laporan hasil kajian - kemenkeu.go.id trade agreement (fta... · beberapa skema fta/epa sebagai...

91
LAPORAN HASIL KAJIAN Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra Jilid 2 Tim Kajian Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral 2013

Upload: haphuc

Post on 17-Sep-2018

242 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL KAJIAN

Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership

Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus

Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra

Jilid 2

Tim Kajian Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral

2013

1

Daftar Isi

Daftar Akronim

Bab 1 Ikhtisar Hasil Kajian 2012

Bab 2 Latar Belakang Kajian 2013

Bab 3 Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja Indonesia

Bab 4 Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area

Bab 5 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area

Bab 6 Analisis Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia

Bab 7 Catatan Akhir

Daftar Referensi

2

Daftar Akronim

AANZFTA ASEAN – Australia New Zealand Free Trade Area

ACFTA ASEAN – China Free Trade Area

AEUFTA ASEAN – Uni Europe Free Trade Area

AFTA ASEAN Free Trade Area

AIFTA ASEAN – India Free Trade Area

AJCEP ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership

AKFTA ASEAN – Korea Free Trade Area

ASEAN Association of South-East Asian Nations

ASEM Asia–Europe Meeting

B to B Business to Business

CGE Computable General Equilibrium

CIF Cost, Insurance and Freight

DGTEC Directorate General for Trade of the European Commission

EFTA European Free Trade Association

EPA Economic Partnership Agreement

EU European Union (Uni Eropa)

FDI Foreign Direct Investment

FOB Free On Board

FTA Free Trade Agreement

G to G Government to Government

GTAP Global Trade Analysis Project

IJEPA Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement

IO Input-Output (merujuk Tabel Input-Output, data statistik)

Kemendag Kementerian Perdagangan

MFN Most Favour Nation

3

OKI Organisasi Konferensi Islam

PIB Pemberitahuan Impor Barang

PKRB Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral

RCA Dinamis Dynamic Revealed Comparative Advantage

RCA Revealed Comparative Advantage

RCEP Regional Comprehensive Economic Partnership

SITC Standard International Trade Classification

WDI World Development Indicators

4

1111 Ikhtisar Hasil Kajian 2012

Pada 2012 telah dilakukan kajian oleh Tim Kajian di Pusat Kebijakan Regional

dan Bilateral (PKRB) untuk melakukan kajian tentang Free Trade Agreement

(FTA) dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA)1, dan pengaruhnya

terhadap arus perdagangan dan investasi dengan negara mitra. Penelitian

difokuskan untuk melakukan evaluasi atas dampak EPA/FTA yang telah

terjadi serta melakukan analisis ex-ante untuk mengestimasi dampak potensial

suatu FTA/EPA yang akan dilakukan (dalam proses persiapan/negosiasi)

terhadap arus perdagangan dan investasi. Hasil kajian diharapkan untuk dapat

1 Free Trade Agreement (FTA) atau Perjanjian Perdagangan Bebas ialah perjanjian internasional bagi

penghapusan tarif yang dibebankan antara negara atau kawasan dan untuk menghapus peraturan

dalam bidang penanaman modal asing pada bidang jasa perdagangan. Sedangkan Economic

Partnership Agreement (EPA) atau Perjanjian Kerja sama Ekonomi ialah perjanjian yang

memperkokoh kerjasama ekonomi dengan negara dan kawasan lain di berbagai bidang dengan

pembebasan/memfasilitasi bergeraknya sumber daya manusia, barang dan modal, berpusat pada

FTA. Jadi EPA merupakan skema kerja sama perluasan kerja sama FTA. (Dikutip dari

http://www.jetro.go.jp/indonesia/jiepa/index.html/BrosurEPAind2009.pdf)

5

menjadi bahan masukan bagi penentuan kebijakan dan posisi Indonesia dalam

berbagai skema perjanjian perdagangan internasional.

Dalam kajian tahun 2012, telah dilakukan analisis terhadap beberapa skema

FTA dan EPA dengan berbagai metode analisis, yaitu:

1. Analisis deskriptif untuk memetakan berbagai dampak FTA/EPA Indonesia

dengan negara mitra dengan menggunakan data-data perdagagan

internasional. Dengan analisis deskriptif ini diharapkan mampu

mendapatkan gambaran perubahan struktur perdagangan Indonesia

dengan negara mitra sebelum dan sesudah FTA/EPA;

2. Studi kasus: evaluasi dampak FTA/EPA (telah/akan berjalan). Beberapa

metode analisis dampak yang mungkin dilakukan:

a. Metode kuantitatif, yaitu dengan melakukan estimasi FTA preferential

indicators dan FTA trade and welfare indicators sebagaimana yang

disarankan oleh Plummer et al. (2010) untuk mengevaluasi

pemanfaatan skema tarif ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN –

China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN – Korea Free Trade Area

(AKFTA), Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA),

dan ASEAN – India Free Trade Area (AIFTA).

b. Metode ekonometri runtun waktu ARIMA untuk mengevaluasi dampak

ACFTA dan IJEPA terhadap volume perdagangan Indonesia dan negara

mitra.

c. Komparasi tarif antarnegara dalam database GTAP8 dan Simulasi Model

Computable General Equilibrium (CGE) Global Trade Analysis Project

(GTAP) untuk menganalisis dampak AFTA, AIFTA, dan ASEAN-Japan

Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).

3. Analisis daya saing komoditas Indonesia dalam ASEAN – Australia New

Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dengan menggunakan Revealed

Comparative Advantages (RCAs) dinamis (Balassa, 1965; Edwards &

Schoer, 2001b).

6

4. Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan pendalaman permasalahan

dengan diskusi dengan para pakar dan stakeholders.

Sebagai referensi bahwa sampai dengan saat ini, Indonesia telah terlibat dalam

beberapa skema FTA/EPA sebagai berikut:

Tabel-1: Perkembangan Implementasi FTA oleh Indonesia

No. FTA Regional FTA Entry

Into Force

Indonesia Entry

Into Force

1. ASEAN FTA 2002 2002

2. ASEAN-China FTA 2004 2004

3. ASEAN-Korea FTA 2007 2007

4. ASEAN-India FTA 2010 2010

5. ASEAN-Australia-New Zealand FTA 2010 2012

6. ASEAN-JAPAN Comprehensive Economic Partnership 2010 -

No. FTA Bilateral Entry Into Force

1 Indonesia-Japan Economic Partnership 2007

Sumber: Kajian FTA BKF

Hal-hal yang menjadi temuan menarik dalam kajian tersebut dapat

diikhtisarkan sebagai berikut:

1. Bahwa selama periode 2000-2010 telah terjadi peningkatan arus

perdagangan yang sangat pesat, baik dilihat dari nilai ekspor maupun

impor, walau pun jika dilihat dari nilai surplus justru mengalami

penurunan (Lihat Gambar-1).

7

Gambar-1: Perkembangan Arus Perdagangan Indonesia 2000-2010

Perkembangan ini pun telah merubah struktur perdagangan Indonesia,

baik dari sisi komposisi jenis komoditas yang diperdagangkan baik ekspor

atau pun impor; serta perubahan komposisi mitra dagang utamanya.

Sebagaimana terlihat dalam Tabel-2, ekspor utama Indonesia pada tahun

2000 merupakan produk manufaktur yaitu mesin dan peralatan listrik,

pada tahun 2010 digantikan oleh produk pertambangan, yaitu bahan bakar

mineral. Sementara untuk negara tujuan ekspor, terjadi lonjakan yang

teramat besar bagi China, yang sebelumnya merupakan negara tujuan

ekspor ke-5 di tahun 2000 menjadi negara tujuan ekspor ke-2 di tahun

2010. China juga menjadi negara asal impor terbesar Indonesia pada tahun

2010, padahal pada tahun 2000 hanya menempati urutan ke-5.

8

Tabel-2: Perubahan Struktur Perdagangan Indonesia

2000 2010

Struktur

komoditas

ekspor

utama

Mesin & peralatan listrik 14% Bahan bakar mineral 15%

Mesin2 & pesawat mekanik 8% Lemak & minyak hewan/nabati 13%

Kertas/karton 5% Mesin & peralatan listrik 8%

Lemak & minyak hewan/nabati 4% Karet & brg dr karet 7%

Karet & brg dr karet 3% Bijih, kerak & abu logam 6%

Struktur

komoditas

impor

utama

Mesin2 & pesawat mekanik 17% Mesin2 & pesawat mekanik 17%

Bahan kimia organik 9% Mesin & peralatan listrik 14%

Kendaraan dan bagiannya 7% Besi & baja 6%

Mesin & peralatan listrik 5% Bahan kimia organik 5%

Besi & baja 5% Kendaraan dan bagiannya 5%

Struktur

negara

utama

tujuan

ekspor

Japan 23.20% Japan 17.20%

USA 13.64% China 10.42%

Singapore 10.50% USA 9.46%

South Korea 6.95% Singapore 9.15%

China 4.46% South Korea 8.39%

Taiwan 3.83% India 6.61%

Struktur

negara

utama asal

impor

Japan 17.30% China 16.05%

Singapore 12.15% Singapore 15.95%

USA 10.87% Japan 13.36%

South Korea 6.68% USA 7.40%

China 6.55% Malaysia 6.81%

Australia 5.43% South Korea 6.05%

Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012

2. Hasil evaluasi utilization rate terhadap FTA yang sudah berlangsung

menunjukkan hasil yang relatif rendah. Semakin tinggi utilization rate,

semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif

preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan

menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif most favour

nation (MFN). Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna

9

bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang

semakin tidak menjadi penghambat.

Tabel-3: Hasil estimasi utilization rate tiap FTA

Skema FTA Utilisation rate

AFTA 30,43%

ACFTA 35,98%

AKFTA 33,61%

IJEPA 32,65%

AIFTA 6,05%

Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012

Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase

importasi yang menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara

lain:

(a) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan

tarif MFN tidak signifikan.

(b) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif

preferensial dianggap cukup menyulitkan (compliance cost tinggi).

(c) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam

data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dalam hal importasi

menggunakan beberapa skema fasilitas.

3. Sementara itu, analisis menggunakan metode forecasting ekonometrik

ARIMA (Gujarati, 2009) untuk melihat dampak IJEPA dan ACFTA terhadap

pertumbuhan ekspor/impor Indonesia dan negara mitra dengan

membandingkan hasil peramalan (tanpa skema FTA) dengan data riil

setelah adanya FTA maka dapat diestimasi besarnya dampak FTA. Dengan

melakukan evaluasi dua skema FTA: IJEPA dan ACFTA maka didapati

bahwa skema FTA berhasil secara signifikan meningkatkan volume

ekspor/impor Indonesia dan negara mitra.

10

4. Analisis dampak AFTA, AIFTA dan AJCEP dengan menggunakan

menggunakan data GTAP8 dan simulasi liberalisasi perdagangan dengan

menggunakan model CGE GTAP diperoleh informasi sebagai berikut:

(a) Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat

ditemukan bahwa liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, semua

komoditas tarif impornya telah nol. Thailand masih memiliki struktur

tarif impor yang tinggi dan beragam, hal ini mengindikasikan bahwa

Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi

ini diikuti oleh Cambodia dan Vietnam. Secara bilateral, Cambodia dan

Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Indonesia termasuk yang

cukup liberal struktur tarif impornya.

(b) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN

memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan

Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun

demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi,

mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade

balance) Indonesia. Selain itu, term of trade Indonesia juga menurun.

(c) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk

impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak

dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang

menonjol dilindungi oleh India ialah komoditas hasil pertanian dan

komoditas olahan pertanian, tercermin dari tarif impor yang relatif

tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya

relatif moderat. Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India,

hanya beberapa produk yang memiliki tarif impor dari India di atas

10% yaitu: motor vehicles and parts, sugar, rice (paddy processed),

beverages and tobacco products, dan wearing apparels. Sementara

impor India dari Indonesia masih relatif tertutup.

11

(d) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan

ASEAN-India memiliki dampak positif terhadap Indonesia untuk

semua indikator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia

baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan

term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi

dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan

pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga

relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore.

Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara

umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang

dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun India.

(e) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang

masih dikenakan tarif impor untuk melindungi komoditas domestik

Japan. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestik paddy

rice dan processed paddy dengan mengenakan tarif di atas 500% untuk

impor komoditas sejenis dari Thailand. Dengan Indonesia, Japan telah

relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin

hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa

komoditas yang dikenakan tarif impor di atas 10%, yaitu: dairy

products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and

nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relatif

terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas

impor dari Japan yang dikenai tarif di atas 10% adalah: beverages and

tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport

equipment nec., dan wood products.

(f) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan

ASEAN-Japan menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume

arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi

menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan

impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk

12

liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di

keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit

mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca

perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya

negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari

prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke

neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak

skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan

penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara

ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya,

baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level

keseluruhan ASEAN-Japan.

5. Dari forum Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para stakeholder

baik dari sesama pengambil kebijakan maupun para pakar dan akademisi

dari berbagai kampus diperoleh beberapa informasi tambahan:

(a) Ekspor Indonesia masih dominan dari komoditas yang bersumber dari

alam (natural resources), bukan hasil inovasi atau industrialisasi.

Keunggulan ini boleh saja dipertahankan akan tetapi secara alamiah

akan berkurang.

Gambar-2: Perbedaan Struktur Ekspor: Ditentukan Daya Saing

13

Sumber: WDI (2011) diolah Saparini (2012)

(b) Struktur tarif Indonesia sudah relatif sangat terbuka jika dibandingkan

dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia. Secara rata-rata,

tarif bea masuk Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan

dengan India, Vietnam, Japan, Thailand, dan China baik untuk produk

pertanian maupun untuk produk nonpertanian (Lihat Tabel-4).

Tabel-4: Tarif Bea Masuk Beberapa Negara (Saparini, 2012)

Kelompok Produk India Vietnam Japan Thailand China Indonesia

Produk hewan 31,6 20,1 13,9 30,5 14,7 4,4

Produk susu 33,8 21,9 169,3 22,6 12,0 5,5

Buah, sayur, tanaman 29,7 30,6 12,7 31,5 14,8 5,9

Kopi, teh 56,1 37,9 15,6 30,8 14,7 8,3

Sereal & preparat 30,8 27,4 72,0 21,1 23,9 6,1

Minyak biji, lemak, minyak 26,2 13,4 12,3 19,3 10,6 4,0

Gula dan permen 34,4 17,7 24,5 32,0 27,4 11,0

Katun 17,0 6,0 0 0 22,0 4,0

Minuman & tembakau 70,8 66,6 14,4 44,6 22,9 51,8

Produk pertanian lain 21,9 7,8 5,7 10,4 11,5 4,3

Rata2 produk pertanian 35,23 24,94 34,04 24,28 17,45 10,53

Ikan & produk ikan 29,6 30,9 5,5 13,5 10,7 5,8

Mineral & logam 7,4 10,2 1,0 6,2 7,5 6,6

Petroleum 9,0 17,5 0,6 5,4 4,5 0,5

Bahan kimia 7,9 5,2 2,2 3,3 6,6 5,3

Kayu, kertas, dll. 9,1 17,2 0,8 6,9 4,4 5,0

14

Textil 14,1 30,4 5,5 8,3 9,6 9,3

Pakaian 19,9 49,3 9,2 30,4 16 14,4

Kulit, alas kaki 10,1 19,0 12,9 12,1 13,4 9,0

Mesin non-listrik 7,1 5,4 0 4,4 7,8 2,3

Mesin listrik 6,9 12,8 0,2 7,9 8,0 5,8

Peralatan transportasi 14,8 22,2 0 21,0 11,5 11,6

Manufaktur, n,e.s. 8.8 15,2 1,2 10,6 11,9 6,9

Rata2 Produk non-pertanian 12,1 19,6 3,3 10,8 9,3 6,9

Total Rata2 23,1 22,2 18,0 17,3 13,2 8,6

(c) Dari hasil penelitian Modjo (2010) yang dikutip oleh Yustika (2012)

menunjukkan bahwa daya saing komoditas Indonesia yang cukup

tinggi dimiliki oleh komoditas yang berasal dari sumber daya alam,

seperti: CPO, Tin, Rubber, dan Coal. Sementara untuk komoditas hasil

pabrikasi masih menunjukkan daya saing yang rendah. Informasi ini di

satu sisi harus disyukuri karena kita memiliki kekayaan alam yang

berlimpah. Akan tetapi kekayaan alam ini terbatas dan nonrenewables

sehingga konsekuensinya perlu upaya untuk pemanfaatan yang baik

sekaligus melakukan upaya penemuan baru (inovasi) produk-produk

yang lebih sustainable sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dari sisi

perdagangan internasional

Tabel-5: Indonesia Revealed Comparative Advantages (RCAs)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Non-manufactured 2,03 2,09 2,30 2,33 2,07 2,25 2,32 2,39 2,57

Manufactured 0,74 0,73 0,70 0,67 0,73 0,64 0,62 0,60 0,55

Top Ten Commodities:

CPO 24,1 22,97 30,94 30,01 41,79 39,65 40,61 44,58 41,05

Tin 13,45 15,62 20,83 26,11 29,65 34,3 31,41 27,78 37,55

Rubber 9,11 9,14 11,00 13,27 17,22 14,48 17,55 18,64 18,61

Coal 6,65 7,47 8,14 9,03 9,21 9,50 12,20 12,81 10,48

Papers 2,43 2,34 2,48 2,36 2,42 2,30 2,49 2,53 2,56

TPT 2,20 2,26 2,03 1,99 2,21 2,05 2,03 1,90 1,81

Copper 1,19 1,43 1,76 2,39 2,08 2,26 1,82 2,51 1,87

Electrical Appliances 0,69 0,70 0,75 0,69 0,77 0,66 0,52 0,48 0,47

Chemical Products 0,56 0,52 0,50 0,52 0,58 0,49 0,48 0,53 0,47

Machinery & Mechanics 0,13 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20 0,23 0,27 0,28

15

Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)

Tabel-6: Relatif RCAs

2008 Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand China Rank Notes

CPO 41,05 26,55 8,18 0,34 1,09 0,05 1 Stable

Tin 37,55 7,92 0,95 6,77 4,94 0,07 1 Increasing

Rubber 18,61 5,34 0,45 0,50 16,79 0,09 1 Increasing

Coal 10,48 0,01 0,11 0 0,01 1,06 1 Increasing

Papers 2,56 0,31 0,28 0,22 0,63 0,40 1 Increasing

TPT 1,81 0,63 1,10 0,18 1,08 3,12 2 Stable

Copper 1,87 0,89 4,03 0,31 0,44 0,44 4 Stable

Electrical Appliances 0,47 1,87 3,99 2,64 1,61 2,27 6 Decreasing

Chemical Products 0,47 0,55 0,21 0,88 0,73 0,52 5 Stable

Machinery & Mechanics 0,28 0,23 0,32 0,52 0,86 0,63 6 Increasing

Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)

6. Beberapa saran studi lanjutan yang relevan yaitu:

(a) Rendahnya utilization rate, perlu dikaji lebih lanjut terkait faktor-

faktor penyebabnya secara pasti agar dapat direspon dengan

kebijakan yang tepat dan memadai.

(b) Perlu studi yang fokus mengkaji daya saing komoditas Indonesia

secara detail, penyebab dan potensi peningkatannya. Informasi

tentang daya saing ini penting untuk menentukan posisi dan daya

tawar Indonesia dalam perundingan perdagangan di internasional

fora.

(c) Perlu dilakukan kajian simulasi dampak untuk beberapa skema FTA

yang sedang dalam proses negosiasi (ex-ante impact analysis) untuk

member informasi awal tentang potensi dampak FTA tersebut

terhadap Indonesia. Misalnya: ASEAN-EU FTA, Indonesia-Turki FTA.

16

2222 Latar Belakang Kajian 2013

Isu tentang perdagangan internasional merupakan salah satu isu yang tidak

hanya menarik tetapi juga rumit. Menarik karena memiliki magnitude dampak

yang besar bagi perekonomian suatu negara. Rumit karena kebijakannya tidak

hanya melibatkan satu negara tetapi multi-negara. Bahkan rumitnya bisa

disamakan dengan ‘noddle bowl’ – semangkok mie atau spaghetti untuk

menggambarkan overlapping antarperjanjian liberalisasi perdagangan

antarnegara (Kawai & Wignaraja, 2009; Baldwin, 2013a).

Dalam dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam

proses liberalisasi perdagangan khususnya di wilayah Asia Pasifik. Ikhtisar

data-data berikut bisa digunakan untuk menggambarkannya (ADB, 2013b):

1. Terdapat 109 FTA yang setidaknya melibatkan satu negara dalam wilayah

Asia Pasifik yang berhasil diratifikasi per Januari 2013. Jumlah ini lebih

dari tiga kali lipat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada 2002. Selain

itu, masih terdapat 148 FTA yang masih dalam berbagai tahap persiapan.

17

2. Sebanyak dua per empat dari total FTA tersebut, 189 dari 257 (ratifikasi

dan persiapan), merupakan perjanjian bilateral; hanya 68 yang plurilateral

(melibatkan lebih dari dua negara).

3. Terjadi peningkatan enam kali lipat, dari 27 pada 2002 menjadi 179 pada

Januari 2013, jumlah FTA yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan

mitra dagangnya, Australia, China, India, Japan, South Korea, dan New

Zealand.

4. ASEAN sedang dalam tahap negosiasi dengan 6 negara mitra untuk

membentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ini

akan memiliki potensi pasar sebesar 3,4 miliar penduduk dunia dengan

nilai 30% dari GDP dunia (USD21,4 triliun).

5. Saat ini, ASEAN+6 setara dengan 70% dari total FTA di Asia.

Melihat fakta-fakta tersebut di atas maka diperlukan suatu pemahaman yang

baik terhadap dinamika perdagangan internasional yang sedang berkembang

saat ini, sehingga suatu negara mampu merespon dengan baik perkembangan

yang ada dan dapat berinteraksi dalam lingkungan global dengan potensi

risiko atau keuntungan yang terukur.

Para penggambil kebijakan dan negosiator dalam fora perdagangan

internasional perlu mendapatkan bekalan yang cukup sebagai dasar dalam

menentukan posisi Indonesia dalam berbagai perundingan liberalisasi

perdagangan dunia. Hasil kajian di bidang ini menjadi salah satu bahan

masukan yang penting bagi mereka.

Pada tahun 2012 telah dilakukan kajian mengenai FTA dan EPA serta

pengaruhnya terhadap arus perdagangan dan investasi sebagaimana hasilnya

telah diikhtisarkan dalam bagian pertama laporan ini. Namun dari berbagai

temuan saat itu dirasa perlu untuk melakukan kajian lanjutan atas beberapa

temuan yang perlu didalami dan beberapa isu yang perlu dilakukan

pembahasan. Oleh karena itu pada tahun 2013 ini dilakukan kajian lanjutan

dengan fokus tujuan kajian sebagai berikut:

18

1. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan

internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara ASEAN lainnya

dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU);

2. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan

internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dengan Turki; dan

3. Melakukan evaluasi atas daya saing komoditas Indonesia di pasar

internasional.

Namun demikian, untuk melengkapi konteks dalam pembahasan dan diskusi

tujuan kajian tersebut di atas, ada beberapa isu tambahan yang dibahas dalam

laporan ini, yaitu: (1) update perkembangan kinerja perdagangan Indonesia;

(2) evaluasi atas perkembangan liberalisasi tarif bea masuk di Indonesia; (3)

upaya-upaya Indonesia untuk memperluas target ekspor ke negara-negara

tujuan ekspor nontradisional; dan (4) beberapa isu terkini dalam kerangka

teori perdagangan internasional.

Laporan kajian ini disusun dalam susunan rangkaian bab-bab penyajian

sebagai berikut: (1) Ikhtisar Hasil Kajian 2012; (2) Latar Belakang Kajian

2013; (3) Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja

Indonesia; (4) Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area; (5) Analisis

Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area; (6) Analisis Daya Saing

Komoditas Pertanian Indonesia; dan (7) Catatan Akhir.

19

3333 Perkembangan Isu Perdagangan

Internasional dan Kinerja Indonesia

Indonesia saat ini telah terlibat dalam berbagai skema kerja sama

perdagangan internasional, baik dalam posisinya sebagai negara anggota

ASEAN atau pun dalam skema sebagai negara mandiri. Skema kerja sama

perdagangan internasional ini dilakukan baik dalam kerja sama regional atau

pun bilateral. Perjanjian kerja sama perdagangan internasional yang Indonesia

telah meratifikasinya adalah: ASEAN FTA, ASEAN – Korea FTA, ASEAN – India

FTA, ASEAN – Australia New Zealand FTA, dan ASEAN – China FTA, serta kerja

sama bilateral dalam bentuk EPA dengan Japan (IJEPA).

Selain skema perjanjian kerja sama dalam bidang perdagangan internasional

tersebut, saat ini juga Indonesia sedang dalam proses persiapan dengan

beberapa skema kerja sama perdagangan internasional yang lainnya. Tabel-7

20

menggambarkan jenis skema kerja sama tersebut serta tahap

perkembangannnya.

Tabel-7: Perkembangan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia

No. Skema kerja sama Tahap Perkembangan

1

Indonesia – European Free Trade Association (EFTA)

Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE -

CEPA)

The 3rd round of negotiations

2 Indonesia-Australia Comprehensive Economic

Partnership Agreement (IA-CEPA) Consultation pre negotiation

3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation

Agreement (II-CECA) Launching of negotiation

4 Indonesia - Pakistan Preferential Trade Agreement The 6th round of negotiation

5 Indonesia - Iran Preferential Trade Agreement The 1st round of negotiation

6 Indonesia - Chile Conclusion of Joint Study Group (JSG)

7 Indonesia - Turkey Conclusion of JSG

8 Comprehensive Economic Partnership Agreement

(CEPA) Indonesia - Uni Eropa Rekomendasi pembentukan

9 Indonesia - Tunisia Ongoing of JSG

10 Indonesia – Mesir Establishment of JSG

11 Indonesia - Korea Selatan The 3rd round of negotiation

Sumber: www.ditjenkpi.kemendag.go.id diakses 17 Oktober 2013

Kalau kita amati dari Tabel-7 tersebut maka skema kerja sama yang ada

terlihat lebih menonjol dalam bentuk skema kerja sama bilateral. Yaitu skema

kerja sama antara dua negara, Indonesia dan negara mitra, seperti: Pakistan,

Iran, Chile, Turkey, Tunisia, Mesir, dan Korea Selatan. Sisanya, merupakan

skema Comprehensive Economic Partnership/Cooperation Agreement

(CEPA/CECA). Yaitu skema kerja sama ekonomi yang lebih luas dari hanya

sekedar isu perdagangan semata, CEPA/CECA biasanya memiliki rancangan

yang saling terhubung membentuk segitiga, yang terdiri dari: akses pasar,

pengembangan kapasitas dan fasilitasi perdagangan dan investasi; baik itu

dilakukan secara bilateral, seperti dilakukan dengan Australia dan India,

21

maupun dilakukan dengan blok kerja sama ekonomi, seperti dengan European

Free Trade Association (EFTA) dan Uni Eropa.

Gambar-3 memberikan gambaran peta skema kerja sama liberalisasi

perdagangan di dunia. Kondisi seperti gambar tersebut menunjukkan adanya

peningkatan antusiasme penurunan tariff dan hambatan perdagangan dunia

pada pertengahan tahun 1980-an dan mengalami percepatan pada tahun

1990-an. Terutama hal ini terjadi karena adanya liberalisasi di negara-negara

yang sedang berkembang dan terjadinya blok-blok perdagangan dunia.

Penurunan tarif yang cukup dominan terutama terjadi di negara-negara yang

sedang berkembang Asia Selatan. Fenomena ini disebut oleh Baldwin (2012,

2013b) sebagai fenomena “2nd unbundling” yaitu negara-negara membuka diri

untuk meningkatkan perdagangan dan investasi terutama untuk aliran bahan

baku bagi industrialisasinya. Sebagai akibat revolusi di bidang Information and

Communication Technology (ICT) maka banyak negara mau membuka diri bagi

pasar asing agar ikut menikmati berkah industrialisasi di bidang ini. Jargon

ekonomi politiknya dalam proses liberalisasi ini ialah “I’ll open my market if

you open yours” atau berkembang menjadi “I’ll open my borders and adopt pro-

nexus reforms to attract factories and jobs” untuk menarik investasi.

Gambar-3: Peta Skema Kerja sama Perdagangan Dunia

22

expanding to Eastern Europe

expanding to Latin America

NAFTA

Population: 445 million

GDP: US$15.857 trillion EU

Population: 491 million

GDP: US$ 14.38 trillion

CHINA

Population: 1.330 billion

GDP PPP: US$ 6.991 trillion

JAPAN

Population: 127 million

GDP PPP: US$ 4.29 trillion

ASEAN

Population: 575.5 million

GDP: US$ 3.431 billion

FTA Canada – Chile 1997

FTA : Chile – Mexico 1999

FTA : USA – Chile 2004

FTA : USA – Singapore 2004

FTA : USA – Australia 2005

FTA : Mexico – Japan 2005

FTA : Chile – Brunei – NZ –

Singapore 2006

MERCOSURArgentina, Brazil,

Paraguay, Uruguay

FTAA(by 2005)

under negotiation

NAFTAU.S.A.,

Canada,

Mexico

SAPTABangladesh, Bhutan, India,

Maldives, Nepal, Pakistan, Sri

Lanka

China - ASEAN FTA

ASEAN-Japan Comprehensive

Economic Partnership (AJCEP)

Japan-Korea FTA(under negotiation)

Japan-Mexico EPA(signed agreement)

Japan’s Bilaterals:

• Japan-Singapore EPA

• Japan-Philippines EPA

• Japan-Thailand EPA• Japan-Malaysia EPA

• Japan-Indonesia EPA

AFTAIndonesia, Malaysia, Philippines,

Singapore, Thailand, Brunei, Vietnam,

Laos, Myanmar, Cambodia

India - ASEAN FTA

EU-MEXICO FTA

EU25 countries

ACP-EUCountries in Africa and the

Caribbean

(approx. 70 countries)

Japan-MexicoEPA

(signed agreement)

Japan-Korea-China FTA (under negotiation)

Australia-New Zealand-ASEAN FTA

Korea - ASEAN FTA

Sumber: Kemendag (2013)

Kata kunci dari berbagai FTA tersebut adalah akses pasar (market access) bagi

komoditas hasil industrialisasinya. Namun harus disadari bahwa dalam proses

ini terkandung dua hal sekaligus: oportunitas dan tantangan. Dengan pasar

yang semakin terbuka maka setiap negara memiliki peluang untuk

memasarkan komoditasnya di pasar internasional. Namun di sisi lain, mereka

juga harus berhadapan dengan kompetisi dengan negara-negara yang

memiliki komuditas yang sama atau substitutif. Sudah barang tentu, ketika

hambatan perdagangan dapat dieliminasi maka nilai perdagangan juga akan

semakin meningkat, kesejahteraan konsumen juga akan semakin meningkat.

ASEAN sebagai salah satu blok perdagangan internasional menjadi salah satu

target pasar yang menarik. Selain karena dihuni oleh jumlah populasi yang

besar, sekitar 600 juta manusia pada tahun 2012 atau setara 9% populasi

dunia, juga dihuni oleh negara-negara yang secara ekonomi sedang

berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Produk

Domestik Bruto (PDB) keseluruhan negara-negara ASEAN pada tahun 2012

tercatat sebesar USD2,3 triliun dan diestimasi akan menjadi sebesar USD4,7

triliun pada tahun 2020. Nilai perdagangan di negara-negara ASEAN ini pada

23

tahun 2012 diperkirakan mencapai sebesar USD2,4 triliun. Gambar-4

mengilustrasikan ASEAN dan hubungan kerja sama internasionalnya di dunia.

Gambar-4: ASEAN dan Lingkungan Strategisnya

Sumber: Kemendag (2013)

Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN secara ekonomi, menjadi pioneer

dalam berbagai kesepakatan dagang yang melibatkan ASEAN. Sehingga

perkembangan liberalisasi perdagangan intra-ASEAN atau pun ASEAN dengan

mitra dagang lainnya hampir selalu mempengaruhi (dipengaruhi) oleh

kebijakan perdagangan Indonesia. Ratifikasi AFTA pada tahun 2002 dan

Indonesia pun ikut sejak tahun ini, serta diikuti dengan berbagai skema FTA

lainnya, seperti: ACFTA (2004), AKFTA (2007), AIFTA (2010) dan sebagainya

(lihat kembali Tabel-1) maka berdampak kepada peningkatan nilai ekspor

Indonesia kepada negara-negara mitra FTA yang lebih tinggi dibandingkan

dengan peningkatan ekspor Indonesia ke negara-negara non-mitra FTA

(Gambar-5).

Gambar-5: Perkembangan Ekspor Indonesia ke Dunia 1996-2012

24

25.8 28.0 23.6 24.9

33.5 29.5 30.3 34.2 40.6

50.5

59.6

68.1

82.8

70.3

97.3

128.5 121.2

22.7 25.4 25.3

23.7 28.6 26.8 26.9 26.9

31.0 35.2

41.2 46.0

54.2

46.2

60.5

75.0 68.9

-

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

USD MiliarNEGARA-NEGARA MITRA FTA NEGARA-NEGARA MITRA NON FTA

MITRA FTA

52.71%

MITRA NON

FTA

47.29%

Struktur Total Ekspor, 1996-2003

MITRA FTA

61.08%

MITRA NON

FTA

38.92%

Struktur Total Ekspor, 2004-2012

Sumber: Kemendag (2013)

Pasca FTA, yaitu tahun 2004-2012, ekspor Indonesia ke negara mitra FTA2

meningkat lebih cepat yaitu dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan

sebesar 14,6%. Angka pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

kondisi sebelum FTA, tahun 1996-2003, yang hanya tumbuh sebesar 4,0%.

Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara non-mitra FTA pada tahun

2004-2012 rata-rata hanya sebesar 11,5%.

Tidak hanya pertumbuhan ekspor Indonesia yang relatif tinggi, pertumbuhan

impornya pun juga tinggi. Tabel-8 menggambarkan terjadinya peningkatan

ekspor baik di komoditas Oil & Gas dan juga komoditas Non-Oil & Gas, dengan

trend pertumbuhan ekspor rata-rata selama 2008-2012 sebesar 12,88%.

Sementara itu, impor tumbuh lebih cepat dengan rata-rata pertumbuhan

selama 2008-2012 sebesar 14,97%. Peningkatan impor pun terjadi untuk

komoditas Oil & Gas atau pun komoditas Non-Oil & Gas.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan pertumbuhan impor yang tinggi.

Tidak hanya karena adanya liberalisasi perdagangan, namun juga daya beli

2 Negara mitra FTA Indonesia adalah negara ASEAN lainnya, China, Korea Selatan, Jepang, India,

Australia dan Selandia Baru

25

domestic yang meningkat karena adanya pertumbuhan ekonomi yang relatif

tinggi dalam 10 tahun terakhir. Imbasnya, neraca perdagangan Indonesia pada

tahun 2012 mengalami deficit.

Tabel-8: Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia (Juta USD)

Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Trend (%)

2008-2012

Jan-Oct* Change (%)

2013/2012 2012 2013

Export 137.020,4 116.510,0 157.779,1 203.496,6 190.020,1 12,88 158.309,4 149.664,0 -5,46

- Oil & Gas 29.126,3 19.018,3 28.039,6 41.477,0 36.977,3 13,39 31.293,3 26.470,0 -15,41

- Non Oil & Gas 107.894,2 97.491,7 129.739,5 162.019,6 153.042,8 12,83 127.016,1 123.194,0 -3,01

Import 129.197,3 96.829,2 135.663,3 177.435,6 191.689,5 14,97 159.172,5 156.024,0 -1,98

- Oil & Gas 30.552,9 18.980,7 27.412,7 40.701,5 42.564,2 15,33 34.780,2 37.105,9 6,69

- Non Oil & Gas 98.644,4 77.848,5 108.250,6 136.734,0 149.125,3 14,91 124.392,3 118.918,1 -4,40

Total 266.217,7 213.339,3 293.442,4 380.932,2 381.709,6 13,89 317.481,9 305.688,0 -3,71

- Oil & Gas 59.679,2 37.999,0 55.452,3 82.178,6 79.541,4 14,41 66.073,5 63.575,9 -3,78

- Non Oil & Gas 206.538,6 175.340,2 237.990,1 298.753,6 302.168,1 13,81 251.408,4 242.112,1 -3,70

Balance 7.823,1 19.680,8 22.115,8 26.061,1 -1.669,4 0,00 -863,1 -6.360,0 636,89

- Oil & Gas -1.426,6 37,6 626,9 775,5 -5.586,9 0,00 -3.486,9 -10.635,9 205,02

- Non Oil & Gas 9.249,7 19.643,2 21.488,9 25.285,5 3.917,6 -13,63 2.623,8 4.275,9 62,96

Sumber: http://www.kemendag.go.id, diakses 10 Desember 2013

Neraca perdagangan yang defisit sebetulnya tidak menjadi terlalu masalah

ketika hal ini merupakan fenomena sesaat/temporer. Apalagi kalau hal ini

terjadi sebagai akibat fluktuasi harga komoditas yang sifatnya temporer. Hal

ini akan menjadi masalah ketika berlangsung dalam waktu yang cukup lama,

sementara cadangan devisa Indonesia tidak terlalu tinggi.

Namun demikian, tentu defisit neraca perdagangan menjadi lampu indicator

yang perlu dicermati dan dikupas factor-faktor penyebabnya. Adakah

kebijakan yang salah, yang memicu terjadinya fenomena ini. Sangat boleh jadi

fenomena ini merupakan hasil akhir dari dampak yang lama atas kebijakan

yang tidak tepat, baik itu kebijakan dalam bidang industri atau pun dalam

bidang perdagangan internasional.

26

27

4444 Analisis Dampak ASEAN - EU

Free Trade Area

Pendahuluan

Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN. Indonesia telah

menggapai kemajuan yang sangat besar dalam pembangunan ekonominya

selama tiga dekade terakhir. Meskipun dihantam keras oleh krisis ekonomi

Asia pada tahun 1997, Indonesia berhasil pulih dan menunjukkan rekor

pertumbuhan ekonomi yang positif pada dua dekade berikutnya. Tidak hanya

itu, Indonesia juga terletak di kawasan Asia Tenggara, suatu kawasan yang

dihuni oleh negara-negara ASEAN, negara-negara yang sedang mengalami

pertumbuhan ekonomi yang pesat dan terbukti resilien terhadap goncangan

krisis ekonomi dunia.

Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonominya, dalam konteks kerja

sama perdagangan internasional Indonesia perlu mencapai tingkat

28

pertumbuhan ekspor dan tingkat investasi yang tinggi. Dalam perdagangan

dunia, Indonesia sangat kompetitif dalam produk-produk primer dan

beberapa komoditas manufaktur.

Sementara itu, Uni Eropa merupakan blok perdagangan terbesar di seluruh

dunia. UE mengekspor barang dan jasa senilai USD2,5 triliun pada tahun 2010,

setara dengan 16% dari PDB Uni Eropa. Aktivitas ekspor ini termasuk ekspor

barang senilai USD1.814,6 milyar, ekspor dalam jasa komersial senilai

USD699,6 milyar. Total impor Uni Eropa berjumlah sebesar USD2,5 triliun

pada tahun 2010, dimana USD1.974,1 milyar dalam bentuk barang, USD602,1

milyar dalam jasa komersial (Kemendag, 2011).

Selain itu, Uni Eropa merupakan sumber investasi terbesar di dunia. Sebaran

posisi (stock) investasi (Foreign Direct Investment/FDI) negara-negara Uni

Eropa (EU-27) ke seluruh pelosok dunia ialah sebagaimana tertuang dalam

Gambar-6. Posisi akhir tahun 2011, porsi investasi tertinggi mengalir ke

negara-negara Amerika Utara (33%), kemudian diikuti oleh negara-negara di

kawasan Eropa yang bukan anggota Uni Eropa (23%), dan negara-negara Asia

(13%).

Gambar-6: Posisi Stock Penempatan FDI dari Uni Eropa (akhir 2011)

29

Sumber: http://epp.eurostat.ec.europa.eu/

Namun, meskipun Uni Eropa merupakan sumber terbesar investasi di dunia,

hanya 1,6% dari investasi UE di Asia ada di Indonesia. Meskipun jumlah

penduduk Indonesia merupakan 45% dari seluruh negara ASEAN, Indonesia

hanya menerima 10% dari FDI yang ditujukan untuk ASEAN dan hanya 7%

dari investasi Uni Eropa di ASEAN ditanamkan di Indonesia. Perusahaan-

perusahaan Uni Eropa lebih memilih investasi di negara-negara ASEAN

lainnya terutama karena perdagangan dan iklim investasi yang lebih baik,

pembatasan yang lebih sedikit pada investasi asing dan tingkat pertumbuhan

ekonomi yang bahkan lebih cepat (Kemendag, 2011, h. 63). Oleh karenanya

Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar dengan pengembangan

skema kerja sama kemitraan ASEAN dengan Uni Eropa.

Sebetulnya negara-negara Uni Eropa dan negara-negara Asia Tenggara telah

memiliki sejarah hubungan kerja sama yang panjang. Hal ini bisa dibaca

dengan jelas dalam sejarah pengembaraan negara-negara Eropa, seperti:

Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda dalam pencarian sumber rempah-

rempah ke kawasan Asia sebagai komoditas perdagangan dunia.

Hubungan kerja sama perdagangan kedua kawasan ini tertanggu dalam

periode Perang Dunia I – II. Setelah Perang Dunia II, negara-negara di kawasan

Eropa berkonsentrasi dalam merestorasi negaranya pasca peperangan.

Sementara di Asia Tenggara diwarnai dengan kemunculan era pembentukan

suatu negara (Chandra et al., 2010).

Kesempatan untuk merangkai kembali hubungan kerja sama kedua kawasan

muncul ketika negara-negara di Asia Tenggara bersepakat untuk membentuk

ASEAN pada tahun 1967. Berikutnya, pada tahun 1972 keduanya membangun

hubungan informal dan menjadikan Komunitas Eropa (European Community)

sebagai partner eksternal ASEAN yang pertama.

Selama kurang lebih tiga dekade berikutnya hubungan kedua pihak

berkembang sedemikian pesat. Pengaruh Eropa pasca penandatanganan

Maastricht Treaty pada 1992 semakin besar terhadap ASEAN. Pada tahun

30

1996, the Asia–Europe Meeting (ASEM) terbentuk. Keanggotaannya terdiri

atas 15 negara Uni Eropa, Komisi Eropa, tujuh negara anggota ASEAN, China,

Japan, dan Korea Selatan. Keterlibatan China, Japan, dan Korea Selatan

menambah bobot forum ASEM.

Namun kemudian, jalinan hubungan ASEAN – Uni Eropa sedikit diwarnai

ketegangan terkait dengan isu-isu: Myanmar, hak asasi manusia, dan

demokrasi. Namun demikian, dalam dekade terakhir berbagai isu ini dapat

dilewati. Peran ASEAN yang konstruktif dalam berbagai forum regional serta

keinginan Uni Eropa untuk lebih dekat berhubungan dengan raksasa ekonomi

di Asia, seperti China dan Indonesia membuat posisi ASEAN sebagai pilar

kebijakan Uni Eropa di Asia semakin menguat. Kondisi ini melahirkan

komunikasi konstruktif ASEAN – Uni Eropa untuk membentuk ASEAN – Uni

Europe Free Trade Area (AEUFTA) kembali bergulir. Namun, lagi-lagi proses

ini harus terpending karena hantaman krisis keuangan global melanda dunia

dengan episentrum di kawasan Eropa. Walau pun kondisi ini tidak

menghilangkan nilai penting hubungan keduanya tetapi pasti menunda proses

dan intensitas komunikasi antarkeduanya.

Komisi Eropa berpeluang untuk menggunakan kerja sama perdagangan

dengan ASEAN, sebagai wilayah yang masih tumbuh pesat perekonomiannya,

untuk membantu keluar dari krisis saat ini dan untuk menciptakan lingkungan

yang tepat untuk perekonomian Uni Eropa yang kuat. Sementara, bagi negara-

negara ASEAN kerja sama dengan Uni Eropa akan memperlancar hubungan

dagang dan utamanya investasi.

Bagi Indonesia, secara khusus, hubungan kerja sama dengan Uni Eropa

memiliki beberapa nilai strategis, diantaranya:

a. Uni Eropa ialah investor terbesar kedua Indonesia. Alasan terbesar atas

hubungan kerja sama dengan Uni Eropa terletak pada kecenderungan yang

lebih besar bagi perusahaan – perusahaan Uni Eropa untuk berinvestasi di

Indonesia, dan bukan hanya untuk melakukan perdagangan saja. Investasi

ini penting bukan hanya dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan

31

peningkatan kemakmuran, akan tetapi juga termasuk dalam proses alih

teknologi dalam berbagai bidang.

b. Uni Eropa ialah pasar ekspor kedua terbesar Indonesia dan diprediksi akan

terus meningkat seiring dengan naiknya posisi perusahaan Indonesia pada

rantai-nilai (global value chain/GVC) hubungan kerja sama ekonomi

dengan Uni Eropa.

c. Uni Eropa juga memiliki perhatian dan dukungan yang tinggi atas beberapa

isu pembangunan di Indonesia, diantara terkait isu perubahan iklim,

penanganan pasca bencana dan berbagai program pengembangan

kapasitas (capacity building).

Bagian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi atas potensi dampak

perjanjian perdagangan internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara

ASEAN lainnya dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU).

Sebelumnya akan diberikan gambaran lebih dulu dalam bentuk analisis

deskriptif posisi perdagangan ASEAN –EU. Kemudian akan disajikan gambaran

ringkas model yang akan digunakan sebagai alat analisis, database yang

digunakan, dan fitur utama model serta beberapa asumsi yang digunakan.

Bagian berikutnya akan menganalisis hasil simulasi yang dilakukan untuk

merepresentasikan potensi dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN

dengan Uni Eropa.

Analisis Posisi Perdagangan ASEAN - EU

Berikut ini disajikan data-data mengenai posisi perdagangan ASEAN dengan

Uni Eropa. Gambar-7 menunjukkan perkembangan perdagangan Uni Eropa

dengan ASEAN. Sebagaimana terlihat bahwa dalam periode krisis keuangan

global tahun 2008, perkembangan perdagangan mengalami pertumbuhan

negatif. Begitu pun pada tahun 2009, baik untuk ekspor maupun impor.

Impor Uni Eropa dari ASEAN pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar

-1,1%. Penurunan ini semakin membesar pada tahun 2009 yaitu sebesar -

32

14,8%. Mulai tahun 2010, kembali mengalami pertumbuhan positif bahkan

pertumbuhan tahun 2010 tercatat lumayan besar yaitu 28%. Tahun 2011 dan

2012 pun tumbuh positif, masing-masing sebesar 9,4% dan 4,7%.

Gambar-7: Perkembangan Perdagangan Uni Eropa dengan ASEAN

Sumber: Directorate General for Trade of the European Commission (DGTEC),

diakses Juli 2013

Dari sisi ekspor, pada tahun 2008 ekspor Uni Eropa ke ASEAN masih tumbuh

positif sebesar 5,9%. Ini artinya ada dua kemungkinan bahwa krisis pada

tahun 2008 di Uni Eropa belum berdampak kepada sisi supply, kemampuan

produktif Uni Eropa atau belum berdampak kepada negara-negara ASEAN.

Namun pada tahun 2009, pertumbuhan ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah

negatif, -10,9%. Tidak bertahan lama, ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah

kembali tumbuh positif pada tahun 2010, sebesar 23,2%. Dua tahun

berikutnya mampu tumbuh sebesar 11,9% dan 17,6%.

Perlu dicatat bahwa andil impor Uni Eropa dari ASEAN hanya sebesar kurang

lebih 5,5% dari total impor Uni Eropa. Sedangkan ekspor Uni Eropa ke ASEAN

hanya sekitar 4,8% dari total ekspor Uni Eropa. Tercatat bahwa Uni Eropa

33

mengalami defisit neraca perdagangan dengan ASEAN sepanjang tahun 2008-

2012.

Gambar-8 menunjukkan perkembangan data perdagangan ASEAN - Uni Eropa

dari sisi ASEAN. Impor ASEAN dari negara-negara Uni Eropa mencapai sekitar

10% dari total impornya. Nilai ini mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, 7,9% pada tahun 2008, 20,2% pada 2010 dan 15,5% pada 2011.

Sementara pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11%. Dari sisi

ekspor, nilai ekspor ASEAN ke Uni Eropa mencapai lebih dari 11% dari total

ekspornya. Angka ekspor pun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,

30,8% pada 2010 dan 8,6% pada 2011. Sementara pada saat krisis 2008-2009

mengalami penurunan sebesar -0,2% dan -15,9%.

Gambar-8: Perkembangan Perdagangan ASEAN dengan Uni Eropa

Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013

Dari sisi nilai perdagangan, baik ekspor dan impor, sebetulnya posisi ASEAN di

Uni Eropa belum terlalu besar. ASEAN belum menjadi mitra dagang utama Uni

Eropa. Nilai perdagangan dengan ASEAN masih relative kecil baik dari sisi

impor maupun ekspor, hanya menempati porsi sekitar 5% dari total

impor/ekspor Uni Eropa, sebagaimana terlihat dalam Gambar-9 berikut ini.

34

Gambar-9: Mitra Dagang Utama Uni Eropa 2012

Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013

Dari sisi ASEAN, perdagangan dengan Uni Eropa memiliki nilai yang lumayan

besar. Tabel-9 memberikan data perkembangan ekspor-impor ASEAN dengan

negara-negara mitra dagang ASEAN. Terlihat bahwa ASEAN melakukan

perdagangan intra-ASEAN dengan proporsi yang tertinggi, yaitu 23,7% dari

total ekspor dan 26,5% dari total impor pada tahun 2011. Uni Eropa (EU-27)

merupakan mitra dagang utama ASEAN setelah China dan Japan. Total

perdagangan (ekspor dan impor) ASEAN dengan Uni Eropa masih lebih tinggi

dibandingkan dengan Amerika Serikat (USA).

Tabel-9: Mitra Dagang ASEAN (miliar USD)

Ekspor ke- Impor dari-

2008 2009 2010 2011 2011

(%) 2008 2009 2010 2011

2011

(%)

Intra-ASEAN 250 199.6 270.7 294.5 23.7 220.1 176.6 245 303.7 26.5

Australia 34.4 29.0 35.3 39.9 3.2 18.2 14.8 19.7 19.6 1.7

Canada 5.5 5.5 5.2 5.1 0.4 5.1 3.5 4.6 5.6 0.5

China 87.6 81.6 113.5 145.7 11.7 109.3 96.6 117.7 134.7 11.8

EU-27 116.2 93.0 115.1 124.6 10.0 92.1 78.8 92.7 110.2 9.6

India 30.9 26.5 36.1 42.2 3.4 17.9 12.6 19.3 26.2 2.3

Japan 105.9 78.1 103.1 147.4 11.9 108.5 82.8 100.8 125.9 11.0

Korea 36.5 34.3 45.1 58.9 4.7 41.7 40.4 53.1 65.6 5.7

New Zealand 4.5 3.1 4.3 4.5 0.4 3.3 2.2 3.0 3.7 0.3

Pakistan 4.5 3.8 5.1 5.5 0.4 0.5 0.5 1.1 1.2 0.1

Russia 2.7 1.7 2.6 6.8 0.5 7.1 5.1 6.1 7.2 0.6

USA 103.2 82.2 100.5 96.4 7.8 83.1 67.4 85.6 102.4 8.9

Rest of the World 195.6 172.1 238.3 271.9 21.9 212.7 145 215.3 238.9 20.9

Total 977.5 810.5 1,074.9 1,243.4 100.0 919.6 726.3 964.0 1,144.9 100.0

Sumber: ASEAN Sekretariat

35

Gambar-10 dan Gambar-11 menyajikan jenis komoditas yang diperdagangkan

antara ASEAN dengan Uni Eropa dengan klasifikasi Standard International

Trade Classification (SITC). Terlihat bahwa perdagangan ekspor Uni Eropa ke

ASEAN (Gambar-10) didominasi oleh komoditas hasil manufaktur, seperti:

machinery and transport equipment (SITC-7), chemical and related prod, n.e.s.

(SITC-5), manufactured goods classified chiefly by material (SITC-6), dan

miscellaneous manufactured articles (SITC-8). Total keempat komoditas ini

sudah mencapai 82,7% dari total ekspor Uni Eropa ke ASEAN.

Gambar-10: Komoditas Ekspor Uni Eropa ke ASEAN 2012

Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013

Sementara, komoditas impor Uni Eropa dari ASEAN adalah sebagaimana

dalam Gambar-11. Impor Uni Eropa dari ASEAN didominasi juga oleh produk

manufaktur yang sama dengan komoditas ekspornya, yaitu: machinery and

transport equipment (SITC-7), miscellaneous manufactured articles (SITC-8),

dan chemical and related prod, n.e.s. (SITC-5). Ketiga komoditas ini mencapai

porsi 74,5% dari total impor Uni Eropa dari ASEAN. Di samping itu, Uni Eropa

juga mengimpor dari ASEAN komoditas food and live animals (SITC-0) dalam

jumlah yang cukup besar, yaitu dengan proporsi setara 7,4% dari total

impornya.

36

Gambar-11: Komoditas Impor Uni Eropa dari ASEAN 2012

Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013

Lebih detail, Gambar-12 mengilustrasikan nilai perdagangan Uni Eropa

dengan Negara-negara ASEAN pada tahun 2010 dalam juta EUR. Singapore

merupakan negara ASEAN yang memiliki nilai perdagangan yang tertinggi

dengan Uni Eropa, walau pun Singapore mengalami defisit neraca

perdagangan (kata lain bahwa Uni Eropa mengalami surplus neraca

perdagangan dengan Singapore).

Gambar-12: Perdagangan EU dengan negara ASEAN 2010 (EUR million)

Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013

37

Sementara Indonesia berada dalam peringkat ke-4 setelah Malaysia dan

Thailand. Hampir semua negara ASEAN mengalami surplus neraca

perdagangan dengan Uni Eropa, kecuali Singapore dan Brunei Darussalam.

Namun demikian nilai perdagangan lebih didominasi oleh Negara ASEAN-6,

sementara nilai perdagangan negara sisanya, yaitu: Cambodia, Laos, Brunei,

dan Myanmar relatif sangat kecil.

Dalam Tabel-10 dan Tabel-11 disajikan lebih detail tabel silang jenis

komoditas dan nilai perdagangan (ekspor dan impor) Uni Eropa dengan setiap

negara di ASEAN secara individual atau pun secara keseluruhan. Dengan

kedua tabel ini, terlihat nilai kepentingan setiap negara ASEAN terhadap Uni

Eropa dalam hal isu hubungan kerja sama perdagangan. Misalnya, dalam

hubungan Uni Eropa dengan Indonesia maka terlihat bahwa Indonesia

berkepentingan atas impor komoditas machinery and transport equipment

(SITC-7) dan chemicals and related products, n.e.s. (SITC-5) dari Uni Eropa

(ekspor Uni Eropa ke Indonesia).

Table -10: Komoditas Ekspor EU ke Negara ASEAN 2010 (juta EUR)

Bru

ne

i

Ind

on

esi

a

Ca

mb

od

ia

Lao

s

My

an

ma

r

Ma

lay

sia

Ph

ilip

pin

es

Sin

ga

po

re

Th

ail

an

d

Vie

tna

m

ASEAN

Share in

EU-27

exports to

ASEAN

Total 238 6,372 153 101 83 11,243 3,736 24,042 9,992 4,672 60,634 100.0%

0: Food and live animals 4 331 13 1 4 383 400 415 470 431 2,451 4.0%

1: Beverages and tobacco 1 24 6 3 3 94 35 912 83 63 1,223 2.0%

2: Crude materials,

inedible, except fuels 1 417 1 0 1 205 55 102 352 262 1,395 2.3%

3: Mineral fuels, lubricants

and related mat. 0 18 1 : 0 44 6 1,348 45 8 1,470 2.4%

4: Animal and vegetable

oils, fats and waxes 0 7 0 0 0 10 22 9 14 2 65 0.1%

5: Chemicals and related

products, n.e.s. 13 1,052 36 5 21 1,299 644 3,329 1,796 767 8,962 14.8%

6: Manuf. goods classified

chiefly by material 121 774 41 26 5 1,047 383 2,118 1,549 553 6,616 10.9%

7: Machinery and

transport equipment 72 3,214 48 60 37 7,067 1,852 13,142 4,560 2,233 32,283 53.2%

8: Miscellaneous

manufactured articles 22 290 7 6 11 825 273 2,128 743 269 4,574 7.5%

9: Commodities and

transactions n.e.c. 3 88 1 1 0 183 36 245 196 43 795 1.3%

Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013

38

Indonesia juga berkepentingan dari sisi ekspor ke Uni Eropa (impor Uni Eropa

dari Indonesia) dalam bentuk komoditas: miscellaneous manufactured articles

(SITC-8), machinery and transport equipment (SITC-7), animal and vegetable

oils, fats and waxes (SITC-4), crude materials, inedible, except fuels (SITC-2), dan

manufacturing goods classified chiefly by material (SITC-6).

Table -11: Komoditas Impor EU dari Negara ASEAN 2010 (juta EUR)

Bru

ne

i

Ind

on

esi

a

Ca

mb

od

ia

Lao

s

My

an

ma

r

Ma

lay

sia

Ph

ilip

pin

es

Sin

ga

po

re

Th

ail

an

d

Vie

tna

m

ASEAN

Share in

EU-27

imports

from

ASEAN

Total 8 13,729 877 170 161 20,701 5,379 18,704 17,212 9,431 86,374 100.0%

0: Food and live animals 0 932 30 40 20 233 243 81 2,406 1,954 5,939 6.9%

1: Beverages and tobacco : 105 0 1 0 4 22 14 36 4 185 0.2%

2: Crude materials,

inedible, except fuels 0 1,844 1 1 0 994 127 162 790 203 4,123 4.8%

3: Mineral fuels, lubricants

and related mat. 0 736 : : : 176 0 836 10 7 1,765 2.0%

4: Animal and vegetable

oils, fats and waxes : 2,055 0 : : 1,160 387 32 21 0 3,655 4.2%

5: Chemicals and related

products, n.e.s. 0 943 3 1 0 711 52 7,417 607 65 9,798 11.3%

6: Manuf. goods classified

chiefly by material 3 1,708 9 2 2 935 221 284 1,536 758 5,457 6.3%

7: Machinery and

transport equipment 2 2,077 48 0 0 13,837 3,717 8,490 8,208 1,439 37,818 43.8%

8: Miscellaneous

manufactured articles 3 3,232 787 125 137 2,353 596 1,223 3,497 4,985 16,937 19.6%

9: Commodities and

transactions n.e.c. 1 12 0 0 1 50 13 139 82 15 312 0.4%

Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013

Sekilas GTAP Model

Untuk melakukan analisis dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN

(Indonesia) dengan Uni Eropa akan digunakan alat bantu model ekonomi.

Model ekonomi ini telah sangat dikenal sebagai suatu model yang didesain

secara spesifik untuk analisis liberalisasi perdagangan dunia. Model tersebut

ialah Model Global Trade Analysis Project (GTAP). Model ini merupakan model

ekonomi dalam rumpun model multiregional Computable General Equilibrium

(CGE), berbasis data input-output (IO) transaksi perdagangan antarnegara.

Database GTAP versi terbaru (GTAP v.8 dipublikasi pada Maret 2012)

39

mengakomodasi transaksi 57 jenis komoditas dari 129 negara di dunia. Model

GTAP ini tersedia bagi publik (silakan merujuk ke

www.gtap.agecon.purdue.edu) dan telah banyak digunakan dalam berbagai

literature kajian perdagangan dunia. Detail tentang model GTAP dan

pemanfaatannya telah terdokumentasi dalam Hertel (1997).

Untuk kebutuhan analisis, dilakukan modifikasi atas Database GTAP v.8 untuk

mengagregasi klasifikasi atau pengelompokkan negara. Agregasi ini dilakukan

untuk mengurangi jumlah negara yang ada dalam rangka penyederhanaan

model dan mempermudah simulasi serta analisis hasil simulasinya agar lebih

fokus kepada negara-negara yang dianalisis saja. Agregasi yang dilakukan

terhadap klasifikasi negara, ialah sebagaimana dalam Tabel-12.

Tabel-12: Klasifikasi regional/negara

No. Code Description

1 IDN Indonesia

2 MYS Malaysia

3 PHL Philippines

4 SGP Singapore

5 THA Thailand

6 VNM Vietnam

7 R_SEA Rest of Southeast Asia

8 FRA France

9 DEU Germany

10 GBR United Kingdom

11 NLD Netherlands

12 TUR Turkey

13 R_EU Rest of European Union

14 CHN China

15 JPN Japan

16 KOR South Korea

17 IND India

18 Oceania Australia, New Zealand

19 EastAsia East Asia

20 SouthAsia South Asia

21 NAmerica North America

22 LatinAmer Latin America

23 MENA Middle East and North Africa

24 SSA Sub-Saharan Africa

25 RestofWorld Rest of World

Sumber: Agregasi database GTAP v.8

40

Sedangkan Tabel-13 menyajikan 57 jenis komoditas yang diperdagangkan,

dalam database GTAP v.8. Klasifikasi ini merujuk standar klasifikasi komoditas

atau industri sebagaimana yang digunakan dalam standar penyusunan Tabel

IO yang digunakan di seluruh dunia. Klasifikasi ini sedikit berbeda dengan

klasifikasi SITC yang biasa digunakan dalam data-data statistic perdagangan

dunia, namun demikian masih dapat digunakan dengan baik untuk kebutuhan

analisis ini.

Tabel-13: Klasifikasi jenis komoditas/industri

Kode Sektor Kode Sektor

1 pdr Paddy rice 30 lum Wood products

2 wht Wheat 31 ppp Paper products, publishing

3 gro Cereal grains nec 32 p_c Petroleum, coal products

4 v_f Vegetables, fruit, nuts 33 crp Chemical,rubber,plastic prods

5 osd Oil seeds 34 nmm Mineral products nec

6 c_b Sugar cane, sugar beet 35 i_s Ferrous metals

7 pfb Plant-based fibers 36 nfm Metals nec

8 ocr Crops nec 37 fmp Metal products

9 ctl Cattle,sheep,goats,horses 38 mvh Motor vehicles and parts

10 oap Animal products nec 39 otn Transport equipment nec

11 rmk Raw milk 40 ele Electronic equipment

12 wol Wool, silk-worm cocoons 41 ome Machinery and equipment nec

13 frs Forestry 42 omf Manufactures nec

14 fsh Fishing 43 ely Electricity

15 coa Coal 44 gdt Gas manufacture, distribution

16 oil Oil 45 wtr Water

17 gas Gas 46 cns Construction

18 omn Minerals nec 47 trd Trade

19 cmt Meat: cattle,sheep,goats,horse 48 otp Transport nec

20 omt Meat products nec 49 wtp Sea transport

21 vol Vegetable oils and fats 50 atp Air transport

22 mil Dairy products 51 cmn Communication

23 pcr Processed rice 52 ofi Financial services nec

24 sgr Sugar 53 isr Insurance

25 ofd Food products nec 54 obs Business services nec

26 b_t Beverages and tobacco products 55 ros Recreation and other services

27 tex Textiles 56 osg PubAdmin/Defence/Health/Educat

28 wap Wearing apparel 57 dwe Dwellings

29 lea Leather products

Sumber: GTAP Database v.8

41

Untuk memberikan gambaran ringkas tentang model ekonomi yang

digunakan, maka berikut ini adalah beberapa fitur dasar dalam Model GTAP

(Hertel & Tsigas, 1997; Gilbert, 2001) dan asumsi-asumsi yang digunakan,

diantaranya:

a. Model ini mendeskripsikan perekonomian dunia (global) yang terdiri atas

beberapa wilayah ekonomi, baik itu berupa negara atau pun kawasan,

sebagaimana telah dijelaskan dalam klasifikasi regional/negara dalam

Tabel-12. Setiap regional/negara memiliki banyak produsen yang dikelola

oleh rumah tangga regional (regional household) dalam pengambilan

keputusan terkait perilaku dalam konsumsi privat (private consumption)

dan publik (public consumption) serta tabungan (saving). Setiap

perekonomian memiliki struktur teoretis yang sama tetapi berbeda dalam

besaran dan parameternya.

b. Asumsi yang digunakan dalam Model GTAP standar ini adalah bahwa pasar

dalam kondisi persaingan sempurna (perfect competition) serta fungsi

produksi yang constant return to scale (CRS). Model GTAP standar ini juga

masih comparative statis, artinya hanya melihat perubahan atau dampak

dengan membandingkan kondisi tanpa ada shock simulasi dengan kondisi

setelah adanya shock simulasi, dengan mengasumsikan kondisi ceteris

paribus. Selain itu, perdagangan internasional terjadi untuk komoditas

yang terdiferensiasi dengan mengikuti asumsi Armington (Armington,

1969); produsen meminimasi biaya dengan memilih membeli material dari

domestik atau pasar internasional mana yang menyediakan harga lebih

murah.

c. Rumah tangga regional (regional household) ialah entitas yang memiliki

faktor produksi dan menentukan pemajakan bagi entitas lain, serta yang

menentukan pembuatan keputusan dalam belanja konsumsi. Rumah

tangga regional mengalokasikan pendapatannya ke dalam tigal hal: belanja

privat, belanja publik dan tabungan. Regional household dapat memajaki

konsumsi privat, konsumsi publik, dan produsen.

42

d. Model dibangun untuk memiliki karakteristik berikut: (1) agen ekonomi

melakukan transaksi melalui pasar, (2) dalam transaksi di pasar penjual,

harga agen merupakan harga penjual dan harga pasar merupakan harga

penjual plus pajak, (3) dalam transaksi di pasar pembeli, harga agen

merupakan harga pembeli dan harga pasar merupakan harga pembeli

minus pajak, (4) dalam perekonomian terbuka, juga terdapat harga

internasional (world prices).

e. Di dalam perekonomian terbuka, maka setiap agen melakukan kegiatan

ekpor dan impor. Perusahaan mengekspor barang jadi (final goods) dan

bahan baku (intermediate goods) serta mengimpor bahan baku

(intermediate goods). Regional household memajaki impor dan ekspor.

Tabungan disimpan di global banks, kemudian global banks mendanai

investasi. Sektir transportasi memperoleh pendapatan dari selisih antara

harga free on board (FOB) dan cost insurance and freight (CIF).

Gambar-13 berikut ini memberikan ilustrasi grafis hubungan antara agen

ekonomi dalam perekonomian terbuka multiregional (Multi-regions Open

Economy). Kemudian hubungan-hubungan ini direpresentasikan dengan

persamaan-persamaan matematis berdasarkan basis teori-teori ekonomi, baik

itu teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, maupun teori perdagangan

internasional. Berbagai persamaan perilaku tersebut (behavioral equations)

akan digunakan untuk menentukan reaksi atas perubahan dalam shock

simulasi dengan membaca database model yang dibangun atas data-data dari

tabel IO antarnegara.

Lebih detail tentang Model GTAP dapat merujuk kepada buku-buku karya

Hertel (1997) dan Burfisher (2011) yang menyajikan kerangka dasar teoretis

pengembangan model, deskripsi persamaan perilaku dalam model dan

contoh-contoh analisis dengan menggunakan model ini.

43

Gambar-13: Ilustrasi Grafis Multi-Regions Open Economy

Sumber: Brockkmeier (1996)

Komparasi Tarif Dasar ASEAN-EU: Database GTAP v.8

Sebelum melakukan analisis hasil simulasi, ada baiknya untuk melihat lebih

dahulu kondisi dasar tarif impor antarnegara dalam database GTAP v.8 ini.

Dengan melihat ini, akan terlihat kondisi awal hubungan kebijakan

perdagangan antarnegara yang direpresentasi dengan besaran tarif yang ada.

Proses liberalisasi perdagangan pada hakekatnya ialah merupakan

penghapusan tarif perdagangan antarnegara ini. Pemahaman terhadap kondisi

44

awal ini akan membantu dalam proses menganalisis dampak yang terjadi

ketika dilakukan liberalisasi perdagangan atau kebijakan penghapusan tarif

bersama.

Tabel-14 menggambarkan tarif impor Indonesia dari negara mitra. Dari tabel,

terlihat bahwa Indonesia masih melindungi banyak kepentingannya dari

Singapore (SGP). Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor barang dari

Singapore yang diatas 5% (ditandai dengan arsiran warna merah). Sementara,

tarif impor dari negara ASEAN lainnya seperti: Malaysia (MYS), Phillipinnes

(PHL), Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) sudah tinggal sedikit yang diatas

5%. Misalnya, Indonesia sangat melindungi diri dari impor komoditas

beverages and tobacco products (b_t) dari Singapore dengan masih

mengenakan tarif impor yang sangat tinggi, rata-rata 73.03%.

Tabel-14: Tarif impor Indonesia dari negara mitra

rTMS R_SEA R_EU MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD TUR

1 pdr 0.00 8.38 0.00 0.00 0.00 10.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4 v_f 0.00 4.46 0.00 0.00 5.29 0.00 0.00 4.97 4.89 3.92 7.25 4.71

8 ocr 0.00 4.97 0.07 2.01 5.25 2.67 0.29 4.60 4.95 4.83 6.71 4.99

19 cmt 1.01 2.42 0.00 0.00 5.17 0.00 0.00 5.69 5.14 7.50 0.00 0.00

20 omt 0.87 1.10 0.46 1.80 5.20 0.49 0.00 5.79 3.24 0.34 5.73 0.00

21 vol 1.45 1.99 0.25 0.00 3.11 0.01 0.00 7.25 2.65 6.83 4.69 1.61

23 pcr 1.10 2.39 10.52 0.00 11.37 10.36 8.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

24 sgr 3.97 0.48 16.86 18.37 15.06 21.31 24.28 0.00 11.78 0.00 11.78 0.00

25 ofd 0.09 9.77 10.99 1.90 6.05 3.32 0.84 8.25 10.29 10.05 26.37 4.98

26 b_t 12.78 55.17 20.95 4.58 73.03 4.72 10.86 45.38 35.58 17.30 41.34 123.29

27 tex 2.80 8.19 1.32 2.52 10.00 0.93 1.88 8.94 6.41 6.63 7.42 10.39

28 wap 3.23 12.77 2.11 2.47 14.03 3.85 3.43 14.65 13.66 14.66 14.42 14.70

29 lea 5.21 4.73 2.49 2.80 0.00 1.17 1.59 12.38 5.29 7.10 3.22 9.17

30 lum 0.10 5.34 0.46 4.69 6.74 2.43 0.93 5.41 2.66 9.33 6.91 9.13

31 ppp 4.55 3.12 3.78 4.22 5.00 3.39 4.56 6.13 2.75 6.23 7.00 6.75

33 crp 2.76 7.38 2.04 1.99 7.68 2.57 2.30 6.02 4.65 4.84 5.36 1.66

34 nmm 3.48 6.98 1.08 3.76 7.62 2.77 3.71 5.89 5.24 6.13 4.99 6.38

35 i_s 0.14 5.28 2.72 1.80 0.00 3.11 4.00 7.57 6.24 4.05 1.73 0.10

37 fmp 4.26 4.84 2.55 1.96 9.69 3.06 3.40 9.25 7.46 5.50 7.62 10.36

38 mvh 8.01 14.83 3.25 4.83 40.29 4.34 3.94 17.01 21.14 21.98 14.58 6.76

39 otn 0.00 0.32 0.84 0.13 4.58 2.65 0.07 0.01 0.04 9.23 0.08 0.01

41 ome 0.34 3.11 0.97 1.00 2.37 1.34 1.18 4.39 3.16 6.67 2.35 5.04

42 omf 2.14 10.43 3.80 2.21 10.73 3.29 3.56 10.36 5.66 10.81 8.09 11.88

Sumber: GTAP Database v.8

45

Selain itu, tarif impor Indonesia dari negara-negara Uni Eropa seperti:

Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris (GBR), dan Belanda (NLD) masih

banyak yang diatas 5%. Termasuk untuk negara-negara Uni Eropa lainnya

(R_EU), yang diarsir masih relative banyak artinya masih banyak komoditas

impor dari negara ini yang dikenai tarif impor diatas 5%. Termasuk juga impor

dari negara Turkey (TUR).

Tabel-15: Tarif impor negara mitra dari Indonesia

rTMS R_SEA R_EU MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD TUR

1 pdr 0.00 11.48 40.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3 gro 0.05 0.02 0.00 7.73 0.00 3.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4 v_f 0.13 2.36 2.04 4.69 0.00 54.06 4.87 1.31 0.32 0.29 1.41 31.18

5 osd 0.33 0.00 0.00 4.82 0.00 26.69 1.52 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8 ocr 0.55 1.72 4.97 4.62 0.00 27.18 9.11 0.67 1.27 0.41 2.39 64.94

9 ctl 1.47 4.31 0.00 2.50 0.00 4.04 0.00 0.00 3.92 3.85 0.00 15.00

10 oap 2.24 2.36 0.00 0.00 0.00 27.40 0.64 4.49 0.09 0.97 5.27 180.00

12 wol 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 9.85 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00

13 frs 0.22 0.05 0.00 0.00 0.00 18.46 3.44 0.05 0.13 0.02 0.39 2.10

14 fsh 0.15 2.69 0.00 3.00 0.00 5.81 2.81 1.69 2.65 2.51 4.35 19.86

18 omn 12.77 0.00 0.09 2.99 0.00 1.85 0.18 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00

19 cmt 7.75 0.00 0.00 2.76 0.00 0.00 0.00 77.69 0.00 0.00 0.00 0.00

20 omt 12.74 17.73 0.00 10.26 0.00 31.97 0.00 8.06 12.28 11.97 7.83 0.00

21 vol 1.03 5.29 0.00 3.89 0.00 5.99 3.42 4.48 5.37 3.04 0.00 17.90

22 mil 1.95 5.46 0.00 2.51 0.00 25.39 4.97 66.60 90.15 38.13 0.00 0.00

23 pcr 3.82 1.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33.56 0.00 33.56 0.00

25 ofd 1.25 11.24 1.31 3.26 0.00 8.83 4.84 5.19 11.78 6.28 9.55 32.88

26 b_t 10.29 15.67 69.60 3.29 0.00 51.34 75.67 13.89 16.93 19.03 16.77 22.96

27 tex 4.65 5.98 0.01 3.65 0.00 5.35 2.68 8.70 7.86 7.82 7.86 4.70

28 wap 2.84 8.80 0.05 4.96 0.00 39.32 4.95 8.96 9.12 9.14 8.84 9.00

29 lea 5.39 4.41 1.00 4.54 0.00 13.48 3.74 5.45 4.86 5.16 5.68 5.69

30 lum 5.25 1.11 0.31 4.62 0.00 10.39 2.37 0.44 0.80 0.83 0.62 0.78

32 p_c 1.53 0.00 0.27 1.04 0.00 7.46 18.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

34 nmm 1.53 2.24 1.52 3.41 0.00 12.83 3.21 2.93 2.21 3.78 2.21 3.82

37 fmp 1.30 0.16 3.86 4.15 0.00 12.93 1.56 0.34 0.40 0.98 0.17 0.39

38 mvh 17.80 0.32 0.67 4.31 0.00 24.07 13.58 1.74 0.12 0.04 0.73 0.00

42 omf 4.58 0.14 0.38 2.02 0.00 27.68 4.45 0.15 0.09 0.22 0.17 0.06

Sumber: GTAP Database v.8

Tabel-15 menggambarkan dari sisi yang sebaliknya, yaitu tarif impor yang

dipasang oleh negara-negara mitra terhadap impor komoditas dari Indonesia.

Terlihat hanya satu yang sangat menonjol, yaitu Thailand (THA) masih sangat

46

melindungi kepentingan domestiknya terhadap impor komoditas dari

Indonesia. Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor dari Indonesia

yang diatas 5%. Sementara untuk negara-negara lainnya, baik itu dari negara

ASEAN atau Uni Eropa, sudah relatif sedikit.

Simulasi dan Analisis

Simulasi yang akan dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan

melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh di seluruh negara ASEAN dan

Uni Eropa.

Dari simulasi yang dilakukan maka akan dianalisis dampaknya terhadap

perekonomian negara-negara di ASEAN dan Uni Eropa dalam beberapa aspek,

diantaranya ialah dampak terhadap volume perdagangan (ekspor dan impor),

investasi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Selain itu

juga akan dilihat dampak kepada faktor produksi secara lebih detail yaitu

menurut lima kategori: Land, Unskilled Labor (UnSkLab), Skilled Labor (SkLab),

Capital, dan Natural Resources (NatRes). Dan terakhir dilihat dampak detail

dampak terhadap ekspor dan impor komoditas menurut sektor. Empat tabel

berikut secara berturut-turut menyajikan ikhtisar hasil simulasi tersebut.

Tabel-16 menyajikan dampak arus perdagangan, pertumbuhan ekonomi,

kesejahteraan dan investasi atas liberalisasi penuh ASEAN-Uni Eropa. Terlihat

bahwa secara umum liberalisasi perdagangan membawa dampak positif bagi

peningkatan arus perdagangan dan ekonomi, tidak hanya bagi negara-negara

di ASEAN tetapi juga bagi negara-negara di Uni Eropa. Benefit liberalisasi ini

tentu tidak dibagi merata antarnegara. Banyak faktor yang mempengaruhinya,

antara lain:

(1) kondisi struktur tarif impor sebelum liberalisasi,

(2) struktur kekuatan produksi untuk menghasilkan komoditas yang

berbeda-beda antarnegara,

47

(3) struktur kebutuhan input bagi produksi yang berbeda,

(4) struktur kebutuhan konsumsi yang berbeda, dan

(5) faktor struktur interaksi antarnegara, serta

(6) faktor daya saing yang direpresentasikan dengan harga domestik dan

harga internasional untuk suatu komoditas tertentu.

Sebagai contoh, dampak arus perdagangan bagi Indonesia menghasilkan

pengaruh peningkatan nilai perdagangan yang cukup besar, baik dari sisi

ekspor maupun impor. Namun demikian, dampak dari sisi impor lebih besar

dari sisi ekspor (Lihat Tabel-16). Hal ini dapat disebabkan oleh factor-faktor

tersebut di atas. Namun yang kasat mata ialah bahwa struktur tarif sebelum

liberalisasi yang masih cukup besar untuk impor ke Indonesia dari negara

mitra (Lihat kembali Tabel-14) dibanding dengan impor negara-negara mitra

dari Indonesia (Lihat kembali Tabel-15). Untuk faktor-faktor yang lain harus

dilakukan penelusuran lebih lanjut yang memerlukan data-data tambahan

yang relevan.

Tabel-16: Dampak Arus Perdagangan, GDP, Kesejahteraan dan Investasi

Export

(USD million) Import

(USD million) GDP

(%) HHINC

(%) INV (%)

IDN 1,991.59 2,704.08 0.51 0.54 0.08

MYS 1,626.36 2,551.14 0.21 0.30 0.19

PHL 759.00 1,172.02 (0.22) (0.21) 0.12

SGP 666.86 2,106.44 1.79 1.92 0.14

THA 2,230.31 4,359.91 1.48 1.73 0.28

VNM 1,277.49 2,928.67 2.53 2.79 0.71

R_SEA 410.88 588.77 (0.40) (0.37) 0.26

FRA 937.81 824.81 0.00 0.00 0.00

DEU 674.38 749.00 0.02 0.02 0.00

GBR 686.88 846.44 0.03 0.03 0.00

NLD 173.91 144.72 0.03 0.03 0.00

R_EU 1,667.00 1,528.75 0.01 0.01 (0.00)

Sumber: Hasil analisis

48

Arus perdagangan yang meningkat akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat hampir untuk semua

negara, kecuali Philipinnes (PHI) dan negara lainnya di Asia Tenggara (R_SEA).

Dari besaran persentase perubahan, lima negara utama di ASEAN – Indonesia

(IDN), Malaysia (MYS), Singapore (SGP), Thailand (THA), dan Vietnam (VNM)

– memperoleh persentase kenaikan lebih tinggi dibanding dengan negara-

negara di Uni Eropa.

Aliran investasi pun terjadi dengan kenaikan persentasi investasi lebih tinggi

terjadi di negara-negara ASEAN, sementara persentasi perubahan investasi di

negara-negara Uni Eropa relatif sangat kecil. Indonesia pun mendapat

kenaikan invetasi, walaupun dengan persentase perubahan yang lebih kecil

relatif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Tabel-17: Dampak Pendapatan Faktor Relatif Terhadap Inflasi (%)

Land UnSkLab SkLab Capital NatRes

IDN -0.487 0.631 0.485 0.492 -1.773

MYS 1.807 1.494 1.379 1.515 -0.574

PHL -8.268 0.827 0.926 1.176 1.185

SGP 9.216 0.905 0.736 0.875 -0.531

THA 8.697 1.483 1.237 1.311 0.658

VNM 2.032 3.895 3.295 3.995 -4.996

R_SEA 2.038 2.199 2.120 2.119 -1.532

FRA -0.364 0.026 0.029 0.030 0.097

DEU -0.150 0.020 0.024 0.026 0.107

GBR -0.812 0.027 0.029 0.030 0.078

NLD -0.031 0.030 0.029 0.030 -0.018

R_EU -0.426 0.016 0.023 0.022 0.098

Sumber: Hasil analisis

Tabel-17 menyajikan dampak pendapatan bagi faktor produksi untuk setiap

negara ASEAN dan Uni Eropa. Sebagaimana terlihat dengan mudah bahwa

dampak ke negara-negara ASEAN relatif lebih besar daripada ke negara-

49

negara Uni Eropa. Dampaknya pun bervariatif antarnegara. Yang menonjol,

misalnya Thailand yang mendapat dampak kenaikan positif untuk semua

pendapatan faktor produksinya dengan nilai persentasi kenaikan yang

lumayan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam proses liberalisasi ini,

Thailand memiliki keunggulan yang merata dari sisi komoditas atau

industrinya. Merata dalam pengertian bahwa perubahan struktur produksi

untuk menghasilkan komoditas tambahan dalam perubahan liberalisasi

memberikan dampak yang positif bagi semua faktor produksi yang

dibutuhkan. Misalnya kenaikan produksi sektor pertanian sebagai akibat

kenaikan permintaan dunia, akan mendorong peningkatan pendapatan dari

faktor produksi tanah (Land), karena sektor pertanian merupakan sektor yang

mengandalkan tanah sebagai salah satu faktor produksi utamanya.

Ini juga memberikan gambaran dampak keseluruhan atas keunggulan

komparatif suatu negara yang merupakan akumulasi keseluruhan komoditas

yang dihasilkan dalam interaksi perdagangan internasional. Dalam kasus ini

yang dilihat ialah perdagangan internasional antarnegara ASEAN dan Uni

Eropa. Perubahan dalam skema perdagangan ASEAN-Uni Eropa memberikan

dampak langsung terhadap negara-negara ini. Sementara interaksi negara-

negara ASEAN-Uni Eropa dengan negara-negara di luar itu memberikan

dampak tidak langsung. Semua ini terangkai dalam persamaan behavioural

model yang mendefinisikan database perdagangan internasional negara-

negara di dunia.

Indonesia, dalam proses liberalisasi perdagangan ASEAN-EU mendapatkan

keuntungan dari peningkatan pendapatan faktor produksi tenaga kerja - baik

terampil (SkLab) maupun tidak terampil (UnSkLab) dan kapital, akan tetapi

mengalami penurunan pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber

daya alam (NatRes).

Tabel-18 dan Tabel-19 berikut ini menyajikan dampak hasil simulasi terhadap

ekspor dan impor sektoral untuk masing-masing negara. Untuk

mempermudah analisis, diberikan arsir warna merah untuk dampak

persentasi kenaikan >10% dan arsir warna hijau untuk dampak persentasi

50

penurunan >10%, untuk dampak ekspor (Tabel-18); diberikan arsir warna

merah untuk dampak persentasi kenaikan >6% dan arsir warna hijau untuk

dampak persentasi penurunan >6%, untuk dampak impor (Tabel-19). Untuk

mempermudah penyajian karena keterbatasan ruang, dampak yang relatif

kecil tidak ditampilkan di dalam Tabel.

Tabel-18: Dampak Ekspor Sektoral (FOB weights, %)

qxw R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD

pdr 13.7 -7.7 22.6 32.1 146.5 -29.3 26.9 16.2 -4.1 -7.2 -7.5 -10.8

c_b 2.3 1.7 10.0 -13.0 12.5 -12.2 -27.2 -13.6 0.0 -0.1 0.0 -0.2

ocr 16.8 0.7 3.5 4.2 43.2 11.4 -0.1 -5.7 0.7 1.9 0.6 0.0

ctl 8.1 0.0 2.8 -0.1 8.4 -3.2 -13.4 -12.1 -0.1 -0.1 0.1 0.1

rmk 7.6 0.1 -1.4 -2.7 13.6 -16.3 -36.5 -10.4 0.0 -0.1 0.1 -0.4

wol 11.2 -0.8 -0.8 -10.7 53.3 -20.2 -50.3 -18.4 -0.7 -0.8 -0.7 -1.0

gas -0.2 0.0 -0.2 -0.8 -3.4 -0.9 90.7 105.4 0.0 0.0 0.0 0.0

cmt 26.4 0.5 9.2 11.9 8.9 1.7 22.2 3.4 0.2 0.6 1.4 0.8

omt -2.8 -1.0 58.2 -1.3 31.0 21.0 34.5 -6.6 -0.3 -1.1 -0.2 -1.6

mil 27.4 0.6 16.7 7.1 4.8 0.9 11.5 24.1 0.9 0.4 0.5 1.2

pcr 17.3 -11.9 10.5 20.3 22.1 9.9 1.4 15.6 -7.3 -8.9 -10.8 -2.2

sgr 45.7 -0.3 0.2 14.9 19.4 23.5 12.1 15.4 -0.4 0.0 -0.1 -0.3

ofd 2.6 -0.1 5.0 10.8 12.1 2.6 5.1 0.8 -0.3 -0.3 -0.1 0.3

b_t 0.9 0.1 8.8 26.4 35.4 33.7 5.2 2.9 0.4 0.1 0.8 0.1

tex 3.5 -0.3 10.2 11.5 7.2 19.9 5.7 6.6 0.3 -0.1 0.3 -0.8

wap 5.4 -0.6 10.6 10.6 5.2 11.4 9.2 10.7 -0.5 -0.6 -0.2 -1.4

lea 3.1 -1.6 12.6 19.5 4.9 7.0 9.3 25.2 -0.9 -1.1 -1.1 -2.5

lum 3.3 0.1 -2.0 -0.7 0.2 15.8 -2.1 -8.6 0.2 0.2 0.3 0.2

ppp 2.7 0.2 -1.0 5.9 4.4 18.4 -1.1 -2.9 0.3 0.1 0.3 0.2

p_c -0.1 0.0 0.7 2.6 3.5 2.8 8.2 24.8 0.1 0.0 0.0 0.0

fmp 10.3 0.2 3.4 8.2 2.9 31.2 -2.6 2.0 0.3 0.3 0.8 0.4

mvh 22.4 -0.1 13.5 11.6 23.3 49.1 13.1 3.3 0.0 0.0 0.0 1.1

otn 7.8 0.7 3.6 1.7 0.9 -3.5 20.2 7.6 0.1 -0.5 0.3 -0.4

ome 14.3 0.1 0.8 1.6 -0.5 1.8 -1.9 -4.8 0.2 0.1 0.3 0.0

omf 18.0 2.1 -1.8 1.8 -0.9 6.6 8.4 -5.1 0.6 0.0 0.6 0.0

ely 12.2 0.0 -1.0 -2.1 -1.8 -3.5 -4.8 -14.3 0.1 0.0 -0.1 0.0

gdt -4.2 0.1 -3.5 -3.9 -1.8 -1.0 -8.3 -19.4 0.1 0.0 0.1 0.0

wtr -1.8 0.2 -3.0 -3.1 -2.0 -7.7 -8.4 -18.8 0.2 0.1 0.0 0.1

cmn -3.1 0.1 -2.9 -2.9 -1.4 -6.4 -6.3 -12.5 0.1 0.1 0.0 0.0

ofi -2.9 0.0 -3.0 -3.1 -1.6 -3.6 -6.4 -13.7 0.0 0.0 -0.1 -0.1

Sumber: Hasil analisis

Dari Tabel-18 terlihat bahwa Indonesia (IDN) tidak memiliki dampak

penurunan ekspor yang nilainya >10%, tetapi tidak terlalu banyak pula yang

51

memiliki dampak kenaikan >10%. Secara berurut dari dampak yang terbesar

adalah: meat products nec. (omt), paddy rice (pdr), dairy products (mil), motor

vehicles and parts (mvh), leather products (lea), wearing apparel (wap),

processed rice (pcr), textiles (tex), dan sugar cane, sugar beet (c_b). Namun

demikian, dampak kenaikan yang cukup besar dari sisi ekspor untuk

komoditas padi (paddy rice) dan beras atau olahannya (processed rice) secara

pemodelan, akan sulit dilakukan secara factual, mengingat kebutuhan untuk

menjaga ketahanan pangan dan padi/beras merupkan staple food utama

masyarakat Indonesia.

Disamping itu, dampak ekspor sektoral juga terlihat lebih banyak dinikmati

bagi negara-negara ASEAN dibandangkan dengan dampaknya bagi negara-

negara Uni Eropa. Dampak bagi negara-negara ASEAN walaupun bervariasi

tetapi secara besaran prosentase terlihat relatif merata.

Tabel-19 menyajikan gambaran dampak sektoral dari sisi impor. Terlihat pula

bahwa dampak relatif lebih besar di negara-negara ASEAN dibandingkan

dengan di negara-negara Uni Eropa. Bagi Indonesia (IDN), benefit dengan

persentasi terbesar terjadi untuk penurunan impor komoditas sugar cane

sugar beet (c_b). Sementara dampaknya terhadap kenaikan impor cukup

modest. Yang cukup menonjol ialah kenaikan impor beras dan porduk

olahannya (processed rice/pcr), ini kemungkinan dalam bentuk impor beras

dengan kualitas tertentu atau produk olahan makanan berbahan baku utama

beras.

Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) memiliki dampak impor sektoral yang

cukup banyak serta dengan nilai persentase perubahan yang cukup besar.

Sementara Philippines (PHL) memiliki variansi yang cukup mencolok, dari

persentase penurunan impor sampai dengan kenaikan impor, dan dengan

persentase yang cukup besar walaupun hanya melibatkan beberapa

sektor/komoditas saja. Dampak impor untuk Singapore (SGP) relatif kecil, hal

ini berbeda dengan dampak dari sisi ekspornya (Lihat kembali Tabel-18) yang

memiliki variansi dampak yang cukup besar.

52

Tabel-19: Dampak Impor Sektoral (CIF weights, %)

R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD

pdr 10.04 -2.52 1.09 84.54 -26.74 1.30 25.08 27.58 -0.70 -5.89 -3.53 -5.75

gro -1.68 -0.07 -0.18 1.14 -0.94 1.27 19.51 0.90 0.06 -0.09 -0.14 -0.22

v_f 8.50 0.00 0.63 0.86 -1.99 1.41 11.14 4.24 0.08 0.00 0.01 0.01

c_b -3.36 -0.20 -11.06 5.78 -6.13 2.17 5.68 4.44 2.18 -0.11 -0.07 -0.10

pfb 1.97 -0.27 6.95 2.82 -0.80 1.89 2.27 2.73 -0.15 -0.15 -0.03 -0.26

ocr 3.89 -0.10 2.41 2.06 0.12 1.64 25.33 8.84 -0.04 -0.11 0.01 0.11

ctl 3.38 -0.07 1.05 2.80 -3.44 0.53 13.30 5.92 0.20 0.15 -0.22 0.26

rmk -0.52 0.03 0.86 1.67 -7.59 0.60 19.36 1.51 0.04 0.09 0.06 0.35

wol 1.79 -0.44 4.50 3.18 -0.54 0.77 28.00 7.80 -0.22 -0.27 -0.20 -0.30

frs 9.27 0.10 1.76 1.22 0.54 1.30 5.83 -4.66 0.10 0.06 0.05 0.04

coa 2.43 0.01 6.81 0.34 0.47 1.01 0.49 0.63 0.02 0.06 0.02 0.01

gas 4.78 0.01 -0.09 0.99 2.83 0.91 0.63 -52.74 0.02 0.02 0.02 -0.02

cmt 5.51 0.01 2.39 0.45 0.27 2.06 11.39 -0.41 1.92 0.08 0.11 -0.01

omt 10.29 0.28 3.70 3.23 6.28 1.32 13.89 10.48 1.02 0.36 1.37 0.93

mil 6.84 0.05 4.03 1.04 1.03 1.56 10.98 9.41 1.56 0.07 0.09 0.24

pcr 1.01 2.95 11.96 25.81 48.95 -0.25 11.66 17.34 1.02 -0.05 -0.20 0.05

sgr 4.77 -0.02 8.46 0.92 30.60 4.07 11.10 26.69 1.38 -0.19 0.01 0.36

ofd 9.25 0.31 6.44 2.37 3.52 2.19 6.43 8.56 0.54 0.43 0.47 0.44

b_t 4.83 0.03 8.83 19.60 1.54 1.20 23.30 12.92 0.26 0.07 0.08 0.06

tex 3.90 0.15 6.33 4.55 2.95 5.56 7.05 11.05 0.33 0.15 0.49 0.19

wap 8.50 0.53 6.74 1.37 5.86 1.75 42.58 10.55 0.61 0.77 0.91 0.56

lea 7.31 0.64 8.92 2.14 3.16 3.38 11.63 25.98 0.82 1.18 0.89 0.52

lum 18.08 0.10 4.26 1.88 4.68 2.63 7.28 2.69 0.05 0.00 0.04 -0.03

nmm 4.50 0.04 5.43 4.17 2.93 2.22 8.79 10.70 0.12 0.08 0.16 0.07

fmp 0.95 0.05 8.06 7.97 4.09 4.06 8.40 3.12 0.12 0.06 0.13 0.09

mvh 9.11 0.02 4.98 3.87 6.20 3.78 9.35 3.30 0.14 0.07 0.12 0.16

otn 2.93 0.16 1.51 2.46 5.14 1.87 7.84 9.23 0.09 -0.01 0.22 0.16

ele 7.61 0.05 1.22 -0.14 -0.13 -2.02 -1.02 2.91 0.11 0.04 0.06 -0.06

omf 10.51 0.21 5.64 5.16 3.28 1.02 6.05 9.07 0.16 0.27 0.27 0.11

ely -1.28 0.02 0.50 2.17 0.97 2.52 3.74 8.45 -0.01 0.03 0.05 0.03

gdt 2.09 -0.01 1.05 2.25 0.93 0.91 1.13 8.64 -0.03 0.01 -0.04 -0.01

wtr 1.66 -0.12 0.94 1.84 1.47 0.78 4.84 10.04 -0.16 -0.16 -0.09 -0.05

Sumber: Hasil analisis

Ikhtisar

Dengan mengamati hasil simulasi dan analisis dalam uraian di atas maka ada

beberapa kesimpulan:

53

1. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa

memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih

banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi

perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (ekspor-

impor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi.

Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih

memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih

variatif.

2. Indonesia pun mengalami keuntungan dari adanya liberalisasi

perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami

oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk

pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat

mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya

yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah

dan sumber daya alam tersebut.

3. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas

Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan

kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki

komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya

relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif

rendah.

4. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari

indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara

ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga

merupakan sumber investasi terbesar di dunia.

54

5555 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) -

Turkey Free Trade Area

Pendahuluan

Paralel dengan keputusan Uni Eropa untuk menghentikan negosiasi dalam

ASEAN-European Union Free Trade Area (AEUFTA) dan mendorong inisiasi

untuk negosiasi FTA secara bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN

maka Turkey melakukan inisiasi negosiasi FTA dengan Indonesia pada 31 Juli

2009.

Sedikit gambaran hubungan bilateral kedua negara: Indonesia dengan Turkey

dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Indonesia merupakan menempati posisi ke-80 dari negara tujuan ekspor

komoditas Turkey pada tahun 2012. Nilai eskpor Turkey ke Indonesia

mencapai USD244 juta, menurun 20,9% disbanding tahun sebelumnya

55

yang mencapai USD308 juta. Komoditas ekspor utama Turkey ke Indonesia

pada 2012 adalah (2-digit SITC): cereals (USD74,3 juta), tobacco products

(USD42,5 juta), textile yarn and related products (USD22,8 juta), machinery

specialized for particular industries (USD19 juta), dan inorganic chemicals

(USD12,4 juta).

2. Indonesia merupakan negara sumber kebutuhan impor ke-29 bagi Turkey

pada tahun 2012. Turkey mengimpor komoditas dagang dari Indonesia

mencapai USD1,8 miliar pada 2012, sedikit menurun (7%) dibanding

tahun 2011 yang mencapai USD1,9 miliar. Barang impor utama dari

Indonesia terdiri atas: textile yarn and related products (USD572 juta), fixed

vegetable fats and oils, crude, refined or fractionated (USD298 juta), crude

rubber (USD208 juta), footwear (USD78 juta), dan animal or vegetable fats

and oils (USD71 juta).

3. Turkey mengalami deficit perdagangan dengan Indonesia sebesar USD1,55

miliar pada 2012, menurun 4,4% dibanding tahun 2011 yang mencapai

USD1,62 miliar.

4. Nilai stock foreign direct investment (FDI) Turkey di Indonesia sebesar

USD4 juta pada tahun 2012, sementara total nilai stock FDI Indonesia di

Turkey mencapai USD10 juta.

Dari skala ekonominya, Turkey merupakan negara yang relatif besar dan

tergabung sebagai anggota negara-negara G-20. Pertumbuhan ekonominya

pun tergolong tinggi dalam decade terakhir. Juga diprediksikan sebagai salah

satu negara yang akan tumbuh membesar dalam empat dekade yang akan

datang, sebagaimana dalam Gambar-12 berikut ini.

Terlihat bahwa pada tahun 2009 Turkey berada pada peringkat ke-15 dengan

nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar kemampuan daya beli harga

2009 sebesar USD1.040 miliar. Sementara Indonesia pada saat yang sama

berada pada posisi ke-16 dengan nilai PDB sebesar USD967 miliar. Pada tahun

2050, Turkey diproyeksikan akan berada pada peringkat ke-12 besar dunia

dengan tingkat PDB sebesar USD5.298 miliar. Sementara Indonesia

56

diproyeksikan menjadi negara terbesar ke-8 dengan PDB sebesar USD6.205

miliar.

Sebagai catatan, bahwa Nigeria dan Vietnam merupakan dua negara yang

mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan masuk menjadi 20 negara

terebsar dunia. Yaitu pada tahun 2050 menempati peringkat ke-13 dan ke-14,

yaitu satu peringkat di bawah Turkey. Padahal pada tahun 2009, kedua negara

tersebut tidak masuk dalam kategori 20 negara terbesar, jika dilihat dari

besaran PDB-nya.

Gambar-12: Proyeksi Pertumbuhan 20 Ekonomi Terbesar Dunia 2009-2050

Sumber: http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/may/13/gdp-growth-oecd-eu#

Posisi kedua negara yang memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang baik

ini memiliki potensi yang besar bagi pengembangan kerja sama bilateral

kedua negara atau pun bersama dengan negara anggota ASEAN lainnya.

Terlebih lagi Indonesia dan Turkey keduanya secara demografis masih

memiliki potensi kependudukan yang relatif muda sehingga masih memiliki

sumber tenaga kerja produktif yang relative banyak. Hal berbeda dengan yang

dimiliki oleh hampir semua negara di kawasan Eropa yang sudah mengalami

kondisi aging population.

57

Selain itu, secara grografis Turkey memiliki lokasi yang sangat strategis

sebagai penghubung kawasan Eropa dan kawasan Timur Tengah.

Memanfaatkan lokasinya yang mencakup Timur Tengah dan Eropa, Turki

telah menjadi kunci titik transit untuk minyak dan gas dan menawarkan akses

yang luar biasa ke pasar di Eropa, Caucausus, Asia Tengah, dan Timur Tengah.

Turki merupakan jembatan Eropa dan beberapa terbesar pemasok energi di

dunia. Turki Bosphorus Strait, menghubungkan Laut Hitam dan Laut

Mediterania, adalah lokasi kunci di mana ekspor perjalanan dan merupakan

salah satu alasan untuk Turki penting sebagai pusat transit energi.

Dengan demikian jalinan kerja sama yang baik dalam bidang perdagangan

internasional baik secara bilateral (Indonesia-Turkey) maupun multilateral

(ASEAN-Turkey) akan memiliki potensi yang menguntungkan kedua belah

pihak. Oleh karenanya, diperlukan evaluasi atas dampak potensial dari

kebijakan kerja sama tersebut.

Dengan menggunakan metode yang sama dengan analisis sebelumnya tentang

potensi dampak liberalisasi perdagangan ASEAN-Uni Eropa yaitu dengan

menggunakan model GTAP v.8 untuk melihat dampak liberalisasi

perdagangan Indonesia-Turkey dan ASEAN-Turkey.

Struktur Tarif Dasar ASEAN-Turkey: Database GTAP v.8

Sebelum melakukan analisis hasil simulasi dengan menggunakan Model GTAP,

ada baiknya untuk melihat struktur dasar tarif impor negara-negara ASEAN

termasuk Indonesia dengan Turkey, sebagai informasi awal sebelum dilakukan

liberalisasi perdagangan (pengurangan tarif impor).

Tabel-20 menggambarkan tarif impor Turkey dari negara mitra. Sebetulnya

terlihat bahwa perekonomian Turkey sudah realtif terbuka, hanya sedikit

komoditas dari luar yang dikenai tariff >6% dan hampir merata jumlahnya

untuk semua negara mitra utama di ASEAN dan Uni Eropa.

58

Turkey melindungi kepentingannya dari Indonesia dengan mengenakan tarif

impor yang relatif tinggi untuk komoditas-komoditas sebagai berikut: animal

products nec (oaf), crops nec (ocr), food products nec (ofd), vegetables, fruit,

nuts (v_f), beverages and tobacco products (b_t), fishing (fsh), vegetable oils and

fats (vol), cattle, sheep, goats, horses (ctl), dan wearing apparel (wap). Turkey

juga mengenakan tarif yang relatif sangat tinggi untuk impor dairy product

(mil) dari negara-negara seperti: Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris

(GBR), Belanda (NLD), Singapore (SGP), negara Asia Tenggara lainnya (R_SEA)

dan negara Uni Eropa lainnya (R_EU).

Tabel-20: Tarif impor Turkey dari negara mitra

rTMS R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD

1 pdr 0.00 35.39 0.00 0.00 0.00 0.00 36.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 wht 21.67 31.85 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.15 43.33 0.00 0.00

3 gro 44.34 109.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41.52 62.45 0.00 0.00

4 v_f 10.41 38.92 31.18 26.86 33.00 45.00 21.40 34.91 35.64 34.95 21.48 41.80

5 osd 3.67 3.80 0.00 0.00 0.00 0.00 14.09 11.64 1.66 6.03 0.00 7.20

8 ocr 9.62 13.19 64.94 26.73 23.83 25.73 20.50 40.32 15.90 23.64 23.43 15.36

9 ctl 9.53 6.21 15.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.88 9.43 6.99 5.48

10 oap 2.98 0.54 180.00 0.00 0.00 0.00 8.65 0.00 1.33 8.91 3.34 9.80

13 frs 0.01 0.00 2.10 0.00 0.00 6.02 4.19 8.26 0.00 0.00 0.00 0.00

14 fsh 4.66 7.42 19.86 17.03 1.34 30.06 30.17 0.00 0.02 3.61 13.44 7.27

19 cmt 57.44 42.46 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 61.17 3.04 39.38

20 omt 24.20 88.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 83.33 39.94 31.37 116.67

21 vol 12.78 14.88 17.90 16.30 28.05 0.00 33.10 0.00 10.15 21.06 26.09 19.12

22 mil 94.61 91.82 0.00 0.00 0.00 114.39 0.00 0.00 126.82 102.16 111.67 101.97

23 pcr 5.10 44.97 0.00 0.00 0.00 0.00 45.00 0.00 0.00 45.00 0.00 0.00

24 sgr 35.75 54.56 0.00 0.00 0.00 0.00 79.64 0.00 54.00 54.54 53.85 54.00

25 ofd 9.26 19.01 32.88 8.52 11.40 34.69 21.69 26.46 11.02 20.60 20.22 19.39

26 b_t 3.04 1.85 22.96 11.66 2.40 0.00 0.00 25.20 1.99 0.91 0.31 0.18

28 wap 5.79 0.00 9.00 7.64 8.86 0.00 8.94 8.98 0.00 0.00 0.00 0.00

29 lea 0.29 0.00 5.69 9.80 7.14 0.00 5.87 7.15 0.00 0.00 0.00 0.00

35 i_s 2.80 0.00 0.17 1.52 5.17 0.00 2.81 7.74 0.00 0.00 0.00 0.00

38 mvh 0.00 0.00 0.00 1.84 0.00 0.00 6.73 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

40 ele 0.00 0.00 3.24 1.70 0.03 0.00 0.84 7.02 0.00 0.00 0.00 0.00

Sumber: GTAP Database v.8

Sementara Tabel-21 menggambarkan kondisi tarif impor negara mitra untuk

komoditas dari Turkey. Terlihat perbedaan mencolok terhadap tarif impor

59

komoditas dari Turkey antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara

Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa relatif terbuka terhadap impor komoditas

dari Turkey, hanya beberapa komoditas yang masih dikenai tarif impor yang

cukup tinggi, diantaranya: sugar (sgr), processed rice (pcr), wheat (wht), dan

paddy rice (pdr).

Tabel-21: Tarif impor negara mitra dari Turkey

rTMS R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD

1 pdr 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.62 20.67 16.18 0.00

2 wht 4.27 1.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.50 9.23 8.77 9.65 7.16

3 gro 4.70 0.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.01 0.74 42.96 1.99

4 v_f 27.84 2.58 4.71 0.99 3.94 0.00 19.95 40.00 1.31 2.34 0.82 1.52

5 osd 18.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8 ocr 12.49 0.00 4.99 552.29 6.87 0.00 8.53 20.46 0.00 0.00 0.00 0.00

9 ctl 6.21 1.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

10 oap 10.96 0.37 0.00 0.00 0.00 0.00 2.27 0.00 0.04 0.00 0.00 0.00

13 frs 15.26 0.00 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

14 fsh 8.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 omn 13.22 0.00 2.95 0.61 3.00 0.00 9.68 1.07 0.00 0.00 0.00 0.00

19 cmt 25.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 omt 25.02 1.73 0.00 8.09 0.00 0.00 40.00 20.08 0.93 10.58 4.19 0.00

21 vol 7.76 28.93 1.61 0.53 3.10 0.00 23.98 0.00 0.68 17.39 8.27 0.00

22 mil 4.89 6.20 5.00 0.00 1.08 0.00 17.77 0.00 42.32 43.87 0.00 0.00

23 pcr 4.72 1.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 27.56 26.21 33.47 22.33

24 sgr 7.78 98.74 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 182.36 139.63 35.65 0.00

25 ofd 16.49 2.77 4.98 4.47 8.51 0.00 9.89 16.65 2.21 1.42 2.32 1.74

26 b_t 8.00 1.73 123.29 350.53 7.50 116.97 60.00 50.00 2.43 3.17 2.93 2.71

27 tex 7.03 0.00 10.39 14.44 7.59 0.00 7.37 38.34 0.00 0.00 0.00 0.00

28 wap 8.72 0.00 14.70 8.56 13.40 0.00 52.30 42.57 0.00 0.00 0.00 0.00

29 lea 11.81 0.00 9.17 9.86 10.51 0.00 12.99 4.18 0.00 0.00 0.00 0.00

30 lum 30.99 0.00 9.13 0.26 13.64 0.00 18.63 14.11 0.00 0.00 0.00 0.00

31 ppp 4.42 0.00 6.75 9.41 6.13 0.00 6.19 26.15 0.00 0.00 0.00 0.00

32 p_c 16.33 0.00 1.93 0.54 2.33 0.00 10.94 3.99 0.00 0.00 0.00 0.00

33 crp 7.01 0.04 1.66 4.30 5.29 0.00 3.87 7.35 0.00 0.00 0.00 0.00

34 nmm 5.69 0.00 6.38 22.66 10.99 0.00 12.01 17.20 0.00 0.00 0.00 0.00

35 i_s 5.00 0.00 0.10 6.42 2.86 0.00 2.22 8.64 0.00 0.00 0.00 0.00

36 nfm 6.97 0.00 4.78 0.65 3.64 0.00 0.65 0.98 0.00 0.00 0.00 0.00

37 fmp 7.93 0.00 10.36 17.61 7.62 0.00 10.53 19.95 0.00 0.00 0.00 0.00

38 mvh 15.18 0.00 6.76 15.17 6.94 0.00 25.40 43.43 0.00 0.00 0.00 0.00

39 otn 9.45 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 3.50 13.37 0.00 0.00 0.00 0.00

40 ele 10.01 0.00 0.08 0.27 0.17 0.00 2.87 16.21 0.00 0.00 0.00 0.00

41 ome 10.77 0.00 5.04 6.52 3.00 0.00 5.78 6.33 0.00 0.00 0.00 0.00

42 omf 8.86 0.00 11.88 7.64 6.21 0.00 15.59 10.95 0.00 0.00 0.00 0.00

60

Sumber: GTAP Database v.8

Sementara negara mitra di ASEAN masih cukup banyak mengenakan tarif

impor untuk komoditas-komoditas dari Turkey. Ada semacam keseragaman

komoditas dari Turkey yang dikenai tarif impor antarnegara-negara di ASEAN,

pun dengan besaran tarif yang cenderung sama, misalnya: beverages and

tobacco products (b_t), textiles (tex), wearing apparel (wap), metal products

(fmp), motor vehicles and parts (mvh), dan manufactures nec (omf).

Simulasi dan Analisis

Simulasi dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan

melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh untuk hubungan bilateral

Indonesia dengan Turkey dan hubungan bilateral seluruh negara ASEAN

dengan Turkey. Analisis akan dilakukan secara bersamaan untuk kedua

skenario ini.

Tabel-22 merupakan ikhtisar hasil simulasi liberalisasi perdagangan antara

Indonesia-Turkey dan ASEAN-Turkey. Terlihat bahwa liberalisasi

perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan Turkey bagi Indonesia

memberikan dampak peningkatan arus perdagangan (ekspor dan impor),

pertumbuhan ekonomi (GDP), dan kesejahteraan rumah tangga (HHINC),

walaupun secara nilai dampaknya tidak terlalu besar. Dari sisi investasi

dampaknya sangat kecil. Dari sisi Turkey, walau pun terdapat peningkatan

arus perdagangan (ekspor dan impor), namun secara keseluruhan kurang

menguntungkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga

dan investasi.

Namun apabila skema liberalisasi perdagangan diperluas ke level ASEAN –

Turkey maka dampaknya pun semakin besar baik untuk arus perdagangan

maupun untuk pertumbuhan ekonomi dan investasi. Terlihat dampaknya

banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN kecuali Philipinnes untuk

61

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Bagi Turkey,

walaupun dampak terhadap arus perdagangannya membesar, tetapi dampak

terhadap pertumbuhan dan kesejahteraan rumah tangga masih negative

walau dari sisi nilai relatif kecil.

Tabel-22: Dampak Liberalisasi terhadap Arus Perdagangan dan Investasi

Export

(USD million) Import

(USD million) GDP

(%) HHINC

(%) INV

(%)

Bilateral Indonesia - Turkey

IDN 61.66 106.25 0.07 0.07 0.00

TUR 163.77 139.06 (0.02) (0.02) (0.00)

ASEAN - Turkey

IDN 1,248.57 1,612.96 0.16 0.17 0.05

MYS 947.00 1,507.55 0.34 0.40 0.13

PHL 588.44 918.36 (0.26) (0.28) 0.09

SGP 680.86 2,213.36 1.90 2.04 0.15

THA 1,530.30 2,487.94 0.45 0.54 0.14

VNM 362.28 839.98 0.18 0.21 0.23

R_SEA 18.49 28.60 0.29 0.30 0.01

TUR 359.71 337.13 (0.02) (0.02) 0.00

Sumber: Hasil analisis

Namun dari sisi dampaknya terhadap pendapatan factor produksi terlihat

sebagaimana dalam Tabel-23 bahwa Turkey mendapatkan persentase

perubahan yang positif semua dalam skema liberalisasi perdagangan bilateral

Indonesia-Turkey. Indonesia mendapatkan dampak positif untuk pendapatan

faktor produksi tanah, tenaga kerja tidak terampil dan tenaga kerja terampil,

sementara untuk modal dan sumber daya alam mengalami dampak negatif.

Ketika liberalisasi diperluas ke ASEAN-Turkey, hasilnya sedikit berbeda. Tidak

hanya dampaknya menjadi lebih besar tetapi beberapa faktor pun mengalami

perubahan arah. Misalnya dampak terhadap factor produksi tanah di

Indonesia menjadi negatif, sementara modal menjadi positif. Sinagpore dalam

hal ini mendapatkan keuntungan yang paling maskimal, tidak hanya semuanya

62

memiliki arah positif namun juga dengan nilai persentase perubahan yang

relatif besar.

Tabel-23: Dampak Liberalisasi terhadap Pendapatan Faktor Produksi

Land UnSkLab SkLab Capital NatRes

Bilateral Indonesia - Turkey

IDN 0.194 0.023 0.004 -0.001 -0.204

TUR 0.062 0.011 0.008 0.011 0.036

ASEAN - Turkey

IDN -0.435 0.381 0.352 0.358 -0.637

MYS 0.437 0.918 0.852 0.993 -0.607

PHL -9.022 0.715 0.878 1.128 0.899

SGP 7.935 0.976 0.795 0.924 0.029

THA 2.070 0.760 0.634 0.762 -0.626

VNM 3.864 1.555 1.321 1.436 -1.096

R_SEA 1.051 0.006 -0.076 -0.042 -0.491

TUR 0.184 0.030 0.022 0.026 0.021

Sumber: Hasil analisis

Tabel-24 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan

Indonesia-Turkey terhadap ekspor-impor sektoral di kedua negara secara

persentase perubahan. Walaupun di dalam Tabel-22 sebelumnya terlihat

adanya kenaikan arus (volume) perdagangan baik dari sisi ekspor atau pun

impor, namun jika dilihat lebih detail ada sektor-sektor industry (komoditas)

yang mengalami kenaikan ekspor/impor ada juga yang mengalami penurunan.

Sebagaimana terlihat di Tabel-24 bahwa ada beberapa komoditas di Indonesia

yang mengalami kenaikan ekspor sebagaimana diarsir warna merah untuk

kenaikan >0.3%, ada juga yang mengalami penurunan sebagaimana diarsir

dengan warna hijau untuk penurunan <0.3%. Begitupun untuk dampaknya

terhadap impor. Hal sama juga terjadi di Turkey walaupun dengan dampak

yang relatif lebih sedikit. Hanya beberapa komoditas yang memiliki dampak

63

ekspor atau pun impor yang lebih besar atau lebih kecil dari 0.3%. Secara

keseluruhan bisa dikatakan memang dampaknya relatif kecil.

Tabel-24: Dampak Sektoral Liberalisasi Indonesia - Turkey

Ekspor Sektoral (FOB weights, %)

Impor Sektoral (CIF weights, %)

qxw idn tur

qiw idn tur

pdr -1.22 0.06

pdr 0.67 -0.03

wht -0.56 0.04

wht -0.05 0.00

gro -0.33 0.01

gro 0.15 -0.01

v_f 0.36 0.02

v_f 0.25 0.56

osd -1.24 0.07

osd 1.29 -0.47

c_b -0.53 0.03

c_b 0.19 -0.07

pfb -0.66 0.02

pfb 0.20 -0.01

ocr -0.35 1.93

ocr 1.33 0.06

ctl -0.21 0.05

ctl 0.19 0.00

rmk -0.82 0.09

rmk 0.11 -0.06

wol -1.16 0.21

wol 0.77 -0.01

cmt -0.82 0.14

cmt 0.37 -0.08

omt -0.64 0.20

omt 0.31 -0.08

vol 1.50 1.46

vol 0.86 11.16

mil -0.62 0.25

mil 0.22 -0.10

pcr -0.63 0.06

pcr 0.29 -0.02

sgr -0.38 0.05

sgr 0.10 -0.03

ofd -0.19 0.35

ofd 0.46 0.05

b_t 1.90 0.13

b_t 0.06 0.38

tex 1.72 0.33

tex 0.68 0.52

wap -0.02 0.34

wap 0.18 0.14

lea 0.29 0.28

lea 0.38 0.68

lum -0.31 0.06

lum 0.10 0.03

otn -0.43 0.07

otn 0.03 -0.01

ome -0.31 0.10

ome -0.01 -0.01

omf -0.31 0.15

omf 0.16 -0.03

Sumber: Hasil analisis

Tabel-25 dan Tabel-26 memberikan gambaran dampak ekspor dan impor

sektoral dari hasil simulasi atas liberalisasi perdagangan yang diperluas untuk

ASEAN dan Turkey. Untuk mempermudah melihat dan member perhatian

terhadap sektor-sektor mana yang memiliki dampak yang besar maka untuk

dampak ekspor (Tabel-25) yang >10% diarsir warna merah dan yang <-10%

64

diarsir dengan warna hijau. Sementara untuk dampak impor (Tabel-26) yang

yang >6% diarsir warna merah dan yang <-6% diarsir dengan warna hijau.

Terlihat dari Tabel-25 bahwa Turkey memiliki dampak eskpor yang relative

kecil, tidak ada yang diarsir baik itu merah atau pun hijau. Ini artinya tidak ada

yang memiliki dampak yang magnitude-nya di atas 10%. Singapore memiliki

dampak yang cukup banyak dan variatif bagi komoditas ekspor yang

mengalami kenaikan/penurunan di atas 10%. Sementara Phillipiness memiliki

cukup banyak komoditas yang mengalami kenaikan di atas 10%. Sisanya, yaitu

Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam hanya memeiliki sedikit komoditas

yang terkena dampak yang cukup besar (>10% atau <-10%).

Tabel-25: Dampak Ekspor Sektoral ASEAN-Turkey (FOB weights, %)

qxw R_SEA IDN MYS PHL SGP THA VNM TUR

pdr 11.03 23.25 34.53 55.96 -17.46 -5.85 -27.15 0.99

osd 6.83 2.89 0.05 11.81 4.87 3.21 9.25 -0.01

c_b -4.08 11.79 -10.12 14.87 -11.20 -16.16 -6.44 -0.02

ocr 13.52 2.40 6.53 38.05 10.46 6.01 -3.06 6.66

rmk -3.58 -0.28 -0.85 14.12 -14.46 -6.57 -2.96 -0.11

wol -4.63 2.23 -6.82 40.82 -17.18 -8.69 -8.68 -0.19

gas -0.12 -0.07 -0.77 -5.29 -2.01 67.19 151.67 1.21

cmt -3.39 -0.79 1.00 10.36 1.98 -7.66 -0.63 3.15

omt -0.86 -2.12 0.21 19.31 21.37 -4.21 -5.33 3.38

pcr -0.74 0.93 28.32 29.64 8.89 2.90 16.89 1.07

sgr -1.67 -0.34 14.87 11.16 22.47 14.49 21.42 -0.03

b_t 1.95 14.74 19.95 43.25 31.49 3.63 4.80 0.35

tex -1.00 2.81 6.50 2.13 17.79 0.51 0.82 0.84

wap -0.49 -0.02 1.48 -0.26 13.24 -2.49 0.00 0.64

lum 2.56 -1.32 -0.72 -0.25 14.93 0.95 -1.64 0.08

ppp 0.83 0.40 5.75 4.36 19.72 1.32 2.14 0.14

fmp 7.22 5.92 7.27 3.45 32.75 0.22 2.06 0.08

mvh 14.64 17.54 6.39 24.24 50.54 5.42 3.42 0.14

ome 10.36 2.30 1.27 -0.31 2.33 0.24 1.15 0.21

omf 17.51 0.37 6.18 -0.70 8.21 -0.32 1.17 0.41

atp -0.41 0.20 -0.67 0.26 -1.72 -0.51 10.25 0.09

Sumber: Hasil analisis

Tabel-26 menunjukkan dampak impor sektoral yang relatif sama, yaitu bahwa

dampak terhadap Turkey relatif kecil. Hanya terhadap impor komoditas

65

vegetable oil and fats (vol) yang memiliki dampak kenaikan impor yang cukup

besar. Sementara bagi negara-negara utama ASEAN mendapatkan dampak

impor yang bervariatif. Indonesia mengalami kenaikan impor yang cukup

besar untuk komoditas: processed rice (pcr), sugar (sgr), beverages and tobacco

(b_t), dan metal products (fmp).

Tabel-26: Dampak Impor Sektoral ASEAN-Turkey (CIF weights, %)

qiw R_SEA IDN MYS PHL SGP THA VNM TUR

pdr 6.25 -1.40 87.87 -28.77 1.53 10.72 20.49 -0.08

gro 0.99 -0.08 0.63 -1.11 1.13 13.58 0.24 0.00

v_f 0.48 0.20 0.63 -2.63 1.26 5.56 1.87 1.39

c_b 0.67 -12.17 4.21 -7.23 1.95 3.40 1.04 -0.10

ocr 2.54 1.92 -7.19 -0.19 1.58 17.42 1.73 0.75

ctl 1.15 0.17 1.69 -3.65 0.56 5.98 2.59 0.05

rmk 0.20 -0.01 0.95 -7.86 0.62 1.75 -0.01 -0.01

frs 1.11 0.02 0.91 0.29 1.52 6.40 -0.88 0.02

coa 0.91 7.95 0.51 0.57 1.18 0.51 0.57 0.00

gas 1.23 -0.02 1.15 2.70 1.06 0.53 -77.54 0.00

omt 1.12 1.43 1.15 -5.87 1.47 1.71 3.06 -0.04

vol 0.29 1.31 1.29 0.96 2.94 0.57 1.19 17.72

pcr -0.63 14.27 27.20 50.99 1.21 5.33 15.28 2.64

sgr -1.10 8.49 0.77 31.67 4.14 5.58 23.49 0.11

b_t 0.19 7.57 9.65 0.36 1.11 10.11 7.79 0.48

tex -0.37 1.61 1.82 0.75 5.83 1.87 0.78 1.14

wap 0.10 1.95 0.62 1.96 1.92 12.61 0.81 0.70

lum 0.81 2.31 1.08 3.33 2.87 5.57 1.28 0.07

ppp 0.12 0.93 3.60 1.18 5.17 1.29 2.04 -0.01

fmp 0.29 5.13 5.40 2.52 4.30 4.49 1.41 -0.01

mvh 0.55 3.58 2.15 5.67 3.90 4.37 1.50 0.11

omf 0.70 3.16 3.31 1.49 1.09 6.18 1.37 -0.01

Sumber: Hasil analisis

Ikhtisar

Dari uraian dan analisis hasil simulasi di atas maka ada beberapa kesimpulan

yang didapatkan, diantaranya yaitu:

1. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi

keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara

(ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di

66

ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geo-

spasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur

Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan

potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya

diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi

perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia.

2. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan

Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan

impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi,

kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia

namun dampaknya tidak terlalu besar.

3. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan

melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan

dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan

Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh

negara-negara di kawasan ASEAN.

67

6666 Analisis Daya Saing

Komoditas Pertanian Indonesia

Pembangunan ekonomi selama setengah abad terakhir telah berhasil

mengubah struktur perekonomian Indonesia dari perekonomian yang

berbasis kepada sektor pertanian menjadi perekonomian yang berbasis pada

sektor industri. Hal ini terlihat jelas dalam data kontribusi sektoral utama

sebagaimana tergambar dalam Gambar-13. Kontribusi sektor pertanian

terhadap perekonomian menurun tajam, dari sebesar 56,3% pada tahun 1962

menjadi hanya 14.7% pada tahun 2011, bahkan sempat turun pada level 13%

pada tahun 2005 dan 2006.

68

Pada periode yang sama, sektor industri (manufaktur dan non-manufaktur)

mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari sebesar 11,9% menjadi

47,2% dari total PDB. Sementara kontribusi sektor jasa berfluktuatif pada

level sekitar 30-40%. Kontribusi sektor industri manufaktur tumbuh dari level

di bawah 10% pada 1962 menjadi 29,1% pada 2001, namun mengalami

kecenderungan stagnasi pada periode selanjutnya. Sektor industri

nonmanufaktur terdiri atas pertambangan (termasuk migas), konstruksi,

listrik, gas dan air bersih. Migas menjadi pemeran utama dalam komponen

pertumbuhan ekonomi dalam rentang tahun 1970-an dan 1980-an.

Gambar-13: Transformasi Perekonomian Sektoral – Tenaga Kerja

Sumber: WDI, diakses 27 Mei 2013

Keterangan: Industri non-manufaktur: pertambangan (termasuk migas),

kontruksi, listrik, gas, dan air

Namun demikian, tatkala kontribusi output sektoralnya telah menurun tajam,

bukan berarti bahwa sektor pertanian sudah tidak menjadi faktor penting

dalam perekonomian Indonesia. Data tahun 2011 (World_Bank, 2013)

menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja yang

cukup tinggi yaitu sebesar 35,9% dari total 151,9 juta angkatan kerja.

69

Sementara sektor industri hanya menyerap 20,6%. Sisanya sebesar 43,5%

diserap oleh sektor jasa.

Syafa'at et al. (2005) menerangkan bahwa sektor pertanian memberikan

peranan yang penting dalam perekonomian setidaknya dalam beberapa hal

sebagai berikut:

1. Sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk

pedesaan dimana sebagian besar penduduk pedesaan bermata-

pencaharian utama sebagai petani;

2. Sebagai penghasil pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi

penduduk yang jumlahnya semakin bertambah;

3. Sebagai pemacu proses industrialisasi, utamanya bagi industrialisasi yang

memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan sektor pertanian;

4. Sebagai penyumbang devisa negara, karena sektor pertanian

menghasilkan produk-produk pertanian yang tradable dan berorientasi

pada pasar ekspor; dan

5. Sebagai pasar bagi produk dan jasa sektor non-pertanian.

Dalam perspektif perdagangan internasional, Indonesia menempati posisi ke-

12 (2010) negara pengekspor utama komoditas pertanian dunia. Sebagaimana

terlihat dalam Tabel-27. Ekspor pertanian Indonesia pun tumbuh pesat,

hampir lima kali lipat dalam periode 2002-2010.

Tabel-27: Negara Eksportir Utama Pertanian (USD)

No Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Amerika Serikat 55,586 62,305 63,893 65,348 71,379 92,679 118,281 101,043 118,805

2 Belanda 32,522 41,914 47,806 50,815 54,941 67,639 79,047 74,314 77,336

3 Jerman 26,354 32,847 39,240 42,454 47,370 57,513 70,847 63,567 66,705

4 Brazil 16,726 20,914 27,215 30,803 34,682 42,816 55,363 52,953 62,100

5 Perancis 34,839 42,127 46,663 47,186 50,380 58,812 68,025 57,549 61,670

6 Belgia 18,636 22,595 26,304 27,234 29,369 34,782 41,134 36,087 36,696

7 Cina 14,473 16,884 17,327 20,524 22,441 27,718 30,203 29,569 36,164

70

8 Italia 17,454 20,645 24,424 25,314 27,812 31,574 37,079 33,363 36,022

9 Spanyol 16,452 21,442 24,292 25,082 26,738 31,061 36,465 32,538 35,190

10 Kanada 16,475 17,598 20,574 21,789 24,745 29,540 36,965 31,109 34,703

11 Argentina 11,022 13,867 15,807 17,952 19,581 27,142 35,557 26,643 32,781

12 Indonesia 6,208 6,992 9,401 10,938 14,270 17,522 27,773 21,234 30,722

Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013)

Dari sisi impor, Indonesia menempati posisi ke-19 (2010) sebagaimana

terlihat dalam Tabel-28. Dengan membandingkan Tabel-27 dan Tabel-28,

ditemukan fakta-fakta menarik, diantaranya: (1) Negara-negara Eropa seperti

Belanda, Jerman, Perancis, Belgia dan Italia, walaupun merupakan negara

dengan luas lahan yang tidak besar tetapi mampu menjadi negara terbesar

pengekspor produk pertanian. Namun mereka juga termasuk dalam negara-

negara terbesar pengimpor produk pertanian; (2) Belanda dan Perancis

menjadi fenomena yang lebih menarik, karena keduanya merupakan negara

dengan surplus perdagangan (ekspor lebih besar dari impor) untuk komoditas

pertanian.

Tabel-28: Negara Importir Utama Pertanian (USD

No. Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Amerika Serikat 45,032 53,480 59,874 65,512 72,345 79,651 87,489 78,418 89,259

2 Cina 16,116 23,456 32,884 33,471 37,913 47,965 66,888 58,002 81,415

3 Jerman 36,862 45,588 50,822 52,498 57,721 70,340 82,992 73,782 77,004

4 Jepang 33,627 36,989 41,478 42,556 42,325 46,042 56,664 47,591 53,817

5 Inggris 29,148 35,054 41,406 42,982 45,790 53,544 58,360 50,869 53,122

6 Perancis 25,261 30,657 34,638 35,366 37,271 44,515 53,151 47,987 48,674

7 Belanda 19,477 25,100 28,719 29,637 31,997 39,663 49,546 45,071 47,449

8 Italia 22,191 26,831 31,694 32,142 35,165 39,656 44,837 39,393 42,589

9 Belgia 16,207 20,241 23,042 23,737 25,493 31,115 37,477 32,343 32,229

10 Rusia 9,360 10,994 12,363 15,461 19,305 24,535 31,391 26,683 31,843

19 Indonesia 4,167 4,406 5,181 5,192 5,949 8,633 10,550 9,310 12,475

Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013)

Gambar-14 menyajikan informasi perbandingan ekspor-impor komoditas

pertanian untuk tiga negara: Amerika Serikat (USA), China dan Indonesia

71

untuk periode 2002-2010. Terlihat bahwa nilai perdagangan, ekspor maupun

impor, untuk ketiga negara mengalami pertumbuhan selama periode tersebut

kecuali pada tahun 2009 yang sedikit mengalami penurunan. Selama periode

ini Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan pertaniannya.

Sementara China mengalami defisit neraca perdagangan pertanian. Amerika

Serikat mengalami defisit neraca perdagangan pertaniannya pada tahun 2006,

sementara pada sisa periode 2002-2010 mengalami kondisi surplus.

Gambar-14: Perbandingan Ekspor-Impor USA, China, dan Indonesia

Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013

Salah satu faktor yang menyebabkan suatu negara mampu surplus dalam

neraca perdagangannya ialah tidak hanya karena negara tersebut merupakan

produsen komoditas ekspor akan tetapi juga karena komoditas tersebut

memiliki daya saing yang baik jika dibandingkan dengan komoditas sejenis

yang dihasilkan oleh negara lainnya.

Bagian ini akan menyajikan hasil analisis atas daya saing komoditas pertanian

Indonesia. Ada dua metode yang akan digunakan untuk mengukur daya saing

ini: (1) Revealed Comparative Advantage (RCA); dan (2) Dynamic Revealed

72

Comparative Advantage (RCA Dinamis). Analisis dilakukan terhadap 56

komoditas pertanian menurut klasifikasi Standard International Trade

Classification (SITC) sebagaimana dalam Tabel-29.

Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian

No. Kode SITC Deskripsi Produk Deskripsi Singkat

1 00 Live animals chiefly for food Hewan hidup

2 011 Beef, fresh, chilled or frozen Daging sapi

3 012 Other meats, fresh, chilled or frozen Daging lainnya

4 0221 Milk & cream, fresh, not concentrated Susu

5 0251 Eggs in shell Telur dalam cangkang

6 041 Wheat and meslin Gandum

7 042 Rice Beras

8 043 Barley, unmilled Jelai

9 044 Maize (corn), unmilled Jagung

10 045 Cereals, unmilled, others, rye, oats etc. Sereal

11 054 Vegetables, fresh, chilled or frozen Sayuran

12 0571 to 0575 Fruits, citrus etc. Buah-buahan

13 0579 Other fresh or dried fruits nes Buah lainnya

14 0576 Figs, fresh or dried Ara

15 0577 Nuts, edible, fresh or dried Kacang-kacangan

16 0611 Sugars, beet and cane, raw, solid Gula

17 0616 Natural honey Madu murni

18 0711 Coffee, green, roasted or sub Kopi

19 0721 Cocoa beans, whole or broken, raw or roasted Biji kokoa

20 074 Tea and mate The

21 075 Spices Rempah -rempah

22 0811 Hay and fodder, green or dry Jerami

23 121 Tobacco, unmanufactured; tobacco refuse Tembakau non-pabrikasi

24 22 Oil seeds and oleaginous fruits Minyak biji-bijian

25 016 Meat & edible offal, salted, smoked Daging dan jeroan

26 017 Meat & edible offal, prep. & preserved Daging dan jeroan diolah

27 0222 to 0224 Milk & cream, preserved, concentrated Susu terkonsentrasi

28 023 Butter Mentega

29 024 Cheese and curd Keju

30 0252 to 0253 Eggs not in shell Telur tidak dalam cangkang

31 046 to 048 Meals and flour of wheat, other cereal preps. nes Makanan ringan

32 056 Vegetable, roots & tubers, prepared or presv. Umbi-umbian

33 058 Fruit, preserved and fruit preparation Buah diolah

34 059 Fruit & vegetable juices Jus buah dan sayuran

35 0612 Refined sugars and other products Gula rafinasi

36 0615 Molasses Tebu

37 0619 Other sugars, sugar syrups, artificial Gula buatan

73

38 062 Sugar confectionery and other sugar prep. Penganan gula

39 0712 to 0713 Coffee roasted or extracts, essences/concentrated Ekstrak kopi

40 0722 to 0725 Cocoa powder, paste, butter, or wastes Bubuk coklat

Sumber: FAOSTAT

Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian (lanjutan)

No. Kode SITC Deskripsi Produk Deskripsi Singkat

41 073 Chocolate & other food prep. products Coklat

42 0812 to 0819 Bran, oil cake, meal fodder and other food wastes Dedak

43 09 Misc. edible products and preparation Makanan lainnya

44 111 Non alcoholic beverages nes Minuman non alkohol

45 112 Alcoholic beverages Minuman beralkohol

46 122 Tobacco manufactured Tembakau dipabrikasi

47 41 to 43 Animal/vegetable oils and fats, processed Minyak hewani dan nabati

48 034 Fish, fresh (live or dead), chilled, frozen Ikan

49 035 Fish, dried, salted or in brine ; smoked Ikan dikeringkan

50 036 Crustaceans and mollusks, fresh, chilled Udang

51 037 Fish, crustaceans and mollusks, prep. Ikan diolah

52 21 Hides, skins and furskins, raw Kulit jangat

53 23 Crude rubber, crude, synthetic Karet

54 24 to 25 Cork, wood, pulp and waste paper Gabus

55 26 Textile fibers, silk, cotton, jute etc. Serat tekstil

56 29 Crude animal and vegetable materials Bagian hewan dan tumbuhan

Sumber: FAOSTAT

Standard International Trade Classification (SITC) merupakan suatu

pengklasifikasian barang-barang yang digunakan untuk mengelompokkan

ekspor dan impor dari suatu negara yang dapat dibandingkan dengan negara

dan tahun yang berbeda. Sistem pengklasifikasian ini dibuat oleh United

Nations (UN). Pengelompokkan komoditi berdasarkan kode SITC adalah

berdasarkan material yang digunakan dalam produksi, tahap proses produksi,

praktek dan penggunaan komoditi di pasar perdagangan, tingkat kepentingan

komoditi di perdagangan internasional, dan perubahan teknologi.

Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)

74

Metode RCA merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan

keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditas. RCA adalah indeks

yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan

mengevaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara

tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam

perdagangan dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa

(1965), yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara

direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya.

Dengan menggunakan asumsi bahwa pola perdagangan komoditas

mencerminkan perbedaan tiap negara dalam hal biaya relatif serta faktor non-

harga, RCA dapat dianggap mengungkapkan keunggulan komparatif dari

negara-negara tersebut dalam perdagangan internasional.

Secara matematis metode perhitungan RCA adalah sebagai berikut:

adalah indeks keunggulan komparatif terungkap dari produk

ekspor pertanian Indonesia

adalah nilai ekspor atas komoditas produk ekspor pertanian oleh

negara Indonesia

adalah nilai total ekspor negara Indonesia

adalah nilai ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian di

dunia

adalah nilai total ekspor di seluruh dunia

75

Jika nilai RCA lebih besar dari 1, maka produk tersebut memiliki keunggulan

komparatif atau berdaya saing kuat. Jika nilai RCA lebih kecil dari 1, maka

produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing

lemah.

Menurut Bender & Li (2002), keunggulan menggunakan indeks RCA adalah

indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditi ekspor tertentu

dan konsisten dengan perubahan produktivitas di dalam suatu ekonomi

produktivitas dan faktor anugerah relatif. Selain itu, dapat mengurangi

dampak pengaruh dari campur tangan pemerintah sehingga keunggulan

komparatif suatu komoditi komoditas dari waktu ke waktu terlihat jelas.

Kelemahan metode RCA adalah indeks ini tidak dapat membedakan antara

peningkatan di dalam faktor sumber daya dan penerapan kebijakan

perdagangan yang sesuai. Menurut Batra & Khan (2005) indeks RCA ini

memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja

impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar

domestik dan perkembangannya. Kelemahan lainnya adalah dalam metode ini

suatu negara dianggap mengekspor semua komoditasi, indeks RCA tidak dapat

menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung sudah

optimal atau belum, juga tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-

produk yang berpotensi di masa mendatang.

Gambar-15 menyajikan hasil perhitungan indeks RCA komoditas pertanian

Indonesia dan perkembangannya untuk tahun 2003, 2007, dan 2011. Terlihat

dari gambar bahwa Indonesia memiliki beberapa komoditas pertanian dengan

keunggulan komparatif yang sangat dominan, antara lain: kacang-kacangan,

the, ikan diolah, kopi, udang, bubuk coklat, biji kokoa, rempah-rempah, tebu,

karet, dan minyak hewani dan nabati. Semua komoditas ini memiliki nilai

indeks RCA yang tinggi (>2.0). Bahkan enam komoditas terakhir memiliki nilai

indeks RCA yang sangat tinggi, yaitu di atas angka 5. Ini menunjukkan bahwa

Indonesia mendominasi ekspor untuk komoditas tersebut.

76

Gambar-15 juga menunjukkan dinamika perubahan angka indeks RCA

antarperiode. Ada beberapa komoditas yang mengalami perubahan angka

indeks RCA yang relatif besar, baik itu meningkat atau pun menurun, misalnya:

tebu, biji kokoa, minyak hewani dan nabati, karet, rempah-rempah, dan udang.

Angka indeks RCA ini menjadi masukan menarik untuk mengindentifikasi awal

adanya masalah diperubahan daya saing ini. Sementara faktor

fundamentalnya harus ditelusuri lebih lanjut terhadap kejadian-kejadian

faktual yang mempengaruhinya, baik itu yang berasal dari sumber domestik

atau pun yang bersumber dari luar.

Gambar-15: RCA Komoditas Pertanian Indonesia

77

Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013

Analisis Dynamic RCA (RCA Dinamis)

78

Metode RCA dinamis merupakan modifikasi dari RCA. RCA Dinamis telah

digunakan oleh Edwards & Schoer (2001) untuk menganalisis struktur dan

daya saing dari perdagangan Afrika Selatan. Rumus dari RCA dinamis yang

mengacu pada Edwards & Schoer (2001) ialah sebagai berikut:

adalah Dynamic Revealed Comparative Advantage (RCA

Dinamis)

adalah nilai ekspor atas komoditi produk ekspor pertanian oleh

negara Indonesia

adalah nilai total ekspor negara Indonesia

adalah nilai ekspor dari komoditi produk ekspor pertanian di

dunia adalah nilai total ekspor di seluruh dunia

Bagian pertama dari sisi sebelah kanan persamaan mengacu pada bagian

ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian Indonesia terhadap total nilai

ekspor negara Indonesia. Bagian kedua mengacu pada bagian ekspor atas

komoditas produk ekspor pertanian di pasar internasional terhadap total

ekspor pasar internasional. Edwards & Schoer (2001a) memberikan matriks

penempatan yang sangat berguna untuk menganalisis daya saing dari suatu

produk. Matriks ini sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-30. Dengan alat

bantu matriks maka dapat dipetakan kondisi dinamis daya saing suatu

komoditas dibandingkan dengan kompetitornya di dunia.

Tabel-30: Matriks Daya Saing RCA Dinamis

79

Pangsa produk

di Indonesia

Pangsa produk

di Dunia Posisi

RCA Naik

↑ > ↑ Rising Star

↑ > ↓ Falling Star

↓ > ↓ Lagging Retreat

RCA Turun

↓ < ↑ Lost Opportunity

↓ < ↓ Leading Retreat

↑ < ↑ Lagging Opportunity

Sumber: Edwards & Schoer (2001a)

Posisi Rising Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan

daya saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia ketika

permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut sedang meningkat. Posisi

Falling Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan daya

saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan

ekspor dunia terhadap produk tersebut cenderung menurun. Posisi Lagging

Retreat menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki keunggulan daya

saing terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan ekspor dunia

terhadap produk tersebut cenderung menurun dimana penurunan ekspor

untuk produk tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan

kecenderungan tingkat penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut.

Ketiga posisi tersebut menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki

keunggulan daya saing.

Posisi Lost Opportunity menunjukkan bahwa tingkat daya saing suatu produk

ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut

sedang meningkat. Posisi Leading Retreat menunjukkan bahwa tingkat daya

saing suatu produk ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap

produk tersebut juga sedang menurun dimana penurunan ekspor untuk

produk tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecenderungan tingkat

penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut. Posisi Lagging

80

Opportunity menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekspor suatu produk

masih lebih rendah dibandingkan peningkatan permintaan ekspor dunia

terhadap produk tersebut.

Dari Tabel-31 terlihat bahwa hanya ada empat komoditas pertanian Indonesia

yang memiliki daya saing tak tergoyahkan (Rising Star), yaitu: rempah-

rempah, ekstrak kopi, minyak hewani dan nabati, dan karet. Terhadap

komoditas ini, Indonesia tidak akan terganggu dengan proses liberalisasi

bahkan akan menambah keuntungan bagi Indonesia. Sedangkan untuk yang

lainnya diperlukan perhatian untuk mengembangkan kebijakan yang mampu

untuk menjaga atau meningkatkan daya saing.

Tabel-31: Daya Saing RCA Dinamis Komoditas Pertanian Indonesia

Share Agricultures in Indonesia Export >

Share Agricultures in World Export

Increasing

RCA

(Product

Groups)

Rising Star (4) Falling Star (10) Lagging Retreat (14)

Rempah

Buah Mak. lain Hewan hdp ara

Eks. kopi

Jerami Min. Nonalk Daging sapi Dag & Jer aw

Miny. H & T

Miny. Biji Min. alkohol Daging lain Keju

Karet

Dag & Jero

Telur cgkg Telur no cgkg

Mak. Ringan

Jagung Umbian

Coklat bbk

Sayuran sgr Coklat

Dedak

Buah lain Bag. H & T

Share Agricultures in Indonesia Export <

Share Agricultures in World Export

Decreasing

RCA

(Product

Groups)

Lost Opportunity (11) Leading Retreat (13) Lagging Opportunity (3)

Susu Susu kons. Madu Alam Pengan gula Gula raf

Beras Mentega Biji kakao Temb pab Jangat & kul

Jelai Gula buatan Teh Ikan segar Serat tekstil

Sereal Gabus Tmb nonpab Ikan kering

Kacangan

Buah awet Udang segar

Gula

Jus B &S Ikan awet

Kopi

Tebu

Sumber: Martua (2013)

81

7777 Catatan Akhir

Dari uraian dalam bab-bab tersebut di atas maka ada beberapa temuan yang

dapat menjadi kesimpulan dalam kajian ini, antara lain:

1. Bahwa liberalisasi perdagangan dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA)

dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA) yang dimulai sejak

periode 2004 telah berhasil meningkatkan arus (volume) perdagangan

Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun dari sisi impor. Hal ini tercermin

dari peningkatan volume dagang dengan negara mitra FTA yang lebih

tinggi dibanding dengan negara mitra non-FTA.

2. Perkembangan kerja sama perdagangan dunia telah menjadi fenomena

yang menarik sekaligus rumit, mengingat banyaknya skema perjanjian

kerja sama antarnegara, antarblok perdagangan, dan antarnegara dengan

blok perdagangan. Bahkan rumitnya bisa disamakan dengan ‘noddle bowl’ –

semangkok mie atau spaghetti untuk menggambarkan overlapping

antarperjanjian liberalisasi perdagangan tersebut. Hal ini menuntut

konsekuensi pemahaman yang semakin baik atas dinamika yang terjadi

82

sehingga dapat mengambil benefit yang optimal dari keterlibatan

Indonesia, atau kejadian di luar Indonesia.

3. Dalam tahun-tahun terakhir walau pun volume perdagangan semakin

meningkat namun neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Hal

ini antara lain disebabkan oleh keterbukaan perdagangan dunia

bersamaan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang

semakin besar, sementara komoditas domestik tidak mampu merespon

perkembangan yang cepat atas peningkatan permintaan konsumsi

domestik.

4. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa

memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih

banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi

perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (ekspor-

impor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi.

Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih

memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih

variatif.

5. Indonesia pun mengalami keuntungan dari adanya liberalisasi

perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami

oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk

pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat

mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya

yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah

dan sumber daya alam tersebut.

6. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas

Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan

kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki

komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya

relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif

rendah.

83

7. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari

indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara

ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga

merupakan sumber investasi terbesar di dunia.

8. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi

keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara

(ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di

ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geo-

spasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur

Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan

potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya

diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi

perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia.

9. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan

Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan

impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi,

kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia

namun dampaknya tidak terlalu besar.

10. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan

melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan

dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan

Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh

negara-negara di kawasan ASEAN.

Selain itu, dalam forum FGD terdapat diskusi dan masukan-masukan penting

sebagai berikut:

1. Dari hasil kajian Tim Tarif BKF didapati bahwa rata-rata tarif bea masuk

umum Indonesia cukup rendah dan bahkan rata-rata tarif bea masuk

sektor pertanian pun lebih rendah lagi, sebagaimana terlihat dalam

Gambar-16. Selain itu juga ditemukan bahwa didapati adanya 1.195 pos

tarif FTA yang lebih tinggi dari tarif MFN.

84

Gambar-16: Komparasi Tarif Bea Masuk Negara Mitra FTA 2011

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

-

1,44 1,86

2,25

3,91

5,54

6,73 6,77 7,05 7,90

11,21 11,53 11,78

12,90 12,93

15,16 15,41

-

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

- 0,04 1,12 1,42

3,09

6,03 7,42

9,28 9,59

12,96 14,75

16,09 17,88

19,77

23,89

34,18

42,33

MFN 2011 AGRI 2011

Sumber: WTO diolah oleh Tim Tarif BKF

2. Masih banyak potensi ekspor ke pasar nontradisional, yaitu ke negara-

negara yang berada di kawasan Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, Timur

Tengah dan Asia Pasific. Pasar nontradisional ini kurang lebih terdiri atas

50% populasi dunia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata di

atas tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata dunia. Trend pertumbuhan

ekspor non migas Indonesia ke pasar non-tradisional selama 10 tahun

(2003 – 2012) mencapai 17% (Lihat ilustrasi Gambar-17).

Gambar-17: Kinerja Ekspor Non-Migas Indonesia 1998-2012

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

BIL

LIO

NS

US

$

Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia

Tahun 1998 - 2012

US$ 47,40 billion

US$ 107,89 billion

US$ 153,04 billion

Pasar Tujuan Ekspor

berjumlah 119 negara

Pasar Tujuan Ekspor

berjumlah 142 negara

Pasar Tujuan Ekspor

berjumlah 146 negara

Pasar Tujuan Ekspor

berjumlah 86 negara

Catatan: Kriteria Jumlah Pasar Tujuan Ekspor, negara tujuan dengan nilai ≥ US$ 5 juta

US$ 40,97 billion

Sumber: Kemendag (2013)

85

Selain itu di pasar nontradisional belum ada pemain ekspor yang

mendominasi pasar, sehingga pangsa pasar masih sangat terbuka &

dinamis. Hambatan nontarif pun tidak seketat di negara-negara maju.

Namun demikian untuk memasuki pasar nontradisional memerlukan extra

effort mengingat biasanya di pasar nontradisional infrastrukturnya belum

sebaik negara maju yang seringkali menimbulkan biaya yang lebih tinggi.

Selain itu juga memiliki potensi risiko yang relatif lebih besar, serta

dukungan perbankan yang kurang dalam mendukung transaksi global.

Untuk sukses memasuki pasar nontradisional diperlukan kerja sama

berbagai komponen, tidak hanya promosi dan penetrasi pasar namun juga

dukungan jaminan pembiayaan ekspor. Di sinilah Lembaga Pembiayaan

Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank memiliki ruang peran

yang sangat besar.

3. Sejalan dengan hasil analisis RCA dan RCA dinamis di atas, hasil penelitian

ADB (2013a) menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki komoditas

dengan daya saing tinggi yang relative terbatas. Gambar-18 menunjukkan

bahwa jumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia jauh di bawah

Malaysia, Thailand, dan China; hanya sedikit di atas Vietnam dan

Philippines.

Gambar-18: Indikator Kekuatan Diversifikasi Ekspor

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1995 2000 2005 2010Nu

mb

er

of

pro

du

cts

exp

ort

ed

wit

h

com

pa

rati

ve

ad

van

tage

Singapore

Hong Kong, China

Rep. of Korea

Malaysia

Japan

People’s Rep. of China

Thailand

280347 325 317

1995 2000 2005 2010

IndonesiaViet Nam

Philippines

Sri Lanka

India

Kazakhstan

Pakistan

1995 2000 2005 2010

Cambodia

Azerbaijan

Uzbekistan

Nepal

Bangladesh

Myanmar

Note: The figures show the number of products exported with RCA(pop)c,p>0.25. The maximum possible is 1,240

products.

Sumber: ADB (2013a)

86

Padahal dari analisis RCA terhadap komoditas pertanian saja, Indonesia

memiliki beberapa komoditas dengan angka indeks yang sangat besar. Ini

merupakan peluang untuk melakukan diversifikasi produk tersebut ke

dalam produk-produk turunannya.

4. Terkait dengan hubungan bilateral dengan Turkey maka dapat dijalin pola

hubungan yang melihat persamaan dari sisi kultur sosial budaya. Misalnya

sebagai sama-sama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dapat

dibuka kerja sama di bidang telekomunikasi, infrastruktur, energi, dan

pengelolaan air serta di bidang jasa seperti: tourism, syariah banking dan

sektor keuangan.

5. Indonesia dalam berbagai fora internasional perlu lebih proaktif daripada

reaktif. Misalnya untuk merespon liberalisasi dan memasuki Uni Eropa

perlu strategi pendekatan yang tidak semata G to G (government to

government) tetapi perlu dikembangkan lebih aktif B to B (business to

business) karena ini yang lebih riil dalam proses perdagangan dunia untuk

membangun global value chain usaha Indonesia. Trade finance institution

juga perlu lebih aktif memasuki pasar-pasar baru dengan membuat

networking lembaga pembiayaan juga dengan small medium enterprises

(SME).

6. Saat ini juga sedang berkembang negosiasi pembentukan megablok

perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Kondisi ini menjadikan skema perdagangan dunia juga semakin kompleks.

Kompleksitas kondisi ini juga memerlukan strategi yang tepat bagi

Indonesia. Lingkungan yang berubah sebetulnya tidak akan memberikan

dampak negatif ketika Indonesia memiliki kesiapan dari sisi internal

strateginya, antara lain:

a. Strategi liberalisasi perdagangan bukan strategi yang berdiri sendiri,

bahkan seharusnya dia merupakan ‘halaman muka’ dari strategi

industrialisasi. Konsekuensinya dalam menerapkan strategi

perdagangan dunia tidak bisa reaktif, tetapi harus melihat kepentingan

87

negara dan bangsa dalam spektrum jangka panjang karena strategi

industrialisasi tidak mungkin dilakukan dalam jangka pendek.

b. Perlu strategi yang lebih tepat dan detail commodity to commodity,

karena overgeneralisasi seringkali memberikan arah dan respon yang

tidak tepat.

c. Kebijakan tarif tidak selalu powerful untuk mendorong terjadinya

peningkatan arus perdagangan dunia dan investasi. Perlu dilihat faktor-

faktor yang menghambat secara lebih presisi untuk kemudian

dilakukan debottlenecking policy.

d. Bagaimana pun kendala jarak masih menjadi variabel yang perlu

dipertimbangkan, sehingga strategi penetrasi pasar juga pembentukan

blok dan skema kerja sama perdagangan dunia masih perlu melihat

instrumen ini.

7. Baldwin (2013b) memberikan analisis yang tajam terkait perkembangan

isu terkini dalam melihat globalisasi perdagangan dunia. Beliau

mengilustrasikan bahwa sekarang produk-produk dunia merupakan hasil

kolaborasi antar banyak negara. Misalnya produk smartphone yang

komponen dan proses produksinya lintas negara. Beliau menyangsikan

kalau pendekatan liberalisasi tarif masih relevan untuk menjawab

permasalahan ini. Beliau mengusulkan suatu pendekatan baru yaitu

dengan lebih melihat kepada interaksi bisnis dari berbagai negara dalam

membentuk global value chain. Konsekuensinya ialah pemerintah lebih

bersifat fasilitasi agar value suatu komoditas global dapat memberikan

dampak yang besar bagi kesejahteraan suatu negara. Ini membawa

dampak ikutan bagaimana untuk melakukan analisis dalam proses

mengevaluasi dampak kebijakan di bidang perdagangan dunia.

88

Daftar Referensi

ADB. (2013a). Asia’s economic transformation: where to, how, and how fast?—Key

indicators for Asia and the Pacific 2013 special chapter. Mandaluyong City,

Philippines: Asian Development Bank.

ADB. (2013b). Regional Cooperation and Integration in a Changing World.

Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.

Armington, P. S. (1969). Theory of Demand for Products Distinguished by Place of

Production. IMF Staff Paper, 16(1), 159 - 178.

Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage.

Manchester School of Economic and Social Studies, 33, 99-123.

Baldwin, R. (2012). Global Supply Chains: Why They Emerged, Why They Matter,

and Where They Are Going. CTEI Working Papers 2012-13: Graduate Institute

of International and Development Studies, Geneva and Oxford University.

Retrieved 8 August 2013, from http://graduateinstitute.ch/ctei

Baldwin, R. (2013a). Lessons from the European Spaghetti Bowl. ADBI Working

Paper 418. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Retrieved 8 August

2013, from http://www.adbi.org/working-

paper/2013/04/24/5626.lessons.european.spaghetti.bowl/

Baldwin, R. (2013b). Misthinking Globalisation. Paper presented at the 21st

International Input-Output Conference, Kitakyushu, Japan, 9-12 July 2013.

Batra, A., & Khan, Z. (2005). Revealed Comparative Advantage: An Analysis for India

and China. Working Paper No. 168, Indian Council for Research on

International Economic Relations (ICRIER).

Bender, S., & Li, K.-W. (2002). The Changing Trade and Revealed Comparative

Advantages of Asian and Latin American Manufacture Exports. Working

Papers 843, Economic Growth Center, Yale University.

Brockkmeier, M. (1996). A Graphical Exposition of the GTAP Model. GTAP Technical

Paper No. 8. Retrieved 29 September 2013, from

https://www.gtap.agecon.purdue.edu/resources/download/181.pdf

89

Burfisher, M. E. (2011). Introduction to Computable General Equilibrium Models.

Cambridge: Cambridge University Press.

Chandra, A. C., et al. (2010). Hopes and Fears: Indonesia’s prospects in an ASEAN–EU

Free Trade Agreement. Winnipeg, Manitoba, Canada: the International

Institute for Sustainable Development.

Edwards, L., & Schoer, V. (2001a). Measures of competitiveness: A dynamic

approach to South Africa’s trade performance in the 1990s. South African

Journal of Economics, 70, 1008-1046.

Edwards, L., & Schoer, V. (2001b). The Structure and Competitiveness of South

African Trade. Paper presented at the Trade and Industrial Policy Strategy -

Annual Forum, Misty Hills, Muldersdrift, 10-12 September 2001.

Gilbert, J. P. (2001). Apendix B GTAP Model Analysis: Simulating the Effect of a

Korea - US FTA Using Computable General Equilibrium Techniques. In I. Choi,

& J. J. Schott (Eds.), Free Trade Between Korea and the United States?

Washington, DC: Peter G. Peterson Institute for International Economics.

Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Hertel, T. W. (1997). Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge:

Cambridge University Press.

Hertel, T. W., & Tsigas, M. E. (1997). Structure of GTAP. In T. W. Hertel (Ed.), Global

Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge: Cambridge University

Press.

Kawai, M., & Wignaraja, G. (2009). The Asian “Noodle Bowl”: Is It Serious for

Business? ADBI Working Paper 136. Tokyo: Asian Development Bank Institute.

Retrieved 21 November 2013, from http://www.adbi.org/working-

paper/2009/04/14/2940.asian.noodle.bowl.serious.business/

Kemendag. (2011). Penguatan Kemitraan Indonesia-UE: Menuju Perjanjian

Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA). Retrieved 21 November 2013. from

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/201

10615_01_id.pdf.

Kemendag. (2013). Tantangan dan Hambatan Ekspor Nasional dalam Persaingan

Pasar Global. Paper presented at the Seminar Nasional “Inisiatif Program

National Interest Account (NIA) sebagai Alternatif Percepatan Pertumbuhan

Ekspor Nasional", Jakarta, 10 September 2013.

Martua. (2013). Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Dengan Metode RCA Dinamis.

Unpublished Skripsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang.

Plummer, M. G., et al. (2010). Methodology for Impact Assessment of Free Trade

Agreements. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.

90

Saparini, H. (2012). Indonesian Economy: Relationship with Three New Asian

Giants and Its Current Development, Presentation at Seminar of Indonesia.

Asia Pacific University, Beppu - Japan, 13 July 2012.

Syafa'at, N., et al. (2005). Pertanian Menjawab Tantangan Ekonomi Nasional:

Argumentasi Teoritis, Faktual dan Strategi Kebijakan. Yogyakarta: Lapera

Pustaka Utama.

World_Bank. (2013). World Development Indicators. Retrieved 27 May 2013, from

http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators

Yustika, A. E. (2012). Free Trade Area dan Perdagangan Indonesia, Presentation at

Focus Group Discussion. Malang, 18 October 2012.