laporan kelompok tbc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberculosis merupakan penyakit infeksius menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini penyakit tuberculosis belum
dapat disembuhkan secara sempurna, terutama pada pasien dengan pengobatan
tidak teratur dan mengalami penurunan daya tahan tubuh. Penyakit tuberculosis
dari hari ke hari semakin mengalami peningkatan jumlah penderitanya. Hal ini
diakibatkan cara penularannya yang melalui transmisi udara sehingga TB dapat
menyerang siapa saja tak peduli kaya ataupun miskin.
Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan
global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif
untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat
tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan
masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009).
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.
Menurut WHO, Negara berkembang memiliki resiko kematian TB paru
sebesar 50% pada penderita yang tidak diobati, 25 % akan smbuh sendiri dengan
daya tahan tubuh tinggi dan 25% kasus kronik yang menular. Oleh karena itu
diagnostic tepat untuk menekan TB secara dini perlu dilakukan untuk dapat
memutus lingkaran setan penularan tuberculosis, apalagi dengan adanya
tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan
lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.
B. TRIGGER
Tn. D usia 45 tahun, bekerja sebagai penjual gorengan di depan Pasar
Gadang. Setiap harinya berangkat kerja pukul 17.00 dan pulang tengah
malam. Tn. D dan keluarganya tinggal di rumah kardus bawah jembatan
sungai Brantas. Sudah 1 minggu Tn. D tidak bisa berjualan karena sakit
sesak nafas, batuk dan lebih sering berkeringat pada malam hari. Dalam 1
bulan ini Tn. D tidak nafsu makan dan badannya semakin kurus.
Kondisinya lemah dan batuk berdahak campur darah sejak 3 hari yang
lalu. Oleh istrinya Tn. D dibawa ke puskesmas, setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan data TD 130/90 mm Hg, suhu 36,5o, Nadi 92x/’,
RR 32x/’, dan TB 160 cm dengan BB 40 kg, turun 10 kg sebelumnya. Tes
Mantux positif dan BTA positif. Istrinya mengatakan Tn. D mengalami
sakit batuk selama 1 tahun ini tetapi belum pernah diperiksakan.
C. BATASAN TOPIK
Student Learning Objectives, yaitu :
1. Definisi Tuberkulosis
2. Etiologi Tuberkulosis
3. Faktor Risiko Tuberkulosis
4. Epidemiologi Tuberkulosis
5. Patofisiologi Tuberkulosis
6. Manifestasi Klinis Tuberkulosis
7. Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis
8. Pencegahan Tuberkulosis
9. Penatalaksanaan Tuberkulosis
10. Komplikasi Tuberkulosis
11. Asuhan Keperawatan Tuberkulosis
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Tuberkulosis yang dulu disingkat dengan TB karena berasal dari kata
tuberkulosa adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru
manusia. Seperti juga dengan penyakit lainnya, tuberkulosis saat ini lazim
disingkat dengan TB saja yang disebabkan oleh kuman atau basil tuberkulosis
yang dalam istilah kedokteran disebut Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
bukanlah penyakit keturunan karena disebabkan oleh kuman yang ditularkan dari
seseorang kepada orang lain. (Aditama Yoga, Hal. 1)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2000)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001)
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman.
Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
Tuberkulosis Paru BTA positif.
Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
Tuberkulosis non aktif .
Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat
non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas
yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
2. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M.
tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap
asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena
itu, M. tuberculosis senang tinggal di daeranh apeks paru-paru yang kandungan
oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
tuberculosis.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
Mycobakterium tuberculosis
Varian asian
Varian african I
Varian asfrican II
Mycobakterium bovis
3. FAKTOR RISIKO
Faktor umur
Sebagian besar penderita TB adalah orang dengan usia produktif yaitu 15-
50 tahun.
Jenis kelamin
Presentase kasus TB di Indonesia lebih banyak laki-laki diandingkan
perempuan.
Tingkat pendidikan
Pekerjaan
Status gizi
Keadaan sosial ekonomi
Perilaku
Kebiasaan merokok
Kebiasaan membuka jendela
Kebiasaan menutup mulut waktu bersin
Kepadatan hunian kamar tidur
Pencahayaan
Ventilasi
Kondisi rumah
4. EPIDEMIOLOGI
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar
antara 0,2 -0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru.
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta
penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara
berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian,
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada
di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Pada dari data tahun 1997-2004 terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus
sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat
pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan
pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000
penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara
perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun),
meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64
tahun.
Pada negara dengan infeksi HIV endemik, tuberculosis merupakan
penyebab tunggal morbiditas dan mortalitas yang terpenting pada pasien AIDS.
Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberculosis di dunia adalah
sepertiga populasi dunia terinfeksi dengan M. tuberculosis, bahwa 30 juta kasus
tuberculosis aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan
bahwa 3 juta orang meninggal akibat tuberculosis setiap tahun . Tuberculosis
mungkin menyebabkan 6 % dari seluruh kematian di seluruh dunia.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan
Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-
East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan
keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan
lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case
Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate
73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir
adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target
global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB
nasional yang utama.
5. PATOFISIOLOGI
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Sistemik/Umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala umum TBC pada anak, yaitu :
Berat badan anak biasanya tak bertambah. Ini karena kalori yang
dipakai untuk menaikkan berat badan dipakai untuk melawan
bakteri TBC. Disamping itu, penderita pun umumnya malas makan
sehingga makin menghambat pertambahan berat badannya. Anak
pun terlihat rewel, gelisah, lesu, dan mudah berkeringat.
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas, dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan
penanganan gizi yang baik (failure to thrive).
Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat
badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit. Biasanya
multipel, paling sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha
(inguinal).
Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30
hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di
dada dan nyeri dada.
Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di
abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen
Gejala Khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
Anemia bila penyakit berjalan menahun
Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang
dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan
hitam dan diafragma menonjol ke atas.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural.
8. PENCEGAHAN
Adapun pencegahan yang dapat di lakukan antara lain sebagai berikut :
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Melakukan imunisasi sejak dini, Imunisasi TBC yang biasanya disebut
dengan Imunisasi BCG
Ventilasi ruangan yang adekuat
Makanan yang tinggi karbohidrat dan tinggi protein
Menghindari udara dingin
Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah di berikan
disenfektan
Semua barang yang digunakan penderita harus terpisahkan begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan secara bersama-sama
Menjaga kesehatan tubuh, mental, dan jiwa
Membiasakan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, sinar matahari dapat masuk rumah,
sehingga tidak lembap dan sirkulasi rumah yang adekuat.
Istirahat cukup
9. PENATALAKSANAAN
a. Promotif
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TB
Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TB, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
Vaksinasi BCG
Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui
secara dini.
FARMAKOLOGI
Pengobatan TB pada orang dewasa (Werdhani, 2009)
A. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TB paru BTA positif.
o Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.
B. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
C. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
OBAT-
OBATANKETERANGAN
DOSIS (mg/kk BB)
harianIntermiten
(3x/minggu)
Isoniazid (H)
(hidrazid asam
isonikkotinat
= INH)
- bersifat bakterisid, dapat
membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama
pengobatan.
- sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif
yaitu kuman yang sedang
berkembang
EFEK SAMPING:
- Hepatitis (meningkat dengan
umur, kelainan fungsi hati
pecandu alkohol)
Neuropati perifer, hati-hati pada
penderita DM, uraemia,
malnutrisi, keganasan, pecandu
alkohol, perempuan hamil)
5 10
Rifampisim - Bersifat bakterisid dapat
membunuh kuman semi –dormant
( persister ) yang tidak dapat
10 10
dibunuh oleh isoniasid
EFEK SAMPING:
- Gangguan saluran cerna
- Hepatitis
- Interaksi obat
- Rash
- Gejala seperti flu
Kelainan darah
Pirazinamid - Bersifat bakterisid dapat
membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam.
EFEK SAMPING:
- Hepatitis
- Rash
- Nyeri sendi
- Hiperurisemia
Gangguan saluran cerna
25 35
Etambutol - Bersifat sebagai bakteriostatik
EFEK SAMPING:
Optic neuritis
15 30
Streptomisin
(p.e)
- Bersifat bakterisid
- Dosis:
Harian 15 mg/kg BB
Intermiten
Dosis utk umur < 60 adalah 0,75
gr/hari
Dosisn utk umur > 60 adalah 0,50
gr/ha
EFEK SAMPING:
- Ototoksik (hindari penderita >60
tahun)
15 < 60 thn
0,75 gr/hari
60 thn 0,5
gr/hari
Gangguan fungsi ginjal
Selain itu TB juga dapat di tangani dengan pemberian campuran beberapa jenis
antibiotik selama kurun waktu 6-12 bulan, penderita harus menyelesaikan
pengobatan walaupun secara fisik kondisi mereka sudah membaik, karena kuman
TB sangat resisten.
Upaya non farmakologi
Baru- baru ini American Thoracic Society ( ATS) mengeluarkan
pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi
penderita tubercolusis dengan riwayat TB paru pengobatan 6-9 bulan,
berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF, dan hanya
diberikan pada pasien TB tanpa mengalami komplikasi.
Melakukan rehabilitasi pada pasien TB misal dengan memberikan edukasi
kepada pasien tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit TB.
Misalnya dengan memberikan edukasi tentang apa saja yang harus
dilakukan oleh penderita TB demi kesembuhannya.
10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberculosis antara lain (Depkes, 2002):
a. Komplikasi jangka panjang dari keterlibatan saluran pernafasan adalah
stenosis trakeobronkial. Stenosis bronkial dapat bermanifestasi sebagai
atelektasis segmental atau lobaris yang persisten, hiperinflasi lobar,
pneumonia obstruktif, atau impaksi mukoid.
b. Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan pada jaringan pleura. Efusi
pleura dapat ditemukan pada kurang lebih seperempat pasien dengan TB
paru primer. Namun, efusi jarang ditemukan pada bayi dengan TB paru.
Efusi biasanya bersifat unilateral dan jarang disertai komplikasi emfiema,
fistulisasi atau erosi tulang. Efusi pleura dapat mengakibatkan penebalan
dan kalsifikasi pleura.
c. Pleuritis ekssudativa yaitu suatu radang yang terjadi pada bagian pleura
sehingga terbentuk pus di dalam rongga pleura tersebut sehingga dapat
menyebabkan sesak napas berat apabila tidak segera diobati.
d. Efusi parakarditis adalah adanya cairan di daerah sekitar jantung sehingga
dapat menyebabkan sesak napas berat dan mengganggu kinerja jantung.
e. Hemoptesis berat yaitu pendarahan pada saluran napas bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan napas.
f. Kolaps dari lobus akibat adanya retraksi bronchial.
g. Bronkiektaksis yaitu pelebaran bronkus setempat yang menyebabkan sesak
napas hebat pada diri penderita TB.
h. Fibrosis yaitu pembentukan jaringan ikat / parut pada paru akibat adanya
perlukaan di daerah infeksi mycobacterium tuberculosis dalam waktu yang
lama.
i. Pneumothoraks yaitu adanya udara yang berlebihan pada rongga pleura
sehingga dapat menyebabkan kolaps pada paru dengan kerusakan jaringan
yang luas.
j. Penyebaran infeksi bakteri ke organ-organ yang berrongga seperti otak,
tulang, persendian, ginjal, hati, dan lain-lain.
k. Insufisisensi cardiopulmoner sehingga terjadi intoleransi aktivitas pada
pasien.
l. Gangguan mata akibat invasi bakteri yang meluas melaui pembuluh darah.
Gangguan ini ditandai dengan mata kemerahan dan berair.
m. Resistensi bakteri terhadap obat yang diberikan pada penderita TB.
n. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala
serak, perubahan suara dan gatal pada kerongkongan.15,16 Keganasan
pada laring jarang menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi
diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang
sulit. Tuberkulosis laring memberikan respon yang sangat baik terhadap
kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan
pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.
o. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru
(abses paru). Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat
kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas.
Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif
lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini
terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.
p. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik
dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus
yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di
dalam udara dengan dihirup secara terus menerus.6,16 Pada sinar rontgen
dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas.
Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang
berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena
tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.
q. Gangren paru merupakan komplikasi kronik dari tuberculosis.
Pengembangan gangrene paru disebabkan oleh adanya komplikasi
vascular seperti thrombosis vascular dan arterititis. Apabila kerusakan ini
tidak segera diobati secara cepat dan tepat maka kerusakan akibat penyakit
ini akan semakin luas dan bisa mengancam jiwa.
11. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. D
Usia : 45 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
B. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama : sesak nafas, batuk dan sering berkeringat pada
malam hari.
Lama keluhan : 1 minggu
Kualitas keluhan :-
Faktor pencetus : menjual gorengan pada malam hari
Faktor pemberat : tinggal dirumah kardus bawah jembatan
Upaya yang telah dilakukan : ke Puskesmas, tes mantoux dan tes BTA
Diagnosa medis : TBC
C. Riwayat Kesehatan saat ini
Klien mengeluh sesak nafas, batuk dan berkeringat pada malam hari. Tidak
nafsu makan dan berat bdan turun 10 Kg. Kondisinya lemah dan batuk
berdahak campur darah.
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Sakit batuk selama 1 tahun
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
F. Riwayat Lingkungan
Klien dan keluarga tinggal dirumah kardus bawah jembatan sungai Brantas
G. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran composmentis, sesak nafas, batuk
Tanda-tanda vital : TD : 130/90 mmHg, suhu 36,50C, Nadi 92 x/menit, RR
32x/menit, Tb 160 cm, BB 40 kg, tes mantoux (+) dan BTA (+).
b. Head to toe
Kepala : simetris
Mata : simetris
Telinga : simetris, tidak ada lesi
Leher : simetris
Mulut : mukosa pucat
Hidung : pernapasan cuping hidung
H. Pola-pola kesehatan
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -
410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak
dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini),
ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
Analisa data
DO : TD : 130/90 mmHg, suhu 36,50C, Nadi 92 x/menit, RR 32x/menit, Tb
160 cm, BB 40 kg, tes mantoux (+) dan BTA (+).
DS : tinggal dirumah kardus bawah jembatan sungai Brantas, sesak nafas, batuk,
berkeringat pada malam hari, penjual gorengan, kondisi lemah dan batuk
berdahak campur darah sejak 3 hari yang lalu, sakit batuk selama 1 tahun,
berat badan turun 10 kg.
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : sesak nafas,
batuk, batuk
dahak campur
darah.
DO : RR : 32
x/menit
M. tuberculosis
inhalasi droplet
bakteri mencapai
alveolus reaksi
antigen antibody
reaksi radang
pengeluaran secret dan
mucus bertambah
Ketidakefektifan jalan
nafas
ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
DS : Tidak nafsu
makan, BB turun
10 kg,
Kondisinya
lemah.
DO : BB : 40 Kg
ketidakefektifan bersihan
jalan nafas reflek
batuk, penggunaan otot
abdomen meningkat,
refluk fagal mual
muntah
ketidakseimbangan
nutrisi, kurang dari
kebutuhan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : tinggal
dirumah kardus
bawah jembatan,
batuk.
DO : -
Perjalanan TBC
muncul tnda dan gejala
stressor meningkat,
kurang informasi
mengenai TBC
defisiensi pengetahuan
Defisiensi pengetahuan
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN
KRITERIA
HASIL
INTERVENSI RASIONAL
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan
kebersihan jalan
napas efektif,
a. Kaji ulang fungsi
pernapasan: bunyi
napas, kecepatan,
irama,
kedalaman dan
a. Penurunan bunyi
napas indikasi
atelektasis, ronki
indikasi akumulasi
secret/ketidakmamp
dengan
criteria hasil:
· Mempertahankan
jalan napas pasien.
· Mengeluarkan
sekret tanpa
bantuan.
· Menunjukkan
prilaku untuk
memperbaiki
bersihan jalan
napas.
· Berpartisipasi
dalam program
pengobatan sesuai
kondisi.
· Mengidentifikasi
potensial
komplikasi dan
melakukan
penggunaan otot
aksesori.
b. Catat kemampuan
untuk
mengeluarkan secret
atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah
sputum, adanya
hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi
semi atau Fowler,
Bantu/ajarkan batuk
efektif dan latihan
napas
dalam.
d. Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea,
suction bila perlu.
e. Pertahankan intake
cairan minimal 2500
uan membersihkan
jalan napas
sehingga otot
aksesori digunakan
dan kerja
pernapasan
meningkat.
b. Pengeluaran sulit
bila sekret tebal,
sputum berdarah
akibat kerusakan
paru atau luka
bronchial yang
memerlukan
evaluasi/intervensi
lanjut .
c. Meningkatkan
ekspansi paru,
ventilasi maksimal
membuka area
tindakan tepat. ml/hari kecuali
kontraindikasi.
f. Lembabkan
udara/oksigen inspirasi.
Kolaborasi:
g. Berikan obat: agen
mukolitik,
bronkodilator,
kortikosteroid sesuai
indikasi.
atelektasis dan
peningkatan
gerakan sekret agar
mudah dikeluarkan.
d. Mencegah
obstruksi/aspirasi.
Suction dilakukan
bila pasien tidak
mampu
mengeluarkan
sekret.
e. Membantu
mengencerkan
secret sehingga
mudah dikeluarkan.
f. Mencegah
pengeringan membran
mukosa.
g. Menurunkan
kekentalan sekret,
lingkaran ukuran
lumen
trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada
kavitas yang luas.
Ketidakseim
bangan
nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
tubuh.
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan
diharapkan
kebutuhan nutrisi
adekuat, dengan
kriteria hasil:
-Menunjukkan
berat badan
meningkat
mencapai
tujuan dengan
nilai
laboratoriurn
normal dan
bebas tanda
malnutrisi.
-Melakukan
perubahan
pola hidup
untuk
a. Catat status nutrisi
paasien: turgor kulit,
timbang berat badan,
integritas mukosa
mulut, kemampuan
menelan, adanya bising
usus, riwayat
mual/rnuntah atau
diare.
b. Kaji ulang pola
diet pasien yang
disukai/tidak disukai.
c. Monitor intake dan
output secara periodik.
d. Catat adanya
anoreksia, mual,
muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya
dengan medikasi.
Awasi frekuensi,
a. Berguna dalam
mendefinisikan
derajat masalah dan
intervensi yang tepat
b. Membantu
intervensi kebutuhan
yang spesifik,
meningkatkan intake
diet pasien.
c. Mengukur
keefektifan nutrisi dan
cairan.
d. Dapat menentukan
jenis diet dan
mengidentifikasi
pemecahan masalah
untuk meningkatkan
intake nutrisi.
e. Membantu
meningkatkan
dan
mempertahank
an berat badan
yang tepat.
volume, konsistensi
Buang Air Besar
(BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan
mulut sebelum dan
sesudah tindakan
pernapasan.
g. Anjurkan makan
sedikit dan sering
dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan
komposisi diet.
i. Awasi
pemeriksaan
laboratorium. (BUN,
protein serum, dan
albumin).
menghemat energi
khusus saat demam
terjadi peningkatan
metabolik.
f. Mengurangi rasa
tidak enak dari
sputum atau obat-obat
yang digunakan yang
dapat merangsang
muntah.
g. Memaksimalkan
intake nutrisi dan
menurunkan iritasi
gaster.
h. Memberikan
bantuan dalarn
perencaaan diet
dengan nutrisi
adekuat unruk
kebutuhan metabolik
dan diet.
i. Nilai rendah
menunjukkan
malnutrisi dan
perubahan program
terapi.
Defisiensi
pengetahuan
Setelah diberikan
tindakan
a. Kaji ulang
kemampuan belajar
a. Kemampuan
belajar berkaitan
keperawatan
tingkat
pengetahuan pasien
meningkat, dengan
kriteria hasil:
- Menyatakan
pemahaman
proses
penyakit/progn
osisdan
kebutuhan
pengobatan.
- Melakukan
perubahan
prilaku dan
pola hidup
unruk
memperbaiki
kesehatan
umurn dan
menurunkan
resiko
pengaktifan
ulang
luberkulosis
paru.
pasien misalnya:
perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi,
lingkungan belajar,
tingkat pengetahuan,
media, orang dipercaya.
b. Jelaskan
penatalaksanaan obat:
dosis, frekuensi,
tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka
waktu lama. Ulangi
penyuluhan tentang
interaksi obat
Tuberkulosis dengan
obat lain.
c. Jelaskan tentang
efek samping obat:
mulut kering,
konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit
kepala, peningkatan
tekanan darah.
d. Review tentang cara
penularan Tuberkulosis
dan resiko kambuh lagi.
dengan keadaan
emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan
tergantung pada
kemarnpuan pasien.
b. Meningkatkan
partisipasi pasien
mematuhi aturan
terapi dan mencegah
putus obat.
c. Mencegah keraguan
terhadap pengobatan
sehingga mampu
menjalani terapi.
d. Pengetahuan yang
cukup dapat
mengurangi resiko
penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi
Tuberkulosis: formasi
abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis,
efusi pleura,
empierna,
bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi
Gastro, Instestinal
(GD, fistula
bronkopleural,
Tuberkulosis laring,
dan penularan
BAB III
RANGKUMAN
Tuberkulosis yang dulu disingkat dengan TB karena berasal dari kata
tuberkulosa adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru
manusia. Seperti juga dengan penyakit lainnya, tuberkulosis saat ini lazim
disingkat dengan TB saja yang disebabkan oleh kuman atau basil tuberkulosis
yang dalam istilah kedokteran disebut Mycobacterium tuberculosis. Klasifikasi
tuberculosis ada bermacam-macam, dibagi secara patologis, berdasarkan
pemeriksaan dahak, pembagian secara aktifitas radiologis, pembagian secara
radiologis ( luas lesi ). Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974
American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru, yaitu kategori O, I, II,
III. Faktor Risiko terdiri atas faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, status gizi, keadaan sosial ekonomi, perilaku, kepadatan hunian kamar
tidur, pencahayaan, ventilasi, kondisi rumah.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar
antara 0,2 -0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru.
Gejala umumnya yaitu demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam, penurunan nafsu makan
dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah) perasaan tidak enak (malaise), lemah. Gejala khususnya tergantung organ
yang terkena.
Pemeriksaan diagnostiknya dengan kultur Sputum, Ziehl-Neelsen, tes kulit
(Mantoux, potongan Vollmer). Selain itu juga dilakukan foto thorax dan
pemeriksaan fungsi paru.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, melakukan imunisasi sejak dini, Imunisasi TBC yang biasanya
disebut dengan Imunisasi BCG, ventilasi ruangan yang adekuat, dan lain
sebagainya. Penatalaksanaan terdiri dari farmakologi dan nonfarmakologi. Obat
Anti Tuberkulosis yang sering digunakan antara lain Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah adalah stenosis trakeobronkial, efusi
pleura, pleuritis ekssudativa, efusi parakarditis, hemoptesis berat, kolaps dari
lobus akibat adanya retraksi bronchial, bronkiektaksis, fibrosis, pneumothoraks,
dan masih banyak lagi.
REFERENSI
1. Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2
Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI.
2. Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta:
EGC.
3. Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-
2014. Jakarta: Kemenkes RI.
4. Keryorini, dkk. 2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.3 No.2: Uji Tuberkulin.
Jakarta: Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
5. Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 dan Jilid 3. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
6. Parhusip, MBE. 2009. Tesis: Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis
Tuberculosis Paru Tersangka dengan BTA Negatif Puskesmas Kodya
Medan. Medan: FKUSU.
7. PDPI. 2002. Tuberculosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI.
8. Simbolon, D. 2006. Faktor Risiko Tuberculosis Paru di Kabupaten Rejang
Lebong. Bengkulu: Poltekes Bengkulu.
9. Smeltzer, S. C & Bare, B G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
(Brunner & Suddarth) Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
10. Subagyo, A dkk. 2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.3 No.2: Pemeriksaan
Interferon- Gamma dalam Darah untuk Deteksi Infeksi Tuberkulosis.
Jakarta: Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
11. Usman, S. 2008. Konversi BTA pada Penderita TB Paru Kategori I dengan
Berat Badan Rendah Dibandingkan Berat Badan Normal yang
Mendapatkan Terapi Intensif. Medan: FKUSU.
12. Zainul, M. 2009. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Konversi Sputum
Penderita TB Paru di Klinik Jemadi Medan. Medan: FKUSU.
13. Health News Government (online) http ://
www.mhcs.health.nsw.gov.au/publcation.pdf/7600/DOH-7600-
IND.pdf . Diakses tanggal 14 Februari 2013, jam 16.45
14. Universitas Sumatera Utara (online)
http://repository.usu..ac.id/bitstream/123456789/ 33480/4/chapter %
2011.Pdf. Diakses tanggal 14 Februari 2013, jam 16.50
LAPORAN DISKUSI PBL
TRIGGER 1
TUBERKULOSIS
untuk memenuhi tugas Blok Respiratory
Kelompok 2 PSIK Reguler 2
Anggota:
Angernani Trias W 115070200111008
Uzzy Lintang Savitri 115070200111010
Ifa Rahmawati 115070200111012
Ervina Ayu Misgiarti 115070200111044
Merchilliea Eso Navy 115070200111046
Novita Wulan Dari 115070200111048
Devi Fradiana 115070201111026
Windiarti Rahayu 115070201111028
Istiqomah 115070201111030
Yuliyanti 115070207111020
Eny Dwi Oktaviani 115070207111022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013