laporan kasus

34
LAPORAN KASUS RINITIS ALERGI DOKTER PEMBIMBING : dr. Sondang BRS, Sp. THT, MARS OLEH : Rianita Nursanti (20100310164) BAGIAN THT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Upload: ryaa-nitaa-adyaa

Post on 17-Aug-2015

250 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS RINITIS ALERGI DOKTER PEMBIMBING : dr. Sondang BRS, Sp. THT, MARS OLEH : Rianita Nursanti (20100310164) BAGIAN THT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul Rinitis Alergi. Ucapanterimakasihtaklupapenulisucapkankepadadr.IWayanMarthama,Sp.THT, selaku konsultan dibagian THT di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulismenyadaribahwadalampembuatanlaporankasusinimasihbanyakterdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca. Yogyakarta, Agustus 2015 Penulis, ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien Nama : EA Jenis kelamin: PerempuanUmur: 28 tahunAgama: IslamPekerjaan: Karyawan Swasta Tanggal berobat : 30/07/2015 2.2 Anamnesis Keluhan utama Hidung meler sejak 3 tahun ini Keluhan tambahan Bersin-bersin, pusing, mata sakit dan berair Riwayat penyakit sekarang Seorang wanita (28 tahun) datang ke RSUD Cianjur, dengan keluhan hidung meler sejak 3 tahuniniterutamapadasaatpagidanmalamhariataucuacadingin.Pasienseringmengalami kejadianiniberulang-ulangkali.Hidungkadangterasasakit,bersin-bersin,kepalapusingdan mata menjadi berair.Riwayat penyakit dahuluKetikakecil,pasienpernahalergiterhadapdebudankulitmenjadimerah-merahdan gatal. Riwayat keluarga Ayah pasien menderita asma. Riwayat pengobatan Pasien berobat ke dokter umum, minum obat namun tidak sembuh juga.

2.3 Pemeriksaan Fisik KU: Sakit ringanKesadaran: Compos mentis Tanda Vital - Nadi: 84 x/menit- Pernapasan: 20 x/menit- Suhu : afebris- TD: 110 / 70 mmHg Status Generalis KepalaMata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik . Hidung: status lokalis Telinga: status lokalis Mulut: status lokalis Leher : status lokalis Toraks :Pulmo: Vesikuler + / +,ronkhi -/- , wheezing -/-COR : S1 - S2 murni reguler, murmur -, Gallop - Abdomen Inspeksi : SupelPalpasioHepar: Tidak terabaoSplen: Tidak terabaoBallotement: - / -Perkusi : Timpani Auskultasi: BU (+) N EkstremitasAtas: hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 det, sianosis -/- Bawah : hangat +/+, udema -/-, RCT < 2 det, sianosis -/- Status Lokalis THT Auricula Dextra Sinistra:CAE : Tenang, Sekret -/- MT: Intak +/+, hiperemis -/-, RC +/+ RA: TenangNyeri tekan tragus: Negatif Kavum NasiMukosa: Hiperemis, sekret -/- Konkha : hipertropi +/+, livid +/+ Septum Nasi: LurusPasase Udara: + / +Massa : - / -Nasofaring / OrofaringMukosa: tenang, granul (-), post nasal drip (-)Tonsil: T I T I , kripte lebar -/-, dedritus -/-, perlengketan -/- Gigi : dalam batas normal Maksilo Fasial : Simetris, tidak terdapat parese N. kranialisLeherPembesaran KGB submental -/-, submandibula -/-, rantai juguler -/-, supraklavikula -/- Usulan pemeriksaan penujang: Transiluminasi Hitung eusinofil Prick test Diagnosa KerjaRhinitis alergi Penatalaksanaan Non farmakologis Hindari alergen Olah raga Mandi dengan air hangat Menggunakan masker Farmakologis Antibiotik Antihistamin Denkongestan Kortikosteroid ImunomodulatorPrognosis Quo Ad Vitam : bonam Quo Ad Functionam : bonamQuo Ad Sanantionam : bonam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gangguan alergi yang melibatkan hidung ternyata lebih sering daripada perkiraan dokter maupun orang awam, yaitu menyerang 10 % dari populasi umum. Hidung, sebagai salah satu organ yang menonjol pada penyakit alergi, terganggu oleh manifestasi alergi primer, rhinitis kronik dan sinusitis yang menunggangi perubahan alergi, komplikasi pada obstruksi anatomis relative ringan karenaedema,danakhirnya,efeklanjutkarenagangguanalergenikkronik,sepertihipertrofi mukosa dan poliposis. Aliran udara hidung dapat terganggu oleh kongesti hidung dan rinore yang terjadi pada rhinitis alergi, baik langsung ataupun tidak langsung. Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-lakiyangberusia30tahunan.Merupakaninflamasimukosasaluranhidungdansinusyang disebabkanalergiterhadappartikel,sepertidebu,asap,serbuk/tepungsariyangadadiudara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang seriuskarenadapatmempengaruhikualitashiduppenderitanya.Takhanyaaktivitassehari-hari yangmenjaditerganggu,biayayangakandikeluarkanuntukmengobatinyapunakansemakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. BAB II EMBRIOLOGI, ANATOMI, DAN FISIOLOGI HIDUNG 2.1 Anatomi dan Embriologi Hidung Untukmengetahuipenyakitdankelainanhidung,misalnyasumbatanhidungperlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung danronggahidungdenganpendarahansertapersarafannya,sertafisiologihidung.Untuk mendiagnosispenyakityangterdapatdidalamhidungperludiketahuidandipelajaripulacara pemeriksaan hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidungluardibentukolehkerangkatulangdantulangrawanyangdilapisiolehkulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawanyang terletak di bagian bawah hidung,yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,2)sepasangkartilagonasalislateralisinferioryangdisebutjugasebagaikartilagoalar mayor, 3) beberapa pasang kartilago alar minor dan 4) tepi anterior kartilago septum. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavumnasibagiandepandisebutnaresanteriordanlubangbelakangdisebutnaresposterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagiandarikavumnasiyangletaknyasesuaidenganalanasi,tepatdibelakangnares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalisospalatina.Bagiantulangrawanadalahkartilagoseptum(laminakuadrangularis)dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,sedangkandiluarnyadilapisipulaolehmukosahidung.Bagiandepandindinglateral hidunglicin,yangdisebutagernasidandibelakangnyaterdapatkonka-konkayangmengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkainferior,kemudianyanglebihkeciladalahkonkamedia,lebihkecillagiialahkonka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konkainferiormerupakantulangtersendiriyangmelekatpadaosmaksiladanlabirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantarakonka-konkadandindinglateralhidungterdapatronggasempityangdisebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatusmediusterletakdiantarakonkamediadandindinglateralronggahidung.Pada meatusmediusterdapatbulaetmoid,prosesusunsinatus,hiatussemilunarisdaninfundibulum etmoid.Hiatussemilunarismerupakansuatucelahsempitmelengkungdimanaterdapatmuara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Padameatussuperioryangmerupakanruangdiantarakonkasuperiordankonkamedia terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superioratau atap hidung sangat sempitdandibentukolehlaminakribriformis,yangmemisahkanronggatengkorakdarirongga hidung. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari a.karotis interna. 2.2 Perdarahan Hidung Bagianbawahronggahidungmendapatpendarahandaricabanga.maksilarisinterna,di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Padabagiandepanseptumterdapatanastomosisdaricabang-cabanga.sfenopalatina,a.etmoid anterior,a.labialissuperiordana.palatinamayor,yangdisebutpleksusKiesselbach.Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak. Vena-vena hidung me mpunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-venadihidungtidakmemilikikatup,sehinggamerupakanfaktorpredisposisiuntukmudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. 2.3 Persarafan Hidung Bagiandepandanatasronggahidungmendapatpersarafansensorisdarin.etmoidalis anterior,yangmerupakancabangdarin.nasosiliaris,yangberasaldarin.oftalmikus.Rongga hidunglainnya,sebagianbesarmendapatpersarafansensorisdarin.maksilamelaluiganglion sfenopalatinum. Ganglionsfenopalatinum,selainmemberikanpersarafansensoris,jugamemberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensorisdarin.maksila,serabutparasimpatisdarin.petrosussuperfisialismayordanserabut-serabutsimpatisdarin.petrosusprofundus.Ganglionsfenopalatinumterletakdibelakangdan sedikit di atas ujung posterior konka media. Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktoriusdankemudianberakhirpadasel-selreseptorpenghidupadamukosaolfaktoriusdi daerah sepertiga atas hidung. 2.4 Histologi Hidung Ronggahidungdilapisiolehmukosayangsecarahistologikdanfungsionaldibagiatas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epiteltorakberlapissemu(pseudostratifiedcolumnarepithalium)yangmempunyaisiliadan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Padabagianyanglebihterkenaaliranudaramukosanyalebihtebaldankadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah mudadanselalubasahkarenadiliputiolehpalutlendir(mucousblanket)padapermukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Siliayangterdapatpadapermukaanepitelmempunyaifungsiyangpenting.Dengan gerakansiliayangteratur,palutlendirdidalamkavumnasiakandidorongkearahnasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan,radang,sekretkentaldanobat-obatan.Dibawahepitelterdapattunikapropriayang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. Pembuluhdarahpadamukosahidungmempunyaisusunanyangkhas.Arteriolterletak padabagianyanglebihdalamdaritunikapropriadantersusunsecaraparaleldanlongitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman kapiler perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid venayangbesaryang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula.Dengansusunandemikianmukosahidungmenyerupaisuatujaringankavernosusyang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom. Mukosasinusparanasalberhubungandenganmukosaronggahidungdidaerahostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya lebih tipis dan pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Sel-sel goblet dan kelenjar juga lebih sedikit dan terutama ditemukan dekat ostium. Palut lendir di dalam sinus dibersihkan oleh silia dengan gerakan menyerupai spiral ke arah ostium. Mukosapenghiduterdapatpadaatapronggahidung,konkasuperiordansepertigabagianatas septum.Mukosadilapisiolehepiteltorakberlapissemudantidakbersilia(pseusostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. 2.5 Fisiologi Hidung Fungsihidungialahuntukjalannapas,alatpengaturkondisiudara(airconditioning), penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. a.SEBAGAI JALAN NAPAS Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sam seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. b.PENGATUR KONDISI UDARA Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucous blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebelumnya. Mengatursuhu.Fungsiinidimungkinkankarenabanyaknyapembuluhdarahdibawah epiteldanadanyapermukaankonkadanseptumyangluas,sehinggaradiasidapatberlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC. c.SEBAGAI PENYARING DAN PELINDUNG Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dandilakukan oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, serta palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleksbersin.Palutlendiriniakandialirkankenasofaringolehgerakansilia.Faktorlainialah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme. d.INDRA PENGHIDU Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap ronggahidung,konkasuperiordansepertigabagianatasseptum.Partikelbaudapatdapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. e.RESONANSI SUARA Resonansiolehhidungpentinguntukkualitassuaraketikaberbicaradanmenyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). f.PROSES BICARA Hidungmembantuprosespembentukankata-kata.Katadibentukolehlidah,bibirdan palatummole.Padapembentukankonsonannasalronggamuluttertutupdanhidungterbuka, palatum mole turun untuk aliran darah. g.REFLEKS NASAL Mukosahidungmerupakanreseptorrefleksyangberhubungandengansalurancerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. 2.6 Pemeriksaan Hidung Pemeriksaaninidilakukanuntukmengetahuiadanyakelainanhidungyaitudengancara pemeriksaan hidung luar; rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta nasoendoskopi. Pemeriksaanhidungluardilakukandengancarainspeksidanpalpasi.Kelainan-kelainan yangmungkindidapatiadalahkelainankongenital,misalnyaagenesishidung,hidungbifida, atresianaresanterior,kistadermoid,meningokeldanmeningo-ensefalokel;radang,misalnya selulitis; kelainan hidung misalnya saddle nose; kelainan akibat trauma serta tumor. Rinoskopianterioradalahpemeriksaanronggahidungdaridepandenganmemakai spekulum hidung. Di belakang vestibulum dapat dilihat bagian dalam hidung. Saluran udara harus bebasdankuranglebihsamapadakeduasisi.Padakeduadindinglateraldapatdilihatkonka inferior. Hal-hal yang harus diperhatikan adalh : 1.Mukosa.Dalamkeadaannormalmukosaberwarnamerahmuda.Padaradangberwarna merah, sedangkan pada alergi akan tampak pucat atau kebiru-biruan (livid). 2.Septum. Biasanya terletak ditengah dan lurus. Diperhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses dan lain-lain. 3.Konka.Diperhatikanapakahkonkabesarnyanormal(eutrofi),hipertrofi,hipotrofiatau atrofi. 4.Sekret.Biladitemukansekretdidalamronggahidung,harusdiperhatikanbanyaknya, sifatnya(serus,mukoid,mukopurulen,purulenataubercampurdarah)danlokasinya (meatusinferior,mediusatausuperior).Lokasisekretinipentingartinya,sehubungan dengan letak ostium sinus-sinus paranasal dan dengan demikian dapat menunjukkan dari mana sekret tersebut berasal. Krusta yang banyak ditemukan pada rinitis atrofi. 5.Massa. Massa yang sering ditemukan di dalam rongga hidung adalah polip dan tumor. Pada anak dapat ditemukan benda asing. Rinoskopiposterioradalahpemeriksaanronggahidungdaribelakang,dengan menggunakankacanasofaring.Denganmengubah-ubahposisikaca,kitadapatmelihatkoana, ujungposteriorseptum,ujungpoeteriorkonka,sekretyangmengalirdarihidungkenasofaring (post nasal drip), torus tubarius, ostium tuba dan fosa rosenmuller. Akhir-akhirinidikembangkancarapemeriksaandenganendoskopyangdisebut nasoendoskopi. Dengan cara ini bagian-bagian rongga hidung yang tersembunyi yang sulit dilihat dengan rinoskopi anterior maupun posterior akan tampak lebih jelas. BAB III PEMBAHASAN Definisi Rinitis tergolong infeksi saluran napasyang dapat muncul akut atau kronik. Rinitis akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma atau menyertai campak, tetapi dapat juga menyertai infeksi bakteri seperti pertusi. Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalamrhinitiskronik.Rinitiskronikdapatberlanjutmenjadisinusitis.Salahsatubentuk rhinitiskronisadalahrhinitisatropiyangdidugadisebabkanolehkumanKliebsiellaozaena atau akibat sinusits kronis, defisiensi vitamin A. Rinitisalergiadalahpenyakitinflamasiyangdisebabkanolehreaksipadapasien atopiyangsebelumnyasudahtersensitisasidenganalergenyangsamasertadilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.RinitisalergimenurutWHO(2001)adalahkelainanpadahidungsetelahmukosa hidung terpapar olehalergenyangdiperantarai olehIgE dengangejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal pada hidung dan hidung tersumbat. EtiologiGejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor: 1.Alergen Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitisalergikadenganbertambahnyausia,sedangpadabayidanbalita,makananmasih merupakan penyebab yang penting. 2.Polutan Faktaepidemiologimenunjukkanbahwapolutanmemperberatrinitis.Polusidalam ruanganterutamagasdanasaprokok,sedangkanpolutandiluartermasukgasbuangdisel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas. 3.Aspirin Aspirindanobatantiinflamasinonsteroiddapatmencetuskanrinitisalergikapada penderita tertentu. PatofisiologiRinitisalergimerupakansuatupenyakitinflamasiyangdiawalidengantahap sensitisasidandiikutidenganreaksialergi.Reaksialergiterdiridari2faseyaituimmediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC)yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat(RAFL)yangberlangsung2-4jamdenganpuncak6-8jam(fasehiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yangberperansebagaiselpenyaji(AntigenPresentingCell/APC)akanmenangkapalergen yangmenempeldipermukaanmukosahidung.Setelahdiproses,antigenakanmembentuk fragmen pendek peptidadan bergabung denganmolekul HLA kelasII membentuk komplek peptidaMHCkelasII(MajorHistocompatibilityComplex)yangkemudiandipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1)yangakanmengaktifkanTh0untukberproliferasimenjadiTh1danTh2.Th2akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sellimfositBmenjadiaktifdanakanmemproduksiimunoglobulinE(IgE).IgEdisirkulasi darahakanmasukkejaringandandiikatolehreseptorIgEdipermukaanselmastositatau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergenyangsama,makakeduarantaiIgEakanmengikatalergenspesifikdanterjadi degranulasi(pecahnyadindingsel)mastositdanbasofildenganakibatterlepasnyamediator kimiayangsudahterbentuk(PerformedMediators)terutamahistamin.Selainhistaminjuga dikeluarkanNewlyFormedMediatorsantaralainprostaglandinD2(PGD2),LeukotrienD4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin. Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). HistaminakanmerangsangreseptorH1padaujungsarafvidianussehingga menimbulkanrasagatalpadahidungdanbersin-bersin.Histaminjugaakanmenyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histaminmerangsangujungsarafVidianus,jugamenyebabkanrangsanganpadamukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). PadaRAFC,selmastositjugaakanmelepaskanmolekulkemotaktikyang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampaidisinisaja,tetapigejalaakanberlanjutdanmencapaipuncak6-8jamsetelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta pengingkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1padasekrethidung.Timbulnyagejalahiperaktifatauhiperresponsifhidungadalah akibatperananeosinofildenganmediatorinflamasidarigranulnyasepertiEosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan EosinophilicPeroxidase(EPO).Padafaseini,selainfaktorspesifik(alergen),iritasioleh faktornonspesifikdapatmemperberatgejalasepertiasaprokok,bauyangmerangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi. Gambaran Histologik Secaramikroskopiktampakadanyadilatasipembuluh(vascularbad)dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaranyangditemukanterdapatpadasaatserangan.Diluarkeadaanserangan, mukosakembalinormal.Akantetapiserangandapatterjaditerus-menerus(persisten) sepanjangtahun,sehinggalamakelamaanterjadiperubahanyangireversibel,yaituterjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas: 1.Alergeninhalan,yangmasukbersamadenganudarapernapasan,misalnyatungaudebu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur. 2.Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan. 3.Alergeninjektan,yangmasukmelaluisuntikanatautusukan,misalnyapenisilindan sengatan lebah. 4.Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan. Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari: 1.Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapatberakhirsampaidisini.BilaAgtidakberhasilseluruhnyadihilangkan,reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. 2.Respon sekunder Reaksiyangterjadibersifatspesifik,yangmempunyaitigakemungkinanialahsistem imunitasseluleratauhumoralataukeduanyadibangkitkan.BilaAgberhasildieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier. 3.Respon tersier Reaksiimunologikyangterjaditidakmenguntungkantubuh.Reaksiinidapatbersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. 3.5 Klasifikasi Dahulurinitisalergidibedakandalam2macamberdasarkansifatberlangsungnya, yaitu :Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) DiIndonesiatidakdikenalrinitisalergimusiman,hanyaadadinegarayang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur.Olehkarenaitunamayangtepatadalahpolinosisataurinokonjungtivitiskarena gejala klinikyang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi). Penyakitinitimbulnyaperiodik,sesuaidenganmusim,padawaktuterdapat konsentrasialergenterbanyakdiudara.Dapatmengenaisemuagolonganumurdan biasanyamulaitimbulnyapadaanak-anakdandewasamuda.Beratringannyagejala penyakitbervariasidaritahunketahun,tergantungpadabanyaknyaalergendiudara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, danalergeningestan.Alergeninhalanutamaadalahalergendalamrumah(indoor)dan alergen luar rumah (outdoor). Alergen inhalan dalam rumah terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennyaterutamaberasaldariserpihankulitdanfesestungauD.Pteronyssinus,D. farinae dan Blomia tropicalis, kecoa dan bulu binatang peliharaan (anijng, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguanpencernaan.Gangguanfisiologikpadagolonganpereniallebihringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan. SaatinidigunakanklasifikasirinitisalergiberdasarkanrekomendasidariWHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaituberdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi : 1.Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 munggu. 2.Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi : 1.Ringanbilatidakditemukangangguantidur,gangguanaktivitasharian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu. 2.Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas. 3.6 Diagnosis 1.AnamnesisGejalarinitisalergiyangkhasadalahterdapatnyaseranganbersinberulang. Sebetulnyabersinmerupakangejalayangnormal,terutamapadapagihariataubila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bilaterjadinyalebihdarilimakalisetiapserangan,terutamamerupakangejalapada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejalalainialahkeluaringus(rinore)yangencerdanbanyak,hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering kaligejalayangtimbultidaklengkap,terutamapadaanak.Kadang-kadangkeluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. 2.Pemeriksaan Fisik Padarinoskopianteriortampakmukosaedema,basah,berwarnapucatataulivid disertaiadanyasekretenceryangbanyak.Bilagejalapersisten,mukosainferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejalaspesifiklainpadaanakadalahterdapatnyabayangangelapdidaerahbawah matayangterjadikarenastasisvenasekunderakibatobstruksihidung.Gejalaini disebutallergicshiner.Selaindariituseringjugatampakanakmenggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut sebagai allergic crease.Mulutseringterbukadenganlengjunglangit-langityangtinggi,sehinggaakan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faringtampakgranulerdanedema(cobblestoneappearance),sertadindinglateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).. 3.Pemeriksaan Penunjang a.In vitro Hitungeosinofildalamdarahtepidapatnormalataumeningkat.Demikianpula pemeriksaanIgEtotal(prist-paperradioimunosorbenttest)seringkali menunjukkannilainormal,kecualibilatandaalergipadapasienlebihdarisatu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.Pemeriksaaninibergunauntukprediksikemungkinanalergipadabayi atauanakkecildarisuatukeluargadenganderajatalergiyangtinggi.Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapatmemastikandiagnosis,tetapbergunasebagaipemeriksaanpelengkap. Ditemukannyaeosinofildalamjumlahbanyakmenunjukkankemungkinanalergi inhalan.Jikabasofil(5sel/lap)mungkindisebabkanalergimakanan,sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. b.In vivoAlergenpenyebabdapatdicaridengancarapemeriksaantescukitkulit,uji intrakutanatauintradermalyangtunggalatauberseri(SkinEnd-point Titration/SET).SETdilakukanuntukelergeninhalandenganmenyuntikkan alergendalamberbagaikonsentrasiyangbertingkatkepekatannya.Keuntungan SET,selainalergenpenyebabjugaderajatalergisertadosisinisialuntuk desensitisasi dapat diketahui. Untukalergimakanan,ujikulitsepertitersebutdiataskurangdapatdiandalkan. Diagnosisbiasanyaditegakkandengandieteliminasidanprovokasi(Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu padaChallengeTest,makananyangdicurigaidiberikanpadapasiensetelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Padadieteliminasi,jenismakanansetiapkalidihilangkandarimenumakanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. 3.7 Diagnosis banding Rhinitis non alergi, rhinitis infeksi, dan common cold Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi.Rinitisvasomotormempunyaigejalayangmiripdenganrinitisalergisehinggasulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer,sepertiemosi,posisitubuh,kelembabanudara,perubahansuhuluar,latihanjasmani dansebagainya,yangpadakeadaannormalfaktor-faktortaditidakdirasakansebagaigangguan oleh individu tersebut. Tabel. Diagnosis banding rhinitis alergika dan rhinitis vasomotor. Penatalaksanaanrinitisvasomotorbergantungpadaberatringannyagejaladan dapatdibagiatastindakankonservatifdanoperatif.Beberapafaktoryangmempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1.obat-obatanyangmenekandanmenghambatkerjasarafsimpatis,sepertiergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal. 2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang. 3.faktorendokrin,sepetikeadaankehamilan,pubertas,pemakaianpilantihamildan hipotiroidisme. 4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue. 3.8PenatalaksanaanPemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain: 1.Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang. 2.Tidak menimbulkan takifilaksis. 3.Beberapastudimenemukanefektifitaskortikosteroidintranasal.Meskipundemikianpilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain. 4.Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya efek samping sistemik. Jenis obat yang sering digunakan (untuk Anak): 1.Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4 kali/hari2.Setirizin,dosispemberiansesuaiusiaanakadalah:2-5tahun:2.5mg/dosis,1kali/hari;>6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.3.Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 25 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.4.Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.5.Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.6.Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.7.Kortikosteroid intranasal Digunakanpadapasienyangmemilikigejalayanglebihpersistendanlebihparah.Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.Fluticasoneintranasaldiberikandengandosispemberianuntukusia>4tahun:1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.Mometasoneintranasaldiberikandengandosispemberianuntukusia3-11tahun:1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.Budesonideintranasaldiberikandengandosispemberianuntukusia>6tahun:1-2 semprotan/dosis,1kali/hari.Budesonidemempunyaibioavaibilitasyangrendahdan keamanannya lebih baik. 8.Leukotrien antagonis Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam. Terapiimunspesifik(TIAS)atauallergenspecificimmunotherapy,masihdiperdebatkan rasionaltidaknya.DariberbagaipenelitianternyataTIASefektifapabiladiberikanpadapasien rintis alergi yang IgE mediated dan sensitif terhadap satu atau sejumlah terbatas alergen. TIAS saat ini telah direkomendasi oleh JTFPP (Joint Task Force on Practice Parameters) yang mewakili theAAAAI,theACAAI,danJCAAI)yangmerupakan3perhimpunanAlergiImmunologi terkemuka di dunia. JTFPP mengakui bahwa TIAS merupakan satu-satunya pengobatan antigen-specific immuno-modulatory pada penggunaan rutin, dan diakui memiliki manfaat jangka panjang dalammenurunkangejalarinitisalergidankualitashiduppasiensampai2-5tahunsetelah dihentikan.Secara imunologis, TIAS mempengaruhi keseimbangan Th1/Th2 dalam lebih meningkatkan respon Th1, dan menekan respon Th2. TIAS juga meningkatkan kadar IgG4 spesifik yang mampu menghambat kinerja IgE in vitro. TIAS menginduksi IL-10 dan TGF - producing T cells (TReg). IL-10 dan TGF- memiliki potensi anti alergi terhadap sel mast, sel T, dan eosinofil. Kedua sitokin tersebut juga menginduksi sel B dalam memproduk IgG4. dan IgA. SesuaidengananjuranARIA-WHO,pasienrinitisalergi,derajatmild-persistentatau moderate-severe persistent, terhadap alergen debu rumah dan atau tungau Dpt, maupun serbuk - serbukbunga,yangmengalamikegagalanolehpengobatanmedikamentosadantelahbergejala lebihdarisetahun,perludianjurkanuntukmenjalaniTIAS.TIASharusdikerjakanolehtenaga kesehatan yang kompeten. Antihistamin Antihistaminbekerjadenganmemblokreseptorhistamin.Dikenal3macamreseptor histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang diblok pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus, gastrointestinal, otot polos, dan otak. Gambar. Target-target terapi rhinitis alergika. Saat ini antihistamin (AH1) yang beredar di pasaran adalah generasi pertama dan kedua. AH1 generasi kedua sudah mulai menggeser kepamoran generasi pertama karena memiliki banyak kelebihan.Perbedaanmenonjoldiantarakeduanyaterletakpadakemampuanmenembussawar darahotakdanselektivitas/spesifisitas.AH1generasikeduabersifatlipofobiksehinggakurang mampumenembussawardarahotak,yangakhirnyamengakibatkanpenurunanefeksedasi.Di samping itu, generasi kedua lebih selektif sehingga tidak mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik dan adrenergik alfa.Kelebihanlaingenerasiduaadalahmempunyaiefekantialergidanantiinflamasi. Dikatakanantialergikarenadapatmenghambatpelepasanhistamin,prostaglandin,kinin,dan leukotrien. Sedangkan antiinflamasi dikarenakan dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epitel konjungtiva. Kortikosteroid Berdasarkanpemakaiannya,kortikosteroiddibagimenjadi2yaitutopikaldansistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampaiberatdanpersisten(menetap),karenamempunyaiefekantiinflamasijangkapanjang. Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.Efekspesifikkortikosteroidtopikalantaralainmenghambatfasecepatdanlambatdari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil, mencegah switching dan sintesis IgEolehselB,menekanpengerahanlokaldanmigrasitransepiteldariselmast,basofil,dan eosinofil, menekan ekspresi GM-CSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis eosinofil 1. Studi meta-analisis oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari British Medical Journal 1998, menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih baik digunakan sebagai terapi lini pertama rinitis daripada antihistamin, ditilik dari segi keamanan dan cost-effective-nya. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama. Dekongestan Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengan cara vasokonstriksi melaluireseptoradrenergikalfa.Preparattopikalbekerjadalamwaktu10menit,dandapat bertahan hingga 12 jam. Efek samping adalah rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, sertaperforasiseptum.Yangterakhirjarangterjadi.Takifilaksisdangejalarebound(rinitis medikamentosa) dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang. Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan berakhir 6 jam kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah tablet lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa iritabilitas, pusing melayang (dizziness), sakit kepala, tremor, takikardi, dan insomnia. Penstabil Sel Mast Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif mengontrol gejala rinitis denganefeksampingyangminimal.Sayangnya,efekterapitersebuthanyadapatdigunakan sebagaipreventif.Preparatinibekerjadengancaramenstabilkanmembranmastositdengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Kelemahan lain adalah frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga mempengaruhi kepatuhan pasien. Immunoterapi Mekanismeimmunoterapidalammenekangejalarinitisadalahdengancaramengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam peredaran darah. Salah satu contoh preparatiniadalahomalizumab.Omalizumabmerupakanantibodianti-IgEmonoklonalyang bekerja dengan mengikat IgE dalam darah. Penelitianmenunjukkan,omalizumabberhasilmenurunkankadarIgEbebasdan memperbaiki gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan, dosis omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu.Secrist H dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan, immunoterapi dapatmengurangiIL-4yangdiproduksiolehlimfositTCD4+.Dengandemikian,produksiIgE pun akan berkurang. Fototerapi Alternatifterbaruyangditawarkanbagipenderitarinitisyangtidakmendapatrespon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fototerapi. Hal itu dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology 2005. Ide ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fototerapi digunakan pada beberapa penyakit kulit sepertipsoriasiskarenadapatmerangsangapoptosislimfositT.Penelitianinimembandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan cahaya tampak intensitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi gejala rinitis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3 minggu.Dosisinisialsinarultravioletadalah1,6J/cm2dandinaikkan0,25J/cm2setiap3kali pengobatan. Sedangkan cahaya tampak intensitas rendah diberikan sebesar 0,06 J/cm2. Hasilnya,gejalarinitisberkurangdandidapatkanpulapenurunanjumlaheosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok sinar ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.Menghindari Alergen Sebenarnyacaraterbaikuntukmencegahtimbulnyaalergiadalahdenganmenghindari alergen.Carainimurahdanrasionaltapisulitditerapkan.Ada3tipepencegahanyaituprimer, sekunder dan tersier.Pencegahanprimerditujukanuntukmencegahterjadinyatahapsensitisasi.Halyangdapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menundapemberiansusuformuladanmakananpadatsehinggapemberianASIlebihlama. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit. Banyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan antara rinitis alergi dengan penurunankualitashiduppenderitanya.Bahkan,biladihitungsecarakasar,negarapunikut merugi.Sebagaicontoh,InternationalCongressofAllergyandClinicalImmunology(ICACI) tahun1997diMexicomengemukakan,rinitisalergimenyebabkanhilangnya3,5jutaharikerja dan2jutaharisekolahsetiaptahundanmenghabiskandana3,8milyarUS$sebagaiakibat kehilangan produktivitas kerja dan terapi dengan antihistamin di Amerika Serikat. Oleh karena itu, pencegahan melalui edukasi menjadi halyang tak boleh dilupakan. Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa antihistamin dan kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dantidakhanyasaatdiperlukan.Tujuannyaadalahmengurangiterjadinyaminimalpersistant inflammation(inflamasiminimalyangmenetap)sertakomplikasirinitisalergi.Penderitajuga diberitahu mengenai efek samping obat yang mungkin timbul, apa yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada rinitis alergi. Tanpa edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang optimal. OperatifTindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi beratdantidakberhasildikecilkandengancarakauterisasimemakaiAgNO325%atautriklor asetat. 3.9 KomplikasiKomplikasi rinitis alergi yang paling sering adalah : -Polip hidung. Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.-Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. -Sinusitis paranasal. Keduakomplikasiyangterakhirbukanlahsebagaiakibatlangsungdaririnitisalergi,tetapi karena adanya sumbatan hidung, sehingga menghambat drenase. DAFTAR PUSTAKA 1.SoepardiE.,IskandarN.TelingaHidungTenggorokKepalaLeher.Edisikelima.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004. 2.Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997. 3.Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan. McGrawl-Hill. 2003. 4.Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi ke dua. Thieme. New York:1994. 5.Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia. 273-9. 2000. 6.Mygind, Niehls. Nacleria, Robert M. Alergic and Nonallergic Rhinitis, Clinical Aspecst. 1st Edition. Munksgaard. Copenhagen. 159-165. 1993. 7.Krouse,JohnH.Chadwick,StephenJ.Gordon,BruceR.Derebery,M.Jennifer.Allergyand Immunology, An Otolaryngic Approach. Lippincott Williams&Wilkins. USA. 209-219. 2002. 8.Sumarman, Iwin. Patogenesis, Komplikasi, Pengobatan dan Pencegahan Rinitis Alergis, Tinjauan Aspek Biomolekuler. Bandung : FK UNPAD. 1-17.2000. 9.Mansjoer, Arif dkk.. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 106-108. 2001. 10.Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative).