laporan akhir penelitian produk...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN PRODUK TERAPAN
PEMODELAN STANDAR KEBUTUHAN TULANGAN PADA KOMPONEN STRUKTURAL KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG
Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun
Ketua : Ir. Tripoli, MT (0011055901) Anggota : Mubarak, ST, MT (0006057502) Nurisra, ST, MT (0001107002)
Dibiayai oleh : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor : 105/SP2H/LT/DPRM/IV/2017 Tanggal 3 April 2017
UNIVERSITAS SYIAH KUALA OKTOBER 2017
iii
RINGKASAN
Laporan Akhir penelitian ini melaporkan hasil kegiatan penelitian yang telah dicapai pada tahun ke-1 dari rencana 2 tahun. Penelitian pada tahun pertama ditekankan pada tiga aspek dari keseluruhan enam aspek yang menjadi tujuan penelitian. Pertama, mengidentifikasi kebutuhan tulangan pada tiap komponen struktural bangunan bila dilihat dari dimensi dan mutu beton. Kedua, menganalisis rasio penggunaan tulangan pada setiap m3 beton pada tiap komponen struktural bangunan. Dan ketiga, mengevaluasi penyimpangan yang mungkin timbul dari Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) pada SNI 7394:2008 dengan hasil analisis desain lapangan.
Terkait dengan ketiga tujuan penelitian tersebut, hasil penelitian secara umum mengindikasikan bahwa penerapan SNI terterkait AHSP tidak dapat diberlakukan secara umum. Diperlukan adanya pertimbangan terkait dengan zonasi dimana konstruksi bangunan gedung akan dibangun, sebagaimana klasifikasi zonasi yang tertuang dalam SNI 1726:2012. Di samping itu, faktor terkait dengan fungsi bangunan juga perlu mendapat perhatian. Dari tiga fungsi yang ditinjau, yaitu bangunan pendidikan, hunia, dan perkantoran, dapat disimpulkan bahwa AHSP juga tidak dapat berlaku secara umum untuk seluruh fungsi. Dari kedua faktor zonasi dan fungsi bangunan, pertimbangan terhadap posisi zonasi bangunan harus menjadi perhatian awal dan utama sebelum mempertimbangkan aspek fungsi bangunan.
Laporan ini juga menginformasikan capaian penelitian terkait dengan target yang telah direncakan saat proposal diajukan. Untuk tahun pertama, secara umum seluruh target yang direncanakan telah terpenuhi. Terkait dengan publikasi ilmiah, pada tahun ini telah dapat menyelesaikan draft artikel untuk dikirimkan pada jurnal yang menjadi target. Pada komponen pemakalah dalam temu ilmiah, untuk tahun pertama telah dapat terlaksana baik pada tingkat nasional maupun internasional. Di samping itu, draft model sebagai produk yang dihasilkan oleh penelitian ini telah diperoleh. Model tersebut merupakan model matematis yang dapat digunakan untuk memprediksi jumlah tulangan pada konstruksi beton bertulang. Model ini masih dalam tahap pengembangan dan belum dapat diaplikasikan. Diperlukan adanya data tambahan dari sejumlah zonasi untuk menambah akurasi dan sekaligus bagian dari proses validasi aktual.
Kata kunci : model, tulangan, komponen struktural, beton bertulang, bangunan gedung, zonasi gempa bumi.
iv
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga penulisan laporan kemajuan penelitian ini dapat
diselesaikan pada waktunya.
Laporan ini dibuat untuk menyampaikan hasil kegiatan Penelitian Produk
Terapan dengan judul PEMODELAN STANDAR KEBUTUHAN TULANGAN PADA
KOMPONEN STRUKTURAL KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG. Laporan ini
berisikan informasi aktivitas dan capaian sejak penandatanganan kontrak pada Bulan
Mei 2017 sampai dengan Oktober 2017.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan telah dapat terlaksana dengan
baik atas dukungan sejumlah pihak. Dukungan finansial diperoleh dari hibah
Penelitian Produk Terapan dengan Kontrak No. 55/UN11.2/PP/SP3/2017 Tanggal 3
April 2017. Dukungan lainnya berupa keterlibatan sejumlah pihak baik dari instansi
pemerintah atau pun swasta dalam hal penyediaan data. Dalam proses pengumpulan
data sampai dengan analisis, dukungan ditunjukkan oleh tim peneliti yang terlibat
serta Staf Bidang dan Laboratorium Manajemen Rekayasa Konstruksi. Untuk seluruh
dukungan yang telah diperoleh, penulis menyampaikan ucapan terima kasih.
Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis berserah diri dengan harapan
semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara umum,
Amin.
Darussalam, 30 Oktober 2017
Ketua Peneliti,
Ir. Tripoli, MT
NIP. 195905111987021001
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i HALAMAN PENGESAHAN ii RINGKASAN iii PRAKATA iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Kerangka Konseptual (State of The Art Review) 3 2.2 Estimasi Biaya 5 2.3 Harga Satuan Pekerjaan 6
2.4 Kebutuhan (Requirement) Material Tulangan Pada Struktur Beton Bertulang 8
2.5 Zonasi gempa bumi Indonesia 9 2.6 Pemodelan 11 2.7 Road Map Penelitian 12
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 14
3.1 Tujuan Penelitian 14 3.2 Manfaat Penelitian 14
BAB 4 METODE PENELITIAN 16
4.1 Lokasi dan Objek Penelitian 16 4.2 Pengumpulan Data 16 4.3 Pengolahan Data dan Analisis 16 4.4 Fish Bone Diagram Penelitian 17
BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 19
5.1 Hasil 19 5.1.1 Pondasi Tapak Beton Bertulang 19 5.1.2 Sloof Beton Bertulang 26 5.1.3 Kolom Beton Bertulang 31 5.1.4 Balok Lantai Beton Bertulang 37 5.1.5 Pelat Lantai Beton Bertulang 44 5.1.6 Rekomendasi Aplikasi AHSP 47 5.2 Capaian Luaran Penelitian 47
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 51
6.1 Rencana Kegiatan Penelitian 51 6.2 Rencana Capaian Penelitian 51 6.3 Rencana Biaya dan Jadual Penelitian Tahun Kedua 52
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 54
vi
7.1 Kesimpulan 54 7.2 Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 55
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 State of the art review 3
Tabel 2.2 Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi + bekisting) 8
Tabel 2.3 Roadmap Penelitian 13
Tabel 5.1 Volume Beton dan Tulangan Pondasi di Zona 10 20
Tabel 5.2 Volume Beton dan Tulangan Pondasi di Zona 15 21
Tabel 5.3 Rasio Kebutuhan Tulangan Pondasi di Zona 10 22
Tabel 5.4 Rasio Kebutuhan Tulangan Pondasi di Zona 15 23
Tabel 5.5 Volume Beton dan Tulangan Sloof Tinjauan Zona 10 24
Tabel 5.6 Volume Beton dan Tulangan Sloof Objek Tinjauan Zona 15 25
Tabel 5.7 Rasio Kebutuhan Tulangan Sloof Zona 10 27
Tabel 5.8 Rasio Kebutuhan Tulangan Sloof Zona 15 27
Tabel 5.9 Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 10 Lantai 1 28
Tabel 5.10 Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 10 Lantai 2 28
Tabel 5.11 Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 15 Lantai 1 29
Tabel 5.12 Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 15 Lantai 2 30
Tabel 5.13 Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 10 32
Tabel 5.14 Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 15 32
Tabel 5.15 Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 10 33
Tabel 5.16 Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 15 33
Tabel 5.17 Selisih Hasil Analisis dengan Standar AHSP Kolom Beton Bertulang yaitu (158 kg/m3 beton)
35
Tabel 5.18 Selisih Hasil Analisis dengan Standar AHSP Kolom Beton Bertulang yaitu (315 kg/m3 beton)
36
Tabel 5.19 Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 10 38
Tabel 5.20 Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 15 39
Tabel 5.21 Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 10 31
Tabel 5.22 Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 15 32
Tabel 5.23 Perbandingan Rasio Tulangan Balok di Zona 15 dengan Standar AHSP
41
Tabel 5.24 Perbandingan Rasio Tulangan Balok di zona 10 dengan Standar AHSP
42
Tabel 5.25 Volume Beton dan Tulangan Plat Lantai Objek Tinjauan Zona 10
44
viii
Tabel 5.26 Volume Beton dan Tulangan Plat Lantai Objek Tinjauan Zona 15
44
Tabel 5.27 Rasio Kebutuhan Tulangan Plat Lantai Zona 10 45
Tabel 5.28 Rasio Kebutuhan Tulangan Plat Lantai Zona 15 45
Tabel 5.29 Aplikasi AHSP Menurut Komponen dan Zonasi 47
Tabel 5.30 Aplikasi AHSP Menurut Fungsi Bangunan dan Zonasi 47
Tabel 5.31 Rencana dan Realisasi Capaian Penelitian 48
Tabel 5.32 Rencana dan Realisasi Penggunaan Anggaran 49
Tabel 5.33 Capaian dan Rencana Penelitian 49
Tabel 6.1 Rencana Biaya Penelitian Tahun Kedua 52
Tabel 6.2 Rencana Jadual Penelitian Tahun Kedua 53
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Analisis Harga Satuan Pekerjaan 7
Gambar 2.2 Peta Zonasi Gempa Indonesia 11
Gambar 3.1 Fish Bone Diagram Penelitian 17
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian 18
Gambar 5.1 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
26
Gambar 5.2 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
31
Gambar 5.3 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan standar AHSP (300 kg/m3 beton)
34
Gambar 5.4 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan standa AHSP (300 kg/m3 beton)
35
Gambar 5.5 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
43
Gambar 5.6 Rasio Berdasarkan Fungsi Bangunan 46
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Peta Wilayah Kajian
LAMPIRAN 2 Tipikal Bangunan Zona 10
LAMPIRAN 3 Tipikal Bangunan Zona 15
LAMPIRAN 4 The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced Concrete Construction
LAMPIRAN 5 The Implementation of Unit Price of Work Standard SNI 7394: 2008 for The Construction of Reinforced Concrete Beam
LAMPIRAN 6 Analisis Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang Pada Konstruksi Bangunan Gedung
LAMPIRAN 7 Rancangan Pelaksanaan Penelitian Tahun Ke-1
LAMPIRAN 8 Catatan Harian Penelitian Tahun Ke-1 (Periode April – Oktober 2017)
LAMPIRAN 9 Draft Model Kebutuhan Tulangan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Proses estimasi kebutuhan anggaran pada sebuah konstruksi perlu mendapat
perhatian yang serius. Bagi perusahaan penyedia jasa konstruksi, akurasi analisis
diperlukan agar penawaran harga yang diajukan saat pelelangan berdaya bersaing
(kompetitif) dengan penawaran harga dari kompetitor lain dan dapat mengakomodir
seluruh kubutuhan pelaksanaan pembangunan. Di sisi lain, bagi pengguna jasa
(owner), akurasi estimasi dibutuhkan dalam rangka efektifitas dan efisiensi anggaran,
mengingat besarnya jumlah kebutuhan bila dibandingkan dengan anggaran yang
tersedia. Permasalahan keterbatasan anggaran menuntut agar proyek konstruksi
direncanakan dengan baik, juga harus dapat mencukupi kebutuhan, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas.
Anggaran biaya sebuah bangunan gedung dianalisis dengan sejumlah metode,
salah satunya menggunakan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Standar
Nasional Indonesia (SNI). Untuk bangunan gedung milik pemerintah, AHSP
dianalisis dengan menggunakan standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan
Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Pengkodean dan lingkup pekerjaan konstruksi
bangunan gedung dalam AHSP terdiri dari 8 divisi, salah satunya adalah divisi
pekerjaan struktural. Divisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap sebuah bangunan dengan proporsi 25%-35% dari nilai bangunan tersebut
(Anonim, 2007). Pekerjaan beton bertulang termasuk dalam divisi ini.
AHSP pekerjaan beton bertulang memberikan sejumlah pola analisis yang
langsung menggabungkan kebutuhan material beton, tulangan dan bekisting dalam
satu analisis sebuah komponen beton bertulang. Pola tersebut terdapat pada analisis
untuk komponen pondasi, sloof, kolom, balok, dan dinding. Pola analisis tersebut
berpeluang menimbulkan ketidak-akuratan, mengingat desain komponen tersebut
belum tentu sama di setiap bangunan. Diperlukan sebuah kajian yang dapat
menginformasikan seberapa jauh standar tersebut dapat diberlakukan pada beragam
2
kondisi dan jenis komponen konstruksi. Hal ini diperlukan agar perencanaan
anggaran benar-benar dapat memenuhi kaidah efisien dan efektif.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, diperlukan sebuah penelitian untuk
mengkaji seberapa jauh akurasi standar AHSP pada sejumlah komponen beton
bertulang pada sejumlah desain bangunan gedung. Lebih lanjut, diperlukan juga
upaya untuk memodelkan pola kebutuhan material tulangan pada komponen beton
bertulang, sebagai acuan atau indikasi awal kebutuhan material tulangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar kebutuhan tulangan pada tiap komponen struktural bangunan
bila dilihat dari dimensi dan mutu beton.
2. Seberapa besar rasio penggunaan tulangan pada setiap m3 beton pada tiap
komponen struktural bangunan.
3. Seberapa besar penyimpangan yang timbul bila hasil analisis lapangan
dibandingkan dengan standar AHSP.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Konseptual (State of The Art Review)
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan material tulangan
pada konstruksi beton bertulang dan pemodelan biaya pada bangunan gedung
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. State of the art review
Judul Peneliti Tahun Hasil
Parametric Cost Estimating Model For Conceptual Cost Estimating of Building Construction Projects
Phaobunjong, K
2002 Estimasi konseptual memberikan tingkat keakuratannya berkisar -30% hingga +50% dari biaya aktual
Current practices in building project contract price forecasting in the UK
Fortune, C dan Cox, O
2005 Penelitian menunjukkan bahwa jenis peramalan model tradisional masih digunakan secara luas, seperti lifecycle cost models and in-house knowledge-based systems. Model yang baru dikembangkan seperti artificial neural nets, fuzzy logic nets, dan environmental and sustainability cost models, baru diaplikasikan sangat terbatas dalam praktek.
Parametric Cost Estimation Model for State Buildings
Riswan, D dan Abduh, M
2006 Mengembangkan model estimasi biaya awal dengan parameter Rasio Fasilitas Gedung (RFG)
Model Perhitungan Harga Satuan Tertinggi Gedung Negara
Abduh, M & Kurniawan, B
2008 Mengembangkan pola estimasi dengan pempertimbangkan kondisi lokasi dan waktu pelaksanaan proyek. Metoda ini melakukan pendekatan dengan mengindentifikasi komponen dominan dan kuantitas.
The Study of Project Cost Estimation Based on Cost-Significant Theory and Neural Network Theory
X. Wang, L. Xing, and F. Lin
2009 Penelitian ini menunjukkan bahwa model berdasarkan teori signifikansi biaya dan teori jaringan saraf berhasil dan efektif untuk aplikasi teknis praktis.
Studi Harga Satuan Bangunan Gedung di Provinsi Nanggroe Aceh
Mubarak 2010 Faktor lokasi dan waktu pembangunan mempengaruhi besarnya biaya pembangunan,
4
Judul Peneliti Tahun Hasil
Darussalam sehingga harga bangunan akan berbeda antara satu kabupaten/ kota dengan kabupaten/kota lainnya.
Penggunaan variabel harga material untuk memprediksi harga satuan Bangunan gedung di kota banda aceh
Mubarak dan Tripoli
2011 Hubungan variabel harga material terhadap harga satuan bangunan gedung dianalisis menggunakan model regresi linear berganda. Variabel harga material yang dianalisis terdiri dari 8 jenis material utama bangunan gedung.
Housing rehabilitation budget estimate due to earthquake disaster by using multiple linear regression models
Mahmuddin and Mubarak
2014 Pemodelan dilakukan untuk memprediksi biaya rehabilitasi pada bangunan perumahan dengan tingkat kerusakan ringan dan sedang.
The implementation of unit price of work standard SNI 7394: 2008 for the construction of reinforced concrete beam
Tripoli, Mubarak, Nurisra, Mahmuddin
2017 The analysis results indicate that the UP standard for reinforced concrete beam cannot be applied to all zoning. The UP standard is only possible on buildings constructed in Zone 10 or zonation with seismic spectral response 0.6-0.7g or lower.
Analisis kebutuhan tulangan pelat lantai beton bertulang pada konstruksi bangunan gedung
Tripoli, Nurisra, Mubarak
2017 Penggunaan AHSP untuk bangunan pada Zona 15 berpotensi menghasilkan estimasi biaya yang tidak akurat. Ketidak-akuratan tersebut menghasilkan nilai estimasi biaya dibawah nilai yang semestinya dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi pelat lantai.
The unit price implication of reinforcement usage in tie beam reinforced concrete construction
Mubarak, Abdullah, M. Riza, Y. Hayati
Est. 2018
The potential inaccurate of cost estimation appears in the two review zones. Such inaccuracies may have an impact on the insufficient costs for the work. Thus, the use of the standard unit price analysis needs further assessment for proper application.
Dari penelitian terdahulu seperti pada Tabel 2.1 maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
5
1. Secara umum, belum ada kajian yang dilakukan spesifik untuk mengidentifikasi
seberapa besar kebutuhan material tulangan untuk struktur beton bertulang pada
sejumlah komponen bangunan. Di samping itu, juga belum terjawab seberapa
jauh dan dalam kondisi bagaimana pola kebutuhan material tulangan yang
tersebut dalam standar AHSP komponen beton bertulang layak diaplikasikan.
2. Dalam hal pemodelan biaya, umumnya kajian yang dilakukan cenderung
difokuskan pada mengestimasi kebutuhan anggaran bangunan secara keseluruhan
dengan berbagai variabel.
3. Mengingat konstruksi beton bertulang merupakan komponen yang memberi
kontribusi terbesar pada biaya sebuah bangunan gedung, maka penelitian ini akan
dikembangkan sampai dengan tahap pemodelan kebutuhan material dan harga
satuan pekerjaan pada sejumlah komponen struktural bangunan.
2.2 Estimasi Biaya
Estimasi kebutuhan biaya sebuah proyek merupakan salah satu komponen
penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi. Estimasi dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan kebutuhan dana untuk sebuah rencana pembangunan proyek.
Keakuratan hasil estimasi sangat ditentukan oleh ketersediaan informasi berupa pola
hubungan estimasi biaya atau model biaya (Kerzner, 2006). Pola tersebut dapat
diperlihatkan dalam bentuk :
a. persamaan matematis (mathematical model) yang diperoleh dari analisa regresi;
b. hubungan biaya-kuantitas (cost-quantity) seperti kurva belajar (learning curves);
c. hubungan biaya-biaya (cost-cost);
d. hubungan biaya-non biaya (cost-non cost) berdasarkan karakteristik fisik,
parameter teknis, atau parameter performa.
Bila dikaji dari sisi akurasi estimasi, Kerzner (2006) mengelompokkan jenis
estimasi sebagai berikut :
a. Order-of-magnitude analysis; estimasi ini dibuat berdasarkan hasil-hasil yang
diperoleh dari pengalaman sejenis terdahulu, tanpa adanya data detail
engineering yang lengkap dengan akurasi + 35%.
6
b. Approximate estimate; estimasi ini dibuat berdasarkan prorata dari proyek
terdahulu yang memiliki similaritas dari segi lingkup dan jumlah dan juga masih
tanpa ketersediaan data detail engineering yang lengkap dengan akurasi mencapai
+ 15%.
c. Devinitive estimate; estimasi ini dibuat berdasarkan data detail engineering yang
lengkap seperti gambar detail, daftar harga, daftar kuantitas pekerjaan, dan lain-
lain, dengan akurasi mencapai + 5%.
d. Penggunaan kurva belajar; estimasi ini diperoleh dari representasi grafis dari
pengulangan-pengulangan terhadap kegiatan-kegiatan yang berlangsung secara
terus-menerus dan lazim digunakan dalam estimasi untuk kegiatan manufaktur.
Jenis estimasi biaya juga dapat dibedakan berdasarkan tahapan siklus sebuah
proyek (Schuette & Liska, 1994), yaitu :
a. Estimasi kelayakan (feasibility estimate); yang digunakan untuk menentukan
layak-tidaknya sebuah proyek untuk dibangun pada saat pemilik proyek
mengemukakan rencana atau ide membangun sebuah bangunan.
b. Estimasi konseptual (conceptual estimate); yang buat setelah konsep rancangan
bangunan ditentukan, namun belum ada rencana desain detail.
c. Estimasi elemen atau parametric (elemental or parametric estimate); merupakan
estimasi yang paling akurat dimana informasi kuantitas pekerjaan pada proyek
telah dapat terukur dengan baik.
2.3 Harga Satuan Pekerjaan
Harga satuan pekerjaan merupakan uraian dari sejumlah komponen biaya
seperti bahan, tenaga kerja, peralatan, peralatan, dan subkontraktor yang membentuk
harga satuan (Pico & Wayne, 2012). Perencanaan harga satuan pekerjaan dapat
dibedakan berdasarkan tahapan pelaksanaan proyek. Schuette & Liska (1994)
menyatakan estimasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Menggunakan satuan harga berdasarkan fungsi bangunan, seperti untuk sekolah,
perparkiran, dan rumah sakit;
2. Menggunakan satuan harga berdasarkan luasan lantai bangunan;
7
3. Menggunakan satuan harga berdasarkan kubikasi pekerjaan bangunan;
4. Memfaktorkan komponen pekerjaan yang memiliki kesamaan dengan pekerjaan
yang akan direncanakan.
Perencanaan anggaran pada proyek pemerintah dilakukan dengan
menggunakan acuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013
tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan
Umum. Ruang lingkup Pedoman AHSP ini meliputi penanganan pekerjaan
pemeliharaan dan pembangunan di bidang pekerjaan umum (bidang umum, sumber
daya air, bina marga, dan cipta karya.
AHSP untuk konstruksi bangunan gedung tercakup pada bidang cipta karya.
Terdapat 8 divisi untuk pengelompokan pekerjaan, salah satu adalah divisi pekerjaan
struktural. Mengingat lingkup pekerjaan AHSP Cipta Karya ini masih berbasis pada
SNI-ABK tahun 2008, maka sub level dikelompokkan dan dirinci sesuai dengan
SNI-ABK. Pekerjaan beton dicantumkan pada sub level 4.1.1. Sub level ini terdiri
dari 36 standar AHSP. Sebagai ilustrasi, bagan proses AHSP ditunjukkan dalam
Gambar 2.1, dan format salah satu standar AHSP tersebut (kolom beton bertulang)
ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Gambar 2.1. Analisis Harga Satuan Pekerjaan (Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013)
8
Tabel 2.2. Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi + bekisting)
No Uraian Kode Satuan Koefisien Harga Satuan
(Rp) Jumlah Harga
(Rp)
A TENAGA Pekerja Tukang batu Tukang kayu Tukang besi Kepala tukang Mandor
L.01 L.02 L.02 L.02 L.03 L.04
OH OH OH OH OH OH
7,050 0,275 1,650 2,100 0,403 0,353
B BAHAN Kayu kelas III Paku 5 cm – 12cm Minyak bekisting Besi beton polos Kawat beton Semen Portland Pasir Beton Kerikil Kayu kelas II balok Plywood 9 mm Dolken kayu φ (8-10) cm, panjang 4 m
m3 kg
Liter kg kg kg m3 m3 m3 Lbr
Batang
0,40 4,00 2,00
315,00 4,50
336,00 0,54 0,81 0,15 3,50
20,00
C JUMLAH -
D OVERHEAD & PROFIT -
E HARGA SATUAN PEKERJAAN -
Sumber : SNI 7394:2008
2.4 Kebutuhan (Requirement) Material Tulangan Pada Struktur Beton
Bertulang
Material baja merupakan material yang ideal untuk membentuk konstruksi
beton bertulang. Material ini dapat mengikat baik dengan beton. Pada struktur
komposit, ikatan antara dua material berbeda harus dapat berfungsi sebagai bahan
tunggal. Pada saat proses pengerasan setelah pengecoran beton, material beton dan
baja akan membentuk ikatan mekanis (Mehta, et.al, 2013).
Sejumlah hasil penelitian terhadap material tulangan pada konstruksi beton
bertulang umumnya cenderung diarahkan untuk menganalisis perilaku fisik dan
mekanis beton bertulang (Shanmugam & Lakshmi, 2001; Elnashai, et.al, 2003; Montes,
et.al, 2008; Rao, et.al, 2008; Maekawa, 2009; Amir & Sigmund, 2013). Belum ada kajian
yang dilakukan spesifik untuk mengidentifikasi seberapa besar kebutuhan material
tulangan untuk struktur beton bertulang pada sejumlah komponen bangunan. Di
9
samping itu, juga belum terjawab seberapa jauh dan dalam kondisi bagaimana pola
kebutuhan material tulangan yang tersebut dalam standar AHSP komponen beton
bertulang layak diaplikasikan.
Secara teknis, jumlah tulangan pada struktur beton bertulang harus memadai.
Dimensi dan jumlah material ditentukan dari hasil analisis pada tiap komponen
struktural, seperti pondasi, kolom, balok, pelat lantai, dan dinding. Pada daerah
dengan tingkat kerawanan gempa tinggi, perencanaan dilakukan menggunakan
Pedoman Tata Cara Perencanaan Konstruksi Tahan Gempa Indonesia. Tingkat
kerawanan dapat dikenali dengan berpedoman pada peta zonasi gempa sebagaimana
tersebut dalam Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung
dan Non Gedung (SNI 1726:2012).
Secara umum, kebutuhan bahan untuk menyelesaikan suatu satuan pekerjaan
dapat dianalisis dengan beberapa metode. Standar kebutuhan material sebagaimana
disebut dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013, dianalisis
berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan berdasarkan analisis laboratorium.
Pengamatan langsung lapangan mendapatkan data jumlah bahan riil yang dihabiskan
oleh gugus kerja termasuk loose materials. Sedangkan analisis laboratorium
menghitung jumlah bahan berdasarkan sifat/karakter bahan, misalnya faktor berat isi,
bulking factor, susut, dan lain-lain. Koefisien bahan dihitung dengan
mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut. Oleh karena itu koefisien bahan selalu
ditambahkan toleransi, yang besarnya 5-20%. Untuk keperluan estimasi biaya,
kebutuhan material tulangan dapat diperoleh dari sejumlah standar AHSP.
2.5 Zonasi gempa bumi Indonesia
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng
besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainya saling bertemu di wilayah Indonesia
(Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson, 1992).
Perencanaan konstruksi tahan gempa di Indonesia mulai diaplikasikan pada
tahun 1983 berpedoman pada peta percepatan maksimum gempa dan Peraturan
Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung (PPTIUG). Pedoman tata cara
perencanaan konstruksi tahan gempa Indonesia terus mengalami perkembangan,
10
hingga pada saat ini perencanaan berpedoman pada peta zonasi gempa SNI
1726:2012 (Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan
Non Gedung). Pembaruan yang ditekankan pada standar tersebut terkait dengan :
1. Periode ulang
Pada SNI 2012, kemungkinan pelampauan (probability of exceedance) diambil
sebesar 2% dalam 50 tahun. Dengan persamaan yang sama, didapat periode ulang
gempa sebesar 2.475 tahun atau dibulatkan menjadi 2.500 tahun. Kemungkinan
pelampauan merupakan faktor langsung terhadap berubahnya periode ulang.
Semakin kecil kemungkinan pelampauan semakin besar periode ulang, sekaligus
semakin kecil kemungkinan terjadi gempa diatas gempa rencana hingga dapat
terhindar dari kejadian gempa.
2. Pendekatan Deterministik
SNI 2012,menambahkan satu konsep yang disebut Deterministic Seismic Hazard
Analysis (DSHA). Pada konsep ini, probabilitas gempa tidak hanya diturunkan
dari statistic terjadinya gempa yang tercatat. Probabilitas juga diturunkan dengan
mengidentifikasi adanya subduksi lapisan bumi dan sesar aktif (active faults)
pada suatu wilayah.
3. Uniform Hazard vs Uniform Risk
Peta gempa SNI 1726 2012 mengadopsi konsep uniform risk yang artinya beban
gempa didasarkan pada resiko keruntuhan bangunan yang sama yaitu 1% resiko
keruntuhan dalam 50 tahun. Oleh karena itu, percepatan gempa pada peta SNI
1726 2012 disebut sebagai risk targeted ground motion yaitu percepatan tanah
yang sudah disesuaikan untuk mencapai target resiko keruntuhan 1% dalam 50
tahun. Konsep risk of collapse mengindikasikan bahwa tidak semua gedung yang
terkena beban gempa diatas gempa rencana tidak selamat atau menunjukan
kegagalan struktur sesuai prediksi desain.
4. Koefisien pada Respon Spektra
Peta gempa SNI 1726 2012 memberikan tambahan koefisien spektra berupa PGA
(percepatan di batuan dasar), 0,2 detik dan 1 detik. PGA digunakan untuk
menentukan percepatan gempa pada desain pondasi. Koefisien 0,2 detik dan 1
detik digunakan untuk membuat respon spektra gedung.
11
Peta zonasi wilayah gempa menunjukkan posisi seluruh wilayah Indonesia
berdasarkan tingkat respon sprektra gempa dan warna berbeda untuk setiap batasan
nilai respon sprektra atas dan bawah dalam satuan gravity (g). Nilai sprektra ini
dijadikan acuan untuk mendesain beban gempa dalam perencanaan suatu bangunan
gedung di Indonesia. Peta zonasi gempa SNI 1726:2012 ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 2.2 Peta Zonasi Gempa Indonesia (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)
2.6 Pemodelan
Model adalah suatu representasi analogikal dari realita. Model merupakan
penyederhanaan deskripsi dari sebuah sistem, untuk mengkalkulasi dan
memprediksi. Modeling adalah suatu upaya untuk merepresentasikan realitas secara
apa adanya, sedemikian sehingga aspek-aspek tentangnya dapat diuraikan,
diterangkan, dioptimalkan atau diramalkan sesuai dengan realitasnya. Output atau
temuan dari proses modeling memungkinkan seorang analis untuk menentukan hasil-
hasil keputusan yang logis dan memilih suatu tindakan optimal. Wibowo (2005) juga
membedakan model menjadi lima macam, yaitu :
12
1. Model matematik yaitu model yang menggunakan notasi-notasi dan persamaan
matematika untuk mempresentasikan sistem, yang dinyatakan dengan variabel-
variabel dan aktifitas dinyatakan dengan fungsi matematika yang menjelaskan
hubungan antar variabel tersebut.
2. Model fisik.
3. Model lapangan yaitu kondisi suatu lapangan yang dijadikan model.
4. Model statistik, misalnya regresi, logit, provit, dan genetik algoritma.
5. Model behavior.
Pemodelan dapat dibuat melalui analisis regresi. Analisis ini merupakan salah
model statistik yang dapat digunakan untuk merumuskan pola hubungan antar
variabel berdasarkan satu set titik data. Analisis regresi secara sistematis dapat
meminimalkan kesalahan estimasi dengan cara least squares regression (regresi
kuadrat terkecil). Analisis ini menjadi salah satu metode yang lazim dipakai untuk
pemodelan biaya (Blocher, et.al, 2010).
Pemodelan untuk estimasi biaya telah dilakukan oleh sejumlah peneliti.
Model estimasi untuk biaya pada tahap konseptual telah direkomendasikan oleh
Mubarak & Tripoli (2011), Mubarak (2010), Abduh & Kurniawan (2008), Riswan &
Abduh (2006), dan Phaobunjong (2002). Untuk pemodelan perkiraan harga konrak
bangunan gedung, Fortune dan Cox (2005) merokemendasikan model menggunakan
artificial neural nets, fuzzy logic nets, dan environmental and sustainability cost
models. Pola yang tipikal juga disarankan oleh Wang, et.al (2009), dengan
memodelkan perkiraan harga penawaran saat tender. Model yang dibuat untuk
memprediksi kebutuhan material untuk sebuah analisis harga satuan, khususnya
tulangan untuk struktur beton bertulang masih belum tersedia.
2.7 Road Map Penelitian
Merujuk pada hasil kajian sejumlah literatur, arah penelitian ini perlu
dirumuskan dalam sebuah roadmap penelitian. Roadmap tersebut ditunjukkan pada
Tabel 2.3.
13
Tabel 2.3. Roadmap Penelitian
PR
OD
UK
TIV
ITA
S Studi Faktor Penentu Produktivitas
Pekerjaan (qualitative analysis)
- Building - Non-building
Analisis Produktivitas
Pekerjaan (lapangan)
- Struktural - Non-
struktural
Analisis Produktifitas
Pekerjaan (const.historical
record) - Struktural - Non-
struktural
ST
UD
I E
ST
IMA
SI
BIA
YA
KO
NS
TR
UK
SI
AN
AL
ISIS
K
EB
UT
UH
AN
(R
EQ
UIR
EM
EN
T)
Analisis Berdasarkan Komponen Struktural Bangunan
Analisis berdasarkan
pola kerawanan wilayah dari
risiko bencana alam
Analisis berdasarkan
fungsi bangunan
Evaluasi kelayakan
requirement dari tiap kelompok
analisis dengan requirement
standar AHSP
- Pondasi - Kolom - Balok - Pelat lantai - Dinding
- Pondasi - Kolom - Balok - Pelat lantai - Dinding
- Pendidikan - Perkantoran - Hunian
MO
DE
L Regresi linear Regresi non linear
- Komponen bangunan - Potensi risiko bencana alam - Fungsi bangunan
- Komponen bangunan - Potensi risiko bencana alam - Fungsi bangunan
14
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Merujuk pada permasalahan yang dijelaskan pada bagian terdahulu, tujuan
penelitian dirumuskan berdasarkan tahapan penelitian per tahun. Untuk tahun
pertama, penelitian ini ditujukan untuk :
1. Mengidentifikasi kebutuhan tulangan pada tiap komponen struktural bangunan
bila dilihat dari dimensi dan mutu beton.
2. Menganalisis rasio penggunaan tulangan pada setiap m3 beton pada tiap
komponen struktural bangunan.
3. Mengevaluasi penyimpangan yang mungkin timbul dari standar AHSP dengan
hasil analisis desain lapangan.
Sedangkan untuk tahun kedua, penelitian ini ditujukan untuk :
1. Mengidentifikasi variabel pemodelan dalam penentuan kebutuhan tulangan.
2. Merumuskan pola/model prediksi kebutuhan tulangan pada tiap komponen
struktural bangunan.
3. Menguji akurasi dari sejumlah pola/model yang dihasilkan sehingga dapat
diaplikasi untuk estimasi kebutuhan material tulangan.
3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi seberapa besar kebutuhan material
tulangan untuk struktur beton bertulang pada sejumlah komponen bangunan.
2. Penelitian ini juga dapat menjawab seberapa jauh dan dalam kondisi bagaimana
pola kebutuhan material tulangan yang tersebut dalam standar AHSP komponen
beton bertulang layak diaplikasikan.
3. Penelitian ini akan menghasilkan pola/model prediksi kebutuhan tulangan pada
tiap komponen struktural bangunan, yang akan bermanfaat bagi seorang cost
15
estimator dalam memprediksi kebutuhan material pada sejumlah komponen
struktural konstruksi bangunan gedung.
4. Penelitian ini juga akan memberi gambaran aplikasi model untuk menganalisis
kebutuhan biaya pada sejumlah komponen pekerjaan struktural.
Secara umum, hasil penelitian ini akan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
referensi pengembangan dan penyesuaian standar kebutuhan material bangunan,
khususnya material tulangan pada konstruksi beton bertulang. Informasi tersebut
akan dapat memperbaharui standar yang telah ada mengingat perkembangan dan
inovasi yang terus terjadi dalam industri konstruksi. Penggunaan model prediksi akan
menjadi salah satu alat untuk mempermudah seorang cost estimator dalam
menganalisis kebutuhan material, khususnya pada konstruksi beton bertulang.
Estimasi yang akurat akan memberikan banyak implikasi positif bukan hanya bagi
perusahaan konstruksi sebagai penyedia jasa, namun juga bagi pemilik proyek
(owner) terkait dengan hal efektitas dan efisiensi anggaran.
16
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Survey pada penelitian ini dilakukan proyek bangunan gedung yang dibangun
di wilayah Provinsi Aceh. Tinjauan objek penelitian difokuskan pada bangunan
gedung dengan klasifikasi sederhana dan tidak sederhana sebagaimana didefinisikan
dalam Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007. Objek bangunan yang akan diteliti
difokuskan pada kelompok bangunan non perumahan berlantai 2 atau lebih. Potensi
risiko yang akan dikaji adalah risiko bencana gempa bumi dengan pola potensi
diklasifikasi menurut peta zonasi gempa Indonesia (SNI 1726:2012).
4.2 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder. Data tersebut diperoleh
dari pengelola teknis bangunan pada instansi terkait. Data yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut :
1. Dokumen kontrak untuk proyek gedung yang dibangun pada tahun 2012 sampai
dengan 2015, yang berisikan data bill of quantity, harga satuan, harga material,
dan gambar bestek (site plan, denah, dan tampak bangunan).
2. Standar harga satuan bangunan yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.
Mengingat sebaran data yang dibutuhkan dan keragaman pengelola teknis,
maka pengumpulan data tidak hanya diupayakan di Kota Banda Aceh, namun juga
diupayakan dengan penelurusuran ke ibukota kabupaten/kota yang menjadi target
lokasi penelitian.
4.3 Pengolahan Data dan Analisis
Proses pengolahan data dan analisis yang akan dilakukan untuk Tahun I :
- Pengelompokan data berdasarkan pada jenis komponen struktur bangunan,
potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
17
- Analisis kebutuhan material tulangan pada struktur beton bertulang.
- Pengelompokan hasil analisis menurut jenis komponen struktur bangunan,
potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
- Evaluasi kesesuaian kebutuhan material hasil analisis dengan nilai kebutuhan
yang tersebut dalam AHSP.
Proses pengolahan data dan analisis yang akan dilakukan untuk Tahun II :
1. Perumusan variabel model penelitian
2. Analisis regresi linear berdasarkan pada jenis komponen struktur bangunan,
potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
3. Analisis regresi non linear berdasarkan pada jenis komponen struktur bangunan,
potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
4. Validasi model dan perbandingan akurasi model dengan kondisi aktual.
4.4 Fish Bone Diagram Penelitian
Bentuk fish bone diagram penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 3.1 dan
bagan alir penelitian ditunjukkan dalam Gambar 3.2.
Gambar 3.1. Fish Bone Diagram Penelitian
Req. material menurut komponen
Req. material menurut fungsi bang.
Req. material menurut potensi risk.
Model Regresi Linear
Model Regresi Non Linear
Pondasi
Kolom
Balok
P.Lantai
Pondasi Pondasi
Kolom
Balok
P.Lantai
PondasiPondasi
Kolom
Balok
P.Lantai
Pondasi
Komponen strk.
Fungsi bang.
Potensi risiko
Komponen strk.
Fungsi bang.
Potensi risiko
18
TAHAP/ LOKASI
LUARAN
PRA STUDI (2016)
Lokasi kegiatan: Lab. MRK Perpustakaan
- Referensi utama - Data awal zonasi objek
TAHAP I (2017)
Lokasi objek: Bangunan gedung di Prov. Aceh Lokasi pengl. data & anls.: Lab. MRK
- Laporan hasil penelitian Tahun 1 - Prosiding (nasional/int’l)
TAHAP II (2018)
Lokasi objek: Bangunan gedung di Prov. Aceh Lokasi pengl. data & anls.:
Lab. MRK
- Laporan hasil penelitian Tahun 2 - Prosiding (nasional/int’l) - Jurnal (nasional/int’l) - Model - Draft buku ajar
Gambar 3.2. Bagan Alir Penelitian
MULAI
Studi Pendahuluan dan Perumusan Masalah
Pengumpulan Data Tahap I
Pengolahan Data dan Analisis - Pengelompokan data - Analisis kebutuhan material
tulangan - Pengelompokan hasil analisis - Evaluasi kesesuaian kebutuhan
material
Literatur Review
Perumusan Hasil, Kesimpulan dan Rekomendasi Tahap I
Seleksi Data Tahap I dan Pengumpulan Data Tahap II
Pengolahan Data dan Analisis 1. Perumusan variabel 2. Analisis regresi linear 3. Analisis regresi non linear 4. Validasi
Perumusan Hasil, Kesimpulan dan Rekomendasi Tahap II
SELESAI
19
BAB 5
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Hasil
Hasil penelitian yang telah diperoleh dapat dijabarkan sesuai dengan
komponen struktural bangunan gedung yang ditinjau. Wilayah tinjauan dan tipikal
bangunan yang ditinjau pada Zona 10 dan Zona 15 ditujukkan pada Lampiran 1
sampai dengan Lampiran 3. Komponen bangunan tersebut terdiri dari :
1) Pondasi;
2) Sloof;
3) Kolom;
4) Balok lantai;
5) Pelat lantai.
5.1.1 Pondasi Tapak Beton Bertulang
Menurut Bowles (1993), ondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa
struktur yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya-sendiri
kepada dan ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya. Pondasi tapak
(spread footing) merupakan pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
Umumnya dibuat dengan kedalaman 1 sampai dengan 1,50 m dari permukaan tanah,
atau lebih.
Perencanaan struktur suatu bangunan bertingkat harus mampu mendukung
berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban khusus yang bekerja pada
struktur bangunan tersebut dan struktur pondasi tapak menerima beban dari elemen-
elemen struktur yang didistribusikan dan diteruskan melalui struktural pondasi beton
bertulang. Bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur gedung bertingkat secara
umum dapat dinyatakan sebagai berikut : beban pelat lantai didistribusikan terhadap
balok anak dan balok portal, beban balok portal didistribusikan ke kolom dan beban
kolom kemudian diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi.
Pemilihan tipe pondasi didasarkan atas:
20
- Fungsi bangunan atas (upper structure) yang dipikul pondasi tersebut.
- Besarnya beban dan berat bangunan atas.
- Keadaan tanah untuk mendukung bangunan yang akan didirikan.
- Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.
A. Deskripsi Objek
Pada penelitian ini objek yang ditinjau adalah bangunan gedung di Provinsi
Aceh yang difokuskan pada zona gempa 10 dan 15. Pada peta zonasi gempa SNI
1726:2012 wilayah 10 dan 15 adalah zona merah yaitu zona yang rawan akan
terjadinya gempa. Untuk data objek penelitian yang dipakai adalah berdasarkan
lokasi peta zona gempa SNI 1726:2012. Objek yang ditinjau berjumlah 20 data yang
merupakan bangunan gedung berlantai 2 dan 3 dengan fungsi bangunan pendidikan
seperti ruang kuliah dan ruang sekolah, bangunan hunian seperti asrama dan rumah
sakit, kemudian fungsi bangunan kantor. Objek yang akan ditinjau merupakan
bangunan yang dibangun tersebut pada tahun 2012 sampai dengan 2015.
B. Volume Beton dan Tulangan Pondasi Tapak
Perhitungan untuk volume beton dan tulangan pondasi tapak dihitung
berdasarkan gambar bestek yang ada pada kontrak proyek yaitu gambar detail
penulangan balok dengan menggunakan tabel analisis tulangan kebutuhan tulangan
pondasi tapak. Rekapitulasi volume beton dan tulangan untuk setiap objek
berdasarkan zonasi gempa dari hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.1. dan
Tabel 5.2.
Tabel 5.1. Volume Beton dan Tulangan Pondasi di Zona 10
No. Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi bangunan
Volume Beton (m3)
Berat Tulangan
(kg)
1 Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor dan Gudang KPPBC Kuala, Langsa
2 Kantor 36.000 5698.265
2 Gedung Hukum Unsam (Langsa) 2 Pendidikan 156.464 33439.710
3 Lab Metrologi (Langsa) 2 Pendidikan 115.920 15342.524
4 Gedung Perawat RSU Langsa 2 Hunian 59.594 10903.594
21
No. Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi bangunan
Volume Beton (m3)
Berat Tulangan
(kg)
5 SDN 3 Idi Cut, Aceh Timur 2 Pendidikan 12.668 2508.498
6 SDN Gandapura, Aceh Utara 2 Pendidikan 12.936 1640.026
7 Puskesmas IDI Aceh Timur 2 Pendidikan 113.600 23953.119
8 Kantor Walikota Lhokseumawe 2 Kantor 59.586 16044.241
9 Pembangunan Gedung Administrasi Politeknik Negri Lhokseumawe
2 Kantor 49 10300.986
10 STMIK BINA BANGSA LHOKSEUMAWE
2 Pendidikan 125.314 18249.282
Tabel 5.2. Volume Beton dan Tulangan Pondasi di Zona 15
No. Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi bangunan
Volume Beton (m3)
Berat Tulangan
(kg)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 (Otsus) Banda Aceh
2 Pendidikan 7.920 1480.387
2 Gudang BPM Banda Aceh 2 Kantor 48.000 6962.155
3 Ika Unsyiah Banda Aceh 2 Kantor 34.560 6015.118
4 Ipedelma Banda Aceh 2 Hunian 83.920 12927.610
5 Dedung STTIT Muhammadiyah Aceh barat daya
2 Pendidikan 12.638 1706.755
6 Aspol Punge Jurong Banda Aceh 2 Hunian 32.951 3986.124
7 Asrama Putri Beutong, Banda Aceh 2 Hunian 18.816 3692.230
8 Asrama UPTD BPKP ACEH, Banda Aceh
2 Hunian 14.534 3575.311
9 Asrama Pelajar Nagan Raya, Banda Aceh 2 Hunian 19.440 3536.207
10 Gedung Rukyatul Hilal Aceh Barat 2 Pendidikan 66.824 16575.417
11 Asrama Putri Beutong, Banda Aceh 2 Hunian 83.856 10436.718
12 Pembangunan ruang guru SMPN Banda Aceh
2 Hunian 12.096 2785.207
13 UKM ACEH, Banda Aceh 2 Hunian 98.000 23367.572
14 Asrama BP2IP Lamdom, Banda Aceh 2 Hunian 61.152 17694.184
15 Asrama Pelajar Aceh Singkil, Banda Aceh 2 Hunian 25.637 3399.735
22
C. Rasio Kebutuhan Aktual Tulangan untuk Setiap 1 m3 Pondasi Tapak
Beton Bertulang
Perhitungan rasio kebutuhan tulangan pondasi tapak dihitung berdasarkan
perbandingan antara jumlah penggunaan tulangan dan total volume beton.
Perhitungan rasio tulangan pondasi tapak diklasifikasikan berdasarkan zona gempa
dan juga fungsi bangunan. Hasil dari perhitungan rasio kebutuhan tulangan
komponen struktural pondasi tapak beton bertulang dalam 1 m3 dapat dilihat pada
Tabel berikut yaitu pada Tabel 5.3 dan 5.4.
Tabel 5.3. Rasio Kebutuhan Tulangan Pondasi di Zona 10
No. Nama Proyek Fungsi
bangunan
Volume Beton (m3)
Berat Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (Kg/m3)
1 Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor dan Gudang KPPBC Kuala Langsa
Kantor 36.000 5698.265 158.285
2 Gedung Hukum Unsam (Langsa) Pendidikan 156.464 33439.710 213.721
3 Lab Metrologi (Langsa) Pendidikan 115.920 15342.524 132.354
4 RSU Langsa Hunian 59.594 10903.594 182.966
5 SDN 3 Idi Cut, Aceh timur Pendidikan 12.668 2508.498 198.019
6 SDN Gandapura, Aceh Utara Pendidikan 12.936 1640.026 126.780
7 Puskesmas IDI, Aceh Timur Pendidikan 113.600 23953.119 210.855
8 Kantor Walikota Lhokseumawe Kantor 59.586 16044.241 269.262
9 Pembangunan Gedung Administrasi Politeknik Negri Lhokseumawe
Kantor 49.000 10300.986 193.573
10 STMIK Bina Bangsa Lhokseumawe Pendidikan 125.314 18249.282 145.629
Rata-rata 183.144
Rasio Max 269.262
Rasio Min 126.780
Standar Deviasi (STDEV) 36.057
23
Tabel 5.4. Rasio Kebutuhan Tulangan Pondasi di Zona 15
No. Nama Proyek Fungsi
bangunan
Volume Beton (m3)
Berat Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (Kg/m3)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 (Otsus), Banda Aceh
Pendidikan 7.920 1480.387 186.918
2 Gudang BPM, Banda Aceh Kantor 48.000 6962.155 145.045
3 Ika Unsyiah, Banda Aceh Kantor 34.560 6015.118 174.049
4 Ipedelma, Banda Aceh Hunian 83.920 12927.610 154.047
5 Dedung STTIT Muhammadiyah Aceh barat daya
Pendidikan 12.638 1706.755 135.049
6 Aspol Punge Jurong Banda Aceh Hunian 27.783 3986.124 144.126
7 Asrama Putri Beutong, Banda Aceh Hunian 18.816 3692.230 196.228
8 Asrama UPTD BPKP ACEH, Banda Aceh
Hunian 14.534 3575.311 255.065
9 Asrama Pelajar Nagan Raya, Banda Aceh Hunian 19.440 3536.207 181.904
10 Gedung Rukyatul Hilal Aceh Barat Pendidikan 66.824 16575.417 248.046
11 Asrama Putri Nagan Raya, Banda Aceh Hunian 83.856 10436.718 124.460
12 Pembangunan ruang guru SMPN Banda Aceh
Hunian 12.096 2785.207 230.259
13 UKM ACEH, Banda Aceh Hunian 98.000 23367.572 238.445
14 Asrama BP2IP Lamdom, Banda Aceh Hunian 61.152 17694.184 289.348
15 Asrama Pelajar Aceh Singkil, Banda Aceh Hunian 25.637 3399.735 132.613
Rata-rata 189.040
Rasio Max 289.348
Rasio Min 124.460
Standar Deviasi (STDEV) 51.976
Hasil dari nilai rata-rata keseluruhan rasio kebutuhan tulangan pondasi tapak
untuk zona gempa 10 dan 15 berdasarkan Tabel 5.3 dan 5.4 terjadi perbedaan rasio
kebutuhan tulangan, pada tabel tersebut zona 15 memiliki rasio dengan rata-rata
sebesar 189,040 kg/m3 sedangkan rasio pada zona 10 sebesar 183,144 kg/m3. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tulangan pondasi tapak pada zona 15 lebih
besar bila dibandingkan dengan penggunaan tulangan pondasi tapak pada zona 10.
24
D. Perbandingan Rasio Tulangan Pondasi Tapak Berdasarkan Zona
Gempa dengan AHSP
Tabel 5.5. Perbandingan Rasio Tulangan Pondasi Tapak di Zona 15 dengan Standar AHSP
No. Nama Proyek
Rasio Standar Selisih
(Kg/m3) Persentase
(%) Tulangan AHSP
(Kg/m3) (Kg/m3)
1 2 3 4 5 6
(3-4) (5/4)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 ( Otsus), Banda Aceh
186.918 150 36.918 25
2 Gudang BPM, Banda Aceh 145.045 150 -4.955 -3
3 Ika Unsyiah, Banda Aceh 174.049 150 24.049 16
4 Ipedelma, Banda Aceh 154.047 150 4.047 3
5 Dedung STTIT Muhammadiyah Aceh barat daya
135.049 150 -14.951 -10
6 Aspol Punge Jurong Banda Aceh
144.126 150 -5.874 -4
7 Asrama Putri Beutong, Banda Aceh
196.228 150 46.228 31
8 Asrama UPTD BPKP ACEH, Banda Aceh
255.065 150 105.065 70
9 Asrama Pelajar Nagan Raya, Banda Aceh
181.904 150 31.904 21
10 Gedung Rukyatul Hilal Aceh Barat
248.046 150 98.046 65
11 Asrama Putri Beutong, Banda Aceh
124.460 150 -25.540 -17
12 Pembangunan ruang guru SMPN Banda Aceh
230.259 150 80.259 53.506
13 UKM ACEH, Banda Aceh 238.445 150 88.445 58.963
14 Asrama BP2IP Lamdom Banda Aceh
289.348 150 139.348 92.898
15 Asrama Pelajar Aceh Singkil, Banda Aceh
132.613 150 -17.387 -11.591
Jumlah Rata-rata 189.040 150 39.040 26
25
Tabel 5.6. Perbandingan Rasio Tulangan Pondasi di Zona 10 dengan Standar AHSP
No. Nama Proyek
Rasio Standar Selisih
(Kg/m3) Persentase
(%) Tulangan AHSP
(Kg/m3) (Kg/m3)
1 2 3 4 5 6
(3-4) (5/4)
1 Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor dan Gudang KPPBC Kuala Langsa
158.285 150 8.285 6
2 Gedung Hukum Unsam (Langsa)
213.721 150 63.721 42
3 Lab Metrologi (Langsa) 132.354 150 -17.646 -12
4 Geduung Perawat RSU Langsa 182.966 150 32.966 22
5 SDN 3 Idi Cut, Aceh Timur 198.019 150 48.019 32
6 SDN Gandapura, Banda Aceh 126.780 150 -23.220 -15
7 Puskesmas IDI Aceh Timur 210.855 150 60.855 41
8 Kantor Walikota Lhokseumawe 269.262 150 119.262 80
9 Pembangunan Gedung Administrasi Politeknik Negri Lhokseumawe
193.573 150 43.573 29
10 STMIK BINA BANGSA LHOKSEUMAWE
145.629 150 -4.371 -3
Jumlah Rata-rata 183.144 150 33.144 22
Berdasarkan pada Tabel 5.5 dan 5.6, dapat dilihat hasil perbandingan rasio
kebutuhan hasil perhitungan dengan apa yang telah distandarkan pada AHSP tersebut
terjadi perbedaan yang mana hasil dari perhitungan pada zonasi gempa 15 dengan
jumlah jenis dan fungsi bangunan yaitu 3 bangunan pendidikan, 8 bangunan hunian
dan 3 bangunan kantor dengan jumlah 15 bangunan memiliki rasio rata-rata 189,040
kg/m3 nilai lebih besar dari pada yang telah distandarkan oleh AHSP yaitu sebesar
150 kg/m3 dan memiliki selisih sebesar 39.040 kg/m3 atau 26 % lebih besar terhadap
standar AHSP. Sedangkan hasil perhitungan pada zona gempa 10 dengan jenis dan
26
ZONA 15 ZONA 10
Pendidikan 200.068 163.301
Penghunian 184.724 196.911
Kantor 185.846 165.829
Standar AHSP 150 150
0
50
100
150
200
250
Rasio Tulangan
(kg/m
3)
Rasio Berdasarkan Fungsi Bangunan dengan Standar AHSP
fungsi yang berbeda yaitu 5 bangunan pendidikan, 3 bangunan kantor dan 2
bangunan hunian dengan jumlah 10 bangunan yang memiliki rasio rata-rata 183,144
kg/m3 lebih besar dari AHSP yaitu 150 kg/m3 dan memiliki selisih sebesar 33,144
kg/m3 atau 22 % lebih besar terhadap apa yang telah distandarkan AHSP pondasi
beton bertulang.
Nilai rasio tulangan pondasi tertinggi pada zonasi 15 adalah pada bangunan
gedung asrama BP2IP dengan fungsi bangunan adalah bangunan hunian dengan
jumlah nilai rasio adalah 289,348 kg/m3 dan nilai rasio tulangan tertinggi pada zonasi
10 ada pada bangunan Kantor Wali Kota Lhokseumawe dengan jenis bangunan
sebagai bangunan perkantoran dengan jumlah nilai rasio adalah sebesar 269.262
kg/m3.
Gambar 5.1. Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
5.1.2 Sloof Beton Bertulang
A. Volume Beton dan Tulangan Sloof
Perhitungan volume beton dan tulangan sloof dilakukan berdasarkan gambar
bestek yaitu gambar detail penulangan sloof dengan menggunakan tabel analisis
kebutuhan tulangan. Rekapitulasi volume beton dan tulangan untuk setiap zona
gempa ditunjukkan pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8.
27
Tabel 5.7. Volume Beton dan Tulangan Sloof Tinjauan Zona 10
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 Pendidikan 15,000 3110,635
2 Pembangunan RKB SMPN 8 Pendidikan 14,860 3474,705
3 Pembangunan Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro Penghunian 3,460 796,357
4 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Penghunian 12,040 2508,807
5 Pembangunan Kantor Badan Narkotika Nasional Kantor 18,950 4034,450
6 Pembangunan SMP Negeri 9 Pendidikan 8,520 1858,758
7 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiayah Pendidikan 12,400 2893,490
8 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
Pendidikan 4,980 1067,559
9 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office Kantor 10,965 2234,240
10 Pembangunan Asrama Iwata Peurada Penghunian 12,500 2554,878
11 Pembangunan Gedung Mess UPTD Lab. Verteriner Kantor 12,648 2617,589
12 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh Kantor 55,986 12332,22
5
13 Pembangunan Asrama Polisi Punge jurong Penghunian 29,630 6538,975
14 Pembangunan asrama santri pondok pesantren Drul ihsan Desa Pawoh
Penghunian 5,600 1152,140
15 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh Penghunian 21,023 4356,752
Tabel 5.8. Volume Beton dan Tulangan Sloof Objek Tinjauan Zona 15
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai Kantor 22,800 4953,501
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD metrologi
Kantor 18,510 3665,473
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum Pendidikan 42,943 9009,319
4 Pembanguanan Ruang Kelas Baru (RKB) Pendidikan 46,400 9993,104
5 Rumah Sakit Umun Penghunian 24,600 5099,715
6 Bilik Santri Dayah Pesantren Penghunian 5,688 1201,339
B. Rasio Kebutuhan Aktual Tulangan per m3 Sloof Beton Bertulang
Perhitungan rasio tulangan sloof diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan
zona gempa dan fungsi bangunan. Hasil perhitungan rasio kebutuhan tulangan sloof
dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan 5.10.
28
Tabel 5.9. Rasio Kebutuhan Tulangan Sloof Zona 10
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
Kantor 22,800 4953,501 217,259
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD metrologi
Kantor 18,510 3665,473 198,027
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum Pendidikan 42,943 9009,319 209,797
4 Pembanguanan Ruang Kelas Baru (RKB)
Pendidikan 46,400 9993,104 215,369
5 Rumah Sakit Umun Penghunian 24,600 5099,715 207,306
6 Bilik Santri Dayah Pesantren Penghunian 5,688 1201,339 211,224 Rasio Rata-rata 209,830
Rasio Max 217,259Rasio Min 198,027
Standar Deviasi (STDEV) 6,834
Tabel 5.10. Rasio Kebutuhan Tulangan Sloof Zona 15
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 Pendidikan 15,480 3110,635 207,376
2 Pembangunan RKB SMPN 8 Pendidikan 10,720 3474,705 233,829
3 Pembangunan Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro
Penghunian 3,360 796,357 230,161
4 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil
Penghunian 12,490 2508,807 208,373
5 Pembangunan Kantor Badan Narkotika Nasional
Kantor 18,950 4034,450 212,900
6 Pembangunan SMP Negeri 9 Pendidikan 14,500 1983,091 218,164
7 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiayah
Pendidikan 7,784 1000,269 233,346
8 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
Pendidikan 11,680 2893,490 214,369
9 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office
Kantor 7,278 1067,559 203,761
10 Pembangunan Asrama Iwata Peurada Penghunian 9,995 2234,240 204,390
11 Pembangunan Gedung Mess UPTD Lab. Verteriner
Kantor 20,300 2554,878 206,965
12 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
Kantor 13,448 2617,589 220,273
13 Pembangunan Asrama Polisi Punge Jurong
Penghunian 52,146 12332,225 220,688
14 Pembangunan asrama santri pondok pesantren Darul Ihsan Desa Pawoh
Penghunian 29,630 6538,975 205,739
15 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh
Penghunian 7,854 1152,140 207,242
Rasio Rata-rata 215,172
29
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
Rasio Max 233,829 Rasio Min 203,761
Standar Deviasi (STDEV) 10,512
Tabel di atas memberi informasi nilai rata-rata keseluruhan rasio kebutuhan
tulangan untuk zona gempa 10 dan 15. Terdapat perbedaan rasio kebutuhan tulangan,
dimana pada zona 15 memiliki rasio rata-rata sebesar 215,172 kg/m3 sedangkan pada
zona 10 memiliki rasio rata-rata sebesar 209,830 kg/m3. Hasil ini meneunjukkan
bahwa penggunaan tulangan sloof pada zona 15 lebih besar dibandingkan
penggunaan tulangan sloof pada zona 10.
4.2.1. Perbandingan Rasio Tulangan Berdasarkan Zona Gempa dengan AHSP
AHSP Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013 pada
pekerjaan sloof beton bertulang menetapkan standar penggunaan tulangan sebesar
210 kg/m3. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis akan membandingkan rasio
hasil analisis kebutuhan tulangan sloof beton bertulang dengan standar AHSP sloof
beton bertulang. Perbandingan diklasifikasikan juga berdasarkan zona gempa 10 dan
15. Hasil Perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12.
Tabel 5.11 Perbandingan Rasio Tulangan Sloof Zona 15 dengan Standar AHSP
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (Kg/m3)
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih
(Kg/m3)
Persentase (%)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42
207,376 210 -2,624 -1,2
2 Pembangunan RKB SMPN 8 233,829 210 23,829 11,3
3 Pembangunan Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro
230,161 210 20,161 9,6
4 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil
208,373 210 -1,627 -0,7
5 Pembangunan Kantor Badan Narkotika Nasional
212,900 210 2,900 1,4
6 Pembangunan SMP Negeri 9 218,164 210 8,164 3,9
7 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiyah
233,346 210 23,346 11,1
8 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
214,369 210 4,369 2,1
30
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (Kg/m3)
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih
(Kg/m3)
Persentase (%)
9 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office
203,761 210 -6,239 -2,9
10 Pembangunan Asrama Iwata Peurada
204,390 210 -5,610 -2,6
11 Pembangunan Gedung Mess UPTD Lab. Verteriner
206,965 210 -3,035 -1,4
12 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
220,273 210 10,273 4,8
13 Pembangunan Asrama Polisi Punge Jurong
220,688 210 10,688 5,1
14 Pembangunan asrama santri pondok pesantren Darul Ihsan Desa Pawoh
205,739 210 -4,261 -2,0
15 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh
207,242 210 -2,758 -1,3
Jumlah Rata-rata 215,172 210 5,172 2,5 %
Berdasarkan Tabel 5.11, dapat kita lihat bahwa hasil analisis data zona gempa
15 menunjukkan rasio rata-rata 215,172 kg/m3 lebih besar dari AHSP yaitu 210
kg/m3 dan memiliki selisih sebesar 5,172 kg/m3 atau 2,5% lebih besar terhadap
standar AHSP sloof beton bertulang. Berdasarkan rasio rata-rata tersebut maka dapat
dilihat juga bahwa, standar AHSP sloof beton bertulang ini tidak tepat untuk
diaplikasikan dalam estimasi kebutuhan tulangan sloof beton bertulang pada zona
gempa 15.
Tabel 5.12 Perbandingan Rasio Tulangan Sloof zona 10 dengan Standar AHSP
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (Kg/m3)
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih
(Kg/m3)
Persentase(%)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
217,259 210 7,259 3,5
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD metrologi
198,027 210 -11,973 -5,7
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
209,797 210 -0,203 -0,1
4 Pembanguanan Gedung (RKB) 215,369 210 5,369 2,5
5 Rumah Sakit Umun 207,306 210 -2,694 -1,3
6 Bilik Santri Dayah Pesantren 211,224 210 1,224 0,6
Jumlah Rata-rata 209,830 210 -0,170 -0,08%
Berdasarkan Tabel 5.12, dapat kita lihat bahwa hasil analisis data zona gempa
15 menunjukkan rasio rata-rata 209,830 kg/m3 lebih kecil dari AHSP yaitu 210
31
kg/m3 dan memiliki selisih sebesar -0,170 kg/m3 atau -0,08% lebih kecil terhadap
standar AHSP sloof beton bertulang. Berdasarkan rasio rata-rata tersebut maka dapat
dilihat juga bahwa pada zona gempa 10 standar AHSP sloof beton bertulang ini dapat
diaplikasikan dalam estimasi kebutuhan tulangan sloof beton bertulang.
Rasio kebutuhan tulangan sloof zona gempa 10 dan 15 berdasarkan fungsi
bangunan dapat dilihat pada Gambar 5.2
Gambar 5.2. Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
Berdasarkan Gambar 5.2, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan kebutuhan
tulangan berdasarkan fungsi bangunan dan zona gempa. Seperti pada zona 15 untuk
bangunan pendidikan, bangunan penghunian, dan kantor memiliki nilai rasio
kebutuhan tulangan sloof dengan nilai masing-masing 221,417 kg/m3, 212,766
kg/m3, dan 210,975 kg/m3. Sedangkan pada zona gempa 10 dengan fungsi bangunan
yang sama memiliki nilai rasio kebutuhan tulangan sloof dengan nilai masing-masing
212,583 kg/m3, 209,265 kg/m3, dan 207,643 kg/m3.
5.1.3 Kolom Beton Bertulang
A. Volume dan rasio tulangan Zona 10
Perhitungan volume beton dan tulangan kolom dilakukan berdasarkan gambar
bestek yaitu gambar detail penulangan kolom dengan menggunakan tabel analisis
kebutuhan tulangan. Rekapitulasi volume dan rasio tulangan untuk Zona 10 dapat
dilihat pada Tabel 5.13 dan 5.14.
ZONA 15 ZONA 10
Pendidikan 221.417 212.583
Penghunian 212.766 209.265
Kantor 210.975 207.643
Standar AHSP 210 210
0
50
100
150
200
250
Rasio Tulangan
(kg/m
3)
Rasio Berdasarkan Fungsi Bangunan dengan Standar AHSP
32
Tabel 5.13. Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 10 Lantai 1
No Nama Proyek Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan Gedung Media Center 16.84 4051.26 240.52
2 Pembangunan Gedung Multimedia, 16.43 3214.56 195.58
3 Pembangunan Gedung Dekranasda Kabupaten Aceh Timur
8.73 1710.73 195.82
4 Pembangunan Gedung Asrama Putra 30.82 5632.18 182.73
5 Pembangunan RKB SDN 5 Samudera (Lantai I,II) Samudera
9.07 2197.27 192.20
6 Pembangunan dan Rehabilitasi Polres Langsa 23.55 3607.17 343.14
7 Pembangunan RKB SMKN 2 Langsa 19.39 1973.12 181.76
8 Pembangunan Gedung BP SMKN 2 Langsa 7.79 1431.20 183.72
9 Pembangunan RKB SMKN 2 Langsa 10.46 1973.12 188.59
10 Pembangunan Ruko Terminal Terpadu Kec. Peureulak
11.34 2276.90 200.78
11 Pembangunan Hotel Training Kartini SMKN3 Langsa
17.64 2678.64 201.79
12 Pembangunan Gedung Ruang Kelas Baru 62.11 10634.75 261.22
13 Pembangunan Gedung Kantor dan Gudang KPPBC Kuala Langsa
27.3 5648.93 206.92
Tabel 5.14. Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 10 Lantai 2
No Nama Proyek Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan Gedung Media Center 16.17 2570.30 229.49
2 Pembangunan Gedung Multimedia, 17.25 3056.71 177.25
3 Pembangunan Gedung Dekranasda Kabupaten Aceh Timur 5.10 1025.42 201.07
4 Pembangunan Gedung Asrama Putra 32.40 4984.31 196.07
5 Pembangunan RKB SDN 5 Samudera (Lantai I,II) Samudera 9.07 2004.09 220.91
6 Pembangunan dan Rehabilitasi Polres Langsa 17.87 2916.34 239.72
7 Pembangunan RKB SMKN 2 Langsa 8.93 1471.00 164.76
8 Pembangunan Gedung BP SMKN 2 Langsa 6.08 787.02 159.44
9 Pembangunan RKB SMKN 2 Langsa 19.39 1471.00 211.86
10 Pembangunan Ruko Terminal Terpadu Kec. Peureulak 11.03 1270.80 163.36
11 Pembangunan Hotel Training Kartini SMKN3 Langsa 15.90 2255.62 141.85
12 Pembangunan Gedung Ruang Kelas Baru 34.81 6602.93 243.70
13 Pembangunan Gedung Kantor dan Gudang KPPBC Kuala Langsa 18.73 3720.18 198.66
33
B. Volume dan rasio tulangan Zona 15
Perhitungan volume beton dan tulangan kolom dilakukan berdasarkan gambar
bestek yaitu gambar detail penulangan kolom dengan menggunakan tabel analisis
kebutuhan tulangan. Rekapitulasi volume dan rasio tulangan untuk Zona 10 dapat
dilihat pada Tabel 5.15 dan 5.16.
Tabel 5.15. Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 15 Lantai 1
No Nama Proyek Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN42 (Otsus) 19.02 4186.97 231.11
2 Pembangunan RKB SMPN8 30.28 6908.27 233.13
3 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Siak Nibong 14.85 2333.03 157.15
4 Pembangunan Lanjutan Pesantren Darul Ihsan Desa Pawoh 7.42 1312.35 176.96
5 Pembangunan Dinayah dan Gedung Taman Kanak-kanak 12.67 2099.80 165.76
6 Pembangunan Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro 21.07 3500.48 166.12
7 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Blower Banda Aceh (MK) 17.68 3406.57 192.69
8 Pembangunan Dapur dan MCK Santri Putra Dayah Ashabul Yamin 16.55 2749.58 224.19
9 Pembangunan Asrama UPTD BPKB Aceh 17.14 3557.13 247.57
10 Pembangunan Kantor Badan Narkotika Nasional 71.79 15695.35 348.62
11 Pembanguna Gedung Kantor WH dan Satpol PP 33.28 7047.13 331.74
12 Pembangunan Gedung Lost Children Operation Office 19.81 3220.99 192.63
Tabel 5.16. Volume dan Rasio Tulangan Kolom pada Zona 15 Lantai 2
No Nama Proyek Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN42 (Otsus) 19.81 2840.18 217.38
2 Pembangunan RKB SMPN8 11.80 2495.63 211.46
3 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Siak Nibong 10.31 1648.11 169.89
4 Pembangunan Lanjutan Pesantren Darul Ihsan Desa Pawoh 6.02 1024.22 170.14
5 Pembangunan Dinayah dan Gedung Taman Kanak-kanak 9.46 1686.36 178.35
6 Pembangunan Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro 11.18 2375.85 212.44
34
No Nama Proyek Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
7 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Blower Banda Aceh (MK) 12.51 2372.65 189.66
8 Pembangunan Dapur dan MCK Santri Putra Dayah Ashabul Yamin 1.27 274.88 162.71
9 Pembangunan Asrama UPTD BPKB Aceh 12.85 3072.37 279.48
10 Pembangunan Kantor Badan Narkotika Nasional 28.08 6084.15 231.64
11 Pembanguna Gedung Kantor WH dan Satpol PP 16.08 3507.43 218.10
12 Pembangunan Gedung Lost Children Operation Office 14.35 2650.97 184.78
Rasio kebutuhan tulangan kolom di zona gempa 10 dan zona gempa 15
diklasifikasikan berdasarkan fungsi bangunan perlantai bangunan yang ditinjau
seperti terlihat pada Lampiran B Tabel B.4.5 s/d Tabel B.4.10. Perbandingan rasio
berdasarkan fungsi bangunan dengan standar AHSP dapat dilihat pada Gambar dan
Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan standar
AHSP (300 kg/m3 beton)
35
Gambar 5.4 Rasio perbandingan berdasarkan fungsi bangunan dengan standa AHSP
(300 kg/m3 beton)
Berdasarkan Gambar 5.3 dan Gambar 5.4 dapat dilihat adanya perbedaan
kebutuhan tulangan berdasarkan fungsi bangunan dan zona gempa. Seperti pada zona
10 untuk bangunan pendidikan, bangunan hunian, dan bangunan kantor memiliki
nilai rasio kebutuhan tulangan kolom dengan nilai masing-masing 254,25 kg/m3
beton, 255,39 kg/m3 beton, dan 202,78 kg/m3 beton. Sedangkan pada zona 15 untuk
bangunan yang sama memiliki nilai rasio kebutuhan tulangan kolom dengan nilai
masing-masing 163,85 kg/m3 beton, 236,93 kg/m beton, dan 192,83 kg/m3 beton.
Tabel 5.17 Selisih Hasil Analisis dengan Standar AHSP Kolom Beton Bertulang
yaitu (158 kg/m3 beton)
36
Berdasarkan Tabel 5.15 dapat dilihat bahwa, pada zona gempa 10 untuk
bangunan pendidikan memiliki selisih dengan standar AHSP kolom beton bertulang
sebesar 96,25 kg/m3 beton atau 60,93% lebih besar, bangunan hunianmemiliki
selisih 97,39 kg/m3 beton atau 61,63% jauh lebih besar, dan bangunankantor
memiliki selisih 55,04 kg/m3 beton atau 34,85% lebih besar. Pada zonagempa 15
untuk bangunan pendidikan memiliki selisih dengan standar AHSP kolom beton
bertulang sebesar 5,86 kg/m3 atau 3,75% lebih besar, bangunan hunian memiliki
selisih 78,93 kg/m3 beton atau 49,95% jauh lebih besar, dan bangunan kantor
memiliki selisih 34,83 kg/m3 beton atau 22,05% lebih besar. Hasil ini menunjukkan
bahwa kebutuhan tulangan di zona 10 dan di zona 15 jauh lebih besar dari standar
AHSP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola standar AHSP (158 kg/m3
beton) tidak bisa digunakan pada bangunan pendidikan,bangunan hunian, dan
bangunan kantor di zona 10 maupun di zona 15.
Tabel 5.18 Selisih Hasil Analisis dengan Standar AHSP Kolom Beton Bertulang
yaitu (315 kg/m3 beton)
Berdasarkan Tabel 5.16 dapat dilihat bahwa, pada zona gempa 10 untuk
bangunan pendidikan memiliki selisih dengan standar AHSP kolom beton bertulang
sebesar 60,75 kg/m3 beton atau 19,27% lebih kecil, bangunan hunian memiliki
selisih 59,61 kg/m3 beton atau 18,9% lebih kecil, dan bangunan kantor memiliki
selisih 101,97 kg/m3 beton atau 32,35% jauh lebih kecil. Pada zona gempa 15 untuk
bangunan pendidikan memiliki selisih dengan standar AHSP kolom beton bertulang
sebesar 151,15 kg/m3 beton atau 48,0% jauh lebih kecil, bangunan hunian memiliki
selisih 78,07 kg/m3 beton atau 24,75% lebih kecil, dan bangunan kantor memiliki
37
selisih 122,17 kg/m3 beton atau 38,8% lebih kecil. Hasil ini menunjukkan bahwa
kebutuhan tulangan di zona 10 dan di zona 15 jauh lebih kecil dari standar AHSP.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola standar AHSP (315 kg/m3)
Persentase (%) beton) dapat digunakan pada bangunan pendidikan, bangunan
hunian, dan bangunan kantor di zona 10 maupun di zona 15.
5.1.4 Balok Lantai Beton Bertulang
Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok
merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat
kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai pendukung beban vertikal dan
horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang diterima plat
lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di atasnya. Sedangkan
beban horizontal berupa beban angin dan gempa. Apabila suatu gelagar balok
bentangan sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur
akan terjadi deformasi (regangan) pada balok tersebut. Regangan balok tersebut
mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di
sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas terjamin, batang
balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk menahan
tegangan tekan dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang di daerah tegangan
tarik bekerja, di dekat serat terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai
bertulangan baja tarik saja (Dipohusodo,1996).
Balok yang ditinjau pada penelitian ini yaitu balok induk dan balok anak.
balok induk merupakan penyangga struktur utama pada bangunan yang secara fisik
mengikat kolom-kolom utama bangunan secara kaku (rigid). Seluruh gaya-gaya
yang bekerja pada balok ini akhirnya didistribusikan ke pondasi melalui kolom
bangunan. Secara umum, balok anak berfungsi sebagai pembagi/pendistribusi beban.
Pada bangunan bertingkat biasanya terlihat bahwa ujung-ujung balok anak terhubung
pada balok induk. Meskipun berukuran lebih kecil daripada balok induk, penggunaan
komponen ini sangat vital, khususnya untuk mendukung bentang kerja optimal dari
plat lantai. Balok ini sebenarnya merupakan struktur pengikat/pengaku keseluruhan
struktur bangunan. Meskipun demikian, desain dimensi dan penulangan balok perlu
38
diperhitungkan apabila memiliki fungsi tambahan, misalnya apabila menjadi
penyangga kuda-kuda atap atau menjadi struktur kuda-kuda beton.
Beton adalah material yang kuat di dalam menahan gaya tekan tetapi lemah
di dalam menahan gaya tarik. Oleh karena itu beton akan mengalami retak bahkan
runtuh apabila gaya tarik yang bekerja melebihi kekuatan tariknya. Untuk mengatasi
kelemahan beton ini, maka pada daerah yang mengalami tarik pada saat beban
bekerja dipasang tulangan baja. Untuk menjadi penyaluran gaya yang baik di dalam
balok, maka di daerah momen lapangan dan momen tumpuan maksimum dianjurkan
supaya antara batang tulangan utama tidak melebihi 150 mm. Bila momen di suatu
tempat menurun, jarak batas ini dapat digandakan menjadi 300 mm. Oleh karena itu,
dalam sebuah penampang balok persegi setidaknya harus terdapat empat batang
tulangan dipasang pada tiap sudut penampang, batang-batang disudut ini dan yang
membentang sepanjang balok dilingkari oleh sengkang-sengkang. Agar mendapatkan
kekakuan secukupnya bagi sengkang tulangan dianjurkan agar menggunakan batang-
batang yang diameternya tidak kurang dari 6 mm.
A. Volume Beton dan Tulangan Balok
Perhitungan volume beton dan tulangan balok dilakukan berdasarkan gambar
bestek yaitu gambar detail penulangan balok dengan menggunakan tabel analisis
kebutuhan tulangan. Rekapitulasi volume beton dan tulangan untuk setiap objek
berdasarkan zona gempa hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.19. dan 5.20.
Tabel 5.19. Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 10
No Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
2 Kantor 21,73 4330,084
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD Metrologi
2 Kantor 7,5 1594,994
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
2 Pendidikan 47,333 8722,591
4 Rumah Sakit Umum 2 Penghunian 55,29 10320,030
5 Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB)
2 Pendidikan 14,05 2739,377
6 Pembangunan Puskesmas Lapang 2 Penghunian 18,667 3520,980
39
Tabel 5.20. Volume Beton dan Tulangan Balok di Zona 15
No Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 ( Otsus)
2 Pendidikan 20,701 3754,479
2 Pembangunan Lab Unsyiah
3 Pendidikan 144,012 26335,160
3 Pembangunan Asrama IPMB 2 Hunian 15,250 3460,509
4 Pembangunan RKB SMPN 3 Banda Aceh
2 Pendidikan 14,228 2847,024
5
Pembangunan Asrama Mahasiswa Persatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa dan Masyarakat Kec Tiro/Trusep Kab Pidie
2 Hunian 14,800 3296,860
6 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Blower Banda Aceh (MK)
2 Hunian 13,082 2944,228
7 Pembangunan Gedung Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Banda Aceh (BNNP Aceh)
2 Kantor 21 4137,020
8
Pembangunan Dapur Dan MCK Santri Putra Dayah Ashabul Yamin Keude Bakongan kec Bakongan Kab Aceh Selatan
2 Hunian 9,16 1781,820
9 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiyah Kabupaten Aceh Barat Daya
2 Pendidikan 16,610 3391,641
10 Pembangunan Asrama Polisi Punge Jurong
2 Hunian 29,810 5862,248
11 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
2 Kantor 65,100 14823,996
12 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh
2 Hunian 21,243 4394,364
13 Pembangunan Asrama Iwata Peurada 3 Hunian 20,625 4135,185
14 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office
2 Kantor 10,175 2282,784
15 Pembangunan Gudang BPM Aceh 2 Kantor 19,600 4173,200
Tabel di atas merupakan rekapitulasi hasil perhitungan volume beton balok
dan volume tulangan balok untuk setiap objek tinjauan. Volume beton dan volume
tulangan akan digunakan untuk menghitung rasio kebutuhan tulangan balok.
B. Rasio Kebutuhan Tulangan untuk Setiap 1 m3 Balok Beton Bertulang
Perhitungan rasio tulangan balok diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan
zona gempa dan fungsi bangunan. Hasil perhitungan rasio kebutuhan tulangan balok
dapat dilihat pada Tabel 5.21 dan 5.22.
40
Tabel 5.21. Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 10
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
Kantor 21,73 4330,084 199,268
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD Metrologi
Kantor 7,5 1594,994 212,666
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
Pendidikan 47,333 8722,591 184,281
4 Rumah Sakit Umum Penghunian 55,29 10320,030 186,653
5 Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB)
Pendidikan 14,05 2739,377 194,973
6 Pembangunan Puskesmas Lapang Penghunian 18,667 3520,980 188,615
Rasio Rata-rata 194,409 Rasio Max 212,666 Rasio Min 184,281
Standar Deviasi (STDEV) 10,522
Tabel 5.22. Rasio Kebutuhan Tulangan Balok di Zona 15
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 ( Otsus)
Pendidikan 20,701 3754,479 181,371
2 Pembangunan Lab Unsyiah Pendidikan 144,012 26335,160 182,868
3 Pembangunan Asrama IPMB Hunian 15,250 3460,509 226,919
4 Pembangunan RKB SMPN 3 Banda Aceh
Pendidikan 14,228 2847,024 200,107
5
Pembangunan Asrama Mahasiswa Persatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa dan Masyarakat Kec Tiro/Trusep Kab Pidie
Hunian 14,800 3296,860 222,761
6 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Blower Banda Aceh (MK)
Hunian 13,082 2944,228 225,063
7 Pembangunan Gedung Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Banda Aceh (BNNP Aceh)
Kantor 21 4137,020 197,001
8
Pembangunan Dapur Dan MCK Santri Putra Dayah Ashabul Yamin Keude Bakongan kec Bakongan Kab Aceh Selatan
Hunian 9,16 1781,820 194,522
9 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiyah Kabupaten Aceh Barat Daya
Pendidikan 16,610 3391,641 204,193
10 Pembangunan Asrama Polisi Punge Jurong
Hunian 29,810 5862,248 196,654
11 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
Kantor 65,100 5862,248 227,711
12 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh
Hunian 21,243 14823,996 206,867
13 Pembangunan Asrama Iwata Hunian 20,625 4394,364 200,494
41
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
Peurada
14 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office
Kantor 10,175 4135,185 224,352
15 Pembangunan Gudang BPM Aceh Kantor 19,600 2282,784 212,918 Rasio Rata-rata 206,920
Rasio Max 227,711 Rasio Min 181,371
Standar Deviasi (STDEV) 15,666
Berdasarkan di atas, terlihat ada perbedaan rasio kebutuhan tulangan, dimana
pada zona 15 memiliki rasio rata-rata sebesar 206,920 kg/m3 sedangkan pada zona 10
memiliki rasio rata-rata sebesar 194,409 kg/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa
penggunaan tulangan balok pada zona 15 lebih besar dibandingkan penggunaan
tulangan balok pada zona 10.
C. Perbandingan Rasio Tulangan Berdasarkan Zona Gempa dengan AHSP
AHSP Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2013 pada
pekerjaan Balok beton bertulang menetapkan standar penggunaan tulangan sebesar
210 kg/m3. Oleh karena itu, berdasarkan hasil perhitungan akan membandingkan
rasio perhitungan kebutuhan aktual dengan standar AHSP. Perbandingan
diklasifikasikan juga berdasarkan zona gempa 10 dan 15, perbandingan dapat dilihat
pada Tabel 5.23. dan Tabel 5.24.
Tabel 5.23. Perbandingan Rasio Tulangan Balok di Zona 15 dengan Standar AHSP
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (Kg/m3)
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih (Kg/m3)
Persentase (%)
1 Pembangunan RKB Bertingkat SDN 42 ( Otsus)
181,371 210 -28,629 -14
2 Pembangunan Lab Unsyiah 182,868 210 -27,132 -13
3 Pembangunan Asrama IPMB 226,919 210 16,919 8
4 Pembangunan RKB SMPN 3 Banda Aceh
200,107 210 -9,893 -5
5
Pembangunan Asrama Mahasiswa Persatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa dan Masyarakat Kec Tiro/Trusep Kab Pidie
222,761 210 12,761 6
42
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (Kg/m3)
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih (Kg/m3)
Persentase (%)
6 Pembangunan Asrama Pelajar Aceh Singkil Blower Banda Aceh (MK)
225,063 210 15,063 7
7 Pembangunan Gedung Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Banda Aceh (BNNP Aceh)
197,001 210 -12,999 -6
8
Pembangunan Dapur Dan MCK Santri Putra Dayah Ashabul Yamin Keude Bakongan kec Bakongan Kab Aceh Selatan
194,522 210 -15,478 -7
9 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiyah Kabupaten Aceh Barat Daya
204,193 210 -5,807 -3
10 Pembangunan Asrama Polisi Punge Jurong
196,654 210 -13,346 -6
11 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
227,711 210 17,711 8
12 Pembangunan Asrama UPTD BPKP Aceh
206,867 210 -3,133 -1
13 Pembangunan Asrama Iwata Peurada
200,494 210 -9,506 -5
14 Pembangunan Gedung Kantor Lost Children Office
224,352 210 14,352 7
15 Pembangunan Gudang BPM Aceh 212,918 210 2,918 1
Jumlah Rata-rata 206,920 210 -3,080 -1
Tabel 5.24. Perbandingan Rasio Tulangan Balok di zona 10 dengan Standar AHSP
No Nama Proyek Rasio
Tulangan (kg/m3
Standar AHSP
(Kg/m3)
Selisih (Kg/m3)
Persentase (%)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
199,268 210 -10,732 -5
2 Pembangunan Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD Metrologi
212,666 210 2,666 1
3 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
184,281 210 -25,719 -12
4 Rumah Sakit Umum 186,653 210 -23,347 -11
5 Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB)
194,973 210 -15,027 -7
6 Pembangunan Puskesmas Lapang 188,615 210 -21,385 -10
Jumlah Rata-rata 194,409 210 -15,591 -7
Berdasarkan Tabel 5.21 dan Tabel 5.22, dapat dilihat hasil perbandingan rasio
kebutuhan hasil perhitungan dengan standar AHSP terjadi perbedaan, dimana hasil
43
ZONA 15 ZONA 10
Pendidikan 192.135 189.627
Penghunian 210.468 187.634
Kantor 215.496 205.967
Standar AHSP 210 210
0
50
100
150
200
250
Rasio Tulangan
(kg/m
3)
Rasio Berdasarkan Fungsi Bangunan dengan Standar AHSP
perhitungan memiliki nilai lebih besar dari pada standar AHSP. Untuk zona 15 hasil
perhitungan memiliki rasio rata-rata 206,920 kg/m3 lebih kecil dari AHSP yaitu 210
kg/m3 dan memiliki selisih sebesar 3,080 kg/m3 atau 1% lebih kecil terhadap standar
AHSP. Sedangkan pada zona 10 hasil perhitungan memiliki rasio rata-rata 194,409
kg/m3 lebih kecil dari AHSP yaitu 210 kg/m3 dan memiliki selisih sebesar 15,591
kg/m3 atau 7% lebih kecil terhadap standar AHSP balok beton bertulang.
Secara keseluruhan kebutuhan tulangan pada zona gempa 15 dan zona gempa
10 dapat dilihat pada grafik yang terdapat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 Rasio perbandingan bberdasarkan fungsi bangunan dengan AHSP
Berdasarkan Gambar 5.5, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan kebutuhan
tulangan berdasarkan fungsi bangunan dan zona gempa. Seperti pada zona 15 untuk
bangunan pendidikan, bangunan penghunian, dan kantor memiliki nilai rasio
kebutuhan tulangan balok dengan nilai masing-masing 192,135 kg/m3, 210,468
kg/m3, dan 215,496 kg/m3. Sedangkan pada zona gempa 10 dengan fungsi bangunan
yang sama memiliki nilai rasio kebutuhan tulangan balok dengan nilai masing-
masing 189,627 kg/m3, 187,634 kg/m3, dan 205,967 kg/m3, hal ini menunjukkan
bahwa rasio kebutuhan tulangan balok pada fungsi bangunan kantor memiliki rasio
terbesar berdasarkan hasil kajian, kemudian pada posisi kedua terdapat fungsi
bangunan penghunian dan yang ketiga terdapat fungsi bangunan pendidikan.
44
5.1.5 Pelat Lantai Beton Bertulang
A. Volume Beton dan Tulangan Plat Lantai
Perhitungan volume beton dan tulangan plat lantai dilakukan berdasarkan
gambar bestek yaitu gambar detail penulangan plat lantai dengan menggunakan tabel
analisis kebutuhan tulangan. Rekapitulasi volume beton dan tulangan untuk setiap
objek berdasarkan zona gempa hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.25 dan
Tabel 5.26.
Tabel 5.25. Volume Beton dan Tulangan Plat Lantai Objek Tinjauan Zona 10
No Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
2 Kantor 13.44 3712.18
2 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
2 Pendidikan 17.28 2064.721
3 Pembangunan Puskesmas Lapang 2 Penghunian 14.40 1338.146
Tabel 5.26. Volume Beton dan Tulangan Plat Lantai Objek Tinjauan Zona 15
No Nama Proyek Jumlah Lantai
Fungsi Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
1 Pembangunan RKB SMPN 8 2 Pendidikan 30.78 7080.13
2 Pembangunan Asrama Aceh Singkil 2 Hunian 18.90 3451.14
3 Pembangunan Gedung UGD 2 Kantor 0.84 126.02
4 Pembangunan Aspol 2 Hunian 19.74 3577.16
5 Pembangunan Gudang BPM 2 Kantor 19.44 3268.14
6 Pembangunan IPEDALMA 2 Hunian 45.70 8428.91
7 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiayah
2 Pendidikan 19.44 3268.14
8 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
2 Pendidikan 46.08 8630.10
9 Asrama Pelajar Aceh Singkil 2 Hunian 14.70 2811.13
10 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
2 Pendidikan 46.08 8630.10
45
B. Rasio Kebutuhan Tulangan per 1 m3 Plat Lantai Beton Bertulang
Perhitungan rasio tulangan plat lantai diklasifikasikan berdasarkan
berdasarkan zona gempa dan fungsi bangunan. Hasil perhitungan rasio kebutuhan
tulangan plat lantai dapat dilihat pada Tabel 5.27 dan 5.28.
Tabel 5.27. Rasio Kebutuhan Tulangan Plat Lantai Zona 10
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan
(kg/m3
1 Pembangunan Gedung Kantor Bea Cukai
Kantor 13.44 3712.18 276.20
2 Pembangunan Gedung Fakultas Hukum
Pendidikan 17.28 2064.721 759.48
3 Pembangunan Puskesmas Lapang Penghunian 14.40 1338.146 198.11 Rasio Rata-rata 317.839
Rasio Max 759.48 Rasio Min 119.486
Standar Deviasi (STDEV) 253.561
Tabel 5.28. Rasio Kebutuhan Tulangan Plat Lantai Zona 15
No Nama Proyek Fungsi
Bangunan
Volume Beton (m3)
Volume Tulangan
(kg)
Rasio Tulangan (kg/m3)
1 Pembangunan RKB SMPN 8 Pendidikan 30.78 7080.13 230.02
2 Pembangunan Asrama Aceh Singkil Hunian 18.90 3451.14 182.60
3 Pembangunan Gedung UGD Kantor 0.84 126.02 168.11
4 Pembangunan Aspol Hunian 19.74 3577.16 181.21
5 Pembangunan Gudang BPM Kantor 19.44 3268.14 168.11
6 Pembangunan IPEDALMA Hunian 45.70 8428.91 184.46
7 Pembangunan Gedung STIT Muhammadiayah
Pendidikan 19.44 3268.14 168.11
8 Pembangunan Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
Pendidikan 46.08 8630.10 187.29
9 Asrama Pelajar Aceh Singkil Hunian 14.70 2811.13 191.23
10 Pembangunan Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh
Pendidikan 46.08 8630.10 187.29
Rasio Rata-rata 185.83
Rasio Max 233.84
Rasio Min 152.52
Standar Deviasi (STDEV) 20.72
46
Tabel 5.25 dan 5.26 menginformasikan nilai rata-rata keseluruhan rasio
kebutuhan tulangan beton plat lantai untuk zona gempa 15 dan 10. Hal diatas,
terjadinya perbedaan rasio kebutuhan tulangan, dimana pada zona 15 memiliki rasio
rata-rata sebesar 186,06 kg/m3 sedangkan pada zona 10 memiliki rasio rata-rata
sebesar 184,031 kg/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan tulangan plat
lantai pada zona 15 lebih besar dibandingkan penggunaan tulangan plat lantai pada
zona 10.
Rasio kebutuhan tulangan plat lantai zona gempa 10 dan zona gempa 15
diklasifikasikan berdasarkan fungsi bangunan serta dapat dilihat pada grafik yang
terdapat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6. Rasio Berdasarkan Fungsi Bangunan
Berdasarkan Gambar 5.6. hasil perhitungan penulis dapat dilihat bahwa
adanya perbedaan kebutuhan tulangan berdasarkan lokasi dan zona gempa, seperti
pada bangunan pendidikan dan bangunan penghunian. Bangunan pendidikan
memiliki nilai rasio kebutuhan tulangan plat lantai dengan nilai masing-masing
233,840 kg per m3 beton plat lantai untuk zona gempa 15. Sedangkan pada zona
gempa 10 dengan fungsi bangunan yang sama memiliki nilai rasio kebutuhan
tulangan plat lantai dengan nilai masing-masing 181,281 kg per m3 beton plat lantai,
hal ini menunjukkan bahwa rasio kebutuhan tulangan plat lantai pada bangunan
pendidikan 15 lebih besar dibandingkan rasio kebutuhan tulangan plat lantai pada
zona gempa 10.
47
5.1.6 Rekomendasi Aplikasi AHSP
Aplikasi AHSP dapat bervariasi sesuai dengan zonasi dan fungsi bangunan.
Kecenderungan tersebut dapat terlihat dari informasi yang tersaji dalam Tabel 5.29
dan Tabel 5.30.
Tabel 5.29 Aplikasi AHSP Menurut Komponen dan Zonasi
No. Komponen Struktural
Rata-rata Penggunaan Tulangan Per m3 beton Standar
AHSP
Rekomendasi Aplikasi AHSP
Zona 10 Zona 15 Zona 10 Zona 15 1 Pondasi 183,144 189,040 150 Tidak Tidak 2 Sloof 209,830 215,172 200 Tidak Tidak 3 Kolom 197,870 237,470 300 Ya Ya 4 Balok 194,409 206,920 200 Ya Tidak 5 Plat Lantai 189,720 201,837 200 Ya Tidak
Tabel 5.30 Aplikasi AHSP Menurut Fungsi Bangunan dan Zonasi
No. Komponen Struktural
Fungsi Bangunan
Rata-rata Penggunaan Tulangan Per m3
beton Standar AHSP
Rekomendasi Aplikasi AHSP
Zona 10 Zona 15 Zona 10 Zona 15
1 Pondasi Pendidikan 163,301 200,068
150 Tidak Tidak
Hunian 184,724 196,911 Tidak Tidak Kantor 165,829 185,846 Tidak Tidak
2 Sloof Pendidikan 212,583 221,417
200 Tidak Tidak
Hunian 209,265 212,766 Tidak Tidak Kantor 207,643 210,975 Tidak Tidak
3 Kolom Pendidikan 163,85 254,25
300 Ya Ya
Hunian 255,39 263,93 Ya Ya Kantor 192,83 202,78 Ya Ya
4 Balok Pendidikan 189,627 192,135
200 Ya Ya
Hunian 187,634 210,468 Ya Tidak Kantor 205,967 215,496 Tidak Tidak
5 Plat Lantai
Pendidikan 181,281 233,840
200
Ya Tidak Hunian N/A 191,82 Ya Ya Kantor 199,27 175,85 Ya Ya Rumah Sakit 188,62 N/A Ya Ya
5.2 Capaian Luaran Penelitian
Luaran yang ditargetkan untuk Tahun Ke-1 meliputi luaran untuk komponen
publikasi ilmiah, pemakalah dalam temu ilmiah, dan model. Target yang
direncanakan untuk Tahun Ke-1 serta luaran yang telah dicapai sampai dengan
48
Oktober 2017 secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 5.31. Sampai dengan laporan ini
diselesaikan, ada 3 artikel yang sudah dihasilkan, yaitu :
1. Analisis Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang Pada Konstruksi
Bangunan Gedung, pada Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 di Universitas
Tarumanagara, Jakarta, dipresentasikan tanggal 26 Oktober 2017.
2. The implementation of unit price of work standard SNI 7394: 2008 for the
construction of reinforced concrete beam, pada The 7th AIC-ICMR 2017 on
Sciences & Engineering, Banda Aceh, presented on October 18-20, 2017.
3. The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced
Concrete Construction, pada AIJST, dan dalam proses review.
Tabel 5.31 Rencana dan Realisasi Capaian Penelitian
No Jenis Luaran Indikator Capaian
2017
Realisasi s.d. Oktober
2017 1 Publikasi ilmiah Internasional draft -
Nasional Terakreditasi draft In review 2 Pemakalah dalam
temu ilmiah Internasional draft Presented
(Lampiran 5) Nasional sudah
dilaksanakan Presented
(Lampiran 6)3 Invited Speaker
dalam temu ilmiah Internasional tidak ada - Nasional tidak ada -
4 Visiting Lecturer Internasional tidak ada - 5 Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) Paten tidak ada - Paten sederhana tidak ada - Hak Cipta tidak ada - Merek dagang tidak ada - Rahasia dagang tidak ada - Desain Produk Industri tidak ada - Indikasi Geografis tidak ada - Perlindungan Varietas Tanaman
tidak ada -
Perlindungan Topografi Sirkuit
tidak ada -
6 Teknologi Tepat Guna tidak ada - 7 Model / Purwarupa / Desain / Karya seni /
Rekayasa Sosial draft Draft
(Lampiran 7) 8 Buku Ajar (ISBN) tidak ada - 9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 4 -
49
Capaian penelitian sejalan dengan penggunaan anggaran yang disediakan.
Sesuai dengan Kontrak No. 55/UN11.2/PP/SP3/2017 Tanggal 3 April 2017,
penelitian ini mendapat pembiayaan sebesar Rp. 55.000.000. Pembayaran dana
penelitian dilakukan dalam dua tahap, dengan rincian untuk tahap I sebesar 70% dan
untuk tahap II sebesar 30%. Rencana dan realisasi penggunaan anggaran sampai
dengan Oktober 2017 (akhir periode kontrak) ditunjukkan dalam Tabel 5.32.
Tabel 5.32 Rencana dan Realisasi Penggunaan Anggaran
No. Jenis pengeluaran Biaya Tahun Ke-1 (Rp.)
Rencana Realisasi s.d. Oktober 2017
1 Honorarium 14.068.000 14.068.000 2 Bahan habis pakai 14.250.000 14.250.000 3 Perjalanan 11.290.000 11.290.000 4 Sewa 15.000.000 15.000.000
Jumlah 54.608.000 54.608.000 Jumlah (Dibulatkan) 55.000.000 55.000.000
Pelaksanaan kegiatan penelitian telah dimulai dengan sejumlah persiapan,
seperti penandatanganan kontrak dan koordinasi awal tim yang terlibat dalam
penelitian. Secara ringkas, deskripsi capaian dan rencana mendatang ditunjukkan
dalam Tabel 5.33
Tabel 5.33 Capaian dan Rencana Penelitian
DESKRIPSI KEGIATAN TAHUN 2017
4 5 6 7 8 9 10 11
Persiapan Pengumpulan Data Tahap I
Pengumpulan data (dokumen kontrak, RAB, Gambar) Seleksi Data
Pengolahan Data dan Analisis Tahap I Pengelompokan data Analisis kebutuhan material tulangan Pengelompokan hasil analisis Evaluasi kesesuaian kebutuhan material
Pelaporan Kegiatan & Publikasi Publikasi Laporan Kegiatan Realisasi s.d. Oktober 2017 Rencana realisasi s.d. akhir Tahun 1
50
Sampai dengan bulan Oktober 2017, kegiatan penelitian telah merampungkan
seluruh kegiatan pengumpulan data. Proses analisis juga telah dilaksanakan
seluruhnya. Terkait dengan luaran, tim peneliti telah melaksanakan proses publikasi
melalui pertemuan ilmiah sebagai pemakalah baik pada tingkat nasional maupun
internasional. Publikasi melalui media jurnal telah terlaksana dalam bentuk jurnal
nasional terakreditasi (in review) dan jurnal internasional (draft).
Capaian penelitian secara umum telah terealiris seluruhnya, bahkan untuk
kriteria publikasi melalui pertemuan ilmiah telah dicapai pada tahun pertama dari
rencana pelaksanaan di tahun kedua. Kondisi ini mengacu pada Rancangan
Pelaksanaan Penelitian (Lampiran 8). Capaian bulanan dari kegiatan yang telah
dilakukan ditunjukkan dalam Lampiran 9. Ada sejumlah pembaruan (update) yang
masih dibutuhkan terkait dengan penyiapan sejumlah draft baik untuk publikasi
internasional maupun draft model biaya.
51
BAB 6
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
6.1 Rencana Kegiatan Penelitian
Penelitian ini merencakan sejumlah kegiatan dan capaian pada tahun kedua
penelitian. Penelitian pada tahun kedua akan difokuskan pada kegiatan terkait
pemodelan kebutuhan tulangan dan proses validasi model. Kegiatan yang akan
dilaksanakan terdiri dari proses berikut :
1. Data, Lokasi, dan Objek Penelitian
Survey tambahan akan dilakukan untuk melengkapi kekosongan (gap) data yang
masih muncul pada penelitian tahun pertama. Tambahan data bangunan gedung
yang dibutuhkan disesuaikan dengan pola potensi risiko gempa Indonesia (SNI
1726:2012), terdiri dari Zona 11, 12, 13, dan 14. Objek bangunan yang akan
dikumpulkan tetap mengacu pada kelompok bangunan non perumahan berlantai
2 atau lebih, sebagaimana telah dilakukan pada tahun pertama penelitian.
2. Pengolahan Data dan Analisis
Proses pengolahan data dan analisis yang akan dilakukan pada tahun kedua
difokuskan pada proses pemodelan. Tahapan kegiatan secara umum sebagai
berikut :
- Identifikasi variabel model penelitian
- Analisis regresi linear berdasarkan pada jenis komponen struktur bangunan,
potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
- Analisis regresi non linear berdasarkan pada jenis komponen struktur
bangunan, potensi risiko gempa bumi, dan fungsi bangunan.
- Validasi model dan perbandingan akurasi model dengan kondisi aktual.
6.2 Rencana Capaian Penelitian
Capaian luaran penelitian yang direncanakan untuk tahun kedua difokuskan
pada publikasi ilmiah dan finalisasi model kebutuhan tulangan. Secara ringkas,
capaian tersebut terdiri dari :
52
1. Publikasi ilmiah nasional dan internasional
Draft ini akan mulai disiapkan pada akhir tahun pertama penelitian, dan
direncanakan untuk dikirimkan pada akhir tahun ini atau selambat-lambatnya
pada awal tahun yang akan datang. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
panjangnya waktu yang dibutuhkan dalam proses review paper oleh editor jurnal
yang dituju.
2. Model kebutuhan tulangan
Draft model kebutuhan tulangan merupakan produk yang akan mulai disiapkan
sejak dari akhir pembiayaan tahun pertama. Model ini diupayakan telah dapat
memberi informasi minimal terkait hubungan biaya dengan zonasi gempa di
wilayah Aceh.
3. Draft buku ajar
Draft buku ajar disiapkan dengan memperbaharui sejumlah konten atau materi
yang telah ada pada buku ajar terdahulu. Pembaruan tersebut ditekankan dengan
sejumlah materi tambahan terkait hasil penelitian ini.
6.3 Rencana Biaya dan Jadual Penelitian Tahun Kedua
Berkaitan dengan penggunaan anggaran penelitian, besaran dana yang masih
dibutuhkan sampai dengan akhir peride pendanaan ditunjukkan dalam Tabel 6.1.
Dari usulan tersebut, penambahan biaya disuslkan untuk komponen bahan habis
pakai dan perjalanan. Tambahan ini dibutuhkan untuk mengakomodir kebutuhan
survey tambahan pada 4 zona kajian (dari awal 2 zona), dan untuk publikasi.
Tabel 6.1 Rencana Biaya Penelitian Tahun Kedua
No. Jenis pengeluaran Biaya Terkontrak
Tahun Ke-1 (Rp.)
Usulan Rencana Biaya Tahun Ke-2
(Rp.)
1 Honorarium 14.068.000 13.948.000 2 Bahan habis pakai 14.250.000 22.950.000 3 Perjalanan 11.290.000 19.717.500 4 Sewa 15.000.000 13.000.000
Jumlah 54.608.000 69.615.500
Jumlah (Dibulatkan) 55.000.000 70.000.000
53
Deskripsi kegiatan yang direncanakan dilakukan pada penelitian di tahun
keduan (2018) ditunjukkan dalam time schedule pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Rencana Jadual Penelitian Tahun Kedua
DESKRIPSI KEGIATAN TAHUN 2018
4 5 6 7 8 9 10
Persiapan Pengumpulan Data Tahap II
Seleksi ulang data tahap I Pengumpulan data tahap II (dokumen kontrak, RAB, Gambar)
Pengolahan Data dan Analisis Tahap II Perumusan variabel Analisis regresi linear Analisis regresi non linear Validasi model
Pelaporan Kegiatan & Publikasi
54
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan sejumlah capaian yang telah diperoleh pada tahun pertama penelitian, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari proses penelitian ini :
a. Pelaksanaan penelitian telah dapat diselesaikan sesuai dengan target yang direncanakan mengacu pada Rancangan Pelaksanaan Penelitian. Capaian penelitian juga dapat dipenuhi sesuai target yang diusulkan, bahkan untuk publikasi melalui pertemuan ilmiah internasional, telah diselesaikan di tahun pertama dari target awal di tahun kedua.
b. Ada sejumlah pembaruan (update) yang masih dibutuhkan terkait dengan penyiapan sejumlah draft baik untuk publikasi internasional maupun draft model biaya.
7.2 Saran
Tim peneliti akan berupaya untuk mempercepat proses penyiapan draft publikasi ilmiah internasional sehingga target terpublikasi di tahun ke-2 dapat terpenuhi. Terkait dengan proses pemodelan yang menjadi produk dari penelitian ini, draft awal model diupayakan dapat diselesaikan pada tahun pertama atau awal tahun kedua.
55
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M, & Kurniawan, B, 2008, ‘Model Perhitungan Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara’, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil - Universitas Atmajaya, Hal. 257-265.
Amir, O, & Sigmund, O, 2013, ‘Reinforcement layout design for concrete structures based on continuum damage and truss topology optimization’, Struct. Multidisc. Optim., vol. 47, pp. 157–174.
Anonim, 2007, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Anonim, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012).
Anonim, 2013, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2013 Tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Blocher, EJ, Stout, DE, & Cokins, G, 2010, Cost Management: A Strategic Emphasis, McGraw-Hill Companies, Inc., New York.
Elnashai, AS, El-Ghazouli, AY, & Dowling, PJ, 2003, ‘International assessment of design guidance for composite columns’, Journal of Constructional Steel Research, Vol. 15, pp. 191–213.
Fortune, C, & Cox, O, 2005, ‘Current practices in building project contract price forecasting in the UK’, Construction and Architectural Management, Vol. 5, pp.69 – 81.
Kerzner, HK, 2006, Project Management – A System Approach to Planning, Scheduling, and Controlling, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Maekawa, K, 2009, ‘Anti-seismic Design, Diagnostics and Reinforcement for Concrete Structures’, Stock Management for Sustainable Urban Regeneration, pp. 101-132.
Mahmuddin dan Mubarak, 2014, ‘Estimate of Budget for Housing Rehabilitation due to Earthquake Disaster in Aceh Province using the Multiple Linear Regression Model’, Proc. 9th AIWEST-DR 2014.
Mehta, M, Scarborough, W, & Armpriest, D, 2013, Building Construction: Principles, Materials, and Systems, Pearson Education, Inc., New Jersey.
Montes, EH, Gil-Martín, LM, Fernández, MP, & Aschheim, M, 2008, ‘Theorem of optimal reinforcement for reinforced concrete cross sections’, Struct. Multidisc. Optim., vol. 36, pp. 509–521.
Mubarak, 2010, ‘Studi Harga Satuan Bangunan Gedung di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam’, Jurnal Teknik Sipil, vol 1,No.1, Hal 43-52.
Mubarak dan Tripoli, 2011, ‘Penggunaan variabel harga material untuk memprediksi harga satuan’, Prosiding Seminar API 2011 Banda Aceh.
Mubarak, Abdullah, M. Riza, Y. Hayati, 2017, ‘The unit price implication of reinforcement usage in tie beam reinforced concrete construction’, AIJST, Submitted (in review).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
56
Phaobunjong, K, 2002, Parametric Cost Estimating Model For Conceptual Cost Estimating of Building Construction Projects, Dissertation, The Faculty Of The Graduate School Of The University Of Texas, At Austin.
Pico, D, & Wayne, J, 2012, Estimating Building Costs for the Residential & Light Commercial Construction Professional, John Wiley & Sons, Inc., 2nd edition, New Jersey.
Rao, GA, Vijayanand, I, & Eligehausen, R, 2008, ‘Studies on ductility and evaluation of minimum flexural reinforcement in RC beams’, Materials and Structures, vol. 41, pp.759–771.
Riswan, D, & Abduh, M, 2006, ‘Parametric Cost Estimation Model for State Buildings’, Prociding on International Civil Engineering Conference, pp. 225-233.
Schuette, SD, & Liska, RW, 1994, Building Construction Estimating, McGraw-Hill, Inc., Singapore.
Shanmugam, NE, & Lakshmi, B, 2001, ‘State of the art report on steel–concrete composite columns’, Journal of Constructional Steel Research, Vol. 57, Issue 10, pp. 1041–1080.
SNI 1726:2012 tentang Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung.
SNI 7394:2008 tentang Tata cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.
Tripoli, Mubarak, Nurisra, & Mahmuddin, 2017, ‘The implementation of unit price of work standard SNI 7394: 2008 for the construction of reinforced concrete beam’, The 7th AIC-ICMR on Science and Engineering, pp. 173-178.
Tripoli, Nurisra, &Mubarak, 2017, ‘Analisis kebutuhan tulangan pelat lantai beton bertulang pada konstruksi bangunan gedung’, Konferensi Nasional Teknik Sipil 11, pp.1-9.
Wang, X, Xing, L, & Lin, F, 2009, ‘The Study of Project Cost Estimation Based on Cost-Significant Theory and Neural Network Theory’, The Sixth ISNN 2009 - AISC 56, pp. 31-38.
Wibowo, W., 2005, Indeks Biaya Komponen Konstruksi Beton Bertulang Baja dan Bahan Komposit untuk Bangunan Gedung, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
LAMPIRAN 1
Peta Wilayah Kajian
Aceh Timur
Zona 10
Langsa
Zona 10
Aceh Utara
Zona 10
Banda Aceh
Zona15
Aceh Besar
Zona 15
Aceh Barat Daya
Zona 15
Aceh Selatan
Zona 15
LAMPIRAN 2
Tipikal Bangunan Zona 10
LAMPIRAN 3
Tipikal Bangunan Zona 15
LAMPIRAN 4
The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced Concrete Construction
EDITOR-IN-CHIEF:
Assoc. Prof. S.Sugianto, Ph.D Syiah Kuala University,Banda Aceh – Indonesia
Profile in Scopus - Profilein Google Scholar
MANAGINGEDITOR:
Muhammad Irham,Ph.DSyiah Kuala University,Banda Aceh – Indonesia
Profile in Google Scholar
ASSOCIATE EDITOR:
Dr. Saiful, M.Si
Syiah KualaUniversity, BandaAceh – Indonesia
Profile inScopus - Profile inGoogle Scholar
Muhammad Bahi,Ph.D
Syiah KualaUniversity, BandaAceh – Indonesia
Profile inScopus - Profile inGoogle Scholar
Prof. Z. A.Muchlisin, Ph.D
Syiah KualaUniversity, BandaAceh – Indonesia
Profile inScopus - Profile inGoogle Scholar
VISITOR
HOME ABOUT USER HOME CATEGORIES SEARCH CURRENT ARCHIVES
ANNOUNCEMENTS CONTACT
Home > User > Author > Submissions > #7458 > Summary
SUMMARY REVIEW EDITING
SubmissionAuthors mubarak mubarakTitle The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced
Concrete ConstructionOriginal file 7458-16328-1-SM.DOC 2017-05-16Supp. files None ADD A SUPPLEMENTARY FILE
Submitter mr mubarak mubarak Date submitted May 16, 2017 - 04:45 PMSection ArticlesEditor Sugiarto Sugiarto
StatusStatus In ReviewInitiated 2017-05-16Last modified 2017-09-24
Submission MetadataEDIT METADATA
AuthorsName mubarak mubarak Affiliation Syiah Kuala UniversityCountry IndonesiaCompeting interestsCI POLICY
—
Bio Statement —Principal contact for editorial correspondence.
Title and AbstractTitle The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced
Concrete ConstructionAbstract The construction cost as one of the most important project resources should be
planned and use efficiently. Cost estimation can be analysed using standard ofunit price analysis according to Indonesian National Standard (SNI 7394:2008).Related to unit price analysis for tie beam reinforced concrete, the standardmentioned a specific analysis that combine all materials requirement includereinforcement (unit price analysis No. 6.29). In such analysis, reinforcementrequirement is stated as much as 200 kg/m3 of concrete. Considering thediversity of dimension design of building structure caused by geographicallocation and building function, a further study required to response theseproblems. This research is aimed to provide information to what extent the unitprice analysis related to tie beam reinforced concrete can be enforced in costestimating. Research process initiated with secondary data collection to buildingconstruction located in zone 10 and 15 based on earthquake zone map (SNI1726:2012) in Province of Aceh. The results of analysis informed that the ratio ofreinforcement requirement of tie beam in zone 10 is 198.03 kg/m3 to 217.26kg/m3 of concrete with average ratio 209.83 kg/m3. For zone 15, reinforcementrequirement ratio is 203.76 kg/m3 to 233.83 kg/m3 of concrete with averageratio 215.17 kg/m3. The Potential inaccurate of cost estimation appears in thetwo review zones. Such inaccuracies may have an impact on the insufficientcosts for the work. Thus, the use of the standard unit price analysis needsfurther assessment for proper application.
IndexingAcademic engineering; civil engineering; construction project management
#7458 Summary http://jurnal.unsyiah.ac.id/AIJST/author/submission/7458
1 of 2 10/29/2017, 2:54 PM
INDEXED &ABSTRACTED BY:
CITATION CLICKHERE:
USER
You are logged inas...mubarak
My JournalsMy ProfileLog Out
discipline andsub-disciplinesKeywords construction; building; tie beam; reinforcement requirement; unit priceLanguage en
Supporting AgenciesAgencies —
__________________________________________________________________________________________________
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Non Commercial 4.0 InternationalLicense (CC BY-NC 4.0).
#7458 Summary http://jurnal.unsyiah.ac.id/AIJST/author/submission/7458
2 of 2 10/29/2017, 2:54 PM
The Unit Price Implication of Reinforcement Usage in Tie Beam Reinforced Concrete Construction
Mubarak1, Abdullah2, Medyan Riza2, Yulia Hayati2
1 Engineering Doctoral Study Program, University of Syiah Kuala, Banda Aceh 23111,
Indonesia 2 Faculty of Engineering, University of Syiah Kuala, Banda Aceh 23111, Indonesia
*Corresponding Author: [email protected]
Abstract The construction cost as one of the most important project resources should be planned and use efficiently. Cost estimation can be analysed using standard of unit price analysis according to Indonesian National Standard (SNI 7394:2008). Related to unit price analysis for tie beam reinforced concrete, the standard mentioned a specific analysis that combine all materials requirement include reinforcement (unit price analysis No. 6.29). In such analysis, reinforcement requirement is stated as much as 200 kg/m3 of concrete. Considering the diversity of dimension design of building structure caused by geographical location and building function, a further study required to response these problems. This research is aimed to provide information to what extent the unit price analysis related to tie beam reinforced concrete can be enforced in cost estimating. Research process initiated with secondary data collection to building construction located in zone 10 and 15 based on earthquake zone map (SNI 1726:2012) in Province of Aceh. The results of analysis informed that the ratio of reinforcement requirement of tie beam in zone 10 is 198.03 kg/m3 to 217.26 kg/m3 of concrete with average ratio 209.83 kg/m3. For zone 15, reinforcement requirement ratio is 203.76 kg/m3 to 233.83 kg/m3 of concrete with average ratio 215.17 kg/m3. The Potential inaccurate of cost estimation appears in the two review zones. Such inaccuracies may have an impact on the insufficient costs for the work. Thus, the use of the standard unit price analysis needs further assessment for proper application. Key words: construction, building, tie beam, reinforcement requirement, unit price
Introduction
The structure components of the building have a very significant portion in a construction cost. According to the Regulation on Ministry of Public Work No. 45/PRT/M/2007, the structural components of the building have a proportion of 25%-35% of total cost. Tie beam as a component in structural components has the important function to transmit vertical loads due to gravitational forces received from the columns and the walls and then spread out evenly to a foundation underneath. In addition, tie beam also received the lateral force in horizontal direction due to the earthquake. The design of those components must consider the zoning of earthquake as regulated in SNI 1726:2012 (Procedures on Earthquake Resistance Planning for Building and Non-Building).
The cost estimation of the building analyzed by several methods. Cost estimation can be analysed using standard of unit price analysis according to SNI 7394:2008 (Procedures on Unit Price Analysis of Concrete Work for Building Construction and Housing). Specifically for tie beam of reinforced concrete, there is an analysis that combine all materials requirement include reinforcement. In such analysis, reinforcement requirement is stated as much as 200 kg/m3 of concrete. The configuration raises some problems such as how much reinforcement need for tie beam in a building based on the function of building and zoning of earthquake.
A number of researches relate to unit price analysis have been done (Abduh & Kurniawan, 2008; Mubarak, 2010; Mubarak & Tripoli, 2011; Fachrurrazi et.al, 2017), but there are no studies that particularly lead to the requirement of reinforcement for reinforced concrete, especially tie beam. Therefore, it left unanswered regarding the need of reinforcement of tie beam and how far the unit price analysis could be applied considering variety of building functions and construction locations related to earthquake zone. Therefore, the research aims to identify the use of reinforcement in tie beam reinforced concrete and the applicable of standard of unit price analysis due to variety of building functions and earthquake zones in Aceh. The scope of the research limited to building projects that have been built since the year 2012 to 2016 in zone 10 and 15 according to the map of earthquake zone.
Methods The data and object of research
The research focus on reinforcement requirement of tie beam in building construction. The secondary data obtained from detail engineering design drawings for building classified as office, residential, and educational building. The objects consist of two and three stories building. The locations of objects studied are located in some districts in Province of Aceh that positioned in zone 10 and 15 according to the map of Indonesian earthquake zone (Fig. 1). The distributions of district according to the zone are: 1. Zone 10, covering districts or cities of Lhokseumawe, Aceh Utara, and Langsa; 2. Zone 15, covering districts or cities of Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya,
Aceh Selatan, Nagan Raya, Banda Aceh, and Subulussalam
Figure 1. The Map of Indonesian Earthquake Zone
Analysis
The analysis in this research conducted in the stage below:
1. Data Grouping The collected data is grouped by the earthquake zone 10 and zone 15. Then data from each the earthquake zone reclassified by function of educational buildings, residential buildings, and office buildings.
2. The use of reinforcement The use of reinforcement calculated based on detail engineering drawings by identifying the diameters and length of steel from all tie beams in a building. That total length information was then converted to the weight of steel uses. A dimension sheet form use to analyze the use of reinforcement.
3. The volume of concrete The volume of concrete for tie beams calculated also based on detail engineering drawings by identifying the cross section area and length of all tie beam in a building. The total volume calculated by using a quantity take-off form.
4. The ratio of reinforcement requirement for each m3 of concrete volume The ratio analyzed by divided the reinforcement use and the concrete volume.
5. Statistical analyses Statistical analyses use to provide information of average, minimum value, maximum value, and standard deviation.
Results and Discussion
Actual use of reinforcement
The ratios of reinforcement requirement of tie beam provide information of actual usage of
reinforcement for each m3 of concrete. The analysis conducted to the 21 buildings which are from zone 10 (6 buildings) and zone 15 (15 buildings). The results of calculation of the ratio of reinforcement requirement of tie beam can be seen in Table 1 and Table 2.
Table 1. The ratio of reinforcement requirement of tie beam for Zone 10 No Project Name Building
Function Concrete Volume
(m3)
Reinforcement Volume
(kg)
Reinforcement Use Ratio (kg/ m3)
1 Gedung Kantor Bea Cukai Office 22.80 4,953.50 217.26
2 Gedung Kantor dan Laboratorium UPTD Meteorologi
Office 18.51 3,665.47 198.03
3 Gedung Fakultas Hukum Education 42.94 9,009.32 209.80
4 Ruang Kelas Baru (RKB) Education 46.40 9,993.10 215.37
5 Asrama Rumah Sakit Umum Residential 24.60 5,099.72 207.31
6 Bilik Santri Dayah Pesantren Residential 5.69 1,201.34 211.22
Average ratio 209.83
Ratio Max 217.26
Ratio Min 198.03 Standard Deviation (STDEV) 6.83
Referring to Table 1 and 2, the reinforcements use for tie beam range in 198.03 to 217.26
kg/m3 of concrete and 203.76 to 233.83 kg/m3 of concrete, respectively for zone 10 and 15. The standard deviations specify the value of 6.83 kg/m3 of concrete for zone 10 and 10.51 kg/m3 of concrete for zone 15. This indicates that the higher seismic response spectrums acceleration (zone 10 = 0.6-0.7g; Zone 15 = 1.2-1.5g) lead to the greater the amount of reinforcement used in reinforced concrete components. This confirms that the material
requirements planning must be based on a zoning where the buildings built, and cannot be based on a certain standard value.
Table 2. The ratio of reinforcement requirement of tie beam for Zone 15
No Project Name Building Function
Concrete Volume
(m3)
Reinforcement Volume
(kg)
Reinforcement Use Ratio (kg/ m3)
1 RKB SDN 42 Education 15.00 3,110.64 207.38
2 RKB SMPN 8 Education 14.86 3,474.71 233.83
3 Asrama Mahasiswa Kecamatan Tiro Residential 3.46 796.36 230.16
4 Asrama Pelajar Aceh Singkil Residential 12.04 2,508.81 208.37
5 Kantor Badan Narkotika Nasional Office 18.95 4,034.45 212.90
6 Gedung SMP Negeri 9 Education 8.52 1,858.76 218.16
7 Gedung STIT Muhammadiayah Education 12.40 2,893.49 233.35
8 Ruang Tempat Belajar Santri Pesantren Nida Ul Islam Ds. Suak Nibong
Education 4.98 1,067.56 214.37
9 Gedung Lost Children Office Office 10.97 2,234.24 203.76
10 Asrama Iwata Peurada Residential 12.50 2,554.88 204.39
11 Gedung Mess UPTD Lab. Verteriner Office 12.65 2,617.59 206.97
12 Gedung Pusat Pelatihan UKM Aceh Office 55.99 12,332.23 220.27
13 Asrama Polisi Punge Jurong Residential 29.63 6,538.98 220.69
14 Asrama Santri Pondok Pesantren Darul Ihsan Desa Pawoh
Residential 5.60 1,152.14 205.74
15 Asrama UPTD BPKP Aceh Residential 21.02 4,356.75 207.24
Average ratio 215.17
Ratio Max 233.83
Ratio Min 203.76
Standard Deviation (STDEV) 10.51
The ratio of reinforcement use based on the earthquake zones
According to unit price analysis on SNI 7394:2008 (unit price analysis No. 6.29) for tie beam of reinforce concrete, the standard set reinforcement requirement of 200 kg/m3 of concrete. The comparison of the projects analysis and the ratio of reinforcement requirement standard for the two earthquake zone provided in Table 3. and Table 4.
Table 3. Comparison of Tie Beam Reinforcement Requirement for Zone 10 Building
No. Reinforcement Ratio
(Kg/m3) SNI 7394:2008
(Kg/m3) Deviation (Kg/m3)
Deviation (%)
1 217.26 200 17.26 8.63 2 198.03 200 -1.97 -0.99 3 209.80 200 9.797 4.90 4 215.37 200 15.37 7.68 5 207.31 200 7.306 3.65 6 211.22 200 11.22 5.61
Average 209.83 200 9.83 4.92
Table 4. Comparison of Tie Beam Reinforcement Requirement for Zone 15 Building
No. Reinforcement Ratio
(Kg/m3) SNI 7394:2008
(Kg/m3) Deviation (Kg/m3)
Deviation (%)
1 207.38 200 7.38 3.69 2 233.83 200 33.83 16.91 3 230.16 200 30.16 15.08 4 208.37 200 8.37 4.19 5 212.90 200 12.90 6.45 6 218.16 200 18.16 9.08 7 233.35 200 33.35 16.67 8 214.37 200 14.37 7.18 9 203.76 200 3.76 1.88 10 204.39 200 4.39 2.20 11 206.97 200 6.96 3.48 12 220.27 200 20.27 10.14 13 220.69 200 20.69 10.34 14 205.74 200 5.74 2.87 15 207.24 200 7.24 3.62
Average 215.17 200 15.17 7.59
Reviewing the information in Table 3 and Table 4, the results of the data analysis for
earthquake zones indicates that the average reinforcement ratio of 209.83 kg/m3 of concrete (zone 10) and 215.17 kg/m3 of concrete (zone 15) are above the requirement value stated on standard of unit price analysis (200 kg/m3). The consequences of using the standard analysis were the non-fulfillment of the actual amount of reinforcement needs. On the other words, the estimation will not accurate for applied in the estimation for both earthquake zones. Potential inaccurate of estimation could be defined by considering the percentage of deviations. For zone 10 and zone 15, the potential of additional reinforcements are 4.92% and 7.59% in average respectively. It denotes insufficient opportunities of reinforcement volume if the unit price analysis used. A further consequence is the emergence of a potential increase in the cost to cover the shortfall that emerged in the analysis of the reinforced concrete tie beam.
The ratio of reinforcement use based on the building function
Related to the data collected, the functional utilization of buildings classified into 3 (three)
types of buildings, namely education, office, and residential. The classification refers to the SNI 1727:2013 about the minimum load for the design of buildings and other structures (Fig. 2 and Table 5).
Figure 2. Reinforcement based on the function of the building
Figure 2 illustrates the use of reinforcement has a similar trend at 3 classifications of the building functions. The values of reinforcement use ratio are above 200 kg/m3 for both buildings in zone 10 and zone 15. The highest value usage ratio arises in educational buildings, followed by residential buildings and offices. The deviation characteristics for those functions provide in Table 5.
The building for educational function has the highest average deviation comparing to the standard of unit price analysis of tie beam reinforced concrete. The value reaches 6.29% for zone 10 and 10.71% for zone 15. By focused to the conditions, in terms of cost analysis of tie beam reinforced concrete work on educational buildings, the estimation has the highest potential risks of inaccurate when compared to buildings with two other functions.
Table 5. The Deviation of Reinforcement Uses Based on Building Functions Building Function Earthquake Zone Average Deviation
(Kg/m3) Average Deviation
(%)
Education Zone 10 12.59 6.29 Zone 15 21.42 10.71
Residential Zone 10 7.64 3.82 Zone 15 10.98 5.49
Office Zone 10 9.26 4.63 Zone 15 12.77 6.38
The Implication of Additional Cost
Implies of additional cost to be consequences while reinforcement use increases and otherwise. Referring to the zones or building functions analyzed, all confirmed the tendency of the reinforcement use above of the requirement standard value. The amount of increase based on zoning and building functions are presented in Table 6 and 7.
Table 6. Potential of Additional Cost Based on Zones
Reinforcement (kg/m3)
Unit Price per m3 of Tie Beam Reinforced Concrete
(IDR)
Deviation to SNI 7394:2008
(IDR) (%)
SNI 7394:2008 200.00 5,591,751 - - Zone 10 209.83 5,748,638 156,887 2.81 Zone 15 215.17 5,833,864 242,113 4.33
Table 7. Potential of Additional Cost Based on Building Functions Zone Building
Function Reinforcement
(kg/m3) Unit Price per m3 of
Tie Beam Reinforced Concrete(IDR)
Deviation to SNI 7394:2008
(IDR) (%)
10
Education 212.59 5,792,687 200,936 3.59 Residential 209.27 5,739,700 147,949 2.65 Office 207.65 5,713,845 122,094 2.18
15
Education 221.42 5,933,614 341,863 6.11 Residential 212.77 5,795,560 203,809 3.64 Office 210.98 5,766,992 175,241 3.13
Based on the assessment zone, the results of the analysis show that the biggest potential cost addition occurred in the Zone 15, which is 4.33% when compared to the unit price of SNI 7394: 2008. The percentage means that for every m3 tie beam reinforced concrete, the use of standard unit price will give the consequence of budget shortfall of IDR. 242,113 of the actual conditions. This condition is a direct impact of the increasing use of reinforcement to accommodate the earthquake load in those zones. When assessed by building function, the biggest potential cost addition occurred in educational buildings. The condition has the same tendency in zone 10 (3.59%) and zone 15 (6.11%). The deviation for the function is seen to be almost double when compared to the other two building functions. Thus, the reinforcing requirement pattern established in the standard is not feasible to be used in the estimated cost of buildings constructed in areas with 0.6-0.7g (zone 10) of seismic response spectrums acceleration as shown in Fig. 1 and zones with larger response values. Standard applications in zones with seismic response spectrums acceleration below those values still require further review to ensure proper use of the standard.
Conclusions 1. The actual use of reinforcement of tie beam reinforced concrete earthquake range in 198.03
to 217.26 kg/m3 of concrete for Zone 10 and 203.76 to 233.83 kg/m3 of concrete for Zone 15. This indicates that the higher seismic response spectrums acceleration lead to the greater the amount of reinforcement used in reinforced concrete components. This confirms that the material requirements planning must be based on a zoning where the buildings built, and cannot be based on a certain standard value.
2. The average of reinforcement ratios are 209.83 kg/m3 of concrete for Zone 10 and 215.17 kg/m3 of concrete for Zone 15. Those ratios are both above the requirement value mentioned on standard of unit price analysis (200 kg/m3). Potential inaccurate of estimation could be defined as 4.92% for Zone 10 and 7.59% for Zone 15.
3. The reinforcement use for three building function (educational, residential, and office) observed indicated the similar tendency. The reinforcement ratios for the three functions are above 200 kg/m3 for both zones. The highest value usage ratio arises in educational buildings, followed by residential buildings and offices.
4. The reinforcing requirement pattern established in the standard is not feasible to be used in the estimated cost of buildings constructed in area of Zone 10 and above. The application of standard will result the shortfall of budget for the work. It need further evaluation and review while the standard planned to apply in zones with seismic response spectrums acceleration below the previous values observed.
Acknowledgements The authors would like to thanks to all member of research team and the data provider for all
supported and good cooperation. References
Abduh, M., and Kurniawan, B. (2008). The Highest Unit Price Calculation Model of Building
The Country. Proceedings of National Conference of Civil Engineering, Atmajaya University, 257-265.
Mubarak. (2010). Study Unit Price Building In The Province of Nanggroe Aceh Darussalam. Journal of Civil Engineering, Vol 1, No.1, 43-52.
Fachrurrazi, Husin, S., Tripoli, and Mubarak. (2017). Neural network for the standard unit price of the building area. Proc. Engineering, Vol 171, 282-293.
Mubarak, and Tripoli. (2011). The Use of Material Variable to Predict the Unit Price. Proceedings of Conference API, Banda Aceh.
Regulation on Ministry of Public Work No. 45/PRT/M/2007 about the Technical Development of Building Guidelines Countries.
Regulation on Ministry of Public Work No. 11/PRT/M/2013 about the Manual Analysis of the Unit Price Field of Public Works Jobs.
SNI 7394:2008 about Procedures on Unit Price Analysis of Concrete Work for Building Construction and Housing.
SNI 2847:2013 about Procedures on Earthquake Resistance Planning for Building and Non-Building.
LAMPIRAN 5
The Implementation of Unit Price of Work Standard SNI 7394: 2008 for The Construction of Reinforced Concrete
Beam
“Advancing Knowledge, Research, and Technology for Humanity”
The 7th AIC-ICMR on
The Annual International Conference 2017Syiah Kuala University
October 18-20, 2017 - Banda Aceh, Indonesia
ISSN: 2089-208X
Sciences and EngineeringP
RO
CE
ED
ING
S
ii The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
Table of Content Advisory Board v
Editorial Board vi
Organizing Committee vii
International Scientific Committee viii
Welcome Speech from Rector of Syiah Kuala University ix
Welcome Speech from General Chair xi
Keynote Speaker 1 xii
Keynote Speaker 2 xiv
Application of Taguchi Method for Selection Parameter Bleaching Treatments Against Mechanical and Physical Properties of Agave Cantala Fiber (ID174)
1
Quality and Market chain of Aceh Cocoa Beans (ID278) 7
Identification of Corrosion Product on Medium Carbon Steel under the Exposure of Banda Aceh’s Atmosphere (ID338)
13
A Cable-Driven Parallel Robots Application: Modelling and Simulation of a Dynamic Cable Model in Dymola (ID418)
17
Permanent Magnet DC Motor Control by Using Arduino and Motor Drive Module BTS7960 (ID820)
29
Effect of Roughness on Stiction (ID500) 35
Comparison of cadmium adsorption onto chitosan and epichlorohydrin crosslinked chitosan/eggshell composite (ID177)
40
Double Layer Mixed Matrix Membrane Adsorbers Improving Capacity and Safety Hemodialysis (ID634)
48
Chitosan-stabilized silver nanoparticles for colorimetric assay of mercury (II) ions in aqueous system (ID665)
54
Characterization of Corn Starch-Based Edible Film Incorporated with Nutmeg Oil Nanoemulsion (ID75)
59
The Effect of Poly Ethylene Glycol Additive on the Characteristics and Performance of Cellulose Acetate Ultrafiltration Membrane for Removal of Cr(III) from Aqueous Solution (ID808)
67
Characterization of Polydopamine-Coated Polyethersulfone (PES) Membrane for Water Purification (ID809)
75
The northern tidal dynamic of Aceh waters:
A 3D numerical model (ID211)
82
Characterization a Binder Less Particleboard of Coffee Husk Using Hydrogen Peroxyde (H
2O
2) and Ferrous Sulfate (FeSO
4) (ID439)
89
Influence of the apex angle of a hollow prism made from an ordinary commercial glass plate as a simple refractometer to the accuracy of the refractive index measurement of the edible oil (ID731)
95
Microtremor survey to investigate seismic vulnerability around the Seulimum Fault, Aceh Besar-Indonesia (ID734)
101
Response Spectra Analysis of the Modal Summation Technique Verified by Observed Seismometer and Accelerometer Waveform Data of the M6.5 Pidie Jaya Earthquake (ID754)
108
Surface Atomic Structure of Ca1.9
Sr0.1
RuO4 at Low Temperature (ID93) 117
iii The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
Economic Base Determination and Influence Of Several Variables against Contributions Percentage of the GDRP in Aceh Besar District (ID604)
125
Solving capacitated closed vehicle routing problem with time windows (CCVRPTW) using BRKGA with local search (ID642)
131
Determination of UAV Pre-flight Checklist for Flight Test Purpose Using Qualitative Failure Analysis (ID466)
138
Numerical model to predict the location of market demand and Economic Order Quantity of retailers in Banda Aceh (ID553)
144
Investigation of Turbine Ventilator Performance After Added Wind Cup for Room Exhaust Air Applications (ID569)
155
Assessment of Modularity Architecture for Recovery Process of Electric Vehicle in Supporting Sustainable Design (ID638)
160
An integrated production-inventory model for food products adopting a general raw material procurement policy (ID640)
166
The implementation of unit price of work standard SNI 7394: 2008 for the construction of reinforced concrete beam (ID436)
173
Fresh and Mechanical Properties of Self-compacting Concrete with Coarse Aggregate Replacement using Waste of Oil Palm Shell (ID440)
179
Stress and Deformation Analysis of Tapered Cantilever Castellated Beam using Numerical Method (ID445)
185
The Influence of Government’s Role and Workforce’s Competence towards the Construction Workforce Performance in Central Sulawesi (ID751)
190
Compression member response of double steel angles on truss structure with member length variation (ID615)
199
Method for the Visualization of Landform by Mapping using Low Altitude UAV Application (ID450)
205
Model of Slums Rejuvenation of Telaga Tujuh Village, Langsa City, Aceh (ID824)
211
Breadth First Search Approach for Shortest Path Solution in Cartesian Area (ID98)
226
User Acceptance of E-Government Services Based on TRAM Model (ID455) 232
Content Validity of Critical Success Factors for e-Government Implementation in Indonesia (ID643)
243
Marketing Practitioner's Tacit Knowledge Acquisition Using Repertory Grid Technique (RTG) (ID823)
254
Selection For The Best Ets (Error, Trend, Seasonal) Model To Forecast Weather In The Aceh Besar District (ID513)
261
Tax revenue and inflation rate predictions in Banda Aceh using Vector Error Correction Model (VECM) (ID587)
269
Description of the Supporting Factors of Final Project in Mathematics and Natural Sciences Faculty of Syiah Kuala University with Multiple Correspondence Analysis (ID637)
279
Investigating the road surface effect to the fatigue life of an automotive coil spring (ID728)
285
Stress and Strain Analysis from Dynamic Loads of Mechanical Hand using Finite Element Method (ID733)
290
Pitting Corrosion as a Mixed System: Coupled Deterministic-Probabilistic Simulation of Pit Growth (ID736)
296
Hemicellulose And Lignin Removal On Typha Fiber By Alkali Treatment (ID749)
308
iv The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
A Comparison in the Structural Strength between Fiberglass and Jute Fiber in the Acehnese Traditional Boat Jalo Kayoh Using Finite Element Method (ID752)
314
Study on pipe deflection by using numerical method (ID759) 320
Ceramic Tools Insert Assesment Based On Vickers Indentation Methodology (ID760)
326
Geotechnical Approach for Occupational Safety Risk Analysis of Critical Slope in Open Pit Mining as Implication for Earthquake Hazard (ID588)
334
Identifying Inaccuracy of MS Project Using System Analysis (ID599) 346
The Effect of Ratio between Rigid Plant Height and Water Depth on the Manning’s Coefficient in Open Channel (ID632)
355
The Difference of Drainage Channel Dimensions at Kopelma Darussalam on the Land with and Without the Use of Bio Pores (ID639)
361
Defining Gap between Housing Land Value and the Facilities Provision in Urban Housing Development by Private Developers in Malang City, Indonesia (ID192)
373
A Review of BIM (Building Information Modeling) Implementation in Indonesia Construction Industry (ID446)
381
Comparative Study on The Cost of Building Public House Construction Using Red Brick and Interlock Brick Building Material in The City of Banda Aceh (ID822)
387
The Development of Furrower Model Blade to Paddlewheel Aerator for Improving Aeration Efficiency (ID465)
394
Mass variation effect of teki grass (cyperus rotundus) composite against tensile strength and density (ID664)
399
The integration of elastic wave properties and machine learning for the distribution of petrophysical properties in reservoir modeling (ID175)
404
Graphene nanoplatelets as high-performance filtration control material in water-based drilling fluids (ID426)
409
Corrosion Behaviour of Carbon Steel in Aqueous Solution Containing Galena Concentrate (ID132)
416
Corrosion Behavior of New Βeta Type Titanium Alloy, Ti-29Nb-13Ta-4.6Zr (TNTZ) in Fusayama-Meyer Artificial Saliva Solution (ID482)
422
The Configuration of Residential Area In Urban Structure Of The Palace In Siak Sri Indrapura – Riau (ID409)
429
Parametric Estimation for Reinforced Concrete Relief Shelter for Aceh Cases (ID568)
438
The Historical and Religious Approach towards City Park Design In Banda Aceh, Indonesia
Case Study: Krueng Neng Park (Taman Krueng Neng) (ID633)
445
Geohazard Reconnaissance Mapping for Potential Rock Boulder Fall using Low Altitude UAV Photogrammetry (ID452)
452
The main factor affecting the competitiveness of contractor company (ID468)
458
Analysis of pedestrian walking characteristics at vertical facilities in underground train station (ID449)
465
Compression member response of steel angle on truss structure with variation of single and double sections (ID605)
474
The implementation of unit price of work standard SNI 7394: 2008 for the construction of reinforced concrete beam
Tripoli1, Mubarak2, Nurisra3, Mahmuddin4 1,2,3,4University of Syiah Kuala, Jl. Syekh Abdurrauf 10, Banda Aceh, Indonesia E-mail: [email protected] Abstract. This paper discusses the implementation of Indonesian National Standard (SNI) 7394: 2008 on procedures for calculating the unit price of concrete work for the construction of building and housing. The standard provides a number of reinforced concrete constructions unit price (UP) analysis by specified the total number of reinforcing uses. Related to reinforced concrete beam work (Analysis No. 6.31), the reinforcement requirement is stated at 200 kg/m3 of concrete. Once the implementation considers various earthquake zoning, the question will arise about the extent to which the standard is feasible to apply. Therefore, this research aimed to analyse the possibility of UP standard implementation in accordance to certain earthquake zonation. This research is focused on the construction of reinforced concrete beam for buildings with function as educational, residential and office buildings. The data used are sourced from 21 buildings in two zones in Aceh Province, covering Zone 10 and Zone 15 based on earthquake map of SNI 1726: 2012. The analysis results indicate that the UP standard for reinforced concrete beam cannot be applied to all zoning. The UP standard is only possible on buildings constructed in Zone 10 or zonation with seismic spectral response 0.6-0.7g or lower.
1. Introduction Cost estimation plays an important role in the implementation of construction projects. The activities covering the process of estimates or judgments, based on certain facts and assumptions, of the final cost of a project, product, or process [1]. The estimation is the process of preparing one of the most comprehensive documents in a project, which affects the overall project team and project related activities. The inaccuracy of the estimation will bring disadvantage to the parties involved. The cost estimation process usually begins with analysing the unit price (UP) of work. A number of standards are set by the government in accordance with the scope of work and type of construction [2]. In relation to reinforced concrete work, the unit price could be analysed by referring to SNI 7394: 2008 on the procedure for calculating the price of concrete work units for the construction of buildings and houses [3]. The building is a construction formed by several main components, namely structural components, non-structural components, and utility components [2]. Structural components are components that have the largest cost portion of a building. These components include construction of foundations,
1 [email protected] 2 [email protected] 3 [email protected] 4 [email protected]
173 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
columns, beams, floor plates, and roof structures. This construction can be made using concrete, steel, wood, or composite materials such as reinforced concrete. Associated with the beam, this construction is one of the structural components designed to hold and move the transverse load across space to the supporting element [4]. A beam is a part of a structure used as a floor slab holder and a column top binder. Reinforced concrete composite material commonly used for beam construction. This construction formed by two main components, namely concrete and steel for reinforcement. A number of factors determine the planning of the reinforced concrete beam structure dimensions. One important factor is related to earthquake loading. The planning standard used is SNI 1726: 2012 on earthquake resistance planning procedures for buildings and non-buildings [5]. This SNI describes the potential difference of earthquake risk in accordance to the earthquake-zoning map. This map shows the position of the entire zones of Indonesia based on different spectral response value of earthquake. The zoning indicated by difference colours which informed upper and lower values of spectral response limits in gravity (g). Spectral value is used as a reference to design the earthquake load in the planning of a building in Indonesia. A number of studies related to the cost estimation and unit price of works in buildings in Aceh Province have been done. Generally, the research develops estimation model at the conceptual stage (pre-construction design) [6, 7, 8]. Associated with earthquake risk factors, research has been undertaken for modelling rehabilitation costs [9]. However, there is no special research discussing the issues related to the application of UP for the construction of reinforced concrete in a number of earthquake zoning. The existence of this study will provide answers to the extent to which SNI 7394: 2008 can be applied in relation to the zoning and function of certain buildings.
2. Methods
2.1. Location and object of research Survey on this research was conducted on building projects built in Aceh Province. The research object's review is focused on building with simple and non-simple classification as defined in Ministry of Public Work Regulation No. 45/PRT/M/2007 [2]. The object of the building to be studied can be classified according to the function and location based on the earthquake zonation map of the year SNI 1726: 2012. The criteria location and object of research as follows:
• The object locations of the research used based on SNI 1726: 2012 earthquake zonation maps, namely Zone 10 (region with spectral response of 0.6-0.7 g) and Zone 15 (region with spectral response of 1.2-1.5 g ), as shown in Figure 1.
• The project used minimum of two storey buildings. • The functions of the buildings studied are for offices (OFC), residence (RES), and education
(EDU).
2.2. Data collection The required data are as follows:
• Document of contract of building project constructed from 2012 until 2015, containing quantity and bill of quantity data, and drawings (site plan, plan, and building view).
• Indonesia earthquake zonation map SNI 1726: 2012.
2.3. Data processing and analysis The process of data processing and analysis through the stages as follows:
• The data grouping is based on zoning division, covering 10 earthquake zones and seismic zone 15. Data of each earthquake zone are reclassified based on office function (OFC), residence (RES), and education (EDU).
• The requirement analysis of reinforcement material is done by calculating the need of reinforcement of the beam done based on the dimension of cross section, the type of
174 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
reinforcement (thread and plain), the reinforcement function (reinforcement, the main reinforcement and the intermediate reinforcement) and the reinforcement diameter used.
• The ratio of reinforcement use per m3 of concrete by comparing the total weight of the beam reinforcement volume with the volume of concrete in each building.
• Analysis of deviation of analysis result with AUP SNI standard. Statistical analysis is used to determine the mean value ( x ) and standard deviation (σ ) of the results of the analysis of the ratios of each building (x) for the total number of buildings (n), with the following equation:
nx
x ∑= (1)
( )1nxx 2
−−
= ∑σ (2)
Figure 1. Indonesia Earthquake Zoning Map of SNI 1726: 2012
3. Results and discussions
3.1. Description of the buildings The building that is used for data is 21 buildings consist of 2 and 3 storey buildings, which are distributed at 28.6% in Zone 10, and 71.4% in Zone 15. Based on building function, the study object consists of 28.6% Office buildings and education, and the remaining 42.8% are residential buildings. The analysis of beam constructions were only focussed on floor beam (primary beams and secondary beams), and excludes tie beam and roof beam. The full description is shown in Table 1.
3.2. The actual ratios of reinforcement use per 1 m3 of reinforced concrete beam The actual beam reinforcement ratio is analysed based on the ratio of reinforcement use (in kg units) to the use of concrete (in units of m3). The average reinforcement ratios for Zone 10 were 194.41 kg/ m3 increased by 6.4% to 206.92 kg/m3 for Zone 15. This increase was consistent with the increase of
---- Observation Zones
175 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
the load due to the earthquake corresponding to the response value of the spectra in the two zones. The calculation results of beam reinforcement ratios can be seen in Table 2.
Tabel 1. Description of the buildings
Zone Building function Number of
building Office Education Residence
10 2 2 2 6 (28.6%)
15 4 4 7 15 (71.4%)
Total 6 (28.6%) 6 (28.6%) 9 (42.8%) 21 (100.0%)
Table 2. The actual reinforcement ratio of reinforced concrete beam
No Zone Name of building
Building function
Concrete qty (m3)
Reinforce. qty (kg)
Reinforce. ratio (kg/m3)
Average (kg/m3)
Min (kg/m3)
Max (kg/m3)
Deviation standard (kg/m3)
1 10 OFC-1 Office 21.73 4,330.08 199.27 194.41 184.28 212.67 10.52 2 OFC-2 Office 7.50 1,594.99 212.67 3 EDU-1 Education 47.33 8,722.59 184.28 4 RES-1 Residence 55.29 10,320.03 186.65 5 EDU-2 Education 14.05 2,739.38 194.97 6 RES-2 Residence 18.67 3,520.98 188.62 7 15 EDU-3 Education 20.70 3,754.48 181.37 206.92 181.37 227.71 15.67 8 EDU-4 Education 144.01 26,335.16 182.87 9 RES-3 Residence 15.25 3,460.51 226.92 10 EDU-5 Education 14.23 2,847.02 200.11 11 RES-4 Residence 14.80 3,296.86 222.76 12 RES-5 Residence 13.08 2,944.23 225.06 13 OFC-3 Office 21.00 4,137.02 197.00 14 RES-6 Residence 9.16 1,781.82 194.52 15 EDU-6 Education 16.61 3,391.64 204.19 16 RES-7 Residence 29.81 5,862.25 196.65 17 OFC-4 Office 65.10 14,823.99 227.71 18 RES-8 Residence 21.24 4,394.36 206.87 19 RES-9 Residence 20.63 4,135.19 200.49 20 OFC-5 Office 10.18 2,282.78 224.35 21 OFC-6 Office 19.60 4,173.20 212.92
3.3. Comparison of the actual ratios and SNI SNI 7394: 2008 provides that for reinforced concrete beam work used reinforcement of 200 kg / m3 of concrete. The results of the analysis at Zone 10 show an average deviation of 5.59 kg or 2.80% below the value of the needs of the SNI reinforcement. This condition explains that this standard can still be applied to this zone. However, when viewed from the standard deviation values that arise, the use of this standard still needs to consider the possibility of deviation. The indication of such deviation is indicated by one building data with a positive deviation value greater than the standard deviation value. In Zone 15, the general deviation value indicates that the actual reinforcement ratio is greater than the value of the SNI bone needs ratio. The average deviation was 6.92 kg / m3 with a standard deviation of 15.67 kg / m3. This condition indicates that the UP application on SNI for this zone is not feasible because it has the potential to cause cost estimation with the amount below the actual requirement. The complete results of the ratio of actual reinforcement to the UP standard are shown in Table 3.
176 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
Table 3. The actual reinforcement comparing to SNI
No Zone Name of building Building function Reinforcement ratio (kg/m3)
Deviation
Actual SNI kg/m3 % 1 10 OFC-1 Office 199.27 200.00 -0.73 -0.37 2 OFC-2 Office 212.67 200.00 12.67 6.33 3 EDU-1 Education 184.28 200.00 -15.72 -7.86 4 RES-1 Residence 186.65 200.00 -13.35 -6.67 5 EDU-2 Education 194.97 200.00 -5.03 -2.51 6 RES-2 Residence 188.62 200.00 -11.39 -5.69
Average -5.59 -2.80
Deviation Standard 10.52 5.26 7 15 EDU-3 Education 181.37 200.00 -18.63 -9.31 8 EDU-4 Education 182.87 200.00 -17.13 -8.57 9 RES-3 Residence 226.92 200.00 26.92 13.46 10 EDU-5 Education 200.11 200.00 0.11 0.05 11 RES-4 Residence 222.76 200.00 22.76 11.38 12 RES-5 Residence 225.06 200.00 25.06 12.53 13 OFC-3 Office 197.00 200.00 -3.00 -1.50 14 RES-6 Residence 194.52 200.00 -5.48 -2.74 15 EDU-6 Education 204.19 200.00 4.19 2.10 16 RES-7 Residence 196.65 200.00 -3.35 -1.67 17 OFC-4 Office 227.71 200.00 27.71 13.86 18 RES-8 Residence 206.87 200.00 6.87 3.43 19 RES-9 Residence 200.49 200.00 0.49 0.25 20 OFC-5 Office 224.35 200.00 24.35 12.18 21 OFC-6 Office 212.92 200.00 12.92 6.46
Average 6.92 3.46
Deviation Standard 15.67 7.83
3.4. Comparison of Reinforcement Ratio Based on Building Function The reinforcement ratio analysis needs to be done to examine more specifically the application of SNI related to the three building functions in each zone. Potential standard UP applications are possible for buildings with residential functions (Zone 10) and educational functions (Zones 10 and Zone 15). With respect to the function of office buildings throughout the zone, the mean deviation indicates an actual ratio value greater than the UP standard. Similarly, it is seen in the residence function in Zone 15. The positive deviation value explains that in this function and zone, the use of HSB can meet the needs of reinforcement that should be required. In other words, the required reinforced material requirement index is still below the actual needs. When associated with the estimated cost value, the estimated amount generated by UP usage is potentially insufficient for the completion of construction. An illustration of the comparison of the rebar ratio based on the building function is shown in Table 4.
Tabel 4. The deviation of reinforcement based on building function
Building Function
No of Building Average deviation of reinforcement per zone
Zone 10 Zone 15 Total Zone 10 Zone 15
kg/m3 % kg/m3 %
Office 2 4 6 5.97 2.98 15.50 7.75
Residence 2 7 9 -12.37 -6.18 10.47 5.23
Education 2 4 6 -10.37 -5.19 -7.87 -3.93
177 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
4. Conclusions Implementation of standard work unit price (UP) SNI 7394: 2008 for the construction of reinforced concrete beams can be concluded by considering the following two conditions:
• Implementation of the UP standard based on zoning is only possible for building buildings built in Zone 10 or areas with spectral responses below 0.6g. The reinforcing material requirement index on the UP standard of 200 kg / m3 of concrete for beam construction is still able to meet actual reinforcement usage in this zone.
• Implementation of UP standards based on building functions is possible on certain functions only. However, the application associated with the building function should not necessarily be used. Still, consideration of zonation-related implementation as a whole, given the standard deviation value indicated.
The results of the analysis on Zone 10 are based on relatively limited data, so that the accuracy of the research results is still possible to be improved by the addition of more adequate data. The implementation of standards in Zones 11 and Zone 12 has the potential to be done. This condition is seen from the results of the analysis at Zone 10 that indicates the margin ratio in the range of 183.89 - 200 kg/m3.
5. Acknowledgement This research was granted for funding support from Hibah Penelitian Produk Terapan No. 55/UN11.2/PP/SP3/2017 of Fiscal Year 2017, Directorate General of Research and Development, Ministry of Research, Technology and Higher Education. The authors express high appreciation to all parties who have contributed in this research, especially to Ichwan and other research teams that involved from data collection to completion of the research.
6. References [1] Aaron A L 1997 The Estimating Process The Engineer's Cost Handbook: Tools for Managing
Project Costs ed R E Westney (New York: Marcel Decker) chapter 1 p 1–40
[2] Ministry of Public Work Regulation No. 45/PRT/M/2007 on the Technical Guidelines of State Building Development
[3] SNI 7394:2008 on Procedures for calculating the unit price of concrete work for the construction of buildings and housing
[4] Ching F D K 2014 Building construction illustrated Fifth ed. (New Jersey: John Wiley & Sons)
[5] SNI 1726: 2012 on Procedures of earthquake resistant planning for buildings and non-buildings
[6] Mubarak 2010 Studi Harga Satuan Bangunan Gedung di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Jurnal Teknik Sipil volume 1 p 43-52
[7] Mubarak & Tripoli 2011 Penggunaan variabel harga material untuk memprediksi harga satuan Prosiding Seminar API 2011
[8] Fachrurrazi, Husin S, Tripoli and Mubarak 2017 Neural network for the standard unit price of the building area Proc. Engineering 171 p 282 – 293
[9] Mahmuddin and Mubarak 2014 Housing Rehabilitation Budget Estimate due to Earthquake Disaster in Aceh Province using the Multiple Linear Regression Models Proc. 9th AIWEST-DR 2014 p 52 – 59
178 The 7th AIC-ICMR on Sciences and Engineering 2017 – Syiah Kuala University
LAMPIRAN 6
Analisis Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang Pada Konstruksi Bangunan Gedung
PROSIDING
Volume 1 (Geoteknik, Kawasan & Lingkungan, Keairan, Manajemen Konstruksi)
Meningkatkan Daya Saing Industri Konstruksi Dalam
Persaingan di Tingkat Global Menuju Pembangunan
Infrastruktur Berkelanjutan
Editor: Anissa Noor Tajudin, S.T., M.Sc.
Arif Sandjaya, S.T., M.T.
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
PROSIDING
Meningkatkan Daya Saing Industri Konstruksi Dalam
Persaingan di Tingkat Global Menuju Pembangunan
Infrastruktur Berkelanjutan
Volume 2 ISBN: 978-602-60662-3-7 Editor: Anissa Noor Tajudin, S.T., M.Sc. Arif Sandjaya, S.T., M.T. Desain Sampul: Anastasia Andrea Gunawan, S.Ds. Penerbit Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta Redaksi Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta Barat Telp: 021-5672548 ext. 331 Email: [email protected] Cetakan pertama, Oktober 2017 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa memiliki izin
DAFTAR ISI
xi
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
SAMBUTAN KETUA PANITIA KoNTekS 11 ................................................................. v
SAMBUTAN KETUA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FT UAJY ........................... vii
SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS TARUMANAGARA ....................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xi
KELOMPOK PEMINATAN GEOTEKNIK
ANALISIS TIMBUNAN DI ATAS TANAH LUNAK TERSTABILISASI SERBUK
KACA DAN SERBUK KERAMIK DENGAN PROGRAM GEO5
GEO-1
Dyah Pratiwi Kusumastuti, Indah Handayasari dan Irma Sepriyanna
KARAKTERISTIK DAYA DUKUNG LATERAL PONDASI HELICAL PADA
TANAH GAMBUT
GEO-11
Ferry Fatnanta, Syawal Satibi dan Muhardi
KECEPATAN ALIRAN HORISONTAL DENGAN IJUK DAN LIMBAH PLASTIK
SEBAGAI DRAINASI VERTIKAL
GEO-19
Sumiyati Gunawan dan Agatha Padma Laksitaningtyas
KONTRIBUSI AKAR BAMBU KEPADA PARAMETER KEKUATAN GESER
TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG
GEO-29
Mukhsin, Maimun Rizalihadi, Banta Chairullah dan Haris Novian Saputra
DAYA DUKUNG PONDASI KACA PURI PADA TANAH ALUVIAL PASANG
SURUT DI MANDOMAI KALIMANTAN TENGAH
GEO-37
Putu Ratna Suryantini dan I Ketut Suwantara
KAJIAN RENTANG KADAR AIR TERHADAP NILAI KUAT GESER PERBAIKAN
SIRTU DENGAN METODE CTB
GEO-47
Soewignjo Agus Nugroho, Suratman dan Dodi Pratama
STUDI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DENGAN
MENGGUNAKAN SEMEN
GEO-55
Parea Russan Ranggan, Hendrianto Masiku, Marthen Luther Paembonan, Israel Padang
dan Yudistira Upa
ANALISIS PENGARUH BEBAN GEMPA DAN PONDASI TIANG BOR
TERHADAP KEAMANAN LERENG DI TEGALALANG, GIANYAR-BALI
GEO-65
I Gusti Ngurah Putu Dharmayasa dan Dewa Ayu Nyoman Ardi Utami
PENGEMBANGAN ALAT UJI PNEUMATIC RAPID IMPACT COMPACTION
PADA SKALA UJI MODEL LABORATORIUM
GEO-75
Arifin Beddu, Lawalenna Samang, Tri Harianto dan Achmad Muhiddin
xiv
PENGISIAN DATA HUJAN YANG HILANG DENGAN PENGUJIAN DEBIT
ANDALAN DI DAS TIRTOMOYO
AIR-75
Siti Dwi Rahayu, Rintis Hadiani dan Setiono
POTENSI PENGENDALI BANJIR DENGAN EMBUNG DI SUNGAI TUNGGUL
KABUPATEN JEPARA
AIR-85
Hannah Nuril Layaliya, Rintis Hadiani dan Adi Yusuf Muttaqien
SIMULASI STOKASTIK PENENTUAN LUAS LAYANAN EMBUNG SURUHAN,
BLORA
AIR-93
Hari Abrianto, Adeline Larisa, Suharyanto dan Hari Nugroho
KALIBRASI MODEL HEC-HMS PADA SIMULASI DEBIT AKIBAT PERUBAHAN
TATAGUNA LAHAN DI SUBDAS KAMPAR KANAN
AIR-103
Bambang Sujatmoko, Ferry Vergiawan dan Mudjiatko
ANALISIS EMBUNG PADA DAERAH TOMRA UNTUK MENGATASI RAWAN
AIR
AIR-113
Ony Frengky Rumihin
PENANGANAN BANJIR DAN GENANGAN DI DAERAH JALAN KYAI TAPA
DENGAN KONSEP SISTEM DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN
AIR-123
Ivan Fahreza Wiratama, Sih Andayani dan Dina P.A. Hidayat
STUDI ANGKUTAN SEDIMEN DASAR SUNGAI SERAYU DI LABORATORIUM AIR-133 Wati A. Pranoto dan Lucky Sumanton
KELOMPOK PEMINATAN MANAJEMEN KONSTRUKSI
ANALISIS KEBUTUHAN TULANGAN PELAT LANTAI BETON BERTULANG
PADA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
MK-1
Tripoli, Nurisra dan Mubarak
PERCEPATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DENGAN METODE PERTUKARAN
WAKTU DAN BIAYA (STUDI KASUS: PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG
SEKOLAH SMP ISLAM FARADISA TANGGERANG SELATAN)
MK-11
Mardiaman, Iwan Bahtiar dan Kristina Sembiring
PEMBOROSAN MATERIAL DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA: SURVAI
PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DI YOGYAKARTA
MK-21
Albani Musyafa
KAJIAN DAYA SAING KONTRAKTOR BESAR INDONESIA MK-27 Peter Kaming, Ferianto Raharjo dan Putu Ika Swantari
IDENTIFIKASI PENYEBAB, DAMPAK, SERTA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
RISIKO CHANGE ORDER PADA PROYEK WISATA EDUKASI AKUARIUM DI
JAKARTA
MK-37
Adi Nugroho Hudiono, Andreas F. V. Roy dan Adrian Firdaus
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MK - 1
ANALISIS KEBUTUHAN TULANGAN PELAT LANTAI BETON BERTULANG PADA
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Tripoli1, Nurisra2, dan Mubarak3
1, 2, 3Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syeh abdul Rauf No. 7 Banda Aceh
Email: [email protected]
ABSTRAK
Anggaran biaya dari sebuah konstruksi sangat ditentukan oleh besarnya kebutuhan (requirement) material, peralatan, dan tenaga kerja. Pada konstruksi beton bertulang, material utama yang dibutuhkan terdiri dari besi tulangan, semen, dan agregat. Kebutuhan tulangan dalam tiap m3 beton sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama terkait dengan beban yang diterima oleh komponen tersebut. Bila perencanaan sebuah bangunan dikaitkan dengan potensi beban akibat gempa bumi, maka dapat diduga besarnya tulangan yang dibutuhkan juga akan berbeda. Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis besarnya penggunaan tulangan untuk tiap m3 beton berdasarkan zonasi wilayah gempa. Penelitian ini difokuskan pada kebutuhan penggunaan tulangan untuk konstruksi pelat lantai beton bertulang bangunan gedung. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data gambar dan biaya konstruksi pelat lantai pada Zona 15, meliputi wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Penentuan zonasi mengacu pada Peta Zonasi Gempa Indonesia SNI 1726:2012. Objek bangunan yang dianalisis merupakan bangunan gedung berlantai 2 dengan fungsi sebagai bangunan perkantoran, hunian, dan pendidikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan tulangan rerata untuk tiap m3 beton pada pada Zona 15 sebesar 187,41 kg. Nilai tersebut lebih tinggi dari 24,94% dari nilai kebutuhan yang tersebut pada Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dalam SNI 7394:2008 yaitu 150 kg/m3 beton. Dari sisi fungsi, rasio kebutuhan tulangan terbesar adalah untuk fungsi bangunan pendidikan dan diikuti oleh fungsi hunian dan perkantoran. Penggunaan AHSP tersebut untuk bangunan pada wilayah yang tercakup dalam Zona 15 berpotensi menghasilkan estimasi biaya yang tidak akurat. Ketidak-akuratan tersebut menghasilkan nilai estimasi biaya dibawah nilai yang semestinya dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi pelat lantai.
Kata kunci: rasio kebutuhan tulangan, pelat lantai, beton bertulang, bangunan gedung.
1. PENDAHULUAN
Perencanaan konstruksi seperti bangunan gedung, jalan, jembatan, bangunan sipil lainnya perlu mempertimbangkan adanya potensi gempa bumi yang mungkin terjadi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainya saling bertemu di wilayah Indonesia (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson, 1992). Perencanaan konstruksi tahan gempa di Indonesia mulai diaplikasikan pada tahun 1983 berpedoman pada peta percepatan maksimum gempa dan PPTI- UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung). Pedoman tata cara perencanaan konstruksi tahan gempa Indonesia terus mengalami perkembangan, hingga pada saat ini perencanaan berpedoman pada SNI 1726:2012 (Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung).
Kontruksi bangunan merupakan bentuk struktur atau bentuk fisik yang dihasilkan dari serangkaian proses yang dimulai dengan desain oleh perencana dan pembangunan oleh kontraktor. Proses ini melibatkan organisasi dan koordinasi dari semua sumberdaya proyek untuk menyelesaikan proyek tepat waktu, sesuai anggaran serta standar kualitas dan kinerja yang ditentukan. Keberhasilan melaksanakan proyek konstruksi tepat waktu dengan anggaran yang sesuai rencana adalah sasaran dan harapan pemilik proyek maupun kontraktor. Dalam pelaksanaan proyek kontruksi, keterampilan sumber daya menjadi faktor penting tercapainya akurasi penawaran harga yang lebih kompetitif dan efektif dari kompetitor yang bersaing. Tidak hanya itu, akurasi harga penawaran juga berpengaruh positif bagi pemilik (owner) dalam mengelola anggaran yang terbatas.
Salah satu acuan yang digunakan dalam proses estimasi biaya adalah Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI mengatur AHSP untuk sejumlah pekerjaan. Khusus untuk
MK - 2
pekerjaan beton, AHSP ditetapkan melalui SNI 7394:2008 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Standar ini menetapkan kebutuhan (requirement) terkait dengan material dan tenaga kerja untuk tiap satuan harga. Ada sejumlah analisis yang dapat digunakan untuk menentukan langsung harga satuan dari beberapa jenis konstruksi beton bertulang, seperti pondasi, sloof, balok, kolom, pelat, dan dinding. Analisis tersebut dapat dipakai tanpa harus menghitung harga satuan beton, tulangan, dan bekisting secara terpisah. Pembatasan penggunaan analisis ditetapkan hanya berdasarkan berat tulangan (dalam kg) yang digunankan dalam tiap meter kubik beton. Sebagai ilustrasi, analisis harga satuan untuk konstruksi pelat beton bertulang secara khusus disebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32. Penggunaan analisis tersebut dibatasi untuk struktur pelat dengan jumlah tulangan sebesar 150 kg per meter kubik beton.
Bila dikaji dengan mempertimbangkan beragamnya intensitas gempa sesuai dengan jumlah zonasi gempa yang ada di Indonesia, penetapan jumlah tulangan tersebut dapat menimbulkan potensi bias pada estimasi biaya. Pola tersebut memberi peluang terhadap tidak akuratnya estimasi biaya yang dihasilkan, baik dalam bentuk potensi ‘terlalu mahal’ atau ‘terlalu murah’. Dengan demikian, diperlukan adanya kajian yang dapat memberi informasi sejauh mana analisis tersebut dapat diaplikasikan bila dikaitkan dengan bangunan gedung yang dibangun pada wilayah dengan zonasi gempa yang berbeda. Menindaklanjuti kondisi tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk menganalisis besarnya rasio penggunaan tulangan pada tiap meter kubik beton. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan merekomendasikan sejauhmana standar AHSP dapat diaplikasikan pada zonasi tertentu.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Zonasi gempa bumi Indonesia
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainya saling bertemu di wilayah Indonesia (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson, 1992).
Perencanaan konstruksi tahan gempa di Indonesia mulai diaplikasikan pada tahun 1983 berpedoman pada peta percepatan maksimum gempa dan Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung (PPTIUG). Pedoman tata cara perencanaan konstruksi tahan gempa Indonesia terus mengalami perkembangan, hingga pada saat ini perencanaan berpedoman pada peta zonasi gempa SNI 1726:2012 (Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung). Pembaruan yang ditekankan pada standar tersebut terkait dengan :
1. Periode ulang
Pada SNI 2012, kemungkinan pelampauan (probability of exceedance) diambil sebesar 2% dalam 50 tahun. Dengan persamaan yang sama, didapat periode ulang gempa sebesar 2.475 tahun atau dibulatkan menjadi 2.500 tahun. Kemungkinan pelampauan merupakan faktor langsung terhadap berubahnya periode ulang. Semakin kecil kemungkinan pelampauan semakin besar periode ulang, sekaligus semakin kecil kemungkinan terjadi gempa diatas gempa rencana hingga dapat terhindar dari kejadian gempa.
2. Pendekatan Deterministik
SNI 2012,menambahkan satu konsep yang disebut Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA). Pada konsep ini, probabilitas gempa tidak hanya diturunkan dari statistic terjadinya gempa yang tercatat. Probabilitas juga diturunkan dengan mengidentifikasi adanya subduksi lapisan bumi dan sesar aktif (active faults) pada suatu wilayah.
3. Uniform Hazard vs Uniform Risk
Peta gempa SNI 1726 2012 mengadopsi konsep uniform risk yang artinya beban gempa didasarkan pada resiko keruntuhan bangunan yang sama yaitu 1% resiko keruntuhan dalam 50 tahun. Oleh karena itu, percepatan gempa pada peta SNI 1726 2012 disebut sebagai risk targeted ground motion yaitu percepatan tanah yang sudah disesuaikan untuk mencapai target resiko keruntuhan 1% dalam 50 tahun. Konsep risk of collapse mengindikasikan bahwa tidak semua gedung yang terkena beban gempa diatas gempa rencana tidak selamat atau menunjukan kegagalan struktur sesuai prediksi desain.
4. Koefisien pada Respon Spektra
Peta gempa SNI 1726 2012 memberikan tambahan koefisien spektra berupa PGA (percepatan di batuan dasar), 0,2 detik dan 1 detik. PGA digunakan untuk menentukan percepatan gempa pada desain pondasi. Koefisien 0,2 detik dan 1 detik digunakan untuk membuat respon spektra gedung.
MK - 3
Peta zonasi wilayah gempa menunjukkan posisi seluruh wilayah Indonesia berdasarkan tingkat respon sprektra gempa dan warna berbeda untuk setiap batasan nilai respon sprektra atas dan bawah dalam satuan gravity (g). Nilai sprektra ini dijadikan acuan untuk mendesain beban gempa dalam perencanaan suatu bangunan gedung di Indonesia. Peta zonasi gempa SNI 1726:2012 ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Zonasi Gempa Indonesia (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)
Konstruksi pelat beton bertulang
Pelat lantai atau slab didenisikan sebagai struktur beton bertulang untuk membuat pondasi atau lantai yang ditumpukan pada kolom/dinding struktural bangunan, berupa material pracetak atau dicor langsung ke dalam bekisting (Elliott, 2012). Berdasarkan posisi peletakan tumpuan, pelat lantai dapat diklasifikasikan sebagai pelat dengan 1 arah tumpuan dan pelat dengan 2 arah tumpuan (Ching, 2014). Pada posisi 1 arah, pelat ditumpukan pada dua ujung pelat dengan posisi sejajar, sedangkan untuk 2 arah, pelat ditumpukan pada keempat sisinya. Penggunaan pelat dengan 2 arah lebih lazim dipakai (Gambar 2).
Sebagai salah satu komponen struktur bangunan gedung, ada beberapa metode kontruksi pelat lantai yang lazim dipakai (Ahadi, 2013), yaitu :
a. Metode konvensional, pada metode ini seluruh struktur pelat lantai dikerjakan ditempat, bekisting menggunakan plywood dengan perancah scaffolding. Ini merupakan cara lama yang paling banyak digunakan namun membutuhkan waktu lama serta biaya tinggi.
b. Metode half slab, merupakan struktur pelat lantai yang sebagian dikerjakan dengan sistem precast, bagian tersebut bisa dibuat di pabrik lalu dikirim ke lokasi proyek untuk dipasang, selanjutnya dilakukan pemasangan besi tulangan bagian atas lalu dilakukan pengecoran separuh pelat ditempat.
c. Metode full precast, merupakan sistem paling cepat, namun yang perlu diperhatikan jika menggunakan metode ini adalah segi kekuatan alat angkat, misalnya kuat angkat ujung tower crane harus lebih besar dari total berat beton precast.
d. Metode bondek, dilaksanakan dengan menghilangkan tulangan bawah dan fungsinya digantikan oleh pelat bondek, dengan begini diharapkan ada penghematan besi tulangan dan bekisting dibawahnya.
MK - 4
1) Isometri Bentuk Pelat Lantai
2) Tampak Atas Pelat Lantai
3) Potongan Pelat Lantai
Gambar 2. Konstruksi Pelat Lantai (Ching, 2014)
Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)
Analisis harga satuan pekerjaan didefinisikan sebagai analisis harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah (SNI 7394:2008). Besarnya harga bahan dan upah ditentukan oleh nilai indeks bahan dan tenaga kerja. Indeks tersebut berperan sebagai faktor pengali atau koefisien yang menjadi dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja. Analisis harga satuan suatu pekerjaan konstruksi dijabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja, untuk penyelesaian per satuan pekerjaan. Untuk konstruksi pelat lantai dapat digunakan Analisis No. 6.32 pada SNI 7394:2008 (Tabel 1).
Tabel 1. Kebutuhan 1 m3 pelat beton bertulang (150 kg besi + bekisting)
Kebutuhan Satuan Indeks
Bahan
Kayu kelas III m3 0,320 Paku 5 cm – 12 cm kg 3,200 Minyak bekisting liter 1,600 Besi beton polos kg 157,500 Kawat beton kg 2,250 Portland Cement kg 336,000 Pasir Beton m3 0,540 Kerikil m3 0,810 Kayu kelas II balok m3 0,120 Plywood 9 mm lembar 2,800 Dolken kayu galam, φ (8-10) cm, panjang 4 m batang 32,000
Tenaga kerja
Pekerja OH 5,300 Tukang batu OH 0,275 Tukang kayu OH 1,300 Tukang besi OH 1,050 Kepala tukang OH 0,265 Mandor OH 0,265
MK - 5
3. METODE PENELITIAN
Objek penelitian
Penelitian ini melakukan analisis berdasarkan objek bangunan gedung yang di bangun di wilayah Provinsi Aceh. Objek penelitian difokuskan pada bangunan gedung dengan klasifikasi sederhana dan non sederhana sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Bangunan tersebut merupakan gedung berlantai dua yang difungsikan sebagai bangunan hunian, perkantoran, dan pendidikan.
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012 untuk Zona 15 (respon sprektra percepatan gempa 1,2 – 1,5 g). Bangunan yang dikaji berlokasi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Data yang dikumpulkan bersumber dari dokumen kontrak proyek bangunan gedung yang telah dibangun dari tahun 2012 sampai dengan 2015. Data tersebut berupa daftar kualitas harga (bill of quantity), dan gambar bestek.
Analisis
Proses pengolahan data dilakukan sesuai dengan tahapan berikut :
1) Pengelompokan data. Data diklasifikasikan berdasarkan fungsi bangunan gedung pendidikan (BGP), bangunan gedung hunian (BGH), dan bangunan gedung perkantoran (BGK).
2) Analisis kebutuhan material tulangan dan beton. Analisis kebutuhan tulangan pelat lantai dilakukan berdasarkan dimensi penampang, jenis tulangan (polos), dan diameter tulangan yang dipakai. Hasil analisis memberikan informasi jumlah tulangan (dalam kg) yang dibutuhkan pada tiap bangunan gedung. Jumlah penggunaan beton (dalam m3) dianalisis berdasarkan dimensi tebal pelat dan luas lantai.
3) Rekapitulasi hasil analisis kebutuhan tulangan pelat lantai. Hasil analisis dikelompokkan berdasarkan fungsi bangunan.
4) Analisis rasio penggunaan tulangan per meter kubik beton untuk konstruksi pelat lantai. Rasio ini diperoleh dari perbandingan volume tulangan yang digunakan (dalam kg) dengan volume beton (dalam m3). Analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk menentukan nilai rerata, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi.
4. HASIL DAN DISKUSI
Deskripsi objek
Objek yang ditinjau pada penelitian ini adalah 10 bangunan gedung yang dibangun pada lokasi Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Lokasi terletak pada Zona 15 sesuai peta zonasi gempa SNI 1726:2012. Seluruh bangunan merupakan bangunan gedung 2 lantai. Berdasarkan fungsi bangunan, kajian dilakukan pada 3 bangunan gedung pendidikan (BGP), 3 bangunan gedung hunian (BGH), dan 4 bangunan gedung perkantoran (BGK). Objek yang ditinjau merupakan bangunan yang dibangun dalam masa waktu tahun 2012 sampai 2015. Deskripsi bangunan yang dianalisis ditunjukkan dalam Tabel 2.
Penggunaan material beton dan tulangan pada konstruksi pelat lantai
Perhitungan kuantitas beton dan tulangan pelat lantai dilakukan berdasarkan gambar bestek yaitu gambar konstruksi pelat lantai beserta detail konstruksi. Besarnya kuantitas beton dianalisis berdasarkan informasi ketebalan pelat dan luasan lantai. Volume tulangan dianalisis berdasarkan panjang tulangan sesuai bentuk terpasang. Total panjang tulangan tersebut kemudian dikonversikan dalam ukuran berat tulangan (kg). Pada seluruh kasus yang dianalisis, tulangan yang digunakan merupakan besi polos dengan diameter 10 mm. Rekapitulasi hasil analisis volume beton dan tulangan untuk setiap objek berdasarkan zona gempa dapat dilihat pada Tabel 3.
MK - 6
Tabel 2. Deskripsi Bangunan Gedung yang Ditinjau
No Nama/Kode
Bangunan
Lokasi Tahun
Pembangunan
Fungsi
Bangunan
Tebal Pelat
(cm)
Luas Lantai
(m2)
1 BGH 15-1 Banda Aceh 2015 Hunian 12 164,50 2 BGH 15-2 Banda Aceh 2015 Hunian 12 384,00 3 BGH 15-3 Banda Aceh 2013 Hunian 12 380,80 4 BGK 15-1 Banda Aceh 2015 Kantor 12 162,00 5 BGK 15-2 Banda Aceh 2014 Kantor 12 288,00 6 BGK 15-3 Aceh Barat Daya 2014 Kantor 12 304,50 7 BGK 15-4 Banda Aceh 2015 Kantor 12 507,50 8 BGP 15-1 Banda Aceh 2015 Pendidikan 12 256,50 9 BGP 15-2 Aceh Barat Daya 2015 Pendidikan 12 148,00
10 BGP 15-3 Banda Aceh 2012 Pendidikan 12 122,50 Rerata 271,83 Max 507,50 Min 122,50 Std Deviasi 125,95
Tabel 3. Hasil Analisis Penggunaan Tulangan dan Beton Pada Konstruksi Pelat Lantai
No Nama Bangunan Fungsi Bangunan Tebal Pelat
(cm)
Luas Lantai
(m2)
Jumlah Penggunaan Material
Beton (m3)
Tulangan (kg)
1 BGH 15-1 Hunian 12 164,50 19,74 3.577,16 2 BGH 15-2 Hunian 12 384,00 46,08 8.630,10 3 BGH 15-3 Hunian 12 380,80 45,70 8.428,91 4 BGK 15-1 Kantor 12 162,00 19,44 3.268,14 5 BGK 15-2 Kantor 12 288,00 34,56 6.170,27 6 BGK 15-3 Kantor 12 304,50 36,54 5.573,25 7 BGK 15-4 Kantor 12 507,50 60,90 12.424,67 8 BGP 15-1 Pendidikan 12 256,50 30,78 7.080,13 9 BGP 15-2 Pendidikan 12 148,00 17,76 3.494,13
10 BGP 15-3 Pendidikan 12 122,50 14,70 2.811,13
Rasio kebutuhan tulangan per m3 beton pada konstruksi pelat lantai
Rasio tulangan dianalisis dengan membandingkan kuantitas tulangan dan beton yang digunakan dalam sebuah bangunan. Nilai rasio tersebut memberikan indikasi besaran kebutuhan tulangan untuk tiap meter kubik beton dari tiap konstruksi beton bertulang. Dari hasil analisis, diketahui bahwa rasio penggunaan tulangan untuk Zona 15 berada dalam rentang 152,52 kg/m3 - 230,02 kg/m3 beton dan rerata 187,41 kg/m3 beton. Nilai rasio untuk seluruh konstruski pelat lantai seluruhnya lebih besar dari nilai kebutuhan tulangan sebesar 150 kg/m3 beton sebagaimana tersebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32. Hasil analisis rasio tulangan untuk seluruh objek kajian ditunjukkan dalam Tabel 4.
Bila dikaji berdasarkan fungsi bangunan, rasio tulangan terbesar terlihat pada bangunan dengan fungsi pendidikan, kemudian diikuti oleh fungsi hunian dan perkantoran. Nilai rerata untuk ketiga fungsi tersebut masing-masing adalah 206,00 kg/m3, 184,31 kg/m3, dan 175,80 kg/m3. Dengan mempertimbangkan standar deviasi yang muncul pada ketiga fungsi bangunan, terlihat bahwa rasio tulangan untuk konstruksi pelat lantai tidak berbeda secara signifikan. Bila dibandingkan dengan kebutuhan tulangan seperti tersebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32, nilai rasio tulangan aktual seluruhnya bernilai lebih besar. Deskripsi hasil analisis rasio tulangan untuk tiga fungsi bangunan ditunjukkan dalam Tabel 5.
MK - 7
Tabel 4. Rasio Kebutuhan Tulangan Konstruksi Pelat Lantai
No Nama/Kode
Bangunan
Fungsi
Bangunan
Jumlah Penggunaan
Material
Rasio
Tulangan
(kg/m3) Beton (m3)
Tulangan (kg)
1 BGH 15-1 Hunian 19,74 3.577,16 181,21 2 BGH 15-2 Hunian 46,08 8.630,10 187,29 3 BGH 15-3 Hunian 45,70 8.428,91 184,44 4 BGK 15-1 Kantor 19,44 3.268,14 168,11 5 BGK 15-2 Kantor 34,56 6.170,27 178,54 6 BGK 15-3 Kantor 36,54 5.573,25 152,52 7 BGK 15-4 Kantor 60,90 12.424,67 204,02 8 BGP 15-1 Pendidikan 30,78 7.080,13 230,02 9 BGP 15-2 Pendidikan 17,76 3.494,13 196,74 10 BGP 15-3 Pendidikan 14,70 2.811,13 191,23
Rerata 187,41 Max 230,02 Min 152,52 Std Deviasi 20,84
Tabel 5. Rasio Kebutuhan Tulangan Konstruksi Pelat Lantai Berdasarkan Fungsi Bangunan
No Nama/Kode
Bangunan
Fungsi
Bangunan
Jumlah
Penggunaan Material
Rasio Tulangan
(kg/m3)
Beton (m3)
Tulangan (kg)
Rerata Standar Deviasi
1 BGH 15-1 Hunian 19,74 3.577,16 184,31 3,04 2 BGH 15-2 Hunian 46,08 8.630,10
3 BGH 15-3 Hunian 45,70 8.428,91 4 BGK 15-1 Kantor 19,44 3.268,14
175,80 21,64 5 BGK 15-2 Kantor 34,56 6.170,27 6 BGK 15-3 Kantor 36,54 5.573,25 7 BGK 15-4 Kantor 60,90 12.424,67 8 BGP 15-1 Pendidikan 30,78 7.080,13
206,00 20,99 9 BGP 15-2 Pendidikan 17,76 3.494,13 10 BGP 15-3 Pendidikan 14,70 2.811,13
Perbadingan yang dilakukan secara keseluruhan dan berdasarkan fungsi bangunan mengindikasikan penggunaan tulangan yang lebih besar dari nilai tersebut pada SNI 7394:2008 (150 kg/m3 beton konstruksi pelat lantai). Besarnya deviasi yang muncul pada tiap bangunan bervariasi mulai dari yang terendah 2,52 kg/m3 (1,68%) sampai dengan yang tertinggi 80,02 kg/m3 (53,35%), dan rerata 37,41 kg/m3 (24,94%). Bila dikaji berdasarkan fungsi bangunan, deviasi rerata terendah terlihat pada fungsi bangunan perkantoran (25,80 kg/m3 atau 17,20%) dan tertinggi pada fungsi bangunan pendidikan (56,00 kg/m3 atau 37,33%). Deviasi rasio tulangan secara keseluruhan dan berdasarakan fungsi bangunan ditunjukkan dalam Tabel 6.
Aplikasi AHSP berdasarkan SNI 7394:2008 untuk konstruksi pelat lantai pada bangunan gedung di Zona 15 berpotensi menghasilkan estimasi biaya yang tidak akurat. Kondisi ini terlihat dari besarnya jumlah material tulangan yang belum terpenuhi sesuai hasil perencaan pada zonasi gempa tersebut. Indeks kebutuhan material tulangan konstruksi pelat lantai untuk Zona 15 ternyata lebih besar dari 150 kg/m3 beton. Penggunaan AHSP tersebut dapat berdampak pada jumlah harga satuan yang tidak mencukupi untuk bagi pelaksanaan konstruksi. Bagi kontraktor, kondisi ini tentu sangat merugikan dan dapat berpengaruh menghambat proses penyelesaian pekerjaan. Bagi konsultan perencana, penggunaan AHSP tersebut dapat berpengaruh pada akurasi nilai engineer estimate (EE) yang akan dilaporkan pada pemilik proyek.
MK - 8
Tabel 6. Perbandingan Rasio Kebutuhan Tulangan dan SNI 7394:2008
No Nama/Kode
Bangunan
Fungsi
Bangunan
Rasio Tulangan
per m3 Beton
Deviasi Deviasi Rerata
Berdasarkan Fungsi
Bangunan
Aktual SNI
7394:2008
kg/m3 % kg/m3 %
1 BGH 15-1 Hunian
181,21 150 31,21 20,81 34,31 22,88 2 BGH 15-2 187,29 150 37,29 24,86
3 BGH 15-3 184,44 150 34,44 22,96 4 BGK 15-1
Kantor
168,11 150 18,11 12,08
25,80 17,20 5 BGK 15-2 178,54 150 28,54 19,03 6 BGK 15-3 152,52 150 2,52 1,68 7 BGK 15-4 204,02 150 54,02 36,01 8 BGP 15-1
Pendidikan 230,02 150 80,02 53,35
56,00 37,33 9 BGP 15-2 196,74 150 46,74 31,16 10 BGP 15-3 191,23 150 41,23 27,49 Rerata 187,41 37,41 24,94 38,70 25,80 Max 230,02 80,02 53,35 56,00 37,33 Min 152,52 2,52 1,68 25,80 17,20 Std Deviasi 20,84 20,84 13,89 15,57 10,38
5. KESIMPULAN
Hasil analisis dan diskusi yang telah dibuat pada bagian terdahulu menunjukkan bahwa rasio kabutuhan tulangan aktual bervariasi menurut bangunan dan fungsinya. Nilai rasio kebutuhan tulangan tersebut seluruhnya lebih besar dari nilai standar yang ditetapkan dalam SNI 7394:2008 Analisis No. 6.32 untuk konstruksi pelat lantai beton bertulang. Potensi deviasi yang mungkin timbul adalah rata-rata 37,41 kg/m3 atau 24,94% dari kebutuhan aktual pada Zona 15.
Penelitian lebih lanjut untuk aplikasi standar tersebut masih diperlukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemilik proyek, kontraktor, maupun konsultan. Potensi ketidak-akuratan estimasi dapat muncul mengingat belum tersedianya informasi yang memadai terhadap pengggunaan AHSP pada zonasi gempa yang lain (zona dengan respon sprektra percepatan gempa kurang dari 1,2g). Penelitian ini baru mampu mengindikasikan bahwa aplikasi standard AHSP pada Zona 15 atau zona dengan respon sprektra percepatan gempa lebih besar dari 1,2g.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini terlaksana atas dukungan pendanaan dari Hibah Penelitian Produk Terapan Tahun Anggaran 2017 No. 55/UN11.2/PP/SP3/2017, pada Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Penulis menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang telah memberi kontribusi dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Rita Safitri dan tim peneliti lainnya yang berkontribusi mulai dari pengumpulan data sampai dengan selesainya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadi, 2013, Macam-macam Metode Struktur Pelat Lantai Gedung, http://www.ilmusipil.com/macam-macam-metode-struktur-pelat-lantai-gedung, tersedia pada 3 November 2013.
Bird, P, 2003, ‘An Update Digital Model of Pelate Boundaries’, Geochemistry, Geophysics, Geosystems, Vol. 4, No. 3, pp. 1-52.
Ching, FDK, 2014, Building Construction Illustrated, 5th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey. Elliott, F, 2012, Dictionary of Construction Terms, Informa UK Ltd., London. Milsom, J, Masson, D, Nichols, G, Sikumbang, N, Dwiyanto, B, Parson, L, and Kallagre, H, 1992, ‘The Manokwari
Trought and The Western End of The New Guinea Trench’, Tectonic, Vol. 11, No. 1, pp. 145-153. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan
Gedung Negara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman PU, 2010, Peta Zonasi Gempa Indonesia, tersedia pada
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/, Tanggal 10 Juli 2017.
MK - 9
SNI 1726:2012 tentang Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung. SNI 7394:2008 tentang Tata cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung
dan Perumahan.
LAMPIRAN 7
Rancangan Pelaksanaan Penelitian Tahun Ke-1
LAMPIRAN 8
Catatan Harian Penelitian Tahun Ke-1
(Periode April – Oktober 2017)
30/10/2017 Simlitabmas NG
http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/main.aspx?page=21 1/1
Call for proposal on NERC(http://www.nerc.ac.uk/r
TRIPOLIUniversitas Syiah Kuala
Kegiatan : Penelitian - Penelitian Produk Terapan
Judul : Pemodelan Standar Kebutuhan Tulangan Pada Komponen Struktural Konstruksi Bangunan Gedung
Tahun Pelaksanaan : 2017 (Tahun ke 1 Dari 2 Tahun)
Selasa 19-09-2017
1. Finalisasi analisis dan evaluasi kebutuhan material tulangan untuk tiap komponen struktur beton bertulang 2. Monevinternal
Progres Penelitian : 5%
Kamis 28-09-2017
1. Rekap Hasil Penelitian
Progres Penelitian : 10%
Tambah Catatan KembaliBulan : September Tahun : 2017
Kegiatan Berkas Lain
Kegiatan Berkas Lain
Copyright © 2012-2017 Ditlitabmas (http://simlitabmas.dikti.go.id). All rights reserved.
30/10/2017 Simlitabmas NG
http://simlitabmas.ristekdikti.go.id/main.aspx?page=21 1/1
Call for proposal on NERC Program For more information visit http://www.nerc.ac.uk/research/funded/pr(http://www.nerc.ac.uk/research/funded/programmes/hazards-seasia/news/ao/)--- Peraturan Direktur Je
TRIPOLIUniversitas Syiah Kuala
Kegiatan : Penelitian - Penelitian Produk Terapan
Judul : Pemodelan Standar Kebutuhan Tulangan Pada Komponen Struktural Konstruksi Bangunan Gedung
Tahun Pelaksanaan : 2017 (Tahun ke 1 Dari 2 Tahun)
Kamis 05-10-2017
Dra� laporan akhir
Progres Penelitian : 5%
Rabu 18-10-2017
Publikasi melalui pertemuan ilmiah internasional (AIC Conference)
Progres Penelitian : 5%
Kamis 19-10-2017
Dra� model (prepared for int'l journal submission)
Progres Penelitian : 5%
Kamis 26-10-2017
Seminar Nasional Konteks 11 di Jakarta
Progres Penelitian : 5%
Tambah Catatan KembaliBulan : Oktober Tahun : 2017
Kegiatan Berkas Lain
Kegiatan Berkas Lain
Kegiatan Berkas Lain
Kegiatan Berkas Lain
Copyright © 2012-2017 Ditlitabmas (http://simlitabmas.dikti.go.id). All rights reserved.
LAMPIRAN 9
Draft Model Kebutuhan Tulangan
1
Model Prediksi Kebutuhan Tulangan Kolom Pada Bangunan Gedung Di Provinsi Aceh
Tripoli1 Mubarak2 Nurisra3 Fatahillah4
1,2,,3,4 Jurusan Teknik Sipil,Universitas Syiah Kuala, Jl.Syekh Abdurrauf No. 10 Banda Aceh 2311 Email : [email protected]
Abstract
Columns are one of the components that play a role to hold and distribute the load of a building. With regards to accuracy, the cost estimation process needs to be taken into account in terms of the effectiveness and efficiency of a building's budget. This study aims to obtain the variable of reinforcement requirement and prediction models of need for reinforcement in the column. The data used in this research comes from 25 2-story building in 2012 until 2016. The prediction model of column reinforcement requirement is done by multiplying linear regression method. Models are grouped by column position on the 1st and 2nd floor of the building. Modeling uses three variables: column height (X1), column cross-sectional area (X2) and spectral acceleration (X3). The prediction model of the need for the 1st stories column reinforcement obtained from the calculation of double linear regression analysis is Y1 = 180,22 + 0,33X1 - 226,27X2 - 16,92X3 with coefficient value R2 obtained is 70% . The prediction model for floor 2 is Y2 = 140,66 + 0,30X1 - 59,15X2 + 13,51X3 with R2 value is 59%.
Keywords: building, reinforced concrete, model
Abstrak
Kolom adalah salah satu komponen yang berperan menahan dan mendistribusikan beban pada sebuah bangunan. Berkaitan dengan akurasi, proses estimasi biaya perlu diperhatikan dalam rangka efektifitas dan efisiensi anggaran sebuah bangunan. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih valid, diperlukan sebuah pendekatan model untuk memperkirakan besarnya kebutuhan material. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan variabel kebutuhan tulangan dan model prediksi kebutuhan tulangan pada kolom. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 25 bangunan gedung berlantai 2 tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Model prediksi kebutuhan tulangan kolom dilakukan dengan metode regresi linear berganda. Pemodelan menggunakan tiga variabel yaitu tinggi kolom (X1), luas penampang kolom (X2) dan spektra percepatan (X3). Model prediksi kebutuhan tulangan kolom lantai I yang diperoleh dari perhitungan analisis regresi linear berganda adalah Y1= 180,22 + 0,33X1 - 226,27X2 – 16,92X3 dengan nilai koefesien R2 yang diperoleh adalah 70%. Model prediksi untuk kolom lantai II adalah Y2= 140,66 + 0,30X1 - 59,15X2 + 13,51X3 dengan nilai R2 adalah 59%.
Kata kunci : gedung, kebutuhan tulangan, model
1. Pendahuluan
Perencanaan struktur adalah bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, kuat, awet dan memenuhi tujuan-tujuan seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Hal ini dikarenakan daerah Aceh merupakan titik rawan gempa. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Pada struktur bangunan atas, kolom merupakan komponen struktur yang paling penting untuk diperhatikan. Karena apabila kolom ini mengalami kegagalan, maka dapat berakibat keruntuhan struktur bangunan atas dari gedung secara keseluruhan. Penelitian tentang kebutuhan tulangan pada komponen struktural kolom beton bertulang pernah dilakukan oleh Nazimah [1], dengan metode analisis statistik deskriptif. Pada penelitian tersebut jumlah data yang digunakan masih terlalu sedikit, hal ini memungkinkan akurasi
hasil analisis yang diperoleh masih belum mendekati nilai kebutuhan tulangan yang valid. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih valid, diperlukan sebuah pendekatan model matematik dengan jumlah data yang lebih banyak sehingga hasil analisis kebutuhan tulangan pada kolom mendapatkan nilai yang lebih akurat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apa yang dapat dijadikan sebagai variabel model penggunaan tulangan dan bagaimana pola/model prediksi penggunaan tulangan kolom pada struktural bangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel kebutuhan tulangan kolom dan mendapatkan model prediksi kebutuhan tulangan pada kolom, serta menganalisis kebutuhan tulangan berdasarkan
2
prediksi model kebutuhan tulangan pada komponen struktural kolom beton bertulang. 2. Tinjauan pustaka 2.1 Proyek Konstruksi Bangunan Gedung
Menurut Dipohusodo [2], menyatakan bahwa proyek dengan segala ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilibatkan di dalamnya merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka membangun kehidupannya. Proyek merupakan upaya dengan mengarahkan sumber daya yang tersedia yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan harapan penting tertentu. 2.2 Beban Minimum untuk Perancangan
Bangunan Gedung
Menurut SNI [3], standar ini memuat ketentuan beban minimum untuk merancang bangunan gedung dan struktur lain. Beban dan kombinasi pembebanan yang sesuai, telah dikembangkan dan harus digunakan bersama, baik untuk perancangan dengan metode kekuatan ataupun perancangan dengan metode tegangan izin. Besar beban yang ditentukan dalam standar ini untuk beban mati, hidup, tanah, angin, hujan, banjir dan gempa. 2.3 Kebutuhan Material Tulangan Pada
Struktur Kolom Beton Bertulang
Menurut McCromac [4], konstruksi beton bertulang dapat dibuat dalam segala bentuk sesuai dengan keinginan. Beton bertulang merupakan bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen, air dan tambahan lainnya serta diberi tulangan besi. Campuran beton yang dicampur harus menghasilkan kekuatan beton yang disyaratkan untuk beton yang bersangkutan.
2.4 Pemodelan
Model adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang komplek dan mempunyai feature yang sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau menyelesaikan permasalahan. Model adalah karakteristik umum yang mewakili sekelompok bentuk yang ada, atau representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan. Output atau temuan dari proses modelling memungkinkan seorang analis untuk menetukan hasil-hasil keputusan yang logis dan memilih suatu tindakan optimal.
3. Metode penelitian
3.1 Lokasi dan objek penelitian
Penelitian ini melakukan survey pada proyek bangunan gedung yang dibangun di wilayah Provinsi
Aceh. Tinjauan objek penelitian difokuskan pada bangunan gedung bertingkat dengan klasifikasi sederhana dan tidak sederhana sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007. Objek bangunan yang akan diteliti dibagi dalam kelompok bangunan perumahan dan non perumahan. Potensi risiko yang dikaji adalah risiko bencana gempa bumi dengan pola potensi diklasifikasikan menurut peta zona gempa SNI 1726:2012. Adapun kriteria lokasi dan objek penelitian sebagai berikut :
1. Data lokasi objek penelitian yang dipakai berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012, yaitu zona 15 dan zona 10.
2. Data yang dikumpulkan untuk kedua zonasi yang diteliti berjumlah 25 proyek.
3. Proyek bangunan bertingkat dengan jumlah 2 lantai.
4. Objek penelitian dilakukan berdasarkan fungsi bangunan yaitu perkantoran, hunian dan pendidikan.
3.2 Pengumpulan data
Data-data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder. Data tersebut diperoleh dari pengelola teknis bangunan pada instansi terkait. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dokumen kontrak untuk proyek gedung yang dibangun pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, yang berisikan data dan gambar bestek (site plan, denah, tampak bangunan, dan detail komponen struktural kolom).
2. Peta zonasi gempa Indonesia SNI 1726:2012.
3.3 Variabel Penelitian Variabel penelitian terbagi menjadi dua yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel terikat (Y) adalah rasio tulangan dan variabel bebas (X) adalah tinggi kolom (X1), luas penampang kolom (X2) dan spektra percepatan (X3). Pada penelitian ini diperoleh dua buah model prediksi kebutuhan tulangan kolom untuk lantai 1 dan 2. 3.4 Pengolahan Data dan Analisis
Tahapan pengolahan dan analisis data yang dilakukan sebagai berikut :
3
1. Pengelompokan data
Pengelompokan data dilakukan berdasarkan komponen struktural bangunan, fungsi bangunan, dan zonasi wilayah gempa.
2. Analisis kebutuhan tulangan kolom beton bertulang Analisis kebutuhan tulangan kolom beton bertulang dihitung berdasarkan tinggi, dimensi penampang dan spectrum gempa.
3. Rekapitulasi hasil analisis Rekapitulasi hasil perhitungan kebutuhan tulangan kolom dikelompokkan berdasarkan zonasi gempa, tahun pembangunan, lokasi, fungsi bangunan hingga dimensi penampang kolom.
3.5 Analisis regresi linear
Blocher, dkk [5], analisis regresi adalah metode statistik untuk memperoleh persamaan memperkirakan biaya yang paling cocok satu set titik data. Analisis regresi cocok dengan data untuk meminimalkan jumlah kuadrat dari kesalahan estimasi. Setiap kesalahan adalah jarak yang diukur dari garis regresi ke salah satu titik data. Sebuah analisis regrsi memiliki dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan variabel bebas. Variabel dependen adalah pemicu biaya digunakan untuk memperkirakan nilai variabel dependen. Analisis data menggunakan program microsoft excel 2010.
Persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y=a+b1X1+b2X2+b3X3......................................... 1) Dimana: Y = Jumlah kebutuhan tulangan a = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0) x1 = Tinggi kolom (m) b1 = Koefisien regresi tinggi kolom (nilai
peningkatan ataupun penurunan) x2 = Luas penampang kolom (m2) b2 = Koefisien regresi Luas penampang (nilai
peningkatan ataupun penurunan) x3 = spektra percepatan (g) b3 = Koefisien luas spektra percepatan (nilai
peningkatan ataupun penurunan) 3.6 Analisis koefisien korelasi
Hasan [6] koefisien korelasi (R) adalah indeks
atau bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan. Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien berada diantara -1 dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ R ≤ +1). Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel, berikut ini
diberikan nilai dari koefisien korelasi sebagai patokan.
Analisis koefisien korelasi dilakukan untuk mengetahui kekuatan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Nilai koefisien korelasi yang diuji yaitu secara keseluruhan atau simultan (R) dan dapat dihitung dengan menggunakan program microsoft excel 2010.
Tabel 1. Interval Nilai Koefisien Korelasi dan
Kekuatan Hubungan
No Interval Nilai Kekuatan Hubungan
1 R = 0,00 Tidak ada
2 0,00 < R ≤ 0,20 Sangat rendah atau lemah
sekali
3 0,20 < R ≤ 0,40 Rendah atau lemah tapi
pasti
4 0,40 < R ≤ 0,70 Cukup berarti atau sedang
5 0,70 < R ≤ 0,90 Tinggi atau kuat
6 0,90 < R ≤ 1,00 Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan
7 R = 1,00 Sempurna
Sumber : Hasan [1]
3.7 Analisis koefisien determinasi Hasan [6] menyebutkan bahwa koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (R Square) adalah angka atau indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain (variabel terikat Y). Nilai koefisien penentu berad antara 0 sampai 1 (0 ≤ KP ≤ 1). Koefisien determinasi (R Square) merupakan tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam bentuk persen, atau dengan kata lain seberapa besar persentase keragaman variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas, atau seberapa besar variabel bebas dapat memberikan konstribusi terhadap variabel terikat. Semakin besar nilai R Square maka semakin kuat kemampuan model regresi yang diperoleh untuk menerangkan kondisi yang sebenarnya.
4. Hasil dan pembahasan
4.1 Hasil Pengolahan Data
Hasil yang didapat dari penelitian ini berupa model kebutuhan tulangan pada kolom. Hasil yang disajikan dalam bab ini berupa:
1. Variabel untuk prakiraan kebutuhan tulangan pada kolom.
2. Model prediksi kebutuhan tulangan kolom. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan metode
analisis regresi linear berganda.
4
4.2 Deskripsi objek
Objek yang ditinjau pada penelitian ini adalah bangunan gedung di Provinsi Aceh yang difokuskan pada zona gempa 10 dan 15. Data lokasi objek penelitian yang dipakai berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012. Objek yang ditinjau dari kedua zona berjumlah 25 data yang merupakan bangunan gedung 2 lantai, dengan fungsi bangunan pendidikan, penghunian dan kantor.
4.3 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan 25 data proyek yang terdiri dari 2 zonasi gempa yaitu zonasi 10 dan zonasi 15. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu volume kebutuhan tulangan (Y) dan yang menjadi variabel bebas (X) yaitu tinggi kolom (X1), luas penampang kolom (X2) dan spektra percpatan (X3). Tabel 2. Data Variabel Model Prakiraan Rasio
Tulangan Kolom Lantai 1.
No Bangunan Gedung
Rasio Tulangan (kg/m3)
Tinggi (m)
Luas Penampang
(m2)
Spektra Percepatans
(Ss)
(g)
Y X1 X2 X3
1 BGK 10-1 240.52 228.75 0.12 0.625
2 BGK 10-2 195.82 117.8 0.09 0.625
3 BGK 10-3 343.14 372 0.09 0.696
4 BGK 10-4 200.78 129.6 0.09 0.625
5 BGK 15-5 206.92 195 0.12 0.696
6 BGK 15-6 348.62 587.5 0.16 1.349
7 BGK 15-7 331.74 442.5 0.12 1.349
8 BGK 15-8 192.63 235 0.16 1.333
9 BGH 10-1 182.73 259.2 0.16 0.689
10 BGH 10-2 201.79 210 0.12 0.696
11 BGH 15-3 166.12 180 0.16 1.349
12 BGH 15-4 192.69 165.2 0.16 1.349
13 BGH 15-5 247.57 457 0.06 1.333
14 BGP 10-1 195.58 135.3 0.15 0.696
15 BGP 10-2 192,20 100.8 0.09 0.689
16 BGP 10-3 181.76 215.45 0.09 0.696
17 BGP 10-4 183.72 87.4 0.09 0.696
18 BGP 10-5 188.59 116.25 0.09 0.696
19 BGP 10-6 261.22 542.8 0.15 0.689
20 BGP 15-7 231.11 253.1 0.12 1.349
21 BGP 15-8 233.13 300.46 0.12 1.349
22 BGP 15-9 157.15 139.1 0.12 1.224
23 BGP 15-
10 176.96 82.4 0.09 1.264
24 BGP 15-
11 165.76 169.5 0.09 1.349
25 BGP 15-
12 224.19 287.8 0.09 1.264
Keterangan : BGK 10-15 = Bangunan Gedung Kantor Zona 10-15 BGH 10-15 = Bangunan Gedung Hunian Zona 10-15 BGP 10-15 = Bangunan Gedung Pendidikan Zona
10-15
Tabel 3. Data Variabel Model Prakiraan Rasio Tulangan Kolom Lantai 2.
No Bangunan Gedung
Rasio Tulangan (kg/m3)
Tinggi (m)
Luas Penampan
g (m2)
Spektra Percepatan
(Ss)
(g)
Y X1 X2 X3
1 BGK 10-1 229.49 235.06 0.12 0.625
2 BGK 10-2 201.07 77.7 0.09 0.625
3 BGK 10-3 239.72 291 0.09 0.696
4 BGK 10-4 163.36 126 0.09 0.625
5 BGK 15-5 198.66 133.6 0.12 0.696
6 BGK 15-6 231.64 238.5 0.16 1.349
7 BGK 15-7 218.1 200 0.12 1.349
8 BGK 15-8 184.78 120.8 0.16 1.333
9 BGH 10-1 196.07 202.5 0.16 0.689
10 BGH 10-2 141.85 192.4 0.12 0.696
11 BGH 15-3 212.44 157.9 0.09 1.349
12 BGH 15-4 189.66 124 0.16 1.349
13 BGH 15-5 279.48 368.3 0.06 1.333
14 BGP 10-1 177.25 168 0.15 0.696
15 BGP 10-2 220..91 100.8 0.09 0.689
16 BGP 10-3 164.76 99.2 0.09 0.696
17 BGP 10-4 159.44 68.4 0.09 0.696
18 BGP 10-5 211.86 215.45 0.09 0.696
19 BGP 10-6 243.7 314.5 0.12 0.689
20 BGP 15-7 217.38 229.5 0.12 1.349
21 BGP 15-8 211.46 103.1 0.12 1.349
22 BGP 15-9 169.89 95 0.12 1.224
23 BGP 15-
10 170.14 80.5 0.09 1.264
24 BGP 15-
11 178.35 166.8 0.09 1.349
25 BGP 15-
12 162.71 75 0.02 1.264
Keterangan : BGK 10-15 = Bangunan Gedung Kantor Zona 10-15 BGH 10-15 = Bangunan Gedung Hunian Zona 10-15 BGP 10-15 = Bangunan Gedung Pendidikan Zona
10-15 Data variabel diatas diperoleh dari hasil
perhitungan volume beton dan tulangan berdasarkan dokumen kontrak proyek, sedangkan spektra percepatan (Ss) diperoleh dari area spektrum masing-masing daerah berdasarkan peta zonasi gempa.
5
4.4 Regresi linear berganda
Analisa regresi berganda dilakukan dengan menggunakan program statistik. Hasil Output yang ditampilkan untuk kebutuhan tulangan kolom adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 4. Model Regresi Rasio Tulangan Kolom
Lantai 1. Coefficients
Standard Error
t Stat P-value Lower 95%
Intercept 180.2247 29.29 6.15299 4.19E-06 119.31
x1 0.334559 0.048 6.95702 7.16E-07 0.2345
x2 -226.2714 220.05 -
1.02824 0.315535
-683.90
x3 -16.92667 20.19 -
0.83817 0.411374
-58.924
Persamaan numerik untuk regresi linear berganda adalah seperti yang ditunjukkan pada persamaan 1 yaitu : Y = a + b1X1 + b2X2 +b3X3. Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui nilai konstanta dan nilai koefisien. Nilai konstanta dan koefisien regresi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (1). Maka model prakiraan kebutuhan tulangan kolom yang diperoleh untuk lantai 1 adalah :
Y1 = 180.22 + 0.33X1 - 226.27X2 - 16.92X3
Dimana : Y1 = Rasio Tulangan (Kg/m3) X1 = Tinggi kolom (m) X2 = Luas Penampang Kolom (m2) X3 = Spektra Percepatan (g)
Tabel 5. Model Regresi Rasio Tulangan Kolom Lantai 2
Coefficients Standard
Error t Stat P-value
Lower 95%
Upper 95%
Intercept 140.662 21.75404 6.4660 2.08E-06 95.42 185.90
x1 0.30727 0.056803 5.4094 2.29E-05 0.189 0.4254
x2 -59.1537 136.0194 -0.434 0.668077 -
342.02 223.71
x3 13.5123 13.74716 0.9829 0.336835 -15.07 42.101
.
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui nilai konstanta dan nilai koefisien. Nilai konstanta dan koefisien regresi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (3.1). Maka model prakiraan kebutuhan tulangan kolom yang diperoleh untuk lantai 2 adalah :
Y2 = 140.66 + 0.30X1 - 59.15X2 + 13.51X3
Dimana : Y2 = Rasio Tulangan (Kg/m3) X1 = Tinggi kolom (m) X2 = Luas Penampang Kolom (m2) X3 = Spektra Percepatan (g)
4.5 Nilai koefisien korelasi dan koefisien
determinasi Nilai koefisien korelasi dan koefisien
determinasi didapat setelah analisa regresi linear berganda. Hasil perhitungan nilai korelasi dan determinasi untuk kebutuhan tulangan kolom dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 6. Model Summary untuk Rasio Tulangan
Kolom Lantai 1.
Regression Statistics
Multiple R 0.837804922
R Square 0.701917088
Adjusted R Square 0.659333815
Standard Error 31.15393404
Observations 25
Berdasarkan Tabel 6, diketahui hasil korelasi
dari hubungan panjang kolom, luas penampang kolom dan spektra percepatan (Ss) secara simultan menunjukkan indeks nilai 0,837. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antar variabel secara simultan memiliki kekuatan hubungan yang tinggi. Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 70%, hal ini berarti variasi kebutuhan tulangan dapat dijelaskan oleh tiga variabel tersebut. Sisanya sebesar 30% dijelaskan oleh variabel diluar model.
Tabel 7. Model Summary untuk Rasio Tulangan
Kolom Lantai 2.
Regression Statistics
Multiple R 0.767712049
R Square 0.589381791
Adjusted R Square 0.530722047
Standard Error 22.23542895
Observations 25
Berdasarkan Tabel 7, diketahui hasil korelasi dari hubungan panjang kolom, luas penampang kolom dan spektra percepatan (Ss) secara simultan menunjukkan indeks nilai 0,767. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antar variabel secara simultan memiliki kekuatan hubungan yang tinggi. Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 59%, hal ini berarti variasi kebutuhan tulangan dapat dijelaskan oleh tiga variabel tersebut. Sisanya sebesar 41% dijelaskan oleh variabel diluar model.
6
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Model yang dihasilkan untuk kebutuhan rasio tulangan kolom adalah : Model kolom lantai I adalah Y1 = 180,22 + 0,33X1 - 226,27X2 - 16,92X3. R Square = 70% Model kolom lantai II adalah Y2 = 140,66 + 0,30X1 - 59,15X2 + 13,51X3. R Square = 59%
2. Model dapat diaplikasikan pada lokasi zonasi gempa 10 dan zonasi gempa 15.
5.2 Saran
Mengingat penelitian ini sangat tergantung pada objek yang akan ditinjau, maka kajian ini diharapkan dapat dilakukan secara dinamis dan berkelanjutan, guna memperoleh hasil yang lebih aktual. Selain itu, diharapkan juga objek yang ditinjau lebih bervariatif dan proporsional agar diperoleh hasil yang maksimal sebagai informasi bagi semua pihak. Sehingga berdampak positif dalam estimasi biaya konstruksi serta meningkatkan efesiensi dalam pengalokasian anggaran proyek. 6. Daftar Pustaka
[1] Nazimah, 2016, Evalasi Standar Kebutuhan Tulangan Pada Konstruksi Kolom Beton Bertulang, Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
[2] Dipohusodo, I, 1996, Manajemen Proyek Konstruksi, Andi, Yogyakarta.
[3] SNI 7394 Beban Minimun untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lainnya, Jakarta.
[4] McCormac, J.C, 2000, Desain Beton Bertulang - Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
[5] Blocher, E.J, Cokins, G, & Stout, D.E, 2010, Cost Management: A Strategic Emphasis. Fifth Edition, New York: McGraw-Hill.
[6] Hasan, I, 2008, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta.
1
Model Prediksi Kebutuhan Tulangan Sloof Beton Bertulang Bangunan Gedung di Provinsi Aceh
Tripoli1 Mubarak2 Nurisra3 Muhariz Azmi4
1,2,,3,4 Jurusan Teknik Sipil,Universitas Syiah Kuala, Jl.Syekh Abdurrauf No. 10 Banda Aceh 2311 Email : [email protected]
Abstract
Aceh is an area prone to earthquakes. The variety of earthquake potential in Aceh causes dimensional planning to consider the reinforcement ratios used in each region. To provide an approximation to an estimate, models that can predict the needs of reinforcement are needed in each region. This study aims to obtain the variables of reinforcing needs and predictive models of reinforcing needs in tie beam. This study used building project data in Aceh Province and grouped by area of zonation in the zones of 10 and 15. The object studied is a two-story building from 2012 until 2016. The earthquake zoning division refers to the 2012 earthquake zoning map. The prediction model of tie beam reinforcement needs in the analysis with regression analysis method. The results obtained in this study were Y = 188.744 + 0.0109 X1 – 250.721 X2 + 3.,833 X3, using variable length of tie beam (X1), cross section area (X2) and spectral acceleration (X3). The coefficient of determination value (R square) obtained is 66% and the correlation coefficient value is 0.812.
Keywords: building, tie beam, model, needs of reinforcement.
Abstrak
Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap gempa bumi. Beragamnya potensi gempa bumi di Aceh menyebabkan perencanaan dimensi perlu mempertimbangkan rasio tulangan yang digunakan di setiap wilayah. Untuk memberikan pendekatan bagi sebuah estimasi, diperlukan model yang dapat memprediksikan kebutuhan tulangan di tiap wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan variabel kebutuhan tulangan dan model prediksi kebutuhan tulangan pada sloof. Penelitian ini menggunakan data proyek bangunan gedung di Provinsi Aceh dan dikelompokkan berdasarkan daerah zonasi gempa yaitu zona 10 dan 15. Objek yang dikaji merupakan bangunan gedung dua lantai dari tahun 2012 sampai 2016. Pembagian zonasi gempa merujuk pada peta zonasi gempa 2012. Model prediksi kebutuhan tulangan sloof dianalisis dengan metode analisis regresi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Y = 188,744 + 0,0109 X1 – 250,721 X2 + 35,833 X3, dengan menggunakan variabel panjang sloof (X1), luas penampang (X2) dan spektra percepatan (X3). Nilai koefisien determinasi (R square) yang diperoleh adalah 66% dan nilai koefisien korelasi 0,812.
Kata kunci : bangunan gedung, sloof, model, kebutuhan tulangan.
1. Pendahuluan
Beton bertulang adalah gabungan dua bahan yang berbeda yaitu beton dan baja tulangan. Beton memilki nilai kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Sloof merupakan komponen struktural yang akan mempengaruhi nilai atau biaya sebuah bangunan. Besarnya biaya ini sangat ditentukan oleh jumlah tulangan, mutu beton, panjang, serta ukuran dimensi yang digunakan. Estimasi yang akurat sangat berpengaruh terhadap penggunaan biaya, hal ini diperlukan agar anggaran yang terbatas dapat digunakan secara efisien. Mengingat permasalahan keterbatasan anggaran, proyek konstruksi harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Penelitian tentang kebutuhan tulangan pada komponen struktural sloof beton bertulang pernah dilakukan oleh Kesuma [1] dengan metode analisis statistik deskriptif. Pada penelitian tersebut jumlah data yang digunakan masih terlalu sedikit, hal ini memungkinkan akurasi hasil analisis yang diperoleh masih belum mendekati nilai kebutuhan tulangan yang valid. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih valid, diperlukan sebuah pendekatan model matematik dengan jumlah data yang lebih banyak sehingga hasil analisis kebutuhan tulangan pada sloof mendapatkan nilai yang lebih akurat. Analisis jumlah kebutuhan tulangan pada komponen struktural sloof beton bertulang umumnya dipengaruhi oleh variabel seperti dimensi penampang, panjang sloof, wilayah zonasi gempa dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi variabel untuk menentukan kebutuhan tulangan, bagaimana model prediksi
2
kebutuhan tulangan pada komponen struktural sloof beton bertulang.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel kebutuhan tulangan dan mendapatkan model prediksi kebutuhan tulangan pada sloof.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Bangunan Gedung
Permen PU [2], mendefinisikan bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2.2. Kebutuhan Material Tulangan pada
Struktur Beton Bertulang
Menurut McCormac [3], beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu zat atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workabillity), durabilitas, dan waktu pengerasan. Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Beton dan tulangan bekerja sama dengan baik dalam struktur beton bertulang. Kelebihan masing-masing material tampaknya saling menutupi kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, kelemahan utama beton adalah kekuatan tarik yang rendah, tetapi kuat tarik adalah salah satu kelebihan utama baja. Tulangan baja memiliki kuat tarik hampir 100 kali lebih besar dari pada kuat tarik beton biasa. Kedua bahan tersebut saling berikatan dengan sangat baik sehingga tidak terjadi gelincir antara keduanya, dan oleh karenanya mereka akan bekerjasama sebagai satu kesatuan dalam menahan gaya-gaya yang terjadi. 2.3. Pemodelan
Model adalah karakteristik umum yang mewakili sekelompok bentuk yang ada, atau representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan. Output atau temuan dari proses modelling memungkinkan seorang analis untuk menetukan hasil-hasil keputusan yang logis dan memilih suatu tindakan optimal.
Blocher, dkk [4], Pemodelan dapat dibuat melalui analisis regresi. Analisis ini merupakan salah satu model statistik yang dapat digunakan untuk merumuskan pola hubungan antar variabel berdasarkan satu set titik data. Analisis regresi secara sistematis dapat meminimalkan kesalahan estimasi dengan cara least squeres regression (regresi kuadrat
terkecil). Analisis ini menjadi salah satu metode yang lazim untuk pemodelan biaya. 3. Metode Penelitian
3.1. Lokasi dan Objek Penelitian
Survey penelitian dilakukan pada proyek bangunan gedung yang dibangun di wilayah Provinsi Aceh. Tinjauan objek penelitian difokuskan pada bangunan gedung dua lantai dengan klasifikasi sederhana dan tidak sederhana sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007. Objek bangunan yang diteliti diklasifikasikan berdasarkan tahun pembangunan, fungsi bangunan, luas bangunan, dan lokasi berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012. Kriteria lokasi dan objek penelitian adalah sebagai berikut :
1. Data lokasi objek penelitian yang dipakai berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012, yaitu zona 15 dan zona 10.
2. Data yang dikumpulkan untuk diteliti berjumlah 29 proyek.
3. Proyek bangunan bertingkat dengan jumlah minimum 2 lantai.
4. Objek penelitian dilakukan berdasarkan fungsi bangunan, yaitu bangunan pendidikan, kantor, dan hunian.
3.2. Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder. Data tersebut diperoleh dari pengelola teknis bangunan pada instansi terkait dan juga pelaku konstruksi di Provinsi Aceh. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dokumen kontrak untuk proyek gedung yang dibangun pada tahun 2012 sampai dengan 2016, yang berisikan gambar bestek (site plan, denah, tampak bangunan, dan detail komponen struktural sloof).
2. Peta zonasi gempa Indonesia SNI 1726:2012.
3.3. Pengolahan Data dan Analisis
Tahapan pengolahan dan analisis data yang dilakukan sebagai berikut :
1. Pengelompokan data Pengelompokan data dilakukan berdasarkan komponen struktural bangunan, fungsi bangunan, dan zonasi wilayah gempa.
2. Analisis kebutuhan tulangan sloof beton bertulang. Analisis kebutuhan tulangan sloof beton bertulang dihitung berdasarkan panjang, dimensi penampang, jenis tulangan dan diameter tulangan yang dipakai.
3. Rekapitulasi hasil analisis Rekapitulasi hasil perhitungan kebutuhan tulangan sloof dikelompokkan berdasarkan zonasi gempa, fungsi bangunan dan dimensi penampang sloof.
3
3.4. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent). variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang mengakibatkan adanya variabel bebas, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menyebabkan berubahnya variabel terikat. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah rasio tulangan (Y), dan variabel bebas (X) adalah panjang sloof (X1), luas penampang (X2) dan spektra percepatan (X3).
3.5. Analisis Regresi Liniear
Menurut Blocher, dkk [4], analisis regresi adalah metode statistik untuk memperoleh persamaan memperkirakan biaya yang paling cocok satu set titik data. Analisis regresi cocok dengan data untuk meminimalkan jumlah kuadrat dari kesalahan estimasi. Setiap kesalahan adalah jarak yang diukur dari garis regresi ke salah satu titik data. Sebuah analisis regresi memiliki dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan variabel bebas. Variabel dependen adalah pemicu biaya digunakan untuk memperkirakan nilai variabel dependen.
Nazir [5], menyatakan bahwa jika parameter dari suatu hubungan fungsional antara satu variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas ingin diestimasikan, maka analisis regresi dilakukan dengan regresi berganda.
Analisis regresi dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2010. Persamaan regresi dapat dilihat seperti pada persamaan 1.
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3..........................(1) Dimana : Y = Rasio kebutuhan tulangan (Kg/m3) a = Konstanta X1 = Panjang sloof (m) b1 = Koefisien regresi panjang sloof X2 = Luas penampang sloof (m2) b2 = Koefisien regresi luas penampang X3 = Spektra percepatan (g) b3 = Koefisien regresi spektra percepatan 3.6. Analisis Koefisien Korelasi
Menurut Hasan [6], Koefisien korelasi (R) adalah indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan. Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien berada diantara -1 dan +1. Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-) atau (-1 ≤ R ≤ +1). Untuk menentukan keeratan hubungan/korelasi antar variabel, berikut ini diberikan nilai dari koefisien korelasi sebagai patokan.
Tabel 1. Interval Nilai Koefisien Korelasi dan Kekuatan Hubungan [1].
No Interval Nilai Kekuatan Hubungan 1 R = 0,00 Tidak ada 2 0,00 < R ≤ 0,20 Sangat rendah atau lemah sekali
3 0,20 < R ≤ 0,40 Rendah atau lemah tapi pasti
4 0,40 < R ≤ 0,70 Cukup berarti atau sedang
5 0,70 < R ≤ 0,90 Tinggi atau kuat
6 0,90 < R ≤ 1,00 Sangat tinggi atau kuat sekali, dapat diandalkan
7 R = 1,00 Sempurna
Nilai koefisien korelasi yang diuji yaitu secara
keseluruhan (simultan). Nilai koefisien korelasi dapat diperoleh dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010.
3.7. Analisis Koefisien Determinasi
Hasan [6], menyebutkan bahwa koefisien determinasi (R square) adalah angka atau indeks yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih (variabel bebas X) terhadap variasi (naik/turunnya) variabel yang lain (variabel terikat Y). Nilai koefisien determinasi berada antara 0 sampai 1 (0 ≤ R square ≤ 1).
Sudarmanto [7], Koefisien determinasi (R square) merupakan tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam bentuk persen, atau dengan kata lain seberapa besar persentase keragaman variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas, atau seberapa besar variabel bebas dapat memberikan konstribusi terhadap variabel terikat. Semakin besar nilai R square maka semakin kuat kemampuan model regresi yang diperoleh untuk menerangkan kondisi yang sebenarnya. Nilai Koefisien determinasi (R Square) dapat diperoleh dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 4. Hasil dan Pembahahsan
4.1. Deskripsi Objek
Obejek penelitian yang ditinjau adalah bangunan gedung berlantai dua yang dibangun di Provinsi Aceh dan difokuskan pada wilayah zonasi 10 dan 15. Objek yang ditinjau berjumlah 29 data, dengan fungsi bangunan yaitu bangunan pendidikan, bangunan penghunian, dan bangunan kantor. Objek tinjauan merupakan bangunan gedung yang dibangun pada tahun 2012 sampai 2016, dan difokuskan pada komponen struktural sloof beton bertulang. 4.2. Variabel Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian berjumlah 29 data proyek, yang terdiri dari 2 zonasi gempa yaitu zonasi 10 dan 15. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat (Y) adalah rasio
4
tulangan (Y), dan variabel bebas (X) adalah panjang sloof (X1), luas penampang (X2) dan spektra percepatan (X3). Pengelompokan data variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Variabel
No Bangunan Gedung
Rasio Tulangan
Panjang Sloof
Luas Penampang
Sloof
Spektra Percepatan
(Ss)
(kg/m3) (m) (m2) (g)
Y X1 X2 X3
1 BGP 15 - 1 207,38 130 0,12 1,349
2 BGP 15 - 2 233,83 162 0,1 1,349
3 BGP 15 - 3 218,16 71 0,12 1,349
4 BGP 15 - 4 220,93 155 0,08 1,224
5 BGP 15 - 5 214,37 83 0,06 1,224
6 BGP 10 - 1 174,09 221 0,15 0,696
7 BGP 10 - 2 199,25 94 0,07 0,696
8 BGP 10 - 3 182,8 178 0,1 0,689
9 BGP 10 - 4 178,85 146,2 0,12 0,696
10 BGP 10 - 5 181,2 155,67 0,12 0,696
11 BGP 10 - 6 215,37 464 0,1 0,689
12 BGH 15 - 1 220 34,6 0,1 1,349
13 BGH 15 - 2 208,37 124 0,1 1,349
14 BGH 15 - 3 220,69 307,5 0,1 1,349
15 BGH 15 - 4 205,74 80 0,07 1,264
16 BGH 15 - 5 207,24 283 0,09 1,333
17 BGH 10 - 1 176,84 235 0,12 0,689
18 BGH 10 - 2 175,88 222,6 0,15 0,696
19 BGH 10 - 3 211,22 65 0,09 0,689
20 BGK 15 - 1 208,15 202,5 0,1 1,349
21 BGK 15 - 2 203,76 117,5 0,1 1,333
22 BGK 15 - 3 206,97 181,5 0,08 1,349
23 BGK 15 - 4 220,27 513,2 0,12 1,349
24 BGK 10 - 1 191,98 187,4 0,12 0,625
25 BGK 10 - 2 186,65 105,25 0,1 0,625
26 BGK 10 - 3 178,67 300 0,1 0,625
27 BGK 10 - 4 168,4 424,8 0,15 0,696
28 BGK 10 - 5 206,21 247,6 0,1 0,696
29 BGK 10 - 6 198,03 427 0,05 0,696
Keterangan : BGP 10/15 = Bangunan Gedung Pendidikan Zona 10/15 BGH 10/15 = Bangunan Gedung Hunian Zona 10/15 BGK 10/15 = Bangunan Gedung Kantor Zona 10/15
4.3. Hasil Analisis Regresi Linear
Analisis regresi linear berganda dilakukan setelah pengelompokan data variabel. Hasil Output yang ditampilkan berdasarkan analisis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Model Regresi Linier
Coefficients Standard
Error t Stat P-value
Lower 95%
Upper 95%
Intercept 188,744 12,584 14,997 5,26E-14 162,825 214,66
X1 0,0109 0,0168 0,645 0,52465531 -0,023 0,045
X2 -250,721 86,2674 -2,906 0,00755309 -428,39 -73,05
X3 35,833 6,508 5,505 1,01E-05 22,428 49,239
Berdasarkan Tabel 3, diketahui nilai konstanta
dan nilai koefisien. Nilai konstanta dan koefisien regresi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi. Maka model prediksi kebutuhan tulangan sloof yang diperoleh adalah :
Y = 188,744 + 0,0109 X1 – 250,721 X2 + 35,833 X3
Dimana : Y = Rasio Tulangan (Kg/m3) X1 = Panjang Sloof (m) X2 = Luas Penampang Sloof (m2) X3 = Spektra Percepatan (g)
Hasil model prediksi kebutuhan tulangan sloof diatas, menunjukkan bahwa koefisien regresi yang dihasilkan pada panjang sloof (X1) bertanda positif (+) atau memiliki hubungan searah, artinya setiap penambahan satu satuan panjang sloof maka akan menaikkan jumlah kebutuhan tulangan. Pada luas penampang sloof (X2) bertanda negatif (-) atau memiliki hubungan berbanding terbalik, artinya setiap penambahan satu satuan luas penampang akan menurunkan jumlah kebutuhan tulangan. Pada spektra percepatan (X3) bertanda positif (+) atau memiliki hubungan searah, artinya setiap penambahan satu satuan spektra percepatan maka akan menaikkan jumlah kebutuhan tulangan. 4.4. Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi
Nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi diperoleh setelah analisis regresi linear. Diketahui hasil korelasi dari hubungan panjang sloof, luas penampang dan spektra percepatan (Ss) secara simultan menunjukkan indeks nilai 0,812. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antar variabel secara simultan memiliki kekuatan hubungan yang tinggi. Nilai koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 66%, hal ini berarti variasi kebutuhan tulangan dapat dijelaskan oleh dua variabel tersebut. Sisanya sebesar 34% dijelaskan oleh variabel diluar model seperti mutu beton, luas bangunan dan sebagainya. 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu :
5
1. Model prediksi kebutuhan tulangan sloof yang diperoleh adalah Y = 188,744 + 0,0109 X1 – 250,721 X2 + 35,833X3 dengan menggunakan variabel panjang sloof (X1), luas penampang (X2) dan spektra percepatan (X3).
2. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,812 dan nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,660 atau 66%.
5.2. Saran
Mengingat penelitian ini sangat tergantung pada objek yang akan ditinjau, maka kajian ini diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan, guna memperoleh hasil yang lebih valid. Selain itu, diharapkan juga objek yang ditinjau lebih bervariatif agar diperoleh hasil yang maksimal sebagai informasi bagi semua pihak. Sehingga berdampak positif dalam estimasi biaya konstruksi serta meningkatkan efesiensi dalam pengalokasian anggaran proyek. 6. Daftar Pustaka
[1] Kesuma, P.A, 2016, Evalasi Standar Kebutuhan Tulangan Pada Konstruksi Sloof Beton Bertulang, Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
[2] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007, Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Jakarta.
[3] McCormac, J.C, 2000, Desain Beton Bertulang - Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta
[4] Blocher, E.J, Cokins, G, & Stout, D.E, 2010, Cost Management: A Strategic Emphasis. Fifth Edition, New York: McGraw-Hill.
[5] Nazir, M, 1982, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
[6] Hasan, I, 2008, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta.
[7] Sudarmanto, R.G, 2005, Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS, Graha Ilmu, Yogyakarta.
MK - 266