laporan jurnal fixurnal icu

22
LAPORAN HASIL ANALISIS JURNAL Using Chest Vibration Nursing Intervention to Improve Expectoration of Airway Secretions and Prevent Lung Collapse in Ventilated ICU Patients: A Randomized Controlled Trial Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Praktik Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat Disusun oleh: Raisa Farida Kafil (08/267855/KU/12749) Apri Nur Wulandari

Upload: apri-nur-wulandari

Post on 02-Jan-2016

203 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

LAPORAN HASIL ANALISIS JURNAL

Using Chest Vibration Nursing Intervention to Improve Expectoration of Airway

Secretions and Prevent Lung Collapse in Ventilated ICU Patients: A Randomized

Controlled Trial

Disusun Untuk Memenuhi Tugas KelompokPraktik Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Raisa Farida Kafil (08/267855/KU/12749)

Apri Nur Wulandari (08/267882/KU/12756)

Septa Adhi Hermawan (08/267914/KU/12766)

Page 2: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang

mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk

mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian :

postural drainage, perkusi, dan vibrasi. Postural drainase (PD) merupakan salah satu

intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan

menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD

yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam

hari. Perkusi/ clapping adalah tepukan yang dilakukan pada dinding dada atau

punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Vibrasi merupakan kompresi

dan getaran manual pada dinding dada dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan

napas yang besar.

Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat

yang diletakan datar pada dinding dada klien. Tujuan fisioterapi dada vibrasi ini

adalah untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang

kental setelah dilakukan fisioterapi dada perkusi. Sering dilakukan bergantian dengan

fisioterapi dada perkusi.

Menurut Chen et al pada tahun 2009 mengatakan bahwa hampir 80% dari

pasien di unit perawatan intensif terintubasi dan dan terpasang ventilasi mekanis.

Dengan demikian, kemampuannya bersihan jalan nafasnya dapat terganggu dan

meningkatkan risiko kolaps paru-paru. Literatur menunjukkan bahwa insiden kolaps

paru-paru pada pasien yang terpasang ventilasi dapat mencapai 23-30% bagi mereka

yang telah menjalani operasi perut bagian atas, 74% bagi mereka dengan kerusakan

tulang belakang akut, 85% bagi mereka dengan keparahan neuromuskular, dan

hingga 90% setelah operasi kardiovaskular. Kolaps paru, jika tidak diobati, dapat

menyebabkan kegagalan pernapasan atau Acut Respiratory Syndrom (ARDS).

Rumah Sakit RSUP Dr Sardjito merupakan rumah sakit rujukan bagi daerah

Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan tentunya memiliki ruangan ICU yang

cukup representative dengan 10 tempat tidur dan 2 ruang isolasi. Sebagian besar

1

Page 3: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

pasien yang dirawat di ruang ICU terpasang ventilator sehingga menyebabkan

bersihan jalan nafas jadi terganggu. Oleh karena diperlukan suatu intervensi

keperawatan yang tepat untuk meningkatkan pengeluaran secret.

P : pasien terintubasi dan terpasang ventilasi di ruang ICU

I : Vibrasi dada dikombinasikan dengan perubahan posisi

C : perubahan posisi

O : Meningkatkan meningkatkan pengenceran dan pengeluaran secret dan

mencegah kolaps paru-paru

Pertanyaan Klinis : Apakah penggunaan intervensi keperawatan vibrasi dada dan

perubahan posisi efektif dalam meningkatkan pengenceran dan pengeluaran secret

dan mencegah kolaps paru-paru pada pasien di yang terpasang ventilasi ?

B. Rumusan Masalah

Apakah penggunaan intervensi keperawatan vibrasi dada dan perubahan posisi

efektif untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran secret dan mencegah

kolaps paru-paru pada pasien di yang terpasang ventilasi di Intensive Care Unit ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui apakah penggunaan intervensi keperawatan vibrasi dada dan

perubahan posisi efektif dalam meningkatkan pengenceran dan pengeluaran secret

dan mencegah kolaps paru-paru pada pasien di yang terpasang ventilasi di Intensive

Care Unit.

D. Manfaat

Laporan ini dapat menjadi acuan intervensi keperawatan mandiri dalam upaya

meningkatkan pengenceran dan pengeluaran secret dan mencegah kolaps paru-paru

pada pasien di yang terpasang ventilasi di Intensive Care Unit menggunakan vibrasi

dada berdasarkan EBNP

2

Page 4: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. VENTILASI MEKANIK

1. Pengertian

Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator adalah suatu alat bantu

mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan

tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilasi mekanik

merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin,

Elizabeth J, 2001). Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang

berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara

positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan

untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan

oksigenasi ( Brunner dan Suddarth, 2002).

2. Indikasi pemasangan ventilasi

a) Pasien dengan gagal nafas.

Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun

hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi

ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan

ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres

pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya

dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan

otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

b) Insufisiensi jantung.

Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan

primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan

aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan

konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi

mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja

jantung juga berkurang.

3

Page 5: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

c) Disfungsi neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu berulang juga

mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi untuk

menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada

klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.

d) Tindakan operasi

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat

terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi

akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi

mekanik.

3. Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik

Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik

(ventilator) bila :

a)      Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.

b)      Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.

c)      PaCO2 lebih dari 60 mmHg

d)     AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.

e)      Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

4. Komplikasi

Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya

tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:

Pada paru

1. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.

2. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse

3. Infeksi paru

4. Keracunan oksigen

5. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.

6. Aspirasi cairan lambung

7. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator

8. Kerusakan jalan nafas bagian atas

4

Page 6: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

Pada sistem kardiovaskuler

Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik

vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik

dengan tekanan tinggi.

Pada sistem saraf pusat

a) Vasokonstriksi cerebral

b) Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat

dari hiperventilasi.

c) edema cerebral

d) Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari

hipoventilasi.

e) Peningkatan tekanan intra kranial

f) Gangguan kesadaran

g) Gangguan tidur.

Pada sistem gastrointestinal

a. Distensi lambung, illeus

b.Perdarahan lambung

Gangguan lainnya

a.    Obstruksi jalan nafas

b.   Hipertensi

c.   Tension pneumotoraks

d.   Atelektase

e.    Infeksi pulmonal

f.    Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan

g.   Gastrointestinal.

h.   Kelainan fungsi ginjal

i.     Kelainan fungsi susunan saraf pusat

B. FISIOTERAPI DADA

1. Definisi

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase

postural, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan

5

Page 7: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

misalnya penyakit paru obstruksi kronis, bronchitis kronis, asthma, dan emfisema.

Tindakan drainase postural merupakan tindakan dengan menempatkan pasien dalam

berbagai posisi untuk mengalirkan secret di saluran pernafasan. Tindakan postural

drainase diikuti dengan tindakan clapping (penepukan) dan vibrating

(vibrasi/getaran).

Clapping dilakukan dengan melakukan penepukan pada dada posterior dan

memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah tersebut yang dilakukam pada saat

pasien ekspirasi.

2. Prosedur Fisioterapi dada

a. Postural Drainase

Tindakan drainase postural tidak dapat dilakukan pada pasien dengan

peningkatan TIK, dyspnea berat, dan pasien lanjut usia. Clapping tidak dapat

dilakukan pada pasien emboli paru, hemmoragie, eksaserbasi, dan nyeri hebat

(misal pada pasien kanker).

Gambar 1. Posisi postural drainage

b. Clapping

Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan

tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau

6

Page 8: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang

diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk

kedua tangan deperti mangkok. Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang

mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum

adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :

1. Patah tulang rusuk

2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada

3. Skin graf yang baru

4. Luka bakar, infeksi kulit

5. Emboli paru

6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati

c. Vibrating

Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada

dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar. Vibrasi dilakukan

hanya pada waktu pasien mengeluarkan napas. Pasien disuruh bernapas dalam

dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan

dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Bila pasien tidak dapat bernafas dalam dapat

dibantu dengan ambubag. Ambubag sangat baik digabung dengan postural

drainase, perkusi dan vibrasi dimana melihat lebih cepat perbaikan atelektasis dan

pengeluaran sekret. Berikut adalah cara melakukan vibrasi:

1) Vibrasi dilakukan hanya pada waktu klien ekspirasi.

2) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang

didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain.

3) Instruksikan klien untuk napas lambat dan dalam melalui hidung hembuskan

melalui mulut dengan bibir dimonyongkan selama proses vibrasi, tujuannya

memperpanjang fase ekspirasi.

4) Ketika klien menghembuskan napas getarkan telapak tangan, hentikan saat

klien inspirasi. Lakukan vibrasi 5 kali ekspirasi.

7

Page 9: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

Kontraindikasi

1) Fraktur iga

2) Cedera dada traumatic

3) Perdarahan atau emboli paru

4) Mastektomi

5) Pneumotoraks

6) Lesi metastatik pada iga

7) Osteoporosis

8) Trauma medulla servikal

9) Trauma abdomen

3. Tujuan Fisioterapi dada

Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru

Memperkuat otot pernapasan

Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan

Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup. 

8

Page 10: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

BAB III

ISI JURNAL

Using Chest Vibration Nursing Intervention to Improve Expectoration of Airway

Secretions and Prevent Lung Collapse in Ventilated ICU Patients: A Randomized

Controlled Trial

Pendahuluan

Hampir 80% pasien yang berada di ICU terintubasi dan terpasang ventilator

mekanik, hal ini membuat mereka sulit untuk menjaga kebersihan jalan nafas. Sehingga,

mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kolaps paru dengan komplikasi pneumonia

karena tidak mampu batuk efektif. Kolaps paru, jika tidak ditangani dapat menyebabkan

gagal nafas atau ARDS, yang mana akan memperpanjang penggunaan ventilator dan

meningkatkan mortalitas sebesar 33-71%.

Berbagai macam intervensi dilakukan untuk meningkatkan airway clearence

dengan tujuan mencegah terjadinya ateletaksis dan infeksi. Suatu sistematik review

tentang terapi non farmakologi menunjukkan bahwa kombinasi lebih dari satu prosedur

fisioterapi dada dapat mengembalikan kolaps lobus paru. Beberapa penelitian

menyarankan bahwa postural drainage dikombinasikan dengan perkusi dada merupakan

jalan terbaik untuk memberbaiki ateletaksis lobus paru secara cepat. Akan tetapi, posisi

head-down leg-elevated berbahaya terhadap tanda-tanda vital pada pasien yang tidak

stabil, dan tidak direkomendasikan pada penyakit kritis. Auto percussion atau auto

vibration (1,000–1,200 cycles/min), yang dapat diukur dan waktunya, lebih objektif dan

mampu memberikan data yang lebih handal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

chest compression dengan frekuensi yang sering, lebih memudahkan kebersihan lendir,

dan fungsi paru yang lebih baik dibandingnkan fisioterapi dada konvensional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan chest vibration

yang dikombinasikan dengan perubahan posisi setiap dua jam ketika menggunakan

ventilator mekanik pada pasien dengan penyakit kritis dengan tujuan untuk

meningkatkan bersihan sekret paru dan mencegah kolaps paru.

9

Page 11: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

Metode

Melibatkan 95 pasien dari 2 ICU dan diacak untuk masuk dalam kelompok

intervensi (n=50) dan kelompok kontrol (n=45). Kriteria inklusinya adalah usia antara

20-85 tahun, telah menggunakan ventilator selama lebih dari 3 hari, skor APACHE-II

(Acute Physiology and Chronic Health Evaluation, version II) 15–40, mampu

berkomunikasi dalam bahasa mandarin dan Taiwan, bersedia ikut dalam penelitian.

Kriteria eksklusi: kerusakan kulit pada punggung, mengalami perdarahan akut,

terpasang chest drainage tube, fraktur iga atau perkutan emphisema, spinal surgery, TIK

tidak stabil, pasien DNR.

Pasien pada kelompok kontrol mendapatkan intervensi perubahan posisi secara

rutin setiap 2 jam. Perubahan posisi meliputi miring kanan, miring kiri, dan supinasi.

Sedangkan pasien pada kelompok intervensi mendapatkan intervensi perubahan posisi

rutin ditambah dengan intervensi keperawatan vibrasi dinding dada selama 72 jam.

Intervensi ini dilakukan dengan menempatkan pad vibrasi dinding dada mekanik pada

punggung pasien selama 60 menit dengan posisi supinasi. Intervensi vibrasi dada

dilakukan 6 kali dalam sehari, setiap 4 jam selama 72 jam. Pad vibrasi dinding dada

ditempatkan dari bahu sampai sakrum. Vibrasi dinding dada mekanik menggunakan

vibrator type H.U.75, frequency 70Hz, 1,000–1,200 cycles/min. Gelombang vibrasi

berasal dari pad (40x60cm) arah spiral, vertiikaln dan horisontal. Pasien berbaring pada

pad dengan terselimuti selimut. Vibrator dinyalakan dan tunggu lebih dari setengah

detik untuk mencapai frekuensi maksimum vibrasi.

Selama terapi vibrasi, status hemodinamik dan tanda-tanda vital dimonitor, jika

HR berfluktuasi >20bpm, tekanan darah berfluktuasi >20mmHg, RR berfluktuasi

>10bpm atau saturasi oksigen menurun sampai kurang dari 95%, vibrasi dihentikan.

Dalam penelitian ini, tidak ada partisipan yang mengalami hal tersebut. Selama terapi,

perawat ICU mengkaji suara nafas pasien dan melakukan suction untuk mengeluarkan

sekret (jika perlu).

Variabel hasil yang dilihat adalah dry sputum weight (DSW) dalam 24 jam dan

lung colaps index (LCI), yang diukur pada 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.

10

Page 12: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

Hasil

95 pasien yang ikut berpartisipasi, terbagi menjadi 45 pasien pada kelompok kontrol,

50 pasien pada kelompok intervensi. Tabel 1 menunjukkan karakteristik demografis

partisipan, tidak ada berbedaan yang signifikan antara dua kelompok.

Berdasar tabel 2, pada kelompok intervensi, DSW 24 jam setelah intervensi secara

signifikan meningkat dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata DSW pada kelompok

intervensi lebih tinggi dibanding kelompok kontrol pada 48 jam dan 72 jam, tetapi tidak

signifikan secara statistik. LCI pada kelompok intervensi meningkat secara signifikan

dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 48 dan 72 jam. LCI pada kelompok

11

Page 13: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

intervensi mengalami perbaikan secara signifikan setelah intervensi, tetapi pada

kelompok kontrol tidak ada perbedaan secara signifikan.

Diskusi

Menunjukkan asuhan keperawatan yang aman dan efektif untuk fungsi

pernafasan merupakan tantangan bagi perawat dalam memberikan perawatan pasien

yang menggunakan ventilator di ICU dalam kondisi penyakit kritis. Perkusi manual

tidak lagi digunakan untuk membantu mengeluarkan sputum. Penelitian ini dilakukan

untuk memberikan dukungan empiris tentang keefektifan vibrasi dalam mencegah

kolaps paru. Hasil menunjukkan bahwa pasien ICU yang menggunakan ventilator,

mendapatkan perubahan posisi secara rutin yang dikombinasikan dengan vibrasi

dinding dada selama 60 menit yang dilakukan setiap 4 jam dengan menggunakan auto

vibrator 1,000–1,200 cycles/min dalam posisi pasien supinasi, ditambah dilakukan

suctin (jika perlu), mampu menunjukkan perbedaan yang signifikan pada pengukuran

DSW 24 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan terapi rutin

saja. LCI pada kelompok eksperimen juga meningkat secara signifikan pada 48 dan 72

jam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya.

Perbedaan yang signifikan diteemukan antara kelompok kontrol dan intervensi

pada 24, 48, dan 72 jam berkaitan dengan DSW setelah vibrasi. Pedictive value untuk

pre test DSW signifikan secara statistik pada 24 jam setelah vibrasi dada dimulai, tetapi

tidak pada 48 dan 72 jam. Dengan demikian, efek pengeluaran dahak/sputum yang lebih

efektif adalah 24 jam setelah vibrasi dada otomatis pada pasien dengan ventilator. Pada

48 dan 72 jam, ada peningkatan berkelanjutan tetapi hanya terbatas pada peningkatan

ekskresi dibandingkan kelompook kontrol, tetapi tidak mencapai perbedaan secara

statistik.

Perbedaan yang signifikan juga ditemukan antara kelompok kontrol dan

intervensi untuk nilai LCI pada 24, 48, dan 72 jam setelah vibrasi dada. Kondisi kolaps

paru pada 3 waktu pengukuran mampu untuk memprediksi pretest-LCI. Peneliti percaya

bahwa getaran dada mampu memperbaiki kolaps paru secara signifikan pada 24 jam

untuk pasien dengan ventilator dengan sputum yang tertahan dijalan nafas karena

peningkatan sekresi sputum. Selanjutnya dalam 48 dan 72 jam tidak ada peningktan

12

Page 14: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

sekresi sputum secara kontinue, perbaikan dalam 24 jam berbeda secara signifikan

berhubungan dengan keadaan kolaps paru saat pretest.

Hasil dari analisis regresi menunjukkan, pretest DSW dan pengelompokan

klasifikasi ada 2 prediktor yang signifikan pada DSW 24 jam. Hasil mendukung

gagasan bahwa fisioterapi dada memberikan efek langsung pada hari pertama. Selain

itu, faktor prediktif DSW 48 jam termasuk DSW 24 jam, status post operasi pasien dan

riwayat PPOK. Dengan kata lain, DSW 48 jam tampaknya terpengaruh oleh jumlah

dahak yang diekskresikan sehari sebelumnya, apakah pasien dioperasi atau memiliki

riwayat PPOK. Dua prediktor paling penting dari DSW 72 jam adalah DSW 48 jam dan

pretest LCI (ketika pasien ikut dalam penelitian). Singkatnya, apakah dimonitor pada 24

jam, 48 atau 72 jam, DSW hari itu selalu menjadi prediktor penting DSW hari

berikutnya. Selain itu, DSW pada 48 dan 72 jam dipengaruhi oleh riwayat penyakit paru

sebelumnya dan kondisi kolaps paru saat pre test. Dengan demikian, jelas bahwa

fisioterapi dada perlu dilakukan pada pasien dengan morbiditas pulmonal atau dengan

kolaps paru yang serius.

Ketika dilakukan monitoring LCI pada 24, 48, dan 72 jam, peneliti menemukan

bahwa faktor prediktif untuk kolaps paru pada 24 jam meliputi status pre test, dan

klasifikasi pengelompokan. Temuan ini menegaskan gagasan bahwa ada efek langsung

dari chest vibration pada hari pertama intervensi. Prediktif faktor LCI pada 48 jam

meliputi LCI dan DSW 24 jam, dan riwayat CVA (carebrovaskuler accident). Prediktif

faktor LCI 72 jam meliputi status kolaps paru pada 48 jam dan klasifikasi

pengelompokan. Hasil ini menunjukkan bahwa kapan pun titik waktu, LCI hari tersebut

selalu menjadi prediktor LCI hari berikutnya. Selain itu, baik LCI 48 atau 72 jam selalu

berhubungan dengan chest vibration, yang lagi-lagi menegaskan keefektifan chest

vibration dalam keadaan ini, terutama untuk pasien dengan morbiditas dada atau kolaps

paru yang serius.

Intervensi keperawatan chest vibration dalam penelitian ini di desain menjadi

sederhana dan mudah dilakukan oleh perawat yang akan melakukan tindakan ini. Hal

ini berbeda dengan penelitian Templeton dan Palazzo, yang menerapkan fisioterapi

dada yang sangat rumit untuk pasien penyakit kritis yang menggunakan ventilator,

seperti membantu pernafasan secar manual, vibrasi, suction dalam posisi duduk,

inspirasi dan pergerakan otot, postural drainase dan suction. Yang mana hal itu

13

Page 15: Laporan Jurnal FixURNAL ICU

menambah beban pasien dan perawat. Sebaliknya, dalam penelitian ini tidak ada

tambahan beban baik pada perawat maupun pasien. Penelitian ini menunjukkan bahwa

intervensi keperawatan chest vibration mampu untuk menurunkan colaps paru pasien

dengan penyakit kritis, pasien dengan ventilator/ventilasi mekanik, dalam 24 jam;

kondisi pasien terus membaik dengan intervensi sampai 72 jam.

Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang jelas dari intervensi ketika

dilakukan pada pasien dewasa dengan ventilator. Meskipun dilakukan intragoup

matching pada kelompok intervensi dan kontrol pasien dengan CVA dan riwayat

PPOK, analisis regresi menunjukkan bahwa pasien tersebut membutuhkan tipe

fisioterapi dada yang spesifik yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang unik; oleh

karena itu perlu mempertimbangkan kemampuan mereka yang jelek dalam

mengeluarkan sputum dan mengembangkan paru-paru.

Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah partisipan penelitian berasal

dari 2 unit dalam 1 rumah sakit, yang membatasi generalisasi penelitian untuk tipe unit

dan sektor kesehatan lain di Taiwan. Namun demikian, penelitian ini menunjukkan

bahwa intervensi keperawatan chest vibration aman dan merupakan metode alternatif

yang efektif untuk membersihkan paru dan dapat dilakukan pada pasien dengan

ventilator di ICU. Penelitian ini dilakukan menggunakan pedoman intervensi

keperawatan chest vibration berdasarkan literatur review dan observasi klinik. Hasil

penelitian ini mengkonfirmasi kelayakan pendekatan pada setting ICU. Menambahkan

intervensi ini dalam conventional positioning care lebih baik dalam mencegah kolaps

paru daripada hanya melakukan conventional positioning care. Dengan demikian,

positioning care yang dilanjutkan dengan melakukan auto vibration setiap 4 jam

merupakan intervensi yang efektif.

14