lapak histopatologi (1).docx
TRANSCRIPT
ANALISIS HISTOPATOLOGI PENGARUH PAPARAN PESTISIDA TERHADAP INSANG, HEPAR, REN, INTESTINUM PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)
Siti Sopiah, Gilang Nurhadiansyah, Yulihda Fikrie Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Email : [email protected]
Abstrak
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemaparan pestisida terhadap kondisi insang, hati , ginjal dan saluran pencernaan usus, juga untuk mengetahui seberapa besar kerusakan yang terjadi pada organ organ tersebut. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, gedung dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Dari penelitian ini dapat di ketahuai organ yang paling mengalami kerusakan adalah insang, karena insang merupakan organ yang berperan dalam proses osmoregulasi dan organ bagian luar yang berhubungan langsung dengan lingkungan yang terpapar bahan toksik.
Kata kunci : Histopatologi, ikan Mas, Pestisida
Abstract
Histopatologi is a branch of the biology that studies the condition and function tissue in conjunction with disease. This report aims to review the influence of exposure to situations gills pesticides, hearts, kidneys and alimentary canal intestinal, also determine how much the destruction in the organs. This research located in the laboratory resource management waters, the deanery faculty fisheries and marine science, padjadjaran university. From the study can be know organ most damaged is gills , because gills is organ participate in the process osmoregulation and organs the outside that directly touch with the environment exposed to material toxic.
Keywords: Histopatologi , Carp , Pesticides
PENDAHULUAN
Histopatologi adalah cabang biologi
yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan
penyakit. Histopatologi sangat penting dalam
kaitan dengan diagnosis penyakit karena
salah satu pertimbangan dalam penegakan
diagnosis adalah melalui hasil pengamatan
terhadap jaringan yang diduga terganggu.
Jaringan merupakan sekumpulan sel yang
tersimpan dalam suatu kerangka struktur
atau matriks yang mempunyai suatu
kesatuan organisasi yang mampu
mempertahankan keutuhan dan
penyesuaian terhadap lingkungan diluar
batas dirinya (Bavelander 1998). Prasyarat
untuk mendapatkan histopatologi dan
histokimia yang tepat dapat diperoleh
dengan mengamati preparat dibawah
mikroskop elektron. Preparat dari histopat
1
mempunyai tanda spesifik yang terlihat
dari jaringan sel dan struktur jaringan
akibat serangan patogenisitas. Prosedur
dari aplikasi histopatologi organ udang
atau ikan yang terinfeksi adalah
mempunyai dasar dari metode histologi
(Eg hofman 1961, Stohr et, 1963; Voss
1964 dalam Scaperclause, 1992).
Hipoplasia adalah penurunan jumlah
sel yang nyata dalam jaringan yang
mengakibatkan penurunan jaringan atau
organ, akibatnya organ tersebut menjadi
kerdil. Hipoplasia dapat juga mengenai
semua bagian tubuh, dapat mengenai salah
satu dari sepasang organ atau bahkan dapat
mengenai kedua organ yang berpasangan.
(Zainal, 2010)
Hiperplasia adalah bertambahnya
jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ
sehingga jaringan atau organ menjadi lebih
besar ukurannya dari normal. Hiperplasia
dapat dikelompokkan menjadi fisiologik
dan patologik. Hiperplasia fisiologis terjadi
karena sebab yang fisiologi atau normal
dalam tubuh. Hiperplasia patologik
disebabkan oleh stimulus hormonal yang
berlebihan atau efek berlebihan dari
hormone pertumbuhan pada sel sasaran.
Hiperplasia patologik dapat berkembang
menjadi tumor ganas.
Necrosis menggambarkan keadaan
dimana terjadi penurunan aktivitas jaringan
yang ditandai dengan hilangnya beberapa
bagian sel satu demi satu dari satu jaringan
sehingga dalam waktu yang tidak lama
akan mengalami kematian. (Takashima
dan Hibiya 1995). Atrofi merupakan suatu
keadaaan yang tidak wajar dimana jumlah
dan volume sel berada di bawah normal
dan garis luar sel menjadi tidak dapat
dibedakan bahkan sering kali nucleus
menjadi kecil bahkan hilang sama sekali
sehingga dapat mengakibatkan kematian
sel (Takashima dan Hibiya 1995).
Edema merupakan suatu kondisi
dimana meningkatnya jumlah cairan dalam
kopartemen jaringan interseluler. Edema
terjadi pada jaringan ikat longgar (sub
kutis) dan rongga-rongga badan (rongga
perut dan di dalam paru-paru). Umumnya
edema akan disertai radang yang dapat
diketahui dari infiltrasi sel-sel radang
sebagai reaksi pertahanan. (Underwood
1992). Penyebab dari edema adalah
meningkatnya tekanan hidrostatik intra
vaskula menimbulkan perembesan cairan
plasma darah keluar dan masuk ke dalam
ruang interstisium. Ikan mas merupakan
ikan yang bersifat reaktif dilihat dari
responnya terhadap perubahan lingkungan
khusunya pencemaran logam berat.
Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemaparan logam
merkuri terhadap kondisi insang, hati ,
ginjal dan saluran pencernaan insang. Juga
untuk mengetahui seberapa besar kerukan
2
yang terjadi pada organ organ tersebut.
Sehingga diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan informasi bagi
masyarakat mengenai pengaruh logam
berat terhadap kehidupan ikan.
DATA DAN PENDEKATAN
Penelitian mengenai “Pengamatan
Preparat Histopatologi” dilakukan pada
hari Rabu 25 November 2015 dan
bertempat di Laboratorium Manajemen
Sumberdaya Perairan, gedung dekanat
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Padjadjaran.
Alat yang digunakan adalah
mikroskop binokuler untuk membantu
mengamati preparat histopatologi, minyak
imersi, dan atlas “histopatologi ikan”.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
preparat histopatologi insang, ginjal, hati,
dan usus ikan mas akibat pemaparan
pestisida dan kontrol (tanpa pemaparan
bahan toksik).
Pada penelitian preparat
Histopatologi ini hanya dilakukan
pengamatan preparat histopatologi yang
sebelumnya telah disiapkan. Analisis data
pengamatan histopatologi dilakukan
dengan cara mengamati sampel jaringan
yang berupa preparat histologi [(insang
(gill), ginjal (kidney), hati (hepar), dan
usus (Intestine)] normal dan patologis
menggunakan mikroskop kemudian
mambandingkan perbedaannya meliputi
parameter warna, ukuran, ada tidaknya
neukrosis/tanda, dan karakter khusus
lainnya. Perbedaan antara organ kontrol
dengan organ patologis terlihat jelas
dengan menggunakan analisis histologi.
Organ yang tercemar telah mengalami
perubahan-perubahan atau kerusakan-
kerusakan pada jaringan organ tersebut
dilihat secara kasat mata melalui
mikroskop.
Pemaparan bahan toksik dapat dilihat
dari tanda-tanda seperti warna, ukuran
sampel dan sebagainya. Jika terdapat bintik
hitam maka dipastikan sampel tersebut
terkena necrosis akibat pemaparan bahan
toksik. Pada sampel terdapat pembesaran
sel maka sampel tersebut terkena
hyperplasi akibat pemaparan bahan toksik
dan jika pada sampel terdapat penyempitan
sel maka dipastikan sampel tersebut
terkena hipoplasia akibat pemaparan bahan
toksik
HASIL DAN DISKUSI
Berdasarkan hasil pengamatan
histopatologi yang diperoleh dengan
membandingkan organ kontrol dan organ
patologis dan pemaparan yang diakibatkan
oleh Peptisida dan Pb (Timbal)
mengakibatkan perubahan histologi dan
perubahan fisik pada organ ikan.
3
Kondisi Histologi Organ yang Terpapar
Pestisida
1. Organ Insang
Tabel 1. Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi Organ InsangParameter Kontrol PatologisWarna Merah HitamUkuran Normal MengecilTanda Hitam (Nekrosis)
Tidak ada
Ada
Karakter Khusus
Lamela masih utuh
Lamela RusakAda Edema
Berdasarkan insang yang diamati,
terdapat perbedaan antara kontrol dengan
patologis. Pada kontrol, insang terlihat
merah, ukurannya normal, tidak ada tanda
hitam (neucrosis), dan lamelanya masih
utuh. Hal ini karena insang ikan mas belum
terpapar oleh bahan toksik. Sedangkan
pada ptologis, insang terlihat berwarna
hitam, ukurannya mengecil, terdapat tanda
hitam, lamelanya rusak dan terdapat
edema. Hal ini dikarenakan adanya
pemaparan pemaparan bahan toksik berupa
logam berat, pestisida maupun unsur –
unsur kimia lainnya (Robert 1989) dan
terjadi karena peningkatan permeabilitas
yang di sebabkan oleh kontak yang terlalu
lama dengan logam (Mohammed 2009).
Akibat dari pemaparan tersebut adalah
adanya kerusakan jaringan insang atau
bahkan kematian jaringan. Fungsi jaringan
menjadi tidak normal dan menganggu
proses respirasi, mengakibatkan gangguan
pernafasan dan menyebabkan kematian
(Darmono 2006).
Bahan toksik dapat menyebabkan
iritasi pada epithelium. Diduga terjadinya
iritasi jaringan epitel disebabkan karena
toksikan masuk ke dalam ruang sel dan
bersentuhan dengan jaringan epitel
tersebut. Terjadinya iritasi jaringan epitel
menyebabkan terganggunya sistem
transportasi ATP bebas dan membuat sel
tidak mampu memompa ion natrium
dengan cukup sehingga ion-ion natrium
terakumulasi di dalam sel. Kenaikan
konsentrasi ion natrium di dalam sel
mengakibatkan influks air ke dalam sel
sehingga terjadi oedema (Aryani 2004).
Patologis oedema akan berkembang
menjadi hiperplasia. Hiperplasia terjadi
karena banyaknya sel yang mengalami
kerusakan atau kematian sehingga
mengakibatkan terjadinya proliferasi sel
untuk menggantikan sel yang mengalami
kerusakan (Purwanti 2006). Adanya
proliferasi sel ini menyebabkan bersatunya
dua lamela yang berdekatan (Caturi 2005).
2. Organ Hati
Tabel 2. Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi Organ Hati
Parameter Kontrol Patologis
Warna Merah Merah TuaUkuran Normal Membesar
Tanda Hitam(Nekrosis)
Tidak ada
Ada
Karakter Khusus
Tidak ada
Terdapat Edema
4
Berdasarkan organ hati yang di
amati, organ hati pada kontrol berwarna
merah, ukurannya normal, tidak ada tanda
hitam (nekrosis) dan vakuolanya normal.
Hal ini di karenakan pada kontrol belum
ada pemaparan bahan toksik, jadi kondisi
hati masih normal. Sedangkan pada
patologis warna hati merah tua, ukuran hati
membesar (terjadi hyperplasia), terdapat
nekrosis dan edema, dan vakuolanya rusak.
Hal ini di karenakan pemaparan bahan
toksik menyebabkan kerusakan organ hati.
Perubahan struktur jaringan sel hati
yang disebabkan oleh zat kimia yang
bersifat racun antara lain perlemakan hati,
nekrosis dan sirosis. Necrosis
menggambarkan keadaan dimana terjadi
penurunan aktivitas jaringan yang ditandai
dengan hilangnya beberapa bagian sel satu
demi satu dari satu jaringan sehingga
dalam waktu yang tidak lama akan
mengalami kematian. Bridging nekrosis
terjadi karena pembengkakan sel yang
terus berlanjut karena zat toksik yang
terakumulasi dalam tubuh orgnisme.
Pembengkakan sel hati ditandai dengan
adanya vakuola (ruang-rusng kosong)
akibat hepatosit membengkak yang
menyebakan sinusoid menyempit,
sitoplasma tampak keruh. Hal tersebut
sangat berbeda dengan struktur jaringan
hati yang normal yang menunjukkan
hepatosit terlihat jelas, inti bulat letaknya
sentralis dan sinusoid tampak jelas, dan
vena sentralis sebagai pusat lobulus
tampak berbentuk bulat dan kosong.
Pembengkakan sel terjadi karena muatan
elektolit di luar dan di dalam sel berada
dalam keadaan tidak setimbang.
Ketidakstabilan sel dalam memompa ion
Na+ keluar dari sel menyebabkan
peningkatan masuknya cairan dari
ektraseluler kedalam sel sehingga sel tidak
mampu memompa ion natrium yang
cukup. Hal ini akan menyebabkan sel
membengkak sehingga sel akan kehilangan
integritas membrannya. Sel akan
mengeluarkan materi sel keluar dari
kemudian akan terjadi kematian sel
(nekrosis). Pembengkakan sel atau
degenerasi vakuola bersifat reversibel
sehingga apabila paparan zat toksik tidak
berlanjut maka sel dapat kembali normal.
Namun jika pengaruh zat toksik
berlangsung lama maka sel tidak dapat
mentolerir kerusakan yang diakibatkan
oleh zat toksik tersebut.
3. Organ GinjalTabel 3. Pengamatan Preparat Analisis
Histopatologi Organ GinjalParameter Kontrol Patologis
Warna Ungu MerahUkuran Normal MembesarTanda Hitam (Nekrosis)
Ada Ada
Karakter Khusus
Jaringan rusak
Terdapat Edema
Pengamatan ginjal ikan mas pada
kontrol menunjukkan ginjal ikan yang 5
berwarna Ungu, ukurannya normal, dan
tidak ada nekrosis. Sedangkan pada oragan
ginjal yang telah terpapar bahan toksik
menyebabkan ginjal berwarna merah,
ukurannya membesar, terdapat nekrosis
dan juga edema.
Necrosis terjadi karena denaturasi
protein plasma dan pemecahan organo sel.
Sebelum terjadi hyperplasia ginjal
mengalami penambahan jumlah volume
akibat adanya penyumbatan antara
permukaan glomerulus, selanjutnya
kerusakan yang terjadi adalah hyperplasia
yaitu pertambahan ukuran yang dimana
karena mengalami penyumbatan akibat
masuknya bahan toksis kedalam ginjal.
Ukuran yang besar pada ginjal patologis
terjadi karena akumulasi logam pb yang
memasuki ginjal sehingga karena hal
tersebutlah ukuran dari ginjal semakin
membesar apabila dibandingkan dengan
ginjal kontrol. Hal ini disebabkan oleh
pemaparan bahan toksik sehingga terjadi
perubahan fisiologis dari seluruh organ
tubuh yang diamati.
4. Organ Usus
Tabel 4. Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi Organ Usus
Parameter Kontrol PatologisWarna Merah Merah
MudaUkuran Normal MengecilTanda Hitam (Nekrosis)
Tidak ada Ada
Karakter Khusus
Normal Terdapat Edema
Perbedaan usus kontrol dengan usus
patologis terlihat dari warnanya, pada usus
kontrol terlihat usus berwarna merah
sedangkan usus patologis berwarna merah
muda. Ukuran usus yang awalnya
berukuran normal menjadi lebih kecil atau
biasa disebut hypoplasia. Selain terlihat
dari warna dan ukurannya terlihat pula dari
ada tidaknya tanda hitam pada usus. Pada
usus kontrol tidak terlihat tanda hitam
sedangkan pada patologisnya terlihat
tanda berwarna hitam.
Organ usus merupakan organ yang
menjadi tempat penyerapan sari-sari
makanan. Adanya kerusakan pada usus
tidak akan menyebabkan kematian, tetapi
dapat mengganggu penyerapan sari-sari
makanan yang terjadi di usus sehingga
ikan akan mengalami defisiensi nutrisi
(Susanto, 2008). Pada pengamatan preparat
usus terlihat perubahan struktur jaringan
pada usus ikan. Perubahan struktur
jaringan pada usus ditandai dengan
terlihatnya kerusakan sejumlah sel pada
vili-vili usus, warna terlihat pucat, adanya
pembengkakan pada jaringan yang di
akibatkan iritasi awal sebelum terjadinya
kematian sel dan adanya perubahan yang
signifikan terjadi dimana permukaan
menjadi lebih renggang pada bagian
tengah gambar tersebut.
5. Kondisi Histologi Organ Insang dan
Ginjal yang Terpapar Pb (Timbal)
6
Tabel 5. Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi Organ Insang Terpapar logam berat Pb
Parameter PatologisGinjal Insang
Warna Merah muda
Merah hitam
Ukuran Membesar MembesarTanda Hitam (Nekrosis)
Ada Ada
Karakter Khusus
Terdapat Edema
Terdapat edema
Pada organ ginjal yang terpapar
logam berat Pb berwarna merah muda,
ukurannya membesar, terdapat nekrosis
dan juga edema. Pada organ insang
berwarna merah kehitaman, ukurannya
membesar, terdapat nekrosis serta edema.
Necrosis terjadi karena denaturasi protein
plasma dan pemecahan organo sel.
Sebelum terjadi hyperplasia ginjal
mengalami penambahan jumlah volume
akibat adanya penyumbatan antara
permukaan glomerulus, selanjutnya
kerusakan yang terjadi adalah hyperplasia
yaitu pertambahan ukuran yang dimana
karena mengalami penyumbatan akibat
masuknya bahan toksis kedalam ginjal.
Edema adalah pembengkakan sel yang
disebabkan oleh berlebihnya cairan pada
jaringan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh,
dapat diketahui bahwa organ-organ ikan
yang terpapar bahan toksik menyebabkan
organ tersebut mengalami kerusakan
jaringan. Organ yang paling mengalami
kerusakan adalah insang, karena insang
merupakan organ yang berperan dalam
proses osmoregulasi dan organ bagian luar
yang berhubungan langsung dengan
lingkungan yang terpapar bahan toksik.
DAFTAR PUSTAKA
Asniatih., M. Idris. Dan sabilu K. 2013. Studi Histopatologi pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo
Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Darmono .1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : Penerbit UI Press
Connel, W.D dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Mohamed, F. A. S. 2009. “Histopathological Studies on Tilapia zillii and Solea vulgaris from Lake Qarun, Egypt”. World Journal of Fish and Marine Sciences 1 (1): 29-39, 2009
LAMPIRAN
7
Lampiran 1. Hasil Dokumentasi Praktikum
Gambar 1. Insang ikan mas (Patologis) Gambar 2. Insang ikan mas (Kontrol)
Gambar 3. Intestinum (Patologis) Gambar 4. Intestinum (Kontrol)
Gambar 5. Ginjal (penelitian) Gambar 6. Insang (penelitian)
8
Gambar 7. Hati (Patologis) Gambar 8. Hati (Kontrol)
Gambar 9. Ren (Kontrol) Gambar 10. Ren (Patologis)
Lampiran 2. Prosedur Praktikum
9
Membandingkan perbedaan keduanya berdasarkan parameter warna, ukuran, ada tidaknya neukrosis/tanda, dll.
Preparat histologi organ hewan uji (kontrol dan patogen) di dokumtasikan.
Mengamati preparat histologi organ insang, ginjal, hati, dan usus ikan uji normal dan yang telah diberi pemaparan bahan toksik.