laporan analisis pct gabungan fixx bgt

40
LAPORAN PRAKTIKUM PHARMACEUTICAL ANALYSIS ANALISIS PARASETAMOL DALAM SYRUP DAN PLASMA MENGGUNAKAN METODE CHAFETZ,KOLORIMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE DISUSUN OLEH : Bernadet Brigita P.W 118114048 Ardhanareswari 118114049 Laurensia Jessie L. 118114056 Tjok Gede Perdana W. 118114057 LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN FAKULTAS FARMASI

Upload: margaretha-ardhanareswari

Post on 27-Oct-2015

304 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

LAPORAN PRAKTIKUM

PHARMACEUTICAL ANALYSIS

ANALISIS PARASETAMOL DALAM SYRUP DAN PLASMA MENGGUNAKAN

METODE CHAFETZ,KOLORIMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

DISUSUN OLEH :

Bernadet Brigita P.W 118114048

Ardhanareswari 118114049

Laurensia Jessie L. 118114056

Tjok Gede Perdana W. 118114057

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMEN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pada saat ini banyak sekali ditemukan obat obat analgesik dan antipiretik yang

beredar di Indonesia. Mulai dari parasetamol, aspirin, ibuprofen, dan lain-lain. Obat –

obat tersebut dibuat untuk melegakan sakit kepala, flu, dan sakit ringan , dll. Produk-

produk obat ini, terutama parasetamol dapat digunakan oleh berbagai kalangan usia,

dari anak-anak hingga orang dewasa.

Dewasa ini masyarakat memilih parasetamol ini selain harganya murah, juga

mampu mengurangi atau menghilangkan demam tanpa mempengaruhi SSP (Sistem

Susunan Saraf Pusat) atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.

Selain itu parasetamol mempunyai batas keamanan dosis yang cukup luas, sehingga

pemakaian maksimum 4 g sehari, tetapi pada pemberiannya cukup dengan 4 kali 500

mg sehari. Toksisitas dari parasetamol berupa nekrosis atau kerusakan pada hati dan

kerusakan sel darah, dan ginjal stimulasi sumsum saraf pusat hingga konvulsi pada

penggunaan kronis. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

Suhu tubuh normal adalah 36° – 37° C. Kebanyakan analgetik juga memberi efek

antipiretik. Parasetamol juga dapat mengurangi rasa sakit yang diderita. Masing-masing

tergantung efek mana dominan.

Bentuk sediaan parasetamol dapat berupa tablet dan sirup. Untuk bentuk sirup

merupakan salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia farmasi yang dikenal luas

oleh masyarakat. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar di pasaran dari berbagai

macam merk, baik yang generik maupun yang paten. Biasanya, orang-orang

mengunakan sediaan sirup karena disamping mudah penggunaannya, sirup juga

mempunyai rasa yang manis dan aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga

disukai oleh berbagai kalangan, terutama anak-anak dan orang yang susah menelan

obat dalam bentuk sediaan oral lainnya.

Plasma adalah bagian bening yang terdapat pada lapisan bagian atas darah yang

telah diberi antikoagulan dan telah disentrifugasi. Jika sebelum disentrifugasi, tidak

dilakukan penambahan antikoagulan (darah dibiarkan membeku) maka bagian

beningnya disebut serum. Pada darah normal, jumlah plasma mencapai 55% dari

volume darah. Plasma tersebut mengandung 90% air dan 7% protein (albumin,

globulin, fibrinogen), dan 3% zat terlarut yang lain (garam-garam, oksigen, gas,

Page 3: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

glukosa, hormon, metabolit, nutrient dan zat-zat lain). Dalam plasma, protein yang

terbanyak ditemukan adalah albumin.

Paracetamol memegang peranan yang penting dalam mengurangi rasa sakit

kepala, flu, dsb. Oleh sebab itu, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif parasetamol di

dalam plasma darah dengan menggunakan metode kolorimetri chafetz dan

spektrofotometri uv untuk menetapkan kadar.

A. RUMUSAN MASALAH

1. Berapa kadar parasetamol yang terdapat dalam plasma dan sirup merk X tersebut?

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Untuk menganalisis parasetamol di dalam plasma darah hewan uji dan sirup

paracetamol.

2. Tujuan khusus

Menetapkan kadar parasetamol di dalam plasma darah hewan uji dan sirup

paracetamol.

C. MANFAAT

Untuk dapat mengetahui dan menetapkan kadar parasetamol pada plasma darah

hewan uji dan sirup paracetamol.

Page 4: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Paracetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah senyawa turunan para-aminofenolyang memiliki

rumus bangun seperti di bawah ini :

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%

C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian: serbuk hablur putih,tidak berbau,rasa

sedikit pahit. Larut dalam air mendidih, dalam etanol dan dalam NaOH 1N (Dirjend

POM,1995).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan

digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretiknya ditimbulkan oleh gugus aminobnezen. Efek

analgesik parasetamol serupa dengan asam salisilat, yaitu menghilangkan nyeri ringan sampai

sedang dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentralnya. Parasetamol merupakan

penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat

pada protein plasma. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama

karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 1995).

Parasetamol mengalami biotransformasi di hati dan menghasilkan dua metabolit

utama, yaitu konjugat glukoronida (55%) dan konjugat sulfat (30%) yang tidak aktif.

Sebagian kecil dari parasetamol akan dioksidasi oleh enzim sitokrom P450 menjadi N-acetyl-

P-benzoquinoneimine (NAPQI) yang merupakan suatu senyawa perantara yang potensial

menyebabkan sitotoksik. NAPQI secara normal akan terkonjugasi dengan glutation (GSH)

dan diekskresikan ke dalam urine sebagai asam merkapturat dan konjugat sistein. Bila terjadi

overdosis parasetamol, maka GSH yang digunakan untuk mengkonjugasi NAPQI

terbatas/jenuh sehingga NAPQI akan terikat secara kovalen dengan makromolekul hati yang

berakibat kerusakan jaringan yang bersifat irreversibel (Dollery,1999).

Page 5: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Plasma

Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang

menjadi medium sel-sel darah, dimana sel darah ditutup, yang berbentuk butiran-butiran

darah. Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin/fibrinogen yang berguna untuk

menutup luka yang terbuka. Plasma darah merupakan komponen terbesar dalam darah,

dimana besar volume nya 55% dari volume darah yang terdiri dari 90% berupa air dan 10%

berupa larutan protein, glukosa, faktor koagulasi, ion mineral, hormon dan karbon dioksida.

Fungsi plasma darah adalah mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa

pembakaran dari sel ke tempat pembuangan serta menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap

penyakit atau zat antibodi (Montgomery et al., 1992).

Sirup

Sirup adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal

mengandung 50% sakarosa. Penambahan obat atau sari tumbuhan dapat merupakan

komponen berikutnya dari sirup. Kandungan sakarosa dalam sirup yang tercantum dalam

farmakope terletak antara 50-65%, akan tetapi umumnya terletak antara 60-65%. Hal ini

menentukan daya tahan dari sediaan. Dalam larutan gula yang jenuh (kira-kira 66%) tidak

memungkinkan pembentukkan jamur karena dengan larutan berkonsentrasi tinggi, air yang

penting untuk perkembangannya ditarik melalui osmosis. Atas dasar daya tahannya sediaan

berkonsentrasi tinggi dinilai baik, meskipun demikian untuk diperhatikan bahwa dengan

meningkatnya kandungan gula dari sirup dapat menyebabkan berkurangnya kelarutan bahan

obat tertentu (Voight.R,1995).

Metode Chafetz

Metode Chafetz sangat spesifik untuk parasetamol meskipun dipengaruhi oleh

salisilat. Asam salisilat akan memberikan reaksi yang mirip dengan parasetamol, tetapi di

dalam plasma asam salisilat baru akan memberikan intensitas warna yang mirip dengan 20

μg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di dalam plasma 1000 μg/ mL. Sampel yang

terkontaminasi oleh heparin yang mengandung kresol sebagai pengawet dapat memberikan

hasil yang semu sebesar 200 μg/ mL (Widdop, 1986).

Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitrasi oleh asam nitrit menjadi 2- nitro-4-

asetamidofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam natrium hidroksida sehingga

suasananya menjadi basa. Dalam suasana inilah larutan akan memberikan kromofor yang

kuat sehingga absorbansi dapat terbaca pada 430 nm (Chafetz et al., 1971).

Page 6: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Gambar reaksi parasetamol dengan asam nitrit

(Chafetz et al., 1971).

Namun, metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi parasetamol dalam

plasma di bawah 50 μg/ mL sehingga pada konsentrasi tersebut biasanya digunakan metode

kromatografi (Widdop, 1986). Dalam klinik, metode ini biasanya digunakan untuk penetapan

kadar parasetamol plasma pada kasus overdosis (Chambers dan Jones, 1976).

Spektrofotometri

Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi radiasi

elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut menyebabkan energi

diserap atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada konsentrasi analit dalam

larutan. Prinsip dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul mengabsorbsi

radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang tertentu, elektron dalam molekul akan

mengalami transisi atau pengeksitasian dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi

yang lebih tinggi dan sifatnya karakteristik pada tiap senyawa. Penyerapan cahaya dari

sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom

analit besarnya tepat sama dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi,2004).

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis fisika kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada panjang

gelombang 190-380 nm (UV) dan 380-780 nm (Vis) dengan memakai instrument

spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Sedangkan kolorimetri mencakup

pengubahan senyawa tidak berwarna menjadi senyawa berwarna dan penentuan fotometrinya

dilakukan dalam daerah sinar tampak (400-800 nm) (Roth dan Blaschke, 1981).

Page 7: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh) dan sirup, metode yang

digunakan harus tepat dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi

agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.

Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10 %, akan tetapi hal ini tergantung

pula pada alat yang digunakan (Ritschel, 1976).

Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi

            Limit deteksi merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya. Limit kuantitasi

adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif pada

tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik. Limit kuantitasi merupakan parameter pengujian

kuantitatif untuk konsentrasi analit yang rendah dalam matriks yang kompleks dan digunakan

untuk menentukan adanya pengotor atau degradasi produk. Limit deteksi dan limit kuantitasi

dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang

diperoleh  (ICH, 1995)

REGULASI BAHAN

Dosis penggunaan parasetamol yaitu pada nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan

325-500 mg empat kali sehari dan secara proposional dikurangi untuk anak-anak. Keadaan

tunak (steady state) dicapai dalam sehari. Untuk nyeri dan demam oral 2-3 sehari 0,5-1 g,

maksimum 4 g/ hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5 g/hari. Anak-anak 4-6 tiap hari

10 mg / kg, yakni rata-rata usia 3-1 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg,

7-12 tahun 240-360 mg, 3-6 kali sehari. Rektal 20 mg / kg setiap kali, dewasa 4 tiap hari 0,5-

1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 sehari 240 mg, 4-6 tahun 4

sehari 240 mg, dan 7-12 tahun 2-3 tiap hari 0,5 g (Tjay dan Rahardja, 2002).

Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di

atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh

metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu

tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan

metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di sel-sel hati, dan terjadilah

kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis

bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci

Page 8: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin)

sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh

plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.Dalam plasma, 25%

parasetamol terikat plasma protein. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.

Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil

lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit

hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrisit. Obat ini

dieksresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam

bentuk terkonjugasi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Page 9: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah paracetamol.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah penetapan kadar paracetamol dalam

plasma dan sirup paracetamol.

3. Variabel terkontrol pada penelitian ini adalah suhu dan kondisi alat.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah labu takar 100 mL, pipet volume, tabung reaksi,

pipet ukur 0.5mL, 1mL, 5mL, spektrofotometer, timbangan analitik, sentrifuge,

stopwatch. Bahan yang digunakan sirup paracetamol, Asam trikloroasetat (TCA)

20%, Natrium Nitrit 10%, Amonium sulfamat 15%, Baku Parasetamol,Aquadest,

Natrium Hidroksida 10%, HCl 6N, antikoagulan, dan darah kelinci.

D. Tata Cara Penelitian

UJI PENDAHULUAN

Uji Warna

Dididihkan 0,1 g parasetamol dengan 1 ml konsentrasi asam hidroklorat selama 3 menit

Ditambahkan 10 ml air dan dinginkan

Page 10: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Ditambahkan 0,05 ml potassium dikromat 0,1N solution lalu berubah warna menjadi

ungu

Uji Gugus Amin Sekunder

Dilarutkan sirup paracetamol 10 mg dalam 2 ml 3N HCl (1) , Didinginkan pada suhu 5 °C

Direaksikan dengan 2 ml larutan NaNO2 1 % (2), diamkan selama 5 menit

Larutan (2) diencerkan dengan 5 ml air dan dikocok dua kali, ditambahkan 5 ml eter

disetiap pengocokan

Dikumpulkan fase eter, dan diuapkan sampai kering

Pada residu sisa penguapan ditambahkan 50 mg fenol lalu dipanaskan

Didinginkan dan direaksikan dengan 1 ml H2SO4

Terbentuk warna biru kehijauan pekat yang selanjutnya dituang ke dalam air dan terjadi

perubahan warna menjadi merah , jika dibasakan akan menjadi warna biru kehijauan

kembali

Uji Gugus Fenol

1. Ditambah 10ml air pada sampel sirup paracetamol , ditambahkan 1 tetes FeCl3

Warna biru violet

Page 11: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

2. Ditambah 1 ml NaOH 3N pada sampel sirup paracetamol, dipanaskan

Didinginkan dan ditambahkan 1ml asam sulfanilat dan beberapa tetes NaNO2

Warna merah

3. Ditambahkan 1 ml HCl pada sampel sirup paracetamol, dipanaskan 3 menit,

ditambahkan 10 ml air, didinginkan

Ditambahkan satu tetes kalium bikromat, akan timbul warna violet yang tak berubah menjadi

warna merah

4. Ditambahkan asam nitrat encer pada sampel sirup paracetamol

Amati perubahan warna yang terjadi

METODE PENELITIAN ANALISIS PARASETAMOL DALAM PLASMA

PARASETAMOL DENGAN METODE CHAFETZ DAN

SPEKTROFOTOMETER VISIBEL

Page 12: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Pembuatan Reagen

a. Pembuatan larutan trikloroasetat 20 %

Sejumlah kurang lebih 20 gram asam trikloroasetat ditimbang kemudian

dilarutkan dalam aquadest sampai volume 100,0 ml.

b. Pembuatan larutan asam klorida 6N

Sebanyak 25,0 ml HCl 12 N dan dipipet kemudian diencerkan dengan

aquadest sampai 50,0 ml.

c. Pembuatan larutan natrium nitrit 10%

Kurang lebih 10 gram natrium nitrit ditimbang kemudian dilarutkan dalam

aquadest sampai volume 100,0 ml.

d. Pembuatan larutan asam sulfamat 15%

Sejumlah kurang lebih 15 gram asam sulfamat ditimbang kemudian dilarutkan

dalam aquadest sampai volume 100,0 ml

Pembuatan Larutan Stok

Ditimbang 100 mg parasetamol dan dilarutkan dengan aquadest panas secukupnya.

Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian di-add aquades sampai tanda.

Penetapan OT

Dipipet 4 mL dari larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL, sehingga diperoleh larutan

intermediet 400 g/mL.

Diambil sebanyak 250 µL plasma ditambah 250 µL larutan intermediet, sehingga diperoleh

larutan parasetamol dengan konsentrasi 200 µg/mL.

Page 13: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Dicampur homogen lalu ditambah 2 mL TCA 20%, dihomogenkan dengan vortex, lalu di-

sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

Diambil sebanyak 1,5 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan 0,5 mL HCl

6N.

Ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO210 % dan dihomogenkan dengan vortex.

Didiamkan selama 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 45 menit, untuk pengukuran OT.

Ditambahkan 1 mL AmoniumSulfat 15 %.

Ditambahkan 3,5 mL NaOH 10% di-add aquadest hingga 10 m dan didegasing 10 menit.

Baca absorbansi pada panjang gelombang teoritis (430 nm), untuk pengukuran OT.

Penetapan panjang gelombang maksimum

Dipipet 4 mL dari larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL, sehingga diperoleh larutan

intermediet 400 µg/mL.

Page 14: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Diambil sebanyak 250 µL plasma ditambah 250 µL larutan intermediet, sehingga diperoleh

larutan parasetamol dengan konsentrasi 200 µg/mL.

Dicampur homogen lalu ditambah 2 mL TCA 20%, dihomogenkan dengan vortex, lalu di-

sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

Diambil sebanyak 1,5 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan 0,5 mL HCl

6N.

Ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 % dan dihomogenkan dengan vortex.

Didiamkan selama OT.

Ditambahkan 1 mL Amonium Sulfat 15 %.

Ditambahkan 3,5 mL NaOH 10% di-add aquadest hingga 10 m dan didegasing 10 menit.

Discan λmax pada range 400-480 nm, untuk pembacaan max.

Pembuatan Kurva Baku

Page 15: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Dari larutan stok yang ada, dipipet sebanyak 3; 3,5; 4; 5; 7 mL dan kemudian di-add 10 mL.

Diperoleh seri kadar larutan intermediet 300, 350, 400, 500, 700 µg/mL. Masing-masing

intermediet diambil sebanyak 250 µL, kemudian ditambah 250 µL plasma.

Kemudian didapatkan seri larutan baku dengan konsentrasi 150, 175, 200, 250, 350 µg/mL.

Dicampur homogen dan ditambah sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu di-sentrifuge dengan

kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.

Diambil 1,5 mL, kemudian di-add aquades 10 mL.Ditambahkan 0,5 mL HCl 6 N dan

ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 %, dihomogenkan dengan vortex, lalu didiamkan

OT.

Ditambah 1,0 mL Amonium Sulfamat 15 %, Ditambah 3,5 mL NaOH 10 % add aquadest

hingga tanda, di-degassing 10 menit lalu dibaca absorbansi pada max.

Pembuatan Blanko

Diambil sebanyak 250 μL aquades dan 250 μL plasma lalu diicampur homogen dan ditambah

sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu di-sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5

menit.

Diambil 1,5 mL, kemudian di-add aquades 10 mL lalu ditambahkan 0,5 mL HCl 6 N dan

ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 %, dihomogenkan dengan vortex, lalu didiamkan

OT.

Page 16: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Ditambah 1,0 mL Amonium Sulfamat 15 %,lalu ditambah 3,5 mL NaOH 10 % add aquadest

hingga tanda, di-degassing 10 menit dan dibaca absorbansi pada max.

Pembuatan dan Penetapan Kadar Sampel

Stok sampel dibuat dengan cara: ditimbang 50 mg parasetamol dan dilarutkan dengan

aquadest panas secukupnya dan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian di-add

aquades sampai tanda.

Untuk mendapatkan larutan intermediet untuk sampel, dipipet sebanyak 3, 4, dan 7 mL dari

larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL.

Masing-masing larutan intermediate diambil 250 µL kemudin ditambahkan dengan 250 µL

plasma sehingga didapatkan kadar larutan intermediet sebesar 150, 200, 350 µg/mL.

Dicampur homogen dan ditambah sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu di-sentrifuge dengan

kecepatan 2500 rpm selama 5 menit lalu diambil 1,5 mL, kemudian di-add aquades 10 mL.

Ditambahkan 0,5 mL HCl 6 N dan ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 %,

dihomogenkan dengan vortex, lalu didiamkan OT dan ditambah 1,0 mL Amonium Sulfamat

15 %.

Page 17: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Ditambah 3,5 mL NaOH 10 % add aquadest hingga tanda, di-degassing 10 menit lalu dibaca

absorbansi pada max.

METODE PENELITIAN ANALISIS PARASETAMOL DALAM SYRUP

PARASETAMOL DENGAN METODE KOLORIMETRI DAN

SPEKTROFOTOMETER VISIBEL

Page 18: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

A. PEMBUATAN PEREAKSI

1. Larutan NaOH 10%

Ditimbang seksama 5 g NaOH

Dilarutkan dalam air bebas CO2 dalam labu ukur hingga 50 ml

2. Larutan Natrium Nitrit 10%

Ditimbang seksama 5 g NaNO2

Dilarutkan dalam aquadest hingga 50 ml

3. Larutan asam sulfamat 15%

Ditimbang seksama 7,5 g asam sulfamat

Dilarutkan dengan aquadest hingga 50 ml

4. Larutan asam klorida 6N

Diambil 25 ml larutan asam klorida menggunakan pipet tetes dan gelas ukur

Diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml

B. PEMBUATAN LARUTAN STOK PARASETAMOL

50 mg baku pembanding parasetamol ditimbang seksama

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan dengan 20 ml HCl 4N dan dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit

Didinginkan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

Diencerkan dengan HCl 4N hingga batas tanda

C. PEMBUATAN LARUTAN KERJA PARACETAMOL

Page 19: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Diambil 5 ml larutan stok

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

Diencerkan dengan HCl hingga batas tanda

D. PENENTUAN OPERATING TIME DAN PANJANG GELOMBANG

MAKSIMUM

Diambil 3 ml larutan kerja parasetamol ke dalam labu takar 25 ml (6 tabung reaksi),

ditempatkan dalam penangas es

Ditambahkan 1 ml asam klorida 4N dan 5 ml NaNO2

Didiamkan selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit

Ditambahkan 2,5 ml asam sulfamat 15% untuk menghilangkan kelebihan asam nitrit

Dikeluarkan dari penangas es dan didiamkan selama 2 menit

Ditambahkan 3 ml NaOH

Degasing selama 10 menit

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-600nm

E. PEMBUATAN KURVA BAKU

Diambil 2,5 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml dan 7,5 ml larutan kerja parasetamol ke dalam labu takar 25

ml yang berlainan di dalam penangas es

Ditambahkan 1 ml HCl 4N; 2,5 ml NaNO2 10% ke dalam masing-masing labu takar

Page 20: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Didiamkan selama OT

Ditambahkan 2,5 ml asam sulfamat untung menghilangkan kelebihan asam nitrit

Dikeluarkan dari penangas es dan didiamkan selama 2 menit

Ditambahkan 3 ml larutan NaOH 10%

Degasing selama 10 menit

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda

Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum

F. PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SIRUP PARASETAMOL

50 mg sirup parasetamol ditimbang seksama

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan HCl 4N kurang lebih 20 ml dan dipanaskan diatas penangas air selama

30 menit

Larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml

Diencerkan dengan HCl 4N hingga batas tanda (larutan A)

Diambil 1 ml larutan A dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml

Ditambahkan HCl 4Nhingga batas tanda (larutan B)

Diambil 3 ml larutan sampel B dengan pipet

Ditambahkan 3 ml larutan NaOH 10%

Page 21: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Degasing selama 10 menit

Diencerkan menggunakan aquadest hingga batas tanda

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum

Dilakukan replikasi sebanyak 3x, kemudian dihitung kadarnya menggunakan

persamaan kurva baku

Rencana Optimasi

1. Optimasi Operating Time

Parasetamol dalam plasma

Dipipet 4 mL dari larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL, sehingga diperoleh larutan

intermediet 400 g/mL.

Diambil sebanyak 250 L plasma ditambah 250 L larutan intermediet, sehingga diperoleh

larutan parasetamol dengan konsentrasi 200 g/mL.

Dicampur homogen lalu ditambah 2 mL TCA 20%, dihomogenkan dengan vortex, lalu di-

sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

Diambil sebanyak 1,5 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan 0,5 mL HCl

6N.

Ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO210 % dan dihomogenkan dengan vortex.

Page 22: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Didiamkan selama 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 45 menit, untuk pengukuran OT.

Ditambahkan 1 mL AmoniumSulfat 15 %.

Ditambahkan 3,5 mL NaOH 10% di-add aquadest hingga 10 m dan didegasing 10 menit.

Baca absorbansi pada panjang gelombang teoritis (430 nm), untuk pengukuran OT.

Parasetamol dalam syrup

Diambil 5 ml larutan kerja parasetamol ke dalam labu takar 25 ml

Ditambahkan 1 ml asam klorida 6N dan 2,5 ml NaNO2 10%

Didiamkan selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit

Ditambahkan 2,5 ml asam sulfamat 15% untuk menghilangkan kelebihan asam nitrit

Ditambah 7,5 ml larutan NaOH 10%

Didinginkan hingga suhu dibawah 150C

Degasing selama 10 menit

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-500nm

Page 23: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

2. Optimasi Panjang Gelombang Maksimum

Parasetamol dalam plasma

Dipipet 4 mL dari larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL, sehingga diperoleh larutan

intermediet 400 g/mL.

Diambil sebanyak 250 L plasma ditambah 250 L larutan intermediet, sehingga diperoleh

larutan parasetamol dengan konsentrasi 200 g/mL.

Dicampur homogen lalu ditambah 2 mL TCA 20%, dihomogenkan dengan vortex, lalu di-

sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

Diambil sebanyak 1,5 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan 0,5 mL HCl

6N.

Ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 % dan dihomogenkan dengan vortex.

Didiamkan selama OT.

Ditambahkan 1 mL Amonium Sulfat 15 %.

Page 24: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Ditambahkan 3,5 mL NaOH 10% di-add aquadest hingga 10 m dan didegasing 10 menit.

Discan λmax pada range 400-480 nm, untuk pembacaan max.

Parasetamol dalam syrup

Diambil 5 ml larutan kerja parasetamol ke dalam labu takar 25 ml

Ditambahkan 1 ml asam klorida 6N dan 2,5 ml NaNO2 10%

Didiamkan selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit

Ditambahkan 2,5 ml asam sulfamat 15% untuk menghilangkan kelebihan asam nitrit

Ditambah 7,5 ml larutan NaOH 10%

Didinginkan hingga suhu dibawah 150C

Degasing selama 10 menit

Diencerkan dengan aquadest hingga batas tanda

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-500nm

Page 25: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Rencana Validasi

A. VALIDASI METODE

1. Akurasi

Ditimbang 0,5 mg sampel sebanyak 6 kali

Diadisi masing – masing dengan lima seri konsentrasi larutan baku parasetamol

yang di tentukan setelah mengetahui AUC sampel dan satu sampel tanpa adisi

Dilakukan preparasi sampel

Diukur absorbansinya pada spektrofotometri visible

Didapatkan AUC dan dihitung kadarnya

Dihitung persen perolehan kembali (recovery) sebagai parameter akurasi

*Tahapan ini dilakukan masing-masing untuk parasetamol dalam syrup dan

plasma.

Ket :

Penetapan akurasi ditetapkan sebagai nilai perolehan kembali (recovery),

yang dihitung dengan rumus :

Page 26: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Recovery = x 100 %

Suatu metode dinyatakan valid, jika memiliki rentang recovery antara 98 % –

120.

2. Presisi

Ditimbang 0,5 mg sampel sebanyak 3 kali

Dilakukan preparasi sampel

Diukur absorbansinya pada spektrofotometri visible

Didapatkan AUC dan dihitung kadarnya

Dihitung nilai RSD nya dari masing-masing kadar yang diperoleh

*Tahapan ini dilakukan masing-masing untuk parasetamol dalam syrup dan plasma.

Ket :

Parameter presisi dinyatakan sebagai nilai coefisien variation (CV) atau

relative standar deviation (RSD), dilakukan dengan cara mengukur sampel sebanyak

3 kali, kemudian dari data yang tersebut diperoleh SD dan rata-rata. Kemudian

dihitung dengan rumus :

RSD = x 100 %

Suatu metode dinyatakan valid, jika nilai RSD < 2,5 %.

3. Linieritas

Page 27: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Dibuat seri larutan baku dengan seri 5 konsentrasi yang akan ditentukan

setelah mengetahui AUC sampel

Masing-masing larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometri visible

Didapatkan AUC dari masing-masing seri konsentrasi

AUC tersebut kemudian diplotkan terhadap konsentrasi parasetamol untuk

memperoleh regresi linear dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien

korelasi (r) yang akan digunakan untuk menentukan parameter validasi

linearitas.

Ket :

Linieritas dinyatakan sebagai nilai koefisien relatif (r) yang didapatkan

dari hasil pengukuran kurva baku yang diplotkan menjadi persamaan regresi

linier dengan persamaan y = bx + A. Suatu metode dinyatakan valid, jika

koefisien relatif (r) kurva baku mendekati nilai 1.

*Tahapan ini dilakukan masing-masing untuk parasetamol dalam syrup dan

plasma

4. Penetapan Batas Deteksi (LoD) dan Batas Kuantitasi (LoQ)

a. Penetapan Batas Deteksi (LoD)

Penentuan batas deteksi dinyatakan bahwa batas deteksi merupakan kadar

analit yang memberikan respon sebesar respon blanko (Yblanko) ditambah 3 kali

simpangan baku (s).Dapat dinyatakan dengan rumus persamaan di bawah ini :

Y =

Dengan :

Y : LoD

Sb : simpangan baku respon analitik dari blanko

S : arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon

terhadap konsentrasi = slope

Page 28: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

LOD didapatkan dari kurva baku standard.

b. Penetapan LoQ (Batas Kuantifikasi) :

Penentuan batas deteksi dinyatakan bahwa batas kuantifikasi merupakan

kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko (Yblanko) ditambah

10 kali simpangan baku (s). Sehingga dapat dinyatakan dengan rumus

persamaan di bawah ini :

Y =

Dengan :

Y : LoQ

Sb : simpangan baku respon analitik dari blanko

S : arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon

terhadap konsentrasi = slope

LOQ didapatkan dari kurva baku adisi.

Page 29: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Daftar Pustaka

Chafetz,1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen, J.Pharm,

pp.464-466.

Chambers dan Jones, 1976, Comparison of a Gas Chromatographic and Colorimetric

Method for the Determination of Plasma Paracetamol. Ann. Clinn. Biochem.,

pp.433-4.

Connors,K,A.,1975, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, Third Edition,

Interscience Publisher, John Wiley and Sons, New York

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta, pp.649.

Dollery,C., 1999, Theurapetic Drugs, 2nd ED., Churchill Livingstone, Edenburg,

London, Newyork, Philadelphia, San Fransisco, Sydney, Toronto, pp. A20

International Conference on Harmonization [ICH], 2005, Validation of Analytical

Procedures: Text and Methodology, http://www.ich.org, diakses tanggal 29

September 2013.

Montgomery et al., 1992, BioChemistry: A Case Oriented Approach, Alih bahasa

Staff Pengajar FKUI., Edisi V, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, pp. 80-91.

Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama, Airlangga

University Press, Surabaya, pp. 6-9

Mursyidi,A.,1985, Pengantar Kimia Farmasi Analitik Volumetri dan Gravimetri,

Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta, pp.155-157.

Page 30: Laporan Analisis Pct Gabungan Fixx Bgt

Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, Drug

Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA , pp.78

Roth, H.J., Blaschke, 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh sarjoko

Kisman dan Slamet Ibrahim, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp.

359-361

Rudi, La, Suratno, W., dan Paundanan, J., 2004,  Spektrofotometer UV-Vis, Jurnal

Kimia Lingkungan, Vol. 6 No. 1, Universitas Airlangga, Surabaya,pp.25-42.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, Penerbit PT Elex

Media,Jakarta, pp.540.

Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.

C.,Jackson J.V., Moss, M.S., Widdop, B.,Greenfield, E.S., (Eds) Clarke’s

Isolation and Identification of Drug in Pharmaceutical, Body Luids, and Post

Mortem Material, 2nd Ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 23.

Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan

Obat Pirai, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 214.