laporan akhir penelitian terapan universitas lampung

31
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN TERAPAN UNIVERSITAS LAMPUNG APLIKASI DISPERSIVE SOLID PHASE EXTRACTION (DSPE) BERBASIS KULIT SINGKONG MAGNETIT UNTUK PENENTUAN ANTIBIOTIK DI LINGKUNGAN TIM PENGUSUL Dr. Rinawati, S.Si, M.Si (NIDN 0014047101, SINTA ID 6117659) Prof. Dr. Buhani, M.Si (NIDN 0016046905, SINTA ID 5977045) Dr. Agung Abadi Kiswandono, S.Si, M.Si (NIDN 0005077009, SINTA ID 257141) Dr. Sonny Widiarto, S.Si, M.Si (NIDN 0030107101, SINTA ID 6011494) Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lampung (LPPM Unila) melalui skim DIPA BLU berdasarkan No. Kontrak 1658/UN26.21/PN/2021. PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2021

Upload: others

Post on 15-Jan-2022

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TERAPAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

APLIKASI DISPERSIVE SOLID PHASE EXTRACTION (DSPE)

BERBASIS KULIT SINGKONG MAGNETIT UNTUK PENENTUAN

ANTIBIOTIK DI LINGKUNGAN

TIM PENGUSUL

Dr. Rinawati, S.Si, M.Si (NIDN 0014047101, SINTA ID 6117659)

Prof. Dr. Buhani, M.Si (NIDN 0016046905, SINTA ID 5977045)

Dr. Agung Abadi Kiswandono, S.Si, M.Si (NIDN 0005077009, SINTA ID 257141)

Dr. Sonny Widiarto, S.Si, M.Si (NIDN 0030107101, SINTA ID 6011494)

Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lampung

(LPPM Unila) melalui skim DIPA BLU berdasarkan No. Kontrak

1658/UN26.21/PN/2021.

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

2021

iii

RINGKASAN

Penyalahgunaan dan pemakaian berlebihan antibiotik di masa pandemic Covid-19 semakin

memicu peningkatan jumlah residu antibiotik di lingkungan sehingga menyebabkan tingginya

resistensi antibiotik yang mengancam kesehatan manusia. Residu antibiotik berada pada rentang

konsentrasi yang renik dan matriks sampel yang kompleks sehingga tahapan preparasi sampel

dalam penentuan kadarnya sangat penting. Dalam penelitian ini telah dilakukan teknik dispersive

solid‐phase extraction (DSPE) yang digabung dengan magnetit sebagai teknik ektraksi dalam

penentuan antibiotik tetrasiklin. Fase padat yang merupakan material adsorben dalam teknik ini

menggunakan karbon aktif dari kulit singkong yang dilapis dengan oksida besi sehingga bersifat

magnetit. Adsorben dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier

Transform Infrared Spectrophotometry (FT-IR), Particle Size Analysis (PSA), and X‐ray

diffraction. Optimasi dilakukan untuk beberapa parameter yang mempengaruhi teknik DSPE ini.

Senyawa antibiotik tetrasiklin yang diadsorpsi oleh karbon aktif magnetik dianalisis menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 275 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

permukaan adsorben memiliki struktur tidak beraturan, kasar, dan sangat berpori serta bersifat

magnet. Hasil optimasi menunjukkan bahwa waktu kesetimbangan pada antibiotik tetrasiklin

diperoleh pada pH 6 selama 10 menit dengan konsentrasi adsorbat 1 mg/L dan massa adsorben 20

mg. Studi ini menunjukkan bahwa karbon aktif magnetik dari kulit singkong memiliki potensi

yang tinggi sebagai adsorben efektif unutuk menentukan antibiotik tetrasiklin dari lingkungan

perairan. Hasil penelitian ini telah disubmit pada Journal Separation dan masih dalam proses.

Selain itu hasil penelitian telah dipresentasikan di Seminar MIPA bersama pada bulan Oktober

2021, dan akan diseminarkan kembali di kegiatan The 2nd International Conference on Chemistry,

Pharmacy, and Medical Sciences (ICCPM 2021) pada bulan November 2021. Teknik DSPE

dengan menggunakan material karbon aktif dari kulit singkong yg dimagnetisasi telah berhasil

dilakukan.

iv

PRAKATA

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah WT sehingga kegiatan penelitian Ungulan

Universitas dengan judul “Aplikasi Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE) Berbasis Kulit

Singkong Magnetit untuk Penentuan Antibiotik)” telah terlaksana dengan baik.

Terselenggaranya kegiatan penelitian dan terselesaikannya laporan tahunan ini tidak

terlepas dari bantuan semua pihak. Karena itu dalam kesempatan ini kami meyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. LPPM Unila yang telah menyediakan dana penelitian untuk melaksanakan kegiatan

penelitian melalui skema penelitian unggulan universitas

2. Ketua Lembaga Penelitan dan Pengabdian Unila yang telah memberikan ijin sehingga

kegiatan ini terlaksana

3. Kepala UPT Lab Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Unila yang telah memberi ijin

untuk melakukan analisis di lab tersebut

4. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian ini dengan baik.

Akhir kata kami berharap seluruh bantuan dan hasil pengabdian ini dapat membawa manfaat bagi

kita semua.

Bandar Lampung, September 2021

Tim Peneliti

v

DAFTAR ISI

Hal

COVER ………………. …………………………………………….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… ii

RINGKASAN …..…………………………………………………………. iii

PRAKATA ……………………………………………………………… iv

DAFTAR ISI ………………. …………………………………………….. v

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………… vi

BAB 1 LATAR BELAKANG …………………………………….. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 2

BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………… 6

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 8

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 15

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. 15

LAMPIRAN ………………………………………. 19

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. Proses teknik Magnetit-DSPE (Khatibi et al, 2020) ………………………..... 4

2. Peta jalan penelitian Monitoring dan Pengembangang

Metode Polutan Organik

………………………..... 5

3. Preparasi sampel (a) kulit singkong (b) kulit singkong

setelah dikeringkan (c) kulit singkong setelah

karbonisasi

………………………..... 8

4. Karbon aktif magnetit ………………………..... 9

5. Hasil mikrograf SEM dengan perbesar 3000x pada

permukaan adsorben berupa (a) karbon tanpa aktivasi,

(b) karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik

………………………..... 10

6. Hasil spektrum SEM-EDX pada adsorben berupa (a)

karbon aktif, (b) karbon aktif magnetik

………………………..... 10

7. Hasil difraktogram XRD pada adsorben berupa (a)

karbon tanpa aktivasi, (b) karbon aktif, (c) karbon aktif

magnetik

………………………..... 11

8. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh konsentrasi

adsorbat

………………………..... 12

9. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh penambahan

massa adsorben

………………………..... 13

10. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh pH adsorbat ………………………..... 14

11. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh waktu kontak ………………………..... 15

1

BAB 1. LATAR BELAKANG

Munculnya pandemik karena virus COVID-19 telah meningkatkan penggunaan antibiotik

secara signifikan sehingga menimbulkan ancaman baru bagi kesehatan manusia selanjutnya [1, 2,

3]. Belum adanya obat yang tepat, membuat antibiotik tercatat menjadi obat yang paling banyak

digunakan baik untuk mencegah mau pun mengobati penyakit selama pandemik COVID-19 [2].

Antibiotik yang tidak diserap oleh tubuh manusia atau hewan akan dibuang melalui feses dan urine

ke lingkungan menyebabkan perubahan gen, resistensi antibiotik, merusak ekosistem perairan dan

akhirnya membahayakan kesehatan manusia [4, 5]. Oleh karena itu pemantauan residu antibiotik

di lingkungan sangat perlu dilakukan untuk mengontrol dan warning bahaya antibiotik.

Penentuan residu antibiotik telah dikembangkan menggunakan berbagai instrumen canggih

seperti HPLC, GC-MS, LC-MS/MS, CE, dan ELISA [6, 7, 8]. Akan tetapi penentuan residu

antibitotik di lingkungan merupakan hal yang rumit karena kompleksitas yang tinggi dari matriks

yang dianalisis dan kadar analit yang rendah, bahkan lebih rendah dari limit deteksi alat [9]. Oleh

karena itu diperlukan teknik preparasi sampel yang efisien agar matriks sampel tidak

mempengaruhi kinerja instrument tersebut. Selama ini teknik preparasi yang digunakan adalah

ekstraksi cair-cair yang menggunakan pelarut yang banyak, prosedur dan waktu yang lama. Untuk

mengatasi hal tersebut telah dikembangkan teknik Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE).

Teknik DSPE memiliki keunggulan seperti waktu preparasi lebih cepat, mudah dilakukan,

recovery tinggi dan pelarut organik toksik yang digunakan lebih sedikit [10].

Metode DSPE berdasarkan prinsip kesetimbagan adsorpsi analit pada fase padat sehingga

pemilihan fase padat merupakan faktor yang crucial. Pada umumnya adsorben yang digunakan

untuk prosedur DSPE adalah adsorben sintetis seperti multi-walled carbon nanotubes [11] dan

gold nanoparticles and halloysite nanotubes [12]. Bahan tersebut berasal dari prekursor yang tidak

terbarukan, relatif mahal dan memerlukan biaya sintetis tinggi. Berdasarkan hal tersebut perlu

dikembangkan adsorben alternatif yang berasal dari bahan alam seperti zeolit, silika, kitosan, dan

karbon aktif.

Karbon aktif dikenal sebagai material berpori dan memiliki permukaan yang luas sehingga

mempunya daya adsorpsi yang tinggi. Namun penggunaan karbon aktif mempunyai kelemahan

seperti adanya filtrasi, kekeruhan, dan regenerasi adsorben. Kekurangan ini dapat dihilangkan

dengan memodifikasi material karbon aktif dengan penambahan magnetik, sehingga selain

2

memiliki luas permukaan yang tinggi juga bersifat magnet. Dengan sifat magnetnya, proses

pemisahan dengan penyaringan yang lama atau pun sentrifuse tidak diperlukan lagi [13].

Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki lahan singkong terluas di Indonesia

dengan jumlah produksi singkong mencapai sekitar 6,68 juta ton dengan laju pertumbuhan 1.5%

per tahun [14]. Seiring dengan berkembangnya hasil produksi tanaman singkong, maka limbah

utama kulit singkong juga semakin banyak. Kulit singkong mengandung karbon yang cukup tinggi

sehingga berpotensi untuk dijadikan prekursor karbon aktif. Jika digabung dengan senyawa

magnetit maka limbah kulit singkong dapat menjadi prekursor karbon aktif magnetit yang

berlimpah, terbarukan dan ekonomis untuk mengatasi permasalahan pada teknik preparasi sampel.

Pemanfaatan kulit singkong ini mendukung Renstra Penelitian Unila dimana saat ini Unila telah

mengembangkan berbagai penelitian yang terkait dengan singkong sebagai salah satu komoditi

unggulan Provinsi Lampung dan sudah mempunyai Pusat Unggulan Cassava..

Dalam penelitian ini, tenik DSPE akan diaplikasikan untuk penentuan kelompok tetrasiklin

yang banyak dipakai di Indonesia [15]. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) membuat karbon

aktif magnetit dari kulit singkong; (2) menentukan kondisi optimasi ekstraksi; (3) menentukan uji

kinerja dan (4) menentukan kadar residu antibiotik. Pada penelitian ini akan dihasilkan teknik

ekstraksi modern DSPE yang ramah lingkungan menggunakan fase padat karbon aktif kulit

singkong bermagnetit untuk menentukan residu antibiotik tetrasiklin di lingkungan perairan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 State of The Art

Keberadaan residu antibiotik diketahui semakin meningkat pada berbagai lingkungan

seperti pada makanan, minuman, air tanah, sedimen, terestrial,dan sungai mau [9, 10, 16, 15, 17].

Kondisi ini semakin mengkhawatirkan dengan munculnya pandemic covid-19 karena pemakaian

yang berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik pada masa covid-19. Badan kesehatan dunia

WHO merasa perlu menetapkan 18-24 November 2020 sebagai Pekan Kesadaran Antimikroba

Sedunia atau World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) untuk mengingatkan bahayanya

penggunaan antibiotik yang berlebihan seperti yang telah banyak dilaporkan di berbagai negara

[2, 3, 5].

Instrument kimia untuk menentukan antibiotik telah berkembang pesat. Namun, untuk

meningkatkan kemampuan deteksi, selektifitas, sensitifitas, dan mencegah kerusakan alat lebih

3

dini, preparasi sampel sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan survey yang dilakukan, Zhang

[18] memperkirakan dari total waktu analisis menggunakan teknik kromatografi, sekitar 61%-nya

diperlukan untuk preparasi sampel. Teknik preparasi sampel merupakan salah satu tahapan

analisis yang urgent dan bottle-neck yang menjadi penentu keberhasilan analisis menggunakan

berbagai instrument. Oleh karena itu trend penelitian teknik preparasi sampel di bidang kimia

analitik terus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek Green Analytical chemistry

(GAC), yaitu ramah lingkungan, minimalis dalam pelarut, sampel, tahapan proses, dan limbah,

serta dapat dilakukan dengan mudah, cepat, tidak mahal tanpa mengurangi selektifitas, sensitifitas,

dan efektifitas kinerja instrument [9] [19] [10]. SPE (Solid Phase Extraction) adalah salah satu

teknik preparasi sampel yang dikembangkan berdasarkan GAC untuk mengatasi kelemahan teknik

ekstraksi cair-cair konvensional yang memerlukan waktu dan pelarut yang banyak. Namun

demikian, teknik SPE ini dalam pelaksanaanya masih memerlukan jumlah sampel cukup banyak,

memerlukan pompa bertekanan, kemungkinan plugging dalam kolom SPE, dan hanya sekali pakai.

Di Indonesia, SPE komersial diperoleh secara impor dan relative mahal untuk analisis residu

antibiotik di laboratorium. Untuk mengatasi kelemahan tersebut telah dikembangkan teknik DSPE

Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE) yang searah dengan semangat GAC [10] [11].

Teknik DSPE dilakukan dengan menambahkan partikel sorben padat yang terdispersi pada

larutan sampel sehingga terjadi proses kesetimbangan partisi antara analit yang terjerap pada fase

padat dan larutan sampel. Analit yang terjerap pada fase padat kemudian disaring atau disentrifus.

Material sorben padat pada DSPE merupakan salah satu faktor penting yang menentukan jumlah

analit yang terekstrak. Material berbasis karbon sintetis seperti multi-walled carbon nanotubes

(MWCNTs) dan gold nanoparticles and halloysite nanotubes (Au/HNTs) telah digunakan [11,

12]. Namun ketidakmudahan dan biaya yang tinggi dalam pembuatannya mendorong para peneliti

untuk menggunakan bahan karbon alternatif seperti karbon aktif dari limbah pertanian [20, 21, 22,

23]. Karbon aktif merupakan material berpori yang memiliki luas permukaan yang besar dan daya

adsorpsi yang tinggi sehingga memiliki penggunaan yang luas pada berbagai bidang. Karena

strukturnya yang berpori inilah, karbon aktif banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti

untuk menghilangkan polutan organik [24], adsorben zat warna [21] dan support katalis serta

elektroda superkapasitor [22].

Namun adsorben karbon aktif mempunyai kekurangan seperti adanya filtrasi, dispersi,

timbulnya kekeruhan, dan regenerasi adsorben [13]. Beberapa tahun terakhir ini, metode

4

pemisahan berbasis magnet telah dikembangkan secara luas karena biaya investasinya tidak mahal,

sederhana, cepat dan efesien. Berbagai adsorbent seperti biomass, zeolit, karbon aktif, polimer,

limbah dan material nano partikel dimagnetisasi [10] [21] [6]. Pemisahan berbasis magnet

diperoleh dengan cara menggabungkan adsorben dengan material bersifat magnet seperti oksida

besi hitam (Fe3O4). Adanya oksida besi magnetit meningkatkan stabilitas kimia, toksisitas rendah

dan dapat didaur ulang. Karbon aktif juga dapat dimagnetisasi dengan menggabungkan karbon

aktif dan oksida besi bersifat magnetit sehingga menjadi karbon aktif magnetit yang merupakan

material yang memiliki luas permukaan yang tinggi dan bersifat magnet. Hal ini menyebabkan

senyawa target yang sudah teradsorsi pada fase padat dapat dipisahkan hanya dengan memberikan

magnet batang di sekitarnya. Dengan demikian tahap filtrasi atau sentrifugasi tidak lagi diperlukan

dalam teknik adsorben. Proses DSPE yang meliputi isolasi, penghilangan pengotor, pemekatan

dan pemurnian berlangsung dengan menggunakan karbon aktif magnetit dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Proses teknik Magnetit-DSPE (Khatibi et al, 2020)

2.2 Peta Jalan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan riset Peneliti tentang pengembangan metode

untuk monitoring dan reduksi polutan organik (Gambar 2). Berdasarkan peta jalan penelitian

tersebut dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini akan difokuskan pada pengembangan teknik

preparasi sampel yang memenuhi prinsip GAC, yaitu modern, minimalis dan ramah lingkungan.

5

Gambar 2. Peta jalan penelitian Monitoring dan Pengembangang Metode Polutan Organik

Sejak tahun 2008-2016 penerapan konsep ekstraksi ramah lingkungan telah dilakukan

Peneliti untuk mengidentifikasi polutan organik [25, 26, 27]. Tetapi dalam penelitian tersebut

masih menggunakan SPE, ASE dan SPME komersial yang merupakan produk impor sehingga

biaya analisis menjadi relatif mahal dan menjadi tidak berkelanjutan menjadi metode analisis rutin

di laboatorium. Karena itu Peneliti bersama tim [28] telah mengembangkan teknik ekstraksi

Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD menggunakan adsorben C18 untuk menentukan antibiotik

tetrasiklin pada ayam pedaging. Selanjutnya sejak tahun 2016-2020 telah dikembangkan material

adsorben berupa karbon aktif dari limbah pertanian seperti sekam padi [29, 30] kulit pisang [31],

dan kulit singkong [29]. Teknik ekstraksi ini memanfaatkan konsep adsorpsi seperti yang telah

Peneliti lakukan bersama tim [32, 33, 34]. Teknik adsorpsi ini juga digunakan dalam DSPE namun

menggunakan adsorben dan tujuan berbeda, yaitu pengembangan metode preparasi sampel yang

efisien, cepat, sensitive dari material murah, terbarukan dan berlimpah. Peneliti dan tim

mahasiswa juga telah mengidentifikasi kemampuan adsorpsi karbon aktif dari limbah kulit

singkong untuk mengadsorpsi senyawa fenantrena dan tetrasiklin mencapai lebih dari 50% [35,

36]. Hal ini menunjukkan potensi kulit singkong untuk digunakan sebagai fase padat DSPE untuk

6

penentuan antibiotik secara simultan menggunakan HPLC. Penelitian sebelumnya masih

menggunakan instrument UV Vis untuk identifikasi awal secara individual. Berdasarkan hasil

tersebut, maka penelitian pada tahun ini (2021) telah mengaplikasikan karbon aktif dari kulit

singkong sebagai fase padat DSPE untuk penentuan residu antibiotik tetrasiklin. Karakterisasi,

optimasi ekstraksi, uji kinerja dan aplikasi akan dilakukan untuk memperoleh teknik DSPE yang

efisien. Pada tahun 2024 diharapkan metode DSPE sudah established dan fase padat DSPE

sudah difabrikasi di Unila serta dapat dikomersialkan untuk dapat digunakan di semua

laboratorium yang melakukan pengujian antibiotik. Pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi

salah satu material maju yang berlimpah dan terbarukan akan membuat nilai ekonomis limbah ini

dan menjadi alternatif untuk pengolahan limbah kulit singkong yang banyak di Provinsi Lampung.

BAB 3. METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan selama 6 bulan mulai April 2021 sampai September 2021 di

Laboratorium Analitik dan Instrumentasi Kimia, serta UPT LTSIT, Universitas Lampung.

3.1 Prosedur Penelitian

a. Penyiapan Karbon Aktif

Kulit singkong dibersihkan dari pengotornya, lalu dikering anginkan dan dipanaskan dalam

oven pada suhu 130 °C selama 6 jam. Kulit singkong kering dikarbonisasi dengan furnace pada

suhu 450 °C selama 25 menit. Karbon yang dihasilkan didinginkan lalu digerus dengan mortal

dan alu kemudian diayak dengan ayakan mesh 106. Karbon yang diperoleh selanjutnya diaktivasi

fisika pada suhu 700°C selama 60 menit lalu didinginkan dan diaktivasi kimia dengan konsentrasi

aktivator ZnCl2 30%

b. Penyiapan Karbon Aktif Magnetik

Pembuatan karbon aktif magnetik dengan perbandingan mol karbon aktif dan garam besi

yaitu 2:1. Sebanyak 6,5 gram karbon aktif yang dilarutkan dalam 300 mL akuades dan diaduk

menggunakan magnet stirrer pada suhu 70oC. Pada wadah lain dibuat larutan garam besi yang

terdiri dari 7,8 gram FeCl3∙6H2O dan 3,9 gram FeSO4∙7H2O yang dilarutkan dalam 300 mL

akuades. Lalu larutan ini ditambahkan pada larutan karbon aktif magnetik. Campuran ini

kemudian diaduk selama 30 menit sambil ditambahkan 100 mL NaOH 5 M bertahap sampai

terbentuk endapan hitam. Endapan yang dihasilkan disaring dan dicuci dengan akuades sampai

7

pH 6 lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam sehingga diperoleh karbon aktif

magnetik (Oliviera et al, 2002).

c. Karakterisasi Karbon Aktif

Karakterisasi karbon aktif magnetit dilakukan menggunakan instrument FTIR, SEM-EDX,

XRD dan PSA.

d. Optimasi Ekstraksi DSPE

1. Pengaruh konsentrasi

Sebanyak 20 mL larutan antibiotik dengan variasi konsentrasi masing-masiang 0,5; 1; 1,5; 2; dan

2,5 mg/L ditambah karbon aktif magnetit sebanyak 0,5 g, lalu campuran tersebut diaduk selama

10 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Setelah ektraksi selesai, magnet didekatkan

ke dinding gelas beaker sehingga karbon aktif magnetik melekat dan berkumpul ke sisi dinding

gelas beaker yang terdapat magnet. Larutan supernatannya dipisahkan dan filtrat karbon aktif yang

telah mengadsorpsi antibiotik ditambahkan pelarut pendesorpsi 2 ml asetonitril, disonikasi dan

kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometri UV Vis.

2. Pengaruh kadar adsorben

Cara yang sama dilakukan seperti tahap di atas (pengaruh konsentrasi) tetapi menggunakan variasi

adsorben karbon aktif magnetik dengan rentang 0,1 sampai 0,5 g pada konsentrasi tetrasiklin

optimum.

3. Pengaruh waktu kontak

Cara yang sama dilakukan seperti tahap di atas (pengaruh konsentrasi/pengaruh

adsorben/pengaruh pH) tetapi menggunakan waktu kontak ekstraksi pada rentang waktu 20, 40,

60, 80, 100, dan 120 menit pada kondisi konsentrasi tetrasiklin, massa adsorben dan pH optimum.

e. Uji Kinerja Ekstraksi DSPE

1. Akurasi

Sampel yang mengandung antibiotic dispike dengan standar antibiotic pada kondisi optimum yang

diperoleh. Pengukuran dilakukan minimal 6 kali ulangan. Nilai perolehan kembali dihitung

dengan rumus pada persamaan 1.

…………………. (1)

8

2. Presisi

Larutan sampel yang telah dispiked diukur dengan HPLC minimal 6 kali ulangan pada hari yang

sama. Nilai presisi diukur dengan menghitung persentase simpangan baku relatif (% RSD) data

dengan menggunakan rumus persamaan 2 dan 3.

………………………….. (2)

…………………………… (3)

f. Aplikasi DSPE pada real sampel

Sampel diambil dari beberapa lokasi perairan; parit rumah sakit dan sungai di kota Bandar

Lampung. Sampel diukur dengan menggunakan kondisi optimum yang sudah diperoleh.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Karbon Aktif Kulit Singkong Magnetit

Proses pembuatan karbon aktif dari kulit singkong dimulai dari proses pencucian material,

pengeringan dan karbonisasi. Hasil preparasi tiap tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Preparasi sampel (a) kulit singkong (b) kulit singkong setelah dikeringkan (c) kulit

singkong setelah karbonisasi

Setelah proses karbonisasi dilakukan aktivasi yang bertujuan untuk membuka, menambah

atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori dan memperbesar pori yang

telah terbentuk pada proses karbonisasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan suhu 700oC dan

a b c

9

zat aktivator kimia, ZnCl2. Karbon aktif kemudian ditambahkan larutan garam besi yaitu

FeCl3∙6H2O dan FeSO4∙7H2O sehingga bersifat magnet. Hasil yang diperoleh dari pembuatan

karbon aktif magnetik berupa serbuk berwarna hitam (Gambar 4).

Gambar 4. Karbon aktif magnetit

3.1 Karakterisasi Karbon Magnetik

Untuk menganalisis morfologi permukaan karbon, karbon aktif dan karbon aktif magnetik

serta komposisi yang terkandung dalam karbon, karbon aktif dan karbon aktif magnetik maka

dilakukan analisis menggunakan SEM seperti terlihat pada Gambar 5.

Berdasarkan Gambar 5a diketahui bahwa karbon kulit singkong tanpa aktivasi sudah

memiliki permukaan yang berpori, namun masih sedikit kecil atau belum terbentuk secara

sempurna. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada karbon aktif yang telah teraktivasi secara fisika

dan kimia pada Gambar 5b. Karbon aktif yang diaktivasi oleh ZnCl2 tersebut sudah memiliki

struktur pori yang lebih banyak, lebih besar dan lebih terbentuk dibandingkan dengan karbon tanpa

aktivasi. Semakin banyak pori-pori yang terbentuk maka luas permukaan karbon aktif akan

semakin meningkat sehingga karbon aktif akan memiliki daya serap yang lebih besar. Hasil

karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan karbon aktif magnetik cenderung memiliki

struktur permukaan kasar dan terdapat sejumlah pori yang tertutup (Gambar 5c). Pelapisan

karbon aktif dengan magnetik memiliki keuntungan yaitu bertambahnya massa molekul karbon

aktif sehingga dalam proses adsorpsi akan mudah dipisahkan antara adsorben dan adsorbat.

10

Gambar 5. Hasil mikrograf SEM dengan perbesar 3000x pada permukaan adsorben berupa (a)

karbon tanpa aktivasi, (b) karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik

Hasil EDX pada karbon aktif dan karbon aktif magnetik disajikan pada Gambar 6.

Berdasarkan gambar tersebut dapat teramati telah terbentuknya karbon lebih dari 80% pada ke dua

karbon aktif. Namun, pada karbon aktif magnetik terdapat unsur Fe yang menunjukkan

terbentuknya pelapisan magnetik pada karbon aktif (Gambar 6b).

Gambar 6. Hasil spektrum SEM-EDX pada adsorben berupa (a) karbon aktif, (b) karbon

aktif magnetik

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

20

40

60

80

100

120

cps/eV

C O

K

K Ca

Ca

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

10

20

30

40

50

60

70

80 cps/eV

Fe Fe O

Al Si Co

Co

Zn

Zn C

a b

c

11

Untuk mendukung bahwa unsur Fe yang ada pada spketrum EDX ( Gambar 4b ) merupakan

senyawa magnetik (Fe3O4), maka dilakukan karakterisasi dengan mengunakan XRD (X-Ray

Diffraction) seperti terlihat pada Gambar 7. Puncak-puncak yang muncul pada difraktrogram

karbon aktif magnetik dibandingkan dengan puncak-puncak yang muncul pada difaktogram

karbon dan karbon aktif.

Gambar 7. Hasil difraktogram XRD pada adsorben berupa (a) karbon tanpa aktivasi, (b)

karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik

Pada difraktogram karbon dan karbon aktif (Gambar 5) dapat dilihat bahwa terdapat puncak

melebar pada daerah 2θ yaitu 20-30° yang menunjukkan struktrur karbon amorf yang umum

ditemukan pada karbon aktif [22] Pada difraktogram karbon terdapat puncak-puncak yang

muncul pada derah 2θ masing-masing sebesar 14, 24, dan 30° yang menjadi puncak khas pada

karbon tersebut. Gambar 5 yang menunjukkan difraktogram karbon aktif yang berbeda dengan

karbon yaitu terdapat puncak-puncak baru yang muncul pada daerah 2θ sebesar 11, 22, 24, 30, dan

32°. Difraktogram karbon aktif magnetik menujukkan adanya puncak-puncak tajam dan datar

yang muncul pada daerah 2θ sebesar 30,35, 43, 56, dan 62° yang menjadi puncak-puncak khas

12

dari karbon aktif magnetik yang mengindikasikan keberhasilan dalam pembuatan karbon aktif

magnetik.

3.3 Uji Adsorpsi

Pengaruh konsentrasi adsorbat dilakukan untuk mengetahui konsentrasi adsorbat optimum

yang dapat diserap dengan baik oleh adsorben. Uji adsoprsi yang didasarkan pada pengaruh

konsentrasi adsorbat dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan standar antibiotik tetrasiklin

(adsorbat) yaitu 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mg/L. Hasil uji adsorpsi yang dipengaruhi oleh konsentrasi

adsorbat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh konsentrasi adsorbat

Berdasarkan data uji adsorpsi pada Gambar 6 diketahui jumlah adsorpsi tertinggi yaitu

42,23% yang merupakan persen adsorpsi pada konsentrasi adsorbat 1 mg/L adalah konsentrasi

optimum. Persen adsorpsi berdasarkan Gambar 6 pada pertambahan konsentrasi adsorbat 1,5; 2;

dan 2,5 mg/L mengalami penurunan jumlah yang teradsorpsi. Hal ini menunjukan kemampuan

pori karbon aktif dalam mengadsorpsi, semakin kecil konsentrasi adsorbat maka semakin sedikit

pori yang tertutup oleh adsorbat sehingga pada konsentrasi adsorbat yang tinggi kemungkinan

pori-pori karbon aktif yang tertutup oleh adsorbat semakin banyak dan mengakibatkan terjadinya

keadaan jenuh yaitu keadaan dimana pori karbon aktif sudah tidak dapat menyerap adsorbat.

Pengaruh penambahan massa adsorben dilakukan untuk megetahui massa adsorben

optimum yang dapat digunakan untuk menyerap antibiotik tetrasiklin. Variasi massa adsorben

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

% A

dso

rpsi

Konsentrasi (ppm)

13

yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 mg dan menggunakan konsentrasi adsorbat optimum

yang telah diperoleh. Hasil uji adsorpsi yang didasarkan pada penambahan massa adsorben dapat

dilihat pada Gambar 9.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 5 10 15 20 25 30

% A

dso

rpsi

Massa Adsorben (mg)

Gambar 9. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh penambahan massa adsorben

Berdasarkan kurva uji adsorpsi pada Gambar 9 diketahui bahwa persen adsorpsi

mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya massa adsorben, namun pada penambahan

adsorben diatas 20 mg mengalami penurunan persen adsorpsi. Hal ini menunjukan bahwa

penambahan massa adsorben memberikan pengaruh terhadap proses adsorpsi, semakin

bertambahnya massa adsorben maka cenderung meningkatkan daya serap adsorbat.

Bertambahnya massa karbon aktif sehingga menyebabkan jumlah partikel dan luas permukaan

karbon aktif menyebabkan jumlah tempat menyerap adsorbat bertambah dan efisiensi

adsorpsinya pun meningkat.

Pengaruh pH dilakukan untuk mengetahui pH adsorbat optimum yang dapat digunkan untuk

menyerap antibiotik tetrasiklin. Variasi pH adsorbat yang digunakan yaitu 2, 4, 6, 7, dan 8

menggunakan konsentrasi adsorbat dan massa adsorben optimum yang telah diperoleh. Hasil uji

adsorpsi yang didasarkan pada pengaruh pH adsorbat dapat dilihat pada Gambar 10.

14

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

0 2 4 6 8 10

% A

dso

rpsi

pH Adsorbat

Gambar 10. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh pH adsorbat

Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa pH adsorbat sangat mempengaruhi proses

adsoprsi. Hasil adsorpsi yang optimum terjadi pada pH adsorbat 6 yaitu sebesar 37,22 %. Pada

pH optimum yaitu pH 6 dengan persentase adsorpsi lebih besar dibandingkan pada pH yang lebih

asam maupun lebih basa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada pH larutan relatif asam maka

jumlah H+ akan meningkat dan bersaing dengan kelompok kation pada antibiotik tetrasiklin untuk

terikat pada permukaan adsorben. Pada hasil penelitian [13] menggunakan karbon aktif magnetik

dari sekam padi yang dianalisis menggunakan HPLC diperoleh pH optimum yaitu pH 4, sehingga

apabila larutan relatif basa maka jumlah ion OH- yang terlalu banyak dalam larutan tidak mampu

ditangkap oleh antibiotik tetrasiklin, sehingga masih banyak ion OH- yang bebas di dalam larutan

yang menyebabkan terjadinya kompetisi antara kation antibiotik tetrasiklin dengan OH- bebas

untuk terikat pada permukaan adsorben yang akan menurunkan daya adsorpsi.

Penentuan waktu kontak optimum yang digunakan untuk menentukan kondisi optimum

interaksi antibiotik tetrasiklin dalam larutan dan keadaan kesetimbangannya terhadap adsorben.

Variasi waktu kontak yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 menit menggunakan konsentrasi

adsorbat dan massa adsorben serta pengaruh pH optimum yang telah diperoleh. Hasil uji adsorpsi

yang didasarkan pada pengaruh waktu kontak dapat dilihat pada Gambar 11.

15

41,00

42,00

43,00

44,00

45,00

46,00

47,00

48,00

49,00

50,00

0 5 10 15 20 25 30

% A

dso

rpsi

Waktu Kontak (menit)

Gambar 11. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh waktu kontak

Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa jumlah jumlah antibiotik tetrasiklin yang

teradsorpsi terhadap waktu interasksi mengalami peningkatan mulai dari 5 menit pertama hingga

mencapai waktu optimum 10 menit dengan persen adsorpsi sebesar 48,82 %, sedangkan pada

waktu 15 menit hingga 25 menit adsorpsi mengalami penurunan yang disebabkan oleh pori-pori

adsorben karbon aktif menjadi jenuh yang mengakibatkan antibiotik tetrasiklin akan teradsorpsi

kembali.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Karbon aktif magnetic telah berhasil dibuat dari kulit singkong dan oksida besi. Karbon

aktif magnetik yang diperoleh memiliki morfologi permukaan yang berpori dan memiliki sifat

magnetik. Adsorpsi antibiotik tetrasiklin optimum pada konsentrasi adsorbat 1 mg/L dan pada

penambahan massa adsorben 20 mg dengan kondisi pH 6 dalam waktu kontak selama 10 menit.

DAFTAR PUSTAKA

[1] T. M. Rawson , L. S. P. Moore , E. Castro-S, E. Charani , F. Davies , G. Satta, M. J. Ellington

and A. H. Holmes, "COVID-19 and the potential long-term impact on antimicrobial

resistance," Journal of Antimicrobial Chemotherapy, vol. 75, p. 1681–1684, 2020.

16

[2] Z. Chen , J. Guo , J. Yanxue and Y. Sha, "High concentration and high dose of disinfectants

and antibiotics used during the COVID-19 pandemic threaten human health," Environmental

Sciences Europe, vol. 33, pp. 1-4, 2021.

[3] H. Getahun , I. Smith , K. Trivedi, S. Paulin and H. H. Balkhy, "Tackling antimicrobial

resistance in the COVID-19 pandemic," Bulletin World Health Organization, vol. 98, no. 7,

p. 442–442A, 2020.

[4] J. L. Martínez, "Effect of antibiotics on bacterial populations: a multi-hierachical selection

process," F1000Res, vol. 6, no. 51, pp. 1-10, 2017.

[5] G. Subramaniam and M. Girish , "Antibiotic Resistance — A Cause for Reemergence of

Infections," The Indian Journal of Pediatrics , pp. https://doi.org/10.1007/s12098-019-

03180-3, 2020.

[6] L. Liu , B. Yang , F. Zhang and X. Liang , "A magnetic restricted access material for rapid

solid phase extraction of multiple macrolide antibiotics in honey†," Analytical Methods, vol.

9 , no. 20 , p. 2990–2996, 2017.

[7] X. Song , T. Zhou , J. Li , Y. Su , J. Xie and L. He, "Determination of macrolide antibiotics

residues in pork using molecularly imprinted dispersive solid‐phase extraction coupled with

LC–MS/MS," Journal of Separation Science, vol. 41, no. 5, pp. 1138-1148, 2018.

[8] G. Islas , J. . A. Rodríguez, M. Elena Páez-Hernández, S. Corona-Avendaño, A. R.

Hernández and E. Barrado, "Dispersive solid-phase extraction based on butylamide silica for

the determination of sulfamethoxazole in milk samples by capillary electrophoresis," Journal

of Liquid Chromatography & Related Technologies, vol. 39, no. 14, pp. 658-665, 2016.

[9] V. Alampanos, V. Samanidou and I. Papadoyannis, "Trends in Sample Preparation for the

HPLC Determination of Penicillins in Biofluids," Journal of Applied Bioanalysis, vol. 5, no.

1, pp. 9-17, 2019.

[10] S. Amin Khatibi, S. Hamidi and M. R. Siahi-Shadbad, "Current trends in sample preparation

by solid-phase extraction techniques for the determination of antibiotic residues in

foodstuffs: a review," Critical Reviews in Food Science and Nutrition, pp. 1-22, 2020.

[11] Z. Ramezani, F. Kardani, N. Rahbar, A. Babapoor and F. Bahrami, "Dispersive Solid Phase

Extraction Headspace Sampling in Gas ChromatographyMass Spectrometric Analysis of

Volatiles: Application to Separation of Polycyclic," Journal of the Brazilian Chemical

Society, vol. 30, no. 4, pp. 764-771, 2019.

[12] Z. Qin, Y. Jiang, H. Piao , S. Tao, Y. Sun , X. Wang, . P. Ma and D. Song, "Packed hybrids

of gold nanoparticles and halloysite nanotubes for dispersive solid phase extraction of

triazine herbicides, and their subsequent determination by HPLC," Microchimica Acta, vol.

186, no. 489, pp. 1-8, 2019.

[13] J. Lou, X. Xu, Y. Gao, D. Zheng, J. Wang and Z. Li, "PaperPreparation of magnetic activated

carbon from waste rice husk for the determination of tetracycline antibiotics in water

samples," RSC Advances, vol. 6, pp. 112166-112174, 2016.

[14] BPS, "Tanaman Ubi Kayu Per-Provinsi. Badan Pusat Statistik. Jakarta.," Badan Pusat

Statistik, 2018.

[15] W. Pawestri, G. D. Satria, N. Hakimah and D. Yudhabuntara, "Deteksi Kejadian Residu

Tetrasiklin pada Daging Ikan Nila di Kota Yogyakarta dengan," Jurnal Sain Veteriner, pp.

185-192, 2019.

17

[16] M. Boy-Roura, J. Mas-Pla, M. Petrovic, M. Gros, D. Soler, D. Brusi and A. Menció,

"Towards the understanding of antibiotic occurrence and transport in groundwater: Findings

from the Baix Fluvià alluvial aquifer (NE Catalonia, Spain)," Science of The Total

Environment, vol. 612, pp. 1387-1406, 2018.

[17] K. Pauter , M. Szultka-Młyńska and B. Buszewski , "Determination and Identification of

Antibiotic Drugs and Bacterial Strains in Biological Samples," Molecules, vol. 25, no. 11, p.

2556, 2020.

[18] C. Zhang, Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis, New Jersey: John Wiley

and Son, 2007.

[19] Rinawati, "Review: Green analytical chemistry: Solid phase microextraction (SPME) dan

pressurized fluid extraction (PFE) untuk penentuan polsiklik aromatik hidrokarbon (PAH),"

Analit; Analytical and Environmental Chemistry, vol. 2, no. 1, pp. 63-71, 2017.

[20] Y. Li, J. Zhang and H. Liu, "Removal of Chloramphenicol from Aqueous Solution Using

Low-Cost Activated Carbon Prepared from Typha orientalis," Water , vol. 10, no. 4, p. 351,

2018.

[21] Buhani, Suharso, F. Luziana, M. Rilyanti and Sumadi, "Production of adsorbent from

activated carbon of palm oil shells coated," Desalination and Water Treatment, vol. 171 , p.

281–293, 2019.

[22] A. Arie, H. Kristianto, Suharto, M. Halim and J. Lee, "Preparation of Orange Peel Based

Activated Carbons as Cathodes in Lithium Ion Capacitors," Advanced Materials Research,

vol. 896, pp. 95-99., 2014.

[23] Buhani, Suharso , F. Luziana , M. Rilyanti and Sumadi, "Production of adsorbent from

activated carbon of palm oil shells coated," Desalination and Water Treatment, vol. 171, pp.

281-293, 2019.

[24] W. Guo, S. Wang, Y. Wang, S. Lu and Y. Gao, "Sorptive removal of phenanthrene from

aqueous solutions using magnetic and non-magnetic rice husk-derived biochars," Royal

Society Open Science, vol. 5, no. 5, p. 172382, 2018.

[25] Rinawati, N. Utami and W. Simanjuntak, "Solid Phase Microextraction untuk monitoring air

laut di Pelabuhan Panjang," Jurnal Sains MIPA., vol. 14, no. 2, pp. 101-107, 2008.

[26] Rinawati, T. Koike , H. Koike , R. Kurumisawa, M. Ito , M. Saha, S. Sakura, Z. Arifin, S.

Sakura, A. Togo and H. Takada, "Distribution, source identification, and historical trends of

organic micropollutants in coastal sediment in Jakarta Bay, Indonesia," Journal of

Hazardous Material, Vols. 217-218, pp. 208-216, 2012.

[27] A. Shimizu , H. Takada , T. Koike , A. Takeshita , M. Saha , Rinawati , N. Nakada , A.

Murata , T. Suzuki , S. Suzuki , N. Chiem , B. Tuyen , P. Viet, M. Siringan , C. Kwan, M.

Zakaria MP and A. Reungsan, "Ubiquitous occurrence of sulfonamides in tropical Asian

waters.," Sci Total Environ, Vols. 452-453, pp. 108-115, 2013.

[28] Nofita, Rinawati and H. I. Qudus, "Validasi metode matrix Solid Phase Dispersion (MSPD)-

Spektrofotometri UV untuk analisis residu Tetrasiklin dalam daging ayam pedaging," Jurnal

Kesehatan , vol. VII, no. 1, pp. 136-143, 2016.

[29] Rinawati, D. Hidayat, R. Supriyanto, F. D. Permana and Yunita, "Adsorption of Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons Using Low-Cost Activated Carbon Derived from Rice Husk,"

Journal of Physic: Conference Series, vol. 1338, 2019.

18

[30] Rinawati, A. A. Kiswandono, N. L. G. R. Juliasih and F. D. Permana, "Pemanfaatan karbon

aktif sekam padi sebagai adsorben Phenantrena dalam Solid Phase Extraction," Al-Kimiya,

vol. 6, no. 2, pp. 75-80, 2019.

[31] R. Auliya, N. L. G. R. Juliasih and R. Rinawati, "Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif

dari kulit pisang kepok (Musa Paradisiaca L.) sebagai adsorben senyawa Polisiklik Aromatik

Hidrokarbon Fenantrena," Analit: Analytical and Environmental Chemistry, vol. 3, no. 2, pp.

126-138, 2018.

[32] B. Musrifatun , D. D. Pratama, Suharso and Rinawati, "Modification of Chaetoceros sp.

Biomass with Silica-Magnetite Coating and Adsorption Studies towards Cu(II) Ions in

Single and Binary System," Asian Journal of Chemistry, vol. 29, no. 12, pp. 2734-2738,

2017.

[33] Buhani, Rinawati, Suharso, D. P. Yulianasari and S. D. Yuwono, "Removal of Ni(II), Cu(II),

and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp. biomass modified with silica

coated magnetite nanoparticles," Desalination and Water Treatment, vol. 68, pp. 32-39,

2017.

[34] Buhani, F. Hariyanti and Rinawati, "Magnetized algae-silica hybrid from Porphyridium sp.

biomass with Fe3O4 particle and its application as adsorbent for the removal of methylene

blue from aqueous solution," Desalination and Water Treatment, vol. 142, no. 1, pp. 331-

340, 2019.

[35] H. Wijaya, "Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari limbah kulit singkong (manihot

utilissima) dengan aktivator ZnCl2 dan NaCl untuk mengadsorpsi senyawa fenantrena,"

Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2018.

[36] Y. O. Kasih, "Studi karbon aktif magnetik dari limbah kulit singkong (manihot utilissima)

sebagai adsorben untuk menentukan senyawa antibiotik tetrasiklin di," Skripsi, Universitas

Lampung, Bandar Lampung, 2019.

19

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Sertifikat Seminar Nasional

20

Lampiran 2.

Abstrak Seminar Nasional

21

22

Lampiran 3.

Penerimaan abstrak pada seminar internasional

23

Lampiran 4.

Metode DSPE

24

Lampiran 5

Draft artikel