laporan dastek angga fix
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energy panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Cara ini sudah digunakan dari jaman primitif, mereka
menggunakan proses ini dalam pengeringan ikan dan daging.
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara dengan
bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih sedikit
atau dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga
terjadi penguapan.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di
mana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian baha yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama.
Pengeringan memiliki dua proses, yaitu pindah panas dan pindah masa.
Pindah panas adalah perambatan panas dari alat pengering ke produk. Sedangkan
pindah masa yaitu adanya panas menyebabkan penguapan air dengan cara difusi
dar bagian internal (dalam) ke bagian permukaan produk akibat terjadinya
perbedaan tekanan uap air dan selanjutnya terjadi pergerakkan uap air dari
permukaan produk ke daerah sekitar. Pindah masa memerlukan perubahan fase
cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Perubahan
fase memerlukan panas laten penguapan. Pengeringan produk pangan dapat
menyebabkan perubahan sifat sensoris pruduk sehingga pada acara ini diamati
perubahan tekstur, warna, dan aroma bahan.
Ada beberapa cara dalam proses pengeringan seperti pengeringan langsung
(direct drying), ini dibedakan atas pengeringan dengan sinar matahari (sun
drying) dan dengan pengeringan dengan alat (artificial drying). Ada juga
pengeringan tidak langsung (indirect direct) dan pengeringan beku (freeze
dryer).
Berbagai biji-bijian, leguminosa, kacang-kacangan, dan buah-buahan
dilakukan proses pengeringan dalam proses pengawetannya.buah-buahan lebih
banyak yang diawetkan dengan pengeringan daripada dengan cara pengawetan
bahan pangan dengan cara lain. Maupun peradaban sudah lebih kompleks dengan
alat yang ada, pengeringan dengan sinar matahari tetap merupakan cara yang
popular di lingkungan masyarakat.
Sebelum proses pengeringan terlebih dahulu dilakukan pretreatment yaitu
blanching pada sebagian bahan yang akan dikeringkan. Sebagian bahan lagi
langsung dilakukan pengeringan tanpa terlebih dahulu diblanching. Dengan
langkah kerja seperti itu dapat diketahui bagaimanakah efek blanching terhadap
kenampakan bahan dan proses pengeringan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui lama waktu pengeringan yang diperlukan pada saat laju
pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.
2. Menentukkan kadar air pada saat aju pengeringan konstan dan laju
pengeringan menurun
3. Menggambar kurva laju pengeringan bahan pangan
4. Mengetahui pengaruh bla nching terhadap karakter sensoris bahan segar
dan produk (warna, tekstur, rasa, dan flavor).
5. Mengamati perbedaan karakter sensoris bahan segar dan produk (warna,
tekstur, rasa, dan flavor) yang dikeringkan dengan metode pengeringan yang
berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi
dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan
air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan
penerima uap cairan (Sumber: Treybal, 1980).
Dehidrasi sendiri adalah pengeringan dengan panas buatan diproduksi di bawah
kondisi yang dikontrol secara hati-hati suhu, kelembaban, dan aliran udara. dehidrasi
juga berarti proses untuk menghilangkan air.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam proses pengeringan. Seperti
pengeringan dengan sinar matahari (sun drying) dan dengan alat pengering (artificial
drying).
Penjemuran atau pengeringan dengan sinar matahari merupakan pembuangan
kadar air suatu bahan untukmemperoleh tingkat kadar air yang seimbang dengan
kelembaban nisbi udara atmosfir. Cara ini mempunyai beberapa kelebihan seperi
tidak memerlukan banah bakar dan biaya pengeringan rendah disbanding pngeringan
mekanis, serta sinar infra merah matahari ang mampu menembus ke dalam bahan.
Tetapi juga ada kelemahannya seperti berganung dengan iklim yang ada, sering
terjadi perubahan warna dan fermentasi pada bahan.
Pengeringa dengan alat merupakan proses yang lebih efektif karena tidak
membutuhkan waktu yang lama dan tidak tercemar debu atau polusi udara lain.
Contohnya adalah cabinet dryer. Pengering ini terdiri dari suatu ruangan dimana
rigen-rigen utuk produk yang dikeringkan dapat diletakkan didalannya. Didalam
pengering yang berukuran besar, rigen-rigen pengering dapat disusun diatas suatu
penyangga yang tetap didalam pengering tersebut. Udara dihembuskan dengan
menggunakan kipas angin melalui suatu pemanas dan kemudian menembus rigen-
rigen pengering yang berisi bahan. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk
penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan dalam laboratorium. Beberapa
keuntungan dari pemakaian teknologi pengeringan pada sayur dan buah antara lain
bahan menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah
dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi
berkurang sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya
produksi menjadi lebih murah.Sedangkan sisi kerugiannya antara lain terjadinya
perubahan sifat fisis seperti pengerutan, perubahan warna, kekerasan dan sebagainya.
Perubahan kualitas kimia antara lain penurunan kandungan vitamin C maupun
terjadinya pencoklatan demikian pula kualitas organoleptisnya (Susanto, 1994).
Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Luas Permukaan
Permukaan bahan dapat diperluas dengan cara pengecilan ukuran baik itu
chopping, shearing, atau slicing. Semakin kecil ukuran bahan makan
permukaan yang kontak dengan medium pemanasan semakin tinggi. Air akan
lebih mudah berdifusi/menguap. Sehingga waktu pengeringan semakin singkat.
b. Suhu
Semakin besar perbedaan suhu, proses pemindahan panas dari lingkungan ke
bahan yang akan dikeringkan akan lebih cepat terjadi dan penguapan air pun
lebih cepat terjadi.
c. Kecepatan Pergerakan Udara
Udara yang bergerak lebih cepat mengambil uap air dalam lingkungan sistem
pengeringan sehingga sirkulasi lebih cepat, proses pengeringan semakin
cepat.hal tersebut dapat semakin dipercepat bila volume udara yang bergerak
semakin tinggi. Contohnya pada cabinet dryer, tunnel dryer dan spray dryer.
d. Kelembapan Udara
Pengeringan akan makin cepat pada udara dengan RH rendah(makin lembab
udara, pengeringan makin lambat). Konsentrasi uap yang dihasilkan pada udara
kering tidak jenuh dan tidak ada kadar air akhir pada bahan pangan. Sedangkan
pada udara yang lembab, produk pangan akan higroskopis atau mudah
menyerap air di udara sekitarnya. Bahan dapat mencapai kesetimbangan nisbi
dengan lingkungan sistem yaitu bahan pangan tidak terjadi penguapan air dari
bahan ke udara dan tidak terjadi adsorpsi uap air dari udara oleh bahan saat
kelembapan pada suhu tertentu. Jika kesetimbangan nisbi terjadi RH udara
lebih rendah dari bahan pangan udara masih dapat dikeringkan sedangkan bila
RH udara lebih tinggi dari bahan pangan maka terjadi proses absorpsi uap air
dari udar ke bahan pangan.
e. Tekanan Atmosfer
Jika pengeringan bahan dilakukan pada suhu konstant dan tekanan diturunkan,
maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi. Contoh pengering sub atmosferik
menggunakan tekanan dibawah 1 atm. Pengeringan dapat dipercepat dengan
menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum titik didih air mengalami
penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi uap lebih cepat
tercapai.
f. Evaporasi
Pada proses penguapan air dari permukaan terjadi proses pengambilan energi,
sehingga permukaan menjadi dingin. Absorpsi panas laten hanya mengubah
fase cair menjadi uap/gas/panas, yang mengubah air menjadi uap air yang
keluar dari bahan adalah penguapan.
g. Waktu Pengeringan
Waktu pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Harus
sangat diperhatikan terutama pada pengeringan bahan pangan yang sensitif
panas. Untuk bahan yang sensitif panas sering digunakan sistem HTST ( High
Temperature Short Time) atau proses pada suhu tinggi dalam waktu singkat.
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
ditimbulkan oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman,
pencicipan, dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya
mempengaruhi daya terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang
ditimbulkan oleh makanan (Soekarto 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa
penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian
dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut
juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada
kemampuan/kepekaan inderawi manusia.
Untuk mengetahui kesan mutu yang bersifat spesifik dari daging buah
apel dan nanas dilakukan pengujian mutu organoleptik dengan 5 orang panelis.
Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu
diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan). Uji organoleptik yang dilakukan
terhadap udang ronggeng rebus dengan perlakuan penambahan garam 2%,
terdiri atas 4 parameter uji yaitu; penampakan, bau, rasa, dan tekstur.
a. Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai dalam
mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan produk baik atau
disukai,maka konsumen baru akan melihat karakteristik yang lainnya (bau,
rasa dan tekstur) (Soekarto 1985). Untuk apel komnsumen lebih menyukai
apel dengan daging buah berwarna putih pucat bersih tanpa noda/warna lain.
Sedangkan untuk buah nanas konsumen umumnya menyukai nanas dengan
daging buah berwarna kuning terang bersih tanpa noda atau warna lain.
b. Bau
Bau atau aroma makanan dapat menentukan enak atau tidaknya
makanan. Aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada rasa, dan kepekaan
indera pembauan biasanya lebih tinggi daripada indera pencicipan, bahkan
industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat
dengan cepat memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak
(Soekarto 1985). Berdasarkan uji organoleptik, pada kedua bahan sample
(apel dan nanas) panelis menyukai bau asli dari bahan tersebut seperti bau
spesifik apel atau nanas segar.
c. Citarasa
Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk.
Walaupun aroma dan tekstur bahan pangan tersebut baik tapi jika rasanya
tidak enak, maka paneis akan menolak produk tersebut (Soekarto 1985).
Berdasarkan uji organoleptik diketahui bahwa panelis rata-rata menyukai rasa
daging buah apel atau nanas yang manis dan segar. Rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain. Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan
untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila
suhu tubuh di bawah 20 oC atau di atas 30 oC (Winarno 1997). Selain itu,
setiap orang memiliki batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar
masih bisa dirasakan yang disebut dengan threshold. Batas ini tidak sama
pada setiap orang dan threshold orang terhadap rasa yang berbeda juga tidak
sama. Efek interaksi berbeda-beda pada tingkat konsentrasi dan threshold-nya
(Winarno 1997).
d. Tekstur
Tekstur dan konsistensi akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan
oleh bahan tersebut (Winarno 1997). Berdasarkan uji organoleptik diketahui
bahwa panelis menyukai tekstur daging buah apel yang agak keras, padat dan
kesat saat digigit/dimakan. Sedangkan untuk buah nanas panelis menyukai
daging buah yang agak lembut tidak lembek dan berair.
Proses Bleaching
Bleaching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air
panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pada
pabrik-pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses
pemanasan pendahuluan. Proses panas pada blanching tentunya berpengaruh pada
sifat bahan pangan terutama berat, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan
kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai
bahan yang paling dominan.
Perubahan tekstur dan berat erat hubungannya dengan penyusutan sel.
Mekanisme penyusutan yaitu, pati tergelatinisasi, membran sitoplasma berubah,
dinding sel sedikit berubah, pektin termodifikasi, protein nukleus dan sitoplasma
terdenaturasi, kloroplas dan kromoplas mengalami penurunan. Semua komponen
tersebut keluar sel sehingga beratnya berkurang. Selain itu terjadi degradasi warna,
seperti pada klorofil yang berwarna hijau jika di blanser akan berubah warna.
Kadar Air
Kadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau dalam persen
berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100 %, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari 100 %. Kadar air
berat basah (b.b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan
berat total bahan. Kadar air berat basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
kadar air=berat yanghilang selama pengeringanberat awal
x100 %
Kandungan air pada suatu bahan hasil pertanian terdiri dari 3 jenis yaitu :
(1). Air bebas (free water). Air ini terdapat pada permukaan bahan, sehingga dapat
digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya serta dapat dijadikan
sebagai media reaksi-reaksi kimia. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada
proses pengeringan. Bila air bebas ini diuapkan seluruhnya, maka kadar air bahan
akan berkisar antara 12 % sampai 25 %.
(2). Air terikat secara fisik. Air jenis ini merupakan bagian air yang terdapat dalam
jaringan matriks bahan (tenunan bahan) akibat adanya ikatanikatan fisik.
(3). Air terikat secara kimia. Untuk menguapkan air jenis ini pada proses
pengeringan diperlukan enersi yang besar.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1. Pengering cabinet 1. Nanas
2. Nampan/loyang 2. Pisang
3. Cawan porselen 3. Apel
4. Oven
5. Desikator
6. Timbangan
7. Pisau
8. Panci/alat kukus
9. Stopwatch
10. Kompor gas
B. Prosedur Kerja
Sebagian bahan diblanching dengan steam pada suhu 90oC selama 3 menit dan sebagiannya tidak dblanching
Bahan dikeringkan dengan metode :1. Sun drying 2. Cabinet Drying
Masing-masing buah dikupas, dicuci, dan diiris dengan ketebalan 2 mm
Bahan diletakkan dalam nampan/loyang alumuniunm (blanching dan tidak)
dimasukkan desikator selama 1 jam
dimasukkan oven selama 4 jam
Dilakukan dalam cabinet drier berdasar 0 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Dan sun drying berdasar 0 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, dan 16 jam
Sebagian bahan dimasukkan ke cabinet drier dan sebagian bahan dijemur di bawah sinar matahari
dimasukkan dalam cawan dengan berat 2 gram
ditimbang dan dicatat
dimasukkan oven selama 1 jam
dimasukkan desikator selama 15 menit
ditimbang dan dicatat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Tabel Pengamatan Sun Drying dan Cabinet Dryer
Kelo
mpok
Lama
Pengeringan
Berat
Awal
(gr)
Berat
Akhir
(gr)
Kadar
Air
(%)
1
Nanas
Blanching
Sun
Drying
80 jam 50.11 7.31 85.41
Cabinet
Dryer
68 jam 50.24 7.04 85.98
2
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
216 jam 50 2.1920 95.61
Cabinet
Dryer
48 jam 35
menit
50 6.51 86.98
3
Apel
Blanching
Sun
Drying
212 jam 19
menit
50.11 1.9505
5
96.20
Cabinet
Dryer
189 jam 50
menit
50.78 5.5232 89.12
4
Apel Non
Blanching
Sun
Drying
240 jam 50.2 6.38 87.29
Cabinet
Dryer
192 jam 50.6 6.45 87.25
5
Nanas
Blanching
Sun
Drying
168 jam 50.25 2.4 95.22
Cabinet
Dryer
73 jam 45
menit
50 5.85 88.3
6
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
Cabinet
Dryer
2. Tabel Pengamatan Kadar Air(Desikator)
Kelompok Bahan Kadar Air (%)
1 Nanas Steam Blanching 86.18
2 Nanas Non Steam Blanching 77.79
3 Apel Steam Blanching 88.37
4 Apel Non Steam Blanching 75.71
5 Nanas Steam Blanching 88.3
6 Nanas Non Steam Blanching
3. Tabel Pengamatan Sensoris Produk
Kelom
pok
Warna Aroma Rasa Tekstur
1
Nanas
Blanching
Sun
Drying
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Agak
kering
Cabinet
Dryer
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Kering
patah
2
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
Cabinet
Dryer
Sangat
coklat
Agak
asam
masam Agak
renyah
3 Apel
Blanching
Sun
Drying
Coklat Sedikit
wangi
Asam,
manis
Keras,
kurang
apel renyah
Cabinet
Dryer
Coklat tua Sedikit
wangi
apel,
sedikit
bau
gosong
Asam,
manis,
agak
pahit
Keras
kurang
renyah
4
Apel Non
Blanching
Sun
Drying
Kuning
kecoklatan
Ada
aroma
apel,
asam
Asam Kering
tidak
patah
Cabinet
Dryer
Coklat
kekuningan
Ada
aroma
apel,
asam
asam Kering
patah
5
Nanas
Blanching
Sun
Drying
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Lengket
Cabinet
Dryer
Kuning ke-
orange-an
Sedikit
asam
Agak
kering
dan
lengket
6
Nanas Non
Blanching
Sun
Drying
Cabinet
Dryer
B. PEMBAHASAN
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara
menguapkan dengan menggunakan energi panas. Namun terkadang panas
yang diberikan dapat merusak gizi yang terkandung dalam produk.
Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan parameter yang penting bagi
konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang
dikonsumsinya. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu
produk yaitu dengan menggunakan analisis proksimat. Hal paling mendasar
dari unsur pokok dalam bahan pangan terdiri dari lima kategori yaitu air,
lemak total, protein kasar, abu dan karbohidrat (Okuzumi dan Fujii 2000).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah apel dan nanas.
Kadar air yang terkandung dalam apel atau nanas berbeda-beda dan
menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas produk tersebut
memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Apel yang digunakan
dalam praktikum ini mempunyai karakteristik bobot 110 ± 2,5 gr.
Bahan dikupas dan diiris tipis-tipis. Pengeringan bahan sample ini
menggunakan alat pengering yang disebut cabinet drier, oven dan desikator
serta sinar matahari langsung.
Proses pengeringan berlangsung melalui 3 tahap yaitu, tahap
penyesuaian, tahap pengeringan dengan laju konstant dan tahap pengeringan
dengan laju menurun. Air di dalam bahan akan diubah fasenya menjadi uap
melalui cara konduksi seperti kontak dengan plat panas pada oven pengering,
konveksi udara panas seperti pada pengering kabinet (cabinet dryer), energi
gelombang mikro dan radiasi infra merah. Air yang fasenya berubah menjadi
uap ini kemudian akan berdifusi keluar dari bahan yang dikeringkan sehingga
kadar air dalam produk kering menyusut.
Praktikum pengeringan apel dan nanas ini dilakukan dengan 2 perlakuan
berbeda, yang pertama apel dan nanas di–steam blanching dan yang kedua
apel dan nanas tidak di-steam blanching. Proses pengeringan dilakukan
dengan 3 teknik berbeda, yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari (sun drying), cabinet dryer dan oven desikator.
Pertama, bahan di kupas kemudian dicuci dan diiris dengan ketebalan
±2mm menggunakan pisau. Hal ini dilakukan agar bahan bebas dari
kontaminan-kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil akhir serta
mempunyai keseragaman ukuran dan bentuk sehingga dapat memperoleh
perlakukan sama dan mempermudah dalam pengukuran dan penghitungan
ukuran pada akhir proses ini. Bahan yang sudah dibersihkan dan diiris
kemudian ditimbang beratnya sehingga mendapatkan berat 50±23gr untuk
tiap teknik proses pengeringan (sun drying dan cabinet dryer). Sedangkan
untuk proses pengeringan menggunakan oven desikator, bahan yang diteliti
sebanyak 3-5gr.
Pada proses pengeringan menggunakan sundrying dan cabinet dryer,
setelah pengukuran berat bahan sample kelompok 1, 3, dan 5 segera
memasuki proses steam blanching pada suhu 90 C selama 3menit. Sample
untuk tiap perlakuan dihamparkan pada loyang yang berbeda. Untuk proses
sun drying bahan sample dalam loyang pada tiap kelompok, diletakkan pada
tempat yang memungkinkan sehingga mendapat sinar matahari langsung.
Sedangkan pada proses pengeringan cabinet dryer, sample dalam loyang
segera dimasukkan ke dalam cabinet dryer pada suhu 50 C. Proses
pengeringan tersebut berlangsung hingga mendapatkan produk sample yang
kering patah.
Suhu udara mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kecepatan
perpindahan uap air, oleh karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan
juga suhu ini melengkapi gaya tarik suhu yang memindahkan panas untuk
menguapkan uap air. Dapat dikatakan bahwa peningkatan kecepatan, dan suhu
udara akan menyebabkan peningkatan laju pengeringan seperti yang
diperkirakan oleh persamaan standar. Bertambah tinggi kecepatan udara akan
menolong perpindahan uap dari daerah bagian atas bahan padat
yangdikeringkan (Earle, 1969).
Kadar air suatu bahan pangan yang dikeringkan mempengaruhi
beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya
proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan.
Air dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu (1) air bebas
yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan , (2) air terikat
secara fisik yaitu air yang terikat kapiler atau air absorbsi karena tenaga
penyerapan dan (3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang
terikat dalam suatu sistem dispersi.
Seharusnya dalam praktikum ini pengeringan dilakukan hingga tekstur
produk benar-benar kering patah seluruhnya, akan tetapi oleh karena kendala
teknis berupa cabinet drier yang mati ditengah proses pengeringan, kendala
cuaca(mendung dan sample yang terguyur hujan) dan waktu pengamatan yang
minim, maka seluruh proses pengeringan hanya dilakukan dalam 10 hari.
Semakin lama waktu pengeringan kadar air bahan semakin kecil dan
perubahan kadar airnya justru semakin besar, artinya semakin banyak air
dalam bahan pangan yang diuapkan. Kadar air yang diperoleh setelah
pengeringan berbeda-beda. Pada kelompok 1 pengeringan nanas blanching
dengan teknik sun drying memakan waktu lebih lama (80jam) dan kadar air
lebih sedikit (85.41%) bila dibandingkan dengan teknik cabinet driernya (68
jam, ka = 85.98%). Untuk peryataan di atas hasil kelompok satu tidak sesuai.
Namun disini ada faktor pembedanya yaitu teknik pengeringan yang berbeda.
Dmana Sun drying lebih tidak stabil panas yang digunakan sehingga
walaupun pengeringannya lama tetap menghasilkan kadar air yang lebih
sedikit dari cabinet drier karena panas yang digunakan dalam cabinet drier
lebih stabil dan terkontrol sehingga dapat dimaksimalkan.
Tidak sama halnya dengan hasil produk dari kelompok 2, 3, 4, 5, 6.
Pengeringan pada sun drying memakan waktu lebih lama, kadar air yang
didapatkan pada teknik sun drying pun relatif lebih besar dari cabinet drier.
Hal ini mungkin terjadi karena perbandingan lama pengeringan pada kelompo
2,3,4,5,dan 6 tidak seimbang. Yaitu saat pengeringan dengan teknik sun
drying mencapai kadar air yang sama dengan produk dari cabinet drier,
pengeringan tidak langsung dihentikan sehingga air dalam produk kembali
terhidrasi sehingga produk lebih kering dengan waktu yang lebih lama pula.
Pada pengeringan dengan desikator didapatkan produk dengan pra
perlakuan stam blanching pada kelompok 1, 3, 5 memperoleh kadar air yang
lebih besar dari pada produk kelompok 2, 4, 6 yang tidak mendapat perlakuan
steam blanching. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa blanching selain
dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan mengurangi kandungan
mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna, juga memperlunak
jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas seluler. Sehingga
air dalam bahan menjadi lebih bebas dan lebih mudah untuk terhidrasi.
a. Sun Drying
Selama proses pengeringan ini produk sangat rentan terhadap perubahan
cuaca dan kontaminasi serangga, burung dan hewan lain. Waktu pengeringan
akan lama dan kontaminasi produk akan muncul sebelum konten kelembaban
stabil. Hal ini dapat diatasi dengan membungkus loyang berisi bahan yang
akan dikeringkan dengan plastik transparan.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, nanas dengan
blanching kelompok 1 mempunyai kadar air sebesar 85,41%. Sedangkan
nanas dengan blanching kelompok 5 memiliki kandungan air sebesar 95.22%.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut dapat diketahui
bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan nanas kering
dengan kandungan air yang berbeda jauh. Cara pengeringan ini bahan yang
dikeringkan berada pada kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi
sehingga hasil pengeringan menjadi tidak seragam.
Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan
memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga,
segera dihindarkan dari interaksi dengan air dan ditutup pada malam hari.
Selain itu sun drying sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan,
sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara kotor.
Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat
diketahui dari sifat organoleptik produk yang dihasilkan dari kedua perlakuan
tersebut. Pada produk bahan kering yang dihasilkan memiliki tekstur yang
kering semi basah dengan bagian luar kering, kenyal tidak patah, dan ada
aroma asam. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu
keadaan dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan
bagian di alamnya masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan
terlalu tinggi. Case hardening juga dapat disebabkan karena adanya
perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan protein pada permukaan
bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrindari pati yang jika
dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan.
Kekenyalan pada produk pengeringan merupakan hal yang tidak
diinginkandan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal
ini merupakan penurunan mutu.
Pada bahan sample yang dikeringkan dengan menggunakan sinar
matahari langsung, prosesnya berjalan lebih dari 1 minggu. Waktu yang
diperlukan untuk mengeringkan bahan lebih lama, selain karena panas yang
didapat dari matahari tidak merata dan tidak konstant juga karena faktor
perbedaan kadar air bebas dan terikat yang terkandung dalam bahan. Untuk
pengeringan apel akan memakan waktu lebih lama dibanding pengeringan
nanas karena kadar air terikat dalam apel lebih besar dibanding nanas
sehingga air lebih sulit unuk meninggalkan bahan.
b. Cabinet Drier
Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 50 C. Adapun
mekanisme pengeringan dengan cabinet dryer yakni kandungan air dalam
bahan dikurangi dengan memanfaatkan energi panas yakni berupa udara panas
yang berasal dari blower. Udara dari blower pada mulanya belum panas, tetapi
setelah udara masuk dalam kabinet dryer diubah menjadi udara panas oleh
kompor listrik yang ada didalamnya. Selanjutnya udara panas tersebut
bergerak ke atas sampai ke bahan. Air dalam bahan akan ikut keluar bersama
udara panas. Hingga hanya tersisa air terikat dalam bahan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk tiap sample berbeda-beda
tergantung jenis dan luas permukaan bahan serta berlakuan sebelum proses
pengeringan. Pengeringan yang dilakukan secara mekanis ini, yakni dengan
menggunakan alat pengering buatan (artificial drying) dapat mempermudah
dalam mengontrol faktor-faktor dalam proses pengeringan. Pengaturan suhu
udara misalnya, dapat menghasilkan produk yang jauh lebih homogen dan
teratur bila suhu udara pengering tersebut diatur sesuai dengan sifat bahan dan
hasil yang dikehendaki.
a. Oven dan Desikator
Pada percobaan penetapan kadar air dengan menggunakan oven dan
desikator, pertama-tama bahan dalam cawan dipanaskan pada oven suhu 105
C selama 4 jam. Cawan dan sampel kemudian didinginkan dalam desikator
selama 15-30 menit kemudian produk akhir ditimbang dan dimasukkan
kembali ke dalam oven dengan suhu 105 C selama 13 jam.
Menurut Sudarmadji (2007), prinsip metode penetapan kadar air dengan
oven biasa atau Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam
bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat konstant
yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif lebih mudah dan
murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
lain karena pemanasan maka dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Selama pendinginan sebelum penimbangan bahan
ditempatkan di ruangan tertutup(desikator) yang telah diberi zat penyerap air.
Saat bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C semua air bebas
menguap ditunjukkan dengan berat konstan bahan setelah 4 jam pemanasan.
Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Panas dalam oven akan membuat air dalam bahan berdifusi
keluar dari bahan. Pindah massa air ini memerlukan perubahan fase air dari
cair menjadi uap.
Metode ini mempunyai kelebihan yaitu suhu dan kecepatan proses
pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak tepengaruh cuaca, sanitasi
dan higine dapat dikendalikan. Selain itu kelemahan metode ini adalah
memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi
dibandingkan pengeringan sundrying(alami), bahan lain selain air juga ikut
menguap karena panas tinggi yang digunakan . Dapat terjadi reaksi selama
pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Bahan yang
mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan
airnya meskipun sudah dipanaskan.
Analisis kadar air menggunakan pengering oven dan desikator
merupakan cara analisis yang paling banyak digunakan karena relatif
sederhana. Namun demikian sering ada kesalahan yang diabakan penelitian
yaitu : Jika suhu oven yang digunakan lebih kecil dari yang seharusnya (105
C) dapat mengakibatkan tidak semua air dalam sampel teruapkan sehingga
dapat menyebabkan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari yang seharusnya.
Kemudian jika suhu oven lebih besar dari yang seharusnya dapat
menyebabkan kadar air lebih tinggi karena tidak hanya air yang teruapkan
akan tetapi bahan lain yang mudah menguap (ex: minyak astiri) ikut teruapkan
dan ketika neraca analitik yang digunakan untuk penimbangan tidak
terkalibrasi.
Dalam praktikum ini hasil yang didapat sudah sesuai dengan literatu
yaitu pengeringan dengan oven dan desikator lebih cepat dilakukan dibanding
dengan dua teknik pengeringan sebelumnya.
b. Blansing
Sebagian besar sayuran dan beberapa buah pucat sebelum diproses lebih
lanjut, seperti pengalengan, pembekuan atau dehidrasi diberi perlakuan
blanching terlebih dulu. Blanching adalah panas ringan tapi bukan merupakan
metode pengawetan yang dilakukan antara persiapan dan pengolahan.
Blanching juga dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan
mengurangi kandungan mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna,
memperlunak jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas
seluler. Hasil proses blanching di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis
bahan, ukuran bahan, suhu blanching, dan cara blanching seperti dengan
menggunakan air panas, uap, IQB (Individual Quick Blanching) dan vacuum.
Blansing adalah contoh transfer panas yang tidak stabil melibatkan
perpindahan panas konvektif dari media blansing dan konduksi dalam bahan
makanan. Perpindahan massa bahan ke dalam dan keluar jaringan juga
penting. Kondisi blansing yang tepat (waktu dan suhu) harus dievaluasi untuk
bahan baku dan biasanya merupakan keseimbangan antara mempertahankan
karakteristik kualitas dari bahan baku dan menghindari over-processing.
Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
1. persiapan buah atau sayuran, khususnya konduktivitas termal, yang akan
diterapkan menurut jenis, kultivar, tingkat kematangan dll;
2. keseluruhan efek blansing yang dibutuhkan untuk mengolah produk, yang
dapat ditunjukkan dalam banyak cara termasuk: mencapai suhu sentral
tertentu, mencapai tingkat tertentu dari inaktivasi peroksidase,
mempertahankan proporsi tertentu dari vitamin C;
3. Ukuran dan bentuk potongan makanan;
4. Metode pemanasan dan suhu media blansing.
Pada praktikum ini digunakan sistem blanching dengan uap panas pada
suhu 90 C selama 3 menit untuk bahan apel dan nanas. Proses blanching akan
memperlunak jaringan serta mengeluarkan gas inter seluler sehingga air lebih
bebas bergerak dan terhidrasi. Proses blanching menyebabkan senyawa pektin
yang tidak larut air terhidrolisis sebagian menjadi pektin yang larut sehingga
tekstur lunak (Muchtadi, 1992). Selain itu tahap penyesuaian lebih cepat
dilalui karena blanching menmberikan panas yang kemudian akan digunakan
untuk kelangsungan proses pengeringan. Produk dengan pra perlakuan
blanching lebih cepat kering dan mempunyai kadar air dalam bahan yang
lebih sedikit. Hal inilah yang menyebabkan nilai tekstur produk yang
diblanching lebih tinggi daripada produk non-blanching.
Keempat sifat sensoris tersebut dapat berubah. Perubahan ini dapat
diakibatkan oleh beberapa perlakuan yang diterapkan pada bahan seperti, pra
perlakuan blanching, pengeringan dengan sun drying, cabinet dryer dan atau
oven desikator.
Proses steam blanching berpengaruh besar pada warna produk karena
perlakuan blanching dapat mencegah terjadinya pencoklatan. Hal ini sesuai
dengan Siddiq et all (1992) dan Kumalaningsih, dkk (2004) yang menyatakan
bahwa perlakuan blanching diatas 70 C dapat menginaktifkan enzim PPO
sehingga perubahan warna dapat dicegah. Sedangkan blanching yang terlalu
lama akan menyebabkan warna sedikit agak gelap. Hal ini dikarenakan
sample yang dimasukkan dalam air mendidih dalam waktu yang lama, derajat
panas lebih tinggi daripada blanching dengan pengukusan sehingga
menyebabkan semakin banyak enzim yang rusak. Oleh karena itu,
kemungkinan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis lebih sedikit sehingga
intensitas warna coklat semakin menurun. Menurut Wuensch dan Schalder
(1972) dalam Smith (1987)menyatakan bahwa perubahan warna dipengaruhi
oleh komponen penyusunnya,seperti gula sederhana, total asam amino dan air.
Selain itu tanpa perendaman sulfit akan meminimalkan kandungan zat kimia
pada bahan ( Witono, 2002). Asgar et al. (2006) juga menyatakan bahwa
perambatan panas yang terjadi pada sayuran yang diblanching dengan cara hot
water blanching merupakan perambatan panas secara konveksi, di mana panas
dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi, sehingga lebih cepat
menonaktifkan enzim.
Selain itu, inaktivasi enzim juga perlu karena enzim tertentu dapat
menghasilkan off aroma dan rasa atau menurunkan nilai gizi/nutrisi.
Perlakuan steam blanching mempengaruhi citarasa dan aroma produk. Dari
hasil praktikum, produk yang mendapat perlakuan steam blanching dan yang
tidak memiliki karakter rasa dan aroma yang sama. Hal tersebut tentu tidak
sesuai dengan pernyataan sebelumnya. Seharusnya produk dengan blanching
akan mempunyai aroma dan citarasa asli yang lebih kuat dibanding dengan
yang tidak. Perbedaan hasil ini disebabkan karena kurang telitinya praktikan
dalam menganalisa sifat sensoris produk dan atau kesalahan saat melakukan
proses blanching.
Kurva Laju Pengeringan Bahan
Berikut merupakan kurva hubungan antara massa bahan sample
dengan waktu pada pengujian. Pada pengujian dengan proses pengeringan sun
drying selama waktu maksimal 10 hari (240 jam), massa bahan mengalami
penurunan. Begitu pula dengan proses pengeringan lainnya
.
a. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Sun Drying
0 17 34 51 68 85 1021191361531701872042212380
50
100
150
200
250
300
nanas(nonblanching)k6nanas(blanching)k5apel(nonblanching)apel(blanching)Nanas(nonblanching)k2Nanas(blanching)k1
b. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Cabinet Dryer
c. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Oven dan Desikator
V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Praktikum Dasar Teknologi Pengolahan acara Pengeringan ini
memberikan kesimpulan:
1. Lama waktu yang dibutuhkan
2. Kadar air
3. Perlakuan pra proses blanching memberikan pengaruh pada sifat sensori
produk seperti warna, aroma dan rasa cenderung tidak berubah. Blanching
juga akan mempercepat proses pengeringan sehingga kadar air dalam bahan
terhidrasi dan menghasilkan tekstur yang kering renyah.
4. Setelah proses pengeringan, didapatkan produk dengan karakter sifat sensori
yang berbeda dengan sebelum dikeringkan:
a. Warna
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel berwana putih pucat.
Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecokelatan.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas berwana kuning cerah.
Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecoklatan.
b. Aroma
Sebelum pengeringan sampel apel beraroma apel segar. Setelah
pengeringan sampel terdapat aroma asam.
Sebelum pengeringan sampel nanas beraroma nanas segar. Setelah
pengeringan sampel terdapat aroma asam.
c. Rasa
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel memiliki rasa yang segar
dan manis. Setelah pengeringan daging buah sampel memiliki rasa sedikit
masam.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas memiliki rasa yang
segar, manis sedikit asam. Setelah pengeringan daging buah sampel
memiliki rasa yang sedikit asam.
d. Tekstur
Sebelum pengeringan daging buah sampel apel agak keras berair. Setelah
pengeringan daging buah sampel kering dan liat.
Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas lunak dan berair. Setelah
pengeringan daging buah sampel kering dan renyah.
B. SARAN
Demi kelancaran praktikum, sebaiknya praktikan benar-benar
memperhatikan prosedur yang harus dilakukan sehingga tidak ada prosedur
yang terlewat. Praktikan juga harus ulet, gesit, teliti dan sabar menghadapi
kondisi yang dapat menghabat proses praktikum. Kinerja praktikan tidak lepas
dari peran asisten praktikum. Alangkah baiknya apabila assisten praktikum
kembali mengkontrol praktikan selama praktikum berlangsung agar tidak ada
prosedur yang terlewat dan tidak terjadi kesalah pahaman antara praktikan dan
assisten praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Prinsip Metode Oven Kalibrasi
http://www.tester-kadar-air.com/prinsip-metode-oven-kalibrasi/ diakses pada 2
November 2012 pukul 19.12
Anonim.2009.PengeringanKabinethttp://witdy.wordpress.com/2009/03/15/
pengeringan-kabinet/ diakses pada 2 November 2012 pukul 18.43
Desroiser, Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press : Jakarta
Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Taib, Gunarif. 1987. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT
Melton Putra : Jakarta.
Fellows.P.1990. Food Processing Technologi Principle And Practice. Ellis Horwood
limited : England
Cruess, W, V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products. Me GRAW-HILL
Book Company, Inc : New york.