laporan pendahuluan bp1

Upload: putra-philiang

Post on 30-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

text

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN BPH 08.32 Diposkan oleh AKHLIS HIDAYATUL AKBAR Label: LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN BPH

A. Konsep Dasar1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).Dari kedua pengertian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria dewasa lebih dari 50 tahun.Reseksi Transuretra pada Prostat ( TURP ) adalah pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat melalui

sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra (Susan, M.T, 1998: 607).Sedangkan tokoh lain mengatakan bahwa TURP adalah prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan sistoskop atau resektoskop dimasukkan melalui uretra ( Marilynn, E.D, 2000 : 679 ).Maka pengertian TURP menurut kesimpulan penulis adalah pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat yang telah menyebabkan obstruksi uretra dengan sistoskop atau resektoskop yang dimasukkan melalui uretra.2. Faktor - faktor yang mempengaruhia. Anatomi fisiologiKelenjar prostat terletak tepat dibawah buli buli dan mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul.Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma ( penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan ( prostatitis ). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal ( tumor ) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urin. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki - laki usia lanjut ( FK UNAIR / RSUD dr. Soetomo : 19 ).

b. PatofisiologiPembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa :hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS (Basuki, 2000 : 76).Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal ( Sunaryo, H, 1999 : 11 ).

c. EtiologiPenyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat antara lain :1). DihydrotestosteronPeningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteronPada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.3). Interaksi stroma - epitelPeningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.4). Berkurangnya sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.5). Teori sel stemSel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

d. DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain : 1). AnamnesaKumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi serta disuria. IPSS (International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Keadaan klien BPH dapat ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh :a). Skor 0 - 7 = gejala ringan.b). Skor 8 - 19 = gejala sedang.c). Skor 20 35 = gejala berat.2). Pemeriksaan FisikDilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :a). Derajat I = beratnya 20 gram.b). Derajat II = beratnya antara 20 40 gram.c). Derajat III = beratnya 40 gram.3). Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya juga diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.4). Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :a). Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.c). Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.5). Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologika). BOF (Buik OverzichUntuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.b). USG (Ultrasonografi)Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. c). IVP (Pyelografi Intravena)Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli buli dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan. Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal tumor dan divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual urin.6). Pemeriksaan PanendoskopUntuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli (Sunaryo, H, 1999 : 11-21).

e. PenatalaksanaanModalitas terapi BPH adalah : 1). Watchful (observasi)Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien2). MedikamentosaTerapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat kontraindikasi atau belum well motivated Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.3). PembedahanIndikasi pembedahan pada BPH adalah :a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.b). Klien dengan residual urin 100 ml.c). Klien dengan penyulit.d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.Pembedahan dapat dilakukan dengan :a). Pembedahan biasa / open prostatektomi.b). TURP.TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi selapis dan dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit, tergantung besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan akuades atau cairan isotonik tanpa elektrolit. Prosedur ini dilakukan dengan anastesi regional ( Blok Subarakhnoidal / SAB / Peridural ). Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa hari. Sering dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon dikembangkan dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 30 50 ml yang digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara traksi selama 6 24 jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke paha klien atau dengan memberi beban (0,5 kg) pada kateter tersebut melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat menimbulkan penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga mengakibatkan stenosis buli buli karena ischemi. Setelah traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan pada paha bagian proximal atau abdomen bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau 24 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas .Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3 5. Untuk pelepasan kateter, diberikan antibiotika 1 jam sebelumnya untuk mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu atau dua hari setelah kateter dilepas (Doddy, M.S, 2000 : 6 ). 4). Alternatif lain (misalnya: TUIP, TUBD, Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, TUNA, Terapi Ultrasonik dan TULIP.

3. Dampak MasalahSetiap perubahan yang terjadi selalu menimbulkan dampak. Begitu juga dengan individu yang telah dilakukan tindakan TURP akan mengalami perubahan baik yang mempengaruhi individu, keluarga maupun masyarakat. a. Dampak bagi individuDampak yang sering muncul pada klien pasca TURP antara lain :1). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehatTimbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca TURP. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli - buli memerlukan penggunaan antispasmodik sesuai terapi dokter ( Marilynn, E.D, 2000 : 683).2). Pola nutrisi dan metabolismeKlien yang dilakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum sebelum flatus.3). Pola eliminasiPada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat tejadi setelah kateter dilepas ( Sunaryo, H, 1999: 235 ).4). Pola aktivitas dan latihanAdanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi kateter selama 6 24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.

5). Pola tidur dan istirahatRasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat. 6). Pola kognitif perseptualSistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan Penghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP. 7). Pola persepsi dan konsep diriKlien dapat mengalami cemas karena kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP.8). Pola hubungan dan peranKarena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit, maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.9). Pola reproduksi seksualTindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi retrograd ( Sunaryo, H, 1999 : 36 ).10). Pola penanggulangan stresCemas dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang perawatan dan komplikasi pasca TURP. Gali adanya stres pada klien dan mekanisme koping klien terhadap stres tersebut.

11). Pola tata nilai dan kepercayaanAdanya traksi kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadahnya.

b. Dampak bagi keluargaDengan adanya salah satu anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit apalagi sampai tindakan operasi akan menimbulkan beban keluarga dalam pembiayaan, terutama bila yang sakit adalah kepala keluarga, karena akan mempengaruhi sumber pendapatan keluarga. Dalam keluarga dapat timbul rasa cemas atau faktor psikologis lain serta terjadi perubahan peran baik dalam pengambilan keputusan, mencari nafkah maupun pelindung keluarga.

c. Dampak bagi masyarakatMasyarakat disekitarnya mungkin merasa kehilangan karena klien mengurangi interaksi sosial dengan masyarakat dimana klien bertempat tinggal karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Apalagi kalau klien adalah orang yang berkedudukan atau berpengaruh dalam lingkungannya.

B. Asuhan Keperawatan Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dengan menggunakan metode ilmiah secara sistematik untuk mengenal masalah klien dan mencarikan alternatif pemecahannya dalam rangka memenuhi kebutuhan klien guna memperbaiki dan meningkatkan derajat kesehatan hingga tahap maksimal. Adapun tahapan dari proses keperawatan meliputi : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nasrul, E, 1995 : 3, 4 ).1. PengkajianPengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulan informasi / data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan ( Nasrul, E,1995 : 18 ).a. Pengumpulan dataData yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi :1). Identitas klienMerupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun dan biasanya banyak dijumpai pada ras Caucasian (Donna, D.I, 1991 : 1743 ).2). Keluhan utamaKeluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah nyeri yang berhubungan dengan spasme buli - buli. Pada saat mengkaji keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan (quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama, kekerapan (time).3). Riwayat penyakit sekarangKumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai miksi, urgensi, frekuensi dan disuria (Sunaryo, H, 1999 : 12, 13).Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau berulang. 4). Riwayat penyakit dahuluAdanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah ( Sunaryo, H, 1999 : 11, 12, 29 ). Ketahui pula adanya riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.5). Riwayat penyakit keluargaRiwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti : Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .6). Riwayat psikososialKaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta hubungan interaksi pasca tindakan TURP.7). Pola pola fungsi kesehatan a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca TURP. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli - buli memerlukan penggunaan anti spasmodik sesuai terapi dokter (Marilynn. E.D, 2000 : 683).b). Pola nutrisi dan metabolisme Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum sebelum flatus .c). Pola eliminasi Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urin dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter di lepas (Sunaryo, H, 1999: 35)d). Pola aktivitas dan latihan Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi kateter selama 6 24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. e). Pola tidur dan istirahatRasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat. f). Pola kognitif perseptualSistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan Penghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP.g). Pola persepsi dan konsep diri Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang perawatan dan komplikasi pasca TURP.h). Pola hubungan dan peran Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga tempat kerja dan masyarakat. i). Pola reproduksi seksual Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi retrograd ( Sunaryo, H, 1999 : 36j). Pola penanggulangan stressStress dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang perawatan dan komplikasi pasca TURP. Gali adanya stres pada klien dan mekanisme koping klien terhadap stres tersebut.k). Pola tata nilai dan kepercayaanAdanya traksi kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadahnya . 8). Pemeriksaan fisikPemeriksaan didasarkan pada sistem sistem tubuh antara lain :a). Keadaan umumSetelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, kecuali bila terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase awal ( 6 jam ) pasca operasi harus diminitor tiap jam dan dicatat. Bila keadaan tetap stabil interval monitoring dapat diperpanjang misalnya 3 jam sekali (Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 20 ).b). Sistem pernafasanKlien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami kelumpuhan pernapasan kecuali bila dengan konsentrasi tinggi mencapai daerah thorakal atau servikal (Oswari, 1989 : 40).c). Sistem sirkulasiTekanan darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP. Lakukan cek Hb untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan observasi cairan (infus, irigasi, per oral) untuk mengetahui masukan dan haluaran.d). Sistem neurologiPada daerah kaudal akan mengalami kelumpuhan (relaksasi otot) dan mati rasa karena pengaruh anasthesi SAB (Oswari , 1989 : 40).e). Sistem gastrointestinalAnasthesi SAB menyebabkan klien pusing, mual dan muntah (Oswari, 1989 : 40) . Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen .

f). Sistem urogenitalSetelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami hematuri . Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah. Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat menonjol, terasa ada ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin kencing (Sunaryo, H ,1999 : 16). Residual urin dapat diperkirakan dengan cara perkusi. Traksi kateter dilonggarkan selama 6 - 24 jam (Doddy, 2001 : 6).g). Sistem muskuloskaletalTraksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang direkatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. (Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21).9). Pemeriksaan penunjanga). Laboratorik Setiap penderita pasca TURP harus di cek kadar hemoglobinnya dan perlu diulang secara berkala bila urin tetap merah dan perlu di periksa ulang bila terjadi penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar serum kreatinin juga perlu diulang secara berkala terlebih lagi bila sebelum operasi kadar kreatininnya meningkat. Kadar natrium serum harus segera diperiksa bila terjadi sindroma TURP. Bila terdapat tanda septisemia harus diperiksa kultur urin dan kultur darah ( Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21 ).b). Uroflowmetri Yaitu pemeriksaan untuk mengukur pancar urin. Dilakukan setelah kateter dilepas ( Lab / UPF Ilmu bedah RSUD dr. Soetomo, 1994 : 114). b. Analisa dan sintesa dataSetelah data dikumpulkan, dikelompokkan dan dianalisa kemudian data tersebut dirumuskan ke dalam masalah keperawatan . Adapun masalah yang mungkin terjadi pada klien BPH pasca TURP antara lain : nyeri, retensi urin, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi kelebihan cairan, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan, kurang pengetahuan, inkontinensia dan resiko tinggi disfungsi seksual . c. Diagnosa keperawatanBerdasarkan analisa data yang diperoleh maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien BPH pasca TURP sebagai berikut :1). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli : reflek spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari traksi. ( Marilynn, E.D, 2000 : 683 ) 2). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan darah berlebihan . 3). Resiko tinggi kelebihan cairan yang berhubungan dengan absorbsi cairan irigasi (TURP).4). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kateter di buli buli.5). Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas yang berhubungan anastesi .6). Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas pasca operasi, gejala untuk dilaporkan, perawatan di rumah dan intruksi evaluasi . ( Susan, M . T, 1998 : 609,610 )7). Retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TURP .8). Inkontinensia urin berhubungan dengan pengangkatan kateter pasca TURP . 9). Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan TURP. (Barbara, C.L, 1996: 339,341) 2. PerencanaanRencana asuhan keperawatan adalah petujuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Penyusunan rencana melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama dalam rangka proses pencapaian tujuan keperawatan.Langkah awal perencanaan adalah menetapkan prioritas diagnosa keperawatan. Penentuan skala prioritas diagnosa keperawatan adalah dengan menilai klien sebagai mahluk bio-psiko-sosial-spiritual berdasarkan tingkat kebutuhan menurut Maslow dengan kategori: keadaan yang mengancam kehidupan, mengancam kesehatan, dan persepsi tentang kesehatan dan keperawatan (Nasrul, E.F, 1995:34-36).a. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan anastesi. 1). TujuanPola napas tetap efektif2). Kriteria hasil Paru-paru bersih pada auskultasi, frekuensi dan irama napas dalam batas normal, melakukan batuk dan napas dalam tanpa kesulitan.

3). Rencana tindakan dan rasional a). Bantu klien dengan spirometer insentif jika dianjurkan.Rasional: memaksimalkan ekspansi paru.b). Ajarkan dan bantu klien untuk membalik, batuk, dan napas dalam tiap 2 jam.Rasional: merupakan upaya untuk mengeluarkan sekret.c). Kaji bunyi napas tiap 4 jam.d). Laporkan penurunan atau tidak adanya bunyi napas pada tim medis.e). Kaji kulit terhadap tanda sianosis dan diaforesis.f). Pantau dan laporkan gejala gangguan pertukaran gas kacau.Rasional : (c, d, e, f): deteksi dini ketidakefektifan pola napas. g). Berikan obat penghilang nyeri dengan interval yang tepat untuk mengurangi nyeri.Rasional: berkurang / hilangnya nyeri dapat membantu klien melakukan latihan batuk dan napas dalam secara efektif.

b. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah berlebihan.1). Tujuan Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.2). Kriteria hasilMempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.3). Rencana tindakan dan rasionala). Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.Rasional : gerakan penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah dan pembenaman kateter pada distensi buli-buli.b). Pantau masukan dan haluaran cairan.Rasional: indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.c). Observasi drainase kateter, hindari manipulasi berlebihan atau berlanjut.Rasional : perdarahan tidak umum terjadi 24 jam pertama tetapi perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinu / berat atau berulangnya perdarahan aktif memerlukan intervensi / evaluasi medik.d). Evaluasi warna, konsistensi urin, contoh :Merah terang dengan bekuan darahRasional : mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat.Peningkatan veskositas, warna keruh gelap dengan bekuan gelap.Rasional : menunjukkan perdarahan vena, biasanya berkurang sendiri.e). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, pelambatan pengisian kapiler dan membran mukosa kering.f). Selidiki kegelisahan, kacau mental dan perubahan perilaku.Rasional : dapat menunjukkan penurunan perfusi serebral.g). Dorong pemasukan cairan 3000 ml/harikecuali kontraindikasi.Rasional : membilas gonjal / buli-buli dari bakteri dan debris. Awasi dengan ketat karena dapat mengakibatkan intoksikasi cairan.h). Hindari pengukuran suhu rektal dan penggunaan selang rektal / enema.Rasional : dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap dasar prostat dan peningkatan kapsul prostat dengan resiko perdarahan.i). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah.Rasional : berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosiRasional : dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah, KID.j). Pertahankan traksi kateter menetap, plester kateter di bagian paha dalam.Rasional : traksi kan membuat tekanan pada aliran darah di kapsul prostat untuk membantu mencegah / mengontrol perdarahan.k). Kendorkan traksi dalam 6 - 24 jam. Catat periode pemasangan dan pengendoran traksi, bila diperlukan.Rasional : traksi lama dapat menyebabkan trauma / masalah permanen dalan mengotrol urin.l). Berikan pelunak feses, laksatif sesuai indikasi.Rasional : pencegahan konstipasi / mengejan untuk defekasi menurunkan resiko perdarahan rektal-perineal.

c. Resiko tinggi terjadinya kelebihan cairan yang berhubungan dengan absorbsi cairan irigasi (TURP).1). TujuanKeseimbangan cairan tetap terpelihara.2). Kriteria hasilMasukan dan haluaran seimbang, irigan keluar secara total, sadar penuh, berorientasi, dan menunjukkan tak ada abnormalitas fungsi motorik.3). Rencana tindakan dan rasionala). Pantau dan laporkan tanda dan gejala difusi hiponatremia.Rasional : Hiponatremi adalah tanda kelebihan cairan.b). Pantau masukan dan haluaran tiap 4 - 8 jam.Rasional : indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.c). Hentikan irigasi saat saat tanda kelebihan cairan terjadi dan laporkan tim medis.Rasional : mencegah absorbsi yang berlebihan.d). Gunakan spuit untuk mengirigasi kateter oleh bekuan darah jika diinstruksikan.Rasional: mencegah terjadinya retensi

d. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TURP.1). TujuanRetensi urin teratasi.2). Kriteria hasilEliminasi urin kembali normal, menunjukkan perilaku peningkatan kontrol buli-buli.3). Rencana tindakan dan rasionala). Awasi masukan dan haluaran serta karakteristiknya.Rasional: deteksi dini terjadinya retensi urin.b). Kolaborasi dalam mempertahankan irigasi secara konstan selama 24 jam pertama.Rasional: mencuci buli-buli dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan patensi kateter / aliran urin.c). Dorong pemasukan 3000 ml / hari sesuai toleransi. Rasional: mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urin. d). Setelah kateter diangkat, terus pantau gejala-gejala retensi.Rasional: deteksi dini terjadinya retensi.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kateter di buli - buli.1). TujuanInfeksi dicegah.2). Kriteria hasilMencapai waktu penyembuhan, tidak mengalami tanda infeksi.3). Rencana tindakan dan rasionala). Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter reguler dengan sabun dan air, berikan salep antibiotik disekitar sisi kateter.Rasional: mencegah pemasukan bakteri dan infeksi / sepsis lanjut.b). Ambulasi dengan kantung drainase dependen.Rasional: menghindari reflek balik urin dapat memasukkan bakteri ke dalam buli - buli.c). Awasi tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan.Rasional: mendeteksi infeksi sejak dini.d). Berikan antibiotik sesuai indikasi.Rasional: kemungkinan diberikan secara profilaktik berhubungan dengan peningkatan resiko pada prostatektomi.

f. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli: reflek spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari traksi.1). TujuanNyeri hilang / terkontrol.2). Kriteria hasilKlien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.3). Rencana tindakan dan rasionala) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).Rasional: nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).4). Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.Rasional: mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.5). Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi. Rasional: menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan mukosa buli - buli.6). Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. Dorong tehnik relaksasi termasuk latihan napas dalam, visualisasi dan pedoman imajinasi.Rasional: menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.7). Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.Rasional: meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).8). Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik, contoh:Oksibutinin klorida ( Ditropan ), B dan O supositoria.Rasional: relaksasi otot, untuk menurunkan spasme dan nyeri.Propanteli bromida ( Pro-Bantanin ).Rasional: menghilangkan spasme buli-buli oleh kerja antikolinergik. Biasanya dihentikan 24-48 jam sebelum perkiraan pengangkatan kateter untuk meningkatkan kontrol kontraksi buli-buli.

g. Inkontinensia urin berhubungan dengan pengangkatan kateter pasca TURP.1). TujuanInkontinensia dapat teratasi2). Kriteria hasilEliminasi urin kembali normal, menunjukkan perilaku meningkatkan kontrol berkemih.3). Rencana tindakan dan rasionala). Kaji terjadinya tetesan urin setelah kateter diangkat.Rasional: mendeteksi inkontinensia.b). Bila terjadi tetesan :(1). Katakan pada klien bahwa hal tersebut biasa dan kontinen akan pulih. Rasional : klien harus dibesarkan harapannya bahwa itu normal.(2). Penyuluhan latihan perineal.Rasional : bantuan uantuk pengendalian kandung kemih.

h. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan TURP.1). Tujuan Fungsi seksual dapat dipertahankan2). Kriteria hasilKlien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi3). Rencana tindakan dan rasionala). Berikan keterbukaan pada klien/orang dekat untuk membicarakan tentang masalah fungsi seksual.Rasional : klien dapat mengalami cemas karena efek bedah yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi.b). Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.Rasional : impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal : pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasanya selama 6 - 8 minggu.c). Diskusikan dasar anatomi dan jujur dalam menjawab pertanyaan klienRasional : saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, imponten dan sterilitas biasanya tidak menjadi kosekuensi. Prosedur bedah bukan merupakan pengobatan permanen, sehingga hipertropi dapat berulang.d). Diskusikan tentang ejakulasi retrograd.Rasional : ejakulai retrograd tidak mempengaruhi fungsi seksual, tetapi akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urin keruh.e). Instruksikan latihan perineal dan interupsi / kontinu aliran urin.Rasional : meningkatkan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual.f). Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi.Rasional : masalah menetap / tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.

i. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang rutinitas pasca operasi, gejala untuk dilaporkan, perawatan di rumah dan intruksi evaluasi.1). TujuanMeningkatkan pengetahuan klien.2). Kriteria hasilKlien dan / atau keluarga mengungkapkan mengerti tentang rutinitas pasca operasi, gejala yang harus dilaporkan, perawatan di rumah, intruksi evaluasi serta demonstrasi ulang perawatan kateter dan latihan perineal. 3). Rencana tindakan dan rasionala). Pertegas perlunya asupan cairan oral yang adekuat 3000 ml / hari kecuali kontra indikasi.Rasional: hidrasi yang optimal membantu menegakkan kembali tonus otot buli buli setelah pencabutan kateter dengan merngsang miksi, pengenceran urin dan menurunkan kerentanan infeksi saluran kemih dan pewmbentukan bekuan darah.b). Ajarkan perawatan kateter : (a). Cuci meatus urinarius dengan sabun dan air 2x / hari.(b). Tingkatkan frekuensi pembilasan jika tampak jelas drainase di sekitar tempat pemasangan kateter.Rasional: membantu mengurangi resiko infeksi saluran kencing.c). Pertegas pembatasan aktivitas antara lain:(1). Hindari mengedan saat BAB, tingkatkan asupan diit tinggi serat atau gunakan pencahar jika ada indikasi.(2). Jangan gunakan supositoria atau enema. (3). Hindari duduk dengan kaki tergantung. (4). Hindari mengangkat benda berat dan aktivitas yang berat.(5). Hindari hubungan seksual hingga diperbolehkan ( biasanya 6 - 8 minggu setelah pembedahan ).Rasional: mengurangi resiko perdarahan internal. d). Anjurkan klien melakukan hal berikut:(1). Berjalan lama.(2). Menggunakan tangga.Rasional: aktivitas ini tidak menghalangi penyembuhan tempat pembedahan.e). Jelaskan harapan untuk mengontrol urin ketika dicabut:(1). Tetesan, frekuensi, urgensi mungkin terjadi pada awal tetapi secara bertahap.(2). Latihan perineal ( bokong tegang, tahan dan lepaskan selama 10 - 20 menit tiap jam ) dapat membantu mempercepat memulihkan kontrol urin.(3). Lakukan latihan sesuai toleransi, hindari latihan yang membutuhkan kekuatan otot dan rencanakan waktu istirahat sering.(4). Berkemih sesegera mungkin, mencegah retensi urin.(5). Menghindari kafein dan alkohol dapat membantu mencegah masalah.(6). Hematuri transien adalah normal dan seharusnya menurun dengan peningkatan asupan cairan.Rasional: Kesukaran untu melanjutkan pola miksi normal dapat berhubungan dengan trauma leher buli-buli, ISK, atau iritasi kateter. Drainase akan menurunkan kontrol otot. Kafein sebagai diuretik ringan membuatnya lebih sukar mengontrol urin. Alkohol meningkatkan sensasi terbakar.f). Diskusikan nama obat, dosis, jadwal penggunaan, tujuan dan efek samping.Rasional: klien mengetahui nama, dosis, jadwal, tujuan dan efek samping obat yang diresepkan.g). Tinjau tanda dan gejala komplikasi:(1). Ketidakmampuan berkemih lebih dari 6 jam.(2). Menggigil, nyeri punggung dan demam.(3). Peningkatan hematuri.Rasional: deteksi awal memungkinkan intervensi cepat untuk meminimalkan keparahan komplikasi.(a). Ketidakmampuan berkemih menunjukkan ISK.(b). Merupakan gejala ISK.(c). Adanya perdarahan.

3. PelaksanaanPelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan tehnis keperawatan dengan berfokus pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh pemantapan hubunngan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.Tindakan keperawatan dapat diberikan secara mandiri oleh perawat, kolaborasi dengan sesama tim perawatan atau tim kesehatan lainnya maupun atas dasar rujukan dari profesi lain (Nasrul, E, 1995: 40 - 44).Adapun tindakan yang dilakukan pada klien BPH pasca TURP disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan pada perencanaan.

4. Evaluasi Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Nasrul, E, 1995: 46).Perawatan spesifik pada klien BPH pasca TURP dievaluasi atas dasar hasil yang diharapkan dari klien, antara lain :a. Menunjukkan pola napas efektif, tidak terjadi perdarahan yang berlebihan serta sindroma TURP.b. Pola berkemih normal tanpa disertai infeksi atau komplikasi permanen.c. Tidak ada pengalaman nyeri atau tekanan yang berkepanjangan.d. Mampu menjelaskan kembali penjelasan perawat tentang pembatasan aktivitas, diit serta tanda dan gejala komplikasi. Dan memperagakan perawatan kateter serta latihan kontrol berkemih.e. Menunjukkan penyesuaian psikososial yang disebabkan karena disfungsi seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Alif, S., 1995. Benigne Prostate Hiperplasia, Makalah. Surabaya.Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Data Urologi Impatient, 1999. SMF Urologi RSUD. dr. Soetomo. Surabaya. Effendi, N., 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hardjowidjoto, S. 1993. Anatomi Fisiologi Traktus Urogenital. Surabaya, Program Studi Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo. 1999. Benigna Prostat Hiperplasi. Surabaya, Airlangga University Press.

Ignatavicus, D.D and Marilyn, F.B., 1991. Medical Surgical Nursing : A Nursing Procces Approach. International Edition. Philadelpia, W.B Saunders Company.

Kirby, R, John F.P, Michael, K, Andrew, F.P and Louis, J.D., 1994. Shared Care For Prostatic Disease. Oxford, ISIS Medical Media.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Lismidar, H., 1989. Proses keperawatan. Jakarta, Universitas Indonesia. Ndraha Taliziduhu, Dr., 1985. Research : Teori, Metodologi, Administrasi. Jakarta, PT. Bina Aksara. Anggota IKAPI.

Oswari, Dr. 1989. Bedah Dan Perawatannya. Jakarta, PT. Gramedia. Anggota IKAPI.

Soebandi, D.M., 2001. Benign Prostate Hyperplasia : Permasalahan, Perawatan Dan Pembedahan. Seminar Keperawatan. Surabaya, SMF Urologi Lab. Ilmu Bedah RSUD. dr. Soetomo.

Surabaya Post. Tanggal 7 Juni 2001. Hal. 20. Kolom 2, BPH, Pembesaran Prostat Yang Tak Terelakkan.

Tucker, S.M., Marry, M.C, Eleanor, V, Paquette, M and Fyfe, W., 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis Dan Evaluasi. Volume III. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997. Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah. Surabaya, Bidang Perawatan RSUD. Dr. Soetomo.BENIGNA PROSTATE HIPERPLASI BESERTA PATHWAY WOC TINJAUAN TEORI

A. Definisi- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat abstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000)- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran prostate yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (sandra M. nettina, 2002)

B. EtiologiSampai saat ini, etiologi benigna prostate hiperplasi belum di ketahui secara pasti penyebab terjadinya. Tetapi hipotesis menyebutkan bahawa hiperplasi prostate erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DTH) dan proses aging (menjadi tua). (Arief mansjoer, et al, 2000)Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostate adalah :1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada usia lanjut2. Peranan dari growth faktor sebagai pemacu pertumbuhan stroma Kelenjar prostate 3. Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang mati.4. Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan epitel Kelenjar prostate menjadi berlebihan

C. Klasifikasi Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002DerajatColok duburSisa volume urine

IIIIIIIVPenonjolan prostate, batas atas mudah dirabaPenonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapaiBatas atas prostate tidak dapat dirabaBatas atas prostate tidak dapat diraba< 50 ml50 100 ml> 100 mlretansi urine total

D. Tanda dan gejala - Frekuensi : sering miksi / kencing- Sering terbangun untuk miksi pada malam hari- Perasaan ingin miksi yang mendesak- Nyeri pada saat miksi- Pancaran urine melemah- Rasa tidak puas sehabis miksi- Harus mengejan saat miksi

E. Patofisiologi Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang kecil. Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi tidak tertutup darah (www.medikastore.com)Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)1. Lama operasi lebih singkat2. Tidak menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan Penyulit Turp (Doengoes, 2000)1. Selama operasi = perdarahan sindroma turp2. Pasca bedah = perdarahan, infeksi local atau sistemik

F. Pathway

G. Pemeriksaan diagnostic (marilyn E. Doenges dan Mary FrancMoushouse, 2000)IVP : menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostate, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih Sistourretrografi: digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local.Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih

H. Penatalaksanaan Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong. 2002- Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.- Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection / tur)- Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sbaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal retropublik/perianal- Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan kateter

I. Nursing Care Plan1. Pengkajian Menurut Doegoes (2000)a. Sirkulasi Tekanan darah meningkat b. Eliminasi - Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, urine menetes- Adanya keragu-raguan pada awal berkemih- Tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemiih secara tuntas adanya dorongan dan peningkatan frekuensi untuk berkemih - Nokturia, disuria, hematuria- Bila untuk duduk ada keinginan untuk berkemih- Nyeri tekan kandung kemihc. Makanan/cairanAnoreksia : mual, muntahPenurunan berat badand. Nyeri/kenyamananNyeri suprapubik, pinggul, punggung, sifat nyeri tajam dan kuat.Nyeri punggung bawahe. KeamananDemam f. Seksualitas Takut inkontensia/menetes selama melakukan hubungan intimAdanya penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi 2. Diagnosa keperawatan a. Retensi urine ybd obstrtuksi skd terhadap BPH (Nanda, 2002)Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan keperawatanKH : klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi vesika urinaria.Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml. dengan tidak ada tetesan/kelebihan aliranIntervensi :1. Dorongan klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan 3. Dikaji dan dicatat waktu dan jumlah tiap berkemih4. Perkusi / palpast area suprapublik5. Ajarkan teknik relaksasi saat berkemih 6. Kolaborasi untuk pemasangan kateter b. Cemas ybd kurangnya informasi skd terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatanKH : menghubungkan peningkatan kenyamananMenggunakan mekanisme koping yang efektifIntervensi1. Kaji tingkat kecemasan2. Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan3. Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klienc. Nyeri akut ybd agen injuri mekanik. (Nanda, 2002)Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan keperawatan KH : - Klien rileks - Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol- Skala nyeri 1-2Intervensi 1. Kaji skala nyeri klien 2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan 3. Berikan tindakan kenyamanan seperti Pijat punggung, membantu klien melakukan tirah baring yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi atau latihan nafas.4. Berikan terapi analgetik d. Resiko infeksi ybd sisi masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan alat invasive. (Nanda, 2002)Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatanKH : - Tidak ada tanda-tanda infeksi - TTV dalam batas normalIntervensi : 1. Perhatikan sistem kateter steril2. Awasi tanda vital3. Kaji adanya tanda-tanda infeksi4. Berikan antibiotic sesuai indikasie. PK perdarahan. (Lynda Juall Carpenito, 2001)Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan KH : - Urine jenih- TTV dalam batas normal- Hb dalam batas normal Intervensi :1. kaji TTV2. Kaji dan monitor perdarahan3. Kolaborasi dengan dr untuk irigasi NaCl 4. Kolaborasi dengan dr untuk permeriksaan HbDAFTAR PUSTAKA

Brunner dan suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Edisi 8, Jakarta 2002Brunner dan suddarth. Buku Saku Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC; 2002Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC : 2001Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC: 2000Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000Nanda diagnosis keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa PSIK BFK UGM Angkatan 2002Nettina, sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta, EGC : 2002Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002

LAPORAN PENDAHULUAN BPH BENIGNA PROSTAT (LENGKAP)

I. DEFINISI Terjadi pada laki-laki > 50 th Pengaruh hormon Hiperplasia dan hipertrofi II. PATOFISIOLOGIProstat membesar menyumbat kolum vesikal / uretra prostatik urine inkomplit / retensi urine hidroureter hidronefrosisIII. MANIFESTASI KLINIK Komplek gejala obstruktif dan iritatif- Peningkatan frekwensi, nokturia, dorongan - Stranguria (anyang anyangan)- Abdomen tegang- Aliran urine tidak lancar- Volume menurun- Dribling- Rasa kandung kemih tidak kosong- Retensi urine akut Anoreksia, mual dan muntah Nyeri epigastrik Retensi urine kronisAzotemia Gagal ginjalIV. EVALUASI DIAGNOSTIK Rektal digital Urinalisis Darah kimia IVP, cistografi Jantung dan pernafasanV. PENATALAKSANAAN Farmakologi- Antibiotik- Hindari phenylpropandamin- Alpha-Adrenergik (terazosin)- Anti androgen (finasteride)VI. BEDAH PROSTAT1. Transurethral Resection ( TUR /TURP ) Paling umum Untuk pembesaran prostat kecil Resiko bedah buruk Kadang perlu diulang Ejakulasi retrograde Jarang disfungsi erektil2. Suprapubic Prostatectomy Insisi abdomen dan kandung kemih Segala ukuran Perdarahan Disfungsi erektil3. Retropubic Prostatectomy Insisi abdomen rendah antara arkus pubis dengan kandung kemih Prostat yang besar Perdarahan dapat lebih di kontrol Inflamasi tulang pubis (osteitis p)4. Perineal Prostatectomy Insisi pada perineum Kanker prostat Luka mudah terkontaminasi Impotensi5. Transurethral Incision Of The Prostate ( TUIP )6. Transurethral Laser Insisi Of The Prostat ( TULIP) Komplikasi pembedahan :- Hemoragie- Pembentukan bekuan- Obstruksi kateter- Disfungsi seksual VII. PENGKAJIAN1. Masalah urinari yang terjadi2. Nyeri3. Riwayat keluarga4. Cemas5. Palpasi kandung kemihVIII. DIAGNOSAPre operasi 1. Ansietas b.d ketidakmampuan berkemih Menurunkan ansietas :- Kenalkan lingkungan rumah sakit- Komunikasi- Diskusi masalah- Jaga privasi2. Nyeri b.d distensi kandung kemih Menghilangkan ketidaknyamanan- Tirah baring- Analgeetik- Pantau pola urinari, distensi kandung kemih - Kateterisasi / cistotomi3. Kurang pengetahuan b.d masalah dan protokol pengetahuan Pendidikan kesehatan- Penjelasan persiapan pra operasi, post operasi - Prosedur operasi Post operasi 1. Nyeri b.d insisi bedah, pemasangan kateter, spasme kandung kemih Menghilangkan nyeri- Tirah baring 24 jam- Lokasi dan penyebab- Medikasi - Pantau obstruksi- Pantau balutan2. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan paska operasi dan masa penyembuhan Pendidikan kesehatan- Hindari duduk lama- Buah / pelunak feses- Latihan berkemih- Hindari kerja berat, pergi jauh- Cukup minum air- Hindari makanan pedas, kopi, alkohol3. Disfungsi seksual b.d ejakulasi retrogad, sterilitas