laporan akhir penelitian.pdf

42
LAPORAN PENELITIAN FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN Oleh : Kori Yati, S.Si., Apt. ( Ketua ) Fith Khaira Nursal, M. Si., Apt. ( Anggota ) Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan UHAMKA Dengan No. Kontrak : 018/B.016.31/2010 Tanggal 1 Juli 2010 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2011

Upload: desi-damayanti

Post on 31-Dec-2015

187 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Penelitian.pdf

i

LAPORAN PENELITIAN

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN

Oleh :

Kori Yati, S.Si., Apt. ( Ketua ) Fith Khaira Nursal, M. Si., Apt. ( Anggota )

Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan UHAMKA Dengan No. Kontrak : 018/B.016.31/2010 Tanggal 1 Juli 2010

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA 2011

Page 2: Laporan Akhir Penelitian.pdf

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN

2. Nomor Kontrak : 018/B.016.31/2010 2. Bidang Penelitian : Teknologi Farmasi 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Kori Yati, S.Si., Apt. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIDN : - d. Disiplin Ilmu : Farmasi e. Pangkat/Golongan : Asisten Ahli f. Fakultas/Jurusan : MIPA/Farmasi g. Alamat : Jl. Delima II/IV Islamic Center

Muhammadiyah Klender – Jakarta Timur

h. Telepon/Fax : 021-86609772 Fax 021-86609772 i. Alamat Rumah : Rusun Klender Blok 62/II/08 Kel Malaka

Sari Kec. Duren Sawit Jakarta Timur. j. Telepon/Fax/Email : 08151685623 k. E-mail : [email protected]

4. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang 5. Nama Anggota : Fith Khaira Nursal, M. Si., Apt 6. Lokasi Penelitian : Laboratorium Farmasi UHAMKA. 7. Tanggal Peneltian : Juli s.d Desember 2010 8. Jumlah Biaya penelitian : Rp 6.000.000,- ( Enam juta rupiah)

Jakarta, 03 Januari 2011

Mengetahui, Ketua Peneliti, Dekan FMIPA Drs. H. Endang Abutarya, M. Pd Kori Yati, S.Si., Apt.

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian UHAMKA

Drs. Daniel Fernandez, M. Si.

Page 3: Laporan Akhir Penelitian.pdf

iii

ABSTRAK

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang dibuat dari daging kelapa segar yang dioleh pada suhu rendah sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan. Minyak kelapa murni jika digunakana langsung pada kulit kurang nyaman, karena sulit dibersihkan dengan air. Salah satu cara ntuk mengatasi masalah tersebut dengan memformulasi VCO dalam bentuk mikroemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mikroemulsi VCO yang memenuhi criteria farmasetika dan mudah digunakan untuk tujuan kosmetika. Dalam pembuatan mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik, diperlukan bantuan senyawa yang disebut surfaktan yaitu kelompok senyawa yang bekerja dalam menurunkan tegangan permukaan minyak dan air. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan tween 80 sebagai surfaktan dan ditambahkan dalam beberapa variasi konsentrasi (40%, 45%, 50%, 55% dan 60%), serta ditambahkan juga sorbitol sebagai kosurfaktan. Sediaan dievalusi selama 8 minggu yang meliputi organoleptis, pH, BJ, viskositas, pemisahan fase dengan metode free thaw dan sertrifugasi, serta pengukuran tegangan permukaan dan diameter partikel/globul. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik dihasilkan dengan konsentrasi tween 80 sebanyak 45%.

Page 4: Laporan Akhir Penelitian.pdf

iv

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN”.

Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Lembaga Penelitian UHAMKA. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Pd selaku Rektor UHAMKA. 2. Bapak Drs. Daniel Fernandez, M.Si. selaku Ketua Lemlit UHAMKA. 3. Bapak Drs. H. Endang Abutarya, M.Pd, selaku Dekan FMIPA UHAMKA. 4. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA

UHAMKA. 5. Dosen – dosen FMIPA UHAMKA yang telah memberikan masukan dalam

penelitian ini. 6. Saudari Wina Septilawati yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian

ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun . Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Jakarta, Januari 2011

Penulis

Page 5: Laporan Akhir Penelitian.pdf

v

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN………........................................................ ABSTRAK…………………………………………………………........ KATA PENGANTAR…………………………………………………. DAFTAR ISI…………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… DAFTAR TABEL………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….

i ii iii iv vi

vii viii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………

A. Latar Belakang…………………………………………. B. Identifikasi Masalah……………………………………. C. Pembatasan Masalah…………………………………… D. Perumusan Masalah……………………………………. E. Tujuan Penelitian………………………………………. F. Manfaat Penelitian……………………………………...

1 1 3 3 3 4 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……....................................……...

A. Virgin Coconut Oil (VCO) …………………………...... B. Kulit ……………………………………………………. C. Surfaktan ………………………………………………. D. Mikroemulsi ……………………………………………. E. Monografi bahan Tambahan ...…………………………. F. Hipotesis………………………………………………..

5 5 6 8 9

16 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………......

A. Tempat dan Waktu Penelitian……………....................... B. Alat dan Bahan………………………………………...... C. Pola Penelitian………………………………………....... D. Prosedur Penelitian…………………………………....... E. Analisis Data……………………………….....................

18 18 18 19 19 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................

A. Hasil ................................................................................ B. Pembahasan ...................................................................

22 22 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………...

A. Kesimpulan…………………………………………...... B. Saran…………………………………………………......

32 32 32

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….......... 33 LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................... 35

Page 6: Laporan Akhir Penelitian.pdf

vi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram fase mikroemulsi............................................................ Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH.......................................................... Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas..........................................................

12 24 25

Page 7: Laporan Akhir Penelitian.pdf

vii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel VI. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII.

Formula mikroemulsi .............................................................. Bentuk fisik minyak kelapa murni........................................... Hasil pemeriksaan karateristik VCO........................................ Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO .......................... Hasil pengukuran bobot jenis .................................................. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw..... Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi.................................... Hasil pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi..............

19 22 22 23 24 25 26 26

Page 8: Laporan Akhir Penelitian.pdf

viii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Karateristik minyak kelapa murni (VCO) ......................................... Lampiran 2 Data hasil pengukuran pH dan viskositas selama penyimpanan ....... Lampiran 3. Grafik hasil pengukuran ukuran partikel mikroemulsi ...................... Lampiran 4. Hasil analisa statistik viskositas ........................................................ Lampiran 5. Hasil formula mikroemulsi minyak kelapa murni..............................

35 36 37 38 39

Page 9: Laporan Akhir Penelitian.pdf

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) merupakan minyak kelapa yang

dihasilkan dengan sebuah proses alamiah tanpa menggunakan zat kimia atau

bahan sintetik lainnya yang tidak mempunyai efek samping bagi tubuh. Minyak

kelapa murni mengandung senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat bagi tubuh

manusia. Senyawa-senyawa aktif tersebut antara lain tokoferol, dan beberapa

jenis asam lemak seperti kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat. Tokoferol

berkhasiat sebagai antioksidan sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan

tubuh, dan menangkal radikal bebas (Nur, A. 2005).

Manfaat yang luas dari minyak kelapa murni tidak hanya digunakan sebagai

pengobatan, tetapi juga untuk perawatan dan kecantikan kulit. Minyak kelapa

murni mengandung antioksidan tinggi yang berkhasiat sebagai anti radikal

bebas dan anti penuaan pada kulit. Tetapi hal ini kurang didukung oleh bentuk

sediaan minyak kelapa murni jika digunakan secara topikal. Selain itu minyak

kelapa murni sulit dibersihkan dengan air sehingga kurang nyaman. Untuk

mengatasinya minyak kelapa murni dapat diformulasi dalam bentuk

mikroemulsi.

Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari

sediaan emulsi. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi minyak dengan air

yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan (El-laithy, H.

Page 10: Laporan Akhir Penelitian.pdf

x

M. 2003). Mikroemulsi terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan co-surfaktan.

Surfaktan yang digunakan dapat tunggal maupun campuran dengan surfaktan

yang lain (Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan

Egbaria K. 2002). Jika dibandingkan dengan emulsi, mikroemulsi mempunyai

beberapa kelebihan diantaranya stabil secara termodinamika, jernih, transparan,

viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga

dapat meningkatakan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Karateristik tersebut

membuat mikroemulsi mempunyai peranan sebagai alternatif dalam formula

untuk zat aktif yang tidak larut (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002 &

Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002).

Mikroemulsi dapat digunakan secara baik secara oral maupun topikal.

Penggunaannya secara topikal yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dan

ukuran partikel yang sangat kecil semakin mempercepat mikroemulsi

menembus lapisan-lapisan kulit manusia (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V.

2002). Oleh karena itu, minyak kelapa murni sangat baik jika dibentuk dalam

sediaan mikroemulsi.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi

minyak dalam air (M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni sebagai

fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi surfaktan tween 20 yang

bertujuan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan yang terbaik dan optimal

agar menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih. Selama percobaan

karateristik, dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan dari pemeriksaan

organoleptis, bobot jenis, uji pH, uji stabilitas, uji viskositas, sentrifugasi, dan

Page 11: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xi

pengukuran ukuran partikel mikroemulsi (Rieger MM. 2000, Martin, A. 1993

dan Idson, B. 1989.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah minyak kelapa murni dapat diformulasikan menjadi sediaan

mikroemulsi yang stabil secara fisik?

2. Pada konsentrasi berapa tween 80 sebagai surfaktan yang optimal dapat

menghasilkan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni yang stabil secara

fisik?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penambahan tween 80 sebagai surfaktan dalam

berbagai konsentrasi terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni

(Virgin Coconut Oil).

D. Perumusan Masalah

Apakah peningkatan konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dapat

berpengaruh terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin

Coconut Oil)?

Page 12: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xii

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi minyak kelapa

murni (Virgin Coconut Oil) yang stabil secara fisika.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemanfaatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai fase minyak

pada sediaan mikroemulsi, dan melihat pengaruh peningkatan konsentrasi

tween 80 sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik mikroemulsi.

Page 13: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xiii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni dihasilkan dari buah kelapa

tua yang segar atau baru dipetik, bukan terbuat dari kopra seperti minyak kelapa

biasa, dan proses pembuatannya pun tidak menggunakan bahan kimia dan

pemanasan tinggi. CODEX Alimentarius mendefinisikan minyak kelapa murni

sebagai minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak.

Minyak diperoleh hanya dengan perlakuan mekanis dan pemanasan minimal,

karena tidak melalui pemanasan tinggi maka vitamin E dan enzim-enzim yang

terkandung di dalam daging buah kelapa dapat dipertahankan (Nur, A. 2005).

Minyak kelapa murni tersusun atas senyawa organik campuran ester dari

gliserol dan asam lemak yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut

minyak atau lemak, berbentuk cair pada suhu 26-350C, tetapi berubah menjadi

lemak beku jika suhunya turun minyak kelapa murni dalam keadaan padat, titik

lelehnya 24-270C.

Minyak kelapa murni mengandung asam laurat yang sangat tinggi (45-

50%), suatu lemak jenuh berantai sedang (jumlah karbon 12) yang biasa disebut

dengan Medium Chain Fatty Acid (MCFA), juga mengandung asam laurat

yang mempunyai perangkat antivirus yang hebat. Selain mengandung asam

laurat juga mengandung asam kaprat, yaitu asam lemak yang memiliki sifat

antimikroba yang sangat kuat.

Page 14: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xiv

Minyak kelapa murni mengandung Medium Chain Trygliceride (MCT)

yang mudah diserap oleh sel, yang selanjutnya masuk ke dalam mitokondria

sehingga metabolisme tubuh meningkat. Tambahan energi dari metabolisme

tersebut menghasilkan efek stimulasi dalam tubuh terhadap penyakit dan

mempercepat penyembuhan dari sakit. MCT adalah asam lemak berantai C6

(kaproat), C8 (kaprilat), C10 (kaprat), dan C12 (laurat). Minyak kelapa murni

juga mengandung tokoferol (0,03%) yang berfungsi sebagai antioksidan

sehingga menurunkan kebutuhan vitamin E.

Teknologi pengolahan minyak kelapa murni yang paling banyak digunakan

adalah penggilingan basah dan fermentasi. Pada penggilingan basah, minyak

diekstrak dari daging kelapa segar tanpa didahului penggilingan, kemudian

santan dikeluarkan dengan diperas, dan minyak dipisahkan melalui pemanasan

pada suhu 100-1100C hingga terbentuk blondo (massa padatan yang terlarut

dalam santan). Minyak disaring saat blondo masih berwarna putih lalu

dipanaskan kembali dengan menggunakan kertas saring.

Pada metode fermentasi, santan yang dikeluarkan dari kelapa yang baru saja

dipetik difermentasi slama 24-26 jam. Selama waktu tersebut air dipisahkan

dari minyak untuk menghilangan kandungan air kemudian disaring (Setiaji.

2006.

B. Kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada lapisan luar tubuh yang

menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Fungsi kulit yaitu pengatur panas,

Page 15: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xv

melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia, dan termis karena epitelnya

dengan bantuan sekret kalenjar memberikan perlindungan terhadap kulit,

perlindungan terhadap mikroorganisme pathogen, mengatur kseimbangan

cairan melalui sirkulasi kalenjar, alat indra melalui persyarafan sensorik dan

tekanan temperatur serta nyeri, sebagai alat rangsangan rasa yang dibawa oleh

saraf sensorik dan motorik ke otak. Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan

utama, yaitu: (Syarifudin. 1997)

1. Lapisan epidermis (kulit ari)

Merupakan lapisan terluar dengan tebal 0,16-0,8 mm, terdiri dari banyak

lapisan sel keratinosit yang selalu aktif melakukan regenerasi dengan proses

slama 28 hari. Epidermis dibagi 5 lapisan : stratum corneum (lapisan

tanduk), stratum lusidum (lapisan tintangan), stratum garnulosum (lapisan

seperti butir), stratum spinosum (lapisan sel duri), dan stratum gernatium

(sel basah).

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin yang

bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis adalah

lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran

basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis.

3. Jaringan subkutis

Terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini

berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak berbentuk bulat

dengan inti terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.

Page 16: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xvi

C. Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya

terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai

pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari

rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini

mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian

hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air.

Oleh karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas

tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar.

Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di

antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan

zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan

terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang

larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak

akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di

permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara

cairan akan menurunkan tegangan antarmuka (Lachman.1994).

Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan

sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam.

Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka

dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan

mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada

tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk

Page 17: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xvii

suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase

gas berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna,

tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi :

a. surfaktan anionik

Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion

positf. Ion negatif bertindak sebagai surfaktan misalnya Natrium lauril

sulfat.

b. surfaktan kationik

Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion

positif. Ion postif bertindak sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil

morfolium etosulfat.

c. surfaktan amfoter

Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil

aminopropiona, Imidazolinum betaine.

d. surfaktan nonionik

Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak

berionisasi, misalnya : tween, dan span.

D. Mikroemulsi

Mikroemulsi merupakan sistem dispersi isotropik, jernih dan stabil secara

termodinamika dari dua cairan yang tidak bercampur, yang distabilkan oleh

lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, dan surfaktan yang digunakan dapat

dalam bentuk murni, campuran atau kombinasi dengan bahan tambahan

lainnya. Secara operasional, mikroemulsi dapat didefinisikan sebagai dispersi

Page 18: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xviii

dari cairan-cairan yang tidak larut dalam suatu cairan lain, yang terlihat jernih

dan homogen yang dapat terlihat secara visual.

Pencampuran sejumlah kecil minyak dengan air menghasilkan sistem dua

fase yang tidak tercampur, jika sejumlah kecil minyak ditambahkan ke dalam

suatu larutan surfaktan dalam air yang sesuai dengan keadaan misel, minyak

lebih memilih larut dalam bagian dari misel karena sifatnya yang hidrofobik.

Sebagai salah satu sistem penghantaran obat yang relatif baru mikroemulsi

juga mempunyai kelemahan yaitu lapisan tunggal yang terbentuk pada

permukaan antara fase minyak dan air harus distabilkan dengan sejumlah besar

surfaktan, sampai 5 kali banyak dari yang dibutuhkan oleh suatu emulsi untuk

mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat variasi

konsentrasi antara fase minyak dengan fase air. Sediaan mikroemulsi berada di

antara solubilized solution yang stabil dan emulsi yang relatif tidak stabil

(Martin. 1993).

Mikroemulsi terdiri atas bermacam-macam sistem dispersi yaitu tipe M/A

(minyak dalam air) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan minyak dalam fase

air, tipe A/M (air dalam minyak) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan air

dalam fase minyak. Mikroemulsi seringkali disebut sebagai suatu sistem terlarut

karena secara makroskopis berprilaku sebagai suatu larutan dengan diameter

tetesan yang sangat kecil (Martin. 1993).

Ukuran diameter tetesan dalam mikroemulsi kurang dari ¼ panjang

gelombang cahaya putih atau tepatnya kurang dari 1400 A (Lawrence. 2000).

Untuk mengukur ukuran diameter dan distribusi partikel menggunakan alat

Page 19: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xix

SAXS (Small Angle X-Ray Scattering), PCS (Photon Correlation

Spectroscopy), dan SANS (Small Angle Neutron Scattering). Mikroemulsi

merupakan suatu sistem yang menarik dikarenakan permukaan minyak, air, dan

surfaktan membentuk berbagai macam bentuk struktur untuk menghindari

kontak langsung antara minyak dengan air (Lawrence. 2000).

Mikroemulsi tipe M/A dapat terbentuk secara spontan melalui pencampuran

dan memberikan keuntungan sebagai sistem pembawa obat, karena

mikroemulsi ini dapat menyatukan obat yang bersifat hidrofobik, meningkatkan

kelarutannya, sehingga dapat diberikan dalam sediaan untuk rute topikal, oral,

atau intravena.

Mikroemulsi dan emulsi mempunyai perbedaan yang luas secara fisik dan

farmakodinamik. Campuran berwarna keruh akibat dari terbentuknya partikel

besar yang tidak tembus cahaya adalah suatu emulsi, sedangkan suatu larutan

transparan dan stabil adalah mikroemulsi yang mengandung partikel-partikel

kecil (Feely. 2001).Bila suatu emulsi dapat menggunakan surfaktan yang

bersifat hidrofilik atau hidrofobik, maka suatu mikroemulsi mebutuhkan

surfaktan yang mempunyai nilai hidrofilik sedang. Kelebihan yang dimiliki oleh

mikroemulsi bila dibandingkan dengan emulsi antara lain, stabil secara

termodinamik, pembuatan mudah untuk skala besar, penampilan transparan,

dan elegan.

Hubungan phase behavior dari campuran setiap komposisi yang ada dalam

sistem mikroemulsi dapat dilihat dengan bantuan fase diagram. Hal ini

Page 20: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xx

dimaksudkan untuk menentukan komposisi yang tepat dari fase air, minyak, dan

surfaktan yang akan membentuk suatu sistem mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995).

Gambar 1. Fase diagram mikromulsi

Teori pembentukan mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995)

1) Teori bauran lapisan

Pengetahuan awal tentang mikroemulsi dikembangkan oleh Schulman

tentang penurunan tegangan lapisan antar permukaan sehingga menjadi

sangat rendah. Pembentukan partikel mikroemulsi yang spontan

berhubungan dengan pembentukan terhadap suatu lapisan yang kompleks

pada antar permukaan minyak-air oleh surfaktan dan ko-surfaktan. Hal ini

menyebabkan penurunan tegangan antar permukaan minyak-air pada nilai

yang sangat rendah.

2) Teori kelarutan (solubilisasi)

Kelompok Shinoda dan Friberk menganggap mikroemulsi merupakan

larutan monofase yang stabil secara termodinamika dari misel speris air atau

Page 21: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxi

minyak, karena surfaktan memiliki kecenderungan untuk berkelompok

membentuk suatu yang disebut misel dan konsentrasi yang ditambahkan

saat terbentuk kelompok misel yang disebut Criticall Micell Concentration

(CMC).

Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan

zat-zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang

digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat

yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang

jernih dan stabil secara termodinamika.

3) Teori termodinamika

Teori lapisan antar permukaan tidak menjelaskan mengapa mikroemulsi

dapat terbentuk adanya co-surfaktan untuk mikroemulsi yang terbentuk

secara spontan, energi bebas yang terlibat ditunjukkan dalam persamaan

berikut : (Bakan, J.A. 1995)

ઢG = γઢA

(di mana ઢG adalah perubahan energi bebas dari sistem yang menyertai

perubahan dalam luas antarmuka. ઢA adalah kebalikan di dalam area

permukaan ઢA, dan γ adalah tegangan antarmuka).

Mikroemulsi tidak stabil secara fisika jika pada saat didiamkan, fase

terdispersi akan beragregasi, agregatnya naik ke permukaan, atau turun ke dasar

emulsi membentuk lapisan yang lebih pekat, serta terdapat fase diam yang tidak

teremulsikan sehingga membentuk lapisan yang lain (Idson. 1989, Ansel. 1989

Page 22: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxii

dan Lachman. 1994). Bentuk ketidakstabilan tersebut dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

1) Creaming dan sedimentasi

Creaming adalah peristiwa di mana globul-globul fase dalam yang terpisah

dari fase luar. Sedimentasi adalah peristiwa di mana globul-globul fase

dalam bergerak ke bawah. Peristiwa-peristiwa ini bergantung dari bobot

jenis fase dalam dan fase luar mikroemulsi. Creaming dan sedimentasi

dapat menyebabkan globul-globul saling berdekatan dan bias menimbulkan

coalescence. Hal ini dapat diatasi dengan memperkecil ukuran partikel dan

menaikkan viskositas.

2) Aggregation dan coalesence

Flokulasi (aggregation) dan coalescence adalah gejala ketidakstabilan

mikroemulsi yang lebih serius. Flokulasi adalah kondisi fase dalam atau

sesudah proses creaming. Flokulasi dipengaruhi oleh muatan pada

permukaan bulatan-bulatan yang teremulsi. Jika tidak ada suatu pembatas

pelindung (mekanik) pada antarmuka karena emulgator tidak cukup maka

tetesan-tetesan emulsi akan beragregasi dan menggumpal dengan cepat.

3) Kondisi tekanan

Kondisi tekanan adalah kondisi yang digunakan untuk mengevaluasi

kestabilan sediaan emulsi atau mikroemulsi meliputi umur, temperatur,

sentrifugasi, dan pengocokan.

Page 23: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxiii

a) Umur dan temperatur

Setelah proses pembuatan mikroemulsi dapat disimpan pada

kondisi-kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh suhu, dan waktu

penyimpanan. Cycling test dilakukan pada 2 kondisi yang berbeda yaitu

pada 40C selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu

450C selama 24 jam (1 siklus). Mikroemulsi dikatakan stabil jika selama

6-8 siklus tidak terdapat tanda-tanda pemisahan. Mikroemulsi juga harus

stabil jika disimpan pada suhu 450C dan 500C selama 60-90 hari, suhu

370C selama 56 bulan, dan pada temperatur kamar selama 12-18 bulan.

b) Sentrifugasi

Usia simpan mikroemulsi dapat diramalkan melalui pengamatan

pemisahan fase dalam, terbentuknya krim atau penggumpalan pada

mikroemulsi yang dipaparkan. Sentrifugasi Becher menyatakan bahwa

sentrifugasi pada 3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm

selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun.

c) Pengadukan

Pengadukan dapat memecah mikroemulsi. Mikroemulsi jernih dapat

menjadi keruh (terjadi penggumpalan) pada pengadukan yang singkat.

Pengadukan yang berlebihan juga bisa mengganggu pembentukan

mikroemulsi dan dapat memecah mikroemulsi.

Page 24: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxiv

E. Monografi Bahan Tambahan

i. Tween 80 (sorbiton monostearat)

Pemerian :Cairan berwarna kuning, mempunyai bau yang khas,

memberikan sensasi hangat pada kulit.

Kelarutan :Larut dalam air, alkohol dioxin, etil asetat, dan alkohol

Penggunaan :Sebagai surfaktan (Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003).

ii. Sorbitol

Sinonim : Sorbitol instant, Hydex

Rumus molekul : C6H14O6

Berat molekul : 182,17

Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis, warna

putih, rasa manis.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.

Penggunaan : Sebagai humektan

iii. Nipagin (metal paraben)

Pemerian :Hablur kecil, tidak berwarna, putih, tidak berbau.

Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol.

Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,02%-0,3%

iv. Nipasol (propil paraben)

Pemerian :Sebuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air.

Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,01%-0,6%.

Page 25: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxv

F. Hipotesis

Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dapat dibuat sebagai mikroemulsi

dengan penambahan Tween 80 sebagai surfaktan untuk menghasilkan sediaan

yang stabil dan memenuhi persyaratan farmasetika.

Page 26: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxvi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UHAMKA, Laboratorium Farmasi

Non Steril Departemen Farmasi UI dan Laboratorium Inkubator BPPT

Serpong.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli s.d Desember 2010

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat

Timbangan analitik, oven, lemari pendingin, piknometer 25 ml, pH

meter, viskometer Brookfield, nanosizer, tensiometer Do Nouy, alat

sentrifugasi dan alat-alat gelas lainnya.

2. Bahan - bahan

Minyak kelapa murni (VCO), tween 80, nipagin, nipasol, sorbitol,

berbagai pereaksi kimia dan aquadest.

Page 27: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxvii

C. Pola Penelitian

1. Pemeriksaan karakteristik minyak kelapa murni

2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

D. Prosedur Penelitian

1. Pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni

Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji identifikasi fisika, kimia dan

mikrobiologi, serta pemeriksaan organoleptik VCO.

2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

Tabel I. Formula mikroemulsi

Bahan F1 F2 F3 F4 F5 Kegunaan

Minyak kelapa murni (%) 5 5 5 5 5 Fase minyak Tween 80 (%) 40 45 50 55 60 Surfaktan Sorbitol (%) 10 10 10 10 10 Kosurfaktan Nipagin (%) 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 Pengawet Nipasol (%) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Pengawet Aquadest ad (%) 100 100 100 100 100 Fase air

Pembuatan sediaan mikroemulsi :

Tween 80 dilarutkan dalam aquadest, lalu di tambahkan nipagin dan nipasol

yang telah dilarutkan juga sebelumnya, campuran diaaduk hingga homongen

menggunakan magnetic stirrer (M1). Minyak kelapa murni (VCO) di

tambahkan ke dalam M1, dihomogenkan, lalu tambahkan sorbitol sampai

terbentuk larutan yang homogen, jernih dan transparan.

Page 28: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxviii

3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

a. Organoleptis

Pengamatan secara visual terhadap bau, bentuk, dan warna mikroemulsi

b. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan

pemeriksaan dilakukan selama 8 minggu. Caranya yaitu :

- Elektroda dicuci dan dibilas dengan air suling, keringkan.

- Kalibrasi alat menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7.

- Elektroda dimasukkan ke dalam mikroemulsi, catat pHnya

c. Bobot Jenis

Bobot Jenis diukur menggunakan piknometer 25 ml. Caranya sebagai

berikut :

- Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aqua destillata

lalu dikeringkan. Kemudian ditimbang (Wo).

- Piknometer diisi dengan aqua destillata, lalu ditimbang (W1).

- Piknometer diisi dengan sediaan uji, lalu ditimbang (W2).

BJ dihitung dengan rumus :

0102

WWWWBJ

d. Viskositas

Kekentalan sediaan diukur menggunakan viskometer Brookfield.

Mikroemulsi dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml, atur spindle dan

rpm yang digunkan, nyalakan alat viscometer, catat hasil yang

diperoleh.

Page 29: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxix

e. Pemisahan fase

Pemisahan fase di amati dengan mengamati mikroemulsi yang disimpan

pada suhu yang berbeda dalam beberapa siklus atau masa penyimpanan.

Siklus penyimpanannya adalah :

i. freeze thaw

Siklus pemisahan fase metode freeze-thaw dilakukan dengan cara

penyimpanan pada suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada

suhu 45ºC. Amati perubahan organoleptis yang terjadi setiap siklus.

ii. sentrifugasi

Sentrifugasi dilakukan 3000 rpm selama 30 menit.

f. Ukuran globul dan Potensial Zeta

Pengukuran distribusi ukuran partikel dan potensial dilakukan dengan

menggunakan Nanosizer. Sediaan yang akan diuji dimasukkan ke dalam

kuvet, lalu dimasukkan ke dalam alat Nanosizer dan dibaca data yang

diperoleh.

E. Analisa Data

Data hasil pengamatan yang diperoleh pada uji sediaan mikroemulsi

dianalisis menggunakan uji analisis varian (ANAVA) satu arah

Page 30: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1.Pemeriksaan Karakteristik minyak kelapa murni ( VCO )

Bentuk fisik minyak kelapa murni dapat dilihat seperti tabel berikut :

Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni

Bentuk Warna Bau Larutan Jernih Khas

Hasil pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni yang telah dilakukan dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO

Pemeriksaan Hasil pemeriksaan APCC Standar Warna Jernih Jernih Bobot jenis 0,9192 g/cm3 0,915-0,920 Indeks bias 1,44835 1,4480-1,4492 Kadar air 0,1398% 0,1-0,5% Bilangan iodium 4,3676 gI2/100 g 4,1-11,0 Bilangan penyabunan 252,45 mgKOH/g 250-260 Bilangan asam 0,4009 mg KOH/g Max 0,5 Bilangan asam lemak bebas 0,2934% ≤ 0,5% Bilangan peroksida 1,1666 meq/kg ≤ 3 meq/kg minyak

Page 31: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxi

2. Evaluasi sediaan mikroemulsi

a. Pengamatan Organoleptis

Tabel IV. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO

Formula Waktu (minggu)

Organoleptis Bentuk Warna Bau

F1

0 Larutan Kuning jernih khas 1 Larutan Kuning jernih khas 2 Larutan Kuning jernih khas 3 Larutan Kuning jernih khas 4 Larutan Kuning jernih khas 5 Larutan Kuning jernih khas 6 Larutan Kuning jernih khas 7 Larutan Kuning jernih khas 8 Larutan Kuning jernih khas

F2

0 Larutan Kuning jernih khas 1 Larutan Kuning jernih khas 2 Larutan Kuning jernih khas 3 Larutan Kuning jernih khas 4 Larutan Kuning jernih khas 5 Larutan Kuning jernih khas 6 Larutan Kuning jernih khas 7 Larutan Kuning jernih khas 8 Larutan Kuning jernih khas

F3

0 Larutan Kuning jernih khas 1 Larutan Kuning jernih khas 2 Larutan Kuning jernih khas 3 Larutan Kuning jernih khas 4 Larutan Kuning jernih khas 5 Larutan Kuning jernih khas 6 Larutan Kuning jernih khas 7 Larutan Kuning jernih khas 8 Larutan Kuning jernih khas

F4

0 Larutan Kuning jernih khas 1 Larutan Kuning jernih khas 2 Larutan Kuning jernih khas 3 Larutan Kuning jernih khas 4 Larutan Kuning jernih khas 5 Larutan Kuning jernih khas 6 Larutan Kuning jernih khas 7 Larutan Kuning jernih khas 8 Larutan Kuning jernih khas

F5

0 Larutan Kuning jernih khas 1 Larutan Kuning jernih khas 2 Larutan Kuning jernih khas 3 Larutan Kuning jernih khas 4 Larutan Kuning jernih khas 5 Larutan Kuning jernih khas 6 Larutan Kuning jernih khas 7 Larutan Kuning jernih khas 8 Larutan Kuning jernih khas

Page 32: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxii

b. Pengukuran pH

Hasil pengukuran pH selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik dibawah ini

0

12

3

45

67

8

0 2 4 6 8 10

Keas

aman

(pH)

Waktu (minggu)

F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH

c. Pengukuran Bobot Jenis

Hasil pengukuran bobot jenis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis

Formula BJ F1 1,0633 F2 1,0750 F3 1,0766 F4 1,0843 F5 1,0883

d. Pengukuran Viskositas

Hasil pengukuran viskositas selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik

berikut :

Page 33: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxiii

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

0 2 4 6 8 10

Visk

osita

s(c

ps)

Waktu (minggu)

F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas

e. Pengamatan pemisahan fase

i. Hasil pemisahan fase pada siklus freeze thaw dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw

Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 Siklus 7 Siklus 8

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

4°C

45°C

F1-1 - - - - - - - - - - - - - - - - F1-2 - - - - - - - - - - - - - - - - F1-3 - - - - - - - - - - - - - - - - F2-1 - - - - - - - - - - - - - - - - F2-2 - - - - - - - - - - - - - - - - F2-3 - - - - - - - - - - - - - - - - F3-1 - - - - - - - - - - - - - - - - F3-2 - - - - - - - - - - - - - - - - F3-3 - - - - - - - - - - - - - - - - F4-1 - - - - - - - - - - - - - - - - F4-2 - - - - - - - - - - - - - - - - F4-3 - - - - - - - - - - - - - - - - F5-1 - - - - - - - - - - - - - - - - F5-2 - - - - - - - - - - - - - - - - F5-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

Page 34: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxiv

ii. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi

Keterangan : - = tidak terjadi perubahan + = terjadi perubahan f. Pengukuran tegangan permukaan

Hasil pengukuran tegangan permukaan sedian dapat dilihat seperti tabel

Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan Mikroemulsi

Formula Hasil (dyne/cm) F1 42,3833 ± 0,1169 F2 42,3667 ± 0,1095 F3 42,5833 ± 0,1835 F4 42,2000 ± 0,1789 F5 42,3667 ± 0,2160

g. Pengukuran ukuran partikel/globul

Pengukuran ukuran partikel/globul dilakukan terhadap formula yang paling

optimal dan diperoleh data distribusi partikel 63,3 nm (lampiran 3).

B. Pembahasan

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari

daging kelapa segar yang diolah pada suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan,

sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan.

Formula Kecepatan (3000 rpm)

F1 - F2 - F3 - F4 - F5 -

Page 35: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxv

Kandungan asam lemak (terutama asam laurat) dalam VCO, sifatnya yang

melembutkan kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembawa sediaan obat,

diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Selain itu, VCO efektif dan aman

digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi

kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit.

VCO memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan minyak

kelapa biasa. Pada penelitian ini VCO didapatkan dengan pembelian langsung

kepada Koperasi Besar Industri Agro, LIPI, Bogor, dan dilakukan pemeriksaan

karakteristik VCO meliputi pemeriksaan warna, indeks bias, berat jenis, kadar air,

bilangan iodium, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan asam lemak bebas

dan bilangan peroksida. Dari seluruh hasil pemeriksaan karakteristik VCO, VCO

yang diujikan memenuhi syarat, karena sesuai dengan yang tercantum dalam APCC

(Asia Pasific Coconut Community).

Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan

emulsi. Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan

oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, memiliki keunggulan dibandingkan

dengan emulsi antara lain stabil secara termodinamika, transparan atau translucent,

viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga

dapat meningkatkan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Penggunaan tween 80

sebagai surfaktan dapat mengurangi masalah toksisitas dan iritasi.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi minyak dalam air

(M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai

fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan.

Page 36: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxvi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80 sebagai

surfaktan yang berbeda-beda yaitu 35%, 40%, 45%, 50%, dan 55% yang bertujuan

untuk menghasilkan konsentrasi yang optimal dari sediaan mikroemulsi minyak

kelapa murni agar diperoleh mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik.

Pembuatan mikroemulsi yaitu bahan yang larut dengan pelarut polar dilarutkan

terlebih dahulu ke dalam pelarut polar, lalu ditambahkan fase minyak ke dalamnya,

diaduk, kemudian ditambahkan kosurfaktan sedikit demi sedikit sambil diaduk

sampai terbentuk sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Dihasilkan F1, F2, F3

dan F4 jernih, sedangkan F5 agak keruh.

Setelah pembuatan sediaan, dilanjutkan dengan evaluasi fisik selama 8 minggu,

yang meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis (bj), pemisahan fase

meliputi uji freeze-thaw dan uji sentrifugasi, pengukuran tegangan permukaan serta

pengukuran ukuran partikel/globul.

Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 minggu secara organoleptis

menunjukkan bahwa kelima formula tersebut tidak ada perubahan dari segi warna

dan bau selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formula

memiliki stabilitas yang cukup baik selama penyimpanan. Penyimpanan

mikroemulsi dilakukan pada suhu kamar yang tetap dan sediaan tersimpan dalam

wadah tertutup rapat, sehingga membuat mikroemulsi stabil serta tidak dipengaruhi

oleh faktor lingkungan.

Hasil pengukuran pH selama 8 minggu menunjukkan terjadinya penurunan dan

peningkatan pH yang cenderung tidak terlalu besar selama penyimpanan, sehingga

dapat disimpulkan bahwa sediaan stabil secara termodinamika dan tidak adanya

Page 37: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxvii

reaksi kimia baik yang ditimbulkan oleh wadah tempat penyimpanan ataupun

antara bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan. Formula F1, F2 dan F3

memberikan pH kulit karena berada pada range diantara 4,5-6,5, sedangkan F4 dan

F5 mempunyai pH diatas range pH kulit.

Hasil pengukuran viskositas mikroemulsi selama 8 minggu dengan

menggunakan viskometer Brookfield tipe DV-E dan data viskositas menunjukkan

bahwa F1, F2, F3, F4 dan F5 mempunyai viskositas yang cenderung mengalami

peningkatan pada minggu-minggu pertama dan kemudian setelah minggu ke-4

mengalami penurunan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang

digunakan maka viskositasnya menjadi lebih besar.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis dapat disimpulkan bahwa

semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka bobot jenis sediaan

semakin besar. Bobot jenis (BJ) kelima formula tersebut tidak terlalu besar

sehingga sediaan dapat mengalir dengan baik dan mudah dituang.

Pengamatan pemisahan fase melalui metode freeze-thaw pada dua suhu yang

berbeda yaitu suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 45ºC dilakukan

selama 8 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 4ºC terlihat kelima

formula sediaan menunjukkan perubahan tampilan fisik bila dibandingkan dengan

sediaan sebelum disimpan, dan berwarna putih susu serta laju alir yang lebih kental.

Fase minyak cenderung pula untuk membeku pada suhu rendah, akibatnya partikel-

partikel cenderung untuk bergabung membentuk suatu ikatan antar partikel yang

lebih rapat yang mengakibatkan sediaan menjadi berwarna putih susu karena

struktur yang lebih rapat dan teratur. Hasil pengamatan pada suhu 45ºC terlihat

Page 38: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxviii

kelima formula sediaan kembali ke bentuk semula dimana larutan menjadi jernih

dan transparan, dan mudah dituang, serta tidak adanya perubahan seperti

pengendapan, pecah atau terjadinya gumpalan yang menunjukkan sediaan stabil

pada suhu tinggi.

Pengamatan pemisahan fase dengan metode sentrifugasi, dilakukan pada

kecepatan putaran 3000 rpm selama 30 menit. Pada pengamatan ini, kelima formula

mikroemulsi tidak menunjukkan adanya dua fase yang terpisah (creaming)

melainkan tetap merupakan suatu larutan yang terdispersi sempurna dan tetap

mengalir dengan baik. Kelima formula menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi

cukup stabil.

Pengukuran ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan data distribusi

intensitas yang diujikan pada F3 yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi

45% memiliki ukuran distribusi partikel 63,3 nm yang berarti bahwa mikroemulsi

yang dibuat memenuhi syarat ukuran partikel mikroemulsi yang berkisar antara 10-

100 nm. Pemilihan penetapan ukuran partikel pada F3 karena mewakili formula

yang terbaik.

Hasil uji statistik terhadap viskositas menggunakan analisa non parametrik

Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sig (0,151) > α (0,05) yang berarti Ho

diterima, dan dapat dinyatakan data viskositas terdistribusi normal. Hasil uji

statistik terhadap viskositas menggunakan analisa ANAVA satu arah menunjukkan

nilai sig (0,000) < α (0,05) yang berarti Ho ditolak. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa variasi konsentrasi tween 80 menyebabkan adanya perbedaan bermakna

pada tiap formula mikroemulsi.

Page 39: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xxxix

Berdasarkan evaluasi mikroemulsi minyak kelapa murni dan tween 80 diatas

dapat membentuk sediaan yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai

sediaan kosmetika, dengan memanfaatkan sifat yang terkandung dalam VCO

tersebut. Diharapkan pada penelitian selanjutnya diperoleh formula yang

menunjang peranan VCO dalam bentuk mikroemulsi dan dapat menjanjikan dalam

dunia farmasi dan kosmetika.

Page 40: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xl

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

mikroemulsi minyak kelapa murni yang memenuhi persyaratan farmasetika

adalah formula 3 dengan konsentrasi minyak kelapa murni 5% dan tween 80

sebesar 45%.

B. Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan :

1. Penggunaan kosurfaktan yang bervariasi sebagai kombinasi untuk membuat

mikroemulsi minyak kelapa murni.

2. Penambahan pengental untuk meningkatkan viskositas sediaan.

Page 41: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xli

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan:F. Ibrahim. UI Press, Jakarta. Hal377-378.

Bakan, J.A. 1995. Microemulsions. Dalam : Swarbick, J. Boylan, C.J.

Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York. Marcell Dekker. Inc. Hal 379-387.

Block, Lawrence H. 1995. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Liebermen,

Hebert A, Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 335-369.

Firberg, S.E,. Goldsmit, L.B., dan Hilton M.l. 1990. Theory of Emulsions. Dalam:

Lieberman, H.A., Rieger, M.M, dan Banker G.s, eds. Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System. Vol. 1. New York: Marcell Dekker. Inc. Hal 355.

Gao, 2-6.,et al. 1998. Physicochemical Characterization and Evaluation of a

Microemulsion System for Oral Delivery of Cyclosporin A. Dalam: International Journal of Pharmaceutics 183. Hal 75-86.

Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002. Pharmacokinetcs of Cyclosporine from

Conventional and New Microemulsions Formulation Healthy Volunteers.http://www.Panaceabiotes.Com/publication/journal/panimun Bioral 14.htm. 4 Juni 2009. pkl. 14.55.

Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Badan Penelitian

dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 139-140.

Idson, B. 1989. Pharmaceutical Emulsion. Dalam: Liebermen, Hebert, A. Rieger,

Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 336 – 339.

Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Edisi II. Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press, Jakarta. Hal. 1029-1088.Milton J. 1995.

Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-Based Media as

Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery Reviews. Hal 45,1,89,121.

Malcomson, C., Sastra, C., Kantaria, S., Sidhy, A., dan Lawrence, M.J. 1998.

Effect of Oil on The Level of Solubulization of Testoteron Propionate

Page 42: Laporan Akhir Penelitian.pdf

xlii

into Nonionic Oil in Water Microemulsions. Dalam: Journal of Pharmaceutical Sciences. 87. Hal 109-116.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III.

Terjemahan: Yoshita. UI Press, Jakarta. Hal 940-1010, 1162, 1163, 1170. Nur, A. 2005. Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Cetakan

ke-5. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Hal 2. Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan Egbaria K. 2002.

Design and Deveploment of Topical Microemulsion for Poorly Water Soluble Antifungal Agents 8 hlm. http://www.jrnlapplidresearch.com/aticle/volirissi/purnojati.htm. 4 Juni 2009. pkl. 12.30.

Rahmawati, J. 2003. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi

dengan Menggunakan Gameksan Sebagai Model Obat. Skripsi. Fakultas MIPA UI, Depok. Hal 40.

Rieger MM. 2000. Harry’s Cosmetcology 8th ed. New York : Chemical Publishing

co. Inc. Hal 891 – 892. Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipient Fourth

Edition. London : The Pharmaceutical Press. Hal 310,375, 411. Sastromidjojo, Seno. Editor, Arjatmo Tjokronegoro. 1997. Obat Tanaman Asli

Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Hal 135. Setiaji, B dan Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Cetakan

ke-2, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 14.