laporan kasus raudhah
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru
di Indonesia. Lebih dari tiga rarus tahun yang lalu, salah satu bahan mentah
sejenis zat psikoaktif yang disebut opium (atau opioid) telah diperdagangkan dan
disalahgunakan oleh sekelompok masyarakat di Jawa dan Sumatera. Kemudian
pada awal tahun 1970an, peredaran morfin, juga sejenis golongan opioid,
menyebar di beberapa kota besar di Indonesia yang kemudian diikuti oleh
penyalahgunaan turunan opioid lainnya seperti petilin. Pada medio tahun 1990-an,
peredaran zat psikoaktif golongan opioid menanjak tajam terutama heroin, diikuti
golongan amphetamine-type stimulants (amfetamin, ecstasy, shabu) l.
Rasemik amphetamine sulfate pertama kali disintesis tahun 1887 dan
diperkenalkan dalam praktek klinis tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli
bebas untuk mengobati kongesti nasal dan asma. Tahun 1937 dikenal untuk
mengobati narkolepsi, parkinsonisme, pascaensefalitis, depresi dan letargi.
Penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970an sehingga mulai
diberikan aturan untuk membatasi penggunaannya2.
Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta
pengguna zat psikoaktif (Badan Narkotika Nasional, 2006). Dalam jumlah
tersebut, hanya kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh Iayanan "terapi": 1000
orang dalam tetapi substitusi metadon, 500 orang tetapi substitusi buprenorfin,
kurang dari 1000 orang dalam rehabilitasi (pesantren, therapeutic communities,
kelompok bantu diri/self-help group), 2000 orang dalam Iayanan medis lain dan
sekitar 4000 orang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi.
Jumlah adiksi zat psikoakatif yang belum mendapat layanan pemulihan di
Indonesia sangat besar. Bandingkan dengan di negara adidaya, Amerika Serikat,
dari 5 juta yang mengalami adiksi zat psikoaktif, hanya 2 juta yang mendapatkan
pelayanan pemulihan, terdapat kesenjangan sekitar 60% (Clearinghouse, 2001)1.
Berbagai bentuk resiko yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat
antara lain intoksikasi, masalah medis sekunder, masalah psikiatrik sekunder,
1
resiko ketergantungan, gangguan dalam sosial, pekerjaan, pernikahan, dan
konsekuensi forensik3.
Indikasi yang disetujui saat ini oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk amfetamin terbatas pada gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas dan
narkolepsi dan depresi. Amfetamin juga digunakan dalam penanganan obesitas,
walaupun khasiat dan keamanannya masih menjadi kontroversi2.
2
BAB IISTATUS PSIKIATRI
Nama Pasien : Tn. A
No RM : -
Tanggal Periksa : 21 Mei 2012
Dokter Pemeriksa : dr. Laila Sylvia sari, SpKJ
Dokter Muda : Asyiyatur Raudhah, S.Ked
Diagnosis : Aksis I : F.15.24 Gangguan Mental dan Perilaku
akibat Penggunaan stimulan kini sedang
menggunakan zat (ketergantungan aktif)
Aksis II :gangguan kepribadian(-);retardasi mental(-)
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V : GAF Scale 60 – 51 gejala sedang,
disabilitas sedang.
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal Lahir/ Umur : Jambi/ 15-06-1985/ 27 Tahun
Status Perkawinan : cerai
Bangsa : Indonesia
Suku : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Pattimura RT.18 No. 102, Kel.
Kenali Besar, Kec. Kota Baru.
Kota Jambi
Pernah masuk Rumah Sakit dengan : Belum pernah
keluhan yang sama atau berbeda
3
KETERANGAN DARI ALLO/INFORMAN
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat dan telepon : Jl. Pattimura RT.18 No. 102, Kel.
Kenali Besar, Kec. Kota Baru.
Kota Jambi
Hubungan dengan Pasien : Ibu kandung os
Keakraban dengan Pasien : Akrab
Kesan pemeriksa/Dokter terhadap : Dapat dipercaya
keterangan yang diberikan
I. ANAMNESIS
Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari :
1. Pasien sendiri
2. Informan
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :
Keluarga
2. Sebab utama pasien dibawa ke laboratorium psikiatri :
Os dan keluarga ingin os berhenti menggunakan sabu-sabu.
3. Keluhan utama pasien dan telah berlangsung selama :
Os merasa cemas sejak 2 tahun yang lalu.
4. Riwayat perjalanan penyakit pasien sekarang :
Sejak + 2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-sabu, sejak saat itu
os merasa cemas dan gelisah. Os melihat bayangan dan mendengar suara-
suara yang tidak jelas. Os merasa bingung, sangat jenuh, tidak semangat
melakukan aktivitas, dan os suka jalan mondar mandir di rumah.
4
Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-
coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat
awal-awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os
mengaku frekuensi penggunaan lebih sering dan lebih dominan ketika os
memiliki masalah terutama setelah os bercerai dengan istrinya. Setelah os
menggunakan sabu-sabu, os merasa bisa melupakan masalah, os banyak tidur
dan saat bangun os banyak makan. Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi
usaha os gagal, karena os akan menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat
terganggu dengan keadaan tersebut.
Os mampu mengurus diri sendiri.
5. Riwayat penyakit pasien sebelumnya :
Tidak terdapat penyakit sebelumnya.
6. Riwayat Keluarga pasien :
a. Identitas Orang tua
IDENTITASORANG TUA
AYAH: Tn. M A IBU: Ny. M
Bangsa Indonesia Indonesia
Suku Melayu Melayu
Agama Islam Islam
Pendidikan S1 Ekonomi SMA
Pekerjaan Pensiunan PNS PNS
Umur 56 tahun 53 tahun
Alamat Jl. Pattimura RT.18 No.
102, Kel. Kenali Besar,
Kec. Kota Baru. Kota
Jambi
Jl. Pattimura RT.18
No. 102, Kel. Kenali
Besar, Kec. Kota Baru.
Kota Jambi
Hubungan dengan Os Biasa Akrab
5
b. Kepribadian, dijelaskan oleh Ny. M dan Tn. A
Ayah : Ayah os seorang yang humoris (+), banyak teman (+)
Ibu : Ibu os seorang yang humoris (+), banyak teman (+)
c. Os bersaudara 2 orang dan os anak ke- 1
d. Urutan saudara dan usianya :
1. Laki-laki (27 tahun) Os
2. Laki-laki (19 tahun)
e. Gambaran kepribadian masing-masing saudara os dan hubungan terhadap
saudara :
Saudara Ke -Gambaran
Kepribadian
Hubungan
dengan saudara
1
2 Terbuka, Suka bergaul,
banyak teman
Tidak Akrab
f. Gambaran kepribadian orang lain yang tinggal di rumah os dan hubungan
terhadap os :
Tidak ada orang lain yang tinggal di rumah, selain keluarga os.
g. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik pada
anggota keluarga :
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit jiwa.
6
h. Riwayat tempat tinggal
Rumah tempat
tinggal
Keadaan Rumah
Tenang Cocok Nyaman Tak Menentu
Rumah Orang tua os
-
7. Gambaran seluruh faktor-faktor fisik dan mental yang bersangkut paut
dengan perkembangan kejiwaan os seelama masa sebelum sakit
(pramorbid)
a. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan :
Os lahir aterm, lahir dengan bidan di rumah dan tidak ada
kelainan.
Os anak yang direncanakan dan sangat diinginkan, os lahir setelah
4 tahun usia pernikahan orang tua os.
b. Riwayat masih bayi dan anak-anak
Pertumbuhan fisik : Normal seperti anak sebaya os
Minum ASI : () sampai usia 11 bulan
Usia mulai bicara : 10 bulan
Usia mulai jalan : 14 bulan
c. Simptom-simptom yang berhubungan dengan problem perilaku yang
dijumpai pada masa kanak-kanak
Ngompol ( )
d. Toilet training
Umur : 4 tahun
Tingkah laku orang tua : sangat memperhatikan
Perasaan terhadap hal ini : biasa
7
e. Kesehatan fisik masa kanak-kanak
Saat os berusia 4 tahun, os pernah terjatuh dan terluka pada kepala
bagian belakang dan di jahit
f. Kepribadian serta tempramen sewaktu anak-anak
Suka berolahraga ( ), suka bergaul ( )
g. Masa sekolah
Perihal SD SMP SMA
Umur 7-13 tahun 13-16 tahun 16-18 tahun
Prestasi Baik Baik Baik
Aktifitas
Sekolah
Baik Baik Baik
Sikap terhadap
Teman
Baik Baik Baik
Sikap terhadap
Guru
Baik Baik Baik
h. Masa remaja
Os seorang yang tertutup, namun suka bergaul dan banyak teman.
Kenakalan remaja ( ), Suka berbohong ( ), suka mengambil uang
orang tua tanpa sepengetahuan orang tua ( ),
Perokok berat ( ),
Peminum minuman keras ( ),
i. Riwayat pekerjaan
Os mulai bekerja setelah selesai SMA, saat usia 18 tahun.
Pindah-pindah kerja ( ),
Pernah bekerja sebagai sales rokok
8
j. Percintaan, perkawinan, kehidupan sosial, dan rumah tangga :
Os telah menikah saat usia os 26 tahun dan telah bercerai 1 tahun
yang lalu.
Os memiliki kepribadian sebelum sakit berupa kepribadian dissosial
(tidak mampu bekerja tetap, impulsif, sering berbohong) dan pasif
agresif (keras kepala).
8. Stressor psikososial
Pergaulan dengan teman-teman yang pecandu ( ).
9. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita os
Tidak ada riwayat penyakit fisik
10. Pernah suicide (-); Os tidak pernah punya keinginan untuk bunuh diri.
11. Penggunaan alkohol/zat adiktif lainnya (+); Os menggunakan alkohol/zat
adiktif lainnya sejak tahun 2005.
II. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK KHUSUS
A. Gambaran Umum
1. Penampilan
Sikap Tubuh : Biasa ( )
Cara berpakaian : Rapi ( )
Kesehatan fisik : Sehat ( )
2. Perilaku dan aktifitas psikomotor
Cara berjalan : Normoaktif ( ) , biasa ( )
3. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif ( ), penuh perhatian ( )
B. Pembicaraan dan fragmen pembicaraan
Arus pembicaraan : Biasa
Produktifitas : Biasa
Perbendaharaan bahasa : Biasa
9
C. Afek, mood, dan emosi lainnya
Afek : Sesuai (appropriate)
Mood : disforik
D. Pikiran : relevansi menjawab pertanyaan(),logis(),
E. Persepsi : Halusinasi visual (), halusinasi auditorik
()
F. Mimpi dan fantasi : -
G. Sensorium
1. Alertness : Komposmentis
2. Orientasi : Waktu, tempat, dan orang baik
3. Konsentrasi dan kalkulasi : Baik
4. Memori : Tidak ada gangguan
5. Pengetahuan Umum : Baik
6. Pikiran abstrak : Baik
H. Insight
Derajat 3. Sadar akan penyakitnya tetapi menyalahkan orang lain,
faktor luar & faktor organik.
I. Judgment
Judgement sosial : Baik
Judgement tes : Baik
J. Kemampuan mengendalikan rangsang dari dalam diri : baik
K. Kemampuan mengendalikan dari dalam sendiri : baik
L. Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya
Tidak dilakukan
III. PEMERIKSAAN INTERNA
Keadaan Umum
Sensorium : Komposmentis Suhu : 36,8oC BB : 68 kg
Nadi : 80x/menit Pernafasan : 18x/menit TB : 168 cm
TD : 120/80 mmHg Turgor : Baik Status Gizi : Baik
10
Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan
Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan
Sistem Urogenital : Tidak ada kelianan
Kelainan Khusus : Tidak ada
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Panca Indra : Tidak ada kelainan
Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada
Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak ada
Mata ;
- Gerakan: Gerakan baik ke segala arah, tidak ada kelumpuhan/nistagmus
o Persepsi Mata : Baik, diplopia (-), visus normal
o Pupil :
Bentuk : Bulat, isokor
Ukuran : 3mm/3mm
Refleks Cahaya : +/+
Refleks Konvergensi : +/+
o Refleks Kornea : +/+
o Pemeriksaan Oftalmoskop : Tidak dilakukan
Motorik:
o Tonus : eutoni
o Koordinasi : baik
o Turgor : baik
o Refleks : Refleks fisiologis +/+ ; Refleks patologis -/-
o Kekuatan : Kekuatan otot lengan 5/5; otot tungkai 5/5
o Sensibilitas : Tidak ada kelainan
Susunan saraf vegetatif : Tidak ada kelainan
Fungsi luhur : Tidak ada kelainan
Kelainan khusus : Tidak ada
11
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK KHUSUS
LAINNYA :
Pemeriksaan urin :
Amphetamine (+)
Metamphetamine (+)
Opiates (-)
Canabonoid (-)
Benzodiazepine (-)
VI. PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL DAN LAIN-
LAIN :
Tidak dilakukan
VII. RESUME
Tn. A (27 tahun), telah bercerai, pendidikan terakhir SMA dengan
kepribadian premorbid dissosial dan pasif agresif, namun suka bergaul dan
banyak teman dibawa oleh keluarga ke RSJ Provinsi Jambi dengan keluhan
menggunakan sabu-sabu. Sejak + 2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-
sabu, sejak saat itu os merasa cemas dan gelisah. Os melihat bayangan dan suara-
suara yang tidak jelas. Os merasa bingung, sangat jenuh, tidak semangat
melakukan aktivitas, dan os suka jalan mondar mandir di rumah.
Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-
coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat awal-
awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os mengaku
frekuensi penggunaan lebih sering ketika os memiliki masalah terutama setelah os
bercerai dengan istrinya. Setelah os menggunakan sabu-sabu, os merasa bisa
melupakan masalah, os banyak tidur dan saat bangun os banyak makan.
Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi usaha os gagal, karena os akan
menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat terganggu dengan keadaan tersebut.
12
Os mampu mengurus diri sendiri. Os mengaku terakhir menggunakan sabu-sabu
pukul 11.00-00.00 Wib tadi malam.
Dari hasil observasi, didapatkan keadaan umum; kesadaran:
komposmentis, kontak ada serta kooperatif. Keadaan psikiatrik khusus : afek
appropriate dan mood disforik. Daya ingat tidak ada gangguan, orientasi baik, dan
daya konsentrasi baik. Didapatkan gangguan spesifik pada sensasi dan persepsi
Tn. A, ditemukan halusinasi auditorik (+), visual (+). Dari pemeriksaan
laboratorium drug monitoring pada urin, di peroleh hasil positif amphetamine dan
metamphetamine.
Atas dasar gejala-gejala di atas, maka berdasarkan PPDGJ-III dipertimbangkan
diagnosis berupa F.15.24 Gangguan mental dan perilaku akibat Penggunaan
Stimulansia kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif). Dimana
penegakan diagnosis, berdasarkan4,5:
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT ZAT PSIKOAKTIF
MENURUT PPDGJ – III
F10. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
F11. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida
F12. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida
F13. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau hipnotika
F14. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
F15. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain
termasuk kafein
F16. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika
F17. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap
F19. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
pengggunaan zat psikoaktif lainnya
Pedoman Diagnostik
13
Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan data
laporan individu, analisis objektif dari spesimen urin, darah dan sebagainya, atau
bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala
klinis atau dari laporan pihak ketiga). Selalu disarankan untuk mencari bukti yang
menguatkan lebih dari satu sumber yang berkaitan dengan penggunaan zat5.
{pada kasus ini : diperoleh berdasarkan keterangan pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium drug monitoring dari urin os}
PENETAPAN KONDISI KLINIS
F1x.0 Intoksikasi akut
F1x.1 Penggunaan yg merugikan (harmful use)
F1x.2 Sindrom ketergantungan
F1x.3 Keadaan putus obat
F1x.4 Keadaan putus zat dg delirium
F1x.5 Gangguan psikotik
F1x.6 Sindrom amnesik
F1x.7 Gangguan psikotik residual atau onset lambat
F1x.8 Gangguan mental dan perilaku lainnya
F1x.9 Gangguan mental dan perilaku YTT
Pedoman Diagnostik Sindrom Ketergantungan
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif.
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak
mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan.
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika penghentian
penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat
14
yang khas, atau orang tersebut menggunakan golongan zat sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan
dosis lebih rendah (pada individu dengan ketergantungan alcohol dan opiate
yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya
atau mematikan pada pengguna pemula).
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain
disebabkan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk
mendaptkan zat atau untuk pulih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena alkohol berlebihan,
keadaaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat,
hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat upaya perlu
diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat
diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
Diagnosis sindroma ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode
lima karakter berikut:
F1x.20 Kini abstinen
F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti
dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan, dll)
F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan atau dengan
pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali, misalnya dengan
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat
(misalnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
F1x.25 Penggunaan berkelanjutan
F1x.26 Penggunaan episodik
15
VIII. DIAGNOSIS BANDING
-
IX. DIAGNOSIS
Aksis I : F.15.24 Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan
Stimulansia kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
Aksis II :Gangguan kepribadian(-);retardasi mental(-)
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan
Aksis V : GAF Scale 60 – 51 gejala sedang, disabilitas sedang.
X. SARAN/USUL
Tidak ada pemeriksaan diagnostik lanjutan yang harus dilakukan pada
kasus Tn. A (27 tahun). Hal yang sebaiknya digali lebih dalam adalah
mengenai frekuensi dan dosis penggunaan shabu-shabu serta cara pakai yang
digunakan oleh pasien selama ini sejak awal pemakaian hingga sekarang
sehingga dapat diidentifikasi peningkatan dosis yang mengarah pada toleransi.
Hal yang juga sebaiknya dilakukan dalam penanganan kasus Tn. A (27 tahun)
adalah memberikan motivasi yang besar untuk meyakinkan niatnya dan
membulatkan tekadnya berhenti menggunakan shabu-shabu.
XI. PROGNOSIS
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
merupakan suatu gangguan mental yang bersifat klinis, berlangsung bertahun-
tahun, sering kambuh atau terjadi eksaserbasi, diselingi dengan remisi total atau
parsial. Prognosis gangguan mental dan perilaku ini sangat bergantung pada
banyak faktor, seperti faktor kepribadian, ada tidaknya komorbiditas, lingkungan
keluarga, lingkungan pergaulan, mudah tidaknya zat psikoaktif diperoleh.
Faktor yang memperburuk prognosis :
16
a. Semakin mudah seseorang mulai menggunakan zat psikoaktif dan mudah
diperolehnya zat psikoaktif,.
b. Bila dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu pengguna zat psikoaktif.
c. Adanya gangguan kepribadian disosial/antisocial
d. terdapat depresi berat.
e. Sikap keluarga yang tidak mendukung proses penyembuhan,
f. lingkungan pergaulan yang buruk.
{Pada kasus ini , dapat disimpulkan prognosis Tn. A adalah dubia ad bonam }
XII. TERAPI
- Olanzapine 5mg diberikan 1 kali dalam sehari (setiap 24 jam) sebanyak 1
tablet (sediaan 5mg; 10mg)
- Buspirone 10 mg diberikan 1 kali dalam sehari (setiap 24 jam) sebanyak
1tablet
Selain terapi psikofarmaka, juga perlu dilakukan :
- Psikoterapi individual
- Terapi perilaku
- Terapi keluarga, kelompok pendukung (seperti narcotic anonymous)
- Latihan keterampilan sosial.
- Terapi adiksi zat
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Preparat Stimulansia
Sebagai suatu kelas umum amphetamin dimasukkan sebagai suatu
simpatomimetik, stimulan dan psikostimulan. Amfetamin utama yang saat ini
tersedia dan digunakan di Amerika Serikat adalah dekstroamfetamin (Dexedrine),
metamfetamin (Desoxyn), campuran garam dekstroamfetamin-amfetamin
(Adderall), dan metilfenidat (Ritalin). Obat-obat ini memiliki nama jalanan yaitu
es, kristal. crystal meth dan speed2.
Amfetamin merupakan salah satu amin simpatomimetik yang paling kuat
merangsang SSP, disamping mempunyai kerja perifer pada reseptor α dan β
melalui pelepasan NE endogen. Amfetamin merangsang pusat nafas di medulla
oblongta dan mengurangi depresi sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat
karena adanya perangsangan pada korteks dan sistem aktivasi retikular6.
Efek psikis amfetamin dosis 10-30mg dapat berupa peningkatkan kinerja,
kewaspadaan dan membangkitkan perasaan euforia contohnya oleh pelajar yang
sedang belajar untuk ujian, berkurangnya rasa lelah, perbaikan mood, hilangnya
rasa mengantuk contohnya pada pengendara truk jarak jauh dalam perjalanan,
orang bisnis dengan tenggat waktu penting, serta atlet dalam kompetisi. Meski
efek adiktifnya tidak seperti kokain, amfetamin kurang lebih tepat disebut obat
adiktif2,6.
Metamfetamine serupa dengan amfetamin perbedaannya dalam
perbandingan antara efek sntral dan perifer. Metamfetamin (disebut juga "es")
adalah bentuk zat murni yang disalahgunakan dengan cara dihirup, dihisap, atau
injeksi intravena Efek psikologisnya berlangsung berjam-jam dan sangat kuat.
18
Tidak seperti crack cocaine (lihat bagian 9.6), yang harus diimpor, metamfetamin
adalah obat sintetik yang dapat dibuat secara domestik di laboratorium illegal2,6.
3.2. Epidemiologi2
Pada tahun 1999, sekitar 7 persen populasi AS menggunakan
psikostimulan. Kelompok usia 18 sampai 25 tahun merupakan pengguna tertinggi
diikuti kelompok usia l2 sampai 17 tahun. Penggunaan amfetamin terjadi pada
semua kelompok sosioekonomi dan penggunaan amfetamin meningkat di antara
professional kulit putih. Oleh karena amfetamin tersedia melalui resep dokter
untuk indikasi spesifik. clokter yang meresepkan sebaiknya menyadari risiko
penggunaan oleh orang lain, termasuk teman dan anggota keluarga pasien yang
menerima amfetamin. Tidak ada data tersedia yang dapat diandalkan tentang
epidemiologi penggunaan amfetamin desainer, namun obat ini sangat
disalahgunakan. Menurut DSM-IV-T& prevalensi ketergantungan dan
penyalahgunaan amfetamin seumur hidup adalah 1,5 persen; dan rasio pria
terhadap wanita adalah 1.
3.3. Neurofarmakologi2
Semua amfetamin diabsorpsi cepat secara oral dan memiliki mula kerja
yang cepat, biasanya dalam waktu I jam bila dikonsumsi per oral. Amfetamin
klasik juga dikonsumsi secara intravena dan memiliki efek hampir seketika
dengan rute ini. Amfetamin yang tidak diresepkan dan amfetamin desainerjuga
dihirup ("snorting"). Toleransi terjadi baik pada amfetamin klasik maupun
desainer meski pengguna amfetamin sering kali mengatasi toleransi dengan
mengonsumsi lebih banyak lagi. Amfetamin tidak terlalu adiktif dibanding kokain
yang dibuktikan melalui eksperimen pada tikus yaitu tidak semua hewan secara
spontan memakai sendiri amfetamin dosis rendah.
Amfetamin klasik (dekstroamfetamin, metamfetamin, dan metilfenidat)
menirnbulkan efek primer dengan menyebabkan pelepasan katekolamin, terutama
19
dopamin, dari terminal prasinaptik. Efeknya terutama poten untuk neuron
dopamlnergik yang berjalan dari area tegmental ventral ke korteks serebri dan
area limbik. Jaras ini disebut sebagai jaras sirkuit reward dan aktivasinya mungkin
menjadi mekanisme adiktif utama untuk amfetamin.
Amfetamin desainer (MDMA, MDEA, MMDA, dan DOM)
rnenyebabkan pelepasan katekolamin (dopamin dan norepinefrin) serta serotonin,
neurotransmiter yang dianggap sebagai jaras neurokimiawi utama untuk
halusinogen. Oleh karena itu, efek klinis amf'etamin desainer merupakan
campuran efek amfetamin klasik dan halusinogen. Farmakologi MDMA paling
baik dipahami dari kelompok ini. MDMA diambil di neuron serotonergik oleh
transporter serotonin yang berlanggung jawab untuk reuptake serotonin. Bila telah
berada di neuron, MDMA menyebabkan pelepasan cepat bolus serotonin dan
menghambat aktivilas enzim penghasil serotonin.
3.4. DIAGNOSIS2,4,5
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau
lir-amfetamin) namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin,
keadaan putus amfetamin, dan gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan
pada bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis
gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian
DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya
psikosis).
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan
amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena
penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti
dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang amfetamin
sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Pada DSM-IV-
TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah
namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala
intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis
gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala
20
intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan
hilang sepenuhnya setelah 48 jam.
Kriteria diagnostik intoksikasi amfetamin:
A. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya methylpenidate)
yang belum lama terjadi.
B. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis,
misalnya:
1. Euforia atau penumpulan afektif
2. Perubahan sosiabilitas
3. Kewaspadaan berlebihan
4. Kepekaan interpersonal
5. Kecemasan, Ketegangan atau Kemarahan
6. Perilaku stereotipik
7. Gangguan pertimbangan
8. Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan
Yang berkembang selama atau segera setelahpemakaian amfetamin atau zat
yang berhubungan.
C. Dua atau lebih hal berikut, berkembang selama atau segera sesudah pemakaian
amfetamin atau zat yang berhubungan:
1. takikardia
2. dilatasi pupil
3. peningkatan tekanan darah
4. berkeringat atau rasa dingin
5. mual atau muntah
6. tanda-tanda penurunan berat badan
7. agitasi atau retardasi psikomotor
8. kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma.
21
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Keadaan setelah intoksikasi amfetamin, dapat disertai dengan gejala
ansietas, gemetar, mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur
dengan rapid eye movement yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram
otot, kram perut, dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat biasanya
memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat
yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah
penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide
atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus
amfetamin (Tabel 9.3-3) merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis
diperlukan untuk diagnosis tersebut.
Kriteria diagnostik putus amfetamin :
A. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang
telah lama atau berat.
B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut :
1. Kelelahan
2. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
3. Insomnia atau hipersomnia
4. Peningkatan nafsu makan
5. Retardasi atau agitasi psikomotor.
C. Gejala dalam kriteria menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain
Sedangkan pembagian gangguan mental dan perilaku akibat zat
psikoaktif menurut PPDGJ – III yaitu :
F10. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
22
F11. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida
F12. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida
F13. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau hipnotika
F14. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
F15. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain
teramasuk kafein
F16. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika
F17. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap
F19. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
pengggunaan zat psikoaktif lainnya
Kemudian ditetapkan kondisi klinis pasien saat ini :
F1x.0 Intoksikasi akut
F1x.1 Penggunaan yg merugikan (harmful use)
F1x.2 Sindrom ketergantungan
F1x.3 Keadaan putus obat
F1x.4 Keadaan putus zat dg delirium
F1x.5 Gangguan psikotik
F1x.6 Sindrom amnesik
F1x.7 Gangguan psikotik residual atau onset lambat
F1x.8 Gangguan mental dan perilaku lainnya
F1x.9 Gangguan mental dan perilaku YTT
Pedoman diagnostik Intoksikasi Akut (F1x.0 ) menurut PPDGJ III:
A. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan,
individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya
insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek
intoksikasi berat yang tidak proporsional.
23
B. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial yang perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacar
keagamaan.
C. Merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol
atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, afek atau perilaku, fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan akhirnya
efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian
orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang
rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
Kode lima karakter berikut digunakan untuk menunjukkan apakah intoksikasi
akut itu disertai dengan suatu komplikasi :
F1x.00 Tanpa komplikasi
F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya
F1x.03 Dengan delirium
F1x.04 Dengan distorsi persepsi
F1x.05 Dengan koma
F1x.06 Dengan konvulsi
F1x.07 Intoksikasi patologis
o Hanya pada penggunaan alkohol
o Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak
kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat ia bebas alkohol
o Biasanya timbul segera setelah minum alkohol.
Pedoman diagnostik penggunaan yang merugikan (F1x.1) :
A. Adanya pola penggunaan psikoaktif yang merusak kesehatan, berupa fisik
(seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri
sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena
konsumsi berat alkohol).
24
B. Sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi
sosial yang tidak diinginkan.
C. Tidak ada sindroma ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau
bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat
atau alkohol.
Pedoman diagnostik sindrom ketergantungan (F1x.2) :
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif.
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak
mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan.
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika
penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala
putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan golongan zat sejenis
dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus
zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan
dosis lebih rendah (pada individu dengan ketergantungan alcohol dan opiate
yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya
atau mematikan pada pengguna pemula).
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain
disebabkan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk
mendaptkan zat atau untuk pulih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena alkohol
berlebihan, keadaaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat
yang berat, hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat upaya
perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau
dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
25
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima
karakter berikut :
F1x.20 Kini abstinen
F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti
dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan, dll)
F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan atau dengan
pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali, misalnya dengan
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau penyekat
(misalnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
F1x.25 Penggunaan berkelanjutan
F1x.26 Penggunaan episodik
Pedoman diagnostik Keadaan putus zat (F1x.3) :
A. Keadaan putus obat merupakan indikator dari sindrom ketergantungan (F1x.2)
dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus dipertimbangkan.
B. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila ini
merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus.
C. Gejala fisik bervariasi sesuai dengna zat yang digunakan. Gangguan psikologis
(anxietas, depresi, gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan
putus zat.
Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda
dengan meneruskan penggunaan zat ini.
Diagnosis dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut :
F1x.30 Tanpa konvulsi
F1x.31 Dengan konvulsi
Pedoman diagnostik Keadaan putus zat dengan delirium (F1x.4):
26
A. Suatu keadaan putus zat (F1x.3) disertai komplikasi delirium (F05.-).
B. Termasuk Delirium Tremens yang merupakan akibat dari putus alkohol
secara absolut atau relatif pada penggunaan yang ketergantungan berat dengan
riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol.
Keadaan gaduh gelisah toksik (toxic confusional state) yang berlangsung
singkat tetapi adakalanya dapat membhayakan jiwa yang disertai gangguan
somatik.
C. Gejala prodromal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat
didahului kejang setelah putus zat. Trias yang klasik dari gejalanya adalah:
Kesadaran berkabut dan kebingungan
Halusinasi dan ilusi yang hidup (vivid) yang mengenai salah satu pancaindra
Tremor berat.
Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur terbalik, dan
aktivitas otonomik yang berlebihan.
Diagnosis dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter berikut :
F1x.40 Tanpa konvulsi
F1x.41 Dengan konvulsi
Pedoman diagnostik Gangguan psikotik (F1x.5) :
A. Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat
psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan manifestasi dari keadaan
putus zat dengan delirium (F1x.4) atau suatu onset lambat gangguan psikotik
onset lambat (dengan onset lebih dari 2 minggu setelah penggunaan zat)
dimasukkan dalam F1x.75.
B. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan
pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang
digunakan dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan.
Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi
persepsi atau pengalaman halusinasi bila zat yang digunakan ialah
halusinogenika primer (misalnya Lisergide [LSD]), meskalin, kanabis dosis
tinggi. Perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0).
27
Diagnosis banding, gangguan mental lain yang dicetuskan dan diberatkan oleh
penggunaan zat psikoaktif, misalnya Skizofrenia (F20.-), Gangguan Afektif (F30-
F39), Gangguan Kepribadian Paranoid (F60.0, F60.1).
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima
karakter berikut :
F1x.50 Lir-skizofrenia (Schizophrenic-like)
F1x.51 Predominan waham
F1x.52 Predominan halusinasi (termasuk halusinasi alkoholik)
F1x.53 Predominan polimorfik
F1x.54 Predominan gejala depresi
F1x.55 Predominan gejala manik
F1x.56 Campuran
Pedoman diagnostik sindrom amnestik (F1x.6)
A. Sindrom amnestik yang disebabkan psikoaktif harus memenuhi kriteria umum
untuk sindrom amnestik organik (F04).
B. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:
a. Gangguan daya ingat jangka pendek (“recent memory”, dalam mempelajari
hal baru); gangguan sensasi waktu (time sense), menyusun kembali urutan
kronologis, meninjau kejadian yang berulang menjadi satu peristiwa, dll);
b. Tidak ada gangguan daya ingat segera (immediate recall), tidak ada
gangguan kesadaran, dan tidak ada gangguan kognitif secara umum;
c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan alkohol atau zat
yang kronis (terutama dosis tinggi).
Diagnosis Banding
Sindrom amnestik organic non-alkoholik (F04)
Sindrom organik lain yang meliputi gangguan daya ingat yang jelas (F00-F03;
F05)
28
Gangguan Depresif (F31-F33)
Pedoman diagnostik gangguan psikotik residual atau onset lambat F1x.7 :
A. Onset harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau zat
psikoaktif.
B. Gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian atau perilaku yang disebabkan
oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangsung melampaui jangka waktu
khasiat psikoaktifnya (efek residual zat tersebut terbukti secara jelas).
Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu perubahan atau kelebihan yang
jelas dari fungsi sebelumnya yang normal.
C. Gangguan ini harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan
peristiwa putus obat (F1x.3 dan F1x.4). Pada kondisi tertentu dan untuk zat
tertentu fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah
zat dihentikan penggunaannya.
Diagnosis Banding
Gangguan mental yang sudah ada terselubung oleh penggunaan zat dan yang
muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut menghilang (misalnya anxietas
fobik, gangguan depresif, skizofrenia atau gangguan skizotipal).
Gangguan psikosis akut dan sementara (F23.)
Cedera organik dan retardasi mental ringan atau sedang (F70-F71) yang
terdapat bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif.
F1x.70 Kilas balik (flashback)
Dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat
episodiknya, sering berlangsung dalam waktu sangat singkat (dalam
hitungan detik sampai menit) dan oleh gambaran duplikasi dari
pengalaman sebelumnya yang berhubungan dengan penggunaan zat.
F1x.71 Gangguan kepribadian atau perilaku
Memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian organik (F07.0)
29
F1x.72 Gangguan afektif residual
Memenuhi kriteria untuk gangguan afektif organik (F06.3)
F1x.73 Demensia
Memenuhi kriteria umum untuk demensia (F00-F09)
F1x.74 Hendaya kognitif menetap lainnya
Suatu kategori residual untuk gangguan dengan hendaya kognitif yang
menetap, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk sindrom amnestik yang
disebabkan oleh zat psikoaktif (F1x.6) atau demensia (F1x.73)
F1x.75 Gangguan psikotik onset lambat
F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku lainnya
Kategori untuk semua gangguan sebagai akiba penggunaan zat psikoaktif
yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada gangguan tersebut, tetapi
yang tidak memenuhi criteria untuk dimasukkan dalam salah satu
gangguan yang telah disebutkan diatas.
F1x.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT
Kategori untuk yang tidak tergolongkan
3.5. GAMBARAN KLINIS
Pada orang yang sebelumnya tidak pernah mengonsumsi amfetamin,
dosis tunggal 5 mg meningkatkan perasaan sehat dan menginduksi elasi, euforia,
dan rasa bersahabat. Dosis kecil umumnya memperbaiki atensi dan meningkatkan
kinerja pada tugas terlulis, oral, dan penampilan. Juga terdapat penurunan
kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang dikaitkan
dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi dalam
periode waktu yang lama2.
30
3.6. EFEK SAMPING
a. Fisik.
Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping, yang
paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan
gastrointestinal. Di antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa
adalah infark miokardium, hipertensi berat, penyakit serebrovaskular,
dan kolitis iskemia. Gejala neurologis yang berkepanjangan, dari
kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian, dikaitkan dengan
amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan amfetamin
intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan hepatitis
serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis
nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa
penyalahguna amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-
tentang praktik seks yang aman serta penggunaan kondom. Efek samping
yang tidak mengancam nyawa mencakup semburat merah, pucat,
sianosis, demam, sakit kepala, takikardia, palpitasi, mual, muntah,
bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan ataksia. Wanita
hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi
pertumbuhan2.
b. Psikologis.
Efek samping psikologis yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin
mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap bermusuhan,
dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi gejala
gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi2.
3.7. PENGOBATAN
31
Penanganan gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) bersama
dengan gangguan terkait kokain sama-sama mengalami kesulitan dalam
membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat, vang sangat memperkuat dan
menginduksi ketagihan. Situasi rawat inap dan penggunaan rnetode terapeutik
multipel (psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok) biasanya dibutuhkan
untuk mencapai abstinensi seterusnya. Penanganan gangguan spesifik terinduksi
amfetamin (contohnya gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan gangguan
ansietas terinduksi amfetamin) dengan obat spesifik (contohnya antipsikotik dan
anti anxietas) rnungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik dapat
diresepkan untuk beberapa hari pertama Bila tidak ada psikosis, diazepam
(Valium) berguna untuk menangani agitasi dan hiperaktivitas pasien2.
Dokter sebaiknya membangun aliansi terapeutik dengan pasien untuk
mengatasi depresi atau gangguan kepribadian yang mendasari atau keduanya.
Namun. karena banyak pasien sangat tergantung obat, psikoterapi terutama dapat
sangat sulit2.
3.8. PROGNOSIS
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
merupakan suatu gangguan mental yang bersifat klinis, berlangsung bertahun-
tahun, sering kambuh atau terjadi eksaserbasi, diselingi dengan remisi total atau
parsial. Prognosis gangguan mental dan perilaku ini sangat bergantung pada
banyak faktor, seperti faktor kepribadian, ada tidaknya komorbiditas, lingkungan
keluarga, lingkungan pergaulan, mudah tidaknya zat psikoaktif diperoleh. Adiksi
stimulan jangka panjang tidak diketahui denga pasti, hal ini menunjukkan bahwa
pada beberapa kasus bisa mengalami remisi sempurna atau sebagian secara
spontan setelah penggunaan beberapa waktu2,9.
Faktor yang memperburuk prognosis :
g. Semakin mudah seseorang mulai menggunakan zat psikoaktif dan mudah
diperolehnya zat psikoaktif,.
h. Bila dalam satu keluarga terdapat lebih dari satu pengguna zat psikoaktif.
i. Adanya gangguan kepribadian disosial/antisocial
32
j. terdapat depresi berat.
k. Sikap keluarga yang tidak mendukung proses penyembuhan,
l. lingkungan pergaulan yang buruk.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik yang dilakukan terhadap pasien
Tn. A umur 27 tahun yang datang ke Poli Spesialis Kesehatan Jiwa RSJ Jambi, Os
datang bersama ayah dan ibu os karena os telah menggunakan sabu-sabu. Sejak +
2 tahun SMRS (2010), os menggunakan sabu-sabu, sejak saat itu os merasa cemas
dan gelisah. Os melihat bayangan dan suara-suara yang tidak jelas. Os merasa
bingung, sangat jenuh, tidak semangat melakukan aktivitas, dan os suka jalan
mondar mandir di rumah.
Os mengaku awalnya menggunakan sabu-sabu hanya karena ingin coba-
coba. Kemudian menjadi berkelanjutan hingga sekarang. Os mengaku saat awal-
awal menggunakan sabu-sabu, os menjadi mudah tersinggung. Os mengaku
frekuensi penggunaan lebih sering ketika os memiliki masalah terutama setelah os
bercerai dengan istrinya. Setelah os menggunakan sabu-sabu, os banyak tidur dan
saat bangun os banyak makan. Seringkali Os berniat untuk berhenti, tetapi usaha
os gagal, karena os akan menggigil dan berkeringat. Os merasa sangat terganggu
dengan keadaan tersebut. Os mampu mengurus diri sendiri. Os mengaku terakhir
menggunakan sabu-sabu pukul 11.00-00.00 Wib tadi malam.
Dari hasil observasi, didapatkan keadaan umum; kesadaran:
komposmentis, kontak ada, serta kooperatif. Keadaan psikiatrik khusus : afek
appropriate, mood disforik, Daya ingat tidak ada gangguan, orientasi baik, dan
daya konsentrasi baik. Didapatkan gangguan spesifik pada sensasi dan persepsi
Tn. A, ditemukan halusinasi auditorik (+), visual (+). Pengendalian impuls baik,
insight derajat 3. RTA pasien baik.
Dari pemeriksaan laboratorium drug monitoring pada urin, di peroleh
hasil positif amphetamine dan metamphetamine.
33
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan psikiatri dan pemeriksaan urin
dapat ditegakkan diagnosa pasien ini dengan gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan stimulansia kini ketergantungan aktif yang berlangsung selama 2
tahun sejak tahun tahun 2005.
Penatalaksanaan pada gangguan yang berhubungan dengan amfetamin
ini mengalami kesulitan dalam membantu pasien untuk tetap abstinensi dari zat,
yang sangat memperkuat dan menginduksi ketagihan. Situasi rawat inap dan
penggunaan rnetode terapeutik multipel (psikoterapi individual, keluarga, dan
kelompok) biasanya dibutuhkan untuk mencapai abstinensi seterusnya. Sehingga
Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita ini adalah dengan farmakoterapi
dan nonfarmakoterapi.
Penanganan gangguan spesifik terinduksi amfetamin (contohnya
gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan gangguan ansietas terinduksi
amfetamin) dengan obat spesifik (contohnya antipsikotik dan anti anxietas)
rnungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik dapat diresepkan untuk
beberapa hari pertama. Antipsikotik yang diberikan pada penderita ini adalah
golongan antipsikotik generasi kedua (atipikal) yaitu olanzapine 5mg dosis
tunggal dengan pertimbangan untuk mengatasi gejala negatif dan positif pasien
ini; untuk menangani kegelisahan dan kecemasan pasien diberikan buspirone
10mg yang merupakan obat anti anxietas golongan non benzodiazepin. Selain
terapi obat-obatan, juga perlu diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari terapi
perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual.
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam. Hal ini didasarkan pada
penilaian terhadap keberadaan faktor yang memperburuk prognosis pada kondisi
lingkungan dan kehidupan pasien .
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Husain AB. Gangguan penggunaan zat. Dalam: buku ajar psikiatri. Sylvia
D.E, Gitayanti H., editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010. hal. 138-63.
2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb. Gangguan
berhubungan dengan zat. Dalam: synopsis psikiatri. Jilid satu. Jakarta:
Binapura Aksara; 2010. hal. 474; 6528– 35.
3. David S, Roger S, Jonathan B, Rajan D, Andrew M. Oxford handbook of
psychiatry. 1st edition. UK: Oxford University Press. 2005. P. 496-524.
4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta : PT.Nuh Raya; 2001. hal. 34 – 41.
5. Departemen kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta:
Departemen kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993.
Hal. 84-102.
6. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan
terapi. Edisi ke-lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FKUI. 2007. hal. 73-4.
7. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta.
2007. Hal.3-5; 15-22; 36-46.
8. Departemen Kesehatan Dirjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina
Pelayanan kesehatan Jiwa. Buku pedoman pelayana kesehatan jiwa di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Ditjen
Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa.2006.
hal.20-2.
35
9. Moore and Jefferson. Handbook of Medical Psychiatry, 2nd ed.
Philadelpia: Elsevier. 2007.
36