laporan kasus i

50
LAPORAN KASUS IDENTIFIKASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN a. Nama : Tn. R.S b. Umur : 15 Tahun c. Jenis Kelamin : Laki -laki d. Alamat : Desa Hatu e. Tgl. MRS : 14 Desember 2014 Pukul : 20.15 WIT f. Pengantar : Tn. J. S g. No.RM : 18. 73. 00 h. Agama : Kristen Protestan 1

Upload: felmi-de-lima

Post on 17-Dec-2015

234 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

cvcvc

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

a. Nama

: Tn. R.S

b. Umur

: 15 Tahun

c. Jenis Kelamin

: Laki -laki

d. Alamat

: Desa Hatu

e. Tgl. MRS

: 14 Desember 2014 Pukul : 20.15 WIT

f. Pengantar

: Tn. J. S

g. No.RM

: 18. 73. 00

h. Agama

: Kristen Protestan

Gambar 1. Pasien saat perawatan

II. PRIMARY SURVEY :

a. Airway:Tidak ada sumbatan jalan napas

b. Breathing:Napas spontan, Ekspansi dada kiri = kanan, RR = 20 x/m

c. Circulation:Perdarahan aktif (-), Kulit pucat (-), Akral hangat, Nadi = 88 x/m reguler, Kuat angkat, CRT < 2 detik, TD 120/80 mmHg

d. Disability:Composmentis, GCS = E4V5M6, pupil isokor, reflex cahaya +/+,

e. Exposure/ Environmental control: Ditemukan V. Laseratum pada regio Pectoralis Sinistra.

Ditemukan edema, hematom, deformitas, dan V. Eksoriatum pada regio Antebrachii Sinistra. Ditemukan nyeri tekan (+) dan V. Ekskoriatum multiple pada regio Femoris Sinistra. Ditemukan V. Ekskoriatum multiple pada regio Genu Dextra et Sinistra.

Ditemukan V. Ekskoriatum pada Dorsum Pedis Sinistra.

III. SECONDARY SURVEY

ANAMNESIS

1. Mekanisme Trauma:

Pasien mengendarai motor berjenis Suzuki Thunder dengan kecepatan tinggi dan menebrak mobil angkutan umum berjenis Toyota Kijang yang searah dari bagian belakang. Tubuh bagian kiri pasien menghantam mobil dan mengakibatkan pasien terjatuh ke sebelah kanan sejauh 2 m dengan sisi tubuh bagian kanan menyentuh aspal terlebih dahulu. Pasien terjatuh pada jalan aspal. Pasien sulit menggerakan tangan dan tungkai kiri. Saat kejadian pasien tidak menggunakan helm dan mengkonsumsi alkohol. Riwayat pingsan (+) 5 menit, amnesia retrograd (+), sakit kepala (-), muntah (+) 1 kali berisi makanan. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk rumah sakit.2. Riwayat AMPLE

Allergies :Tidak ada

Medications :Asam Mefenamat dan bidai pada tungkai dan kiri terpasang.

Previous : medical/surgical historyMalaria.

Last meal (Time) : Minum terakhir 15 menit yang lalu.

Events / Environment : surrounding the injuryTempat kejadian di jalan Desa Tawiri, pasien terjatuh di jalan beraspal.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala:Normocephal, deformitas (-), abrasi (-), laserasi (-) nyeri tekan (-)

b.Mata:Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Pupil Isokor, refleks cahaya (+/+).

c.THT:Otorea (-), rhinorea (-/-), septum deviasi (-/-).

d.Leher:Deformitas (-), abrasi (-), nyeri tekan (-), laserasi (-)

e. Dada:Pengembangan dinding dada simetri, deformitas (-), abrasi (-), nyeri tekan (-), ditemukan V. Laseratum berukuran 1x0,2x0,2 cm pada regio pectoralis sinistra.

f. Jantung:Bunyi Jantung I / II murni reguler, bising (-)

g. Paru:Bunyi nafas dasar vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

h. Abdomen:Datar, BU (+) Normal, Nyeri tekan (-)

i. Genitalia:Tidak ditemukan kelainan

j. Esktremitas

Lengan

Tungkai

:

:Pergelangan tangan kiri sulit digerakan

Regio Antebrachii Sinistra 1/3 distal : edema (+), hematom (+), deformitas (+), krepitasi (+) nyeri tekan (+).

Semua jari dapat digerakkan, sensasi (+), ditemukan V. Eksoriatum pada bagian distal.

Tungkai bawah kiri sulit digerakan.

Regio Femoralis Sinistra 1/3 medial : edema (+), nyeri tekan (+), dan V. Eksoriatum pada bagian medial femur.

Regio Genu Dextra et Sinistra : multiple V. Ekskoriatum.Dorsum Pedis Sinistra : V. ekskoriatum Semua jari dapat digerakkan, sensasi (+)

V. STATUS LOKALIS:

Gambar 2. Status lokalis pasien Tn. R.S1. Regio Antebrachii Sinistra :

Look : terdapat deformitas pada lengan bawah kiri Terdapat V. Eksoriatum pada 1/3 bagian distal.

Feel : Terdapat nyeri tekan ,edema, hematom, krepitasi pada lengan bawah kiri. Move : Pasien sulit menggerakan pergelangan tangan kiri. Semua jari dapat digerakkan2. Regio Femurolis Sinistra :

Look : terdapat edema, hematom dan vulnus eksoriatum pada 1/3 medial Feel : ditemukan nyeri tekan pada 1/3 medial Move : Pasien sulit menggerakan tungkai kiri. VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

- Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Desember 2014

ParameterHasilSatuan Nilai Rujukan

RBC5,82106/mm33.80 6.50

HGB13,6g/dL11.5 17.0

HCT44,7%37.0 54.0

MCV77m380 100

MCH23,3Pg27.0 32.0

MCHC30,3g/dL32.0 36.0

RDW13,2%11.0 16.0

PLT183103/mm3150 500

MVP7,6m36.0 11.0

PCT0,143%0.150 0.500

PDW12,3%11.0 18.0

WBC7,3103/mm34.0 10.0

- Foto Rontgen Regio Antebrachii, Femur dan Cruris AP dan Lateral

Hasil Foto Rontgen tanggal 14 Desember 2014

VII. RESUME

Pasien laki-laki berusia 15 tahun, masuk RS dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan dan paha kiri serta sulit menggerakkan pergelangan tangan kanan kiri dan tungkai atas kiri, akibat kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk RS. Pasien mengendarai motor berjenis Suzuki Thunder dengan kecepatan tinggi dan menebrak mobil angkutan umum berjenis Toyota Kijang yang searah dari bagian belakang. Tubuh bagian kiri pasien menghantam mobil dan mengakibatkan pasien terjatuh ke sebelah kanan sejauh 2 m dengan sisi tubuh bagian kanan menyentuh aspal terlebih dahulu. Pasien terjatuh pada jalan aspal. Pada primary survey B didapatkan RR = 20x/menit, C didapatkan nadi 88 x/m reguler, kuat angkat, CRT < 2 detik, TD 120/80 mmHg, E : Ditemukan V. Laseratum berukuran 1x0,2x0,2 cm pada regio Pectoralis Sinistra. Ditemukan edema, hematom, krepitasi dan V. Eksoriatum pada regio Antebrachii Sinistra. Ditemukan edema, hematom, dan V. Ekskoriatum multiple pada regio Femoris Sinistra. Ditemukan V. Ekskoriatum multiple pada regio Genu Dextra et Sinistra. Ditemukan V. Ekskoriatum ukuran 4 x 0,1 cm pada Dorsum Pedis Sinistra. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan : Hb : 13,6 g/dL dan WBC : 7,3x 103/mm3. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan fraktur transfersal femur sinistra 1/3 medial tertutup, serta fraktur pada distal radius dan ulna. Saat kejadian pasien tidak menggunakan helm dan mengkonsumsi alkohol. Riwayat pingsan (+) 5 menit, amnesia retrograd (+), sakit kepala (-), muntah (+) 1 kali berisi makanan. VIII. DIAGNOSIS KERJA:

Fraktur Os Femur Sinistra 1/3 medial Tertutup

Syok Hemorrrhage grade I

Fraktur Os Radius dan Ulna Sinistra 1/3 distal TertutupIX. PLANNING :(Terapi dari UGD) IVFD RL 20 tetes per menit Wound toilet Ketorolac 3x30 mg/IV Tramadol 2 ampul / drip

Imobilisasi tungkai dan antebrachii sinistra

Konsul Sp.B

(Terapi pada Buku) IVFD RL 28 tetes per menit Tramadol 3 x 1 amp/ drip Cefdroxil tablet 2 x 500 mg/IV Transamin 3 x 500 mg/IV

Reposisi dengan menggunakan Traksi Skeletal untuk Tungkai Sinisstra Pemasangan ORIF pada tungkai sinistra Konsul Dokter Spesialis Bedah Konsul Dokter Spesialis AnastesiDISKUSI

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya.

Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain-lain). Fraktur Femur merupakan inkontinuitas tulang femur baik total ataupun parsial. Fraktur dikatakan komplit bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. Fraktur inkomplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur sering dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, pekerjaan, ataupun penyakit lainnya dengan rata rata korban berusia 12 40 tahun. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalu lintas, 249 kasus atau 14,7%-nya mengalami fraktur femur.

Dari data tersebut didapatkan kecocokan dengan data pasien yakni pasien laki - laki usia 15 tahun mengalami nyeri di bagian paha kiri dan pergelangan tangan kiri serta sulit digerakkan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan anamnesis diketahui pasien mengendarai motor kemudian menabrak bagian belakang mobil dengan tubuh bagian kiri pasien membentur badan mobil dengan kuat serta mengakibatkan pasien terjatuh ke sebelah kanan pada jalan beraspal. Hal ini dapat menjelaskan mengapa terdapat banyak multiple vulnus serta ditemukan jejas pada regio Antebrachii, Femoris, Genu dan Dorsum Pedis Sinistra.Pada pemeriksaan fisik awal pasien, perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.3 Trauma pada femur tidak mengubah urutan prioritas resusitasi (ABCDE), namun trauma femur tidak boleh diabaikan atau ditangani terlambat. Pada kasus ini, primary survey dapat :

a. Airway:Tidak ada sumbatan jalan napas

b. Breathing:Napas spontan, Ekspansi dada kiri = kanan, RR = 20 x/m

c. Circulation:Perdarahan aktif (-), Kulit pucat (-), Akral hangat, Nadi = 88 x/m reguler, Kuat angkat, CRT < 2 detik, TD 120/80 mmHg

d. Disability:Composmentis, GCS = E4V5M6, pupil isokor, reflex cahaya +/+,

e. Exposure/ Environmental control: Ditemukan V. Laseratum pada regio Pectoralis Sinistra.

Ditemukan edema, hematom, deformitas, dan V. Eksoriatum pada regio Antebrachii Sinistra. Ditemukan nyeri tekan (+) dan V. Ekskoriatum multiple pada regio Femoris Sinistra. Ditemukan V. Ekskoriatum multiple pada regio Genu Dextra et Sinistra.

Ditemukan V. Ekskoriatum pada Dorsum Pedis Sinistra.

Ditinjau dari hasil Primary survey yang dibandingkan dengan Tabel 2 maka didapat pasien tergolong dalam Syok Grade I ditinjau dari denyut nadi, tekanan darah, serta frekuensi pernapasan. Pasien dengan syok grade I kehilangan kira kira 750 mL darah. Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengosongan transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat mengakibatkan gejala gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.

Tabel 2. Perkiraan Kehilangan Cairan Dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita SemulaKelas IKelas IIKelas IIIKelas IV

Kehilangan Darah (mL)750750 15001500 2000> 2000

Kehilangan Darah (% volume darah)15 %15% - 30%30% - 40%> 40%

Denyut Nadi< 100> 100> 120> 140

Tekanan DarahNormalNormalMenurunMenurun

Tekanan Nadi (mmHg)Normal / naikMenurunMenurunMenurun

Frekuensi pernapasan14 2020 3030 40> 35

Produksi urin (mL/jam)> 3020 305 15Tidak berarti

CNS / Status MentalSedikit cemasAgak cemasCemas, BinggunBinggung, lesu (lethargie)

Penggantian CairanKristaloidKristaloidKristaloid dan darahKristaloid dan darah

Memang pada pasien tidak didapatkan syok dengan kelas yang lebih tinggi, namun demikian, perlu diingat perdarahan berat dapat terjadi pada fraktur femur yang dapat menyebabkan kehilangan darah di dalam paha sampai menimbulkan syok grade III - IV, pasien ini, tanda-tanda vital 24 jam setelah kecelakaan masih dalam batas normal, sehingga kemungkinan syok berat akibat perdarahan tidak dialami pasien.

Pada pemeriksaan lokalis perlu di periksa :a) Look : dilakukan pemeriksaan dengan melihat adanya 1) warna dan perfusi, 2) luka 3) deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan), 4) pembengkakan dan 5) perubahan warna atau memar. Bila bagian distal ekstremitas pucat atau putih menunjukan tidak adanya aliran darah arteri. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukan adanya crush syndrome dengan ancaman sindrom kompartemen. Pembengkakan sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang merupakan tanda adnya trauma musculoskeletal. Deformitas pada ekstremitas merupakan tanda yang jelas akan adanya trauma ekstremitas berat. Kita juga dapat melihat apakah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur. Setiap luka diekstremitas disertai patah tulang harus dianggap patah tulang terbuka sampai dibuktikan sebaliknya oleh dokter bedah. Pada fraktur femur sering dijumpai posisi tungkai yang khas yakni abduksi, fleksi serta eksorotasi. Karena pengamatan diambil pada hari kedua perawatan maka tidak dapat diketahui apakah tanda tanda yang disebutkan diatas ditemukan pada pasien karena pada pasien telah dipasangkan skin traksi. Namun dari dokumentasi stastus lokalis pada pasien ditemukan adanya edema, hematom dan vulnus eksoriatum pada 1/3 medial regio femoralis sinistra. b) Feel : Dilakukan palpasi pada ektremitas untuk memeriksa sensorik (fungsi neurologis) dan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak). Hilangnya rasa raba dan nyeri menunjukan adanya trauma spinal atau saraf tepi. Nyeri dan nyeri tekan diatas otot menunjukan kontusi jaringan lunak dan atau fraktur. Adanya nyeri tekan, pembengkakan dan deformitas menyokong diagnosis fraktur. Usaha untuk menunjukan krepitasi dan gerakan abnormal tidak dianjurkan. Perlu juga diperiksa adanya pulsasi dan kualitas nadi serta pengisian kapiler jari jari (capillary refill). Ekstremitas yang dingin, pucat dan menghilangnya pulsasi menunjukan gangguan pembuluh darah arteri. Hilangnya rasa berbentuk kaus kaki serta hematoma yang membesar dengan cepat merupakan tanda awal gangguan vaskular menunjukan adanya trauma vaskuler.Pada pasien ditemuakan nyeri tekan, pulsasi teraba dan sensasi perabaan sulit dievaluasi pada pasien karena tungkai kiri telah terpasang skin traksi.c) Movement : Observasi gerakan motorik membantu menentukan adanya gangguan neurologi atau muskular. Pada penderita yang kooperatif gerakan aktif dan fungsi saraf perifer dapat diperiska dengan menyuruh penderita menggerakan otot-otot besar. Kemampuan menggerakan sendi besar dengan ruang lingkup sendi yang penuh, menunjukan hubungan otot-otot dan saraf yang utuh dan sendi yang stabil.Pada pasien ini didapatkan ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan segera adalah pemeriksaan radiologi. Tujuan pemeriksaan radiologis yaitu untuk konfirmasi adanya fraktur dan jenis fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan, menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, serta melihat adanya benda asing, misalnya peluru.6,7 Foto Rongen harus menurut rule of two : 1) dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, 2) memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, 3) memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan 4) dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur femur perlu juga diambil foto rontgen pada pelvis dan tulang belakang.

Berdasarkan lokasinya fraktur femur terbagi atas fraktur intertrokanter femur, fraktur subtrokhanter femur , fraktur batang femur, fraktur suprakondiler, fraktur interkondiler, dan fraktur kondiler femur.2,6 Pada pasien ini dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan fraktur transfersal pada femur sinistra 1/3 medial dengan aligment baik.

Untuk klasifikasinya dapat digunakan dari Tscherne untuk fraktur tertutup : Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan Tingkat 3 : fraktur dengan karusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindrom compartment Berdasarkan pembagian klasifikasi menurut Tscherne maka pada pasien digolongkan dalam fraktur tertutup grade 2.

Sebelum dilakukan pengobatan defenitif pada satu fraktur, maka diperlukan :a) Pertolongan pertama

Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.

b) Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah trauma alat-alat dalam yang lain.

c) Resusitasi

Kebanyakan penderita fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intra vaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruangan interstisial dan intra seluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik. Respon penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lanjut akan tergantung pada respon ini. Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Pada tabel 2, perkiraan kehilangan cairan dan darah , dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang kedalam ruangan interstitial dan intra seluler. Ini dikenal dengan huku 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun lebih penting untuk menilai respon penderita terhadap resusitasi cairan dan bukti perfusi oksigen end-organ yang memadai, misalnya keluarnya urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Pada pasien perkiraan berat badan kira kira 70 kg dengan perliraan kehilangan darah sekitar 15% (70x7%x15% = 0,735 liter atau 735 Liter). Dengan menggunakan hukum three for one, pasien ini membuthkan 2.205 liter cairan kristaloid. Sehingga pada pasien diberikan larutan RL 28 tpm. Pemberian cairan ini dapat dipantau dengan pemasangan katheter Urine. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluarnya urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa.

Management nyeri merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 dan pasien harus diberi analgetik sebelum nyeri menjadi lebih parah. Prinsip penatalaksanaan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling kuat

Tahapannya:

Tahap I : analgesik non-opiat : AINS

Tahap II : analgesik AINS + ajuvan (antidepresan)

Tahap III : analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan

Tahap IV : analgesik opiat kuat + AINS + ajuvan

Contoh ajuvan terapi seperti antidepresan, antikonvulsan, agonis2, dll.

Prinsip penatalaksannaan yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur1: Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4 atau prinsip 4R:10 Recognition

Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta radiiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi setelah pengobatan.

Reduction

Yaitu reduksi fraktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas.

Retaining

Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini laki- laki tersebut berarti harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada femurnya.

Rehabilitation

Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa berfungsi dengan baik.

Terapi pada fraktur dapat berupa operatif dan non- operatif:10a. Terapi non-operatif / konserfatif

1. Traksi.

Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang bermanfaat dalam mereduksi suatu fraktur atau kelainan-kelainan lain seperti spasme otot. Dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Berdasarkan mekanisme traksi dikenal dua macam traksi yaitu:

Traksi menetap (fixation traction) dipergunakan untuk melakukan fiksasi sekaligus traksi dengan mempergunakan Thomas Splint.

Traksi berimbang (sliding traction) merupakan suatu traksi secara bertahap untuk memperoleh reduksi tertutup dan sekaligus imobilisasi pada daerah yang dimaksud

a) Traksi skeletaltraksi skeletal adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam. Traksi ini menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang . Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang. Beberapa keuntungan pemakaian traksi, yaitu: menurunkan nyeri akibat spasme otot, mengoreksi dan mencegah deformitas, mengimobilisasi sendi yang sakit, difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi), mengencangkan pada perlekatannya. Namun pemilihan metode traksi ini juga mempunyai kerugian diantaranya: perawatan yang lebih lama, mobilisasi terbatas, penggunaan alat-alat lebih banyak. Komplikasi yang ditimbulkan juga harus diperhatikan: dekubitus, kongesti paru/pneumonia, konstipasi dan anoreksia, trombosi vena profunda, stasis dan infeksi saluran kemih

Gambar 2. Traksi Skeletal

Traksi pada tulang dengan kawat Kirscher (K-wire) dan pin Stainmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan mempergunakan berat badan dengan bantuan bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu:

Bagian proksimal tibia dibawh tuberositas tibia

Bagian distal tibia

Trokanter mayor

Bagian distal femur pada kondilus femur

Kalkaneus (jarang dilakukan)

Prosesus olekranon

Bagian dista metacarpal dan tengkorak

b) Traksi kulit (skin traksi)

Traksi kulit (skin traksi) adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). Kulit hanya mampu menanggung beban traksi sekitar 5 kg pada dewasa. Jika dibutuhkan lebih dari ini maka diperlukan traksi melalui tulang. Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebihdari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksitulang mungkin diperlukan.Traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak. Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical. Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan. Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) . Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan. Traksi yang dilakukan dengan melakukan tarikan pada fragmen fraktur melalui kulit.

Gambar 3. Traksi kulit

Komplikasi traksi kulit :

1). Distal oedema2). Kerusakan vaskular3). Peroneal nerve palsy4).Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen.

Terapi Operatif :

Lebih dikenal dengan tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Dengan internal fiksasi dapat menjadi cara reduksi fraktur, khususnya pada permukaan sendi. Jika fasilitas tersedia, terapi ini menjadi suatu pilihan yang baik. Pada pasien yang lebih tua, imobilisasi yang lebih cepat merupakan hal penting dan fiksasi internal merupakan suatu yang wajib dilakukan. Kadang, keadaan tulang yang osteoporotic, namun perawatan di tempat tidur lebih mudah dan pergerakan lutu dapat dimulai lebih cepat.

Internal fiksasi dilakukan pada keadaan berikut:

Untuk melakukan kontrol fraktur ekstremitas apabila metode konservatif dapat mengganggu manajemen cedera berat lainnya, misalnya pada kepala, thorax, atau abdomen. Sebagai metode pilihan pada beberapa fraktur tertentu, untuk menetapkan imobilisasi pada fraktur dan memungkinkan mobilitas segera, misalnya pada pasien usia lanjut dengan fraktur trochanter. Apabila perlu untuk operasi fraktur untuk memastikan reduksi yang adekuat. Pada close fracture, apabila tidak mungkin memposisikan fragmen hanya dengan splinting.

Metode internal fiksasi:

Plat logam dengan screws dan plateMetode ini digunakan pada tulang panjang. Biasanya cukup dengan plate dengan 6 lubang, tetapi untuk tulang yang lebih besar dibutuhkan plat dengan 8 lubang. Fiksasi dengan plate biasa mempunyai kerugian yaitu fragmen tulang tidak dapat ditekan dalam kontak yang dekat.Locking plate, menggunakan screw dengan kepala, yang berulir dan ketika dikencangkan terfiksasi pada ulir yang ada pada plat. Prosedur ini menjadikan fiksasi yang lebih rigid, baik pada panjang dan sudutnya.

Intramedullary nail, dengan atau tanpa fiksasi cross-screwTeknik ini baik untuk berbagai faktur pada tulang panjang, terutama ketika fraktur terletak di tengah batang tulang panjang. Teknik ini biasa digunakan pada fraktur femur dan tibia.

Dynamic compression screw-plateMerupakan metode standar untuk fiksasi pada fraktur collum femoris dan fraktur trochanter (gambar 15.3). komponen screw, yang menyatukan femoral head, memungkinkan fragmen tulang terkompresi bersama sepanjang fraktur. Efek kompresi muncul dengan mengencangkan screw pada dasar barrel.

Condylar screw-plate

Tension band wiringTeknik fiksasi biasa digunakan pada patella dan olecranon, tetapi dapat juga digunakan paada fragmen kecil metafiseal lain seperti maleolus medialis.

Penggunaan transfixion screw sangat luas dalam fiksasi fragmen kecil misalnya capitulum humerus, processus olecranon pada ulna atau maleolus medialis pada tibia. Kirschner wire fixation merupakan suatu wire fleksibel dengan ujung yang tajam, terdapat dalam beberapa ukuran, dan dapat menjadi elternatif dari transfixion screw untuk fiksasi fragmen tulang yang kecil atau untuk fraktur pada tulang kecil pada tangan dan kaki.

Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan

untuk Penyatuan Tulang Fraktur

Rehabilitasi sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah penatalaksanaan definitif terhadap fraktur dilakukan. Setelah penatalaksanaan fraktur sasaran dari rehabilitasi ini adalah meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah dengan fisioterapi berupa latihan. Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian yang mengalami operasi dalam keadaan dielevasikan sekitar 30o.1. Static Contraction Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi. Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang.2. Passive MovementPassive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas. Passive movement ada 2, yaitu : Relaxed Passive Movement Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan

Forced Passive MovementForced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak sendi. Tekniknya hampir sama dengan relaxed passive movement, namun di sini pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai pasien mampu menahan rasa nyeri3. Active MovementMerupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien itu sendiri. Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan pumping action yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi.Active Movement terdiri dari : Free Active MovementGerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot Assisted Active Movement Gerakan ini berasal dari pasien sendiri, sedangkan terapis memfasilitasi gerakan dengan alat bantu, seperti sling, papan licin ataupun tangan terapis sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri karena merangsang relaksasi propioseptif. Ressisted Active MovementRessisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan yang diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot. 4. Hold RelaxHold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi5. Latihan JalanLatihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari NWB (Non Weight Bearing) atau tidak menumpu berat badan sampai FBW (Full Weight Bearing) atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih menggunakan alat bantu.Prognosis tergantung pada usia serta penanganan yang diberikan. Semakin muda usia saat terjadi fraktur maka semakin baik prognosisnya karena proses penyembuhan dan pembentukan tulang baru dapat terjadi lebih cepat. Penangan yang sesuai juga mempengaruhi prognosisnya.

Perlu diwaspadai komplikasi dini yang dapat terjadi syok maka diperlukan observasi ketat terhadap pasien dengan fraktur femur, emboli lemak terutama terjadi pada fraktur tertutup seperti yang dialami oleh pasein, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, trombo-emboli, dan infeksi. Komplikasi lanjut dapat berupa:a. Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan.

b. Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.

c. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan pengamatan terus-menerus selama perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi.

d. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intramuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.

e. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union yang solid.

REFERENSI

1. Sabiton, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994

2. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.2005

3. Schwartz. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 2000

4. Doherty G M. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : MC Graw Hill. 2006

5. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 457-484. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.6. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University, 2004. Page 140-1437. Cluett J. Femur fracture. [online]. 2005. [cited 2011 March 3]; Available from: http://orthopedics.about.com/od/brokenbones/a/femur.htm.

8. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2000.

9. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta:Widya Medika; 1995.10. Douglas F Aukerman. Femur injuries and Fractures.[online].2008.[Cited August 10]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overviewGambar 4. Hasil Foto Rontgen Regio Cruris Sinistra

Gambar 3. Hasil Foto Rontgen Regio Antebrachi sinistra . Ditemukan Fraktur Radius et Ulna Sinistra 1/3 distal tertutup

Gambar 5. Hasil Foto Rontgen Regio Femoralis Sinistra. Ditemukan Fraktur Femur Sinistra 1/3 medial tertutup

1