lapkas chf.docx
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Boni
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58tahun
Alamat : jl tipar timur.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Kawin/ janda
Agama : Islam
MRS : 1 november 2013
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas yang semakin berat 3 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 3 hari SMRS os mengeluh sesak napas yang bertambah berat. Sudah
3 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada meskipun
os beristirahat pada hari ke 3 os tidak bisa untuk bergerak sama sekali. Os tidak
bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring. Sesak tidak
dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Mengi (-). Nyeri dada (-). Batuk (+), tidak
berdahak, tidak berdarah. Sembab pergelangan kaki dan kaki (-). Demam (-).
BAK sudah 3 hari ini sulit. BAB biasa.. os mengaku kaki dan tanganya ini
semankin membengkak sudah ada 3hari
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi
Riwayat DM tidak terkontrol.
Riwayat nyeri dada disangkal.
1
Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal.
Riwayat Alergi
Os menyangkal punya alergi oabat maupun makanan
Riwayat Kebiasaan
Os tidak menjaga makananya senang yang asin-asin dan manis-manis
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Dikeluarga kakanya menderita hypertensi juga
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita sudah menikah tp bercerai hidup seorang diri. Penderita tidak bekerja
(Ibu Rumah Tangga). Status sosial ekonomi kurang.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 131 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 31 kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 147 cm
IMT : 40
(1,47)2
: 18,51
2
: BB kurang
Status Generalis
Kepala : Normocephal, simetris, rambut hitam kering, distribusi merata, tidak
mudah rontok.
Mata : Alis mata madarosis (-), bulu mata rontok (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+), d= 2 mm/2mm, isokor kanan-kiri.
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), pergerakan mata
kesegala arah baik.
Kulit : Kulit warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
pucat pada telapak tangan dan kaki (-).
KGB : Tidak ada pembesaran KGB pada daerah submandibula, supraclavicula,
infraclavicula, axilla, inguinal serta tidak ada nyeri penekanan
Hidung : Normonasi, hidung bagian luar tidak ada kelainan, pernafasan cuping
hidung (-) Deviasi septum (-), sekret (-/-), rinorrhea (-/-), polip nasal (-), nyeri
tekan (-)
Telinga : Normotia, membran timpani intak, nyeri tekan processus mastoideus
(-/-), otore (-/-), darah (-/-), pendengaran baik.
Mulut : Bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa mulut lembab, lidah tidak kotor
dan tremor, faring tidak hiperemis, T1/T1
gigi geligi tidak lengkap :
Rahang Atas : dentes molaris III, II, I decidui (-)/(-) sinistra dan dextra
Rahang Bawah : dentes molaris permanentes III,II (-)/(-) sinistra dan
dextra
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-),JVP ( 5-2 ) cmH2O
3
THORAX
Paru-Paru
-Inspeksi : Pernafasan abdomino-torakal, gerakan dinding paru saat bernafas
simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu pernafasan (-), bekas
operasi (-), bekas trauma (-)
-Palpasi : Taktil fremitus simetris antara paru kiri dan kanan
-Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru-hepar setinggi ICS V linea
midclavicularis dextra
-Auskultasi : Vesikuler +/+ dikedua lapang paru, intensitas suara nafas
menguat, Ronkhi basah -/- , Ronkhi kering -/-, wheezing -/-
Paru
Inspeksi : Pernafasan abdomino-torakal, dispneu (+) orthopneu(+) gerakan
dinding paru saat bernafas simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu
pernafasan (-), bekas operasi (-), bekas trauma (-)
Palpasi : Taktil fremitus simetris antara paru kiri dan kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : - suara nafas vesikuler
- intesitas suara normal
- suara nafas tambahan:
o rongki (+) rongki basah ,intesitas sedang, nyaring,
lokasi semua lapang kedua paru
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis ada pada ICS V di sebelah medial linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : - Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra- Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra- Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra- Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
4
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler
HR 130 x/ menit regular
Murmur (-)
Gallop (+)
ABDOMEN
I : Datar, venektasi (-), caput medusa (-), tonjolan (-), bekas operasi
(-),
P : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), terlokalisir, nyeri tekan
abdomen (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-), rebound
sign (-).
P : Timpani pada 4 kuadran abdomen, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) pada seluruh kuadran abdomen 5 x/menit
UROGENITALIA
Inspeksi : Datar, tidak tampak suatu penonjolan
Palpasi : Ballotement (-)
Perkusi : Redup, nyeri ketok (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (+), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-)
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,
telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat
(-), edema pretibia dan pergelangan kaki (+). Luka
gangreng
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 1 november 2013
Hasil Pemeriksaan Hematologi
No Pemeriksaan Hasil
1 Hemoglobin 11,3 g/dl
2 Hematokrit 34,6 vol%
3 Leukosit 30300/mm3
4 Laju Endap Darah 9 mm/jam
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik
No Pemeriksaan Hasil
1 Ureum 51 mg/dl
2 Kreatinin 1.3 mg/dl
3 Natrium 140 mmol/l
4 Kalium 3,1 mmol/l
6
Resume
Os datang dengan gejala dypsneu 3 hari smrs dypsneu makin memberat pada hari
ketiga, edema anasarka, ronki basah sedang di apex, oliguria
Daftar masalah
- CHF
Assesment
CHF
S : dypsneu cepat lelah jalan sedikit merasa cape
O : TTV: N 130x/menit R : 30x/menit Td: 140/100 mmhg
Thorax
Inspeksi : dispneu (+) orthopneu(+)
Auskultasi : suara nafas tambahan:
rongki (+) rongki basah ,intesitas sedang,
nyaring, lokasi semua lapang kedua paru
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis ada pada ICS V di sebelah medial linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : - Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra- Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis
Dextra- Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra- Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis
Sinistra
Auskultasi :HR 130 x/ menit regular, Gallop (+)
Ekstremitas atas dan bawah: - edema anasarka
A : CHF
P : Oksigen 2-3 liter
isdn 3x1
Lasix 3x1
Captopril 3x1
7
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang.
Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi
suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan -
perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang
tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung
atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan
edema paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung
kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang
sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat
menimbulkan berbagai tanda-tanda kongestif sebelum jantung sempat
mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal
jantung kongestif akut (Dumitru, I., 2010).
3.2 Epidemiologi
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit,
4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan
2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung
umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi
menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar
0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74
tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak
dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam
4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih
dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan
550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan
8
oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang
pasti (Maggioni, A., 2005).
3.3 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju
penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan
di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung
katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit
untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang
terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham
Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27%
pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan
faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung
(Rodeheffer, R., 2005).
Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan
gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal
jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi
yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung (Jackson, G., 2000).
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif
9
dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana
terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel
kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat
seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan
(autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai
dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi
septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta
(kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan
kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan
dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat
pengisian ventrikel (Rodeheffer, R., 2005).
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi
mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan
(Rodeheffer, R., 2005).
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3%
dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi
tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
10
seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
3.4 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan
New York Heart Association (Santoso, A., 2007). Klasifikasi berdasarkan
Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
Derajat I : Tanpa gagal jantung
Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop
dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik
90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis).
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang
berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
11
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas
(warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Pembahagian menurut New York Heart Association adalah berdasarkan
fungsional jantung yaitu:
Kelas 1 : Penderita dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas 2 : Penderita tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 3: Penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
Kelas 4 : Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun
dan harus tirah baring
12
3.5 Patogenesis
13
3.6 Manifestasi Klinis
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin –
Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat
terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi
ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks.
14
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron
(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA
menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat
saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan
sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada
disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide
yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung,
ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di
atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide
terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan
15
bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron
dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan
oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang
poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan
derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal
pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung
memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung
sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski
dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)
Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme
Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama melakukan aktivitas (paling sering), saat istirahat, atau saat tidur, yang mungkin datang tiba-tiba dan membangunkan. Pasien sering mengalami kesulitan bernapas sambil berbaring datar dan mungkin perlu untuk menopang tubuh bagian atas dan kepala di dua bantal. Pasien
Darah dikatakan “backs up” di pembuluh darah paru (pembuluh darah yang kembali dari paru ke jantung) karena jantung tidak dapat mengkompensasi suplai darah.Hal ini menyebabkan cairan bocor ke paru-paru.
16
sering mengeluh bangun lelah atau merasa cemas dan gelisah.
Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang menghasilkan lendir darah-diwarnai putih atau pink.
Cairan menumpuk di paru-paru (lihat di atas).
Penumpukan kelebihan cairan dalam jaringan tubuh (edema)
Bengkak pada pergelangan kaki, kaki atau perut atau penambahan berat badan.
Aliran darah dari jantung yang melambat tertahan dan menyebabkan cairan untuk menumpuk dalam jaringan. Ginjal kurang mampu membuang natrium dan air, juga menyebabkan retensi cairan di dalam jaringan.
Kelelahan Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan dengan kegiatan sehari-hari, seperti belanja, naik tangga, membawa belanjaan atau berjalan.
Jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.
Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau sakit perut.
Sistem pencernaan menerima darah yang kurang, menyebabkan masalah dengan pencernaan.
Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori dan perasaan menjadi disorientasi.
Perubahan pada tingkat zat tertentu dalam darah, seperti sodium, dapat menyebabkan kebingungan.
Peningkatan denyut jantung Jantung berdebar-debar, yang merasa seperti jantung Anda
Untuk "menebus" kerugian dalam memompa kapasitas,
17
balap atau berdenyut. jantung berdetak lebih cepat.
( American Heart Association, 2011)
Gambar menunjukkan gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti
Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria
utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.
18
Kriteria Mayor:
· Paroksismal nocturnal dyspnea
· Distensi vena pada leher
· Rales
· Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)
· Edema paru akut
· S3 ( Suara jantung ketiga )
· Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)
· Hepatojugular refluks
· Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan
Kriteria Minor:
· Bilateral ankle edema
· Batuk nokturnal
· Dyspnea pada aktivitas biasa
· Hepatomegali
· Efusi pleura
· Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam
· Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)
19
Daftat Pustaka
1. Ismail. Gagal jantung kongestif. [Online] 1 Mei 2009 [akses 10 September
2009]. Available from: URL: http://www.gagal -jantung-kongestif.co.id.html .
1. Brashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis
patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007. p53-5.
20