laporan akhir ekpd 2009 sulawesi tenggara - unhalu
DESCRIPTION
Dokumen Laporan Akhir EKPD 2009 Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Universitas HaluoleoTRANSCRIPT
Laporan Akhir EKPD 2009 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya
terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa
depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal
ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan
kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk
menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan
apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang
berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil
kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa
yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai
kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi
(DEKON).
.
1.2. Tujuan dan Keluaran
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) Tahun 2009 bertujuan untuk :
1. menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004-2008.
2. melihat apakah pembangunan daerah Sulawesi Tenggara telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan
manfaat dari pembangunan tersebut.
3. secara kuantitatif akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai
alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
Laporan Akhir EKPD 2009 2
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang
telah dilakukan sebelumnya.
4. memberikan rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi daerah Sulawesi
Tenggara guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk
penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi
(DEKON).
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Sulawesi Tenggara
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Sulawesi Tenggara sesuai sistematika yang telah ditentukan.
1.3. Metode Evaluasi Evaluasi kinerja Daerah (EKPD) menggunakan pendekatan diskripsi
kuantitatif, yaitu menjelaskan dan menggambarakan fenomena-fenomena
secara rinci dan jelas sesuai dengan fakta yang sesungguhnya dan dedukung
oleh data hasil pengamatan yang akurat. Dalam kegiatan EKPD ada beberapa
indicator kinerja yang menjadi focus kajian, yaitu indikator dampak (impacts)
yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya,
dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang
mencerminkan tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
(1) Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
(2) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
(3) Tingkat Pembangunan Ekonomi.
(4) Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
(5) Tingkat Kesejahteraan sosial.
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok
indikator hasil adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD 2009 3
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil
(outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan dikonversikan terlebih dahulu menjadi
(100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah
nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka
kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil
dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya).
Penilaian kinerja pembangunan daerah menggunakan pendekatan
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana
tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab
permasalahan utama/tantangan. Relevansi pembangunan daerah dilihat apakah
tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian
pembangunan nasional. Efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat
kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang
diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian
pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
pengumpulan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
1. Pengamatan langsung : Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai
subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial,
ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya
yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
2. Pengumpulan Data Primer : Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator
rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
3. Pengumpulan Data Sekunder : Data dan informasi yang telah tersedia pada
instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah terkait.
Laporan Akhir EKPD 2009 4
1.4. Sistimatika Penulisan Sistimatika penulisan laporan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Dearah 2009 disusun sebagai berikut ;
1. Sitematikan Penulisan Laporan Akhir
Kata Pengantar (ditandatangani oleh Rektor PTN)
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematikan Laporan Akhir
BAB II. HASIL EVALUASI
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1. Capaian Indikator
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1. Capaian Indikator
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1. Capaian Indikator
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN
LAMPIRAN
Laporan Akhir EKPD 2009 5
BAB II. HASIL EVALUASI
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Kawasan
Timur Indonesia berada dalam Wilayah Pulau Sulawesi. Posisi Provinsi Sulawesi
Tenggara cukup strategis, yaitu berada pada episentrum Kawasan Timur Indonesia
dan dilalui alur transportasi laut internasional antara Samudra Fasifik dan Samudra
India. Posisi strategis ini, secara geografis di dukung pula luas wilayah, yang
sebagian besar berupa lautan (maritim) sekitar 72 persen, dan sisanya berupa
wilayah daratan (kontinental). Wilayah maritim akan dikembangkan dengan
memanfaatkan sumberdaya kelautan secara optimal dengan tetap memperhatikan
konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan kelestarian
daya dukung lingkungan. Kekayaan laut dan budaya yang terkandung di dalam
wilayah maritim ke depan diharapkan akan dapat memberikan kontribusi pada
peningkatan kesejahteraan rakyat Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, wilayah daratan dikembangkan dengan memperhatikan
potensi yang telah ada, yaitu dengan mengembangkan sektor pertanian dalam arti
luas dengan menerapkan berbagai teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas serta pelestarian plasma nutfah. Pertanian, kelautan dan perikanan
sampai saat ini memberikan kontribusi terbesar pada nilai Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB), yang sekaligus membentuk struktur ekonomi Sulawesi
Tenggara.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara adalah jumlah pengangguran dan masyarakat miskin yang masih tinggi.
Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara secara absolut masih tergolong
cukup besar mencapai 23% sehingga upaya-upaya penanganan penduduk miskin ini
menjadi perhatian pemerintah. Terkait dengan penduduk miskin, pemerintah
memberikan perhatian yang besar, terutama terkait dengan upaya-upaya
peningkatan pendapatan melalui pengembangan kebijakan revitalisasi pertanian,
pengembangan infrastruktur dibidang pertanian, penyediaan modal, pemasaran,
penerapan teknologi dan pengembangan perdagangan dan industri yang berbasis
hasil-hasil pertanian. Kebijakan ini juga harus mewarnai kebijakan Pembangunan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, terutama pada upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat dan akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Laporan Akhir EKPD 2009 6
Pada tahun 2006 jumlah penduduk yang termasuk kategori Angkatan Kerja
sebanyak 924.763 jiwa, sedangkan jumlah Angkatan Kerja tersebut yang bekerja
sebanyak 835.322 jiwa dan yang sedang mencari pekerjaan sebanyak 89.441 jiwa
atau sekitar 9,67 % dari jumlah Angkatan Kerja. Angka ini menunjukkan bahwa
tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara masih relatif tinggi.
Permasalahan lain adalah ketersedian sarana infrastruktur jalan yang masih
terbatas. Pada tahun 2007, total panjang jalan di Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 7.785,62 Km yang terdiri dari Jalan Negara sepanjang 1.293,87 Km, Jalan
Provinsi sepanjang 488,80 Km, Jalan Kabupaten sepanjang 6.002,95 Km.
Berdasarkan peranannya, Jalan Negara dan Jalan Provinsi sepanjang 1.782,67 Km
terdiri dari Jalan Arteri sepanjang 434,31 Km, Jalan Kolektor-1 sepanjang 854,56 Km
dan serta Jalan Kolektor-2 sepanjang 488,80 Km. Permasalahan jalan yang utama
adalah terbatasnya jaringan jalan serta belum memadainya daya dukung dan
dimensi jalan sehingga kurang mampu mengimbangi pesatnya arus angkutan.
Demikian juga Permasalahan tranportasi laut yang ada belum memadai karena
belum lengkapnya prasarana pelabuhan dan kondisi angkutan lanjutan relatif yang
belum mendukung.
Masa depan Provinsi Sulawesi Tenggara akan sangat ditentukan oleh
kemampuan masyarakat dan aparatur daerah melihat dan mengemas berbagai
peluang pembangunan ke dalam rencana-rencana pembangunan, baik Rencana
Jangka Pendek, Rencana Jangka Menengah maupun Rencana Jangka Panjang.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya akan dihadapkan beberapa tantangan,
antara lain;
1). Di bidang kependudukan tantangan untama adalah pertumbuhan penduduk
yang menunjukkan adanya percepatan laju pertumbuhan penduduk yang cukup
signifikan, misalnya pada yang periode tahun 2005 – 2006 yang sebesar 2,10
persen, kondisi ini perlu mendapat perhatian kaitannya dengan upaya
peningkatan angka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara atau
dengan kata lain bagaimana menyeimbangkan tingkat pertumbuhan penduduk
dengan angka pertumbuhan ekonomi.
2. Di bidang Ekonomi dan sumberdaya alam, tantangan utama adalah tumbuh dan
berkembangnya ruko-ruko serta semakin banyaknya potesi sumberdaya alam
sudah mulai dikenal masyarakat yang memerlukan pengelolaan secara optimal
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Laporan Akhir EKPD 2009 7
3. Dibidang politik dan demokrasi, tantangan utama adalah tingginya kesadaran
masyarakat dalam berpolitik dan semakin terbukanya pemikiran masyarakat
dalam mengemukakan pendapat, masukkan dan bahkan kritikan terhadap
proses penyelenggaraan pembangunan
4. Dibidangan pendidikan yang menjadi tantangan utama adalah menjamurnya
tempat-tempat kursus, sekolah akademik, Sekolah Tinggi dan perguruan tinggi
Swasta yang menawarkan pelayanan yang prima.
5. Dibidang pemerintahan yang menjadi tantangan utama adalah berkembangnya
pemekaran kabupaten/kota sebagai daerah otonom baru, yang harus diserta
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar kepada
masyarakat/publik dan ketersedian sumberdaya aparatur yang memenuhi
kapasitas yang dibutuhkan dalam mengisi struktur pemerintahan yang
kenyataannya masih sangat terbatas.
Memperhatikan kondisi saat ini, tantangan yang dihadapi, dan prediksi
kondisi umum daerah serta visi dan misi pembangunan yang telah dirumuskan maka
tujuan pembangunan daerah provinsi Sulawesi Tenggara kedepan adalah:
1. Mewujudkan manusia Sulawesi Tenggara yang religious, tangguh, berdayasaing
dan mandiri
2. Mewujudkan pendidikan masyarakat Sulawesi Tenggara yang berkualitas
dengan biaya yang terjangkau
3. Mewujudkan masyarakat Sulawesi Tenggara yang sehat baik jasmani maupun
rohani
4. Mewujudkan perekonomian Sulawesi Tenggara yang tangguh berbasis pada
potensi daerah/lokal.
5. Mewujudkan tata kelolah pemerintahan Sulawesi Tenggara yang baik, bersih
dan transparan.
Untuk mengetahui sejauh mana permasalahan dan tantangan pembangunan
di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat teratasi serta tujuan pembangunan di Sulawesi
tenggara telah tercapai, maka dipandang perlu melakukan pengawasan dan
evaluasi pada beberapa indicator hasil (outcome) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah yang secara rinci diuraikan sebagai berikut ;
Laporan Akhir EKPD 2009 8
2.1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi 2.1.1. Capaian Indikator Pelayanan Publik
Tingkat pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
pada dasarnya merupakan wujud pelaksanaan fungsi, tugas dan tanggung
jawab pemerintah daerah. Tingkat pelayanan publik dalam implementasi
kebijakan otonomi daerah dapat diukur melalui sejumlah indikatror yang
tercakup dalam dimensi-dimensi/karakteristik konsep ‘good governance”.
Indikator utama yang dijadikan rujukan dalam mengevalusi kinerja
pemerintah daerah di bidang pelayanan publik adalah: (1) Persentase jumlah
kasus korups yang tertangani dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan; (2)
Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah minimal S-1; (3)
Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan
satu atap. Ketiga indikator tersebut adalah merupakan bagian dari karakteristik
konsep good governance yang telah ditekankan oleh pemerintah untuk menjadi
landasan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah. Bahkan ditekankan dalam konsep reformasi
administrasi/reformasi birokrokarasi bahwa keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam konteks otonomi daerah, dapat diukur dari
keberhasilan pemerintah daerah dalam menerapkan konsep good governance
dengan sembilan karakteristiknya, yaitu: participation, rule of low, transparancy,
responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency and effektiveness,
accountability, strategic vision (Mardiasmo, 2002; Dwiyanto, 2006).
Berkaitan dengan itu, sasaran yang hendak dicapai oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam bidang pelayanan publik untuk kurun
waktu 2004-2009 meliputi berbagai dimensi : (a) berkurangnya secara nyata
praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada tataran pejabat yang paling
atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksana pemerintahan
yang bersih, effisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel; (c)
terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang sifatnya diskriminatif terhadap
warga negara, kelompok atau golongan masyarakat; (d) terwujudnya
peningkatan kapasistas aparatur pemerintah daerah melalui peningkatan dan
pengembangan pendidikan formal dan pendidikan informal; (e) tercitanya
mekanisme pelayanan birokrasi pemerinahan daerah yang lebih efektif, efisien,
Laporan Akhir EKPD 2009 9
trensparan dan ekuntabel melalui sistem pelayanan satu atap yang mempunyai
kekuatan hukum dakam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Komitmen pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk
memberantas tindak pidana korupsi sebagaimana yang ditetapkan dalam
rencana strategis daerah (Renstrada) untuk dicapai dalam kurun waktu 2004 –
2009, ternyata belum dapat diwujudkan sesuai dengan harapan. Terdapat
berbagai kendala sebagai masalah utama yang dihadapi dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini. Kendala-kendala yang
paling menonjol antara lain : (a) Masih kurangnya dukungan masyarakat dalam
memberi keterangan atau kesaksian dalam upaya mengungkap kaasus tindak
pidana korupsi di daerah. Hal ini disebabkan oleh perlindungan saksi yang
belum menjamin keamanan para saksi. (b) Masyarakat cenderung menghindar
untuk menjadi saksi karena tidak mau direpotkan untuk dimintai keterangan oleh
petugas seiap saat dubutuhkan. Masyarakat beranggapan lebih bermanfaat
menekuni pekerjaannya sehari-hari, daripada membuang-buang waktu untuk
memberi kesaksian kepada petugas; (c) Kemampuan petugas penyidik yang
masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus, kadang-
kadang memakan waktu yang cukup lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena
dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan kasus-kasus
korupsi yang melibatkan para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, sehingga
rasa percaya masyarakat terhadap penegak hukum semakin merosot di daerah
ini; (e) Para elit pemerintahan dan elit politik belum memperlihatkan keteladanan
dalam pencitraan aparatatur yang bersih dan berwibawa; (f) Secara yuridis
formal, undang-undang mengharuskan bahwa alat bukti atas suatu kasus tindak
pidana korupsi, harus lebih dari satu. Ini juga merupakan kendala, sebab
walupun pembuktian sudah cukup kuat tetapi baru satu alat bukti, ternyata
belum memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tingkat penuntutan/peradilan.
Selanjutnya, komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk meningkatkan kapasitas aparaturnya, secara bertahap telah dapat
diwujudkan, sehingga dalam kurun waktu 2004-2009 telah memperlihatkan
pengaruh yang cukup berarti terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik di daerah ini. Masalah untama yang dihadapi sehingga
capaian indikator ini belum optimal sesuai dengan target dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui rencana strategis daerah (Renstrada) adalah:(1) masih
terbatasnya anggaran pengembangan kapasitas aparatur yang mampu
Laporan Akhir EKPD 2009 10
disedakan setiap tahunnya. (2) Masih terbatsnya jumlah tenaga tetap yang
memiliki kemampuan teknis profesional pada setiap unit kerja.
Sedangkan komitmen pemerintah di daerah ini untuk semakin meperbaiki
dan meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui pelayanan satu atap, juga
semakin menunjukkan kemajuan yang cukup berarati. Hal ini ditandai dengan
semakin bertambahnya jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki sistem
pelayanan satu atap yang diformalkan melalui peraturan daerah dari tahun ke
tahun dalam kurun waktu 2004-2009. Adapun masalah utama yang dihadapi
oleh pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam mewujudkan pelayanan satu
atap, adalah keterbatasan sumber daya manusia aparatur yang memiliki
kemampuan teknis profesional.
Untuk mengukur keberhasilan Pemerintah Daerah Provinsi Sualwesi
Tenggara dalam bidang pelayanan publik selama lima tahun terakhir (2004-
2009) dapat ditelusuri melalui capaian indikator sebagai berikut: (1) Persentase
jumlah kasus korups yang tertangani dibandingkan dengan jumlah yang
dilaporkan; (2) Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah
minimal S-1; (3) Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan
daerah tentang pelayanan satu atap.
Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang
terkait, dapat diketahui bahwa melalui tiga indikator pelayanan publik yang
dijadikan sebagai rujukan dalam evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2004-2005, telah terjadi peningkatan
pelayanan publik dan peningkatan ini telah sejalan dengan target dan sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan oleh oleh pemerintah daerah. Namun
disadari bahwa capaian indikator tersebut belum terwujud secara optimal
berdasarkan target pemerintah daerah yang ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daereah (RPJMD) 2004-2009 dan masih
dibawah dari target pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Data yang diperoleh dalam tahap evaluasi akhir menunjukkan capaian dari
setiap indikator pelayanan publik di daerah ini yang selengkapnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama: Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan jumlah yang dilaporkan. Keberhasilan capaian indikator pemberantasan
tindak pidana korupsi, sangat ditentukan oleh beberapa faktor penentu antara
Laporan Akhir EKPD 2009 11
lain : (a) Kemandirian lembaga peradilan dalam penanganan kasus-kasus
korupsi; (b) Tidak adanya disikriminasi dalam penaganan kasus tindak pidana
korupsi; (c) Transparansi dalam proses penanganan kasus tindak pidana
korupsi; (d) Terciptanya rasa keadilan masyarakat dalam penanganan dan
putusan-putusan yang ditetapkan oleh lembaga perdilan. Berdasarkan data
yang diperoleh dalam tahapan evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2004-2009, secara nyata ada
peningkatan upaya penegakan hukum khususnya penaganan tindak pidana
korupsi yang secara fungsional ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Tenggara. Peningkatan upaya penegakan hukum yang dimaksud dapat dilihat
dari beberapa indikator yang dikemukakan itu. Peningkatan tersebut sejalan
dengan target dan sasaran yang ditetapkan oleh pihak pemerintah daerah.
Namun demikian dalam kenyataannya capaian indikator-indikator itu secara
umum belum sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pihak Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan juga belum sesuai dengan target
nasional. Data capaian dari setiap faktor penentu keberhasilan pemberantasan
tindak pidana korupsi di Daerah Provinsi Sukawesi Tenggara dapat dilihat
sebagai berikut :
a) Faktor kemandirian lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak
pidana korupsi memperlihatkan tanda yang positif. Protes dan teriakan
masyarakat yang ditujukan pada lembaga peradilan karena disinyalir adanya
intervensi pihak penguasa, ternyata semakin berkurang dari tahun ke tahun
dalam kurun waktu 2004-2009. Hal tersebut tidak terlepas dari komitmen
Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara untuk menciptakan aparatur di daerah
ini yang bersih dan berwibawa.
b) Faktor diskriminasi penanganan kasus tindak pidana korupsi pada tahap
penyidikan oleh pihak kejaksaan tinggi masih tetap mewarnai masmedia di
daerah ini. Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang
melibatkan mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang
diproses sejak tahun 2008, memperlihatkan adanya diskriminasi. Kasus
gratifikasi mantan walikota yang nilainya lebih besar, tersendat-sendat,
sangat lamban dan mengundang keterlibatan massa demonstran untuk
menekan pihak kejaksaan agar serius menangani kasus gratifikasi mantan
Walikota Kendari. Sebaliknya kasus gratifikasi mantan Wakil Wakil Walikota
Kendari yang nilainya lebih kecil, ternyata berjalan lebih cepat sampai
Laporan Akhir EKPD 2009 12
penahanan pada rumah tahanan (Rutan) Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30
Oktober 2009). Demikian pula dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang
melibatkan anaknya (Haikal Atikurrahman) sudah dilaporkan oleh berbagai
kompenen masyarakat Bombana disertai bukti-bukti awal adanya dugaan
korupsi APBD sebesar 7,6 milyar, ternyata sampai saat ini belum ada
kejelasan sehingga pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara mendapat
tekanan berupa unjuk rasa dari salah satu komponen masyarakat
Kabupaten Bombana yaitu Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan
Transparansi Anggaran (Kendari Pos, 27 Oktober 2009)
c) Faktor transparansi dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh
aparat penegak hukum pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, masih
memperlihatkan adanya indikasi yang tidak transparan. Data yang
dikumpulkan memperlihatkan bahwa laporan yang diterima oleh pihak
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dari berbagai komponen masyarakat
tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh beberapa
Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2009, antara lain Bupati Konawe,
Bupati Konawe Selatan, Bupati Bombana dan Bupati Buton Utara, ternyata
belum ada kejelasan status penanganannya sampai saat ini (Antara lain
Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
d) Faktor rasa keadilan masyarakat dalam penanganan dan pemberian putusan
putusan oleh lembaga peradilan di Daerah Sulawesi Tengagra, kelihatan
masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi
APBD tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar yang melibatkan Haikal
Atikurrahman (anak kandung Bupati Bombana), diduga bahwa pihak
Kejaksaan Tinggi Sualwesi Tenggara tengah mengurus Surat Penghentian
Penyidikan Perkara (SP3). Dengan data korupsi yang begitu besar itu, dan
seharusnya menjadi hak-hak masyarakat melalui pelayanan publik yang
dituangkan dalam APBD Kabupaten Bombnana tahun 2007-2008, diduga
diselewengkan untuk memperkaya diri sendiri oleh Bupati Bombana yang
melibatkan anaknya (Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
Untuk menilai kinerja pemberantasan tidak pidana korupsi di Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara selama kurun waktu lima tahun (2004 – 2009)
dapat dilihat melalui penyajian data berikut ini, dengan membandingkan antara
jumlah kasus yang diporkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara,
Laporan Akhir EKPD 2009 13
dengan jumlah kasus yang ditangani sampai pada tingkat penyidikan dapat
dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dan Nasional yang ditangani dibanding dengan yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2008
Tahun Kasus Tindak Pidana Korupsi
yang ditangani Trend Jumlah Kasus Tindak
Pidana Korupsi Sultra Nasional Dilaporakan Ditangani
2004 69.44 97.00 - - 2005 71.43 97.00 -0.03 0.00 2006 44.44 94.00 0.38 0.03 2007 60.00 94.00 -0.35 0.00 2008 78.26 94.00 -0.30 0.00
Sumber : Kejaksaan Tinggi Sultra dan Bappenas tahun 2009
Trend perkembangan jumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani
dibandingkan dengan jumlah dilaporkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara selama lima tahun terakhir (2004-2009) dapat dilihat melalui
grafik yang disajikan berikut ini :
0
20
4060
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang diTangani di Sultra Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang diTangani Nasional Tren Provinsi
Tren Nasional
Gambar 1. Tren Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi yang di tangani oleh pengadilan Sultra dan Nasional Kurun Waktu 2004-2009
Berdasarkan trend perkembangan kasus tindak pidana korupsi tersebut,
dapat dijelaskan bahwa kinerja pelayanan publik pada bidang pemberantasan
tindak pidana korupsi di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara selama lima tahun
Laporan Akhir EKPD 2009 14
terakhir (2004-2009) mengalami fluktuasi turun naik yang dapat dikelompokkan
menjadi 2 kategori kinerja sebagai berikut:
(1) Dari tahun 2004 mengalami penurunan secara terus menerusi selama 3
tahun berturut-turut (2005, 2006, 2007).
(2) Kemudian mengalami peningkatan kembali mulai dari tahun 2008 sampai
dengan tahun 2009.
Kedua: Persentase jumlah aparat pemerintah daerah yang berijazah
minimal S-1. Data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang terkait
memperlihatkan bahwa jumlah aparat Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara yang berijazah minimal S-1 dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini
(2004-2009) sudah tergolong cukup memadai dan sejalan dengan rencana
strategis daerah yang dituangkan dalam Renstrada tahun 2004-2009. Oleh
karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa capaian indikator ini sudah
sejalan dengan target dan sasaran yang telah ditetapkan melalui RPJMD 2004-
2009 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, namum belum
mencapai target dan sasaran secara optimal. Disadari sesungguhnya bahwa
capaian indikator ini masih dibawah dari target dan sasaran nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004-2009. Berbagai faktor penentu yang berpengaruh
terhadap capaian indikator ini, dapat dijelaskan menurut data yang diperoleh
dari kantor/instansi yang terkait sebagai berikut :
(1) Masih terbatasnya anggaran pengembangan kapasitas aparatur yang
mampu dialokasikan setiap tahunnya, sehingga jumlah aparat (pegawai)
yang dapat diikutkan dalam program pengembangan kapasitas melalui
penyediaan anggaran program pemngembangan kemampuan sumber daya
aparatur, juga masih terbatas. Di lain sisi, organisasi Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 3 (tiga) sekretariat, 14 (empat
belas) dinas, 10 (sepuluh) badan dan 4 (empat) kantor, membutuhkan
tenaga yang memiliki kemampuan profesional dengan basis pendidikan
minimal S-1. Sejalan dengan itu, program pengembangan sumber daya
aparatur yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara telah menunjukkan hasil yang cukup memadai. Penomena untuk
tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah pegawai di lingkungan organisasi
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 5.396 orang,
Laporan Akhir EKPD 2009 15
hanya 1.025 orang (19%) yang berpendidikan minimal S1. Ini berarti bahwa
yang berpendidikan di bawah dari S1 mencapai jumlah 4.371 orang (81%)
dari total pegawai. Demikian pula penomena tahun 2007 menunjukkan
bahwa jumlah pegawai tetap pada organisasi Pemerintahan Provinsi
Sulawsi Tenggara sebanyak 6.737 orang atau naik sebesar 19% dari total
pegawai pada tahun 2006. Jumlah pegawai yang berpendidikan minimal S-
1 pada tahun 2007 sebanyak 2.381 orang atau 24 % dari jumlah pegawai
seluruhnya. Ini beratri bahwa yang berpendidikan dibawah dari S-1 masih
mendominasi (76%) dari jumlah pegawai pada organisasi pemerintah di
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Data menunjukkan bahwa telah terjadi
perkembangan yang cukup signifikan tentang jumlah aparat pemerintah
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berijazah minimal S-1 selama
kurun waktu 2004-2009 sebagai berikut: Tahun 2004 sebanyak 12% ;
Tahun 2005 sebanyak 15 %; tahun 2006 sebanyak 19%; tahun 2007
sebanyak24%; tahun 2008 sebanyak 29%, dan tahun 2009 sebanyak 33%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ;
Tabel 2. Persentase Aparat Pemerintah Daerah Provinsi Sultra yang Berijazah Monimal S-1 tahun 2004-2009
Tahun
Persentase Aparat Pemerintah Daerah Provinsi Sultra yang
Berijazah Monimal S-1
Trend Persentase Aparat Pemerintah Daerah Provinsi
Sultra yang Berijazah Monimal S-1
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 12 29.9 - - 2005 15 31 -0.25 -0.04 2006 19 31.93 -0.27 -0.03 2007 24 30.6 -0.26 0.04 2008 29 30.99 -0.21 -0.01
Sumber : Kantor Sekretariat Daerah Sultra dan Bappenas tahun 2009
(2) Masih terbatasnya jumlah tenaga tetap pada setiap unit kerja, sehingga
pemberian kesempatan pengembangan kapasitas aparatur melalui jalur
pendidikan formal, hanya dalam bentuk izin belajar, dalam arti pegawai
hanya diizinkan meninggalkan tugas pada jam-jam perkuliahan. Selebihnya
tetap digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas pada unit kerjanya
masing-masing. Kondisi kepegawaian pada tahun 2007 menyebabkan
membengkaknya jumlah tenaga kontrak yang mencapai 507 orang, dan
meningkat menjadi 1.834 orang pada tahun 2008.
Laporan Akhir EKPD 2009 16
Ketiga: Persentase jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap. Terbatasanya jumlah sumber daya manusia
aparatur yang memiliki kemampuan teknis profesional pada organisai
pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu faktor yang menghambat proses terwujudnya sistem
pelayanan satu atap di setiap daerah kabupaten/kota.
Namun demikian, berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan
dalam rangka evaluasi ini memperjelas bahwa pelaksanaan pelayanan satu
atap oleh daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
dilaksanakan sesuai dengan kondisi kemampuan dan ketersediaan sumber
daya manusia di setiap daerah kabupaten/kota. Perkembangan jumlah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dipicu oleh oleh kebijakan politik
berupa pemekaran daerah otonom sejak tahun 2005. Data menunjukkan dari 1
Daerah Kota dan 4 Daerah Kabupaten pada tahun 2001, kini menjadi 2
Daerah Kota dan 8 Daerah Kabupaten pada tahun 2005. Selanjutnya pada
tahun 2006 menjadi 2 Daerah Kota dan 10 Daerah Kabupaten setelah
Kabupaten Konawe Utara dan Buton Utara ditetapkan sebagai Daerah Otonom
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya mengefektifkan sistem
pelayanan satu atap pada setiap daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara berdasarkan data/informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini,
adalah belum adanya komitmen para kepala daerah yang disebabkan oleh
adanya tarik-menarik kepentingan para kepala dinas/kantor/badan yang terkait
dengan sistem pelayanan satu atap.
Selanjunya data yang menunjukkan capaian indikator ini tergambar
melalui trend perkembangan jumlah kabupaten kota yang menerpkan sistem
pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah. Data yang
diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah daerah kabupaten/kota yang memiliki
perda pelayanan satu atap di Provinsi Sulawesi Tenggara, baru terbatas pada
2 kota, yaitu Kota Kendari dan Kota Bau-Bau dengan penjelasan sebagai
berikut: (1) Kota Kendari menerapkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun
2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai
dinas/instansi. Kemudian berkembang terus, dan pada tahun 2005 menjadi 40
jenis perizinan dan selanjutnya sampai pada tahun 2009 sudah menjadi 67
jenis perizinan yang dikelola dengan sitem pelayanan satu atap. Sejak tahun
2004 belum ada kabupaten/kota yang memiliki perda pelayanan satu atap; (2)
Laporan Akhir EKPD 2009 17
Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun tahun 2003
yang diatur dengan perda yang didalamnya mencakup 12 jenis perizinan.
Dengan demikian, hingga saat ini masih terdapat 10 kabupaten di daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang belum memiliki perda pelayanan satu atap.
Demokrasi Darsi sisi pengembangan sistem demokrsi dalam pembangunan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara untuk kurun waktu 2004-2009, diarahkan pada
peningkatan dan pengembangan demokrasi dan peranserta semua lapisan
masyarakat dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang
merupakan kondisi ideal bagi tumbuh kembangnya sistem demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan lokal.
Indikator yang dijadikan sebagai rujukan untuk mengevaluasi tingkat
demokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan daerah, dirahkan pada 5 (lima)
indikator, yaitu: (1) Gender Development Indeks (GDI); (2) Gender Empowerment
Meassurement (GEM); (3) Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilkada
provinsi; (4) Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif; (5) Tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden.
Berkaitan dengan isu gender sebagai salah satu indikator tingkat
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka pihak
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara telah memperlihatkan adanya
komitmen untuk memberi perhatian terhadap isu gender di daerah ini. Berkaitan
dengan itu, pemerintah daerah menetpkan kebijakan-kebijakan umum di bidang
gender, yang bertujuan untuk meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan daerah yang
diemban oleh lembaga yang secara struktural mempunyai tugas dan fungsi untuk
memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Bertolak dari
kebijakan umum yang diuraian di atas, maka selanjutnya disusun rencana
strategis daerah (Renstrada). Melalui Renstrada tersebut ditetapkan target dan
sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu 20004-2009 sebagai berikut: (a)
mewujudkan kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola
sikap dan perilaku yang saling peduli, saling menghargai, saling menghormati
dan saling mengisi, baik di tingkat keluarga, masyarakat, maupun dalam proses
pembangunan; (b) meningkatkan stabilitas dan kontrol yang memungkinkan
perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki untuk bersama-sama berperan dalam
Laporan Akhir EKPD 2009 18
pembangunan sesuai dengan kodrat dan martabatnya, tanpa melupakan peran
bersama dalam mewujudkan keluarga sejahtera yang beriman sehat dan
bahagia; (c) memberdayakan lembaga-lembaga pengelola kemajuan perempuan
agar lebih berperan, berkualitas dan mandiri yang diwujudkan melalui program-
program GDI (Gender Development Indeks) dan program GEM (Gender
Empowerment Meassurement; (d) meningkatkan perlindungan terhadap
perempuan untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau
kekerasan terhadap perempuan; (e) terjaminnya keadilan gender dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik; (f) menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
diukur dengan angka GDI dan GDM.
Selanjutnya, berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dalam kurun
waktu 2004-2009, menunjukkan adanya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam menumbuhkan hak-hak demokrasi bagi masyarakat di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kebijakan pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam jangka waktu 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daeah
(Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut: (a)
mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan
yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat; (b)
meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan pembangunan;
(c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat melaksanakan
funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat;
(d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga negara Republik
Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa
dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang
ditetapkan oleh pihak pemerintah di daerah ini, telah sejalan dengan capaian-
capain selama kurun waktu 2004-2009 namun belum optimal dan tentunya telah
Laporan Akhir EKPD 2009 19
sejalan pula dengan terget dan sasaran nasional yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yang
sasarannya meliputi : (a) terlaksananya peran dan fungsi lembaga
penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b) meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik; (c) terlaksananya
pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil pada tahun 2009.
Indikator yang dijadikan rujukan dalam mengukur tingkat demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Daerah provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari
5 (lima) indikator yang meliputi : (1) Gender development indeks (GDI); (2)
Gender impowerment Meassurement (GEM); (3) Tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pilkada provinsi; (4) Tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemilihan legislatif; (5) Tingkat partisipasi masyarakat dalm pemilihan pesiden.
Capian indikator-indikator tersebut merupakan ukuran terhadap tingkat
demokrasi dalam enyelenggaraan pemerinahan di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara. Data yang diperoleh dari berbagai kantor/instansi yang terkait dengan
aspek demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah ini dalam
kurun waktu 2004-2009, menunjukkan kondisi sebagai berikut :
Pertama: Indikator gender development indeks (GDI). Berdasarkan target
dan sasaran yang ditetpkan melalui rencana strategis daerah 2004-2009, maka
selanjutnya dapat dikemukakan data capaian-capaian dalam kurun waktu 2004-
2009. Namun sebelumya perlu dijelaskan bahwa lembaga yang bertanggung
jawab dalam bidang pemberdayaan perempuan di daerah ini, baru terbentuk
secara formal pada tahun 2006. Dengan demikian data yang disajikan dalam
laporan evaluasi ini hanya meliputi data tahun 2006-2009.
Program-program yang ditetapkan dan dilaksanakan berkaitan dengan
indikator gender development indeks (GDI) di daerah ini adalah meliputi program
dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dari aspek kelembagaan, ternyata pembentukan
lembaga formal yang bertanggung jawab dalam urusan peranan wanita di daerah
ini belum terbentuk sebelum tahun 2006. Artinya sebelum tahun 2006 belum ada
program-program yang terkait dengan upaya perbaikan endeks pembangunan
gender/peranan perempuan dalam pembangunan daerah. (b) Sejak tahun 2006
telah terbentuk kelembagaan dalam struktur organisasi pemerintahan daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara formal menangani urusan gender yang
Laporan Akhir EKPD 2009 20
berstatus badan, dengan nama “Badan Pemberdayaan Perempuan”. Badan
inilah yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan program
yang terkait dengan pembangunan kualitas perempuan dalam rangka gender
development indeks (GDI) di daerah Provinsi Sulawesi tenggara. Program-
program yang ditujukan pada upaya pembangunan kualitas sumber daya
perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasran GDI di Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 dikelola
oleh 15 lembaga. Lembaga tersebut melaksanakan dua jenis prgram, yaitu
program-program yang berorientasi pada pencapaian target dan sasaran GDI
(gender development indeks) dan program-program yang berorientasi pada
upaya pencapaian target dan sasaran Gender impowerment Meassurement
(GEM). Data tentang lembaga penyelenggara program yang dimaksud.
selengkapnya disajikan berikut ini :
Tabel 3. Lembaga Penyelenggara Program Gender Development Indeks (GDI) dan Program Gender impowerment Meassurement (GEM) di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2006 - 2009
No Nama Lembaga Alamat Penanggung Jawab 01 Aliansi Perempuan Sultra BPKB Sultra Nuhiddin 02 BKM Madani Kel. Benuanirae Abd. Malik 03 SKB Muna Raha La Sidale 04 SKB Bombana Kasipute Muh. Jalil 05 SKB Konsel Ranomeeto Kadir M. 06 PKBM Adhe Arifta Kel. Abeli La Sambawe 07 PKBM Binar Kel. Lapulu Fahmi 08 PKBM Aisyiyah Kec. Ranomeeto Farida Halik S.Pd. 09 YP Musilmat NU Balai Kota II/7 Hj. Suhaedar SH 10 PKBM Asmik Mubarak Kel. Dapudapura A. Merlina Arfan 11 LKP Bina Remaja Kel. Wua-Wua Muharni Mahmud 12 LKP Beringin Cerdas Kel. Watubangga Nursani Sela 13 PKBM Rajawali Desa Wonuasari Kuswara 14 PKBM Bunga Karang Desa Bobolio Hanapia. A. Ma 15 PKBM Cahaya Mata Desa Mataiwoi Hj. Neraeni, S. Pd
Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan Sultra, 2009.
Capaian indikator GDI di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
kurun waktu 2006 sampai dengan 2009, dapat dijelaskan bahwa dilihat dari
aspek kelembagaan, ternyata ada lima lembaga penyelengara program GDI
yang melaksanakan kegiatan dalam rangka pencapaian target dan sasaran GDI
di daerah ini. Lembaga-lembaga tersebut yaitu: (1) LKP Bina Remaja, (2) LKP
Laporan Akhir EKPD 2009 21
Beringin Cerdas, (3) PKBM Rajawali, (4) PKBM Bunga Karang, dan (5) PKBM
Cahaya Mata. Jenis-jenis program yang diselenggarakan sebagai berikut:
a. Tahun 2004 belum ada kegiatan secara melembaga.
b. Tahun 2005 belum ada kegiatan secara melembaga.
c. Tahun 2006 ada 5 jenis kegiatan yang dilakukan dengan orientasi untuk
mewujudkan GDI, berupa pendidikan keluarga berwawasan gender (PKBG),
dengan rincian kegiatan berupa: (1) sosialisasi konsep gender, (2) Workshop
peningkatan sensitifitas gender, (3) Sosialisasi kebijakan Pemerintah Daerah
di bidang gender, (4) Sosialisasi bahan ajar responsifitas gender, (5) Fokus
group discussion (FGD).
d. Tahun 2007 ada 7 jenis program yang diselenggarakan oleh kelima lembaga
tersebut yaitu. Selain meneruskan pelaksanaan 5 jenis kegiatan pada tahun
2006, dilakukan pula pengembangan jenis kegiatan lainnya dalam bentuk: (1)
diskusi tentang peranan perempuan dalam pendidikan keluarga, (2) Diskusi
tentang peranan perempuan dalam kehidupan politik lokal.
e. Tahun 2008 tetap ada 7 jenis kegiatan GDI di daerah ini ,yang dilakukan oleh
kelima lembaga yang dikemukakan di atas, yaitu tetap melanjutkan tujuh
jenis kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2007.
f. Tahun 2009, ada 8 jenis kegiatan GDI yang dilaksanakan oleh kelima
lembaga tersebut. Selain melanjutkan 7 jenis kegiatan tahun 2008, juga
dikembangakan dengan 1 jenis kegiatan baru berupa pelatihan
kepemimpinan perempuan.
Walaupun jenis kegiatan GDI yang dilakukan oleh kelima lembaga yang
bergerak dalam bidang GDI di daerah provinsi Sulawesi Tenggara cenderung
tidak banyak variasi, namun yang bervariasi adalah objek atau sasaran
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut. Variasinya berupa daerah/wilayah
penyelenggaraan (diselenggarakan secara bergilir di berbagai daerah).
Berdasarkan data capaian dari indikator GDI, dapat dikatakan bahwa
walaupun belum sepenuhnya mencapai target dan sasaran RPJMD 2004-2009,
namun telah menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dari tahun
ketahun. Kemajuan tersbut tentunya pula telah berada pada garis kebijakan
nasional, namun masih dibawah dari target dan sasaran nasional berdasarkan
RPJMN 2004-2009.
Kedua: Gender Empowerment Meassurement (GEM): Target dan sasaran
yang hendak dicapai dalam upaya mewujudkan GEM di Daerah Privinsi Sulawesi
Laporan Akhir EKPD 2009 22
Tenggara dituangkan dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada) 2004-2009.
Data capaian-capain program GEM dalam kurun waktu 2004-2009 yang
diperoleh dari kantor/instansi yang terklait dapat dijelaskan bahwa secara umum
memperlihatkan adanya kemajuan yang signifikan dari tahun ke tahun selama
kurun waktu 2006-2009. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang pemberdayaan perempuan di
daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006. Dengan demikian data
yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait pelaksanaan program GEM,
hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data untuk tahun sebelumnya tidak
ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data evaluasi ini.
Program-program yang ditetapkan dan dilaksanakan berkaitan dengan
indikator Gender Empowerment Meassurement (GEM) di daerah ini adalah
meliputi program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai
target dan sasaran perwujudan GEM. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa: (a)
Dari aspek kelembagaan yang secara khusus bertanggung jawab di bidang
pemberdayaan perempuan, ternyata belum terbentuk sebelum tahun 2006.
Dengan demikian sebelum tahun 2006 belum ada program-program yang terkait
dengan upaya pemberdayaan kaum perempuan dalam pembangunan daerah.
(b) Sejak tahun 2006 telah terbentuk kelembagaan dalam struktur organisasi
pemerintahan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara formal
menangani urusan gender yang berstatus badan, dengan nama “Badan
Pemberdayaan Perempuan”. Badan inilah yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan pelaksanaan program yang terkait dengan perempuan kaum
perempuan dalam rangka mewujudkan Gender Eimpowerment Meassurement
(GEM) di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Program-program yang ditujukan
pada upaya pemberdayaan perempuan dalam rangka mewujudkan tujuan dan
sasran GEM di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2006, 2007,
2008 dan 2009 dikelola oleh 15 lembaga. Lembaga tersebut telah disebutkan
pada bagian terdahulu. Lembaga-lembaga itu dibina dan dikoordinasikan oleh
Badan Pemberdayaan Kaum Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kelimabelas lembaga itu, melaksanakan dua jenis program, yaitu program yang
berorientasi pada pencapaian target dan sasaran gender development indeks
(GDI) dan program-program yang berorientasi pada upaya pencapaian target
dan sasaran Gender impowerment Meassurement (GEM). Data tentang lembaga
Laporan Akhir EKPD 2009 23
penyelenggara program GEM yang dimaksud, selengkapnya telah disajikan pada
tabel sebelumnya.
Capaian indikator GEM di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun
waktu 2006 sampai dengan 2009, dapat dijelaskan bahwa dilihat dari aspek
kelembagaan, ternyata ada lima belas lembaga penyelengara program GFM
yang melaksanakan kegiatan dalam rangka pencapaian target dan sasaran GEM
di daerah ini. Lembaga-lembaga tersebut yaitu : (1) Aliansi Perempuan Sultra, (2)
BKM Madani, (3) SKB Muna, (4) SKB Bombana, (5) SKB Konsel, (6) PKBM Adhe
Arifta, (7) PKBM Binar, (8) PKBM Aisyiyah, (9) YP Musilmat NU, (10) PKBM
Asmik Mubarak, (11) LKP Bina Remaja, (12) LKP Beringin Cerdas, (13) PKBM
Rajawali, (14) PKBM Bunga Karang, (15) PKBM Cahaya Mata. Kelima belas
lembaga itu secara langsung mendapat pembinaan sekalis dikoordinasikan oleh
Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Jenis-jenis kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka mewujudkan
program pemberdayaan kaum perempuan mulai dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2009, meliputi kegiatan-kegiatan dalam bentuk kersus/pelatihan
keterampilan perempuan, dengan frekuensi sebagai berikut: (1) Tahun 2006
sebanyak 9 kali kegiatan kursus/pelatihan keterampilan; (2) Tahun 2007
sebanyak 12 kali kegiatan kursus/keterampilan; (3) Tahun 2008 sebanyak 16 kali
kegiatan kursus/keterampilan; (4) Tahun 2009 sebanyak 15 kali kursus/pelatihan
keterampilan.
Walupun data frekuensi kegiatan GEM menunjukkan angka yang
meningkat dari tahun ke tahun, namun belum ada perhitungan angka GDI dan
GEM yang diperoleh dalam evaluasi ini. Hambatan utama yang dihadapi oleh
pihak Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah ini adalah belum cukupnya
tenaga pengelola yang mempunya kemampuan untuk menunjang kinerja
lembaga secara memadai. Berdasarkan data capaian dari indikator GEM, dapat dikatakan bahwa
walaupun belum sepenuhnya mencapai target dan sasaran RPJMD 2004-2009,
namun telah menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dari tahun
ketahun. Kemajuan tersbut tentunya pula telah berada pada garis kebijakan
nasional, namun masih dibawah dari target dan sasaran nasional berdasarkan
RPJMN 2004-2009.
Ketiga: Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Kepala
Daerah Provinsi (Pilkada Provinsi. Target dan sasaran indikator ini diarahkan
Laporan Akhir EKPD 2009 24
pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan daerah yang
dituangkan dalam rencana strategis daerah (Renstrada) 2004-2009, yang di
dalamnya bentuk kebijakan pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam jangka waktu 2004-2009, dengan penjabaran sebagai berikut :
(a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat;
(b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan
pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat
melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi
politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga
negara Republik Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus
pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan
kebijakan pemerintah pusasat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam
bentuk program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator pemilihan kepala daerah provinsi (pemilihan gubernur
dan wakil gubernur) di daerah ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat
(wajib pilih) yang positif. Artinya jika dibandingkan antara jumlah Daftar Pemilih
Tetap (DPT) dengan jumlah wajib pilih yang menggunakan hak pilihnya,
memperlihatkan angka yang relatif tidak jauh berbeda. Untuk lebih jelasnya,
capaian indikator ini dapat dilhat melalui data pemilihan kepala daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara (pemilihan gubernur dan wakil gubernur) yang berlangsung
pada tahun 2007 yang lalu. Dalam hubungan ini, data yang tersedia pada
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara
sehubungan dengan penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2007 yang lalu, jumlah wajib pilih yang
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebanyak 1.565.918 orang.
Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya
sebanyak 1.390.489 orang. Angka ini menunjukkan bahwa angka partisipasi
Laporan Akhir EKPD 2009 25
wajib pilih dalam penyelenggaran pilkada tersebut, adalah 88%. Artinya jumlah
wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya adalah 88%. Angka ini
memperlihatkan adanya wajib pilih golput sebesar 12%. Jika dibandingkan
dengan angka golput dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur di berbagai
daerah provinsi lannya, baik di Sulawesi Selatan maupun di pulau Jawa yang
angka golputnya mencapai 38% sampai 40%, maka dapat dikatakan bahwa
pilkada Provinsi Sulawesi Tenggara yang diselenggarakan pada tahun 2007
yang lalu tergolong berhasil dengan baik.
Adapun masalah utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka
golput sebesar 12% tersebut, antara lain dapat ditunjukan melalui hasil evalusi
akhir menunjukkan bahwa kondisi tingginya angka golput dalam pemilu adalah
disebabkan oleh kurang optimalnya kinerja KPU Daerah bersama pemerintah
daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Penomena
menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara,
banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan hak
suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu suara.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tingakat kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi Tenggara cukup tinggi,
tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja penyelenggara pemilu, baik
KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam mempersiapkan
penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada
tahapan pemutahiran data peserta pemilu yang tidak dilakukan secara optimal
dan profesional. Penomena menunjukan, banyak pemilih yang terdaftar dan
mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden pada tahun 2004 yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak
mendapat kartu undagan pemilu dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur pada tahun 2007. Sebaliknya dijumpai adanya sejumlah
kartu undangan pemilih bagi warga masyarakat yang telah meninggal dunia
beberapa tahun yang lalu. Mereka yang mengalami kasus seperti ini
digolongkan sebagai wajib pilih yang golput dan inilah salah satu penyebab
angka golput relatif tinggi dalam penyelengaraan pilkada di daerah ini.
Penomena ini menunjukkan buruknya kinerja KPU Daerah dan pemerintah
daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu.
Keempat: Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif.
Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran
Laporan Akhir EKPD 2009 26
pembangunan di bidang plitik yang dituangkan dalam rencana strategis daerah
(Renstrada) 2004-2009, yang di dalamnya menunjukkan kebijakan pencapaian
target dan sasaran pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam jangka waktu 2004-2009, berupa: (a) mengembangkan iklim dan budaya
politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan,
kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi
dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan
partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang
lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap
kehidupan masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian
partai-partai politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan
memantapkan pemahaman warga negara Republik Indonesia mengenai
wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan
mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi
ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan
dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah pusasat
yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk program dan kegiatan
dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi, Pilkada Legislatif dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator penyelenggaraan pemilihan legislatif di daerh ini
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat (wajib pilih) yang bervariasi antara
pemilu legislatif tahun 2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009. Untuk lebih
jelasnya, capaian indikator ini dapat dilhat melalui data pemilihan legislatif di
daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berlangsung pada tahun 2004 dan
2009 yang lalu. Dalam hubungan ini, data yang tersedia pada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara sehubungan dengan
penyelenggaran pemilihan legislatif memperlihatkan bahwa jumlah wajib pilih
yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak
1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 1.263.426 orang. Angka ini menunjukkan bahwa angka
partisipasi wajib pilih dalam penyelenggaran pemilu legislatif tahun 2004
sebesar 96%. Angka ini memperlihatkan bahwa wajib pilih yang golput hanya
sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan membaiknya
Laporan Akhir EKPD 2009 27
kinerja KPUD dan membaiknya dukungan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif. Selanjutnya pada pemilu legislatif tahun
2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT)
sebanyak 1.901.060 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang menggunakan
haknya sebanyak 1.484.636 orang. Dengan demikian angka partisipasi
masyarakat hanya sebesar 78%, atau terdapat jumlah angka golput sebanyak
22%. Jika dibandingkan antara angka golput dalam pemilu legislatif tahun 2004,
terdapat peningkatan jumlah wajib pilih yang gulput sebesar 18%. Hal ini
menunjukkan bawa kinerja KPUD Provinsi dan dukngan pemerintah daerah
mengalami penurunan yang berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi
masyarakat dalam proses politik melalui pemilu legislative
Masalah utama utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka golput
yang cukup sebesar (22%) pada pemilu legislatif 2009, dapat dilihat melalui
hasil evalusi akhir yang menunjukkan bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh
kurang optimalnya persiapan dan kurang profesionalnya KPU Daerah dalam
mempersiapkan penyelenggaran pemilu legislatif, termasuk pula kurangnya
dukungan pemerintah daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraannya.
Penomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan
hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu
suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingakat kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi Tenggara cukup tinggi,
tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja penyelenggara pemilu, baik
KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam mempersiapkan
penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada
tahapan pemutahiran data yang tidak dilakukan secara optimal dan profesional.
Penomena menunjukan, banyak pemilih yang terdaftar dan mendapat kartu
undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004 yang lalu, ternyata
tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan pemilu dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009.
Kelima: Tingkat partisipasi masyarakat dalm pemilihan pesiden. Indikator
ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran pembangunan di
bidang plitik yang dituangkan dalam rencana strategis daerah (Renstrada)
2004-2009, yang di dalamnya menunjukkan upaya pencapaian target dan
sasaran pembangunan politik di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
Laporan Akhir EKPD 2009 28
jangka waktu 2004-2009, Target dan sasaran itu mencakup: (a)
mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan masyarakat;
(b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dengan
mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat menuju terwujudnya
budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan masyarakat dan
pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai politik agar dapat
melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi
politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan pemahaman warga
negara Republik Indonesia mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus
pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan tersbut sudah sesuai dengan
kebijakan pemerintah pusasat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam
bentuk program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Capaian indikator penyelenggaraan pemilihan presiden di daerh ini
menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat (wajib pilih) yang bervariasi antara
pemilu presiden tahun 2004 dengan pemilu presiden tahun 2009. Untuk lebih
jelasnya, capaian indikator ini dapat dilhat melalui data penyelenggaraan pemilu
presiden di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berlangsung pada tahun
2004 dan 2009 yang lalu. Data yang tersedia pada Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara sehubungan dengan
penyelenggaran pemilu presiden memperlihatkan bahwa jumlah wajib pilih yang
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak
1.329.652 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih terdaftar yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 1.313.823 orang. Data ini menunjukkan bahwa angka
partisipasi wajib pilih dalam penyelenggaran pemilu presiden tahun 2004
sebesar 98%. Dengan demikian wajib pilih yang golput hanya sebesar 2%.
Selanjutnya pada pemilu presiden tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.908.679 orang. Sedangkan
jumlah wajib pilih yang menggunakan haknya sebanyak 1.565.918 orang.
Dengan demikian angka partisipasi masyarakat sebesar 82%, atau terdapat
Laporan Akhir EKPD 2009 29
angka golput sebanyak 18%. Jika dibandingkan angka golput antara pemilu
presiden tahun 2004 dengan pemilu presiden tahun 2009, terdapat penurunan
angka partisipasi masyarakat dari 98% menjadi 82%, sehingga angka golput
meningkat dari 2% menjadi 18%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
angka partisipasi masyarakat dalam pemilu presiden tahun 2004 tergolong
sangat tinggi, sedangkan untuk tahun 2009 tergolong tinggi. Kondisi ini
menunjukkan bawa kinerja KPUD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
penyelenggaraan pemilu presiden secara umum tergolong baik sejalan dengan
baiknya dukngan dari pihak pemerintah daerah.
Masalah utama yang dihadapi sehingga masih adanya angka golput
sebesar (18%) pada pemilu presiden 2009, disebabkan oleh kurang optimalnya
kinerja KPU Daerah dalam pemutahiran daftar pemilu tetap (DPT). Penomena
menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara,
banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk menyalurkan hak
suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak terdaftar dalam DPT.
Secara keseluruhan tren capaian indicator hasil (outcomes) tingkat
pelayanan public dan demokrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara dibandingkan
nasional dapat digambarkan sebagai berikut ;
-10.0020.0030.0040.0050.0060.0070.00
2004 2005 2006 2007 2008-30-25-20-15-10-505
Persentase Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Sultra(outcomes) Persentase Tingkat Pelayanan Publik Nasional(outcomes) Tren Provinsi Sultra
Tren Nasional
Gambar 2. Tren perkembangan indikator hasil (output) pelayanan publik di Sulawesi tenggara dan Nasional
Trend capaian pembangunan daerah Provinsi Sultra di bidang pelayanan
publik yang terdiri dari tiga indikator yaitu: (1) persentase jumlah kasus korupsi
yang ditangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; (2) persentase aparat
yang berijazah minimal S-1; dan (3) persentase jumlah kabupaten kota yang
Laporan Akhir EKPD 2009 30
memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, ternyata belum sepenuhnya
sejalan dengan dengan capaian pembangunan nasional. Meskipun belum
diperoleh angka pembanding secara nasional tentang capaian-capaian
pembangunan yang terkait dengan pelayanan publik seperti yang dijadikan
rujukan dlam evaluasi ini, namun dilihat dari target dan sasaran yang ingin
dicapai melalui RPJMN 2004-2009, dapat disimpulkan bahwa capaian daerah
Provinsi sulawesi Tenggara masih dibawah dari standar capaian nasional.
Namun jika dilihat secara spesifik dari capaan ketiga indikator pelayanan publik
di daerah ini, maka yang sudah sejalan dengan target dan capaian nasional
adalah indikator persentase dari aparat daerah daerah yang berijazah minmal
S-1. Trend perkembangan aparat yang berijazah minimal S-1 dapat dilihat
selama kurun waktu 2004-2009 sebagai berikut: Tahun 2004 sebanyak 12% ;
Tahun 2005 naik menjadi 15 %; tahun 2006 meningkat menjadi 19%; tahun
2007 meningkat lagi 24%; demikian pula tahun 2008 naik lagi menjadi 29%,
dan tahun 2009 menjadi 33%.
Capaian pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di bidang
pelayanan publik yang mencakup tiga indikator, yaitu : (1) persentase jumlah
kasus korupsi yang ditangani dibandngkan dengan yang dilaporkan; (2)
persentase aparat yang berijazah minimal S-1; dan (3) persentase jumlah
kabupaten kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, secara
umum dapat digolongkan mengalami kemajuan dibandingkan tahun atau
periode sebelmnya, namun tidak berlaku merata untuk tiga indikator tersebut,
sebagai berikut: (1) Untuk indikator persentase jumlah kasus korupsi yang
ditangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, menunjukkan trend yang
fluktuatif selama kurun waktu 2004-2009. Diawali dengan angka yang reltif
tinnggi pada tahun 2004, kemudian menurun pada tahun 2005 dan 2006 dan
2007, kemudian meningkat kembali pada tahun 2007 dan seterusnya sampai
dengan tahun 2009. Kondisi fluktuasi ini berlaku baik untuk kasus yang
dilaporkan maupun kasus yang ditangani. (2) Sedangkan untuk indikator
persentase jumlah aparat yang berijazah minimal S-1 memperlihatkan capaian
yang lebih baik dari tahun sebeumnya selama periode 2004-2009. Artinya,
indikator ini memperlihatkan angka perbaikan dari tahun ke tahun, sehingga
dapat disimpulkan bahwa untuk indikator ini selalu memperlihatkan perbaikan
capaian tahun sebelumnya. (3) Untuk indikator persentase jumlah kabupaten
kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, ternyata belum
Laporan Akhir EKPD 2009 31
menunjukkan capaian yang lebik baik dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam
kurun waktu 2004-2009, hanya 2 kota yang sudah pempunyai peraturan
daerah pelayanan satu atap, yaitu Kota Kendari dan Kota Bau-Bau. Dengan
demikian sebanyak 10 kabupaten di daerah ini belum memiliki peraturan
daerah pelayanan satu atap.
Tren capaian pembangunan demokrasi di daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam kurun waktu 2004-2009, digambakan melalui capaian 5
indikator yang dijadikan rujukan dalam pelaksanaan evaluasi ini. Capaian dari
masing-masing 5 indikator yang menentukan tingkat demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah ini menunjukkan kondisi yang
beragam. Dengan demikian maka relevansinya terhadap capaian nasional di
bidang demokrasi tentunya bervariasi dari setiap indikator. Secara rinci, setiap
indikator dapat dilihat relevansinya dengan capaian nasional sebagai berikut:
(1) Tren capaian pembangunan daerah untuk indikator Gender Development
Indeks (GDI) di daerah ini dapat dikatakan masih dibawah dari capaian
nasional. Program pembangunan yang ditujukan untuk peningkatan capaian
GDI belum terwujud sesuai dengan target dan sasaran yang diinginkan. Upaya
untuk mewujudkan pembangunan bidang GDI masih terbatas pada kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lambaga swadaya masyarakat (LSM)
yang dalam operasionalnya melibatkan instansi pemerintah yang terkait.
Sedangkan keterlibatan lembaga pemerintahan juga masih sangat terbatas
karena keterbatasan anggara. Dengan keadaan seperti ini maka pengukuran
kemajuan GDI belum dilakukan (2) Tren capaian indikator Gender
Empowerment Meassurement (GEM) di daerah ini, juga mengalami hal yang
sama dengan GDI. Oleh karena itu, tren capaian program GEM masih jauh
dibawah capaian nasional. Bahkan pengukuran tingkat kemajuan GEM belum
ada. (3) Indikator tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilkada provinsi,
telah sejalan dengan capaian secara nasional. Capaian indikator ini
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada gubernur
tahun 2007 sebesar 88%. Angka ini sejalan, bahkan melampaui capaian
partisipasi masyarakat dalam pemilu secara nasional. (4) Indikator tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan legislatif di daerah ini, bervariasi. Pemilu
legislatif tahun 2004 menunjukkan angka partisipasi masyarakat sebesar 96%
atau melampaui angka partisipasi masyarakat secara nasional dalam pilpres.
Sedangkan pemilu legislatif tahun 2009, angka partisipasi masyarakat menurun
Laporan Akhir EKPD 2009 32
menjadi 78% atau berada di bawah capaian pemilu nasional. (5) Indikator
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan presiden untuk pemilu 2004
mencapai angka 98% atau jauh diatas angka partisipasi masyarakat secara
nasional. Sedangkan pemilu presiden tahun 2009, angka partisipasi masyarakat
turun menjadi 82% namun angka ini relatif masih sejalan dengan angka
partisipasi masyarakat secara nasional.
Capaian pembangunan daerah Privinsi Sulawesi Tenggara Tenggara
bidang demokrasi, diukur dari 5 indikator. Kelima indikator itu memperlihatkan
capaian yang bervariasi. Oleh karena itu untuk dua indikator yang terkait dengan
isu gender, yaitu Gender Development Indeks (GDI) dan Gender Epowerment
Meassurement (GEM) dapat diakui telah mengalam kemajuan dibanding
tahun/periode sebelumnya, namun belum sesuai dengan target dan sasaran
yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah. Demikian pula tiga indikator lainnya,
yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada, pemilu legislatif dan pemilu
presiden, secara umum menunjukkan penurunan angka partisipasi masyarakat
jika dibandingkan antara pemilu sebelumnya (pemilu legislatif dan pemilu
presiden 2004 dan 2009). Tentunya kondisi ini tidak memenuhi indikator
efektivitas.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Dari tiga indikator yang dijadikan ukuran dalam menilai kinerja pada bidang
pelaynan publik selama kurun waktu 2004-2009 di Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara, terlihat bahwa indikator yang tergolong spesifik dan menonjol adalah
indikator ‘persetase jumlah aparat yang beijazah minimal S1” yang secara
signifikan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 2004-2009. Capain
indikator yang spesifik dan menonjol tersebut, tidak terlepas dari adanya
kebijakan pemerintah daerah yang secara konsisten dari tahun ke tahun
menyiapkan alokasi anggaran untuk pengembangan kapasitas aparatur di
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, baik pengembangan melalui jalur
pendidikan formal maupun pengembangan melalui jalur pendidikan informal.
Jalur pendidikan formal meliputi pendidikan lanjut ke jenjang S-1 bagi tamatan
SMA dan sederajat serta pendidikan lanjut ke jenjang S-2 bagi tamatan S-1.
Secara rinci persentase aparat daerah yang berijazah minimal S-1 dapat dilihat
pada Gambar 3 berikut ;
Laporan Akhir EKPD 2009 33
1215
19
24
29
33
0
5
10
15
20
25
30
35
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Aparat Daerah Berijazah S-1 di Sultra
Gambar 3 : Persentase aparat daerah yang berijazah minimal S-1 di
Sulawesi Tenggara kurun waktu 2004-2009
Untuk mendukung program pengembangan kemampuan sumber daya
aparatur, maka dalam penyusunan APBD oleh pihak pemerintah memberi
perhatian khusus melalui alokasi anggaran. Keberhasilan capaian indikator ini
tidak terlepas dari dukungan politik pihak legislatif (DPRD) yang turut memberi
persetujuan terhadap pengajuan anggaran yang dilakukan oleh pihak eksekutif.
Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kemampuan/kualitas sumber
daya aparatur di daerah ini, tidak sekedar diupayakan melalui penyediaan
anggaran setiap tahunnya, tetapi ditindaklanjuti malalui kerjasama dengan
berbagai perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
swasta yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Melalui kerjasama tersebut
memberi kesempatan kepada perguruan tinggi setempat untuk mengembangkan
program studi tertentu dalam bentuk pembukaan kelas-kelas ekstensi.
Berdasarkan capaian 5 indikator yang dijadikan rujukan dalam mengevalusi
tingkat demokrasi di Provinsi Sultra, maka indikator yang tergolong menonjol
dibandingkan dengan indikator lainnya, adalah indikator tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemilihan presiden. Fenomena yang menonjol dari indikator
ini adalah penyelenggaraan pemilu presiden pada tahun 2004, ternyata angka
partisipasi masyarakat mencapai 98%. Ini artinya bahwa angka golput hanya 2%.
Kondisi ini memperlihatkan keberhasilan penyelenggaraan pemilu di tingkat lokal
yang melampaui keberhasilan pemilu tingkat nasional. Dengan demikian angka
partisipasi masyarakat sebesar 82%. Walaupun angka partisipasi masyarakat
kelihatannya menurun pada pemilu presiden tahun 2009, namun angka tersebut
masih pada batas yang tergolong tinggi, dimana angka golput hanya sekitar 18%.
Laporan Akhir EKPD 2009 34
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan Dengan berpedoman pada data capaian indicator hasil pelayanan
public dan demokrasi di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, maka terlihat
adanya beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian oleh pemerintah
daerah untuk ditingkatkan. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal yang
dipandang perlu untuk direkomendasikan sebagai berikut :
1. Perlu peningkatan penaganan yang serius terhadap kasus korupsi yang
telah dilaporkan oleh masyarakat dengan cepat, tetap, adil, transparan
dan tanpa tebang pilih.
2. Perlu pengembangan wawasan dan pengetahuan hukum bagi parat
aparat penegak hukum, sehingga tidak semata-mata terpaku pada
pasal-pasal aturan hukum, tetapi mampu melakukan penafsiran aturan
hukum berdasarkan nilai-nilai keadilan yang lebih luas dan
komprehensif atau dikenal sebagai rasa keadilan masyarakat. .
3. Perlu adanya komitmen pemeritah daerah untuk menaikkan jumlah
anggaran pengembangan kapasistas aparatur secara konsisten dan
berkesinambungan dari tahun ke tahun dan dilakukan secara simultan
antara jalur pendidikan formal (dari tingkatan SMA dan sederajat ke
jenjang S-1, S-2 dan S-3 secara proporsional) dan jalur pendidikan
infromal (diklat teknis profesional dan penjenjangan/sespim).
4. Perlu untuk diefektifkan sistem pelayanan satu atap di setiap
kabupaten/kota yang diiringi dengan kebijakan membuka peluang atau
memperbesar kesempatan bagi staf/pegawai untuk mengikuti diklat-
diklat teknis profesional.
5. Perlu pembenahan kelembagaan terkait pembangunan gender di
daerah ini, baik pembenahan struktur organisasinya, maupun
rekruitmen tenaga-tenaga profesional yang benar-benar memahami
konsep dan isu Gender Development Indeks (GDI) dan konsep/issu
Gender Empowerment Meassurement (GEM).
6. Perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja KPUD, baik di tingkat provinsi
maupun di tingkat kabupaten kota se Provinsi Sulawesi Tenggara.
Evaluasi ditujukan pada kemampuan profesional dalam mengemban
fungsi KPU sebagai lembaga politik.
Laporan Akhir EKPD 2009 35
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1. Capaian Indikator
PENDIDIKAN Salah satu komponen mendasar untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia adalah melalui peningkatan kualtas pendidikan. Berkaitan dengan
peningkatan kualitas pendidikan, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah
ini. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Pemerintah Daerah menetapkan
rencana strategis Daerah (Renstrada) di bidang pendidikan yang memuat
kebijakan Pemerintah Daerah di bidang Pendidikan, antara lain; (i) kebijakan
dalam pemerataan da perluasan akses, (ii) kebijakan dalam peningkatan mutu,
relevansi, dan daya saing pendidikan, (iii) kebijakan dalam penguatan tata
kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik.Kebijakan ini sudah sesuai dengan
kebijakan Pemerintah Pusat di bidang pendidikan sebagai pilar untuk
meningkatkan indeks pembangungunan manusia Indonesia. Kebijakan tersebut
kemudian dijabarkan kepada beberapa progam dan kegiatan.
Meskipun Pemerintah Daerah memiliki komitmen sebagaimana yang
tertuang di dalam rencana strategis daerah (Renstrada), tetapi secara umum
masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di
bidang pendidikan adalah berkaitan dengan belum meratanya akses
masyarakat terhadap pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain
itu, masalah lainnya adalah berkaitan dengan masih sarana dan prasarana
pendidikan sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan di daerah ini.
Untuk melihat kondisi existing capaian pendidikan 5 tahun terakhir di
Sulawesi Tenggara dapat diketahui dari capaian indikator pendidikan, yaitu
indikator angka partisipasi murni (APM), angka partispasi kasar (APK), rata-rata
nilai akhir yang diperoleh siswa, persentase lulusan yang dicapai siswa pada
ujian akhir, angka putus sekolah, angka melek aksara bagi penduduk usia 15
tahun ke atas, dan persentase jumlah guru yang layak mengajar.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa ada peningkatan kualitas pendidikan dilihat
dari beberapa indikator pendidikan dari tahun ke tahun di daerah ini dan
peningkatan ini sudah sejalan dengan target dan tujuan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian diakui bahwa masih ada beberapa
indikator yang belum sesuai dengan target yang nasional yang telah dicapai dan
Laporan Akhir EKPD 2009 36
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Data dari setiap indikator dapat dilihat
sebagai berikut.
- Persentase angka partisipasi Murni (APM) SD.
- Persentase rata-rata nilai akhir
- Persentase angka putus sekolah
- Persentase angka melek aksara 15 tahun ke atas
- Persentase jumlah guru yang layak mengajar
Adapun pencapaian kelima indikator output dan putcomes Provinsi
Sulawesi Tenggara dan nasional secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara dan dari Bappenas Angka Partisipasi Murni (APM) SD Tahun 2004-
2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase APM SD di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase APM SD Sultra Nasional
2004 95,44 93,00 2005 95,31 93,30 2006 95,18 93,54 2007 95,94 93,75 2008 93,81 93,98
Sumber : Kantor Dinas Pendidikan Sultra dan Bappenas 2009
Indikator Angka Partisipasi Murni (APM) SD yang dicapai oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan capaian yang
melebihi/di atas dari capaian nasional. APM SD di Sulawesi Tenggara pada
tahun 2004 mencapai 95,44 %, tahun 2005 mencapai 95,31 %, tahun 2006
mencapai 95,18 %, tahun 2007 mencapai 95,94 %, tahun 2008 mencapai 93,81
%. Data APM SD pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan
data APM SD empat tahun. Meskipun demikian secara nasional masih sesuai
dengan capaian APM SD secara nasional, yakni 93,96 %. Dibandingkan dengan
APM SD di daerah ini yang mencapai rata-rata 95,25 %, maka jika dilihat dari
Angka Partispasi Kasar (APK) SD pada tahun 2008 misalnya menunjukkan
angka yang lebih tinggi, yakni 101,32 %.
Laporan Akhir EKPD 2009 37
Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, rata-rata nilai akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2004-2008
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Rata-Rata Nilai Akhir SMP/MTs dan SMA/SMK/MA di
Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun Persentase Rata-Rata Nilai Akhir di
Sultra Persentase Rata-Rata Nilai Akhir Nasional
SMP/MTs SMA/SMK/MA SMP/MTs SMA/SMK/MA2004 4,09 4,30 4,80 4,77 2005 5,67 5,55 5,42 5,77 2006 5,67 5,74 5,42 5,94 2007 5,67 6,32 5,42 6,28 2008 6,35 6,33 6,05 6,35
Sumber : Kantor Dinas Pendidikan Sultra dan Bappenas 2009
Indikator rata-rata nilai akhir (ujian nasional) dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan seperti pada table 5. Capaian rata-rata nilai akhir di
Sultra sudah sesuai dengan target yang diinginkan oleh Pemerintah Daerah dan
capaian tersebut juga sejalan dengan capaian secara nasional, bahkan melebihi
rata-rata nasional. Begitu pula rata-rata nilai akhir untuk jenjang SMA/SMK/MA
dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan/peningkatan. Capaian rata-rata
nilai akhir SMA/SMK/MA pada tahun 2004 sebesar 4,30, tahun 2005 rata-rata
nilai akhir menjadi 5,55, kemudian capaian tersebut naik lagi pada tahun 2006
mencapai 5,74, tahun 2007 naik lagi menjadi 6,32, dan pada tahun 2008 naik
sedikit menjadi 6,33. kenaikan capaian rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
tersebut cukup berarti sesuai dengan target dan yang diinginkan oleh
Pemerintah Daerah. Dibandinkan dengan capaian rata-rata nilai akhir secara
nasional, maka capaian rata-rata nilai akhir di Sulawesi Tenggara sudah sejalan
dengan capaian nasional. Begitu pula jika dilihat dari angka persentase
kelulusan yang dicapai di daerah in tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada
Tahun 2006, persentase kelulusan SMP/MTs/SMPLB mencapai 87,39 %, angka
ini naik pada tahun 2007 yang mencapai 92,02 % dan naik lagi angka pesentase
kelulusan pada tahun 2008, yakni mencapai 97,24 %. Pencapaian kenaikan
angka persentase kelulusan tiga tahun terakhir ini menunjukkan prestasi yang
baik dan sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Dnas Pendidikan Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Laporan Akhir EKPD 2009 38
Angka Putus Sekolah di Sulawesi Tenggara dan Nasional Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, angka putus sekolah SD Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel
berikut ;.
Tabel 6. Persentase Angka Putus Sekolah di Sulawesi Tenggara dan Nasional
dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009
Tahun
Persentase Angka Putus Sekolah Prov. Sultra
Persentase Angka Putus Sekolah Nasional
SD SMP/ MTs
SMA/ SMK/MA
SD SMP/ MTs
SMA/ SMK/MA
2004 1,29 8,46 6,39 2,97 2,83 3,14 2005 8,18 3,71 2,20 3,17 1,97 3,08 2006 1,57 4,35 3,19 2,41 2,88 3,33 2007 1,35 3,46 5,66 1,81 3,94 2,68 2008 1,32 1,97 2,49 - -
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Berdasarkan Table 6 Indikator angka putus sekolah di Sulawesi
Tenggara mengalami fluktuasi untuk angka putus sekolah jenjang pendidikan
dasar (SD) dan pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup berarti..
Penurunan angka putus sekolah tersebut sesuai dengan target yang ditetapkan
oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk angka putus sekolah
jenjang SMP/MTs juga mengalami fluktuasi capaian, tetapi fluktuasi capaian
tersebut hanya terjadi pada tahun 2005-2007. Pada tahun 2004, angka putus
sekolah SMP/MTs mencapai 8,46 %, angka putus sekolah ini mengalami
penurunan sehingga pada tahun 2005 angka putus sekolah tersebut sebesar
3,71 %, tapi pada tahun 2006 naik angkanya dan pada tahun 2006 tersebut
mencapai 4,35 %, tahun 2007 turun menjadi 3,46 %, dan pada tahun 2008
mencapai 1,97 %. Untuk angka putus sekolah jenjang SMA/SMK/MA juga
mengalami fluktuasi jumlah capaiannya. Angka putus sekolah SMA/SMK/MA
pada tahun 2004 mencapai 6,39 %, turun pada tahun 2005 menjadi 2,20 %, naik
pada tahun 2006 mencapai 3,19, naik lagi pada tahun 2007 mencapai 5,66 %,
tetapi pada tahun 2008 menurun menjadi 2,49 %. Dibandingkan dengan capaian
secara nasional, khusus untuk persentase angka putus sekolah tingkat SD
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan capaian nasional. Akan tetapi untuk
persentase angka putus sekolah untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA
jumlah persentasenya di Sulawesi Tenggara masih relatif lebih besar
dibandingkan dengan persentase secara nasional.
Laporan Akhir EKPD 2009 39
Angka Melek Aksara di Sulawesi Tenggara dan Nasional Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara dan data Bappenas, angka melek aksara 15 tahun ke atas Tahun
2004-2008 dapat dilihat pada Tabel berikut ;.
Tabel 7. Persentase Angka Melek Aksara 15 Tahun KeAtas di Sulawesi
Tenggara dan Nasional Tahun Persentase Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke Atas
Sultra Nasional 2004 90,73 90,40 2005 91,33 90.90 2006 92,03 91,50 2007 93,05 91,87 2008 94,50 92,19
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Indikator angka melek aksara usia penduduk 15 tahun ke atas mengalami
peningkatan capaiannya dari waktu ke waktu. Capaian ini sudah sesuai dengan
target Pemerintah Daerah. Angka melek aksara usia 15 tahu ke atas tahun 2004
mencapai 90,73 %, naik pada tahun 2005 mencapai 91,33 %, dan naik lagi pada
tahun 2006 mencapai 92,03 %, terus naik lagi tahun 2007 mencapai 93,05 %,
dan pada tahun 2008 mencapai 94,50 %. Hal ini tidak terlepas dari semakin
responsifnya masyarakat Sulawesi Tenggara terhadap pentingnya pendidikan.
Dibandingkan dengan capaian persentase angka melek aksara isa 15 tahu ke
atas, maka capaian angka melek aksara usia 15 tahun ke atas di Sulawesi
Tenggara sedikit di atas capaian angka nasional.
Jumlah Guru Yang layak Mengajar di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara, jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun
2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar di Sulawesi Tenggara
dan Nasional dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009 Tahun Persentase Jumlah Guru Yang
Layak Mengajar Prov. Sultra Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar Nasional
SMP/MTs SMA/SMK/MA SMP/MTs SMA/SMK/MA 2004 81,64 81,84 81,12 69,47 2005 81,54 84,82 81,01 72,44 2006 80,92 86,51 78,04 82,55 2007 91,30 90,15 86,26 84,05 2008 92,30 91,40 - -
Sumber : Diknas Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD 2009 40
Indikator persentase jumlah guru yang layak mengajar jenjang SMP/MTs
dan SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di daerah ini.
sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa kualifikasi pendidikan tenaga pendidik jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK
adalah Sarjana (S1) dan D IV. Capaian ini sudah sesuai dengan target
Pemerintah Daerah. Persentase jumlah guru yang layak mengajar di SMP/MTs
tahun 2004 81,64 %, turun pada tahun 2005sedikit menjadi 81,54 %, turun lagi
sedikit pada tahun 2006 menjadi 80,92 %, dan pada tahun 2007 naik menjadi 91,3
% dan pada tahun 2008 mencapai 92,30 %. Kenaikan persentase jumlah guru
yang layak mengajar yang menalami peninkatan yang signifikan terjadi pada
jenjang SMA/SMK/MA. Persentase jumlah guru yang layak mengajar di
SMA/SMK/MA pada tahun 2004 mencapai 81,84 %, naik pada tahun 2005
menjadi 84,82 %, naik lagi pada tahun 2006 menjadi 86,51 %, dan naik lagi pada
tahun 2007 menjadi 90,15 %, dan pada tahun 2008 mencapai 91,40 %. Kenaikan
persentase jumlah guru yang layak mengajar tidak terlepas dengan tuntutan UU
No. 20 Tahun 2003 bahwa kualifikasi penddikan guru SD, SMP/MTs, dan
SMA/SMK/MA minmal Sarjana (S1) dan/atau D IV. Dibandingkan dengan capaian
persentase jumlah guru yang mengajar secara nasional, maka tampak capaian
angka persentase yang dicapai oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara di
atas capaian secara nasional.
KESEHATAN Komponen lain yang sangat mendasar dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia adalah berkaitan dengan kondisi existing kesehatan
masyarakat. Seperti halnya Pemerintah Daerah yang memiliki komitmen untuk terus
meninkatkan kualitas pendidikan di daerah ini, Pemerintah Daerah Sulawesi
Tenggara juga memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas derajat kesehatan
masyarakat di daerah ini. Komitmen tersebut dapat dilihat dari ditetapkannya
rencana strategis daerah (Renstrada) di bidang kesehatan yang memuat beberapa
kebijakan di bidang kesehatan antara lain; (i) meningkatkan jumlah, jarngan, dan
kualitas pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk pemerataan
pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di daerah terpencil serta pengembangan
dan relokasi fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi
Tenggara sebagai pusat kesehatan rujukan yang memadai sesuai tuntutan
Laporan Akhir EKPD 2009 41
perkembangan Iptek kesehatan, (ii) mengembangkan sistem jaminan kesehatan
masyarakat yang berprinsip keadilan sebagai pengejawantahan cara pandang dari
paradigma sakit ke paradigma sehat sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010.
sejalan dengan komitmen tersebut akan ditingkatkan mutu pelayanan kesehatan
perorangan lanjutan dengan prioritas pembebasan biaya pelayanan kesehatan kelas
III pada RSUD Kabupaten/Kota dan RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara, (iii)
meningkatkan pemahaman akan pentingnya kesehatan dan menerapkan pola hidup
sehat guna terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari tatanan individu,
keluarga, dan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Kebijakan tersebut kemudian dijabarkan kepada beberapa progam dan
kegiatan.
Meskipun Pemerintah Daerah memiliki komitmen sebagaimana yang tertuang
di dalam rencana strategis daerah (Renstrada), tetapi secara umum masalah utama
yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di bidang
kesehatan adalah berkaitan dengan masih rendahnya kualitas kesehatan penduduk.
Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan angka
kematian bayi. Selain itu, proporsi balita yang menderita gizi kurang masih tinggi dan
masih seringnya terjadi kasus gizi buruk. Usia harapan hidup masih belum begitu
baik. Angka kematian akibat penyakit menular masih cukup tinggi serta
kecenderungan semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Masalah lainnya
yang masih dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
berkaitan dengan terjadinya kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap
pelayanan kesehatan yang bermutu dan kinerja pelayanan kesehatan yang rendah
(LAKIP Dinas Kesehatan 2008). Untuk melihat kondisi existing kesehatan
masyarakat dapat diukur dan dilihat dari beberapa indikator, antara lain; umur
harapan hidup (UHH), angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI),
prevalensi gizi buruk, prevalensi gizi kurang, dan persentase tenaga kesehatan
perpenduduk. Adapun pencapaian kelima indikator output dan putcomes Provinsi Sulawesi
Tenggara dan nasional secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Laporan Akhir EKPD 2009 42
Umur Harapan Hidup Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,
umur harapan hidup penduduk Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di Sulawesi Tenggara dan
Nasional Tahun Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk
Sultra Nasional 2004 66 67,6 2005 66,8 68,1 2006 67 68,5 2007 69,1 69,8 2008 70 70,5 Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Indikator umur harapan hidup penduduk yang dicapai oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan capaian masih lebih rendah/di
bawah dari capaian nasional. Umur harapan hidup penduduk di Sulawesi Tenggara
pada tahun 2004 mencapai 66 tahun, dan mengalami kenaikan relatif sedikit menjadi
66,8 tahun 2005, tahun 2006 naik sedikit menjadi 67 tahun, tahun 2007 umur
harapan hidup naik menjadi 69,1 tahun dan pada tahun 2008 naik menjadi 70 tahun.
Angka kematian Bayi Sulawesi
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara dan dari Bappenas angka kematian bayi Tahun 2004-2008 dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase Angka Kematian Bayi di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Angka Kematian Bayi Sultra Nasional
2004 67 35 2005 41 -2006 32 - 2007 41 34 2008 39 -
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Indikator angka kematian bayi 5 tahun terakhir di Provinsi Sultra mengalami
penurunan. Angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2004 mencapai 67 per seribu
kelahiran hidup, kemudian menurun pada tahun 2005 menjadi 41 per seribu
kelahiran hidup, menurun lagi pada tahun 2006 menjadi 32 per seribu kelahiran
hidup, tetapi pada tahun 2007 naik kembali menjadi 41 per seribu kelahiran hidup,
Laporan Akhir EKPD 2009 43
dan pada tahun 2008 mencapai 39 per seribu kelahiran hidup. secara umum
mengalami penurunan yang cukup berarti selama lima tahun terakhir.
Angka Kematian Ibu Sulawesi
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Angka kematian ibu Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Persentase Angka Kematian Ibu di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Angka Kematian Ibu Sultra Nasional
2004 - 307 2005 3,59 262 2006 - 255 2007 312 228 2008 300 -
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Indikator angka kematian ibu melahirkan 5 tahun terakhir di Provinsi
Sulawesi Tenggara mengalami penurunan. Pada tahun 2002 angka kematian ibu
melahirkan mencapai 359 per seratus ribu kelahiran hidup menurun menjadi 312
per seratus ribu kelahiran hidup pata tahun 2007. Jumlah angka kematian ibu
melahirkan terus menurun pada tahun 2008 menjadi 300 per seratus ribu kelahiran
hidup. Dibandingkan dengan jumlah angka kematian ibu melahirkan secara
nasional, maka tampak bahwa angka kematian ibu melahirkan di Sulawesi
Tenggara masih relatif tinggi. Misalnya, pada tahun 2007, angka kematian ibu
melahirkan secara nasional mencapai 228 per seratus ribu kelahiran hidup, tetapi
angka kematiann ibu melahirkan di Sulawesi Tenggara pada tahun 2007 masih
mencapai 312 per seratus ribu kelahiran.
Prevalensi Gizi Buruk
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,
prevalensi gizi buruk Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Prevalensi Gizi Buruk Sultra Nasional
2004 - - 2005 10,04 -2006 2,65 -2007 3,50 - 2008 3,50 -
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Laporan Akhir EKPD 2009 44
Indikator persentase prevalensi gizi buruk 5 tahun terkahir di Provinsi
Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan. Pada tahun 2005 status gizi buruk
di daerah ini mencapai 10,04 %, status gizi buruk ini kemudian menurun pada
tahun 2006 menjadi 2,5 %, dan pada tahu 2007 dan 2008 status gizi buruk
mencapai 3,5 %.
Prevalensi Gizi Kurang
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, prevalensi gizi kurang Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Prevalensi Gizi Kurang Sultra Nasional
2004 - 19.6 2005 19,34 19.2 2006 13,64 - 2007 18,20 13 2008 18,20 13
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Indikator persentase prevalensi gizi kurang 5 tahun terakhir di Provinsi
Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan. Pada tahun 2005 status gizi
kurang di daerah ini mencapai 19,34 %, staus gizi kurang ini kemudian menurun
pada tahun 2006 menjadi 13,64 % dan tahun 2007 dan 2008 status gizi kurang
mencapai 18,2 %.
Persentase Tenaga Kesehatan Perpenduduk
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, tenaga kesehatan perpenduduk Tahun 2004-2008 tidak tersedia.
Indikator persentase tenaga kesehatan per penduduk satu tahun terkahir di
Provinsi Sulawesi Tenggara masih sangat kurang. Data yang ada pada Kantor
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa tenaga
kesehatan yang ada pada tahun 2008 masih kurang dan belum sesuai dengan
target yang ditetapkan. Selengkapnya mengenai persentase tenaga kesehatan
per penduduk tahun 2008 dapat dirinci sebagai berikut : (i) tenaga dokter spesialis
baru mencapai 3,5/100.000 penduduk dari target 6/100.000 penduduk, tenaga
dokter umum baru mencapai 14,63/100.000 penduduk dari target 40/100.000
Laporan Akhir EKPD 2009 45
penduduk, dokter gigi baru mencapai 2,26/100.000 penduduk, tenaga apoteker
baru mencapai 5,13/100.000 penduduk dari target 10/100.000 penduduk, Sarjana
Kesehatan Masyarakat baru mencapai 23,76/100.000 penduduk dari target
107/100.000 penduduk, tenaga paramedis keperawatan sudah mencapai
118/100.000 penduduk dari target 117/100.000 penduduk, dan tenaga kebidanan
baru mencapai 55,06/100.000 penduduk dari target 100/100.000 penduduk.
KELUARGA BERENCANA Salah satu unsur lain yang memberikan kontribusi terhadap indeks
pembangunan manusia adalah berkaitan dengan keberadaan program Keluarga
Berencana (KB). Unsur program Keluarga Berencana (KB) ini memiliki kaitan
yang erat dengan tingkat pendidikan penduduk dan berkaitan pula dengan
tinkat/derajat kesehatan penduduk. Rumah tangga yang memiliki anak 2 saja
karena mengikuti program Keluarga Berencana memiliki kecenderungan tingkat
pendidikan anak-anaknya lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang
memiliki anak banyak. Begitu pula, rumah tangga yang memiliki anak 2 saja
memiliki kecenderungan tingkat kesehatan anak-anaknya dan keluarganya lebih
baik dibandingkan dengan keluarga yang memiiliki jumlah anak yang banyak.
Indikator yang dapat mengukur tingkat keberhasilan program Keluarga
Berencana (KB) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diukur dengan indikator
persentase jumlah penduduk yang ikut program KB dan persentase laju
pertumbuhan penduduk di daerah ini. Dibandingkan dengan capaian nasional,
persentase jumlah penduduk ber-KB di Provinsi Sulawesi Tenggara di atas rata-
rata nasional, sebagai contoh misalnya pada tahun 2008, persentase jumlah
penduduk ber-KB secara nasional baru mencapai 53,19 %, sedangkan di daerah
ini persentase jumlah penduduk ber-KB sudah mencapai 65,39 %.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk di
daerah ini, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki komitmen
untuk mendorong masyarakatnya untuk terus mengikuti program Keluarga
Berencana (KB). Komitmen ini terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui
Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi
Tenggara dengan membuat program-program yang berkaitan dengan
pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan peningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Untuk melihat kondisi existing keluarga berencana dapat diukur dan
Laporan Akhir EKPD 2009 46
dilihat dari beberapa indikator, antara lain; Persentase penduduk ber-KB dan
Persentase laju pertumbuhan penduduk
Adapun pencapaian kedua indikator output dan putcomes Provinsi Sulawesi
Tenggara dan nasional secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut;.
Penduduk Ber-KB Berdasarkan data pada Kantor BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara,
penduduk ber-KB Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Persentase Penduduk Ber-KB di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun Persentase Penduduk Ber-KB
Sultra Nasional 2004 60,10 56,71 2005 65,31 57,89 2006 65,03 57,91 2007 70,68 57,43 2008 65,39 53,19
Sumber : Kantor BKKBN Sultra dan Bappenas
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase jumlah
penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara yang ikut program Keluarga Berencana (ber-
KB) mengalami “pasang-surut” atau datanya fluktuatif. Pada tahun tertentu, jumlah
penduduk yang ikut program Keluarga Berencana (ber-KB) mengalami peningkatan,
tetepai pada tahun tertentu persentase jumlahnya mengalami penurunan. Data dari
setiap indikator dapat dilihat pada uraian sebagai berikut.
Indikator yang berkaitan dengan penduduk yang ikut program Keluarga
Berencana (penduduk ber-KB) yang dicapai di daerah ini secara umum mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu, tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan.
Persentase jumlah penduduk yang mengikuti program Keluarga Berencana
(penduduk ber-KB) tahun 204 mencapai 60,10 %, mengalami peningkatan
jumlahnya pada tahun 2005 mencapai 65,31 %, tahun berikutnya, yakni tahun 2006
relatif sama dengan capaian 65,03 %, dan pada tahun 2007 mengalami
peningkatan dengan capaian 70,68 %, tetapi pada tahun 2008 capaiannya menurun
menjadi 65,39 %. Meskipun demikian, capaian penduduk ber-KB di daerah ini lebih
tinggi dibandingkan dengan capaian secara nasional.
Laporan Akhir EKPD 2009 47
Laju Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data pada Kantor BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara, laju
pertumbuhan penduduk Tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk di Sulawesi Tenggara dan
Nasional Tahun Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
Sultra Nasional 2004 0,80 1,29 2005 2,72 0,83 2006 1,99 1,52 2007 1,47 1,55 2008 2,14 1,28
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas 2009 Indikator yang berkaitan dengan persentase laju pertumbuhan penduduk
yang dicapai di daerah ini. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan laju
pertumbuhan penduduk di daerah ini juga mengalami angka ang fluktuatif. Pada
tahun 2004, persentase laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 0.2 %, tetapi pada tahun 2005 meningkat cukup signifikan menjadi 2,72
%, dan pada tahun 2006 menurun angkanya menjadi 1,99 %, dan terus menurun
pada tahun 2007 mencapai 1,47 %, tetapi pada tahun 2008 meningkat dan
mencapai 2,14 %. Dibandingkan dengan capaian secara nasional, persentase laju
pertumbuhan penduduk di daerah ini lebih besar dibandingkan dengan capaian
secara nasional.
Secara keseluruhan Tren capaian Indikator hasil (outcomes) Tingkat kualitas
sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional dalam kurun
Waktu 2004-2008 dapat dilihat pada Gambar 4.
Tren Capaian Indikator hasil (outcomes) Tingkat Kualitas Sumber Daya
Manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara sudah mampu menjawab permasalahan
pembangunan SDM di Sultra. Selanjutnya Capaian Indikator hasil (outcomes)
Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara sejalan dan
bahkan lebih baik dari capaian nasional, terutama bidang Kesehatan. Kondisi ini
dapat dicapai karena dukungan pemerintah daerah melalui peningkatan anggaran
pembangunan kesehatan dari dana APBD dari sebelumnya tahun 2007 hanya
mencapai 5 % APBD meningkat menjadi 15 % APBD tahun 2009 (70.156.167.000/
alokasi anggaran per tahun). Peningkatan kualitas kesehatan juga didukung oleh
program kesehatan melalui pembebasan biaya kesehatan masyarakat. Begitu pula
Laporan Akhir EKPD 2009 48
peningkatan kualitas/mutu pendidikan di Sultra terus meningkat dengan kebijakan
Pemda Sultra melalui pembebasan biaya operasional pendidikan (BOP) yang
dituangkan dengan Peraturan Gubernur Sultra Nomor 24 Tahun 2008.
010203040506070
2004 2005 2006 2007 2008-40-30-20-100102030
PersentaseTingkat Kulialitas SDM ProvinsiSultra(outcomes) Persentase Tingkat Kulialitas SDM Nasional(outcomes) Tren Provinsi Sultra
Tren Nasional
Gambar 4. Tren capaian Indikator hasil (outcomes) Tingkat kualitas sumber daya
manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional dalam Kurun Waktu 2004-2008.
Tren capaian pembangunan daerah bidang pendidikan sejalan dengan
capaian pembangunan bidang pendidikan secara nasional. Meskipun secara
nasional angka capaian pembangunan bidang pendidikan di Provinsi Sulawesi
Tenggara masih di bawah rata-rata nasional 4 tahun terakhir (tahun 2004-2007),
tetapi 1 tahun terakhir angka capaian pembangunan bidang pendidikan di daerah ini
meningkat dan lebih baik (lebih tinggi) dari angka capaian rata-rata secara nasional.
Angka capaian pembangunan bidang pendidikan di Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2008 mencapai 42, sedangka angka capaian bidang pendidikan secara
nasional hanya 36. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan bidang pendidikan di
Provinsi Sulawesi Tenggara sudah relevan dan sejalan dengan target
pembangunan bidang pendidikan secara nasional. Bahkan pada tahun 2008,
pembangunan bidang pendidikan di provinsi ini lebih baik dan melampui angka
dibandingkan dari capaian secara nasional. Meskipun secara umum (keseluruhan
item dalam indikator bidang pendidikan angka capaian di daerah ini di atas angka
rata-rata capaian nasional, tetapi ada beberapa item dari indikator pendidikan masih
rendah, seperti masih retif tingginya angka putus sekolah (khususnya di tingkat
sekolah menengah).
Laporan Akhir EKPD 2009 49
Sejalan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan masyarakat
tercermin dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan masyaralat dan
berkurangnya angka buta aksara. Dilihat dari enduduk umur 10 tahun ke atas yang
dapat menamatkan pendidikan dasar mencapai 22,34 % (447.133 orang).
Sedangkan penurunan angka buta aksara di daerah ini dapat dilihat dari tahun 2005
mecapai 3,76 % menurun pada tahun 2006 menjadi 3,63 %, dan tahun 2007
menurun lagi menjadi 3,12 % dari jumlah penduduk atau sekitar 66.140 orang.
Tren capaian pembangunan daerah bidang kesehatan sejalan dengan
capaian pembangunan bidang kesehatan secara nasional. Meskipun secara
nasional angka capaian pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Sulawesi
Tenggara masih di bawah secara nasional 1tahun terakhir (tahun 2004), tetapi 4
tahun terakhir angka capaian pembangunan bidang kesehatan di Sultra lebih
baik (lebih tinggi) dari angka capaian secara nasional. Angka capaian
pembangunan bidang kesehatan di Sultra tahun 2008 mencapai 86, sedangkan
angka capaian bidang kesehatan nasional secara nasional hanya 30. Hal ini
menunjukkan bahwa pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Sulawesi
Tenggara sudah relevan dan sejalan dengan target pembangunan bidang
kesehatan secara nasional. Bahkan pada tahun 2008, pembangunan kesehatan
di provinsi ini lebih baik dibandingkan dari capaian rata-rata secara nasional.
Pada tahun 2008, misalnya untuk bidang kesehatan mengalami peningkatan
kualitas derajat kesehatan masyarakat Sultra melalui peningkatan jumlah
Puskesmas (210), Puskesmas Pembantu (436), Puskesmas Keliling, Posyandu
(2454), Desa Siaga (546), Poskesdes (717), rumah sakit (22), apotik (92), toko
obat (165), dan sarana farmasi/gudang farmasi (11 uah) dan sarana kesehatan
lainnya.
Tren capaian pembangunan daerah bidang KB sejalan dengan capaian
pembangunan bidang KB secara nasional. Meskipun secara nasional angka
capaian pembangunan bidang KB di Sultra masih di bawah secara nasional 5
tahun terakhir (tahun 2004-2008), tetapi indikator persentase jumlah penduduk
ber-KB di Provinsi Sulawesi Tenggara di atas rata-rata nasional, sebagai contoh
misalnya pada tahun 2008, persentase jumlah penduduk ber-KB secara nasional
baru mencapai 53,19 %, sedangkan di daerah ini persentase jumlah penduduk
ber-KB sudah mencapai 65,39 %. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan
bidang KB di Provinsi Sulawesi Tenggara sudah relevan dan sejalan dengan
target pembangunan bidang KB secara nasional.
Laporan Akhir EKPD 2009 50
Capaian pembangunan daerah bidang pendidikan dari tahun ke tahun relatif
konstan. Akan tetapi ada indikator tertentu, seperti angka melek akasara usia
penduduk 15 tahun ke atas mengalami peningkatan capaiannya dari waktu ke
waktu. Capaian ini sudah sesuai dengan target Pemerintah Daerah. Angka melek
aksara usia 15 tahu ke atas tahun 2004 mencapai 90,73 %, naik pada tahun
2005 mencapai 91,33 %, dan naik lagi pada tahun 2006 mencapai 92,03 %, terus
naik lagi tahun 2007 mencapai 93,05 %, dan pada tahun 2008 mencapai 94,50
%. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan bidang pendidikan di Provinsi
Sulawesi Tenggara memberikan hasil yang baik dan berdampak pada
peningkatan kualitas pendidikan di daerah ini.
Capaian pembangunan daerah bidang kesehatan dari tahun ke tahun
mengalami peninkatan. indikator angka kematian bayi 5 tahun terakhir di Provinsi
Sulawei Tenggara mengalami penurunan. Angka kematian bayi (AKB) pada
tahun 2004 mencapai 67 per seribu kelahiran hidup, kemudian menurun pada
tahun 2005 menjadi 41 per seribu kelahiran hidup, menurun lagi pada tahun 2006
menjadi 32 per seribu kelahiran hidup, tetapi pada tahun 2007 naik kembali
menjadi 41 per seribu kelahiran hidup, dan pada tahun 2008 mencapai 39 per
seribu kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan bidang
kesehatan di Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan hasil yang baik dan
berdampak pada peningkatan derajat kesehatan di daerah ini. Begitu pula
indikator umur harapan hidup (UHH) penduduk yang dicapai oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa capaian penduduk yang ber-KB
mengalami kemajuan. Dampak keberhasilan pembangunan di bidang
kependudukan dapat dilihat juga dari perubahan komposisi penduduk menurut
umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk tidak
produktif (penduduk muda umur 0-14 tahun dan penduduk tua umur 60 tahun
atau lebih) atau semakin rendahnya angka beban ketergantungan . semakin kecil
angka beban ketergantungan (dependency ratio) akan memberikan kesempatan
bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya. Komposisi
penduduk Sulawesi Tenggara menurut kelompok umur menunjukkan bahwa
penduduk yang berusia muda (0-4 tahun) sebesar 36,01 %, yang berusia
produktif (15-64 tahun) sebesar 59,90 %, dan yang berusia tua (di atas 65 tahun)
sebesar 4,09 %). Dengan demikian, maka angka beban tanggungan
(dependency ratio) penduduk Sulawesi Tenggara pada tahun 2007 sebesar
Laporan Akhir EKPD 2009 51
66,94 %. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 sebesar
68,71 %.
Secara umum capaian Indikator hasil (outcomes) Tingkat Kualitas Sumber
Daya Manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan harapan yang positif
terhadap pencapaian tujuan yg direncanakan. Selain itu capaian Indikator hasil
(outcomes) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia di Provinsi Sulawesi
Tenggara menunjukan peningkatan dari waktu ke waktu.
2,2,2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Dari lima indikator tingkat keberhasilan bidang pendidikan, maka capaian
indikator yang spesifik adalah indikator persentase jumlah guru yang layak mengajar
mulai dari tingkat pendidikan SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Pada tahun 2008,
misalnya, persentase jumlah guru yang layak mengajar di daerah ini mencapai 91,40
%, sedangkan secara nasional baru mencapai 85,13 %. Ini menunjukkan bahwa di
daerah ini, jumlah guru yang layak mengajar di semua jenjang pendidikan (mulai dari
SD sampai SMA/SMK/MA) lebih baik dibandingkan dengan capaian nasional.
Tingginya capaian persentase jumlah guru yang layak mengajar di Provinsi
Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan capaian secara nasional tidak terlepas
dengan program-program peningkatan kualitas tenaga pendidik yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, antara lain, program kualifikasi guru
dari SPG/SGO/PGA untuk mengikuti pendidik S1, program penyetaraan dan
kualifikasi guru-guru SMP/MTs dan SMA/SMK/MA untuk mengikuti pendidikan S1 di
berbagai perguruan tinggi di Indonesia, termasuk guru-guru yang mengikuti program
kualifikasi di FKIP Universitas Haluoleo. Khusus untuk guru-guru SD/MI di daerah ini,
jumlah guru yang mengikuti program penyetaraan dan peningkatan kualifikasi tenaga
pendidik dari tahun ke tahun di FKIP Universitas Haluoleo maupun FKIP Universitas
Terbuka terus meningkat.
Dari enam indikator tingkat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan,
maka capaian indikator yang spesifik adalah indikator UHH penduduk Sulawesi
Tenggara. Pada tahun 2004, UHH penduduk Sulawesi Tenggara mencapai 66 tahun
meningkat pada tahun 2008 mencapai 70 tahun. Peningkatan UHH penduduk
Sulawesi Tenggara tidak terlepas dengan semakin kualitas sarana dan parasarana
kesehatan serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan umur harapan hidup. Selain itu, meningkatkanya UHH
penduduk Sulawesi Tenggara berkaitan dengan visi pemerintah daerah Sulawesi
Laporan Akhir EKPD 2009 52
Tenggara, yakni “Bahteramas”, yang kemudian dijabarkan oleh Dinas Kesehatan
Sulawesi Tenggara melalui visinya “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Tenggara
Yang Sehat”,. Secara rinci peningkatan umur harapan hidup penduduk di Sultra
dapat dilihat pada Gambar berikut;
66
66.8 67
69.1
70
64
65
66
67
68
69
70
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di SULTRA
Gambar 5 ; Peningkatan umur harapan hidup penduduk di Sultra
Capaian indikator umur harapan hidup (UUH) penduduk Sultra yang terus
meningkat seiring dengan capaian umur harapan hidup (UUH) penduduk secara
nasional. Ini menunjukan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat memiliki
komitmen untuk meningkatkan kualitas/derajat kesehatan masyarakat melalui
program kesehatan yang bersifat populis, seperti pemberian jaminan kesehatan bagi
penduduk miskin, pengobatan gratis (pembebasan biaya pengobatan), dll.
Dari dua indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan program Keluarga
Berencana (KB), maka capaian indikator yang spesifik adalah berkaitan dengan
indikator persentase jumlah penduduk mengikuti program Keluaraga Berencana
(penduduk ber-KB) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tahun 2008 misalnya, jumlah
penduduk ber-KB secara nasional hanya mencapai 53,19, sedangkan capaian
penduduk ber-KB di Sulawesi Tenggara sudah mencapai 65,39 %. Capaian
penduduk ber-KB di atas rata-rata nasional tidak terlepas dari semakin membaiknya
tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk Sulawesi Tengara. Kesadaran
penduduk di daerah ini untuk memiliki anak yang relatif sedikit (2 anak saja cukup)
menjadi kunci keberhasilan KB di daerah ini.
Persentase laju pertumbuhan pemduduk yang masih di atas rata-rata
nasional (Sulawesi Tenggara 2,14 %, sedangkan nasional 1,28 %) bukan karena
tingginya angka kelahairan di daerah ini, tetapi masih tingginya laju pertumbuhan
Laporan Akhir EKPD 2009 53
penduduk di daerah ini lebih disebabkan karena faktor mobilitas penduduk dari luar
Sulawesi Tenggara masuk di daerah ini.
Perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang cenderung terus
meningkat telah memicu migrasi masuk ke daerah ini, terutama pedagang maupun
pengusaha untuk mengembangkan usahanya di daerah ini. Bahkan para pencari
kerja (penganggur) dari daerah lain di lyra Sulawesi Tenggara masuk (datang) ke
Sulawesi Tenggara dengan maksud mencari pekerjaan baik sektor formal (menjadi
PNS) maupun sektor informal. Perkembangan infrastuktur pemerintahan dan
perekonomian yang semakin baik dan maju menjadi faktor terjadinya migrasi di
daerah ini. Akibatnya, daerah ini menjadi salah satu tujuan pencari kerja. Di samping
itu, mobilitas penduduk masuk ke daerah ini semakin tinggi sebagai akibat semakin
berkembanagnya dan lancarnya transportasi udara, darat, dan laut di daerah ini.
2,2,3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan data capaian indikator pendidikan, kesehatan dan Keluarga
Berencana di daerah ini, maka ada beberapa indikator capaian yang perlu
ditingkatkan, yakni sebagai berikut.
1. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu membangun lembaga-lembaga
pendidikan non formal (dalam bentuk lembaga pendidikan keterampilan) untuk
mendidik siswa putus sekolah dengan membekali berbagai keterampilan
Bangunan, pertukangan, mesin, elektronik dll.) dan perlu pemberian beasiswa
khusus bagi siswa yang putus sekolah (mulai dari siswa yang putus sekolah di
tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA).
2. Pemerintah daerah perlu meningkatkan jumlah tenaga bidan yang disebar di
desa-desa, terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil, meningkatkan
pembangunan prasarana kesehatan, terutama Polides yang tersebar di desa-
desa se Sulawesi Tenggara dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan,
terutama bagi dokter spesialis dan tenaga bidan yang bertugas di daerah-daerah
terpencil.
3. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas pelayanan penduduk ber-KB
yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil di
Sulawesi Tenggara, Peningkatan jumlah tenaga Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB) dan memperkuat kader-kader KB di desa-desa melalui
pelatihan-pelatihan, dan pendidikan yang memadai sehingga pengetahuan dan
wawasan kader-kader KB di desa-desa semakin luas dan memadai.
Laporan Akhir EKPD 2009 54
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI Setelah berbagai agenda pembangunan dilaksanakan sejak 5 tahun
terakhir, maka beberapa hal yang terkait dengan kinerja diukur dengan melihat
tren atau kecenderungan beberapa indikator makro ekonomi. Terkait dengan
evaluasi kinerja pembangunan ekonomi ada 3 agenda yang perlu dievaluasi
yaitu : a) kondisi makro ekonomi daerah yang mencakup laju pertumbuhan
ekonomi, persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase output
UMKM terhadap PDRB, pendapatan perkapita dan Laju Inflasi, b) Investasi yang
mencakup persentase pertumbuhan realisasi Investasi PMA dan persentase
realisasi Investasi PMDN, c) Infrastruktur yang mencakup panjang jalan nasional
berdasarkan kondisi dalam kilometer dan panjang jalan provinsi dan kabupaten
berdasarkan kondisi dalam kilometer.
2.3.1. Capaian Indikator EKONOMI MAKRO Laju Pertumbuhan Ekonomi Sultra dan Nasional
Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran logis yang
sering digunakan dalam menilai kinerja ekonomi suatu daerah. Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam lima tahun terakhir
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan adanya
fluktuasi dari tahun ke tahun. Data pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara
dan Pertumbuhan ekonomi nasional sebagai berikut :
Tabel 16. Laju dan Tren Pertumbuhan Ekonomi Sultra dan Nasional
Tahun Laju Pertumbuhan
Ekonomi (%) Trend Pertumbuhan Ekonomi
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 7.55 4.25 - - 2005 7.31 20.84 -0.03 3.90 2006 7.68 19.48 0.05 0.07 2007 8.09 21.26 0.053 0.09 2008 7.27 20.34 -0.109 0.05
Sumber: Data Diolah
Tabel 16 terlihat bahwa kinerja ekonomi Sulawesi Tenggara dalam lima
tahun terakhir dapat dikelompokkan atas 3 bagian yaitu antara tahun 2004 dan
tahun 2005 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara mengalami
pennurunan, antara tahun 2005 hingga tahun 2007 terjadi peningkatan antara
Laporan Akhir EKPD 2009 55
tahun 2007 dan tahun 2008, kembali mengalami penurunan kinerja ekonomi di
Sulawesi Tenggara.
Meskipun terjadi siklus pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir, namun
angka petumbuhan ekonomi tersebut masih dalam tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi
Tenggara masih diatas 7%. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Sulawesi
Tenggara, hal ini tidak terlepas dari kontribusi sektor pertanian pada tahun 2007
sebesar 38,12% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,22%,
sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam struktur Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Sulawesi Tenggara.
Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sulawesi Tenggara
pada merupakan andil terbesar dari sub sektor perikanan (31%) dan
perkebunan (29,9)%, serta tanaman pangan 21,5% dibandingkan dengan sub
sektor lainnya peternakan 14% dan kehutanan hanya 3,5%. Besarnya kontribusi
subsector perikanan laut, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi alam Provinsi
Sulawesi Tenggara yang memiliki perairan laut yang cukup luas dan potensi
yang cukup untuk pengembangan tanaman perkebunan maupun lahan
perswahan.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara, tidak hanya
karena adanya peningkatan kontribusi, sektor pertanian dan perdagangan,
restoran dan hotel, akan tetapi juga karena adanya kenaikan produksi sektor
lain kecuali pada sektor listrik, gas dan air bersih justru mengalami penurunan
dibandingkan pada tahun 2006 yang memberi sumbangan sebesar 1,01 % pada
tahun 2007 menurun menjadi 0,94 % kontribusinya dalam pembentukan PDRB
Sulawesi Tenggara.
Satu hal yang mengagetkan dari angka-angka di atas adalah bahwa
pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi menurun. Penurunan tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004.
Meskipun demikian laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara secara rata-
rata cukup baik karena, karena secara rata-rata masih berada di atas 7 persen.
Meskipun pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara terjadi penurunan
pertumbuhan dari pertumbuhan 7,51% tahun 2004 menjadi 7,27% tahun 2008,
namun pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 6,3% pada tahun 2008.
Laporan Akhir EKPD 2009 56
Jika dilihat dari aspek perkembangan petumbuhan ekonomi di Sulawesi
Tenggara terjadi votalitas, sementara pada tingkat nasional pertumbuhan
ekonomi menunjukan kecenderungan mengalami peningkatan. Hal tersebut
tergambar bahwa pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi nasional hanya
4,29%, dan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2008, menjadi 6,3%.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran bahwa
kegiatan ekonomi mengalami peningkatan produksi barang dan jasa. Kondisi
kestabilan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat diperlukan bagi suatu
wilayah terutama untuk menjaga keseimbangan kebutuhan masyarakat, sebab
hal tersebut terkait dengan kestabilan inflasi, jika keseimbangan antara
permintaan dan penawaran barang dan jasa dimasyarakat tidak terjaga hal
tersebut akan terjadi permasalahan inflasi.
Persentase Ekspor Terhadap PDRB Satu hal yang perlu dicermati bahwa dalam perekonomian Sulawesi
Tenggara adalah kontribusi ekspor terhadap PDRB yang menunjukkan
peningkatan dari tahun ketahun, walaupun sempat terjadi penurunan di tahun
2006. Pada tahun 2008 kontribusi ekspor terhadap PDRB mengalami
penurunan, namun penurunan tersebut tidak besar sehingga jika dilihat
perkembangan kontribusi ekspor terhadap PDRB masih telatif stabil. Hal ini
dapat dilihat pada tahun 2004 kotribusi PDRB sebesar 8,45% pada tahun 2008
7,27%. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global,
sperti terjadinya krisis ekonomi yang melanda Amerika memberikan dampak
terhadap kinerja ekspor Sulawesi Tenggara, terutama pada sector
pertambangan yang mengalami pertumbuhan negative pada tahun 2008 yaitu
-3,26%. Sehingga secara keseluruhan hal tersebut berpengaruh terhadap
kontribusi ekspor terhadap PDRB Sultra. Namun penurunan kontribusi tersebut
masih dalam batas yang relative kecil, karena penurunannya hanya 0,82%.
Semakin besar persentase eksport terhadap PDRB, akan memberikan
dampak ekonomi atau effek multiplier terhadap kegiatan ekonomi masyarakat,
misalnya meningkatnya kesempatan kerja, pengangguran dapat ditekan,
peningkatan pendapatan masyarakat, dan pemerintah juga akan memperoleh
manfaat dengan miningkatnya kontribusi ekpor terhadap PDRB, seperti
peningkatan PAD. Jika dilihat komponen ekspor Sulawesi Tengara,
menunjukkan bahwa sebagian besar ekspor tersebut masih berasal dari ekspor
Laporan Akhir EKPD 2009 57
hasil perikanan, pertambangan, dan perkebunan. Hal tersebut sesuai dengan
kondisi ekonomi Sulawesi Tenggara dimana PDRB Sultra masih didominasi oleh
sekor pertanian yaitu sebesar 35,40% pada tahun 2007.
Jika di bandingkan trend persentase ekspor nasional terhadap PDB
dengan persentase ekspor Sultra terhadap PDRB, trend persentase ekport
nasioanl terhadap PDB relative stabil dengan rata-rata 20% sejak tahun 2004
hingga 2008.
Tabel 17. Persentase Ekspor Terhadap PDRB dan PDB
Tahun Persentase Ekspor Terhadap
PDRB dan PDB Trend
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 8.45 20.07 - - 2005 8.72 20.84 0.03 0.04 2006 7.66 19.48 -0.12 -0.07 2007 8.09 21.26 0.06 0.09 2008 7.27 20.34 -0.10 -0.04
Sumber: Data diolah
Meskipun tidak terdapat kenaikan persentase ekspor terhadap PDB
secara signifikan sejak tahun 2004 hingga 2008, namun hal tersebut sudah
cukup memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian nasional, sebab
dengan angka rata-rata sebesar 20%, saat sekarang ini terutama ketika terjadi
masalah ekonomi di Amerika telah memberikan dampak terhadap kinerja
ekspor Indonesia.
Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB Trend yang meningkat dalam persentase ekspor Sulawesi Tenggara
juga tidak terlepas dari peningkatan persentase output manufaktur terhadap
PDRB.
Tabel 18. Persentase Output Terhadap PDRB dan PDB Sultra dan Nasional
Tahun Persentase Output Terhadap
PDRB dan PDB Trend
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 6.20 28.07 - - 2005 5.79 27.41 -0.07 -0.02 2006 6.85 27.54 0.18 0.005 2007 7.90 27.06 0.15 -0.02 2008 7.41 27.87 -0.06 0.03
Sumber: Data Diolah
Laporan Akhir EKPD 2009 58
Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa persentase output manufaktur
terhadap PDRB juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun meskipun
pada tahun 2008 terjadi penurunan (7,41%) pada tahun 2007 (7,90),
penurunan tersebut hanya 0,49%, namun jika dilihat dari perkembangan lima
tahun terakhir persentase output manufaktur relative stabil, hal tersebut sudah
memberikan indikasi bahwa ada kecenderungan perubahan struktur dalam
perekonomian Sulawesi Tenggara menuju industri manufaktur meskipun
kontribusinya masih rekatif rendah. Secara nasional juga mengindikasikan
persentase output manufaktur relative stabil selama lima tahun terakhir, masih
berada diatas 27%. Meskipun ada penurunan dari tahun 2004 (28,07%)
menjadi 27,87% pada tahun 2008.
Secara Nasional persentase output manufaktur terhadap PDB relative
stabil pada tahun 2004 sebesar 28,07% pada tahun 2008 sedikit mengalami
penurunan menjadi 27,87%, namun jika dilihat trend nya sejak tahun 2004
hingga tahun 2008 memiliki rend yang relative stabil.
Pendapatan Perkapita Seiring dengan semakin membaiknya beberapa indikator makro
ekonomi di Sulawesi Tenggara, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Tenggara juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari trend
pendapatan perkapita yang meningkat dari waktu ke waktu pada tahun 2004
hanya sebesar 5,34 juta, pada tahun 2008 telah menjadi 10,69 juta, jadi dalam
jangka waktu lima tahun telah terjadi peningkatan 2 kali lipat dari tahun 2004
hingga 2008. Sebagaimana di ketahui bahwa untuk mengukur tingkat
kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari besarnya pendapatan perkapita
penduduk di suatu wilayah.
Tabel 19. Pendapatan Perkapita Sultra dan Nasional
Tahun Pendapatan Perkapita
(Juta) Trend
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 5.34 10.61 - - 2005 6.61 12.68 0.24 0.20 2006 7.63 15.03 0.15 0.19 2007 8.84 17.58 0.16 0.17 2008 10.69 21.7 0.21 0.23
Sumber: Data Diolah
Laporan Akhir EKPD 2009 59
Di Sulawesi Tenggara, sejak tahun 2004-2008 pendapatan perkapita
menunjukkan trend yang positif, ini memberikan makna bahwa persentase
peningkatan nilai jumlah barang dan jasa lebih besar dari persentase
peningkatan pertumbuhan penduduk di Sulawesi Tenggara, sehingga terdapat
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Tenggara.
Pendapatan perkapita secara nasional juga mengalami peningkatan
sejak tahun 2004-2008 dengan rata-rata sebesar 15,52 juta lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan perkapita di Sultra sebesar 7,82 juta.
Pendapatan perkapita di Sulawesi Tenggara masih rendah dibandingkan
dengan beberapa daerah di Indonesia lainnya. Peningkatan pendapatan
perkapita di Sulawesi Tenggara, pemerintah terus mendorong kegiatan
ekonomi masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan.
Laju Inflasi Perkembangan Inflasi di Sulawesi Tenggara masih cukup tinggi pada
tahun 2004 sebesar 7,72%, namun tahun 2005 menjadi 21,45%. Peningkatan
tersebut cukup tinggi sebab sudah berada diatas 10%, tingginya angka inflasi
ini mempengaruhi kinerja ekonomi di Sultra, sebab daya beli masyarakat akan
semakin menurun, dan keinginan pengusaha untuk berinvestasi akan
mengalami hambatan.
Tabel 20. Laju Inflasi Sultra dan Nasional
Tahun Laju Inflasi
(%) Trend
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 7.72 6.10 - - 2005 21.46 10.50 1.78 0.72 2006 10.57 13.10 -0.51 0.25 2007 7.53 6.0 -0.29 -0.54 2008 15.28 1.03
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan trend perkembangan inflasi di Sulawesi Tenggara
menunjukkan ketidak stabilan tingkta inflasi, hal ini menunjukkan bahwa
tingkat inflasi tersebut belum dapat dikendalikan pada tingkat yang stabil yang
diharapkan yaitu pada tingkat dibawah 10%. Pada tingkat nasional tingkat
inflasi yang terjadi sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 menunjukan adanya
sedikit kestabilan dan masih berada pada tingkat menghampiri angka 10%.
Laporan Akhir EKPD 2009 60
INVESTASI Investasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi dalam
menilai kinerja perekonomian suatu daerah. Investasi yang tinggi
menunjukkan semakin membaiknya iklim investasi dan adanya dorongan
pengusah untuk berinvestasi dalam suatu perekonomian perekonomian suatu
daerah dan sebaliknya investasi yang rendah menunjukkan perekonomian
daerah akan mengalami pertumbuhan yang rendah relatif rendah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa dalam lima tahun terahir,
persentase realisasi invesatasi di Sulawesi Tenggara cenderung menurun dari
tahun ke tahun baik dari investasi PMA maupun investasi PMDN.
Tabel 21. Persentase Pertumbuhan Investasi PMA dan PMDN di Sulawesi
Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008
Tahun
Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA PMDN
Realisasi Tren Realisasi Tren Sultra Nasional Sultra Nasional Sultra Nasional Sultra Nasional
2004 59.44 25.82 - - 20.4 -16.04 2005 59.44 99.39 1.78 0.72 20.4 94.90 0 6.92 2006 28 -32.79 -0.51 0.25 59.77 -32.76 -1.93 1.35 2007 -5.57 68.91 -0.29 -0.54 45.2 72.60 0.24 3.22 2008 18.13 -41.62 1.03 -25.37 43.80 1.56 0.40
Sumber: Badan Penanaman Modal Sultra dan Bappenas, 2009
Tahun 2005 persentase pertumbuhan investasi PMA sebesar 59,44
persen. Tahun 2006 menurun lebih dari dua kali lipat menjadi 28 persen.
Tahun 2007 menurun lebih rendah lagi hingga minus 5,57 persen. Tahun 2008
pertumbuhan investasi kembali meningkat walaupun lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2005 maupun tahun 2006.
Sumber: Badan Penanaman Modal Sultra, 2009
Gambar 6. Pertumbuhan Realisasi PMA di Sulawesi Tengara Tahun 2005-2008
Laporan Akhir EKPD 2009 61
Keadaan yang sama juga terjadi pada persentase pertumbuhan
investasi PMDN. Persentase pertumbuhan PMDN di Sulawesi Tenggara
mengalami fluktuasi dan cenderung menurun dari tahun ketahun. Tahun 2005
persentase pertumbuhan investasi PMDN tumbuh sebesar 20,4 persen.
Tahun 2006 meningkat menjadi 59,77 persen. Tahun 2007 kembali menurun
menjadi 45,2 persen dan tahun 2008 kembali menurun hingga minus 25,37
persen.
PERTUMBUHAN REALISASI PMDN SULTRA
20.4
59.7745.2
‐25.37‐50
0
50
100
2004 2005 2006 2007 2008
PMDN SULTRA
Sumber: Badan Penanaman Modal Sultra, 2009
Gambar 7. Pertumbuhan Realisasi PMDN Sultra Tahun 2005 -2009
INFRASTRUKTUR Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya
dalam menunjang pembangunan di suatu daerah khususnya pembangunan
ekonomi. Salah satu infrastruktur dimaksud adalah sarana jalan. Jalan dapat
diklasifikasikan atas 3 yaitu jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten.
Bila dilihat berdasarkan klasifikasi tersebut maka, tampak bahwa panjang
jalan nasional di Sulawesi Tenggara cenderung tetap dari tahun ketahun.
Tahun 2004 panjang jalan nasional adalah 1294 km, sepanjang 899 km
dalam kategori baik, 223 km dalam kategori sedang dan sepanjang 172 km
dalam kategori buruk.
Tahun 2006 panjang jalan nasional di Sulawesi Tenggara tidak
mengalami perubahan yaitu 1294 km. Sementara itu kondisi jalan dalam
kategori baik menurun menjadi 482 km, kategori sedang eningkat menjadi
499 km dan kategori buruk meningkat menjadi 313 km.
Laporan Akhir EKPD 2009 62
Tabel 22. Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2008 Infrastruktur 2004 2005 2006 2007 2008
Panjang jalan nasional berdasarkan kondisi ( km) 1294 - 1294 1328.92 1293.87 - Baik 899 - 482 732.56 748.89 - Sedang 223 - 499 294.04 225.8 - Buruk 172 - 313 302.32 319.18 Panjang jalan prov. dan kab. berdasarkan kondisi (km) 5245 - 3061 7093.85 1187.63 - Baik 2282 - 228 1829.79 119.87 - Sedang 949 - 1239 2217.47 421.7 - Buruk 2014 - 1594 3046.59 646.06
Sumber: Dinas Kimpraswil Sultra, 2009
Tahun 2007 panjang jalan mengalami pertambahan menjadi 1328,92
km dengan kondisi baik meningkat menjadi 732,56 km dari tahun
sebelumnya, kondisi sedang menurun dari tahun sebelumnya menjadi 294,04
km dan kondisi rusak menjadi 302,32 km. Sedangkan pada tahun 2008
panjang jalan 1293,87 km dengan kategiri baik sepanjang 748,89 km,
kategori sedang 225,8 km dan kategori buruk 319,18 km.
Indikator hasil (outcomes) tingkat pembangunan ekonomi di susun
oleh beberap indicator hasil (output), antara lain seperti ; laju pertumbuhan
ekonomi, persentase ekspor, persentase output, pendapatan perkapita dan
laju inflasi. Rata-rata dari gabungan indicator hasil (output) tersebut akan
mengambarkan kondisi capaian indicator hasil (outcomes) tingkat
pembangunan ekonomi suatu wilayah. Secara umum capaian indicator hasil
(outcomes) tingkat pembangunan ekonomi di Sulawesi Tenggara dan
Nasional dapat dilihat pada Gambar 8 ;
Laporan Akhir EKPD 2009 63
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
2004 2005 2006 2007 2008-15
-10
-5
0
5
10
15
Persentase Tingkat Pembangunan EkonomiProvinsi Sultra(outcomes) Persentase Tingkat Pembangunan EkonomiNasional (outcomes) Tren Provinsi
Tren Nasional
Gambar 8. Tren Capaian Indicator Hasil (Outcomes) Tingkat Pembangunan Ekonomi Di Sulawesi Tenggara Dan Nasional tahun 2004-2008
Melihat trend di atas dapat dikemukakan bahwa kinerja ekonomi
Sulawesi Tenggara dalam lima tahun terakhir dapat dikelompokkan atas 3
bagian yaitu antara tahun 2004 dan tahun 2005 dimana pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara mengalami pennurunan, antara tahun 2005
hingga tahun 2007 terjadi peningkatan antara tahun 2007 dan tahun 2008,
kembali mengalami penurunan kinerja ekonomi di Sulawesi Tenggara.
Meskipun terjadi siklus pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir,
namun angka petumbuhan ekonomi tersebut masih dalam tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi Tenggara masih diatas 7%. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
Sulawesi Tenggara, hal ini tidak terlepas dari kontribusi sektor pertanian
pada tahun 2007 sebesar 38,12% dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 15,22%, sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam
struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tenggara.
Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sulawesi
Tenggara merupakan andil terbesar dari sub sektor perkebunan dan
perikanan dibandingkan dengan sub sektor lainnya pada sektor pertanian.
Hal tersebut tidak terlepas dari kondisi alam Provinsi Sulawesi Tenggara
yang memiliki perairan laut yang cukup luas dan potensi yang cukup untuk
pengembangan tanaman perkebunan.
Laporan Akhir EKPD 2009 64
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara, tidak
hanya karena adanya peningkatan kontribusi, sektor pertanian dan
perdagangan, restoran dan hotel, akan tetapi juga karena adanya kenaikan
produksi sektor lain kecuali pada sektor listrik, gas dan air bersih justru
mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006 yang memberi
sumbangan sebesar 1,01 % pada tahun 2007 menurun menjadi 0,94 %
kontribusinya dalam pembentukan PDRB Sulawesi Tenggara.
Meskipun pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara terjadi
penurunan pertumbuhan, jika dilihat pertumbuhan tahun 2004 sebesar
7,51% dibandingkan tahun 2008 sebesar 7,27%, namun pertumbuhan
tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional yaitu sebesar 6,3% pada tahun 2008.
Jika dilihat dari aspek perkembangan petumbuhan ekonomi di
Sulawesi Tenggara terjadi votalitas, sementara pada tingkat nasional
pertumbuhan ekonomi menunjukan kecenderungan mengalami peningkatan.
Hal tersebut tergambar bahwa pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi
nasiona hanya 4,29%, dan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2008,
menjadi 6,3%.
Terjadinya votalitas tersebut memberi makna bahwa peningkatan
PDRB belum dapat memberikan kepastian, akan tetapi masih ada factor
yang mempengaruhi sehingga terjadi votalitas tersebut seperti pada sector
pertanian dimana produksinya sangat bergantung pada kondisi alam, baik
pada kegitan pada sector perikananan maupun pada sector pertanian.
Mengingat bahwa sumbangan sector pertanian terhadap PDRB adalah yang
terbesar sehingga perubahan yang terjadi pada sector pertanian akan
berdampak secara total pada PDRB.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran bahwa
pada kegiatan ekonomi dimasyarakat mengalami kemajuan atau ada
peningkatan produksi barang dan jasa. Kondisi kestabilan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi sangat diperlukan bagi suatu wilayah terutama untuk
menjaga keseimbangan kebutuhan masyarakat yang terkait dengan
kebutuhan sehari-hari, sebab hal tersebut terkait dengan kestabilan inflasi,
jika keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa
dimasyarakat tidak terjaga hal tersebut akan terjadi permasalahan inflasi.
Laporan Akhir EKPD 2009 65
Dengan melihat pada angka-angka inflasi di atas tampak bahwa
inflasi di Sulawesi Tengara berada dalam kategori sedang. Artinya roda
perekonomian di Sulawesi Tenggara masih bisa berjalan dengan baik,
meskipun perlu mendapat perhatian dari otoritas moneter. Inflasi yang
menembus hingga dua digit ini terutama disumbangkan oleh sektor
konsumsi dan bahan bangunan. Kesemuanya ini juga tidak terlepas dari
pengaruh inflasi national yang lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan
harga BBM dan saluran distribusi yang selalu terganggu.
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spefisik dan Menonjol Di Sultra Berdasarkan indikator makro ekonomi dan data infrastrutur di
Sulawesi Tenggara, dapat dikemukakan bahwa indikator makro ekonomi
yang menonjol adalah pertumbuhan ekonomi berada di atas 7% pertahun
sejak tahun 2004 hingga tahun 2008. Tingkat pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dari tingkat pertumbuhan ekonomi secara nasional yaitu dibawah 7%
dari tahun 2004 – 2008. Inflasi merupakan salah satu indikator makro
ekonomi yang dapat menggangu kestabilan perekonomian jika berada pada
tingkat inflasi yang tingi, misalnya berada diatas 15% pertahun.
Selanjutnya bahwa kecenderungan PMDN mengalami penurunan
sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 investasi domestic mengalami
penurunan. Peurunan PMDN ini dapat memberikan dampak ekonomi yang
kurang baik bagi kinerja perekonomian Sulawesi Tenggara dalam jangka
panjang.
2.3.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pemerintah provinsi perlu membuat suatu kebijakan yang dapat
mendorong iklim investasi di Sulawesi Tenggara, misalnya dengan
menyediakan infrastruktur yang lebih baik, perizinan yang tidak panjang, dan
menjamin keamanan untuk berinvestasi, serta melakukan promosi untuk
berinvestasi di Sulawesi Tenggara.
Pihak pemerintah benar-benar harus memantau kecenderungan
meningkatnya tingkat inflasi di daerah ini sebab inflasi didaerah ini
cenderung mengalami peningkatan. Tentunya dengan terus memantau
suplay barang kebutuhan masyarakat yang memiliki kecenderungan
harganya meningkat sebagai akibat suplay yang kurang.
Laporan Akhir EKPD 2009 66
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1. Capaian indicator. KEHUTANAN
Luas kawasan hutan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah 2.608.349 Ha
atau 68,17% dari luas daratan. Penggunaan kawasan hutan di Provinsi
Sulawesi Tengara menurut fungsinya terdiri lima jenis, yaitu hutan produksi
biasa, hutan produksi terbatas, hutan lindung, hutan wisata/PPA dan hutan
produksi yang fapat dikonversi. Rincian luas pengunaan kawasan hutan dapat
dilihat pada Tabel berikut ;
Tabel 23. Penggunaan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara Menurut Fungsinya.
No Penggunaan Kawasan Hutan di Provisi Sulawesi Tenggara
Luas (ha)
Persentase (%)
1. Hutan Produksi Biasa 633.431 24,28 2. Hutan Produksi Terbatas 419. 244 16,07 3. Hutan Lindung 1.061.270 40,69 4. Hutan Produksi yang dapat di Konversi 212.123 8,135. Hutan Wisata/PPA 282.281 10,82 J u m l a h 2.608.349 100
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tenggara 2008
Dalam rangka menunjang kemampuan daya dukung dan kondisi spesifik
kehutanan Sulawesi Tenggara maka pengelolaan sumberdaya hutan dilakukan
dengan sistem Resource Based Management yakni pengelolaan sumberdaya
hutan di masa yang akan datang dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara aspek ekonomi, ekologis, dan sosial masyarakat, utamanya pada era
otonomi daerah yang penuh dengan tantangan dan peluang. Berbagai upaya
konservasi kawasan hutan telah dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara melalui Dinas Kehutanan Provinsi telah dapat memberi kontribusi
yang cukup besar terhadap pengembangan sektor non kehutanan yang sangat
potensial dan strategis dalam mendukung pembangunan daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara, seperti pengembangan Taman Nasional Kepulauan
Wakatobi dan Taman Hutan Raya yang memberi perlindungan terhadap flora
dan fauna serta kepentingan pariwisata, pendidikan dan penelitian.
Laporan Akhir EKPD 2009 67
Capaian Indikator hasil (outcomes) Kualitas pengelolaan sumberdaya
hutan dapat dilihat dari beberapa Indikator keluaran (output) , yaitu :
a. Kehuatan
1. Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis.
2. Rehabilitasi Lahan luar hutan
3. Luas kawasan konservasi.
b. Kelautan
1. Jumlah Tindak Pidana Perikanan
2. Persentase terumbu karang dalam keadaan baik
3. Luas kawasan konservasi laut
Adapun pencapaian ketiga indikator keluaran (output) kualitas
pengelolaan sumber daya hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional
secara secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penanganan lahan kritis
telah menunjukan seriusan yang berarti. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara persentase luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis terjadi peningkatan yang sangat siginifikan
dari tahun 2004 sebesar 0,48 persen meningkat menjadi 0,89 persen pada
tahun 2008. Jika dibandingkan dengan persentase kenaikan secara nasional
maka penanganan lahan kritis di Provinsi Sulawesi Tenggara jauh di atas
presentasi nasional. Secara rinci dapat dilihat pada Table 24 berikut ;
Tabel 24. Capaian indicator keluaran (output) Persentase Luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008
Tahun Persentase Luas lahan
rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Tren Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan
terhadap lahan kritis Prov. Sultra Nasional Prov. Sultra Nasional
2004 0.48 1.03 - - 2005 0.99 0.93 -1.06 0.10 2006 0.84 0.83 0.15 0.11 2007 1.29 0.26 -0.54 0.69 2008 0.89 0.26 0.31 0.00
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009
Laporan Akhir EKPD 2009 68
Rehabilitasi Lahan Luar Hutan
Capaian indicator keluaran (output) Rehabilitasi lahan luar hutan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Kehutanan telah
menunjukan penurunan yang signifikan dari tahun ketahun. Sejak tahun 2004
luas rehabilitasi lahan luar hutan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara seluas
6.556 ha terus menurun sampai tahun 2007 seluas 1.951 ha. Pada tahun 2008
dan 2009 pengurusan rehabilitasi lahan luar hutan sudah ditangani oleh
pemerintah kabupaten/kota, sehingga dinas kehutanan provinsi tidak memiliki
data dua tahun terakhir tersebut. Secara rinci capaian indicator keluaran (output)
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Nasional dapat dilihat pada Table 25 berikut ;
Tabel 25. Capaian indicator keluaran (output) Luas lahan rehabilitasi luar hutan
di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
Tahun Luas lahan rehabilitasi luar hutan Tren Luas lahan rehabilitasi luar hutan
Prov. Sultra Nasional Prov. Sultra Nasional 2004 6.556 390.896 - - 2005 2.807 70.410 0.57 0.82 2006 3.649 301.020 -0.30 -3.28 2007 1.951 239.236 0.47 0.21 2008 1.951 239.236 0.00 0.00
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009 Luas kawasan konservasi
Capaian indicator keluaran (output) Luas kawasan konservasi
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Kehutanan telah
menunjukan penambahan luas dari tahun 2004 seluas 281.625,16 ha dan
bertambah luasannya tahun 2007 seluas 282.281,16 ha. Pada tahun 2008 dan
2009 luas lahan konservasi tidak bertambah (tetap). Secara rinci Capaian
indicator keluaran (output) luas kawasan konservasi di Provinsi Sulawesi
Tenggara dan Nasional dapat dilihat pada Table 26 ;
Laporan Akhir EKPD 2009 69
Tabel 26. Capaian indicator keluaran (output) Luas Kawasan Konservasi di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
Tahun Luas Kawasan Konservasi (ha) Tren Luas Kawasan Konservasi
Prov. Sultra Nasional Prov. Sultra Nasional 2004 281.625,16 22.715.297,35 - - 2005 281.516,66 22.703.151,16 0.00 0.00 2006 281.516,66 22.702.527,17 - 0.00 2007 282.281,16 20.040.048,01 (0.00) 0.12 2008 282.281,16 20.040.048,01 - -
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009
KELAUATAN
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari wilayah daratan
seluas 38.139,98 Km2 dan wilayah laut seluas 114.879,00 Km2, mempunyai
potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Potensi tersebut belum
sepenuhnya dapat dimanfaatkan dengan baik karena sumbangan sub sektor
perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tenggara baru
sekitar 6,17 % pertahun. Hal ini dapat ditingkatkan apabila seluruh potensi
kelautan dan perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal yang antara lain
meliputi potensi perikanan, potensi wisata laut, potensi jasa kelautan, potensi
barang peninggalan dan bisnis kelautan. Potensi perikanan laut diperkirakan
mencapai 500.000 Ton dan yang dapat dimanfaatkan secara lestari diperkirakan
sebesar 250.000 Ton/tahun, sedangkan yang dimanfaatkan baru mencapai
168.339 Ton/tahun. Disamping itu terdapat pula potensi perikanan darat dan
pantai yang cukup menarik untuk diusahakan.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas maka potensi kelautan dan
perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara masih banyak yang belum
dimanfaatkan sehingga memberi peluang bagi setiap pengusaha dan
masyarakat untuk dapat mengembangkan usaha perikanan di daerah ini. Oleh
karena itu kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Sulawesi
Tenggara diarahkan pada upaya antara lain ; (1) Rehabilitasi dan konservasi
sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai upaya pemulihan kemampuan
produktifitas sumberdaya kelautan dan perikanan, (2) Peningkatan pengawasan
dan keamanan wilayah pesisir dan perairan laut dari ancaman perusakan dan
pencurian hasil-hasil laut.
Capaian Indikator hasil (outcomes) Kualitas pengelolaan sumberdaya
laut dapat dilihat dari beberapa Indikator keluaran (output) , yaitu : (1) Jumlah
Laporan Akhir EKPD 2009 70
Tindak Pidana Perikanan, (2) Persentase terumbu karang dalam keadaan baik,
dan (3) Luas kawasan konservasi laut.
Adapun pencapaian ketiga indikator keluaran (output) kualitas
pengelolaan sumber daya hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Nasional secara secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi
Sulawesi Tenggara diarahkan pada upaya Peningkatan pengawasan dan
keamanan wilayah pesisir dan perairan laut dari ancaman perusakan dan
pencurian hasil-hasil laut. Hasil pemantauan dan pengawasan Dinasi Kelautan
dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu tahun 2004
sampai 2009 telah ditemukan beberapa pelanggara yang dilakukan
masyarakat yang tergolong tindak pidana. Jumlah tindak pidana perikanan di
Provinsi Sulawesi Tenggara terus meningkat. Pada Tahun 2004 jumlah tindak
pidana perikanan berjumlah 55 kasus meningkat tajam pada tahun 2008
sebanyak 100 kasus. Jika dibandingkan dengan jumlah kasus secara
nasional pada tahun 2004 sebanyak 200 kasus dan tahun 2007 sebanyak
154, artinya pada tingkat nasional menunjukan penurunan jumlah tindak
pidana perikanan. Secara rinci capaian indikatori keluaran (output) jumlah
tindak pidana perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional dapat
dilihat pada Table 27 berikut ;
Tabel 27. Capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
Tahun Jumlah Tindak Pidana Perikanan Tren Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Prov. Sultra Nasional Prov. Sultra Nasional 2004 55 200 - - 2005 60 174 2006 78 139 2007 91 116 2008 100 62
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009
Laporan Akhir EKPD 2009 71
Persentase terumbu karang dalam keadaan baik
Capaian indicator keluaran (output) Persentase terumbu karang dalam
keadaan baik di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil penelusuran
di Dinasi Kelautan dan Perikanan, data tentang Persentase terumbu karang
dalam keadaan baik belum tersedia. Pada tingkat nasional data tentang
Persentase terumbu karang dalam keadaan baik, Secara rinci dapat dilihat
pada Table 28 berikut ;
Tabel 28. Capaian indicator keluaran (output) Persentase terumbu karang
dalam keadaan baik Nasional Tahun 2004-2009
Tahun Persentase terumbu karang dalam keadaan baik Nasional (ha)
2004 31.46 2005 31.49 2006 29.49 2007 30.62 2008 -
Sumber : Bappenas 2009
Luas kawasan konservasi laut
Capaian indicator keluaran (output) Luas kawasan konservasi laut
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Kelautan dan
Perikanan sejak tahun 2004 sampai 2008 tidak ada perubahan luasan yaitu,
1.507.800. Pada tingkat nasional terjadi penurunan dari 2006 seluas
5.556.999,44 turun menjadi 5.423.216,70 pada tahun 2007. Secara rinci
Capaian indicator keluaran (output) luas kawasan konservasi laut di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Nasional dapat dilihat pada Table 29 berikut ;
Tabel 29. Capaian indicator keluaran (output)Luas Kawasan Konservasi Laut
di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009 Tahun Di Sulawesi Tenggara (ha) Nasional (ha) 2004 1.507.800 - 2005 1.507.800 - 2006 1.507.800 5.556.999,44 2007 1.507.800 5.423.216,70 2008 1.507.800 -
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009
Secara umum tren capaian indicator outcomes kualitas pengelolaah
sumberdaya alam di Provinsi Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan tren
capaian indicator outcomes kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan
Laporan Akhir EKPD 2009 72
lingkungan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional khususnya
perbandingan antara Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan
terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional
sebagaimana terlihat pada grafik berikut:
00.20.40.60.8
11.21.4
2004 2005 2006 2007 2008-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadaplahan kritis SultraPersentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadaplahan kritis NasionalTren Provinsi
Tren Nasional
Gambar 9. Persentase dan Tren Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tren capaian pembangunan daerah dalam menjaga kualitas
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (hutan) di Provinsi Sulawesi
Tenggara, sejalan dan bahkan lebih baik dari tren capaian pada tingkat
nasional. Capaian indicator hasil kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan (hutan) di Provinsi Sulawesi Tenggara jikan dibandingkan dengan
dan capaian Nasional adalah berbanding terbalik. Artinya tren capaian
indicator outcomes kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
(hutan) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dikatakan setiap tahun
meningkat sedangkan tingkat nasional menurun.
Pengelolaan sumberdaya hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam
lima tahun terakhir menujukan adanya peningkatan, terutama pada indicator
Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis dan
Luas kawasan konservasi serta jumlah tindak pidana perikanan. Namun
disadari bahwa tren capaian indicator outcomes kualitas Pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan di Provinsi Sulawesi Tenggara belum
dapat menunjukan kesesuaian antara hasil dan dampak yang muncul dalam
pencapaian tujuan pembangunan yang telah direncanakan.
Laporan Akhir EKPD 2009 73
0100000020000003000000400000050000006000000700000080000009000000
2004 2005 2006 2007 2008-202468101214
Kulaitas Pengelolaan SDA dan Lingkungan Prov. Sultra Kulaitas Pengelolaan SDA dan Lingkungan Nasional
Tren Provinsi Tren Nasional
Gambar 10.Tren capaian indicator outcomes kualitas pengelolaan
sumberdaya alam di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tren kualitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di
Provinsi Sulawesi Tenggara sebagian indictor output sudah mampu
menjawab permasalahan kerusakan sumberdaya alam, namum ada
beberapa indicator yang pengelolaannya belum optimal. Demikian juga
perkemmbangan dari waktu ke waktu kualitas pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkunan di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagian indicator outpus
sejalan dan bahkan lebih baik dari tren capaian nasional.
Berdasarkan analisis dari beberapa indicator keluaran (output)
kulaitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan belum menunjukan
kesesuaian antara capaian dengan dampaknya terhadap pencapaian tujuan
yang telah direncanan pemerintah. Namun jika dilihat dari tren capaian
indicator keluaran (output) kulaitas pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan di Provinsi Sulawesi Tengara telah menunjukan kondisi yang
semakin membaik dari tahun-tahun sebelumnya.
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Di Sulawesi Tenggara dalam mengukur kualitas pengelolaan
sumberdaya alam, khususnya sumber daya alam laut perlu ada indicator
jumlah tindak pinada perikanan merupakan indicator spesifik. Dari hasil
analsis menunjukan bahwa jumlah tindak pidana perikanan semakin
Laporan Akhir EKPD 2009 74
meningkat. Pada tahun 2004 jumlah tindak pidana perikanan yang berhasil
diungkap oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Tenggara
meningkat secara signifikan, yaitu 55 kasus tahun 2004 meningkat menjadi
100 kasus tahun 2008. Secara rinci capaian indicator keluaran (output)
jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional
dapat dilihat pada gambarkan diagram berikut ;
Gambar 11: Grafik capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana
perikanan di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan data capaian indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dipertahankan atau di
tingkatkan, maka kebijakan pemerintah di sector kehutanan dan kelautan
dimasa yang akan datang adalah sebagai berikut ;
1. Penanganan lahan kritis dalam hutan perlu ditingkatkan dengan melibatkan
peran serta masyarakat local/masyarakat sekitar hutan agar terjamin
keberlanjutannya.
2. Perlu ada kejelasan regulasi tentang koordinasi antar Dinas Kehuatan
Provinsi dan Dinas Kehuatan Kabupetan/Kota menganai pelaksanaan
Rehabilitasi Lahan luar hutan di Sulawesi Tenggara, sehingga terjadi
sikronisasi/kesamaan data terutama data yang digunakan untuk
perencanaan kedepan.
3. Provinsi Sulawesi Tenggara perlu mempertahankan Luas kawasan
konservasi dan jika ada rencana peninjauan kembali perlu dilakukan secara
cermat (diutamakan kawasan yang kritis dan sudah dirambah dalam waktu
yang lama).
Laporan Akhir EKPD 2009 75
4. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai
upaya pemulihan kemampuan produktifitas sumberdaya kelautan dan
perikanan.
5. Pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir yang mengacu pada
nilai-nilai lokal yang optimal dalam pemanfaatan sumberdaya laut yang
berbasis pada kemandirian masyarakat lokal dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
6. Peningkatan pengawasan dan keamanan wilayah pesisir dan perairan laut
dari ancaman perusakan dan pencurian hasil-hasil laut.
Laporan Akhir EKPD 2009 76
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT 2.5.1. Pencapaian Indikator
Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator
hasil dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil. Tingkat kesejahteraan sosial
disusun oleh indikator output:
1. Persentase penduduk miskin
2. Tingkat pengangguran terbuka
3. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
4. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
5. Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Adapun pencapaian kelima indikator output dan indikator outcome
kesejahteraan sosial Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional secara berturut-
turut dijelaskan sebagai berikut:
Persentase Penduduk Miskin
1. Indikator Output Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara
Berdasarkan hasil pengolahan indikator output persentase yang
spesifik, maka persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 30. Persentase Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara 2004-2009
Tahun Jumlah Penduduk (Orang)
Penduduk Miskin (Orang)
Persentase Penduduk Miskin (%)
2004 1.911.103 418.532 21,90 2005 1.960.697 420.570 21,45 2006 2.001.818 467.825 23,37 2007 2.031.532 433.325 21,33 2008 2.075.000 405.248 19,53 2009* 2.118.300 400.994 18,93 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tenggara 2008 (diolah) *Prediksi
2). Indikator Output Penduduk Miskin Nasional
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2009,
bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia dalam kurun waktu tahun 2004 –
2009 terlihat pada Tabel 31.
Laporan Akhir EKPD 2009 77
Tabel 31. Persentase Penduduk Miskin Indonesia Tahun 2004-2009
Tahun Jumlah Penduduk (Orang)
Penduduk Miskin (Orang)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
2004 216.381.600 36.146.900 16,71 2005 219.204.700 35.100.000 16,01 2006 222.051.300 39.300.000 17,70 2007 224.904.900 37.168.300 16,53 2008 227.779.100 34.963.300 15,35 2009 230.632.700 33.168.700 14,38
Sumber : BPS Indonesia 2008 (diolah)
Berdasarkan indikator output penduduk miskin provinsi Sulawesi
Tenggara dan Nasional di atas, maka dapat ditentukan indikator outcomes
tingkat dan tren kesejahteraan sosial di provinsi Sulawesi Tenggara dan
Nasional sebagai berikut:
Tabel 32. Indikator Outcomes Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Penduduk Miskin Tren Sultra Nasional Sultra Nasional
2004 16,71 16.66 - - 2005 16,01 16.69 0,006 0,008 2006 17,70 17.75 -0,024 -0,020 2007 16,53 16.58 0,027 0,014 2008 15,35 15.48 0,004 0,014 2009 14,38 0,006 0,011
Sumber: Data Tabel 34 dan 35 diolah (2009) Pembangunan di berbagai sektor di Sulawesi Tenggara, sebagaimana
halnya dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, terus berjalan dan akan
tetap terus berjalan guna meningkatkan taraf hidup penduduknya, khususnya
penduduk miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Tenggara
dewasa ini mengacu pada visi dan misi Pembangunan Sulawesi Tenggara
2008 – 2013 yaitu BANK SEJAHTERA yang disesuaikan dengan karakteristik
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, khususnya masyarakat miskin
yang menjadi sasaran program penanggulangan kemiskinan.
Laporan Akhir EKPD 2009 78
Tingkat Pengangguran Terbuka 1. Indikator Output Tingkat Pengangguran Terbuka Di Sulawesi Tenggara
Yang dimaksud dengan pengangguran terbuka adalah seluruh
angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan
pertama kali maupun yang pernah bekerja sebelumnya. Berdasarkan data
Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008,
pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 2004
– 2009 terlihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 33. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
Tahun Angkatan Kerja (orang)
Pengangguran Terbuka (orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
2004 914.229 85.455 9,35 2005 886.546 79.081 8,92 2006 924.763 89.441 9,67 2007 955.763 61.162 6,40 2008 963.338 58.253 6,05
2009* 986.096 53.067 5,38 Sumber : BPS Sultra 2008 (diolah)* = Estimasi
2. Indikator Output Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2008,
bahwa pengangguran terbuka di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2004 –
2009 terlihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 34. Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia Tahun 2004-2009
Tahun Angkatan Kerja
(orang) Pengangguran
Terbuka (orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
2004 103.973.378 10.251.351 9,86 2005 105.857.653 11.899.266 11,24 2006 106.388.935 10.932.000 10,28 2007 109.941.359 10.011.142 9,11 2008 111.947.265 9.394.515 8,39 2009 113.744.408 9.258.964 8,14
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS),
Berdasarkan indikator output tingkat pengangguran terbuka provinsi
Sulawesi Tenggara dan Nasional di atas, maka dapat ditentukan indikator
outcomes tingkat dan tren kesejahteraan sosial di provinsi Sulawesi
Tenggara dan Nasional sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD 2009 79
Tabel 35. Indikator Outcomes Persentase Pengangguran Terbuka Di Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Persentase Pengangguran
Terbuka Tren
Sultra Nasional Sultra Nasional 2004 9.35 9.86 - -2005 8.92 11.24 -1,53 0,47 2006 9.67 10.28 1,09 -0,83 2007 6.40 9.11 1,30 3,62 2008 6.05 8.39 0,79 0,38 2009 5.38 8.14 0,27 0,71
Sumber: Data Tabel 33 dan 34 diolah (2009)
Lanjut Usia Oleh karena data persentase pelayanan bagi lanjut usia di Sulawesi
Tenggara tidak tersedia, maka analisis capaian indikator outcome tingkat
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia tidak bisa dilakukan. Berdasarkan hasil
pengolahan indikator output yang spesifik, maka Jumlah lanjut usia di
Provinsi Sulawesi Tenggara dan nasional dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah lansia di Provinsi Sulawesi Tenggara dan nasional dalam
periode 2004-2009, secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 36. Jumlah Lanjut Usia (Lansia) Sulawesi Tenggara Dan Nasional Tahun Jumlah Lansia (Orang)
Sulawesi Tenggara Nasional 2004 70.377 16.590.045 2005 90.175 16.070.245 2006 114.692 16.080.409 2007 128.058 17.267.582 2008 124.922 17.501.025 2009 139.263 19.023.021
Sumber : Biro Pusat Statistik Sulawesi Tenggara dan Indonesia (2008)
Pelayanan Bagi Anak Oleh karena data persentase pelayanan bagi anak di Sulawesi
Tenggara tidak tersedia, maka analisis capaian indikator outcome tingkat
kesejahteraan sosial bagi anak tidak bisa dilakukan. Berikut ini sebaran
jumlah anak terlantar, jalanan, balita terlantar dan anak nakal di
kabupaten/kota se-Sulawesi Tenggara tidak tersedia datanya.
Laporan Akhir EKPD 2009 80
Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Oleh karena data persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di
Sulawesi Tenggara tidak tersedia, maka analisis capaian indikator outcome
tingkat kesejahteraan sosial dan rehabilitasi social tidak bisa dilakukan.
Tabel 37. Jumlah Pelayanan dan Rehabilitasi sosial Sulawesi Tenggara
Tahun Penyandang cacat*
Tuna susila**
Korban narkoba***
Jumlah pelayanan dan rehabilitasi
sosial 2004 24.960 0 56 25.016 2005 24.955 0 25 24.980 2006 24.955 0 34 24.989 2007 25.191 0 38 25.229 2008 25.309 0 63 25.372 2009 25.428 113 4 25.545
Sumber : * BPS Sultra 2008; ** Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara (2009); *** BNP Prov. Sultra, 2009
Dalam pengukuran capaian indikator outcome tingkat kesejahteraan
rakyat masih terdapat keterbatasan-keterbatasan khususnya tidak tersedianya
tiga indikator output (pelayanan bagi lanjut usia, pelayanan bagi anak, dan
pelayanan dan rehabilitasi sosial) sehingga hasil perbandingan capaian indikator
outcome kurang menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat Sulawesi
Tenggara secara keseluruhan. Untuk itu agar hasil pengukuran tingkat outcome
kesejahteraan rakyat dapat digeneralisasi, maka hendaknya data indikator
output persentase pelayanan bagi anak (terlantar, balita terlantar, jalanan, dan
nakal), persentase pelayanan bagi lanjut usia, persentase pelayanan dan
rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna susila, dan penyalahgunaan
narkoba) dapat disediakan khususnya bagi instansi/dinas yang terkait dengan
penyediaan data-data tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan indikator output persentase penduduk
miskin, dan tingkat pengangguran terbuka di sultra dan nasional, maka dapat
dibandingkan indikator outcomes tingkat kesejahateraan rakyat sultra dan
nasional. Capaian outcome tingkat dan tren kesejahteraan sosial sultra dan
nasional disajikan pada tabel berikut:
Laporan Akhir EKPD 2009 81
Tabel 38. Perbandingan Capaian Indikator Outcome dan Tren Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional
Tahun Tingkat Kesejahteraan Sosial Tren Kesejahteraan social Sultra Nasional Sutra Nasional
2004 84.38 86.72 - - 2005 84.81 86.37 0.52 -0.40 2006 83.48 86.01 -1.57 -0.42 2007 86.14 87.18 3.18 1.36 2008 86.47 88.13 0.39 1.08 2009 87.06 88.74 0.68 0.69
Rata-rata tren 0.64 0.46 Sumber: Data diolah (2009)
Dari data pada tabel 38, dapatlah digambarkan perbandingan antara
tingkat dan tren kesejahteraan sosial Provinsi Sulawesi Tenggara dengan
nasional sebagai berikut:
818283848586878889
2004 2005 2006 2007 2008 2009-2
-1
01
2
3
4
Capaian Outcome Kesejahteraan Sosial Di Sultra
Capaian Outcome Kesejahteraan Sosial NasionalTren Provinsi Sultra
Tren Nasional
Gambar 12: Tingkat dan tren kesejahteraan sosial Provinsi Sulawesi Tenggara dan nasional
Dari hasil perbandingan antara tingkat dan tren kesejahteraan sosial
sultra dan nasional pada Tabel 38 dan Gambar 12, terlihat bahwa tren
pembangunan/kesejahteraan sosial secara keseluruhan tren pembangunan
atau tingkat kesejahteraan sosial sultra dan nasional berfluktuasi setiap
tahunnya. Tren pembangunan/kesejahteraan sosial sultra berturut-turut
digambarkan bahwa antara tahun 2004-2005 meningkat 0.52%, tahun 2005-
2006 menurun sebesar 1.57%, selanjutnya tahun 2006-2007 meningkat
sebesar 3.18%, antara tahun 2007-2008 meningkat sebesat 0.39%, tahun dan
antara tahun 2008-2009 meningkat sebesar 0.68%. Sedangkan tren
pembangunan/kesejahteraan nasional berturut-turut digambarkan bahwa
Laporan Akhir EKPD 2009 82
antara tahun 2004-2005 menurun sebesar 0.40%, antaraa tahun 2005-2006
juga mengalami penurunan sebesar 0.42%, selanjutnya antara periode
berikutnya terus mengalami peningkatan, yaitu antara tahun 2006-2007
meningkat sebesar 1.36%, selanjutnya antara tahun 2007-2008 sebesar
1.06%, dan antara tahun 2008-2009 meningkat sebesar0.69%.
Berdasarkan perbandingan tren di atas, secara keseluruhan tren
pembangunan/kesejahteraan sosial sultra sejalan dengan nasional (kecuali tren
antara tahun 2004-2005 terjadi perbedaan tren pembangunan/kesejahteraan
sosial, dimana sultra mengalami peningkatan sedangkan nasional mengalami
penurunan). Sejalannya tren pembagunan/tingkat kesejahteraan sosial
tersebut, ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan tren
pembangunan/kesejahteraan sosial dalam kurun waktu lima tahun terakhir
(2004-2009), di mana rata-rata tren pembangunan/tingkat kesejahteraan sosial
sultra menunjukkan tren peningkatan sebesar 0.64% dan rata-rata tren
pembangunan/tingkat kesejahteraan sosial nasional menunjukkan tren
peningkatan sebesar 0.46%. Hasil ini mengindikasikan bahwa capaian
pembangunan atau tingkat kesejahteraan rakyat sultra jika dilihat berdasarkan
indikator output persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran adalah
sejalan dengan tingkat/tren kesejahteraan sosial nasional, yaitu menunjukkan
tren peningkatan, dimana rata-rata tren pembangunan/kesejahteraan sosial
sultra lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tren pembangunan/
kesejahteraan sosial nasional.
Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di daerah sultra masih cukup
menonjol antara yang kaya dan yang miskin, dan masih banyak yang perlu
dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan tersebut,
Menurunnya persentase penduduk miskin di Sultra lebih disebabkan karena
keluarga miskin bekerja keras, mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang
lebih baik, dan motivasi untuk memperbaiki nasib. Mereka menciptakan
pekerjaan sendiri serta bekerja keras untuk memenuhi tuntutan hidup mereka.
Mereka juga memperbaiki nasib dengan cara beralih dari satu usaha ke usaha
lainnya dan tidak mengenal putus asa. Mereka sadar bahwa jika bermalas-
malsan dan bermasa bodoh berarti tidak dapat memperoleh sesuatu terutama
untuk dikonsumsi.
Seperti halnya dengan masalah kemiskinan, pengangguran juga
merupakan masalah yang harus segera diatasi. Tidak dapat dipungkiri di
Laporan Akhir EKPD 2009 83
Sulawesi Tenggara juga setiap tahunnya ada kesempatan kerja formal yang
tersedia, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta.
Namun demikian kesempatan kerja formal yang tersedia tersebut tidak
sebanding dengan para pencari kerja sehingga terjadi persaingan yang sangat
ketat untuk memperolehnya. Jadi pengangguran terbuka di Sulawesi Tenggara
butuh perhatian serius.
Akan tetapi, jika indikator output tingkat pengangguran terbuka di
Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan secara nasional dalam kurun waktu
2004 – 2009 maka kondisi di Sulawesi Tenggara berada di bawah rata-rata
secara nasional.
Ada beberapa hal yang menyebabkan tingkat pengangguran terbuka di
daerah ini menurun, yakni (Dinas Nakertrans Prov. Sultra, 2009):
1. Banyaknya investor yang beroperasi atau membuka usaha di Sulawesi
Tenggara yang tentunya banyak menyerap tenaga kerja
2. Meningkatnya penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. Saat ini di Sulawesi
Tenggara tercatat ada 14 penyalur tenaga kerja Indonesia (PJTKI).
Penyalur ini rutin menyalurkan tenaga kerja ke luar negeri dengan tujuan
utama ke Arab Saudi. Untuk bulan Agustus 2009, tiga dari 14 PJTKI
tersebut sudah menyalurkan TKI Sultra, masing-masing ke Arab Saudi
sebanyak 82 0rang dan Malaysia sebanyak 18 orang.
3. Selain kegiatan PJTKI tersebut, saat ini juga rutin terjadi pertukaran tenaga
kerja antar daerah se Indonesia.
4. Kecuali itu, juga di daerah ini, saat ini (2009) ditemukan tambang emas di
samping tambang-tambang lainnya, yang juga tentunya banyak tenaga
kerja yang bekerja di sana.
Tren capaian penurunan angka penduduk miskin di Sulawesi Tenggara
sejalan dengan capaian secara nasional. Namun demikian capaian angka
penurunan penduduk miskin di Sulawesi Tenggara masih berada di atas rata-
rata nasional selama periode 2004 – 2009. Pada tahun 2006 persentase
penurunan angka penduduk miskin lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya,
kendatipun setelah itu dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Ini
disebabkan karena pada tahun 2006 rakyat Indonesia khususnya penduduk
miskin termasuk di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan daya beli yang
cukup signifikan sebagai akibat terjadinya kenaikan harga BBM pada tahun
2005. Kenaikan harga BBM ini pada gilirannya mengakibatkan naiknya harga-
Laporan Akhir EKPD 2009 84
harga terutama harga-harga kebutuhan pokok. Dan dengan naiknya harga-
harga kebutuhan pokok menyebabkan penduduk miskin menjadi lebih miskin
dan bertambah jumlahnya.
Tren capaian indikator output tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi
Tenggara sejalan dengan capaian indikator output tingkat pengangguran
terbuka secara nasional selama kurun waktu 2004 - 2009. Namun demikian
capaian di daerah ini lebih rendah disbanding secara nasional. Ini berarti
bahwa kesempatan kerja di Sulawesi Tenggara lebih banyak tersedia
dibanding secara nasional.
Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah ini pada tahun
2008/2009 adalah merupakan salah satu keberhasilan pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara. Hal ini terkait dengan program utama pemerintah daerah
dalam penanggulangan kemiskinan yaitu program Bangun Kesejahteraan
Masyarakat (Bahteramas). Adapun bentuk konkrit dari program ini adalah
pembebasan penduduk miskin dari pengobatan secara medis (pengobatan
gratis), pembebasan biaya sekolah (sekolah gratis) bagi anak SD – SLTA, dan
pemberian block grant kepada masing-masing desa sebesar Rp 100 juta.
Capaian tingkat penurunan pengangguran terbuka di Sulawesi Tenggara
selama kurun waktu 2004 – 2009, khususnya pada tahun 2008/2009
merupakan salah satu keberhasilan pemerintah daerah dalam menciptakan
lapangan kerja. Ini sejalan dengan kebijakan dan program yang ditetapkan
pemerintah daerah yaitu dalam rangka mendorong:
1. Tumbuhnya peluang usaha dan penciptaan iklim investasi yang dapat
menyerap tenaga kerja
2. Pelaksanaan pekerjaan fisik yang dilakukan secara langsung oleh
masyarakat sehingga lebih banyak menyerap tenaga kerja.
2.5.1. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Pada dasarnya capaian indikator spesifik dan menonjol dalam
hubungannya dengan persentase penduduk miskin di daerah ini dapat
dikatakan bahwa, tidak ada. Hal karena indicator output persentase penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara dibanding dengan secara nasional dalam kurun
waktu 2004 – 2009 berada di atas rata-rata nasional.
Tingginya indikator output persentase penduduk miskin di daerah ini
terutama pada tahun 2006, menunjukkan bahwa usaha penanggulangan
Laporan Akhir EKPD 2009 85
kemiskinan masih belum optimal dan terkesan bersifat parsial atau
sektoral.Capaian indicator spesifik dan menonjol dalam hubungannya dengan
tingkat pengangguran terbuka terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 9,67
persen walaupun masih berada di bawah rata-rata secara nasional.
Tingginya capaian tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga BBM pada
tahun 2005 yang berakibat pada tingginya harga faktor-faktor produksi
termasuk upah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada banyaknya tenaga kerja
yang diberhentikan terutama tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-
perusahaan di daerah ini. Mereka pada akhirnya, umumnya menjadi pekerja di
sektor informal.
2.5.2. Rekomendasi Bahwa pendekatan yang digunaklan dalam pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan terkesan bersifat parsial atau seakan-akan hanya
bersifat ekonomi semata sehingga dalam kenyataannya kurang
menguntungkan atau tidak optimal, oleh karena itu pemerintah ;
1. Penanggulangan kemiskinan harus bersifat multidimensional dengan
melibatkan semua pihak dan membangun sinergitas kuat.
2. Untuk memudahkan penanganan kemiskinan maka perlu perlu upaya
penyediaan data yang lengkap sampai tingkat desa/kelurahan
3. Pemerintah daerah perlu mengusahakan ketersediaan lapangan kerja dan
mempermudah proses perizinan dan jaminan intervensi pengusaha.
4. Perlu pengaturan pembayaran pajak terutama bagi masyarakat miskin,
memberi penghargaan kepada pengusaha penyumbang pajak terbesar.
5. Memberikan kemudahan pada sektor informal untuk mengakses sumber-
sumber modal dan menyediakan tempat usaha yang layak.
Laporan Akhir EKPD 2009 86
BAB III K E S I M P U L A N
Kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) merupakan bagian
penting dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional seperti yang diatur
melalui UU No. 25 tahun 2004 yang menjelsakan tentang hirarki perencanaan,
proses perencanaan, mekanisme perencanaan, ruang lingkup perencanaan, isi
rencana, waktu pelaksanaan beserta stakeholder perencanaan pembangunan pada
setiap tingkat yakni nasional, provinsi, Kabupaten/Kota. Hasil kegiatan Evaluasi
kinerja Pembangunan Derah 2009 diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut;
1. Pada tingkat pelayanan public dan demokrasi, Kesadaran masyarakat dalam
berpolitik cukup tinggi, hal ini ditunjukan pada angka partisipasi masyarakat
dalam pesta demokrasi pada saat pemilihan gubernur, legislatif maupun
pemilihan presiden sangat tinggi (rata-rata di atas 80%).
2. Pada tingkat kualitas sumberdaya manusia capaian indicator outcomes secara
umum mengalami peningkatan. Namun peningtakan yang terjadi masih berada
dibawah angka nasional. Pada Tingkat Pembangunan Ekonomi, Rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara adalah 7 persen lebih tinggi
dibanding pertumbuhan ekonomi nasional 6,3 persen pada tahun 2008.
Sedangkan rata-Rata Pendapatan perkapita masyarakat Sultra masih rendah
yaitu 7.82 persen dibandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita secara
nasional yaitu 15.52 dalam kurung waktu 2004-2008
3. Pada tingkat kualitas pengelolaan sumber daya alam, terutama indicator
outcomes kehutanan dan kelautan menunjukan kualitas pengelolaan yang
belum baik. Pengelolaan sumber daya alam sector kehutanan dan kelautan
masih mencari model yang sesuai dengan kondisi daerah, sehingga pendataan
terhadap sumberdaya alam belum dilakukan secara optimal. Di sisi lain juga
terdapat kendalah regulasi yang belum diterapkan secara optimal,
kesalahafaham antara pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota masih terjadi.
4. Pada tingkat kesejahteraan social di Provinsi Sulawesi Tenggara pada umum
menunjukan perbaikan dari tahun ke tahun. Namun pada pelayanan
kesejahteraan social bagi anak jalanan, terlantar, balita terlantar dan anak nakal
pemerintah perlu memberikan perhatian yang serius sebelum masalah anak
jalanan, terlantar, balita terlantar dan anak nakal menjadi masalah social yang
besar di Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD 2009 87
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2007. Sulawesi Tengara Dalam Angka. BPS. 2008. Sulawesi Tengara Dalam Angka Dwiyanto, Agus (Editor).2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Diknas, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Dinas Pendidikan Nasional
Sulawesi Tenggara. Dinkes, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Dinas Kesehatan Sulawesi
Tenggara. BKKBN, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Sulawesi Tenggara. Mardiasmo.2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah: Good Governance,
Democratization, Tranparancy, Public Policy. Yogyakarta: Andi. Bappeda, 2007. Rencana Strategi Daerah Sulawesi Tenggara Siagian, S.P. 1998. Administrasi Pembangunan. Jakarta: CV. Haji Masagung. T. Bintoro. 2000. Good Governance: Paradigma Baru Manajemen Pembangunan.
Jakarta: U.I. Press. T. Bintoro & Mustopadidjaja. 1998. Teori dan Strategi Pembangunan Nasional.
Jakarta: Gunung Agung. T. Moeljiarto. 1993. Politik Pembangunan Sebuah Analisis, Konsep, Arah dan
Strategi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Local Governance Assessment: A Case Study at Kabupaten Klaten. Yogyakarta:
Master in Public Policy and Administration Program UGM. 2006.