laporan method engineering

12
 LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA (METHOD ENGINEERING) Disusun Oleh: Diah Puspita (13522085) Mauvina Annisa (13522136) Kelompok: A-9 Asisten Pembimbing: Sakina Ulandari (E-95) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014

Upload: mauvina-annisa

Post on 04-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum Fisiologi dan Pengukuran KerjaLaboratorium DSK&EUniversitas Islam Indonesia

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

    (METHOD ENGINEERING)

    Disusun Oleh:

    Diah Puspita (13522085)

    Mauvina Annisa (13522136)

    Kelompok: A-9

    Asisten Pembimbing:

    Sakina Ulandari (E-95)

    JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

    2014

  • BAB VI

    METHOD ENGINEERING

    OPERATION PROCESS CHART (OPC), PARETO, & FISHBONE

    DIAGRAM

    6.1 Tujuan Praktikum

    1. Memahami proses pembuatan dan perakitan produk.

    2. Mampu menentukan urutan kerja/proses produksi dan merancang Operation

    Process Chart (OPC) dari sebuah produk.

    3. Mampu mengidentifikasi penyebab kerusakan suatu produk.

    4. Mampu merancang diagram Pareto dan Fishbone.

    6.2 Tugas Praktikum

    a. Menjelaskan komponen produk, bahan baku produk dan tahapan proses

    pembuatan dan perakitan produk.

    b. Menentukan peralatan/mesin yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan

    dalam proses pembuatan dan perakitan produk.

    c. Membuat peta kerja dengan menggunakan Operation Process Chart (OPC).

    d. Mengidentifikasi penyebab kerusakan suatu produk.

    e. Merancang diagram Pareto dan Fishbone.

    6.3 Output

    6.3.1 Deskripsi

    Praktikum dilakukan dengan membuat peta proses kerja atau yang disebut dengan

    Operation Process Chart (OPC), dengan menentukan urutan pembuatan dan perakitan

    Kursi Portabel. Setelah membuat Operation Process Chart (OPC), praktikan

    menentukan cacat yang ada pada produk setelah selesai diproduksi dan digambarkan

    menggunakan diagram Pareto. Setelah menentukan cacat pada produk, praktikan

    memilih faktor dari penyebab cacat tersebut dan digambarkan menggunakan cause

    and effect diagram atau yang disebut dengan diagram Fishbone.

  • Komponen:

    1. Komponen tempat duduk kursi, terbuat dari kayu pinus

    2. Komponen kaki kursi, terbuat dari kayu pinus

    3. Komponen penyangga kaki kursi, terbuat dari alumunium

    Gambar 6.1 Kursi Portabel

    Bahan baku produk terdiri dari:

    1. Kayu Pinus

    Gambar 6.2 Kayu Pinus

    2. Alumunium

    Gambar 6.3 Alumunium

  • 3. Baut dan Sekrup

    Gambar 6.4 Sekrup dan Baut

    4. Lem kayu

    Gambar 6.5 Lem Kayu

    5. Meteran

    6. Bor

    7. Mesin las

    8. Gergaji

    Tahap proses pembuatan dan perakitan produk:

    1. Mengetahui komponen-komponen produk.

    2. Melakukan penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara

    berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan

    produk.

    3. Melakukan penomoran terhadap suatu kegiatan inspeksi (pemeriksaan)

    diberikan secara tersendiri sesuai dengan proses yang terjadi

  • 6.3.2 Operation Process Chart (OPC)

    Gambar 6.6 Operation Process Chart (OPC)

  • Operasi 1: Kayu pinus dibentuk oleh papan serut sehinggan mencapai ketebalan yang

    sesuai dan cukup halus

    Operasi 2 : Kayu pinus yang sudah menjadi papan diukur menggunakan meteran

    untuk menyesuaikan tempat duduk yang diinginkan

    Operasi 3: Setelah diukur (ditandai dengan alat tulis), kayu dipotong menggunakan

    gergaji sesuai dengan hasil pengukuran

    Pemeriksaan 1 : Hasil pemotongan diperiksa ukurannya agar kita mengetahui ukuran

    itu sudah sesuai dengan keinginan

    Operasi 4: Hasil pemotongan yang telah diperiksa kemudian dibentuk sesuai dengan

    keadaan tubuh manusia dengan menggunakan serutan

    Operasi 5 : Setelah dibentuk, kemudian dihaluskan dengan amplas dan dempul

    berulang-ulang sampai betul-betul halus

    Operasi 6 dan Pemeriksaan 2 : Setelah dihaluskan, dibersihkan kemudian dipernis

    sampai mengkilap sambil diperiksa warna maupun kualitas hasil pernisnya

    Operasi 7 : Kayu pinus dibentuk oleh papan serut sehinggan mencapai ketebalan yang

    sesuai dan cukup halus

    Operasi 8 : Kayu pinus yang sudah menjadi papan diukur menggunakan meteran

    untuk menyesuaikan kaki kursi yang diinginkan

    Operasi 9 : Setelah diukur (ditandai dengan alat tulis), kayu dipotong menggunakan

    gergaji sesuai dengan hasil pengukuran

    Pemeriksaan 3 : Hasil pemotongan diperiksa ukurannya agar kita mengetahui ukuran

    itu sudah sesuai dengan keinginan

    Operasi 10 : Hasil pemotongan yang telah diperiksa kemudian dibentuk sesuai

    keinginan untuk dibuat menjadi kaki kursi

    Operasi 11 : Setelah dibentuk, kemudian dihaluskan dengan amplas dan dempul

    berulang-ulang sampai betul-betul halus

  • Operasi 12 dan Pemeriksaan 4 : Setelah dihaluskan, dibersihkan kemudian dipernis

    sampai mengkilap sambil diperiksa warna maupun kualitas hasil pernisnya

    Operasi 13 dan Pemeriksaan 5 : Kaki kayu yang telah dipernis, kemudian di lem ke

    tempat duduk menggunakan lem kayu kemudian diperiksa hasil pengeleman sudah

    baik

    Operasi 14 : Alumunium diukur menggunakan meteran untuk menyesuaikan sebagai

    penyangga kaki kursi yang diinginkan

    Operasi 15 : Setelah diukur (ditandai dengan alat tulis), alumunium dipotong

    menggunakan gergaji sesuai dengan hasil pengukuran

    Operasi 16 : Setelah dipotong, alumunium dilubangi menggunakan bor untuk tempat

    batu ataupun sekrup

    Pemeriksaan 6: Hasil pemotongan dan pelubangan diperiksa ukurannya agar kita

    mengetahui ukuran itu sudah sesuai dengan keinginan

    Operasi 17 : Alumunium tersebut lalu dilas menggunakan mesin las agar

    permukaannya tidak kasar (halus)

    Pemeriksaan 7 : Setelah di las, alumunium diperkirakan lubang-lubangnya untuk

    sambungan ke kaki kursi menggunakan baut

    Operasi 18 dan Pemeriksaan 8 : Produk dirakit dan juga diperiksa apakah bentuk dan

    ukurannya sudah sesuai keinginan

    Setelah selesai dirakit, produk disimpan didalam gudang.

    6.3.3 Pareto

    Tabel 6.1 Tabel Defect

    No Defect Jumlah

    1 A 383

    2 B 49

  • 3 C 170

    4 D 200

    5 E 488

    6 F 216

    7 G 403

    8 H 17

    9 I 400

    10 J 59

    Tabel 6.2 Tabel Jenis Defect

    No Defect Jumlah

    1 Salah pemotongan kayu 383

    2 Kayu retak 49

    3 Kayu rapuh 170

    4 Baut kendor 200

    5 Alas papan kasar 488

    6 Sangaan kaki tidak kuat 216

    7 Kayu bau 403

    8 Lem tidak kuat 17

    9 Kursi goyang 400

    10 Baut tidak terpasang 59

    Tabel 6.3 Tabel Kriteria Cacat dan Alasan

    No Defect Alasan

    1 Salah pemotongan kayu Pekerja kurang teliti

    2 Kayu retak Tumpukan kayu terlalu berat

    3 Kayu rapuh Suhu penyimpanan tempat kayu

    dingin

    4 Baut kendor Pekerja kurang teliti

    5 Alas papan kasar Pekerja tidak terlatih

  • 6 Sangaan kaki tidak kuat Lem tidak kuat / tidak rata

    7 Kayu bau Kayu basah

    8 Lem tidak kuat Lem kering sebelum direkatkan

    9 Kursi goyang Penyangga kaki kursi tidak kuat

    10 Baut tidak terpasang Pekerja tidak teliti

    Tabel 6.4 Tabel Pareto

    No

    Defect

    f

    (%)

    Kumulatif

    1 Alas papan kasar 488 20,5% 20,5%

    2 Kayu bau 403 16,9% 37,4%

    3 Kursi goyang 400 16,8% 54,1%

    4 Salah pemotongan kayu 383 16,1% 70%

    5 Sanggaan kaki tidak kuat 216 9,1% 79,2%

    6 Baut kendor 200 8,4% 87,6%

    7 Kayu rapuh 170 7,1% 94,8%

    8 Baut tidak terpasang 59 2,5% 97,2%

    9 Kayu retak 49 2,1% 99,3%

    10 Lem tidak kuat 17 0,7% 100,0%

    2385

    100,0%

    100,0%

  • Diagram 6.1 Diagram Pareto

    6.3.4 Fishbone

    Penyebab rendahnya kualitas produk adalah:

    1. Man: Operator tidak terlatih dan kurang teliti

    2. Material: Kayu bau diakibatkan tempat penyimpanan yang buruk dan tidak

    teramplas dengan baik

    3. Method: Salah proses perakitan dan operator tidak menggunakan prosedur

    pengerjaan

    4. Mother Nature: Suhu dingin menyebabkan kualitas kayu buruk

    Diagram 6.2 Diagram Fishbone

    0,00%

    20,00%

    40,00%

    60,00%

    80,00%

    100,00%

    120,00%

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    Frekuensi

    Kumulatif

  • 6.3.5 Analisis Operation Process Chart (OPC)

    Pada OPC awalan terdapat delapan belas total jumlah operasi, delapan jumlah inspeksi

    (pemeriksaan), empat aktivitas ganda dan satu penyimpanan. Pada OPC awal tersebut

    terdapat tiga komponen yaitu tempat duduk kursi, kaki kursi dan penyangga kaki kursi

    yang selanjutnya dirakit menjadi sebuah kursi portabel. Bahan-bahan dari kursi

    tersebut adalah kayu pinus, alumunium, lem kayu dan baut atau sekrup. Untuk tempat

    duduk kursi dan kaki kursi diukur ketebalan dan panjang disesuaikan bentuknya

    kemudian dihaluskan. Setelah itu, penyangga kaki kursi diukur lalu dilubangi

    menggunakan bor untuk tempat baut atau sekrup dan di las menggunakan mesin las

    lalu menyambungkan dengan dua kaki kursi. Kemudian dirakit dengan tempat duduk

    kursi menggunakan lem kayu sehingga membentuk kursi portabel.

    6.3.6 Analisis Pareto

    Dari data yang diatas dapat kita ketahui bahwa kriteria cacat tertinggi terdapat pada

    alas papan kasar dengan jumlah 488 dan presentase cacatnya 20,50% kemudian pada

    cacat kayu bau dengan jumlah 403 dan presentase cacatnya 16,90% kemudian pada

    cacat kursi goyang dengan jumlah 400 dan presentase cacatnya 16,80% kemudian

    pada cacat salah pemotongan kayu dengan jumlah 403 dan presentase cacatnya

  • 16,90% kemudian pada cacat kayu bau dengan jumlah 383 dan presentase cacatnya

    16,10% kemudian pada cacat sanggaan kaki tidak kuat dengan jumlah 216 dan

    presentase cacatnya 9,10% kemudian pada cacat baut kendor dengan jumlah 200 dan

    presentase cacatnya 8,40% kemudian pada cacat kayu rapuh dengan jumlah 170 dan

    presentase cacatnya 7,10% kemudian pada cacat baut tidak terpasang dengan jumlah

    59 dan presentase cacatnya 2,50% kemudian pada cacat kayu retak dengan jumlah 49

    dan presentase cacatnya 2,10% dan pada cacat lem tidak kuat dengan jumlah 17 dan

    presentase cacatnya 0,70%.

    6.3.7 Analisis Fishbone

    Dari diagram fishbone diatas terlihat bahwa masalah yang sering muncul disebabkan

    oleh bahan baku dan operator (man). Permasalahan pada operator mengakibatkan

    rendahnya kualitas produk. Sehingga dibutuhkan pelatihan dan pemahaman peta kerja

    oleh operator. Sedangkan, permasalahan pada bahan baku dapat direkomendasikan

    untuk menaruh bahan baku di suatu ruangan yang suhu nya stabil, sehingga tidak

    merusak bahan baku.

    6.3.8 Kesimpulan

    Dalam Operation Process Chart (OPC), terdapat delapan belas total jumlah

    operasi, delapan jumlah inspeksi (pemeriksaan), empat aktivitas ganda dan

    satu penyimpanan. Jumlah waktu untuk memproduksi satu kursi portabel yaitu

    1,9 jam.

    Kriteria cacat tertinggi berada pada cacat alas papan kasar berjumlah 488

    dengan presentase kumulatif 20,50% disebabkan oleh kurangnya pemahaman

    operator dalam masalah pengamplasan. Oleh karena itu, kami

    merekomendasikan agar operator diberikan pelatihan agar produk yang

    dihasilkan berkualitas bagus

    Permasalahan yang muncul diakibatkan operator dan bahan baku. Kami

    merekomendasikan untuk memberikan pelatihan kepada para operator dan

    meletakkan bahan baku ditempat yang aman dan suhu yang stabil