laporan pbl gagal ginjal kronis
DESCRIPTION
blok nutrition and electrolyteTRANSCRIPT
LAPORAN PBL I
GAGAL GINJAL KRONIS
BLOK CAIRAN DAN ELEKTROLIT
SEMESTER III
KELOMPOK 6
1. KRISTIA H. ( G1D011015 )
2. SA’BANI NUR A. ( G1D011027 )
3. DEVI KURNIA S. ( G1D011028 )
4. LAYNDO DHEANISA R. ( G1D011033 )
5. DYAH PUSPITA R. ( G1D011036 )
6. ADISTI YOGI ( G1D011038 )
7. TUTI N ( G1D011042 )
8. TELLY DIANA H. ( G1D011027 )
9. SRI APRINA S. ( G1D011049 )
10. HERDA INTAN ( G1D011051 )
11. SHINTA ADESTI ( G1D011054 )
12. EKO MEI P. ( G1D011078 )
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2012
BAB IPENDAHULUAN
Sistem Urinaria (sistem perkemihan) terdiri dari organ yang memproduksi urin dan mengeluarkan urin dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama untuk mempetahankan hemoistasis tubuh (kekonstanan lingkungan internal) (Sloane, 2004)
Sebagai sistem yang kompleks, sistem urinaria melibatkan banyak bagian tubuh yaitu sepasang ginjal, sepasang ureter, vesikula seminalis, uretra dan nefron. Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat sruktut-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem syaraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. (Purnomo, 2003)
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (antidiuretikhormon) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon, antara lain : eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin. (Purnomo, 2003)
Bagian selanjutnya adalah ureter. Ureter merupakan tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke vesikula seminalis. Vesika seminalis adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapisan otot detrusor yang saling beranyaman. Vesika seminalis berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Urin yang dapat ditampung sebesar 300-450 ml. Uretra adalah tabung yang menyalurkan urin keluar dari vesika seminalis melalui proses miksi. (Purnomo, 2003)
Kedua ginjal mengandung sekitar 2.400.000 nefron, dan tiap nefron dapat membentuk urina sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari (1) Suatu glomerulus darimana cairan difiltrasikan, dan (2) Suatu tubulus panjang tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urina dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. (Guyton, 1987)
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan, atau menjernihkan, plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia mengalir melalui ginjal tersebut. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, creatinin, asam urat, dan urat. Di samping itu, banyak zat lain, seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan ion hidrogen cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah berlebihan; nefron tersebut juga berfungsi untuk membersihkan plasma dari kelebihan ini. (Guyton, 1987)
Gangguan pada ginjal dibedakan menjadi dua, yaitu accute kidney dissease (AKD) dan crhonic kidney dessease (CKD). AKD adalah penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum lebih dari 0,3 mg/dl (lebih dari 26,4µmol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum >50% (1,5 x kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat kurang dari 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam). (Sudoyo & Setiohadi, 2009)
Crhonic kidney dessease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu drajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu syndrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. (Sudoyo & Setiohadi, 2009)
BAB IIPEMBAHASAN
A. PengertianPenyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Sudoyo & Setiyohadi, 2009).
Gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yaitu sebagai berikut
Derajat LFG(mL/mnt/1,73 m3)
Rencana Tata Laksana
1. ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi kormobid, evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular
2. 60-89 Menghambat pemburukan progression fungsi ginjal3. 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi4. 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal5. ≤ 15 Terapi pengganti ginjal
(Sudoyo & Setiyohadi, 2009)
B. EtiologiPenyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan
kelas, yaitu tertera dalam tabel berikut ini :No. Klasifikasi Penyakit Penyakit1. Penyakit Infeksi
TubulointerstisialPielonefritis kronik, dan refluks nefropati.
2. Penyakit Peradangan Glomerulonefritis3. Penyakit Vaskular Hipertensif Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.4. Gangguan Jaringan Ikat Lupus eritomatosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif5. Gangguan Kongental dan
herediterPenyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik Diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, nefropati timah8. Nefropati Obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis, retroperitoneal.Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
leher vesika urinaria dan uretra.(Price & Wilson, 2003)
C. PatofisiologiPenyakit ginjal kronik awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoakti seperti sitokinin dan growth factor. Sehingga terjadi hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses berlangsung singkat hingga terjadi maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Selanjutnya fungsi nefron menurun, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut berkontribusi dalam terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas tersebut. Hal lain yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. (Sudoyo & Setiohadi, 2009)
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan basal LFG masih normal atau meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsin nefron yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan creatinin serum. Hingga LFG 60% pasien belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan creatinin serum. LFG 30% mulai terjadi keluhan seperti nocturia, lemah, mual, napsu makan kurang dan penurunan berat badan. LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dsb. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu dialisis atau transplantasi ginjal. (Sudoyo & Setiohadi, 2009)
D. Pathway (Terlampir)
E. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Normal dengan Hasil Laboratorium Tn. MNo. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan Interpretasi1. Hemoglobin 9,1 13 – 18 g/dL ↓penurunan
produksi eritropoetin
2. Leukosit 14.640 5000 – 10.000
/uL ↑adanya glomerulositis
3. Eritrosit 3,0 4,5 – 6 106/ul ↓penurunan produksi eritropoetin
4. Hematokrit 27 42 – 50 % ↓penurunan produksi
eritropoetin5. Trombosit 87.000 150.000 –
400.000/uL ↓
6. MCV (Mean Corpuscular Volume)
88,7 82 – 92 Fl Normal
7. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
30,2 27 – 31 Pg Normal
8. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
34,1 32 – 36 % Normal
9. RDW (Redcell Distribution Width)
16,3 11 – 15 % ↑ukuran eritrosit yang heterogen anemia
10. MPV (Mean Platelet Volume)
11,1 6,5 – 11 Fl Normal
11. Ureum Darah 329,1 20 – 40 mg/dL ↑ketidakmampuan ginjal memfiltrasi ureum
12. Kreatinin Darah
19,29 0,5 – 1,5 mg/dL ↑ketidakmampuan ginjal memfiltrasi kreatinin
13. Glukosa Sewaktu
127 70 – 140 mg/dL Normal
14. Natrium 134 36 – 145 mmol/L ↓retensi cairan dan natrium pada klien GGK
15. Kalium 7,2 3,5 – 5 mmol/L ↑16. Klorida 96 91 – 110 mmol/L17. HbSAg Non
reaktifNon reaktif Normal
18. Anti HCV Non reaktif
Non reaktif Normal
(Potter & Griffin, 1997)
F. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
PROBLEM ETIOLOGY SIGN & SYMPTOMKelebihan volume cairan
Gangguan mekanise regulasi
DO : Tekanan darah tinggi 150/80 mmHg, frekuansi pernafasan cepat 28 x/menit, hemoglobin turun 9,1 g/dl, hematokrit turun
27%, natrium turun 14 mmol/L, terdapat edema
DS : Klien menyatakan rasa lemasKlien menyatakan rasa mualKlien menyatakan sesak nafas
Perubahan pola nafas
Hiperventilasi sekunder kompensasi melalui alkalosis respiratori
DO : Rasio pernafasan cpat 28 x/menit
DS : Klien menyatakan terkadang sesak nafas
Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
DO : Hemoglobin turun 9,1 g/dl, eritrosit turun 3 jt/uL
DS : Klien menyatakan rasa lemas
Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kelebihan tubuh
Faktor biologi DO : Hemoglobin turun 9,1 g/dLDS : Klien menyatakan rasa mual
Kerusakan integritas kulit
Zat kimia (Ureum) DO : Kadar Ureum darah naik 329,1 mg/dL
Diagnosis yang diprioritaskan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanise regulasi yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, RR, penurunan Hb, Na, Ht, edema, klien mengeluh lemas, mual dan sesak nafas.
NURSING CARE PLAN
DIAGNOSIS TUJUAN INTERVENSI RASIONALKelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanise regulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan terjadi peningkatan pada:
1. Keseimbangan cairan
2. Fungsi ginjal
Kriteria Hasil :1. Keseimbangan
cairana. Tekanan
darah turun
1. Manajemen cairana. Mengatur
intake dan output cairan
b. Monitor status hidrasi
2. Manajemen elektrolit: Hyperkalemiaa. Monitor fungsi
ginjal (kadar BUN dan Kreatinin)
3. Monitor tanda vitala. Monitor
tekanan darah
1. Manajemen cairana. Keseimbangan cairan
terjadi apabila jumlah intake cairan dan output cairan sama
b. Status hidrasi menunjukkan gambaran jumlah total air dan elektrolit dalam tubuh yang merupakan hasil dari pengaturan keseimbangan antara intake dan output
2. Manajemen elektrolit : Hyperkalemia
(1 – 3)b. Hematokrit
naik (1 – 3)c. Turgor kulit
baik (1 – 3)2. Fungsi ginjal
a. BUN turun (1 – 3)
b. Kreatinin serum turun (1 – 3)
dan frekuensi pernafasan
b. Monitor warna kulit, temperature, dan kelembaban
a. Tingginya kadar BUN dan kreatinin menandakan fungsi ginjal masih buruk
3. Monitor tanda vitala. Tingginya tekanan
darah menunjukkan besarnya volume cairan
b. Cepatnya frekuensi pernafasan menunjukkan adanya ketidakmampuan ginjal mengatur keseimbangan asam-basa, sehingga tubuh mengompensasi melalui respirasi
BAB IIIKESIMPULAN
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit gagal ginjal terjadi karena menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) yang disebabkan oleh infeksi, arterosklerosis, penumpukan zat toksik, dan obstruksi saluran kemih. Adanya GGK ini, ditandai dengan meningkatnya kadar leukosit, RDW, ureum, kreatinin, dan kalium, serta menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, eritrosit, dan natrium. Beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan untuk penyakit gagal ginjal kronis meliputi kelebihan volume cairan, perubahan pola nafas, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, dan kerusakan integritas kulit. Sesuai kasus PBL 1, diagnosa yang diprioritaskan adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanise regulasi. Berdasarkan diagnosa tersebut, tujuan yang diharapkan adalah kembali normalnya tekanan darah, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar ureum, dan penurunan kadar kreatinin. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu mengatur intake dan output cairan, monitor status hidrasi, monitor fungsi ginjal (kadar BUN dan Kreatinin), monitor tekanan darah dan frekuensi pernafasan, serta, monitor warna kulit, temperature, dan kelembaban.
LAMPIRANPATHWAY GAGAL GINJAL KRONIS
DAFTAR PUSTAKA
Dochter, Joan M, et al. (2004). Nursing Intervention Classification (NIC), Fourth Edition. St Louis: Mosby.
Guyton, A. C. (1987). Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.Moorhead, Sue, et al. (2006). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. St
Louis: Mosby.NANDA-I 2010/2011. (2010). Nursing Diagnosis: Definition and Classification,
Philadelphia, USA.Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit (6
ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.Purnomo, B. B. (2003). Dasar Dasar Urologi Ed. 2. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.Sudoyo, A. W., & Setiyohadi, B. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.