laporan oki

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami perkembangan embriologi tenggorokan memugkinkan dokter mengerti patofisiologi dari berbagai kelainan kongenital yang terjadi didaerah tersebut. Untuk memahami patologis dari penyakit THT, kita perlu mengetahui dan menguasai anatomi dan fisiologinya. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Setelah mendapatkan kasus dan mempelajari embriologi, anatomi, dan fisiologi teggorokan ii di harapkan dokter muda dapat menjelaskan penyakit – penyakit yang terserig di daerah tersebut. 1.2.2 Tujuan Khusus Dengan memahami laporan ini,diharapkan dokter muda dapat : 1. Mengetahui embriologi teggorokan 2. Mengetahui anantomi teggorokan 3. Mengetahui fisiologi teggorokan 4. Mengetahui cara pemeriksaan fisik pada teggorokan 1.3 Ruang Lingkup 1

Upload: lutfi-malefo

Post on 18-Jan-2016

82 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Oki

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Memahami perkembangan embriologi tenggorokan

memugkinkan dokter mengerti patofisiologi dari berbagai

kelainan kongenital yang terjadi didaerah tersebut. Untuk

memahami patologis dari penyakit THT, kita perlu mengetahui

dan menguasai anatomi dan fisiologinya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah mendapatkan kasus dan mempelajari embriologi,

anatomi, dan fisiologi teggorokan ii di harapkan dokter muda dapat

menjelaskan penyakit – penyakit yang terserig di daerah tersebut.

1.2.2 Tujuan Khusus

Dengan memahami laporan ini,diharapkan dokter muda dapat :

1. Mengetahui embriologi teggorokan

2. Mengetahui anantomi teggorokan

3. Mengetahui fisiologi teggorokan

4. Mengetahui cara pemeriksaan fisik pada teggorokan

1.3 Ruang Lingkup

Dalam penulisan ini peulis membatasi ruang lingkup

pembahasan hanya membahas ilmu penyakit THT, embriologi,

anatomi, fisiologi, dan pemeriksaan fisik pada tenggorok.

1

Page 2: Laporan Oki

BAB II

PEMBAHASAN TEORI

2.1 EMBRIOLOGI

Rongga mulut, faring dan esofagus berasal dari foregut embrionik.

Foregut juga berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise

anterior, tiroid dan laring, trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut terbentuk

dari stomodeum primitif yang merupakan gabungan ektodermal dan

endodermal yang membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian prosesus

nasalis medial dan lateral dan prosesus maksilaris. Celah bibir biasanya tidak

terletak di garis tengah tetapi di lateral dari prosesus nasalis media, yang

membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian prosesus

mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua dan dipersarafi oleh

saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak seperti busur; takik pada busur ini

merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata.

Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi sementum

dan enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi susu sampai

pertumbuhan gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan usia penderita,

dan grafik dapat mengikuti pertumbuhan gigi yang normal. Terdapat beberapa

macam kista dan tumor jinak maupun ganas yang beasal dari sisa lamina

dentalis. Gigi dipersarafi oleh cabang dari saraf trigeminus cabang maksilaris

dan mandibularis. Pada rahang atas, ada beberapa variasi dan tumpang tindih

pada daerah yang dipersarafi oleh cabang saraf maksilaris.

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan

berasal dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum

dan palatum mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum. Oleh karena

itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah

maksila depan. Pada tahap pertama, lempeng palatum terdapat dilateral lidah

dan jika lidah tidak turun maka lempeng palatum tidak dapat menyatu. Hal ini

merupakan dasar di mana celah palatum berhubungan dengan mikrognasia

dari Sindrom Pierre Robin.

Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah

bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi

oleh saraf lingualis, dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang

mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf

2

Page 3: Laporan Oki

glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot

lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi ke depan, bersama

saraf hipoglosus. Migrasi saraf hipoglosus diduga mempunyai hubungan

denga fistula brankial. Tiroid berkembang dari foramen sekum yang terdapat

di lidah bagian belakang dan bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher.

Jika migrasi ini tidak terjadi, mengakibatkan tiroid lingualis. Sisa dari duktus

tiroglosus dapat menetap, dan letaknya di belakang korpus tulang hyoid.

Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut dan terletak

dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus submandibularis dilalui oleh

saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.

Leher pada masa embrio awal tidak ada leher yang jelas, memisahkan

toraks dari kepala. Leher dibentuk seperti jantung, di mana berasal dari

dibawah foregut, yang bermigrasi ke rongga toraks dan aparatus brankial

berkembang menjadi bentuk yang sekarang. Migrasi dari jantung merupakan

sebab mengapa beberapa struktur dari leher bermigrasi terakhir. Pada masa

embrio awal terdapat beberapa tonjolan sepanjang tepi dari foregut yang juga

dapat dilihat dari luar. Tonjolan ini adalah aparatus brankialis.

Meskipun secara filogenetik terdapat enam arkus brankialis, arkus

kelima tidak pernah berkembang pada manusia, dan hanya membentuk

ligamentum arteriosum. Hanya empat arkus yang dapat dilihat dari luar. Setiap

arkus brankialis mempunyai sepotong kartilago, yang berhubungan dengan

kartilago ini adalah arkus arteri, saraf, dan beberapa mesenkim yang akan

membentuk otot. Dibelakang setiap arkus terdapat alir eksternal yang terdiri

dari ektodermal. Daerah diantara ektodermal dan endodermal dikenal dengan

lempeng akhir.

Bagian dari stuktur yang disebut diatas berkembang menjadi struktur

dewasa yang tetap. Bagian yang seharusnya hilang dapat menetap dan

membentuk struktur abnormal pada dewasa. Derivat normal dari aparatus

brankialis (dicatat pada tabel 1). Sebaiknya dicatat bahwa celah ektodermal

dan kantong endodermal terdapat dibelakang arkus kartilago, arteri, dan saraf.

3

Page 4: Laporan Oki

Tabel 1. Derivat dari aparatus brankialis

I II III IV V

Kartila

go

Maleus

Inkus

Ligamentum

sfenomandibularis

Mandibula (dalam

membran sekitar

kartilago)

Stapes

Stiloid

Ligamentum

stilohyoidea

Kornu mayor

Korpus hioid

bagian bawah

Korpus hioid

Tiroidea Krikoidea

Arteri Meningea media Cabang post-

aurikularis

stilomastoidea

Stapedia persisten

Karotis komunis

dan interna

Arkus aorta

Ligamentum

arteriosum

Subklavia

kanan

Arteri

pulmonal

Saraf Mandibularis Fasialis Glosofaringeal Laringeus

superior

Laringeus

rekurens

Otot Pengunyah

Tensor timpani

Tensor veli palatini

Milohiodea

Digastrikus anterior

Ekspresi wajah

Stapedius

Aurikularis

Stilohiodea

Digastrikus

posterior

Stilofaringeus Krikotiroid Otot

intrinsik

laring

Ekto

dermal

Kanalis eksterna

Membran timpani

eksterna

Endo

dermal

Tuba eustachius

Telinga tengah

Sel-sel udara

mastoid

Celah diatas tonsila

Menetapnya bagian aparatus brankialis abnormal dapat menimbulkan

bermacam kista, sinus dan fistula. Menetapnya ektodermal dari arkus

brankialis pertama dapat menyebabkan kista atau sinus yang terletak sejajar

dan bahkan dapat memperbanyak pada saluran telinga luar. Jenis yang berbeda

dari menetapnya aparatus brankialis dapat menimbulkan kista, sinus atau

4

Page 5: Laporan Oki

fistula yang terletak pada satu garis bagian dalam telinga luar melalui kelenjar

parotis sampai sudut mandibula di depan sternokleidomastoideus. Seperti sisa

arkus pertama dapat melalui di depan, di belakang, bahkan melalui cabang

saraf fasialis.

Derivat tulang dari arkus pertama mungkin abnormal pada sindrom

Treacher Collins. Arteri dari arkus kedua dapat membentuk arteri stapedia

persisten yang melalui krus stapes. Dengan adanya arteri ini, tidak

memungkinkan untuk melakukan stapedektomi.

Ektodermal dan endodermal dari arkus kedua dan ketiga dapat juga

membentuk kista, sinus dan fistula. Normal muara dari arkus kedua, ketiga

dan keempat diliputi oleh pertumbuhan dari daerah yang disebut tonjolan

epiperikardial. Saraf pada daerah ini adalah saraf asesorius spinalis, dan

mesenkimnya membentuk otot sternokleidomastpideus dan trapesius.

Tonjolan epikardial menyatu dengan arkus brankialis kedua, menutupi

muara alur brankialis kedua, ketiga dan keempat sebagai kista ektodermal,

sinus servikalis dari His, yang normalnya menghilang. Juga otot lidah yang

berasal dari miotom post-brankialis, bermigrasi kedasar mulut, melalui

belakang derivat brankialis. Oleh karena itu muara dari derivat brankialis

persisten terletak di depan otot sternokleidomastoideus dan salurannya melalui

bagian atas saraf hipoglosus. Oleh karena itu dapat diduga secara tepat garis

dari kista, sinus, dan fistula brankialis kedua dan ketiga.

Fistula brankialis kedua terbuka di depan otot sternokleidomastoideus,

masuk ke leher di depan arteri karotis komunis dan interna, biasanya diantara

arteri karotis interna dan eksterna, kemudian diatas saraf glossofaringeus dan

hipoglosus ke arah tonsila. Fistula brankialis ketiga terbuka di depan otot

sternokleidomastoideus, melalui bagian belakang arteri karotis komunis dan

interna dan diatas saraf hipoglosus tetapi di bawah saraf glosofaringeus dan

stilofaringeus, masuk ke faring diatas daerah yang dipersarafi oleh saraf

laringeus superior. Tanda-tanda sisa kantong brankialis keempat dapat

menetap sebagai saluran dari faring bagian bawah sampai daerah tiroid dan

kadang-kadang dapat menyebabkan tiroiditis supuratifa.

Kelainan lain yang menarik dari aparatus brankialis terjadi arteri

subklavia kanan mempunyai kelainan sejak semula dan saraf laringeus

rekurens melintas dari dasar kranium ke laring. Kelenjar tiroid tidak dapat

5

Page 6: Laporan Oki

menetap. Pengangkatan total duktus ini termasuk memotong korpus hioid.

Posisi kelenjar paratioid dapat bervariasi, dan jaringan paratiroid dapat

bemigrasi bersama timus ke mediastinum anterior.

2.2 ANATOMI TENGGOROKAN

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna

vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan

adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan

menuju esophagus.

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga

mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan

dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot

orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna

merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi

bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan

berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan

palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu,

celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah

maksila depan.

Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah

bagian depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi

oleh nervus lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang

mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf

glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot

lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus

tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut

yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub

mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar

parotis.

Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut.

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari

dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikalis

6

Page 7: Laporan Oki

ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,

ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,

sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan

kebawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring

pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan

bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput

lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia

bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring

(hipofaring).

Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput

inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra

servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana

posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping,

muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa

rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan

palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.

Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila

faringeal dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga

mulut. Didepan tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus,

dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus,

otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua

dipersarafi oleh pleksus faringeus.

7

Page 8: Laporan Oki

1.1 Vaskularisasi.

Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.

Yang utama berasal dari cabang a. Karotis ekstern serta dari cabang

a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior.

1.2 Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus

faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang

dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi

serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot

faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang

n.glossofaringeus.

1.3 Kelenjar Getah Bening

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu

superior,media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah

bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran

limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar

getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke

kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

1.4 Nasofaring

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,

jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang

disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas

penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui

oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial

dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum

dan muara tuba eustachius.

1.5 Orofaring

8

Page 9: Laporan Oki

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,

batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut

sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat

dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil

serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum.

a. Dinding Posterior Faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada

radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot

bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot

palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

b. Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas

lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut

kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa

supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan

tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia

yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-

benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.

c. Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang

oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.Terdapat macam tonsil yaitu

tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang

biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil

seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring

yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai

celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa

yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan

leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.

Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga

disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga

9

Page 10: Laporan Oki

mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari

a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna,

a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila

sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus

tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid

lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.Infeksi dapat terjadi di

antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas

pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.

1.6 Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah

valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman

atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis

(muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus,

nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi

laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan

kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus

serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat

otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan

laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring

langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah

valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh

ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral

pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada

beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.

Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk

omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang

bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam

perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya

sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita

10

Page 11: Laporan Oki

suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke

sinus piriformis dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah

dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk

diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan

laringoskopi langsung.

2.3 FISIOLOGI MENELAN

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1)

pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik,

(2) usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase

menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk

mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya bolus

makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat

masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk

membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase

yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

2.1 FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan

yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi

dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan

ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN

(motorik)

Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V : m. Temporalis, m.

maseter, m. pterigoid

Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII : m.orbikularis

oris, m. zigomatikum,

m.levator labius oris,

m.depresor labius oris,

m. levator anguli oris, m.

11

Page 12: Laporan Oki

depressor anguli oris

Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m.

risorius, m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII : m. hioglosus, m.

mioglosus

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring

segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus

diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat

mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan

palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian

arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga

menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.

palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII).

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN AFFEREN

(sensorik)

EFFEREN (motorik)

Bibir n.V.2

(mandibularis),

n.V.3 (lingualis)

n.V: m.orbikularis oris,

m.levator labiu oris, m. depressor

labius, m.mentalis

Mulut & pipi n.V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator

anguli oris, m.depressor anguli

oris, m.risorius. m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus

Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI:m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2

dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,

n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

2.2 FASE FARINGEAL

12

Page 13: Laporan Oki

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior

(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini

terjadi :

1 m.Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X

dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian

uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2 m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m.ariepiglotika (n.IX,nX)

m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi

pita suara sehingga laring tertutup.

3 Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kon-

traksi m.stilohioid, (n.VII), m.Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan

n.servikal I).

Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.

Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring

inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh

relaksasi m. Kriko faring (n.X) Pergerakan laring ke atas dan ke depan,

relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior

menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal

esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan

dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

ORGAN AFFEREN EFFEREN

Lidah n.V.3 n.V :m.milohyoid,

m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid,

m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator

veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

Hyoid n.Laringeus superior

cab internus (n.X)

n.V : m.milohyoid, m.

Digastrikus

13

Page 14: Laporan Oki

n.VII : m. Stilohioid

n.XII,

n.C.1 :m.geniohioid,

m.tirohioid

Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI :

n.salfingofaringeus

Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m.

Palatofaring,

m.konstriktor

faring sup, m.konstriktor

ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor

faring inf.

Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring

Esofagus n.X n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3

dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII

sebagai serabut efferen Bolus dengan viskositas yang tinggi akan

memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik

dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.

Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan

pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta

pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga

bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.

Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja

yaitu :

1 Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan

tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai

tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring

2 Hypopharyngeal suction pomp HSP) adalah merupakan tekanan negatif aki-

bat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga

14

Page 15: Laporan Oki

bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian

atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut

otot longitudinal esofagus bagian superior.

FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari.

Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase

ini terdiri dari beberapa tahapan :

Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang

peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler

dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan

diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat

regangan dinding esofagus. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi

oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal

dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya

secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya

berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung

selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat

dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang

gelombang peristaltik primer.

15

Page 16: Laporan Oki

Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole

kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat

dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian

m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada

gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke

atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini

diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang

terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil

gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada

waktu bersamaan.

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada

periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul

dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

16

Page 17: Laporan Oki

2.4Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Umum pada

Kerongkongan

Leher

Pasien dengan penyakit pada leher dan wajah dapat mempunyai banyak gejala

yang bervariasi. Uji saraf dan otoneurologik dapat dengan mudah dilakuakan

sebagai pemeriksaan THT.

a. Saraf olfaktorius

Pemeriksaan bau-buan yang tidak asing untuk pasien seperti bau coklat

atau vanila, dengan cara menutup satu lubang hidung pasien

bergantian.

b. Saraf optikus

Diperiksa secara kasar dengn uji tajam pengelihatan dan lapangan

pandang. Fundus diperiksa sebagai bagian dari tiap pemetriksaan

umum

c. Saraf okulomotorik, troklearis dan abdisens

Dinilai saat merangsang refleks pupil dan memeriksa gerakan mata,

jamgan lupa untuk menyakan diplopia.

d. Saraf Trigeminus

Menilai sensasi wajah , Mata akan mengedip jika kornea disentuh

dengan ujung kapas.

e. Saraf Fasialis

Menilai otot-otot wajah dengan mengamati pemeriksaan wajah dan

leher

f. Saraf Kokleovestibularis

Menilai pendengaran dan keseimbangan . Untuk meneilai pendengaran

secara kassar diikuti dengan uji pelana, dan uji audiometri. Penulain

fungsi vetibulum dan vertigo seperti gaya berjalan, rombreg, tandem.

g. Saraf Glosofaringus

17

Page 18: Laporan Oki

Mengurus sensasi faring dan bertanggung jawab atas refleks muntah

dengan menggunakan spatel lidah ketika menginspeksi faring

h. Saraf Vagus

Meneilai otot-otot platum, faring dan laring. Gerakan simetris otot-otot

trsebut sudah bisa diamatai sebagai bagian dari pemeriksaan faring dan

laring.

i. Saraf Asesorius

Diperiksa dengan meminta pasien mengangkat bahunya melawan

tekanan dan palpasi otot sternokledomastoideus sementara jepala yang

memutar dapat tahanan.

j. Saraf Hipoglosus

Mengurus persarafan motorik lidah. Atrofi unilateral atau fasikulasi

atau ketidak mampuan menjulurkan lidah di garis tengah menunjukan

suatu lesi hipoglosus.

Anamnesis Leher

Gejala yang dikeluhkan benjolan dileher bisa menggambarkan metastasis dari

karsinoma skuama mendasar di kepala dan leher sehingga anamnesisyang

dapat ditanyakan meliputi :

Waktu awitan, apakah ada disfagia, hempotosis, penurunan BB, keringat pada

malam hari, kebiasaan meokok, minum alkohol.

Pemeriksaan Fisik KGB

Lakukan inspeksi pada leher untuk mencari adanya asimetris, denyutan

yang tidak lazim, tumor, atau keterbatasan gerak. Dengan cara melakukan

ekstensi dan deviasi kesamping secara sederhana pada leher, regangan

musculus Sternokleidomastoideus akan memperlihatkan batas antara trigonum

anterior dan posterior. Palpasi kelenjar getah bening dengan mempergunakan

ujung jari untuk melakukan tekanan ringan.

18

Page 19: Laporan Oki

Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa

berada dibelakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala

penderita condong ke depan sehingga ujung-ujung jari-jari meraba di bawah

tepi mandibula.

Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular

Palpasi kelenjar jugularis dapat dimulai di superficial dengan

melakukan penekanan ringan dengan menggerakkan jari-jari sepanjang

musculus sternokleidomastoideus. Palpasi kelenjar leher ini agak sulit pada

orang gemuk, leher pendek dan leher yang berotot. Terutama bila kelenjarnya

masih kecil.

palpasi kelenjar limfe rantai kelenjar jugularis

19

Page 20: Laporan Oki

Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari

pada tepi posterior m. Trapezium ke depan dan jari-jari ditempatkan pada

permukaan anterior muskulus ini. 

Palpasi kelenjar limfe asesorius

Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk

di depan atau berdiri dibelakang penderita dimana jari-jari digunakan

untuk palpasi fosa supraklavikular.

Palpasi kelenjar limfe supraklavikular

20

Page 21: Laporan Oki

Penemuan-penemuan fisik yang didapatkan pada palpasi, sejauh ini

paling penting artinya dalam melakukan penilaian atas tumor yang terdapat

pada leher.

Faring dan Rongga Mulut

Keluhan kelainan dirongga faring umumnya adalah nyeritenggorok, nyeri

menelan (odinofagia), rasa banyak dahak pada tenggorok, sulit menelan dan

rasa adanya sumbatan.

1. Nyeri tenggorok keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah

nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan

tenggorokan terasa kering. Apakah pasien merokok dan berapa

jumlahnya perhari.

2. Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri pada tenggorok

waktu gerakan menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke

telinga.

3. Dahak di tenggorok. Merupakan keluhan yang sering timbul akibat

adanya inflamasi dihidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir

saja, pus atau bercampur darah.dahak ini dapat turun, keluar bila

dibatukan atau terasa turun di tenggorok.

4. Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan

cair atau padat. Apakah disertai muntah atau berat badan menurun

dengan cepat.

5. Rasa sumbatan pada leher sudah berapalamatepatnya dimana.

Pemeriksaan faring dan rongga mulut

Dengan lampu kepala diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan

bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.

Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka

bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan

melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus

faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi

rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor,kista dan lain-lain. Apakah ada

rasa nyeri pada sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.

21

Page 22: Laporan Oki

Hipofaring dan Laring

Keluhan biasanya berupa suara serak, batuk, disfagia dan rasa ada sesuatu

dileher.

1. Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah

berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan dihidung atau

tenggorok. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan

penurunan berat badan.

2. Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada faktor

sebagai pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta

kelelahan. Apa yang dibatukan, dahak kental, bercampur darah dan

jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.

3. Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung

dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama makin bertambah berat.

4. Rasa ada sesuatu ditenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai

dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang

menyertainya serta hubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

Pemeriksaan Hipofaring dan Laring

Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi.

Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spirtus agar tidak terjadi

kondensasi uap air pada kaca waktu dimasukan ke dalam mulut. Sebelum

dimasukan ke dalam mulut kaca sudah dicoba pada kulit tangan kiri apakah

tidak terlalu panas. Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya

sejauh mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan

ditarik keluar dengan hati-hati sehingga pangkal lidah tidak menghalangi

pandangan ke arah laring. Kemudian kaca laring dimasukan ke dalam mulut

dengan arah kaca ke bawah , bersandar pada ovula dan palatum mole. Melalui

dapat terlihat hipofaring dan laring.

Untuk menilai pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan iii,

sedangkan untuk melihat pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik

pasien diminta untuk inspirasi dalam.

Pemeriksaanlaring dengan menggunakan kaca laring disebut laringoskopi

tidak langsung. Pemeriksaan secara langsung menggunakan vidio

laryngoskop. Bila pasien sangat sensitif sehingga pemeriksaan ini sulit

22

Page 23: Laporan Oki

dilakukan, maka dapat diberikan obat anastesi silokain yang disemprotkan ke

bibir, rongga mulut dan lidah.

DAFTAR PUSTAKA

Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose,

and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol.\ 5

Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997

Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna

Dwi Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology.

Publisher: Saunders 2010.

23

Page 24: Laporan Oki

Mansjoer, A, et al; 2001. Tenggorok dalam Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta

24