laporan pendahuluan appendisitis

39
LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical di Ruang Operasi RST dr. Soepraoen Malang OLEH: Maqhviroh Nurvitasari R. NIM. 105070200111045

Upload: eka-fitri-cahyani

Post on 24-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

APENDISITIS

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATANAPPENDISITIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical di Ruang Operasi RST dr. Soepraoen Malang

OLEH:Maqhviroh Nurvitasari R.

NIM. 105070200111045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

1. ANATOMI FISIOLOGI

Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan

sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan oleh

folikel limfoid yang banyak pada apendiks (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Apendiks memiliki panjang sekitar 3-15 cm dan diameter 0,5-1 cm. Pada

bagian proksimal, lumen apendiks sempit dan melebar di bagian distal. Pada

bayi, apendiks berbentuk kerucut, di mana bagian pangkal melebar dan

semakin menyempit ke arah ujung. Hal ini merupakan salah satu faktor insidensi

apendisitis yang rendah pada umur tersebut (Pieter, 2005).

Sekitar 65% apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan ini

menyebabkan apendiks dapat bergerak sesuai dengan panjang mesoapendiks

yang menggantungnya. Apendiks juga dapat terletak di retroperitoneal, yaitu di

belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon

asendens. Letak apendiks dapat menentukan manifestasi klinis apendisitis

(Pieter, 2005).

Appendiks tampak pertama kali saat minggu ke-8 perkembangan embriologi

yaitu bagian ujung protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,

pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, kemudian

berpindah dari medial menuju katup ileosekal (Pieter, 2005).

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Apendiks memiliki 4 lapisan yaitu, mukosa, submukosa, muskularis

eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Apendiks dapat

tidak terlihat karena membran Jackson yang (lapisan peritoneum) menyebar

dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup sekum dan apendiks.

Lapisan mukosa terdiri dari satu lapis epitel bertingkat dan crypta lieberkuhn.

Dinding dalam (inner circular layer) berhubungan dengan sekum dan dinding

luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia coli pada

pertemuan sekum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan

untuk mencari apendiks. diantara mukosa dan submukosa terdapat

lymphonodes. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan

elastik yang membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan limfe (Pieter,

2005).

Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang

mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada

apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.

apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,

misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren

(Pieter, 2005).

Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks

tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis (Pieter, 2005).

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun

tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh (Pieter, 2005).

Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah

lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan

kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan

limfoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Immunoglobulin sekretorius dihasilkan sebagai bagian dari jaringan limfoid yang

berhubungan dengan usus untuk melindungi lingkungan anterior. Apendiks

bermanfaat tetapi tidak diperlukan (Schwartz, 2000).

2. DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur

baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia

10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga

abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen

darurat. Jadi, dapat disimpulkan apendisitisadalah kondisi dimana terjadi infeksi

pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling

sering terjadi.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis

kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

a. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

tidak disertai rangsang peritonieumlokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah

epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan

berpindah ke titik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih

jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat

b. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik

apendiks secara makroskopikdan mikroskopik. Kriteria mikroskopik

apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan

parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis kronik antara

1-5%.

4. FAKTOR RISIKO

a. Usia

Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa

muda. Penelitian Addins(1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi

pada usia 10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3

per 10.000 penduduk. Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan

limfoid karena jaringan limfoid mencapai puncak pada usia pubertas.

b. Jenis Kelamin

Penelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate

(SSMR) pria : wanita yaitu8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 :

1. Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu

154,7 : 144,6 per 100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1. Kesalahan

diagnosa appendicitis 15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya

gangguan yang sama dengan appendicitis seperti pecahnya folikel ovarium,

salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium, dan penyakit ginekologi

lain.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

c. Ras

Faktor ras berhubungan dengan pola makan terutama diet rendah

serat dan pencarian pengobatan. Penelitian Addins (1996) di Amerika

Serikat, IR kulit putih : kulit hitam yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk

dengan rasio 1,5 : 1. Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR

kulit putih : kulit hitam yaitu 2,9 : 1,7 per 1.000 pendudukdengan rasio 1,7 :

1.

Penelitian Ponsky (2004) di Children's National Medical Center

Amerika Serikat dengan desain Case Control pada anak umur 5-17 tahun

didapat penderita ruptur appendicitis 1,66 kali lebih besar pada anak

keturunan Asia (Odds Ratio [OR]: 1,66; 95% Confidence Interval [CI] : 1,24-

2,23) dan 1,13 kali lebih besar pada anak kulit hitam (OR: 1,13; 95% CI:

1,01-1,30) dibandingkan anak bukan penderita ruptur appendicitis.

Penelitian Smink (2005) di Boston dengan desain Case Control pada anak

umur 0-18 tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,24 kali lebih besar

pada anak kulit hitam (OR: 1,24; 95% CI: 1,10–1,39) dan 1,19 kali lebih

besar pada anak hispanik (OR: 1,19; 95% CI: 1,10–1,29) dibandingkan anak

bukan penderita ruptur appendicitis.

d. Faktor Agent

Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada

di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis

dan Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp,dan

Bacteriodes splanicus. Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob

96% dan aerob 4%

e. Faktor Environment

Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola

makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu

konsumsi tinggi lemak dan rendah serat. Penelitian epidemiologi

menunjukkan peran konsumsi rendah serat dan pengaruh konstipasi

terhadap timbulnya appendicitis. Kebiasaan konsumsi rendah serat

mempengaruhi defekasi dan fekalith menyebabkan obstruksi lumen

sehingga memiliki risiko appendicitis yang lebih tinggi

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

5. ETIOLOGI

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit

ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang

apendiks, diantaranya:

a. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)

yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia

jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda

asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-

macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus

apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa

tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis

akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi

memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi

feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan

adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,

lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman

yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan

aerob

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari

organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan

letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan

kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat

dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

d. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko

lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat

sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola

makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang

dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,

memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

e. Faktor infeksi saluran pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran

pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus

apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran

pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.

6. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan

mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus

tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan

yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edemabertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan

terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut

dengan apendisitis gangrenosa.Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendik shingga timbul suatu massa lokal

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

yang disebut infiltrate apendikularis.Peradangan pada apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah

terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

Massa/Tinja/Benda Asing↓

Obstruksi lumen apendiks↓

Peradangan↓

Sekresi mukus tidak dapat keluarPembengkakan jaringan limfoid

↓Peregangan apendiks

↓Tekanan intra-luminal ↑Suplai darah terganggu

↓ Hipoksia jaringan

↓Nyeri

7. MANIFESTASI KLINIS

a. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen

atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit

ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa

kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit

menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap

dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

b. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.

c. Demam tidak tinggi (kurang dari 38 0C), kekakuan otot, dan konstipasi.

d. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan

terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan

biasanya.

e. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan

juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal.

Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila

posisi appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan fisik

Inspeksi, pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling,  sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan

distensi perut.

Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa

nyeri.  Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan

perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila

tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada

perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga

dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji

psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi

sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian

paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.

psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan

dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada

apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit

diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis.

Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

b. Laboratorium

Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein

(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-18.000/mm (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada

CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.CRP adalah salah satu

komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya

proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.

Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.

c. Radiologi

Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,

sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang

dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka

sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan

mempunyaitingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

d. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan

infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

e. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

f. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)

Pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa adanya kemungkinan

kehamilan.

g. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan

Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

kemungkinan karsinoma colon.

h. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti

appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis

dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

i. Analisa Urin

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis

yang hampir sama dengan appendisitis.

9. PENATALAKSANAAN

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap

kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara

menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain:

1) Diet Tinggi Serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi

serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian

membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk

kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam makanan

mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang

membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar

sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada

dinding kolon.

2) Defekasi yang teratur

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran

feces. Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar

volume feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu

yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu

keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan

keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.

Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi

feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan

tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces

memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai

infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat

untuk mencegah timbulnya komplikasi.

1) Pemeriksaan Fisik

- Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang

spesifik dan terlihat distensi perut.

- Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa

nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan

perut kanan bawah merupakan kunci diagnosa appendicitis. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan

di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut

kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

- Pemeriksaan Rectum

Pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan letak

appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang

meradang terletak di daerah pelvic.

- Pemeriksaan uji PSOAS dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan

untuk mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi

panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.

psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada

uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul

pada posisi terlentang. Bila appendiks yang meradang kontak

dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,

maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.

c. Penatalaksanaan Medis

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi

penanggulangan konservatif dan operasi.

1) Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang

tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian

antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada

penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian

cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

2) Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka

tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks

(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik

dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks

dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

Apendiktomi

Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas,

maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin

mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam

jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses

dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan

Pasca Operasi

Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan

pernafasan.

Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi

cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,

selam pasien dipuasakan

Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa

dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan

menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring

dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di

tempat tidur selama 2x30 menit

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar

Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

3) Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi

utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan

terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau

antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan

pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar

infeksi intra-abdomen

10. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling

sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di

bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%

terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks

yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna

memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan

pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:

a. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa

lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.

Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh

omentum

b. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri

menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama

sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat

diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul

lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 0C, tampak toksik, nyeri

tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).

Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat

menyebabkan peritonitis.

c. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi

berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi

tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya

peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,

usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi,

syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria Peritonitis disertai rasa sakit perut

yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis

11. ASUHAN KEPERAWATAN

DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN

Aktifitas/Istirahat : Malaise (rasa sakit/tidak enak badan)

Sirkulasi : Takikardi

Eliminasi :

Gelaja : Konstipasi pada tahapan awal, kadang-

kadang

diare

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas,

kekakuan, penurunan atau tak ada bising usus

Makanan dan Cairan :

Gejala : Anoreksia, mual dan muntah

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Nyeri/Kenyamanan :

Gelaja : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan

umbilikus yang meningkat berat dan

terlokalissi pada titik Mc. Burney (setengah

jarak antara umbilikus & tulang ileum kanan),

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau

napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga

perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan

berbagai rasa nyeri/gejala tak jelas

(sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh

retrosekal atau sebelah ureter

Tanda : Prilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau

telentang dengan lutut ditekuk : meningkatnya

nyeri pada kuadran kanan bawah karena

posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak

Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi

Peritoneal

Keamanan :

Tanda : Biasanya demam

Pernapasan : Takipnea, pernapasan dangkal

Pemeriksaan Diagnostik :

Sel darah putih ; diatas 12.000/mm3 (lekositosis), neutrofil meningkat

sampai 75 %

Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosist mungkin ada

Foto Abdomen : Dapat menyatakan adanya pengerasan material

pada apendiks (fekalit)

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Sebelum operasi

1. Nyeri Abdomen b.d Obstruksi dan peradangan apendiks

2. Potensial kekurangan volume cairan b.d mual, muntah,anoreksia dan

diare

3. Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan post op b.d kurang

terpapar terhadap informasi

4. Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis b.d perforasi/ruptur

apendiks

Sesudah Operasi

1. Potensial tidak efektifnya pola napas b.d efek anastesi dan mobilisasi

2. Nyeri b.d Luka operasi

3. Kerusakan integritas kulit b.d luka oprasi

4. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan di

rumah dan tindak lanjut yang dibutuhkan.

5. Potensial kekurangan cairan dan elektolit b.d demam dan

pemasukan cairan yang tidak memadai.

PERENCANAAN dan PELAKSANAAN

Sebelum Operasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN I

Nyeri abdomen b.d obstruksi dan peradangan apendiks

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahankan kenyamananya selama perawatan

Kriteria Evaluasi :

Dalam 1-2 jam intervensi penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien

tentang nyeri menurun, dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-indikator

obyektif, seperti meringis, wajah dan posisi tubuh relaks (tidak ada/menurun)

Intervensi Keperawatan

1 Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri

dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri) - 10 (nyeri paling buruk). Waspada

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

tentang karakteristik ketidaknyamanan selama tahap-tahap berikut dari

apendisitis :

Tahap awal : Nyeri abdomen (baik epigastrsik atau umbilikal) yang

mungkin tidak jelas atau menyebar: mual dan muntah : demam:

sensitifitas diatas area apendiks

Tahap intemediet (akut) : Nyeri berpindah dari epigastrium ke

kuadran kanan bawah pada titik Mc Burney dan meningkat dengan

berjalan atau batuk. Nyeri dapat disertai dengan sensasi konstipasi.

Anoreksia, malaise, kadang-kadang diare, penurunan peristaltik usus

juga terjadi.

Apendisitis akut dengan perforasi : peningkatan nyeri umum:

berulangnya muntah, peningkatan kekakuan abdomen.

2. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya

3. Kolaborasi therapi dengan pemberian antiemetik, sedatif, dan analgesik

sesuai program.

4. Pertahankan pasien puasa sebelum pembedahan untuk memberikan

kenyaman pada peristaltik usus : setelah pembedahan, mual muntah

biasanya hilang

5. Ajarkan teknik untuk pernapasan dalam untuk menurunkan stress dan

membantu relaks otot yang tegang.

6. Bantu posisi pasien untuk kenyaman optimal. Beberapa pasien

menemukan kenyamanan pada posisi miring dengan lutut ditekuk,

sedangkan yang lain merasa nyerinya hilang apabila telentang dengan

bantal dibawah lutut.

7. Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri

8. Ciptakan lingkungan yang tenang

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

Potensial kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia dan diare.

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal

selama perawatan

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Kriteria Evaluasi

Dalam jangka 1-2 jam intervensi diberikan dapat lihat tanda sebagai berikut :

bibir tidak kering, mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak kering.

Intervensi Keperawatan

1 Kontrol TV terhadap peningkatan suhu, peningkatan frekwensi nadi,

hipotensi tiap 4 jam

2 Puasa makan dan minum

3 Pasang infus dan pipa lambung sesuai program medik

4 Kontrol cairan keluar dan masuk bila urin < 30/jam, laporkan Dokter

5 Jauhka makan-makanan/bau-bauan yang merangsang mual muntah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN III

Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan post op b.d kurang

terpapar terhadap informasi

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan meningkatkan pengetahuanya

Kriteria Evaluasi :

Pasien mengungkapkan pengetahuan tentang prosedur pembedahan

termasuk persiapan preoprasi dan sensasi dan perawatan operasi dan

sensasi, dan mendemostrasikan latihan pascaoprasi dan menggunakan alat

sebelum preosedur pembedahan atau pada kedaruratan selama periode

pascaoperasi segera.

Intervensi keperawatan

1. Kaji pemahaman pasien tentang diagnosis,prosedur bedah,rutinitas

praoperasi dan program pasca operasi. Evaluasi tentang hasrat pasien

terhadap informasi tentang diagnosis dan prosedur.

2. Jelaskan tentang diagnosis dan prosedur pembedahan sesuai

kebutuhan.

3. Jelaskan tentang peristiwa preoperasi :

Dimana pasien akan berada sebelum, selama, dan segera setelah

operasi.

Obat-obatan preoperasi dan waktu pembedahan.

Penatalksanaan nyeri, termasuk sensasi yang akan dirasakan.

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Pemasangan kateter, selang, dan alat pemberian oksigen.

Perubahan diet,termasuk puasa.

Pembatasan aktifitas dan posisi

Perlunya menghindari merokok selama periode perioperasi.

Jam kunjungan dan lokasi ruang tunggu.

4. Jelaskan aktifitas, latihan, dan kewaspadaan pascaoperasi. Izinkan

pasien kembali mendemonstrasikan alat dan latihan berikut dengan

cepat:

Napas dalam dan latihan batuk

Penggunaan alat infus PCA

Gerakan naik turun dari tempat tidur

5. Sebelum pasien pulang, ajarkan tentang aktifitas yang yang dilakukan :

Meningkatkan aktifitas secara bertahap, menghindari secara bertahap

sesuai toleransi, menghindari mengangkat beban ( > 5 kg ), menghindari

mengemudi mobil ( sering selama 4 – 6 mgg )

6. Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan

mengekspresikan perasaan ansietas : bersikap menenangkan dan

mendukung.

DIAGNOSA KEPERAWATAN IV

Potensial terjadi komplikasi peritonitis b.d perforasi/ruptur apendiks

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan bebas dari infeksi (komplikasi)

Kriteria Evaluasi :

Nyeri abdomen tidak bertambah hebat, tanda vital normal, tidak ada tanda-

tanda gelisah, dehidrasi dan akral tidak dingin.

Intervensi keperawatan :

1. Observasi tanda-tanda vital

2. Kontrol secara teratur tanda-tanda peritonitis dan laporkan segera bila

perlu

3. Beri makanan dan cairan batasan sesuai program

4. Kalau perlu pasang pipa lambung, infus sesuai program medik

5. Jangan berikan huknah, klisma atau obat pencahar

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

6. Bila tanda dan gejala peritonitis muncul, maka :

- Puasakan

- Beri posisi setengah duduk dan tirai baring

- Pantau efek pembelian obat

- Beri dukungan pada pasien

- Beri antibiotik sesuai program medik

Sesudah Operasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN I

Potensial kurang efektifnya pola napas b.d pengaruh anastesi dan mobilisasi

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahankan pola napas yang normal selama perawatan

Kriteria Evaluasi :

Bunyi di kedua paru bersih, tidak ada lendir, pernapasan 18 x/menit.

Intervensi keperawatan

1 Kaji pola, suara, frekuensi pernafasan

2 Bantu pasien dan ajarkan untuk tirah baring, batuk dan napas dalam

3 Beri posisi setengah duduk

4 Mobilisasi dini

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

Nyeri b.d Luka pembedahan

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahankan kenyamananya selama perawatan

Kriteria Evaluasi :

Dalam 1-2 jam intervensi penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien

tentang nyeri menurun, dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-indikator

obyektif, seperti tidak meringis, wajah dan posisi tubuh relaks, luka operasi,

tidak ada tanda –tanda infeksi

Intervensi Keperawatan

1 Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri

dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri_ - 10 (nyeri paling buruk). Beri

2 Beri posisi tidur nyaman

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

3 Kolaborasi therapi analgesik sesuai program.

4 Ajarkan cara mengulangi nyeri :

- Napas dalam dan batuk efektif

- Tidur terlentang, kedua telapak tangan menekan daerah luka operasi

dengan bantal kecil

- Relaksasi

5 Mobilisasi bertahap

6 Lakukan program medik

7 Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri

8 Ciptakan lingkungan yang tenang

DIAGNOSA KEPERAWATAN III

Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahankan integritas kulit yang normal selama perawatan

Kriteria Evaluasi

Luka insisi sembuh tanpa ada tanda-tanda infeksi

Intervensi Keperawatan

1 Pantau luka pembedahan dari tanda –tanda peradangan : demam,

kemerahan, bengkak, dan cairan yang keluar terhadap warna, jumlah

dan karakteristik

2 Rawat luka secara steril

3 Beri makanan berkualitas atau dukung pasien untuk makan yang bergizi

untuk mempercepat proses penyembuhan

4 Beri atibiotik sesuai program medik

DIAGNOSA KEPERAWATAN IV

Kurang pengetahuan tentang perawatan dirumah dan tindak lanjut yang

dibutuhkan b.d kurang terpapar terhadap informasi

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan meningkatkan pengetahuanya tentang perawatan dirumah dan

tindak lanjut yang dibutuhkan.

Kriteria Evaluasi :

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Pasien mengungkapkan pengertianya tentang perawatan di rumah dan

tindak lanjutnya..

Intervensi keperawatan

1 Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering

2 Diskusikan tanda gejala infeksi luka, laporkan pada dokter bila terjadi

3 Diskusikan tentang diit yang tidak merangsang peristaltik usus dan

anjurkan nutrisi yang memadai

4 Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang

5 Berutahukan pasien untuk menghindari latihan fisik yang berat untuk

beberapa minggu.

6 Kontrol kembali ke dokter sesuai tanggal yang ditentukan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN V

Potensial kekurangan cairan dan elektrolit b.d demam dan pemasukan cairan

yang tidak memadai

Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempertahankan cairan dan elektrolit yang seimbang selama

perawatan

Kriteria Evaluasi :

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (bibir tidak kering, mukosa membran

lembab, tidak sering kehausan, pemasukan cairan mencukupi.

Intervensi keperawatan

1 Kaji keadaan turgor kulit dan selaput lendir

2 Observasi tanda-tanda vital

3 Catat cairan masuk dan keluar

4 Beri cairan infus sesuai prgram medik

5 Beri diit sesuai program medik dan tingkatkan secara bertahap

6 Jaga pipa lambung yang ada, perhatikan warna cairan, jumlah dan

karasteriktik

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Guyton,

AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9 . Jakarta: EGC.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6.

Jakarta: EGC.

Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:

EGC.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta:

EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, volume 2.

Jakarta: EGC.

Sylvia A Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, edisi 4 buku. Jakarta: EGC.

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS