laporan akhir pkm untuk skripsi
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR PKM-P
POTENSI PEMBUATAN ETANOL DARI ECENG GONDOK MELALUI
PROSES HIDROTHERMAL
oleh:
DYAN PRATIWI M. 331 11 019 (2011)
DAHLIA QADARI 331 11 005 (2011)
NURUL UTAMI SM. 331 11 011` (2011)
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2013
ii
HALAMAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Potensi Pembuatan Etanol Dari Eceng Gondok Melalui Proses
Hydrothermal.
2. Bidang Kegiatan : (√) PKM-P ( ) PKM-M ( ) PKM-KC
( ) PKM-K ( ) PKM-T
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Dyan Partiwi M
b. NIM : 331 11 019
c. Jurusan : Teknik Kimia
d. Universitas/Institut/Politeknik : Politeknik Negeri Ujung Pandang
e. Alamat Rumah/Telp./fax. : Jl. Toddopuli V Stp 2 No 28/29 blok 32
Makassar
f. Alamat Email : [email protected]
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : Dua orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Octovianus SR Pasanda, ST., MT
b. NIDN : 0005106511
c. Alamat Rumah /No Telp/Hp : Bumi Tamalanrea Permai Blok AA No. 30
081242826202
6. Biaya Kegiatan Total :
a. DIKTI : Rp. 9.800.000,-
b. Sumber Lain : -
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 6 Bulan
iii
ABSTRAK
Dyan Pratiwi, dkk. 2013. “Potensi Pembuatan Etanol dari Eceng Gondok
melalui proses Hidrothermal”. (Didampingi oleh Octovianus SR Pasanda)
Eceng gondok (Eichorrnia crassipes) merupakan gulma yang memiliki
kemampuan tumbuh serta mampu membentuk populasi yang sangat besar dalam
waktu yang singkat. Oleh karena itu maka berbagai upaya pengendalian
populasinya terus dilakukan. Selain upaya pengendalian, upaya pemanfaatan
secara ekonomis pun dilakukan.
Batang eceng gondok memiliki kandungan selulosa, yaitu 64,51%.
Melalui proses hidrolisis, selulosa dikonversi menjadi glukosa yang difermentasi
menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi seperti etanol. Umumnya, selulosa
ada dalam kombinasi dengan lignin dan hemiselulosa membentuk komplek
lignoselulosa sehingga selulosa sulit mengalami hidrolisis secara enzimatik.
Untuk memudahkan hidrolisis selulosa oleh enzim selulase maka terlebih dahulu
diproses melalui suatu metode, yakni dengan metode perlakuan hidrothermal ,
kemudian untuk menghasilkan etanol maka pada tahap fermentasinya digunakan
Saccharomyces cerevisiae. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai
konversi selulosa menjadi glokosa dan pengaruh kerusakan struktur sel eceng
gondok terhadap perlakuan hydrothermal untuk produksi bioetanol serta
memperoleh produk etanol dengan komposisi tertentu.
Setelah dilakukan proses hydrothermal, diperoleh nilai konversi selulosa
menjadi glukosa optimum sebesar 5,78 % pada kondisi suhu 170oC dan waktu 60
menit. Setelah itu, dilakukan proses hidrolisis dengan enzim selulase agar selulosa
dapat teruraikan menjadi glukosa secara optimal. Dimana setelah uji struktur sel,
eceng gondok mengalami kerusakan sel setelah proses hydrothermal dan
bertambah rusak setelah proses hidrolisis. Bioetanol yang dihasilkan setelah
proses fermentasi adalah sebesar 6,4% dan 6,2%.
Kata kunci: Eceng gondok, hidrothermal, hidrolisis, etanol
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., atas berkah, rahmat dan
ijin-Nya kami bisa menyelesaikan Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa
yang berjudul Potensi Pembuatan Etanol dari Eceng Gondok melalui Proses
Hidrothermal.
Laporan akhir ini disusun untuk mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa Bidang Penelitian yang diadakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi (Dirjen DIKTI) Jakarta tahun 2012-2013. Dalam penyusunan laporan akhir
ini penysusun mendayagunakan kemampuan semaksimal mungkin untuk
menjadikan laporan akhir ini memiliki bobot pengetahuan sekalipun dalam
kategori yang minim.
Namun demikian, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
akhirnya laporan akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini sudah selayaknya penyusun menghaturkan terima kasih dan penghargaan
kepada:
1. Ayah dan Ibunda penyusun yang telah memberikan dorongan dan
dukungan selama penyusun melaksanakan kegiatan hingga penyusunan
laporan akhir.
2. Bapak Drs.Muslimin.,M.T.,M.Hum., selaku Pembantu Direktur III Bidang
Kemahasiswaan yang telah memberikan dukungan.
3. Bapak Drs. H. Abdul Azis, M. T., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah memberikan dukungan.
4. Bapak Octovianus SR Pasanda,S. T., M. T., yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan kegiatan.
5. Bapak Sakius yang telah banyak memberikan bantuan selama pelaksanaan
kegiatan.
6. Teman-teman seperjuangan Teknik Kimia 2011, “semua akan indah pada
waktunya”.
7. Serta orang-orang yang telah memberikan motivasi dan bantuan moril
kepada penulis hingga laporan praktik kerja lapangan ini dapat
terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini,
baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan
dan pengalaman penyusun. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penyusun harapkan.
Makassar, September 2013
Penyusun
5
5
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian energi
final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan.Satu hal
yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan impor BBM
kian meningkat, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan
mengimpor sepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi
pemakaian energi non BBM tidak dilakukan secara serius. Pada tahun
1992 pemakaian BBM sebagai energi final sebesar 201.577 ribu SBM.,
ternyata kilang dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 167.944
ribu SBM. Sehingga harus mengimpor sekitar 33.633 ribu SBM atau bila
dirata-ratakan setiap harinya harus mengoimpor BBM sebanyak 92.145
SBM. Angka impor BBM ini terus meningkat hingga mencapai 107.935
ribu SBM pada tahun 2003 atau sekitar 32.75 % dari total konsumsi
BBM dalam negeri. Maka dari itu perlunya pengembangan alternatif lain
guna mengurangi pengeluaran devisi negara dan bersifat ramah
lingkungan. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif
yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. (yprawira.2007)
Bioetanol adalah etanol (alkohol yang paling dikenal masyarakat)
yang dibuat dengan fermentasi yang membutuhkan faktor biologis untuk
prosesnya (Stefan Nagtegaal and Steven Wittens,2008). Bahan baku yang
digunakan untuk membuat bioethanol adalah eceng gondok. Keunggulan
tersebut adalah memiliki laju pertumbuhan tiga persen dari 3 % perhari di
rawa atau danau dan tingkat perumbuhan eceng gondok mencapai 125
ton basah/6 bulan(Glori K. Wadrianto : 2012).
6
6
Dengan penelitian lebih lanjut, diketahui eceng gondok dapat
membantu produsen bioethanol untuk mengetahui spesies yang dapat
menghasilkan bioethanol , dilihat dari jumlah sukrosa yang dihasilkan
spesies tersebut jika dihidrolisis sebelum proses hidrolisis dengan enzim,
dilakukan terlebih dahulu proses hidrothermal dengan harapan biomassa
yang menggandung tignoselulosa yang dinding selnya terbungkus oleh
ligning dipecah menjadi gula sederhana agar enzim mudah menembus
selulosa yang ada didalamnya.
1. 2. Perumusan Masalah
Ketersediaan bahan limbah lignoselulosa yang melimpah dan tidak
bersaing dengan bahan pangan belum banyak dimanfaatkan di Indonesia.
Limbah lignoselulosa tersebut memiliki potensi besar dalam pembuatan
bioethanol. Pengkombinasian antara proses hidrolisa secara enzimatis
dengan metode pretreatment yang tepat, akan menghasilkan produk
dengan yield yang cukup tinggi serta relatif tanpa kandungan inhibitor
sama sekali. Metode perlakuan awal dengan proses hydrothermal pada
eceng gondokdengan berbagai variasi tekanan hidrolisa, waktu hidrolisa
dan kondisi pH larutan biomassa yang digunakan diteliti untuk
mengetahui ada/tidaknya degradasi ikatan lignin secara hidrothermal
yang diindikasikan oleh perubahan struktur dinding sel.
1. 3. Tujuan Program
Secara khusus penelitian ini bertujuan, antara lain :
1. Mengetahui pengaruh waktu autoklaf terhadap persen glukosa dari
eceng gondok
2. Mengetahui pengaruh temperature autoklaf terhadap kerusakan struktur
sel eceng gondok
3. Menganalisis produk fermentasi yang dihasilkan.
4. Menghasilkan produk etanol dari proses bioetanol.
7
7
1. 4. Luaran yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bioetanol dari pengolahan
eceng gondok guna mengatasi masalah krisis pertumbuhan eceng gondok
yang tidak terkendali di suatu perairanmelalui proses hydrothermal dengan
variasi waktu. Selainitu, banyaknya ketersediaan bahan baku eceng gondok
di lingkungan diharapkan dapat membantu dalam ketersediaan bahan baku
alternatif bahan bakar mengingat mahalnya hargabahanbakar saat ini.
Proses pembuatan etanol pada umumnya adalah fermentasi gula
menjadi etanol dan gas CO2. Spesies mikroba yang digunakan adalah
kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat memfermentasi karbohidrat
menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Mikroba melakukan
fermentasi tersebut untuk mendapatkan omoge dan untuk tumbuh. Proses
yang terjadi secara alami untuk menghasilkan etanol tersebut dapat
mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia
yang sulit untuk ditangani.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar
pengembangan pengetahuan dalam bentuk publikasi bagi industri bioetanol
baik dalam skala kecil maupun skala besar
1. 5. Kegunaan
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian tentang pengaruh
hidrothermal menggunakan autoklaf terhadap kerusakan/perubahan struktur
sel yang akhirnya menghasilkan paket teknologi produk bioetanol dan
pemurniannya.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Eceng Gondok
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes)
adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan
nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok
mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama
Kelipuk, diLampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal
dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng
gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan
bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkeban
gsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi
di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang
tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak
lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui
saluran air ke badan air lainnya.
Gambar 1: Eceng Gondok
Pada tabel 2. 1. 1., (Anonymous, 1966) dalam penelitiannya
terhadap eceng gondok dari Banjarmasin mengemukakan kandungan
kimia tangkai eceng gondok tua yang segar.
9
9
Tabel 2. 1. 1. Kandungan Kimia Enceng Gondok Segar
Senyawa Kimia Persentase (%)
Air 92,6
Abu 0,44
Serat kasar 2,09
Karbohidrat 0,17
Lemak 0,35
Protein 0,16
Fosfor sebagai P2O
5 0,52
Kalium sebagai K2O 0,42
Klorida 0,26
Alkanoid 2,22
Tabel 2. 1. 2. Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering
Senyawa Kimia Persentase (%)
Selulosa 64,51
Pentosa 15,61
Lignin 7,69
Silika 5,56
Abu 12
Karena eceng gondok memiliki kandungan selulosa yang tinggi,
sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar.
2. 2. Pretreatment
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan
teknologi biokonversi dalam skala komersial. Sebagai contoh pretreatment
yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses
hidrolisis. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh.
Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan
dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis.
10
10
Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur
lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang
memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Menurut (Sun &
Cheng, dalam Isroi, 2008) pretreatment seharusnya memenuhi kebutuhan
berikut ini:1) meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan
menghasilkan gula pada proses berikutnya melalui hidrolisis enzimatik; 2)
menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat; 3) menghindari
pembentukan produk samping yang dapat menghambat proses hidrolisis
dan fermentasi, 4) biaya yang dibutuhkan ekonomis.
2. 3. Fermentasi
Beberapa spesies mikroba dari kelompok yeast/khamir, bakteri dan
fungi dapat memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi
bebas oksigen. Mikroba melakukan fermentasi tersebut untuk
mendapatkan omoge dan untuk tumbuh. Reaksi yang terjadi dalam proses
fermentasi pembuatan etanol adalah sebagai berikut:
C6H12O6 2 C2H12OH + 2 CO2
Metode fermentasi untuk gula C6 telah diketahui dengan baik sejak
paling tidak 6000 tahun yang lalu, ketika orang-orang Sumeria, Babylonia,
dan Mesir mulai membuat bir dari nira. Mikroba yang sangat umum
dimanfaatkan dalam proses fermentasi adalah ragi roti (Saccharomyces
cereviseae) dan Zymomonas mobilis. Saccharomyces cereviseae memiliki
banyak keunggulan antara lain adalah mampu memproduksi ethanol dari
gula C6 (heksosa), toleran terhadap konsentrasi ethanol yang tinggi dan
toleran terhadap senyawa inhibitor yang terdapat di dalam hidrolisat
biomassa lignoselulosa (Olsson and Hahn-Hägerdal dalam Isroi,2008).
Namun demikian, strain liar dari S. cerevieae tidak dapat memfermentasi
gula C5 (pentose) seperti: xylosa, arabinosadan celloligosaccharides,
menjadi salah satu kendala pemanfaatannya. Beberapa yeast diketahui
11
11
dapat memfermentasi xylosa seperti: Pichia stipitis (Verduyn et al. dalam
Isroi, 2008).
2. 4. Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran
menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung
oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang
sangat beracun dari sisa pembakaran. Aditif MTBE pada mulanya
dipergunakan untuk meningkatkan nilai oktan, namun saat ini dilarang
dipergunakan. MTBE dapat dideteksi dan menyebabkan pencemaran pada
air tanah sehingga alkohol merupakan alternatif yang menarik untuk
mengurangi emisi gas CO. Penggunaan alkohol murni dibanding dengan
bensin secra umum akan mengurangi kadar CO2 hingga 13% karena
merupakan hasil dari pertanian. Seperti diketahui produk pertanian
memerlukan gas CO2 untuk metabolismenya. Bioetanol merupakan etanol
yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan
mikroorganisme. Selain bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan
campuran bioetanol dengan premium. Misalnya gasohol E—10
mengandung bioetanol 10% dan sisanya premium. Bioetenol yang
mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efesiensi pembakaran dan
mengurangi emisi gas rumah kaca. Keuntungan lain dari bioetanol adalah
nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat menggantikan
fungsi bahan aditif seperti MTBE dan TEL. Bioetanol dapat langsung
dicampur dengan premium pada berbagai komposisi sehingga dapat
meningkatkan efesiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan.
12
12
2. 5. Sistem Peralatan
Sistem peralatan berfungsi sebagai tempat proses hidrolisis dimana
proses perlakuan awal dilakukan, yakni metode autoklaf dilanjutkan dengan
impregnasi dengan HCl. Sistem peralatan dengan koil pemanas dilengkapi
dengan sensor pengatur suhu, pengadukan, manometer, dan kran tempat
pengambilan sampel.
6
1 3
2 4
5
7
Keterangan
1. Tangki Sainless Stell
2. Pengaduk
3. Pengeluaran Sample
4. Koin Pemanas
5. Sensor Suhu
6. Motor Pengaduk
7. Alat Kontrol Suhu
Gambar 2.Autoklaf
13
13
BAB III
METODE PENDEKATAN
3. 1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok
Bahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah eceng gondok
jenis kelas Monocotylodenae dan keluarga Pontederiaceae yang berasal dari
Kota Makassar. Eceng gondok sebanyak 10 kg dibersihkan dari kotoran
seperti pasir dan lumut kemudian dipotong-potong ±1-2 cm. Pencucian
dilakukan dengan cara meyemprotkan air ke eceng gondok. Kemudian
direndam semalam lalu dicuci kembali dan direndam kembali, pekerjaan
tersebut dilakukan selama 3 hari. Setelah itu eceng gondok tersebut
dikeringkan dahulu pada suhu 1050C selama 16 jam Eceng gondok yang telah
dikeringkan diperkecil ukurannya hingga lolos 100 mesh . Selanjutnya eceng
gondoksiap untuk di treatment sesuai dengan kondisi operasi yang telah
ditetapkan.
3. 2. PerlakuanHidrothermal
Pengaruh suhu, waktu operasi dan pH larutan terhadap kerusakan
struktur sel eceng gondok diteliti dengan melakukan perlakuan hidrothermal
pada tekanan 1 atm. Penelitian pada tekanan 1 atm (101, 35 kPa) juga
dilakukan sebagai kondisi kontrol/pembanding. Penelitian ini juga dilakukan
dengan memvariasikan suhu (1200C,1500C dan 1700C)selama 30 dan 60
menit serta pH larutan dengan ada/tanpa penambahan larutan buffer (10 g
eceng gondok dalam 500 ml buffer asetat).
3. 3. Filtrasi (memisahkan ampas dan hidrolisat)
Tahap berikutnya adalah menyaring hidrolisat yang diperoleh dengan
dibantu oleh kerja pompa vakum. Analisa dilakukan di awal maupun diakhir
14
14
proses, yaitu analisa glukosa dari bahan baku eceng gondok , kadar lignin dan
strukturnya.
3.3.1 Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl
Dipipet 10 ml substrat ke dalam labu takar kemudian diimpitkan
dengan aquadest hingga tanda batas lalu dipipet 25 ml ke dalam
erlenmeyer
Ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan 15 ml aquadest
Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil kemudian dididihkan
selama 10 menit.
Setelah dingin ditambahkan 2 g KI dan 25 ml larutan H2SO4 4 N
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N (yang sudah
distandarisasi) dan menggunakan kanji 3 % sebagai indikator. Untuk
memperjelas perubahan warna pada saat titrasi sebaiknya kanji
ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Dicatat volume penitar
yang digunakan (a ml).
Dilakukan hal yang sama untuk blangko menggunakan aquadest (b
ml)
3.3.2 Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson
Ditimbang sampel kering sebanyak 1 gram (berat a), ditambahkan
150 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 1 jam.
Disaring dan residu dicuci dengan air panas 300 ml, kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 1050C selama 30 menit
kemudian ditimbang (berat b)
Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N, kemudian merefluks selama 1 jam
pada suhu 1000C
Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral
Dikeringkan hingga berat konstan (berat c)
Ditambahkan 100 ml H2SO4 72 % dan membiarkan selama 4 jam
pada suhu kamar. Menambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan merefluks
pada suhu 1000 C selam 1 jam.
Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral,
mengeringkan di dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh
berat konstan (berat d)
Selanjutnya diabukan di dalam tanur pada suhu 8000C
Didinginkan dalam eksikator dan menimbangnya (berat e)
Dihitung kadar selulosa dan lignin dengan rumus
15
15
% 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =𝐶 − 𝑑
𝑎 𝑥 100 %
% 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 =𝑑 − 𝑒
𝑎 𝑥 100 %
3. 4. Hidrolisis
Mengambil eceng gondok yang sudah halus dan kering sebanyak
10 gram ke dalam gelas kimia dan melarutkan dengan buffer asetat pH 4,6
sebanyak 500 ml untuk hidrolisis melakukan proses pemanasan sesuai suhu
optimum yang di dapatkan dari pengujian kadar gula. Ke dalam gelas kimia
tersebut ditambahkan inokulum ( mengambil 10-15 % dari larutan tersebut,
lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di
sterilkan selama 15 menit suhu 121 0C, lalu ditambahkan secuil mikroba
Trichoderma ressei yang telah diremajakan dan dishaker selama 48 jam) sisa
dari larutan tersebut sebagai media fermentasi, selanjutnya memasukkan
inokulum tersebut ke dalam media fermentasi, menguji kadar gulanya
dengan tujuan mencari waktu optium untuk proses hidrolisis..
3. 5. Fermentasi
Hasil dari proses hidrolisis kemudian dipanaskan pada suhu 1210C
selama 15 menit, membuat media inokulum (mengambil 10-15 % dari
larutan tersebut, lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5
g Na3PO4 di sterilkan selama 15 menit suhu 121 0C, lalu ditambahkan
secuil mikroba Saccharomyces cereviseae yang telah diremajakan, lalu
ditambahkan 0,15 g urea , NPK 0,15 g dan dishaker selama 24 jam) sisa
dari larutan tersebut digunakan sebagai media fermentasi ditambahkan urea
2,4 g dan NPK 2,4 g bagian dari volume fermentasi larutan tersebut dan
didiamkan selama 7-8 hari. Dengan reaksi fermentasi sebagai berikut:
C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH
Pada hari pertama pemberian ragi tidak langsung terjadi reaksi
karena bakteri butuh waktu yang agak lama untuk berkembang. Setelah
16
16
kurang lebih 3 hari perbedaan eceng gondong hasil hidrolis (hidrolisat)
hari pertama dan hari ke tiga mulai tampak. Dan setelah 7 hari
dihasilkan ge l em bu ng - ge l em bu n g ud a r a p ad a ecen g go n dok
t am p ak agak k ek un i n gan d i b an d in g hari sebelumnya. Gelembung
tersebut merupakan hasil fermentasi dimana dihasilkan gas CO2
dan etanol serta energi yang berupa panas.
3. 6. Penyulingan
Untuk mendapatkan etanol hasil fermentasi perlu dilakukan
pemisahan yaitu dengancara penyulingan atau distilasi pada suhu
800C dan suhu ini harus dipertahankan,k a r en a e t ano l s en d i r i
m en gu ap pad a s uh u t e r s ebu t . U ap e t ano l yan g
d ih a s i l k an dikembalikan ke fase cair dengan cara kondensasi sehingga
didapatkan etanol. Pada penyulingan pertama biasanya dihasilkan
etanol 50%-60%.
3.6.1 Pengujian kadar etanol dengan indes bias
Dibuat kurva standar (campuran larutan air-etanol
dengan indeks bias)
Dipipit hasil fermentasi untuk 2 hari dan dianalisa
Kadar etanol yang di dapatkan dapat dilihat melalui
kurva standar
3.6.2 Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi
Alat dinyalakan dan ditunggu hingga 10-15 menit.
Dipipet etanol 98 % dengan alat syrine lalu dimasukan ke alat
injeksi GC dan menekan tombol sambil menunggu pembacaan
kadar etanol pada komputer.
Hal sama dilakukan untuk kedua sampel tersebut
17
17
BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM
4. 1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung dari pengumuman hasil seleksi proposal
PKM-P sampai dengan 16 Agustus 2013 bertempat di laboratorium Teknik
Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.
4. 2. Tahapan Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan program yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Penyiapan Bahan Baku (Eceng Gondok)
Tahapan ini dilakukan untuk menyiapakan bahan baku yang akan
digunakan dalam proses pembuatan bioetanol.
b. Penyiapan Alat dan Bahan
Penyiapan alat guna mendukung proses pembuatan etanol agar
berjalan dengan baik dan untuk penyiapan bahan berupa bahan kimia
guna menunjang proses analisa yang dilakukan dalam pembuatan
bioetanol.
c. Pengujian SEM
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan
struktur terhadap struktur eceng gondok.
d. Pengujian Indeks Bias
Pengujian awal untuk mengethaui kadar etanol yang dihasilkan
dari hasil penyulinan pertama.
e. Pengujian Dengan Alat Gas Chromatography
Pengujian akhir guna mengetahui kadar etanol murni yang
dihasilkan dari proses pembuatan bioetanol.
18
18
4. 4. Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya
Rancangan biaya yang diusulkan ke DIKTI adalah sebesar Rp.
12.000.000,- dan dana yang disetujui oleh DIKTI adalah sebesar Rp.
9.800.000,-. Berikut ini adalah realisasi biaya yang dikeluarkan selama
pelaksanaan kegiatan:
No. Tanggal
Pemasukan Pengeluaran
Rincian Jumlah Rincian Jumlah
1 14/3/2013 Dana Awal
Pribadi Rp.500.000 Baskom 3 buah
Rp.180.000
2 15/3/2013
Eceng gondok 2
karung
Tapisan
Baskom 2 buah
(kecil)
Rp. 20.000
Rp.50.000
Rp.40.000
3 22/3/2013
Eceng gondok 5
karung Rp. 40.000
4 26/3/2013 Buku besar Rp. 9.000
5 10/4/2013 Dana Pribadi Rp.800.000 Blender Rp. 800.000
6 3/5/2013
-Aluminum foil Rp. 10.500
- Kiki nota Rp. 2.900
- Fermipan Rp. 12.000
-Transpor Rp. 5.000
7 5/5/2013 Dana Pribadi Rp.750.000
Peminjaman
Kamera Rp.750.000
8 7/5/2013
-Asam sitrat Rp. 5.000
-CuSO4 Rp. 12.000
-Na2SO4. 5 H2O Rp.50.000
-Na2SO4 teknis Rp. 10.000
KI pa Rp. 95.000
Na2CO3 teknik Rp.15.000
Kertas saring Rp. 4.500
Plastik klip Rp. 3.000
Kanji Rp. 4.000
NaOH pa Rp. 210.000
10 L Aquadest Rp. 20.000
H2SO4 pa Rp.56.000
HCl pa Rp.7.500
19
19
CH3COOH pa Rp. 13.000
CH3COONa pa Rp. 66.000
K2Cr2O7 pa Rp. 7.400
Transpor Rp. 5.000
9 8/5/2013
Asam sitrat Rp. 5.000
Sarung tangan Rp. 12.000
Label Rp. 2.300
Sunlinght Rp. 6.500
Spidol kecil Rp. 2.600
Pulpen Rp. 6.000
Cello tape Rp. 4.000
Label besar Rp. 2.300
Transpor Rp. 5.000
10 9/5/2013
Masker 3 buah Rp. 45.000
Na2CO3 teknis Rp.6.000
CuSO4 Rp. 12.000
Transpor Rp. 5.000
11 11/5/2013
Strigoan Rp. 7.000
Tissu gulung 1 psc Rp. 12.500
Trasnpor Rp. 5.000
12 14/5/2013
Asuransi
Kecelakaan Rp. 275.000
13 30/5/2013
Skalar Rp. 22.000
Skalar Rp. 41.900
Transpor Rp. 5.000
14 14/6/2013
3 m kabel 2 x 2,5 Rp. 27.000
1 buah s. Kontak 3
L Rp.13.000
Transpor Rp. 5.000
15 17/6/2013
Dana print Rp. 2.500
Transpor Rp. 5.000
amplop Rp. 2.000
16 25/6/2013 Peminjaman
Dana dari
PNUP Rp.4.000.000
KI Rp. 95.000
Periuk 16 cm Rp. 25.500
17 26/6/2013
Plat Reaktor
Teknisi
Rp. 900.000
Rp.400.000
Stainless steel 12 Rp. 16.400
20
20
cm
Konsumsi teknisi Rp. 25.000
Aquadest Rp. 5.000
Amplas kasar 2 m Rp. 15.000
18 27/6/2013
WD-40 Rp. 18.000
Konsumsi teknisi Rp. 13.500
LabuSemprot Rp. 15.000
Aquadest Rp. 13.500
19 28/6/2013
Botol semprot
Aquadest 1 liter
Transpor
Trycoderma Reseei
Saccharomycess
Murni
Biaya pengiriman
Rp.15.000
Rp. 13.500
Rp. 6.500
Rp. 300.000
Rp. 150.000
Rp.400.000
20 3/7/2013
Dana Pribadi
Rp.500.000
Rantang tunggal 14
cm
Transpor
Kue teknisi
Print bekas
Kertas + Tinta
Rp.52.500
Rp.6.500
Rp.26.000
Rp.500.000
Rp.100.000
21 5/7/2013
Cawan
Transpor
Rp.30.000
Rp.6.500
22 9/7/2013
Ose bulat
Sumbat karet
Batang Pengaduk
Transpor
Double tape
Aluminium Foil
Buku Folio
Transpor
Rp.8.000
Rp.12.000
Rp.8.000
Rp.6.500
Rp.2.500
Rp.15.500
Rp.16.200
Rp.6.500
23 11/7/2013 Dana Pribadi Rp. 210.000
Magnetic Stirer
Botol Kaca
Transpor
1 mtr Selang ½
Selang ¼
Lem silikon
Alkohol
Teknisi untuk
fermentor manual
Botol 1 liter 7 buah
Rp.60.000
Rp.14.000
Rp.6.500
Rp.14.000
Rp.16.000
Rp.25.000
Rp.4.000
Rp.50.000
Rp.210.000
24 13/7/2013 Dana Pribadi Rp1.300.000
Uji SEM
Analis
Transpor
Rp.1.000.000
Rp.300.000
Rp.20.000
21
21
25
Dana Pribadi Rp.500.000 Uji Gas
Chromatography
Rp. 500.000
26
Dana Pribadi Rp.1.000.000 Biaya Lain-lain Rp.1.000.000
Total
Rp.9.560.000
Rp.9.482.500
Sisa pengeluaran adalah Rp. 317.500
22
22
0
1
2
3
4
5
6
7
0 50 100 150 200
Kad
ar G
luko
sa (
%)
Temperatur (oC)
Grafik Hubungan Kadar Glukosa vs Temperatur-Waktu
30 menit
60 menit
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
- Tabel 5.1.1 Kadar Glukosa dari Proses Hidrothermal
No Suhu (0C)
Waktu (Menit)
Volume Tio (ml)
% Gula (b/v)
% Karbohidrat
1 80 30 25,4 0,286 0,644
60 25 0,50 1,012
2 120 30 24,4 1,39 3,127
60 23,9 1,80 4,049
3 150 30 23,5 3,19 7,97
60 22,9 3,9 8,8
4 170 30 22,7 5.62 12,645
60 22,6 5,78 13,02
23
23
- Tabel 5.1.2 Pengujian Kadar lignin dan Selulosa
Sampel A b c d e %
Lignin %
Selulosa
Tanpa perlakuan 1,0495 0,8819 0,7654 0,7184 0,0054 67,9 4,5
Hidrothermal pada suhu 170 0C
1,0085 0,6981 0,5796 0,3537 0,0171 33,4 13,1
Setelah hidrolisis dengan enzim
1,0000 0,2065 0,1767 0,1252 0,0053 11,9 5,15
- Pengujian Kadar Etanol Dengan Alat Indeks Bias
Tabel 5.1.3 Kurva Standar
Tabel5.1.4 Sampel
Kadar Indeks Bias
5 1.3333
10 1.3356
15 1.337
20 1.3402
25 1.3431
Hari Indeks
Bias
Kadar bila volumenya
100 ml
2 1.3314 1,7
3 1.3315 1,9
4 1.3313 1,6
5 1.3314 1,7
6 1.3308 1,0
7 1.3317 2,5
24
24
1.331.3311.3321.3331.3341.3351.3361.3371.3381.339
1.341.3411.3421.3431.344
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425
Ind
eks
Bia
s
Kadar Etanol
Kurva Standar
Kurva Standar
- Pengujian Kadar Etanol dengan Alat GC setelah Pemurnian Kedua
Sampel Ret. Time Area Konsentrasi (%)
Hari ke-3 2.504 16190976 6.468279953
Hari ke-7 2.504 15611918 6.236946817
Etanol Absolute 2.442 250313470 100
25
25
- Pengujian SEM Pada Eceng Gondok
Tanpa Perlakuan Hydrothermal suhu 120oC
Hydrothermal suhu 1500C Hydothermal suhu 1700C
Setelah hidrolisis
26
26
5.2 Pembahasan
Pada tabel 5.1.1 menunjukkan kadar glukosa pada eceng gondok
dengan pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit adalah 5,78 % (b/b)
sementara kadar lignin 33,4 % dan selulosa adalah 13,1 %. Melihat
kadar gula pada pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit lebih banyak
daripada pemanasan sampel lain. Sehingga pemanasan 1700C waktu 60
menit dijadikan patokan untuk melanjutkan ketahap hidrolisis. Selain itu,
dari grafik hubungan antara kadar glukosa dan temperatur terlihat bahwa
kadar glukosa setelah proses hydrothermal berbanding lurus. Dimana
semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses hydrothermal maka
semakin besar pula kandungan glukosa yang dihasilkan. Hal ini
menandakan bahwa dalam proses hydrothermal terjadi pengerusakan
ikatan lignin sehingga pada saat hidrolis enzim dengan mudah masuk ke
dalam struktur selulosa karena ikatan lignin telah terbuka oleh proses
hydrothermal. Akan tetapi, pada kondisi suhu 170oC kadar glukosa yang
dihasilkan pada waktu 30 menit dan 60 menit sudah tidak memiliki selisih
kandungan glukosa yang besar dengan kata lain, kadar glukosa pada
temperature tersebut telah konstan.
Hidrolisis eceng gondok sendiri menggunakan mikroba Trichoderma
reseei guna menghasilkan enzim selulase agar dapat merombak struktur
selulosa eceng gondok sehingga memudahan pembentukan etanol
dikarenakan adanya lignin yang menghambat proses pembentukan
Berdasarkan gambar struktur eceng gondok sebelum dan sesudah
proses hidrolisis nampak jelas bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh
Trichoderma reseei membuka struktur eceng gondok. Dengan terbukanya
struktur eceng gondok maka memudahkan ke proses fermentasi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae.
Pada proses fermentasi kedua, bakteri Saccharomyces cerevisiae
dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan gas CO2. Untuk mendapatkan
27
27
etanolnya diperlukan perlakuan seperti pH antara 4,5-4,8, suhu sekitar 38-
40 0C dan difermentasi sampai 7 hari. Sebab waktu maksimal membentuk
etanol adalah pada hari ke-7.
Untuk metode pengujian selanjutnya, volume yang diambil dari hasil
fermentasi adalah 100 ml dari 400 ml. Untuk menghitung kadar etanol
yang terbentuk setelah destilasi pertema menggunakan alat indeks bias,
sebaiknya menggunakan kurva standar dengan membuat larutan etanol-air
kemudian diuji dengan alat indeks bias, selanjutnya untuk mengetahui
kadar etanol dari masing-masing sampel berdasarkan harinya
menggunakan metode ploting. Sehingga didapatkan kadar etanol dari hari
ke 2-7 adalah 1.7, 1.9, 1.6, 1.7, 1.0 dan 2.5 %. Adapun kadar etanol yang
terbentuk tidak konstan dikarenakan kemungkinan saat destilasi terjadinya
penguapan.
Untuk destilasi kemurnian konsentrasi etanol yang diambil adalah 1,9
dan 2.5 % dari jumlah volume awal 100 ml dan setelah di destilasi menjadi
6 ml dan 9 ml. Selanjutnya dilakukan pengujian etanol menggunakan alat
GC guna mengetahui kadar kemurnian etanol sebenarnya. Hasil dari
pengujian kemurnian etanol adalah 6,2% dan 6,4%
28
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6. 1. 1. Waktu yang digunakan untuk mendapatkan kadar glukosa yang
optimum pada proses hydrothermal yaitu selama 60 menit.
6. 1. 2. Temperatur pada proses hydrothermal berbanding lurus dengan
kadar glukosa yang dihasilkan, tetapi pada suhu optimum kadar
glukosa mancapai pada keadaan konstan.
6. 1. 3. Pada kondisi optimum dalam proses hydrothermal, terjadi
kerusakan struktur sel ecang gondok. Sehingga mampu
merombak hemiselulosa dan menghasilkan glukosa yang optimal.
6. 1. 4. Kandungan bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi dan
pemisahan destilasi adalah 6,2% dan 6,4% .
6.2 Saran
6. 2. 1. Untuk penelitian selanjutnya, pemisahan etanol-air sebaiknya
menggunakan destilasi fraksionasi agar etanol yang dihasilkan
tidak terlalu banyak mengandung air. Sehingga dapat diperoleh
etanol yang benar-benar merupakan hasil dari fermentasi melalui
proses hydrothermal.
29
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1966, Eceng Gondok, http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_gondok,
diakses tanggal 22 September 2011Makassar
Ardiwinata.R.O. 1985. Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian
Pertanian. Vorking: Bandung.
Contributed by Administrator. 2007. Bio-Etanol, Sentra Teknologi Polimer.
http://www.sentrapolimer.com, diakese tanggal 22 September
2011 Makassar
Glori K. Wadrianto.2012 Danau Tondano Dikepung Eceng Gondok,
(http://travel.kompas.com/read/2012/11/01/09005234/Danau.
Tondano.Dikepung.Eceng.Gondo) diakses tanggal 22
September 2011 Makassar.
Izzati Nurul, dkk. 2010. Pengaruh Perlakuan Awal Autoklaf dan Autoklaf-
Impregnasi Terhadap Persen Sakarifikasi Ampas Tebu
Secara Enzimtis Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Program Kreativitas Mahasiswa, Universitas
Negeri Malang.
Kadar Z, dkk. 2007. Ethanol Fermentation of Various Pretreated and
Hydrolyzed Substrates at Low Initial pH. Applied
Biochemistry and Biotechnology Vol. 136–140; pp 847–858.
Naila, 2010, Fermentasi Bioethanol, [online] http://dunianaila.blogspot.
com/2010/04/proses fermentasi-glukosa-menjadi-bioethanol,
diakses tanggal 22 September 2011 Makassar.
Taherzadeh, M. J, dkk. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to
Improve Ethanol and Biogas Production. International
Journal of Molecular Sciences, 1621-1651. ISSN 1422-0067.
Taufikrahmat’s Park. 2008. Problema Eceng Gondok di Ibu Kota [online],
(http://taufikurahman.wordpress.com/2008/02/06/problema-
eceng-gondok-di-ibu-kota/) diakses tanggal 22 September
2011Makassar.
Tomy Linelejan,2009, Ancaman Eceng Gondok (http://sman1ah .wordpress.com
/2009/07/20/ancaman-eceng-gondok/), diakses tanggal 22
September 2011, Makassar
30
30
LAMPIRAN
Pembuatan Larutan Kimia
Buffer Asetat
Larutan A = 0,2 M larutan Asam Asetat (11,55 ml dalam 1 liter)
Larutan B = 0,2 M larutan Natrium Asetat (16,4 g CH3COONa atau 27,2 g
CH3CHOONa 3 H2O dalam 1 liter)
x ml larutan A + y ml larutan B encerkan sampai 100 ml.
A B pH
x y
46,3 3,7 3,6
44 6 3,8
41 9 4
56,8 13,2 4,2
30,5 19,5 4,4
25,5 24,5 4,6
20 30 4,8
14,8 35,2 5
10,5 39,5 5,2
8,8 41,2 5,4
4,8 45,2 5,6
Larutan Luff
Dilarutkan 143,8 g Na2CO3 dalam 300 ml air *.
DIlarutkan 50 g asam sitrat dalam 50 ml air suling
Dilarutkan 25 g CuSO4. 5H2O dalam 100 ml air
Dalam gelas kimia yang berisi larutan Na2CO3 dimasukkan perlahan-
lahan asam sitrat dan mengaduknya perlahan-lahan (guna menghilangkan
gas CO2 yang berasal dari Na2CO3)
Lalu ditambahkan larutan CuSO4. 5H2O ke dalam larutan Na2CO3 dan
asam sitrat.
Diaduk perlahan-lahan hingga tercampur semua
Dipindahkannya ke dalam labu ukur yang berkapasitas 1 liter,
dihimpitkannya.
Dihomogenkannya.
31
31
NB (*) Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya
perendaman.
Larutan H2SO4 4 N
Diisi air ¼ bagian ke dalam gelas kimia.
DImasukkan H2SO4 pekat sebanyak 111 ml ke dalam gelas kimia berisi air
tersebut *
Diaduknya.
Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 1 liter
Dihimpitkan hingga tanda garis dan dihomogenkannya.
NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya
perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan
berbahaya.
Pembuatan Larutan Tio 0,1 N
Ditimbang 25 g Na2S2O3. 5 H2O
Dilarutkan ke dalam 300 ml H2O
Dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter, dihimpitkan dan
dihomogenkannya
Dimasukkan ke dalam botol coklat, jauhkan dari sinar matahari langsung.
Ditambahkan 0,1 g Na2CO3 atau 3 tetes CHCl3 ‘Supaya larutan awet atau
tidak rusak’
Standarisasi Tio 0,1 N
Ditimbang 0,5 g K2Cr2O7 pa ke dalan labu ukur 100 ml dan
dihomogenkannya
Dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer asah 500 ml yang berisi KI 10 ml
larutan KI 20 % dan 25 ml larutan HCl 4 N
Diencerkan hingga 200 ml
32
32
Dititrasi dnegan tio 0,1 N . setelah larutan kuning, ditambahkan 1 ml kanji,
lalu dititar kembali.
Warna larutan berubah dari biru menjadi hijau muda
Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
Fp x V x 49
HCl 4 N
disiapkan alat, memipet 0,83 ml ke dalam labu ukur 100 ml yang
sebelumnya telah diisikan sedikit H2O
Dihimpitkan dan dihomogenkannya
Dipindahkan ke dalam botol.
Larutan Kanji 0,5 %
Ditimbang amilum 0,5 g
Ditimbang NaCl 2 g
Dididihkan H2O 75 ml
Dimasukkan amilum yang sudah ditimbang ke dalam air mendidih.
Diaduknya, menambahkan NaCl 2 g, sambil diaduk-aduk (Tujuannya agar
amilum awet)
Disimpannya ke dalam botol.
Larutan H2SO4 1 N
Diisi air ¼ bagian ke dalam gelas kimia.
Dimasukkan H2SO4 pekat sebanyak 28 ml ke dalam gelas kimia berisi air
tersebut *
Diaduknya.
Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 1 liter
Dihimpitkan hingga tanda garis dan dihomogenkan.
NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya
perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan
berbahaya.
33
33
Larutan H2SO4 72 % N
Diisi air ¼ bagian ke dalam gelas kimia.
Dimasukkan H2SO4 pekat sebanyak 75 ml ke dalam gelas kimia berisi air
tersebut *
Diaduknya.
Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 100 ml
Dihimpitkan hingga tanda garis dan menghomogenkannya.
NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya
perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan
berbahaya.
Stadarisasi Natrium Tiosulfat
Berat K2Cr2O7 = 0,5030
Volume Tio = 24,1 ml
Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
Fp x V x 49
= 0,5030 g
4 x 0,0241 ltr x 49 g/ grek
= 0,1065 N
Berat K2Cr2O7 = 0,5030
Volume Tio = 23,9 ml
Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
Fp x V x 49
= 0,5030 g
4 x 0,0239 ltr x 49 g/ grek
34
34
= 0,1073 N
Pengolahan Data Perhitungan
Uji Kadar Gula Pada Eceng Gondok.
Pada suhu 800 C selama 30 menit
Volume titrasi blangko = 26,1 ml
Volume titrasi sampel = 25,4 ml
N tio = 0,1065 N
𝑚𝑙 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑜
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑜
𝑚𝑙 𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 = (26,1−25,4)𝑚𝑙 𝑥 0,1065 𝑁
0,1 𝑁= 0,7455 𝑚𝑙
mg gula menurut tabel Luff Schoorl
0,7455 ml x 2,4 = 1,7892 mg
% 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 = 𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 0,9 𝑥 100 %
% 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 = 1,7892 𝑚𝑔
10000 𝑚𝑔 𝑥 40𝑥 0,9 𝑥 100 % = 0,644 %
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑚𝑔 𝑔𝑢𝑙𝑎
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 100 %
% 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 1,7892 𝑚𝑔
25 𝑚𝑙 𝑥 40 𝑥 100 % = 286,3 % = 0,286 % 𝑏/𝑣
Sesuai perhitungan diatas sehingga didapatkan tabel.
No Suhu
(0C)
Waktu
(Menit)
Volume Tio
(ml)
% Gula
(b/v)
%
Karbohidrat
1 80 30 25,4 0,286 0,644
60 25 0,50 1,012
2 120 30 24,4 1,39 3,127
60 23,9 1,80 4,049
3 150 30 23,5 3,19 7,97
60 22,9 3,9 8,8
4 170 30 22,7 5.62 12,645
60 22,6 5,78 13,02
Perhitungan Uji Lignin Dan Selulosa Dengan Metode Chesson
Untuk sampel tanpa perlakuan
35
35
Bobot sampel = 1,0495 g ( a)
Cawan kosong = 19,0322 g
Berat kertas saring = 0,9350 g
Berat cawan setelah pemanasan I = 20,8491 g
Berat cawan setalah pemanasan II = 20,7326 g
Berat cawan setelah pemanasan III = 20,6856 g
Berat cawan dan sampel setalah pemijaran = 19,0376 g
Untuk( b) = (Berat cawan setalah pemanasan I - bobot kertas saring - bobot cawan
kosong)
= (20,8491 – 0,9350 – 19,0322) g = 0,8819 g
Untuk( c) = (Berat cawan setalah pemanasan II - bobot kertas saring - bobot
cawan kosong)
= (20,7326 – 0,9350 – 19,0322) g = 0,7626 g
Untuk( d) = (Berat cawan setalah pemanasan III - bobot kertas saring - bobot
cawan kosong)
= (20,6856 – 0,9350 – 19,0322) g = 0,7184 g
Untuk( e) = (Berat cawan setalah pemanasan IV - bobot cawan kosong)
= (19,0376 –19,0322) g = 0,0054 g
% 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =𝐶−𝑑
𝑎 𝑥 100 %
% 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 =(0,7654−0,7184) 𝑔
1,0495 𝑔 𝑥 100 % = 4,5 %
% 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 =𝑑−𝑒
𝑎 𝑥 100 %
% 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 =(0,7184 −0,0054) 𝑔
1,0495 𝑔 𝑥 100 % = 67,9 %
36
36
Pengujian Kadar lignin dan Selulosa
Sampel a b c d e %
Lignin
%
Selulosa
Tanpa perlakuan 1,0495 0,8819 0,7654 0,7184 0,0054 67,9 4,5
Hidrothermal pada suhu 170
0C 1,0085 0,6981 0,5796 0,3537 0,0171 33,4 13,1
Setelah hidrolisis dengan
enzim 1,0000 0,2065 0,1767 0,1252 0,0053 11,9 5,15
37
37
Pengujian SEM
1. Tanpa Perlakuan
38
38
2. Hydrothermal suhu 1200C
39
39
3. Hydrothermal suhu 1500C
40
40
4. Hydrothermal suhu 1700C
41
41
5. Proses hydrothermal
42
42
Dokumentasi Kegiatan
Pengambilan Bahan Baku
Pencucian
Pengeringan
Penghancuran
Pengayakan
Proses Hydrothermal
Pengujian Kadar Gula
43
43
Pengujian Lignin dan Selulosa
Hidrolisis
Fermentasi
Uji SEM
Produk
Destilasi