemungkinan mengalami cedera berat dan pemisahan. Bila dinding alveolar mengalami kominusi, akan terjadi peningkatan mobilitas/luksasi gigi yan g terlibat. 4. Pemeriksaan : Pergeseran segmen, adanya diskontinuitas lengkung rahang dan terjadi halangan oklusi. Juga cedera pada jaringan lunak di atasnya, misalnya luka -luka atau hematom.

20

5.

Palpasi : Kegoyangan gigi, segmen atau keduanya, nyeri tekan dan ra sa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.

Pemeriksaan Radiograf 1. 2. 3. Proyeksi oklusal dan periapikal. Garis fraktur dengan/tanpa adanya pemisahan frakmen. Perubahan ligamentum periodontium, melebarnya celah, atau ruang kosong di apikal, atau keduanya jika terjadi luksasi yang cukup besar.

4.3 Penatalaksanaan Trauma Prosesus Alveolaris Penatalaksanaan 1. Menenangkan pasien dan memberi sedatif sesuai kebutuhan. 2. Anestesi: Sering lokal sudah cukup, biasanya dilakukan blok V2 pada kasus maksilar. 3. Mungkin diperluk an anestesi umum apabila anestesi lokal tidak berhasil, atau pada pasien yang sangat penakut. 4. Gerakan segmen dengan jari dan periksa hubungan oklusalnya (reduksi). 5. Imobilisasi segmen pada posisi sudah direduksi dengan pesawat yang dibonding, arch bar, atau splint. 6. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan fiksasi maksilomandibular apabila melibatkan segmen yang luas. Rontgen pada posisi reduksi. 7. Telitilah hubungan oklusi. Apabila mungkin, gigi pada segmen fraktur dibebaskan dari oklusi apabila tidak digunakan f iksasi maksilomandibular. 8. Resep obat untuk menghilangkan rasa sakit, dan kadang -kadang diperlukan antibiotik. 9. Instruksi untuk melakukan aplikasi es pada bagian yang fraktur, dan pemberian makanan lunak atau cair, serta tindakan hygiene mulut. Catatan: 1. Jangan mencabut gigi pada segmen kecuali bila ada kemungkinan terjadi avulsi/aspirasi. 2. Jangan melakukan suatu prosedur dimana harus membuka flap dan mengangkat periosteum. 4.4 Tindak Lanjut Trauma Prosesus Alveolaris Segera 1. 2. 3. Lakukan roentgen, jika tidak dilakukan diakhir perawatan. Periksalah stabilitas fiksasi. Periksalah kondisi penyembuhan pada lesi jaringan lunak.

21

4.

Aturlah pengobatan untuk rasa sakitnya.

Jangka panjang 1. 2. 3. 4. Alat dilepas setelah 4 -6 minggu. Evaluasi mobilitas gigi dan segmen. Lakukan pemotretan. Jadwalkan kunjungan berikutnya (kunjungan kontrol) untuk melihat status pulpa gigi yang terlibat. 5. Pertimbangkian untuk melakukan rujukan endodontik apabila terjadi gigi nonvital.

22

5. TRAUMA PSIKOLOGIS 5.1 Definisi Trauma Psikologis Adalah: 1. Reaksi normal dari individu terhadap keja dian yang luarbiasa

(Parkinson,1993) 2. Akibat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa yang bersifat amat hebat dan luarbiasa, dialami banyak orang, bukan pengalaman normal bagi seseorang (DSM -IIIRevised) 5.2 Etiologi Trauma Psikologis Jenis stressor: 1. 2. Bencana alam spt banjir, gempa bumi, dll. Bencana kecelakaan oleh karena manusia (accidental made -man disasters) a. b. c. 3. Kecelakaan industri Kecelakaan mobil Kebakaran yang

Bencana oleh karenamanusia yang disengaja: a. b. Penganiayaan Pemboman

Faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu gangguan stres pasca trauma: 1. 2. Tingkat keparahan stres/trauma Kerentanan pasien (anak dan usia lanjut lebih rentan daripada orang dewasa muda) 3. 4. 5. 6. Ciri kepribadian yang mendasari seperti obsesef -kompulsif, astenik Gangguan psikiatri sebelumnya Predisposisi genetik Dukungan sosial

5.3 Penatalaksanaan Trauma Psikologis Penatalaksanaan: 1. 2. Psikoterapi (sebaiknya oleh ahli psikiatri) Farmakoterapi (antiansietas seperti diazepam 5-10 mg dan antidepresan seperti amitryptiline 25 -100mg peroral)

23

6. SPLINTING 6.1 Definisi Splinting Adalah: 1. Splint merupakan alat individual yang ditujukan untuk imobilisasi atau membantu imobilisasi segmen -segmen fraktur. 2. Splint merupakan alat stabilisasi dan immobilisasi gigi goyah karena suatu lesi, trauma, atau penyakit periodontal. 3. Splint biasanya merupakan logam tuang ( cor) atau terbuat dari akrilik.Splint bisa disemenkan atau dipasangkan dengan kawat terhadap gigi. 6.2 Indikasi Splinting Indikasi: 1. Apabila terjadi kehilangan substansi tulang untuk mencegah kolaps atau untuk mendapatkan kembali panjang lengkung rahang. 2. 3. Mobilitas gigi yang progresif 2 Migrasi gigi

Dalam pembuatan splint harus mempertimbangkan: 1. 2. 3. 4. 5. Jaringan pendukung gigi sekurang-kurangnga 1/3 gigi estetis tidak terganggu oklusi tidak terganggu tidak mengiritasi jaringan gingiva mudah dibersihkan

6.3Klasifikasi Splinting Klasifikasi: 1. Permanent splint: spilnt yang digunakan terus menerus dan permanan selamanya. a. Removable external permanent splint cast metal continous splint acrylic continous splint night guard guard b. Fixed internal permanent splint interdental reinforded splint Splint goal post 2. Temporary spilnt yang hanya dipasang pada waktu tertentu, bila gigi tidak goyah lagi splint dilepas.

24

3. Provisional / diagnostik splint : spilnt yang digunakan dalam kondisi ragu-ragu merupakan diagnostik apakah dirawat dengan splint atau tindakan perawatan lain. 6.4 Fungsi Splint Temporary splint untuk : 1. Mengurangi kegoyahan gigi dan mempercepat proses penyembuhan gigi goyah. 2. Kuretase kuretase 3. 4. 5. perawatan kerusakan tulang alveolar atau soket akibat pengisian tulang dan jaringan ikat sempurna

Penyembuhan acute periodontitis gigi extruded Pengobatan gigi goyah yang k ronis Sebagai gigi pegangan splint permanen

Permanent Splint: 1. Digunakan untuk mempertahankan kegoyahan gigi atau gigi permanen. secara

6.5 Teknik Eyelet (Ivy Loop) TeknikPembuatan: 1. 2. Pada sistem ini kawat dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop. Kedua ujung kawat dilewatkan ruang interproksimal, dengan loop tetap di sebelah bukal. 3. Ujung dari kawat dilewatkan di sebelah distal dari gigi distal dan kembalix di bawah atau melalui loop, sedangkan ujung yang lain ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari gigi mesial. 4. 5. Kedua ujung kawat dipilinkan satu sama lain, dipotong dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loopnya dikencangkan dengan jalan memilinnya. (gambar C)

25

6.6 Teknik Gunning Splint Teknik Pembuatan: 1. Dengan protesa gigi membuat lubang pada basis akrilik di regio

interproksimal gigi -gigi dari geligi tiruan dan kemudian dilakukan pengawatan arch bar terhadap basis protesa. 2. Tidak memakai geligi tiruan dilakukan pencetakan dan kemudian dibuat

gunning splint yang mirip basi s protesa dengan bite plane. 3. Splint dibuat overclosed karena dimensi vertikal yang berlebihan sering tidak dapat ditolerir dengan baik 4. Geligi tiruan yang digunakan sebagai splint atau gunning splint sering dilapisi dengan kondisioner jaringan. 6.7 Sequence Of Acid-Etch Splinting Technique Teknik Pembuatan: 1. 2. 3. 4. Perform alveolar bony reduction and/or replantation Perform localized cleansing and debridement Isolate and dry area Custom fabricate wire (~26 Ga), double -stranded monofilament nylon line, or paper clip. Extend wire at least 1 0r 2 teeth on either side of the involved tooth or teeth 5. Etch the incisal half of the labial surface of the involved and adjacent teeth with gelled phosphoric acid for 30 -60 s 6. 7. 8. 9. Remove water etchant with water stream for ~20 s Air dry etched surface; surface should appear chalky white Passively place prefabricated wire to involved teeth Stabilize splint with fast setting autocure or light cure composite resin

10. After resin is set, smooth rough edges with fine acrylic or diamond finishing bur (check occlusion) 11. Perform soft tissue and gingival repair as needed 12. Remove splint in 7 -10 days

26

7.

REPLANTASI GIGI

5.1 Keberhasilan Replantasi Gigi Keberhasilan:1.

Keberhasilan tergantung pada tenggang waktu antara terjadinya avulsi dengan replantasi, luas kerusakan ligamen periodontium, derajat

kerusakan alveolar, dan efektivitas stabilisasi.2.

Perawatan paling baik: replantasi segera tanpa adanya kerusakan ligamen periodontium dan alveolar serta stabilisasi baik, maka akan terjadi penggantian/ resorpsi infla matorik.

3.

Keberhasilan tinggi, bila pengembalian gigi pada tempatnya dilakukan tidak lebih dari 30 menit sesudah cedera.

4.

Resorpsi akar hampir tidak dapat terhindarkan bila replantasi dilakukan melebihi 2 jam.

5.

Pemeriksaan klinis dan radiografis diarahkan dan diusahakan untuk mendeteksi secara dini adanya nekrosis pulpa gigi yang ditanamkembali, yang dapat menyebabkan terjadinya keradangan dan mengganggu perlekatan kembali/ menimbulkan lesi periodontal/periapikal.

7.2 Teknik/Prosedur Replantasi Gigi Kurang dari 1 jam: 1. 2. Gigi dimasukkan dalam larutan saline Area yang terkena cedera di periksa dengan radiografi untuk mengetahui apakah ada fraktur pada alveolar 3. Area yang mengalami avulse dibersihkan dari fragmen. Bila alveolus mengalami kolaps maka dibuka menggunakan instrument 4. Soket dibersihkan dan diirigasi dengan saline untuk menghilangkan coagulum yang terkontaminasi 5. Pada saat gigi dimasukkan dengan saline, dijepit menggunakan tang ekstraksi pada bagian mahkota 6. 7. 8. Bersihkan gigi dari debris Gigi dikembalikan ke dalam soket dengan tekanan ringan Gigi disesuaikan aligmentnya, oklusi serta bila ada luka jaringan lunak harus dijahit 9. Gigi distabiliasi dengan splint selama 1 -2 minggu

10. Disa diresepkan antibiotic atau injeksi tetanus 11. Supportive care : soft diet dan analgesic

27

Lebih dari 1 jam : 1. Area yang mengalami avulse gigi diperiksa menggunakan radiografi untuk mengetahui apakah ada fraktur alveolar 2. 3. 4. Debris dan sisa jaringan lunak dibersihkan dari akar gigi Gigi dimasukkan dalam larutan sodium fluoride selama 5 -20 menit Pulpa diekstirpasi, saluran akar dibersihkan, dipreparasi dan diisi dengan bahan pengisi saluran akar. Sering kali prosedur ini dilakukan dari bagian apical pada gigi yang akarnya belum menutup. 5. Soket dibersihakan dari gumpalan darah dan diirigasi dengan saline. Sebelumnya harus dianestesi. 6. 7. Gigi dikembalikan ke soket, dicek ketepatan oklusinya Splinting dilakukan selama 3 -6 minggu

28

8. Fungsi: 1.

RESTORASI RETENSI DENGAN PASAK DAN INTI

8.1 Fungsi Pasak dan Inti

Pemakaian retensi pasak dan inti pada gigi yang telah di PSA, berguna untuk menambah retensi sehinga gigi tersebut menjadi lebih kuat dalam menambah tekanan pengunyahan.

8.2 Indikasi Pasak Indikasi: 1. Penggunaan retensi pasak dan inti tepat dilakukan pada gigi yang keadaannya sudah nonvital.

8.3 Klasifikasi Pasak Klasifikasi: 1. Pasak Tuang a. Merupakan hasil reproduksi saluran akar yang telah dipreparasi dan pembuatannya dilakukan di laboratorium. b. Proses: pola saluran akar dibuat dengan menggunakan bahan malam (wax) dan resin swapolimerisasi (cold cure) yang kemudian ditanam dan dituang dengan bahan aloi. c. Kelebihan: mendekati konfigurasi saluran akar yang telah

dipreparasi, terutama jika saluran akar tersebut benar -benar besar. d. Macam pasak tuang: system para pasak, colorama, pasakPD

2. Pasak Buatan Pabrik Desain preparasi pasak yang dibuat oleh pabrik dapat diklasifikasikan:

29

a. b. c. d. e.

Tapered smooth-sided Tapered self -threading screw Parallel serrated Parallel tapered end Parallel threaded

8.4 Prinsip Penjangkaran Pasak Prinsip: 1. Preparasi konservatif untuk saluran Sebanyak mungkin mempertahankan dentin. 2. Pasak yang panjang/pendek Pasak panjang lebih baik, tetapi tetap harus ada sisa dentin akar. Retensi pasak meningkat seiring dengan panjang, untuk mendapatkan retensi yang maksimal maka menyisakan bahan pengisi 4 mm (Guttman) atau 5 mm (Ingle, Wein),panjang minimal sama dengan panjang mahkota klinis atau 2/3 panjang akar. 3. Ukuran pasak Terlalu kecil=mudah bengkok, terlalu besar = melemahkan dan membuat akar fraktur. Makin kecil diameter pasak akan lebih mudah pasak lepas, dan sebagai acuan maka diameter pasak tidak melebihi 1/3 diameter gigi pada 1/3 apikal.Yang dianjurkan untuk gigi insisive bawah 0,6 mm, incisive atas, caninus atas dan bawah, akar palatal gigi molar atas 1mm ,untuk gigi yang lain 0,8 mm.

30

4.

Pasak paralel/meruncing Pasak pabrik=paralel, pasak tuang=meruncing

5.

Pasak molar Kamar pulpa besar tidak butuh pasak, dowel=akar distal molar bawah dan akar palatal molar atas.

6.

Bentuk pasak Tidak boleh berputar, bentuk elips lebih baik daripada bulat, apabila saluran bulat, perlu ditambahkan pin. TAMBAHAN: Gaya yang diterima oleh gigi juga akan mempengaruhi resistensi dan retensi pasak ; gaya vertikal dapat diatasi panjang ,besar dan bentuk pasak ; sedangkan gaya rotasi dapat diatasi dengan preparasi dindi ng saluran akar yang irregular.

8.5 Prinsip Pembuatan Inti Prinsip: 1. 2. 3. Bentuk dibuat sesuai kontur mahkota. Kekerasan= harus cukup kuat untuk menahan mahkota permanen. Untuk inti dan pasak tuang dari model malam dulu yang dikirim ke laboratorium/ mahkota model laboratorium perlu 2x

kunjungan,sedangkan bila buatan pabrik hanya 1x kunjungan.

31

DAFTAR PUSTAKA F.J Harty & R. Ogston.1995. Kamus Kedokteran Gigi . Jakarta: EGC. Http://sanctusit.blogspot.com/2010/07/stres -pasca-trauma.html Ingle, J.I dan L.K Bakland. 2002. Endodontics . Ontario: Elvesier Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut ( Oral Surgery). Jakarta: EGC Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Ed. Ontario BC Decker Inc Pustaka.unpad.ac.id/wp/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf Rosenstiel, S.F., 1988, Contemporary Fixed Prosthodontics, 2 nd ed , CV Mosby, St Louis. Walton, Richard E. dan Torabinejad Mahmoud. 2002. Principal and Practice of Endodontics. W.B. Saunders Company

32