laporan hasil analisa batuan induk
DESCRIPTION
laporan hasil dari penganalisaan batuan induk yang ada pada cekungan jawa timur utara , formasi ngrayong dan ngimbangTRANSCRIPT
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batuan Induk (Source Rock) adalah batuan karbonat yang berasal dari zat-zat
organic yang terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon seperti
selayaknya. Justru karbonat terendapkan dan menjadi batu. Contoh dari batuan source rock
adalah batu gamping, dan kini telah di temukan hidrokarbon yang terbentuk dari batu bara.
Untuk menjadi source rock ada 3 faktor yang mempengaruhi. Yaitu :
TOC ( total organic karbon ) merupakan kuantitas dari karbon organic yang
terendapkan dalam batuan tersebut. Semakin tinggi nilai OC maka akan semakin baik
source rock tersebut dan kemungkinan terbentuknya hidrokarbon akan semakin tinggi.
TOC yang dapat menghasilkan adalah di atas 1 % .
Kerogen merupakan kualitas dari carbon organic yang terendapkan dala batuan
tersebut. Keregon akan menentukan hidrokarbon yang akan di bentuk. Kerogen ada
beberapa tipe . diantaranya :
Kerogen tipe I
- Terbentuk di perairan dangkal
- Berasal dari algae yang bersipat lipid
- H/C > 1.5 dan O/C < 0,1
- Menghasikan minyak
Kerogen tipe II
- Terbentuk di marine sedimen
- Berasal dari algae dan protozoa
- H/C antara 1,2 – 1,5 dan O/C antara
0,1-0,3
- Menghasilkan minyak dan gas
Kerogen tipe III
- Terbentuk di daratan
- Berasal dari tumbuhan daratan
- H/C < 1,0 dan O/C > 0,3
- Menghasilkan gas
Kerogen tipe IV
- Telah mengalami oksidasi sebelum
terendapkan , sehingga kandungan karbon
telah terurai sebelum terendapkan
- Tidak menghasilkan hidrokarbon
Nama : M Lukman Baihaqi Page 1Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Maturity atau pametangan adalah proses perubahan zat-zat organic menjadi
hidrokarbon. Proses pematangan di akibatkan kenaikan suhu di dalam permukaan bumi.
Maturity di bagi 3. Yaitu :
Immature adalah sourcerock yang belum mengalami perubahan menjadi hidrokarbon
Mature adalah source rock yang sedang mengalami perubahan menjadi hidrokarbon
Overmature adalah source rock yang telah mengalami pematangan menjadi
hidrokarbon.
1.2 Maksud dan Tujuan
MMaksud dan tujuan dari praktikum geologi minyak dan gas bvumi acara analis
abatuan induk adalah :
Aagar praktikan dapat mengetahui cara dan tahapan dalam emlaukkan analisa dari
suatu batuan induk melalui 2 metode yaitu metode langsung dan tidaak lansung , acara ini
juga dimaksudkan agar praktikan dapat menginterpretasi hasil dari analisanya .
Nama : M Lukman Baihaqi Page 2Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
1.3 Dasar Teori
ANALISA JUMLAH ORGANIK DALAM BATUAN INDUK
Jumlah material organic yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan sebagai
Karbon Organik Total (TOC). Analisa ini cukup murah, sedrhana dan cepat biasanya
memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organic, jumlah yang
lebih kecil dari satu gram cukup.
Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganalisis karbon, Leco
Carbon Analyser.
ANALISA KEMATANGAN BATUAN INDUK
Tingkat Kematangan Minyak Bumi
Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu.
Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam waktu
yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis minyak
bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk, semakin
tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis
berat, minyak bumi ringan, kondensat dan pada akhirnya gas.
Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam proses
pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan lamanya proses
pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk, sehingga suatu
batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi temperature yang
rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam skala waktu tertentu.
Dari hasil suatu reset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperature pembentukan
minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relative
memerlukan temperature yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 3Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) :
1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat aktivitas bekteri tidak ada minyak
yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi merupakan zat pengotor atau hasil dari suatu
migrasi.
2. Zona II : merupakan aal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk pada
zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondensat. Adanya pertambahan konsentrasi
minyak menyebabkan minyak bumi terus mengalami pengenceran, tetapi belum dapat
terbebaskan dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui,
proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang.
3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari
batuam induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi. Dengan
bertambahnya tingkat pematangan maka minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.
4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondensat gas basah.
5. Zona V : merupakan zona akhir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat organic
akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat karbonasi. Perubahan yang terjadi
sebagai akibat penambahan panas dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batubara
dapat bersifat kimia dan fisika, seperti diuraikan Bissada (1986) sebagai berikut :
Daya pantul cahaya dari partikel vitrinit akan meningkat secara eksposnensial.
Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
Adanya peningkatan mutu batubara, dengan kandungan volatile akan berkurang.
Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon akan
berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan hydrogen / karbon
akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).
Nama : M Lukman Baihaqi Page 4Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
1. Analisa Pantulan Vitrinit.
Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya
pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organic,
terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung
untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan
daya pantul ini merupakan fungsi temperature artinya dengan perubahan waktu pemanasan
dan temperature akan menyebabkan warna vitrinit berubah dibawah sinar pantul.
Cara penganalisaan pantul vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan dari
kedalaman tertentu diletakkan diatas kaca preparat dan direkatkan dengan epoxyresin.
Kemudian digosokkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan terakhir dengan
menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam minyak immerse
(indeks bias = 1,516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan
digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan
suatu standart yang terbuat dari gelas. Table dibawah mempelihatkan hubungan antara nilai
pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon (Tissot and Welte 1978).
VITRINIT REFLECTION (Ro) HIDROCARBON TYPE
0,33 – 0,35
0,35 – 0,66
0,66 – 0,80
0,80 – 1,30
1,30 – 1,60
1,60 – 2,00
> 2,00
Biogenic gas
Biogenic gas and oil immature
Immature oil
Mature oil
Mature oil,condensate, wet gas
condensate, wet gas
Petrogen Oic methane gas
Nama : M Lukman Baihaqi Page 5Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
2. Analisa Indeks Warna Spora
Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan zat organik dengan menggunakan
mikro fosil dari sekelompok spora dengan serbuk sari. Analisa ini dilakukan dengan cara
contoh kerogen yang diperlukan dari keratin bor diuraikan dengan cairan asam kemudian
contoh spora atau tepung sari ini diletakkan pada kaca preparat dan diamati tingkat
warnanya dengan suatu skala waena melalui mikroskop.
Kesulitan dalam analisa indeks warna spora ini terkadang timbul dalam hal dalam
membanfingkan tingkat warna dari suatu contoh spora atau tepung sari dengan warna
stndart tertentu. Keterbatasan lainnya adalah bahwasanya tingkat warna spora akan sangat
tergantung pada ketebalan dindingnya, pada beberapa jenis sporaefek panas yang
mengenainya terkadang tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Tabel dibawah
memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat
kematangannya.
SC
I
PALYNOMORPH COLOUR MATURITY DEGREE
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pale Yellow
Yellow
Yellow
Gold Yellow
Orange to Yellow
Orange
Brown
Dark Brown
Dark Brown to Black
Black
Immature
Immature
Transition to mature
Transition to mature
Mature
Optimum Oil Generation
Optimum Oil Generation
Mature, gas condensate
Over Mature, Dry gas
Over Mature, Dry gas (traces)
Nama : M Lukman Baihaqi Page 6Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
3. Indeks Pengubahan Thermal
Metode ini menggunakan penentuan warna secara visual dari pollen (sebuk kepala
putik) dari zat organik lainnya, dari warna kuning, coklat sampai hitam. Klasifikasi ini
dihubungkan langsung dengan pembentukan atau pematangan minyak dan gas bumi.
Identifikasi Kematangan Berdasarkan Pyrolisis
Metode Analisis
Alat yang dipergunakan untuk ini adalah rock – eval. Didalam pyrolisis, sejumlah
kecil bubuk sample (biasanya sekitar 5 – 100 mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya
oksigen dari suatu temperatur awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C.
Selama pemanasan berlangsung dua jenis hidrokarbon dikeluarkan dari batuan.
Hidrokarbon pertama, yang keluar sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang sudah ada
dalam batuan. Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstraksi dengan
mempergunakan pelarut. Detector pada rock – eval akan merekam hal ini dan dapat
menggambarkannya dalam bentuk S1 pada kertas pencatat. Dengan menerusnya
pemanasan, aliran hidrokarbon yang sudah ada didalam batuan mulai berkurang. Pada
temperature 3500 C jenis hidrokarbon jenis kedua mulai muncul. Aliran kedua ini mencapai
4200 C dan 4600 C, yang kemudian menurun sampai akhir pyrolisis. Hidrokarbon kedua ini
disebut S2, merupakan hidrokarbon yang terbentuk dari kerogen didalam rock – eval
karena penguraian bahan kerogen. S2 dianggap sebagai indicator penting tentang
kemampuan kerogen memproduksi hidrokarbon saat ini.
Selama pyrolisis, karbon dioksida juga dikeluarkan dari kerogen. Karbon dioksida
ini ditangkap oleh suatu perangkap selama pyrolisis berlangsung dan kemudian dilepas
pada detector kedua (direkam sebagai S3) setelah semua pengukuran hidrokarbon selesai.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 7Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Jumlah karbon dioksida yang didapat dari kerogen yang dikorelasaikan dengan jumlah
oksigen yang tinggi berkaitan dengan material yang berasal dari kayu selulosa atau oksida
tinggi selama diagenesis, maka kandungan oksigen tinggi didalam kerogen merupakan
indicator negative potensial sumber hidrokarbon.
Pyrolisis Tmax
Parameter Tmax adalah temperatur puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur
pyrolisis dibunakan sebagai indicator kematangan, sebab jika kemtangan kerogen
meningkat, temperature yang menunjukkan laju maksimum pyrolisis terjadi juga meningkat
atau dengan kata lain jika Tmax makin tinggi batuan semakin matang. Demikin pula halnya
dengan ratio S1 / (S2 + S3) yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production
Index) dan juga parameter Tmax. Untuk hubunagn antara transportation ratio dan
Tmaxdengan kematangan dapat dilihat pada table dibawah ini.
S1 / (S1 +S2)
(mg / gr atau kg / ton)
Tingkat Kematangan
< 0,1
0,1 – 0,4
> 0,4
Belum matang
Matang (oil window)
Lewat matang (gas window)
Tabel Hubungan antara transportation ratio dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide
Tissot & Welte 1978)
Tmax ( 0 C) Tingkat Kematangan
400 – 435
435 – 460
> 460
Belum matang
Matang (oil window)
Lewat matang (gas window)
Nama : M Lukman Baihaqi Page 8Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Tabel Hubungan antara Tmax dengan kematangan (Espilatie etal 77 Vide Tissot & Welte
1978
S1 / (S1 +S2)
(mg / gr atau kg / ton)
Potensial
0,00 – 1,00
1,00 – 2,00
2,00 – 6,00
6,00 – 10,00
10,00 – 20,00
> 20,00
Poor
Marginal
Moderate
Good
Very good
Excellent
Tabel Klasifikasi S1 +S2 (HY) (Espilatie etal 77 Vide Tissot & Welte 1978)
ANALISA TIPE MATERIAL ORGANIK
Tipe-tipe bahan organic dalam batuan induk
Hampir seluruh bahan organic dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama yaitu
Sapropelic dan Humic (POTONIE, 1908), istilah Spropelic menunjukkan hasil dekomposisi
dari lemak, zat organic lipid yang diendapkan dalam lumpur bawah air (Laut dan Danau)
pada komposisi oksigen terbatas.
Istilah humic menjelaskan hasil dari pembentukan gambut, dan pada umumnya
berasal pada mulanya menunjukkan bahan organic dan serpih minyak yang menjadi minyak
akibat pematangan thermal.
Sekarang kerogen didefinisikan sebagai bahan organic yang tidak dapat larut dalam
asam non oksidasi, basa dan pelarut organic (HUNT, 1979), sekitar 80-99% kandunagn
bahan organic pada batuan induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 9Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Dalam diagram van krevelen yang dimodifikasi Tissot (1974) dan ahli lainya
(North, 1985), ia menggambarkan jalur evolusi pematangan (Evolusi thermal), 4 tipe
kerogen yaitu :
Tipe 1
Merupakan tipe tinggi, berupa sedimen-sedimen alga, umumnya merupakan
endapan danau, mengandung bahan organic sapropelic. Rasio atom H : C sekitar 1.6
– 1.8. Kerogen ini cenderung menghasilkan minyak (oil prone).
Tipe 2
Kerogen tipe ini merupakan tipe intemediet, umumnya merupakan endapan-
endapan tepi laut. Bahan merupakan campuran antara bahan organic asal darat dan
laut, rasio atom H : C sekitar 1.4. tipe ini juga menghasilkan minyak (oil prone).
Tipe 3
Kerogen ini mengandung bahan organic Humic yang berasal dari darat, yakni dari
tumbuhan tingkat tinggi (ekivalen vitrinite pada batubara). Rasio antara atom H : C
adalah0.1. tipe ini cendurung untuk membentuk gas ( gas prone).
Tipe 4
Tipe ini bahan organiknya berasal dari berbagai sumber, namun telah mengalami
oksidasi, daur alterasi. Bahan organiknya yang lembam (inert) miskin hydrogen
(rasio atom H:C kurang dari 0,4) dan tidak menghasilkan hidrokarbon.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 10Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pembahasan Analisa Sumur "gamma" Metode Langsung
Analisa grafik TOV vs Depth
Berdasarkan grafik yang didapatkan dari hasil TOC dan kedalaman dari sumur
didapatkan pada formasi Kujung dengan litologi batugamping memiliki nilai Toc 1,07 –
1,29 yang berarti nilainya baik ( Peter & Cassa ) dan apada formasi Ngimbang bernilai
antara 1,06 – 1,43 yang juga memiliki nilai baik ( Peter &Cassa ) total kandungan karbon
terbanyak terletak apda formasi Ngimbang dengan kedalaman 3195 – 3205 dan terendah
pada formasi Ngimbang kedalaman 3165 – 3175.
Analisa Grafik PY vs TOC
Pda hasil analisa grafik ini didapatkan bahwa PY dari kedua formasi bernilai 7,86 –
9,11 daa TOC nya bernilai antara 1,00 – 1, 43 dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa total
kandungan karbon organic pada sumur ini berkisar antara sedang – baik ( Peters & Cassa )
Analisa grafik HI vs OI
Pada hasil analisa antara nilai hydrogen index dan nilai oksigen index pada formasi
kujung dan ngimbang memiliki kerogen tipe II yang akan menghasilkan minyak.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 11Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Analisa grafik Depth VS RO
Pada hasil analisa grafik diatas didapatkan bahwa formasi kujunng memiliki tingkat
kematangan antara early mature hingga late mature sedangkan pada formasi Ngimbang
memiliki tingkat kematangan antara Late mature hingga post mature.
II.2 Pembahasan Analisa Sumur dengan Metode Tidak Langsung
Pada analisa dengan metode tidak langsung didapatkan bahwa pada formasi
wonocolo memiliki warna polymonor antara kuning hingga kuning keemasan yang berarti
memiliki tingkat kematangan immature – transisi mature dan pada formasi ngarayong
memiliki warna kuning keemasan yang memiliki tingkat kematangan transisis immature .
menurut hasil pengeplotan nilai nilai komposisi kerogennya pada formasi wonocolo
didapatkan berupa oil dan pada formasi ngrayong didpatkan berupa oil dan wet gas.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 12Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
BAB III
KESIMPULAN
Tingkat kematangan dikontrol oleh proses yang berkaitan dengansuhu dan
waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam
waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis
minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk,
semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak bumi
jenis berat, minyak bumi jenis ringan, kondesat dan pada akhirnya gas.
Pada hasil analisa sumur gamma didapatkan bahwa sumur ini memiliki jumalah
kandungan total karbon yang bernilai baik menurut ( Peters dan Cassa ) ,tipe kerogen yang
terdapat pada kedua sumur adalah kerogen tipe II yna gmemiliki potensi untuk
menghasilkan minyak.Tingkat kemtangan dari dari kandungan hidrokarbon pada kedua
sumur adalah early mature hingga post mature .
Sedangakn analisa melalui metode tidak langsung didapatkan bahwa pada formasin
ngrayong dan wonocolo memiliki warna polynomorph kuning – kuning keemasan yang
berarti hidrokarbon pada sumur tersebut masih dalam tingkat immature – transition
matuere.
Nama : M Lukman Baihaqi Page 13Nim : 111.110.096Plug 7
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi
Nama : M Lukman Baihaqi Page 14Nim : 111.110.096Plug 7