lapkas angga

Upload: angga

Post on 09-Jan-2016

229 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lapkas anestesi

TRANSCRIPT

57

LAPORAN KASUSANESTESI PADA PASIEN MALFORMASI ANOREKTAL DENGAN OPERASI ANOPLASTY

Dicky Angga10310104

PEMBIMBING

dr. H. Nano Sukarno, Sp. Andr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC., M.Kesdr. Andika Chandra Putri, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BAGIAN SMF ANESTESIOLOGIDAN REANIMASI RSUD DR SOEKARDJOTASIKMALAYA 2015

A. IDENTITAS PASIENNama: By. Ny. PUmur : 5 Hari Jenis Kelamin: Perempuan Alamat:Tamansari, Tasikmalaya. Tanggal Masuk RS: 13 Agustus 2015 No. CM: 15295801Dokter Anestesi: dr. Andika Chandra Putri, Sp. AnDokter Bedah : dr. Toha SpB / dr. Budi

B. PERSIAPAN PRE-OPERASI1. Anamnesaa. A (Alergy)Terdapat alergi terhadap cuaca (-), alergi makanan (-), alergi obat (-). b. M (Medication)Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu. c. P (Past Medical History)Riwayat asthma (-), penyakit yang sama dan riwayat operasi sebelumnya (-)d. L (Last Meal)Pasien sebelum operasi puasa selama 2 jam

e. E (Elicit History)Os datang ke RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya pada tanggal 8 Agustus 2015 dengan keluhan tidak ada anus. Ibu mengatakan anaknya sejak lahir taggal 7 Agustus pukul 23.00 yang ditolong bidan desa setempat dengan persalinan spontan, dengan berat badan 3300 gram namun setelah kelahiran dan diperiksa ternyata bayi tidak mempunyai anus. Bayi tampak kembung dan rewel. Keesokan harinya pihak keluarga membawa ke dokter spesialis anak lalu dokterpun merujuk ke rumah sakit.

2. Pemeriksaan FisikTanggal Periksa : 12 Agustus 2015 Dirawat di : Ruang 3A

Vital sign a. KU: Tampak sakit sedangb. Kesadaran : Compos mentisc. TD: Tidak dilakukan d. Nadi: 110 x / menite. Respirasi: 38 x / menitf. Suhu : 36,6 0 C

Status GeneralisataBerat badan : 3300 gram Kepala Kepala Bentuk dan ukuran: Normocephali Mata Palpebra : Tidak cekung Konjungtiva: Anemis ( - ) / ( - ) Sklera: Ikterik ( - ) / ( - ) Pupil: Refleks cahaya ( + ) / ( + ), Pupil Isokor dextra = sinistra Hidung Pernapasan cuping hidung: ( - ) Sekret `: ( - ) Mukosa hiperemis: ( - )

Telinga Nyeri tekan tragus : ( - ) / ( - ) Auricula :Tidak tampak kelainan Meatus acusticus eksternus: ( + ) / ( + ) Mulut Bibir: Mukosa bibir basah, Sianosis ( - ) Palatum: Celah palatum (+) Leher KGB: Pembesaran ( - ) / ( - ) Thoraks Inspeksi :Bentuk gerak simetris dextra=sinistra Rektraksi supraclavicula ( - ) / ( - ), Retraksi intercostalis ( - ) / ( - ), Retraksi subcostalis ( - ) / ( - ) dan Retraksi epigastrium ( - ) Palpasi : Teraba pergerakan dinding dada simetris Perkusi : Tidak dilakukan Auskultasi: Vesiculer breathing sound ( + ) / ( +), Weezhing ( - ) / ( - ), Ronki ( - ) / ( - ), Bunyi Jantung I, II regular, Gallop (-), Mur-Mur (-) Abdomen Inspeksi : Bentuk cembung Auskultasi: Bising usus ( + ) meningkat Palpasi : Defance muscular ( - ), lembut, cembung. Perkusi : Tympani

Hepar dan Lien Palpasi : Tidak teraba

Ekstremitas Edema: Ekstremitas atas dan bawah ( - ) Jari-jari: Normal, akral sianosis ( - ) Capillary Refill Time: Kurang dari 2 detik Akral hangat pada semua ektremitas3. Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik(Tanggal 12 08 - 2015)

Jenis pemeriksaanHasilNilai NormalSatuanMetode

Hematologi

H13Jumlah Eritrosit4,9P:4,0-5,5 L:4,5-6,0Juta/mm3Auto Analizer

Golongan DarahOSlide Test

RhesuspositifSlide Test

H01Hemoglobin16,9P: 12-16; L: 14-18g/dlAuto Analyzer

H14Hematokrit44P: 35-45; L: 40-50%Auto Analyzer

H15Jml Leukosit112005.000-10.000/mm3Auto Analyzer

H22Jml Trombosit265.000150.000-350.000/mm3Auto Analyzer

E48Laju Endap Darah19/32P= < 20; L= 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.

2.7 Manifestasi Klinis. Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa : 1. Perut kembung. 2. Muntah. 3. Tidak bisa buang air besar. 4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada .Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler. Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah :

1. Kelainan kardiovaskuler. Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. 2. Kelainan gastrointestinal. Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%). 3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis. Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 4. Kelainan traktus genitourinarius. Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).

2.8 Diagnosa Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan : a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir. b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula. c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah. Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan cara: 1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila : a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu. Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus. Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007). Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007). Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) .

2.9 PenatalaksanaanPenatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada : a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP). b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus. c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion. d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan vital ke vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.

2.10 prognosis Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur.Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief Said A., Suryadi Kartini A., Dahlan M. Ruswan. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. 2002. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Jakarta.2. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik . Edisi 10 EGC Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta3. Dr. H. Soerasdi Erasmus, Sp.An, KIC, KMN; M. Dwi Satriyanto, dr, Sp.An, M.Kes, Susanto Edi. Obat Obat Anesthesia Sehari hari. 4. Arvin, Behrman K. 2003. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 5. Nicola Somerville, Fenlon Stephen. Anaesthesia for cleft palate surgery.2005.OxfordJournals.Diambildari http://ceaccp.oxfordjournals.org6. Morgan Mikhail MS, Maged SM. Clinical Anestesiologi, Four Edition, lange medical book/McGraw-Hill. USA. 2006.7. Langman, J., Sadler, T.W.: Langmans Medical Embryology. 6thedn., Williams & Wilkins, London. 1990; 255-259, 268-269,283-284.