laporan kasus raudhah

54
BAB I PENDAHULUAN Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di Indonesia. Lebih dari tiga rarus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah sejenis zat psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan disalahgunakan oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian pada awal tahun 1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid, menyebar di beberapa kota besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh penyalahgunaan turunan opioid lainnya seperti petilin. Pada medio tahun 1990- an, peredaran zat psikoaktif golongan opioid menanjak tajam terutama heroin, diikuti golongan amphetamine-type stimulants (amfetamin, ecstasy, shabu) l . Rasemik amphetamine sulfate pertama kali disintesis tahun 1887 dan diperkenalkan dalam praktek klinis tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli bebas untuk mengobati kongesti nasal dan asma. Tahun 1937 dikenal untuk mengobati narkolepsi, parkinsonisme, pascaensefalitis, depresi dan letargi. Penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970an sehingga mulai diberikan aturan untuk membatasi penggunaannya 2 . Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta pengguna zat psikoaktif (Badan Narkotika Nasional, 2006). Dalam jumlah tersebut, hanya 1

Upload: asyiyatur-raudhah

Post on 25-Jul-2015

345 views

Category:

Documents


55 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus raudhah

BAB IPENDAHULUAN

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru

di Indonesia. Lebih dari tiga rarus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah

sejenis zat psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan

disalahgunakan oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian

pada awal tahun 1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid,

menyebar di beberapa kota besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh

penyalahgunaan turunan opioid lainnya seperti petilin. Pada medio tahun 1990-an,

peredaran zat psikoaktif golongan opioid menanjak tajam terutama heroin, diikuti

golongan amphetamine-type stimulants (amfetamin, ecstasy, shabu) l.

Rasemik amphetamine sulfate pertama kali disintesis tahun 1887 dan

diperkenalkan dalam praktek klinis tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli

bebas untuk mengobati kongesti nasal dan asma. Tahun 1937 dikenal untuk

mengobati narkolepsi, parkinsonisme, pascaensefalitis, depresi dan letargi.

Penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970an sehingga mulai

diberikan aturan untuk membatasi penggunaannya2.

Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta

pengguna zat psikoaktif (Badan Narkotika Nasional, 2006). Dalam jumlah

tersebut, hanya kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh Iayanan "terapi": 1000

orang dalam tetapi substitusi metadon, 500 orang tetapi substitusi buprenorfin,

kurang dari 1000 orang dalam rehabilitasi (pesantren, therapeutic communities,

kelompok bantu diri/self-help group), 2000 orang dalam Iayanan medis lain dan

sekitar 4000 orang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi.

Jumlah adiksi zat psikoakatif yang belum mendapat layanan pemulihan di

Indonesia sangat besar. Bandingkan dengan di negara adidaya, Amerika Serikat,

dari 5 juta yang mengalami adiksi zat psikoaktif, hanya 2 juta yang mendapatkan

pelayanan pemulihan, terdapat kesenjangan sekitar 60% (Clearinghouse, 2001)1.

Berbagai bentuk resiko yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat

antara lain intoksikasi, masalah medis sekunder, masalah psikiatrik sekunder,

1

Page 2: laporan kasus raudhah

resiko ketergantungan, gangguan dalam sosial, pekerjaan, pernikahan, dan

konsekuensi forensik3.

Indikasi yang disetujui saat ini oleh Food and Drug Administration (FDA)

untuk amfetamin terbatas pada gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas dan

narkolepsi dan depresi. Amfetamin juga digunakan dalam penanganan obesitas,

walaupun khasiat dan keamanannya masih menjadi kontroversi2.

2

Page 3: laporan kasus raudhah

BAB IISTATUS PSIKIATRI

Nama Pasien : Tn. A

No RM : -

Tanggal Periksa : 21 Mei 2012

Dokter Pemeriksa : dr. Laila Sylvia sari, SpKJ

Dokter Muda : Asyiyatur Raudhah, S.Ked

Diagnosis : Aksis I : F.15.24 Gangguan Mental dan Perilaku

akibat Penggunaan stimulan kini sedang

menggunakan zat (ketergantungan aktif)

Aksis II :gangguan kepribadian(-);retardasi mental(-)

Aksis III : Tidak ada diagnosis

Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan

Aksis V : GAF Scale 60 – 51 gejala sedang,

disabilitas sedang.

KETERANGAN PRIBADI PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal Lahir/ Umur : Jambi/ 15-06-1985/ 27 Tahun

Status Perkawinan : cerai

Bangsa : Indonesia

Suku : Melayu

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Pattimura RT.18 No. 102, Kel.

Kenali Besar, Kec. Kota Baru.

Kota Jambi

Pernah masuk Rumah Sakit dengan : Belum pernah

keluhan yang sama atau berbeda

3

Page 4: laporan kasus raudhah

KETERANGAN DARI ALLO/INFORMAN

Nama : Ny. M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat dan telepon : Jl. Pattimura RT.18 No. 102, Kel.

Kenali Besar, Kec. Kota Baru.

Kota Jambi

Hubungan dengan Pasien : Ibu kandung os

Keakraban dengan Pasien : Akrab

Kesan pemeriksa/Dokter terhadap : Dapat dipercaya

keterangan yang diberikan

I. ANAMNESIS

Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari :

1. Pasien sendiri

2. Informan

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :

Keluarga

2. Sebab utama pasien dibawa ke laboratorium psikiatri :

Os dan keluarga ingin os berhenti menggunakan sabu-sabu.

3. Keluhan utama pasien dan telah berlangsung selama :

Os merasa cemas sejak 2 tahun yang lalu.

4. Riwayat perjalanan penyakit pasien sekarang :

Sejak + 2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-sabu, sejak saat itu

os merasa cemas dan gelisah. Os melihat bayangan dan mendengar suara-

suara yang tidak jelas. Os merasa bingung, sangat jenuh, tidak semangat

melakukan aktivitas, dan os suka jalan mondar mandir di rumah.

4

Page 5: laporan kasus raudhah

Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-

coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat

awal-awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os

mengaku frekuensi penggunaan lebih sering dan lebih dominan ketika os

memiliki masalah terutama setelah os bercerai dengan istrinya. Setelah os

menggunakan sabu-sabu, os merasa bisa melupakan masalah, os banyak tidur

dan saat bangun os banyak makan. Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi

usaha os gagal, karena os akan menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat

terganggu dengan keadaan tersebut.

Os mampu mengurus diri sendiri.

5. Riwayat penyakit pasien sebelumnya :

Tidak terdapat penyakit sebelumnya.

6. Riwayat Keluarga pasien :

a. Identitas Orang tua

IDENTITASORANG TUA

AYAH: Tn. M A IBU: Ny. M

Bangsa Indonesia Indonesia

Suku Melayu Melayu

Agama Islam Islam

Pendidikan S1 Ekonomi SMA

Pekerjaan Pensiunan PNS PNS

Umur 56 tahun 53 tahun

Alamat Jl. Pattimura RT.18 No.

102, Kel. Kenali Besar,

Kec. Kota Baru. Kota

Jambi

Jl. Pattimura RT.18

No. 102, Kel. Kenali

Besar, Kec. Kota Baru.

Kota Jambi

Hubungan dengan Os Biasa Akrab

5

Page 6: laporan kasus raudhah

b. Kepribadian, dijelaskan oleh Ny. M dan Tn. A

Ayah : Ayah os seorang yang humoris (+), banyak teman (+)

Ibu : Ibu os seorang yang humoris (+), banyak teman (+)

c. Os bersaudara 2 orang dan os anak ke- 1

d. Urutan saudara dan usianya :

1. Laki-laki (27 tahun) Os

2. Laki-laki (19 tahun)

e. Gambaran kepribadian masing-masing saudara os dan hubungan terhadap

saudara :

Saudara Ke -Gambaran

Kepribadian

Hubungan

dengan saudara

1

2 Terbuka, Suka bergaul,

banyak teman

Tidak Akrab

f. Gambaran kepribadian orang lain yang tinggal di rumah os dan hubungan

terhadap os :

Tidak ada orang lain yang tinggal di rumah, selain keluarga os.

g. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik pada

anggota keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit jiwa.

6

Page 7: laporan kasus raudhah

h. Riwayat tempat tinggal

Rumah tempat

tinggal

Keadaan Rumah

Tenang Cocok Nyaman Tak Menentu

Rumah Orang tua os

-

7. Gambaran seluruh faktor-faktor fisik dan mental yang bersangkut paut

dengan perkembangan kejiwaan os seelama masa sebelum sakit

(pramorbid)

a. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan :

Os lahir aterm, lahir dengan bidan di rumah dan tidak ada

kelainan.

Os anak yang direncanakan dan sangat diinginkan, os lahir setelah

4 tahun usia pernikahan orang tua os.

b. Riwayat masih bayi dan anak-anak

Pertumbuhan fisik : Normal seperti anak sebaya os

Minum ASI : () sampai usia 11 bulan

Usia mulai bicara : 10 bulan

Usia mulai jalan : 14 bulan

c. Simptom-simptom yang berhubungan dengan problem perilaku yang

dijumpai pada masa kanak-kanak

Ngompol ( )

d. Toilet training

Umur : 4 tahun

Tingkah laku orang tua : sangat memperhatikan

Perasaan terhadap hal ini : biasa

7

Page 8: laporan kasus raudhah

e. Kesehatan fisik masa kanak-kanak

Saat os berusia 4 tahun, os pernah terjatuh dan terluka pada kepala

bagian belakang dan di jahit

f. Kepribadian serta tempramen sewaktu anak-anak

Suka berolahraga ( ), suka bergaul ( )

g. Masa sekolah

Perihal SD SMP SMA

Umur 7-13 tahun 13-16 tahun 16-18 tahun

Prestasi Baik Baik Baik

Aktifitas

Sekolah

Baik Baik Baik

Sikap terhadap

Teman

Baik Baik Baik

Sikap terhadap

Guru

Baik Baik Baik

h. Masa remaja

Os seorang yang tertutup, namun suka bergaul dan banyak teman.

Kenakalan remaja ( ), Suka berbohong ( ), suka mengambil uang

orang tua tanpa sepengetahuan orang tua ( ),

Perokok berat ( ),

Peminum minuman keras ( ),

i. Riwayat pekerjaan

Os mulai bekerja setelah selesai SMA, saat usia 18 tahun.

Pindah-pindah kerja ( ),

Pernah bekerja sebagai sales rokok

8

Page 9: laporan kasus raudhah

j. Percintaan, perkawinan, kehidupan sosial, dan rumah tangga :

Os telah menikah saat usia os 26 tahun dan telah bercerai 1 tahun

yang lalu.

Os memiliki kepribadian sebelum sakit berupa kepribadian dissosial

(tidak mampu bekerja tetap, impulsif, sering berbohong) dan pasif

agresif (keras kepala).

8. Stressor psikososial

Pergaulan dengan teman-teman yang pecandu ( ).

9. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita os

Tidak ada riwayat penyakit fisik

10. Pernah suicide (-); Os tidak pernah punya keinginan untuk bunuh diri.

11. Penggunaan alkohol/zat adiktif lainnya (+); Os menggunakan alkohol/zat

adiktif lainnya sejak tahun 2005.

II. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK KHUSUS

A. Gambaran Umum

1. Penampilan

Sikap Tubuh : Biasa ( )

Cara berpakaian : Rapi ( )

Kesehatan fisik : Sehat ( )

2. Perilaku dan aktifitas psikomotor

Cara berjalan : Normoaktif ( ) , biasa ( )

3. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif ( ), penuh perhatian ( )

B. Pembicaraan dan fragmen pembicaraan

Arus pembicaraan : Biasa

Produktifitas : Biasa

Perbendaharaan bahasa : Biasa

9

Page 10: laporan kasus raudhah

C. Afek, mood, dan emosi lainnya

Afek : Sesuai (appropriate)

Mood : disforik

D. Pikiran : relevansi menjawab pertanyaan(),logis(),

E. Persepsi : Halusinasi visual (), halusinasi auditorik

()

F. Mimpi dan fantasi : -

G. Sensorium

1. Alertness : Komposmentis

2. Orientasi : Waktu, tempat, dan orang baik

3. Konsentrasi dan kalkulasi : Baik

4. Memori : Tidak ada gangguan

5. Pengetahuan Umum : Baik

6. Pikiran abstrak : Baik

H. Insight

Derajat 3. Sadar akan penyakitnya tetapi menyalahkan orang lain,

faktor luar & faktor organik.

I. Judgment

Judgement sosial : Baik

Judgement tes : Baik

J. Kemampuan mengendalikan rangsang dari dalam diri : baik

K. Kemampuan mengendalikan dari dalam sendiri : baik

L. Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya

Tidak dilakukan

III. PEMERIKSAAN INTERNA

Keadaan Umum

Sensorium : Komposmentis Suhu : 36,8oC BB : 68 kg

Nadi : 80x/menit Pernafasan : 18x/menit TB : 168 cm

TD : 120/80 mmHg Turgor : Baik Status Gizi : Baik

10

Page 11: laporan kasus raudhah

Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan

Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan

Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan

Sistem Urogenital : Tidak ada kelianan

Kelainan Khusus : Tidak ada

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Panca Indra : Tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada

Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak ada

Mata ;

- Gerakan: Gerakan baik ke segala arah, tidak ada kelumpuhan/nistagmus

o Persepsi Mata : Baik, diplopia (-), visus normal

o Pupil :

Bentuk : Bulat, isokor

Ukuran : 3mm/3mm

Refleks Cahaya : +/+

Refleks Konvergensi : +/+

o Refleks Kornea : +/+

o Pemeriksaan Oftalmoskop : Tidak dilakukan

Motorik:

o Tonus : eutoni

o Koordinasi : baik

o Turgor : baik

o Refleks : Refleks fisiologis +/+ ; Refleks patologis -/-

o Kekuatan : Kekuatan otot lengan 5/5; otot tungkai 5/5

o Sensibilitas : Tidak ada kelainan

Susunan saraf vegetatif : Tidak ada kelainan

Fungsi luhur : Tidak ada kelainan

Kelainan khusus : Tidak ada

11

Page 12: laporan kasus raudhah

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK KHUSUS

LAINNYA :

Pemeriksaan urin :

Amphetamine (+)

Metamphetamine (+)

Opiates (-)

Canabonoid (-)

Benzodiazepine (-)

VI. PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL DAN LAIN-

LAIN :

Tidak dilakukan

VII. RESUME

Tn. A (27 tahun), telah bercerai, pendidikan terakhir SMA dengan

kepribadian premorbid dissosial dan pasif agresif, namun suka bergaul dan

banyak teman dibawa oleh keluarga ke RSJ Provinsi Jambi dengan keluhan

menggunakan sabu-sabu. Sejak + 2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-

sabu, sejak saat itu os merasa cemas dan gelisah. Os melihat bayangan dan suara-

suara yang tidak jelas. Os merasa bingung, sangat jenuh, tidak semangat

melakukan aktivitas, dan os suka jalan mondar mandir di rumah.

Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-

coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat awal-

awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os mengaku

frekuensi penggunaan lebih sering ketika os memiliki masalah terutama setelah os

bercerai dengan istrinya. Setelah os menggunakan sabu-sabu, os merasa bisa

melupakan masalah, os banyak tidur dan saat bangun os banyak makan.

Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi usaha os gagal, karena os akan

menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat terganggu dengan keadaan tersebut.

12

Page 13: laporan kasus raudhah

Os mampu mengurus diri sendiri. Os mengaku terakhir menggunakan sabu-sabu

pukul 11.00-00.00 Wib tadi malam.

Dari hasil observasi, didapatkan keadaan umum; kesadaran:

komposmentis, kontak ada serta kooperatif. Keadaan psikiatrik khusus : afek

appropriate dan mood disforik. Daya ingat tidak ada gangguan, orientasi baik, dan

daya konsentrasi baik. Didapatkan gangguan spesifik pada sensasi dan persepsi

Tn. A, ditemukan halusinasi auditorik (+), visual (+). Dari pemeriksaan

laboratorium drug monitoring pada urin, di peroleh hasil positif amphetamine dan

metamphetamine.

Atas dasar gejala-gejala di atas, maka berdasarkan PPDGJ-III dipertimbangkan

diagnosis berupa F.15.24 Gangguan mental dan perilaku akibat Penggunaan

Stimulansia kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif). Dimana

penegakan diagnosis, berdasarkan4,5:

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT ZAT PSIKOAKTIF

MENURUT PPDGJ – III

F10. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol

F11. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida

F12. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida

F13. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau hipnotika

F14. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain

F15. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain

termasuk kafein

F16. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika

F17. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau

F18. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah

menguap

F19. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan

pengggunaan zat psikoaktif lainnya

Pedoman Diagnostik

13

Page 14: laporan kasus raudhah

Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan data

laporan individu, analisis objektif dari spesimen urin, darah dan sebagainya, atau

bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala

klinis atau dari laporan pihak ketiga). Selalu disarankan untuk mencari bukti yang

menguatkan lebih dari satu sumber yang berkaitan dengan penggunaan zat5.

{pada kasus ini : diperoleh berdasarkan keterangan pasien dan hasil

pemeriksaan laboratorium drug monitoring dari urin os}

PENETAPAN KONDISI KLINIS

F1x.0 Intoksikasi akut

F1x.1 Penggunaan yg merugikan (harmful use)

F1x.2 Sindrom ketergantungan

F1x.3 Keadaan putus obat

F1x.4 Keadaan putus zat dg delirium

F1x.5 Gangguan psikotik

F1x.6 Sindrom amnesik

F1x.7 Gangguan psikotik residual atau onset lambat

F1x.8 Gangguan mental dan perilaku lainnya

F1x.9 Gangguan mental dan perilaku YTT

Pedoman Diagnostik Sindrom Ketergantungan

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau

lebih gejala dibawah ini dalam masa 1 tahun sebelumnya:

a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk

menggunakan zat psikoaktif.

b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak

mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan.

c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika penghentian

penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat

14

Page 15: laporan kasus raudhah

yang khas, atau orang tersebut menggunakan golongan zat sejenis dengan

tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat.

d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang

diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan

dosis lebih rendah (pada individu dengan ketergantungan alcohol dan opiate

yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya

atau mematikan pada pengguna pemula).

e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain

disebabkan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendaptkan zat atau untuk pulih dari akibatnya.

f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan

kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena alkohol berlebihan,

keadaaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat,

hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat upaya perlu

diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat

diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

Diagnosis sindroma ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode

lima karakter berikut:

F1x.20 Kini abstinen

F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti

dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan, dll)

F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan atau dengan

pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali, misalnya dengan

methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)

F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat

(misalnya naltrexone atau disulfiram)

F1x.24Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)

F1x.25 Penggunaan berkelanjutan

F1x.26 Penggunaan episodik

15

Page 16: laporan kasus raudhah

VIII. DIAGNOSIS BANDING

-

IX. DIAGNOSIS

Aksis I : F.15.24 Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan

Stimulansia kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)

Aksis II :Gangguan kepribadian(-);retardasi mental(-)

Aksis III : Tidak ada diagnosis

Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan

Aksis V : GAF Scale 60 – 51 gejala sedang, disabilitas sedang.

X. SARAN/USUL

Tidak ada pemeriksaan diagnostik lanjutan yang harus dilakukan pada

kasus Tn. A (27 tahun). Hal yang sebaiknya digali lebih dalam adalah

mengenai frekuensi dan dosis penggunaan shabu-shabu serta cara pakai yang

digunakan oleh pasien selama ini sejak awal pemakaian hingga sekarang

sehingga dapat diidentifikasi peningkatan dosis yang mengarah pada toleransi.

Hal yang juga sebaiknya dilakukan dalam penanganan kasus Tn. A (27 tahun)

adalah memberikan motivasi yang besar untuk meyakinkan niatnya dan

membulatkan tekadnya berhenti menggunakan shabu-shabu.

XI. PROGNOSIS

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif

merupakan suatu gangguan mental yang bersifat klinis, berlangsung bertahun-

tahun, sering kambuh atau terjadi eksaserbasi, diselingi dengan remisi total atau

parsial. Prognosis gangguan mental dan perilaku ini sangat bergantung pada

banyak faktor, seperti faktor kepribadian, ada tidaknya komorbiditas, lingkungan

keluarga, lingkungan pergaulan, mudah tidaknya zat psikoaktif diperoleh.

Faktor yang memperburuk prognosis :

16

Page 17: laporan kasus raudhah

a. Semakin mudah seseorang mulai menggunakan zat psikoaktif dan mudah

diperolehnya zat psikoaktif,.

b. Bila dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu pengguna zat psikoaktif.

c. Adanya gangguan kepribadian disosial/antisocial

d. terdapat depresi berat.

e. Sikap keluarga yang tidak mendukung proses penyembuhan,

f. lingkungan pergaulan yang buruk.

{Pada kasus ini , dapat disimpulkan prognosis Tn. A adalah dubia ad bonam }

XII. TERAPI

- Olanzapine 5mg diberikan 1 kali dalam sehari (setiap 24 jam) sebanyak 1

tablet (sediaan 5mg; 10mg)

- Buspirone 10 mg diberikan 1 kali dalam sehari (setiap 24 jam) sebanyak

1tablet

Selain terapi psikofarmaka, juga perlu dilakukan :

- Psikoterapi individual

- Terapi perilaku

- Terapi keluarga, kelompok pendukung (seperti narcotic anonymous)

- Latihan keterampilan sosial.

- Terapi adiksi zat

17

Page 18: laporan kasus raudhah

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Preparat Stimulansia

Sebagai suatu kelas umum amphetamin dimasukkan sebagai suatu

simpatomimetik, stimulan dan psikostimulan. Amfetamin utama yang saat ini

tersedia dan digunakan di Amerika Serikat adalah dekstroamfetamin (Dexedrine),

metamfetamin (Desoxyn), campuran garam dekstroamfetamin-amfetamin

(Adderall), dan metilfenidat (Ritalin). Obat-obat ini memiliki nama jalanan yaitu

es, kristal. crystal meth dan speed2.

Amfetamin merupakan salah satu amin simpatomimetik yang paling kuat

merangsang SSP, disamping mempunyai kerja perifer pada reseptor α dan β

melalui pelepasan NE endogen. Amfetamin merangsang pusat nafas di medulla

oblongta dan mengurangi depresi sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat

karena adanya perangsangan pada korteks dan sistem aktivasi retikular6.

Efek psikis amfetamin dosis 10-30mg dapat berupa peningkatkan kinerja,

kewaspadaan dan membangkitkan perasaan euforia contohnya oleh pelajar yang

sedang belajar untuk ujian, berkurangnya rasa lelah, perbaikan mood, hilangnya

rasa mengantuk contohnya pada pengendara truk jarak jauh dalam perjalanan,

orang bisnis dengan tenggat waktu penting, serta atlet dalam kompetisi. Meski

efek adiktifnya tidak seperti kokain, amfetamin kurang lebih tepat disebut obat

adiktif2,6.

Metamfetamine serupa dengan amfetamin perbedaannya dalam

perbandingan antara efek sntral dan perifer. Metamfetamin (disebut juga "es")

adalah bentuk zat murni yang disalahgunakan dengan cara dihirup, dihisap, atau

injeksi intravena Efek psikologisnya berlangsung berjam-jam dan sangat kuat.

18

Page 19: laporan kasus raudhah

Tidak seperti crack cocaine (lihat bagian 9.6), yang harus diimpor, metamfetamin

adalah obat sintetik yang dapat dibuat secara domestik di laboratorium illegal2,6.

3.2. Epidemiologi2

Pada tahun 1999, sekitar 7 persen populasi AS menggunakan

psikostimulan. Kelompok usia 18 sampai 25 tahun merupakan pengguna tertinggi

diikuti kelompok usia l2 sampai 17 tahun. Penggunaan amfetamin terjadi pada

semua kelompok sosioekonomi dan penggunaan amfetamin meningkat di antara

professional kulit putih. Oleh karena amfetamin tersedia melalui resep dokter

untuk indikasi spesifik. clokter yang meresepkan sebaiknya menyadari risiko

penggunaan oleh orang lain, termasuk teman dan anggota keluarga pasien yang

menerima amfetamin. Tidak ada data tersedia yang dapat diandalkan tentang

epidemiologi penggunaan amfetamin desainer, namun obat ini sangat

disalahgunakan. Menurut DSM-IV-T& prevalensi ketergantungan dan

penyalahgunaan amfetamin seumur hidup adalah 1,5 persen; dan rasio pria

terhadap wanita adalah 1.

3.3. Neurofarmakologi2

Semua amfetamin diabsorpsi cepat secara oral dan memiliki mula kerja

yang cepat, biasanya dalam waktu I jam bila dikonsumsi per oral. Amfetamin

klasik juga dikonsumsi secara intravena dan memiliki efek hampir seketika

dengan rute ini. Amfetamin yang tidak diresepkan dan amfetamin desainerjuga

dihirup ("snorting"). Toleransi terjadi baik pada amfetamin klasik maupun

desainer meski pengguna amfetamin sering kali mengatasi toleransi dengan

mengonsumsi lebih banyak lagi. Amfetamin tidak terlalu adiktif dibanding kokain

yang dibuktikan melalui eksperimen pada tikus yaitu tidak semua hewan secara

spontan memakai sendiri amfetamin dosis rendah.

Amfetamin klasik (dekstroamfetamin, metamfetamin, dan metilfenidat)

menirnbulkan efek primer dengan menyebabkan pelepasan katekolamin, terutama

19

Page 20: laporan kasus raudhah

dopamin, dari terminal prasinaptik. Efeknya terutama poten untuk neuron

dopamlnergik yang berjalan dari area tegmental ventral ke korteks serebri dan

area limbik. Jaras ini disebut sebagai jaras sirkuit reward dan aktivasinya mungkin

menjadi mekanisme adiktif utama untuk amfetamin.

Amfetamin desainer (MDMA, MDEA, MMDA, dan DOM)

rnenyebabkan pelepasan katekolamin (dopamin dan norepinefrin) serta serotonin,

neurotransmiter yang dianggap sebagai jaras neurokimiawi utama untuk

halusinogen. Oleh karena itu, efek klinis amf'etamin desainer merupakan

campuran efek amfetamin klasik dan halusinogen. Farmakologi MDMA paling

baik dipahami dari kelompok ini. MDMA diambil di neuron serotonergik oleh

transporter serotonin yang berlanggung jawab untuk reuptake serotonin. Bila telah

berada di neuron, MDMA menyebabkan pelepasan cepat bolus serotonin dan

menghambat aktivilas enzim penghasil serotonin.

3.4. DIAGNOSIS2,4,5

DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau

lir-amfetamin) namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin,

keadaan putus amfetamin, dan gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan

pada bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis

gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian

DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya

psikosis).

Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan

amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena

penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti

dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang amfetamin

sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Pada DSM-IV-

TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah

namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala

intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis

gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala

20

Page 21: laporan kasus raudhah

intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan

hilang sepenuhnya setelah 48 jam.

Kriteria diagnostik intoksikasi amfetamin:

A. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya methylpenidate)

yang belum lama terjadi.

B. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis,

misalnya:

1. Euforia atau penumpulan afektif

2. Perubahan sosiabilitas

3. Kewaspadaan berlebihan

4. Kepekaan interpersonal

5. Kecemasan, Ketegangan atau Kemarahan

6. Perilaku stereotipik

7. Gangguan pertimbangan

8. Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan

Yang berkembang selama atau segera setelahpemakaian amfetamin atau zat

yang berhubungan.

C. Dua atau lebih hal berikut, berkembang selama atau segera sesudah pemakaian

amfetamin atau zat yang berhubungan:

1. takikardia

2. dilatasi pupil

3. peningkatan tekanan darah

4. berkeringat atau rasa dingin

5. mual atau muntah

6. tanda-tanda penurunan berat badan

7. agitasi atau retardasi psikomotor

8. kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung

9. konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma.

21

Page 22: laporan kasus raudhah

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik

diterangkan oleh gangguan mental lain.

Keadaan setelah intoksikasi amfetamin, dapat disertai dengan gejala

ansietas, gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur

dengan rapid eye movement yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram

otot, kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat biasanya

memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat

yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah

penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide

atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus

amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis

diperlukan untuk diagnosis tersebut.

Kriteria diagnostik putus amfetamin :

A. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang

telah lama atau berat.

B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut :

1. Kelelahan

2. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan

3. Insomnia atau hipersomnia

4. Peningkatan nafsu makan

5. Retardasi atau agitasi psikomotor.

C. Gejala dalam kriteria menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis

atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik

diterangkan oleh gangguan mental lain

Sedangkan pembagian gangguan mental dan perilaku akibat zat

psikoaktif menurut PPDGJ – III yaitu :

F10. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol

22

Page 23: laporan kasus raudhah

F11. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida

F12. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida

F13. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau hipnotika

F14. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain

F15. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain

teramasuk kafein

F16. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika

F17. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau

F18. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah

menguap

F19. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan

pengggunaan zat psikoaktif lainnya

Kemudian ditetapkan kondisi klinis pasien saat ini :

F1x.0 Intoksikasi akut

F1x.1 Penggunaan yg merugikan (harmful use)

F1x.2 Sindrom ketergantungan

F1x.3 Keadaan putus obat

F1x.4 Keadaan putus zat dg delirium

F1x.5 Gangguan psikotik

F1x.6 Sindrom amnesik

F1x.7 Gangguan psikotik residual atau onset lambat

F1x.8 Gangguan mental dan perilaku lainnya

F1x.9 Gangguan mental dan perilaku YTT

Pedoman diagnostik Intoksikasi Akut (F1x.0 ) menurut PPDGJ III:

A. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan,

individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya

insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek

intoksikasi berat yang tidak proporsional.

23

Page 24: laporan kasus raudhah

B. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial yang perlu

dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacar

keagamaan.

C. Merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol

atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,

persepsi, afek atau perilaku, fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.

Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan akhirnya

efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian

orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang

rusak atau terjadi komplikasi lainnya.

Kode lima karakter berikut digunakan untuk menunjukkan apakah intoksikasi

akut itu disertai dengan suatu komplikasi :

F1x.00 Tanpa komplikasi

F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya

F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya

F1x.03 Dengan delirium

F1x.04 Dengan distorsi persepsi

F1x.05 Dengan koma

F1x.06 Dengan konvulsi

F1x.07 Intoksikasi patologis

o Hanya pada penggunaan alkohol

o Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak

kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat ia bebas alkohol

o Biasanya timbul segera setelah minum alkohol.

Pedoman diagnostik penggunaan yang merugikan (F1x.1) :

A. Adanya pola penggunaan psikoaktif yang merusak kesehatan, berupa fisik

(seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri

sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena

konsumsi berat alkohol).

24

Page 25: laporan kasus raudhah

B. Sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi

sosial yang tidak diinginkan.

C. Tidak ada sindroma ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau

bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat

atau alkohol.

Pedoman diagnostik sindrom ketergantungan (F1x.2) :

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau

lebih gejala dibawah ini dalam masa 1 tahun sebelumnya:

a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk

menggunakan zat psikoaktif.

b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak

mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan.

c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika

penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala

putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan golongan zat sejenis

dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus

zat.

d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang

diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan

dosis lebih rendah (pada individu dengan ketergantungan alcohol dan opiate

yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya

atau mematikan pada pengguna pemula).

e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain

disebabkan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendaptkan zat atau untuk pulih dari akibatnya.

f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang

merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena alkohol

berlebihan, keadaaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat

yang berat, hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat upaya

perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau

dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

25

Page 26: laporan kasus raudhah

Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima

karakter berikut :

F1x.20 Kini abstinen

F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti

dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan, dll)

F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan atau dengan

pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali, misalnya dengan

methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)

F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat

(misalnya naltrexone atau disulfiram)

F1x.24 Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)

F1x.25 Penggunaan berkelanjutan

F1x.26 Penggunaan episodik

Pedoman diagnostik Keadaan putus zat (F1x.3) :

A. Keadaan putus obat merupakan indikator dari sindrom ketergantungan (F1x.2)

dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus dipertimbangkan.

B. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila ini

merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian

medis secara khusus.

C. Gejala fisik bervariasi sesuai dengna zat yang digunakan. Gangguan psikologis

(anxietas, depresi, gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan

putus zat.

Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda

dengan meneruskan penggunaan zat ini.

Diagnosis dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut :

F1x.30 Tanpa konvulsi

F1x.31 Dengan konvulsi

Pedoman diagnostik Keadaan putus zat dengan delirium (F1x.4):

26

Page 27: laporan kasus raudhah

A. Suatu keadaan putus zat (F1x.3) disertai komplikasi delirium (F05.-).

B. Termasuk Delirium Tremens yang merupakan akibat dari putus alkohol

secara absolut atau relatif pada penggunaan yang ketergantungan berat dengan

riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol.

Keadaan gaduh gelisah toksik (toxic confusional state) yang berlangsung

singkat tetapi adakalanya dapat membhayakan jiwa yang disertai gangguan

somatik.

C. Gejala prodromal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat

didahului kejang setelah putus zat. Trias yang klasik dari gejalanya adalah:

Kesadaran berkabut dan kebingungan

Halusinasi dan ilusi yang hidup (vivid) yang mengenai salah satu pancaindra

Tremor berat.

Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur terbalik, dan

aktivitas otonomik yang berlebihan.

Diagnosis dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut :

F1x.40 Tanpa konvulsi

F1x.41 Dengan konvulsi

Pedoman diagnostik Gangguan psikotik (F1x.5) :

A. Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat

psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan manifestasi dari keadaan

putus zat dengan delirium (F1x.4) atau suatu onset lambat gangguan psikotik

onset lambat (dengan onset lebih dari 2 minggu setelah penggunaan zat)

dimasukkan dalam F1x.75.

B. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan

pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang

digunakan dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan.

Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi

persepsi atau pengalaman halusinasi bila zat yang digunakan ialah

halusinogenika primer (misalnya Lisergide [LSD]), meskalin, kanabis dosis

tinggi. Perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0).

27

Page 28: laporan kasus raudhah

Diagnosis banding, gangguan mental lain yang dicetuskan dan diberatkan oleh

penggunaan zat psikoaktif, misalnya Skizofrenia (F20.-), Gangguan Afektif (F30-

F39), Gangguan Kepribadian Paranoid (F60.0, F60.1).

Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima

karakter berikut :

F1x.50 Lir-skizofrenia (Schizophrenic-like)

F1x.51 Predominan waham

F1x.52 Predominan halusinasi (termasuk halusinasi alkoholik)

F1x.53 Predominan polimorfik

F1x.54 Predominan gejala depresi

F1x.55 Predominan gejala manik

F1x.56 Campuran

Pedoman diagnostik sindrom amnestik (F1x.6)

A. Sindrom amnestik yang disebabkan psikoaktif harus memenuhi kriteria umum

untuk sindrom amnestik organik (F04).

B. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:

a. Gangguan daya ingat jangka pendek (“recent memory”, dalam mempelajari

hal baru); gangguan sensasi waktu (time sense), menyusun kembali urutan

kronologis, meninjau kejadian yang berulang menjadi satu peristiwa, dll);

b. Tidak ada gangguan daya ingat segera (immediate recall), tidak ada

gangguan kesadaran, dan tidak ada gangguan kognitif secara umum;

c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan alkohol atau zat

yang kronis (terutama dosis tinggi).

Diagnosis Banding

Sindrom amnestik organic non-alkoholik (F04)

Sindrom organik lain yang meliputi gangguan daya ingat yang jelas (F00-F03;

F05)

28

Page 29: laporan kasus raudhah

Gangguan Depresif (F31-F33)

Pedoman diagnostik gangguan psikotik residual atau onset lambat F1x.7 :

A. Onset harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau zat

psikoaktif.

B. Gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian atau perilaku yang disebabkan

oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangsung melampaui jangka waktu

khasiat psikoaktifnya (efek residual zat tersebut terbukti secara jelas).

Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu perubahan atau kelebihan yang

jelas dari fungsi sebelumnya yang normal.

C. Gangguan ini harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan

peristiwa putus obat (F1x.3 dan F1x.4). Pada kondisi tertentu dan untuk zat

tertentu fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah

zat dihentikan penggunaannya.

Diagnosis Banding

Gangguan mental yang sudah ada terselubung oleh penggunaan zat dan yang

muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut menghilang (misalnya anxietas

fobik, gangguan depresif, skizofrenia atau gangguan skizotipal).

Gangguan psikosis akut dan sementara (F23.)

Cedera organik dan retardasi mental ringan atau sedang (F70-F71) yang

terdapat bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif.

F1x.70 Kilas balik (flashback)

Dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat

episodiknya, sering berlangsung dalam waktu sangat singkat (dalam

hitungan detik sampai menit) dan oleh gambaran duplikasi dari

pengalaman sebelumnya yang berhubungan dengan penggunaan zat.

F1x.71 Gangguan kepribadian atau perilaku

Memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian organik (F07.0)

29

Page 30: laporan kasus raudhah

F1x.72 Gangguan afektif residual

Memenuhi kriteria untuk gangguan afektif organik (F06.3)

F1x.73 Demensia

Memenuhi kriteria umum untuk demensia (F00-F09)

F1x.74 Hendaya kognitif menetap lainnya

Suatu kategori residual untuk gangguan dengan hendaya kognitif yang

menetap, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk sindrom amnestik yang

disebabkan oleh zat psikoaktif (F1x.6) atau demensia (F1x.73)

F1x.75 Gangguan psikotik onset lambat

F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku lainnya

Kategori untuk semua gangguan sebagai akiba penggunaan zat psikoaktif

yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada gangguan tersebut, tetapi

yang tidak memenuhi criteria untuk dimasukkan dalam salah satu

gangguan yang telah disebutkan diatas.

F1x.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT

Kategori untuk yang tidak tergolongkan

3.5. GAMBARAN KLINIS

Pada orang yang sebelumnya tidak pernah mengonsumsi amfetamin,

dosis tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan menginduksi elasi, euforia,

dan rasa bersahabat. Dosis kecil umumnya memperbaiki atensi dan meningkatkan

kinerja pada tugas terlulis, oral, dan penampilan. Juga terdapat penurunan

kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang dikaitkan

dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam

periode waktu yang lama2.

30

Page 31: laporan kasus raudhah

3.6. EFEK SAMPING

a. Fisik.

Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping, yang

paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan

gastrointestinal. Di antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa

adalah infark miokardium, hipertensi berat, penyakit serebrovaskular,

dan kolitis iskemia. Gejala neurologis yang berkepanjangan, dari

kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian, dikaitkan dengan

amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan amfetamin

intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan hepatitis

serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis

nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa

penyalahguna amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-

tentang praktik seks yang aman serta penggunaan kondom. Efek samping

yang tidak mengancam nyawa mencakup semburat merah, pucat,

sianosis, demam, sakit kepala, takikardia, palpitasi, mual, muntah,

bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan ataksia. Wanita

hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi dengan

berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi

pertumbuhan2.

b. Psikologis.

Efek samping psikologis yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin

mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap bermusuhan,

dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi gejala

gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan

panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi2.

3.7. PENGOBATAN

31

Page 32: laporan kasus raudhah

Penanganan gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) bersama

dengan gangguan terkait kokain sama-sama mengalami kesulitan dalam

membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat, vang sangat memperkuat dan

menginduksi ketagihan. Situasi rawat inap dan penggunaan rnetode terapeutik

multipel (psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok) biasanya dibutuhkan

untuk mencapai abstinensi seterusnya. Penanganan gangguan spesifik terinduksi

amfetamin (contohnya gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan gangguan

ansietas terinduksi amfetamin) dengan obat spesifik (contohnya antipsikotik dan

anti anxietas) rnungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik dapat

diresepkan untuk beberapa hari pertama Bila tidak ada psikosis, diazepam

(Valium) berguna untuk menangani agitasi dan hiperaktivitas pasien2.

Dokter sebaiknya membangun aliansi terapeutik dengan pasien untuk

mengatasi depresi atau gangguan kepribadian yang mendasari atau keduanya.

Namun. karena banyak pasien sangat tergantung obat, psikoterapi terutama dapat

sangat sulit2.

3.8. PROGNOSIS

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif

merupakan suatu gangguan mental yang bersifat klinis, berlangsung bertahun-

tahun, sering kambuh atau terjadi eksaserbasi, diselingi dengan remisi total atau

parsial. Prognosis gangguan mental dan perilaku ini sangat bergantung pada

banyak faktor, seperti faktor kepribadian, ada tidaknya komorbiditas, lingkungan

keluarga, lingkungan pergaulan, mudah tidaknya zat psikoaktif diperoleh. Adiksi

stimulan jangka panjang tidak diketahui denga pasti, hal ini menunjukkan bahwa

pada beberapa kasus bisa mengalami remisi sempurna atau sebagian secara

spontan setelah penggunaan beberapa waktu2,9.

Faktor yang memperburuk prognosis :

g. Semakin mudah seseorang mulai menggunakan zat psikoaktif dan mudah

diperolehnya zat psikoaktif,.

h. Bila dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu pengguna zat psikoaktif.

i. Adanya gangguan kepribadian disosial/antisocial

32

Page 33: laporan kasus raudhah

j. terdapat depresi berat.

k. Sikap keluarga yang tidak mendukung proses penyembuhan,

l. lingkungan pergaulan yang buruk.

BAB IV

ANALISIS KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik yang dilakukan terhadap pasien

Tn. A umur 27 tahun yang datang ke Poli Spesialis Kesehatan Jiwa RSJ Jambi, Os

datang bersama ayah dan ibu os karena os telah menggunakan sabu-sabu. Sejak +

2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-sabu, sejak saat itu os merasa cemas

dan gelisah. Os melihat bayangan dan suara-suara yang tidak jelas. Os merasa

bingung, sangat jenuh, tidak semangat melakukan aktivitas, dan os suka jalan

mondar mandir di rumah.

Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-

coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat awal-

awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os mengaku

frekuensi penggunaan lebih sering ketika os memiliki masalah terutama setelah os

bercerai dengan istrinya. Setelah os menggunakan sabu-sabu, os banyak tidur dan

saat bangun os banyak makan. Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi usaha

os gagal, karena os akan menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat terganggu

dengan keadaan tersebut. Os mampu mengurus diri sendiri. Os mengaku terakhir

menggunakan sabu-sabu pukul 11.00-00.00 Wib tadi malam.

Dari hasil observasi, didapatkan keadaan umum; kesadaran:

komposmentis, kontak ada, serta kooperatif. Keadaan psikiatrik khusus : afek

appropriate, mood disforik, Daya ingat tidak ada gangguan, orientasi baik, dan

daya konsentrasi baik. Didapatkan gangguan spesifik pada sensasi dan persepsi

Tn. A, ditemukan halusinasi auditorik (+), visual (+). Pengendalian impuls baik,

insight derajat 3. RTA pasien baik.

Dari pemeriksaan laboratorium drug monitoring pada urin, di peroleh

hasil positif amphetamine dan metamphetamine.

33

Page 34: laporan kasus raudhah

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan psikiatri dan pemeriksaan urin

dapat ditegakkan diagnosa pasien ini dengan gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan stimulansia kini ketergantungan aktif yang berlangsung selama 2

tahun sejak tahun tahun 2005.

Penatalaksanaan pada gangguan yang berhubungan dengan amfetamin

ini mengalami kesulitan dalam membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat,

yang sangat memperkuat dan menginduksi ketagihan. Situasi rawat inap dan

penggunaan rnetode terapeutik multipel (psikoterapi individual, keluarga, dan

kelompok) biasanya dibutuhkan untuk mencapai abstinensi seterusnya. Sehingga

Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita ini adalah dengan farmakoterapi

dan nonfarmakoterapi.

Penanganan gangguan spesifik terinduksi amfetamin (contohnya

gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan gangguan ansietas terinduksi

amfetamin) dengan obat spesifik (contohnya antipsikotik dan anti anxietas)

rnungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik dapat diresepkan untuk

beberapa hari pertama. Antipsikotik yang diberikan pada penderita ini adalah

golongan antipsikotik generasi kedua (atipikal) yaitu olanzapine 5mg dosis

tunggal dengan pertimbangan untuk mengatasi gejala negatif dan positif pasien

ini; untuk menangani kegelisahan dan kecemasan pasien diberikan buspirone

10mg yang merupakan obat anti anxietas golongan non benzodiazepin. Selain

terapi obat-obatan, juga perlu diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari terapi

perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual.

Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam. Hal ini didasarkan pada

penilaian terhadap keberadaan faktor yang memperburuk prognosis pada kondisi

lingkungan dan kehidupan pasien .

34

Page 35: laporan kasus raudhah

DAFTAR PUSTAKA

1. Husain AB. Gangguan penggunaan zat. Dalam: buku ajar psikiatri. Sylvia

D.E, Gitayanti H., editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2010. hal. 138-63.

2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb. Gangguan

berhubungan dengan zat. Dalam: synopsis psikiatri. Jilid satu. Jakarta:

Binapura Aksara; 2010. hal. 474; 6528– 35.

3. David S, Roger S, Jonathan B, Rajan D, Andrew M. Oxford handbook of

psychiatry. 1st edition. UK: Oxford University Press. 2005. P. 496-524.

4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

dari PPDGJ III. Jakarta : PT.Nuh Raya; 2001. hal. 34 – 41.

5. Departemen kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman

penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta:

Departemen kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993.

Hal. 84-102.

6. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan

terapi. Edisi ke-lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik

FKUI. 2007. hal. 73-4.

7. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta.

2007. Hal.3-5; 15-22; 36-46.

8. Departemen Kesehatan Dirjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina

Pelayanan kesehatan Jiwa. Buku pedoman pelayana kesehatan jiwa di

fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Ditjen

Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa.2006.

hal.20-2.

35

Page 36: laporan kasus raudhah

9. Moore and Jefferson. Handbook of Medical Psychiatry, 2nd ed.

Philadelpia: Elsevier. 2007.

36