laporan field lab laporan field lab blok 6
DESCRIPTION
field labTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab
kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga
belum tuntas, selain itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi
baru dan timbulnya kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang,
sehingga Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat.
Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi
diabetes melitus tipe 2.
Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan
penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium
baru ini. Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes
yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari
yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis
maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiganya saja yang terkendali dengan baik.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah
dengan kontrol glikemik yang optimal. Kontrol glikemik yang optimal
sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian
kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas
target yang diinginkan yaitu 7%.
B. Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tentang etiopatogenesis, patofisiologi, dan penatalaksanaan
penyakit diabetes mellitus.
2. Melakukan komunikasi, informasi, serta edukasi tentang pengaturan diet
pada penyakit diabetes mellitus.
1
BAB II
TNJAUAN PUSTAKA
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya.
Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya kekurangan
hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Insufisiensi insulin yang
pada diabetes melitus tipe 1 dikaitkan dengan genetik yang pada akhirnya
menuju proses perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glikosa Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
Klasifikasi
Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat
kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes
melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional. Pembagian ini
berdasarkan etiologi diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 1
penyebab utamanya ialah terjadinya kekurangan hormon insulin pada
proses penyerapan makanan. Fungsi utama hormon insulin dalam
menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara meningkatkan
jumlah gula yang disimpan di dalam hati, merangsang sel-sel tubuh agar
menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula. Jika
2
insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam
darah berasal dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati.
Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Di
sinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar
glukosa dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon
insulin ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon insulin
pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes melitus sangat besar
sekali.
Jika pada diabetes melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi
kalenjar pankreas, pada diabetes melitus tipe 2, gangguan utama justru
terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel
darah. Dalam kondisi ini produktifitas hormon insulin bekerja dengan baik,
namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel
darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat
dipastikan penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-
faktor yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu
obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet tinggi
lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan (olahraga), dan faktor
keturunan (herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM) melibatkan kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup,
menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi selama
kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat
merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita
penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di sekitar 2–5% dari semua
kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan
tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan
kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang),
janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir.
Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Maturity onset diabetes of the young (MODY) meliputi beberapa bentuk
diabetes dengan cacat monogenetik fungsi β-sel (sekresi insulin
terganggu); biasanya mewujudkan sebagai hiperglikemia ringan di usia
muda, dan biasanya diwariskan secara dominan autosom.
3
Terdapat juga diabetes mellitus tipe lain yang penyebabnya adalah defek
genetic fungsi sel beta, defek genetik sel kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, infeksi, diabetes mellitus yang terjadi karena obat
atau zat kimia dan juga sindroma genetik lain yang berkaitan dengannya.
Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti di bawah ini:
1) Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
4
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Manisfestasi klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
5
Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik
dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam
munculnya diabetes melitus tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi
dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya
aktifitas fisik, obesitas, dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu;
1. Resistensi terhadap insulin
Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan
kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-
jaringan target perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok
pada diabetes melitus tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan
hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal
dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan
diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum
insulin, yaitu lebih rendah 30 - 60 % daripada orang normal.
Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan
penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan
meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan
kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan
pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG
(Fasting Plasma Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot
terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara non oksidatif
(pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif
melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen
terhadap insulin tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui.
Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan
otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia
bukan defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga
mempunyai peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi
6
insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat) mungkin
berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-
macam molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan
keadaan resistensi insulin.
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada
defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya
reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran
plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak
dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk
metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat
dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi.
Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu;
peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa
pada jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel β
pankreas.
2. Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes
melitus tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal,
resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini
mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali
lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta
yang menyebabkan turunnya sekresi insulin.
Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada
transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor
glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi
glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses
metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan
transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2 sangat menurun, sehingga
kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor
glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
7
Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah
ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10
menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin
fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi
insulin pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan
dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar
insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi
defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang
hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi
glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis
melalui stimulasi glukagon.
Selain itu, defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah
gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal
disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola
berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit
(osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa
darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang
berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan
hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.
3. Produksi glukosa hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin.
Pada keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan
glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada
tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan
produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas.
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan
kadar insulin portal sebesar 5 μU/ml di atas nilai dasar akan
menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk
mencapai hasil yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini
membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut
menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan
produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya
8
glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam lemak bebas
dan hormon anti insulin seperti glukagon.
Patogenesis
Insulin, suatu peptida yang disekresi oleh sel beta pankreas pulau dalam
menanggapi postprandial kenaikan tingkat glukosa serum, berfungsi untuk
meningkatkan penyerapan glukosa oleh jaringan perifer dan
glukoneogenesis menekan hati. Ada kenaikan bolak dan jatuh di tingkat
insulin dan glukagon yang terjadi untuk mempertahankan homeostasis
glukosa. Glukosa toleransi, kemampuan untuk mempertahankan
euglycemia, tergantung pada tiga peristiwa yang harus terjadi dengan cara
yang ketat terkoordinasi, yaitu:
1. Stimulasi sekresi insulin
2. Penindasan yang dimediasi insulin endogen (terutama hati) produksi
glukosa, dan
3. Insulin-mediated stimulasi serapan glukosa oleh jaringan perifer.
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang disebabkan oleh resistensi
insulin dan sekresi insulin cacat. Ada penurunan serapan postprandial
glukosa oleh otot dengan insulin endogen dikeluarkan. Pada pasien dengan
hiperglikemia puasa, tingkat insulin telah ditemukan dua kali lipat ke
empat kali lipat lebih tinggi daripada di nondiabetiks. Pada jaringan otot,
ada cacat dalam fungsi reseptor, jalur reseptor insulin-sinyal transduksi,
transportasi dan fosforilasi glukosa, sintesis glikogen, dan oksidasi glukosa
yang berkontribusi pada resistensi insulin. Tingkat basal dari
glukoneogenesis hepatik juga berlebihan, meskipun kadar insulin tinggi.
Kedua cacat sama berkontribusi untuk berlebihan kadar glukosa
postprandial serum.
9
Tata Laksana
Berdasarkan konsensus ini, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi 2 tingkatan :
a. Tingkat 1: terapi utama yang telah terbukti (well validated core
therapies)
Banyak digunakan dan paling cost-effective untuk mencapai target
gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup
(untuk menurunkan berat badan & olah raga), metformin,
sulfonilurea, dan insulin.
b. Tingkat 2: terapi yang belum banyak dibuktikan (less well validated
therapies)
Terdiri dari pilihan terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi
dikelompokkan ke dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya
pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini adalah
tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide-1/GLP-1
agonis (exenatide).
- Tingkat 1/Langkah 1 (Tier 1/Step 1)
Intervensi segera setelah pasien terdiagnosis menderita DM. Intervensi
awal yang dilakukan adalah kombinasi modifikasi gaya hidup dan
pemberian metformin. Modifikasi gaya hidup pada lansia penderita DM
meliputi menjaga pola makan (diet) yang baik, olah raga dan penurunan
berat badan.
a) Terapi diet
10
Sarankan perubahan pola makan seperti target berat badan ideal,
membatasi asupan karbohidrat olahan (sirup, sereal, buah kering,
tepung, cake, kue beras, dll), perbanyak karbohidrat kompleks
(gandum, ubi, kentang, dll), kurangi asupan lemak jenuh, dan hindari
konsumsi alkohol berlebih.
Gabar 1.1 Tabel nilai kalori berdasar usia dan aktivitas fisik
b) Olah raga
Manfaat Risiko
Perbaikan toleransi glukosa
Peningkatan kemampuan
konsumsi oksigen maksimum
Peningkatan kekuatan otot
Penurunan tekanan darah
Pengurangan lemak tubuh
Perbaikan profil lipid
Hipoglikemia
Cedera pada tulang-sendi dan
kaki
Sudden cardiac death
c) Metformin
Metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua
pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kon-traindikasi
terhadap metformin. Misalnya gangguan fungsi ginjal, gangguan
fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis metabolik,
11
dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Metformin sama sekali
tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun karena kreatinin serum tidak
menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya. Metformin
bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko
yang kecil terhadap kejadian hipoglikemia. Penggunaan metformin
memiliki adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia,
mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut.
Dosis awal 500 mg lalu ditingkatkan 500 mg/minggu u/ dapat
mencapai kadar gula darah yang diinginkan. 50% pasien yang
terkontrol dengan obat-obatan tunggal memerlukan penambahan obat
kedua setelah 3 tahun; dan setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan
terapi multipel untuk mencapai target HbA1C <7%. Untuk dapat
mencapai target HbA1C, diperlukan target kadar gula darah puasa
70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180 mg/dL. (Schmitz,
2008)
- Tingkat 1/Langkah 2 (Tier 1/Step 2)
a) Sulfonilurea
Sulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan
kontraindikasi untuk metformin, atau digunakan sebagai dalam
kombinasi dengan metformin jika gula darah target belum tercapai.
Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi
insulin sel beta pankreas.Sulfoniliurea generasi kedua dengan masa
kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM.
Klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena
masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan
hipoglikemia berkepanjangan.
Glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling rendah
sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia. (Lanywati, 2001)
Semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia.
b) Insulin
Insulin dapat diberikan bila target gula darah tidak tercapai dengan
modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Juga diberikan
12
pada keadaan adanya kondisi akut, seperti sakit berat, keadaan
hiperosmolar, ketosis, dan pada pembedahan. Penggunaan insulin
punya efek samping peningkatan BB dan hipoglikemia.
Efek samping hipoglikemia lebih jarang terjadi pada penggunaan
analog insulin (detemir dan glargine) dibandingkan NPH (Neutral
Protamine Hagedom).
Efek peningkatan BB dengan nilai yang sama (+ 3 kg dalam 6 bulan)
baik pada golongan analog insulin maupun NPH (Neutral Protamine
Hagedom). Bila kegagalan sel beta pankreas mensekresi insulin
sudah parah, perlu pemberian insulin untuk kontrol gula darah,
sehingga insulin memegang peranan penting dalam tata laksana DM.
a. Tingkat 2 (Tier 2)
a) Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki
kontrol gula darah dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer
terhadap insulin. Kontrol gula darah dengan rosiglitazon lebih lama
dibandingkan dengan metformin. tiazolidindion memperbaiki
berbagai marker fungsi sel beta pankreas: ditunjukkan dengan
meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efeknya
sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi
penurunan fungsi sel beta pankreas. Tiazolidindion punya beberapa
efek samping: peningkatan berat badan dan edema yang terkait
dengan risiko kardiovaskular. Studi menunjukkan bahwa risiko gagal
jantung meningkat sebesar 1,2 – 2 kali lipat pada penggunaan
tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Baik pioglitazon
maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung.
Rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular
karena pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik.
(Davey, 2005)
Efek samping lain dari tiazolidindion adalah meningkatnya risiko
fraktur lebih 2 kali lipat, terutama pada panggul. Efek samping ini
dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion 12-18 bulan.
13
b) Agonis GLP-1 (Glukagon Like Peptide)
Pemberian GLP-1 parenteral meningkatkan sekresi insulin secara
dose-dependent dan menurunkan sekresi glukagon, sehingga
menurunkan kadar gula darah puasa dan postprandial. Pemberian
agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja GLP-1
(menurunkan kadar gula darah, mengurangi sekresi glukagon,
menurunkan berat badan, menimbulkan rasa cepat kenyang,
memperlambat pengosongan lambung). (Kurniawan,2010 )
Penatalaksanaan non farmako Diabetes Melitus
Pilar penatalaksanaan DM:
a) Edukasi
b) Terapi gizi medis
c) Latihan jasmani
d) Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan danlatihan
jasmani selama beberapa waktu (24minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan inter vensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
a) Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
14
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
b) Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya).Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
- Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi
d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan
buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
15
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
- Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
- Natrium
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 gram (1 sendok teh)garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
- Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat,karena mengandung vitamin,
mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
- Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
b. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
16
c. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
d. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose,dan neotame.
e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI)
c) LatiJasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (34 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel
4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
17
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas
(PERKENI,2011)
BAB III
LAPORAN HASIL KEGIATAN
Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : Sabtu, 14 Juni 2014
Waktu : 07.00 – 12.00 WIB
Tempat : “Klinik BUNDA”
Alamat : Sudagaran, Jalan Kulon, Banyumas
A. 1. Data Responden I
Nama : Bp. Tarisun
Usia : 70 tahun
Alamat : Desa Kalisube, RT04/RW03 Banyumas
Pekerjaan : Pensiunan PNS
2. Hasil Observasi
Anamnesis
a. Identitas Pasien:
Nama : Bp. Tarisun
Usia : 70 tahun
Alamat : Desa Kalisube, RT04/RW03 Banyumas
Pekerjaan : Pensiunan PNS
b. Keluhan Utama : Diabetes Mellitus
c. Onset dan kronologi : 3 tahun yang lalu
d. Faktor memperberat : Jika kurang “jogging” atau kurang bergerak
maka gula darahnya naik.
e. Faktor memperingan : Minum obat metformin dan glibenklamid,
dan selalu kontrol tiap sebulan sekali.
18
f. Gejala penyerta : Mudah mengantuk namun susah tidur, mudah
haus sehingga banyak minum, penglihatan kabur ketika habis
maghrib, sering kesemutan di kaki.
g. RPD : Gejala vertigo, sudah dua kali, diberi obat ringan saja.
h. RPK : Dari ayah: hipertensi dan stroke, dari anak: gula darah
tinggi.
i. RSE : Menggunakan Jaminan kesehatan.
j. Kebiasaan :
Pola makan:
- Pola makan teratur, sehari tiga kali.
- Saat pagi biasanya makan jajanan pasar.
- Saat makan siang dan makan pagi porsinya sedikit.
- Sering ngemil, biasanya roti dan ubi.
- Makan sayur setiap hari.
- Makan buah tidak setiap hari.
- Sedikit suka goreng-gorengan
Pola minum:
- Banyak minum air putih.
- Kadang-kadang minum kopi.
- Sudah tidak minum the.
Olahraga:
- Setiap pagi senam di tempat tidur selama 30 menit.
- 2 tahun yang lalu masih sering lari-lari kecil, sekarang tidak.
Merokok
- Dulu saja, sekarang sudah berhenti.
Minum alkohol
- Tidak pernah
3. Pemeriksaan:
1. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
2. Gula darah Puasa : 220 mg/dL.
3. Gula darah Postprandial : 348 mg/dL
4. Hasil Kegiatan
19
Responden bernama Bapak Tarisun, berusia 70 tahun, beralamat di Desa
Kalisube, RT04/RW03 Banyumas, Bekerja sebagai pensiunan PNS.
Bapak Tarisun dating dengan keluhan Utama Diabetes Mellitus. Bapak
Tarisun menderita Diabetes Mellitus sejak 3 tahun yang lalu. Faktor
memperberat yang dirasakan adalah jika kurang “jogging” atau kurang
bergerak maka gula darahnya naik. Sedangkan untuk faktor
memperingan yang dirasakan adalah, jika minum obat metformin dan
glibenklamid. Gejala penyerta yang dirasakan Pak Tarisun adalah
mudah mengantuk namun susah tidur, mudah haus sehingga banyak
minum, penglihatan kabur ketika habis maghrib, sering kesemutan di
kaki. Bapak Tarisun sendiri, dulu pernah mengalami gejala vertigo,
sudah dua kali, dan hanya diberikan obat ringan saja. Dari keluarga
sendiri dari ayah menderita hipertensi dan stroke, sedangkan dari anak
Bapak Tarisun mendapatkan nilai gula darah tinggi. Bapak Tarisun
datang ke Klinik tidak menggunakan jaminan kesehatan. Untuk
kebiasaan Bapak Tarisun sendiri adalah makan teratur, sehari tiga kali.
Saat pagi biasanya makan jajanan pasar. Saat makan siang dan makan
pagi porsinya sedikit. Sering ngemil, biasanya roti dan ubi. Makan sayur
setiap hari. Makan buah tidak setiap hari dan, sedikit suka goreng-
gorengan. Untuk kebiasaan minum, Bapak Tarisun banyak minum air
putih namun, kadang-kadang minum kopi dan, sudah tidak minum teh.
Olahraga yang Bapak Tarisun lakukan yaitu, setiap pagi senam di
tempat tidur selama 30 menit, 2 tahun yang lalu masih sering lari-lari
kecil namun, sekarang tidak. Bapak Tarisun dulu merokok namun
sekarang tidak. Bapak Tarisun tidak pernah minum alkohol.
B. 1. Data Responden II
Nama : Paryati
Usia : 64 Tahun
Alamat : Somagede
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Hasil Observasi:
20
Anamnesis
a) Kedatangan responden ke Klinik Bunda untuk kontrol rutin glukosa
darah, dan sudah rutin sejak 6 bulan lalu. Progam rutin ini disebut
prolanis.
b) Responden menyatakan diagnosis dokter terhadap keluhannya adalah
kencing manis (Diabetes Mellitus)
c) Keluhan yang dirasakan responden antara lain jari menekuk susah
untuk difleksikan, banyak makan, banyak minum dan sering buang
air kecil dimalam hari
d) Keluhan tersebut sudah dirasa sejak 6 bulan yang lalu
e) Faktor yang memperberat keluhan adalah banyak pikiran dan saat
beraktivitas berlebih
f) Faktor yang memperingan keluhan adalah istirahat (pijat) dan minum
obat.
g) Gejala penyerta adalah cepat merasa lelah, berkeringat terlalu
banyak, badan terasa tidak nyaman, tidak nyenyak saat tidur malam,
sering ngantuk di pagi hari dan kulit pada jempol kaki terasa tebal.
h) Riwayat Penyakit Keluarga : ada yaitu ayah dari responden
terkena diabetes mellitus
i) Riwayat Penyakit Dahulu : Kolesterol tinggi
j) Riwayat Sosial Ekonomi : responden sudah bersuami dan
mempunyai 4 anak , 3 laki – laki 1 perempuan dan dia tinggal
bersama suami dan anak perempuannya beserta seorang cucu.
Responden mempunyai asuransi kesehatan (Askes).
k) Kebiasaan pribadi :
Makan : makan sesuai anjuran dokter, mengurangi
makanan berlemak, manis dan berkalori tinggi
Minum : tes manis ,air putih
Tidur : cukup
Olahraga : senam seminggu 2 kali (1 jam)
3. Hasil Pemeriksaan
Glukosa Darah Puasa adalah 88 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam post prandial adalah 138 mg/dl.
21
Pasien menyatakan bahwa beliau sempat mengalami kenaikan
glukosa plasma post prandial 400 mg/dl, saat itu beliau mengeluh stress
dan lelah dengan aktivitasnya. Tekanan darahnya tidak stabil, pada
bulan lalu tekanan darahnya 160/90 mmHg, sedangkan pemeriksaan
oleh petugas kesehatan di klinik Bunda didapatkan 140/90 mmHg, dan
oleh praktikan didapatkan 150/100 mmHg.
4. Hasil Kegiatan
Kedatangan responden ke Klinik Bunda untuk kontrol rutin
glukosa darah, dan sudah rutin sejak 6 bulan lalu. Progam rutin ini
disebut prolanis. Responden menyatakan diagnosis dokter terhadap
keluhannya adalah kencing manis (Diabetes Mellitus). Keluhan yang
dirasakan responden antara lain jari menekuk susah untuk difleksikan,
banyak makan, banyak minum dan sering buang air kecil dimalam hari.
Keluhan tersebut sudah dirasa sejak 6 bulan yang lalu. Faktor yang
memperberat keluhan adalah banyak pikiran dan saat beraktivitas
berlebih. Sedangkan faktor yang memperingan keluhan adalah istirahat
(pijat) dan minum obat. Gejala penyerta adalah cepat merasa lelah,
berkeringat terlalu banyak, badan terasa tidak nyaman, tidak nyenyak
saat tidur malam, sering ngantuk di pagi hari dan kulit pada jempol kaki
terasa tebal. Riwayat Penyakit Keluarga ada yaitu ayah dari responden
terkena diabetes mellitus. Riwayat Penyakit Dahulu kolesterol tinggi.
Riwayat Sosial Ekonomi adalah responden sudah bersuami dan
mempunyai 4 anak , 3 laki – laki 1 perempuan dan dia tinggal bersama
suami dan anak perempuannya beserta seorang cucu. Responden
mempunyai asuransi kesehatan (Askes). Kebiasaan pribadi pasien adalah
makan sesuai anjuran dokter, mengurangi makanan berlemak, manis dan
berkalori tinggi. Kebiasaan minumnya adalah tes manis ,air putih. Tidur
responden cukup sedangkan olahraga senam seminggu 2 kali (1 jam).
C. 1. Data Responden III
Nama : Ny. Sulastri
Usia : 60 tahun
22
Alamat : Pekunden RT 2 / RW 2, Banyumas
Pekerjaan : Pembatik.
2. Hasil Observasi:
Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sering merasa lapar malah hari dan keringat
yang banyak.
b. Onset dan kronologi : 3 bulan yang lalu
c. Faktor memperberat : Jika melakukan aktivitas yang berat-berat
d. Faktor memperingan : ketika melakukan istirahat dan setelah
minum obat metformin
e. Gejala penyerta : Mudah mengantuk namun susah tidur, mudah
haus sehingga banyak minum, penglihatan kabur ketika habis
maghrib, sering kesemutan di kaki.
f. RPD : Gejala vertigo, sudah dua kali, diberi obat ringan saja.
g. RPK : Dari ayah: hipertensi dan stroke, dari anak: gula darah
tinggi.
h. RSE : Menggunakan Jaminan kesehatan.
i. Kebiasaan :
Pola makan:
- Pola makan teratur, sehari tiga kali.
- Saat pagi biasanya makan jajanan pasar.
- suka goreng-gorengan
Pola minum:
- Suka sekali minum sirup
- Minum air putih juga teratur.
- Kadang-kadang minum kopi.
Olahraga:
- Melakukan aktivitas fisik seperti jalan-jalan
3. Pemeriksaan:
Nilai gula darah awal :298 mg/dL
Gula darah puasa :163 mg/ dL
23
Setelah dua jam makan : 232 mg/ dL.
4. Hasil Kegiatan
Hasil Pemeriksaan
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Berat Badan : 46,5 kg
Berat Badan sebelumnya : 57 kg
Gula Darah Puasa (GDP) : 163mg/dL
Gula Darah Sewaktu (GDS) : 232mg/dL
Anjuran dari dokter : mengurangi makanan manis, kurangi
rokok, rajin olahraga dan perbanyak minum air putih.
Obat yang dikonsumsi : metformin, amlodipine dan diaversa
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa:
Responden datang ke klinik Bunda pada hari sabtu, tanggal
14 juni 2014 untuk periksa gula darah. Responden sudah satu tahun
tiga bulan menderita diabetes mellitus, responden menyebutnya
dengan penyakit gula. Responden didiagnosa terkena diabetes oleh
dokter sejak tanggal 16 maret 2013. Sebelum terkena diabetes
responden sering merasa pusing terkadang menjalar sampai ke tekuk
kepala, merasa kakinya tebal seperti kesemutan, pegal di kaki
menjalar sampai ke paha. Responden tidak merasakan sering makan,
minum, dan kencing. Dia merasa makanannya normal kadang tidak
nafsu makan, minumnya juga biasa dan selalu kencing saat sebelum
sholat. Responden juga jarang terbangun malam hari. Dia tidak
merasa terganggu dengan penyakit yang diderita sekarang.
Responden merasa gula darahnya tinggi mungkin karena dia masih
sering makan gorengan khususnya mendoan, hampir setiap pagi
makan mendoan. Responden untuk memperingannya dengan minum
obat yang diberi dokter, biasanya minum obat metformin.
Keluhan lain yang dirasa responden yaitu saat dia merasa
lapar, Responden berkeringat dingin, lemas, dan gemetaran, serasa
24
tidak bisa menahan lapar sehingga dia harus makan. Dia juga pernah
megalami luka di kaki kananya terkena malam saat membatik.
Kakinya berlubang sebesar kancing baju dan hampir saja bolong.
Responden menangis karena takut kalau kakinya bolong. Dia datang
ke klinik Bunda bertemu dengan dr. Yeni dan diberi obat antiseptic
untuk diminum dan salep luka di oleskan di tempat lukanya, setelah
satu bulan lukanya tertutup kembali. Setelahnya responden juga
terkena lilin ( malam ) di tangan kanannya sehingga membuat kulit
tangannya menjadi seperti sisik. Tapi kali ini responden tidak datang
ke klinik Bunda atau ke praktek dokter lainnya, dia hanya
mengoleskan lukanya dengan getah daun papaya. Satu bulan
akhirnya sisik di kulit responden hilang dan responden merasa
bersyukur lukanya tidak sampai melukai pembuluh darah yang ada di
tangannya.
Responden sekarang ini terkena diabetes mellitus, dari
keluarga sendiri tidak ada yang menderita diabetes mellitus. Sebelum
terkena diabetes mellitus responden menyukai minum-minuman
manis seperti sirup dan makanan manis. Responden pendidikan
terakhirnya adalah SD. Dia menikah dua kali, yang pertama saat dia
masih kelas 3 SD yaitu pada tahun 1965, lalu pada tahun 1974 dia
menikah yang kedua kali. Pada pernikahan kedua ini responden
dikaruniai tiga orang anak yaitu dua perempuan dan satu laki-laki,
sekarang ini dia mempunyai Sembilan orang cucu. Responden datang
ke klinik Bunda sebelumnya membayar, tapi karena dia terkena
diabetes dokter manganjurkan untuk datang ke apotek Maren lalu dia
mendapatkan buku untuk penderita diabetes selanjutnya ke kantor
Askes untuk mendapat ansuransi kesehatan. Saat dia periksa tadi
memakai asuransi kesehatan Askes.
Kebiasaan responden dirumah selain membatik yaitu
mengasuh cucuny dan memasak untuk suaminya. Responden sering
makan sayur dan dia tidak suka makan daging maupun itu daging
ayam. Kalau ingin makan telur dia mengambil telur ayam dari ayam
yang dia ternak sendiri kalau telurnya lebih di jual ke pasar. Setelah
terkena diabetes responden mengkonsumsi labu yang direbus, kecipir
25
/ buncis di sayur, dan tidak makan atau minum yang manis-manis.
Biasanya dia menggunakan gula diabetasol, untuk satu sacset gula
dipakai dua hari, dan terkadang memakai teh tawar yang tidak
memakai gula. Pola tidur responden juga cukup, dan bangun jam
empat pagi atau subuh. Kalau siang responden tidur kurang lebih
setengah jam. Sebelumnya juga saat terkena diabetes responden diare
selama tiga hari, beliau juga menderita maag selama satu bulan
sebelum terkena diabetes. Berat badan responden sebelum terkena
diabetes yaitu 57 kg, sekarang setelah diet yang dianjurkan dokter
berat badannya menjadi 46, 5 kg dan dia sekarang merasa keadaan
badannya lebih baik. Nilai gula darah awal saat dia periksa sebesar
298 mg/dL. Sekarang nilai gula darah puasa sebanyak 163 mg/ dL
dan setelah dua jam makan yaitu 232 mg/ dL. Responden diberikan
Metformin dengan dosis 2x1 sehari untuk menurunkan nilai kadar
gula darahnya, amlodipine 1x1 sehari untuk tensinya, dan diaversa
1x1 untuk obat mual diminum sebelum makan.
D. 1. Data Responden IV
Nama : Ny. Kasani
Usia : 64 tahun
Alamat : Kaliuri, Rt 02/ 04, Kalibagor, Banyumas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Anamnesis
a. Identitas Pasien:
Nama : Ny. Kasani
Usia : 64 tahun
Alamat : Kaliuri, Rt 02/ 04, Kalibagor, Banyumas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Keluhan Utama: Diabetes Mellitus
c. Onset dan kronologi : 1 tahun yang lalu
d. Faktor memperberat : Stress
e. Faktor memperingan : Minum obat (tidak ada alergi obat)
f. Gejala penyerta: Gatal-gatal.
26
g. RPD :-
h. RPK : Suaminya mengalami penyempitan arteri di jantung.
i. RSE : Menggunakan Jaminan kesehatan.
j. Kebiasaan : Olahraga senam 1 minggu 2 kali, kencing biasa
semalam 2 kali, makan 2 kali sehari, tidur kurang teratur.
3. Pemeriksaan
Tekanan Darah : 140/ 90 mmHg
Gula darah Puasa : 101 mg/dL
Gula darah Postprandial : 164 mg/dL
Sebelumnya makan snack dari klinik:
Obat yang didapatkan : Glimepirid 1 ml
Deacolin : Parasetamol 500 mg
Pseudophedine HCL 7,5 mg
Chlorphenamine maleate 2 mg
Metformin 500 mg.
4. Hasil Kegiatan
Ibu Kasani datang ke Klinik Bunda pada tanggal 14 Juni 2014 untuk
kontrol penyakit yang dideritanya, yaitu diabetes melitus. Ibu Darsini
didiagnosis mengidap diabetes melitus pada 1 tahun yang lalu, berat
badannya turun satu tahun ini. Setelah didiagnosa mengidap diabetes
melitus, ibu Kasani rutin kontrol tiap bulan sekali di Klinik Bunda,
Banyumas. Saat ini (14 Juni 2014) tekanan darah ibu Darsini adalah
140/90 mmHg, kadar gula darah puasa sebesar 101 mg/dL dan kadar gula
sewaktu sebesar 164 mg/dL. Saat ini ibu Kasani sedang melakukan diet
diabetes melitus, sebelum melakukan diet diabetes melitus, ibu Kasani
rutin melakukan olahraga 2 kali seminggu, untuk ibu Kasani mengaku
buang air kecil seperti biasa, tidak banyak makan dan tidak banyak
minum. Obat yang dikonsumsi ibu Kasani selama ini menurunkan gula
darahnya. Gejala lain yang dikeluhkan ibu Kasani adalah flu, tekanan
darah tinggi, sering mengantuk, sering merasa lelahdan stress.
Dari riwayat penyakit dahulu tidak ada tetapi stress karena merawat
suaminya yang sedang sakit jantung, sehingga lelah dan kurang teratur
27
dalm maknnya. Tidak ditemukan adanya penyakit yang berkaitan dengan
riwayat penyakit keluarga. Ibu Kasani datang ke Klinik Bunda
(Banyumas) menggunakan asuransi kesehatan (ASKES). Kebiasaan
pribadi ibu Kasani sebelum didiagnosis diabetes melitus adalah makan 2
kali sehari dan tidur kurang teratur.
Ibu Kasani mendapatkan 3 jenis obat dari dokter, yaitu :
1) Glimepiride (tablet 2 mg) yang diminum satu kali satu hari,
seperempat jam sebelum makan.
2) Metformin (tablet) diminum dua kali satu hari, pada saat makan.
3) Deacolin (tablet 1mg) diminum 3 kali satu hari, 1 jam sebelum
makan.
E. 1. Data Responden V
Nama : Bpk. Satimin
Usia : 75 tahun
Alamat : Desa Kanding, Somagede, Banyumas
Pekerjaan : Pensiunan PNS
2. Hasil Observasi
a. Identitas:
Nama : Bpk. Satimin
Usia : 75 tahun
Alamat : Desa Kanding, Somagede, Banyumas
Pekerjaan : Pensiunan PNS
b. Keluhan Utama : Merasakan pundak yang nyeri
c. Onset dan kronologi : 3 tahun yang lalu
d. Faktor memperberat : Jika berjalan dengan jarak yang sangat jauh
maka akan merasakan hal yang tidak enak pada tubuhnya.
e. Faktor memperingan : Jika setelah minum obat.
f. Gejala penyerta : Mudah merasakan lelah, lemas, , serta
banyak keringat.
g. RPD : Tidaka ada.
h. RPK : Tidak ada.
i. RSE : Menggunakan Askes.
28
j. Kebiasaan :
Pola makan:
5. Pola makan teratur, sehari tiga kali.
6. Sering ngemil, biasanya jagung.
7. Makan sayur setiap hari.
8. Makan buah tidak setiap hari.
9. Sedikit suka goreng-gorengan
Pola minum:
10. Banyak minum air putih.
11. Kadang-kadang minum kopi.
12. Sudah menghindari makanan seperti syirup.
Olahraga: Melakukan jalan kaki ringan.
3. Pemeriksaan:
Tekanan Darah : 126/80 mmHg
Gula darah Puasa : 126 mg/dL.
Gula darah Postprandial : 376 mg/dL
4. Hasil Kegiatan dino arifin
Kedatangan responden ke Klinik Bunda untuk kontrol rutin glukosa
darah, dan sudah rutin sejak 6 bulan lalu. Progam rutin ini disebut
prolanis. Responden menyatakan diagnosis dokter terhadap keluhannya
adalah kencing manis (Diabetes Mellitus). Keluhan yang dirasakan
responden antara lain sering berkeringat berlebih pada badannya, juga
disertai dengan kesemutan. Pundaknya juga merasakan pegal-pegal.
Keluhan tersebut sudah dirasa sejak 3 tahun yang lalu. Faktor yang
memperberat keluhan adalah saat beraktivitas berlebih. Sedangkan faktor
yang memperingan keluhan adalah istirahat (pijat) dan minum obat.
Gejala penyerta adalah cepat merasa lelah, berkeringat terlalu banyak,
badan terasa tidak nyaman.Riwayat Penyakit Keluarga tidak ada. Riwayat
Penyakit Dahulu juga tidak ditemukan. Riwayat Sosial Ekonomi adalah
bekerja sebagai pensiunan PNS, responden mempunyai asuransi
kesehatan (Askes). Kebiasaan pribadi pasien adalah makan sesuai anjuran
29
dokter, mengurangi makanan berlemak, manis dan berkalori tinggi.
Kebiasaan minumnya adalah air putih, sedangkan olahraganya teratur
seperti jalan kaki dengan intensitas sedang.
BAB IV
PEMBAHASAN
RESPONDEN I
Berdasarkan teori, kriteria diagnosis seseorang dikatakan terkena
diabetes melitus adalah jika gula darah puasa ≥126 mg/dL dan gula darah
postprandial ≥200 mg/dL. Diabetes melitus dibagi menjadi 2 tipe utama
yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena kerusakan sel-sel beta dalam
menghasilkan insulin dan kekurangan insulin absolut yang di karenakan
proses imunologik dan sebagian karena sifat idiopatik. Diabetes tipe 1
ditandai dengan:
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Timbul penurunan berat badan (kurus)
e. Kelemahan otot
f. Insulin plasma yang rendah atau tidak ada
g. Kenaikan kadar glukosa plasma
h. Penderita biasanya dibawah usia 40 tahun
i. Penatalaksanaan diabetes melitus tipe 1 yaitu dengan:
1) Pengaturan diet rendah kalori
2) Latihan fisik
3) Tidak efektif bila menggunakan sulfonilurea karena sel beta sudah
rusak
4) Terapi insulin
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena resistensi terhadap insulin dan
kekurangan hormon insulin relatif yang disebabkan karena faktor keturunan
dan gaya hidup. Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan:
a. Obesitas
30
b. Gejala klasik (polidipsi, polyuria, polifagia) sedikit
c. Cenderung tidak mengalami ketoasidosis
d. Penderita biasanya usia diatas 40 tahun.
e. Penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 yaitu:
1) Pengaturan diet rendah kalori
2) Latihan fisik
3) Obat hipoglikemia oral yang meliputi pensensitif insulin dan
sulfonilurea. Pensensitif insulin yang tersedia yaitu metformin dan
tiazolidinedion. Sedangkan sulfonilurea untuk merangsang sel beta
untuk mensekresi lebih banyak insulin.
Berdasarkan gejala dan penatalaksanaan yang responden
kemukakan kepada praktikan, dapat digolongkan respon tersebut masuk ke
dalam diabetes melitus tipe 2. Tanda-tanda yang membuat praktikan yakin
bahwa responden terkena diabetes melitus tipe 2 yaitu:
a. Gula darah postprandial pasien 348 mg/dL (lebih dari 200 mg/dL)
b. Gula darah puasa pasien 220 mg/dL (lebih dari 126 mg/dL)
c. Pasien berusa 70 tahun (diatas 40 tahun)
d. Responden hanya mengeluh adanya polidipsi tetapi, tidak ada poliuri,
dan polifagia (gejala metabolik sedikit)
e. Responden diberikan obat hipeglikemia oral yang merupakan
penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.
Tetapi ada beberapa hal yang menyimpang dari teori, antara lain:
a. Responden mengaku tidak ada riwayat keturunan diabetes melitus.
RESPONDEN II
Responden, yaitu ibu Paryati (64tahun) merupakan seorang ibu rumah
tangga yang beralamat di Somagede dengan berat badan 72 kg, tinggi badan
150 cm, dan tekanan darah pada pemeriksaan didapatkan 140/90 mmHg.
Responden datang ke klinik Bunda untuk melakukan pemeriksaan kadar
glukosa darahnya yang dilakukan secara rutin setiap bulan selama 6 bulan
terakhir, sejak beliau didiagnosis oleh dokter menderita diabetes mellitus,
yaitu saat beliau berusia 63 tahun.
31
Beliau mengemukakan bahwa pada awalnya, salah satu jarinya, yaitu
jari telunjuk tangan kiri sulit untuk digerakkan atau sulit berbalik dari posisi
lurus untuk menekuk atau sebaliknya. Keluhan tersebut sudah dirasakan
lama sampai akhirnya beliau memeriksakan diri ke dokter terkait
keluhannya. Keluhan tersebut timbul secara mendadak tanpa diketahui
penyebabnya.
Beliau merasakan bahwa jari telunjuknya tersebut terasa kaku, sakit
untuk digerakkan dan beraktivitas sehari-hari dalam mengerjakan pekerjaan
rumah tangganya, sehingga aktivitasnya terhambat dan lebih sering untuk
beristirahat. Beliau belum pernah meminum obat sebelumnya untuk
memperingan rasa sakitnya, tetapi beliau hanya memijatnya dengan minyak
yang hangat untuk mengurangi rasa sakitnya.
Selain jari telunjuknya sulit untuk digerakkan, pada awalnya tidak ada
keluhan lain yang dirasakan sebelum didiagnosis menderita diabetes
mellitus.
Setelah itu, beliau sering merasa lapar, namun beliau alihkan
keinginannya untuk makan dengan melakukan aktivitas lain. Beliau juga
mengeluhkan mudah haus. Selain itu, beliau banyak kencing di malam hari
hanya pada saat beliau stress. Beliau juga mengeluhkan sering mengantuk,
mudah lelah, dan jari kakinya sering kali terasa baal. Beliau tidak
mengeluhkan mual, meskipun beliau juga menderita dispepsia. Beliau
pernah mengalami kolesterol tinggi, di mana bagian lengan dan punggung
beliau terasa menebal. Berat badan beliau tetap, yaitu 72 kg. Keluhan
lainnya yaitu beliau sering berdebar-debar, sesak napas, tekanan darah tidak
stabil, dan banyak berkeringat. Menurut teori untuk gejala timbulnya
diagnosis diabetes mellitus itu muncul gejala polifagi, polidipsi, poliuria dan
berat badan menurun. Jadi, sudah sesuai dengan teori.
Sebelumnya ibu Paryati tidak pernah merasakan jarinya yang sulit
digerakkan atau pun jatuh. Tetapi beliau pernah didiagnosis menderita lemah
jantung. Dari riwayat keluarga, ayah, kakak, dan adiknya menderita diabetes
mellitus. Sebelum didiagnosis menderita diabetes mellitus, beliau sudah
melakukan check up sebanyak 2 kali karena faktor risiko keturunan tersebut,
yaitu setelah kakak dan adiknya didiagnosis menderita diabetes mellitus.Dari
riwayat sosial ekonominya, beliau merupakan istri seorang pensiunan TNI
32
AL, memiliki 4 orang anak, yaitu 3 laki-laki, dan 1 perempuan, dan cucunya
7 orang. Dia memeriksakan diri ke klinik Bunda dengan menggunakan
askes.
Dari kebiasaan sehari-harinya, ibu Paryati makan sesuai anjuran
dokter, mengurangi makan makanan berlemak, manis, dan berkalori tinggi.
Minumnya sudah cukup, yaitu lebih dari 8 gelas perhari. Beliau berolahraga
2x seminggu dengan senam aerobik. Sesekali beliau jalan pagi, meski sangat
jarang. Tidur beliau cukup.
Dari pemeriksaan kadar glukosa darah waktu pertama kali diagnosis
yaitu 210 mg/dl.Pemeriksaan glukosa plasma puasa adalah 80 mg/dl,
sedangkan glukosa plasma 2 jam post prandial adalah 138 mg/dl. Bulan lalu,
gula darah plasma 2 jam post prandial adalah 212 mg/dl. Beliau sempat
mengalami kenaikan glukosa plasma post prandial 400 mg/dl, saat itu beliau
mengeluh stress dan lelah dengan aktivitasnya. Tekanan darahnya tidak
stabil, pada bulan lalu tekanan darahnya 160/90 mmHg, sedangkan
pemeriksaan oleh petugas kesehatan di klinik Bunda didapatkan 140/90
mmHg, dan oleh praktikan didapatkan 150/100 mmHg. Pasien mengalami
fluktuasi tekanan darah yang tidak teratur karena pasien merasa tidak tenang
dan ragu-ragu saat dicek tekanan darah oleh praktikan.
Setelah itu, praktikan memberikan edukasi mengenai pengaturan diet
pada penderita diebetes mellitus, meliputi jenis, jumlah, dan jadwal makanan
yang harus dikonsumsi. Praktikan juga memberi informasi mengenai kadar
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial dalam kadar normal. Praktikan
juga menginformasikan makanan yang dianjurkan dan dilarang untuk
dikonsumsi. Ibu Paryati sangat antusias dan sangat berterima kasih, serta
berniat untuk melaksanakan saran dari praktikan. Beliau juga menanyakan
beberapa makanan yang dikonsumsinya apakah tergolong yang
diperbolehkan atau tidak untuk dikonsumsi.
Selama ini, ibu Paryati sangat mengikuti anjuran dokter dan menjaga
dietnya dengan baik, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam post prandial dalam kadar normal. Dokter memberikan obat
glimepirid 1 mg 1x sehari 15 menit sebelum makan, dan metformin 500 mg
2x sehari setelah makan pagi dan siang hari.
Glimepiride
33
Glimepiride merupakan obat golongan sulfonylurea untuk pengobatan
diabetes melitus tipe II, diresepkan sebagai tambahan pada diet dan olahraga.
Selain itu menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang tubuh
memproduksi insulin lebih banyak.
Kontraindikasi dari glimepiride adalah pasien yang hipersensitif
terhadap obat ini, obat-obat golongan sulfonamida lain, atau bahan-bahan
tambahan lain (yang menimbulkan resiko hipersensitif). Selain itu dapat
mengakibatkan pasien dengan ketoasidosis diabetes, dengan atau tanpa
koma. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan terapi insulin.
Bentuk sediaan glimepiride adalah tablet. Dalam menentukan dosis,
perlu diperhatikan kadar glukosa darah pasien dan HbA1c harus diukur
secara berkala untuk menetapkan dosis minimum yang efektif bagi pasien
tersebut dengan tujuan untuk mendeteksi kegagalan primer yaitu tidak
adanya penurunan berarti dari gula darah pada pemberian dosis maksimum
yang diperbolehkan. Kemudian mendeteksi kegagalan sekunder yaitu
hilangnya respon penurunan glukosa darah setelah adanya periode
keefektifan inisial.
Untuk dosis awal 1-2 mg satu kali sehari, diberikan bersamaan makan
pagi atau makanan utama yang pertama. Untuk pasien yang lebih sensitif
terhadap obat-obat hipoglikemik, dosis awal yang diberikan sebaiknya
dimulai dari 1 mg satu kali sehari, kemudian boleh dinaikkan (dititrasi)
dengan hati-hati. Sedangkan dosis pemeliharaan 1-4 mg satu kali sehari.
Dosis maksimum yang dianjurkan 8 mg satu kali sehari.
Jadi pemberian obat sudah sesuai karena pasien termasuk diabetes
mellitus tipe 2 dan pasien menderita sudah 6 bulan jadi diberi dosis
pemeliharaan dan dosis yang diberikan tepat yaitu 1 mg karena obat
glimepirid dapat diberikan dengan dosis 1-4 mg dan dosis maksimal 8 mg.
Tidak ditemukan efek samping pada penggunaan obat glimepiride
seperti gangguan pada saluran cerna seperti muntah, nyeri lambung dan
diare. Selain itu reaksi alergi seperti pruritus, erythema, urtikaria, erupsi
morbiliform atau maculopapular, reaksi ini bersifat sementara dan akan
hilang meskipun penggunaan glimepiride harus dihentikan.
Metformin
34
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan OHO yang
dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes
mellitus tipe II,penggunaannya bertujuan untuk menurunkan resistensi
insulin dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan. Dengan
demikian metformin diindikasikan sebagai obat pilihan pertama pada pasien
diabetes mellitus tipe II gemuk yang mana dasar kelainannya adalah
resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan
sulfonilurea akantetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan
sulfonilurea. Metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemia sedang
sulfonilurea sebagai obat yang bekerja sebagai hipoglikemik.
Mekanisme kerja metformin menambahup-take(utilisasi) glukosa
diperifer dengan meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap
insulin,menekan produksi glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi Fatty
Acid dan meningkatkan pemakaian glukosa dalam usus melalui proses non
oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk akan diekstraksi oleh hati dan
digunakan sebagai bahan baku glukoneogenesis. Keadaan ini mencegah
terjadinya efek penurunan kadar glukosa yang berlebihan. Pada pemakaian
tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.
RESPONDEN III
Responden sudah didiagnosis oleh dokter mengidap Diabetes Mellitus
tipe 2. Sebelum didiagnosis responden mengeluhkan keluhan yang sesuai
dengan teori yaitu pusing terkadang menjalar sampai ke tekuk kepala,
merasa kakinya tebal seperti kesemutan, pegal di kaki menjalar sampai ke
paha. Namun untuk tanda klasik dari diabetes melitulis yaitu polifagi,
polidipsi, dan poliuri responden mengaku tidak pernah merasakan hal
tersebut. Selain keluhan itu responden juga mengatakan bahwa sebelum
didiagnosis diabetes mellitus beliau pernah memiliki luka karena terkena
tetesan lilin saat membatik, luka tersebut tak kunjung sembuh dan bertambah
dalam, bedasarkan teori itu merupakan gejala dari diabetes mellitus yaitu
luka yang tidak kunjung sembuh. Hal tersebut dikarenakan kadar gula dalam
darah yang tinggi sehingga menyebabkan penurunan respon imun.
35
Responden mengaku bahwa sebelum didiagnosis diabetes mellitus beliau
setiap hari meminum minum manis dan tidak bisa menahan lapar menurut
dengan teori hal tersebut salah satu penyebab tingginya kadar gula dalam
darah. Setelah didiagnosis oleh dokter bahwa responden terkena diabetes
mellitus responden di beri edukasi oleh dokter untuk mulai menjaga pola
makannya, responden mengaku menjaga asupan gula yang dikonsumsi
dengan hanya memakai gula setengah sachet gula diabetasol untuk sehari
dan memakan banyak sayuran setiap harinya. Namun beliau masih tidak bisa
menjauhkan diri dari mengkonsumsi mendoan. Responden juga mengatakan
bahwa beliau juga rajin berolahraga, yaitu berjalan ketempat kerja. Menurut
dengan teori penatalaksanaan DM dapat dibagi menjadi empat yaitu
Edukasi, Terapi gizi medis, Latihan jasmani, dan Intervensi
farmakologis.
Menurut dengan teori komposisi makanan yang dianjurkan untuk diet
DM adalah karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%, dan protein 10-20%. Selain
itu juga penderita DM harus makan makanan yang mengandung natrium,
serat, dan pemanis alternatif atau tidak berkalori. Responden sudah
melakukan hal yang sesuai teori yaitu menggunakan gula yang rendah kalori
namun untuk pola makan responden belum sesuai dengan anjuran atau teori,
responden masih memakan makanan yang tinggi kalori seperti
mendoan.Penderita DM juga dianjurkan untuk berolahraga. Olahraga untuk
penderita diabetes mellitus haruslah CRIPE (Continuous, Rythmical,
Interval, Progressive, Endurance training) dimana olahraga yang terus
menerus dan mempunyai ritmik. Olahraga ini harus diawali dengan
pemanasan kurang lebih 5-10 menit dan olahraga yang terus menerus dan
ritmik (olaharaga inti) kurang lebih 20 menit. Pada responden, mengaku
setiap harinya berolahraga jalan menuju ketempat kerja, menurut dengan
teori itu bukanlah merupakan olaharaga yang dimaksudkan. Olahraga yang
dimaksudkan adalah olahraga yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu
CRIPE.
RESPONDEN IV
36
Penatalaksanaan diabetes mellitus mempunyai tujuan akhir untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes mellitus, target utamanya
untuk menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal, dan
untuk mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi
diabetes. Prinsip pengobatan pasien diabetes mellitus tipe 2 yaitu non
farmakologi dan farmakologi. Non farmakologi dapat dengan melakukan
penurunan berat badan (jika obesitas), memperbaiki pola makan (diet)
teratur sesuai dengan anjuran, dan olah raga yang teratur. Sementara terapi
farmakologi adalah dengan menggunakan terapi obat antidiabetik oral dapat
secara tunggal atau kombinasi.
Pada kasus pasien Ny. Kasani kali ini dengan diagnosa diabetes
mellitus tipe 2 ,hipertensi, dan flu. Dokter memberikan obat metformin,
glimepiride, dan deacolin. Pasien diberi metformin karena memiliki efek
samping hipoglikemi yang rendah dibandingkan dengan golongan lain dan
efektif menurunkan kadar glukosa darah dengan mekanisme kerjanya tidak
melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran
yaitu dengan meningkatkan transport glukosa, meningkatkan ambilan
glukosa dari otot dan jaringan lemak, menurunkan produksi glukosa hati
dengan menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan
memperlambat absorpsi glukosa di saluran gastrointestinal.
Selain metformin, pasien diberi glimepiride pula karena glimepiride
mempunyai efek farmakodinamiknya adalah mensekresi sedikit insulin dan
kemungkinan adanya aksi dari ekstra pancreas. Selain itu glimepiride cocok
untuk pasien yang berisiko tinggi yaitu usia lanjut, gangguan ginjal atau
yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini, glimepirid juga
lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan.
Pasien juga diberi deaacolin karena pasien mengalami flu. Deacolin
juga mengandung parasetamol untuk menurunkan demam. Efek samping
yang didapat juga mengantuk. Dalam teori penderita diabetes biasanya
memiliki gejala polifagi, polidipsi, poliuri, tetapi pasien Ny. Kasani tidak
memiliki gejala seperti teori hanya mengalami hipertensi dan gula darah
yang tinggi.
37
RESPONDEN V
Responden, yaitu bapak Satimin (75 tahun ) merupakan seorang
pensiunan PNS beralamat di Somagede dengan berat badan 60 kg, tinggi
badan 160 cm, dan tekanan darah pada pemeriksaan didapatkan 126/80
mmHg. Responden datang ke klinik Bunda untuk melakukan pemeriksaan
kadar glukosa darahnya yang dilakukan secara rutin setiap bulan sejak beliau
didiagnosis oleh dokter menderita diabetes mellitus tipe 2.
Beliau mengemukakan bahwa pada awalnya, merasakan rasa lemah
dan lemas yang sangat berat. Keluhan tersebut sudah dirasakan lama sampai
akhirnya beliau memeriksakan diri ke dokter terkait keluhannya. Keluhan
tersebut timbul secara mendadak tanpa diketahui penyebabnya.
Beliau juga tidak melakukan kegiatan apa pun dirumah, dia hanyan
melakukan kegiatan seperti jalan kaki saja. Beliau belum pernah meminum
obat sebelumnya untuk memperingan rasa sakitnya, tetapi beliau hanya
memijatnya dengan minyak yang hangat untuk mengurangi rasa sakitnya.
Setelah itu, beliau juga merasakan pegal-pegal pada punggung atau
pundaknya. Berat badan beliau dari dulu tetap, yaitu 60 kg. Tidak
ditemukannya keluhan lain seperti polifargi, poliuri, dan polidipsi.
Dari riwayat penyakit dahulu tidak ditemukan, riwayat penyakit
keluarga juga tidak ada. Dari riwayat sosial ekonominya, dia memeriksakan
diri ke klinik Bunda dengan menggunakan askes, karena responden adalah
pensiunan PNS. Dari kebiasaan sehari-harinya, bapak Satimin makan sesuai
anjuran dokter, mengurangi makan makanan berlemak, manis, dan berkalori
tinggi. Minumnya sudah cukup, yaitu lebih dari 8 gelas perhari. Beliau juga
berolahraga aerobik seperti jalan kaki dengan intensitas sedang. Beliau
tidurnya juga tutup.
Dari pemeriksaan kadar glukosa darah waktu pertama kali diagnosis
yaitu 210 mg/dl.Pemeriksaan glukosa plasma puasa adalah 126 mg/dl,
sedangkan glukosa plasma 2 jam post prandial adalah 176 mg/dl. Tekanan
darahnya stabil yaitu tetap 126/80 mmHg.
Setelah itu, praktikan memberikan edukasi mengenai pengaturan diet
pada penderita diebetes mellitus, meliputi jenis, jumlah, dan jadwal makanan
yang harus dikonsumsi. Praktikan juga memberi informasi mengenai kadar
38
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial dalam kadar normal. Praktikan
juga menginformasikan makanan yang dianjurkan dan dilarang untuk
dikonsumsi. Bapak Satimin sangat antusias dan sangat berterima kasih, serta
berniat untuk melaksanakan saran dari praktikan. Beliau juga menanyakan
beberapa makanan yang dikonsumsinya apakah tergolong yang
diperbolehkan atau tidak untuk dikonsumsi.
Selama ini, Bapak Satimin sangat mengikuti anjuran dokter dan
menjaga dietnya dengan baik, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
darah puasa dan 2 jam post prandial dalam kadar normal. Dokter
memberikan obat glimepirid 1 mg 1x sehari 15 menit sebelum makan, dan
metformin 500 mg2x sehari setelah makan pagi dan siang hari.
Glimepiride
Glimepiride merupakan obat golongan sulfonylurea untuk pengobatan
diabetes melitus tipe II, diresepkan sebagai tambahan pada diet dan olahraga.
Selain itu menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang tubuh
memproduksi insulin lebih banyak.
Kontraindikasi dari glimepiride adalah pasien yang hipersensitif
terhadap obat ini, obat-obat golongan sulfonamida lain, atau bahan-bahan
tambahan lain (yang menimbulkan resiko hipersensitif). Selain itu dapat
mengakibatkan pasien dengan ketoasidosis diabetes, dengan atau tanpa
koma. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan terapi insulin.
Bentuk sediaan glimepiride adalah tablet. Dalam menentukan dosis,
perlu diperhatikan kadar glukosa darah pasien dan HbA1c harus diukur
secara berkala untuk menetapkan dosis minimum yang efektif bagi pasien
tersebut dengan tujuan untuk mendeteksi kegagalan primer yaitu tidak
adanya penurunan berarti dari gula darah pada pemberian dosis maksimum
yang diperbolehkan. Kemudian mendeteksi kegagalan sekunder yaitu
hilangnya respon penurunan glukosa darah setelah adanya periode
keefektifan inisial.
Untuk dosis awal 1-2 mg satu kali sehari, diberikan bersamaan makan
pagi atau makanan utama yang pertama. Untuk pasien yang lebih sensitif
terhadap obat-obat hipoglikemik, dosis awal yang diberikan sebaiknya
dimulai dari 1 mg satu kali sehari, kemudian boleh dinaikkan (dititrasi)
39
dengan hati-hati. Sedangkan dosis pemeliharaan 1-4 mg satu kali sehari.
Dosis maksimum yang dianjurkan 8 mg satu kali sehari.
Jadi pemberian obat sudah sesuai karena pasien termasuk diabetes
mellitus tipe 2 dan pasien menderita sudah 6 bulan jadi diberi dosis
pemeliharaan dan dosis yang diberikan tepat yaitu 1 mg karena obat
glimepirid dapat diberikan dengan dosis 1-4 mg dan dosis maksimal 8 mg.
Tidak ditemukan efek samping pada penggunaan obat glimepiride seperti
gangguan pada saluran cerna seperti muntah, nyeri lambung dan diare.
Selain itu reaksi alergi seperti pruritus, erythema, urtikaria, erupsi
morbiliform atau maculopapular, reaksi ini bersifat sementara dan akan
hilang meskipun penggunaan glimepiride harus dihentikan.
Metformin
Metformin adalah golongan dimetil biguanide merupakan OHO yang
dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes
mellitus tipe II,penggunaannya bertujuan untuk menurunkan resistensi
insulin dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan. Dengan
demikian metformin diindikasikan sebagai obat pilihan pertama pada pasien
diabetes mellitus tipe II gemuk yang mana dasar kelainannya adalah
resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan
sulfonilurea akantetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan
sulfonilurea. Metformin dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemia sedang
sulfonilurea sebagai obat yang bekerja sebagai hipoglikemik. Mekanisme
kerja metformin menambahup-take(utilisasi) glukosa diperifer dengan
meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin,menekan produksi
glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi Fatty Acid dan meningkatkan
pemakaian glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif.
40
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan field lab yang dilakukan di “klinik Bunda” untuk mengetahui
pelayanan pasien diabetes melitus dan melakukan edukasi kepada pasien.
Selanjutnya kita melakukan observasi kepada pasien yang telah berpuasa
dan diperiksa untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa,kemudian pasien
di beri snack, 2 jam kemudian di periksa kembali glukosa darahnya. Pasien
kemudian diberi obat diabetes dan keluhan lain yang menyertai dari “klinik
Bunda”. Setelah itu kami memberi edukasi tentang diet diabetes melitus
kepada pasien. Di samping itu kita juga melihat sistem pelayanan yang
diberikan oleh klinik Bunda terhadap pasien diabetes. Beberapa hambatan
kami temukan tetapi kami dapat mengatasinya dengan bimbingan dosen.
Selain itu kita mendapatkan ilmu tambahan yaitu bagaimana berkomunikasi
yang baik dengan pasien dan meyakinkan pasien tentang apa yang kami
ungkapkan yaitu tentang diet diabetes melitus. Dari pasien diabetes melitus
yang kami dapatkan sebegian besar karena faktor keturunan dan beberapa
karena faktor lingkungan atau pola hidup. Pasien juga sebagian besar sudah
peduli dengan penyakit mereka, yaitu dibuktikan dengan mereka mau
mengontrolkan diri ke klinik Bunda dan mau mengatur pola hidupnya
dengan mengikuti saran dari dokter yang memeriksa.
B. Saran
1. Alur penerimaan pasien field lab lebih di tata.
2. Pelaksanaan field lab jangan di satu tempat saja, tetapi seharusnya
dilakukan ditempat lain agar semua mahasiswa mendapatkan pasien.
3. Tempat wawancara dikondisikan, seperti di tempat kan diruangan khusus.
41
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Ptrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. IDI Maj Kedokt
Indon.
Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta:
Kanisius
PERKENI. 2011. Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melltus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta
Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta: EGC
42