laporan dastek angga fix

44
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energy panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Cara ini sudah digunakan dari jaman primitif, mereka menggunakan proses ini dalam pengeringan ikan dan daging. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih sedikit atau dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga terjadi penguapan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian baha yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama. Pengeringan memiliki dua proses, yaitu pindah panas dan pindah masa. Pindah panas adalah perambatan panas dari alat pengering ke produk. Sedangkan pindah masa yaitu adanya panas menyebabkan penguapan air

Upload: angga-rachmad-saputra

Post on 23-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Dastek Angga Fix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,

yang memerlukan energy panas untuk menguapkan kandungan air yang

dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang

biasanya berupa panas. Cara ini sudah digunakan dari jaman primitif, mereka

menggunakan proses ini dalam pengeringan ikan dan daging.

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara dengan

bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih sedikit

atau dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga

terjadi penguapan.

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di

mana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat

menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian baha yang

dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama.

Pengeringan memiliki dua proses, yaitu pindah panas dan pindah masa.

Pindah panas adalah perambatan panas dari alat pengering ke produk. Sedangkan

pindah masa yaitu adanya panas menyebabkan penguapan air dengan cara difusi

dar bagian internal (dalam) ke bagian permukaan produk akibat terjadinya

perbedaan tekanan uap air dan selanjutnya terjadi pergerakkan uap air dari

permukaan produk ke daerah sekitar. Pindah masa memerlukan perubahan fase

cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Perubahan

fase memerlukan panas laten penguapan. Pengeringan produk pangan dapat

menyebabkan perubahan sifat sensoris pruduk sehingga pada acara ini diamati

perubahan tekstur, warna, dan aroma bahan.

Ada beberapa cara dalam proses pengeringan seperti pengeringan langsung

(direct drying), ini dibedakan atas pengeringan dengan sinar matahari (sun

drying) dan dengan pengeringan dengan alat (artificial drying). Ada juga

Page 2: Laporan Dastek Angga Fix

pengeringan tidak langsung (indirect direct) dan pengeringan beku (freeze

dryer).

Berbagai biji-bijian, leguminosa, kacang-kacangan, dan buah-buahan

dilakukan proses pengeringan dalam proses pengawetannya.buah-buahan lebih

banyak yang diawetkan dengan pengeringan daripada dengan cara pengawetan

bahan pangan dengan cara lain. Maupun peradaban sudah lebih kompleks dengan

alat yang ada, pengeringan dengan sinar matahari tetap merupakan cara yang

popular di lingkungan masyarakat.

Sebelum proses pengeringan terlebih dahulu dilakukan pretreatment yaitu

blanching pada sebagian bahan yang akan dikeringkan. Sebagian bahan lagi

langsung dilakukan pengeringan tanpa terlebih dahulu diblanching. Dengan

langkah kerja seperti itu dapat diketahui bagaimanakah efek blanching terhadap

kenampakan bahan dan proses pengeringan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui lama waktu pengeringan yang diperlukan pada saat laju

pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun.

2. Menentukkan kadar air pada saat aju pengeringan konstan dan laju

pengeringan menurun

3. Menggambar kurva laju pengeringan bahan pangan

4. Mengetahui pengaruh bla nching terhadap karakter sensoris bahan segar

dan produk (warna, tekstur, rasa, dan flavor).

5. Mengamati perbedaan karakter sensoris bahan segar dan produk (warna,

tekstur, rasa, dan flavor) yang dikeringkan dengan metode pengeringan yang

berbeda.

Page 3: Laporan Dastek Angga Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi

dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan

air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan

penerima uap cairan (Sumber: Treybal, 1980).

Dehidrasi sendiri adalah pengeringan dengan panas buatan diproduksi di bawah

kondisi yang dikontrol secara hati-hati suhu, kelembaban, dan aliran udara. dehidrasi

juga berarti proses untuk menghilangkan air.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam proses pengeringan. Seperti

pengeringan dengan sinar matahari (sun drying) dan dengan alat pengering (artificial

drying).

Penjemuran atau pengeringan dengan sinar matahari merupakan pembuangan

kadar air suatu bahan untukmemperoleh tingkat kadar air yang seimbang dengan

kelembaban nisbi udara atmosfir. Cara ini mempunyai beberapa kelebihan seperi

tidak memerlukan banah bakar dan biaya pengeringan rendah disbanding pngeringan

mekanis, serta sinar infra merah matahari ang mampu menembus ke dalam bahan.

Tetapi juga ada kelemahannya seperti berganung dengan iklim yang ada, sering

terjadi perubahan warna dan fermentasi pada bahan.

Pengeringa dengan alat merupakan proses yang lebih efektif karena tidak

membutuhkan waktu yang lama dan tidak tercemar debu atau polusi udara lain.

Contohnya adalah cabinet dryer. Pengering ini terdiri dari suatu ruangan dimana

rigen-rigen utuk produk yang dikeringkan dapat diletakkan didalannya. Didalam

pengering yang berukuran besar, rigen-rigen pengering dapat disusun diatas suatu

penyangga yang tetap didalam pengering tersebut. Udara dihembuskan dengan

menggunakan kipas angin melalui suatu pemanas dan kemudian menembus rigen-

rigen pengering yang berisi bahan. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk

penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan dalam laboratorium. Beberapa

keuntungan dari pemakaian teknologi pengeringan pada sayur dan buah antara lain

Page 4: Laporan Dastek Angga Fix

bahan menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah

dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi

berkurang sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya

produksi menjadi lebih murah.Sedangkan sisi kerugiannya antara lain terjadinya

perubahan sifat fisis seperti pengerutan, perubahan warna, kekerasan dan sebagainya.

Perubahan kualitas kimia antara lain penurunan kandungan vitamin C maupun

terjadinya pencoklatan demikian pula kualitas organoleptisnya (Susanto, 1994).

Proses pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Luas Permukaan

Permukaan bahan dapat diperluas dengan cara pengecilan ukuran baik itu

chopping, shearing, atau slicing. Semakin kecil ukuran bahan makan

permukaan yang kontak dengan medium pemanasan semakin tinggi. Air akan

lebih mudah berdifusi/menguap. Sehingga waktu pengeringan semakin singkat.

b. Suhu

Semakin besar perbedaan suhu, proses pemindahan panas dari lingkungan ke

bahan yang akan dikeringkan akan lebih cepat terjadi dan penguapan air pun

lebih cepat terjadi.

c. Kecepatan Pergerakan Udara

Udara yang bergerak lebih cepat mengambil uap air dalam lingkungan sistem

pengeringan sehingga sirkulasi lebih cepat, proses pengeringan semakin

cepat.hal tersebut dapat semakin dipercepat bila volume udara yang bergerak

semakin tinggi. Contohnya pada cabinet dryer, tunnel dryer dan spray dryer.

d. Kelembapan Udara

Pengeringan akan makin cepat pada udara dengan RH rendah(makin lembab

udara, pengeringan makin lambat). Konsentrasi uap yang dihasilkan pada udara

kering tidak jenuh dan tidak ada kadar air akhir pada bahan pangan. Sedangkan

pada udara yang lembab, produk pangan akan higroskopis atau mudah

menyerap air di udara sekitarnya. Bahan dapat mencapai kesetimbangan nisbi

dengan lingkungan sistem yaitu bahan pangan tidak terjadi penguapan air dari

Page 5: Laporan Dastek Angga Fix

bahan ke udara dan tidak terjadi adsorpsi uap air dari udara oleh bahan saat

kelembapan pada suhu tertentu. Jika kesetimbangan nisbi terjadi RH udara

lebih rendah dari bahan pangan udara masih dapat dikeringkan sedangkan bila

RH udara lebih tinggi dari bahan pangan maka terjadi proses absorpsi uap air

dari udar ke bahan pangan.

e. Tekanan Atmosfer

Jika pengeringan bahan dilakukan pada suhu konstant dan tekanan diturunkan,

maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi. Contoh pengering sub atmosferik

menggunakan tekanan dibawah 1 atm. Pengeringan dapat dipercepat dengan

menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum titik didih air mengalami

penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi uap lebih cepat

tercapai.

f. Evaporasi

Pada proses penguapan air dari permukaan terjadi proses pengambilan energi,

sehingga permukaan menjadi dingin. Absorpsi panas laten hanya mengubah

fase cair menjadi uap/gas/panas, yang mengubah air menjadi uap air yang

keluar dari bahan adalah penguapan.

g. Waktu Pengeringan

Waktu pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Harus

sangat diperhatikan terutama pada pengeringan bahan pangan yang sensitif

panas. Untuk bahan yang sensitif panas sering digunakan sistem HTST ( High

Temperature Short Time) atau proses pada suhu tinggi dalam waktu singkat.

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang

ditimbulkan oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman,

pencicipan, dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya

mempengaruhi daya terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang

ditimbulkan oleh makanan (Soekarto 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa

penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian

dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut

Page 6: Laporan Dastek Angga Fix

juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada

kemampuan/kepekaan inderawi manusia.

Untuk mengetahui kesan mutu yang bersifat spesifik dari daging buah

apel dan nanas dilakukan pengujian mutu organoleptik dengan 5 orang panelis.

Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu

diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan). Uji organoleptik yang dilakukan

terhadap udang ronggeng rebus dengan perlakuan penambahan garam 2%,

terdiri atas 4 parameter uji yaitu; penampakan, bau, rasa, dan tekstur.

a. Penampakan

Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai dalam

mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan produk baik atau

disukai,maka konsumen baru akan melihat karakteristik yang lainnya (bau,

rasa dan tekstur) (Soekarto 1985). Untuk apel komnsumen lebih menyukai

apel dengan daging buah berwarna putih pucat bersih tanpa noda/warna lain.

Sedangkan untuk buah nanas konsumen umumnya menyukai nanas dengan

daging buah berwarna kuning terang bersih tanpa noda atau warna lain.

b. Bau

Bau atau aroma makanan dapat menentukan enak atau tidaknya

makanan. Aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada rasa, dan kepekaan

indera pembauan biasanya lebih tinggi daripada indera pencicipan, bahkan

industri pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat

dengan cepat memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak

(Soekarto 1985). Berdasarkan uji organoleptik, pada kedua bahan sample

(apel dan nanas) panelis menyukai bau asli dari bahan tersebut seperti bau

spesifik apel atau nanas segar.

c. Citarasa

Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk.

Walaupun aroma dan tekstur bahan pangan tersebut baik tapi jika rasanya

tidak enak, maka paneis akan menolak produk tersebut (Soekarto 1985).

Page 7: Laporan Dastek Angga Fix

Berdasarkan uji organoleptik diketahui bahwa panelis rata-rata menyukai rasa

daging buah apel atau nanas yang manis dan segar. Rasa dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan

komponen rasa yang lain. Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan

untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila

suhu tubuh di bawah 20 oC atau di atas 30 oC (Winarno 1997). Selain itu,

setiap orang memiliki batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar

masih bisa dirasakan yang disebut dengan threshold. Batas ini tidak sama

pada setiap orang dan threshold orang terhadap rasa yang berbeda juga tidak

sama. Efek interaksi berbeda-beda pada tingkat konsentrasi dan threshold-nya

(Winarno 1997).

d. Tekstur

Tekstur dan konsistensi akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan

oleh bahan tersebut (Winarno 1997). Berdasarkan uji organoleptik diketahui

bahwa panelis menyukai tekstur daging buah apel yang agak keras, padat dan

kesat saat digigit/dimakan. Sedangkan untuk buah nanas panelis menyukai

daging buah yang agak lembut tidak lembek dan berair.

Proses Bleaching

Bleaching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air

panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pada

pabrik-pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses

pemanasan pendahuluan. Proses panas pada blanching tentunya berpengaruh pada

sifat bahan pangan terutama berat, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan

kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai

bahan yang paling dominan.

Perubahan tekstur dan berat erat hubungannya dengan penyusutan sel.

Mekanisme penyusutan yaitu, pati tergelatinisasi, membran sitoplasma berubah,

Page 8: Laporan Dastek Angga Fix

dinding sel sedikit berubah, pektin termodifikasi, protein nukleus dan sitoplasma

terdenaturasi, kloroplas dan kromoplas mengalami penurunan. Semua komponen

tersebut keluar sel sehingga beratnya berkurang. Selain itu terjadi degradasi warna,

seperti pada klorofil yang berwarna hijau jika di blanser akan berubah warna.

Kadar Air

Kadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot

bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (wet basis) atau dalam persen

berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis

sebesar 100 %, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari 100 %. Kadar air

berat basah (b.b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan

berat total bahan. Kadar air berat basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

kadar air=berat yanghilang selama pengeringanberat awal

x100 %

Kandungan air pada suatu bahan hasil pertanian terdiri dari 3 jenis yaitu :

(1). Air bebas (free water). Air ini terdapat pada permukaan bahan, sehingga dapat

digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya serta dapat dijadikan

sebagai media reaksi-reaksi kimia. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada

proses pengeringan. Bila air bebas ini diuapkan seluruhnya, maka kadar air bahan

akan berkisar antara 12 % sampai 25 %.

(2). Air terikat secara fisik. Air jenis ini merupakan bagian air yang terdapat dalam

jaringan matriks bahan (tenunan bahan) akibat adanya ikatanikatan fisik.

(3). Air terikat secara kimia. Untuk menguapkan air jenis ini pada proses

pengeringan diperlukan enersi yang besar.

Page 9: Laporan Dastek Angga Fix

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

1. Pengering cabinet 1. Nanas

2. Nampan/loyang 2. Pisang

3. Cawan porselen 3. Apel

4. Oven

5. Desikator

6. Timbangan

7. Pisau

8. Panci/alat kukus

9. Stopwatch

10. Kompor gas

B. Prosedur Kerja

Sebagian bahan diblanching dengan steam pada suhu 90oC selama 3 menit dan sebagiannya tidak dblanching

Bahan dikeringkan dengan metode :1. Sun drying 2. Cabinet Drying

Masing-masing buah dikupas, dicuci, dan diiris dengan ketebalan 2 mm

Page 10: Laporan Dastek Angga Fix

Bahan diletakkan dalam nampan/loyang alumuniunm (blanching dan tidak)

dimasukkan desikator selama 1 jam

dimasukkan oven selama 4 jam

Dilakukan dalam cabinet drier berdasar 0 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Dan sun drying berdasar 0 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, dan 16 jam

Sebagian bahan dimasukkan ke cabinet drier dan sebagian bahan dijemur di bawah sinar matahari

dimasukkan dalam cawan dengan berat 2 gram

Page 11: Laporan Dastek Angga Fix

ditimbang dan dicatat

dimasukkan oven selama 1 jam

dimasukkan desikator selama 15 menit

ditimbang dan dicatat

Page 12: Laporan Dastek Angga Fix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Tabel Pengamatan Sun Drying dan Cabinet Dryer

Kelo

mpok

Lama

Pengeringan

Berat

Awal

(gr)

Berat

Akhir

(gr)

Kadar

Air

(%)

1

Nanas

Blanching

Sun

Drying

80 jam 50.11 7.31 85.41

Cabinet

Dryer

68 jam 50.24 7.04 85.98

2

Nanas Non

Blanching

Sun

Drying

216 jam 50 2.1920 95.61

Cabinet

Dryer

48 jam 35

menit

50 6.51 86.98

3

Apel

Blanching

Sun

Drying

212 jam 19

menit

50.11 1.9505

5

96.20

Cabinet

Dryer

189 jam 50

menit

50.78 5.5232 89.12

4

Apel Non

Blanching

Sun

Drying

240 jam 50.2 6.38 87.29

Cabinet

Dryer

192 jam 50.6 6.45 87.25

5

Nanas

Blanching

Sun

Drying

168 jam 50.25 2.4 95.22

Cabinet

Dryer

73 jam 45

menit

50 5.85 88.3

Page 13: Laporan Dastek Angga Fix

6

Nanas Non

Blanching

Sun

Drying

Cabinet

Dryer

2. Tabel Pengamatan Kadar Air(Desikator)

Kelompok Bahan Kadar Air (%)

1 Nanas Steam Blanching 86.18

2 Nanas Non Steam Blanching 77.79

3 Apel Steam Blanching 88.37

4 Apel Non Steam Blanching 75.71

5 Nanas Steam Blanching 88.3

6 Nanas Non Steam Blanching

3. Tabel Pengamatan Sensoris Produk

Kelom

pok

Warna Aroma Rasa Tekstur

1

Nanas

Blanching

Sun

Drying

Kuning ke-

orange-an

Sedikit

asam

Agak

kering

Cabinet

Dryer

Kuning ke-

orange-an

Sedikit

asam

Kering

patah

2

Nanas Non

Blanching

Sun

Drying

Cabinet

Dryer

Sangat

coklat

Agak

asam

masam Agak

renyah

3 Apel

Blanching

Sun

Drying

Coklat Sedikit

wangi

Asam,

manis

Keras,

kurang

Page 14: Laporan Dastek Angga Fix

apel renyah

Cabinet

Dryer

Coklat tua Sedikit

wangi

apel,

sedikit

bau

gosong

Asam,

manis,

agak

pahit

Keras

kurang

renyah

4

Apel Non

Blanching

Sun

Drying

Kuning

kecoklatan

Ada

aroma

apel,

asam

Asam Kering

tidak

patah

Cabinet

Dryer

Coklat

kekuningan

Ada

aroma

apel,

asam

asam Kering

patah

5

Nanas

Blanching

Sun

Drying

Kuning ke-

orange-an

Sedikit

asam

Lengket

Cabinet

Dryer

Kuning ke-

orange-an

Sedikit

asam

Agak

kering

dan

lengket

6

Nanas Non

Blanching

Sun

Drying

Cabinet

Dryer

Page 15: Laporan Dastek Angga Fix

B. PEMBAHASAN

Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara

menguapkan dengan menggunakan energi panas. Namun terkadang panas

yang diberikan dapat merusak gizi yang terkandung dalam produk.

Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan parameter yang penting bagi

konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang

dikonsumsinya. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu

produk yaitu dengan menggunakan analisis proksimat. Hal paling mendasar

dari unsur pokok dalam bahan pangan terdiri dari lima kategori yaitu air,

lemak total, protein kasar, abu dan karbohidrat (Okuzumi dan Fujii 2000).

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah apel dan nanas.

Kadar air yang terkandung dalam apel atau nanas berbeda-beda dan

menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas produk tersebut

memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Apel yang digunakan

dalam praktikum ini mempunyai karakteristik bobot 110 ± 2,5 gr.

Bahan dikupas dan diiris tipis-tipis. Pengeringan bahan sample ini

menggunakan alat pengering yang disebut cabinet drier, oven dan desikator

serta sinar matahari langsung.

Proses pengeringan berlangsung melalui 3 tahap yaitu, tahap

penyesuaian, tahap pengeringan dengan laju konstant dan tahap pengeringan

dengan laju menurun. Air di dalam bahan akan diubah fasenya menjadi uap

melalui cara konduksi seperti kontak dengan plat panas pada oven pengering,

konveksi udara panas seperti pada pengering kabinet (cabinet dryer), energi

gelombang mikro dan radiasi infra merah. Air yang fasenya berubah menjadi

uap ini kemudian akan berdifusi keluar dari bahan yang dikeringkan sehingga

kadar air dalam produk kering menyusut.

Page 16: Laporan Dastek Angga Fix

Praktikum pengeringan apel dan nanas ini dilakukan dengan 2 perlakuan

berbeda, yang pertama apel dan nanas di–steam blanching dan yang kedua

apel dan nanas tidak di-steam blanching. Proses pengeringan dilakukan

dengan 3 teknik berbeda, yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar

matahari (sun drying), cabinet dryer dan oven desikator.

Pertama, bahan di kupas kemudian dicuci dan diiris dengan ketebalan

±2mm menggunakan pisau. Hal ini dilakukan agar bahan bebas dari

kontaminan-kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil akhir serta

mempunyai keseragaman ukuran dan bentuk sehingga dapat memperoleh

perlakukan sama dan mempermudah dalam pengukuran dan penghitungan

ukuran pada akhir proses ini. Bahan yang sudah dibersihkan dan diiris

kemudian ditimbang beratnya sehingga mendapatkan berat 50±23gr untuk

tiap teknik proses pengeringan (sun drying dan cabinet dryer). Sedangkan

untuk proses pengeringan menggunakan oven desikator, bahan yang diteliti

sebanyak 3-5gr.

Pada proses pengeringan menggunakan sundrying dan cabinet dryer,

setelah pengukuran berat bahan sample kelompok 1, 3, dan 5 segera

memasuki proses steam blanching pada suhu 90 C selama 3menit. Sample

untuk tiap perlakuan dihamparkan pada loyang yang berbeda. Untuk proses

sun drying bahan sample dalam loyang pada tiap kelompok, diletakkan pada

tempat yang memungkinkan sehingga mendapat sinar matahari langsung.

Sedangkan pada proses pengeringan cabinet dryer, sample dalam loyang

segera dimasukkan ke dalam cabinet dryer pada suhu 50 C. Proses

pengeringan tersebut berlangsung hingga mendapatkan produk sample yang

kering patah.

Suhu udara mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kecepatan

perpindahan uap air, oleh karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan

juga suhu ini melengkapi gaya tarik suhu yang memindahkan panas untuk

menguapkan uap air. Dapat dikatakan bahwa peningkatan kecepatan, dan suhu

Page 17: Laporan Dastek Angga Fix

udara akan menyebabkan peningkatan laju pengeringan seperti yang

diperkirakan oleh persamaan standar. Bertambah tinggi kecepatan udara akan

menolong perpindahan uap dari daerah bagian atas bahan padat

yangdikeringkan (Earle, 1969).

Kadar air suatu bahan pangan yang dikeringkan mempengaruhi

beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya

proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan.

Air dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu (1) air bebas

yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan , (2) air terikat

secara fisik yaitu air yang terikat kapiler atau air absorbsi karena tenaga

penyerapan dan (3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang

terikat dalam suatu sistem dispersi.

Seharusnya dalam praktikum ini pengeringan dilakukan hingga tekstur

produk benar-benar kering patah seluruhnya, akan tetapi oleh karena kendala

teknis berupa cabinet drier yang mati ditengah proses pengeringan, kendala

cuaca(mendung dan sample yang terguyur hujan) dan waktu pengamatan yang

minim, maka seluruh proses pengeringan hanya dilakukan dalam 10 hari.

Semakin lama waktu pengeringan kadar air bahan semakin kecil dan

perubahan kadar airnya justru semakin besar, artinya semakin banyak air

dalam bahan pangan yang diuapkan. Kadar air yang diperoleh setelah

pengeringan berbeda-beda. Pada kelompok 1 pengeringan nanas blanching

dengan teknik sun drying memakan waktu lebih lama (80jam) dan kadar air

lebih sedikit (85.41%) bila dibandingkan dengan teknik cabinet driernya (68

jam, ka = 85.98%). Untuk peryataan di atas hasil kelompok satu tidak sesuai.

Namun disini ada faktor pembedanya yaitu teknik pengeringan yang berbeda.

Dmana Sun drying lebih tidak stabil panas yang digunakan sehingga

walaupun pengeringannya lama tetap menghasilkan kadar air yang lebih

sedikit dari cabinet drier karena panas yang digunakan dalam cabinet drier

lebih stabil dan terkontrol sehingga dapat dimaksimalkan.

Page 18: Laporan Dastek Angga Fix

Tidak sama halnya dengan hasil produk dari kelompok 2, 3, 4, 5, 6.

Pengeringan pada sun drying memakan waktu lebih lama, kadar air yang

didapatkan pada teknik sun drying pun relatif lebih besar dari cabinet drier.

Hal ini mungkin terjadi karena perbandingan lama pengeringan pada kelompo

2,3,4,5,dan 6 tidak seimbang. Yaitu saat pengeringan dengan teknik sun

drying mencapai kadar air yang sama dengan produk dari cabinet drier,

pengeringan tidak langsung dihentikan sehingga air dalam produk kembali

terhidrasi sehingga produk lebih kering dengan waktu yang lebih lama pula.

Pada pengeringan dengan desikator didapatkan produk dengan pra

perlakuan stam blanching pada kelompok 1, 3, 5 memperoleh kadar air yang

lebih besar dari pada produk kelompok 2, 4, 6 yang tidak mendapat perlakuan

steam blanching. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa blanching selain

dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan mengurangi kandungan

mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna, juga memperlunak

jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas seluler. Sehingga

air dalam bahan menjadi lebih bebas dan lebih mudah untuk terhidrasi.

a. Sun Drying

Selama proses pengeringan ini produk sangat rentan terhadap perubahan

cuaca dan kontaminasi serangga, burung dan hewan lain. Waktu pengeringan

akan lama dan kontaminasi produk akan muncul sebelum konten kelembaban

stabil. Hal ini dapat diatasi dengan membungkus loyang berisi bahan yang

akan dikeringkan dengan plastik transparan.

Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, nanas dengan

blanching kelompok 1 mempunyai kadar air sebesar 85,41%. Sedangkan

nanas dengan blanching kelompok 5 memiliki kandungan air sebesar 95.22%.

Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut dapat diketahui

bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan nanas kering

dengan kandungan air yang berbeda jauh. Cara pengeringan ini bahan yang

Page 19: Laporan Dastek Angga Fix

dikeringkan berada pada kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi

sehingga hasil pengeringan menjadi tidak seragam.

Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan

memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga,

segera dihindarkan dari interaksi dengan air dan ditutup pada malam hari.

Selain itu sun drying sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan,

sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara kotor.

Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat

diketahui dari sifat organoleptik produk yang dihasilkan dari kedua perlakuan

tersebut. Pada produk bahan kering yang dihasilkan memiliki tekstur yang

kering semi basah dengan bagian luar kering, kenyal tidak patah, dan ada

aroma asam. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu

keadaan dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan

bagian di alamnya masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan

terlalu tinggi. Case hardening  juga dapat disebabkan karena adanya

perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan protein pada permukaan

bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrindari pati yang jika

dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan.

Kekenyalan pada produk pengeringan merupakan hal yang tidak

diinginkandan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal

ini merupakan penurunan mutu.

Pada bahan sample yang dikeringkan dengan menggunakan sinar

matahari langsung, prosesnya berjalan lebih dari 1 minggu. Waktu yang

diperlukan untuk mengeringkan bahan lebih lama, selain karena panas yang

didapat dari matahari tidak merata dan tidak konstant juga karena faktor

perbedaan kadar air bebas dan terikat yang terkandung dalam bahan. Untuk

pengeringan apel akan memakan waktu lebih lama dibanding pengeringan

nanas karena kadar air terikat dalam apel lebih besar dibanding nanas

sehingga air lebih sulit unuk meninggalkan bahan.

Page 20: Laporan Dastek Angga Fix

b. Cabinet Drier

Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 50 C. Adapun

mekanisme pengeringan dengan cabinet dryer yakni kandungan air dalam

bahan dikurangi dengan memanfaatkan energi panas yakni berupa udara panas

yang berasal dari blower. Udara dari blower pada mulanya belum panas, tetapi

setelah udara masuk dalam kabinet dryer diubah menjadi udara panas oleh

kompor listrik yang ada didalamnya. Selanjutnya udara panas tersebut

bergerak ke atas sampai ke bahan. Air dalam bahan akan ikut keluar bersama

udara panas. Hingga hanya tersisa air terikat dalam bahan.

Lama waktu yang dibutuhkan untuk tiap sample berbeda-beda

tergantung jenis dan luas permukaan bahan serta berlakuan sebelum proses

pengeringan. Pengeringan yang dilakukan secara mekanis ini, yakni dengan

menggunakan alat pengering buatan (artificial drying) dapat mempermudah

dalam mengontrol faktor-faktor dalam proses pengeringan. Pengaturan suhu

udara misalnya, dapat menghasilkan produk yang jauh lebih homogen dan

teratur bila suhu udara pengering tersebut diatur sesuai dengan sifat bahan dan

hasil yang dikehendaki.

a. Oven dan Desikator

Pada percobaan penetapan kadar air dengan menggunakan oven dan

desikator, pertama-tama bahan dalam cawan dipanaskan pada oven suhu 105

C selama 4 jam. Cawan dan sampel kemudian didinginkan dalam desikator

selama 15-30 menit kemudian produk akhir ditimbang dan dimasukkan

kembali ke dalam oven dengan suhu 105 C selama 13 jam.

Menurut Sudarmadji (2007), prinsip metode penetapan kadar air dengan

oven biasa atau Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam

bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat konstant

yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif lebih mudah dan

Page 21: Laporan Dastek Angga Fix

murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang

lain karena pemanasan maka dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan

tekanan vakum. Selama pendinginan sebelum penimbangan bahan

ditempatkan di ruangan tertutup(desikator) yang telah diberi zat penyerap air.

Saat bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C semua air bebas

menguap ditunjukkan dengan berat konstan bahan setelah 4 jam pemanasan.

Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang

terkandung. Panas dalam oven akan membuat air dalam bahan berdifusi

keluar dari bahan. Pindah massa air ini memerlukan perubahan fase air dari

cair menjadi uap.

Metode ini mempunyai kelebihan yaitu suhu dan kecepatan proses

pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak tepengaruh cuaca, sanitasi

dan higine dapat dikendalikan. Selain itu kelemahan metode ini adalah

memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi

dibandingkan pengeringan sundrying(alami), bahan lain selain air juga ikut

menguap karena panas tinggi yang digunakan . Dapat terjadi reaksi selama

pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Bahan yang

mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan

airnya meskipun sudah dipanaskan.

Analisis kadar air menggunakan pengering oven dan desikator

merupakan cara analisis yang paling banyak digunakan karena relatif

sederhana. Namun demikian sering ada kesalahan yang diabakan penelitian

yaitu : Jika suhu oven yang digunakan lebih kecil dari yang seharusnya (105

C) dapat mengakibatkan tidak semua air dalam sampel teruapkan sehingga

dapat menyebabkan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari yang seharusnya.

Kemudian jika suhu oven lebih besar dari yang seharusnya dapat

menyebabkan kadar air lebih tinggi karena tidak hanya air yang teruapkan

akan tetapi bahan lain yang mudah menguap (ex: minyak astiri) ikut teruapkan

Page 22: Laporan Dastek Angga Fix

dan ketika neraca analitik yang digunakan untuk penimbangan tidak

terkalibrasi.

Dalam praktikum ini hasil yang didapat sudah sesuai dengan literatu

yaitu pengeringan dengan oven dan desikator lebih cepat dilakukan dibanding

dengan dua teknik pengeringan sebelumnya.

b. Blansing

Sebagian besar sayuran dan beberapa buah pucat sebelum diproses lebih

lanjut, seperti pengalengan, pembekuan atau dehidrasi diberi perlakuan

blanching terlebih dulu. Blanching adalah panas ringan tapi bukan merupakan

metode pengawetan yang dilakukan antara persiapan dan pengolahan.

Blanching juga dilakukan untuk inaktivasi enzim, membersihkan dan

mengurangi kandungan mikroba, mempertahankan dan memperbaiki warna,

memperlunak jaringan, memperbaiki tekstur, serta untuk pengeluaran gas

seluler. Hasil proses blanching di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis

bahan, ukuran bahan, suhu blanching, dan cara blanching seperti dengan

menggunakan air panas, uap, IQB (Individual Quick Blanching) dan vacuum.

Blansing adalah contoh transfer panas yang tidak stabil melibatkan

perpindahan panas konvektif dari media blansing dan konduksi dalam bahan

makanan. Perpindahan massa bahan ke dalam dan keluar jaringan juga

penting. Kondisi blansing yang tepat (waktu dan suhu) harus dievaluasi untuk

bahan baku dan biasanya merupakan keseimbangan antara mempertahankan

karakteristik kualitas dari bahan baku dan menghindari over-processing.

Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:

1. persiapan buah atau sayuran, khususnya konduktivitas termal, yang akan

diterapkan menurut jenis, kultivar, tingkat kematangan dll;

2. keseluruhan efek blansing yang dibutuhkan untuk mengolah produk, yang

dapat ditunjukkan dalam banyak cara termasuk: mencapai suhu sentral

tertentu, mencapai tingkat tertentu dari inaktivasi peroksidase,

mempertahankan proporsi tertentu dari vitamin C;

Page 23: Laporan Dastek Angga Fix

3. Ukuran dan bentuk potongan makanan;

4. Metode pemanasan dan suhu media blansing.

Pada praktikum ini digunakan sistem blanching dengan uap panas pada

suhu 90 C selama 3 menit untuk bahan apel dan nanas. Proses blanching akan

memperlunak jaringan serta mengeluarkan gas inter seluler sehingga air lebih

bebas bergerak dan terhidrasi. Proses blanching menyebabkan senyawa pektin

yang tidak larut air terhidrolisis sebagian menjadi pektin yang larut sehingga

tekstur lunak (Muchtadi, 1992). Selain itu tahap penyesuaian lebih cepat

dilalui karena blanching menmberikan panas yang kemudian akan digunakan

untuk kelangsungan proses pengeringan. Produk dengan pra perlakuan

blanching lebih cepat kering dan mempunyai kadar air dalam bahan yang

lebih sedikit. Hal inilah yang menyebabkan nilai tekstur produk yang

diblanching lebih tinggi daripada produk non-blanching.

Keempat sifat sensoris tersebut dapat berubah. Perubahan ini dapat

diakibatkan oleh beberapa perlakuan yang diterapkan pada bahan seperti, pra

perlakuan blanching, pengeringan dengan sun drying, cabinet dryer dan atau

oven desikator.

Proses steam blanching berpengaruh besar pada warna produk karena

perlakuan blanching dapat mencegah terjadinya pencoklatan. Hal ini sesuai

dengan Siddiq et all (1992) dan Kumalaningsih, dkk (2004) yang menyatakan

bahwa perlakuan blanching diatas 70 C dapat menginaktifkan enzim PPO

sehingga perubahan warna dapat dicegah. Sedangkan blanching yang terlalu

lama akan menyebabkan warna sedikit agak gelap. Hal ini dikarenakan

sample yang dimasukkan dalam air mendidih dalam waktu yang lama, derajat

panas lebih tinggi daripada blanching dengan pengukusan sehingga

menyebabkan semakin banyak enzim yang rusak. Oleh karena itu,

kemungkinan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis lebih sedikit sehingga

intensitas warna coklat semakin menurun. Menurut Wuensch dan Schalder

(1972) dalam Smith (1987)menyatakan bahwa perubahan warna dipengaruhi

Page 24: Laporan Dastek Angga Fix

oleh komponen penyusunnya,seperti gula sederhana, total asam amino dan air.

Selain itu tanpa perendaman sulfit akan meminimalkan kandungan zat kimia

pada bahan ( Witono, 2002). Asgar et al. (2006) juga menyatakan bahwa

perambatan panas yang terjadi pada sayuran yang diblanching dengan cara hot

water blanching merupakan perambatan panas secara konveksi, di mana panas

dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi, sehingga lebih cepat

menonaktifkan enzim.

Selain itu, inaktivasi enzim juga perlu karena enzim tertentu dapat

menghasilkan off aroma dan rasa atau menurunkan nilai gizi/nutrisi.

Perlakuan steam blanching mempengaruhi citarasa dan aroma produk. Dari

hasil praktikum, produk yang mendapat perlakuan steam blanching dan yang

tidak memiliki karakter rasa dan aroma yang sama. Hal tersebut tentu tidak

sesuai dengan pernyataan sebelumnya. Seharusnya produk dengan blanching

akan mempunyai aroma dan citarasa asli yang lebih kuat dibanding dengan

yang tidak. Perbedaan hasil ini disebabkan karena kurang telitinya praktikan

dalam menganalisa sifat sensoris produk dan atau kesalahan saat melakukan

proses blanching.

Kurva Laju Pengeringan Bahan

Berikut merupakan kurva hubungan antara massa bahan sample

dengan waktu pada pengujian. Pada pengujian dengan proses pengeringan sun

drying selama waktu maksimal 10 hari (240 jam), massa bahan mengalami

penurunan. Begitu pula dengan proses pengeringan lainnya

Page 25: Laporan Dastek Angga Fix

.

a. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Sun Drying

0 17 34 51 68 85 1021191361531701872042212380

50

100

150

200

250

300

nanas(nonblanching)k6nanas(blanching)k5apel(nonblanching)apel(blanching)Nanas(nonblanching)k2Nanas(blanching)k1

b. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Cabinet Dryer

c. Kurva Laju Pengeringan Bahan dengan Oven dan Desikator

Page 26: Laporan Dastek Angga Fix

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Praktikum Dasar Teknologi Pengolahan acara Pengeringan ini

memberikan kesimpulan:

1. Lama waktu yang dibutuhkan

2. Kadar air

3. Perlakuan pra proses blanching memberikan pengaruh pada sifat sensori

produk seperti warna, aroma dan rasa cenderung tidak berubah. Blanching

juga akan mempercepat proses pengeringan sehingga kadar air dalam bahan

terhidrasi dan menghasilkan tekstur yang kering renyah.

4. Setelah proses pengeringan, didapatkan produk dengan karakter sifat sensori

yang berbeda dengan sebelum dikeringkan:

a. Warna

Sebelum pengeringan daging buah sampel apel berwana putih pucat.

Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecokelatan.

Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas berwana kuning cerah.

Setelah pengeringan daging buah sampel berwarna kecoklatan.

b. Aroma

Sebelum pengeringan sampel apel beraroma apel segar. Setelah

pengeringan sampel terdapat aroma asam.

Sebelum pengeringan sampel nanas beraroma nanas segar. Setelah

pengeringan sampel terdapat aroma asam.

c. Rasa

Sebelum pengeringan daging buah sampel apel memiliki rasa yang segar

dan manis. Setelah pengeringan daging buah sampel memiliki rasa sedikit

masam.

Page 27: Laporan Dastek Angga Fix

Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas memiliki rasa yang

segar, manis sedikit asam. Setelah pengeringan daging buah sampel

memiliki rasa yang sedikit asam.

d. Tekstur

Sebelum pengeringan daging buah sampel apel agak keras berair. Setelah

pengeringan daging buah sampel kering dan liat.

Sebelum pengeringan daging buah sampel nanas lunak dan berair. Setelah

pengeringan daging buah sampel kering dan renyah.

B. SARAN

Demi kelancaran praktikum, sebaiknya praktikan benar-benar

memperhatikan prosedur yang harus dilakukan sehingga tidak ada prosedur

yang terlewat. Praktikan juga harus ulet, gesit, teliti dan sabar menghadapi

kondisi yang dapat menghabat proses praktikum. Kinerja praktikan tidak lepas

dari peran asisten praktikum. Alangkah baiknya apabila assisten praktikum

kembali mengkontrol praktikan selama praktikum berlangsung agar tidak ada

prosedur yang terlewat dan tidak terjadi kesalah pahaman antara praktikan dan

assisten praktikum.

Page 28: Laporan Dastek Angga Fix

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. Prinsip Metode Oven Kalibrasi

http://www.tester-kadar-air.com/prinsip-metode-oven-kalibrasi/ diakses pada 2

November 2012 pukul 19.12

Anonim.2009.PengeringanKabinethttp://witdy.wordpress.com/2009/03/15/

pengeringan-kabinet/ diakses pada 2 November 2012 pukul 18.43

Desroiser, Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press : Jakarta

Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.

Taib, Gunarif. 1987. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT

Melton Putra : Jakarta.

Fellows.P.1990. Food Processing Technologi Principle And Practice. Ellis Horwood

limited : England

Cruess, W, V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products. Me GRAW-HILL

Book Company, Inc : New york.