laporan bahan pakan dan formulasi ransum daun katuk
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

1
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna
sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya.
Fungsi dari pakan antara lain untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan
dan untuk mempertahankan hidup dan juga menghasilkan produk utama dari
ternak (anak, susu, daging, telur). Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang
diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam
jumlah cukup. Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr.) merupakan salah satu
tanaman yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Ketersediaannya di alam
sudah mulai jarang ditemukan karena ketersediannya juga dimanfaatkan manusia
sebagai alternatif tanaman obat. Peranan daun Katuk dlam ransum yaitu sebagai
penyedia kebutuhan akan serat kasar.
Analisis proksimat merupakan salah satu metode untuk mengetahui
kandungan-kandungan nutrien yang ada di dalam bahan pakan. Analisis proksimat
meneliti tentang kandungan air, abu, serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terkandung dalam bahan pakan.
Tujuan dari Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui kadar nutrien yang terkandung dalam daun katuk
dengan menggunakan analisis proksimat. Manfaat dari praktikum ini adalah
mahasiswa dapat melakukan analisis bahan pakan dalam daun katuk
menggunakan metode analisis proksimat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Pakan
Bahan pakan atau makanan ternak adalah semua bahan yang berasal dari
tumbuhan atau hewan yang diberikan pada ternak piaraan untuk keperluan hidup
dan reproduksi (Reksohadiprodjo, 1995). Kualitas bahan pakan ditentukan oleh
kandungan nutrien atau komposisi kimianya. Berdasarkan sifat karakteristik dan
kimia, serta penggunaannya secara internasional, bahan pakan dibagi menjadi
delapan kelas, yaitu hijauan kering dan jerami, pastura (tanaman padangan dan
hijauan segar), silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber
vitamin, dan sumber aditif (Agus, 2007).
2.1.1. Daun Katuk
Daun katuk ( Sauropus androgynus L. Merr. ) merupakan alternatif tanaman
obat yang telah lama digunakan sebagai pelancar asi dan juga mampu menurunkan
kadar kolesterol kuning telur dan karkas ayam petelur (Ibrahim dalam Nugraha 2008).
Kandungan kimia daun katuk adalah protein, lemak, kalsium, fosfat, besi, vitamin
A, B, C, steroid, flavonoid, dan polifenol (Astuti et al. dalam Subekti, 2007).

3
2.2. Analisis Proksimat
Kandungan zat gizi pada masing-masing makanan ternak berbeda. Adanya
analisis bahan makanan terutama bertujuan untuk memperkirakan respons
produktivitas dari ternak bila mereka diberi ransum dengan komposisi bahan
makanan tertentu (Parakkasi dalam Hadiansyah, 2001). Metode yang
dikembangkan dari Weende Experiment Station di Jerman oleh Hanneberg dan
Stohman pada tahun 1865, yaitu sutau metode analisis di seluruh dunia dan
disebut analisis proksimat (Proximate analysis). Analisis ini didasarkan atas
komposisi susunan kimia dan kegunaannya (Tillman et al., 1991). Analisis
proksimat yang dilakukan dalam sebuah penelitian meliputi analisis kadar air,
abu, protein, lemak, karbohidrat, serat, dan mineral (Endra, 2006).
Analisis kadar air dalam pada daun katuk mengandung kadar air sebesar
10,8% dan bahan kering 89,18% (Sartini dalam Santoso, 2009). Kadar air pada
permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban udara disekitarnya tinggi, maka
akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau
kadar airnya menjadi lebih tinggi (Winarno dalam Katja, 2012). Penentuan kadar
air ini dilakukan secara berulang kali agar diperoleh hasil akurat (Musfiroh et al.,
2008).
Analisis kadar abu dalam daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr.)
sebesar 12,71% (Sartini dalam Santoso, 2009). Penentuan kadar abu dilakukan
dengan cara mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu
sekitar 500-6000C dan kemudian dilakukan penimbangan setelah proses
pembakaran tersebut (Sudarmadji et al. dalam Endra, 2006). Komponen abu

4
dalam analisis proksimat tidak memberikan nilai yang penting. Jumlah abu dalam
bahan pakan hanya penting untuk menentukan kadar BETN (Tillman et al., 1991).
Analisis kadar serat kasar dalam bahan pakan berupa daun katuk (Sauropus
androgynus L. Merr.) sebesar 31,19% (Sartini dalam Santoso, 2009). Faktor umur
pada tanaman pada saat pemotongan sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi
tanaman tersebut. Umumnya, semakin tua umur tanaman pada saat pemotongan,
maka semakin berkurang kadar proteinnya dan serat kasarnya semakin tinggi
(Djajanegara et al. dalam Adrianton, 2010). Tanaman pada umur muda kualitas
lebih baik karena serat kasar lebih rendah, sedangkan kadar proteinnya lebih
tinggi (Susetyo et al. dalam Adrianton, 2010).
Analisis kadar lemak kasar pada daun katuk (Sauropus androgynus L.
Merr.) sebesar 20,08% (Sartini dalam Santoso, 2009). Istilah ekstrak eter dipakai
untuk senyawa yang diperoleh dari ekstraksi bahan makanan dengan
menggunakan pelarut lemak (Tillman et al., 1991). Heksan merupakan senyawa
pelarut lemak yang mengandung 98,0% sampai dengan 100,5% C13H6Cl6O2,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI dalam Erawati, 2011).
Apabila bahan contoh masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut
akan sulit masuk kedalam jaringan atau sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air,
selanjutnya ektraksi lemak kurang efisien sehingga hasil analisisnya kurang
mencerminkan hasil yang sesungguhnya (Darmasih, 2007).
Analisis protein kasar dalam daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr.)
sebesar 15,02% (Sartini dalam Santoso, 2009). Metode Kjeldahl merupakan
pengukuran jumlah protein dalam bahan makanan melalui penentuan kandungan

5
N total bahan (Tambunan, 2002). Kadar protein kasar dapat dipengaruhi oleh jenis
tanaman, umur panen, dan tinggi pemotongan (Purbajanti et al., 2011). Tanaman
yang berdaun banyak mempunyai kadar protein tinggi, umur panen yang
terlambat akan menurunkan kadar protein kasar begitu juga sebaliknya. Kadar
protein kasar akan menurun sesuai dengan berkurangnya ketersediaan unsur hara
tanaman terutama unsur N (nitrogen) begitu juga sebaliknya kadar protein kasar
akan meningkat seiring dengan meningkatnya unsur N (Hardjowigeno dalam
Slamet et al., 2009).
BETN merupakan selisih dari sisa bahan yang sudah dihitung (kadar abu,
kadar lemak kasar, kadar serat kasar, dan kadar protein kasar) (Jusaidi et al.,
2006). Analisis bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada daun katuk (Sauropus
androgynus L. Merr.) sebesar 10,15% (Sartini dalam Santoso, 2009). BETN berisi
zat-zat monosakarida, dsakaridai, trisakarida dan polisakarida terutama pati dan
kesemuanya mudah larut dalam larutan asam dan basa dalam analisis serat kasar
dan mempunyai daya cerna yang tinggi (Tillman et al. dalam Kusumaningrum et
al., 2012) Kandungan BETN yang tinggi menggambarkan fraksi karbohidrat
mudah tercerna seperti pati dan gula (glukosa) (Tillman et al. dalam Qomariyah,
2004).

6
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum dengan materi Analisis
Proksimat dilaksanakan pada hari Senin dan Selasa tanggal 17 dan 18 Desember
2012 dari pukul 05.30 WIB - selesai di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Materi yang digunakan adalah daun katuk (serbuk), H2SO4 0,3 N, NaOH
1,5 N, aseton, aquades panas, N - Heksan, katalisator (selenium), H2SO4 98%,
H3BO3 4%, indikator (MR + MB), NaOH 45%, HCl 0,1 N. Alat yang digunakan
adalah botol timbang dan timbangan analitis yang digunakan untuk menimbang
sampel, oven untuk menghilangkan kadar air dan mensterilisasikan alat dan
bahan, eksikator untuk menyerap panas alat dan bahan yang telah dioven, penjepit
untuk membantu dalam mengambil sampel, tanur listrik untuk analisis kadar abu,
crucible porcelain untuk tempat sampel, labu erlenmeyer untuk menempatkan
larutan, beaker glass untuk menempatkan larutan, gelas ukur sebagai pengukur
larutan yang akan digunakan, corong buchner untuk menyaring serat kasar, kertas
saring bebas abu untuk menyaring sampel pada analisis kadar serat kasar, tabung
soxhlet untuk wadah sampel analisis kadar lemak kasar, pendingin tegak untuk
analisis lemak kasar dan destilasi, labu kjeldahl untuk analisis protein kasar, biuret
untuk alat titrasi, kompor listrik untuk memanaskan sampel pada analisis kadar

7
lemak kasar, labu penyari untuk menampung sari pada saat analisis kadar lemak
kasar, lemari asam untuk analisis protein kasar, serta kertas minyak untuk
menempatkan sampel.
3.2. Metode
3.2.1. Kadar air
Metode yang digunakan untuk analisis kadar air adalah mencuci botol
timbang, kemudian mengeringkan dalam oven pada suhu 105oC sampai 110oC
selama 1 jam, memasukkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian
menimbang botol timbang menggunakan timbangan analitis. Menimbang
sejumlah sampel menggunakan timbangan analitis. Memasukkan sampel ke dalam
botol timbang, kemudian mengovennya selama 6 jam dengan suhu 110oC,
selanjutnya adalah memasukkan sampel kedalam eksikator selama 15 menit.
Setelah itu menimbang botol dan sampel. Mengulang pengeringan 3 kali masing-
masing 1 jam sampai berat sampel konstan (selisih maksimal 0,2 mg).
Menghitung kadar air dengan rumus :
Kadar air = (Berat B otol T imbang + S ampel Masuk ) – B erat S etelah O venSampel Masuk
x 100 %

8
3.2.2. Kadar abu
Metode yang digunakan untuk analisis kadar abu ini adalah mencuci
crucible porcelain dengan air sampai bersih, kemudian mengeringkannya dalam
oven pada suhu 110oC selama 1 jam dan mendinginkan dalam eksikator selama 15
menit, kemudian menimbangnya. Menimbang sejumlah sampel, penimbangan
dengan menggunakan crucible porcelain sebagai tempatnya. Setelah itu
memijarkan sampel dan crucible porcelain dalam tanur listrik pada suhu 600oC
selama 6 jam, sampai menjadi abu putih semua. Mengangkat crucible porcelain
dari tanur listrik dan mendinginkannya sampai suhu 120oC, kemudian
mendinginkannya kembali dalam eksikator selama 15 menit. Setelah itu
menimbangnya, kemudian menghitung kadar abu dengan rumus :
Kadar abu =B erat S etelah T anur – Berat Crucible porcelain Sampel Masuk
x 100%
3.2.3. Kadar serat kasar
Metode yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah
mempersiapkan semua alat-alat dan pereaksi yang akan digunakan. Mencuci
semua alat dan memasukkannya ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam
dan memasukkanya ke dalam eksikator selama 15 menit. Menimbang sampel dan
memasukkannya ke dalam gelas beker. Memasukkan H2SO4 0,3 N 50 ml dalam
gelas beker yang berisi sampel tersebut dan memasaknya hingga mendidih dan

9
menunggu selama 30 menit. Menambahkan NaOH 1,5 N 25 ml serta memasaknya
sampai mendidih dan menunggu selama 30 menit.
Menimbang crucible porcelain dan kertas saring, memasukkan ke dalam
oven selama 1 jam dengan suhu 110oC dan memasukkan di dalam eksikator
selama 15 menit. Cairan yang berisi sampel disaring dengan menggunakan
crucible porcelain dan kertas saring yang dipasang corong bunchner. Mencuci
sampel berturut-turut dengan 50 ml aquades panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml
aquades panas dan 25 ml aseton. Mengoven crucible porcelain dan kertas saring
beserta isinya pada suhu 1100C selama 1 jam memasukkan ke eksikator selama 15
menit. Selanjutnya menimbang crucible porcelain dan isinya. Kemudian
memijarkan crucible porcelain dan isinya dalam tanur pada suhu 600oC selama 6
jam sampai menjadi abu putih dan mendinginkannya dalam eksikator selama 15
menit. Setelah itu menimbangnya. Penghitungan kadar serat kasar dengan rumus :
Kadar serat kasar = B erat S etelah O ven – B erat S etelah T anur – K ertas S aring Sampel Masuk
x 100 %
3.2.4. Kadar lemak kasar
Metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak kasar adalah
menimbang sampel dan kertas saring. Membungkus sampel dengan kertas saring
dan memasukkan ke dalam oven selama 6 jam pada suhu 110oC dan eksikator
selama 15 menit, serta menimbang kertas saring. Memasukkan sampel dan kertas
saring dalam alat soxhlet yang telah dipasang dalam pendingin tegak, kemudian
menambahkan N-Hexan serta memasang alat pendingin tegak yang dialiri air
dingin. Melakukan penyaringan selama 3 jam, sampel dikeluarkan dan diangin-

10
anginkan. memasukkannya dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam,
memasukkan ke eksikator selama 15 menit. Menimbang kertas saring yang berisi
sampel tersebut dengan menggunakan timbangan analitis. Perhitungan untuk
analisis kadar lemak adalah sebagai berikut:
Kadar Lemak = Berat Setelah O ven 1 – Berat Setelah Oven 2Berat Setelah O ven 1 – Berat K ertas Saring
x 100 %
Keterangan :
Berat setelah oven 1 : Berat sebelum ekstraksi
Berat setelah oveb 2 : Berat setelah ekstraksi
3.2.5. Kadar protein kasar
Metode yang digunakan dalam analisis kadar protein kasar adalah mencuci
labu destruksi, kemudian memasukkannya dalam oven pada suhu 110oC selama 1
jam. Menimbang sampel sebanyak 1 gram, kemudian memasukannya ke dalam
labu destruksi. Menambahkan selenium sebagai katalisator sebanyak 1 gram.
Menambahkan H2SO4 98% 15 ml. Memanaskan semua bahan yang ada dalam
labu destruksi tersebut secara perlahan-lahan dalam lemari asam hingga berwarna
hijau jernih. Perubahan warna yang terjadi secara bertahap adalah hitam, merah,
hijau keruh dan kemudian hijau jernih.
Proses selanjutnya adalah proses destilasi yaitu mendinginkan labu destruksi
tersebut lalu memasukkan larutan destruksi kedalam labu destilasi. Menambahkan
aquades sebanyak 50 ml, dan NaOH 45% sebanyak 40 ml. Menyiapkan larutan
penangkap yaitu asam borat (H3BO3 4%) sebanyak 20 ml dan indikator MR+MB
sebanyak 2 tetes. Menampung hasil destilasi dalam erlenmeyer yang telah berisi

11
larutan penangkap dengan melihat perubahan warna dari ungu menjadi hijau
jernih. Selanjutnya melakukan titrasi dengan menggunakan HCl 0,125 N, hingga
terjadi perubahan warna dari hijau jernih menjadi warna ungu.
Membuat larutan blanko yaitu memasukkan aquades 50 ml dan 40 ml
NaOH 45% kedalam labu destilasi. Melakukan destilasi dan menangkapnya
dengan campuran H3BO3 sebanyak 20 ml dan indikator MR + MB sebanyak 2
tetes sampai penangkap tersebut berubah warna dari ungu menjadi hijau.
Mentitrasi dengan menggunakan HCl 0,125 N sampai membentuk warna unggu
kembali, kemudian menghitung protein kasar dengan rumus :
Kadar protein = (titran sampel – titran blanko) x 0,12 5 x 0,014 x 6,25Sampel Masuk
x 100%
Keterangan :
Blanko : campuran 50 ml aquades dan 40 ml NaOH 45%.
BAB IV

12
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Praktikum
Berdasarkan hasil praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum diperoleh
hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Praktikum Analisis Proksimat Daun KatukParameter 100 % BK1 Literatur2
Kadar Air - 10,8Kadar Bahan Kering (BK) 84,81 89,18Kadar Protein Kasar (PK) 23,70 15,02Kadar Lemak Kasar (LK) 7,8 20,08Kadar Abu 10,60 12,71Kadar Serat Kasar (SK) 29,64 31,19Kadar BETN 28,26 10,18
Sumber : 1. Data Praktikum Bahan Pakan Formulasi Ransum, 2012. 2. Sartini dalam Santoso (2009).
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kadar air
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa kandungan bahan kering
(BK) pada daun katuk (Sauropus androgynus L.Merr.) sebesar 84,81%. Hasil ini
berbeda dengan pendapat Sartini dalam Santoso (2009) yang menyatakan bahwa
kandungan bahan pakan pada daun katuk mengandung kadar air sebesar 10,8%
dan bahan kering 89,18%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena pengaruh dari
beberapa faktor, antara lain : umur tanaman, tempat penanaman, dan faktor
lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno dalam Katja (2012) yang
menyatakan bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban
udara disekitarnya tinggi, akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga

13
bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Perhitungan
tersebut diperoleh dari proses pengeringan didalam oven pada suhu 105-1100C
selama 4-6 jam hingga beratnya konstan. Ditambahkan oleh Musfiroh et al.
(2008) bahwa penentuan kadar air ini dilakukan secara berulang kali agar
diperoleh hasil yang akurat.
4.2.2. Kadar abu
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa kadar abu daun katuk
dalam bahan kering 10,60%. Hal ini berbeda dengan pendapat Sartini dalam
Santoso (2009) bahwa kadar abu dalam daun katuk sebesar 12,71%. Kadar abu
dilakukan dengan cara menanur daun katuk selama 6 jam pada suhu 400-6000C,
akan tetapi nilai abu tersebut hanya digunakan pada perhitungan analisis kadar
BETN. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarmadji et al. dalam Endra (2006)
yang menyatakan bahwa penentuan kadar abu dilakukan dengan cara
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-
6000C dan kemudian dilakukan penimbangan setelah proses pembakaran tersebut.
Ditambahkan oleh Tillman et al. (1991) bahwa komponen abu dalam analisis
proksimat tidak memberikan nilai yang penting. Jumlah abu dalam bahan pakan
hanya penting untuk menentukan kadar BETN.
4.2.3. Kadar serat kasar

14
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa kandungan kadar serat
kasar pada daun katuk dalam bahan kering sebesar 29,64%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sartini dalam Santoso (2009) bahwa kadar serat kasar dalam berupa
daun katuk sebesar 31,19%. Tinggi rendahnya kadar nutrien dalam bahan pakan
tergantung dari kualitas tanaman tersebut, semakin tinggi umur tanaman maka
semakin tinggi kadar seratnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Djajanegara et al.
dalam Adrianton (2010) yang menyatakan bahwa umur tanaman pada saat
pemotongan sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi tanaman tersebut.
Umumnya, semakin tua umur tanaman pada saat pemotongan, semakin berkurang
kadar proteinnya dan serat kasarnya semakin tinggi. Ditambahkan oleh Susetyo et
al. dalam Adrianton (2010) bahwa tanaman pada umur muda kualitas lebih baik
karena serat kasar lebih rendah, sedangkan kadar proteinnya lebih tinggi.
4.2.4. Kadar lemak kasar
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa kandungan lemak
kasar dalam bahan pakan berupa daun katuk sebesar 7,8%. Hal ini berbeda dengan
pendapat Sartini dalam Santoso (2009) bahwa kandungan lemak kasar pada daun
katuk sebesar 20,08%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena diperkirakan masih
adanya kandungan air dalam sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Darmasih (1997) yang menyatakan bahwa apabila bahan contoh masih
mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit masuk kedalam
jaringan atau sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air, selanjutnya ektraksi lemak
kurang efisien sehingga hasil analisisnya kurang mencerminkan yang sebenarnya.

15
Kadar Lemak Kasar diperoleh dari sampel bahan kering yang di ekstraksi dengan
N – Hexan, kemudian dikeringkan dalam oven. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tilman et al. (1991) yang menyatakan bahwa istilah ekstrak ether dipakai untuk
senyawa yang diperoleh dari ekstraksi bahan makanan dengan menggunakan
pelarut lemak. Ditambahkan oleh Depkes RI dalam Erawati (2011) bahwa heksan
merupakan senyawa yang mengandung 98,0% sampai dengan 100% C13H6Cl6O2,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
4.2.5. Kadar protein kasar
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa kandungan protein kasar
daun katuk dalam 100% bahan kering diperoleh sebesar 23,70%. Hasil ini berbeda
dengan pendapat dari Sartini dalam Santoso (2009) bahwa kandungan protein
kasar dalam daun katuk sebesar 15,02%. Perbedaan hasil tersebut dipengaruhi dari
unsur nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan pakan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hardjowigeno dalam Slamet et al. (2009) yang menyatakan bahwa
kadar protein kasar akan menurun sesuai dengan berkurangnya ketersediaan unsur
hara tanaman terutama unsur N begitu juga sebaliknya kadar protein kasar akan
meningkat seiring dengan meningkatnya unsur N. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kadar protein kasar yaitu faktor umur dan pemotongannya. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Purbajanti et al. (2011) bahwa kadar protein kasar
dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur panen, dan tinggi pemotongan. Tanaman
yang berdaun banyak mempunyai kadar protein tinggi, umur panen yang
terlambat akan menurunkan kadar protein kasar begitu juga sebaliknya. Penentuan

16
kadar protein kasar ditentukan berdasarkan metoda Kjedahl. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tambunan (2002) bahwa metode Kjeldahl yaitu pengukuran jumlah
protein dalam bahan makanan melalui penentuan kandungan N total bahan.
4.2.6. Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa kandungan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) dalam bahan kering sebesar 28,26%. Hal ini berbeda
dengan pendapat Sartini dalam Santoso (2009) bahwa kadar BETN (Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen) sebesar 10,15%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena
tingginya kadar serat kasar dalam bahan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tillman et al. dalam Kusumaningrum et al. (2012) yang menyatakan bahwa
BETN berisi zat-zat mono, di, tri dan polisakarida terutama pati dan kesemuanya
mudah larut dalam larutan asam dan basa dalam analisis serat kasar dan
mempunyai daya cerna yang tinggi. Ditambahkan oleh Tillman et al. dalam
Qomariyah (2004) bahwa kandungan BETN yang tinggi menggambarkan fraksi
karbohidrat mudah tercerna seperti pati dan gula (glukosa). Kadar BETN
diperoleh dari 100% bahan pakan dikurangi dengan jumlah dari serat kasar, lemak
kasar, protein kasar, abu, dan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Jusaidi et al.
(2006) bahwa BETN merupakan selisih dari sisa bahan yang sudah dihitung.

17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr.) merupakan bahan pakan
klasifikasi internasional nomor 1 yaitu kelas hijauan dan jerami, karena kadar
serat kasar lebih dari dua puluh persen. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh
hasil bahwa kadar abu, serat kasar, dan kadar lemak kasar kurang dari standar
sedangkan kadar protein kasar, kadar air dan BETN melebihi dari kadar standar.
Tinggi rendahnya kadar nutrien dalam bahan pakan dapat terjadi karena beberapa
faktor yaitu pengaruh dari kualitas tanaman, umur tanaman, serta waktu
pemotongan. Pada tanaman yang umurnya lebih muda kualitasnya lebih baik
karena serat kasar lebih rendah dan kadar protein kasar lebih tinggi.
5.1. Saran
Peralatan yang ada di dalam laboratorium hendaknya ditambah dan
disesuaikan dengan banyaknya kelompok yang akan praktikum. Praktikan juga
harus lebih teliti dan cermat pada saat melakukan analisis, sehingga hasil yang
dianalisis dapat sesuai dengan standar yang tertulis pada buku acuan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Adrianton. 2010. Pertumbuhan dan nilai gizi tanaman Rumput Gajah pada berbagai interval pemotongan. Jurnal Agroland. 17 (3) : 192-197.
Agus, A. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT Citra Aji Parama, Yogyakarta.
Darmasih. 1997. Penetapan kadar lemak kasar dalam makanan ternak non ruminansia dengan metode kering. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Endra, Y. 2006. Analisis proksimat dan komposisi asam amino buah Pisang Batu (Musa balbisiana colla). Skripsi, Bogor.
Erawati, A.M. 2011. Gambaran histopatologi hati dan ginjal Tikus laktasi setelah mengkonsumsi ekstrak dan fraksi Sauropus androgynus (L.) merr sejak bunting sampai 10 hari pospartus. Skripsi, Bogor.
Hadiansyah, D. 2001. Evaluasi modifikasi penentuan serak kasar menurut Association Of Official Analytical Chemist (AOAC). Skripsi, Bogor.
Jusaidi, D., B.A. Dewantara., dan I. Mokoginto. 2006. Pengaruh kadar L-ascorbyl-2-phospate magnesium yang berbeda sebagai sumber vitamun C dalam pakan terhadap pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius hypophthalamus) ukuran sejari. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (1) : 21-29.
Katja, D.G. 2012. Kualitas minyak Bunga Matahari komersial dan minyak hasil ekstraksi biji Bunga Matahari (Helianthus anuus L.). Jurnal Ilmiah Sains. 12 (1) : 59-64.
Kusumaningrum, M., C.I. Sutrisno., dan B.W.H.E. Prasetiyono. 2012. Kualitas kimia ransum sapi potong berbasis limbah pertanian dan hasil samping pertanian yang difermentasikan dengan Aspergillus niger. Animal Agriculture Journal. 1 (2) : 109-119.
Musfiroh, I., W. Indriyati., Muchtaridi., dan Y. Setiya. 2008. Analisis proksimat dengan penetapan kadar beta karoten dalam selai lembaran Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn.) dengan metode Spektrofotometri sinar tampak. Jurnal Farmaka. 6 (2) : 1-8.

19
Nugraha, A.P.D. 2008. Respon penggunaan tepung daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam ransum terhadap kolesterol Itik Lokal. Skripsi, Bogor.
Purbajanti, E.D., R.D. Soetrisno., E. Hanudin., dan S.P.S. Budhi. 2011. Produksi, kualitas, dan kecernaan in vitro tanaman Rumput Benggala (Panicum maximum) pada lahan salin. Buletin Peternakan. 35 (1) : 30-37.
Qomariyah, N. 2004. Uji derajat keasaman (pH), kelarutan, kerapatan, dan sudut tumpukan untuk mengetahui kualitas bahan pakan sumber protein. Skripsi, Bogor.
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropis. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Santoso, U. 2009. Manfaat Daun Katuk Bagu Kesehatan Manusia dan Produkstifitas Ternak. http://uripsantoso.wordpress.com. (Diakses tanggal 22 Desember 2012).
Slamet, W., F. Kusmiyati., E.D. Purbayanti., dan Surahmanto. 2009. Produksi dan kualitas hijauan Alfafa (Medicago sativa) pemotongan pertama pada media tanamn yang berbeda dan penggunaan inokulan. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Hal : 295-301.
Subekti, S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun Katuk (Sauropus andrygonus L. Merr) dan hubungannya dengan sistem reproduksi Puyuh. Skripsi, Bogor.
Tambunan, E.E.N. 2002. Pengaruh lama penyimpanan ransum komersial ayam broiler starter bentuk crumble terhadap beberapa sifat fisik dan kandungan protein kasar. Skripsi, Bogor.
Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusowo, S., Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air
AnalisisKadar Air
Berat Kertas
Minyak
Berat Sampel
Berat Kertas Minyak
Sisa
Botol Timbang
B. Setelah Oven
--------------------------------------g------------------------------------
7. 0,2320 1,0002 0,2320 17,9709 18,81378. 0,2435 1,0003 0,2435 21,3981 22,2518
Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2012.
Sampel Sebenarnya 7 =(Sampel + Kertas Minyak) – Kertas Minyak Sisa
= (1,0002+0,2320) – 0,2320
= 1,0002
Sampel Sebenarnya 8 = (Sampel + Kertas Minyak) – Kertas Minyak Sisa
= (1,0003 + 0,2435) – 0,2435
= 1,0003
Perhitungan Kadar Air :
Kadar Air = (Berat Sampel +Berat Botol ) - Berat Setelah Oven x 100% Sampel Masuk
Kadar Air 7 = (1,0002 + 17,9709 ) – 18,8137 x 100%1,0002
= 15,73%
Kadar Air 8 = (1,0003 + 21,3981) – 22,2518 x 100%1,0003
= 14,65%

21
Lampiran 1. (lanjutan)
Kadar Air rata-rata = Kadar Air 7 + Kadar Air 8 2
= 1 5,73 + 1 4,65 2
= 14,65%
BK = 100% - % Kadar Air rata-rata
BK = 100% - 14,65%
= 84,81%

22
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Abu
Analisis Berat Berat Berat Berat BeratKadar Abu Kertas
MinyakSampel Kertas
Minyak SisaCP Tanur
------------------------------------------g-------------------------------------7. 0,2776 1,0001 0,2776 20,3752 20,46608. 0,2460 1,0004 0,2460 21,1884 21,2777
Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2012.
Perhitungan Kadar Abu :Sampel Masuk 7 = (Sampel + Kertas Minyak) – Kertas Minyak Sisa
= (1,0001 + 0,2776) – 0,2776
= 1,0001
Sampel Masuk 2 = (Sampel + Kertas Minyak) – Kertas Minyak Sisa
= (1,0004 + 0,2460) – 0,2460
= 1,0004
Kadar Abu = Berat setelah tanur – Berat CP x 100% Berat sampel
Kadar Abu 7 = 20,4660 - 20,3752 x 100%1,0001
= 9,07%
Kadar Abu 8 = 21,2777 – 21,1884 x 100%1,0004
= 8,92%

23
Lampiran 2. (lanjutan)
Kadar Abu rata-rata = Kadar Abu 1 + Kadar Abu 22
= 9,07 % + 8,92 % 2
= 8,99%
Konversi dalam 100% BK = 100 x rata-rata kadar Abu Rata-rata kadar air
= 100 x 8,99 84,81
= 10,60 %

24
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Serat Kasar
Analisis Kadar SK
Berat Kertas
Berat Sampel
Kertas Sisa
Kertas Saring
Berat CP Setelah Oven
Setelah Tanur
---------------------------------------------g-------------------------------------------7. 0,2381 1,0006 0,2398 1,0435 19,8858 21,1829 19,89158. 0,2495 1,0000 0,2495 1,0473 17,9858 29,2969 17,9947
Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2012.
Sampel Masuk 7 = (Sampel + Kertas Minyak) – Berat Kertas Minyak Sisa
= (1,0006 + 0,2381) – 0,2398
= 0,9989
Sampel Masuk 8 = (Sampel + Kertas Minyak) – Berat Kertas Minyak Sisa
= (1,0000 + 0,2495) – 0,2495
= 1,0000
Perhitungan Kadar Serat Kasar:
SK =(Berat setelah oven – setelah tanur ) – Berat Kertas Saring x 100%Sampel Masuk
SK 7 = (21,1829 – 19,8915) – 1,0435 x100% 0,9989
= 24,81%
SK 8 = (19,2969 – 17,9949) – 1,0 473 x 100% 1,0000
= 25,47%

25
Lampiran 3. (lanjutan)
SK rata-rata = Kadar SK 7 + Kadar SK 8 2
= 24,81 % + 25,47 % 2
= 25,14%
Konversi dalam 100% BK = 100 x kadar SK BK
= 100 x 25,14% 84,81
= 29,64 %

26
Lampiran 4. Perhitungan Kadar Lemak Kasar
Analisis Berat Kertas Sebelum SesudahKadar LK Sampel Saring Ekstraksi Ekstraksi
--------------------------------------g-----------------------------------7. 1,0007 0,9975 1,8642 1,79218. 1,0005 1,0042 1,8567 1,7945
Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2012.
Perhitungan Kadar Lemak Kasar:
Kadar LK = Sebelum di ekstrak – Setelah di ekstrak x100% Sampel Sebelum di ekstrak – Kertas Saring
Kadar LK 7 = 1, 8642- 1,7921 x100% 1,8642 – 0,9975
= 8,31%
Kadar LK 8 = 1,8567 – 1 ,7945 x100% 1,8567 – 1,0042
= 7,29%
LK rata-rata = Kadar LK 7 + Kadar LK 8 2
= 8,31 % + 7,29 % 2
= 7,8%

27
Lampiran 5. Perhitungan Kadar Protein Kasar
Analisis Berat Berat Berat Titran TitranKadar PK Kertas Sampel Kertas Sisa Sampel Blanko
--------------------------------------g------------------------------------7. 0,2400 1,0007 0,2429 23 0,658. 0,2430 1,0006 0,2447 15 0,65
Sumber : Data Primer Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum, 2012.
Sampel Sebenarnya 7 = ( Kertas Minyak + Sampel) – Kertas Minyak Sisa
= (0,2400 + 1,0007) – 0,2429
= 0,9978
Sampel Sebenarnya 8 = (Kertas Minyak + Sampel – Kertas Minyak Sisa
= (0,2230 + 1,0006) – 0,2447
= 0,9989
Perhitungan Protein Kasar :
Kadar PK = (titran sampel – titran blanko ) x N H C l x 0,014 x 6,25 x100%
Sampel Masuk
Kadar PK 7 = ( 23 – 0, 65 ) x 0,12 5 x 0,014 x 6,25 x100% 0,9978
= 24,49%
Kadar PK 8 = ( 15 – 0,65 ) x 0,12 5 x 0,014 x 6,25 x100% 1,9989
= 15,71%
PK rata-rata = Kadar PK 1 + Kadar PK 2 2
= 2 4,49 % + 15,71 2
= 20,1%

28
Lampiran 5. (lanjutan)
Konversi dalam 100% BK = 100 x kadar PKBK
= 100 x 20,1 84,81
= 23,70%

29
Lampiran 6. Perhitungan BETN
BETN = 100% - (Kadar Abu% +Kadar SK% +Kadar LK% +Kadar PK%)
= 100% - (10,60% + 29,.64% + 7,8% + 23,70%)
= 100 – 71,74%
= 28,26%