laporan kasus
DESCRIPTION
KedokteranTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
DENTIN HIPERSENSITIVITAS, PULPITIS REVERSIBEL,
GINGIVITIS MARGINALIS KRONIS, DAN MALOKLUSI
Disusun Oleh:
Gugus Satria 08700205
Ketut Aditya Raharja 09700224
Dwi Setiawan 09700232
Riko Aprianto 09700268
Alam Indramawan 09700090
Hadi Pramono 13700264
SMF ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
JAWA TIMUR
2014
2
STATUS PENDERITA
Nama : Tn. Jumadi
Alamat : Dukuh Kupang gang XVII No.21, Surabaya, Jawa Timur.
Pekerjaan : Petugas kebersihan universitas
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Operator : DM Gugus Satria Instruktur :
Konsul : Menderita :
Keluhan utama : Sakit gigi kiri bawah
Anamnesa
1. RPS : Pasien datang dengan keluhan sakit dan ngilu pada gigi kiri bawah,
terjadi saat pasien makan dan minum minuman dingin, pasien merasakan keluhan ini
sejak 1 minggu yang lalu dan belum pernah ke dokter gigi.
2. RPD : Pasien tidak pernah seperti ini sebelumnya, pasien tidak pernah ke
dokter gigi sebelumnya, pasien tidak mempunyai riwayat alergi, hipertensi, maupun
diabetes melitus. Tidak ada riwayat ekstraksi gigi sebelumnya. Tidak ada riwayat
trauma.
3. RPO : Pasien tidak pernah meminum obat untuk menghilangkan ngilu.
4. RPK : Tidak ada yang seperti ini dalam keluarga, di keluarga tidak ada yang
memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes melitus.
5. R. Kebiasaan: Pasien menyikat gigi dua kali sehari, pasien sering minum kopi dan
pasien suka merokok.
Keadaan umum : Baik, GCS 4-5-6
Extra oral : Baik
1. Wajah : Simetris
2. Tonus otot : Normal
3. Pembengkakan : Tidak ada
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
3
Pemeriksaan intra oral
Intra oral Ra. Kn Ra. M Ra. Kr Rb. Kn Rb. M Rb. Kr
Dental
deposit
Debris - + - - - +
Calculus + + + + + +
Keadaan
ginggiva
Pigmentasi - - - - - -
Keradangan + + + + + +
Perdarahan - - - - - -
Necrose
interdental
papil
- - - - - -
Retraksi - - - - - -
Keadaan
gigi
Malposisi8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Migrasi8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Maloklusi8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Karies8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
4
Keterangan
1. Missing : 47
2. Versi : 17 buccoversi, 28 palatoversi, 31 labioversi, 38 linguoversi, 41
labioversi, 43 linguoversi, 48 mesioversi.
3. Rotasi : 11 clockwise rotation, 21 counter clockwise rotation, 31 clockwise
rotation, 32 clockwise rotation, 33 clockwise rotation, 41 counter clockwise rotation,
42 counter clockwise rotation, 43 clockwise rotation.
4. Supraposisi : 17, 46.
5. Infraposisi : -
Lain-lain : Terdapat fraktur kelas 1 pada 21
Diagnosa:
1. Dentin hipersensitivitas 14, 15, 16, 17, 18, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 46,
48.
2. Pulpitis reversibel pada 14, 15, 16, 17, 18, 24, 31, 34, 43, 44, 45, 46, 48.
3. Ginggivitis marginalis kronis pada semua regio.
4. Maloklusi.
Etiologi:
1. Erosi gigi 14, 15, 16, 17, 18, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 46, 48.
2. Karies superfisialis 14, 15, 16, 17, 18, 24, 31, 34, 43, 44, 45, 46, 48.
3. Kalkulus pada semua regio.
4. Malposisi, missing pada 47.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
5
Rencana perawatan:
1. Pro Filling + KIE
2. Pro Filling
3. Scaling
4. A. Pro perawatan orthodontik
B. Pro perawatan prosthodontik - pembuatan gigi tiruan jembatan (GTJ) pada 47
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
6
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipersensitif Dentin
1.1 Definisi Hipersensitif Dentin
Hipersensitif dentin merupakan suatu kondisi gigi yang umum terjadi dan
menyakitkan. Hipersensitif dentin digambarkan sebagai rasa nyeri yang berlangsung singkat
dan tajam yang timbul akibat dentin yang terpapar terkena rangsangan seperti panas, dingin,
uap, sentuhan, atau kimiawi, yang tidak dapat dianggap berasal dari kerusakan gigi atau
keadaan patologis gigi lainnya (Karies, fraktur, atau trauma karena oklusi). Secara klinis,
didefinisikan sebagai rasa nyeri yang akut, terlokaliser, cepat menyebar, dan berdurasi
singkat.Walaupun rangsangan yang memicu rasa nyeri tersebut bisa bermacam-macam, tetapi
rangsangan dingin merupakan pemicu yang paling sering dikeluhkan.
Hipersensitif dentin bisa terjadi pada daerah gigi manapun, tetapi daerah yang paling
sensitif adalah daerah servikal dan permukaan akar gigi. Secara makroskopis tidak terlihat
adanya perbedaan antara dentin yang hipersensitif dengan dentin yang tidak sensitif. Secara
histologis, dentin yang sensitif menunjukkan adanya pelebaran tubulus dentin dua kali lebih
lebar dibandingkan tubulus pada dentin normal (Gambar 1).
Gambar 1. (A) Permukaan akar gigi dengan tubulus dentin yang tertutup dan (B) Permukaan akar
gigi dengan tubululus dentin yang terbuka (Addy M. Int Dent J 2005; 55: 264)
1.2 Mekanisme Terjadinya Hipersensitivitas Dentin
Beberapa hipotesa telah dipaparkan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya
hipersensitif dentin. Namun, teori hidrodinamik yang disampaikan Brännström dan Astron
pada tahun 1964 merupakan teori yang paling sering dipakai untuk menjelaskan mekanisme
terjadinya hipersensitif dentin.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
7
Berdasarkan teori hidrodinamik tersebut, rasa nyeri terjadi akibat pergerakan cairan di
dalam tubulus dentin (Gambar 2). Pergerakan cairan di dalam tubulus dentin diakibatkan
adanya rangsangan yang mengakibatkan perubahan tekanan di dalam dentin dan
mengaktifkan serabut syaraf tipe A yang ada disekeliling odontoblas atau syaraf di dalam
tubulus dentin, yang kemudian direspon sebagai rasa nyeri (Gambar 3). Aliran hidrodinamik
ini akan meningkat bila ada pemicu seperti perubahan temperatur (panas atau dingin),
kelembaban, tekanan udara dan tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi di gigi.
Gambar 2. Timbulnya rasa nyeri disebabkan oleh pergerkan cairan dalam tubulus dentin
( Chu CH,Lo EC. Hong Kong Dent 2010;7: 18)
Gambar 3. Teori hidrodinamik menjelaskan aspirasi odontoblas ke dalam tubulus dentin sebagai efek dari rangsangan yang mengenai tubulus yang
terbuka (Strassler HE. http://images.benco.com/pdf_files/cecourses/inoffice_mgmnt _dentin.pdf 3 Oktober 2010)
1.3 Faktor Pemicu
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
8
Hipersensitif dentin terjadi ketika terpaparnya dentin ke lingkungan rongga mulut
akibat hilangnya enamel dan atau sementum. Hal tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pasien, baik secara fisik maupun psikologis, dan didefinisikan sebagai rasa nyeri akut
berdurasi pendek yang disebabkan oleh terbukanya tubulus dentin pada permukaan dentin
yang terpapar tadi.
Rangsangan yang memicu timbulnya rasa nyeri dapat berupa rangsangan panas atau
dingin, kimiawi, taktil atau sentuhan, serta rangsangan udara atau uap.
Rangsangan dingin
Rangsangan dingin merupakan pemicu utama terjadinya hipersensitivitas dentin (Gambar
4). Berdasarkan teori hidrodinamik, aliran cairan tubulus dentin akan meningkat keluar
menjauhi pulpa sebagai respon dari rangsangan dingin dan menstimulus rasa nyeri (Gambar
5). Perangsangan tersebut terjadi melalui respon mekanoreseptor yang mengubah syaraf
pulpa.
Gambar 4. Contoh minuman dingin sebagai pemicu terjadinya hipersensitif dentin (http://www.google.co.id/images?client=firefox-
a&rls=org.mozilla:en
Gambar 5. Teori hidrodinamik menunjukkan pergerakan cairan menjauhi pulpa
sebagai respon dari rangsangan dingin ( Addy, M.Int Dent J 2002;52:369 )
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
9
Rangsangan panas
Selain rangsangan dingin, hipersensitif dentin juga dipicu oleh rangsangan panas
(Gambar 6). Rangsangan panas akan menyebabkan pergerakan cairan ke dalam menuju
pulpa. Meskipun demikian, rangsangan panas sebagai pemicu hipersensitif dentin lebih
jarang dilaporkan, kemungkinan karena pergerakan cairan tubulus dentin akibat rangsangan
panas relatif lebih lambat dibandingkan dengan rangsangan dingin (Gambar 7).
Gambar 6. Contoh minuman panas sebagai pemicu terjadinya hipersensitif dentin
Gambar 7. Teori hidrodinamik menunjukkan pergerakan cairan menuju pulpa
sebagai respon dari rangsangan panas (Addy M.Int Dent J 2002;52:369)
Rangsangan kimiawi
Rasa nyeri juga dapat dipicu oleh rangsangan kimiawi seperti mengkonsumsi
makanan yang mengandung asam yaitu buah-buahan terutama buah jeruk; minuman bersoda
yang mengandung asam karbonat dan asam sitrat; saus salad; teh herbal; dan alkohol
(Gambar 8). Bahan-bahan dengan pH rendah tersebut dapat menyebabkan hilangnya jaringan
keras gigi (enamel dan dentin) melalui reaksi kimia tanpa melibatkan aktivitas bakteri, yang
disebut erosi (Gambar 9).
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
10
Lingkungan rongga mulut yang asam juga akan menyebabkan terbukanya terbuka
dentin lebih banyak lagi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sensitivitas gigi.
Gambar 8. Contoh makanan yang mengandung asam
Gambar 9. Erosi pada gigi akibat sering mengkonsumsi minuman yang asam
(Chu CH, Lo EC. Hong Kong Dent J 2010; 7: 18)
Rangsangan taktil atau sentuhan
Rasa nyeri biasanya terjadi ketika pasien menyentuh daerah sensitif dengan kuku jari
atau bulu sikat selama penyikatan gigi. Selain itu, pemeriksaan gigi dengan alat-alat tertentu
yang terbuat dari logam, seperti sonde dan eksplorer, juga dapat meningkatkan sensitivitas
pada gigi.
Rangsangan udara
Terhirupnya udara bebas pada pasien dengan kebiasaan bernapas melalui mulut,
terutama pada cuaca dingin atau semprotan udara dari syringe atau kompresor ketika
prosedur pengeringan permukaan gigi, juga dapat memicu timbulnya rasa nyeri pada kasus
hipersensitif dentin.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
11
1.4 Kelainan Memungkinkan Terjadinya Hipersensitif Dentin
Kelainan yang memungkinkan terjadinya hipersensitif dentin dibatasi dengan yang
ada kaitan dengan kelainan periodonsium, yaitu:
Resesi gingiva
Mula-mula hipersensitif dentin diakibatkan oleh resesi gingiva. Dimana menurut Loe
et al. menyatakan bahwa resesi dapat dijumpai pada penduduk negara industry maupun non
industry dan mendefinisikan resesi gingiva sebagai pergeseran tepi gingiva dari posisi normal
pada permukaan mahkota gigi ke arah apikal (permukaan akar) di bawah Batas Sementum
Enamel (BSE).
Resesi gingiva menyebabkan tersingkapnya akar gigi terhadap kontaminasi
lingkungan rongga mulut. Akibat kelainan ini dentin akan menjadi hipersensitif yang disebut
dengan hipersensitif dentin. Dimana hipersensitif dentin ini adalah keausan sementum akar
yang menjadi tersingkap oleh resesi akan menyingkapkan permukaan dentin yang sangat
sensitif, terutama terhadap sentuhan dan menyebabkan rasa tidak nyaman sampai timbulnya
rasa sakit.
Penyakit periodontal
Selain resesi gingiva, tersingkapnya permukaan akar gigi juga dapat disebabkan oleh
prosedur perawatan periodontal, seperti skeling dan penyerutan akar. Prosedur skeling dan
penyerutan akar dapat menyebabkan hilangnya perlekatan jaringan periodontal dan
terkikisnya sementum. Oleh karena itu, dokter gigi harus hati-hati dalam melakukan prosedur
perawatan periodontal.
1.5 Faktor Predisposisi
Dari hasil penelitian para ahli di USA, sebanyak 50-90%, penderita memberikan
tekanan besar/berlebih pada saat menggosok gigi. Kebiasaan menggosok gigi dengan tekanan
berlebih dapat membuat gusi mengalami iritasi atau gusi menurun dari leher gigi, lama
kelamaan akar gigi akan terbuka (resesi gingiva), leher gigi berlubang, lapisan email pun
akan berkurang ketebalannya sehingga bila minum air dingin, asam/manis atau bahkan
tersentuh bulu sikat gigi pun akan terasa ngilu. Oral hygiene/keadaan rongga mulut yang
buruk, penumpukan plak/karang gigi, yang merupakan "rumah" tinggalnya berjutajuta kuman
dalam rongga mulut. Lambat laun karang gigi pun dapat mengiritasi gusi sehingga gusi akan
mudah berdarah, timbul pula bau mulut yang tidak "segar".
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
12
Pembentukan lapisan email gigi yang kurang sempurna (ename hypoplasia) dapat
pula terjadi pada individu-individu tertentu. Keadaan ini pun akan menjadikan gigi menjadi
sensitif. Food impaksi/penumpukan sisa-sisa makanan di daerah pertemuan gigi dengan
gigi/kontak gigi. Sisa makanan ini menyusup masuk melalui leher gigi dan sulit terjangkau
sikat gigi sehingga akan sulit dibersihkan, lama kelamaan penumpukannya akan semakin
banyak, menekan saku gusi semakin dalam dari keadaan normal. Secara garis besar penyebab
dentin hypersensitivity antara lain:
1. Penurunan gusi
2. Buruknya oral hygiene
3. Bleaching/pemutihan gigi
4. Terkikisnya email
5. Penyikatan gigi yang terlalu keras
1.6 Prosedur Bleaching
Hipersensitif dentin juga dapat disebabkan oleh efek samping dari prosedur bleaching.
Walaupun bersifat ringan, namun sering terjadi dan mengganggu pasien. Belakangan ini, sebuah
penelitian klinis pada pasien yang melakukan bleaching menyatakan bahwa 54 % pasien
mengalami sensitif ringan, 10 % pasien mengalami sensitif sedang dan 5 % pasien mengalami
sensitif parah serta sisanya tidak mengalami sensitif. Bleaching juga memiliki efek samping yang
lain diantaranya resesi gingiva, rasa gatal pada mukosa dan sakit pada kerongkongan.
Hipersensitif dentin pada pasien yang melakukan perawatan bleaching dipengaruhi oleh
faktor pasien, lamanya menerima perawatan, konsentrasi dan pH bahan bleaching. Konsentrasi
bahan bleaching yang tinggi merupakan faktor resiko terbesar terjadinya hipersensitif dentin.
1.7 Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Hipersensitif dentin mempunyai beberapa gejala yang sama dengan penyakit gingiva
dan karies gigi. Oleh karena itu, diagnosa dan penyebab hipersensitif dentin harus ditegakkan
dengan tepat agar perawatan yang diberikan memberikan efek yang tepat pula.
Ada dua cara utama perawatan hipersensitif dentin yaitu pertama menghalangi syaraf
merespon rasa nyeri (Gambar 10) dan yang kedua menutup tubulus dentin untuk mencegah
terjadinya mekanisme hidrodinamik (Gambar 11). Perawatan tersebut juga harus dapat
menghilangkan faktor-faktor predisposisi penyebab hipersensitif dentin, sekaligus mencegah
terjadinya rekurensi. Perawatan hipersensitivitas dentin bisa bersifat non invasif dan invasif
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
13Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
14
Perawatan yang Bersifat Non-Invasif
Perawatan non-invasif bisa dilakukan sendiri oleh pasien di rumah, dan bisa pula
dilakukan oleh dokter gigi. Perawatan yang dilakukan yang dirumah meliputi penggunaan
pasta gigi desensitisasi, obat kumur dan permen karet. Pasta gigi desensitisasi mengandung
potassium nitrate, potassium chloride atau potassium citrate.
Banyak pasta gigi yang juga mengandung bahan aktif lain seperti fluoride dan bahan
antiplak. Aplikasi fluor topikal membuat adanya penghalang di permukaan gigi dengan
terbentuknya presipitat kalsium florida (CaF2) sehingga tubuli dentin tertutup. Akibatnya
hipersensitivitas dentin dapat berkurang. Cara menyikat gigi juga patut diperhatikan.
Kebanyakan orang banyak berkumur-kumur setelah menggosok gigi. Sebetulnya kumur-
kumur tidak perlu terlalu banyak karena kumur dengan air dapat menyebabkan bahan aktif
menjadi larut dan terbuang dari mulut sehingga efektifitas dari pasta gigi menjadi berkurang.
Perawatan hipersensitivitas dentin oleh dokter gigi di klinik, yaitu dengan
mengaplikasikan bahan desensitisasi yang tujuannya untuk menutup tubuli dentin sehingga
mengurangi hipersensitifitas. Bahan tersebut dapat mengandung fluoride, atau potassium
nitrate, atau bahan aktif lainnya. Namun, agen desensitisasi tersebut biasanya tidak bertahan
terlalu lama, efeknya hanya sementara.
Perawatan yang Bersifat Invasif
Perawatan yang bersifat invasif dengan menggunakan bahan adhesive, atau bagian dentin
yang terbuka di daerah leher dan akar gigi ditutup dengan bahan tambal. Karena resesi
gingiva dan terpaparnya permukaan akar gigi merupakan faktor utama terjadinya hipersensitif
dentin, maka dapat dilakukan cangkok gingiva sebagai rencana perawatan, terutama pada
resesi yang progresif. Ketika terpaparnya permukaan akar yang sensitif juga diikuti dengan
kehilangan permukaan akibat abrasi, erosi, dan abfraksi, maka dipertimbangkan pula
pemberian bahan restorasi resin atau ionomer kaca (glass ionomer). Restorasi tersebut akan
mengembalikan kontur gigi dan menutup tubulus dentin yang terbuka.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
15
2. Pulpitis
2.1 Definisi Pulpitis
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. Pulpa adalah
bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah.
2.2 Etiologi Pulpitis
Penyebab kerusakan pulpa dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Fisik
a. Mekanik (trauma, atrisi, abrasi, perubahan tekanan udara).
b. Termis (preparasi cavum,tambalan yang dalam tanpa semen base).
c. Elektris (aliran listrik dari vital tester, tambalan-tambalan logam
yang berlainan).
2. Kimia
a. Asam fosfat yang berasal dari silikat, AgNO3, monomeracrylic.
b. Erosi karena asam-asam.
3. Bakterial
a. Toksin yang berhubungan dengan karies.
b. Invasi langsung kuman-kuman pada pulpa.
2.3 Patofisiologi Pulpitis
Pu lp i t i s dapa t t e r j ad i ka r ena adanya j e j a s be rupa kuman be se r t a
p roduknya yaitu toksin,dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa kuman).
Namun pada praktek sehari-hari Pulpitis biasanya terjadi diawali dengan karies yang
tebentuk karena kerusakan email akibat dari fermentasi karbohidratoleh bakteri-
bakteri penghasil asam (pada umumnya Streptococus mutans)yang menyebabkan
proses demineralisasi.
Demineralisasi lebih cepat dari proses mineralisasi. Bila karies sudah terbentuk dan tidak
mendapat perawatan, maka proses demineralisasi terus berlanjut dan menyebabkan
karies semakin meluas ke dalamgigi sehingga menembus lapisan-lapisan email,
dentin dan pada akhirnya akan mencapai ke dalam ruang pulpa. Bila karies sudah
mencapai ke dalam ruang pulpa maka bakteri akan masuk ke dalam ruangan tersebut
dan mengakibatkan peradangan pada jaringan pulpa. Jikaperadangan hanya sebagian
(pada cavum dentis) maka kita sebut pulpitis akut parsial, dan jika
mengenai seluruh jaringan pulpa maka kita sebut pulpitis akut totalis.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
16
2.4 Gambaran Klinis Pulpitis
Pulpitis menyebabkan sakit gigi yang tajam luar biasa, terutama bila terkena oleh air dingin,
asam, manis, kadang hanya dengan menghisap angin pun sakit. Rasa sakit dapat menyebar ke kepala,
telinga dan kadang sampai ke punggung.
Keluhan subyektif:
Nyeri spontan dan berdenyut yang di sebabkan oleh rangsangan yang minimal dan
berlangsung siang malam, sering hilang tetapi timbul kembali.
Nyeri menyebar (tidak terlokalisir) jika pada mandibula sering terasa ditelinga,kadang
kadang di leher.jika pada rahang atas terasa ke pelipis, kepala bagian depan sampai
belakang. Pada permulaan pasien masih bisa melokalisir gigi yang sakit tetapi lama
kelamaan tidak dapat lagi.
Perubahan suhu yang kecil pada minum dapat menyebakan nyeri dan peridontitis yang
dapat menyebabkan nyeri pada waktu mengunyah.peridontitis ini disebabkan
oleh hyperemia dari pulpa yang merambat ke peridontium ke foramen apikalis.
Klasifikasi klinis penyakit pulpa didasarkan pada gejala respon terhadap perubahan suhu
yaitu:
1. Pulpitis reversibel yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan.
Anamnesa
• Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin
• Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus
• Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan
Pemeriksaan Objektif
• Ekstra oral : Tidak ada pembengkakan
• Intra oral :
Perkusi tidak sakit
Karies mengenai dentin/karies profunda
Pulpa belum terbuka
Sondase (+) (Yuliati R, et al., 2008)
Chlor etil (+)
2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah
berlangsung lama.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
17
Pulpitis irreversibel terbagi :
1) Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan rasa nyeri
akut yang hebat.
Anamnesa
• Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga
• Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit
Pemeriksaan Objektif
• Ekstra oral : tidak ada kelainan
• Intra oral :
Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan
Pulpa terbuka bisa juga tidak
Sondase (+)
Chlor etil (+)
Perkusi bisa (+) bisa (-) (Yuliati R, et al., 2008)
2) Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama.
Anamnesa ;
• Gigi sebelumnya pernah sakit
• Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan
• Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin, asam, manis
• Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit
Pemeriksaan Objektif
• Ekstra oral ; tidak ada pembengkakan
• Intra oral ;
Karies profunda, bisa mencapai pulpa bisa tidak
Sondase (+)
Perkusi (-) (Yuliati R, et al., 2008)
2.5 Penegakan Diagnosa Pulpitis
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
18
Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada inspeksi kita
dapat melihat cavum yang besar, lebar dengan suatu masa yang lembek dan kotor, cavum
dentis hanya tertutup oleh lapisan dentin yang tipis dapat di tembus dengan sonde.
1. Test somasi : nyeri pada pemeriksaan dengan sonde.
2. Test thermist : air hangat /dingin menyebabkan nyeri yg hebat.
3. Test elektris : aliran listrik menyebabkan nyeri yang tdak tertahan dan makin hebat.
4. Pe rkus i : a r ah ve r t i c a l menyebkan nye r i ka r ena ada
pe r amba t an hyperemia pada periodontum.
5. Tekanan : saat gigi pasien mengigit, pasien akan merasakan nyeri.
6. Ron tgen g ig i : pada pemer ik saan ron tgen akan d idapa tkan gamba ran
r ad io log i berupa gamabaran radiolusent yang telah mencapai kavum pulpa.Pemeriksaan
radiologist dilakukan untuk memperkuat diagnose dan menunjukkan apakah peradangan
sudah menyebar ke jaringan tulang dan disekitarnya
2.6 Penatalaksanaan Pulpitis
Peradangan mereda jika penyebabnya diobati. Jika pulpitis diketahui pada stadium dini,
maka penambalan sementara yang mengandung obat penenang saraf bisa menghilangkan
nyeri. Tambalan ini bisa dibiarkan sampai 6-8 minggu dan kemudian diganti dengan
tambalan permanen. Jika terjadi kerusakan pulpa yang luas dan tidak dapat diperbaiki, satu-
satunya cara untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mencabut pulpa, baik melalui
pengobatan saluran akar maupun dengan pencabutan gigi.
Bila tidak ada peradangan dental, lubang gigi dibersihkan dengan ekskavator, lalu
dikeringkan dengan kapas dan diberi kapas yang ditetesi eugenol. Berikan analgetik bila
perlu. Bila sudah ada peradangan jaringan periapikal, berikan antibiotik selama 5 hari.
Pada umumnya, perawatan yang diberikan terhadap gigi pulpitis reversibel adalah
pulpektomi vital dengan membuang seluruh jaringan pulpa apabila keadaan saluran akar
memungkinkan untuk dilakukan preparasi saluran akar dan tersedia waktu yang mencukupi.
Setelah pembuangan jaringan pulpa, gulungan kapas kecil yang berisi Ca(OH)2 yang
merupakan obat pilihan dimasukkan ke dalam ruang pulpa sebelum kavitas ditutup dengan
oksida seng eugenol. Tahap pekerjaan yang dilakukan dalam merawat pulpitis akut ini secara
umum adalah: (1) pembuatan foto rontgen, (2) anestesi lokal, isolasi lapangan kerja,
pembukaan atap pulpa, (3) ekstirpasi jaringan pulpa, (4) irigasi dengan larutan perhidrol 3%,
aquadest, dan NaCl 2%, (5) penempatan Ca(OH)2 dalam gulungan kapas kecil pada ruang
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
19
pulpa, (6) Tumpatan sementara minimal dengan semen seng fosfat. Setelah keadaan darurat
mereda, dilakukan perawatan endodontik biasa. (Tarigan, 2002).
2.7 Komplikasi Pulpitis
Infeksi sekuel pulpitis termasuk apikal periodontitis, abses periapikal, selulitis, dan
osteomyelitis rahang. Penyebaran dari gigi rahang atas dapat menyebabkan sinusitis purulen,
meningitis, abses otak, selulitis orbital, dan thrombosis sinus. Penyebaran dari gigi rahang
bawah bisa menyebabkan angina ludwings, abses parapharyngeal, mediastinum, perikarditis,
empiema, dan tromboflebitis jugularis.
3. Gingivitis Marginalis Kronis
3.1 Definisi Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan tanda-
tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan berdarah pada
tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva. Gingivitis bersifat
reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak
dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjukkan peradangan sudah sampai ke
jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible
dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun. Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan
kehilangan gigi, ini menunjukkan kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di
rongga mulut sampai seumur hidup yang merupakan tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut (Nield, 2003).
3.2 Etiologi Gingivitis
Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor-
faktor yaitu : host, agent, environment, psikoneuroimunologi. Penyebab gingivitis sangat
bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai pencetus awal gingivitis.
Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra gingiva dan tepi gingiva, terdapat
hubungan bermakna skor plak dan skor gingivitis. (Musaikan, 2003, Nurmala, 2010)
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
20
3.3 Macam-macam Gingivitis
3.3.1 Gingivitis Marginalis
Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan sakit dapat
menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai berdasarkan perubahan-
perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya perdarahan. Gingivitis kronis
menunjukkan tepi gingiva membengkak merah dengan interdental menggelembung
mempunyai sedikit warna merah ungu. (Langlais dan Miller, 1998)
3.3.2 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit mulut
yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla-papilla interdental terdorong ke
luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-abuan.
3.3.3 Pregnancy Gingivitis
Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada bulan
kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan gingiva yang
membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering terjadi pada regio molar,
terbanyak pada regio anterior dan interproximal. (Susanti, 2003)
3.3.4 Gingivitis scorbutic
Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi menyeluruh
dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah terang atau merah
menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah. (Sea, 2000)
3.4 Gejala Klinis Gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit
periodontal, gingivitis biasanya disertai dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai ungu karena adanya
vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi suplay darah berlebihan pada jaringan yang
meradang.
2. Bila menggosok gigi biasanya pada bulu sikat ada noda darah oleh karena adanya
perdarahan pada gingiva di sekitar gigi.
3. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.
4. Timbulnya bau nafas yang tidak enak.
5. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya nanah di sekitar gigi dan
gingival.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
21
3.5 Proses Terjadinya Gingivitis
Plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental yang terlindung,
inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar dari
daerah ini ke sekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihat pertama kali di sekitar
pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apikal dari epithelium fungsional khusus yang
merupakan perantara hubungan antara gingiva dan gigi yang terletak pada dasar leher
gingiva), tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap ini. Bila
deposit plak masih ada perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan
meningkatnya aliran cairan gingiva.
Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papilla
interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah pada sondase,
dalam waktu dua sampai seminggu akan terbentuk gingivitis yang lebih parah. Gingiva
sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. (Manson dan Eley, 1993)
3.6 Perawatan Gingivitis
Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley (1998), Mediresource clinical team (2010),
perawatan gingivitis terdiri dari tiga komponen yang dapat dilakukan bersamaan yaitu :
1. Interaksi kebersihan mulut
2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling
3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.
Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan calculus tidak dapat
dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak diperbaiki. Membuat mulut bebas plak ternyata
tidak memberikan manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak
atau tidak diupayakan untuk memastikan pembersihan segera setelah deposit ulang.
3.7 Komplikasi Gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), apabila gingivitis tidak segera ditangani maka akan
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: Sulcus gingiva akan tampak lebih dalam dari keadaan
normal, akibat pembengkakan gingival, gingiva mudah berdarah, gingiva berwarna merah,
nafas bau busuk, dan gigi goyang.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
22
3.8 Pencegahan Gingivitis
Menurut Depkes RI. (2002), untuk mencegah terjadinya gingivitis, kita harus
berusaha agar bakteri dan plak pada permukaan gigi tidak diberi kesempatan untuk
bertambah dan harus dihilangkan, sebenarnya setiap orang mampu, tetapi untuk
melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan kedisiplinan pribadi masing-
masing. Caranya:
1. Menjaga kebersihan mulut, yaitu : sikatlah gigi secara teratur setiap sesudah makan dan
sebelum tidur.
2. Mengatur pola makan dan menghindari makan yang merusak gigi, yaitu makanan yang
banyak gula.
3. Periksalah gigi secara teratur ke dokter gigi, Puskesmas setiap enam bulan sekali.
4. Maloklusi
4.1 Definisi Maloklusi
Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi sertaukuran
gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III),atau sebagai relasi
normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi menjadi maloklusi primer
yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul
pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga (Thomson, 2007).
4.2 Etiologi Maloklusi
Menurut Foster (1997), etimologi maloklusi terbagi menjadi 2, yaitu:
A. Faktor Ekstrinsik, yaitu:
a. Keturunan
b. Kelainan bawaan
c. Pengaruh lingkungan
d. Gangguan metabolisme dan penyakit
e. Kekurangan nutrisi atau gizi
f. Kebiasaan jelek
g. Postur tubuh
h. Trauma atau kecelakaan
B. Faktor Intrinsik, yaitu:
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
23
a. Kelainan jumlah gigi
b. Kelainan ukuran gigi
c. Kelainan bentuk
d. Kelainan frenulum labii
e. Prematur los
f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delay erruption)
g. Kelainan jalannya erupsi gigi
h. Ankilosis
i. Karies gigi
j. Restorasi gigi yang tidak baik
4.3 Perawatan Maloklusi
Perbaikan hubungan mesiodistal dari rahang atas terhadap rahang bawah itu
banyak tergantung atas faktor pertumbuhan dan perkembangan. Jika perawatan dilakukan
pada periode dimana masih terdapat pertambahan dari pertumbuhan, maka koreksi hubungan
mesiodistal ini jauh lebih mudah. Berhasilnya mandibula itu maju ke depan tergantung dari
aktivitas ujung condilus untuk mengadakan proliferasi dari jaringan pengikatnya, yang
kemudian dari jaringan pengikat itu diubah menjadi tulang. Selain itu, proses aposisi
danresorpsi dari bagian anterior dan posterior ramus dan elongasi gigi posterior
juga bertanggung jawab terhadap majunya mandibula. Dengan memasangkan alat
ortodontik,kita merangsang agar mandibula itu bertambah maju kedudukannya sehingga
mempunyai relasi yang bagus terhadap maxilla. Sampai berapa jauh kita dapat memajukan
mandibular untuk tujuan perbaikan, kita dibatasi oleh pola yang telah ditentukan keturunan
(Mochtar,1974).
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
24
DAFTAR PUSTAKA
Be, K.N. 1987. Preventive Dentistry. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia, p. 16 Bandung.
Depkes RI. 2002. Buku Pegangan materi Kesehatan Gigi dan Mulut untuk Kegiatan KIA di
Posyandu (UKGMD). Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi p.13
Jakarta
Foster, T. D. 1997. Buku Ajar Ortodonsi. Jakarta : EGC
Langlais R.P. dan Miller C.S. 1998. Kelainan Rongga Mulut p.11, Hipokrates Jakarta.
Manson J.D. dan Eley B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi kedua p.45, Hipokrates
Jakarta.
Mokhtar, Mundiyah., 1974. Penuntun Kuliah Orthodonti. Bagian Orthodonti Fakultas
Kedokteran Gigi USU, Medan.
Musaikan, W.S. 2002. Gambaran Gingivitis pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan
Semampir tahun 2002. J. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Edisi Khusus
Temu Ilmiah Nasional III ISSN 0852-9027. Surabaya.
Nield, J.S. 2003. DE Foundation of Periodontitis for Dental Hygienist. Philadelpia:
Lippincott, Williams and Wilkins.
Sea, F. 2000. Buku Ajar ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. p.5, Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Susanti, E. 2003. Pengaruh kehamilan pada Kesehatan Gigi dan mulut serta Modifikasi
Perawatan yang Diperlukan. Universitas Mahasaraswati. J. Edisi ISSW 1693-0002, Majalah
FKG Universitas Mahasaraswati, Denpasar.
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan
25
Tarigan, Rasinta, 2002, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Edisi Revisi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Yuliati R, et al., 2008. Gigi dan Mulut: Tutorial. Faculty of Medicine University of Riau
Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau
Laporan Kasus Dokter Muda Kelompok C RSUD Bangil - Pasuruan