laporan pemicu 4musket

Upload: sialja

Post on 16-Jul-2015

442 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

LAPORAN DISKUSI

PEMICU 4 MODUL MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh : Kelompok Diskusi 1

Ariza Zakia Imani Irene Eka Renata S. Gabriel Khalik Perdana Putra Henry Hadianto Tri Juniar Ardhi Umar Syarif Asifa Erika Fitrianti Andari Putri Wardhani John Esmar Jikow Gultom Gustafianza Fachresha Pradana Ori Aprisia Putri

I11110009 I11110020 I11110022 I11110027 I11110040 I11110043 I11110045 I11110046 I11110053 I11109034 I11108007 I11108023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2012

0

PEMICU 4 Dina, anak perempuan usia 12 tahun, diantar oleh orang tuanya berobat ke poliklinik dengan keluhan nyeri pinggul kiri dan sudah 6 bulan ini jalannya pincang. Dua bulan sebelum pincang, Dina mengalami nyeri pinggul kiri yang disertai demam yang tidak tinggi yang berlangsung kira-kira 2 minggu. Orang tuanya sudah membawanya berobat ke puskesmas, bahkan membawanya je dukun urut, namun tetap tidak ada perubahan. Sejak kurang lebih 8 bulan yang lalu Dina sering batuk. Dokter memperhatikan Dina berbadan kurus. Pada pemeriksaan fisik, dokter menemukan gerakan panggul kiri terbatas dan nyeri bila digerakan. Posisi pangul kiri dalam sedikit fleksi aduksi dan lutut dalam sedikit fleksi. Gambaran radiologi yang diperoleh kemudian menunjukan garis permukaan sendi panggul yang mengabur dengan densitas tulang panggul menurun. A. Klarifikasi dan definisi Fleksi Abduksi : Tindakan membengkokkan atau keadaan dibengkokkan : Gerakan mendekati sumbu tubuh

Densitas : Kualitas yang padat atau rapat

B. Keyword o Anak perempuan 12 tahun o Mengeluh nyeri pada pinggul kiri dan 6 bulan ini jalannya pincang o 2 bulan sebelum pincang mengalami nyeri pinggul kiri disertai demam tidak tinggi kurang lebih 2 minggu o Sudah berobat ke puskesmas maupun ke dukun urut, tidak ada perubahan o Kurang lebih 8 bulan lalu sering batuk o Berbadan kurus o Gerakan oanggul kiri terbatas dan nyeri bila di gerakan o Posisi panggul kiri dalam sedikit flexi adduksi o Lutut sdalam sedikit fleksi o Hasil radiologi menunjukan garis permukaan sendi panggul mengabur dengan densisitas tulang panggul menurun

1

C. Rumusan masalah Dina 12 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggul kiri 6 bulan jalan pincang, 2 bulan sebelum pincang mengalami nyeri pinggul kiri disertai

demam selama 2 minggu serta kurang lebih 8 bulan yang lalu dan sering batuk D. Analisis masalah

Dina, 12 tahun

Keluhan utama Nyeri panggul kiri Jalan pincang sejak 6 bulan

Anamnesis

Riwayat Dahulu Bulan nyeri pinggul disertai demam Pernah berobat ke Puskesmas Berobat ke dukun Bulan lalu sering batuk

Riwayat Dahulu Bulan nyeri pinggul disertai demam Pernah berobat ke Puskesmas Berobat ke dukun Bulan lalu sering batuk

Pemfis

Radiologi

Diagnosis Diferensial Infeksi Coxitis Tuberkulosa Osteomielitis Non Infeksi Osteosarkoma Low Back Pain

Diagnosis Pasti

Tata Laksana

2

E. Hipotesis Dina 12 tahun mengalami osteonmielitis tuberkulosa dengan DD Coxittis Tuberkulosa F. Learning Issues 1. Anatomi Panggul 2. Patofisioogi nyeri panggul 3. Infeksi a. Osteomielitis 4. Neoplasma a. Osteosarkoma 5. Studi Kasus 6. Pengaruh penyakit yang dialami terhadap tumbuh kembang pasien 7. Terapi a. Psikologi b. Nutrisi c. Farmakologi d. Rehabilitasi 8. Gambaran normal radiologi tulang panggul G. Pembahasan Learning Issues 1. Anatomi Panggul

Anatomi panggulA. Lingkar panggul, Cingulum pelvicum

3

Gambar 1. Os sacrum dan lingkar panggul tampak dari atas

Pada gambar di atas, darah sebelah kranial Linea terminalis dinamakan panggul besar, Pelvis major, sedangkan daerah sebelah kaudal Linea terminalis dinamakan panggul kecil, Pelvis minor. Terdapat persambungan antar tulang-tulang lingkar panggul, Juncturae cinguli pelvici, yakni: 1. Sambungan antar tulang kemaluan, Symphysis pubica. 2. Persendian antar tulang kemudi dan tulang usus, Articulatio sacroiliaca. 3. Ligamen sacroiliaca anteriora Ligamen sacroiliaca posteriora Ligamen sacroiliaca interssea Ligamen sacrotuberale Ligamen sacrospinale Ligamen pubicum superius Ligamen pubicum inferius

Kemungkinan pergerakannya ialah pergeseran dan rotasi beberapa milimeter sehubungan dengan perubahan bentuk panggul secara menyeluruh pada keadaan diberi beban yang besar. B. Tulang panggul, Os coxae

4

5

C. Perbedaan panggul berdasarkan jenis kelamin

Pintu panggul pria mengalami penyempitan yang jelas karena adanya Promontorium os sacrum, sebaliknya panggul wanita memiliki pintu panggul yang lebih bulat dan oval melintang. Cabang-cabang Os pubis pada pria membentuk suatu sudut tegak lurus, Angulus subpubicus, sementara pada wanita berbentuk lengkung, Arcus pubicus, Ala ossis ilium pada panggul wanita dapat bergeser lebih lebar. Diameter terbesar Forramen obturatum pada panggul wanita terletak pada bidang

transversal, sementara pada panggul pria terletak pada bidang vertikal. D. Panggul, Pelvis

6

7

2. Patologi Nyeri Panggul Nyeri dapat dianggap sebagai ungkapan suatu proses patologik di tubuh kita. Oleh karena itu setiap pasien dengan keluhan nyeri harus diselidiki secara sestematik menurut jalur pemikiran anatomic dan patofisiologik. Pengetahuan tentang adanya jaringan peka-nyeri dan yang tak-peka-nyeri memberikan pegangan untuk berfikir secara relevan. Adapun jaringan peka-nyeri dan tak-peka-nyeri serta jenis stimulus menghasilkan atau tidak menghasilkan perasan yang menyakitkan ialah: 1. Jaringan subkutan adalah peka-nyeri terhadap tekanan dan zat kimia iritatif. 2. Otot adalah peka-nyeri terhadap tekanan, sayatan, dan zat kimia iritatif.

8

3. Fasia dan tendon adalah peka-nyeri terhadap tusukan dengan jarum, tekanan dan zat kimia iritatif. Demikian juga periosteum. Tetapi tulang kompakta adalah kurang peka-nyeri 4. Kartilago persendian tak-peka-nyeri, tetapi selaput simovialnya adalah sangat peka-nyeri terhadap ransang mekanik dan kimiawi 5. Enamel gigi (substansia adamantia dentis) tak peak nyeri, tetapi dentin serta pulpanya peka-nyeri terhadap perubahan suhu dan osmolalitas. 6. Pembuluh darah adalah peka-nyeri terhadap ransangan mekanik an kimiawi iritatif. Arteri lebih peka-nyeri daripada vena dan kepekaannya berlokasi di adventisia. Banyak serabut sensorik dan ujung-ujungnya di jaringan dalam dan di visceral berada di dekat pembuluh darah. Mungkin sekali nyeri visceral berada di dekat pembuluh darah. Mungkin sekali nyeri visceral dan nyeri dalam adalh hail perngsangan serabut saraf perivasular 7. Otak dan leptomeninges kauterasi, atau sayatan. 8. Serabut saraf sensorik atau campuran sensorik-motorik adalah peka-nyeri terhadap tusukan jarum, pensayatan, pemanasan dan zat kimia 9. Pleura parietal. peritorium parietal dan bagian-bagian perikardium parietal yang disarafi oleh serabut somatosensorik adalah peka-nyeri terhadap tusukan jarum, pergesekan dan zat kimia iritatif. Sebaliknya pleura visceral, pertonium visceral dan epikardium viseal adalah tak-peka-nyeri 10. Paru, liver, limpa, dan ginjal adalah tak-peka-nyeri terhadap pensayatan, tekanan, dan kauterasi 11. Miokardium adalah peka-nyeri terhadap zat kimia iritatif. Tarikan pada arteri koroner menghasilkan nyeri. 12. Esophagus pemotongan, tak-peka-nyeri. kauterisasi, Usus sehat tak-peka-nyeri bereaksi terhadap terhadap tak-peka-nyeri terhadap stimulasi listrik,

penjepitan,

tetapi

pengembungan. Masih belum jelas apakah kolik usus itu karena distensi, spasme muscular atau traksi terhadap mesenterium. Peradangan meningkatkan kepekaan saluran gastrointestinal dan lambung, lalu kolon dan apendiks yang terkena peradangan adalah peka-nyeri terhadap penjepitan atau penekanan mekanik apapun.

9

13. Pelvis renalis, ureter, basis kandung kemih dan uretra peka-nyeri terhadap pemotongan, penjepitan, kauterasi, dan bahan kimia iritatif 14. Testis sangat peka-nyeri terhadap penekanan, dikarenakan ujung-ujung seabut saraf di dalam tunika vaginalis 15. Korpus uteri tak-peka-nyeri, tetepi serviks bereaksi terhadap stimulasi listrik dan karena distensi Setiap jenis nyeri dicoraki dengan modalitasnya, yang berarti nyerinya dapat bersifat tajam, difus, atau menjemukan. Dengan

menggunakan sematik lain, nyeri dapat dikatakan sebagai kemeng, ngliu, linu, sengal atau pegal. Nyeri yang bersumber dari visea bersifat difus, yang berasal dari otot skeletal dapat dikatakan pegal, yang osteogenik dapat dituturkan sebagai kemeng, linu, atau ngilu dan yang bersumber pada saraf perifer bersifat tajam. A. Nyeri Neuromuskuloskeletal 1. Nyeri Neuromuskuloskeletal non-Neurogenik Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak dapat disebut nyeri neuromuskuoskleletal. Sebagian nyeri itu adalah nyeri yang bangkit dari proses patologik di jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri. Contohnya: artralgia (akibat proses patologik di persendian), mialglia (akibat proses patologik di otot), dan entesiaglia (akibat prosespatologik di tendon, fasia, jaringan miofasial, dan periosteum). Dalam pada itu didapati proses patologik setempat. Sebagian besar proses itu berupa peradangan bacterial, imunologik, non-infeksi, atau pendarahan dan proses maligne. Ini berarti bahwa pada lokalisasi nyeri didapati tanfa peradangan atau kelainan. Apabila proses lokalisasinya tidak dapat langsung dilihat, dengan menekan pada lokasi nyeri dapat diungkapkan adanya nyeri tekan, dengan menggerakkan bagian anggota gerak secara isotonic atau isometric aktif atau pasif dapat terungkap nyeri gerak aktif dan pasif , atau nyeri secara isometric. Nyeri tekan dapat terungkap dengan keluhan, terutama pada bagian menekan pada daerah tuberositas, kapsul

miofasialm

10

persendian, tulang, epinkondilus, tempat fraktur tulang, otot, dan berkas saraf. Nyeri gerak aktif dan pasif akan timbul apabila persendian yang terkena proses patologik. Dan nyeri itu terasa pada gerakan di seluruh penjuru (nyeri kapsulogenik). Tetapi jika hanya satu tendon saja atau satu berkas otot saja yang dilanda proses patologik, maka pada gerakan pasif dalam lingkup gerakan otot itu tidak akan bangkit nyeri. Sebaliknya jika otot itu bergerak secara aktif, maka nyeri akan dihasilkan (nyeri miotendiogenik). 2. Nyeri Neuromuskuloskeletal Neurogenik Jenis nyeri neuromuskuloskeletal, lainnya ialah nyeri akibat iritasi langsung terhadap serabut sensorik perifer. Nyeri ini dikenal dengan nyeri neurogenik, yang memiliki ciri khas: (1) nyerinya menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan (2) penjalaran nyeri itu berpangkal pada bagian saraf yang mengalami iritasi. Serabut sensorik perifer menyusun radiks posterior, saraf spinal, pleksus, fasikel, dan segenap saraf perifer. Nyeri neurogenik yang timbul akibat iritasi di radiks posterior dinamakan nyeri radikular. Secara teoritik nyeri neurogenik lainnya dapat disebut secara berurut nyeri pleksikular, nyeri fasikular dan nyeri neuritik. Akan tetapi di dalam klinik dibedakan hana nyeri radikular dan nyeri neuritik. 3. Jenis Nyeri Lain a. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik Nyeri akut dan nyeri kronik adalah dua tipe nyeri yang berbeda cukup signifikan. Nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan disebut nyeri akut.Awitan nyeri akut biasanya

mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untu segera bertindak menghilangkan nyeri. Apabila nyeri berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakkit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna biologic,

11

nyeri ini disebut nyeri kronik. Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus, akibat kausa keganasan dan nonkeganasan, atau

intermiten, seperti pda nyeri kepala migren rekuren. Nyeri yang menetap selama 6 bulan atau lebih secara umum digolongkan sebagai nyeri kronik. b. Nyeri Somatik dan Visceral Organ sensorik untuk untuk nyeri somatic adalah ujung-ujung saraf terbuka. Nyeri awal yang tajam dihantarkan melalui serabut penghantar-cepat dan nyeri terbakar nenpunyai efek lama berjalan melalui serabut saraf penghantar-lambat. Di viscera, terdapat reseptor khusus, yaitu kemoreseptor, baroresetor, osmoreseptor, dan reseptor tegang yang peka terhadap berbagai stimuli, antara lain iskemia, regangan, dan kerusakan kimiawi. Serabut aferen dari reseptor visceral mencapai susunan saraf pusat via susunan saraf otonom simpatis dan parasimpatis. Ketika sampai di susunan saraf pusat, impuls nyeri diteruskan melalui tractus ascendens yang sama yang dilewati oleh nyeri somatic dan akhirnya sampai di gyrus postcentralis. Nyeri visceral tidak mudah ditentukan lokalisainya dan sering berhubugan salivasi, nausea, muntah, takikardia, dan berkeringat nyeri viscera dapat dirasak sebagai nyeri di tempat lain yang jauh dari organ penyebab (nyeri alih) c. Nyeri Rujukan Serat otonomik membentuk berbagai sirkuit umpan balik visceral untuk integrasi dari impuls, tetapi tidak mencapai tingkat kesadaran. Beberapa impuls yang berhubungan dengan rasa nyeri secara sadar dapat dirasakan. Setiap iritasi menghasilkan reflex spasme dari otot polos. Inilah yang dirasakan sebagai nyeri dan sering disebut kolik, disebabkan, misalnya oleh batu ginjal atau batu empedu. Pembengkakan inflamasi dari organ atau iskemia, misalnya iskemia otot jantung, terasa seagai nyeri. 12

Nyeri yang berasal dari organ dalam biasanya difus dan sulit dilokalisir. Pasien sering mengalami sebagai nyeri rujukan di daerah terbatas pada permukaan tubuh(zona Head). Serat otonomik aferen mempunyai persamaan dengan serat somatic aferen dengan neuronnya terletak dalam ganglion spinalis serat ini menggunakan jaras dari radiks posterior untuk memasuki medulla spinalis. Serat otonom dari organ dalam dan serat aferen somatic dari miotom dan dermatom yang bersangkutan kemudian keluar dari kornu posterior, dan membentuk kumpulan. Dari kornu posterior, dua jenis impuls dikirim secara sentral oleh serat yang sama dalam traktus spinotalamikus lateral. Pada titik tersebut, nyeri yang berasal dari dalam organ tertentu diproyeksikan ke dalam dermatom atau miotom yang bersangutan dan dirasakn sebagai nyeri rujukan. Penanganan pasien dengan keluhan nyeri dapat dilakukan melalui pendekatan farmakologi dengan pemberian obat-obatan antianalgesia maupun melalui pendekatan nonfarmakologi. Metode nonfarmakologi untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Berikut akan diuraikan satu per satu: 1. Terapi dan modalitas fisik Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup berbagai bentuk stimulasi kulit. Dasar dari stimulasi kulit adalah teori pengendalian

gerbang pada transmisi nyeri. Stimulasi nyeri akan merangsang seratserat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin dan neurotransmitter lain yang menghambat nyeri. Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan untuk menstimulasi nyeri: a. Pemijatan atau penggosokan Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik-titik pemicu miofasial di seluruh

13

tubuh.

Untuk mengurangi gesekan digunakan minyak atau lotion.

Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan stimulasi local. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan individu yang penuh perhatian akan menghasilkan efek emosional yang positif. b. Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TNS atau TENS) Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda umumnya diletakkan di atas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksana nyeri akut dan kronik, nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer, dan artitis rematoid. TENS didasarkan pada teori

pengendalian gerbang. c. Akungpuntur Akungpuntur adalah teknik kuno dari Cina berupa insersi jarum halus ke berbagai titik akungpuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Pemakaian teknik akungpuntur diperlukan

pelatihan khusus. Efektivitas teknik ini dapat dijelaskan dengan teori control gerbang dan teori bahwa teknik akungpuntur dapat

merangsang pelepasan opioid endogen. d. Range of Motion exercise Teknik ini dapat digunakan untuk melemaskna otot, memperbaiki sirkulasi, dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas. e. Aplikasi panas Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama diketahui sebagai sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi, konveksi, maupun konversi. Nyeri akibat memar, spasme otot, dan arthritis berespon baik terhadap panas. Karena dapat melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah local, panas jangan digunakan setelah cedera traumatic saat masih ada edema atau peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin

14

meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamine, dan prostaglandin yang menyebabkan nyeri local. Panas juga mungkin merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak dpat dihambat. f. Aplikasi dingin Berbeda dengan apikasi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi dingin lebih efektif untuk nyeri akut, misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat, atau terkilir. Dingin dapat disalurkan dalam bentuk berendam atau kompres air dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin

menimbulkan efek analgesic

dengan memperlambat kecepatan

hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri.

Dari beberapa metode yang telah dibahas, ada beberapa metode yang mendasarkan keberhasilan metode tersebut pada teori control gerbang. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai teori control gerbang. Teori control gerbang nyeri berusaha menjelaskan variasi persepsi nyeri terhadap stimulasi yang identik. Prinsip dasar teori ini adalah sebagai berikut: a. Baik serat sensorik bermielin besar yang membawa informasi mengenai rasa raba dan propiosepsi dari perifer maupun serat kecil yang membawa informasi mengenai nyeri menyatu di kornu dorsalis medulla spinalis. b. Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi medulla spinalis di kornu dorsalis dimodifikasi oleh suatu mekanisme gerbang di sel-sel substansia gelatinosa. Apabila gerbanag tertutup, impuls nyeri tidak dapat diteruskan. Apabila gerbang terbuka, impuls

15

nyeri merangsang sel T di kornu dorsalis dan kemudian naik melalui medulla spinalis ke otak, tempat impuls tersebut dirasakan sebagai nyeri. c. Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relative aktivitas di serat aferen primer berdiameter besar dan berdiameter kecil. Aktivitas di serat besar cenderung menghambat transmisi nyeri. Aferan berdiameter besar merangsang neuron-neuron substansia

gelatinosa inhibitorik sehingga input ke sel T berkurang sehingga nyeri dihambat. Sebaliknya, aktivitas di serat berdiameter kecil menghambat sel-sel substansia gelatinosa inhibitorik sehingga meningkatkan intensitas nyeri. Inhibisi dan fasilitasi diperkirakan dilakukan oleh mekanisme presinaps dan pascasinaps. d. Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh impuls saraf yang turun dari otak. Aspek mekanisme ini didasarkan oleh banyaknya faktor psikologik yang diketahui mempengaruhi nyeri dan pada faktor bahwa kornu dorsalis medulla spinalis dipengaruhi oleh beberapa jalur yang turun dari otak. e. Apabila keluaran dari sel-sel T medulla spinalis melebihi suatu ambang kritis, terjadi pengaktifan sistem aksi untuk perasaan dan respon nyeri . apabila pengaktifan ini terjadi, input sensorik akan disaring dan aktivitas sensorik dan afektif yang berkelanjutan terjadi di tingkat sistem saraf pusat. Misalnya, terjadi interaksi antara pengendalian gerbang dan sistem aksi, atau otak dapat menyetel gerbang kembali sewaktu otak menganalisis dan bekerja

berdasarkan input sensorik yang diterimanya. 2. Strategi kognitif-perilaku Strategi kognitif-perilaku dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan member perasaan pada pasien untuk mengendalikan nyeri . strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan

khayalan, hypnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode ini menekankan salah satu relaksasi atau pemulihan namun pada praktiknya keduanya tidak dapat dipisahkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stress nyeri,

16

nyeri dan stress yang saling memperkuat. Metode ini bisa dilakukan dengan menginduksi relaksasi misalnya olahraga bernapas dalam, meditasi, dan mendengarkan music yang menenangkan. Pada teknik pengalihan, yaitu dengan mengurangi rasa nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain. Biasanya, bentuk pengalihan dari fasilitator yaitu dengan penciptaan khayalan dengan tuntunan sehingga pasien terdorong untuk memikirkan sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian dari nyeri. Teknik ini juga dapat dikombinasikan dengan relaksasi dan hypnosis. Hal yang perlu diperhatikan adalah semakin besar rasa nyeri maka semakin kompleks pula rangsangan pengalih yang harus diberikan. Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk mengalihkan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien sehingga ia dapat belajar untuk mengendalika parameter tersebut, termasuk suhu kulit, tegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah, dan gelombang otak. B. Neurofisiologi Nyeri Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses perangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Pada akhirnya terjadilah persepsi nyeri yang merupakan pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.

17

3. Infeksi a. Osteomielitis Osteomyelitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomyelitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan

ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut : 1. Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang

Haemophylus influensae 2. Osteomyelitis adalah infeksi tulang 3. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus 4. Osteomeylitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan struktur-strukturnya, sekunder terhadap infeksi dari organisme pyogenik (Carek P.J, 2001). 5. Osteomyelitis merupakan infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer S., 2000).

A. Klasifikasi Menurut patogenesisnya osteomyelitis ada 2 yaitu : 1. Osteomyelitis langsung/ direct/eksogen, yaitu kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka. Disebabkan oleh adanya fraktur terbuka, operasi (iatrogenik), atau penyebaran infeksi dari jaringan lunak lokal. 2. Osteomyelitis Sekunder atau hematogen, terjadi akibat

bakteremia, kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu fokus primer atau adanya riwayat infeksi ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria)..

18

Sedangkan osteomyelitis menurut perjalanan penyakitnya dibedakan atas: 1. Osteomyelitis akut, infeksi bakteri pada tulang dan sumsum tulang yang sering terjadi pada anak-anak dan berkembang antara dua minggu setelah onset penyakit. 2. Osteomyelitis subakut, berkembang antara satu sampai

beberapa bulan. 3. Osteomyelitis kronik, berkembang setelah beberapa bulan.

Dikarenakan pengobatan yang tidak adekuat pada keadaan akut sehingga menyebabkan perdarahan menahun tulang atau juga oleh karena diagnosis yang lambat. Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak. B. Etiologi 1. Agen penginfeksi osteomyelitis primer atau langsung meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonasa eruginosa. 2. Agen penginfeksi osteomyelitis sekunder atau hematogen meliputi S aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. C. Faktor predisposisi Faktor predisposisi pasien terhadap osteomyelitis meliputi 1. Menderita diabetes mellitus 2. Penyakit sickle cell 3. AIDS 4. Penyalahgunaan obat-obatan secara i.v., alkoholik 5. Penurunan kekebalan tubuh 6. Penyakit sendi kronik. 7. Penggunaan implant prosthetik dalam pembedahan ortopedik atau fraktur terbuka. 8. Mengalami nutrisi buruk

19

9. Lansia 10. Menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang 11. Mengalami kecelakaan D. Manifestasi klinis 1. Gejala klinis osteomylitis akut ada 3 stadium yaitu : a. Stadium Supurasi b. Stadium Nekrosis Tulang c. Stadium Pembentukan Tulang Baru 2. Gejala Umum a. Osteomyelitis akut 1) Nyeri daerah lesi 2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional 3) Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka 4) Pembengkakan local 5) Kemerahan 6) Teraba hangat 7) Gangguan fungsi 8) Lab = anemia, leukositosis b. Osteomyelitis kronis 1) Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri 2) Gejala-gejala umum tidak ada 3) Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur 4) Lab = LED meningkat E. Komplikasi Komplikasi dini dari osteomyelitis adalah

1. Kematian 2.Abses

3. Artritis septikKomplikasi lanjutnya adalah 1. Osteomielitis kronik 2. Fraktur patologis 3. Kontraktur sendi 20

4. Gangguan pertumbuhan4. Neoplasma a. Osteosarkoma A. Definisi Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas yang berasal dari sel primitif pada regio metafisis tulang panjang orang berusia muda.

B. Epidemiologi Merupakan tumor tulang kedua paling sering setelah myeloma. Sebagian besar yang terkena adalah anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Lokasi yang paling sering terkena adalah tulang yang paling aktif tumbuh, yaitu tulang paha, tulang kering, tulang lengan, dan tulang panggul. Pada orang dewasa, osteosarkoma dapat timbul sebagai salah satu komplikasi penyakit Paget.

C. Ciri-ciri Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) adalah tumor tulang ganas yang paling sering ditemukan pada umur 15 tahun. Osteosarkoma cenderung tumbuh di tulang paha (ujung bawah), tulang lengan atas (ujung atas) dan tulang kering (ujung atas). Ujung tulang-tulang tersebut merupakan daerah dimana terjadi perubahan dan kecepatan pertumbuhan yang terbesar. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri, pembengkakan dan pergerakan yang terbatas.

Pembengkakan pada tumor mungkin teraba hangat dan agak memerah. Tanda awal dari penyakit ini bisa merupakan patah tulang karena tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah. Patah tulang di empat tumbuhnya tumor disebut fraktur patologis dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Rontgen tulang yang terkena CT scan tulang yang terkena Pemeriksaan darah (termasuk kimia serum) CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru

21

Biopsi terbuka Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor.

D. Gejala Klinis y Gejala klinis yang paling utama adalah nyeri, yang pada awalnya ringan dan tidak sering, namun seiring dengan waktu akan menjadi sangat nyeri dan menetap y y y Dapat menimbulkan gangguan pada sendi Tumor berkembang secara cepat Karena tumor ini banyak pembuluh darahnya, maka

permukaannya hangat y Dapat terlihat adanya pembuluh darah yang melebar di

permukaan tumor

E. Penyebab Penyebab osteosarkoma adalah adanya keturunan orang berpenyakit osteosarkoma.

F. Cara Pengobatan Beberapa dekade yang lalu, kombinasi antara preoperatif dan postoperatif kemoterapi, serta pembedahan yang lebih efektif meningkatkan angka harapan hidup 5 tahun hingga 70%.

Penanganan bedah tergantung pada stadium tumornya. Semakin tinggi stadiumnya, semakin tumornya tidak dapat dioperasi.

Kemoterapi juga penting karena akan membunuh setiap sel tumor yang sudah mulai menyebar. Sebelum dilakukan pembedahan, diberikan kemoterapi yang biasanya akan menyebabkan tumor mengecil. Kemoterapi juga penting karena akan membunuh setiap sel tumor yang sudah mulai menyebar. Kemoterapi yang biasa diberikan: 1. Metotreksat dosis tinggi dengan leukovorin 2. Doxorubicin (adriamisin) 3. Cisplatin 4. Cyclophosphamide (sitoksan) 22

5. Bleomycin. Jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.

5. Studi Kasus Dari pemicu di didapatkan beberapa data sebagai berikut: Anamnesis: - anak perempuan, usia 12 tahun. - 6 bulan sudah pincang, 2 bulan sebelum pincang terasa nyeri di pinggul kiri disertai demam kurang lebih 2 minggu. - sejak 8 bulan sering batuk. Pemeriksaan fisik: - gerakan panggul terbatas+nyeri. - posisi panggul kiri sedikit flexi adduksi. - posisi lutut sedikit flexi. Pemeriksaan radiologi: - garis permukaan sendi panggul yang mengabur dengan densitas tulang panggul menurun.

Pertanyaan: a) Mengapa pada pasien gerakan panggul menjadi terbatas

(menyebabkan pincang) disertai nyeri? b) Apa yang menyebkan demam pada pasien? c) Apa hubungan batuk dengan perjalanan nyeri pada pasien? d) Interpretasi hasil pemeriksaan radiologi.

23

Jawaban: a) Gerakan panggul menjadi terbatas dikarenakan terjadi infeksi pada sendi dan tulang panggul tersebut. Karena adanya infeksi maka akan memicu terjadinya inflamasi. Proses inflamasi inilah yang akan menyebakan nyeri dan bengkak pada daerah setempat karena pelepasan berbagai mediator inflamasi. Salah satu mediatornya adalah prostaglandin. b) Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar Demam infeksi bisa

mikroorganisme

(virus,

bakteri,

parasit).

juga

disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun atau inflamasi lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) E2 di yang selanjutnya memicu yang produksi kemudian

prostaglandin

hipotalamus

anterior,

meningkatkan nilai ambang temperature dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu tubuh sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 410 C. c) Batuk berkepanjangan dapat mengindikasikan agen penyebab infeksi pada pasien tersebut. Jika dilihat dari gejala batuknya agen infeksi pada pasien tersebut adalah m. tuberculosis. d) Proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan vaskularisai jaringan setempat yang kemudian akan menyebabkan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh . darah terjadi pada tempat tersebut yang menyebabkan iskemia dan akhirnya terjadi nekrosis tulang. Infeksi dapat menyebar juga ke jaringan lunak atau sendi sekitarnya yang kemudian juga akan memicu terjadinya inflamasi pada daerah tersebut. Jika tidak ditangani sejak dini, maka dari nekrosis tulang tersebut dapat terbentuk suatu abses. Gambaran sendi tulang panggul yang mengabur dengan densitas tulang panggul yang menurun dikarenakan terjadinya nekrosis jaringan setempat, baik tulang maupun sendinya.

24

6. Pengaruh penyakit yang dialami terhadap tumbuh kembang pasien Masa anak-anak merupakan suatu masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Namun, juga rentan terhadap penyakit. Terjadinya suatu penyakit pada masa ini tentu saja akan mengganggu tumbuh kembangnya, baik itu dari segi pertumbuhan fisik, emosional, dan mental, dan sosial. Anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang akibat suatu penyakit biasanya akan mengalami penurunan kelajuan pertumbuhan fisik (dalam hal ini perkembangan sistem musculoskeletal), menjadi minder dan sulit bersosialisasi, serta kemampuan mengendalikan emosi yang rendah. Semua pengaruh ini bersifat relatif dan tergantung dari faktor internal (dari individu masing-masing) dan faktor eksternal (lingkungan dimana ia berada). 7. Terapi a. Nutrisi Berikut nutrisi yang baik untuk tulang: o Kalsium Kalsium merupakan mineral utama pembentuk tulang. 99% Kalsium berada dalam tulang dan gigi sedangkan 1%nya ada di dalam tubuh. Bila tubuh kekurangan kalsium, tubuh akan mengambilnya dari tulang dan bila terjadi terus menerus, tulang dapat menjadi tipis, rapuh, dan mudah patah. Kalsium terdapat dalam produk susu, brokoli dan produk dari kacang kedelai. Kebutuhan kalsium harian berkisar antara 1.000-1.200 mg per hari, tergantung usia seseorang. o Vitamin D Berperan penting dalam mempertahankan massa tulang karena membantu tubuh menyerap kalsium secara lebih efektif. Vitamin D merupakan regulator positif bagi metabolisme kalsium dan

meningkatkan penyerapan kalsium sebanyak 2,5 kali. Karenanya, suplemen kalsium yang mengandung vitamin D akan lebih efektif mencegah osteoporosis dan mengurangi risiko patah tulang akibat

25

osteoporosis. Kebutuhan harian yang disarankan untuk vitamin D adalah 200 hingga 400 IU/hari. Pada makanan, vitamin D bisa Anda dapatkan di minyak ikan, ikan tuna, salmon dan margarine. o VitaminC Membantu pembentukan tulang dan tulang rawan sehingga terbentuk jaringan sendi yang sehat. Kolagen yang merupakan bahan baku untuk tulang juga membutuhkan vitamin C untuk pembentukannya. Sebaiknya dikonsumsi sebanyak 1000 mg per hari. Contoh makanan yang mengandung vitamin C : jeruk, sayuran hijau, jambu biji, tomat dan pisang ambon. o VitaminE Vitamin ini dapat meningkatkan asupan oksigen ke otot dengan meningkatkan sirkulasi dan kemampuan gerak otot. Contoh makanan yang mengandung vitamin E : kecambah, bunga matahari,kacangkacangan, asparagus, pisang , mentega,stwaberi. Dosis suplemen vitamin E : 400 IU/hari o Zat besi Memiliki peranan dalam membantu transportasi oksigen ke sel darah yang dibutuhkan oleh enzim antioksidan untuk mengatasi kerusakan sendi. Dapatkan pada bayam dan daging sapi. o Magnesium Untuk pertumbuhan otot dan tulang. Terdapat pada kedelai, gandum dan kerang laut.

b. Farmakologi c. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah penerapan gabungan dan terkoordinirnya tindakan medis, sosial, pendidikan dan memberikan ketrampilan dengan melatih atau melatih kembali seseorang yang cacat (tak mempunyai kesanggupan melakukan tugas sehari-hari) ke arah tingkat yang semaksimal mungkin untuk mencapai tugas harian atau produksi dalam masyarakat (WHO).

26

Penyakit Ostromielitis tuberkulosa sering menyebabkan kecacatan dan dapat memberikan akibat yang memberatkan baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Adanya atau timbulnya kecacatan dapat mengakibatkan penderita mengeluh terus-menerus, timbul

kecemasan, ketegangan jiwa, gelisah, sampai mengasingkan diri karena rasa rendah diri dan tak berharga terhadap masyarakat. Sedang bagi keluarga sering menyebabkan cemas, bingung dan kadang-kadang merasa malu bahwa keluarganya ada yang cacat, dengan demikian

timbul beban moril dan gangguan sosial dilingkungan keluarga. Disamping itu kronisitas dan kecacatan dapat menimbulkan beban ekonomi baik bagi keluarga maupun masyarakat karena banyak pengeluaran tanpa ada produktivitasnya dalam arti banyaknya jam kerja yang hilang; atau bahkan penderita tidak dapat mengurus dirinya sendiri sehingga timbul ketergantungan dengan konsekuensi menambah

pengeluaran bagi perawatan dirinya. Untuk melaksanakan rehabilitasi diperlukan suatu team yaitu : dokter yang berkecimpung dalam rematologi dan rehabilitasi, psikiater atau psikolog, ahli bedah ortopedi, fisioterapis, paramedik/perawat, occupational therapist, pekerja sosial medis, ortotik prostetik. Dalam mengerjakan rehabilitasi prinsipnya adalah : y y Mengurangi rasa sakit. Mencegah jangan timbul kecacatan atau bertambahnya kecacatan. y y Menjaga kapasitas fungsional penderita. Meningkatkan kapasitas fungsional penderita secara maksimal sehingga masih tetap dapat berperan di dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan rehabilitasi harus diadakan evaluasi rehabilitasi dan keseluruhan masalah penderita yaitu : 1. Medis / Klinis : (a) Riwayat penyakit. (b) Pemeriksaan laboratorium umum dan khusus. (c) Pemeriksaan jasmani secara keseluruhan. (d) Konsultasi spesialistis, tergantung organ mana yang perlu ditangani secara khusus. 27

2. Aspek fungsional fisik yang berhubungan dengan masalah muskuloskeletal/lokomotor : (a) Pemeriksaan kemampuan otot. (b) Penilaian jarak gerak sendi. (c) Penilaian kegiatan harian meliputi mengurus diri sendiri, ambulasi, toleransi terhadap suatu kegiatan. 3. Aspek psikososial : (a) Penilaian inteligensi dan reaksi terhadap sakitnya. (b) Penilaian sakitnya. (c) Penilaian oleh pekerja sosial medis tentang potensipotensi serta kekurangan-kekurangan masalah lingkungan dan sosial yang berhubungan dengan penderita untuk dapat kembali ke masyarakat. (d) Tes jabatan/pekerjaan untuk terapi pre-vokasional. Dari uraian medis, fungsional dan psikososial tersebut kita harus mencoba melihat kenyataan pada tujuan rehabilitasi, dengan menentukan sasaran yang cukup fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan perjalanan penyakitnya. Program rehabilitasi fisik harus dilakukan secara intensif oleh fisioterapis dan occupasional-therapist dengan mengingat jenis penyakit rematik serta perjalanan penyakitnya. Sebagai pedoman dapat kita memakai konsep dari Smith (1972) yang terkenal dengan suatu rencana Piramida pengobatan. Ini didasarkan pada usaha mengatasi problema-problema yang terjadi sesuai dengan perkembangan klinis yang berbeda-beda dan problema-problema tidak terduga dari kemampuan penyesuaian dengan keadaan

peradangan sendi maupun kegiatan penyakit itu sendiri secara sistemik. Macam dan bentuk pengobatan/usaha rehabilitasi tergantung dari problematika yang timbul serta derajat luas kerusakan struktural maupun fungsional serta kecepatan progresivitasnya. Rencana Piramida tersebut digambarkan dalam suatu program yang "comprehensip" terdiri dari "Basic Program" dan program-program lain sebagai kelanjutan atau tambahan dari "Basic Program" tersebut. Level 1 (Basic Program)

28

Adalah usaha yang pertama-tama ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit, meredakan inflamasi, mencegah kecacatan dan membantu penderita dalam mengatasi problema psikologis yang timbul sebagai akibat dari penyakit kronis yang meninggalkan kecacatan ini .

Level 2 Pada kasus-kasus yang agak berat yang menyerang beberapa persendian dengan perkembangan kecacatan yang menyolok, maka "Basic Program" saja adalah tidak cukup perlu ditambah dengan antara lain kemoterapi Level 3y

Terapi kombinasi INH dan PAS selama 18 bulan, awal terapi diberi tambahan obat

y

Isonikotinik hidrasit ( INH ) dengan dosis oral 5 mg / kg BB per hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak anak 10 mg / kg BB.

y y y

Asam para amino salisilat. Dosis oral 8 12 mg / kg BB Etambutol. Dosis oral 15- 25 mg /kg BB per hari Rifampisin. Dosis oral 10 mg / kg BB diberikan pada anak anak. Pada orang dewasa 300 400 mg per hari.

y

Sreptomisin.

Level 4 Untuk mengurangi penderitaan, disamping kemoterapi, juga dilakukan operasi radikal dengan eksisi fokus tuberculosis dan pencangkokan memberikan tulang hasil yang autologous lebih baik relative. daripada Fusi anterior

debridement.

Keuntungan operasi radikal ini tidak banyak, maka tidak dianjurkan dilakukan pada awal perjalanan penyakit, kecuali bila ada perluasan penyakit selama kemoterapi, pembentukan lesi yang tak-stabil, dan timbulnya abses para-vertebral. Level 5 Alat-alat ortopedi yang baru perlu diperkenalkan, juga

penggunaan obat-obatan yang tidak mengakibatkan toksisitas

29

tinggi dicoba dan diteruskan begitu juga operasi-operasi yang dimaksudkan untuk percobaan.

8. Gambaran normal radiologi tulang panggul

Male

Female

H. Kesimpulan Dina 12 tahun mengalami coxittis tuberkulosa dengan dilakukan pemeriksaan penunjang

30

DAFTAR PUSTAKA

Carek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2001, Diagnosis and Management of Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians. Guyton, Arthur C dan Jhon E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Jakarta : EGC Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Jilid I. Jakarta: Sagung Seto. Mansjoer S., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta. Price Sylvia Anderson, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Ed 6. Jakarta: EGC. Palmer P.E.S, dkk. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum, Cetakan IV. Jakarta: EGC R. Putz & R.Pabst.2006. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Jakarta : EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Sudoyo, Aru W et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. Sylvia, A. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Wilson,Lorraine, Mc Carty dan Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi, Volume 2. Jakarta:EGC.

31