lap uji viabilitas khamir
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Rabu/3 Juni 2014
Teknologi Fermentasi PJ Dosen : C.C Nurwitri, DAA
Asisten : Novini Nur., A.md
PENGAWETAN DAN UJI VIABILITAS KULTUR KHAMIR
Kelompok 2/B-P1
Ayu Melinda J3E112045
Ega Nindya P J3E212129
Kiki Radiansyah J3E112063
Nety Agustin J3E112022
Yen Aprilia J3E112004
SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Khamir adalah mikroorganisme eukariot yang diklasifikasikan dalam
kingdom Fungi, dengan 1.500 species yang telah dapat dideskripsikan,
(diperkirakan 1% dari seluruh spesies fungi). Khamir merupakan mikroorganisme
uniseluler, meskipun beberapa spesies dapat menjadi multiseluler melalui
pembentukan benang dari sel-sel budding tersambung yang dikenal sebagai hifa
semu (pseudohyphae), seperti yang terlihat pada sebagian besar kapang. Ukuran
kapang bervariasi tergantung spesies, umumnya memiliki diameter 3–4 µm,
namun beberapa jenis khamir dapat mencapai ukuran lebih 40 µm. Sebagian besar
khamir bereproduksi secara aseksual dengan mitosis, dan dengan pembelahan sel
asimetris yang disebut budding.
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya
hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30ºC dan suhu
maksimum 35-47ºC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0ºC atau kurang.
Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang,
khamir sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan
bakteri, lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula
dan garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan
adanya antibiotika. Secara umum gula merupakan sumber energi yang paling
baik, hanya untuk jenis khamir oksidatif dapat menggunakan asam-asam organik
dan alkohol. Khamir mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen.
Sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat
menggunakan ion nitrat dan nitrit (Buckle, 2007).
Kultur khamir yang digunakan dalam proses fermentasi memegang
peranan penting dalam keberhasilan proses fermentasi ataupun produksi metabolit
mikroba. Adanya penyimpangan kultur seringkali berakibat pada kegagalan
proses fermentasinya. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan kultur secara
tepat agar diperoleh hasil fermentasi sesuai dengan standar yang diinginkan. Salah
satu penanganan kultur yaitu dengan melakukan teknik pengawetan atau
penyimpanan kultur.
Penentuan teknik penyimpanan atau pengawetan kultur memerlukan
penelitian yang rumit, jangka waktu lama, dan pemantauan, serta dana yang besar.
Hal ini berkaitan dengan tujuan utama preservasi, yaitu (1) mereduksi atau
mengurangi laju metabolisme dari mikroorganisme hingga sekecil mungkin
dengan tetap mempertahankan viabilitas (daya hidupnya) dan (2) memelihara
sebaik mungkin biakan, sehingga diperoleh angka perolehan (recovery) dan
kehidupan (survival) yang tinggi dengan perubahan ciri-ciri yang minimum.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui viabilitas kultur khamir
melalui penyimpanan pendinginan dan pembekuan. Selain itu mengetahui
aktivitas khamir pada media PDB dan SB dengan perlakuan alginat, gliserol dan
imobilisasi manik-manik.
Suspensi kultur
@ 2ml ke dalam Gliserol
Simpan refri 1-2 bulan
Simpan freezer 1-2 bulan
Dikocok
Uji viabilitas dengan Broth
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Tabung reaksi berulir 10 ml
Tabung reaksi 9 ml
Tabung Durham
Rak tabung
Manik-manik
Erlenmeyer 250 ml
Syringe
Pipet
2.1.2 Bahan
CaCl2
NaCl
Na-Alginat
Larutan fisiologi
Gliserol
Air Steril
Media SB (Sukrose Broth)
Media PDB (Potato
Dextrose Broth)
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Penyimpanan Kultur dalam Gliserol
Suspensi kultur 2-3 ml ke dalam Gliserol steril
Dikocok
@2ml Dimasukan manik-mani steril
Diamankan terendam selama 1 jam
Sisa kultur dipipet aseptis Lebihnya dibuang
Simpan refri 1-2 bulanSimpan freezer 1-2 bulan
Uji viabilitas dengan Broth
2.2.2 Penyimpanan Secara Imobilisasi Manik-Manik
Suspensi kultur
2- 2,5 ml ke dalam Na-Alginat
7,5 ml Na-Alginat (6ml)
Masukan kedalam syringe
Diteteskan pada larutan Cacl2 steril (terbentuk butiran-butiran alginat)
Dibiarkan selama 1 jam
Sisa Cacl2 dibuang
Butiran dipindahkan ke-2 tabung
Simpan refri 1-2 bulanSimpan freezer 1-2 bulan
Uji viabilitas dengan Broth
2.2.3 Penyimpanan Secara Imobilisasi Na-Alginat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Uji Viabilitas Khamir Hari ke-2
Kel
Gliserol Alginat Manik-manikSB PDB SB PDB SB PDB
FreezerRefr
iFreezer Refri Freezer Refri Freezer Refri Freezer Refri Freezer Refri
1 - - +++ + - - +++ ++ - - +++ +++2 - - ++ + - - +++ ++ - - ++ ++3 + - +++ + - - ++ + - - ++ +++4 - - +++ + - - + ++ - - + +5 - - +++ + - - + +++ - - + +6 ++ - +++ - - + + ++ - - +++ -
Tabel 2. Pengamatan Uji Viabilitas Khamir Hari ke-7
Kel
Gliserol Alginat Manik-manikSB PDB SB PDB SB PDB
Freezer RefriFreeze
rRefri
Freezer
Refri Freezer Refri FreezerRefr
iFreezer Refri
1 +++++ - +++++ +++ - - +++++++
+- - +++++
+++++
2 +++ - ++++ ++++ +++ - ++++ ++ - - ++++ ++++3 +++ - +++++ - +++++ - ++ - ++++ - ++++ +++4 ++++ - +++ - - - ++ ++ - - +++ ++++5 ++++ - ++++ - +++ - +++ ++ - - +++ +++6 ++++ - ++++ - + - ++ +++ - - ++++ ++++
Keterangan :
SB
- : tidak terdapat gelembung
+ : agak terdapat gelembung
++ : sedikit terdapat gelembung
+++ : banyak terdapat gelembung
++++ : banyak sekali terdapat gelembung
+++++ : amat sangat banyak terdapat gelembung
PDB
- :tidak keruh
+ : agak keruh
++ : sedikit keruh
+++ :keruh
++++ : sangat keruh
+++++ : amat sangat keruh
3.2 Pembahasan
3.2.1 Penyimpanan Kultur Pada Gliserol
Pengawetan kultur merupakan suatu cara untuk mempertahankan kultur
mikroba atau kultur murni dari suatu mikroba dalam waktu tertentu. Lama
mikroba bertahan tergantung oleh jenis media dan teknik pengawetan yang
digunakan. Pengawetan mikroba dibagi menjadi dua yaitu pengawetan jangka
panjang dan pengawetan jangka pendek. Pengawetan jangka pendek biasanya
menggunakan media agar yaitu agar miring, agar cawan, agar tusuk atau dalam
media semi padat (tabung reaksi), pengawetan ini dilakukan dengan pendinginan.
Penyimpanan jangka pendek mikroba dilakukan dengan memindahkan secara
berkala jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru.
Teknik ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak (Machmud, 2001).
Sedangkan pengawetan jangka apanjang salh satu cara yang dapat digunkan
adalah dengan penyimpanan pada manik-manik.
Salah satu pengawetan kultur dapat dilakukan denggan cara penyimpanan
pada media gliserol. Bahan baku untuk memproduksi Gliserol adalah CPO (Crude
Palm Oil) dan air (Anonim, 2010). Gliserol pada umumnya digunakan sebagai
media dalam pengawetan atau penyimpanan jangka pendek, jangka panjang atau
sekedar sebagai media untuk memindahkan mikroorganisme. Sebagai contoh
dalam metode pembekuan menggunakan nitrogen, media yang digunakan adalah
10 % (vol/vol) gliserol atau 5% (vol/vol) DMSO.
Penyimpanan kultur pada gliserol dilakukan dengan cara pemindahan 2 ml
substansi kultur (ragi) kedalam dua tabug reaksi yang didalamya telah berisi
gliserol. 2 tabung reaksi yang telah berisi gliserol dan substansi kultur tersebut
mengalami penyimpanan yang berbeda. Satu tabung disimpan pada suhu refri dan
satu tabung lagi disimpan pada suhu freezer. Perbedaan penyimpanan tersebut
untuk mengetahui perbedaan terhdap hasil akhir yang diberikan, setelah substansi
kultur mengalami penyimpanan selama 1-2 bulan.
Gliserol dapat digunakan sebagai media karena gliserol dapat melindungi
aktivitas antimikroba dengan cara meningkatkan stabilitas struktur protein asli
dari mikroba sehingga dapat mencegah protein dari proses termal dan agregasi.
Selain itu gliserol dapat meningkatkan energi bebas dari kompleks yang
diaktifkan dan mengeser kesetimbangan energi tersebut. Gliserol ini dapat
menyerap air pada permukaan protein yang dapat mengakibatkan hidrasi yang
dapat melindungi protein dari kerusakan. Oleh karena itu giserol dapat
memperpanjang penyimpanan suatu mikroorganisme.
Setelah mengalami penyimpanan selama 2 bulan substansi kultur tersebut
dipindahkan kedalam media PDB dan SB yang berisi tabung durham. Masing-
masing perlakuan penyimpanan dipindahkan sebanyak satu tabung reaksi reaksi
pada media PDB (potato dextrose broth) dan SB (sucrose broth).
Berdasarkan hasil pengamatan kultur yang yang disimpan pada media
gliserol dengan suhu penyimpanan pada freezer dan refri yang dipindahkan dalam
media SB, hasil positif ditunjukkan pada tabung reaksi yang disimpan pada
freezer. Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi kultur yang
dimasukkan ke dalam media SB (perlakuan peyimpanan pada freezer)
menunjukkan hasil positif semua, hasil positif tersebut ditandai dengan adanya
gelembung. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi
kultur yang dimasukkan kedalam media SB (perlakuan penyimpanan pada refri)
menunjukkan hasil negatif pada setiap kelompok, hasil negatif tersebut dapat
dilihat karena pada tabung reaksi media SB tidak terjadi pembentukan gelembung
gas.
Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi kultur yang
dimasukkan kedalam media PDB (perlakuan peyimpanan pada freezer)
menunjukkan hasil positif semua, hasil positif tersebut ditandai dengan perubahan
media PDB menjadi keruh. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada hari
ketujuh substansi kultur yang dimasukkan ke dalam media PDB (perlakuan
penyimpanan pada refri) menunjukkan hasil yang berbeda setiap kelompoknya.
Kelompok 1 dan 2 mndapatkan hasil positif, sedangkan pada kelompok 3,4,5, dan
6 mendapatkan hasil yang negatif. Hasil negatif ditandai dengan tidak berubahnya
media PDB menjadi keruh.
Hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan substansi kultur adalah
tiap isolat biakan paling sedikit dibuat lima duplikat, tetapi semakin banyak
semakin baik, sehingga pengujian viabilitas dapat dilakukan lebih leluasa.
Pemberian label yang jelas, tidak mudah hilang, untuk memudahkan pelacakan
data. Pengecekan rutin tidak hanya untuk menguji viabilitas, tetapi juga stabilitas
genetik, terutama virulensinya. Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas kultur
saat penyimpanan adalah Pengaruh temperature ruangan, pengaruh temperatur
pembekuan, pengaruh pH, pengaruh kadar air dan aw (water activity) dan
pengaruh kadar garam
3.2.2 Penyimpanan Secara Imobilisasi Manik-Manik
Pengawetan kultur juga dapat dilkukan dengan cara penyimpanan pada
media manik-manik. Manik-manik pada umumnya digunakan sebagai media
dalam pengawetan atau penyimpanan jangka pendek. Menurut Leben dan
Sleesman (1982) Penyimpanan kultur secara imobilisasi manik-manik porselin
dapat diganti dengan butiran gel silika.
Pada penyimpanan kultur manik manik dilakukan dengan cara
menambahkan 2 ml substansi kultur (ragi) kedalam dua tabung reaksi yang di
dalamya telah berisi gliserol, kemudian dikocok. Dua tabung reaksi yang telah
berisi manik-manik, gliserol dan substansi kultur tersebut mengalami perlakuan
penyimpanan yang berbeda. Satu tabung disimpan pada suhu refri dan satu tabung
lagi disimpan pada suhu freezer. Perbedaan penyimpanan tersebut untuk
mengetahui perbedaan terhdap hasil akhir yang diberikan, setelah substansi kultur
mengalami pnyimpanan selama 1-2 bulan.
Setelah manik-manik mengalami penyimpanan selama 2 bulan pada suhu
yang berbeda yaitu refri dan freezer, setelah 2 bulan kemudian dipindahkan
kedalam media PDB dan SB yang berisi tabung durham. Dimasukkan sebanyak 5
manik-manik pada setiap media. Lalu disimpan di suhu ruang.
Berdasarkan hasil pengamatan kultur yang yang disimpan pada media
manik-manik dengan suhu penyimpanan yaitu freezer dan refri, pada media SB
hari pertama tidak ada pertumbuhan. Sedangkan pengamatan pada media SB
(perlakuan penyimpanan pada freezer) menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
kelompok 1, 2 , 4, 5, dan 6 mendapatkan hasil yang negatif sedangkan kelompok
3 mendapatkan hasil yang positif. Berdasarkan hasil pengamatan pada hari
pertama substansi kultur yang dimasukkan kedalam media PDB (perlakuan
peyimpanan pada freezer) ternyata substansi kultur menunjukkan hasil positif
semua, hasil positif tersebut ditandai dengan perubahan media PDB menjadi
keruh dan terdapat endapan. Sama seperti hasil pengamatan pada hari ketujuh
substansi kultur yang dimasukkan kedalam media PDB (perlakuan peyimpanan
pada refri) menunjukkan hasil yang positif semua dari setiap kelompok.
3.2.3 Penyimpanan Secara Imobilisasi Na-Alginat
Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen,
serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh karena itu
alginat merupakan molekul linear dengan berat molekul tinggi, maka mudah
sekali menyerap air. Hal tersebut yang menyebabkan alginat baik sekali fungsinya
sebagai bahan penyalut. Alginat melindungi imobilisasi sel kultur lebih baik
dengan meningkatnya ketahanan bakteri (Indriati, 2009).
Penyimpanan kultur dengan Na-alginat diawali dengan menambahkan
supensi kultur ke dalam tabung yang berisi Na-alginat steril, kemudian suspensi
dihomogenkan dan dipindahkan secara aseptik ke dalam syringe. Kultur dalam
syiringe tersebut secara perlahan diteteskan ke dalam larutan CaCl2 steril hingga
terbentuk butiran-butiran alginat, lalu dibiarkan selama 1 jam. Hal ini berfungsi
untuk mengeraskan butiran alginat yang terdapat kultur menjadi lebih kompak dan
stabil (Indriati, 2009). Larutan CaCl2 tersebut dibuang dan butiran alginat dicuci
beberapa kali dengan larutan fisiologis steril. Butiran alginat dipindahkan ke
dalam 2 tabung reaksi kosong steril, lalu direndam dengan larutan fisiologis. Satu
tabung tersebut disimpan di refrigerator dan satu tabung lagi disimpan di freezer
selama 1-2 bulan. Setelah mencapai waktu 1-2 bulan kultur dilakukan uji
viabilitas dengan menumbuhkan pada media cair PDB (potato dextrose broth) dan
SB (sucrose broth). Dalam tabung media SB terdapat tabung durham yang
bertujuan untuk mengetahui terbentuknya gelembung menandakan bahwa terdapat
aktivitas khamir. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 1-2 hari.
Pertumbuhan mikroba ditandai dengan adanya kekeruhan atau endapan
pada medium cair tersebut. Penggunaan medium dalam bentuk cair bertujuan
untuk memudahkan dalam inokulasi kultur. Media PDB dan SB digunakan karena
mengandung nutrisi yang mendukung pertumbuhan kultur khamir. salah sarunya
adanya sukrosa pada media SB.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, uji viabilitas khamir pada hari
ke 2 menunjukkan bahwa kultur yang disimpan di freezer dalam media SB tidak
terbentuk gelembung. Hal ini menandakan bahwa belum terdapat aktivitas kultur
khamir pada media tersebut. Sedangkan kultur yang disimpan di refrigerator
hanya kelompok 6 (ulangan 6) yang menunjukkan sedikit gelembung. Hal ini
dikarenakan kondisi lingkungan refrigerator memiliki suhu yang lebih tinggi
dibanding di freezer, sehingga aktivitas kultur tidak terhambat, meskupun
aktivitas yang ditunjukkan lemah. Pada hari ke 2, kultur dalam media PDB yang
disimpan di freezer menunjukkan bahwa terbentuk kekeruhan baik itu yang
disimpan di refrigerator maupun di freezer. Akan tetapi kekeruhan yang terbentuk
pada refrigerator lebih banyak dibandingkan dengan di freezer. Hal ini
dikarenakan suhu freezer lebih rendah dibanding suhu di refrigerator sehingga
aktivitasnya menjadi lebih lambat.
Uji viabilitas khamir juga dilakukan pada hari ke 7, dari hasil tabel
menunjukkan bahwa kultur yang disimpan di freezer dalam media SB ulangan
atau kelompok 2 (+++), 3 (+++++), 5 (+++), dan 6 (+) menunjukkan hasil positif
terbentuk gelembung. Sedangkan kultur yang disimpan di refrigerator tidak
terbentuk adanya gelembung. Terbentuknya gelembung tidak dialami pada semua
ulangan. Hal ini dapat dikarenakan pengaruh dari lingkungan yang dapat
mengakibatkan aktivitas kultur menjadi terhambat bahkan dapat mengakibatkan
kultur mati. Kultur yang disimpan dalam media PDB menunjukkan hasil positif
(terbentuk kekerukan) baik itu yang disimpan di freezer maupun di refrigerator.
Akan tetapi, terlihat adanya penurunan dan peningkatan aktivitas pada
penyimpanan di refrigerator dan di freezer selama 7 hari.
Pengaruh hasil yang tidak sesuai berupa tidak adanya aktivitas ataupun
adanya aktivitas yang lemah pada kultur khamir. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu suhu, pH, medium dan adanya kontaminasi yang terjadi
ketika melakukan pengawetan kultur sehingga aktivitasnya menjadi terhambat.
Selain itu penyimpanan dengan metode ini merupakan penyimpanan jangka
pendek kultur sehingga harus dilakukan dengan memindahkan secara berkala
jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru. Teknik ini
memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa teknik penyimpanan
sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka pendek atau menengah
dan biasanya tidak sesuai untuk penyimpanan jangka panjang (Sugiawan, 2000).
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kultur bermutu bagus yaitu kultur
harus seragam, tidak terkontaminasi, jumlah dan viabilitas sel relatif tinggi.
Sejumlah faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pengawetan kultur
dengan metode pendinginan dan pembekuan adalah kecepatan pembekuan, suhu
akhir pembekuan, dan tipe serta keadaan fisiologis bahan yang akan disimpan.
Jika pembekuan terlalu lambat maka sel terlalu terdehidrasi sehingga konsentrasi
zat elektrolit dalam sel menjadi tinggi. Jika pembekuan terlalu cepat maka sel
kurang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi es intraseluler yang bersifat
letal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyimpanan kultur dalam gliserol (media SB) yang disimpan di
refrigerator selama 7 hari menunjukkan aktivitas kultur tinggi. Tetapi tidak
dengan kultur di refrigerator. Penyimpanan dalam media PDB di freezer terbentuk
kekeruhan terbanyak dibanding refrigerator. Begitu pula dengan penyimpanan
dalam alginat (media SB) yang disimpan di refrigerator terdapat aktivitas yang
tinggi. Kultur yang disimpan di refrigerator tidak menunjukkan aktivitas. Kultur
dalam media PDB dengan perlakuan alginat yang disimpan di freezer
menunjukkan hasil positif paling banyak dibanding disimpan di refrigerator.
Penyimpanan kultur (manik-manik) media SB yang disimpan di
refrigerator terdapat aktivitas kultur hanya kelompok 3. Sedangkan kultur yang
disimpan di refrigerator tidak terdapat aktivitas kultur. Media PDB di freezer
maupun refrigerator terbentuk kekeruhan paling banyak dibanding perlakuan
gliserol dan alginat. Dari hasil pengamatan imobilisasi gliserol, manik-manik, dan
alginat. Perlakuan dengan manik-manik lebih baik viabilitasnya, karena manik-
manik mampu melindungi kultur yang terdapat pada rongga manik-manik.
Faktor yang mempengaruhi pengawetan kultur dengan metode
pendinginan dan pembekuan adalah kecepatan pembekuan, suhu akhir
pembekuan, dan tipe serta keadaan fisiologis bahan yang akan disimpan. Jika
pembekuan terlalu lambat maka sel kultur terlalu terdehidrasi sehingga
konsentrasi zat elektrolit dalam sel tinggi. Jika pembekuan terlalu cepat maka sel
kurang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi es intraseluler yang bersifat
letal. Hal yang harus diperhatikan agar kultur bermutu bagus yaitu kultur harus
seragam, tidak terkontaminasi, jumlah dan viabilitas sel relatif tinggi.
4.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengawetan kultur, analis harus menguji
secara aseptis sehingga tidak menghambat pertumbuhan kultur. Selain itu
seharusnya dilakukan uji secara kuantitatif untuk mengetahui seberapa banyak
kultur yang aktif pada medium.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pabrik Gliserol dari CPO dengan Proses Continuous Fat Splitting.
Tugas Akhir. ITS.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton.2007. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Leben, C. and J. P. Sleesman. 1982. Preservation of plant pathogen bacteria on
silica gel. Plant Disease 66:327 AgroBio 4(1):24-32. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
Machmud M.2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Buletin
AgroBio 4(1):24-32. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan,
Bogor.
Indriati, M. 2009. Karakteristik Mikrobiologis Kultur Starter Bakteri Indigenous
Dadih Susu Kerbau Dengan Sinbiotik Terenkapsulasi dalam Bentuk
Granul. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Uji Viabilitas
Gambar 1. Kultur dalam media SB siap disimpan di freezer dan refrigerator
Gambar 2. Kultur dalam media PDB siap disimpan di freezer dan refrigerator
Gambar 3. Hasil Pengamatan kultur dalam media SB yang disimpan di
freezer dan refrigerator
Gambar 4. Hasil Pengamatan kultur dalam media PDB yang disimpan di
freezer dan refrigerator